skripsi - i · 2015-09-02 · akibat posisi geometris ini dapat menyebabkan kesulitan dalam proses...

16
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengumpulan dan pengolahan awal data citra dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Februari 2004. Pengambilan data lapangan pada bulan Maret 2004. Pengolahan lanjutan dilaksanakan pada bulan April 2004 sampai dengan bulan Mei 2004 di Laboratorium Remote Sensing, Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Bagian Hulu. Data Citra, Data Pendukung dan Alat Data citra yang digunakan dalam penelitian ini berupa data digital citra satelit Landsat TM multiwaktu path/row 122/65 tahun 1994, 2000 dan tahun 2003 (Tabel 2). Data pendukung yang digunakan yaitu data vektor batas DAS Cisadane Bagian Hulu, Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, dan peta digital daerah Bogor. Tabel 2. Data Citra Satelit yang Digunakan dalam Penelitian. No. Spesifikasi Data citra tahun 1994 2000 2003 1. Jenis sensor TM ETM+ ETM+ 2. Path/row 122/65 122/65 122/65 3. Tanggal perekaman 22/09-1994 06/05-2000 02/05-2003 4. Jumlah Band 7 7+pan 7+pan 5. Band yang digunakan 1,2,3,4,5,7 1,2,3,4,5,7 1,2,3,4,5,7 Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ER MAPPER versi 5.5, ArcView versi 3.2, ERDAS Imagine 8.4, Microsoft Word dan Microsoft Excel. Peralatan tambahan lainnya yaitu GPS (Global Positioning System) Garmin 12XL, kamera saku dan alat tulis. Tahap-tahap Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu pengolahan awal citra (pre-image processing), pengambilan data di lapangan (ground check), pengolahan citra digital (image processing) dan analisis perubahan tutupan lahan.

Upload: lynga

Post on 07-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

15

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian Pengumpulan dan pengolahan awal data citra dilaksanakan mulai bulan

Januari sampai Februari 2004. Pengambilan data lapangan pada bulan Maret

2004. Pengolahan lanjutan dilaksanakan pada bulan April 2004 sampai dengan

bulan Mei 2004 di Laboratorium Remote Sensing, Departemen Manajemen

Hutan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Bagian Hulu.

Data Citra, Data Pendukung dan Alat Data citra yang digunakan dalam penelitian ini berupa data digital citra

satelit Landsat TM multiwaktu path/row 122/65 tahun 1994, 2000 dan tahun 2003

(Tabel 2). Data pendukung yang digunakan yaitu data vektor batas DAS

Cisadane Bagian Hulu, Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, dan peta digital daerah

Bogor. Tabel 2. Data Citra Satelit yang Digunakan dalam Penelitian.

No. Spesifikasi Data citra tahun

1994 2000 2003 1. Jenis sensor TM ETM+ ETM+ 2. Path/row 122/65 122/65 122/65 3. Tanggal perekaman 22/09-1994 06/05-2000 02/05-2003 4. Jumlah Band 7 7+pan 7+pan 5. Band yang digunakan 1,2,3,4,5,7 1,2,3,4,5,7 1,2,3,4,5,7

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu seperangkat komputer yang

dilengkapi dengan software ER MAPPER versi 5.5, ArcView versi 3.2, ERDAS

Imagine 8.4, Microsoft Word dan Microsoft Excel. Peralatan tambahan lainnya

yaitu GPS (Global Positioning System) Garmin 12XL, kamera saku dan alat tulis.

Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu pengolahan

awal citra (pre-image processing), pengambilan data di lapangan (ground check),

pengolahan citra digital (image processing) dan analisis perubahan tutupan

lahan.

16

Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (pre-image processing) merupakan tahap awal dari

pengolahan citra satelit Landsat TM, berupa perbaikan/koreksi terhadap data

citra yang masih memiliki beberapa kesalahan (distorsi) di dalamnya. Hal ini

dilakukan untuk meningkatkan kualitas data citra yang akan berpengaruh

terhadap hasil akhir yang akan dicapai. Untuk itu koreksi terhadap distorsi atau

kesalahan data perlu dilakukan sebelum data dianalisa lebih lanjut.

Langkah awal sebelum masuk pada kegiatan pengolahan awal citra yaitu

melakukan proses import dan merging data citra. Citra yang digunakan untuk

penelitian ini adalah Landsat TM hasil perekaman tahun 1994 (format *.BIL), citra

Landsat ETM+ hasil perekaman tahun 2000 (format *.tif), dan citra Landsat

ETM+ hasil perekaman tahun 2003 (format *.tif). Langkah berikutnya adalah

menggabungkan masing-masing citra saluran multispektral (saluran biru, hijau,

merah, inframerah dekat, inframerah sedang I, inframerah sedang II, dan

inframerah panas) menjadi satu data citra multispektral. Saluran spektral yang

digunakan pada penelitian ini yaitu band 1, band 2, band 3, band 4, band 5, dan

band 7 dan mengabaikan band 6 (baik pada Landsat TM maupun ETM+) dan

band 8 (saluran pankromatik) yang terdapat pada Landsat ETM+.

1. Koreksi Geometrik (Geometric Correction). Koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi/letak

objek-objek yang terekam pada citra yang disebabkan oleh distorsi geometrik

(Lillesand & Kiefer, 1997). Distorsi atau kesalahan posisi dari obyek-obyek yang

terekam pada citra tidak akan tampak secara nyata pada citra. Namun kesalahan

akibat posisi geometris ini dapat menyebabkan kesulitan dalam proses integrasi

(fusi) citra dengan sumber data lainnya (Jaya, 2002). Citra Landsat TM dengan

obyek pengamatan DAS Cisadane bagian hulu terdiri dari satu data citra

terkoreksi (master image) berupa peta digital daerah Bogor dan tiga data citra

mentah (slave image) hasil perekaman tahun 1994, 2000 dan tahun 2003 yang

digunakan sebagai bahan penelitian. Koreksi ini dilakukan dengan membuat

sejumlah titik-titik kontrol lapangan (Ground Control Point) yang tersebar merata

di seluruh citra pada obyek-obyek yang relatif permanen dan tidak berubah

dalam kurun waktu yang lama seperti jalan, jembatan, sudut bangunan dan yang

lainnya. Atas dasar acuan yang digunakan, koreksi ini dilakukan dari citra ke citra

(image to image rectification). Sejumlah titik-titik kontrol yang tersebar merata

ditentukan pada citra terkoreksi (master image) sebagai koordinat acuan. Peta

17

digital daerah Bogor (master image) digunakan untuk mengoreksi citra tahun

2003. Citra tahun 2003 yang telah terkoreksi ini kemudian digunakan untuk

mengoreksi citra tahun 2000. Selanjutnya, citra terkoreksi tahun 2000 ini

digunakan untuk mengoreksi citra tahun 1994.

Secara ringkasnya, tahapan dari koreksi geometrik ini adalah sebagai

berikut :

a. Pemilihan titik-titik kontrol lapangan (Ground Control Point), syaratnya tersebar

merata di seluruh citra, relatif permanen, tidak berubah dalam kurun waktu yang

lama (seperti jalan, jembatan, sudut bangunan, dan sebagainya).

b. Perhitungan Root Mean Squared Error (RMSE). Setelah GCP terpilih,

selanjutnya dihitung akar dari kesalahan rata-rata kuadrat. RMSE dinyatakan

dengan rumus :

( )∑= 21 δn

RMSE dengan ( ) ( )22 '' LLPP −+−=δ

dimana P’ dan L’ adalah koordinat estimasi, p dan L adalah koordinat asli

GCP (Jaya, 2002).

Transformasi koordinat yang dilakukan menyebabkan terjadinya

pergeseran posisi piksel secara keseluruhan. Hal ini membuat nilai digital setiap

piksel pada posisinya yang baru tidak terdefinisi. Untuk itu perlu dilakukan

pengisian nilai digital piksel dengan cara melakukan resampling menggunakan

metode interpolasi nilai digital piksel. Metode interpolasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah interpolasi tetangga terdekat (nearest neighbour

interpolation), yaitu mengisi nilai digital piksel yang baru dengan cara

mengekstraksi nilai digital piksel terdekat dari lokasi estimasi pada citra asli.

Metode ini merupakan metode yang paling efisien dan paling banyak digunakan

karena tidak merubah nilai digital piksel yang asli, apalagi dalam kaitannya

dengan bidang kehutanan yang membutuhkan nilai asli yang bukan hasil sintesa

(Jaya, 2002).

Titik-titik kontrol yang dipilih sebanyak 30 GCP untuk citra 2003, 26 GCP

untuk citra 2000, dan 32 GCP untuk citra 1994. Setelah GCP terpilih selanjutnya

dihitung akar dari kesalahan rata-rata kuadrat. Ketelitian yang diharapkan dalam

koreksi geometris adalah nilai akar kesalahan rata-rata kuadrat (RMSE) yang

lebih kecil dari 0,5 piksel. Nilai RMSE yang diperoleh dari ketiga citra tersebut

sesuai dengan yang disyaratkan, yaitu kurang dari 0.5 piksel. Untuk citra 2003

dengan 30 GCP diperoleh nilai rata-rata Root Mean Squared Error (RMSE)

18

sebesar 9.1798 meter atau 0.306 piksel, 12.0816 meter atau 0.403 piksel untuk

citra 2000, dan 11.9008 meter atau 0.397 piksel untuk citra 1994 (Tabel 3). Tabel 3. Rekapitulasi GCP dan Nilai RMSE dari Seluruh Citra Landsat.

Tahun Perekaman Jumlah GCP RMSE 1994 32 0,39669 2000 26 0,40272 2003 30 0,30599

2. Penajaman Citra (Image Enhancement). Untuk mendapatkan citra dengan tampilan visual yang baik, maka

diperlukan suatu operasi untuk memperbaiki nilai kontras citra. Operasi ini

disebut dengan penajaman citra. Teknik penajaman citra yang digunakan dalam

penelitian ini adalah histogram equalize, berupa perentangan Digital Number-nya

pada skala tingkat keabuan 0 – 255. Tujuannya adalah agar kelompok-kelompok

Digital Number mempunyai jarak antara satu dengan lainnya, sehingga

memudahkan dalam identifikasi fitur.

3. Interpretasi Visual Citra Satelit (Visual Image Interpretation). Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal dalam survey

lapangan, mengidentifikasi pola sebaran, penentuan jumlah kelas tutupan lahan

dan macam kelas tutupan lahan yang ada di daerah penelitian. Untuk

mempermudah dalam interpretasi visual, citra ditampilkan dalam format RGB

(Red Green Blue) untuk dapat menghasilkan warna komposit.

Menurut Jaya (2002), kombinasi yang terdiri dari salah satu band visible

(1, 2, dan 3), band 4 (near infrared) dan band 5 (middle infrared) dapat

memberikan separasi antar kelas yang tinggi. Perbedaan yang jelas antar kelas

akan lebih mempermudah dalam deteksi dan identifikasi secara visual karena

tampilan objek yang ada pada citra bisa dengan mudah dibedakan.

Dari kegiatan interpretasi visual citra ini dapat diidentifikasi 13 kelas

tutupan lahan (termasuk awan dan bayangan awan) yang bisa dibedakan secara

visual satu dengan yang lainnya. Awan dan bayangan awan tidak termasuk ke

dalam salah satu kelas tutupan lahan yang menutupi lapisan atas permukaan

bumi tetapi ikut diklasifikasi sebagai salah satu kelas tutupan lahan karena dapat

mempengaruhi hasil klasifikasi. Dalam penelitian ini, kombinasi band yang

digunakan dalam interpretasi visual citra menggunakan band 5-4-3 (mengacu

kepada standar dari Departemen Kehutanan untuk analisis hutan dan vegetasi).

19

Kombinasi Band 5-4-3 untuk masing-masing citra tersaji pada Gambar 1.

Citra Landsat tahun 1994

Citra Landsat tahun 2000

Citra Landsat tahun 2003

Gambar 1. Tampilan Visual Citra Masing-masing Tahun Liputan.

20

Sedangkan tampilan masing-masing kelas tutupan lahan tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Penampakan Visual Citra dari Kelas-kelas Tutupan Lahan. No. Kelas Tutupan Lahan Lokasi pengambilan data Tampilan visual

1. Badan air (BDA) Setu Gede, CIFOR

2. Sawah (SWH) Ciseeng

3. Tanah Kosong (TKG) Gunung kapur, Ciampea

4. Padang Rumput (PDR) Bogor Golf Club

5. Permukiman (PMK) Baranangsiang

6. Semak (SMK) Gunung kapur, Ciampea

7. Kebun Campuran (KCP) Ciapus

8. Kebun Karet (KRT) Kemang

9. Kebun Teh (TEH) Desa Nirmala, Nanggung

21

Lanjutan Tabel 4. Penampakan Visual Citra dari Kelas-kelas Tutupan Lahan. No. Kelas Tutupan Lahan Lokasi pengambilan data Tampilan visual

10. Tegakan Pinus (PNS) Lengkong Girang, Lido

11. Hutan Daun Lebar (HDL) Gunung Salak

12. Awan (AWN) Gunung Salak

13. Bayangan Awan (BYA) Gunung Salak

Adapun deskripsi masing-masing kelas tutupan lahan bisa dilihat pada tabel 5 Tabel 5 . Deskripsi Kelas Tutupan Lahan

No. Kelas Tutupan Lahan Deskripsi 1. Badan Air (BDA) Lahan yang terendam air. 2. Sawah (SWH) Lahan sawah yang sudah ditumbuhi padi.

3. Tanah Kosong (TKG) Lahan yang keberadaan tanaman diatasnya sedikit atau bahkan tidak ada.

4. Padang Rumput (PDR) Lahan yang ditumbuhi oleh rumput-rumputan.

5. Permukiman (PMK) Lahan yang merupakan tempat tinggal dan pusat kegiatan manusia, serta jalan.

6. Semak (SMK) Lahan yang didominasi oleh perdu dan tumbuhan bawah lainnya.

7. Kebun Campuran (KCP)

Lahan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman keras atau pertanian, umumnya tanaman penghasil buah seperti rambutan, durian, mangga, kelapa, nangka, dan lain-lain.

8. Kebun Karet (KRT) Lahan yang didominasi oleh perkebunan karet. 9. Kebun Teh (TEH) Lahan yang didominasi oleh perkebunan teh.

10. Tegakan Pinus (PNS) Lahan yang didominasi oleh pohon pinus.

11. Hutan Daun Lebar (HDL) Lahan yang didominasi oleh jenis-jenis kayu rimba, seperti rasamala, puspa, dan lain-lain.

12. Awan (AWN) Areal yang diliputi oleh awan. 13. Bayangan Awan (BYA) Areal yang diliputi oleh bayangan awan.

4. Penyekatan Area Penelitian (Cropping). Langkah selanjutnya adalah proses penyekatan citra sesuai dengan area

penelitian (kawasan DAS Cisadane Bagian Hulu) pada citra terkoreksi. Hal ini

22

bertujuan selain untuk lebih memfokuskan perhatian ke areal penelitian juga

untuk mereduksi volume data citra supaya proses kerja komputer bisa lebih

ringan. Citra hasil penyekatan ini akan digunakan dalam proses selanjutnya.

Pemeriksaan Lapangan (Ground Check).

Kegiatan pengecekan lapangan dilaksanakan untuk memperoleh

informasi mengenai keadaan/kondisi lapangan secara nyata sebagai pelengkap

informasi dan pembanding bagi analisis selanjutnya. Pemeriksaan lapangan

dilakukan dengan menelusuri lokasi-lokasi pengamatan yang telah ditentukan.

Kegiatan yang dilakukan meliputi pengambilan titik-titik pengamatan dan

dokumentasi contoh-contoh tutupan dan penggunaan lahan yang ada dan juga

melakukan wawancara dengan responden yang memahami dan mengenali

dengan baik tentang kondisi daerah pengamatan. Dokumentasi masing-masing

kelas tutupan lahan di lapangan bisa dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Dokumentasi Kelas Tutupan Lahan Hasil Kegiatan Ground check. No. Kelas tutupan lahan Lokasi pengambilan data Tampilan visual

1. Badan air (BDA) Setu Gede, CIFOR

2. Sawah (SWH) Carangpulang, Dramaga

3. Tanah Kosong (TKG) Gunung kapur, Ciampea

4. Padang Rumput (PDR) Gunung kapur, Ciampea

5. Permukiman (PMK) Baranangsiang

23

Lanjutan Tabel 6. Dokumentasi Kelas Tutupan Lahan Hasil Kegiatan Ground check. No. Kelas tutupan lahan Lokasi pengambilan data Tampilan visual

6. Semak (SMK) Gunung kapur, Ciampea

7. Kebun Campuran (KCP) Ciapus

8. Kebun Karet (KRT) Rumpin

9. Kebun Teh (TEH) Desa Banyuwangi, Leuwiliang

10. Tegakan Pinus (PNS) Lengkong Girang, Lido

11. Hutan Daun Lebar (HDL) TNG Halimun, Desa Malasari, Nanggung

Pengolahan Citra Digital (Image Processing). Pengolahan citra digital (Image processing) mengacu kepada teknik, baik

manual atau digital, yang digunakan untuk memperbaiki geometri citra,

mempertajam penampilan citra, mengidentifikasi suatu fitur dalam suatu citra,

dan mengekstrak/mengambil informasi/data terpilih dari suatu citra (Robinson et

al., 1995). Analisa lanjutan setelah proses koreksi citra adalah penentuan Area

Contoh untuk mencari kelompok-kelompok obyek yang secara spektral terpisah

satu dengan yang lainnya sebagai prototipe untuk mendeterminasi setiap piksel

pada areal yang diteliti.

24

1. Penentuan/Pemilihan Area Contoh (Training Area). Area contoh di lapangan ditentukan dengan menggunakan alat GPS dan

Peta Rupa Bumi Skala 1:25.000. Interpretasi citra secara visual menunjukan

objek-objek yang perlu diperiksa kebenarannya di lapangan. Keberadaan objek

di peta disesuaikan dengan keadaan sebenarnya di lapangan untuk kemudian

menentukan koordinat UTM objek di lapangan berdasarkan koordinat UTM dari

GPS. Titik kontrol lapangan ini merupakan acuan dalam membuat area contoh

(training area) pada citra dalam proses klasifikasi.

Penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi area contoh (training area)

dilakukan untuk mengambil informasi statistik kelas-kelas tutupan lahan.

Pengambilan informasi statistik dilakukan dengan cara mengambil contoh-contoh

piksel dari setiap kelas tutupan lahan dan ditentukan lokasinya pada citra

komposit. Informasi statistik dari setiap kelas tutupan lahan ini digunakan untuk

menjalankan fungsi sparabilitas dan fungsi akurasi. Informasi yang diambil

adalah nilai rata-rata, simpangan baku, nilai digital minimum dan maksimum,

serta matriks varian-kovarian untuk setiap kelas tutupan lahan.

Banyaknya piksel training area yang perlu diambil untuk mewakili masing-

masing kelas tutupan lahan adalah sebanyak band (N) yang digunakan ditambah

satu (N+1), yaitu untuk menghindari matriks ragam peragam singular yang

matriks kebalikannya (inverse) tidak bisa dihitung. Pada prakteknya dianjurkan

jumlah piksel per kelasnya sebanyak 10 N dan bahkan 100 N (Swain & Davis,

1978).

Pembuatan Area Contoh pada citra tahun 1994 berdasar kepada jumlah

kelas yang diperoleh dari citra Landsat yaitu sebanyak 13 kelas, di mana seluruh

kelas tutupan lahan tersebut dapat teridentifikasi dengan jelas pada masing-

masing citra. Kondisi tutupan awan pada citra tahun 1994 sangat sedikit

sehingga memudahkan dalam pembuatan area contoh. Jumlah piksel area

contoh masing-masing kelas tutupan lahan yang akan dijadikan sebagai contoh

bagi piksel lain yaitu antara 10N – 100N dengan jumlah saluran spektral yang

dipakai adalah 6 band.

Pembuatan area contoh pada citra tahun 2000 dilakukan di titik-titik

referensi yang berbeda dengan area contoh tahun 1994 karena adanya

konsentrasi awan di sekitar lereng dan puncak gunung Pangrango, dan daerah

Leuwiliang serta Nanggung. Pada citra tahun 2003, awan yang menutupi hampir

seluruh wilayah sub-DAS Cisadane Hulu, sub-DAS Ciapus dan sub-DAS

25

Ciampea-Cihideung menyebabkan area contoh untuk kelas tutupan lahan lainnya

diambil dari lokasi lain. Karena kondisi tutupan awan yang dominan pada ketiga

sub-DAS di atas, maka untuk proses klasifikasi citra liputan tahun 2003 hanya

melibatkan dua sub-DAS, yaitu sub-DAS Cianten-Cikaniki dan sub-DAS

Citempuan. Jumlah piksel contoh masing-masing kelas tutupan lahan pada

masing-masing citra yang akan digunakan dalam tahap klasifikasi bisa dilihat

pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Piksel Masing-masing Kelas Tutupan Lahan pada Pembuatan Area Contoh pada Masing-masing Citra.

No Kelas Tutupan Lahan Jumlah piksel 1994 2000 2003

1. Badan Air (BDA) 556 670 592 2. Sawah (SWH) 769 210 185 3. Tanah Kosong (TKG) 568 195 312 4. Padang Rumput (PDR) 112 226 130 5. Permukiman (PMK) 551 468 657 6. Semak (SMK) 135 113 219 7. Kebun Campuran (KCP) 350 109 108 8. Kebun Karet (KRT) 605 173 315 9. Kebun Teh (TEH) 318 857 291

10. Tegakan Pinus (PNS) 457 558 129 11. Hutan Daun Lebar (HDL) 457 684 419 12. Awan (AWN) 266 997 898 13. Bayangan Awan (BYA) 347 595 843

Total piksel 5491 5855 5098

2. Analisis Separabilitas. Sebelum dilakukan proses klasifikasi terhadap kelas-kelas tutupan lahan

hasil area contoh (training area) terlebih dahulu dilakukan evaluasi training area

atau analisis sparabilitas untuk pemilihan kombinasi band terbaik bagi input

proses klasifikasi.

Pengujian terhadap training area dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode Transformasi Divergensi (TD). Metode ini digunakan

untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD antara kelas i dan j

dapat diketahui dengan rumus di bawah ini :

⎟⎟

⎞⎜⎜

⎛−=

812000ijD

ij eTD

nilai divergensi dihitung dengan :

( )( )[ ] ( )( )( )[ ]jijijijijiij MMMMCCTrCCCCTrD −−++−−= −−−− 1111 5.05.0

26

di mana D adalah divergence, Tr adalah teras matriks, C adalah matriks ragam

peragam, M adalah vektor rata-rata dan t adalah transposisi dari matriks. Nilai TD

antara 0 sampai 2000 (Jaya, 2002).

Adapun kriteria yang digunakan dalam memisahkan antar kelas dari nilai

transformasi divergensi menurut Jaya (2002) adalah sebagai berikut :

a. Tidak terpisah (insparable) : ≤ 1600

b. Jelek keterpisahannya (poor) : 1601 – 1699

c. Sedang (fair) : 1700 – 1899

d. Baik keterpisahannya (good) : 1900 – 1999

e. Sangat baik keterpisahannya (excellent) : 2000

3. Evaluasi Akurasi. Evaluasi akurasi dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi

area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya prosentase ketelitian

pemetaan. Analisis akurasi dilakukan dengan menggunakan matriks kesalahan

(confusion matrix) atau disebut juga matriks kontingensi. Ketelitian tersebut

meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah,

pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam

masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Adapun bentuk dari

matriks kesalahan tersaji pada tabel 8. Tabel 8. Matriks Kesalahan (confusion matrix).

Data acuan Training Area

Disklasifikasi kelas (data klasifikasi di peta) Total baris

Xk+

Producer’s Accuracy

Xkk/Xk+A B C D A Xii B ... D Xkk

Total kolom X+k N User’a Acc. Xkk/X+k

Akurasi yang bisa dihitung dari tabel di atas antara lain : user’s accuracy,

producer’s accuracy dan overall accuracy. Secara matematis jenis-jenis akurasi

di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :

27

%100

%100'Pr

%100'

%1002

×=

×=

×=

×−

−=

∑∑

+

+

++

++

N

XuracyOverallAcc

XX

sAccuracyoducer

XX

sAccuracyUser

XXN

XXXNacyKappaAccur

r

kkk

k

kk

k

kk

r

kkk

r

kkk

r

kkk

di mana :

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan

R = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas)

Xi+ = Jumlah semua kolom pada baris ke-i (Xij)

X+j = Jumlah semua kolom pada lajur ke-j (Xij)

4. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification). Metode yang digunakan dalam kegiatan klasifikasi citra adalah metode

kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Method), karena metode ini

adalah yang paling banyak digunakan dalam sebagian besar klasifikasi citra

digital penginderaan jauh (Jaya, 2002). Metode kemungkinan maksimum

mengelompokkan piksel-piksel yang belum diketahui identitasnya berdasarkan

vektor rata-rata sample multivariate (Mi) dan matriks ragam peragam antar band

(Ci) dari setiap kelas atau kategori i. Semua kombinasi band dari data citra

diklasifikasi berdasarkan piksel contoh yang telah dibuat pada tahap training

area.

5. Accuracy Assessment.

Evaluasi akurasi terhadap hasil akhir klasifikasi dilakukan dengan

menggunakan metode Accuracy Assessment. Metode ini akan mengevaluasi

seluruh piksel hasil klasifikasi berdasarkan data referensi hasil ground-check,

peta rupa bumi, atau dari sumber-sumber lain yang dapat dipercaya. Parameter

yang diukur sama dengan yang digunakan dalam matriks kontingensi, yaitu

User’s Accuracy, Producer’s Accuracy, Overall Accuracy dan Kappa Accuracy.

Adapun prinsip dasar dalam Accuracy Assessment adalah

membandingkan piksel hasil klasifikasi dengan referensinya di lapangan dengan

28

asumsi bahwa data referensi yang digunakan merupakan data yang sebenarnya.

Data referensi ini digunakan untuk mendeterminasi keakuratan hasil klasifikasi.

Congalton (1991) dalam ERDAS Inc. (1999) mensyaratkan pemilihan piksel

referensi harus secara random untuk menghindari bias akibat pemilihan piksel

referensi yang sebelumnya telah digunakan dalam proses penentuan Training

Area. Adapun jumlah piksel referensi yang digunakan setidaknya lebih dari 250

titik.

Pada prakteknya, penggunaan piksel referensi yang ditentukan secara

random sangat sulit untuk dilakukan akibat keterbatasan pengetahuan terhadap

areal penelitian. Dalam penelitian ini, data referensi yang digunakan merupakan

hasil dari kegiatan ground-check, ekstraksi informasi dari peta rupa bumi,

pengetahuan analis pribadi, dan sumber informasi lainnya. Untuk menghindari

bias terhadap hasil akurasi, titik-titik referensi yang masuk ke dalam wilayah

Training Area diabaikan.

Langkah-langkah dalam kegiatan Accuracy Assessment ini bisa

dijabarkan sebagai berikut :

1. Input data referensi. Informasi yang diperlukan adalah koordinat UTM dan

jenis tutupan lahan pada tahun yang diteliti. Data bisa diekstrak dari GPS hasil

ground-check dan peta rupa bumi. Penyusunan data ini dilakukan di Microsoft

Excel supaya bisa di simpan dalam format *.txt (tab delimited). Titik-titik referensi

yang dipilih merupakan titik-titik di luar Training Area.

2. Proses pada ERDAS Imagine 8.4. Pada item Classifier, pilih Accuracy

Assessment. Setelah terbuka kotak dialognya, Open citra hasil klasifikasi yang

akan dievaluasi. Masih di kotak dialog Accuracy Assessment, pilih menu Edit

Import User-defined Points. Pilih file *.txt hasil tabulasi di Excel tadi. Selanjutnya

akan terbuka kotak dialog Import Options. Pada tab Separator Character, pilih

Tab kemudian klik OK. Setelah itu kembali ke kotak dialog Accuracy Assessment

dan isi pada kolom Reference-nya berdasarkan jenis tutupan lahannya. Kolom

Reference diisi oleh nomor kelas mengacu kepada kolom Order pada kotak

dialog Signature Editor. Setelah selesai, pada menu Report, pilih Accuracy

Report untuk mendapatkan hasil akurasinya.

29

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra Landsat TM multiwaktu melalui

metode kemungkinan maksimum, selanjutnya dilakukan analisis perubahan

tutupan lahan. Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan cara

menumpangtindihkan (overlay) citra hasil klasifikasi pada tiap waktu, yaitu tahun

1994 – 2000 dan 2000 – 2003. Overlay matriks dari dua citra hasil klasifikasi ini

akan menghasilkan matriks transisi yang menyatakan besarnya luas atau jumlah

piksel suatu kelas tutupan lahan pada citra tahun pertama yang berubah menjadi

kelas tutupan lahan lain pada tahun berikutnya.

30

Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian

Kappa Acc. < 85 %

Kappa Acc. > 85 %

TD > 1700

Penyiapan data

Pra-pengolahan citra (koreksi geometrik dan radiometrik)

Evaluasi Training Area (Analisis Separabilitas)

Klasifikasi Metode Kemungkinan Maksimum

(Maximum Likelihood Method)

Analisis Akurasi/ Accuracy Assessment

Penyekatan Area Penelitian (Cropping)

Overlay

Seleksi Training Area

TD < 1700 Penggabungan

kelas

Mulai

Selesai

Data citra Landsat TM belum terkoreksi, path/row 122/65 tahun 1996 dan Landsat ETM+ tahun 2000 dan 2003

Peta digital terkoreksi

daerah Bogor

Data lapangan (Ground-Check)

Data referensi : Data Ground-check, Peta Rupa Bumi, dll.

Citra tematik tutupan lahan per

sub-DAS pada tiap tahun liputan

Citra hasil klasifikasi

Peta perubahan tutupan lahan

AOI (Area Of Interest) batas sub-DAS :

Cisadane Hulu, Ciapus, Ciampea-Cihideung,

Cianten-Cikaniki, dan Citempuan.