skripsi pembagian kekuasaan dalam sistem adat … · 2018. 10. 11. · 1 bab i pendahuluan ......
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM SISTEM ADAT
AMMATOA KAJANG DI KECAMATAN KAJANG
KABUPATEN BULUKUMBA
MUH. YUSUF
Nomor Stambuk: 10564 01667 12
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2018
PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM SISTEM ADAT
AMMATOA KAJANG DI KECAMATAN KAJANG
KABUPATEN BULUKUMBA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan Oleh
MUH. YUSUF
Nomor Stambuk: 10564 01667 12
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2018
v
ABSTRACK
MUHAMMAD YUSUF. NIM 105640166712. PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM SISTEM ADAT AMMATOA KAJANG DI KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA, di bawah bimbingan Andi Nuraeni Aksadan Mappigau Samma
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembagian kekuasaan dalam sistem adat Ammatoa Kajang serta untukmengetahui struktural sistem pemerintahan adat Ammatoa Kajang. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba dalam merumuskan kebijakan-kebijakan terhadap perlindungan, pengembangan, dan pelestarian masyarakat adat Ammatoa Kajang. Dari sisi akademik, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pemerintahan terutama mengenai landasan sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi prinsip nilai-nilai kearifan lokal.
Tipe penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diuraikan dalam bentuk kata dan kalimat, yang selanjutnya menjadi suatu kesimpulan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasistem pembagian kekuasaan diwilayah adat Ammatoa kajang, berbeda dengan pemilihan kepala adat pada umumnya yang mayoritas dipilihberdasarkan musyawarah mufakat serta berbeda dengan sistem pemilihan yang berlaku di negara pada umumnya terkhusus Negara Republik Indonesia . Masyarakat hukum adat Kajang percaya bahwa Ammatoa adalah wakil Tuhan di dunia inidan dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa Tau Rie’ A’ra’na, punyakeistimewaan bisa berhubungan langsung dengan Tau Rie’ A’ra’na,jadihanya orang pilihan yang bisa menjadi Ammatoa. Berbeda dengan pemilihan pimpinan adat yang membantu peran seorang Ammatoa yang berada dibeberapa wilayah kekuasaan adat Kajang Ada’ Lima, Karaeng Tallua. Perangkat adat tersebut dipilih hanya berdasarkan dengan musyawarah dengan pertimbangan sesuai dengan persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasang Ri Kajang. Kata kunci: Pembagian Kekuasaan, Pasang Ri Kajang, Sistem Adat.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum wr.wb
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya jualah, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan yang berjudul “Pembagian Kekuasaan Dalam Sistem
Pemerintahan Adat Ammatoa Kajang“. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang
diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu
Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiayah Makassar.
Rasa bangga dan terharu penulis menyampaikan terimakasih yang tak
terhingga kepada kedua Orang Tua saya, Ayahanda Muh.Saleh dan Ibunda
Halimah atas cinta dan kasih sayang yang dicurahkan serta segala pengorbanan
dan iringan doa yang takhenti diberikan kepada penulis selama mengikuti
pendidikan sampai dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini banyak pihak yang
telah memberikan bantuan baik pikiran, tenaga maupun fasilitas lain yang sangat
berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Hj.Andi NurainiAksa,SH,MH selaku Pembimbing I yang walaupun
ditengah kesibukan tugas dan pengabdiannya Beliau selalu meluangkan
vii
waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivas ikepada penulis dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
2. Bapak Drs.H.MappigauSamma.M.Si selaku Pembimbing II yang selalu
memberikan masukan dan dorongan kepada penulis selama menyelesaikan
Skripsi ini.
Dengan rasa hormat serta terimakasih dan penghargaan yang tinggi juga
dihanturkan kepada :
1. Ibu DR.Hj.Ihyani Malik,S.Sos,M,Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr.Nuryanti Mustari S.IP,M.Si selaku ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiayah Makassar.
3. Bapak Rudi Hardi ,S.Sos.M.Si selaku penasehat akademik yang telah
banyak membantu penulis selama masa perkuliahan.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh
pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar
5. Seluruh Staf dan Pegawai Jursan Ilmu Pemerintahan FISIPOl
Universitas Muhammadiyah Makassar terimakasih atas segala bantuannya
selama ini.
6. Teman-teman seangkatan di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL
Universitas Muhammadiyah Makassar “ Angkatan 012 “ terimakasih atas
bantuan dan motivasinya selama ini.
viii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun penulisan, mengingat karena pengetahuan dan
pengalaman yang terbatas, maka dari itu penulis menerima saran, kritikan dan
masukan yang sifatnya membangun.
Akhir kata, semoga Skripsi ini bermanfaat dalam ilmu pengetahuan
khususnya dibidang Ilmu Pemeintahan. Amin.
Makassar, 2018
MUH. YUSUF
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .................................................................................................... i
PERSETUJUAN ....................................................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
BAB I: PENDAHULUA ............................................................................................ 1
A. LatarBelakang ......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ... ............................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5 D. KegunaanPenelitian ................................................................................. 5
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 6
A. Pengertian Konsepdan Teori ................................................................... 6 1. DefenisiKekuasaan ........................................................................... 6 2. SumberKekuasaan ……………………. .......................................... 8 3. Sistem Pembagian Kekuasaan.......................................................... 9 4. PembagianKekuasaan Di Indonesia ................................................. 10
B. Konsep Teori Pemerintahan .................................................................... 12 1. Definisi Pemerintahan ...................................................................... 12 2. Sistem Pemerintahan ........................................................................ 13
C. Konsep Sistem Adat Ammatoa Kajang .................................................. 16 1. DefenisiKajang ................................................................................. 16 2. StrukturAdat Kajang ........................................................................ 18 3. PembagianKekuasaanAdatAmmatoaKajang ................................... 20
D. KerangkaPikir.......................................................................................... 28 E. FokusPenelitian ....................................................................................... 29 F. DeskripsiFokusPenelitian .. ..................................................................... 29
BAB III:METODE PENELITIAN ............................................................................ 32
A. Waktu Dan LokasiPenelitian ................................................................... 32 B. Jenis Dan TipePenelitian ......................................................................... 32 C. Sumber Data ........................................................................................... 32
x
D. InformanPenelitian .................................................................................. 33 E. TeknikPengumpulanData .. ..................................................................... 33 F. TeknikAnalisisData .. 34 G. KeabsahanData .. 35
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 36
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................ 36 1. Profil Daerah Penelitian .................................................................... 35 2. Visi Misi Kabupaten Bulukumba ...................................................... 36 3. Keadaan Sosial Budaya ..................................................................... 38
B. Pembagian Kekuasaan Dalam Sistem Adat Ammatoa Kajang ............... 41 1. Karaeng Tallua .................................................................................. 41 2. Adat Lima Ri Tanah Kekea ............................................................... 45 3. Ada’ Limayya ri Tanaloheya ............................................................ 49
BAB V: PENUTUP.................................................................................................... 57
A. Kesimpulan.............................................................................................. 57 B. Saran........................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syarat penting dalam teori pembentukan negara adalah adanya Pemerintah.
Pemerintah dalam suatu wilayah berperan sebagai organisasi yang memiliki
kekuasaan membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah
tertentu yang menjadi kekuasaannya. Pemerintah mempunyai kekuasaan dan
berperan sebagai lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan memajukan
kesejahteraan rakyat dan negara.
Negara yang berpenduduk besar, Indonesia juga dikenal sebagai negara
demokrasi terbesar di Asia. Tantangan bagi pemerintahan di Indonesia baik di
pusat maupun di daerah juga cukup besar yaitu seberapa jauh mereka mampu
mempraktikkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Strategi yang
tepat dalam mewujudkan good governance ini adalah efektivitas pemerintah
dalam berkomunikasi dengan rakyatnya. Dan salah satu cara untuk mewujudkan
komunikasi dengan rakyat adalah dengan menggunakan kearifan lokal masyarakat
dalam praktek pemerintahan.
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal
yang mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup (way of life) yang
mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Di Indonesia kearifan
lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi
dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai
budaya yang bersifat nasional. Pada umumnya etika dan nilai moral yang
2
terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari
generasi ke generasi.
Instansi yang paling memungkinkan untuk mengakomodasi segala
kebutuhan masyarakat dari bawah, maka pemerintah daerah adalah pihak yang
sangat tepat untuk memraktekkan kearifan lokal dalam pelaksanaan pemerintahan.
Secara umum kearifan lokal masyarakat yaitu nilai kejujuran, kegigihan,
ketakwaan, kebersahajaan, dan nilai gotong royong, Jika nilai kejujuran dijunjung
tinggi dalam tata laksana pemerintahan, maka tidak akan lagi ada kasus korupsi,
jika kegigihan dalam melayani masyarakat dipraktekkan maka tidak akan ada lagi
masyarakat yang merasa tidak diperhatikan oleh pemerintahnya, jika ketakwaan
selalu diterapkan dalam pemerintahan maka sulit rasanya untuk menemui pejabat
yang ingkar dari kewajibannya serta tak akan ada rakyat yang memurkai
pejabatnya, dan jika kebersahajaan dimiliki oleh pejabat dan rakyatnya maka
keselarasan dalam keseharian akan mereduksi perbedaan status sosial dalam
masyarakat. Kalau gotong royong dilakukan oleh pemerintah bersama rakyatnya
maka setiap permasalahan sosial akan mudah menemui solusi.
Negara Indonesia adalah Negara yang tidak diragukan lagi
keanekaragaman kebudayaannya. Keanekaragaman ini tersebar luas dari sabang
sampai merauke,kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia tersebut
bukan hanya berupa kekayaan sumber daya alam saja, tetapi masyarakat Indonesia
juga memiliki kekayaan lain seperti kekayaan akan kebudayaan suku bangsa
Indonesia yang tersebar diseluruh kepulaun Indonesia. Kekayaan inilah yang
menjadikan bangsa ini unik dan menjadi banyak perhatian para budayawan luar
3
untuk datang dan mempelajarinya. Tidak hanya Bali dengan kebudayaannyaa saja
yang dikenal diluar negeri baik itu Australia, Jepang, Amerika, Malaysia daan
lain-lain. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia.
Jika Bali sudah dikenal didunia maka di provinsi Sulawesi Selatan ada tempat
yang menarik perhatian didunia yaitu Ammatoa Kajang, bertempat di Kecamatan
Kajang Kabupaten Bulukumba.
Masyarakat adat Ammatoa secara turun temurun hidup mendiami desa
Tana Toa, Kecamatan Kajang yang kira-kira terletak 90 KM arah timur dari
ibukota Kabupaten Bulukumba atau sekira 240 KM di selatan kota Makassar
Sulawesi Selatan.
Secara geografis dan administratif, masyarakat adat Kajang terbagi atas
Kajang Dalam dan Kajang Luar. Namun, hanya masyarakat yang tinggal di
kawasan Kajang Dalam yang masih sepenuhnya berpegang teguh kepada adat
Ammatoa. Mereka memraktekkan cara hidup sangat sederhana dengan menolak
segala sesuatu yang berbau teknologi dan modernitas. Bagi mereka, benda-benda
teknologi dapat membawa dampak negatif bagi kehidupan mereka, karena bersifat
merusak kelestarian sumber daya alam. Komunitas yang selalu mengenakan
pakaian serba hitam inilah yang kemudian disebut sebagai masyarakat adat
Ammatoa.Masyarakat Ammatoa sangat berpegang teguh pada ajaran Pasang ri
Kajang. Sebuah pedoman hidup yang berisikan pesan-pesan (Pasang) berbentuk
firman ataupun ajaran-ajaran kehidupan yang diturunkan oleh Tu Riek Akra‟na
(Yang Maha Berkehendak) kepada masyarakat Ammatoa yang kemudian
dijadikan kewajiban bagi masyarakat adat untuk diaplikasikan dalam kehidupan
4
sehari-hari. Masyarakat adat Ammatoa dipimpin oleh seorang pemangku adat
yang disebut Ammatoa.
Pesan yang termaktub dalam Pasang ri Kajang tersebut mengajarkan tiap-
tiap sendi kehidupan sosial masyarakat adat Ammatoa Kajang. Didalam Pasang
disebutkan bahwa komunitas Ammatoa akan selalu memegang konsep hidup
kamase-masea atau hidup sederhana. Kesederhanaan ini terlihat dari cara mereka
berpakaian, yang seluruhnya berwarna hitam sebab menurut kepercayaan mereka
hitam akan selalu mengingatkan mereka tentang gelapnya di dalam rahim ibu,
serta gelapnya di dalam kubur kelak. Warna hitam juga bermakna filosofis, bahwa
tak ada hitam yang lebih baik daripada warna hitam yang lain. Artinya bahwa
semua sama dihadapan Tu Riek Akra’na. Pasang ri Kajang juga mengajarkan
agar selalu menjaga kelestarian hutan. Ini terlihat jelas dari implementasi
kehidupan masyarakat adat Ammatoa, mereka tidak diperbolehkan menebang
hutan secara sembarangan.Ini dilakukan sebab masyarakat adat Ammatoa sangat
percaya bahwa hutan dan alamnya ada untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Ketika hutan dirusak maka akan rusak pula sumber kehidupan manusia.
Prinsip ini terus mereka jaga hingga kini, terbukti dari model rumah-rumah
masyarakat adat Amma Toa yang meskipun terbuat dari bahan kayu,namun
kesamaan model dan kesederhanaannya tidak membuat mereka menebang kayu di
hutan secara sembarangan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pembagian Kekuasaan
Dalam Sistem Adat Ammatoa Kajang.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah
yang akan dikemukakan yaitu:
Bagaimana pembagian kekuasaan dalam sistem adat Ammatoa Kajang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu:
Untuk mengetahui pembagian kekuasaan dalam sistem adat Ammatoa
Kajang.
D. Kegunaan penelitian
1. Akademis
Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai suatu
karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai
bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupun pihak lain yang
tertarik dalam bidang penelitian yang sama.
2. Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan
pertimbangan bagi pihak pemerintah daerah khususnya dalam menjaga dan
melestarikan budaya yang ada di Tana towa.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Konsep dan Teori
1. Defenisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk
menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus
menerapkan terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau
golongan-golongan tertentu. Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh
seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari
pelaku. Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi orang lain
untuk mengikuti perintahnya. Miriam Budiardjo (2008).
Kekuasaan adalah alat untuk "memaksa orang lain agar mengikuti
kehendak pemegang kekuasaan". Tujuan kekuasaan adalah mempertahankan
kekuasaan itu sendiri. Dalam negara demokratis, kekuasaan adalah amanah rakyat
yang diberikan kepada sejumlah orang terpilih untuk mengurus rakyat dengan
sebaik-baiknya, melindunginya, dan meningkatkan taraf hidupnya. Jadi kekuasaan
adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah
7
laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai
kekuasaan itu Thoha Miftah (2010).
Kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan
pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan tersebut. Sebagai kekuasan yang dilembagakan maka pemerintahan
suatu negara tidak hanya tampak sebagai kenyataan memiliki kekuasaan tetapi
juga mempunyai hak untuk menguasai, termasuk menguasai hidup orang lain
(dalam hal menghukum), hak untuk merebut kekayaan (dalam arti memungut
pajak) dan menahan kebebasan orang lain (dalam arti memenjarakan seseorang).
Kasta-kasta dan derajat keningratan adalah salah satu contoh yang
dihasilakan kekuasaan turun temurun yang muncul dalam masyarakat yang
banyak di anut pada kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia yang sampai saat ini
masih dipertahankan dan menjadi aturan khusus setiap kerajaan. Moral agama
Islam diperlukan kekuasaan pemerintahan untuk mengantisipasi dekadensi moral
seperti perjudian, pelacuran, perampokan, agar masyarakat menjadi aman
pemerintah tidak dapat memihak kepada kejahatan tersebut. Dan kalau tidak ada
kekuasaan maka pihak yang sedang melakukan dekadensi moral akan sulit
melarangnya. Kekuasaan juga diperlukan dalam memungut pajak karena akan
dipergunakan pemerintah untuk memperoleh dana bagi keberadaan biaya negara
itulah sebabnya negara diperbolehkan memaksa bahkan untuk tingkat kejahatan
dibuat penjara dan hukuman mati Pamudji (2009).
8
2. Sumber Kekuasaan
Kekuasaan dapat muncul bersumber dari coercive power, legitimate
power, expert power, insentif power, dan reverent power JRP F. Berbagai sumber
kekuasaan tersebut diuraikan antara lain yaitu sebagai berikut :
a. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu
kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang
dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian
hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku,
menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar
berubah menjadi perilaku yang bermanfaat.
b. Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
Kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain
(pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk
mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan,
baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang
atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap
terhadap perintah.
c. Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya.
Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang
berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan
sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan
9
legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini
sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan
tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni
pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam
pelaksanaan penggunaan legitimasi.
d. Kekuasaan Pakar (Expert Power)
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus
yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau
keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka
rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar
kekuasaan yang dimiliki.
e. Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh
seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan.
Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. JRP French
dan beatram (1959).
3. Sistem Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan
“kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian
memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau
memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan
kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah,
mewakili, mengurus) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan
10
adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh Negara untuk
(memerintah, mewakili, mengurus) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif,
dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga Negara untuk
menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak atau lembaga.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim (1988:140) memaknai pembagian
kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa
bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini
membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada
koordinasi atau kerjasama. Kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-
misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances
dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan
satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya
koordinasi atau kerjasama.
4. Pembagian Kekuasaan Di Indonesia
Pembagian Kekuasaan di Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia sendiri,
istilah “pemisahan kekuasaan” (separation of power) itu sendiri cenderung
dikonotasikan dengan pendapat Montesquieu secara absolut. Konsep pemisahan
kekuasaan tersebut dibedakan secara diametral dari konsep pembagian kekuasaan
(division of power) yang dikaitkan dengan sistem supremasi MPR yang secara
mutlak menolak ide pemisahan.
Kekuasaan ala trias politica Monstesquieu. Dalam sidang-sidang BPUPKI
1945, Soepomo misalnya menegaskan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin
11
trias politica dalam arti paham pemisahan kekuasaan, melainkan menganut sistem
pembagian kekuasaan.
Beberapa yang mendukung hal itu antara lain adalah :
a. Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke DPR.
b. Diadopsinya sistem pengujian konstitusional atas undang-undang sebagai
produk legislatif oleh Mahkamah Konstitusi. Dimana sebelumnya undang-
undang tidak dapat diganggu gugat, hakim hanya dapat menerapkan undang-
undang dan tidak boleh menilai undang-undang.
c. Diakui bahwa lembaga pelaksana kedaulatan rakyat itu tidak hanya MPR,
melainkan semua lembaga negara baik secara langsung atau tidak langsung
merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat.
d. MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, namun
sebagai lembaga negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya.
e. Hubungan-hubungan antar lembaga negara itu bersifat saling mengendalikan
satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances.
Kelima alasan tersebut, maka UUD 1945 tidak lagi dapat dikatakan
menganut prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal maupun menganut
ajaran trias politica Montesquieu yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara mutlak dan tanpa diiringi oleh hubungan
yang saling mengendalikan satu sama lain. Dengan perkataan lain, sistem baru
yang dianut oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistem pemisahan
kekuasaan berdasarkan prinsip checks and balances, sehingga masih ada
koordinasi antar lembaga negara , Abdy Yuhana, (2007: 139).
12
B. Konsep Teori Pemerintahan
1. Defenisi Pemerintahan
Pemerintah merupakan organisasi yang memiliki kekuasaan untuk
membuat dan menerapkan undang-undang diwilayah tertentu. Pemerintah adalah
organisasi yang mempunyai kekuatan besar dalam suatu negara, mencakup urusan
masyarakat, teritorial, dan urusan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan
negara.
Inu Kencana Syafi‘e (2005:18) menuliskan istilah pemerintahan berasal dari
akar kata perintah yang kemudian mendapat imbuhan (pe- dan –an). Jika kata
perintah mendapat awalan pe- maka kata pemerintah tidak lain adalah suatu badan
atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus dalam suatu
negara. Dan jika kata pemerintah mendapat akhiran –an maka kata pemerintahan
berarti perihal, cara, perbuatan, atau urusan dari badan yang berkuasa dan
terlegitimasi yang dalam kata dasar perintah terdapat beberapa unsur yaitu:
a. Terdapat pihak yang memerintah (Pemerintah) dan pihak yang diperintah
(Rakyat).
b. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan legitimasi untuk mengatur
dan mengurus rakyat.
c. Pihak yang diperintah wajib untuk taat kepada pemerintah yang terlegitimasi
sehingga dapat tercipta hubungan yang baik dari yang memberi perintah
kepada yang menerima perintah.
d. Terdapat hubungan timbal balik antara pihak yangmemerintah dengan yang
diperintah terdapat hubungan timbal balik secara vertical maupun horizontal.
13
2. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara
lembaga-lembaga Negara atau tiga poros kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif,
dan yudikatif. Sistem pemerintahan berkaitan dengan mekanisme yang dilakukan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Secara garis besar, sistem pemerintahan
dibedakan dalam dua macam, yaitu sistem pemerintahan presidensiil dan sistem
pemerintahan parlementer.
Sri Soemantri (2006) menyebutkan sistem ketiga, yakni sistem
pemerintahan quasi. Sistem pemerintahan quasi ini diartikan sebagai sistem
pemerintahan yang mengandung unsur-unsur yang terdapat sistem presidensil
maupun yang terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer.
a. Sistem Presidensil
Sistem presidensiil merupakan sistem pemerintahan yang terpusat pada
kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala
negara. Dalam sistem ini, badan eksekutif tidak bergantung pada badan
legislatif. Kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan
legislatif. Keberadaan sistem presidensiil dinilai Jimly Asshiddiqie ada
kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya adalah bahwa sistem presidensiil
lebih menjamin stabilitas pemerintahan, sedangkan kekurangannya, sistem ini
cenderung menempatkan eksekutif sebagai bagian kekuasaan yang sangat
berpengaruh karena kekuasaan cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan
pengaturan konstitusional untuk mengurangi dampak negatif atau kelemahan
yang dibawa sejak lahir oleh sistem ini.
14
Sistem pemerintahan presidensil, diantaranya pertama, kepala Negara
juga menjadi kepala pemerintahan, kedua, pemerintah tidak bertanggung
jawab kepada parlemen, ketiga, menteri-menteri diangkat dan bertanggung
jawab kepada presiden, keempat, posisi eksekutif dan legislative sama-sama
kuat. Menurut Bagir Manan (2003), sistem pemerintahan presidensiil dapat
dikatakan sebagai dikatakan subsistem pemerintahan republik, karena
memang hanya dapat dijalankan dalam negara yang berbentuk republik. Ada
beberapa prinsip pokok dalam sistem pemerintahan presidensiil, yaitu :
1) Terdapat pemisahan yang jelas antara kekuasaan eksekutif dan legislatif,
presiden merupakan eksekutif tunggal dan kekuasaan eksekutif tidak
terbagi.
2) Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara.
3) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu/bawahan yang
bertanggung jawab kepadanya.
4) Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan
sebaliknya.
5) Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, dan
6) Pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.
b. Sistem Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan
dimana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam
sistem ini, parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri,
demikian juga parlemen dapat menjatuhkan pemerintahan yaitu dengan
15
mengeluarkan mosi tidak percaya.Dalam sistem parlementer, jabatan kepala
pemerintahan dan kepala negara dipisahkan. Pada umumnya, jabatan kepala
negara dipegang oleh presiden, raja, ratu atau sebutan lain dan jabatan kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Inggris, Belanda, Malaysia dan
Thailand merupakan negara-negara yang menggunakan sistem parlementer
dengan bentuk kerajaan. Sedangkan Jerman merupakan negara republik yang
menggunakan sistem parlementer dengan sebutan kanselir.
Bahkan, di Jerman, India dan Singapura perdana menteri justru lebih
penting dan lebih besar kekuasaannya daripada presiden. Prsiden India,
Jerman dan singapura hanya berfungsi sebagai simbol dalam urusan-urusan
yang bersifat seremonial.
Karakteristik sistem pemerintahan parlementer diantaranya, pertama,
peran kepala Negara hanya bersifat simbolis dan seremonial serta mempunyai
pengaruh politik yang sangat terbatas, meskipun kepala negara tersebut
mungkin saja seorang presiden, kedua, cabang kekuasaan eksekutif dipimpin
seorang perdana menteri atau kanselir yang dibantu oleh kabinet yang dapat
dipilih dan diberhentikan oleh parlemen, ketiga, parlemen dipilih melalui
pemilu yang waktunya bervariasi, dimana ditentukan oleh kepala negara
berdasarkan masukan dari perdana menteri atau kanselir.
pokok-pokok sistem pemerintahan presidensil dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu :
1) Hubungan antar lembaga parlemen dan pemerintahan tidak murni
terpisahkan.
16
2) Fungsi eksekutif dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kepala pemerintahan
dan kepala negara.
3) Kepala pemerintahan diangkat oleh kepala negara.
4) Kepala pemerintahan mengangkat menteri-menteri sebagai suatu
kesatuan institusi yang bersifat koletif.
5) Menteri biasanya adalah anggota parlemen.
6) Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen tidak kepada rakyat
pemilih karena pemerintah tidak dipilih oleh rakyat secara langsung.
7) Kepala pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada kepala negara
untuk membubarkan parlemen.
8) Kedudukan parlemen lebih tinggi daripada pemerintah.
9) Kekuasaan negara terpusat pada parlemen Menurut Bagir Manan (2003).
C. Konsep Sistem Adat Ammatoa Kajang
1. Definisi Kajang
Pengertian Kajang dalam berbagai versi yang akan diuraikan adalah burung
koajang, tempat tercipta, dan tempat bernaung antara lain:
a. Burung Koajang
Versi pertama diceritakan bahwa ammatoa sebagai manusia tumariolo atau
manusia terdahulu yang turun di tana mula-mula atau tana yang terdahulu. Dari
sini diceritakan pada awalnya bumi ini hanya daratan kecil seperti tombolo atau
tumpurung kelapa yang dikelilingi air, pada daratan kecil terdapat pohon beringin
yang diatasnya ada seekor burung koajang yang bertengker. Dari kata koajang
inilah sebagai salah satu versi asal mula kata Kajang.
17
Masyarakat adat Ammota Kajang sangat yakin bahwa bumi ini dikendalikan
oleh yang maha berkehendak atau Taurie’ a’ra’na, dimana dalam ungkapan
pasang di Kajang yang mengemukakan bahwa tau rie a’ra’na ammantangngi
ripangnga’ rakanna.
b. Tempat Tercipta
Akan tetapi jika kita menelusuri dan menyimak beberapa pasal pasang di
Kajang secara tersirat ditemukan kalimat bahwa tana mula-mula di dunia ini yaitu
Tombolo sebuah bukit berbentuk tempurung kelapa. Menurut pasang, bukit yang
bernama Tombolo sedikit-demi sedikit mengalami proses dan terciptalah beberapa
benua dan pulau, yang dalam istilah pasang di Kajang yaitu rambang sempit dan
rambang luara atau pekarangan sempit dan pekarangan luas.
c. Tempat Bernaung
Kajang berasal dari Bahasa melayu yang artinya tempat bernaung, dan versi
ketiga ini lebih mendekati kebenaran daripada versi pertama dan kedua, sebab
versi ketiga sangat relevan dengan sejarah awal terbentuknya struktur
pemerintahan di Kajang, dimana ammatoa sebagai ketua pemangku adat dan
dibantu oleh dua lembaga adat yaitu adat limayya, adat buttayya dan karaeng
tallua. Kedua lemabaga adat ini dalam menjalankan tugasnya, ammatoa yang
selalu dimintai pendapat baik urusan yang berkaitan keduniaan maupun urusan
yang berkaitan kematian, sehingga kedua lembaga ini dan masyarakat Kajang
menyebut ammatoa sebagai pa’lalangngang atau tempat bernaung Abdul Haris
Sambu (2016 :13-14).
18
2. Struktur Adat Di Kajang
Struktur Adat di Kajang telah terbentuk karaeng tallua dan adat limayya,
baik adat limayya di tanakekea maun adat limayya di tanaloheya. Adat limayya di
tanakekea meliputi Gallarang Pantama, Gallarang Kajang, Gallarang Puto,
Gallarang Lombok, dan Gallarang Malleleng. Adat limayya di tanaloheya
meliputi Gallarang Anjuru, Gallarang Ganta, Gallarang Sangkala, Gallarang
Sapaya, dan Gallarang Bantalang. Selain adat Limayya juga terdapat adat
buttayya. Kedua lembaga ini masing-masing bertugas membantu ammatoa selaku
ketua atau pa’lalangan adat limayya dan butayya, ( Mukhlis dan Robinson , 1978).
Kepemimpinan Ammatoa tidak serta merta menangani semua permasalahan
melainkan melalui hierarki pendelegasian kewenangan. Maksudnya jika ada
persoalan di tingkat dusun, maka diselesaikan oleh pejabat berwenang begitupun
didesa. Kalau persoalan tersebut tidak terselesaikan barulah Ammatoa mengambil
keputusan, meski semua keputusan yang diambil oleh pejabat pembantu Ammatoa
berdasarkan petuah-petuahnya.
Pengambilan keputusan (Lebba‘) Ammatoa senantiasa melakukan
mekanisme permusyawaratan dengan masing-masing pemangku adatnya. Dan
keputusan yang telah diambil dari musyawarah tersebut sifatnya tetap dan tidak
boleh diganggu gugat oleh sipapapun termasuk pemerintah negara. Pemenuhan
hak politik negara bagi masyarakat yang menetap dalam kawasan adat, Ammatoa
tidak diperwakilkan dalam artian setiap wajib pilih berhak menentukan
pilihannya sendiri. Sebab menurut Ammatoa jika ia ikut memilih maka akan
menjadi ketidakadilan bagi calon lain dan menurutnya posisinya sebagai
19
pemimpin adat akan mempengaruhi pilihan masyarakat adat oleh karena itu ia
menghindari kepentingan politis baginya selaku pemimpin adat.
Ammatoa sebagai pelaksana, penjaga, pelestari, dan penerus nilai nilai
Pasang ri Kajang merupakan figur keteladanan bagi masyarakat. Menurut H.
Mansjur Embas kedudukan Amma Toa lebih dominan sebagai pemimpin ke-
ukhrowian. Kebutuhan warga komunitas yang akan memerlukan kekuatan
supranatural, Ammatoa senantiasa terlibat dengan peranan besar sebagai perantara
manusia dengan Tu Rie’ A’ra’na.
STRUKTUR KELEMBAGAAN ADATAMMATOA KAJANG
.….....……….
ANRONTA AMMATOA
LABBIRIYA SULLEHATANG
ANAK KARAENG TAMBANGAN
ADAT LIMA RI TANAH KEKEA
GALLA PANTAMA
GALLA LOMBOK
GALLA PUTO
GALLA KAJANG
GALLA MALLELENG
TUTOA SANGKALA
ADAT LIMA RITANAH LOHEYA
GALLA BANTALANG
GALLA GANTA
GALLA ANJURU
GALLA SANGKALA
TUTOA GANTA GALLA SAPA
MASYARAKAT ADAT KAJANG
1
2
20
Gambar 2.1 Struktur Kelembagaan Adat Ammatoa ( Zainuddin Tika , 2015 )
Keterangan :
……..1. Penghubung dan penasehat adat ri Tanakekea
…….. 2. Penghubung dan penasehat adat ri Tanalohea
3. Pembagian Kekuasaan Adat Ammatoa Kajang
Jabatan pemimpin tertinggi di dalam komunitas dipegang Ammatoa. Jabatan
ini tidak diwariskan atau didasarkan kepada garis keturunan. Sehingga seorang
anak Ammatoa tidak otomatis akan menduduki jabatan bapaknya. Melainkan
melali “seleksi” gaib dengan cara-cara sakral dan amat rahasia.
Seorang Ammatoa dipilih atau terpilih berdasarkan “Penunjukan Tu Rie’
A’ra’na melalui serangkaian tanda-tanda khusus yang hanya diketahui orang-
orang tertentu ( telah mencapai derajat mannuntungi ) yang ikut dalam
pa’ngaroang anyuru’borong ( upacara pengukuhan Amma).
Secara umum, kriteria untuk dapat terpilih menjadi Ammatoa, seseorang
harus memenuhi minimal 3 kriteria, yaitu:
1. Memiliki sifat-sifat empat nilai (lambusu’, gattang, sa’bara’ dan apisona)
yang menonjol.
2. Memiliki wawasan luas dan mendalam mengenai “isi pasang” yang
dipasangkan.
3. Berasal dari “keturunan baik-baik“ ( Konjo: Tu Kentarang ; orang yang
disinari bulan purnama).
21
4. Bertanggung jawab terhadap pelestarian Pasang. Dalam kedudukannya
Ammatoa dibantu oleh majelis adat yang disebut Bali Cidong (kolega).
Pemangku adat yang membidangi urusan adat disebut ada’ limayya dijabat
oleh 5 orang sementara pemangku adat urusan penyelenggaraan pemerintahan
disebut karaeng tallua yang dijabat oleh 3 orang. Berikut penjelasannya:
a. Ada’ Limayya ri Tanakekea
Awalnya Ada’ Limayya dijabat oleh anak-anak dari Ammatoa pertama,
begitupun setelah anak-anak Amma Toa tersebut meninggal jabatan ini diduduki
oleh keturunan berikutnya yang didasari dalam Pasang. Namun seiring
berjalannya waktu Ada’ Limayya kemudian diduduki oleh pemerintah setempat
yaitu kepala desa baik yang yang berada dalam kawasan adat maupun yang berada
diluar kawasan. Ada’ limayya beranggotakan lima orang, yaitu:
1) Galla Pantama
Merupakan pemangku adat yang mengurusi secara keseluruhan sektor
pertanian dan perkebunan. Tanah sebagai tempat tumbuhnya segala jenis
tumbuhan merupakan atas permohonan Galla Pantama dengan berbagai bentuk
perjanjian dengan Tu Riek arakna. Galla Pantama juga bertugas dalam merancang
strategi pertanian dan merencanakan situasi terbaik dalam bercocok tanam
diwilayah adat. Saat ini Galla Pantama dijabat oleh Kepala Desa Possi tanah.
2) Galla Kajang
Merupakan pemangku adat yang bertanggung jawab terhadap segala
keperluan dan kelengkapan ritual pa’nganro (berdo‘a) juga berfungsi sebagai
22
penegak aturan dan norma dalam Pasang. Saat ini Galla Kajang dijabat oleh
kepala desa tanah jaya.
3) Galla Lombo’
Merupakan pemangku adat yang bertanggung jawab terhadap segala urusan
pemerintahan baik didalam maupun diluar wilayah adat. Galla Lombo’
memadukan antara hukum adat dan hukum negara, Galla Lombo’ juga
merupakan Galla’ pertama yang harus ditemui saat berkunjung kedalam kawasan
adat.
4) Galla Puto
Adalah pemangku adat yang bertugas sebagai juru bicara Ammatoa. Galla
Puto bertugas mengatasi permasalahan baik itu bersifat penanganan masalah,
penyelesain, maupun pengampunan. Galla Puto juga pengawas pelaksanaan
Pasang serta bertindak menyebarluaskan keputusan dan kebenaran yang
ditetapkan Ammatoa.
5) Galla Malleleng
Merupakan pemangku adat yang bertugas mengatur dan mengurusi persoalan
perikanan, secara tidak langsung juga bertindak sebagai penyeimbang dalam
pelestarian ekosistem laut. Galla Malleleng dijabat oleh Kepala Desa Malleleng.
Selain daripada ke lima adat terebut diatas, ada beberapa perangkat adat yang
dibentuk untuk membantu tugas Adat Limayya. Maka dibentuklah adat pelengkap
yang disebut Pattola ada’, yaitu:
23
1) Galla Bantalang: sebagai penjaga kelestarian hutan dan sungai pada areal
pengambilan sangka (udang) sekaligus bertanggung jawab dalam pengadaan
udang dalam acara pa‟nganro (berdo‘a).
2) Galla Sapa, bertugas sebagai penanggung jawab tempat tumbuhnya sayuran
(paku) dan sekaligus pengadaan sayuran dalam acara Pa’nganro.
3) Galla Ganta, bertugas sebagai pemelihara tempat tumbuhnya Bambu Buluh
sebagai bahan memasak dalam acara Pa’nganro
4) Galla Anjuru bertanggung jawab terhadap pengadaan lauk pauk yang akan
digunakan pada acara Pa’nganro seperti ikan Sahi, dan Tambelu.
5) Galla Sangkala, pengurus jahe dalam acara Pa’nganro.
6) Lompo Ada‟ berfungsi sebagai penasihat para pemangku ada‘ limayya dan
pattola ada‘ ri tana kekea.
7) Kamula ada‟ sebagai pembuka musyawarah dalam suatu pertemuan.
8) Panre bertanggung jawab dalam penyediaan perlengkapan acara ritual.
b. Ada’ Limayya ri Tanaloheya
Struktur ada’ limayya ri tanaloheya merupakan suatu lemabaga
pemerintahan yang diketahui oleh ammatoa sebagai pengayom atau pelindung
yang dalam istilah pasang disebut pa’langngan atau tempat bernaung.
Struktur adat limayya ri tanaloheya atau rambang luas yaitu sebagai berikut:
1) Galla Anjuru
Galla Anjuru dalam struktur anggota adat limayya di tanaloheya
bertugas mengurus dan mengantar tamu yang mau menghadap ammatoa, jadi
tugas Galla Anjuru identik dengan tugas Galla Puto’ atau ammagalla . Galla
24
Anjuru selain sebagai aggota ada’ limayya di tanaloheya, beliau juga kepala
pemerintahan yang dibawah oleh kendali karaeng Kajang yang kedudukannya
sama dengan desa saat ini.
2) Galla Ganta
Galla Ganta selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya di
tanaloheya yang bertugas mengawasi dan memlihara hutan adat di bongo’a,
beliau juga dalam struktur pemerintahan merupakan kepala kampung. Galla
Ganta dengan struktur yang baru berada dibawah Galla Tambangan, artinya
Galla Ganta dalam struktur ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla akan
tetapi secara struktur pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau setara
dusun saat ini.
3) Galla Sangkala
Galla Sangkala selain Galla Ganta selain kedudukannya sebagai
anggota adat limayya di tanaloheya yang bertugas mengawasi dan
memelihara hutan adat di Sangkala, beliau juga dalam struktur pemerintahan
merupakan kepala kampung. Galla Sangkala dengan struktur yang baru
berada di bawah Galla Tambangan artinya Galla Sangkala dalam struktur
ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla, akan tetapi secara struktur
pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau setara dusun saat ini.
4) Galla Sapaya
Galla Sapaya selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya di
tanaloheya yang bertugas mengawasi dan memlihara hutan adat di Sapaya,
beliau juga dalam struktur pemerintahan merupakan kepala kampung. Galla
25
sapaya dengan struktur yang baru berada di bawah Galla lombok artinya
Galla Sapaya dalam struktur ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla, akan
tetapi secara struktur pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau setara
dusun saat ini.
5) Galla Bantalang
Galla Bantalang selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya di
tanaloheya yang bertugas mengawasi dan memlihara hutan adat di Bantalang,
beliau juga dalam struktur pemerintahan merupakan kepala kampung. Galla
Bantalang dengan struktur yang baru berada di bawah Galla lombok artinya
Galla Bantalang dalam struktur ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla,
akan tetapi secara struktur pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau
setara dusun saat ini.
Struktur ada’ limayya di tanaloheya dimana fungsi dan peranannya
telah diuraikan secara singkat masing-masing akan tetapi perlu diketahui
bahwa ada’ limayya di tana loheya hanya dapat bekerja optimal, jika
didampingi oleh Tutoa Ganta sebagai tokoh pemersatu atau penghubung.
Tugas Tutoa Ganta dalam struktur ada’ limayya di tanaloheya sebagai
mediator atau penghubung baik antara sesama ada’ limayya di tanaloheya
maupun kepada karaeng tallua dan ammatoa serta ada’ limayya di tanakekea.
Ada’ limayya di tanakekea dan ada’ limayya di tanaloheya, juga dikenal
dengan istilah ada’ buttayya yang mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda
dan sudah menjadi ketetapan yang tidak bisa diubah oleh siapapun berikut
penjelasannya:
26
a) Lompo Karaeng
Lompo Karaeng bertugas mengatur urutan tempat duduk atau Paccidongan
para pemangku adat.
b) Lompo Adat
Lompo adat bertugas mengatur hidangan menurut kedudukan adat dalam
acara adat.
c) Anrong
Bertugas mengatur perlengkapan upacara ritual atau pa’nganro dan
melantik Ammatoa baru.
d) Sanro Kajang
Bertugas memohon doa kepada sang pencipta agar masyarakat Kajang
dijauhkan dari segala malapetaka
Secara struktural kedudukan adat buttaya berada diluar sistem pemerintahan
karaeng tallua dan ada’ limayya akan tetapi lembaga ini sebagai pelengkap.
a) Karaeng Tallua
Karaeng Tallua adalah pemangku adat yang berperan membantu dalam
bidang penyelenggaraan pemerintahan dibawah garis kordinasi ammatoa. Karaeng
Tallua terdiri dari karaeng kajang, sullehatang, dan Anak Karaeng (Moncong
Buloa) yang mempunyai tugas dan fungsi masing-masing. Karaeng Tallua dalam
setiap acara adat bersifat tri tunggal, maksudnya jika salah satu dari ketiganya
sudah hadir meskipun dua yang lain tidak ada ditempat maka Karaeng Tallua
sudah dianggap hadir secara keseluruhan Ramli Palammai dan Andika
Mappasomba (2012). Berikut penjelasannya:
27
1. Karaeng Kajang (Labbiriya)
merupakan jabatan yang tanggung jawabnya dalam hal pemerintahan
dan pembangunan sosial kemasyarakatan berdasarkan ketentuan Pasang dan
tidak bertentangan dengan keputusan Ammatoa. Selain itu Karaeng Kajang
juga mandataris Ammatoa sebagai pimpinan pemerintahan dan penghubung
pemerintah diluar kawasan adat. Karaeng Tallua atau Labbiriya dijabat oleh
kepala kecamatan Kajang.
2. Sullehatang
bertanggungjawab sebagai pimpinan administrasi pemerintahan yang
menyebarkan informasi atau berita yang telah ditetapkan oleh Ammatoa di
tanah loheya (diluar kawasan adat).
3. Ana’ Karaeng Tambangan (Moncong Buloa)
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pemerintahan adat dan
mengawasi jalannya pelaksanaan pemerintahan adat.
Karaeng Tallua dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Pattola Karaeng
yaitu sebagai berikut:
a) Tutoa Sangkala mengurusi Lombok kecil dan bulo yang dipakai dalam acara
Paknganro.
b) Angrong Guru sebagai pembuka acara dalam diskusi adat.
c) Pattongko sebagai penjaga batas wilayah.
28
d) Loha Karaeng mantan Labbiriya. Loha Karaeng ini juga bisa berperan
sebagai pengganti sementara waktu sebelum adanya Labbiriya yang dilantik
secara adat
e) Kadaha pembantu urusan Galla Pantama.
f) Galla Jojjolo’ sebagai penunjuk dan tapal batas kekuasaan Rambang
Ammatoa dan sekaligus bertindak sebagai kedutaan Ammatoa terhadap
wilayah yang berbatasan dimana ia ditempatkan, misalnya Karaeng Kajang
dengan Karaeng Bulukumpa.
g) Lompo Karaeng sebagai penasehat Karaeng Tallua dan Pattola ri tanah
loheya Ramli Palammai dan Andika Mappasomba (2012).
D. Kerangka Pikir
Masyarakat Ammatoa sebagai komunitas yang patuh terhadap nilai-nilai
Pasang ri Kajang.Ammatoa sebagai pelaksana, penjaga, pelestari, dan penerus
nilai nilai Pasang ri Kajang merupakan figur keteladanan bagi masyarakat
Kajang.
Ammatoa sangat berpengaruh dalam aspek kehidupan masyarakat Kajang.
Dalam amanat Pasang Ammatoa merupakan pemimpin tertinggi dalam
kelembagaan pemerintahan adat. Kelembagaan inilah yang kemudian disebut
Ada’ Limayya Karaeng Tallua. 1). Karaeng Tallua, 2). Ada’ Lima Ri Tana Kekea,
3). Ada’ Lima Ri Tana Loheya.
Sebagaimana yang diketahui bahwa kekuasaan Ammatoa sebagai pejabat
tertinggi pemerintahan dan politik di kawasan adat, perlahan namun pasti terlihat
mengalami penurunan peran menjadi sebatas pemimpin adat. Tatanan adat yang
29
telah berjalan secara turun temurun melebur kedalam konstalasi sistem
negara.Untuk mengetahui secara ringkas alur konseptual yang digunakan dalam
memetakan dan mengurai masalah yang diangkat dalam penelitian ini,dapat
terlihat dalam skema sebagai berikut:
Bagan Kerangka Pikir
E. Fokus Penelitian
Pembagian Kekuasaan dalam sistem adat Ammatoa Kajang terdiri atas tiga
variabel yaitu: (1) Karaeng Tallua, (2) Ada’ Lima Ri Tana Kekea, (3) Ada’ Lima
Ri Tana Loheya dalam mencapai hidup kamase-mase (hidup sederhana).
F. Deskripsi Fokus Penelitian
Ammatoa sangat berpengaruh dalam aspek kehidupan masyarakat adat
Kajang. Dalam amanat Pasang Ammatoa merupakan pucuk tertinggi dalam
kelembagaan pemerintahan adat. Kepemimpinan Ammatoa tidak serta merta
1. Karaeng Tallua 2. Ada’ Lima Ri Tana Kekea 3. Ada’ Lima Ri Tana Loheya
Pembagian Kekuasaan Dalam Sistem Adat AMMATOA KAJANG Di Kec. Kajang
Hidup Kamase-mase
Indikator Pembagian Kekuasaan
30
menangani semua permasalahan melainkan melalui hierarki pendelegasian
kewenangan. Maksudnya jika ada persoalan di tingkat dusun, maka diselesaikan
oleh pejabat berwenang begitupun didesa. Kalau persoalan tersebut tidak
terselesaikan barulah Ammatoa mengambil keputusan, meski semua keputusan
yang diambil oleh pejabat pembantu Ammatoa berdasarkan petuah-petuahnya.
Adapun pembagian kekuasaan dalam Sistem Adat Ammatoa Kajang adalah
sebagai berikut:
1. Karaeng Tallua
Karaeng Tallua adalah pemangku adat yang berperan membantu dalam
bidang penyelenggaraan pemerintah dibawah garis kordinasi ammatoa. Karaeng
Tallua terdiri dari (a) karaeng kajang, (b) sullehatang, dan (c) Anak Karaeng
(Moncong Buloa). Karaeng Tallua dalam setiap acara adat bersifat tri tunggal,
maksudnya jika salah satu dari ketiganya sudah hadir meskipun dua yang lain
tidak ada ditempat maka Karaeng Tallua sudah dianggap hadir secara
keseluruhan.
2. Ada’ Lima Ri tana Kekea
Ada’ Lima dijabat oleh anak-anak dari Ammatoa pertama, begitupun
setelah anak-anak Ammatoa tersebut meninggal jabatan ini diduduki oleh
keturunan berikutnya yang didasari dalam Pasang. Namun seiring berjalannya
waktu Ada’Lima kemudian diduduki oleh pemerintah setempat yaitu kepala
desa baik yang yang berada dalam kawasan adat maupun yang berada diluar
kawasan. Ada’ lima beranggotakan lima orang, yaitu , (a) Galla Pantama , (b)
Galla Kajang ,(c) Galla Puto , (d) Galla Lombok , (e) Galla Malleleng.
31
3. Ada’ Lima Ri Tana Loheya
Struktur ada’ limayya ri tanaloheya merupakan suatu lemabaga
pemerintahan yang diketahui oleh ammatoa sebagai pengayom atau
pelindung yang dalam istilah pasang disebut pa’langngan atau tempat
bernaung. Struktur adat limayya ri tanaloheya atau rambang luas yaitu (a)
Galla Anjuru, (b) Galla Ganta, (c) Galla Sangkala, (d) Galla Sapaya, (e) Galla
Bantalang
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan 2 bulan, dari bulam maret sampai bulan juni
2018 setelah seminar proposal di Kawasan Adat Ammatoa Kajang Kecamatan
Kajang, Kabupaten Bulukumba.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu dimana
obyek atau masalah yang dipilih, diamati, dan dianalisa secara menyeluruh
sebagai suatu kesatuan dengan tujuan akan memperoleh informasi yang dianggap
dapat mewakili.
2. Tipe penelitian
Tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian fenomenologi yang
bertujuan untuk memporoleh gambaran umum dan menjelaskan Pembagian
Kekuasaan dalam Sistem Adat Ammatoa Kajang di Kecamatan Kajang
Kabupaten Bulukumba.
C. Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, ada dua yaitu:
1. Data Primer
Yakni data dan informasi yang langsung dikumpulkan dari lokasi penelitian
melalui informan yang telah dipilih dengan menggunkan teknik wawancara.
2. Data Sekunder
33
Yakni data dan informasi yang mengandung data primer , yang diperoleh
lewat dokumen ataupun data yang tersimpan di website yang berhubungan dengan
permasalaha yan dibahas .
D. Informan Penelitian
Informan adalah orang-orang yang betul-betul paham atau pelaku yang
terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan dalam penelitian ini
dipilih karena paling banyak mengetahui atau terlibat langsung dalam urusan
kebudayaan dan pariwisata di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba.
Pemilihan informan dalam penelitian ini dengan cara purposive sampling.
Yaitu, teknik penarikan sampel secara subjektif dengan maksud atau tujuan
tertentu, yang menganggap bahwa informan yang dipilih tersebut memiliki
informasi yang diperlukan bagi penelitian yang sedang dilakukan.
Adapun yang menjadi menjadi informan pada penelitian ini adalah:
No Nama Inisial Jabatan Keterangan 1 A.Muh Guntur MG Staf Kantor Camat Kajang 1 Orang 2 Abd Salam AS Kepala Desa Tanah Towa 1 Orang 3 A.Abu Ayyub AA Anak Karaeng Tambangan 1 Orang 4 Puto Duppa PD Galla Kajang 1 Orang 5 Jamaluddin.T JT Galla Malleleng 1 Orang 6 Saguni SG Galla Pantama 1 Orang 7 Puto Hading PH Masyarakat Adat Kajang 1 Orang
Jumlah informan 7 Orang
E. Teknik Pengumpulan Data
Mendapatkan data-data dan keterangan yang diperlukan dalam penyusunan
penelitian ini, penulis menggunkan beberapa metode pengumpulan data yaitu :
34
1. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan
langsung terhadap objek penelitian di kawasan adat ammatoa Kajang,
Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba.
2. Wawancara, yaitu dengan berdialog secara langsung baik secara bebas
maupun mendalam pada informan tentang pembagaian kekuasaan dalam
sistem pemerintahan adat ammatoa Kajang.
3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data melalui catatan yang telah di
dokumentasikan oleh instansi atau lembaga terkait. Dokumen dapat diperoleh
dari berbagai sumber seperti surat kabar, majalah, dokumen-dokumen, dan
media informasi lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
F. Teknik Analisis Data
Analisi data adalah langkah selanjutnya uuntuk mengolalah data, dimana
data menggunakan deskriptif kualitatif .Deskriptif kualitatif adalah penelitian
yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripskan atau
menggambarkan data yang telah terkumpulkan sebagaimana adanya tanpa
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisi.Untuk
memperjelas gambaran hasil penelitian maka digunakan analisis data yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting
dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti dapat dilakukan.
2. Sajian Data
35
Sajian data merupakan suatu rakitan informasi yang memungkinkan
kesimpulan. Secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis supaya makna
peristiwa menjadi lebih mudah dipaham.
3. Penarikan Kesimpulan
Dalam awal pengumpulan data peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti
dari hal-hal yang ia temui dengan mencatat peraturan-peraturan sebab akibat , dan
sebagai proporsi sehingga penarikan kesimpulan dapat dipertanggung jawabkan
(Sugiono, 2009).
G. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunkan teknik
triangulasi . Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan
kebenaran data yang akan dikumpulkan dari sumber data dengan menggunkan
teknik pengumpulan data yang lain serta pengecekan pada waktu yang berbeda .
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek pada data sumber lain
yang telah diperoleh sebelumnya.
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode bermakna data yang diperoleh dari suatu sumber dengan
menggunkan metode atau teknik tertentu, diuji keakuratan atau
ketidakakuratannya .
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu berkenaan dengan waktu pengambilan data penelitian.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Tentang Objek Penelitian
1. Profil Daerah Penelitian
Penulis berusaha memberikan gambaran umum daerah penelitian, yang
sangat memberikan andil dalam pelaksanaan penelitian terutama pada saat
pengambilan data, dalam hal ini untuk menentukan teknik pengambilan data yang
digunakan terhadap suatu masalah yang diteliti. Pentingnya mengetahui daerah
penelitian, agar dalam pengambilan data dapat memudahkan pelaksanaan
penelitian dengan mengetahui situasi baik dari segi kondisi wilayah, jarak tempuh
dan karakteristik masyarakat sebagai objek penelitian.
Kabupaten Bulukumba adalah salah satu daerah tingkat II di Provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Bulukumba.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,67 km² dan berpenduduk sebanyak
413.229 jiwa (sensus penduduk tahun 2016). Kabupaten Bulukumba memiliki 10
kecamatan, 28 kelurahan, serta 108 desa. ( Kabupaten Bulukumba dalam angka
2016).
2. Visi Misi Pemerintah Kabupaten Bulukumba
a. Visi
Masyarakat Bulukumba yang sejahtera dan terdepan melalui optimalisasi
potensi daerah dengan penguatan ekonomi kerakyatan yang dilandasi pada
pemerintahan yang demokratis dan religius .
b. Misi
37
1. Meningkatkan pelayanan hak dasar masyarakat di bidang infrakstruktur,
kesehatan , dan pendidikan yang merata dan berkeadilan.
2. Mengoptimalkan penataan dan pemanfaatan potensi daerah.
3. Mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pada berbagai sector
dan wilayah.
4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berjiwa kompetitif.
5. Peningkatan tata kelolah pemerintahan yang baik (Good Govermance ) dan
bersih ( Clean Govermance ) serta penegakan supremasi hokum dan hak
asasi manusia.
6. Meningkatkan kerja sama antar daerah untuk menciptakan peluang
kesejahteraan masyarakat dan terbangunnya sinergitas antar daerah.
7. Penataan ruang dan pelestariaan sumber daya alam dan lingkungan,
budaya , dan penanggulangan budaya.
8. Mendorong terciptanya iklim demokrasi yang kondusif, suasana
aman,tertib dan religious didalam kehidupan masyarakat.
Secara geografis Kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5°20
sampai 5°40 Lintang Selatan dan 119°50 sampai 120°28 Bujur Timur. Secara
kewilayahan, Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni
dataran tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng – Lompobattang, dataran rendah,
pantai dan laut lepas. Kabupaten Bulukumba terletak di ujung bagian selatan ibu
kota Propinsi Sulawesi Selatan, terkenal dengan kawasan adat Amma Toa, wisata
bahari, serta industri perahu phinisi yang banyak memberikan nilai tambah
ekonomi bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah. Luas wilayah Kabupaten
38
Bulukumba 1.154,67 Km2 dengan jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 153
Km.
Adapun lokasi penelitian yang dilaksanakan penulis yaitu di Kawasan adat
Amma Toa, Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Persisnya terletak di desa
Tanah Towa, sekitar 67 KM arah utara Ibu Kota Kabupaten Bulukumba.Secara
keseluruhan Luas lokasi desa Tana Towa ini yaitu 972 ha,terbagi atas luas
pemukiman 169 ha, persawahan 93 ha,perkebunan 30 ha, kuburan 5 ha,
pekarangan 95 ha, perkantoran 1 ha, prasarana umum lain 5 ha dan hutan 331,17
ha dengan morfologi perbukitan serta bergelombang.Secara topografi ketinggian
wilayah Desa Tanah Towa yaitu sekitar 50-200 Mdpl. Tanaman yang
dibudidayakan diantaranya padi, jagung, coklat, kopi, dan sebagainya. Curah
hujan di desa Tanah Towa antara 1500 – 2000 mm/tahun, kelembapan udara 70 %
per tahun dengan suhu udara rata rata 13-29 0C. Masyarakat Amma Toa
mendiami 7 dari 9 dusun di desa Tanah Towa. Dua Dusun lain berada diluar
kawasan Amma Toa yang kehidupannya lebih maju dan beradaptasi dengan
modernitas secara langsung yaitu Dusun Jannayya dan Dusun Balagana. Pusat
kegiatan masyarakat adat Amma Toa terletak di Dusun Benteng yang juga didiami
oleh Amma Toa sebagai pemimpin adat. Masyarakat adat Amma Toa juga
tersebar di beberapa desa antara lain, Desa Tanah Towa, Desa Bonto Baji, Desa
Malleleng, Desa Pattiroang, Desa Batu Nilamung, dan sebagian Desa Tambangan.
3. Keadaan Sosial Budaya
Berikut profil desa Tanah Towa dalam tabel (data diambil berdasarkan
Data Profil Desa Tahun 2017) :
39
1. Luas Wilyah
Table 4.1
Luas Wilayah Menurut Penggunaan
No. Peruntuk Wilayah Luas
1. Luas tanah sawah 52,00 Ha
2. Luas tanah kering 207,00 Ha
3. Luas tanah basah 0,00 Ha
4. Luas tanah perkebunan 125,00 Ha
5. Luas fasilitas umum 14,00 Ha
6. Luas tanah hutan 331,00 Ha
Total luas 729,00 Ha
Sumber : Profil Desa Tanah Towa Tahun 2017
2. Jumlah Penduduk
Penduduk Desa Tanah Towa tahun 2017 berjumlah 4504 jiwa. Berikut
penjabarannya dalam tabel :
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-Laki 2109 Orang
2. Perempuan 2396 Orang
Total 4505 Orang
Sumber : Profil Desa Tanah Towa Tahun 2017
40
3. Pendidikan
Tabel 4.3
Keadaan Pendidikan Masyarakat
No. Pendidikan Laki-Laki Perempuan
1. Buta Huruf 1147 Orang 1344 Orang
2. TK / Play Group 22 Orang 32 Orang
3. SD / Sederajat 56 Orang 49 Orang
4. SMP / Sederajat 56 Orang 46 Orang
5. SMA / Sederajat 57 Orang 44 Orang
6. D1/D2/D3/S1/S2//S3 28 Orang 20 Orang
Total 1366 Orang 1535 Orang
Sumber : Profil Desa Tanah Towa Tahun 2017
Pemerintah melalui program wajib belajar 12 tahun berusaha untuk
memastikan usaha pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia melalui
keterjangkauan pendidikan sampai ke pelosok desa. Melalui program ini maka
diharapkan terciptanya sumber daya manusia yang mampu bersaing semenjak dari
pedesaan, hal ini terlihat dari keseriusan pemerintah mengusahakan fasilitas
berupa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Menengah
Atas di Desa Tanah Towa. Meski dalam realitasnya, warga desa Tanah Towa
kebanyakan hanya menyelesaikan jenjang pendidikannya sampai ke tingkat
Sekolah Dasar. Setidaknya hal ini mampu menekan jumlah warga yang buta
huruf.
41
4. Kesehatan
Dalam rangka pemenuhan fasilitas kesehatan, Pemerintah Daerah
memberikan perhatian yang serius ke desa-desa. Khusus di desa Tanah Towa
melalui data Kecamatan Kajang Dalam Angka 2017 terdapat 1 (satu) Puskesmas,
1 (satu) Puskesmas Pembantu, dan 5 (lima) Posyandu.
Tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, maupun bidang tentu sangat
dibutuhkan dalam menjamin keterjangkauan layanan kesehatan ke desa-desa. Di
desa Tanah Towa terdapat 1 (satu) dokter, 7 (tujuh) perawat, 5 (lima) bidan, l
(satu) laboraturium kesehatan ,serta 5(lima) dukun bersalin terlatih.
B. PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM SISTEM ADAT AMMATOA
Sistem pemerintahan adat Kajang terdapat susunan atau struktur adat yang
berfungsi untuk mengatur jalannya sistem pemerintahan adat diwilayah kekuasaan
suku kajang. Suku kajang dalam menjalankan pemerintahannya mempunyai
beberapa pemimpin adat yang berada diwilayahnya masing-masing yang
dijalankan sesuai dengan tugas dan funsinya masing-masing. Untuk mrngetahui
pembagian kekuasaan Adat Ammatoa kajang dalam mencapai hidup kamase-mase
variabel penelitian yaitu: (1) Karaeng Tallua, (2) Ada Lima Ri Tana Kekea, (3)
Ada Lima Ri Tana Loheya.
1. Karaeng Tallua
Karaeng Tallua adalah pemangku adat yang berperan membantu dalam
bidang penyelenggaraan pemerintah dibawah garis kordinasi ammatoa. Karaeng
Tallua terdiri dari: (a) Karaeng, kajang, (b) Sullehatang, (c) Anak Karaeng
Tambangan (Moncong Buloa). Karaeng Tallua dalam setiap acara adat bersifat tri
42
tunggal, maksudnya jika salah satu dari ketiganya sudah hadir meskipun dua yang
lain tidak ada ditempat maka Karaeng Tallua sudah dianggap hadir secara
keseluruhan. Berikut penjelasannya:
a) Labiria (Karaeng Kajang)
Karaeng Kajang (Labbiria), merupakan jabatan yang tanggung jawwabnya
dalam hal pemerintahan dan pembangunan sosial kemasyarakatan berdasarkan
ketentuan Pasang dan tidak bertentangan dengan keputusan Ammatoa.
Wawancara dengan bapak H. Guntur sebagai La’biriah (Karaeng Kajang)
sebagai berikut:
“iyanjo pammentenganna ri lalan batena nipasalungi la’biria (Karaeng Kajang). Iyaminjo lampasisilolongangngi gau’na tau lalangnga na gau’na tau pantarangnga” Artinya: Jabatan La’biria (Karaeng Kajang) mempunyai tugas untuk membantu masyarakat adat yang berada didalam kawaasan adat ammatoa maupun diluar kawasan ammatoa. (hasil wawancara dengan AG, 04/07/2018).
Selain itu Karaeng Kajang juga mandataris dari Ammatoa sebagai pimpinan
pemerintahan dan penyambung pemerintah di luar kawasan adat. Dalam hal ini
struktur jabatan Labiria (Karaeng Kajang) dipegang oleh Andi Guntur, yang juga
merangkap sebagai camat Kecamatan Kajang.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, penulis berkesimpulan bahwa
jabatan Labbiriya (Karaeng Kajang) dengan tugas dan fungsinya mengurus
masyarakat adat yang berada diwilayah adat ammatoa dan masyarakat luar, itu
menunjukkan bahwa masyarakat adat dalam melakukan aktifitasnya diluar
wilayah adat kajang senantiasa dibantu dan diarahkan oleh pemerintahaan adat,
dalam hal ini jabatan labbiriya.
43
Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang masyarakat adat kajang
mengatakan bahwa:
“riolo tugas karaeng kajang (labbirya) iyamintu punna rie pakkeona ammatoa rurung kerajaan gowa iyya alampa Ammatoa tala kulle nasalai tana kajang” (hasil wawancara dengan PH 10/07/2018) artinya: tugas Karaeng Kajang (Labbiriya) kalau Ammatoa dipanggil oleh kerajaan Gowa yang menghadiri adalah Karaeng Kajang karena ammatoa tidak bisa meninggalkan kajang. Berdasarkan hasil wawancara diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa, ketika ada urusan Ammatoa diluar kajang maka yang menghadiri adalah
Labbiriya, karena Ammatoa tidak dapat meninggalkan daerah kawasan adat
Ammatoa.
b) Sullehatang
Sullehatang, merupakan jabatan yang tugasnya sebagai pemimpin
administrasi pemerintahan dan yang menyebarkan informasi atau berita dari
ketentuan yang telah ditetapkan Ammatoa sebagai pemimpin tertinggi.
Wawancara dengan salah satu wargaa masyarakat adat ammatoa sebagai
berikut:
“iyya injo nikuayya sullehatang, iyya minja langpalelei carita lebbana ammattoa ri tau ta’balayya” artinya: jabatan sullehatang mempunyai tugas untuk menyebarluaskan informasi hasil keputusan yang dibuat ammatoa kepada masyarakat adat. (hasil wawancara dengan PH 08/07/2018).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, penulis berkesimpulan bahwa,
sullehatan sangat berperang penting dalam menyebarkan keputusan yang sudah
ditetapkan oleh ammatoa kepada masyarakat adat ammatoa.
c) Anak Karaeng Tambangan (Moncong Buloa)
44
Anak Karaeng Tambang (Moncong Buloa), merupakan jabatan yang
tugasnya sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan tugas pemerintahan adat
dan mengawasi segala jalannya sistem pelaksanaan tugas pemerintahan adat.
Selain itu, Menurut A. Muhammad Guntur yang juga sebagai Labbiria.
Karaeng Tallu dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya juga dibantu
oleh pembantu adat lainnya yang biasa disebut Pattola Karaeng, berikut
wawancara dengan salah satu pemangku adat yang saat ini juga menjabat sebagai
Labbiriya (Karaeng Kajang).
“Pattola Karaeng,Tutoa Sangkala,Anrong Guru,Pattongko,Loha Karaeng,Kadaha,Galla Jojjolo,Lompo Karaeng,yang mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda-beda” (wawancara A.G 04/07/2018)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas penulis berkesimpulan bahwa,
dalam menjalankan tugas dan fungsi Karaeng Tallua dibantu oleh beberapa
pemangku adat yang mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda, ini menunjukka
bahwa Karaeng Tallua mempunyai garis kordinasi dengan pemangku adat yang
lain yaitu:
1) Tutoa Sangkala
Tutoa Sangkala mengurus lombok kecil dan bulo yang dipakai dalam acara
Panganro.
2) Anrong Guru
Angrong Guru sebagai pembuka bicara dalam diskusi Adat.
3) Pattongko
Pattongko sebagai penjaga batas wilayah adat ammatoa.
4) Loha Karaeng
45
Loha Karaeng sebagai penghargaan karena berhasil menjabat Karaeng
dengan baik dan Aman yang sangat berlangsung lama.
5) Kadaha
Kadaha sebagai pembantu Galla Pantama
6) Galla Jojjolo
Galla Jojjolo sebagai penunjuk dan Tapal Batas kekuasaan Rambang
Ammatoa dan sekaligus bertindak sebagai Kedutaan Ammatoa terhadap
wilayah yang berbatasan dimana dia ditempatkan, misalnya Karaeng Kajang
dengan Karaeng Bulukumpa.
7) Lompo Karaeng
Lompo Karaeng sebagai penasehat Karaeng Tallu dan Pattola Karaeng ri
Tana Lohea. Lompo Karaeng dapat memberikan nasehat kepada Karaeng
Talluaa dan Pattola Karaeng Ri Tana Lohea.
2. Adat Lima Ri Tanah Kekea
Dalam struktural pemerintahan adat Kajang, selain Ammatoa sebagai
pemimpin adat tertinggi dalam sistem kelembagaan adat Kajang, Ammatoa
kemudian dibantu oleh beberapa perangkat pemimpin adat lainnya yang dikenal
Ada’ Lima, Karaeng Tallua, adalah pemimpin adat yang ditempatkan dibeberapa
wilayah kekuasaan adat Ammatoa Kajang, masinng-masing Ada’ Lima dibagi
mejadi dua yaitu Ada’ Lima Ri Tanah Kekea (Pemimpin adat yang berada didalam
wilayah kawasan kajang dalam) (a) Galla’ Pantama, (b) Galla’ Kajang, (c) Galla’
Lombok,(d) Galla’ Puto, (e) Galla’ Malleleng.
2.a) Galla Pantama
46
Galla’ Pantama, merupakan Galla yang mengurusi secara keseluruhan
sektor pertanian dan perkebunan. Tanah sebagai tempat tumbuhnya segala jenis
tumbuhan merupakan atas permohonan Galla Pantama dengan bergagai bentuk
perjanjian memperlakukannya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu
Galla Pantama juga bertugas dalam merancang strategi pertanian dan
merencanakan situasi terbaik dalam hal bercocok tanam diwilayah adat. Berikut
hasil wawancara penulis dengan informan yang juga menjabat sebagai Galla
pantama saat ini:
“Tugas Galla Pantama itu seperti menteri pertanian dia yang mengurusi segala pertanian yang ada di kawasan adat Ammatoa,Galla pantama yang mencari hari baik ketika waktu tanam padi tiba”(wawancara S.G 17/04/2018)
Dari hasil wawancara tersebut diatas penulis dapat mengambil sebuah
kesimpulan, bahwa Galla Pantama mempunyai tugas dan fungsi untuk mengelola
dalam bidang pertanian dalam wilayah masyarakat hukum adat Ammatoa Kajang.
Tentu untuk memenuhi kebutuahan bahan pangan masyarakat adat Ammatoa
Kajang.
2.b) Galla Kajang
Galla Kajang, merupakan Galla yang bertanggung jawab terhadap segala
keperluan dan perlengkapan dalam ritual Pa’nganro (berdoa) selain itu Galla
Kajang juga berfungsi sebagai penegak aturan dan norma-norma ajaran dalam
Pasang Ri Kajang. Galla kajang juga membantu Galla Pantama dalam
menjalankan tugasnya. Berikut hasil wawancara dengan salah satu pemangku adat
yang saat juga menjabat sebagai Galla Kajang sebagi berikut:
47
“...Injo tugasna Galla kajang appasadia barang-barang lani pakea ri pa’nganroa rurung, punna rie pelanggarang ada’ iyya angputuskanngi punna anre nakulle angngalle keputusan nampa nierang alampa ri ammatoa...” artinya: tugas Galla Kajang menyediakan perlengkapan untuk ritual pa’nganro dan ketika ada pelanggaran adat dia yang menangani, tapi ketika tidak ada keputusan untuk permasalahan tersebut baru kemudian dibawa ke ammatoa. (wawancara Galla Kajang, PD, 17/04/2018). Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa, Galla Kajang mempunyai dua tugas yaitu untuk menyediakan
keperluan dalam ritual pa’nganro, selain itu tugasnya juga sebagai hakim ketika
ada masyarakat adat yang melanggar aturan. Tapi ketika masalah ini tidak bisa
diselesaikan barulah kemudian di bawah ke ammmatoa, diadakan musyawara
dengan pemangku adat yang lain dan masyarakat yang melanggar aturan adat
yang telah ditetapkan dari dulu sampai sekarang.
2.c) Galla Lombok
Galla Lombok merupakan Galla yang bertanggungjawab terhadap segala
urusan pemerintahan baik didalam maupun diluar wilayah Ammatoa. Menurut
keyakinan masyarakat setempat Galla Lombok juga yang memadukan dan
mensingkrongkan hukum adat dan hukum nasional karena keberadaan Galla
Lombok atas kehendak Tau Rie’ A’ra’na maka bumi ini menjadi tenang sehingga
kita tidak merasakan getaran gravitasi bumi yang begitu cepat. Galla Lombok
juga merupakan Galla yang pertama ditemui saat ingin berkunjung kedalam
kawasan adat Ammatoa.
Berikut wawancara dengan salah satu pemangku adat yang saat ini juga
menjabat sebagai Galla Lombok sebagai berikut:
“Naiyya jamamanna i Galla lombok batena nipasalungi pa’galarangan ri ada’iyya, iyyami langpasilolongangi tau pantarayya lunangtamaa ri
48
wilayana i bohe (ammatoa)...” artinya: tugas dan fungsi Galla Lombok yaitu untuk mengurusi orang-orang luar yang akan memasuki wilayah hukum masyarakat adat kajang. ( wawancara Galla Lombok, AS, 20/05/2018).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa, tugas dan fungsi Galla Lombok yaitu sebagai penghubung
dengan ammatoa ketika ada masyarakat luar kajang yang akan memasuki kawasan
adat ammatoa, orang yang pertama harus ditemui adalah Galla lombok.
2.d)Galla Puto
Galla Puto, merupakan juru bicara Ammatoa. Galla Puto bertugas dalam
mengatasi segala permasalahan baik bersifat penanganan, penyelesaian, dan
pengampunan. Galla Puto juga sebagai pengawas langsung tentang pelaksanaan
Pasang serta bertindak menyebarluaskan keputusan dan kebenaran yang
senantiasa diterapkan oleh Ammatoa berdasarkan Pasang.
2.e)Galla Malleleng
Galla Maleleng, Merupakan Galla yang tugasnya bertanggungjwab dalam
hal mengatur dan mengurusi persoalan perikanan. Galla Maleleng juga tugasnya
menjadi sangat penting karena persoalan perikanan dalam kehidupan sangatlah
penting sehingga keberadaanya diharapkan mampu menjadi penyeimbang dalam
hal pelestarian ekosistem dalam air. Berikut wawancara dengan salah satu
pemangku adat yaaitu Galla Malleleng:
“Tugas Galla Malleleng yaitu menjaga sungai dan udang didalam wilayah hukum adat ammatoa, agar tetap terjaga udang yang akan digunakan nanti saat acara pa’ngangro” (hasil wawancara dengan JT, 10/05/2018).
Berdasarkan haasil wawancara tersebut diatas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa tugas Galla Malleleng itu menjaga sungai dan isinya agar
49
hewan yang hidup di dalamnya dapat berkembang biak, dan tidak di perbolehkan
menangkap udang atau ikan sembarangan. Jika ada masyarakat yang menangkap
udang didalam kawawasan adat ammatoa maka akan dikenakan denda.
3. Ada’ Limayya ri Tanaloheya
Struktur ada’ limayya ri tanaloheya merupakan suatu lemabaga
pemerintahan yang diketahui oleh ammatoa sebagai pengayom atau pelindung
yang dalam istilah pasang disebut pa’langngan atau tempat bernaung. Struktur
adat limayya ri tanaloheya atau rambang luas yaitu (a) Galla Anjuru, (b) Galla
Ganta, (c) Galla Sangkala, (d) Galla Sapaya, (e) Galla Bantalang.
3.a) Galla Anjuru
Galla Anjuru dalam struktur pemerintahan adat Ammatoa Kajang,
berkedudukan pada struktur adat limayya ri tanaloheya.Menurut penuturan salah
satu tokoh adat bapak Jamaluddin Tambi. Berikut wawancara dengan salah satu
pemangku adat yang saat ini juga menjabat sebagai Galla Kajang sebagai berikut:
“Tugas dan fungsi galla anjuru yaitu mengantar tamu yang hendak masuk dalam wilayah masyarakat adat Ammatoa kajang, selain tugas Galla Anjuru identik dengan tugas Galla Puto’ atau ammagalla” (wawancra PD, 17/04/2018)
Berdasarkan haasil wawancara tersebut diatas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa Galla Anjuru selain sebagai aggota ada’ limayya di tanaloheya,
beliau juga kepala pemerintahan yang dibawah oleh kendali karaeng Kajang yang
kedudukannya sama dengan desa saat ini.
3.b) Galla Ganta
Galla Ganta selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya di
tanaloheya yang bertugas mengawasi dan memlihara hutan adat di bongo’a, beliau
50
juga dalam struktur pemerintahan merupakan kepala kampung. Galla Ganta
dengan struktur yang baru berada dibawah Galla Tambangan, artinya Galla Ganta
dalam struktur ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla akan tetapi secara struktur
pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau setara dusun saat ini.
Wawancara dengan salah satu pemangku adat yaitu Anak Karaeng Tambangan
(Moncong Buloa) mengatakan bahwa:
“Galla’ Ganta selain bertugas sebagai yang mengawasi dan memelihara hutan adat di bongo’a , dia juga bertugas sebagai pemelihara tempat tumbuhnya Bambu Buluh sebagai bahan memasak dalam acara Pa’nganro yang merupakan suatu upacara adat yang rutin dan wajib dilaksanakan dalam adat Ammatoa Kajang” (hasil wawancara dengan AA, 10/04/2018).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, peneliti dapat mengambil sebuah
kesimpulan bahwa Galla Ganta selain bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan struktur adat, dia juga mengembang tugas dan tanggung jawab besar
dalam melestarikan dan menjaga alam, sesuai apa yang pesangkan dalam pasang
ri kajang.
3.c) Galla Sangkala
Galla Sangkala selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya di
tanaloheya yang bertugas mengawasi dan memelihara hutan adat di Sangkala,
beliau juga dalam struktur pemerintahan merupakan kepala kampung. Galla
Sangkala dengan struktur yang baru berada di bawah Galla Tambangan artinya
Galla Sangkala dalam struktur ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla, akan
tetapi secara struktur pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau setara
dusun saat ini. Wawancara dengan salah satu masyarakta adat ammatoa
mengatakan bahwa:
51
“Galla’ Sangkala, selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya ri tanahloheya. Beliau juga berperan penting dalam upacara adat pa’nganro karena beliau sebagai pengurus jahe dalam upacara adat tersebut dan tidak boleh diganggu gugat atas fungsi dan tugas yang telah tetapkan oleh Ammatoa dalam hal ini kepala suku...” (hasil wawancara dengan PH, 08/07/2018).
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa tugas Galla Sangkala yaitu
mempersiapkan jahe dalam acara adat pa’ngangro yang tidak bisa diwakili oleh
pemangku adat lain, karena ini sudah menjadi ketetapan yang tidak bisa di ubah
oleh siapapun, baik itu ammatoa maupun pemangku adat yang lain.
3.d) Galla Sapaya
Galla Sapaya selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya di
tanaloheya yang bertugas mengawasi dan memlihara hutan adat di Sapaya, beliau
juga dalam struktur pemerintahan merupakan kepala kampung. Galla sapaya
dengan struktur yang baru berada di bawah Galla lombok artinya Galla Sapaya
dalam struktur ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla, akan tetapi secara
struktur pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau setara dusun saat ini.
Wawancara dengan salah satu pemangku adat yang saat menjabat sebagai
Labbiriya mengatakan bahwa:
“...Galla Sapayya juga bertugas sebagai penanggung jawab tempat tumbuhnya sayuran (paku) dan sekaligus bertugas mengadakan sayuran yang dibutuhkan dalam upacara adat pa’nganro yang wajib dan rutin dilaksanakan dalam adat ammatoa Kajang...” (hasil wawancara AG, 04/07/2018).
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis mengambil sebuah kesimpulan
bahwa tugas Galla Sapayya yaitu mempersiapkan sayuran dalam acara pa’ngangro
dan menjaga hutan di sapayya.
52
Borong Karamaka (hutan keramat) yaitu, kawasan hutan yang terlarang oleh
semua jenis kegiatan terkecuali kegiatan atau acara-acara ritual. Tidak boleh ada
penebangan, pengukuran luas, penanaman pohon, ataupun kunjungan selain
pengecualian di atas, termasuk mengganggu flora dan fauna yang terdapat
didalamnya. Adanya keyakinan bahwa hutan ini adalah tempat tinggal leluhur
yang telah meninggal menjadikan hutan ini begitu di lindungi oleh masyarakat
adat ammatoa. Hal ini di ungkapkan dalam pasang begitu jeelas yaitu:
Tala kulle ni sambei kajua, Iyya to’mi injo kaju timboa
Tala kulle nitambai nikurangngi borong karamaka
Kasipalli’i tauwwa lamung-lamung ri boronga
Nasaba se’re wattu larie tau langngakui bate lamunna
Artinya:
Tidak bisa diganti kayunya
Itu saja yang tumbuh
Tidak bisa dikurangi atau di tambah hutan keramat itu
Orang di larang menanam di dalam hutan.
Hutan keramat ini adalah hutan primer yang tidak boleh diganggu oleh
masyarakat adat ammatoa. Wawancara dengan salah satu pemangku adat yang
saat ini menjabat sebagai Galla Kajang sebagai Berikut:
“Kalau ada masyarakat yang melanggar dalam hutan keramat maka akan dikenakan sangsi yang disebut poko’ ba’bala. Poko’ ba’bala merupakan sangsi tertinggi nilai dendanya yaitu dua belas real atau dua belas ohang, jika dirupiahkan Rp. 1.200.000 ditambah sehelai kain putih dan kayu yang di ambil di kembalikan” (hasil wawancara dengan PD, 17/04/2018).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, penulis mengambil kesimpulan
bahwa, hutan keramat sangat dilindungi oleh masyarakat adat kajang, jika ada
53
masyarakat yang melanggar maka akan dikenaka sang si adat yang disebut poko’
ba’bala merupakan sangsi paling tinggi. Jenis pelanggaran dalam hutan keramat
antara lain sebagai berikut, ta’bang kaju (menebang kayu), rao doang (menangkap
udang), tatta’ uhe (mengambil rotan), dan tunu bani (membakar lebah).
3.e) Galla Bantalang
Galla Bantalang selain kedudukannya sebagai anggota adat limayya di
tanaloheya yang bertugas mengawasi dan memlihara hutan adat di Bantalang,
beliau juga dalam struktur pemerintahan merupakan kepala kampung. Galla
Bantalang dengan struktur yang baru berada di bawah Galla lombok artinya Galla
Bantalang dalam struktur ada’ limayya tetap disebut sebagai Galla, akan tetapi
secara struktur pemerintahan beliau sebagai kepala kampung atau setara dusun
saat ini.
Berikut wawancara dengan salah satu pemangku adat yang saat ini juga
menjabat Galla Lombok sebagai berikut:
“Tugas Galla Bantalang iya mintu angjagai boronga ri bantalang bakea rie tau angpalettei batas borong karamaka,tugas maraenna anjabai pole tutua kampong” artinya: tugas Galla Bantalang adala menjaga hutan yang ada di bantalang, selain itu dia juga sebagai kepala kampung. (hasil wawancara AS, 20/05/2018)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, penulis dapat mengambil
bahwa, tugas Galla Lombok yaitu menjaga hutan diwilayah adat ammatoa kajang
di daerah Bantalang agar batas hutan adat tidak berubah atau di ganggu oleh
masyarakat, selain itu Galla Bantalang juga diangkat sebagai kepala kampung.
Struktur ada’ limayya di tanaloheya dimana fungsi dan peranannya telah
diuraikan secara singkat masing-masing akan tetapi perlu diketahui bahwa ada’
54
limayya di tana loheya hanya dapat bekerja optimal, jika didampingi oleh Tutoa
Ganta sebagai tokoh pemersatu. Tugas Tutoa Ganta dalam struktur ada’ limayya
di tanaloheya sebagai mediator atau penghubung baik antara sesama ada’ limayya
di tanaloheya maupun kepada karaeng tallua dan ammatoa serta ada’ limayya di
tanakekea.
Pembantu Ada’ limayya di tanakekea dan ada’ limayya di tanaloheya, juga
dikenal dengan istilah ada’ buttayya yang mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Lompo Karaeng
Lompo Karaeng bertugas dan mengatur urutan tempat duduk atau
Paccidongan para pemangku adat dalam upacara adat yang wajib dan rutin
dilksanakan dalam adat ammatoa Kajang. Karena mereka beranggapan bahwa
kewajiban tersebut adalah salah-satu wujud menjaga dan meletarikan warisan
nenek moyang sebagaimana yang berada dalam pasang ri Kajang.
2) Lompo Adat
Lompo adat bertugas mengatur dan menghidangan makanan dalam upacara
adat sesuai dengan kedudukan pemangku adat dalam hal ini yang bertanggung
jawab dalam struktur kelembagaan adat Ammato Kajang sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
3) Anrong
Bertugas mengatur perlengkapan yang telah dilengkapi oleh pemangku adat
sesuai tugas dan fungsinya dalam ritual atau upacara adat yakni pa’nganro.
Anrong bertanggung jawab mengumpulkan semua perlengkapan dan mengatur
perlengkapan tersebut sebelum dilaksanakannya upacara adat tersebut. Anrong
55
juga bertugas melantik ammatoa yang baru terpilih yang menggantikan ammatoa
yang sudah meninggal.
4) Sanro Kajang
Bertugas memohon doa kepada sang pencipta agar masyarakat Kajang
dijauhkan dari segala malapetaka. Sanro kajang juga bertugas memelihara
kesehatan masyarakat adat Kajang, yang menjadi sanro kajang adalah orang yang
mampu mengetahui obat tradisional yang dari dulu digunakan masyarakat adat
kajang.
Penjelasan tentang Struktural serta tugas dan funsi masing-masing
pemangku adat dan peranan Ammatoa maka penulis kemudian menyimpulkan
bahwa Ammatoa dalam hal ini bertindak pasif, adanya pemangku adat yang
membantu Ammatoa sehingga hanya mereka yang penulis anggap mempunyai
peranan aktif. Pembagian tugas ini sebenarnya hampir sama dalam sistem
pemerintahan modern yang juga membagi tugas terhadap pejabat lainnya,
misalnya seorang Presiden RI yang dibantu oleh Menteri-menteri dalam kabinet,
Presiden bertindak sebagai Kordinator dari segala pelaksanaan tugas dari menteri-
menterinya, sifatnya yang penulis anggap pasif dan tidak semua masalah mesti
Presiden yang selesaikan secara langsung, kalau masih bisa ditangani oleh
Menterinya.
Pemimpin adat ammatoa harus mampu mengetahui dan menanamkan empat
hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adat, sebagaimana yang tertuang
dalam Pasang Ri Kajang, yaitu:
56
1) Sabbarapi na guru (Sabar sebagai seorang guru), maksudnya adalah seorang
calon Ammatoa haruslah penyabar dan mempunyai ilmu pengetahuan yang luas
terutama berkaitan dengan isi Pasang, hal ini penting adanya karena seorang
Ammatoa diharapkan nantinya mampu menuntun warganya baik dalam
menghadapi masalah, cobaan dan terlebih lagi dalam mengajarkan warganya
tentang implementasi Pasang dan pengamalannya.
2) Pesonapi nu sanro (Taat sehingga mampu menjadi sebagai seorang dukun atau
orang pintar) maksudnya adalah seorang calon Ammatoa haruslah mampu
mengobati warga yang sakit, mampu mendiagnosa layaknya seorang dokter
tentang suatu penyakit berada difisik maupun psikis (jasmani dan rohani) serta
mampu meramalkan masa depan, baik nasib seseorang maupun keadaan
lingkungan alam berdasarkan tanda-tanda alam.
3) Lambusuppi na karaeng (Mempunyai derajat kejujuran layaknya seorang raja)
maksudnya adalah seorang calon Ammatoa haruslah orang yang jujur karena
dalam menjalankan tugasnya setelah menjadi seorang Ammatoa sangat penting,
seorang pemimpin mampu sejalan antara perkataan dan tindakan serta kejujuran
ini juga menjadikannya pemimpin yang disegani oleh warganya.
4) Gattampi Na Ada’ (Mempunyai ketegasan dalam memelihara adat) maksudnya
adalah seorang calon Ammatoa haruslah orang yang berintegritas dan tegas dalam
bertidak terlebih lagi tegas dalam menjalankan adatnya. Tegas dalam penerapan
sanksi dari setiap pelanggaran adat dengan menjunjung tinggi konsep keadilan.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rumusan masalah yang penulis kemukakan tersebut diatas serta
pembahasannya baik yang berdasarkan atas teori maupun data-data yang penulis
dapatkan selama mengadakan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
Bahwa sistem pembagian kekuasaan dalam Masyarakat hukum adat
Kajang, berbeda dengan pemilihan kepala adat pada umumnya yang mayoritas
dipilih berdasarkan musyawarah mufakat dengan masyarakat hukum adat
setempat. Masyarakat hukum adat Kajang percaya bahwa Ammatoa adalah wakil
Tuhan di dunia ini dan dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa Tau Rie’ A’ra’na,
punya keistimewaan bisa berhubungan langsung dengan Tau Rie’ A’ra’na, jadi
hanya orang pilihan yang bisa menjadi Ammatoa begitupun dengan pimpinan adat
(Galla’) lainnya yang berada diwilayah kekuasaan adat Kajang, mereka hanya
dapat terpilih apabila memiliki sifat yang menonjol berupa Kesabaran, Ketaatan,
Kejujuran, Tegas dan berperilaku hidup sederhana (kamase-mase) selama
hidupnya. Mampu menguasai dan mengamalkan Pasang secara sempurna sesuai
dengan Pasang Ri Kajang.
Adapun secara struktural sistem pemerintahan adat kajang, dipimpin oleh
seorang Ammatoa sebagai pemimpin adat tertinggi dalam sistem hukum
58
adat Kajang, yang dibantu dengan beberapa perangkat adat lainnya yaitu
Ada’ Lima, Karaeng Tallua. Kesemuanya perangkat adat yang berada dalam
sistem pemerintahan adat Kajang saling berkorespondensi dalam menjalankan
amanah Pasang Ri Kajang sesuai dengan tugas dan funsinya masing-masing.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan menganalisis data yang diperoleh,
beberapa hal yang dapat disarankan adalah:
Masyarakat hukum adat Kajang dalam diharapkan tetap menjaga prinsip
hidup sederhana (kamase-mase) dan pola hidup tradisionalnya berlandaskan
Pasang Ri Kajang. Tidak dengan mudah terpengaruh oleh era modernisme.
Upacara-upacara Adat senantiasa dijalankan dan senantiasa menjaga lingkungan
alamnya dari kerusakan.
Pemerintah perlu memberikan garis batas yang jelas antara sistem
pemerintahan adat dengan sistem pemerintahan negara agar tidak terjadi rangkap
jabatan yang memicu berkurangnya kesakralan kelembagaan adat dan mencegah
potensi penyalahgunaan wewenang. Pemerintah Negara juga wajib menjaga,
melindungi, dan melestarikan Masyarakat Adat sebagai kekayaan budaya bangsa
yang akan menjadi benteng terakhir penjaga keberadaban asli Indonesia. Selain itu
sebagai lembaga negara yang bersentuhan langsung dengan masyarakat adat
Ammatoa, Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba wajib menjaga kelestarian
masyarakat adat serta menampung, menyampaikan, dan melaksanakan aspirasi
masyarakat adat. Selain itu Pemerintah Daerah harus mengusahakan terbentuknya
desa adat yang mandiri agar adat bisa mengurus diri sendiri tanpa perlu mengubah
59
tatanan adat yang telah ada bahkan sejak negara ini belum merdeka. Salah satu
cara dalam rangka menjaga keberlangsungan budaya lokal adalah Pemerintah
Daerah Kabupaten Bulukumba perlu memaksimalkan perannya untuk
mengupayakan menyelesaikan problematika yang terjadi dalam masyarakat
hukum adat Ammatoa Kajang, seperti menyelesaikan kasus sengketa tanah antara
masyarakat adat Kajang dan PT. LONSUM serta problem ekonomi yang terjadi
dalam masyarakat adat Kajang. Sehingga nilai-nilai kultural kearifan lokal kajang
senantiasa terjaga, sebagai salah satu benteng nilai Kebangsaan yang dikenal
dengan Bhinneka Tunggal Ika.
DAFTAR PUSTAKA
Abdy Yuhana. 2007, Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Fokus Media, Bandung.
Akib, yusuf. 2003. Komunitas Berbaju Hitam. Makassar: Pustaka Refleksi.
Bagir Manan. 2003. DPD dan MPR Dalam UUD 1945 Baru, UII Pres,
Yogyakarta.
Syafi’e, Inu Kencana. 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. PT Refika Aditama :
Bandung.
Miftah Toha. 2010, Kepemimpinan dan Manajemen, Devisi Perguruan Tinggi,
PT. Raja Grafindo, Persada Jakarta.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1988. Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, PSHTN FH UI dan Sinar Bakti, Jakarta.
Mukhlia dan Robinson K . 1985 . Agama dan Realitas Sosial . Yayasan Ilmu
Sosial . Lembaga. Penerbitan Universitas Hasanuddi Makassar.
Pamudji. 2009, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia , Penerbit Bina Aksara
Jakarta .
Sambu H. 2016 . Sejarah Kajang. Yogyakarta : Lingkar Media Yogyakarta.
Soemantri Sri. 2006. “Kedudukan, Kewenangan, dan Fungsi Komisi Yudisial
dalam Sistem Ketatanegaraan RI”. Jakarta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. cetakan
Keempat, Penerbit : Alfabeta, Bandung.
Tika Z, 2015. Ammatoa. Lembaga Kajian dan Sejarah Budaya Sulawesi Selatan.
LAMPIRAN
MATERAI 6000
02, 10.2018 (tanggal sesuai pada saat peserta pilih/daftar instansi di potal SSCN)
Yth. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Di –
Jakarta
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : MUH YUSUF Tempat/Tanggal Lahir :BONTO BAJI, 27,01,1992 Jenis kelamin : Pria Pendidikan : SMA/SMK ..……………………. (jurusan IPA/IPS/) Jabatan yang dilamar : Penjaga Tahanan/ formasi………(umum/ Putra/I Papua) Alamat : JALAYA (sesuai domisili) Dengan ini menyampaikan surat lamaran dan dokumen persyaratan agar dapat diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Hukum dan HAM Tahun Anggaran 2018. Sebagai bahan pertimbangan, kami lampirkan sebagai berikut:
1. …. 2. …. 3. ….dst. (sesuai persyaratan pada pengumuman)
Demikian surat lamaran ini dibuat. Adapun seluruh data dan dokumen yang saya berikan adalah benar. Apabila dikemudian hari ditemukan data yang tidak benar, maka saya menerima keputusan panitia membatalkan keikutsertaan/ kelulusan saya pada seleksi CPNS Kementerian Hukum dan HAM Tahun Anggaran 2018. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
ditandatangani
(nama_lengkap)
Format Surat Lamaran SLTA
MATERAI 6000
………………….,.….…………….2018 (tanggal sesuai pada saat peserta pilih/daftar instansi di potal SSCN)
Yth. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Di –
Jakarta
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : …………………. Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 18 Nopember 1989 Jenis kelamin : …………. Pendidikan : …….. (sesuai dengan pendidikan yg dimiliki) Jabatan yang dilamar : ……..(sesuai jabatan yg dilamar)/ ………(jenis formasi) Alamat : ………………………………..(sesuai domisili) Dengan ini menyampaikan surat lamaran agar dapat diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Hukum dan HAM Tahun Anggaran 2018. Sebagai bahan pertimbangan, kami lampirkan dokumen yang telah diunggah sebagai berikut:
1. …. 2. …. 3. ….dst. (sesuai persyaratan pada pengumuman)
Demikian surat lamaran ini dibuat. Adapun seluruh data dan dokumen yang saya unggah adalah benar. Apabila dikemudian hari ditemukan dokumen yang tidak benar, maka saya menerima keputusan panitia membatalkan keikutsertaan/ kelulusan saya pada seleksi CPNS Kementerian Hukum dan HAM Tahun Anggaran 2018. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
ditandatangani
(nama_lengkap)
Format Surat Lamaran S2/S1/Diploma
Format Surat Pernyataan PENJAGA TAHANAN (formasi umum)
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Muh Yusuf
Nomor Induk Kependudukan (NIK) : 7302060801943001
Alamat : jalaya Kelurahan Tanah Jaya
Pekerjaan pada KTP : WIRASWASTA
Jenjang pendidikan :SMK
Jabatan yang dilamar : Penjaga Tahanan
Jenis Formasi : Umum
Merupakan pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Hukum dan HAM, menyatakan dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak siapapun bahwa saya :
1. Warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Memiliki Karakteristik Pribadi selaku penyelenggara Pelayanan Publik; 3. Mampu berperan sebagai perekat NKRI; 4. Tidak pernah dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
5. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai PNS, anggota TNI / POLRI, Pegawai BUMN / BUMD atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
6. Tidak berkedudukan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri Sipil, prajurit TNI, anggota Polri, dan siswa sekolah ikatan dinas Pemerintah;
7. Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik atau terlibat politik praktis; 8. Memiliki jenjang pendidikan dan program studi dengan kualifikasi pendidikan sesuai
persyaratan jabatan; 9. Sehat jasmani, rohani dan jiwa/mental; 10. Tidak memiliki ketergantungan terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang atau
sejenisnya; 11. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau
Negara lain yang ditentukan oleh Kementerian Hukum dan HAM; 12. Bagi Wanita tidak bertato / bekas tato dan tindik / bekas tindik anggota badan
lainnya selain di telinga kecuali yang disebabkan oleh ketentuan agama atau adat
Materai 6000 ditandatangani pelamar
dan bagi Pria tidak bertato /bekas tato dan tindik / bekas tindik anggota badan lainnya kecuali yang disebabkan oleh ketentuan agama atau adat;
13. Lulusan SLTA Sederajat dengan nilai rata-rata ijasah sama atau lebih besar dari 7,0 (tujuh koma nol) atau 70 (tujuh puluh) atau 3 (tiga) skala 1 sampai 4 atau B;
14. Seluruh dokumen PO BOX dan data yang saya berikan pada portal SSCN atau saat pemberkasan proses penetapan NIP adalah benar bukan palsu;
15. Tidak akan mengajukan permohonan pindah wilayah, jabatan dan / atau penyesuaian ijasah selama 8 tahun sejak TMT PNS atau pindah instansi selama 10 tahun sejak TMT PNS;
16. Siap datang tepat waktu dan mengikuti semua tata terbit pelaksanaan seleksi penerimaan CPNS kemenkumham tahun 2018.
Apabila salah satu pernyataan pada angka diatas ditemukan atau terbukti berseberangan atau tidak sesuai atau tidak benar, maka saya bersedia digugurkan atau digagalkan kelulusan akhir saya atau tidak di proses penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP) atau dibatalkan keputusan pengangkatan CPNS.
Yang menyatakan
(MUH YUSUF)
Catatan :
Urutan nomor diatas wajib urut dan tidak boleh ada yang tidak termuat. Apabila ada point yang tidak termuat maka peserta dianggap tidak setuju dengan point tersebut sehingga dapat digugurkan.
RIWAYAT HIDUP
Muh Yusuf, lahir di pannololo, pada tanggal 08 januari
1994 anak pertama dari empat bersaudara dan merupakan
buah kasih sayang dari pasangan Muh Saleh dan Nur
Halima.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD NEGERI 105 sangkala
mulai tahun 2000 sampai tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di SMP NEGERI 2 Kajang dan lulus pada tahun 2009. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah kejuruan di SMK NEGERI 2
MAKASSAR selama tiga tahun dan berhasil menamatkan studinya di sekolah
tersebut pada tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi
melalui jalur seleksi penerimaan Mahasiswa baru (SPMB) di Universitas
Muhammadiyah Makassar,dan berhasil diterima di jurusan ilmu pemerintahan
fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (SOS-POL) Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan program studi strata 1 dan alhamdulillah pada tahun 2018
penulis telah berhasil menyelesaikan studinya dengan tugas akhir yang berjudul
“Pembagian Kekuasaan Dalam Sistem Adat Ammatoa Kajang Di
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba”.