skripsi-guru honorer.doc
TRANSCRIPT
PROBLEMATIKA GURU HONORER DALAM MELAKSANAKAN TUGAS KEPROFESIAN DI MI
MIFTAHUL HUDA NGANTANG
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat dalam Ujian Proposal Skripsi Program Studi S-1
Pendidikan Agama Islam
Oleh :
CHOIRUNIKMAH
NIMKO : 2009.411.2000.110.0766
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL-URWATUL WUTSQO JOMBANG
2013
0
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal Skripsi Atas Nama Choirunikmah Ini Telah Disetujui Untuk Diujikan Pada Ujian Proposal Skripsi
Jombang, Januari 2013
Dosen Pembimbing
Surohim, SH.I, M.Pd.I
1
PROBLEMATIKA GURU HONORER DALAM MELAKSANAKAN TUGAS KEPROFESIAN DI MI MIFTAHUL HUDA NGANTANG
A. KONTEKS PENELITIAN
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai butir-butir
tujuan pendidikan tersebut perlu didahului oleh proses pendidikan yang
memadai. Agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka semua aspek
yang dapat mempengaruhi belajar siswa hendaknya dapat berpengaruh positif
bagi diri siswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Diundangkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, maka semakin kuatlah alasan pemerintah dalam melibatkan
masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan lembaga pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Keterlibatan masyarakat dan
pemerintah daerah tersebut mencakup beberapa aspek dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan ( UU No. 20 Th.
2003, pasal 8 ), termasuk berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan.
2
Menurut Wakiran, dkk. (2004 ), dalam pasal 2 ayat (3) Undang-undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun
1974 secara tegas dinyatakan , bahwa disamping Pegawai Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai
Tidak Tetap.1
Dalam penjelasan yang dimaksud dengan Pegawai Tidak Tetap adalah
pegawai yang diangkat untuk jangka waktu terrtentu guna melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professional dan
administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi dalam
kerangka system kepegawaian, Pegawai Tidak Tetap tidak berkedudukan sebagai
Pegawai Negeri. Dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan selain
Pegawai Negeri Sipil terdapat juga beberapa jenis pegawai yang melaksanakan
tugas sebagaimana dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi
pendekatannya atau sebutan istilahnya di berbagai instansi baik Pusat maupun
Daerah berbeda-beda. Hal ini disebabkan, karena sampai saat ini belum ada
norma, standar, prosedur yang mengatur hal tersebut.
Pegawai tidak Tetap tersebut saat ini diangkat dalam berbagai instansi
Pegawai pemerintah antara lain di lingkungan Departemen Kesehatan (Dokter
PTT dan Bidan PTT), di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (Guru
Tidak Tetap/Guru Bantu), dilingkungan Departemen Agama (Guru Tidak Tetap,
Penyuluh Agama), dilingkungan Departemen Kimpraswil (Pegawai
1 Wakiran, dkk,Pengkajian Sistem penggajian Pegawai tidak tetap, (Jakarta:2004),hal:30
3
Honorer/Tenaga Kontrak), dan dibeberapa daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang
sudah mengangkat Pegawai Tidak Tetap.
Selama ini guru yang bekerja di berbagai sekolah, baik Negeri maupun
swasta, sering kali masyarakat mengira bahwa para guru tersebut adalah berstatus
Pegawai Negeri Sipil (PNS) . Padahal tidak semua guru yang bekerja di sekolah-
sekolah tersebut berstatus PNS, atau biasa disebut guru Honorer, Guru Tidak
Tetap, atau Guru Kontrak.
Guru Tidak Tetap yang bekerja pada beberapa sekolah Negeri maupun swasta,
sampai saat ini belum memiliki standar gaji yang menitikberatkan pada bobot
jam pelajaran, tingkatan jabatan, dan tanggung jawab masa depan siswanya.
Apalagi untuk guru yang mengajar di tingkat SD/MI. Banyak diantara mereka
yang bekerja melebihi dari imbalan yang mereka terima. Dengan kata lain,
insentif atau gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan pekerjaan yang
mereka laksanakan dan tanggung jawab yang mereka terima terhadap masa
depan siswanya, berhasil atau tidaknya menyelesaikan program pendidikan di
sekolah.
Berbeda kondisi dengan para guru yang telah diangkat statusnya menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain kenaikan gaji pokok, pemerintah juga
memberikan gaji bulan ke-13 bagi PNS dan pensiunan. Pemerintah juga akan
menaikkan uang makan bagi TNI/Polri dan PNS. Untuk TNI/Polri uang makan
naik dari Rp 35 ribu per hari menjadi Rp 40 ribu per hari. Sedangkan untuk PNS,
uang makan dari Rp 15 ribu menjadi Rp20 ribu. Presiden SBY pun menyatakan,
selama lima tahun terakhir, gaji PNS dan TNI/ Polri telah naik dari Rp. 674 ribu
4
menjadi Rp 1,721 juta (metrotvnews.com, 8 Januari 2010). Bahkan PNS yang
berstatus guru misalnya, selain mendapatkan kenaikan gaji setiap tahunnya,
mereka juga mendapatkan tunjangan perbaikan kesejahteraan bagi mereka yang
sudah lolos sertifikasi.2
Berdasarkan observasi sementara, rendahnya kesejahteraan guru mempunyai
peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan.Dengan pendapatan
rendah, guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.Ada yang mengajar di
sekolah lain, menjadi petani, dan sebagainya. Dengan keadaan demikian itu,
pencapaian prestasi siswa menjadi tidak memuasakan.
Sesungguhnya permasalahan di atas yang menjadi kendala, maka penelitian
ini terfokus pada Problematika Guru Honorer Dalam Melaksanakan Tugas
Keprofesian Di MI Miftahul Huda Ngantang.
2 Ibid,35
5
B. FOKUS MASALAH
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka dapat dikemukakan
beberapa focus masalah sebagai berikut :
1. Guru Honorer di MI Miftahul Huda Ngantang.
2. Apa saja problem Guru Honorer dalam melaksanakan tugas keprofesian
di MI Miftahul Huda Ngantang.
3. Problem solving guru honorer dalam melaksanakan tugas profesi di MI
Miftahul Huda Ngantang.
C. MANFAAT DAN TUJUAN PENELITIAN
Manfaat Penelitian :
1. SecaraTeoritis
Memberikan sumbangan referensi bacaan ilmiah di STIT UW Jombang
tentang problematika guru honorer dan khazanah keilmuan pendidikan
Islam.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian dapat dilaksanakan di lembaga MI Miftahul Huda
Ngantang.
b. Hasil penelitian dapat dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan
Islam lainnya.
6
Berdasarkan pada konteks penelitian di atas, maka terdapat
cakupan bahasan yang perlu difokuskan, yaitu :
a. Mendiskripsikan guru honorer di MI Miftahul Huda Ngantang.
b. Mendiskripsikan problem guru honorer di MI Miftahul Huda
Ngantang.
c. Mendiskripsikan problem solving guru honorer di MI Miftahul
Huda Ngantang.
7
D. BATASAN ISTILAH
Untuk menghindari kekeburan makna, Maka perlu adanya pembatasan
tentang istilah-istilah yang ada dalam judul “ Problematika Guru Honorer
Dalam Melaksanakan Tugas Keprofesian Di MI Miftahul Huda Ngantang”
sebagai berikut :
1. Problematika
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa inggris “problem”
artinya, soal, masalah, atau teka- teki. Juga berarti problematic, yaitu
ketidaktentuan.3
2. Guru Honorer
Guru Honorer adalah guru yang digaji sebagai guru tetap, tetapi
menerima honorarium berdasarkan jumlah jam pelajaran yang diberikan.4
3. Tugas keprofesian
Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut
keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan
itu.Profesional menunjuk dua hal, yakni orangnya dan kinerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Sedangkan profesionalisme
menunjuk kepada derajat atau tingkat kinerja seseorang sebagai seorang
professional dalam melaksanakan profesi yang mulia itu.5
3 W.J.S.Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1992)hal.12994 Tim Penyusun Pusat dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1989) hal.9705 Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).Edisi Revisi.Malang.UIN-Maliki Press 2012, Hal.21
8
E. SETTING PENELITIAN
Madarasah Ibtidaiyah Miftahul Huda berada di Desa Jombok Kecamatan
Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur.
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk memudahkan dalam mengkaji dan memahami secara keseluruhan
skripsi ini, peneliti akan menguraikan tentang sistematika pembahasan sebagai
berikut :
Bab I. Pendahuluan
Konteks penelitian, fokus masalah, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian, batasan istilah, setting penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab II. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka akan diuraikan tentang :
Pengertian problematika, guru honorer, tugas profesi.
Bab III. Metode Penelitian
Dalam metode ini akan diuraikan tentang :
Pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, data dan sumber
data, prosedur pengumpulan data, teknik analisis data.
Bab IV. Paparan Data dan Temuan Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai setting penelitian di MI
Miftahul Huda Ngantang.
Bab V. Pembahasan
9
Pada bab ini peneliti akan membahas tentang problematika guru
honorer dalam melaksanakan tugas keprofesian di MI Miftahul Huda
Ngantang.
Bab VI. Penutup
Pada bagian akhir ini akan memuat kesimpulan, saran-saran dan daftar
pustaka.
G. KAJIAN PUSTAKA
1. Tinjauan tentang Guru Honorer
a. Pengertian Guru Honorer
Pada Pasal 1 butir kesatu (yang saat ini sedang direvisi)
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan
Tenaga Honorer Menjadi CPNS dijelaskan bahwa tenaga honorer
adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian
atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas
tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi
beban APBN/APBD. Tenaga honorer atau yang sejenis yang
dimaksud, termasuk guru bantu, guru honorer, guru wiyata bhakti,
pegawai honorer, pegawai kontrak, pegawai tidak tetap, dan lain-lain
yang sejenis dengan itu yang bertugas di bawah naungan instansi
pemerintah yang digaji dari APBN/APBD. Peraturan Pemerintah ini
memungkinkan setiap kabupaten maupun kota mengangkat tenaga
10
honorer termasuk guru. Gaji mereka dibebankan pada APBN dan
APBD, dan secara bertahap dapat diangkat menjadi CPNS.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, yang
berisi Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005
Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS dijelaskan
secara lebih tegas bahwa penghasilan tenaga honorer dari
APBN/APBD adalah penghasilan pokok yang secara tegas tercantum
dalam alokasi belanja pegawai/upah pada APBN/APBD. Dalam hal
penghasilan tenaga honorer tidak secara tegas tercantum dalam alokasi
belanja pegawai/upah pada APBN/APBD, maka tenaga honorer
tersebut tidak termasuk dalam pengertian dibiayai oleh APBN/APBD.
Akan tetapi dibiayai dari anggaran lain misalnya, dana bantuan
operasional sekolah, bantuan atau subsidi untuk kegiatan/pembinaan
yang dikeluarkan dari APBN/APBD, atau yang dibiayai dari retribusi.
Istilah tenaga honorer dibedakan menjadi dua macam yaitu tenaga
honorer yang berasal dari APBN/APBD dan tenaga honorer Non
APBN/APBD. Istilah tenaga honorer APBN/APBD yang ada saat ini
adalah identik dengan tenaga yang berasal dari :
1) Tenaga Guru disebut Guru Bantu Sementara (GBS) di
lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen
Agama melalui SK dan ketetapan gaji langsung dari Menteri
terkait melalui dana APBN,
11
2) Tenaga Teknis dan Fungsional di lingkungan Departemen
Kesehatan disebut Pegawai Tidak Tetap (PTT) seperti Tenaga
Dokter, Perawat dan Tenaga Teknis Kesehatan dengan dasar
pelaksanaan tugas langsung melalui SK Menteri ataupun SK
Bupati/Walikota dengan gaji yang didanai oleh APBN/APBD.6
3) Tenaga Fungsional di lingkungan Departemen Pertanian
disebut Pegawai Tidak Tetap (PTT) seperti Penyuluh Pertanian
dengan dasar pelaksanaan tugas langsung melalui SK Menteri
dengan gaji yang didanai oleh APBN.
Sedangkan istilah tenaga honorer Non APBN/APBD
adalah pegawai tidak tetap yang bekerja dan mengabdikan
hidupnya menjadi aparatur pemerintah yang pembiayaan
gajinya tidak di danai oleh APBN/APBD tapi dibayar
berdasarkan keiklasan para pegawai negeri yang dibantunya
ataupun dana operasional instansi tersebut yang besar
pembayarannya tidak menentu dan relatif lebih kecil dari
standar upah minimum baik regional ataupun kabupaten /
kota.7
Guru Indonesia saat ini dibagi menjadi dua kelompok. Pertama
guru PNS, mereka bekerja berdasarkan surat keputusan pemerintah
dan menerima gaji setiap bulannya dari APBN/APBD. Kedua guru
6 Wakiran, dkk,, op.cit.,hal 407 Ibid,42
12
honorer atau guru tidak tetap (GTT), mereka mengabdi atas
kehendak sendiri yang dilegalisasi surat keputusan dari kepala
sekolah atau yayasan. Mereka dibayar atas dasar perjanjian tertulis
dengan pihak sekolah atau yayasan yang bersangkutan yang
besarannya bervariasi, ada yang Rp. 250.000,00, ada yang Rp.
150.000,00, dan bahkan ada yang Rp 75.000,00 perbulan, hal
tersebut tergantung kondisi keuangan sekolah yang bersangkutan.8
Guru honorer adalah guru yang tidak digaji sebagai guru tetap,
tetapi menerima honorarium berdasarkan jumlah jam pelajaran yang
diberikan. Sedangkan guru honor daerah (Honda) adalah guru
bukan PNS yang diangkat Pemerintah Provinsi / Kabupaten / Kota
pada sekolah negeri atau sekolah swasta dengan biaya dari APBD.9
Suciptoardi (2010), mengemukakan pendapatnya mengenai
guru tidak tetap Sekolah Negeri terkait dengan ketidaktahuan atau
kesimpangsiuran, bahkan ketidakjelasan akan arti guru tidak tetap,
yaitu istilah yang lazim disebut oleh pihak sekolah untuk guru yang:
1) diangkat berdasarkan kebutuhan pada satuan pendidikan
(sekolah) dengan persetujuan dari kepala sekolah; dalam hal
baik pengangkatan juga pemberhentian, menandatangani
kontak kerja selama jangka waktu tertentu, setahun atau lebih
8 Wakiran, dkk.op.cit,hal 559 Ibid,hal 60
13
sesuai dengan kebutuhan sekolah merupakan kewenangan
kepala sekolah;
2) penggajian berdasarkan sumbangan dari masyarakat dan
tunjangan fungsional Rp.200.00/bulan, khusus yang
memenuhi kuota 24 jam dengan berbagai pertimbangan, baik
itu jam mengajar dari beberapa sekolah, sebagai wali kelas,
pembina ekstrakulikuler, tim IT sekolah, staff, dan jabatan
lainnya dalam koridor pendidikan;
3) tunjangan fungsional adalah “jasa baik” Pemerintah daerah,
walaupun legal, akan tetapi tidak masuk dalam kategori dari
“pembiayaan APBD”;dengan demikian, guru tidak tetap
adalah guru yang tidak masuk dalam APBN dan APBD.10
4) Pada dasarnya, kebijakan pengangkatan guru honorer
diserahkan pada kebutuhan dari masing-masing instansi,
namun dalam hal proses pelaksanaannya terdapat berbagai
permasalahan yang ternyata tidak sesuai dengan keinginan
dari Pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS diprioritaskan bagi yang
melaksanakan tugas sebagai :
a. guru;
b. tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan;
10 http://suciptoardi.wordpress.com(15 juni 2010)
14
c. tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan,
peternakan; dan
d. tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005. Dalam
Implementasinya, pemerintah hanya melihat pada syarat-syarat
formil, yaitu masa kerja dan usia tanpa mempertimbangkan skala
prioritas yang diharapkan oleh pembuat peraturan.11
Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (1) dalam huruf a,
diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai guru.
Pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui pemeriksaan
kelengkapan administrasi serta didasarkan pada usia dan masa kerja
sebagai berikut :
1) usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling
rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan
2) masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun
secara terus menerus.
Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi persyaratan,
diprioritaskan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih
lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.
Tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi
prioritas pertama untuk diangkat menjadi CPNS. Dalam hal terdapat
11 Sri Hartini, dkk, Sistem Pakar dan Pengembangannya Edisi Partama, Yogyakarta:2008.Graha Ilmu
15
beberapa tenaga honorer yang mempunyai masa kerja yang sama,
tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang tersedia,
maka diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang berusia
lebih tinggi.
2. Tinjauan tentang Tugas Profesi Guru
a. Pengertian Profesionalisme Guru
Beberapa definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli mengenai
pengertian profesi, yaitu:
1) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejujuan, dan sebagainya) tertentu. Profesional
adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan
adanya pembayaran untuk melakukannya.12
2) Ahmad Tafsir mengatakan profesionalisme adalah paham yang
mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang
yang profesional. Profesional adalah orang yang memiliki profesi,
sedangkan profesi itu harus mengandung keahlian. Artinya, suatu
program itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk
profesi itu (Ahmad Tafsir, 2001).13
12 Depdikbud,Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1989),hal:70213 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2001), hal:107
16
3) Peter Salim mengartikan bahwa profesi merupakan suatu bidang
pekerjaan yang berdasarkan pada pendidikan keahlian tertentu.
Profesi menuntut suatu keahlian yang didasarkan pada latar
belakang pendidikan tertentu. Artinya dia benar-benar
berpendidikan yang mengkhususkan pada suatu keahlian.14
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa profesi adalah suatu pekerjaan, jabatan atau keahlian yang
betul-betul dikuasai baik secara teori maupun praktek melalui
pendidikan dan pelatihan khusus. Suatu profesi secara teori tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan
untuk profesi tersebut.
Pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa
bidang ilmu yang sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan
bagi kepentingan umum. Atas dasar ini, ternyata pekerjaan profesional
berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan
kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.
Selanjutnya untuk mendapatkan pengertian yang jelas tentang
guru, juga penulis kemukakan beberapa pendapat dari para ahli sebagai
berikut:
14 M. Nusdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jakarta:Primashopie,2004), hlm:119
17
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), guru adalah
orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)
mengajar.15
Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.16
Sedangkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyatakan bahwa guru adalah seorang yang mempunyai gagasan
yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga
menjunjug tinggi mengembangkan danmenerapkan keutamaan yang
menyangkut agama, kebudayaan dan keilmuan.17
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan
perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi efektif, potensi
kognitif, maupun potensi psikomotorik.
Berdasarkan pemahaman tentang pengertian profesional dan
pengertian guru, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesional 15 Depdikbud,opcit,hlm:28816 PP No.19 Th.2005,Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta:fokusmedia,2005), hal:9517 Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta:Ciputat Press, 2003), hal:8
18
guru secara utuh yaitu seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan
pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan
dan latihan khusus di bidang pekerjaannya dan mampu
mengembangkan keahliannya itu secara ilmiah di samping menekuni
bidang profesinya.
b. Syarat-syarat Guru
Profesi merupakan ide yang digunakan untuk menunjuk suatu
pekerjaan yang memenuhi syarat yang menuntut pada pekerjaan-
pekerjaannya untuk dapat menunjukkan kompetensi mereka dalam
menjalankan tugas mereka. Kompetensi inilah yang menjadi landasan
dari profesi, yakni suatu pekerjaan pada umumnya akan dapat
dikerjakan dan diselesaikan dengan baik di tangan orang yang
memiliki kewenangan dan keterampilan serta ahli dalam bidangnya.
Agama Islam telah mengajarkan bahwa suatu masalah haruslah
dijalankan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dan keahlian
dalam bidangnya. Kalau tidak, maka masalah itu akan hancur. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 58 yaitu:
:(58. )النساء
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
19
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat )QS: An-Nisa’: 58(18
Secara formal sudah menjadi keharusan bahwa suatu pekerjaan
profesi menuntut adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi, termasuk
hal ini adalah pekerjaan sebagai guru. Persyaratan tersebut
dimaksudkan untuk menentukan kelayakan seseorang dalam
memangku pekerjaan tersebut. Di samping itu syarat tersebut
dimaksudkan agar seorang guru dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya secara profesional serta dapat memberi pelayanan
yang sesuai dengan harapan.
Guru merupakan faktor yang dominan di dalam kegiatan
pembelajaran. Guru sebagai subyek dalam pendidikan dan sebagai
perencana serta pelaksana pembelajaran. Oleh karena itu, guru
merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya proses pembelajaran.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan bab VI pasal 28 menyebutkan bahwa:
1) pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta
18 Depag,Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta, 1971), hal:88
20
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
2) kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan denga ijazah dan atau sertifikat keahlian
yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3) kompetensi sebagai agen pembelajaran atau jenjang pendidikan
dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a)
kompetensi pedagogik, b) kompetensi kepribadian, c) kompetensi
professional, d) kompetensi sosial.
4) seseorang yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian
khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi
pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.19
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh guru meliputi:
1) syarat professional
2) syarat biologis
3) syarat psikologis
4) syarat pedagogis-didaktis
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru
sebagaimana disebutkan tersebut secara rinci dapat dikemukakan
sebagai berikut:
19 PP No. 19 Th. 2005, Opcit, hal:127
21
1) syarat professional
Pekerjaan guru merupakan profesi dalam masyarakat, karena
itu seorang guru sebelum menunaikan tugas mendidik dan mengajar
dituntut untuk memiliki beberapa macam keterampilan yang
merupakan pelengkap profesinya. Profesional tersebut biasanya
diasosiasikan dengan ijazah yang memberikan kewenangan dan
tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugasnya.
Mengenai syarat ijazah guru serta kewenangan melaksankan
tugasnya tersebut telah dikemukakan pada pasal 4 SK menteri P dan
K, tanggal 8 Juni 1979 No. 0124/U/1997 menetapkan:
“Jenjang mengajar sebagai berikut: A-V untuk mengajar di
lembaga pendidikan tinggi; A-IV untuk guru SLTA; A-III untuk
guru SLTA/SLTP; A-II untuk guru SLTP dan A-I untuk guru
SD/SLTP”
Persyaratan ijazah seperti tersebut, mempunyai orientasi pada
pendidikan yang harus dimiliki guru sebelum terjun ke lapangan.
Melalui pendidikan guru tersebut mereka memperoleh bekal keilmuan
yang berkaiatan dengan tugasnya sebagai pendidik, yaitu pengetahuan
akademis.
Pendidikan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari
lembaga pendidikan guru yang memberi bekal untuk menunaikan
tugas sebagai pendidik formal di sekolah. Jelasnya adalah ijazah guru
yang memberikan hak dan wewenang menjadi pengajar di kelas.
22
Keputusan Mendiknas Nomor 053 / U / 2001, tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan
Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, menyatakan
bahwa persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk menjadi guru
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah berpendidikan sekurang-
kurangnya D III LPTK dan non LPTK dengan akta mengajar sesuai
dengan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.20
2) syarat biologis
Profesi guru sebagai pendidik formal di sekolah tidak dapat
dipandang ringan, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan serta
menuntut pertanggung jawaban moral yang berat. Salah satu aspek
yang perlu diperhitungkan untuk menjadi seorang guru adalah
persyaratan fisik atau persyaratan jasmani. Hal ini dimaksudkan bahwa
seorang calon guru harus berbadan sehat dan tidak memiliki cacat
tubuh yang dapat mengganggu tugas mengajarnya. Dalam dunia
pendidikan selalu berhadapan dengan muruidnya dan juga guru
sebagai penentu keberhasilan pendidikan dituntut untuk memiliki fisik
yang memenuhi syarat, maksudnya guru dalam proses belajar-
mengajar harus selalu dala keadaan sehat, tidak cacat tubuh serta
memiliki stamina yang kuat untuk melaksanakan tugasnya.
20 Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Editor Enggas Suparman, hal:183
23
Mengenai persyaratan fisik yang harus dipenuhi oleh seorang
guru, ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Siti Meichati MA:
“Keadaan jasmani calon pendidik seperti kesehatan dan tidak adanya cacat jasmani yang menyolok adalah syarat penting”.21
Berdasarkan persyaratan tersebut, jelaslah bahwa persyaratan
fisiknya sehat dan tidak adanya cacat merupakan salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi guru. Dengan kondisi yang baik,
maka guru akan dapat tampil di depan kelas dengan baik pula,
sehingga interaksi edukatif yang diharapkan dapat mencapai hasil
maksimal.
3) syarat psikologis
Persyaratan psikologis ini pada hakikatnya ada dua unsur yang
sangat kompeten terhadap perkembangan manusia yaitu unsur jasmani
dan unsur rohani. Perpaduan dua unsur dalam setiap manusia itulah
yang menentukan figure guru yang baik.
Persyaratan psikis yang harus dimiliki oleh guru dikemukakan
oleh team didaktik motodik IKIP Surabaya yang mengatakan:
“Persyataran psikis yaitu sehat rohaninya. Maksudnya, tidak mengalami gangguan kelainaan jiwa atau penyakit syaraf, yang tidak memungkinkan dapat menuinaikan tuasnya dengan baik, selain itu juga diharapkan memiliki bakat dan minat keguruan’.22
21 Siti Meichti, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta), hal:5822 Siti Meichati,Opcit. Hal9
24
Persyaratan tersebut, sepintas lebih menekankan pada
kesehatan jiwa guru. Kesehatan yang dimaksud juga berkaitan dengan
kesetabilan emosi guru dalam melaksanakan tugasnya. Karena
perasaan dan emosi guru yang mempunyai kepribadian yang terpadu
tampak stabil optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati
anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh
guru . Demikian juga emosi yang tidak staabil akan membawa keadaan
emosi yang tidak stabil kepada anak didiknya, khususnya dalam
masalah yang berkaitan dengan kewajiban anak didik tersebut. Dengan
adanya hal di atas, maka seorang guru harus memiliki mental yang
sehat dalam rangka menunjang keberhasilan program pengajaran.
4) syarat pedagogis-didaktis
Seorang guru akan melaksanakan tugasnya dengan baik
ditentukan oleh pengetahuan-pengatahuan yang dimilikinya. Baik
pengetahuan yang bersifat umum maupun pengetahun pendidikan.
Dengan dasar-dasar pengetahun yang dimiliki diharapkan guru dapat
membuka wawasan yang luas dan dapat mengembangkan diri sesuai
dengan perkembangan zaman. Disamping itu, persyaratan
pengetahuan bagi guru ini juga sangat penting sebagai penunjang dan
pembentukan profesi guru. Hal ini dikemukakan oleh Amir Daiem
Indrakusuma, (1973 )dalam bukunya Ilmu Pendidikan Sebuah
Tinjauan Teoritis Filosofis, mengatakan:
25
“Pembentukan profesi guru, maka diperlukan pengetahuan-pengetahuan yang merupakan persiapan atau belak dalam melaksanakan pekerjaan mendidik”.23
Pentinganya persyaratan pedagogis-didaktis, maka setiap orang
yang menjadi guru harus memenuhinya dalam melaksanakan
tugasnya. Berbagai persyaratan yang harus dipenuhi guru tersebut,
harapan menjadi guru yang baik atau guru yang professional dapat
tercapai.
Profil guru menggambarkan kualitas yang harus dimiliki oleh seorang
guru. Profil tersebut yaitu:
1) kepribadian meliputi:
a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b) berakhlak yang tinggi,
c) memiliki rasa kebangsaan yang tinggi,
d) jujur dalam berkata dan bertindak,
e) sabar dan arif dalam menjalankan profesi,
f) disiplin dan kerja keras,
g) cinta terhadap profesi,
h) memiliki pandangan positif terhadap peserta didik,
i) inovatif, kreatif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,
j) gemar membaca dan selalu ingin maju,
k) demokratis,
23 Amir Daiem Indrakusuma, Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis, (Surabaya:Usaha Nasional, 1973),hal:176-179
26
l) bekerja secara profesional dengan peserta didik, sejawat dan
masyarakat,
m) terbuka terhadap saran dan kritik,
n) cinta damai,
o) memiliki wawasan internasional.
2) pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan tentang:
a) peserta didik,
b) teori belajar dan pembelajaran,
c) kurikulum dan perencanaan pengajaran,
d) budaya dan masyarakat sekitar sekolah,
e) filsafat dan teori pendidikan,
f) evaluasi,
g) teknik dasar dalam mengembangkan proses belajar,
h) teknologi dan pemanfaatannya dalam pendidikan,
i) penelitian,
j) moral, etika dan kaidah profesi.
3) pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi
meliputi:
a) cara berfikir disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya,
b) teori, konsep dan prosedur utama dalam disiplin ilmu yang
menjadi spesialisasinya,
c) cara mengembangkan disiplin ilmu yang menjadi
spesialisasinya,
27
d) cara mengembangkan materi dan bahan ajar, e) penelitian
dalam disiplin ilmu.
4) kemampuan dan keterampilan profesi dalam: a)
mengembangkan dan merencanakan pembelajaran, b) menggunakan
berbagai metode dan teknik mengajar, c) menerapkan berbagai teori
dan prinsip pendidikan dalam proses pembelajaran, d) menggunakan
bahasa yang dipahami peserta didik, e) mengelola kelas dan
mensciptakan suasana belajar yang kondusif, f) memotivasi dan
mengaktifkan peserta didik untuk belajar, g) mengembangkan dan
menggunakan media, alat bantu dan sumber belajar, h) menilai
kemajuan belajar peserta didik, i) membantu mengatasi kesulitan
belajar peserta didik baik secara kelompok maupun individual, j)
memanfaatkan lingkungan sosial-budaya peserta didik untuk
meningkatkan proses pembelajaran, k) mengembangkan materi dan
bahan ajar, l) berkomunikasi dengan sejawat dan masyarakat secara
professional, m) menggunakan teknologi untuk mencari informasi
dan mengembangkan proses pembelajaran, n) melaksanakan
administrasi sekolah, o) menerapkan etika dan kaidah-kaidah
profesi.24
24 Depdiknas, Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad Ke-21, (Jakarta:TanpanPenerbit,2002), hal:26-28
28
Guru merupakan jabatan profesional yang memerlukan
beberapa keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka kriteria
profesional yang harus dipenuhi yaitu:
1) fisik, yaitu sehat jasmani dan rohani,
2) mental atau kepribadian yaitu berkepribadian atau berjiwa
Pancasila, mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi,
mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang
kepada anak didik, berbudi pekerti yang luhur, berjiwa kreatif,
dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal,
mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa,
mampu mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab yang besar
akan tugasnya, bersifat terbuka, peka dan inovatif, menunjukkan
rasa cinta terhadap profesinya,
3) keilmiahan atau pengetahuan yaitu memahami ilmu yang dapat
melandasi pembentukan pribadi,memahami ilmu pendidikan dan
keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai
pendidik, memahami, menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan
yang akan diajarkan, memiliki pengetahuan yang cukup tentang
bidang-bidang yang lain, senang membaca buku-buku ilmiah,
mampu memecahkan persoalan yang berhubungan dengan bidang
studi secara sistematis, memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar-
mengajar.
29
4) Keterampilan, meliputi mampu berperan sebagai organisator proses
belajar mengajar, mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-
teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan, mampu
merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan, memahami dan
mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.25
5) Jabatan guru merupakan suatu jabatan profesi. yang
melakukan fungsinya di sekolah. Oleh karena itu, konsep yang
terkandung adalah guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi
dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang
dituntut agar guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-
baiknya. maka guru yang dinilai memiliki kompetensi profesional
apabila: 1) mengembangkan tanggung jawab dengan sebai-baiknya, 2)
melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil, 3) bekerja dalam
usaha mencapai tujuan pendidikan di sekolah, 4) melaksanakan
peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.
Muhibbin Syah mengatakan bahwa dalam menjalankan kewenangan
profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang
bersifat psikologis, yang meliputi:
1) kompetensi kognitif guru (kecakapan ranah cipta)
Kompetensi ranah cipta merupakan kompetensi utama yang wajib
dimiliki oleh setiap calon guru dan guru profesional. Pengetahuan
25 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi, (Jakarta:Bumi Aksara, 2004), hal:37-38
30
dan keterampilan ranah cipta dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori:
a) ilmu pengetahuan kependidikan
Menurut sifat dan kegunaannya, disiplin ilmu kependidikan ini
terdiri atas dua macam, yaitu pengetahuan kependidikan umum
yang meliputi ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, administrasi
pendidikan dan pengetahuan kependidikan khusus meliputi
metode mengajar, teknik evaluasi, metodik khusus pengajaran
materi tertentu dan sebagainya.
b) ilmu pengetahuan materi bidang studi
Ilmu pengetahuan materi bidang studi meliputi semua bidang
studi yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan
diajarkan oleh guru. Dalam hal ini, penguasaan atas pokok-pokok
bahasan materi pelajaran yang terdapat dalam bidang studi yang
menjadi bidang tugas guru adalah mutlak diperlukan.
2) kompetensi afektif guru (kompetensi ranah rasa)
Kompetensi ranah ini meliputi seluruh fenomena perasaan dan
emosi seperti cinta, benci, senang, sedih, dan sikap serta perasaan
diri yang berkaitan dengan profesi keguruan. Sikap dan perasaan itu
meliputi:
a) konsep diri dan harga diri guru
Konsep diri adalah totalitas sikap dan persepsi seorang
guru terhadap diri sendiri. Sedangkan harga diri guru dapat
31
diartikan sebagai tingkat pandangan dan penilaian seorang guru
mengenai dirinya sendiri berdasarkan prestasinya.
Guru yang profesional memerlukan konsep diri yang
tinggi. Guru yang demikian, dalam mengajar akan lebih
cenderung memberi peluang luas kepada para siswa untuk
berkreasi. Oleh karena itu, untuk memiliki konsep diri yang
positif atau tinggi, para guru perlu berusaha mencapai prestasi
akademik setinggi-tingginya dengan cara banyak belajar dan
terus mengikuti perkembangan zaman.
b) efikasi diri dan efikasi kontekstual guru
Efikasi guru adalah keyakinan guru terhadap
keefektifan kemampuannya sendiri dalam membangkitkan
gairah dan kegiatan para siswanya. Kompetensi ranah rasa ini
berhubungan dengan kompetensi ranah rasa lainnya yaitu
kemampuan guru dalan berurusan dengan keterbatasan factor
di luar dirinya ketika ia mengajar. Artinya, keyakinan guru
terhadap kemampuannya sebagai pengajar profesional bukan
hanya dalam hal menyajikan materi pelajaran di depan kelas
saja, melainkan juga dalam hal mendayagunakan keterbatasan
ruang, waktu, dan peralatan yang berhubungan dengan proses
belajar mengajar.
c) kompetensi psikomotor guru
32
Kompetensi psikomotor guru meliputi segala
keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang
pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku
pengajar.26
Munir Mursi mengatakan bahwa syarat terpenting bagi
seorang guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Dengan
demikian, syarat guru dalam Islam adalah sebagai berikut:
(a) umur, harus sudah dewasa
(b) kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
(c) keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya
dan menguasai ilmu mendidik (termasuk ilmu
mengajar)
(d) harus berkepribadian muslim.27
Pendapat lain mengatakan bahwa syarat-syarat yang harus
dipenuhi seorang guru agama agar usahanya berhasil dengan
baik adalah sebagai berikut:
(a) guru harus mengerti ilmu mendidik sebaik-baiknya,
sehingga segala tindakannya dalam mendidik
disesuaikan dengan jiwa ana didiknya.
(b)guru harus memiliki bahasa yang baik dan
menggunakannya sebaik mungkin, sehingga dengan
26 Muhibbin Syah, Opcit, hal;230-23127 Ahmad Tafsir, Opcit, hal:81
33
bahasa itu anak tertarik kepada pelajarannya. Dan
dengan bahasanya itu dapat menimbulkan perasaan
yang halus pada anak
(c)guru harus mencintai anak didiknya sebab cinta
senantiasa mengandung arti menghilangkan
kepentingan diri sendiri untuk keperluan orang lan.28
Berdasarkan beberapa pendapat di tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa jika seorang guru telah memiliki bekal dan
syarat-syarat serta kepribadian sebagaimana di atas, maka akan
menggambarkan profil guru yang profesional yang
bertanggung jawab dan sebagai pusat keteladanan bagi murid-
muridnya.
c. Kode Etik Guru
Kode etik berfungsi untuk menjadi pedoman dalam
menjalankan tugas profesinya. Menurut Kelly Young, kode etik
merupakan salah satu ciri persyaratan profesi, yang memberikan arti
penting dalam penentuan, pemertahanan, dan peningkatan standar
profesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab dan
kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi.29
Secara harfiah, “kode” artinya aturan dan “etik” artinya
kesopanan (tata susila), atau hal-hal yang berhubungan dengan
28 Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsani, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:Pustaka Setia)’ hal:10229 M. Nurdin, Opcit, hal:127
34
kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi, kode etik profesi
diartikan sebagai tata susila keprofesian.
Kode etik guru yang telah dirumuskan oleh Persatuan Guru
Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
1) guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang berpancasila,
2) guru memiliki kejujuran profesional dalam menetapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing,
3) guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala
bentuk penyalahgunaan,
4) guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan
memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-
baiknya bagi kepentingan anak didik,
5) guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar
sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan
pendidikan,
6) guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
mengembangkan mutu profesi,
7) guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama
guru, baik berdasarkan lingkungan kerja, maupun dalam hubungan
keseluruhan,
35
8) guru secara bersama-sama memelihara, membina dan
meningkatkan organisasi profesi sebagai sarana pengabdian,
9) guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.30
Menurut Imam Ghazali, bahwa kode etik dan tugas-tugas guru
adalah sebagai berikut:
1) kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya
sebagaimana anaknya sendiri,
2) meneladani Rasulullah SAW,
3) hendaknya tidak memberi predikat atau martabat kepada peserta
didik sebelum ia pantas dan kompeten untuk menyandangnya dan
jangan memberi ilmu yang samar (al-‘ilm al-khofy) sebelum tuntas
dan jelas (al-‘ilm al-jaly),
4) hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek (sedapat
mungkin) dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung,
5) guru menyajikan pelajaran kepada peserta didik sesuai dengan taraf
kemampuan mereka,
6) guru hendaknya mengamalkan ilmunya dan jangan sampai
ucapannya bertentangan dengan perbuatannya.31
Jadi, seseorang yang menjalankan profesinya sebagai guru, ia
harus memegang dan memedomani kode etik guru yang telah
30 Rostiyah NK, Masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta:Bina Aksara, 1998), hal:183-18431 Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya:Wicaksana, 1996), hal:15
36
dirumuskan. Kode etik guru yang telah dipedomani diharapkan dapat
menjunjung tinggi profesinya, dapat menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggotanya yang lain, dapat meningkatkan mutu
profesinya dan mutu organisasi profesinya.
Kode etik yang mempedomani setiap tingkah laku guru, Insya
Allah penampilan akan terarah dengan baik. Dan diharapkan guru
selalu mengembangkan profesi keguruannya. Jadi, kode etik tersebut
sebagai barometer dari semua sikap dan perbuatan guru dalam
berbagai segala kehidupan.
d. Undang-undang Guru dan Dosen
Undang-undang guru dan dosen penting untuk mengatur
berbagai hal yang berkaitan dengan guru dan dosen, mereka perlu
mendapat perlindungan hukum agar dapat bekerja secara aman, kreatif
profesional dan menyenangkan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pengaturan tentang guru dalam bab
XI pasal 39 sampai dengan 44 adalah sebagai berikut:
a. Pasal 391. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
2. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
b. Pasal 401. Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
37
a) Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
b) Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.c) Pembinaan karir sesuai dengan tuntutan pengembangan
kualitas.d) Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas
hasil kekayaan intelektual, dane) Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan
fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
2. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakana,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan, danc) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
c. Pasal 411. Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas
daerah.2. Pengangkatan, penempatan dan penyebaran pendidikan dan
tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
3. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
4. Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
d. Pasal 421. Pendidik harus memiliki kualifikasi minimun dan sertifikasi
sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, usia dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
3. Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
e. Pasal 431. Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan,
38
pengalaman, kemampuan dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
2. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
3. Ketentuan mengenai promosi, penghargaan dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
f. Pasal 441. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
2. Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban untuk membina dan mengembangkan tenaga tenaga kependidikan pada satuan pendidikann yang diselenggarakannya.
3. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memebantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.32
Selain dalam Undang-undang Sisdiknas, pengaturan tentang guru diatur
lebih lanjut oleh peraturan pemerintah pasal 28 yaitu:
Pasal 281. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
a. Kompetensi pedagogikb. Kompetensi kepribadianc. Kompetensi profesionald. Kompetensi sosial
4. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki
32 UURI,Opcit, hal:27-30
39
keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.33
Sedangkan dalam undang-undang guru dan dosen disebutkan tentang
kedudukan dosen yaitu:
Pasal 21. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4Kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagimana dimaksud dalam pasal (2) ayat (1) berfungsi untuk meningkatan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.34
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, diharapkan seorang
guru dalam melaksanakan tugas, dapat menjalankannya dengan baik
dan sungguh-sungguh sehingga mutu pendidikan akan terus
meningkat.
33 PP No.19 Th. 2005,Opcit, hal:1934 UURI No. 14 Th. 2005, Undang-undang tentang Guru dan Dosen, (Bandung:Citra Umbara, 2005), hal 5-7
40
3. Tinjauan tentang Problematika Profesi guru Honorer
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa inggris “problem”
artinya, soal, masalah, atau teka- teki. Juga berarti problematic, yaitu
ketidaktentuan.35
Guru memiliki berbagai problem yang dapat mempengaruhi murid dan
pekerjaannya dalam mengajar. Diantara problema itu adalah:
a. Pendidikan yang dilaluinya pada masa permulaan hidupnya. Mungkin
guru itu telah menyimpan rasa dendam yang terbina sejak masa kecilnya.
Maka ia menemukan murid-murid yang masih kecil itu sebagai lapangan
yang mudah untuk pembalasan, tampak dalam pukulan, pembatasan
gerak, menumpukkan tugas, dan sangat keras dalam ujian dan sebagainya.
b. Terdapat dalam kehidupan guru itu kompleks rasa rendah diri, yang untuk
kompensasinya dilakukan melalui tugas mengajar dan dalam memang
didapat kesempatan untuk konpensasi itu, yang jarang terdapat dalam
jabatan lain.
c. Suasana yang tidak menyenangkan seperti kurang gaji, tertekan, tekanan
ujian para pengawas dan kepala-kepala sekolah dan sebagainya.
d. Kurangnya tingkat penghargaan pemerintah dan perbandingan dirinya
dengan teman-temannya dalam bidang lain dari segi ekonomi dan sosial.
Meskipun banyak problem yang dialami guru namun juga terdapat
kesalahan yang justru dilakukan oleh guru sendiri, diantaranya:
(a) Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran
35 Depdikbud,Opcit, hal:700
41
(b) Menunggu peserta didik berprilaku negatif
(c) Menggunakan destructive discipline
(d) Diskriminatif terhadap murid
(e) Memaksa peserta didik
Selain hal diatas ada berbagai sumber atau sebab lain guru mempunyai
problem atau masalah pribadi yaitu:
1. Karena faktor kesehatan
2. Karena faktor ekonomi
3. Karena sosial guru dimasyarakat
Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari kita
semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti, mendapatkan
income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk kreatif
dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat
terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat. Semoga guru
dapat mengatasi sendiri problematika yang dihadapinya dan sebagai guru yang
professional hendaknya kita menyesuaikan apa yang seharusnya kita kerjakan
sesuai dengan bidang kita dengan tidak hanya mencari penghasilan tanpa
diimbangi dengan pengabdian, sekarang pahlawan tanpa tanda jasa sudah
berganti degan pahlawan dengan tanda terima.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih pendekatan dan jenis
penelitian kualitetif yang asil penelitiannya berupa deskriptif kata-kata
42
yang mengambil lokasi di MI Miftahul Huda, oleh karena itu
penelitian ini digolongkan dalam penelitian lapangan dimana yang
menjadi obyeknya adalah problem guru honorer dalam melaksanakan
tugas keprofesian di MI Miftahul Huda.
2. Kehadiran peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai instrument pertama
serta sebagai pengamat penuh, karena peneliti kualitatif adalah tidak
bisa dipisah dari pengamatan dan berperan serta.36
Dalam penelitian ini, peneliti secara langsung mengikuti proses
pembelajaran yang ada dilokasi penelitian, sehingga dapat menilai
secara obyektif bentuk problematika guru honorer dalam
melaksanakan tugas keprofesian di MI Miftahul Huda Ngantang.
3. Data dan sumber data
Data adalah bentuk jamak dari datum.Data merupakan keterangan-
keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau
yang dianggap,Atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka,
symbol, kode dan lain-lain.maksud dari sumber data penelitian adalah
subyek darimana data itu diperoleh.footnote
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah :
a. Data Primer
36 Hasan, H Iqbal.2002.Pokok-pokok Materi Metodhologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta:Ghalik Indonesia, hal:80
43
Data primer adalah data yang diperolehatau dikumpulkan
langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian.Data
primer disebut juga data asli atau data baru. Dalam penelitian
ini,yang menjadi sumber data adalah :
1. Kepala Madrasah MI Miftahul Huda Ngantang.
2. Guru honorer MI Miftahul Huda Ngantang.
3. Siswa MI Miftahul Huda Ngantang
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang yang
telah ada.Data ini biasanya diperoleh dari laporan-laporan peneliti
terdahulu.37
4. Prosedur Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik-teknik sebagai berikut :
a) Metode Observasi
Metode observasi dalam pengumpulan data dapat
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang ada dalam objek yang akan
diteliti (diselidiki)38.Penulis melakukan pengamatan secara
37 Hasan, H Iqbal, Opcit, hal:8238 Sutrisno Hadi, Op.Cit, 136
44
langsung untuk mendapatkan data yang diperlukan,yaitu
mengamati honor guru dan keprofesian.
b) Metode interview/wawancara
Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan dat
dan informasi yang dilakukan dengan cara Tanya jawab
sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan dibandingkan
dengan tujuan penelitian.39
Untuk mendapatkan informasi tentang problematika
guru honorer dalam melaksanakan tugas keprofesian .Dalam
hal ini yang menjadi responden adalah Kepala madrasah,kepala
TU dan guru honorer MI Miftahul Huda Ngantang.
c) Metode Dokumentasi
Metode ini merupakan pengambilan data berdasarkan
dokumentasi yang dalam arti sempit berarti kumpulan data
verbal dalam bentuk tulisan.40
5.Teknik Analisis Data
Adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisaikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
39 Hasan,H Iqbal.Loc.Cit.Hal 19340 Kuntjaningrat,1997.Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta :Gramedia,Pustaka
Utama,hal.129
45
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.41
Setelah data terkumpul,untuk selanjutnya dat tersebut diklasifikasikan
dan dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu metode
yang digunakan untuk suatu data yang terkumpul, kemudian disusun,
dijelaskan dan dianalisa, karena data yang dikumpulkan berupa data kualitatif,
maka yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode analisis
deskriptif kualitatif.
Selanjutnya memakai teknik triangulasi yang merupakan
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber yang telah ada.42
Sebagai langkah analisa data ini peneliti juga memperhatikan langkah-
langkah sebagai berikut ;
a) Pengambilan keputusan untuk membatasi lingkup kajian.
b) Pengambilan keputusan mengenai jenis kajian yang diperoleh.
c) Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analisa.
d) Merencanakan tahap-tahap pengumpulan data dengan
memperhatikan pengamatan sebelumnya.
e) Menulis komentar pengamat mengenai gagasan yang muncul.
f) Menggali sumber kepustakaan yang relevan selama penelitian
berlangsung.
41 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi, Bandung;Rosda Karya,2007, hal. 24842 Kuntjaningrat,Loc.Cit.Hal 98
46
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Rencana Daftar Isi
2. Daftar pustaka
3. Instrumen Wawancara
47
RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………………………………
HALAMAN JUDUL …… …………………………………….
NOTA PEMBIMBING …………………………………..
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………
HALAMAN MOTTO …………………………………………….
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………
ABSTRAKSI …………………………………
KATA PENGANTAR …………………………………
DAFTAR ISI ………………………
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………..
BAB I : PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian…………………………………………………
B. Fokus Masalah………………………………… ………………..
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian…………………………………….
D. Kegunaan Penelitian……………………………………………….
E. Batasan Istilah dalam Judul……….……………………………….
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Guru Honorer………………………………
1. Pengertian Guru Honorer….……………………….
B. Kajian tentang Tugas Profesi Guru…………………………
1. Pengertian Profesionalisme Guru………………….
2. Syarat-syarat Profesionalisme Guru…………………
48
3. Kode etik……………………
4. Undang-undang Guru dan Dosen…………………………
C. Kajian tentang Problematika Profesi Guru honorer………
1. Pengartian Problematika……………………………
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian……………
B. Kehadiran Peneliti…………………………..
C. Data Dan Sumber Data……………………..
D. Prosedur Pengumpulan Data……………….
E. Teknik Analisis Data……………………….
BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA
A. Setting MI Miftahul Huda Ngantang……..
1. MI Miftahul Huda dalam Lintas Sejarah……………………………
2. Keadaan Guru dan Lingkungan…..
3. Visi misi MI Miftahul Huda……….
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. PENUTUP
A. LAMPIRAN-LAMPIRAN
B. DAFTAR PUSTAKA
.
49
Daftar Pustaka
Lexy J..Moleong. 2007Metodhologi Penelitian Kualitatif Edisi
Revisi .Bandung:Rosda Karya,
Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2012,
Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).Edisi Revisi.Malang.UIN-
Maliki Press
Hasan,H Iqbal. 2002, Pokok-pokok Materi Metodhologi Penelitian dan
Aplikasinya Jakarta:Ghalik Indonesia.
Arikunto Suharsimi, 1991, Prosedur Penelitian Menurut Pendekatan Praktis,
Jakarta :Rineke Cipta,
Kuntjaningrat. 1997, Metode-metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta :Gramedia,Pustaka Utama,
Depdikbud. 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Ahmad Tafsir. 2001, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.Bandung:
Remaja Rosdakarya.
M. Nurdin. 2004, Kiat Menjadi Guru Profesional.Jakarta: Primashopie.
PP No. 19 Th. 2005. Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Fokusmedia. 2005
Nurdin , Syafruddin dan Basyiruddin. 2003, Guru Profesional dan
implementasi Kurikulum.Jakarta: Ciputat Press,
Depag. 1971, Al-Qur’an dan Terjemah.Jakarta.
Cece Wijaya. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Editor Enggas
Siti Meichati . Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta
Amir Daiem Indrakusuma. 1973, Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis
Filosofis. Surabaya: Usaha Nasional.
Depdiknas. 2002, Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan
Abad Ke-21. Jakarta: Tanpa Penerbit.
Oemar Hamalik. 2004,Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi. Jakarta:
Bumi Aksara.
50
Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsani. Filsafat Pendidikan Islam.Bandung:
Pustaka Setia
Rostiyah NK. 1998, Masalah Ilmu Keguruan.Jakarta: Bina Aksara.
Muhaimin. 1996, Dkk. Strategi Belajar Mengajar.Surabaya: Wicaksana.
UURI No. 14 Th. 2005. 2005, Undang-Undang tentang Guru dan
Dosen.Bandung: Citra Umbara.
Suhendi, Hevy. 2010. “Lanjutkan Guru Tekor Terus (GTT)??”.http://suciptoardi.wordpress.com, diakses tanggal 15 Juni 2010.
Wakiran, Y., S. Diana, Sudibyanto, dan Suryawan. 2004. Pengkajian SistemPenggajian Pegawai Tidak Tetap. Jakarta: Puslitbang BadanKepegawaian Negara.
W.J.S.Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1992)hal.1299
Tim Penyusun Pusat dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1989) hal.970
Sri Hartati, dkk, 2008, Sistem Pakar dan Pengembangannya Edisi Pertama,
Yogyakarta,Graha Ilmu.
51