skripsi jadi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembangunan hampir dipastikan akan membawa dampak
yang meluas pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti
dikemukakan Soerjono Soekanto (Dikdik M. Arief mansur, 2009: 84)
bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana dan teratur yang
antara lain mencakup aspek-aspek politik, ekonomi, demografi psikologi,
hukum, intelektual maupun teknologi.
Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, pada masa
kini peradaban dunia dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi
informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir di semua bidang
kehidupan. Berkaitan dengan kemajuan teknologi informasi,manusia
dihadirkan dengan adanya fenomena baru yang mampu mengubah
hampir setiap aspek kehidupan, yaitu perkembangan teknologi informasi
melalui internet (interconnection network).
Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan
banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta
kenyamanan. Contoh sederhana, dengan menggunakan media internet
sebagai sarana pendukung dalam pembayaran tagihan telepon, tagihan
listrik, telah membuat konsumen semakin nyaman dan antri untuk
1
memperoleh layanan yang diinginkan karena proses pembayaran dapat
dilakukan di dalam rumah,kantor, bahkan di dalam kendaraan, begitu pula
tingkat keamanan dalam bertransaksi relatif terjamin karena transaksi
dilakukan secara online.
Kemudahan yang diperoleh melalui internet tentunya tidak menjadi
jaminan bahwa aktivitas yang dilakukan di media tersebut adalah aman
atau tidak melanggar norma. Di situlah kita harus jeli dalam melihat
permasalahan yang berkembang di dalam masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi khususnya teknologi media
internet tidak hanya memenuhi kebutuhan dan memberikan kenyamanan
bagi masyarakat yang menginginkan sesuatu yang praktis tapi juga
menyebabkan munculnya jenis-jenis kejahatan baru, yaitu dengan
memanfaatkan komputer dan media internet sebagai modus operandi.
Melalui media internet beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk
dilakukan seperti, tindak pidana pencemaran nama baik, pornografi,
pembobolan rekening, penipuan hingga tindak pidana perjudian
Kejahatan perjudian termasuk kejahatan yang hampir semua
lapisan masyarakat bisa melakukannya, mulai dari orang tua maupun
remaja. Yang marak terjadi sekarang ini adalah perjudian melalui media
online. Kejahatan perjudian yang biasanya dilakukan menggunakan alat
atau barang, sekarang bisa dilakukan melalui media internet. Dengan
menggunakan seperangkat komputer lengkap dengan sarana internet
2
yang terhubung dengan komputer lain, orang bisa mengakses website
yang telah berisi permainan-permainan yang merupakan sarana untuk
melakukan perjudian.
Banyak jenis permainan yang dapat diakses untuk melakukan
perjudian, tapi tidak sedikit yang bisa dibuktikan dan dapat dengan mudah
diidentifikasi, tidak demikian halnya untuk kejahatan yang dilakukan
dengan menggunakan komputer. Banyak situs yang dapat diakses untuk
melakukan perjudian contohnya online gambling, atau online casino dalam
situs www.altavista.com atau www.lycos.com.
Para pembuat situs perjudian yang beredar di media internet
sebagian besar merupakan orang asing atau bukan orang indonesia yang
berada di luar negeri seperti di amerika atau negara-negara maju lainnya,
membuat adanya keterbatasan kemampuan para penegak hukum di
indonesia dalam menindak tegas kejahatan perjudian melalui media
online. Para pengguna dengan bebas mengakses situs-situs perjudian
yang memang dibuat gampang untuk diakses.
Permainan game online yang cukup marak di internet dan
berpeluang dijadikan ajang judi adalah poker. Selama tak ditukar dengan
benda materil maupun uang, permainan tersebut tak bisa dikategorikan
judi.
3
Adapun aktivitas perjudian melaui media online yang dapat ditindak
oleh pihak penegak hukum di indonesia adalah penyedia jasa perjudian
yang dilakukan para pemilik warung internet (warnet). Permainan
dikendalikan oleh Server yang juga adalah penjaga warnet itu sendiri.
Server adalah orang yang mengakses situs perjudian yang akan
disambungkan ke beberapa komputer yang terpasang di warnet.
Perjudian melalui media online ini dilakukan di sebuah warung internet
atau warnet yang mempunyai banyak komputer dan semua terhubung
dengan internet yang akan menghubungkan pemain satu dengan yang
lainnya.
Khusus di Kota Makassar, salah satu modus operandi warnet yang
menyediakan judi online kepada pelanggannya itu, berupa permainan sky
menggunakan sebuah kartu. Setiap pelanggan yang ingin bermain harus
membeli kartu seharga Rp. 50.000,- yang dalam permainannya bernilai
Rp. 5.000,-
Permainannya cukup mudah, hanya dengan menebak gambar
dalam komputer yang tersambung ke internet, sistemnya pun juga dinilai
tidak sulit, jika tebakannya benar pemain langsung mendapatkan voucher
ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah, sebaliknya, jika salah maka seluruh
poinnya hilang. Permainan yang cukup mudah ini membuat semua orang
bisa memainkannya.
4
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk
meneliti dan mengkaji masalah tersebut sebagai bentuk karya ilmiah
(skripsi) dengan judul : Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan
Perjudian Melalui Media Online (Studi Kasus Di Kota Makassar 2011-
2012)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka
rumusan masalah yang akan dibahas adalah
1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya
kejahatan perjudian melalui media online di Kota Makassar?
2. Bagaimanakah upaya yang dapat ditempuh oleh aparat
kepolisian dalam menanggulangi kejahatan perjudian melalui
media online di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yaitu:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan
perjudian melalui media online di Kota Makassar.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang ditempuh oleh aparat
kepolisian dalam menanggulangi kejahatan perjudian melalui
media online di Kota Makassar.
5
D. Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui :
1 Sebagai data kepada pembaca tentang tingkat kejahatan
perjudian melalui media online di Kota Makassar.
2. Untuk mendapatkan informasi sampai sejauh manakah upaya-
upaya yang ditempuh pihak kepolisian dalam meminimalisasi
terjadinya kejahatan perjudian melalui media online di Kota
Makassar.
3. Sebagai suatu karya yang dapat dijadikan referensi bagi para
peneliti yang akan meneliti lebih lanjut dengan tema yang sama.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Kriminologi
Secara etimologi, Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu kata
”crimen” dan ”logos”. Crimen berarti kejahatan, dan logos berarti ilmu.
Sehingga kriminologi secara harafiah berarti ilmu yang mempelajari
tentang kejahatan.
Ilmu kriminologi memiiki hubungan yang sangat erat dengan hukum
pidana. Dimana di antara ilmu kriminologi dan hukum pidana memiliki
hubungan yang bersifat timbal-balik dan saling tergantung. Hukum pidana
mempelajari akibat hukum dari perbuatan yang dilarang, sedangkan
kriminologi mempelajari sebab dan cara menghadapi kejahatan.
Adapun beberapa definisi-definisi tentang pengertian serta
pemahaman para pakar-pakar hukum tentang pengertian kriminologi,
antara lain :
Menurut Soejono Dirjosisworo (1984:3) mengemukakan pengertian
kriminologi sebagai berikut:
“Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari sebab akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan, sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan, tugas, kriminologi merupakan sasaran atau sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya mempelajari cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan”
7
Sutherland (W.M.E Noach, 1992:7) memberikan definisi bahwa :
“Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial. Termasuk dalam bidang kriminologi ialah terbentuknya undang-undang, pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan reaksi terhadap pelanggaran itu”
Selanjutnya Bonger (Topo Santoso dan Eva, 2003:9)
mendefinisikan bahwa “Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.”
Constant (W.M.E Noach, 1992:8) memandang kriminologi
Sebagai :
Ilmu pengetahuan empirik, yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbuatan jahat dan penjahat (aetiologi). Untuk itu diperhatikannya, baik faktor-faktor sosial dan ekonomi maupun faktor-faktor individual dan psikologi.
Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan dari semua aspek
kriminalitas terletak diantara ilmu-ilmu pengetahuan lain yang juga sibuk
membahas aspek-aspek kriminalitas. Ilmu-ilmu pengetahuan terpenting
yang dimaksudkan yaitu ilmu hukum pidana, sosiologi dan psikologi, yang
semuanya saling berhubungan, dan bersama dengan kriminologi
dipayungi sebahagian oleh etika. Di samping itu kriminologi menggunakan
sedikit banyak hasil-hasil dari ilmu-ilmu pengetahuan lain. Tetapi
hubungan dengan ilmu-ilmu pengetahuan itu bersifat sepihak. Sebaiknya,
terhadap ilmu hukum pidana, sosiologi, psikologi, dan etika dapat
dikatakan hubungan timbal balik, dalam arti, bahwa kriminologi ada
8
kalanya menggunakan hasil-hasil dari ilmu-ilmu tersebut, dan ada kalanya
juga memberikan hasil-hasilnya sendiri kepada ilmu-ilmu tadi.
Objek kriminologi adalah yang melakukan kejahatan itu sendiri,
yang dimana tujuannya adalah mempelajari apa sebabnya orang
melakukan kejahatan, apakah kejahatan itu timbul karena bakat orang itu
adalah jahat ataukah disebabkan karena keadaan masyarakat sekitarnya
baik keadaan sosiologis maka dapatlah diadakan tindakan-tindakan agar
orang tidak berbuat demikian lagi dan mengadakan pencegahan
disamping pemidanaan
Ilmu kriminologi tidak mengenal perbedaan antara pelanggaran dan
kejahatan. Jadi semua pelanggaran jika dikaji dalam ilmu kriminologi
disamakan dengan tindak kejahatan. Dengan ini Penulis merasa perlunya
turut memberikan penjelasan mengenai kejahatan.
Kejahatan menurut tata bahasa merupakan perbuatan atau tindakan
yang jahat seperti yang lazim orang ketahui atau dengarkan.
Menurut Wood (Sahetapy,1992:7), merumuskan definisi kriminologi
bahwa: “Sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku
tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat
dan perbuatan tercela”.
Demikian pula menurut W.A Bonger (Topo Santoso dan Eva,2003:9)
mengemukakan bahwa “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya”.
9
Lebih lanjut menurut W. A. Bonger (Topo Santoso,2003:9-10)
membagi kriminologi menjadi kriminologi murni yang mencakup:
1. Antropologi Kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang manusia
yang jahat (somatis).
2. Sosiologi Kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan
sebagai suatu gejala masyarakat.
3. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat
dilihat dari sudut jiwanya.
4. Psikopatologi dan Neuropatologi Krimina, yaitu ilmu tentang
penjahat yang sakit jiwa.
5. Penologi, yaitu ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya
hukuman.
Ruang lingkup kriminologi yaitu Kriminologi harus dapat
menjelaskan faktor-faktor atau aspek-aspek yang terkait dengan
kehadiran kejahatan dan menjawab sebab-sebab seseorang melakukan
kejahatan.
Menurut Sutherland (Topo Santosos dan Eva 2003:9), kriminologi
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:
a) Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari
sebab-sebab kejahatan;
10
b) Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang
sejarah lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan
faedahnya;
c) Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap
kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana;
Sedangkan menurut A.S Alam (2010: 2) kriminologi mencakup tiga
hal pokok, yakni :
1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making
laws). Yang dibahas dalam proses pembuatan hukum
pidana adalah:
a) Definisi kejahatan
b) Unsur-unsur kejahatan
c) Relativitas pengertian kejahatan
d) Penggolongan kejahatan
e) Statistik kejahatan
2. Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang
menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws). Yang
dibahas dalam etiologi kriminal adalah:
a) Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi
b) Teori-teori kriminologi
c) Berbagai perspektif kriminologi
3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the
breaking laws). Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan
11
kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi
juga rekasi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-
upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention). Yang
dibahas dalam bagian ketiga adalah perlakuan terhadap
pelanggar-pelanggar hukum adalah:
a) Teori-teori penghukuman
b) Upaya-upaya penanggulangan kejahatan, baik berupa
tindakan pre-emtif, preventif, represif dan rehabilitatif
Berdasar rumusan para ahli di atas tentang kriminologi, mereka
mempunyai persamaan satu dengan yang lainnya, meskipun variasi
bahasa dalam mengungkapkan kriminologi berbeda, tetapi perbedaan itu
tidak mempengaruhi hakekat kriminologi sebagai suatu ilmu yang
berorientasi kepada kejahatan, mencari sebab orang melakukan kejahatan
dan mencari mengapa orang menjadi jahat, reaksi masyarakat terhadap
kejahatan dan pelaku,sekaligus mencari cara atau upaya untuk
menanggulangi kejahatan serta mendidik penjahat agar kembali baik di
mata masyarakat
B. Pengertian dan Unsur-Unsur Kejahatan
1. Pengertian Kejahatan
Menurut A.S. Alam (2010: 16-17) ada dua sudut pandang untuk
mendefenisikan kejahatan, Yaitu :
12
a) Sudut pandang hukum, kejahatan dari sudut pandang ini adalah
setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana.
Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan
itu tidak dilarang diperundang-undangan pidana perbuatan itu
tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan.
b) Sudut pandang masyarakat, kejahatan dari sudut pandang ini
adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang
masih hidup di dalam masyarakat.
Sedangkan menurut M. A. Elliat ( Gumilang, 1993: 4 )
mengemukakan bahwa:
“Kejahatan adalah suatu masalah dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan lain-lain”.
Menurut Bonger (Gumilang, 1993:4) bahwa :
“Kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari Negara merupakan pemberian derita, dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum mengenai kejahatan”
Selanjutnya Bonger (A. S. Alam, 2010: 21) membagi kejahatan
berdasar motif pelakunya sebagai berikut:
a) Kejahatan ekonomi (economic crime), misalnya penyelundupan
b) Kejahatan seksual (sexual crime), misalnya perbuatan zinah
c) Kejahatan politik (political crime), misalnya pemberontakan PKI
13
d) Kejahatan lain-lain (miscelianeaus crime), misalnya
penganiayaan
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka kejahatan dapat
ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi yuridis dan dari segi sosiologis.
Secara yuridis, kejahatan merupakan segala tingkah laku atau perbuatan
manusia yang dapat dipidana sesuai dengan aturan hukum pidana.
Sedangkan secara sosiologis, kejahatan merupakan perbuatan anti sosial
yang sifatnya merugikan masyarakat.
2. Unsur-unsur pokok Kejahatan
Kejahatan juga mempunyai beberapa unsur. Seperti yang
dikemukakan A.S. Alam (2010: 18-19) untuk menyebut sesuatu perbuatan
sebagai kejahatan ada tujuh unsur pokok yang saling berkaitan yang
harus dipenuhi. Ketujuh unsur tersebut adalah:
a) Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian;
b) Kerugian tersebut telah diatur di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP);
c) Harus ada perbuatan;
d) Harus ada maksud jahat;
e) Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat;
f) Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur di
dalam KUHP dengan perbuatan;
14
g) Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan
tersebut.
3. Klasifikasi Kejahatan
Kejahatan dapat digolongkan atas beberapa golongan berdasarkan
beberapa pertimbangan:
Menurut Bonger (A. S. Alam 2010: 21) membagi kejahatan
berdasarkan motif pelakunya sebagai berikut:
a) Kejahatan (economic crime), misalnya penyelundupan.
b) Kejahatan seksual (sexual crime), misalnya perbuatan zinah.
c) Kejahatan politik (political crime), misalnya pemberontakan
PKI
d) Kejahatan lain-lain (miscelianeaus crime), misalnya
penganiayaan.
Sedangkan menurut A. S. Alam (2010: 21-23) menbagi kejahatan
berdasarkan berat atau ringan ancaman pidana:
a) Kejahatan, yakni semua pasal-pasal yang disebut di dalam
buku ke-II (dua) KUHP. Seperti pembunuhan, pencurian, dll.
Golongan inilah dalam bahasa inggris disebut felony.
Ancaman pidana pada golongan ini kadang-kadang pidana
mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara sementara.
b) Pelanggaran, yakni semua pasal-pasal yang disebut di
dalam buku ke-III (tiga) KUHP, seperti saksi di depan
15
persidangan memakai jimat pada waktu ia harus memberi
keterangan dengan bersumpah, dihukum dengan kurungan
selama-lamanya 10 hari atau denda. Pelanggaran di dalam
bahasa inggris disebut misdemeanor. Ancaman
hukumannya biasanya hukuman denda saja.
C. Pengertian Perjudian
Pada hakekatnya perjudian sangat bertentangan dengan agama.
Tidak ada agama yang membolehkan seseorang untuk berjudi. Juga
bertentangan dengan kesusilaan dan moral pancasila serta
membahayakan masyarakat, bangsa dan negara. Perjudian mempunyai
dampak yang negatif merugikan mental dan moral masyarakat terutama
generasi muda. Judi adalah suatu masalah sosial yang sulit untuk
ditanggulangi dan timbulnya judi tersebut sudah ada sejak adanya
peradaban manusia.
Menurut kamus besar Bahasa indonesia, “judi” atau “perjudian”
adalah “permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”. Berjudi
adalah “mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan
tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah
uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta
semula”.
Menurut kamus bahasa belanda “hazardspel” yang juga
diterjemahkan dalam KUHP yang menyertakan komentar, judi adalah
tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengaharapan buat menang pada
16
umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau
pengharapan itu menjadi tambah besar karena kepintaran dan kebiasaan
pemain.
Termasuk juga “hazardspel” ialah pertaruhan tentang keputusan
perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka yang
turut berlomba atau bermain itu juga segala pertaruhan yang lain-lain.
Menurut Kartini Kartono (2005 : 56), perjudian adalah pertaruhan
dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang
dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan
tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan pertandingan, perlombaan
dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.
Penjelasan tentang perjudian terdapat dalam Pasal 303 ayat (3)
KUHP yang telah dirubah dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1974
tentang Penertiban Perjudian disebutkan bahwa yang disebut permainan
judi adalah “tiap-tiap permainan, yang mendasarkan pengharapan agar
menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan
juga kalau pengharapan itu bertambah besar karena kepintaran dan
kebiasaan pemain. Yang juga terhitung main judi adalah pertaruhan
tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan
oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala
pertaruhan yang lain-lain”.
Perjudian dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1974
tentang Penertiban Perjudian disebut sebagai “tindak pidana dan identik
17
dengan kejahatan, tetapi pengertian dari tindak pidana perjudian pada
dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci baik dalam KUHP
maupun dalam Undang-undang Nomor 7 tahun tahun 1974 tentang
penertiban perjudian”. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 7 tahun
1974 disebutkan adanya pengklasifikasian terhadap segala terhadap
segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan
memberatkan ancaman hukumannya. Ancaman hukuman yang berlaku
sekarang ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak membuat pelakunya
jera. Salah satu ketentuan merumuskan ancaman terhadap tindak pidana
perjudian adalah Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP yang telah dirubah
dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1974. Dengan adanya ketentuan
dalam KUHP tersebut, maka permainan perjudian dapat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu :
1. Perjudian yang bukan merupakan tindak pidana kejahatan
apabila pelaksanaannya telah mendapat ijin dari pejabat yang
berwenang.
2. Perjudian yang merupakan tindak pidana kejahatan, apabila
pelaksanaannya tidak mendapat ijin dari dari pejabat yang
berwenang.
Pasal 303 bis KUHP juga menyebutkan unsur- unsurnya, yaitu:
a) Menggunakan kesempatan untuk bermain judi dan
b) Melanggar Pasal 303 KUHP.
18
Rumusan Pasal 303 KUHP bis tersebut sama dengan Pasal 542
KUHP yang telah dihapus dan diganti dengan Pasal 303 bis KUHP yang
semula merupakan pelanggaran dengan ancaman pidana pada ayat (1)
nya maksimal satu bulan pidana kurungan atau pidana denda paling
banyak tiga ratus rupiah.
Masalah judi maupun perjudian lebih tepat disebut sebagai suatu
tindak kriminal karena dampak buruk dari perjudian dapat menyebabkan
seseorang melakukan tindakan kejahatan yang mau tidak mau akan dia
lakukan agar mendukung kejahatan perjudian, seperti pencurian dan
pemerasan agar mendapatkan uang untuk modal untuk melakukan
perjudian. Kejahatan perjudian bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa
saja, remaja dan bahkan anak-anak sudah mulai mencoba dan tidak
sedikit yang telah mahir.
Letak kepuasan dari perjudian itu ada di unsur minat dan
pengharapan yang meninggi dan juga unsur ketegangan yang disebabkan
oleh ketidakpastian untuk menang atau kalah. Membuat hati menjadi
tegang dan hasrat untuk terus bermain. Ketegangan semakin memuncak
karena merasa nasibnya akan selalu beruntung karena kepercayaan akan
sesuatu yang bisa membuat mereka semakin percaya jika mereka akan
selalu memang. Inilah faktor-faktor yang membuat semakin maraknya
perjudian dan menjadikan orang-orang dengan nafsu berjudi yang tidak
terkendali lagi dan menjadikan mereka penjudi-penjudi dengan tidak
mengenal rasa jera
19
D. Perjudian Dalam Perspektif Hukum
Dalam perspektif hukum, perjudian merupakan salah satu tindak
pidana yang sangat meresahkan masyarakat. Maka, sehubungan dengan
itu semua tindak pidana perjudian dikatakan sebagai kejahatan
sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1974 tentang
Penertiban Perjudian.
Mengenai batasan perjudian sendiri diatur dalam dalam Pasal 303
Ayat (3) KUHP dirumuskan bahwa :
“Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Ancaman pidana perjudian sebenarnya sudah cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah).
Dalam pasal 303 KUHP jo. Pasal 2 Undang-undang nomor 7 tahun
1974 dirumuskan bahwa :
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupuah, barangsiapa tanpa mendapat ijin:1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan
kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.
20
2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencahariannya itu.
Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan
perundang-undangan, tetapi baik dalam KUHP maupun Undang-undang
Nomor 7 tahun 1974 ternyata masih mengandung beberapa kelemahan.
Beberapa kelemahannya adalah:
1) Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan
mata pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan
perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian maka dapat
dijadikan celah hukum yang memungkinkan perjudian tidak
dikenakan hukuman pidana.
2) Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal
hukuman, tetapi tidak mengatur tentang batas minimal
hukuman, sehingga dalam praktek peradilan, majelis hakim
seringkali dalam putusannya sangat ringan hanya beberapa
bulan saja atau malah dibebaskan.
3) Pasal 303 bis Ayat (1) ke-2, hanya dikenakan terhadap
perjudian yang bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal
atau ada izin penguasa sebagai pengecualian sehingga tidak
dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya. Dalam praktek izin
penguasa ini sangat mungkin disalahgunakan, seperti adanya
KKN (Korupsi, kolusi, dan nepotisme) dengan pejabat yang
berwenang.
21
Dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, perjudian online diatur dalam Pasal 27 ayat (2)
yaitu :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti yang sudah diketahui, didalam kehidupan bermasyarakat,
perjudian sudah menjadi suatu penyakit yang susah untuk disembuhkan.
Maka perlu upaya-upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis, tidak
hanya dari pemerintah dan aparat penegak hukum saja, tetapi juga dari
kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat untuk bersama-sama dan
bahu membahu menanggulangi dan memberantas semua bentuk
perjudian.
E. Pengertian Media Online & Munculnya sebuah Fasilitas Kriminal
Baru
1. Media Online
Media online merupakan salah satu sarana untuk berhubungan
dengan orang lain melalui internet. Media internet yang juga disebut
media online seperti yang dinyatakan oleh Ashadi Siregar (http://arya-
neo.blogspot.com/2010/10/pengertian-media-online.html) adalah
“sebutan umum untuk sebuah bentuk media yang berbasis telekomunikasi
22
dan multimedia (baca-komputer dan internet). Didalamnya terdapat portal,
website (situs web), radio-online, TV-online, pers online, mail-online, dll,
dengan karakteristik masing-masing sesuai dengan fasilitas yang
memungkinkan user memanfaatkannya”.
Menurut iswara (http://ciptoabiyahya.wordpress.com/2012/
03/09/sekilas-tentang-media-online/) Salah satu desain media online
yang paling umum diaplikasikan dalam praktik jurnalistik modern dewasa
ini adalah berupa situs berita. Situs berita atau portal informasi sesuai
dengan namanya merupakan pintu gerbang informasi yang
memungkinkan pengakses informasi memperoleh aneka fitur fasilitas
teknologi online dan berita didalamnya. Content-nya merupakan
perpaduan layanan interaktif yang terkait informasi secara langsung,
misalnya tanggapan langsung, pencarian artikel, forum diskusi, dll; dan
atau yang tidak berhubungan sama sekali dengannya, misalnya games,
chat,kuis,dll.
Lebih lanjut tentang media online berupa portal informasi ini,
dijelaskan bahwa karakteristik umum yang dimiliki media jenis ini, yaitu:
1) Kecepatan (aktualitas) informasi Kejadian atau peristiwa yang terjadi di lapangan dapat langsung di upload ke dalam situs web media online ini, tanpa harus menunggu hitungan menit, jam atau hari, seperti yang terjadi pada media elektronik atau media cetak. Dengan demikian mempercepat distribusi informasi ke pasar (pengakses), dengan jangkauan global lewat jaringan internet, dan dalam waktu bersamaan .dan umumnya informasi yang ada tertuang dalam bentuk data dan fakta bukan cerita.
23
2) Adanya pembaruan (updating) informasi.Informasi disampaikan secara terus menerus, karena adanya pembaruan (updating) informasi. Penyajian yang bersifat realtime ini menyebabkan tidak adanya waktu yang diiistemewakan (prime time) karena penyediaan informasi berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna mau mengaksesnya.
3) InteraktivitasSalah satu keunggulan media online ini yang paling membedakan dirinya dengan media lain adalah fungsi interaktif. Model komunikasi yang digunakan media konvensional biasanya bersifat searah (linear) dan bertolak dari kecenderungan sepihak dari atas (top-down). Sedangkan media online bersifat dua arah dan egaliter. Berbagai features yang ada seperti chatroom, e-mail, online polling/survey, games, merupakan contoh interactive options yang terdapat di media online. Pembaca pun dapat menyampaikan keluhan, saran, atau tanggapan ke bagian redaksi dan bisa langsung dibalas.
4) PersonalisasiPembaca atau pengguna semakin otonom dalam menentukan informasi mana yang ia butuhkan. Media online memberikan peluang kepada setiap pembaca hanya mengambil informasi yang relevan bagi dirinya, dan menghapus informasi yang tidak ia butuhkan. Jadi selektivitas informasi dan sensor berada di tangan pengguna (self control).
5) Kapasitas muatan dapat diperbesarInformasi yang termuat bisa dikatakan tanpa batas karena didukung media penyimpanan data yang ada di server komputer dan sistem global. Informasi yang pernah disediakan akan tetap tersimpan, dan dapat ditambah kapan saja, dan pembaca dapat mencarinya dengan mesin pencari (search engine).
6) Terhubung dengan sumber lain (hyperlink) Setiap data dan informasi yang disajikan dapat dihubungkan dengan sumber lain yang juga berkaitan dengan informasi tersebut, atau disambungkan ke bank data yang dimiliki media tersebut atau dari sumber-sumber luar. Karakter hyperlink ini juga membuat para pengakses bisa berhubungan dengan pengakses lainnya ketika masuk ke sebuah situs media online dan menggunakan fasilitas yang sama dalam media tersebut, misalnya dalam chatroom, lewat e-mail atau games.
24
2. Munculnya Sebuah Fasilitas Kriminal Baru
Dari beberapa karakteristik umum dari media online yang telah
dipaparkan, salah satunya adalah terhubung dengan sumber lain.
Membuat para pengakses bisa berhubungan dengan pengakses lainnya
ketika masuk ke sebuah situs media online.
Menurut Dikdik M. Arief Mansur (2009: 87-88), Dengan
memperhatikan karakteristik internet yang demikian khusus, maka internet
dapat menjadi media yang memudahkan seseorang untuk melakukan
berbagai tindak pidana yang berbasiskan teknologi informasi. Lebih lanjut
Dikdik mengatakan bahwa bahkan di beberapa websites dijumpai adanya
space (ruang) untuk melakukan aktivitas perjudian.
Ini adalah sebuah faktor pendorong para pelaku kejahatan
perjudian membuat sebuah fasilitas bernama “Judi Online”. Judi online
sendiri tidak jauh beda dengan aktifitas perjudian yang lain, yang
membedakannya adalah judi online membutuhkan komputer yang
menggunakan internet sebagai sarana penghubung dengan orang lain
yang juga juga sedang bermain judi yang telah diatur oleh bandar atau
server.
F. Teori Sebab Terjadinya Kejahatan
Ada beberapa teori sebab-sebab terjadinya kejahatan, antara lain
adalah :
25
1. Teori Born Criminal
Teori ini lahir dari Cesare Lombrosso yang berasal dari ide
yang diilhami oleh teori Darwin tentang evolusi manusia. Di sini
Lombroso membantah tentang sifat free will yang dimiliki manusia.
Doktrin atavisme menurutnya membuktikan adanya sidat hewani
yang diturunkan oleh nenek moyang manusia. Gen ini dapat
muncul sewaktu-waktu dari turunannya yang memunculkan sifat
jahat pada manusia modern.
Berdasarkan penelitiannya ini, lombrosso mengklasifikasikan
penjahat kedalam 4 golongan, yaitu:
a. Born criminal, yaitu orang yang berdasarkan pada
doktrin atavisme.
b. Insane criminal, yaitu yang menjadi penjahat sebagai
hasil dari beberapa perubahan dalam otak mereka yang
mengganggu kemampuan mereka untuk membedakan
antar benar dan salah.
c. Occasional criminal, atau criminaloid, yaitu pelaku
kejahatan berdasarkan pengalaman yang terus-
menerus sehingga mempengaruhi pribadinya.
d. Criminal of passion, yaitu pelaku kejahatan yang
melakukan tindakannya karena marah, cinta, atau
karena kehormatan.
26
2. Teori Anomie
Teori ini memusatkan perhatian pada kekuatan-kekuatan
sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas
kriminal. Teori ini berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku
kriminal saling berhubungan. Pada penganut teori anomie
beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti
seperangkat nilai-nilai budaya, yaitu nilai-nilai budaya kelas
menengah, yakni adanya anggapan bahwa nilai budaya terpenting
adalah keberhasilan dalam ekonomi. Karena orang-orang kelas
bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah (legitimate
means) untuk mencapai tujuan tersebut, seperti gaji tinggi, bidang
usaha yang maju, mereka menjadi frustasi dan beralih
menggunakan sarana-sarana yang tidak sah (illegitimate means).
3. Teori Penyimpangan Budaya (Cultural Deviance Theories)
Cultural deviance theories terbentuk antara 1925 dan 1940.
Teori ini memusatkan perhatian kepada kekuatan-kekuatan sosial
(social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas
kriminal. Teori ini juga memandang kejahatan sebagai seperangkat
nilai-nilai yang khas pada lower class. Proses penyesuaian diri
dengan sistem nilai kelas bawah yang menentukan tingkah laku di
daerah-daerah kumuh, menyebabkan benturan dengan hukum-
hukum masyarakat.
27
4. Teori Positivis
Teori ini berkeyakinan bahwa prilaku manusia di sebabkan/di
tentukan sebagian oleh faktor-faktor biologis,sebagian besar
merupakan pencerminan karakteristik dunia sosial cultural dimana
manusia hidup. Dalam teori ini bahwa kejahatan yang dilakukan
oleh seseorang bisa di sebabkan oleh pengaruh-pengaruh baik dari
dalam maupun dari luar sehingga para pelaku kejahatan tidak
dapat hanya di pidana saja,akan tetapi harus dilakukan dengan
menyelesaikan penyebab nya terlebih dahulu. Jadi dalam teori ini
kita harus bisa mencari mengapa seseorang melakukan kejahatan.
5. Teori Lingkungan
Teori lingkungan disebut juga dengan mazhap perancis yang
dipelopori oleh seseorang sarjana Perancis yang bernama A.
Lacassagne. Seperti yang dikutip oleh R. Soesilo (1996) A.
Lacassagne berpendapat bahwa penyebab dari suatu kejahatan
yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling manusia yang
merupakan salah satu pemberian untuk kejahatan. Adaikata si
penjahat itu adalah kuman, maka ia tidak berarti apa-apa, barulah
apabila kuman itu mejumpai pembenihan yaitu unsur dari luar baru
ia dapat berkembang.
Kemudian A.Lacassgne menyatakan bahwa kejahatan itu
terjadi disebabkan oleh:
28
a. Lingkungan yang memberikan kesempatan untuk
melakukan kejahatan
b. Lingkungan pergaulan yang member contoh (teladan)
c. Lingkungan pergaulan yang berbeda- beda
G. Teori Upaya Penanggulangan Kejahatan
Perjudian dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif
baik bagi masyarakat umum maupun bagi diri kita sendiri. Karena dalam
kriminologi tidak mengenal perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan,
maka Penulis menyatukannya dalam upaya penanggulangan kejahatan.
Berbagai pihak berusaha melakukan upaya penanggulangan
kejahatan, baik dari unsur pemerintah maupun dari unsur masyarakat
pada umumnya. Berbagai program telah dilakukan sambil terus mencari
solusi yang tepat dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut.
Barda Nawawi Arief (2007:77) mengemukakan bahwa:
“Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan social yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat.”
Lebih lanjut Barda Nawawi Arief (2007:77) mengemukakan bahwa:
Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa “Sosial Welfare” dan “Sosial Defence”.
29
Lain halnya menurut Baharuddin Lopa (2001:16) yang
mengemukakan bahwa:
Upaya dalam menanggulangi kejahatan dapat diambil beberapa langkah-langkah terpadu, meliputi langkah penindakan represif di samping langkah pencegahan preventif
Langkah-langkah preventif menurut Baharuddin Lopa (2001:16-17)
meliputi:
a) Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan.
b) Memperbaiki system administrasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
c) Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat.
d) Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif.
e) Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana penegak hukum.
Seperti yang dikemukakan oleh E. H. Sutherland dan Cressey
(Ramli Atmasasmita, 1995:66) yang mengemukakan bahwa dalam (crime
prevention) dalam pelaksanaannya ada dua metode yang dipakai untuk
mengurangi frekuensi dari kejahatan, yaitu:
a) Metode untuk mengurangi pengulangan dari kejahatan
Merupakan suatu cara yang ditujukan kepada pengurangan
jumlah residivis (pengulangan kejahatan) dengan suatu
pembinaan yang dilakukan secara konseptual.
30
b) Metode untuk mencegah the (first crime)
Merupakan suatu cara yang ditujukan untuk mencegah
terjadinya kejahatan yang pertama kali (the first crime) yang
akan dilakukan oleh seseorang dan metode ini juga dikenal
sebagai metode prevention (preventif).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa upaya
penanggulangan kejahatan mencakup langkah preventif dan sekaligus
berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan
bersalah (narapidana) di lembaga permasyarakatan. Dengan kata lain,
upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan secara preventif
maupun secara represif
1. Upaya Preventif
Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk
mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali.
Mencegah suatu kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik
penjahat menjadi lebih baik kembali, seperti semboyan dalam ilmu
kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan
dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan.
Sangat beralasan bila upaya preventif lebih diutamakan karena
upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian
khusus dan ekonomis. Kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan
ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang
31
ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik.
Dengan kata lain, perbaikan keadaan ekonomi mutlak harus dilakukan,
sedangkan faktor biologis dan psikologis merupakan faktor sekunder saja.
Jadi yang paling utama dalam upaya preventif yaitu bagaimana
melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan
suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur
masyarakat yang menjadi suatu dinamika dalam pembangunan dan bukan
sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang
mendorong timbulnya perbuatan menyimpang juga di samping itu
bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa
keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.
2. Upaya Represif
Upaya represif merupakan upaya penanggulangan kejahatan
secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan.
Penanggulangan secara represif dimaksudkan untuk menindak para
pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya
kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya
merupaka perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat
sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan
melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat.
Dalam membahas upaya represif, tentu tidak terlepas dari sistem
peradilan pidana di negara kita, di mana dalam sistem peradilan di
32
Indonesia paling sedikit terdapat 5 (lima) sub sistem yaitu sub sistem
kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan,
yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan berhubungan
secara fungsional.
Dalam pelaksanaan upaya represif dilakukan pula metode
perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya
uraiannya sebagai berikut :
1. Perlakuan (Treatment)
Dalam penggolongan perlakuan, Penulis tidak membahas
perlakuan yang pasti terhadap pelanggar hukum, tetapi lebih
menitikberatkan terhadap berbagai kemungkinan dan bermacam-
macam bentuk perlakuan terhadap pelanggar hukum sesuai
dengan akibat yang ditimbulkannya.
Perlakuan berdasarkan penerapan hukum menurut
Abdulsyani (1987:139) yang membedakan dari segi jenjang berat
dan ringannya suatu perlakuan yaitu:
(a) Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana,
artinya perlakuan yang paling ringan diberikan kepada orang
yang belum terlanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan
ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya
sebagai usaha pencegahan.
33
(b) Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak
langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang
menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku kejahatan.
Adapun yang diharapkan dari penerapan perlakuan-
perlakuan ini adalah tanggapan-tanggapan baik dari pelanggar
hukum terhadap perlakuan yang diterimanya. Perlakuan ini dititik
beratkan pada usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali sadar
akan perbuatannya dan dapat kembali hidup damai di masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan mengandung dua
tujuan pokok, yaitu sebagai upaya pencegahan dan penyadaran
terhadap pelaku kejahatan agar tidak melakukan hal-hal yang lebih
buruk lagi di kemudian hari yang dapat merugikan masyarakat.
2. Penghukuman (Punishment)
Jika terdapat pelanggar hukum yang tidak memungkinkan
untuk diberikan perlakuan (treatment) disebabkan karena suatu
alasan tertentu, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai
dengan perundang-undangan dalam hukum pidana.
Oleh karena di Indonesia telah menganut sistem
permasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh
dengan penderitaan, maka dengan sistem permasyarakatan
hukuman yang dijatuhkan kepada pelanggar hukum adalah
hukuman yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan) dengan
34
berorientasi kepada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.
Jadi dengan sistem permasyarakatan, di samping narapidana harus
menjalani hukumannya di lembaga permasyarakatan, mereka pun
dididik dan dibina serta dibekali dengan suatu keterampilan agar
kelak setelah menjalani masa hukumannya dan kembali pada
masyarakat dapat menjadi orang yang berguna, bukan lagi menjadi
seorang narapidana yang meresahkan di masyarakat karena
segala perbuatan jahatnya di masa lalu yang sudah banyak
merugikan masyarakat sehingga kehidupan yang mereka jalani
setelah keluar dari penjara menjadi semakin baik karena kesadaran
mereka untuk melakukan perubahan dalam dirinya
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penulis memilih lokasi penelitian di Instansi Kepolisian Negara
Republik Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Resort Kota Besar
Makassar, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, dan
Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang Penulis gunakan dalam penelitian ini
terbagi atas 2 (dua) yakni:
(a) Data Primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh langsung dari
sumber pertama. Adapun sumber data yang Penulis peroleh
berasal dari anggota kepolisian yang berwenang menangani kasus
yang diteliti oleh Penulis.
(b) Data sekunder, yaitu data dan informasi yang Penulis peroleh
secara tidak langsung. Data sekunder dapat berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier.
(a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer
36
dalam penelitian ini terdiri dari peraturan perundang-undangan
antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini
(b) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum
pendukung yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum
primer, meliputi buku-buku teks, dokumen-dokumen, artikel dan
jurnal-jurnal hukum. Pada peneltian ini sebagai bahan hukum
sekunder peneliti menggunakan buku-buku ilmu hukum, jurnal,
publikasi media cetak maupun elektronik yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas pada penelitian ini.
(c) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
baik itu berupa rancangan undang-undang, kamus hukum, maupun
ensiklopedia.
37
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dimaksud di atas digunakan teknik
sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan (library research)
Dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi,
menganalisis, dan mempelajari data-data yang berupa bahan-
bahan pustaka yang relevan dengan permasalahan yang
dibahas.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mengumpulkan data secara
langsung melalui tanya jawab dengan aparat kepolisian, atau
setidaknya mengetahui tahapan dalam proses penyelidikan
maupun penyidikan kasus kejahatan perjudian melalui media
sosial
D. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian dianalisa menggunakan metode
analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu analisa yang memahami
kebenaran yang diperoleh dari hasil penelitian dan jawaban-jawaban
responden untuk dicari hubungan antara satu dengan yang lain, kemudian
disusun secara sistematis. Dengan demikian, data yuridis yang
didapatkan serta data empiris dari hasil penelitian akan dianalisis
sedemikian rupa, kemudian dapat disimpulan dengan metode induktif.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Modus Operandi Perjudian Melalui Media Online
Kejahatan perjudian merupakan suatu tindak pidana yang sangat
meresahkan masyarakat, karena kejahatan perjudian dapat dilakukan
dimana saja dan oleh siapa saja. Orang dewasa maupun anak-anak
sudah pernah melakukannya. Ini menjadikan kejahatan perjudian menjadi
tidak asing di telinga masyarakat karena, kasus perjudian banyak dijumpai
di media cetak maupun media elektronik.
Perjudian adalah suatu tindakan pidana dimana pemain dan bandar
sepakat untuk mengadakan serah terima uang atau segala sesuatu yang
berharga diantara mereka, tergantung pada hasil dari suatu permainan
yang bersifat untung-untungan, baik yang turut terlibat maupun segala
macam pertaruhan dimana yang bertaruh tidak ikut terlibat dalam
permainan tersebut, termasuk juga segala macam pertaruhan lainnya.
Dalam perjudian ini, masing-masing pihak berusaha mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya dengan mengarapka kekalahan/kerugian
pihak lain.
Perjudian itu sendiri telah berkembang seiring kemajuan teknologi.
Perjudian yang telah muncul dikalangan masyarakat sekarang ini,
khususnya wilayah Kota Makassar adalah perjudian melalui media
39
internet atau biasa disebut media online, dimana para pemain sudah
memakai perangkat komputer dan terhubung melalui media internet.
Perjudian melalui internet ini dikendalikan oleh server yang juga
adalah penjaga warnet itu sendiri. Server adalah orang yang mengakses
situs perjudian yang akan disambungkan ke beberapa komputer yang
terpasang di warnet. Perjudian melalui media online ini dilakukan di
sebuah warung internet atau warnet yang mempunyai banyak komputer
dan semua terhubung dengan internet yang akan menghubungkan
pemain satu dengan yang lainnya.
Aktivitas perjudian melaui media online dilakukan para pemilik
warung internet (warnet). Server yang juga adalah penjaga warnet itu
sendiri berperan sebagai bandar. Server adalah orang yang mengakses
situs perjudian yang akan disambungkan ke beberapa komputer yang
terpasang di warnet. Perjudian melalui media online ini dilakukan di
sebuah warung internet atau warnet yang mempunyai banyak komputer
dan semua terhubung dengan internet yang akan menghubungkan
pemain satu dengan yang lainnya.
Salah satu modus operandi warnet yang menyediakan judi online
kepada pelanggannya itu, berupa permainan tebak kartu. Setiap
pelanggan yang ingin bermain harus membeli kartu untuk mulai bermain
seharga Rp. 50.000,- yang dalam permainannya itu bernilai Rp. 5.000,-
40
Permainannya cukup mudah, hanya dengan menebak gambar
dalam komputer yang tersambung ke internet, sistemnya pun juga dinilai
tidak sulit, jika tebakannya benar pemain langsung mendapatkan voucher
ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah, sebaliknya, jika salah maka seluruh
poinnya hilang.
B. Data Tindak Pidana Perjudian Melalui Media Online Di Kota
Makassar
Perjudian adalah salah satu contoh tindak pidana yang merupakan
masalah sosial yang nyata untuk dihadapi, yang dapat berakibat
langsung atau tidak langsung dalam masyarakat, khususnya masyarakat
Kota Makassar. Tindak pidana perjudian yang telah dipaparkan
sebelumnya adalah Perjudian melalui media online, yang merupakan
salah satu tindak pidana perjudian yang bisa dikatakan baru di Kota
Makassar. Perjudian melalui media online ini tergolong baru dan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana ini, oleh
karena itu kita perlu mengerti mengapa perjudian itu bisa sampai terjadi,
sehingga kita dapat mengambil tindakan untuk mencegah dan
memberantasnya.
Sebelum Penulis menguraikan lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perjudian, terlebih dahulu
41
Penulis akan menguraikan data mengenai kasus perjudian secara umum
dan secara khusus kasus perjudian melalu media online.
1. Data Tindak Perjudian di Kota Makassar di Polrestabes Makassar
Berdasarkan hasil penelitian dari Polrestabes Makassar dapat
dilihat data kasus tindak pidana perjudian seperti table dibawah ini :
Tabel 1
Data kasus Perjudian di Polrestabes Makassar dari tahun 2007
sampai tahun 2011
No.1 Tahun Masuk Selesai
1 2007 83 66
2 2008 36 22
3 2009 - -
4 2010 52 42
5 2011 41 31
Total kasus 212 161
Sumber Data : Polrestabes Makassar Tanggal 8 Oktober 2012
Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, jumlah kasus perjudian
yang telah masuk ke Polrestabes Makassar dari tahun 2007 sampai
dengan tahun 2011 adalah sebanyak 212 kasus. Setiap bulannya rata-
rata 3 sampai 4 kasus yang berhasil ditangani oleh pihak Polrestabes.
Maraknya kasus perjudian yang terjadi ditengah-tengah masyarakat,
42
menjadikan jumlah kasus yang selesai masih sangat jauh dari yang
diharapkan. Kasus yang telah selesai adalah 161 kasus. Kasus yang telah
dilimpahkan ke kejaksaan adalah kasus yang dianggap telah selesai,
sedangkan yang belum selesai masih dalam proses penyidikan mengingat
beberapa tersangka utama masih dalam pencarian (DPO).
2. Data Tindak Pidana Perjudian Melalui Media Online di Polrestabes
Kota Makassar
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis di Polrestabes
di Kota Makassar mengenai kasus perjudian melalui media online di
wilayah Kota Makassar hanya terdapat satu kasus. Hal ini disebabkan
karena kasus perjudian seperti ini tergolong baru di indonesia khususnya
di Makassar. Karena untuk membuat perjudian online itu sendiri
membutuhkan tempat dan beberapa unit perangkat komputer.
Menurut Bripda Abdillah Mansur dari Unit 5 Jatarnas Polrestabes
Makassar (wawancara 2 oktober 2012), mengatakan bahwa:
“Kasus perjudian melalui media online ini tergolong baru karena tidak semua orang bisa membuat modus operandi seperti ini. Rata-rata orang yang membuat perjudian seperti ini mempunyai usaha warnet, dimana mereka mengumpulkan pemain dari pelanggan atau orang-orang yang sebenarnya tidak berniat untuk berjudi, tetapi karena sering datang dan melihat orang lain di dalam warnet melakukan aktifitas perjudian, maka banyak yang mencoba sehingg menjadi ketagihan dan selalu datang ke warnet bukan sekedar bermain internet tapi juga berjudi”.
Pelaku modus perjudian melalui media online ini hanya satu orang
yang memiliki usaha warnet dan ada beberapa orang yang membantu
43
untuk menjalankan usaha warnet yang dijadikan tempat perjudian. Lanjut
menurut Bripda Abdillah Mansur, awalnya warnet ini bukan usaha untuk
melakukan aktifitas perjudian, tetapi ketika usaha warnetnya sudah besar
dan memiliki pelanggan tetap, mereka mencoba meraih keuntungan lebih
dengan memulai usaha perjudian dalam warnetnya. Faktor yang
mendukung untuk melakukan tindak pidana ini adalah terpencilnya usaha
warnet dan sadarnya para pelaku bahwa modus perjudian melalui warnet
ini belum pernah ada di Kota Makassar. Dan juga mereka sadar bahwa
pihak kepolisian tidak akan menggrebek warnet mereka karena dicurigai
melakukan tindak pidana.
Dalam hal penjatuhan hukuman, Bripda Abdillah Mansur
menjelaskan bahwa dalam kasus perjudian online ini yang dijatuhi
hukuman hanyalah para penyedia sarananya saja. Menurut Pak Abdillah,
para pelaku yang bermain judi di dalam warnet itu sendiri hanya diberi
peringatan dan tidak dijatuhi hukuman. Karena sebagian besar pemainnya
adalah para remaja yang mungkin saja tidak mengetahui bahwa
permainan yang mereka mainkan itu tergolong dalam tindak pidana
perjudian.
C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perjudian Media
Online
44
Terjadinya tindak pidana perjudian melalui media online tentunya
disebabkan atau didorong oleh berbagai faktor. Dalam membahas faktor-
faktor penyebab terjadinya perjudian media online ini tentunya setiap
orang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari
sudut mana setiap orang melihat dan juga dimana suatu kelompok
masyarakat berada. Dari hasil penelitian, telah dicoba untuk menjawab
apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana judi online.
Faktor tersebut antara lain mencakup : faktor ekonomi, faktor banyaknya
pengangguran, faktor keisengan dan sekedar coba-coba, faktor kemajuan
teknologi, serta faktor lingkungan.
1. Faktor Ekonomi
Faktor utama dan yang paling mendasar yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana judi adalah masalah ekonomi. Masyarakat
dengan status sosial dan ekonomi yang rendah, seringkali menganggap
perjudian sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Dengan mengharapkan keuntungan sebesa-besarnya, orang-orang yang
memiliki tingkat ekonomi yang rendah ingin mencoba hal yang baru. Hal
ini disebabkan karena kemampuan ekonomi seseorang sangat rendah
dan tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan yang sangat mendesak
untuk dipenuhi. Inilah yang menjadi alasan atau penyebab seseorang atau
kelompok orang melakukan perjudian.
45
2. Faktor Iseng dan Coba-coba
Faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk bermain judi
adalah faktor iseng dan coba-coba. Bermain judi karena mempunyai
banyak waktu luang dan seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa rata-
rata yang bermain judi adalah para pengangguran. Seperti penjelasan
Bripda Abdillah Mansur, bahwa orang yang bermain judi online ini awalnya
tidak berniat untuk ikut, tetapi karena pemakai sarana internet di warnet
yang telah menjadi pelanggan selalu bermain dan seiring waktu hampir
semua pelanggan warnet itu mencoba untuk bermain, kemudian menjadi
ketagihan untuk terus bermain.. Mereka yang awalnya membuat usaha
warnet ini mencoba untuk membuat sebuah usaha baru dalam warnet
mereka, dan judi adalah salah satu keisengan yang menjadi usaha baru
bagi para pemilik warnet. Judi juga merupakan salah satu bentuk hiburan,
sehingga seringkali menjadi pelarian dari kegiatan atau rutinitas,
kebosanan, dan kesibukan sehari-hari. Para penyedia jasa judi online ini
juga awalnya iseng dan coba-coba. Judi membuat orang pada awalnya
hanya mencoba saja, tetapi lama kelamaan akan membuat orang selalu
berpengharapan, karena judi ini menjanjikan suatu kemenangan tau
perbaikan kehidupan sosial para pecandunya.
4. Faktor Penyalahgunaan Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi yang semakin tak terbendung dan melaju
secara cepat menjadi salah satu faktor dalam kasus perjudian melalui
46
media online ini. Kemajuan teknologi turut pula mempengaruhi cara
berpikir, bersikap, dan bertindak. Perubahan sikap, pandangan, dan
orientasi warga masyarakat inilah yang juga mempengaruhi kesadaran
hukum dari masyarakat tersebut. Hampir semua kejahatan telah
berkembang, tidak membatasi juga kejahatan perjudian semakin
berkembang. Judi yang dulu hanya memakai sarana seadanya, sekarang
telah merambah ke teknologi yang lebih canggih seperti memakai sarana
komputer dan sambungan internet untuk melakukan permainan judi. Ini
menjadi salah satu faktor yang penting dalam perkembangan kejahatan di
dunia, indonesia umumnya dan kota makassar khususnya. Orang-orang
yang awalnya tidak bermaksud untuk bermain judi, akan terikut arus
karena mau tidak mau ditarik oleh kemajuan teknologi yang semakin
ganas.
5. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang baik adalah pengaharapan setiap orang tua
kepada anak-anak mereka. Tapi kenyataannya anak-anak dan remaja
sekarang ini, bahkan dari dulu hampir semua anak-anak dan remaja
dalam pergaulan yang salah. Lingkungan yang tidak terkontrol inilah yang
menjadikan remaja-remaja berpotensi melakukan tindakan pidana yang
seharusnya tidak mereka lakukan.
Lingkungan juga merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya
tindak pidana perjudian. Orang yang bergaul dengan orang lain yang
47
pekerjaannya memang bermain judi dalam lingkungannya, maka suatu
saat nanti akan sangat gampang terjerumus dan ikut menjadi penjudi,
karena hampir setiap waktu yang mereka saksikan dan melihat adalah
perjudian, sehingga semakin lama menjadi suatu kebiasaan.Dijelaskan
oleh Bonger (1982:87), bahwa :
“Harus diakui bahwa peniruan dalam masyarakat memang mempunyai
pengaruh yang lebih besar sekali. Biarpun setiap kehidupan manusia
bersifat khas sekali, dapat disetujui bahwa banyak orang dalam kebiasaan
hidupnya dan pendapatnya amat sangat mengikuti keadaan lingkungan
dimana mereka hidup”.
Lingkungan tempat tinggal seseorang sangat berpengaruh
terhadap karakter yang bersangkutan. Kalau ingin sesuatu yang baik,
maka perilaku orang itu pun akan baik, tetapi sebaliknya jika bergaul
dengan seorang pemain judi maka kemungkinan akan terpengaruh
sehingga perjudian itu diistilahkan sebagai salah satu penyakit
masyarakat yang hingga saat ini sangat sulit untuk diberantas.
D. Upaya-upaya Penanggulangan Kejahatan Perjudian Melalui Media
Online di Kota Makassar
Ada dua metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi
kejahatan yaitu:
1. Metode untuk mengurangi pengulangan kejahatan.
48
Ini merupakan salah satu metode yang ditujukan kepada
pengurangan jumlah residivis (kejahatan ulang) dengan suatu
pembinaan yang dilakukan secara konseptual.
2. Metode untuk mencegah kejahatan pertama kali.
Suatu cara yang ditujukan kepada upaya untuk mencegah
terjadinya kejahatan untuk pertama kali.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa upaya
penanggulangan kejahatan mencakup upaya represif dan upaya preventif.
1. Upaya Preventif
Upaya penanggulangan dengan cara ini tidak memakai sarana
pidana, tetapi berusaha memanfaatkan potensi-potensi di dalam
masyarakat secara terpadu. Sasaran utamanya adalah menangani faktor-
faktor kondusif terjadinya kejahatan. Faktor kondusif itu berpusat pada
masalah-masalah atau kondisi sosial yang secara langsung atau tidak
langsung dapat menimbulkan kejahatan. Pencegahan kejahatan menurut
upaya ini didasarkan pada penghapusan sebab dan kondisi yang
menimbulkan kejahatan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana
perjudian media online adalah:
a). Menutup semua akses perjudian
Langkah awal dalam mencegah perjudian melalui media online
adalah dengan menutup semua akses masuk ke situs-situs judi.
49
Menurut Bripda Abdillah, dari tim IT cybercrime telah berusaha
untuk bekerjasama dengan beberapa provider atau para pemilik
perusahaan penyedia jasa internet untuk menutup semua situs-situs yang
berpotensi bermuatan konten perjudian. Pak Abdillah kembali
menjelaskan apabila para pengguna internet di Makassar ingin
mengakses situs perjudian, maka akan langsung diberi peringatan.
b). Memberikan peringatan melalui iklan
Langkah berikutnya untuk mencegah perjudian melalui media
online adalah memberikan teguran atau peringatan melalui iklan. Melalui
media online seperti iklan iklan di media sosial atau situs-situs yang
berhubungan dengan kejahatan, atau melaui media elektronik lainnya
seperti iklan televisi dan iklan radio. Langkah peringatan juga bisa
diiklankan di media surat kabar dengan mencantumkan kalimat melarang
disertakan sanksi.
c). Melakukan Razia warnet
Langkah terakhir yaitu dengan melakukan razia warnet secara
berkala dan tidak terpusat pada suatu wilayah yang dicurigai saja. Agar
tidak menimbulkan kecurigaan oleh para pelaku usaha judi online.
Langkah ini memang kelihatan susah karena sebagaimana telah diketahui
bahwa ada ratusan warnet di kota makassar ini. Tetapi menurut Pak
Abdillah, mereka akan mengusahakan agar razia warnet ini terlaksana
secara berkala.
50
Terakhir Pak Abdillah mengatakan bahwa semua usaha yang
dilakukan aparat kepolisian tidak akan terlalu berhasil apabila tidak ada
dukungan dari warga masyarakat Kota Masyarakat yang tidak sadar
hukum dan tidak bekerja sama dalam mencegah tindak pidana judi ini.
Jadi, beliau mengharapkan bantuan dari masyarakat sebagi penyambung
apabila mendengar atau melihat kegitan perjudian ini, lantas
melaporkannya ke pihak yang berwajib untuk ditangani lebih serius.
2. Upaya Represif
Upaya yang dapat dilakukan selain upaya preventif adalah upaya
represif. Yakni upaya yang dilakukan para penegak hukum berupa
penjatuhan sanksi pidana kepada pelaku kejahatan. Disini para penegak
hukum adalah pihak pengadilan bekerja sama dengan pihak kepolisian
beserta kejaksaan mengambil tindakan berupa penjatuhan hukuman.
Hakim dalam menjatuhkan hukuman mempertimbangkan bahwa hukuman
yang dijatuhkan berfungsi sebagai pembalasan setimpal terhadap pelaku
atas apa yang telah dilakukannya agar pelaku menjadi jera dan tidak
melakukan kembali perbuatannya.
Tindakan pencegahan dianggap lebih baik daripada tindakan
represif. Usaha preventif tidak menimbulkan akibat negatif seperti antara
lain : (pemberian cap pada yang dihukum/dibina), pengasingan,
penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi,
permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain.
51
Dalam usaha pencegahan kriminalitas, berarti mengadakan usaha
perubahan yang positif. Dalam rangka mengubah pelaku kriminal, kita
harus mengubah lingkungan dengan mengurangi hal yang mendukung
perbuatan tindak pidana perjudian.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
52
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, akhirnya
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana pidana perjudian melalui
media online di Kota makassar antara lain faktor ekonomi, faktor
iseng dan coba-coba, faktor penyalahgunaan teknologi, dan faktor
lingkungan.
2. Upaya yang ditempuh aparat kepolisian dalam menanggulangi
kejahatan perjudian melalui media online dilakukan dengan dua
tindakan yaitu tindakan preventif, yakni keseluruhan tindakan yang
diambil sebelum terjadinya tindak pidana perjudian online seperti:
- Menutup semua akses situs- situs perjudian
- Memberikan peringatan melalui iklan
- Melakukan Razia warnet
Selain tindakan preventif, upaya yang dilakukan adalah upaya
represif yakni tindakan yang dilakukan setelah terjadinya tindak pidana
perjudian online.
B. Saran
Selanjutnya akan dikemukakan saran-saran menyangkut hal yang
ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai bahan pertimbangan bagi semua
pihak yang bersangkutan, yaitu :
53
1. Melihat dari faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak
pidana Perjudian melalui media online, maka diharapkan
kepada aparat penegak hukum yang berwenang lebih aktif untuk
melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan secara
serius dan terpadu, serta melibatkan instansi terkait dan
masyarakat.
2. Menindak tegas anggota aparat penegak hukum selaku pimpinan
apabila terbukti terlibat atau menjadi pembantu perjudian online ini.
3. Diharapkan para aparat penegak hukum agar senantiasa
melakukan operasi khusus secara rutin untuk mencegah dan
mengungkap serta menindak para penyedia fasilitas judi tersebut.
4. Diharapkan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan masyarakat pada
umumnya, pemerintah, serta bekerja sama dengan instansi
penegak hukum untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat
serta melakukan razia-razia di warnet-warnet yang ramai.
Daftar Pustaka
Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung : C.V. Remaja Karya
54
Alam, A. S. 2010. Pengantar kriminologi. Pustaka Refleksi: Makassar
Arief, Barda Nawawi. 2007. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Atmasasmita, Ramli. 1995. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Jakarta :
PT. Eresco.
Gumilang A. 1993. Kriminalistik (pengetahuan tentang teknik dan taktik
penyidikan). Bandung: Angkasa.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial, Cet. 1, Jilid I, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005).
Lopa, Baharuddin. 2001. Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum.
Jakarta : Rajawali Press.
Mansur, Dikdik M. Dan Elisatris Gultom. 2009. Cyberlaw Aspek Hukum
teknologi informasi. Bandung: PT. Refika Aditama
Noach, W.M.E. 1992. Kriminologi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti.
Sahetapy, J.E. 1992. Kriminologi Suatu Pengantar. PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung
Santoso, Topo dan Eva Achajani Ulfa. 2003. Kriminologi. Cetakan Ketiga.
PT Grafindo Persada: Jakarta.
55
Soedjono, D., 1984.. Sosio kriminologi ( awalan ilmu-ilmu sosial dalam
studi kepustakaan), Bandung: Amico.
Soesilo, R. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor :
Politea.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian
http://arya-neo.blogspot.com/2010/10/pengertian-media-online.html
(diakses pada tanggal 1 juni 2012 pukul 22: 10 )
http://ciptoabiyahya.wordpress.com/2012/03/09/sekilas-tentang-media-
online/ (diakses pada tanggal 1 juni 2012 pukul 22:30 )
56