skripsi jurusan manajemen dakwah (md) dwi...

Click here to load reader

Upload: dinhhanh

Post on 02-Mar-2019

265 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN ZAKAT

( Studi Kasus di Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah

Kementerian Agama Kabupaten Batang Tahun 2010-2011 )

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Jurusan Manajemen Dakwah (MD)

DWI MEKARSARI

(071311010)

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAM ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

ii

iii

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan

di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, di lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang peroleh dari hasil penerbitan maupun yang belum / tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, 1 Desember 2011

Dwi Mekarsari

v

MOTTO

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.

dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-

Taubah103)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan teruntuk:

1. Ayah dan Ibunda tercinta, yang selalu mencurahkan kasih sayang serta dengan setia memberi semangat untuk keberhasilannya. Tanpa mereka diriku takkan ada artinya.

2. Kakak dan Adikku yang selalu mengisi hati ini dengan cinta dan kelucuan kalian. Keikhlasan kalian mendampingi dalam susah maupun senang membangkitkan diriku dari keterpurukan.

3. Yth. Drs. H. Mudhofi, M.Ag dan H. Adib Fatoni, M. Si, yang telah berkenan meluangkan waktu dan fikirannya untuk membimbing penulis, mendukung dan mendoakan penulis. Kesabaran dan ketabahannya menjadi sumber inspirasi dan penyemangat dalam perjuangan hidupku.Semoga Allah SWT senantiasa memberinya kekuatan.

4. Sahabat-sahabatku Manajemen Dakwah (MD) angkatan 2007 yang telah memberikan makna sebuah kebersamaan dan menorehkan sebuah kenangan indah yang takkan terlupa.

5. Sahabat-sahabatku di Ponpes Uswatun Hasanah kamar Darun Najah, yang senantiasa memberiku dukungan & doa, memberi senyum saat ku sedih, memotivasi disaat ku rapuh, thanks atas doa dan dukungan kalian semua baik moril maupun materiil. Kalian semua telah memberi warna baru dalam hidupku thanks for All.

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Selanjutkan shalawat dan salam penulis persembahkan ke pangkuan Nabi

Muhammad SAW, Nabi sekaligus Rasul yang telah membimbing umatnya ke

jalan yang benar dan sekaligus menyempurnakan akhlak melalui petunjuk wahyu

Ilahi. Begitu pula salam sejahtera semoga senantiasa Allah curahkan kepada

keluarga, sahabat, tabiin serta seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Berkat limpahan rahmat, taufiq-Nya serta usaha yang sungguh-sungguh,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Efektivitas

Pengawasan Pengelolaan Zakat (Studi Kasus di Badan Amil Zakat, Infaq dan

Shadaqah Kementerian Agama Kabupaten Batang Tahun 2010-2011).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin belum memadai. Penulis

telah berusaha dengan segala daya dan kemampuan. Semoga di masa yang akan

datang penulis dapat lebih baik. Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

peran serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muhammad Sulton, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang.

2. Bapak Drs. H. Mudhofi, M.Ag dan Bapak H. Adib Fatoni, M.Si, selaku

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya

untuk membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal penulisan hingga

menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kesabaran.

3. Bapak Dr. H. Awaludin Pimay, Lc,M.Ag, selaku Wali Studi yang telah

membimbing penulis sejak awal sampai akhir masa studi.

viii

4. Seluruh Dosen, karyawan serta staf di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang.

5. Ayah dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan semangat dan telah

mengorbankan segalanya demi suksesnya penulis dalam menuntut ilmu.

6. Kakak dan Adikku yang selalu membuat hidup penulis lebih indah dengan

tertawa dan candanya.

7. Keluarga besar PP. Uswatun Hasanah (KH. Mustaqim Husnan beserta

keluarga), yang selama ini belajar di Ponpes Uswatun Hasanah telah

memberikan ilmu, doa restu, kasih sayang serta serta kepercayaan kepada

penulis.

8. Sahabat-sahabatku keluarga besar Manajemen Dakwah (MD) 2007 dan

sahabat-sahabatku Uswatun Hasanah yang telah banyak memberikan motivasi

dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua Pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini namun

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis tidak mampu membalas apa-apa, hanya kata terima kasih dan

memanjatkan doa semoga apa yang mereka berikan kepada penulis akan

mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan balasan yang lebih baik dan

diterima sebagai amal sholeh.

Meskipun dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha semaksimal

mungkin, namun kekurangan dan kekhilafan sering terjadi pada manusia. Untuk

itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya hanya kepada Allah penulis mohon pertolongan, semoga dengan

terwujudnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya.

Semarang, 1 Desember 2011

Penulis,

Dwi Mekarsari

ix

ABSTRAK

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap

muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang

berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik zakat merupakan sumber

dana potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi

seluruh masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan zakat juga memerlukan proses

pengawasan, Adanya pengawasan pengelolaan zakat merupakan sebuah usaha

untuk menuju pencapaian efektivitas sehingga dapat memenuhi target

produksinya dengan maksimal dan tujuan yang diinginkan lembaga dapat tercapai

secara efektif.

Dalam karya skripsi ini, rumusan masalah yang diajukan ialah bagaimana

efektivitas pengawasan pengelolaan zakat di BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang tahun 2010-2011 dan kendala apa saja yang dihadapi BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang dalam pengawasan.

Penelitian ini tujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pengawasan

pengelolaan zakat di BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang serta

mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang dalam pelaksanaan pengawasan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.

Metode pengumpulan data menggunakan beberapa instrumen yaitu; observasi,

wawancara dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan teknik deskriptif

dan analisis induktif.

Hasil penelitian ini adalah pengawasan pengelolaan zakat di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang sudah efektif dan optimal, disebabkan

karena adanya transparansi dana melalui laporan bulanan dan tahunan dengan

tujuan agar tidak adanya kesalah pahaman antara muzakki dan pengelola zakat. Di

samping itu juga pemasukan atau penghimpunan dana ZIS semakin meningkat

setiap tahunnya, jadi kesejahteraan mustahiq pun meningkat serta kerja sama yang

baik antara komisi pengawas dengan badan pelaksana pengelola zakat dalam

menjalankan tugasnya. Adapun kendala yang dihadapi BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang dalam pengawasan yaitu, terbatasnya waktu dalam

melaksanakan pengawasan, keterlambatan dari pengelolaan zakat dalam membuat

laporan keuangan serta kurangnya tenaga kerja dalam melaksanakan pengawasan.

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

ABSTRAK ................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................... 6

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 6

1.3.1. Tujuan Penelitian ................................................. 7

1.3.2. Manfaat Penelitian ............................................... 7

1.4. Tinjauan Pustaka ............................................................ 7

1.5. Kerangka Teoritik .......................................................... 11

1.6. Metode Penelitian ........................................................... 17

1.7. Sistematika Penulisan Skripsi ......................................... 21

BAB II : EFEKTIVITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN ZAKAT

2.1. Efektivitas Pengawasan Pengelolaan Zakat ..................... 23

2.1.1. Pengertian Efektivitas .......................................... 23

2.1.2. Konsep tentang Pengawasan ................................ 24

2.2. Pengelolaan Zakat .......................................................... 34

2.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat ..................... 34

2.2.2. Pengelolaan Zakat secara Profesional................... 50

xi

BAB III : GAMBARAN UMUM BADAN AMIL ZAKAT INFAQ

SHADAQAH (BAZIS) KEMENTERIAN AGAMA

KABUPATEN BATANG TAHUN 2010-1011

3.1. Profil BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.... 55

3.1.1. Letak Geografis BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang................................................ 55

3.1.2. Sejarah Singkat BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang................................................ 56

3.1.3. Visi dan Misi BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang................................................ 57

3.1.4. Tujuan, Struktur dan Fungsi BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang ................................... 58

3.1.5. Program dan Kebijakan BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang ................................... 63

3.2. Pelaksanaan Pengawasan dan Cara Pelaksanaan

Pengawasan Pengelolaan Zakat di BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang .............................................. 66

3.2.1. Pelaksanaan Pengawasan Zakat di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang ............... 66

3.2.2. Cara Pengawasan Pengelolaan Zakat di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang ............... 73

3.3. Kendala-kendala yang dihadapi BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang .............................................. 74

BAB IV : ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN

ZAKAT DI BADAN AMIL,ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH

(BAZIS) KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN BATANG

TAHUN 2010-2011

xii

4.1. Efektivitas Pengawasan Pengelolaan Zakat di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang Tahun 2010-

2011 ............................................................................... 77

4.2. Kendala-kendala yang dihadapi BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang dalam Pengawasan ................ 85

BAB V : PENUTUP

5.1. Kesimpulan ................................................................... 87

5.2. Saran-saran..................................................................... 88

5.3. Penutup .......................................................................... 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Istilah pengawasan bukanlah hal yang asing bagi kita, menurut

Mahmud Hawari, pengawasan adalah mengetahui kejadian-kejadian yang

sebenarnya dengan ketentuan dan ketetapan peraturan, serta menunjuk

secara tepat terhadap dasar-dasar yang telah ditetapkan dalam perencanaan

semula (Muhammad Hasan, 2011:25). Pengawasan harus dilakukan untuk

menjaga agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan. Melalui pengawasan dapat dilakukan penilaian apakah suatu

entitas telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya

secara hemat, efisien, efektif, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang

telah ditetapkan dan ketentuan yang berlaku.

Proses pengawasan merupakan kewajiban yang terus menerus harus

dilakukan untuk pengecekan terhadap jalannya perencanaan dalam

organisasi, dan untuk memperkecil tingkat kesalahan kerja. Kesalahan kerja

dengan adanya pengontrolan dapat ditemukan penyebabnya dan diluruskan.

Nilai pengawasan sangat strategis karena hasil akhir dari semua

proses akan menjadi taruhan jika fungsi kontrol atau pengawasan tidak

berjalan dengan benar. Banyak sekali manfaat yang dapat diambil ketika

control berjalan, misalnya untuk memonitor, memberikan penghargaan serta

menegaskan berbagai perilaku positif, menjadikan segala sumber daya tetap

berjalan direlnya, memelihara anggaran, mengkoordinasikan standar hukum,

1

2

aturan dasar serta norma-norma yang sudah ditetapkan dan lain-lain (Cahyo

Pramono. Pengawasan, Sumber www. Waspada Online. Com. Diambil dari

internet 19 Oktober 2011).

Unsur pengawas dalam struktur organisasi BAZIS adalah Komisi

Pengawas. Pengawasan terhadap organisasi BAZIS dilakukan secara khusus

oleh Komisi Pengawas yang dibentuk oleh pemerintah atau oleh pengurus

BAZIS itu sendiri.

Tugas utama komisi pengawas dimuat dalam Keputusan Menteri

Agama Nomor 581 Tahun 1999 Pasal 9 Ayat 3. Dalam pasal tersebut

disebutkan bahwa tugas komisi pengawas adalah melaksanakan pengawasan

terhadap pelaksanaan tugas administratif dan teknis pengumpulan,

pendistribusian, pendayagunaan zakat, serta penelitian dan pengembangan

pengelolaan zakat.

Tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.

2) Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan

dewan pertimbangan.

3) Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan badan pelaksanaan

yang mencakup pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.

4) Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah

(Muhammad Hasan, 2011:52).

Selain itu efektivitas pengawasan juga selalu dirasakan sebagai suatu

hal yang sukar dijalankan. Efektivitas berarti keberhasilan (usaha, tindakan).

3

Maka agar pelaksanaan suatu kebijakan dapat berjalan efektif diperlukan

standar untuk mengukur sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai, yakni

meliputi efektivitas pada tingkat prosedural dan efektivitas pada tingkat

subtansial (Soedjono, 1999:17).

Efektivitas pada tingkat prosedural yang dimaksud adalah apakah

aturan yang sudah ada telah dilaksanakan oleh Komisi Pengawas dalam

melaksanakan pengawas dalam tubuh BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang. Sedangkan efektivitas secara subtansial yang dimaksud

adalah melihat dan mengetahui bagaimana pelaksanaan itu berjalan dan apa

yang telah dicapai melalui cara monitoring, evaluasi dan rekomendasi.

Dalam prakteknya kedua perspektif tersebut saling berdialektika dan

mengisi, serta dapat digunakan secara bersamaan untuk mengukur

efektivitas pengawasan.

Adanya efektivitas pengawasan dapat memberikan garansi adanya

kepastian dalam organisasi di BAZIS Kementerian Agama Kabupaten

Batang, khususnya dalam masalah pengawasan, sehingga memperkecil

peluang terjadinya pelanggaran. Hal tersebut sangatlah masuk akal, karena

di dalam tubuh BAZIS terdapat sebuah komisi yang akan mengawasi sepak

terjang lembaganya dalam menjalankan tugas yang telah diamanatkan dalam

BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.

Kemudian realitas yang ada dimana BAZIS di Kementerian Agama

Kabupaten Batang merupakan bentuk untuk mencapai daya guna, hasil guna

dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana zakat, infaq, dan shodaqoh.

4

Sehingga dapat meningkatkan peran serta umat Islam Kabupaten Batang

dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dengan penggalian dan

pengelolaan dana zakat, infaq, dan shodaqoh. BAZIS di Kementerian

Agama Kabupaten Batang juga dapat mewujudkan pengelolaan Zakat, Infaq,

dan Shodaqoh (ZIS), yang berdaya guna dan berhasil guna berdasarkan asa

keadilan dan keterbukaan.

Seiring berjalannya waktu BAZIS di Kementerian Agama Kabupaten

Batang mengalami peningkatan, dalam hal pengumpulan dana zakat, infaq

dan shodaqoh. Hal ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya perolehan

dan meningkatnya pula dana. Pengelolaan zakat secara profesioal, perlu

dilakukan dengan saling keterkaitan antara berbagai aktivitas yang terkait

dengan zakat. Dalam hal ini, keterkaitan antara pengumpulan,

pendistribusian serta pengawasan. Semua aktivitas tersebut harus menjadi

satu kegiatan yang utuh, tidak dilaksanakan secara persial (sendiri-sendiri).

Jika semua kegiatan tersebut tetap dilaksanakan secara persial, maka

keberhasilan dalam pengumpulan zakat dan pendayagunaan zakat sangat

pesimis akan terwujud.

Sedangkan ketika berbicara tentang zakat, zakat merupakan salah

satu amalan dalam ajaran Islam yang memiliki dua dimensi, yakni dimensi

vertikal dan dimensi horizontal. Ibadah zakat bila ditunaikan dengan baik,

akan meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan dan mensucikan jiwa,

dan mengembangkan serta memberkahkan harta yang dimiliki (Asnaini,

2008:2).

5

Zakat merupakan ibadah maaliyyah ijtimaiyyah yang memiliki

posisi sangat penting, strategis dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran

Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat (Yusuf Qaradhawi,

1993:235).

Dalam Al-quran kesediaan orang berzakat dipandang pula sebagai

orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwanya.

( 103: )

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat

itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka

(Departemen Agama RI : 297).

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa kata dalam ayat

di atas menunjukkan bahwa mengumpulkan zakat dari para muzakki oleh

amil zakat hukumnya wajib (Muhammad Hasan, 2011:7). Oleh sebab itu,

sudah jelas bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang

berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada

mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). Yang mengambil dan yang

menjemput tersebut adalah para petugas (amil).

Kemudian zakat pada awal sejarahnya ditangani sendiri oleh

Rosulullah SAW. Dengan mengirim sendiri petugasnya untuk menarik zakat

dari mereka yang ditetapkan sebagai pembayar zakat, lalu dicatat,

dikumpulkan dan akhirnya di bagikan kepada penerima zakat (mustahiq).

Proses pencatatan merupakan bagian dari pengawasan. Dengan demikian

kewajiban mengumpulkan zakat bukanlah hal yang mudah. Apalagi

dihadapkan pada masyarakat dari berbagai kultur dan karakter. Karena itu

6

memerlukan persiapan dan pengawasan secara matang. Hal ini diperlukan

agar pengelolaan zakat dapat dilakukan secara efektif dan efesien.

Atas dasar latar belakang inilah, maka peneliti ingin mengetahui

lebih dalam lagi tentang efektivitas pengawasan pengelolaan zakat di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang, sehingga peneliti ingin melakukan

penelitian lebih lanjut dengan judul EFEKTIVITAS PENGAWASAN

PENGELOLAAN ZAKAT (Studi Kasus di BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang Tahun 2010-2011).

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat

mengungkapkan rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas pengawasan pengelolaan zakat di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang Tahun 2010-2011?

2. Kendala apa saja yang dihadapi BAZIS Kementerian Agama Kabupaten

Batang dalam pengawasan?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai adalah sebagai berikut :

a) Untuk mengetahui efektivitas pengawasan pengelolaan zakat di

BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.

7

b) Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang dalam pelaksanaan

pengawasan.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan tersebut penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun secara praktis.

a) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ke

khazanahan ilmu dalam bidang manajemen dakwah khususnya

manajemen ZIS.

b) Manfaat Praktis

1) Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberikan pemahaman tentang pengelolaan zakat.

2) Bagi akademis, semoga hasil penelitian dapat membantu dalam

menambah wawasan dan referensi keilmuan mengenai zakat.

3) Bagi pemerintah, semoga dengan hasil penelitian ini dapat

membantu memberikan informasi mengenai pengawasan

pengelolaan zakat.

1.4. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai zakat telah banyak ditulis oleh ulama dan

pakar zakat di Indonesia. Termasuk dalam pembahasan konsep distribusi

dana zakat dengan metode secara produktif, Arif Mufraini menjelaskan

dalam bukunya yang berjudul Akuntansi dan Manajemen Zakat bahwa

8

ada dua pola yang dapat dilakukan dalam mendistribusikan dana zakat yaitu

dengan cara qardhul hasan dan mudharabah. Hal serupa tentang zakat

produktif dibahas pula oleh Didin Hafidhudin dalam bukunya yang berjudul

Zakat dalam Perekonomian Modern.

Di kalangan mahasiswa sendiri zakat menjadi tema dalam skripsi di

antaranya adalah:

1. Mujiati (1104052) Fak. Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN

Walisongo Semarang tahun 2009 dengan judul Pelaksanaan

Pengawasan dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Zakat Mal di

Dompet Peduli Umat Darut Tauhid DPU DT Cabang Semarang Tahun

2005-2008 (Perspektif Manajemen Dakwah). Di dalamnya berisi

pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan zakat mal di DPU DT

Cabang Semarang Tahun 2005-2008 dilakukan dengan memberikan

laporan keuangan baik bulanan maupun tahunan kepada kantor pusat.

Dan implikasi pengawasan terhadap pengelolaan zakat mal di DPU DT

Cabang Semarang tahun 2005-2008 adalah proses pengelolaan zakat

baik yang dapat dipercaya oleh masyarakat, dari sudut administrasi

pengawasan yang baik akan dapat menghindarkan kesalahan dalam

pengelolaan dana yang masuk. Sedangkan dilihat dari sudut dakwah

Islam, pengawasan zakat mal yang dilakukan DPU DT Cabang

Semarang dapat menjadi bentuk dakwah Islam yang mengarahkan umat

Islam untuk selalu berjalan dijalan Allah SWT dengan memberikan

sebagai hartanya yang telah disyariatkan menjadi hak orang lain.

9

2. Sayidi yang berjudul Pengelolaan Zakat Mal Dari Hasil Penangkapan

Ikan Pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Rowosari Kabupaten

Kendal. Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan mengenai Zakat

terutama dari segi pengelolaannya dilihat dari pengumpulan dan

pendistribusian Zakat yaitu dari hasil penangkapan ikan pada masyarakat

nelayan di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. Penelitian ini

bersifat kualitatif yaitu menekankan pada makna, penalaran, definisi

suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-

hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,

urutan kegiatan dapat berubah-ubah bergantung pada kondisi dan

banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Adapun pendekatan dalam

penelitian ini adalah pendekatan manajemen. Isi pokok pembahasan

penelitian ini adalah sistem pengelolaan Zakat Mal baik dilihat dari segi

pengumpulan maupun dari segi pendistribusian yang dilakukan oleh

nelayan tanpa melalui Lembaga Amil Zakat maupun melalui Amil

Zakat.

3. Ubaidillah Al-Baiti, 2007, (01210099), Pandangan KH.Qosim Bukhari

(Pengasuh Pondok Pesantren Raudlotul Ulum Desa Putuk Rejo

Gondanglegi Malang) Tentang Pengelolaan Zakat. Ubaidillah Al Baiti

dalam rumusan masalahnya yaitu bagaimana pandangan KH.Qosim

Bukhori tentang pengelolaan zakat dan bagaimana pandangan KH.

Qosim Bukhari tentang strategi pengumpulan dan pendistribusian zakat

adapun hasil penelitiannya yaitu dalam pandangan KH.Qosim Bukhari

10

untuk mencapai pengelolaan zakat yang baik dan lancar diperlukan

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dan dalam

strategi pengumpulan zakat menurut pandangan KH.Qosim Bukhari

diperlukan pengecekan, pengadaan pengajian-pengajian agama,

pengumpulan zakat dapat dilakukan melalui system distrik atau ranting-

ranting, setelah itu dikumpulkan di rumah zakat, adapun strategi

pendistribusiannya yaitu zakat harus berlandaskan agama dan berprinsip

mensejahterahkan masyarakat dengan konsep pemerataan ekonomi.

4. A. Muhtadi Ridwan yang berjudul Aplikasi Pengelolaan ZIS pada

lembaga Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (LAZIS) Kota Malang. Skripsi ini

meneliti tentang Aplikasi Pengelolaan Dana ZIS yang bertujuan untuk

mengkaji secara mendalam model dan mekanisme pengelolaan dana

ZIS, baik penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaannya.

Kajian ini secara khusus melihat bagaimana sistem perencanaan, sistem

pengorganisasian sistem pelaksana dan sistem pengawasannya yang

difokuskan pada lembaga Zakat, Infak dan Shadaqah (LAZIS) Kota

Malang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif

dengan model pendekatan studi kasus, yaitu suatu pendekatan yang lebih

menekankan pada keutuhan dan kedalaman subyek yang diteliti.

5. Sumanto yang berjudul Manajemen Zakat, Infaq dan Shadaqah Badan

Amil Zakat KUA di Kecamatan Semarang Barat. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif yang membahas tentang manajemen

zakat, infaq dan shadaqah BAZ KUA Kecamatan Semarang Barat.

11

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi

kualitatif melalui pendekatan manajemen. Penelitian ini berusaha

mendiskripsikan manajemen zakat, infaq dan shadaqah yang diterapkan

oleh BAZ KUA di Kecamatam Semarang Barat. Dari berbagai penelitian

yang disebutkan di atas tampak jelas bahwa belum ada penelitian yang

melakukan penelitian secara khusus tentang Efektivitas Pengawasan

Pengelolaan Zakat (Studi Kasus di BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang Tahun

1.5. Kerangka Teoritik

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap

muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka

yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik zakat merupakan

sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan

umum bagi seluruh masyarakat. Zakat memiliki hikmah yang dikatagorikan

dalam dua dimensi: dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dalam

kerangka ini, zakat menjadi perwujudan ibadah seseorang kepada Allah

sekaligus sebagai perwujudan dari rasa kepedulian sosial (ibadah sosial)

(Asnaini, 2008:2).

Zakat menurut bahasa artinya berkah, tumbuh, bersih, suci dan baik

(Asnaini, 2008: 23). Beberapa arti ini memang sangat sesuai dengan arti

zakat yang sebenarnya. Dikatakan berkah, karena zakat membuat

keberkahan pada harta seseorang yang telah berzakat. Dikatakan suci,

karena zakat dapat mensucikan pemilik harta dari sifat tama, syirik, kikir,

12

dan bakhil. Dikatakan tumbuh, karena zakat akan melipat gandakan pahala

bagi muzakki dan membantu kesulitan para mustahiq. Demikian seterusnya,

apabila dikaji, arti bahasa ini sesuai dengan apa yang menjadi tujuan

disyariatkannya zakat.

Sedangkan menurut istilah, zakat adalah harta tertentu yang

diberikan kepada orang tertentu, menurut syarat-syarat tertentu pula (Hasan

Saleh, 2008:157).

Zakat secara marifah disebutkan sebanyak 30 kali, 8 kali

diantaranya terdapat dalam surat makiyah dan selainnya terdapat dalam surat

madaniyah (Tengku Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy, 1999:4). Bahwa

pengertian shalat dan zakat mempunyai nilai yang seimbang dalam agama.

Keduanya sebagai rukun yang harus ditegakkan. Maka dapat ditentukan

bahwa zakat sebagai ibadah wajib yang sama pentingnya seperti shalat. Ini

berarti bahwa zakat itu salah satu sendi tiang utama dari bangunan Islam.

Demikian zakat sebagai rukun Islam, meninggalkan zakat bagi yang mampu,

batallah status orang Islam sebagai penganut ajaran Islam yang baik.

Zakat pada masa awal Islam, berjalan sangat efektif dalam

penanggulang kemiskinan dan dikelola oleh Negara atau pemerintah. Selain

zakat, banyak instrumen dalam ajaran Islam, seperti rampasan perang, harta

tinggalan orang kafir, dan lain-lain. Ini menunjukkan tingginya komitmen

ajaran Islam yang ingin membebaskan pemeluknya dari belenggu dan

ancaman kemeskinan (Ahmad Rofiq, 2004:272).

13

Dengan zakat, Islam menunjukkan bahwa dirinya sebagai risalah

rabbaniyah terakhir yang abadi penuh kasih sayang, berusaha

menyelesaikan masalah pengentasan kemiskinan tanpa harus didahului oleh

revolusi atau gerakan menuntut hak-hak kaum miskin. Dari sini diharapkan

refleksi ibadah zakat dapat dirasakan langsung dampak sosialnya di tengah

masyarakat. Di dalamnya terdapat fungsi ganda, yaitu yang menyangkut

aspek kemanusiaan dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat yang

menyangkut dirinya dan harta miliknya sebagai seorang Muslim (Ali Yafie,

1994:239).

Gerakan kesadaran membayar zakat perlu diiringi oleh dukungan

dari masyarakat dan juga pemerintah. Di Indonesia pengelolaan zakat diatur

berdasarkan UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan

Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan

UU No. 38 tahun 1999 dan keputusan Direktur Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman

Teknis Pengelolaan Zakat (Mursyidi, 2003:3).

Adapun tujuan pengelolaan zakat adalah sebagai berikut (Elsi

Kartika Sari, 2006:45) :

a) Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat

sesuai tuntunan agama.

b) Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

c) Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

14

Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang

memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan,

antara lain (Abdurrahman Qadir, 1998:85) :

Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.

Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila

berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga,

untuk mencapai efesiensi dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam

penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat.

Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat

penyelenggaraan pemerintah yang islami.

Zakat mempunyai peranan yang penting dalam sisitem

perekonomian Islam, Karena zakat bisa dijadikan sumber dana bagi

menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi masyarakat Islam (Ahmad

Azhar, 1997:245). Sebagai sumber dana, zakat dapat menjadi kekuatan

modal yang sangat besar apabila ditunjang oleh cara pengelolaan zakat yang

baik.

Untuk menciptakan pengelolaan zakat yang baik, diperlukan

persyaratan-persyaratan tertentu antara lain:

a. Kesadaran masyarakat akan makna, tujuan serta hikmah zakat

b. Amil zakat benar-benar orang-orang terpercaya, karena masalah zakat

adalah masalah yang sensitif

c. Perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan zakat yang

baik.

15

Apabila pengelola zakat mengabaikan pengawasan dalam

pengelolaan zakat, maka akan berakibat pada kesalahan-kesalahan

pengelolaan zakat. Kondisi ini akan berakibat pada hilangnya kepercayaan

mustahiq untuk menyalurkan zakat melalui amil zakat.

Pengelolaan zakat secara profesional, perlu dilakukan dengan saling

keterkaitan antara berbagai aktivitas yang terkait dengan zakat. Dalam hal

ini, keterkaitan antara pengumpulan , pendistribusian serta pengawasan,

semua aktivitas tersebut harus menjadi satu kegiatan yang utuh, tidak

dilaksanakan secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, dengan adanya

kegiatan yang utuh dapat saling mengevaluasi satu kegiatan dengan kegiatan

yang lainnya, sehingga ditemukan kelemahan mengenai aspek mana yang

tidak berjalan secara efektif dan efesian.

Dalam Pengelolaan zakat juga memerlukan pengawasan, karena

proses pengawasan merupakan kewajiban yang terus menerus harus

dilakukan untuk pengecekan terhadap jalannya perencanaan dalam

organisasi, dan untuk memperkecil tingkat kesalahan kerja. Kesalahan kerja

dengan adanya pengontrolan dapat ditemukan penyebabnya dan diluruskan.

Pengawasan dalam pengelolaan zakat, disamping pemeriksaan

ketelitian dan kevalidan data perusahaan mestinya juga diarahkan pada

ketelitian dan kebenaran distribusi zakat, pemeriksaan kebenaran

pendayagunaan zakat oleh para mustahiq produktif, sehingga tujuan

pengelolaan zakat tercapai.

16

Oleh karena itu, pengawasan dalam pengelolaan zakat mempunyai

tujuan sebagaimana layaknya suatu usaha yaitu :

a. Menjaga harta zakat dan dokumen-dokumen lembaga amil zakat

b. Mengamankan kekayaan fisik lembaga amil zakat dari kemusnahan

dengan validitas data yang akurat

c. Meningkatkan efesiensi dan efektivitas sosialisasi zakat, pengumpulan

zakat dan distribusi pendayagunaan zakat

d. Meningkatkan validitas data mustahik

e. Memotivasi pelaksanaan kebijakan manajemen (Muhammad Hasan,

2011:102).

Pengawasan pengelolaan zakat sesungguhnya terkait erat dengan

program yang direncanakan. Karena itu hakikat dari tujuan pengawasan

adalah menjamin tercapainya tujuan pengelolaan zakat dengan cara

mengembalikan atau meluruskan berbagai penyimpangan yang tak sesuai

dengan yang diprogramkan.

Jadi pengawasan pengelolaan zakat sangatlah penting untuk

dilaksanakan, karena dengan pengawasan dapat menjaga agar pelaksanaan

kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam rangka

pencapaian tujuan. Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pengawasan yang dilakukan dalam sebuah badan amil zakat yang

merupakan proses Amar Maruf Nahi Mungkar yang tujuannya menjamin

tercapainya tujuan lembaga itu (Eri Sudewo: 2004: 140).

17

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yakni

kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan

penulisan yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan status

fenomena secara sistematik dan rasional (logika) (Arikunto, 2002:245).

Metode penelitian kualitatif dalam prakteknya tergantung pada

kemampuan penelitiannya, dalam menjelaskan fenomena yang diteliti

dalam bentuk deskriptif. Pendiskripsian data dipengaruhi oleh pilihan

kata-kata yang dihubungkan secara logis dan bisa dipelajari serta

mudah dipahami oleh orang lain (Thohir, 2008:9).

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif.

Dengan tujuan agar dapat menghasilkan data-data tambahan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati disekitar BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang yaitu data-data tambahan yang

menggambarkan tentang bagaimana pengawasan pengelolaan zakat di

BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.

1.6.2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data

dapat diperoleh (Arikunto, 2002:107). Maka penulis dalam hal ini

dapat mengambil data dari berbagai sumber seperti buku-buku maupun

karya tulis lainnya yang mendukung dan relevan dengan penulisan.

18

Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber

data sekunder. Adapun penjelasan lebih rincinya adalah sebagai

berikut:

a) Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

subyek penelitian dengan teknik pengambilan data langsung pada

subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2003:91).

Adapun teknik pengambilan data langsung pada subyek sebagai

sumber informasi yang dicari adalah melalui wawancara kepada

pimpinan pengelolaan zakat, dan observasi tentang pengawasan

pengelolaan zakat di BAZIS Kementerian Agama Kabupaten

Batang.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain,

tidak diperoleh langsung oleh peneliti dari subyek penelitiannya

(Azwar, 2005:91). Peneliti menggunakan data ini sebagai data

pendukung yang berhubungan dengan pengawasan pengelolaan

zakat di BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.

Sedangkan sumber data sekunder yang dimaksud di sini adalah

sumber berupa data yang berkaitan dengan permasalahan yang

penulis bahas. Seperti data dari buku-buku, dokumen-dokumen

19

atau catatan-catatan dan data lainnya yang bersifat menunjang

dalam penelitian ini.

1.6.3. Teknik Pengumpulan Data

Yang dimaksud dengan pengumpulan data adalah pencarian

dan pengumpulan data yang dapat dipergunakan untuk membahas

masalah yang terdapat dalam judul skripsi ini.

Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang untuk memperoleh data-data

yang diperlukan, penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

a) Observasi (Pengamatan)

Merupakan kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek

penelitian dengan menggunakan seluruh alat indera (mata, telinga,

mulut) secara langsung (Thohir, 2008: 30).

Teknik ini peneliti gunakan untuk mengamati proses

efektivitas pengawasan pengelolaan zakat di BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang terutama pada sistem pengawasannya.

b) Dokumentasi

Merupakan metode pengambilan data dengan menggunakan

barang-barang tertulis berupa buku-buku, peraturan-peraturan,

notulen rapat, catatan harian, majalah, jurnal dan hasil penelitian

sebelumnya (Thohir, 2008: 30).

20

Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh dokumen-

dokumen yang terkait dengan pengawasan pengelolaan zakat di

BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.

c) Interview (Wawancara)

Merupakan suatu proses tanya jawab oleh interviewer

(pewawancara) yang mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan

secara langsung yang satu dengan yang lainnya untuk memperoleh

informasi dari responden (Thohir, 2008: 31).

Wawancara ini dilakukan kepada subyek penelitian untuk

mendapatkan gambaran sejelas-jelasnya dan data-data yang ada di

BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.

1.6.4. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data, penulis

menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu gambaran atau lukisan

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena atau

hubungan antar fenomena yang diselidiki (Suprayogo, 2001: 136).

Sedangkan metode berfikir yang penulis gunakan dalam

menganalisis data adalah dengan metode berfikir induktif, yaitu

berangkat dari faktor-faktor yang khusus dan peristiwa-peristiwa

kongkrit, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai

sifat umum untuk ditarik kesimpulan. Proses penelitian ini berangkat

dari data empirik menuju kepada suatu teori konkrit dari hasil

penelitian tersebut. Jadi metode ini menggambarkan, menganalisa data

21

yang diperoleh dari hasil penelitian. Sedangkan caranya setelah data

terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kerangka

penelitian.

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, maka penulis perlu

menyusun sistematika sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan hasil

penelitian yang baik dan mudah dipahami. Adapun sistematika tersebut

adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan, dalam bab ini di uraikan hal-hal yang berkaitan

dengan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab II. Landasan teori skripsi yaitu penjelasan mengenai pengertian

efektivitas, pengertian pengawasan serta pokok-pokok zakat yang

berisi tentang pengertian zakat, dasar hukum zakat dan syarat-

syarat wajib zakat, asnaf yang berhak menerima zakat, serta tujuan

zakat dan hikmahnya.

Bab III. Berisi deskripsi mengenai objek penelitian dalam hal ini mencakup

gambaran umum di BAZIS Kementerian Agama Kabupaten

Batang mulai dari sejarah pendiriannya, visi, misi, struktur

organisasi, kegiatan usaha dan program-program lainnya.

Bab IV. Berisi analisis efektivitas pengawasan pengelolaan zakat di BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang dan analisis terhadap

22

kendala-kendala yang dihadap oleh BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang dalam pelaksanaan pengawasan pengelolaan

zakat.

Bab V. Penutup berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-

saran untuk BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.

BAB II

EFEKTIVITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN ZAKAT

2.1 Efektivitas Pengawasan Pengelolaan Zakat

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Kata efektivitas berasal dari bahasa inggris effect yang berarti

akibat. Dari kata effect ini berkembang suatu istilah yaitu effective.

Effective diartikan sebagai suatu yang berakibat. Jadi bila seseorang

bekerja secara efektif, hal ini karena orang tersebut mengharapkan apa

yang dikerjakannya menghasilkan akibat yang dikehendaki. Akibat

yang dikehendaki tersebut adalah akibat-akibat yang telah

direncanakan terlebih dahulu yang kemudian dijadikan tujuan

seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Pengertian efektivitas sering

kali mempunyai arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada

kerangka acuan yang dipakainya.

Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil

mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha

mewujudkan tujuan operasional. Menurut T. Hani Handoko (1996:7),

Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat

atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan.

Menurut Lipham dan Hoeh (1987) Efektivitas adalah suatu

kegiatan dari faktor pencapaian tujuan, yang memandang bahwa

23

24

efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan bersama bukan

pencapaian tujuan pribadi.

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa efektivitas berkaitan

dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapaiannya tujuan,

ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota. Efektivitas

biasanya berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat

pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya,

atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan

2.1.2 Konsep tentang Pengawasan

Manajemen berasal dari kata to manage, yang kalau

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki arti: mengurus,

membimbing dan mengawasi. Manajemen dipandang oleh banyak

orang yang mempengaruhi pencapaian suatu tujuan. Pengelolaan

tujuan yang baik akan mendukung bagi keberhasilan pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen dipraktekkan baik

diperusahaan, badan-badan pemerintah maupun organisasi

kemasyarakatan.

Menurut pendapat G.R Terry dan Leslie W. Rue (2000:1),

Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang

melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang

kearah tujuan-tujuan organisasi atau maksud-maksud yang nyata. Hal

lain yang dikemukakan Malayu S.P. Hasibuan (2003:10),Manajemen

adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

25

manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk

mencapai suatu tujuan tertentu.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

manajemen adalah suatu proses kegiatan untuk menggerakkan

sekelompok orang dan mengarahkan segenap fasilitas untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Ini berarti manajemen meliputi aktivitas-

aktivitas mulai dari perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan

dan mengawasi dimana aktivitas-aktivitas itu merupakan suatu proses

untuk mengelola sumber daya manusia dalam suatu organisasi untuk

mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Fungsi manajemen tidak akan pernah terlepas dari

pengelolaan manajemen suatu organisasi serta penerapannya harus

disesuaikan dengan situasi yang berlaku pada organisasi. Dalam

penelitian ini peneliti akan memfokuskan perhatian pada satu fungsi

manajemen yaitu pengawasan.

1. Pengertian Pengawasan

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen

yang perlu diupayakan dalam mencapai tujuan organisasi yang

efektif. Dengan adanya pengawasan dapat mencegah sedini

mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan,

hambatan, kesalahan, kegagalan dalam pencapaian tujuan dan

pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Untuk memperoleh pengertian

pengawasan lebih lanjut, peneliti akan mengkaji beberapa teori

26

yang bersangkutan. Menurut Manullang (2002:173) Pengawasan

adalah suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah

dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi, dengan

maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana

semula.

Menurut Hasibuan (2005:242) Pengawasan adalah

pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanan kerja bawahan,

agar rencan-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-

tujuan perusahaan dapat terselenggara.

Robert J. Mockler sebagaimana dikutip oleh T. Hani

Handoko (1995:360) sebagai berikut: Pengawasan manajemen

adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar

pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem

informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan

standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan

mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil

tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua

sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif

dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan.

Menurut George R. Terry dan Leslie W. Rie (2001:10)

dalam bukunya dasar-dasar manajemen, Controlling adalah untuk

mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-

27

sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan

korektif bila perlu.

Menurut Lanri (2003) ialah suatu kegiatan untuk

memperoleh kepastian apakah pelaksanaan pekerjaan atau

kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana semula (Husaini

Usman, 2006:401).

Sedangkan menurut Mahmud Hawari, pengawasan

adalah mengetahui kejadian-kejadian yang sebenarnya dengan

ketentuan dan ketetapan peraturan, serta menunjuk secara tepat

terhadap dasar-dasar yang telah ditetapkan dalam perencanaan

semula.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengawasan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan seorang

pimpinan untuk mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi kerja

personil dengan menggunakan metode dan alat tertentu dalam

usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila

terjadi penyimpangan atau kesalahan dalam pelaksanaan tugas

dapat segera diadakan tindakan perbaikan, sehingga tujuan yang

ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

Pengawasan sangatlah penting untuk dilaksanakan,

karena dengan pengawasan dapat menjaga agar pelaksanaan

kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam

rangka pencapaian tujuan. Melalui pengawasan dapat dilakukan

28

penilaian apakah suatu entitas telah melaksanakan kegiatan sesuai

dengan tugas dan fungsinya secara hemat, efisien dan efektif, serta

sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan

ketentuan yang berlaku. Adanya pengawasan yang baik juga

merupakan usaha untuk menuju pencapaian efektivitas sehingga

dapat memenuhi target produksinya dengan maksimal dan tujuan

yang diinginkan lembaga dapat tercapai secara efektif.

2. Tujuan Pengawasan

Kegiatan pengawasan dilaksanakan pastinya untuk

mencapai tujuan tertentu, seperti yang diungkapkan oleh

Harbangan Siagian (1993:106), Tujuan utama dari pengawasan

ialah mengusahakan supaya apa yang direncanakan dapat menjadi

kenyataan. Pengawasan pada taraf pertama bertujuan supaya

pelaksanaan kerja sesuai dengan instruksi-instruksi yang

diberikan, dan mencari kelemahan-kelemahan serta kesulitan-

kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana dan taraf

kedua mencari tindakan perbaikan baik sekarang maupun waktu

yang akan datang, serta menjaganya agar jangan terulang lagi.

Sedangkan menurut Eri Sudewo, Tujuan pengawasan

adalah menjamin tercapainya tujuan organisasi. Dengan cara

mengembalikan atau meluruskan berbagai penyimpangan yang

terjadi.

29

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

tujuan pengawasan adalah untuk mendukung kelancaran kegiatan

dalam suatu organisasi dan mencegah secara dini terjadinya

penyelewengan-penyelewengan sehingga akan tercipta efisiensi

kerja yang akhirnya tujuan organisasi dapat tercapai.

Pengawasan yang baik, tidak hanya dilakukan sesudah

selesainya kegiatan atau proses, melainkan dilakukan sejak

kegiatan itu dimulai, dengan maksud supaya setiap ada

penyimpangan segera dapat dianalisis dan kemudian diperbaiki,

sehingga hal-hal yang tidak diinginkan segera dapat diatasi,

akibatnya kerugian-kerugian dapat dihindarkan.

3. Bentuk-bentuk Pengawasan

Pengawasan secara praktis dibedakan menjadi yaitu,

pengawasan awal, pengawasan berjalan dan pengawasan akhir

(Eri Sudewo, 2004:143-144).

a. Pengawasan awal

Pengawasan awal adalah pengawasan yang dilakukan

sejak berjalannya organisasi sehingga penyimpangan dapat

dihindarkan sejak awal kegiatan. Pengawasan ini dapat

dilakukan sejak tahap perencanaan, sikap antisipasi terhadap

kemungkinan adanya masalah dan dirancang metode

penanggulangannya. Pengawasan aktif semacam ini akan

mengurangi tingkat masalah yang timbul dikemudian hari.

30

b. Pengawasan berjalan

Pengawasan berjalan adalah pengawasan yang

dilakukan selama pengawasan berlangsung. Pengawasan ini

merupakan tindak lanjut dari pengawasan awal dengan

persiapan antisipasi jika terjadi kesalahan atau penyimpangan.

Dengan adanya pengawasan ini kekeliruan atau kesalahan

akan dapat ditekan. Pengawasan berjalan bisa berbentuk

permintaan laporan sementara atau inspeksi mendadak.

Pengawasan ini dianggap efektif dalam pengawasan

penggunaan keuangan. Namun, pengawasan mendadak tidak

selamanya tepat, apalagi dilakukan oleh orang yang tidak

kompeten. Tidak jarang inspeksi mendadak justru akan

menimbulkan masalah baru yang sebelumnya tidak

diprediksikan. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan dahulu sebelum

melakukan pengawasan berjalan modal inspeksi mendadak.

c. Pengawasan akhir

Pengawasan akhir adalah pengawasan yang dilakukan

diakhir kegiatan. Pengawasan biasanya tidak bersifat aktif

karena temuan penyimpangan hanya menjadi bahan evaluasi

untuk pelaksanaan kegiatan berikutnya. Untuk itu, pengawasan

yang lebih bermanfaat adalah pengawasan awal dan

pengawasan berjalan karena bisa langsung meluruskan

kegiatan.

31

4. Tahap-tahap Pengawasan

Dalam melaksanakan pengawasan suatu pekerjaan selalu

terdapat urutan atau langkah-langkah yang harus dilalui dalam

melaksanakan tugas. Demikian juga dalam pelaksanaan tugas

pengawasan, untuk mempermudah pelaksanaan dalam merealisasi

tujuan harus pula dilalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan.

Menurut pendapat Sondang P. Siagian (2005:128),

Pengawasan akan berjalan dengan lancar apabila proses dasar

pengawasan diketahui dan ditaati, proses dasar itu adalah:

a. Penentuan standar hasil kerja

Standar hasil pekerjaan merupakan hal yang amat penting

ditentukan karena terhadap standar itulah hasil pekerjaan

dihadapkan dan diuji. Tanpa standar yang ditetapkan secara

rasional dan obyektif, pimpinan tidak akan mempunyai kriteria

terhadap mana hasil pekerjaan, sehingga dapat mengatakan

bahwa hasil yang dicapai memenuhi tuntutan rencana atau

tidak.

b. Pengukuran hasil pekerjaan

Perlu ditekankan terlebih dahulu bahwa karena pengawasan

ditujukan kepada seluruh kegiatan yang sedang berlangsung,

sering tidak mudah melakukan pengukuran hasil kerja para

anggota organisasi secara tuntas dan final. Namun demikian

melalui pengawasan harus dapat dilakukan pengukuran hasil

32

prestasi kerja, meskipun sementara sifatnya. Pengukuran

sementara demikian menjadi sangat pentingt karena ia akan

memberi petunjuk tentang ada tidaknya gejala-gejala

penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan.

c. Koreksi terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi

Meskipun bersifat sementara, tindakan korektif terhadap gejala

penyimpangan, penyelewengan dan pemborosan harus bisa

diambil.

5. Karakteristik-karakteristik Pengawasan yang Efektif

Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus

memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Menurut T. Hani Handoko

(1995:373) karakteristik-karakteristik pengawasan yang efektif

dapat lebih diperinci sebagai berikut:

a. Akurat

Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data

yang tidak akurat dari sistem pengawasan dapat menyebabkan

organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru atau

bahkan menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.

b. Tepat waktu

Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi

secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.

33

c. Obyektif dan menyeluruh

Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta

lengkap.

d. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategic

Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-

bidang dimana penyimpangan-penyimpangan dari standar

paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan

paling fatal.

e. Realistik secara ekonomis

Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah, atau

paling tidak sama, dengan kegunaan yang diperoleh dari

sistem tersebut.

f. Realistik secara organisasi

Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan

kenyataan-kenyataan organisasi.

g. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi

Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja

organisasi, karena (1) setiap tahap dari proses pekerjaan dapat

mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan

(2) informasi pengawasan harus sampai pada seluruh

personalia yang memerlukannya.

34

h. Fleksibel

Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan

tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan

dari lingkungan.

i. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional

Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi

atau deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang

seharusnya diambil.

j. Diterima para anggota organisasi

Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan

kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan

otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.

2.2 Pengelolaan Zakat

2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

1. Pengertian Zakat

Zakat menurut bahasa artinya berkah, tumbuh, bersih,

suci dan baik (Mursyidi, 2003:75). Syara memakai kata tersebut

untuk kedua arti ini. Pertama, dengan zakat diharapkan akan

mendatangkan kesuburan pahala. Kedua, zakat itu merupakan

suatu kesucian dari kikir dan dosa (Hasbi Ash-Shiddieqy, 2009:3).

Allah SWT berfirman:

Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan

jiwa itu. (Q.S Al-Syam: 9).

35

Sedangkan zakat menurut istilah, definisi zakat dalam

kajian fikih, sebagaimana ditulis oleh beberapa fuqoha (ahli

fikih), tercatat beberapa redaksi yang memiliki maksud yang

relatif sama. Di antara definisi yang dikemukakan oleh para

fuqoha adalah:

Menurut Asy-Syaukani, Zakat adalah:

.

Artinya : Zakat adalah pemberian sebagian harta yang telah

mencapai nishab kepada orang fakir dan sebagainya

dan tidak mempunyai sifat yang dapat dicegah syara

untuk mentasharufkan kepadanya (Hasbi Ash-

Shiddiqy, 2009:5).

Menurut Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi mengatakan,

.

Artinya : Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari

harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu

untuk diberikan kepada golongan tertentu.

Menurut Sayyid Sabiq, Zakat adalah suatu sebutan dari

suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang untuk fakir miskin.

Dinamakan zakat, karena dengan mengeluarkan zakat di dalamnya

terkandung harapan untuk memperoleh berkah, pembersihan jiwa

dari sifat kikir bagi orang kaya atau menghilangkan rasa iri hati

orang-orang miskin dan memupuknya dengan berbagai kebajikan

(Asnaini, 2008: 27).

36

Menurut Elsi Kartika Sari, Zakat adalah nama suatu

ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah

kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak

menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam (Elsi Kartika

Sari, 2006: 10).

Menurut Ahmad Rofiq, Zakat adalah ibadah dan

kewajiban sosial bagi para aghniya (hartawan) setelah

kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan rentang waktu

setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan

dalam ekonomi. Menurut Umar bin al-khathab, zakat disyariatkan

untuk merubah mereka yang semula mustahik (penerima) zakat

menjadi muzakki (pemberi / pembayar zakat) (Ahmad Rofik, 2004:

259).

Menurut Didin Hafidhudin (2002:7), Zakat adalah bagian

dari harta dengan persyaratan tertentu yang Allah SWT

mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang

berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

a. Zakat merupakan harta umat untuk umat, dari orang yang wajib

membayarnya kepada orang yang berhak menerimanya.

37

b. Zakat dapat membersihkan jiwa para muzakki dari sifat-sifat

kikir, tamak serta membersihkan diri dari dosa dan sekaligus

menghilangkan rasa iri dan dengki si miskin kepada si kaya.

c. Dengan zakat dapat membentuk masyarakat makmur dan

menumbuhkan penghidupan yang serba berkecukupan.

2. Dasar Hukum Zakat

Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa zakat

merupakan ibadah yang diwajibkan kepada setiap muslim yang

berkaitan dengan harta dengan syarat-syarat tertentu.

Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar hukum wajib

zakat, antara lain:

a. Al-Quran

1) QS. Al-Baqarah: 43

Artinya : Dan dirikanlah shalat tunaikanlah zakat dan

rukulah bersama orang-orang yang ruku

(Departemen RI,tt: 8).

2) QS. At-Taubah: 103

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,

dengan zakat itu kamu membersihkan dan

mensucikan mereka (Departemen Agama RI :

297).

38

3) QS. Al-Baqarah: 267

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah

(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu

yang baik-baik dan sebagian dari apa yang

Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan

janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu

kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu

sendiri tidak mau mengambilnya melainkan

dengan memincingkan mata terhadapnya. dan

ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha

Terpuji.

b. Al-Hadits

Selain al-Quran, zakat juga didasarkan pada hadits

Rasulullah SAW. Adapun hadits yang berhubungan dengan

zakat di antaranya:

1) Hadits yang diriwayatkan oleh jamaah dari Ibnu Abbas

r.a., ketika Nabi SAW mengutus Muadz bin Jabal ke

Yaman, yang berbunyi:

:

:

.

39

Artinya : Dari Ibnu Abbas r.a. sesungguhnya Nabi telah

mengutus Muadz bin Jabal ke negeri Yaman,

Nabi Muhammad SAW bersabda: Serulah

(ajaklah) mereka untuk mengakui bahwa tidak

ada Tuhan selain Allah dan bahwa saya

(Muhammad) adalah utusan Allah. Jika mereka

menerima itu, maka beritahukanlah bahwa

Allah telah mewajibkan bagi mereka shalat lima

waktu dalam sehari semalam. Jika hal ini telah

mereka taati, sampaikanlah bahwa Allah SWT

mewajibkan zakat pada harta benda mereka,

yang diambil dari orang-orang kaya dan

diberikan kepada fakir miskin di antara

mereka (HR. Bukhari).

2) Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari

Ibnu Umar.

:

:

.

Artinya: Dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda:

Islam didasarkan pada lima sendi yaitu

mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah

dan bahwasannya Muhammad itu utusan Allah,

dan mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,

haji dan puasa di bulan Ramadhan (HR.

Bukhari).

c. Ijma

Imam-imam madzhab dan mujtahid mempunyai

peranan yang besar dalam pemecahan-pemecahan masalah

zakat yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang sharih. Ijma

menurut istilah ushul fiqh adalah kesepakatan seluruh mujtahid

di kalangan umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah

SAW wafat atas hukum syara mengenai suatu kejadian

(Abdullah Wahab Khalaf, 1994:56). Ijma di sini sepakat

40

bahwa zakat adalah wajib bahkan para sahabat Nabi sepakat

untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan

zakat. Dengan demikian siapa yang mengingkari wajibnya

(kefardhuannya) berarti dia kafir (Wahban al-Zuhayly,

1995:90).

3. Syarat-syarat Wajib Zakat

Zakat mempunyai beberapa syarat wajib. Menurut

kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah muslim, merdeka,

baligh, berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nisab

dan mencapai haul. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai syarat

wajib tersebut, akan diuraikan sebagai berikut:

a. Muslim

Tidak ada kewajiban zakat atas orangorang kafir,

karena zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang

utama (Departemen Agama RI, 2008:74).

b. Merdeka

Hamba (budak) tidak wajib membayar zakat, sebab

tidak mempunyai hak milik yang sempurna. Demikian juga

hamba yang dijinakkan untuk dimerdekakan, belum

berkewajiban berzakat, sebab belum mempunyai hak milik

yang penuh (Moh. Rofai, 1978:124).

41

c. Baligh dan Berakal

Keduanya dipandang sebagai syarat oleh madzhab

Hanafi. Dengan demikian zakat tidak wajib diambil dari harta

anak kecil dan orang gila, sebab keduanya tidak termasuk

dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah, seperti

shalat dan puasa, sedangkan menurut Jumhur, keduanya bukan

merupakan syarat (Wahbah al-Zuhayly, 1995:98).

d. Kepemilikan Harta yang Penuh

Kepemilikan harta yang penuh (sempurna) artinya harta

itu di bawah kontrol dan kekuasaan orang yang wajib zakat

atau berada di tangannya, tidak bersangkut di dalamnya hak

orang lain, secara penuh ia dapat bertindak hukum dan

menikmati manfaat harta itu (Abdul Aziz Dahlan, 1993:88).

Berdasarkan pengertian di atas, maka seorang pedagang

belum dikenai zakat apabila barang itu belum sampai ke

tangannya, begitu pula barang yang dirampok atau dicuri orang

tidak wajib dizakatkan, karena belum dikembalikan kepada

pemiliknya.

e. Mencapai nisab

Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib

dikeluarkan zakatnya (Muhammad Daud Ali, 1988:41).

Berdasarkan ketetapan syara, nisab yang ditetapkan syara

untuk setiap jenis harta berbeda-beda. Misalnya untuk emas

42

ditetapkan 20 dinar (satu dinar lebih kurang 4,5 gram emas).

Kambing 40 ekor, sapi 30 ekor, dan unta 5 ekor (Abdul Aziz

Dahlan, 1993:89). Dengan ketentuan di atas, harta yang belum

sampai nisab tidak dikenakan zakat.

f. Mencapai Haul

Haul dari segi kata berarti kekuatan, kekuasaan, daya,

upaya, perubahan, perpindahan, tahun dan pemisah.

Menyangkut zakat, haul berarti berlakunya waktu dua belas

bulan hijriyah terhadap harta yang wajib dizakati si pemilik

(muzakki) (Ensiklopedi Islam II, 1993:105).

Haul menjadi salah satu syarat harta yang wajib

dizakati hanya dikenakkan pada harta yang sifatnya

berkembang, seperti emas, perak, uang, binatang ternak dan

harta perniagaan (Hasby Ash-Shiddiedy, 1999:38). Tetapi

masalah zakat ditetapkan sebagai kewajiban perwaktu tertentu

lamanya satu tahun. Oleh karenanya zaman berganti,

penghasilan berubah dan kebutuhan yang bersangkutan

berubah-ubah, jarak waktu seperti itu betul-betul logis, dimana

pertumbuhan bisa terjadi, perdagangan menghasilkan

keuntungan, ternak menjadi beranak pinak, yang kecil menjadi

besar dan seterusnya. Jarak waktu satu tahun sangat logis,

karena dalam waktu tersebut dapat diketahui perkembangan

harta yang dimiliki. Hal ini sebagaimana pernyataan mujtahid

43

besar Ibnu Qayyim tentang pedoman yang diberikan Rasulullah

mengenai zakat. Beliau hanya mewajibkan zakat itu satu kali

dalam setahun dan satu tahun buat tanaman dan buah-buahan

adalah waktu matangnya. Ini sangatlah adil, sebab bila

diwajibkan sekali sebulan atau seminggu, akan menyakiti

pemilik kekayaan, tetapi bila diwajibkan sekali seumur hidup

akan menyakiti orang-orang miskin. Oleh karena itu, yang

paling adil adalah mewajibkan sekali dalam setahun (Yusuf

Qardhawi, 1999:164). Dari ketentuan tersebut, maka harta yang

telah mencapai nisab dan berlalu satu tahun dimiliki maka

wajib dikeluarkan zakatnya.

4. Asnaf yang Berhak Menerima Zakat

Yang berhak menerima zakat adalah delapan golongan

(asnaf), baik zakat fitrah maupun zakat mal, sebagaimana

diterangkan dalam al-Quran Q.S. al-Taubah: 60:

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-

orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus

zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,

untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang

dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang

diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Bijaksana. (Departemen Agama RI, 1989:288).

44

Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan

pengertian delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat

sesuai ayat tersebut.

a. Fakir

Orang yang tergolong fakir adalah orang yang amat

sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga serta

fasilitas yang dapat digunakan sebagai alat untuk memenuhi

kebutuhsn pokok (Sayid Sabiq, 1968:107).

Fakir menurut madzhab Syafii dan Hambali adalah

orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan yang

cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Wahbah al-

Zuhayly, 1995:280).

b. Miskin

Kelompok ini merupakan kedua penerima zakat.

Orang yang dikategorikan sebagai miskin adalah orang yang

tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.

Orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan tetapi

penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi hajat

hidupnya (Wahbah al-Zuhayly, 1995:281). Jadi fakir miskin

adalah sama dalam arti tidak memperoleh kecukupan hidup,

perbedaannya hanya terletak pada intensitasnya.

45

c. Amil

Secara bahasa amil berarti pekerja (orang yang

melakukan pekerjaan). Dalam istilah fikih, amil adalah orang

yang diangkat oleh pemerintah untuk mengumpulkan dan

mendistribusikan zakat kepada orang yang berhak

menerimanya (Departemen Agama RI, 2008:88).

d. Muallaf

Muallaf berarti orang yang dijinakkan hatinya agar

tetap berada dalam keislamannya. Artinya, ia memerlukan

masa yang cukup untuk memantapkan keyakinannya dalam

agama yang baru dianutnya. Untuk itu, ia membutuhkan

sumbangan dana tertentu (Hasan Saleh, 2008:161).

Muallaf ada 4 macam yaitu:

1) Muallaf muslim ialah orang yang masuk Islam tetapi

niatnya atau imannya masih lemah, maka diperkuat dengan

memberi zakat.

2) Orang yang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan

ia terkemuka dikalangan kaumnya, dia diberi zakat dengan

harapan kawan-kawan akan tertarik masuk Islam.

3) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kaum

kafir di sampingnya.

4) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang

membangkang membayar zakat.

46

e. Riqab

Riqab arinya budak yang dimerdekan. Maksudnya

adalah karena Islam tidak menyukai adanya perbudakan, maka

melalui instrument zakat inilah, budak-budak dibebaskan,

sehingga menjadi merdeka dan memiliki kesetaraan dengan

yang lain (Ahmad Rofiq, 2004: 280).

f. Gharim

Gharim adalah orang yang berhutang karena untuk

kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup

membayarnya (Departemen Agama RI, 2008:91).

Madzhab Hanafi mengatakan bahwa orang yang

berhutang ialah orang-orang yang betul-betul memiliki utang

dan tidak mempunyai apa-apa selain utangnya, sedangkan

madzhab Maliki mengatakan bahwa orang yang berhutang

adalah orang yang benar-benar dililit hutang sehingga tidak

bisa melunasi hutangnya (Wahbah al-Zuhayly, 1995:287).

g. Sabilillah

Sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah

tanpa mendapatkan gaji (Al-Imam Taqidyuddin, 1984:144).

Secara harfiah, kata sabilillah, berarti jalan Allah. Bila

dihubungkan dengan kata fi, maka yang dimaksud dengan fi

sabilillah adalah kelompok yang melakukan kegiatan untuk

kepentingan menegakkan agama Allah. Di saat perang,

47

sabilillah berarti perang melawan musuh Islam. Sedangkan

dalam keadaan damai, sabilillah berarti usaha untuk

kepentingan menegakkan agama Allah (Kalimatullah) (Hasan

Saleh, 2008:162).

h. Ibnu Sabil

Secara bahasa Ibnu sabil terdiri dari dua kata: ibnu

berarti anak dan sabil yang berarti jalan. Jadi ibnu sabil

adalah anak jalan, maksudnya orang yang sedang dalam

perjalanan. Yang dimaksud dengan perjalanan di sini adalah

perjalanan yang bukan maksiat (Departemen Agama RI,

2008:93).

Dalam hal ini, Hasby juga berpendapat bahwa yang

dimaksud ibnu sabil yaitu anah-anak yang ditinggalkan di

tengah-tengah jalan oleh keluarganya (anak buangan),

hendaknya anak itu diambil dan dipelihara dengan harta yang

diperboleh dari bagian ini. Termasuk di dalamnya mereka

yang tidak mempunyai rumah tangga bergelandangan di jalan

raya, tidak tentu tempat tinggalnya dan tidak mempunyai

usaha yang dapat menghasilkan nafkah hidupnya (Hasby Ash-

Shiddieqy, 2009:168).

Demikianlah kelompok-kelompok yang berhak menerima

zakat dimana ada sebagian katagori yang mengalami perluasan

makna. Perluasan ini seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan,

48

teknologi, ekonomi dan sosial budaya, dengan syarat tidak

menyimpang dari arti dan tujuan utama disyariatkannya zakat.

5. Tujuan Zakat dan Hikmahnya

a. Tujuan Zakat

Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang

mempunyai kedudukan sangat penting. Hal ini dapat dilihat

dari segi tujuan dan fungsi zakat dalam meningkatkan martabat

hidup manusia dan masyarakat. Zakat mempunyai tujuan-

tujuan yang dapat ditinjau dari berbagai aspek, di antaranya

adalah:

1) Hubungan Manusia dengan Allah

Zakat sebagai salah satu sarana beribadah kepada

Allah. Sebagaimana halnya sarana-sarana lainnya yang

berfungsi mendekatkan diri kepada Allah, makin taat

manusia menjalankan dan meninggalkan perintah Allah

maka, ia makin dekat dengan Allah.

2) Hubungan Manusia dengan Dirinya

Zakat merupakan salah satu cara memberantas

pandangan hidup materialistis. Dengan melaksanakan

zakat, manusia dididik untuk melepaskan sebagian harta

benda yang dimilikinya dan secara pelan-pelan

menghilangkan pandangan hidupnya yang menjadikan

49

materi sebagai tujuan hidup. Dengan demikian zakat

mempunyai peranan menjaga manusia dari kerusakan jiwa.

3) Hubungan Manusia dengan Manusia Lain

Di dalam masyarakat selalu terdapat tingkat

kemampuan dalam bidang ekonomi, sehingga melahirkan

adanya golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi

kuat. Di sini zakat mengecilkan jurang perbedaan ekonomi

antara si kaya dengan si miskin. Sebagian harta kekayaan

golongan kaya akan mengalir membantu dan

menumbuhkan kehidupan ekonomi golongan yang miskin,

sehingga golongan miskin dapat terperbaiki keadaan

ekonominya.

4) Hubungan Manusia dengan Harta Benda

Zakat apabila dilaksanakan dalam masyarakat,

maka hal ini merupakan penegasan bahwa harta kekayaan

itu mempunyai fungsi sosial. Zakat merupakan sarana

pendidikan bagi manusia bahwa harta benda atau materi itu

bukanlah tujuan hidup dan bukan hak milik mutlak dari

manusia yang memilikinya, tapi merupakan titipan Allah,

yang harus dipergunakan sebagai alat untuk mengabdikan

diri kepada Allah dan sebagai alat bagi manusia untuk

menjalankan perintah agama di dalam segala aspeknya

(Ahmad Azhar Basyir, 1997:217).

50

b. Hikmah Zakat

Kesenjangan penghasilan rezeki dan mata

pencaharian merupakan kenyataan yang tidak dapat

dipungkiri. Allah melebihkan sebagian golongan dari sebagian

yang lain dalam hal rezeki. Allah mewajibkan orang yang kaya

untuk memberikan hak yang wajib kepada orang fakir,

disebutkan dalam Al-Quran Q.S. al-Dzariyat: 19:

Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang

miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak

mendapat bagian.

Adapun hikmah zakat antara lain sebagai berikut:

1) Zakat dapat menjaga dan memelihara harta dari incaran

mata dan tangan para pendosa dan pencuri.

2) Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan

orang-orang yang sangat memerlukan bantuan.

3) Zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil.

4) Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat

harta yang telah dititipkan pada seseorang (Wahbah Al-

Zuhayly, 1995:86).

2.2.2 Pengelolaan Zakat secara Profesional

Pengelolaan zakat maksudnya lembaga yang bertugas secara

khusus untuk mengurus dan mengelola zakat. Dalam konteks al-

51

Quran, pengelola zakat disebut amil. Amil zakat merupakan lembaga

pengelola zakat yang dituntut bekerja secara profesional.

Menurut Sahal Mahfud, pengelolaan zakat profesional

memerlukan tenaga yang terampil, menguasai masalah-masalah yang

berhubungan dengan zakat, jujur dan amanah (Sahal Mahfud,

1994:145-146).

Zakat termasuk kekayaan rakyat yang diatur oleh pemerintah.

Zakat tidak boleh ditunda-tunda karena zakat laksana titipan orang-

orang miskin pada orang-orang kaya. Apabila pembangkang zakat

adalah orang perorangan (individual), maka pemerintah berwenang

bahkan berkewajiban untuk memaksanya. Karena zakat wajib

dilaksanakan, rela ataupun tidak, pemerintah memiliki wewenang

memaksa untuk memungutnya. Pada prinsipnya zakat dilakukan

dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT. dan mencari ridho-

Nya.

Istilah pengelolaan berasal dari kata mengelola yang berarti

mengendalikan atau menyelenggarakan. Sedangkan pengelolaan

berarti proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan

tenaga orang lain, atau dapat juga diartikan proses pemberian

pengawasan pada suatu hal yang terlibat dalam pelaksanaan

kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.

Pengelolaan adalah proses mengelola yang melakukan

kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain. Jika

52

pengelolaan dilakukan secara efektif maka akan berjalan secara lebih

terarah dan teratur rapi.

Dalam kaitannya dengan zakat, proses tersebut meliputi

pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan serta pengawasan.

Dengan demikian yang dimaksud pengelolaan zakat adalah proses

pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan serta pengawasan

dalam pelaksanaan zakat.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38

Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud Pengelolaan

Zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengawasan terhadap pendistribusian serta

pendayagunaan zakat (Mahmudi, 2009:163).

Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip yang

harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan itu dapat berhasil guna

sesuai dengan yang diharapkan, yakni prinsip keterbukaan, sukarela,

keterpaduan, profesionalisme dan kemandirian (Djazuli dan Yadi

Janwari, 2002:46).

Prinsip yang pertama adalah keterbukaan artinya dalam

pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah hendaknya dilakukan secara

terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum, hal ini perlu dilakukan

untuk mendapat kepercayaan dan sebagai salah satu dari sistem

pengawasan eksternal.

53

Prinsip kedua adalah sukarela, berarti dalam pemungutan dan

pengumpulan zakat, infaq dan shadaqah hendaknya senantiasa

berdasarkan pada prinsip sukarela pada umat Islam yang menyerahkan

harta zakat, infaq dan shadaqah. Proses pengumpulan lebih diarahkan

pada motivasi yang bertujuan memberikan kesadaran pada umat Islam

agar membayar kewajiban.

Prinsip ketiga dalam pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah

adalah prinsip keterpaduan. BAZIS/LAZIS sebagai sebuah organisasi

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mesti dilakukan secara

terpadu di antara komponen-komponennya yang terdiri dari dewan

pertimbangan, dewan pengawas dan badan pelaksana.

Prinsip keempat adalah profesionalisme, berarti bahwa dalam

pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang ahli di bidangnya,

baik dalam administrasi, keuangan dan lain sebagainya. Selain itu

pengelola dituntut memiliki keunggulan dan tanggung jawab.

Prinsip terakhir dalam pengelolaan zakat adalah kemandirian,

prinsip ini sebenarnya kelanjutan dari prinsip profesionalisme, maka

diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan

mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu

batuan dari pihak lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat adalah

orang atau badan yang ditunjuk dan diangkat oleh pemerintah untuk

merencanakan, menghimpun, mengelola dan mendistribusikan serta

54

membina para muzakki dan mustahiq secara baik, terencana,

terkontrol, dan terevaluasi, sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

Untuk mendapatkan pengelolaan zakat yang berkualitas serta mampu

menjalankan tugas secara baik, maka perlu ketentuan yang harus

dipenuhi oleh seseorang sebelum ditunjuk dan diangkat sebagai

pengelola zakat tersebut.

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang dapat

ditunjuk dan diangkat untuk menjadi pengelola zakat adalah sebagai

berikut:

1. Islam

2. Mukallaf, karena akan mempertanggung jawabkan semua

palaksanaan tugasnya

3. Jujur, karena akan memikul dan menjalankan amanah umatnya

4. Memahami Hukum yang berkaitan dengan zakat

5. Mampu melaksanakan tugas sebagai amil (Abdul Aziz Dahlan,

1996:96).

Dengan demikian zakat akan terkontrol dan terkelola secara

baik dan dapat mencapai tujuannya secara maksimal.

55

BAB III

GAMBARAN UMUM BADAN AMIL ZAKAT INFAQ SHADAQAH

(BAZIS) KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN BATANG

TAHUN 2010-1011

3.1 Profil BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang

3.1.1 Letak Geografis BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang

Kabupaten Batang terletak di Pesisir Utara Provinsi Jawa

Tengah. Kabupaten Batang, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Pantai Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten

Banjarnegara

Sebelah Barat : Kabupaten Pekalongan dan Kota

Pekalongan

Sebelah Timur : Kabupaten Kendal

Keberadaan Kantor BAZIS terletak di Jl. Perintis

Kemerdekaan No. 14 Batang, terletak di pusat kota dan depan Kantor

Kecamatan Kota Batang serta Gedung Balai Desa Watusalet, dengan

batas-batas wilayah sebagai berikut:

Batas-batas Wilayah Kantor BAZIS :

Sebelah Utara : Jalan Raya

Sebelah Selatan : Rumah Penduduk dan Lapangan

Sebelah Barat : Rumah Penduduk dan Pertokoan

Sebelah Timur : Koramel

56

(Wawancara dengan Drs. H. Darwanto, sebagai sekretaris BAZIS

tahun 2010).

3.1.2 Sejarah Singkat BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang

Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Kementerian

Agama Kabupaten Batang berdiri pada tahun 1990 sesuai dengan surat

keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang No.

Kd.11.25/7/BA.03.2/1858/2005 tentang pengangkatan pengurus Badan

Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Kementerian Agama

Kabupaten Batang. Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS)

Kementerian Agama Kabupaten Batang dibentuk untuk mencapai daya

guna, hasil guna, dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Zakat,

Infaq, Shodaqoh (ZIS).

Kemudian masa bakti pengurus BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang adalah 3 tahun. Pada periode (2010-2013) ketua

Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Kementerian Agama

Kabupaten Batang dijabat oleh H. Sugiedi, S.H. Sesuai dengan surat

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang No.

Kd.11.25/7/BA.03.2 /607/2010 tanggal 22 Maret 2010 tentang

pengangkatan pengurus Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah

(BAZIS) Kementerian Agama Kabupaten Batang masa bakti 2010-

2013.

57

Seiring berjalannya waktu BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang mengalami peningkatan dalam hal pengumpulan

dan pengelolaan dana Zakat, Infaq, Shodaqoh (ZIS). Hal ini dibuktikan

dengan semakin bertambahnya perolehan dan meningkatnya pula dana

(Wawancara dengan H. Sugiedi, S.H ketua BAZIS Kementerian

Agama Kabupaten Batang).

3.1.3 Visi dan Misi BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang

1. Visi

Mewujudkan pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang yang tepat guna,

berdaya guna dan berhasil guna berdasarkan asas keadilan,

tanggung jawab dan keterbukaan.

2. Misi

a. Menumbuhkan pemahaman masyarakat akan arti pentingnya

zakat, infaq dan shadaqah

b. Melayani masyarakat dalam melakukan transaksi zakat, infaq

dan shadaqah secara arif dan bersahaja

c. Mengelola zakat, infaq dan shadaqah secara professional,

berbasis manajemen modern dan syariah

d. Memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat ekonomi lemah (dhuara).

58

3.1.4 Tujuan, Struktur dan Fungsi BAZIS Kementerian Agama

Kabupaten Batang

1. Tujuan BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang

a. Meningkatnya kualitas BAZIS Kementerian Agama Kabupaten

Batang dengan berbasis pada manajemen modern.

b. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang

c. Meningkatnya operasionalisasi kinerja pengelolaan BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang.

d. Terlaksananya pentasyarufan dan pendistribuasian dana BAZIS

Kementerian Agama Kabupaten Batang sesuai dengan syariat

Islam (Dokumentasi Visi, Misi dan Tujuan tahun 2010).

59

2. Struktur BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang

STRU