skripsi diajukan kepada fakultas psikologi untuk memenuhi...
TRANSCRIPT
Pengaruh Courage dan Justice terhadap Subjective Well-
Being Karyawan
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memeperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Disusun oleh:
Anggita Putri Rambe
11150700000018
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
v
MOTTO & PERSEMBAHAN
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Dan hanya kepada Tuhanmulah kamu hendaknya berharap”
Al-Syarh (94:6)
Persembahan:
Kupersembahkan skripsi ini untuk Ayah, Mama, Kakak serta Adik dan orang-orang
yang sayang dan kucintai……
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Anggita Putri Rambe
D) Pengaruh Courage dan Justice terhadap Subjective Well-Being
E) xv + halaman + lampiran
F) Subjective well-being merupakan penilain individu terhadap kehidupan yang
meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan penilaian afektif
mengenai mood dan emosi (Diener & Lucas, 1999). Dalam meningkatkan
subjective well-being di lingkungan kerja diperlukan sebuah kondisi kerja yang
mendukung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh courage dan
justice terhadap subjective well-being pada karyawan. Peneliti berasumsi
bahwa courage yaitu bravery, persistence, integrity dan vitality, dan variable
justice, yaitu, citizenship, fairness, dan leadership.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi
berganda. Pengambilan sampel sebanyak 416 dari dua perusahaan BUMN
dimana 133 sampel dari Bank BJB dan 233 sampel dari PT. Adhi Karya.
Pengambilan sampel pada Bank BJB dilakukan menggunakan probability
sampling dengan metode simple random sampling dan pada PT. Adhi Karya
menggunakam probability sampling dengan metode systematic random
sampling. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur subjective well-being
pada penelitian ini adalah FS (Flourishing Scale) dan SPANE (Scale of Positive
and Negative Affect) yang dikembangkan oleh Diener & Diener (2009), alat
ukur yang digunakan untuk mengukur courage adalah VIA-IS (Values in
Action Inventory of Strengths) yang dikembangkan oleh Peterson & Seligman
(2004), dan alat ukur yang digunakan untuk mengukur justice adalah VIA-IS
(Values in Action Inventory of Strengths) yang dikembangkan oleh Peterson &
Seligman (2004).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh courage dan justice terhadap
subjective well-being. Hasil penelitian juga menunjukan proporsi varians dari
subjective well-being yang dijelaskan oleh seluruh variable independen adalah
21,1%. Sedangkan sisanya 78,9% dipengaruhi oleh variable lain. Hasil uji
hipotesis minor menunjukan bahwa ada tiga koefisien regresi yang signifikan
mempengaruhi subjective well-being yaitu: bravery, integrity dan fairness.
G) Bahan bacaan: 6 buku + 22 jurnal + 2 website
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Anggita Putri Rambe
D) Effects of Courage and Justice on the Subjective Well-Being
E) xv + page + attachment
F) Subjective well-being is an individual assessment of life which includes
cognitive assessment of life satisfaction and affective assessment of moods and
emotions (Diener & Lucas, 1999). In improving subjective well-being in the
work environment, a supportive working condition is needed. This study was
conducted to determine the effect of courage and justice on subjective well-
being on employees. Researchers assume that courage is bravery, persistence,
integrity and vitality, and variable justice, namely, citizenship, fairness, and
leadership.
The population was selected from the employees of two BUMN’s companies.
The total number of sampling was 416 comprises of 2 BUMN’s companies i.e
133 samples came from BJB Bank and 233 samples came from PT. Adhi Karya.
The sampling method carried out in this research wase probability sampling
with the simple random method at BJB Bank and systematic random sampling
method at PT. Adhi Karya. The measuring systems used to evaluate the
employee’s well being were called FS (Flourishing Scale) and SPANE (Scale
of positive and Negative Affect), developed by Diener & Diener in 2009. The
measuring system used to evaluate courage was called VIA-IS (Values in Action
Inventiry of Strengths) developed by Peterson & Seligman 2004.
The results showed that there was an influence of courage and justice on
subjective well-being. The results also show the proportion of variance from
subjective well-being explained by all independent variables is 21.1%. While
the remaining 78.9% is influenced by other variables. The results of the minor
hypothesis test show that there are three regression coefficients that
significantly influence subjective well-being, namely: bravery, integrity, and
fairness.
G) Reading material: 6 books + 22 journals + 2 website
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, peneliti panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada peneliti, sehingga
peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Courage Dan
Justice Terhadap Subjective Well-Being Karyawan”
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, berserta seluruh jajarannya yang
telah memfasilitasi pendidikan mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan
berakhlak dan berkualitas.
2. Bapak Dr. Abdul Rahman Saleh, S.Ag, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi
dan seminar proposal yang telah memberikan bimbingan, nasehat, motivasi,
dukungan dan bantuan yang sangat besar kepada peneliti, sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
3. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing peneliti sejak awal perkulihan, dan senantiasa, memberikan
motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
ix
4. Kepada seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan banyak sekali ilmu selama masa perkuliahan, serta jasa-
jasa yang telah diberikan merupakan nilai yang sangat berharga bagi peneliti.
5. Untuk Ayah (Bapak Rumberita) dan Mama (Ibu Dewi) yang selalu memberikan
doa yang tulus, dukungan, perhatian, dan kasih sayang kepada penulis. Orang
tua yang tak pernah berhenti mengingatkan agar selalu tegar, sabar dan optimis.
Terimakasih atas kesabaran Ayah dan Mama dalam menanti kelulusanku
selama ini. Kedua saudara penulis, Kakak (Ayunda) dan Adik (Hatami) yang
memberikan dukungan agar tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Untuk sahabat-sahabatku yang baik hati Dina, Dita, Ridha, Farida, Ranja, Vivi,
Ipeh, Adul, Tisa, Syahra dan Arini terimakasih atas segala kebersamaan dan
ketulusan kalian selama ini, terimakaih telah menjadi tempat untuk berbagi,
baik suka maupun duka. Untuk seluruh teman-teman angkatan 2015, khususnya
kelas A, terima kasih sudah memberikan kebahagiaan bersama dan
memberikan kesan yang indah selama perkuliahan.
7. Seluruh pihak yang ikut terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu per satu atas do’a, bantuan serta dukungan yang telah diberikan.
Terlepas dari itu semua, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak
sekali kekurangannya dalam penulisan maupun penyusunan karena keterbatasan
adanya keterbatasan pengalaman, pengetahuan, serta analisis. Maka dari itu dengan
sangat terbuka peneliti menerima adanya saran dan kritik dari pembaca sebagai
masukkan yang membangun untuk penysunan laporan penelitian dengan lebih baik
x
lagi. Peneliti mengharapkan semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Jakarta, 29 Juli 2019
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................................... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................................... 6
1.2.1 Pembatasan Masalah .................................................................... 6
1.2.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 7
1.3.1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
1.3.2. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
1.4. Sistematika Penulisan ............................................................................ 9
BAB 2. LANDASAN TEORI
2.1. Subjective well being ........................................................................... 9
2.1.1. Definisi Subjective well being ..................................................... 9
2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Subjective Well-being ..........10
2.1.3. Dimensi Subjective Well-Being .................................................12
2.1.4. Alat Ukur Subjective Well Being ................................................12
2.2. Courage ...............................................................................................13
2.2.1. Definisi Courage........................................................................13
2.2.2. Dimensi Courage .......................................................................14
2.2.3. Pengukuran Courage ..................................................................14
2.3. Justice ..................................................................................................15
2.3.1. Definisi Justice ..........................................................................15
2.3.2. Dimensi Justice ..........................................................................15
2.3.3. Pengukuran Justice ....................................................................16
2.4. Kerangka Berfikir ................................................................................16
2.5. Hipotesis Penelitian ..............................................................................20
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .............................21
3.1.1 Populasi dan Sampel .....................................................................21
3.1.2 Teknik Pengambilan Sampel .........................................................22
xii
3.2. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Variabel ............................23
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian .....................................................23
3.2.2 Definisi Operasional Variabel .......................................................23
3.2.3 Justice ..........................................................................................24
3.3. Instrumen Penelitian ............................................................................24
3.5.UJi Validitas Konstruk ..........................................................................29
3.5.1. Uji Validitas Skala Subjective Well-being ..................................30
3.5.2. Uji Validitas Skala Courage .......................................................32
3.5.2.1. Uji Validitas Konstruk Skala Bravery ..........................32
3.5.2.2. Uji Validitas Konstruk Skala Persistence .....................33
3.5.2.3. Uji Validitas Konstruk Skala Integrity ..........................34
3.5.2.4. Uji Validitas Konstruk Skala Vitality ...........................35
3.5.3. Uji Validitas Skala Justice ..........................................................37
3.5.3.1. Uji Validitas Konstruk Skala Citizenship .....................37
3.5.3.2. Uji Validitas Konstruk Skala Fairness ...........................38
3.5.3.3. Uji Validitas Konstruk Skala Leadership .......................39
3.6. Teknik Analisis Data ............................................................................40
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ....................................................40
4.2. Hasil Analisis Deskriptif ......................................................................40
4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ...................................................42
4.3.1 Kategorisasi Tingkat Subjective Well-being .......................43
4.3.2 Kategorisasi Tingkat Bravery ............................................43
4.3.3 Kategorisasi Tingkat Persistence ........................................44
4.3.4 Kategorisasi Tingkat Integrity ............................................44
4.3.5 Kategorisasi Tingkat Vitality ..............................................45
4.3.6 Kategorisasi Tingkat Citizenship ........................................46
4.3.7 Kategorisasi Tingkat Fairness.............................................46
4.3.8 Kategorisasi Tingkat Leadership ........................................47
4.4. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ...............................................................47
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ............................................47
4.2.2. Pengujian Proporsi Varians Pada Setiap Variabel Independent ...52
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1.Kesimpulan ...........................................................................................51
5.2.Diskusi ..................................................................................................51
5.3. Saran ....................................................................................................56
5.3.1. Saran Metodologis .....................................................................56
5.3.2. Saran Praktis ..............................................................................56
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................58
LAMPIRAN
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala Subjective Well-being ............................................ 25
Tabel 3.2 Blue Print Skala Courage ................................................................ 26
Tabel 3.3 Blue Print Skala Justice ................................................................... 28
Tabel 3.6.1 Uji Validitas Konstruk Skala Subjective Well-Being......................... 31
Tabel 3.6.2 Uji Validitas Konstruk Skala Bravery .............................................. 33
Tabel 3.6.3 Uji Validitas Konstruk Skala Persistence ......................................... 34
Tabel 3.6.4 Uji Validitas Konstruk Skala Integrity ............................................. 35
Tabel 3.6.5 Uji Validitas Konstruk Skala Vitality ............................................... 36
Tabel 3.6.6 Uji Validitas Konstruk Skala Citizenship ......................................... 37
Tabel 3.6.7 Uji Validitas Konstruk Skala Fairness ............................................. 38
Tabel 3.6.8 Uji Validitas Konstruk Skala Leadership ......................................... 40
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian ....................................................... 43
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ............................................. 44
Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Skor ................................................................. 45
Tabel 4.3.1 Kategorisasi Tingkat Subjective Well-Being ..................................... 46
Tabel 4.3.2 Kategorisasi Tingkat Courage.......................................................... 46
Tabel 4.3.3 Kategorisasi Tingkat Persistence ..................................................... 47
Tabel 4.3.4 Kategorisasi Tingkat Integrity .......................................................... 48
Tabel 4.3.5 Kategorisasi Tingkat Vitality ............................................................ 48
Tabel 4.3.6 Kategorisasi Tingkat Citizenship ..................................................... 49
Tabel 4.3.7 Kategorisasi Tingkat Fairness ......................................................... 49
Tabel 4.3.8 Kategorisasi Tingkat Leadership ..................................................... 50
Tabel 4.13 R-Square ......................................................................................... 51
Tabel 4.14 ANOVA ......................................................................................... 52
Tabel 4.15 Koefisien Regresi ............................................................................ 52
Tabel 4.16 Proporsi Varians IV ......................................................................... 58
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ...................................................................... 21
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidup sejahtera merupakan keinginan dan cita-cita setiap manusia, termasuk
karyawan-karyawan yang sedang berkerja. Perusahaan sangat membutuhkan sumber
daya manusia yang kompeten dan berkualitas, terutama di era globalisasi ini.
Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu faktor yang tidak bisa lepas dari isu
penting dalam suatu perusahaan, karena kesejahteraan pekerja memiliki implikasi
langsung terhadap fisik, psikologis dan perilaku karyawan. Selain itu, kesejahteraan
juga memiliki hubungan dengan biaya yang berhubungan dengan penyakit dan
kesehatan pekerja, ketidakhadiran (absenteeism) dan produktiftas (Danna & Griffin,
1999). Kesejahteraan merupakan salah satu hal yang diinginkan oleh setiap manusia,
namun tidak semua manusia memiliki kesejahteraan yang baik dalam hidupnya.
Semua Industri dan Organisasi harus siap beradaptasi dan memperkuat diri agar
dapat bersaing sehingga mampu menjawab semua tantangan di masa sekarang dan di
masa yang akan datang. Sumber daya manusia dalam hal ini adalah karyawan yang
selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi agar terwujudnya
tujuan organisasi (Lagale, dkk., 2014)
Pada era zaman maju seperti sekarang kebutuhan ekonomi selalu meningkat,
sehingga partisipasi seseorang untuk berkerja terus meneurus meningkat untuk
mencapai tujuannya. Perusahaan adalah urat nadi perekonomian bangsa Indonesia
2
2
karena dalam mencapai tujuannya untuk memenuhi aneka ragam kebutuhan yang
dibutuhkan. Perusahaan sebagi suatu organisasi yang menggunakan sumber-sumber
ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa di dorong untuk meningkatkan
produktivitas usaha sehingga nantinya mampu memaksimalisasikan laba untuk
bertahan dalam jangka panjang (Kompasiana.com, 2015).
Subjective well-being sangat penting untuk karyawan yang berkerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup karena stress yang meningkat, depresi dan kepuasan hidup
yang lebih rendah merupakan efek negative yang dapat mengakibatkan rendahnya
subjective well-being pada individu apabila subjective well-being pada karyawan
rendah akan berdampak pada kinerjanya (Adani, 2015) . Googins (1991) menyebutkan
dampak psikologis konflik sebagai karyawan yang kurangnya kualitas berkerja adalah
stres yang semakin meningkat, depresi dan kepuasan hidup yang lebih rendah (Grant-
Vallone dan Donaldson, 2001). Dari literatur-literatur di atas dapat disimpulkan bahwa
rata-rata karyawan masih merasa belum mampu untuk menghadapi pertentangan dalam
pencapaiannya (Courage).
Jewell & Siegell (1990) menyatakan bahwa karyawan yang puas lebih
menyukai situasi kerjanya dibanding yang tidak karena diyakini berkaitan dengan pola
perilaku tertentu (Radja, dkk., 2013). Berdasarkan hasil obervasi dan wawancara
singkat yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menemukan masalah yang terjadi pada
pegawai BUMN yaitu PT. Adhi Karya dan Bank BJB di mana ada beberapa pegawai
yang tidak merasakan kesejahteraan di dalam perkerjaannya yang disebabkan
3
3
kurangnya merasa kenyamanan pada perkerjaan nya itu sendiri, ini di karenakan
ketidakmampuan nya untuk menunjukan kualitas kerja nya ini disebabkan karena tidak
sesuainya passion pegawai pada suatau organisasi.
Situasi seperti ini membuat subjek merasa kurang nyaman sehingga
memunculkan rasa tidak dapat menyeimbangi perkerjaanya dan mengganggu kinerja
nya dan keluarga. Dan contoh kasus lain nya pegawai yang merasa kurangnya keadilan
terhadap atasannya karena ia merasa kualitas kerja yang ia berikan kepada perusahaan
tersebut tidak ada sehingga tidak ada penghargaan yang ia dapat, masalah ini membuat
pegawai tersebut tidak bersemangat dalam melakukan perkerjaannya (Putri & Djastuti,
2013)
Penelitian yang dilakukan Tortia (2007) mengatakan berdasarkan survei
terhadap 228 karyawan di Italia menunjukan bahwa kesejahteraan perkerja sangat
dipengaruhi oleh keprihatinan keadilan. Hal ini membuat subjek merasa bimbang
perasaan-perasaan tersebut menimbulkan rasa produktivitas kerja yang rendah dan
akhirnya memiliki kesejahteraan subjektif yang tidak baik.
Dengan kata lain, kepuasan dalam hidup yang subjek rasakan saat ini merasa
tidak sejahtera. Kesejahteraan adalah salah satu kunci bagi karyawan yang berkerja jika
karyawan memiliki kesejahteraan yang rendah maka akan mempengaruhi kualitas
kerjanya. Pada saat ini kita mengenal yang namanya kesejahteraan subjektif atau yang
sering dikenal dengan Subjective well-being.
4
4
Menurut Ryan dan Decci (dalam Primasani, 2005) ada dua pendekatan
mengenai well-being, yaitu pendekatan eudaimonic dan hedonic. Pendekatan
Eudaimonic memandang well-being tidak hanya sebagai pencapaian kesenangan,
tetapi juga relasi potensi diri seorang individu dalam mencapai kesesuaian tujuannya
yang melibatkan pemenuhan dan pengidentifikasian diri individu yang sebenarnya.
Konsep yang dipakai dengan pandangan ini biasanya adalah konsep psychological
well-being (PWB). Pendekatan Hedonic memandang well-being tersusun atas
kebahagian subjektif dan berfokus pada pengalaman menyenangkan versus tidak
menyenangkan yang didapatkan dari penilian baik buruknya hal-hal yang ada dalam
kehidupan seseorang. Konsep yang dipakai pada penelitian ini adalah konsep
subjective well-being (SWB).
Subjective well-being adalah menilai bahwa kehidupan selalu positif dan selalu
merasa baik, merasa puas dengan kehidupanya dan merasakan bahagia (Diener, Suh,
& Oishi, 2018). Menurut Diener (2000), subjective well-being didefinisikan sebagai
evaluasi kognitif seseorang tentang kehidupannya. Evaluasi kognitif yang dilakukan
meliputi kepuasan hidup serta evaluasi reaksi emosional terhadap peristiwa seseorang
tentang perasaan menyenangkan (Efek positif) dan perasaan tidak meyenangkan (efek
negative). Subjective well-being dipengaruhi beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi yaitu Optimisme, harga diri positif, dukungan social, dan tingkat relasi
social yang positif (Diener 2000). Rendahnya Subjective well-being yang dialami
5
5
karywan karena kurangnya penghargaan di perusahaan tersebut atau atasan yang tidak
adil.
Subjective well-being memiliki arti penting bagi setiap individu. Individu yang
memiliki subjective well-being tinggi merasa bahagia dengan teman dekat dan keluarga
dan dapat lebih baik mengontrol emosinya dalam menghadapi berbagai peristiwa
dalam hidup individu. Sedangkan individu dengan subjective well-being yang rendah,
akan memandang rendah hidupnya dan menganggap peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya sebagai hal yang tidak menyenangkan dan akan muncul emosi yang membuat
individu menjadi tidak bahagia seperti kecemasan, depresi dan kemarahan.
Subjective well-being pada karyawan menjadi penting untuk diteliti karena
memiliki pengaruh terhadap kualitas kerja dan kepuasaan kerja. Russell (2008)
mengemukakan bahwa subjective well being memiliki pengaruh yang positif terhadap
kinerja (work performance) dan kepuasan kerja. Artinya semakin tinggi subjective well
being, maka semakin tinggi pula kinerja (work performance) dan kepuasan kerja.
Dengan kata lain, dapat diambil kesimpulan bahwa kesejahteraan karyawan
dapat membawa pengaruh yang positif terhadap performa seseorang, baik di tempat
kerjanya maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Peterson dan
Seligman (2004) terdapat faktor yang mempengaruhi subjective well-being yaitu
character strength and virtue dimana faktor ini merupakan faktor internal dari seorang
6
6
individu. Character strength adalah unsur-unsur psikologis, proses atau mekanisme
yang menentukan kebajikan atau keuamaan. Dengan kata lain, character strength
adalah cara yang dapat digunakan untuk mencapai satu atau lebih kebajikan atau
keutamaan. Virtue diartikan sebagai karakteristik utama yang dihargai oleh filsuf, yang
terdiri dari Wisdom and Knowledge, Courage, Humanity, Justice, Temperence,
Transcendence (Peterson & Seligman, 2004). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan dua dari virtues sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi
subjective well-being yaitu Courage dan Justice.
Keteguhan hati (Courage) seorang karyawan sangat mempengaruhi prestasinya
di perusahaan, yang di mana hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan seorang
atasan dalam memberikan penilaian. Keteguhan hati yang di maksud adalah di mana
seorang karyawan mampu melakukan proses kegiatan kerja, mampu menunjukan
kualtias kerja yang dimiliki dengan memberikan keberanian, ketekunan dan antusias
yang maksimal terhadap perusahaan tempat ia berkerja.
Kemampuan Courage dalam karyawan harus dimiliki oleh tiap individu yang
sedang berkerja untuk memenuhi kebutuhan. Courage merupakan kekuatan emosional
yang melibatkan keinginan untuk mencapai tujuan pribadi dalam menghadapi
pertenangan atau terdapat halangan yang bersifat internal maupun eksternal dalam
pencapaiannya. Courage memiliki empat aspek yaitu Bravery, Persistence, Integrity,
Vitality (Peterson & Seligman, 2004). Empat dimensi ini diperlukan karyawan agar
dapat membentuk kekuatan emosional atau Courage. Amos & Klimoski (2014) dalam
7
7
penelitiannya menemukan hasil bahwa dalam kepemimpinan penting memberikan
pemahaman keberanian (Baravery) agar dapat bertindak dalam menghadapi situasi
yang beresiko.
Selain Courage yang dapat mempengaruhi Subjective well-being karyawan,
Variabel yang peneliti gunakan untuk mengukur subjective well-being adalah Justice.
Justice merupakan kekuatan pada masyarakat yang melandai timbulnya kehidupan
masyarakat yang sehat. Justice memiliki tiga aspek yaitu, Citizenship, Fairness,
Leadership. Roczniewska, Retowski & Higgins (2018) dalam penelitiannya
menemukan hasil bahwa ketika individu mempertahankan motivasi mereka,
melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dan dapat menciptakan atau
memilihara hubungan baik sehingga memiliki kecocokan antara karyawan dan
pemimpin individu akan meganggap tempat kerja mereka memiliki keadilan. Keadilan
(Justice) yang dirasakan dapat mempengaruhi Justice seseorang.
Peneliti selanjutnya oleh Tortia (2006) dalam penelitiannya dengan melibatkan
1958 karyawan menunjukan bahwa subjective well-being perkerja sangat dipengaruhi
oleh keprihatinan keadilan (fairness). Dalam jurnal Ellen, Ryan, Todd, Mathew, Leslie,
Nanette & Jesses (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor kepemimpinan
mempengaruhi subjective well-being seseorang. Pemimpin menggunakan gaya
kepemimpinan transformasional cenderung memiliki karyawan dengan persepsi
Family Supportive Supervisor Behaviour karena dengan gaya kepemimpinan
transformasional cenderung melihat kedekatan karyawan dengan tingkat pegawasan
8
8
keluarga yang lebih tinggi, yang merupakan sumber daya perkerjaan positif yang
meningkatkan subjective well-being.
Penelitian yang dilakukan oleh Heather K. Spence Laschinger & Roberta Fida
(2014) didalam penelitiannya mengatakan gaya kepemimpinan yang otentik dapat
membuat kelelahan dalam berkerja. Kepemimpinan terbukti menjadi sumber daya
organisasi yang penting untuk menghambat terjadinya kelelahan ditempat kerja.
Sumber daya Interpersonal juga berperan untuk melawan stress di tempat kerja.
Berdasarkan fenomena dan fakta yang didukung oleh beberapa literature
terkait, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berbeda dengan sampel
yang berbeda pula yaitu terhadap karyawan, dengan judul “Pengaruh Courage dan
Justice terhadap Subjective Well-being”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar fokus pembahasan lebih terarah, penelitian ini dibatasi mengenai
masalah pengaruh courage dan justice terhadap subjective well-being
karyawan.
1.2.1.1 Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari Courage dan Justice
terhadap Subjective Well-being karyawan?
9
9
2. Seberapa besar pengaruh dari Courage (bravery, persistence, integrity,
vitality) dan Justice (citizenship, fairness, leadership) terhadap
Subjective Well-being karyawan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh courage dan justice terhadap subjective
well-being karywan. Serta mengetahui seberapa besar konstribusi yang diberikan oleh
masing-masing variable terhadap subjective well-being.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat teoritis
Setelah melakukan penelitian ini diharapkan hasilnya mampu memberikan manfaat
dalam pengembangan bidang keilmuan psikologi, khusunya yang berkaitan dengan
psikologi positif. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan
pemahaman mengenai courage dan justice yang bias mempengaruhi subjective well-
being.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informs mengenai
pengaruh dari courage dan justice terhadap subjective well-being karywan untuk
meminimalisir dampak negative.
9
BAB 2
KAJIAN TEORI
2. 1 Subjective Well-Being
2.1.1 Defenisi Subjective Well-being (SWB)
Menurut Diener (1984) defenisi subjective well-being dikelompokkan menjadi
tiga kategori. Pertama, Subjective well-being didefinisikan sebagai kriteria eksternal
seperti kebaikan (Virtue) atau kesucian (holiness). Subjective well-being bukanlah
sebuah pandangan yang subjektif melainkan keinginan yang ingin dimiliki setiap
individu.
Kedua, para ilmuan sosial fokus pada pertanyaan, “Apa yang menyebabkan
individu untuk mengevaluasi kehidupan mereka sebagai hal yang positif”. Defenisi
subjective well-being sebuah penilaian kepuasan hidup seseorang yang penilaiannya
bergantung pada krteria individu itu sendiri yang dapat menentukan apakah hidupnya
cukup baik atau sebaliknya.
Ketiga, definisi subjective well-being merupakan bagian dari happiness, yaitu
menunjukan pengaruh perasaan positif lebih besar daripada perasaan negatife. Dalam
penelitian ini lebih ditekankan pada kepuasan hidup yang penilaiannya bergantung
pada kriteria individu itu sendiri untuk menentukan apakah hidupnya cukup baik atau
sebaliknya.
10
10
Menurut Keyes and Magyar (dalam Russel, 2008) subjective well-being adalah
penilaian yang mempertimbangkan berbagai aspek baik dari dalam diri individu
maupun dalam masyarakat. Subjective well-being yang tinggi jika individu dapat
menyeimbangkan kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan socialnya.
Menurut Diener (2003) Subjektif Well-being adalah evaluasi emosi dan kognitif
seseorang terhadap kehidupan nya pada saat ini maupun yang akan datang. Subjective
Well-being seseorang terbentuk karena adanya kepuasan hidup mereka, pemenuhan
dan kepuasan dalam pernikahan atau perkerjaan. Subjeective well-being adalah
pandangan seseorang akan pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif
terhadap hidup dan mereprsentasikan dalam kesejahteraan psikologis.
Menurut E. Diener (2016) dimana subjective well-being adalah kebahagian dan
kepuasan hidup individu dan individu merasakan bahwa kehidupannya sudah berjalan
dengan baik atau sebaliknya.
Adapun dalam penelitian ini teori yang digunakan untuk subjective well-being yaitu
teori E. Diener (2018) dimana subjective well-being adalah evaluasi kehidupan
seseorang dari perspektif individu yang mengacu pada sejauh mana seseorang merasa
kehidupan nya berjalan dengan baik atau sebaliknya.
2.1.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Subjective Well-being
Menurut Ed Diener (2016), ada beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well-
being antara lain sebagai berikut:
11
11
1. Penyebab Internal (Pengaruh Top-down)
a. Faktor genetika
Studi tentang kembar identik menunjukan bahwa gen dapat mempengaruhi
kebahagian individu. Kembar identik cenderung sama dalam tingkat
kesejahteraan subjetif mereka.
b. Kepribadian dan Temperamen
Kepribadian sebagian bawaan sejak lahir dan dapat dipelajar yang
mempengaruhi kebahagian kita. Misalnya, orang ekstrovert cenderung
memiliki perasaan yang positif sedangkan neurotic cenderung memiliki
perasaan negatif.
c. Pandangan
Seseorang dapat memperhatikan hal-hal yang baik dalam hidupnya dan
megartikan peristiwa dengan cara yang positif. Individu yang memandang
peristiwa dengan cara yang negative mengarah pada lebih banyak
ketidakbahagiaan.
d. Ketahanan
Seseorang yang dapat mengartikan peristiwa dengan cara positif cenderung
memiliki rasa senang yang dapat membangkitkan individu setelah
kehilangan atau mengalami peristiwa negative.
2. Penyebab Eksternal (Pengaruh dari bawah ke atas)
a. Sumber daya materi yang memadai
12
12
Seseorang yang cukup memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis
mereka.
b. Sumber daya sosial yang memadai
Setiap individu membutuhkan orang lain untuk mendukung dan dapat
dipercayai, seperti keluarga, teman, dan pasangan. Setiap individu
membuthkan seseorang untuk menjalani kehidupan yang baik.
c. Masyarakat yang diinginkan
Upaya dan keadaan kita sendiri mempengaruhi kebahagian kita, tetapi
demikian juga masyarakt tempat kita hidup. Contoh: Masyarakat yang
kelaparan, perang, konflik, dan korupsi jauh lebih tidak bahagia
dibandingkan dengan individu yang memiliki kepercayaan, dapat
berkerja sama yang tinggi, dan dapat saling membantu sesama.
Selain dua faktor tersebut, ada beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi
kesejahteraan subjektif, adalah sebagai berikut:
3. Keteguhan Hati (Courage)
Courage pada individu mempengaruhi kesejahteraan nya dalam
lingkungannya. Dimana seorang individu mampu melakukan proses kegiatan
kerja, mampu menunjukan ketekunan, antusias dan memberikan keberanian
yang maksimal pada lingkungannya.
13
13
4. Keadilan (Justice)
Justice mempengaruhi kesejahteraan pada karyawan yang dapat melandai
timbulnya untuk berkerja dengan baik dan sehat. Dalam penelitian yang
dilakukan Roczniewska, Retowski & Higgins (2018) dalam penelitiannya
menemukan hasil bahwa ketika individu mempertahankan motivasi mereka,
melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dan dapat menciptakan atau
memilihara hubungan baik sehingga memiliki kecocokan antara karyawan dan
peemimpin, sehingga individu akan menganggap tempat kerja mereka memiliki
keadilan.
4.1.2 Dimensi Subjective Well-being
Subjective well-being memiliki dua dimensi umum yaitu dimensi kognitif dan
afektif. Penilaian kognitif adalah penilaian terhadap kepuasan hidup dan dimensi
afektif dibagi menjadi dua: afek positif dan afek negative (Ed Diener, 2016)
1. Dimensi Kognitif
Kepuasan hidup seseorang yang penilaian kognitif seseorang mengenai
kehidupannya, di mana individu menilai kualitas hidupnya bergantung pada
krteria individu itu sendiri mengenai kehidupan yang dijalaninya berjalan
dengan baik atau sebaliknya.
2. Dimensi Afektif
14
14
Dimensi afektif ini terdiri dari dua indicator yang mencakup afek positif yaitu
emosi positif (perasaan menyenangkan) Afek positif meliputi perasaan-
perasaan kecerian, kebahagian hidup, kepuasan. Dan afek negative (perasaan
tidak menyenangkan) merupakan kehadiran yang menyatakan bahwa hidup
tidak menyenangkan, kedua afek ini berdiri sendiri dan masing-masing
memiliki kriteria.
2.1. 3 Alat Ukur Subjective Well-being
1. Scale of Positive and Negative Experience (SPANE). Alat ukur yang
mengukur perasaan individu dengan skala pengalaman positif dan negative.
Ada 12 item dibagi menjadi enam untuk mengukur perasaan positif dan enam
untu mengukur perasaan negative.
2. Flourishing Scale (FS). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kepuasan
hidup individu yang ditinjau dari komponen kognitifnya. Skala ini terdiri dari
delapan item yang mengukur kepuasan individu terhadap hidupnya secara
umum dengan jumlah empat item, dan empat item yang lain mengukur
kepuasan hidup secara domain (Diener, 2009).
Pada penelitian ini penulis menggunakan Flourishing Scale (FS) dan Scale of
Positif and Negatif Experience (SPANE) yang dikembangkan oleh Diener et.al (2009)
karena kedua alat ukur tersebut relevan dengan apa yang hendak diteliti dan dapat
mengukur seluruh komponen dari subjective well-being.
15
15
2.2 Courage
2.2.1 Definisi Courage
Courage adalah kekuatan emosional yang melibatkan keinginan yang kuat
untuk mencapai atau menyelesaikan tujuan pribadi walaupun menghadapi pertenangan
atau terdapat halangan yang bersifat internal maupun eksternal dalam pencapaiannya.
Bertindak atas dasar keyakinan yang dimiliki (Peterson and Seligman, 2004).
Menurut Prancis Comte-Sponville (2001), courage dapat mengalahkan
ketakutan dan tindakan untuk seseorang yang berbeda di dalam masyarakat dan
kemampuan untuk mengatasi rasa takut.
Karakteristik dalam Courage menurut D. Putman (dalam Peterson and
Seligman, 2004) ada tiga, yaitu:
1. Keberanian fisik yang terlibat dalam mengatasi rasa takut cedera fisik,
kematian dan untuk menyelamatkan orang lain atau diri sendiri.
2. Keberanian moral untuk mempertahankan nila-nilai atau etika sehingga tidak
memiliki resiko kehilangan teman dan perkerjaan.
3. Keberanian psikologis yang diperlukan untuk menghadapi peristiwa yang dapat
melemahkan atau situasi yang merusak.
2.2.2 Dimensi Courage
Dimensi Courage menurut Peterson and Seligman (2004) memiliki empat dimensi,
yaitu :
16
16
1. Bravery
Individu tidak ada rasa ketakutan akan tantangan, ancaman, dan rasa sakit,
berani untuk mengatakan atau melakukan hal yang berbahaya.
2. Persistence
Persistence merupakan kecenderungan seseorang untuk menyelesaikan tugas
walaupun sulit tanpa banyak mengeluhan. Dan seseorang cenderung
menyelesaikan apa yang telah dimulai walaupun terdapat hambatan dan
kesulitan.
3. Integrity
Orang yang memiliki ketulusan dan rasa tanggung jawab terhadap perasaan dan
perilaku individu itu sendiri, sehingga berbicara dan bertindak berdasarkan
kejujuran dan tanpa berpura-pura walaupun dalam keadaan rumit.
4. Vitality
Melakukan pendekatan yang mengacu pada persaan penuh semangat, perasaan
hidup, dan menampilkan antusiasme. Mengerjakan sesuatu yang tidak
setengah-setengah dengan penuh gairah dan energi. Vitality berhubungan
secara langsung baik dengan faktor somatic maupun psikologis. Secara
somatic, vitality digambarkan orang-orang yang ceria, segar, kuat dan energi,
dimana kesehatan fisik dan tubuh optimal sehingga tidak mudah lelah. Secara
psikologis semangat yang dialami sebagai kehendak dan kemauan diri baik
interpersonal maupun intrapersonal.
17
17
2.2.3 Alat Ukur Courage
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Value in Action Inventory of
Strength (VIA- IS) sebagai alat ukur Courage. Alat ukur ini umumnya digunakan untuk
mengukur variable Character strength & virtue. Alat ukur ini dikembangkan dan diuji
oleh Dr. Christoper Peterson, dan terdiri dari 24 karakter dengan total item 120.
Namun, dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan beberapa item dari kekuatan
karakter dan virtue courage. Total item yang digunakan untuk variabel ini adalah 20
item, dimana setiap item yang digunakan akan mengukur aspek dari courage itu
sendiri. Penulis menggunakan VIA-IS (Values in Action Inventory of Strenghts) karena
alat ukur tersebut relevan.
2.3 Justice
2.3. 1 Definisi Justice
Peterson and Seligman (2004) Justice atau keadilan merupakan kemampuan
interpersonal yang luas mengenai persepsi keadilan yang berhubungan dengan
interaksi yang optimal antara individu dan kelompok atau masyarakat.
Justice secara umum merujuk pada apa yang membuat hidup seseorang adil.
Secara umum, mungkin bagaimana individu itu mampu mensetaraankan orang. Maka
dari itu kita membutuhkan keadilan menurut Rawls (dalam Peterson & Seligman,
2004)
Jean Porter (2016) mengungkapkan justice adalah tindakan yang dapat
mewujudkan keadilan, kesetaraan dan dapat berkomitmen dengan stabil agar individu
18
18
mampu untuk memilih jenis tindakan seperti apa jika terjadi peristiwa negatif. Dengan
seperti itu kehidupan seseorang sesuai dengan apa yang di cita-citakan. Selain itu,
justice juga dapat dikatakan sebagai kekuatan yang melandasi timbulnya kehidupan
didalam berorganisasi yang sehat misalnya keadilan, kepemimpinan dan tim kerja.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori dari Peterson dan Seligman (2004)
karena teori tersebut sesuai dengan fenomena yang hendak diteliti.
2.3.2 Dimensi Justice
Peterson dan Seligman (2004) membagi beberapa karakter dalam justice sebagai
berikut:
1. Citizenship
Individu dengan karakter seperti ini dapat berbagi bersama dengan kelompok
tidak memikirkan diri sendiri tetapi berkerja dengan baik pada situasi kelompok
dan setia pada kelompok.
2. Fairness
Individu dengan karakter seperti ini mengacu pada perlakuan individu terhadap
orang secara adil, tidak membiarkan perasaan subjektif mempengaruhi
keputusan yang menyangkut orang lain dan memberi kesempatan yang sama
dan berkomitmen yang berlaku untuk semua orang. Fairness adalah produk dari
perkembangan moral (judgment moral) yaitu dimana individu menilai hal-hal
yang dianggap baik ataupun tidak baik secara moral dan apa yang dilarang
secara moral.
19
19
3. Leadership
Leadership sebagai sebuah kualitas kepribadian yang dapat mengarahkan dan
memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan, dapat membuat anggota
kelompok melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Karakter
leadership memiliki peran yang penting dalam hubungan social dalam
kemampuannya mempengaruhi aktivitas orang dalam sistem yang terintegrasi.
2.3.3 Alat Ukur Justice
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Value in Action Inventory of
Strength (VIA- IS) sebagai alat ukur Justice. Alat ukur ini umumnya digunakan untuk
mengukur variable Character strength & virtue. Alat ukur ini dikembangkan dan diuji
oleh Dr. Christoper Peterson, dan terdiri dari 24 karakter dengan total item 120.
Namun, dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan beberapa item dari kekuatan
karakter dan virtue justice. Total item yang digunakan untuk variabel ini adalah 15
item, dimana setiap item yang digunakan akan mengukur aspek dari justice itu sendiri.
Penulis mengunakan VIA- IS (Values in Action Inventory of Strenghts) karena alat ukur
tersebut relevan.
2.4 Kerangka Berpikir
Kepuasan dalam hidup yang dirasakan manusia tersebut merupakan salah satu
bagian dari Subjective well-being. Subjective well-being dapat merupakan hal penting
yang harus dimiliki seseorang untuk menjalani kehidupan dan bagaimana individu
20
20
menilai kehidupannya secara keseluruhan, apakah sudah memuaskan atau belum.
Seseorang yang memiliki subjective well-being yang baik dapat berpengaruh positif
terhadap kehidupannya, tidak hanya terhadap diri individu tersebut tapi juga kepada
orang lain.
Di dalam dunia perkerjaan, karyawan dihadapkan pada berbagai tuntutan
perkerjaan di perusahaannya. Tuntutan ini terkadang terasa berat. Ditambah lagi
tuntutan atasan jika tidak dapat memberikan kualitas kerja yang baik.
Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti kesejahteraan hidup seorang
karyawan. Karyawan memiliki tanggung jawab terhadap perusahaannya tentunya
menghadapi tuntutan perkerjaan yang berat. Karyawan harus melibatkan dorongan
yang kuat untuk mencapai suatu tujuan nya dengan baik, dapat menyeimbangi tenaga,
dan pikiran mereka agar dapat berkerja dengan optimal.
Ketika mereka merasa bahwa mereka tidak dapat memenuhi tuntutan
perkerjaan dengan baik maka karywan tersebut mengalami kesejahteraan yang rendah,
seperti frustasi, konflik, tekanan, perubahan, dan pemaksaan diri yang mereka sering
hadapi akan menimbulkan rendah nya kesejahteraan.
Agar tetap bertahan dan beradaptasi dengan baik dalam menghadapi tuntutan
perkerjaan, karyawan membutuhkan faktor yang dapat melindungi seseorang dari efek-
efek negative yang ditimbulkan oleh peristiwa dan situasi yang menekan sehingga tidak
mengganggu kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud merupakan untuk
21
21
kesejahteraan yang dinilai secara subjektif dari setiap karyawan, sehingga ukuran
kesejahteraan dinilai tidak sama antara karyawan yang satu dengan karywan yang lain,
melainkan setiap penilaian yang dilakukan yaitu kesejahteraan yang sesuai dengan
standar kesejahteraan dari masing-masing karyawan. Kesejahteraan yang didefenisikan
dalam ilmu psikologi adalah kesejahteraan subjektif (subjective well-being).
Subjective well-being dapat diartikan sebagai penilaian individu terhadap
kehidupannya yang meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan penilaian
afektif mengenai mood dan emosi (Diener & Lucas, 1999). Subjective well-being
terdiri dari dua dimensi yaitu penilaian kognitif dan penilaian afekti. Penilaian kognitif
adalah evaluasi terhadap kepuasan hidup, sedangkan penilaia afektif adalah
merefleksikan peristiwa yang terjadi di dalam hidup individu.
Faktor penelitian ini ditinjau dari faktor-faktor internal yang berhubungan
dengan dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Faktor yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu Courage dan Justice. Sebagaimana yang telah dikemukan oleh
Peterson & Seligman (2004), faktor ini merupakan bagian virtue yang termasuk dalam
character strengths dari enam virtue yang disebutkan dalam teori Peterson, et al
peneliti hanya menggunakan dua virtue tersebut yang dapat menahan, mencegah, dan
mengurangi rendahnya subjective well-being.
Bravery merupakan keberanian dalam diri individu dalam menghadapi
ancaman. Dan tidak ada rasa ketakutan akan tantangan,dan rasa sakit, berani untuk
mengatakan atau melakukan hal yang berbahaya. Bravery merupakan tindakan
22
22
keberanian yang penting dimiliki oleh seorang karyawan. Keberanian yang dimaksud
mencakup segala hal yang dapat dilakukan karyawan, seperti berani mengemukakan
pendapat dan berani mengambil resiko. Artinya, karyawan menunjukan semangat
ketika berkerja serta dapat memberikan kemampuan terbaiknya untuk tercapainya
tujuan organisasi tidak terlepas karena karyawan memiliki kainginan yang kuat untuk
menghadapi segala kendala atau hambatan sebagi suatu tantangan yang harus dihadapi
sehingga mencapai tujuannya.
Persistence merupakan kecenderungan ketahanan seseorang dalam
mengahdapi peristiwa yang menekan. Individu yang memiliki ketahanan yang tinggi
tidak akan mudah putus asa ketika mengalami kegagalan. Karyawan yang memiliki
karakter ini akan menunjukan keterlibatan yang tinggi di dalam organisasi, maka
karyawan akan selalu menekuni perkerjaannya dengan sungguh-sungguh, bertanggung
jawab terhadap perkerjaannya dan melakukan perkerjaannya secara maksimal. Maka
dapat terlihat jika karyawan memiliki karakteristik persistence, mereka loyal terhadap
organisasi dan memenuhi kewajibannya.
Vitality melipui dua faktor yaitu, secara somatic, vitality yang berhubungan
dengan keseatan fisik dan fungsi tubuh yang baik sehingga tidak mudah lelah dan sakit.
Lalu, secara psiklogis yang menggambarkan kemauan secara interpersonal maupun
intrapersonal. Psikodinamika sepakat bahwa energy yang besar di dalam diri (Vitality)
dapat mengurangi stress dan konflik (Peterson & Seligman, 2004). Karakter ini
menggambarkan individu yang penuh semangat dalam menjalani aktivitasnya.
23
23
Karyawan yang memiliki karakter ini akan senantiasa bersemangat dalam berkerja,
demi mencapai hasil terbaik yang mereka peroleh dari perkerjaan yang mereka
lakukan. Sehingga jika dikaitkan dengan subjective well-being ini, bahwa karyawan
bersemangat dalam berkerja akan merasa kesejahteraan yang tinggi.
Citizenship yang memiliki rasa bertanggung jawab sehingga dapat berkerja
dengan baik pada situasi kelompok, setia terhadap teman, dan dapat dipercaya.
Karywan yang memiliki karakter citizenship memiliki keterlibatan yang tinggi.
Karyawaan yang memiliki karakter senang berkerjasama dengan karyawan-karywan
lainnya, bertanggung jawab terhadap perkerjaannya berkerja secara maksimal. Dapat
berkerja dengan baik dalam situasi kelompok, setia, dan dapat dipercaya memiliki
dampak yang positif terhadap subjective well-being karyawan.
Fairness yang memperlakukan setiap orang dengan adil, dimana individu
menilai orang baik atau buruk secara moral. Karyawan yang memiliki karakter tersebut
akan memiliki pandangan yang positif terhadap orang lain, dengan kata lain individu
memiliki kesejahteraan dalam hidupnya dan dapat menghindari adanya perselisihan
antar karyawan
Leadership yang memiliki kriteria memotivasi atau mendorong orang dalam
kelompok untuk berkerja, menjaga hubungan baik dengan anggita kelompok. Dapat
mengarahkan orang lain dalam rangka mencapai tujuan bersama. Karyawan yang
mampu berkerja dengan baik pada kelompok, memiliki rasa tanggung jawab yang
tinggi, dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk secara objectif, menghormati
24
24
pendapat orang lain, sehingga hubungan antar kelompok menjadi baik dan hal ini akan
membuat individu sejahtera di dalam organisasi.
Secara ringkasi model penelitian ini dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Persistence
Bravery
Integrity
Courage
Justice
Citizenship
Fairnes
Subjective Well-
being
Leadership
Vitality
25
25
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Mayor :
Ada pengaruh yang siginifikan Courage dan Justice terhadap subjective well-being
karyawan
Hipotesis Minor :
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan Bravery pada Courage dan Justice terhadap
subjective well-being karyawan
Ha2: Ada pengaruh yang signifikan Persistence pada Courage dan Justice terhadap
subjective well-being karyawan
Ha3: Ada pengaruh yang signifikan Intergrity pada Courage dan Justice terhadap
subjective well-being karyawan
Ha4: Ada pengaruh yang signifikan Vitality pada Courage dan Justice terhadap
subjective well-being karyawan
Ha5: Ada pengaruh yang signifikan Citizenship pada Courage dan Justice terhadap
subjective well-being karyawan
Ha7: Ada pengaruh yang signifikan Fairness pada Courage dan Justice terhadap
subjective well-being karyawan
26
26
Ha8: Ada pengaruh yang signifikan Leadership pada Courage dan Justice terhadap
subjective well-being karyawan
21
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dari dua perusahaan BUMN yaitu Bank
Jabar Banten (BJB) dan PT. Adhi Karya. Pada PT. Adhi Karya penelitian ini
menggunakan teknik probability sampling yang mana seluruh anggota populasi
diasumsikan memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian.
Metode yang digunakan ialah metode systematic random sampling yaitu metode
pengambilan sampel acak sistematis menggunakan interval dalam memilih sampel
penelitian. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang
disebarkan pada 250 sampel dari 1665 melalui sekretaris dari divisi masing-masing.
Maka jumlah kelompok intervalnya 1665/250 = 7. Namun, kuesioner yang kembali
hanya sebanyak 233.
Kemudian, pada Bank BJB penelitian ini menggunakan teknik probability
sampling yang mana seluruh anggota populasi diasumsikan memiliki kesempatan yang
sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian. Metode yang digunakan ialah simple
random sampling yaitu sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan tingkatan
yang ada dalam populasi. Secara online dengan menggunakan google form.
Berdasarkan data yang diterima, didapatkan sebanyak 183 sampel. Maka total
keseluruhan sampel dari kedua perusahaan adalah 416 sampel.
22
22
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah subjective well-being, sedangkan
courage dan justice merupakan variabel independen. Pada peembahasan selanjutnya
penulis akan menentukan definisi opeerasional dan variabel yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Berikut adalah penjelasan dan definisi operasional mengenai
masing-masing variabel:
1. Subjective Well-being merupakan menilai bahwa kehidupan selalu positif dan
selalu merasa baik, merasa puas dengan kehidupanya dan merasakan bahagia
(Diener, Suh, & Oishi, 2002). Subjective Well-being pada penelitian ini
diukur menggunakan Scale of Positive and Negative Experience (SPANE)
yang mengukur perasaan individu dengan skala pengalaman positif dan
negative. Ada 12 item dibagi menjadi enam untuk mengukur perasaan positif
dan enam untu mengukur perasaan negative (Ed Diener, 2018)
2. Courage adalah kekuatan emosional yang melibatkan keinginan yang kuat
untuk mencapai atau menyelesaikan tujuan pribadi walaupun menghadapi
pertenangan atau terdapat halangan yang bersifat internal maupun eksternal
dalam pencapaiannya. Bertindak atas dasar keyakinan yang dimiliki
(Peterson and Seligman, 2004). Alat ukur dalam penelitian ini peneliti
menggunakan Value in Action Inventory of Strength (VIA- IS) sebagai alat
ukur Courage. Alat ukur ini dikembangkan dan diuji oleh Dr. Christoper
23
23
Peterson terdiri dari enam virtues dan 24 karakter dengan total item 120.
Kemudian, Courage dalam penelitian ini mencakup empat dimensi, yaitu:
a. Bravery keberanian individu dalam menghadapi ancaman. Dan tidak ada
rasa ketakutan akan tantangan, dan rasa sakit, berani untuk mengatakan
atau melakukan hal yang berbahaya.
b. Persistence merupakan kecenderungan ketahanan seseorang dalam
menghadapi peristiwa yang menekan. Individu yang memiliki ketahanan
yang tinggi tidak akan muda putus asa ketika mengalami kegagalan.
c. Integrity individu yang memiliki ketulusan dan rasa tanggung jawab
terhadap perasaan dan perilaku individu, sehingga berbicara dan bertindak
berdasarkan kejujuran dan tanpa berpura-pura.
d. Vitality mengacu pada perasaan penuh semangat, perasaan hidup, dan
menampilkan antusiasme. Mengerjakan sesuatu yang tidak setengah-
setengah dengan penuh gairah dan energy.
3. Justice adalah kekuatan keadilan yang mendasari kehidupan masyarakat yang
sehat. Justice berhubungan dengan interaksi yang optimal antara individu dan
kelompok atau masyarakat (Peterson and Seligman, 2004). Alat ukur dalam
penelitian ini peneliti menggunakan Value in Action Inventory of Strength
(VIA- IS) sebagai alat ukur Courage. Alat ukur ini dikembangkan dan diuji
oleh Dr. Christoper Peterson terdiri dari enam virtues dan 24 karakter dengan
24
24
total item 120. Pengukuran Justice dalam penelitian ini mencakup tiga
dimensi, yaitu:
a. Citizenship kemampuan berkerja dengan baik pada situasi kelompok, tidak
memikirkan diri sendiri, dan setia pada kelompok
b. Fairness proses dimana suatu individu mempunyai sudut pandang yang
akan menilai hal-hal yang baik dan buruk menurut moral dari individu
masing-masing.
c. Leadership merupakan suatu karakter yang dapat mendorong anggita
kelompok untuk berkerja, menjaga hubungan baik dengan anggita
kelompok, menyiapkan aktivitas kelompoj dan mengevaluasinya.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini berupa kuesioner dan google form.
Kuesioner yang digunakan berbentuk model skala Likert, yang terdiri dari empat skala,
yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Subjek
diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tertera pada kuesioner
dengan masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan
sesuai dengan keadaan yang sedang dirasakan oleh subjek. Model skala Likert ini
terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable).
Perhitungan skor dari setiap pilihan jawaban yang dipilih adalah sebagai berikut:
25
25
Pilihan Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Tidak Setuju (TS) 2 3
Setuju (S) 3 2
Sangat Setuju (SS) 4 1
Penelitian ini menggunakan instrument berupa skala dan kuesioner yang terdiri dari:
1. Isian biodata subjek penelitian: Kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai
biodata responden seperti nama/inisial, usia, penididikan, dan mempunyai anak
berapa.
2. Skala Subjective Well-being
Dalam penelitian ini, skala subjective well-being diperolehh dari alat ukur yang
disusun oleh Ed Diener. Adapun blue print, yaitu :
Tabel 3.1 Blue Print Subjective Well-Being
No Dimensi Indikator Favorable Unfav Jumlah
1 Kognitif Evaluasi kepuasan
secara global
1,2,3,4 4
Evaluasi kepuasan
hidup secara
domain
5,6,7,8 4
2 Afektif Afek positif 9,11,13,
15,18,20
6
Afek negative 10,12,14,
16,17,19
6
Jumlah 14 6 20
26
26
3. Skala Virtue Courage
Untuk mengukur virtue courage peneliti menggunakan alat Value in Action
Inventory of Strength (VIA- IS) yang dikembangkan oleh Christopher Peterson
dan Martin E. Seligman (dalam Park, Peterson, dan Saligman 2004). Dalam
VIA-IS terdiri dari 24 karakter dengan total item 240, peneliti hanya
menggunakan 4 karakter dengan total 40 item.
Tabel 3.2 Blue Print Virtue Courage
No Dimensi Indikator Favorable Unfav-
orable
Jumlah
1 Bravery Tidak ada rasa
ketakutan akan
tantangan, ancaman,
dan rasa sakit, berani
untuk mengatakan atau
melakukan hal yang
berbahaya
1,2,3,4,5 5
2 Persistence Ketahanan seseorang
dalam menghadapi
peristiwa yang
menekan
6,7,8,9,10 5
3 Integrity Memiliki ketulusan
dan rasa tanggung
jawab terhadap
perasaan dan bertindak
beradasrkan kejujuran
dan tanpa berpura-pura
11,12,13,
14,15
5
4 Vitality Melakukan pendekatan
yang mengacu pada
perasaan penuh
semangat dan
menampilkan
antusiasme
16,17,18,
19,20
5
Jumlah
20
27
27
4. Skala Virtue Justice
Untuk mengukur virtue justice peneliti menggunakan alat ukur Value in Action
Inventory of Strength (VIA- IS) yang dikembangkan oleh Christopher Peterson
dan Martin E. Seligman (dalam Park, Peterson, dan Saligman 2004). Dalam
VIA-IS terdiri dari 24 karakter dengan total item 240, peneliti hanya
menggunakan 3 karakter dengan total 30 item.
Tabel 3.3 Blue Print Virtue Justice
No Dimensi Indikator Favorable Unfovarable Jumlah
1 Citizenship Berkerja dengan
baik pada situasi
kelompok
1,2,3,4,5 5
2 Fairness Memperlakukan
setiap orang secara
adil
6,7,8,9,10 5
3 Leadership Mampu
mendorong
anggota kelompok
untuk berkerja
11,12,13,
14,15
5
Jumlah 15
3.5 Uji Validitas Konstruk
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan confirmatory factor analysis (CFA)
dengan bantuan software Lisrel 8. 70. Adapun langkah-langkah untuk mendapatkan
kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2013), yaitu :
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chie-Square
yang dihasilakan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p>0.05) berarti
semua item hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika nilai Chi-Square
28
28
signifikan (p<0.05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model
pengukuran yang diuji sesuai dengan langkah kedua berikut ini.
2. Jika nilai Chi-Square signifikan (p<0.05) maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item mengukur selain konstruk yang ingin
diukur atau item tersebut juga mengukur hal lain (mengukur lebih dari satu
konstruk atau multidimensional). Setelah beberapa kesalahan pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang fit,
model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
koefisien positif.
4. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk
mendapatkan faktor skornya. Selanjutnya melakukan pengolahan data dengan
tidak mengikutsertakan skor mentah dari item yang dieliminasi.
Terdapat kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2013) yaitu:
1. Menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak diukur
dengan menggunakan T-test. Melihat signifikan tidaknya item tersebut,
mengukur faktornya dengan melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item.
Pebandingannya adalah jika t>1.96 maka item tersebut tidak akan di drop dan
sebaliknya.
29
29
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring
dengan favourable, maka nilai koefisien muatan faktor harus bermuatan positif
atau sebaliknya. Apabila item favourable terdapat muatan faktor item bernilai
negatif maka item tersebut akan di drop dan sebaliknya.
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi maka
item tersebut akan di drop. Sebab, item yang demikian selain mengukur yang
hendak diukur, ia juga mengukur hal yang lain (multidimensi).
3.5.1 Uji Validitas Konstruk Skala Subjective Well-being
Peneliti ingin menguji apakah item yang digunakan untuk mengukur variabel
subjective well-being bersifat unidimensional, artinya item-item tersebut benar-benar
hanya menguji subjective well-being. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 2059.47, df = 170, P-value =
0.00000, RMSEA = 0.188. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap
model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan satu sama lain. Setelah
dilakukan modifikasi sebanyak 63 kali, maka diperoleh model fit dengan chi-square =
130.82, df = 109, P-value = 0.07580, RMSEA = 0.025. Artinya model satu faktor
(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja
yaitu subjective well-being.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
30
30
faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran subjective well-being pada tabel 3.5 dibawah ini:
Table 3.5 Muatan faktor item konstruk Subjective well being
No Koefisien Standar
Error
T-Value Keterangan
item1 0.72 0.05 14.06 √
item2 0.75 0,05 15.34 √ item3 0.79 0.05 15.90 √
item4 0.60 0.05 11.47 √ item5 0.72 0.05 14.47 √
item6 0.71 0.05 14.16 √ item7 0.84 0.05 17.56 √
item8 0.58 0.05 10.98 √ item9 0.66 0.05 12.99 √
item10 0.02 0.06 0.30 ×
item11 0.63 0.05 12.01 √
item12 0.11 0.06 1.99 √ item13 0.47 0.05 8.80 √
item14 0.06 0.06 1.12 ×
item15 0.54 0.05 10.13 √
item16 -0.04 0.06 -0.79 ×
item17 -0.10 0.06 -1.83 ×
item18 0.44 0.06 7.98 √ item19 -0.10 0.06 -1.87 ×
item20 0.21 0.06 3.67 √
Keterangan : tanda √ =Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa terdapat 17 item yang bermuatan
positif dan signifikan, sementara lima item nomor 10, 14, 16, 17, 19 memiliki nilai t <
1.96 dan tidak signifikan sehingga item tersebut harus di drop.
31
31
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Skala Courage
3.5.2.1 Uji Validitas Konstruk Skala Bravery
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk bravery diperoleh
skor perhitungan awal Chi-Square=22.47, df=5, P-value=0.00038, RMSEA=0.106.
Dari hasil tersebut nilai P-value=0.00038<0.05 sehingga dikatakan bahwa model ini
belum fit. . Selanjutnya, penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu
dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah melakukan tiga kali
modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square=3.21, df=2, P-Value=0.20097, skor
RMSEA=0.44, dengan P-Value >0.05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan
demikian item-item yang ada pada konstruk bravery ini hanya mengukur satu faktor
saja, yaitu bravery.
Setelah medapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk bravery dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-value
dan melihat muatan positif atau negative dari data table muatan faktor pada table.
Table 3.6 Muatan faktor item konstruk Bravery
No Item Koefisien Standard Error T-Value Signifikansi
1 0.52 0.07 7.56 √
2 0.69 0.08 8.96 √
3 0.47 0.06 7.26 √
4 0.61 0.09 7.22 √
5 0.47 0.08 6.14 √
Keterangan: tanda √ = siginifikan (t>1.96)
32
32
Dari data tabel mjatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima
item konstruk bravery, dapat dilihat bahwa lima item memiliki T-value>1.96. dengan
demikian item-item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.5.2.2 Uji Validitas Konstruk Skala Persistence
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk dedikasi diperoleh skor
perhitungan awal Chi-square= 38.93, df=5, P-value=0.00000, skor RMSEA=0.147.
Dari hasil tersebut nilai P-Value=0.00000<0.05 sehingga dikatakan bahwa model ini
belum fit. Selanjutnya, penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan
membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah melakukan empat kali modifikasi,
diperoleh nilah Chi-square=0.89, df=1, P-value=0.34589, skor RMSEA=0.000, dengan
P-value >0.05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada
pada konstruk persistence ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu persistence.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk persistence dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-value
daan melihat muatan positif atau negative dari data tabel muatan faktor pada tabel.
Tabel 3.7 Muatan faktor item konstruk Persistence
No Item Koefisien Standard Error T-Value Signifikansi
1 0.41 0.08 5.19 √
2 0.46 0.07 6.92 √
3 0.54 0.07 7.72 √
4 0.90 0.09 9.86 √
5 0.73 0.09 8.04 √
Keterangan: tanda √=signifikan (t>1.96), X= Tidak signifikan
33
33
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima
item konstruk persistence, dapat dilihat bahwa lima item memiliki T-value>1.96.
Dengan demikian item-item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.5.2.3 Uji Validitas Konstruk Skala Integrity
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk dedikasi diperoleh skor
perhitungan awal Chi-square= 0.89, df=1, P-value=0.34589, skor RMSEA=0.000. Dari
hasil tersebut nilai P-Value=0.34589<0.05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum
fit. Selanjutnya, penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan
membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah melakukan satu kali modifikasi,
diperoleh nilah Chi-square=4.33, df=4, P-value=0.36366, skor RMSEA=0.016, dengan
P-value >0.05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada
pada konstruk persistence ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu persistence.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk integrity dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-value
daan melihat muatan positif atau negative dari data tabel muatan faktor pada tabel.
Tabel 3.7 Muatan faktor item konstruk Integrity
No Item Koefisien Standard Error T-value Signifikansi
1 0.40 0.06 6.41 √
2 0.52 0.06 8.66 √
3 0.81 0.06 13.67 √
4 0.65 0.06 11.02 √
5 0.50 0.06 8.28 √
Keterangan: tanda √= signifikan (t>1,96), X=Tidak signifikan
34
34
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima
item konstruk integrity, dapat dilihat bahwa lima item memiliki T-value>1.96. Dengan
demikian item-item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.5.2.4 Uji Validitas Konstruk Skala Vitality
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk dedikasi
diperoleh skor perhitungan awal Chi-square= 15.63, df=5, P-value=0.00798, skor
RMSEA=0.082. Dari hasil tersebut nilai P-Value=0.00798<0.05 sehingga dikatakan
bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, penulis melakukan modifikasi terhadap model
ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah melakukan dua
kali modifikasi, diperoleh nilah Chi-square=3.50, df=3, P-value=0.32115, skor
RMSEA=0.023, dengan P-value >0.05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan
demikian item-item yang ada pada konstruk vitality ini hanya mengukur satu faktor
saja, yaitu vitality.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk vitality dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-value
daan melihat muatan positif atau negative dari data tabel muatan faktor pada tabel.
35
35
Tabel 3.8 Muatan faktor item konstruk Vitality
No Item Koefisien Standard Error T-Value Signifikansi
1 0.64 0.06 10.55 √
2 0.60 0.06 9.87 √
3 0.78 0.06 12.47 √
4 0.39 0.06 6.28 √
5 0.47 0.08 6.07 √
Keterangan: tanda √= signifikan (t>1,96), X=Tidak signifikan
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima
item konstruk vitality, dapat dilihat bahwa lima item memiliki T-value>1.96. Dengan
demikian item-item tersebut tidak ada yang di-drop
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Skala Justice
3.5.3.1 Uji Validitas Konstruk Skala Citizenship
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk dedikasi diperoleh skor
perhitungan Chi-Square=8.17, df=5, P-Value=0.14698, RMSEA=0.045, dengan P-
value >0.05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada
pada konstruk citizenship ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu citizenship.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk citizenship dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-value
daan melihat muatan positif atau negative dari data tabel muatan faktor pada tabel.
36
36
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Citizenship
No Koefisien Standar error T-Value Signifikan
Item 1 0.59 0.06 10.1 √ Item 2 0.46 0.06 7.46 √
Item 3 0.62 0.06 10.57 √ Item 4 0.71 0.06 12.28 √
Item 5 0.62 0.06 10.58 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan semua
koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian item-
item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.5.3.2 Uji Validitas Konstruk Skala Fairness
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk dedikasi diperoleh skor
perhitungan dengan Chi-Square=6.81, df=5, P-Value=0.23493, RMSEA=0.034,
dengan P-value >0.05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item
yang ada pada konstruk fairness ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu fairness.
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk fairness dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-value
daan melihat muatan positif atau negative dari data tabel muatan faktor pada tabel
37
37
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Fairness
No Koefisien Standar error T-Value Signifikan
Item 1 0.71 0.05 13.18 √ Item 2 0.70 0.05 12.78 √
Item 3 0.80 0.05 15.26 √ Item 4 0.54 0.05 9.40 √
Item 5 0.53 0.05 9.16 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan semua
koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian item-
item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.5.3.4 Uji Validitas Konstruk Skala Leadership
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari konstruk dedikasi diperoleh
skor perhitungan awal dengan Chi-Square=610.27, df=5, P-Value=0.06801,
RMSEA=0.058, dengan P-value >0.05 yang artinya, model ini belum fit. Selanjutnya,
penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap
item untuk berkorelasi. Setelah melakukan satu kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-
Square=1.08, df=4, P-Value=0.89814, RMSEA=0.000, dengan p-value >0.05 yang
artinya model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada konstruk
leadership ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu leadership.
38
38
Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari
konstruk fairness dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-value
daan melihat muatan positif atau negative dari data tabel muatan faktor pada tabel
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Leadership
No Koefisien Standar error T-Value Signifikan
Item 1 0.70 0.06 12.30 √ Item 2 0.72 0.06 12.78 √
Item 3 0.65 0.06 11.38 √ Item 4 0.56 0.06 9.56 √
Item 5 0.49 0.06 8.20 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan semua
koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian item-
item tersebut tidak ada yang di-drop.
3.6 Teknik Analisis Data
Dalam menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan analisis regresi berganda.
Dalam hal ini yang dijadikan DV (variabel yang dianalisis variannya) yaitu Subjective
well-being, sedangkan yang dijadikan IV (prediktor) adalah courage dan justice.
Setelah melakukan analisis faktor dengan metode CFA (Confirmatory Factor
Analysis), maka akan didapat data variabel berupa true-score yang selanjutnya
dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi berganda. Karena dalam penelitian ini
39
39
akan dilakukan pegujian hipotesis dengan analisis statistik, maka hipotesis penelitian
yanga ada diubah menjadi hipotesis nihil. Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam
analisis statistik nantinya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis regresi
berganda di mana terdapat lebid dari satu variabel bebas untuk memprediksi variabel
yang terikat.
Pada penelitian ini terdapat delapan independent variabel (variabel bebas) dan
satu dependent variabel (variabel terikat). Adapun persamaan regresi berganda untuk
penelitian ini sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e
Keterangan:
Y = Nilai prediksi Y (Subjective well-being)
a = Intercept (konstan)
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = Bravery
X2 = Persistence
X3 = Integrity
X4 = Vitality
X5 = Citizenship
X6 = Fairness
X7 = Leadership
e = residu
40
40
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (error kecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis
berikut:
1. R2 (R-Square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan DV yang
dijelaskan oleh IV berpengaruh signifikan terhadap DV.
2. Dapat diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap IV.
Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari IV
yang bersangkutan.
3. Dapat diketahui besarnya sumbangan pengaruh dari setiap IV terhadap
DV serta signifikansinya.
40
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 416 karyawan dari dua Perusahaan BUMN yaitu
PT. Adhi Karya dan PT. Bank Jawa Barat. Pada tabel 4.1 penulis akan memamparkan
beberapa karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, dan status
pernikahan.
Tabel 4.1 Karakteristik Sample Penelitian
Deskripsi Jumlah Presentase
Usia
18 – 21 Tahun 12 2.89
22 – 40 Tahun
41 – 59 Tahun
289
115
69.47
27.64
Jenis Kelamin
Laki-Laki 227 54.57
Perempuan 189 45.43
Status Pernikahan
Menikah 175 42.07
Belum Menikah
Bercerai
241
3
57.93
0.72
Berdasarkan table 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam
penelitian ini berada pada kategorisasi berusia pada 22-40 tahun, berjumlah 289
karyawan dengan persentase 69.47%. Dalam penelitian ini jumlah responden laki-laki
memiliki persentase lebih besar dibanding responden perempuan, yaitu 54.57% atau
227 karyawan. Jumlah status pernikahan menunjukkan bahwa karyawan yang belum
41
41
menikah presentasenya lebih tinggi dibanding yang belum menikah yaitu 57.93%
dengan jumlah 241 karyawan.
Selanjutnya, penulis melakukan uji beda untuk mengetahui tingkat subjective
well-being berdasarkan karakteristik responden yang akan dijelaskan pada tabel
berikut:
Tabel 4.2 Uji Beda (T-test) Subjective Well-being Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N Mean Sig.
Laki-laki 228 49.7197 .756
Perempuan 188 50.3999
Total 416 50.0000
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin
laki-laki memiliki mean sebesar 49.7197 atau 49%, sedangkan responden dengan jenis
kelamin perempuan memiliki mean sebesar 50.3999 atau 50% dengan signifikansi
0.756 (>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
subjektive well being pada jenis kelamin.
Tabel 4.3 Uji Beda (T-test) Subjective Well-being Berdasarkan Usia
Usia N Mean Sig.
18-21 12 51.5915 .524
22-39 289 50.8567
40-59 115 47.6809
Total 416 50.0000
42
42
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden dengan usia 18-21
tahun memiliki mean sebesar 51.5915 atau 51%, responden dengan usia 22-39 tahun
memiliki mean sebesar 50.8567 atau 50% dan responden dengan usia 40-59 tahun
memiliki tingkat subjective well-being sebesar 47.6809 atau 47% dengan signifikansi
0.524 (>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
subjektive well being pada tingkat usia
Tabel 4.4 Uji Beda (T-test) Subjective Well-being Berdasarkan Status Pernikahan
Status Pernikahan N Mean Sig.
Belum Menikah 115 51.2690 .121
Menikah 298 49.4918
Bercerai 3 51.8373
Total 416 50.0000
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden dengan status belum
menikah memiliki mean sebesar 51.2690 atau 51%, responden dengan status menikah
memiliki mean sebesar 49.4918 atau 49% dan responden dengan status divorce atau
bercerai memiliki tingkat subjective well-being sebesar 51.8373 atau 51% dengan
signifikansi 0.756 (>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan subjektive well being pada status pernikahan.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Berikut ini akan diuraikan secara detail mengenai hasil analisis deskriptif dari
subjective well-being, Courage, dan Justice. Skor yang digunakan dalam analisis
deskriptif ini adalah nilai murni (t-score) dan raw score yang dikonversi. Tujuannya
43
43
adalah agar mempermudah peneliti dalam membandingkan skor hasil dar penelitian
masing-masing variable, sehingga semua raw score pada setiap variable harus
memiliki skala yang sama yang dihitung dengan menggunakan maximum likelihood,
skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh maximum likelihood adalah
item yang bermatan positif dan signifikan. Adapun true score yang dihasilkan oleh
maximum likelihood bentuk satuannya adalah Z-score. Bilangan negative dari Z-score
dapat dihilangkan dengan cara mentranformasi semua skor ke skala T yang semuanya
positif dengan menetapkan nilai mean = 50 dan standart deviasi = 10. Langkah
selanjutnya adalah melakukan proses komputasi melalui formula yaitu:
T-score= 50 + 10.z.
untuk menjelaskan gambaran umum mengenai deskriptif statistic dari variable-variabel
dalam penelitian ini, yang menjadi patokan adalah nilai mean, standar deviasi (SD),
nilai maksimal dan minimal dari masing-masing variable. Nilai tersebut ditunjukan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SWB 416 4.34 66.30 50.0000 9.31621
Bravery 416 14.53 63.80 50.0000 7.92745
Persistence 416 18.80 64.52 50.0000 8.56232 Integrity 416 12.83 63.51 50.0000 7.74792
Vitality 416 15.34 64.00 50.0000 7.56383
Citizenship 416 16.14 64.00 50.0000 7.88166
Fairness 416 12.42 66.11 50.0000 8.02943 Leadership 416 16.37 63.77 50.0000 7.92137
Valid N
(listwise) 416
44
44
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa deskriptif statistic pada setiap variable di kolom
N menjelaskan bahwa sample pada setiap variable berjumlah 416. Pada kolom
minimum dan maximum menjelaskan mengenai nilai minimum dan maximum dari
setiap variable. Pada kolom minimum diketahui bahwa variable SWB memiliki nilai
yang paling renda
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorissi skor variable bertujuan untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah berdasarkan skor pada variable yang diukur apakah subjek
tergolong kelompok dengan skor rendah atau skor tinggi. Sebelum
mengkategorisasikan skor masing-masing variable berdasarkan tingkat rendah atau
tinggi, peneliti menetapkan norma dari skor dengan menggunakan mean dan standar
deviasi (dalam tabel 4.2). Setelah itu akan didapatkan persentase pada masing-masing
kategori setiap variable.
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumusan
Tinggi X ≥ M + SD
Rendah X < M ̶ SD
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai presentasi kategori
masing-masing variable penelitian. Masing-masing variable akan dikategorikan
sebagai rendah, dan tinggi.
45
45
4.3.1 Kategorisasi Tingkat Subjective Well-being
Pada tabel 4.4 menunjukan sebaran variable subjective well-being yang dibagi menjadi
dua kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.4 Kategorisasi Tingkat Subjective Well-being
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 228 54,8
Tinggi 188 45,2
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sebanyak 228 responden atau 54,8%
memiliki tingkat subjective well-being yang rendah. Sementara sebanyak 188
responden atau 45,2% memiliki tingkat subjective well-being tinggi
4.3.2 Kategorisasi Tingkat Bravery
Pada tabel 4.5 menunjukan sebaran variable Bravery yang dibagi menjadi dua kategori
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.5 Kategorisasi Tingkat Bravery
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 198 47,6
Tinggi 218 52,4
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebanyak 198 responden atau 47,6%
memiliki tingkat bravery yang rendah. Sementara sebanyak 218 responden atau 52,4%
memiliki tingkat bravery tinggi.
46
46
4.3.3 Kategorisasi Tingkat Persistence
Pada tabel 4.6 menunjukan sebaran variable persistence yang dibagi menjadi dua
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.6 Kategorisasi Tingkat Persistence
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 222 53,4
Tinggi 194 46,6
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebanyak 222 responden atau 53,4%
memiliki tingkat persistence yang rendah. Sementara sebanyak 194 responden atau
46,6% memiliki tingkat persistence tinggi.
4.3.4 Kategorisasi Tingkat Integrity
Pada tabel 4.7 menunjukan sebaran variable integrity yang dibagi menjadi dua kategori
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.7 Kategorisasi Tingkat Integrity
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 203 48,8
Tinggi 213 51,2
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebanyak 203 responden atau 48,8%
memiliki tingkat integrity yang rendah. Sementara sebanyak 213 responden atau 51,2%
memiliki tingkat integrity tinggi.
47
47
4.3.5 Kategorisasi Tingkat Vitality
Pada tabel 4.8 menunjukan sebaran variable vitality yang dibagi menjadi dua kategori
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.8 Kategorisasi Tingkat Vitality
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 201 48,3
Tinggi 215 51,7
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebanyak 201 responden atau 48,3%
memiliki tingkat vitality yang rendah. Sementara sebanyak 215 responden atau 51,7%
memiliki tingkat vitality tinggi.
4.3.6 Kategorisasi Tingkat Citizenship
Pada tabel 4.9 menunjukan sebaran variable citizenship yang dibagi menjadi dua
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.9 Kategorisasi Tingkat Citizenship
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 202 48,6
Tinggi 214 51,4
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa sebanyak 202 responden atau 48,6%
memiliki tingkat citizenship yang rendah. Sementara sebanyak 214 responden atau
51,4% memiliki tingkat citizenship tinggi.
48
48
4.3.7 Kategorisasi Tingkat Fairness
Pada tabel 4.10 menunjukan sebaran variable fairness yang dibagi menjadi dua
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.10 Kategorisasi Tingkat Fairness
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 225 54,1
Tinggi 191 45,9
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa sebanyak 225 responden atau 54,1%
memiliki tingkat fairness yang rendah. Sementara sebanyak 191 responden atau 45,9%
memiliki tingkat fairness tinggi.
4.3.8 Kategorisasi Tingkat Leadership
Pada tabel 4.11 menunjukan sebaran variable leadership yang dibagi menjadi dua
kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.11 Kategorisasi Tingkat Leadership
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 195 46,9
Tinggi 221 53,1
Jumlah 416 100,0
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa sebanyak 195 responden atau 46,9%
memiliki tingkat leadership yang rendah. Sementara sebanyak 221 responden atau
53,1% memiliki tingkat leadership tinggi.
49
49
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahap uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi dengan
softwear SPSS 20 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi ada tiga hal
yang dilihat, pertama melihat R Square untuk mengetahui presentase (%) varians
dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua apakah
keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap dependent
variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing-masing independent variable. Langkah pertama peneliti melihat R square
untuk mengetahui presentase (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh
independent variable. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.12
berikut:
Tabel 4.12 R Square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .459 .211 .197 8.34797
a. Predictors: (Constant), LEADERSHIP, PERSISTENCE, BRAVERY, VITALITY,
CITIZENSHIP, FAIRNESS, INTEGRITY
Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa R Square sebesar 0,211 atau 21,2%.
Hal ini mengandung makna bahwa proporsi varian dari subjective well-being yang
dijelaskan oleh courage (bravery, persistence, integrity, vitality) dan justice
(citizenship, fairness, leadership) adalah sebesar 21,1% kemudian 78,9% sisanya
dipengaruhi oleh variable lain di luar penelitian ini. Selanjutnya, penelitian ingin
50
50
melihat penaruh dari keseluruhan independent variable subjective well-being. Hal ini
dapat dilihat dalam hasil uji F pada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Anova Signifikansi Pengaruh Seluruh Independent Variabel
Terhadap Dependt Variabel
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
1 Regression 7585.663 7 1083.666 15.550 .000b
Residual 28432.933 408 69.689
Total 36018.596 415
a. Dependent Variable: SWB
b. Predictors: (Constant), LEADERSHIP, PERSISTENCE, BRAVERY, VITALITY, CITIZENSHIP,
FAIRNESS, INTEGRITY
Berdasarkan uji F pada tabel 4.13, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada kolom
paling kanan adalah p= 0.000 dengan nilai p<0.05. Jadi, dengan demikian hipotesis
nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh courage dan justice terhadap subjective well-
being” ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan courage (bravery, persistence,
integrity, vitality) dan justice (citizenship, fairness, leadership) terhadap subjective
well-being.
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing
independen variable. Jika sig <0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang
berarti variable independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
subjective well-being. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variable
independen terhadap subjective well-being dapat dilihat pada tabel 4.14
51
51
Tabel 4.14 Koefiisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 22.654 3.193 7,094 .000 Bravery .204 .083 .173 2.464 .014
Persistence .041 .068 .037 .596 .551
Integrity .203 .092 .168 2.209 .028 Vitality -.099 .085 -.080 -1.167 .244
Citizenship -.112 .083 -.095 -1.360 .175
Fairness .319 .086 .275 3.728 .000 Leadership -.008 .074 -.007 -.107 .915
a. Dependent Variable: SWB
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.14 dapat disampaikan persamaan regresi
sebagai berikut:
Subjective well-being = 22.654 + 0.204bravery + 0.41persistence + 0.203integrity
- 0.99*vitality - 0.112*citizenship + 0.319fairness - 0.08*leadership
Dari persamaan regeresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat satu variable
yang nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu; (1) Bravery; (2) Integrity; (3)
Fairness. Sementara 4 variabel lain tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien
regresi yang diperoleh masing-masing independen variable adalah sebagai berikut:
1. Bravery pada variable courage memiliki koefisien regresi sebesar 0.204 dengan
nilai p=0.014 (p < 0.05). Hal ini mengandung arti bahwa bravery memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being. Arah positif dalam
besaran koefisien menunjukan bahwa jika semakin tinggi bravery maka
semakin tinggi subjective well-being.
52
52
2. Persistence pada variable courage memiliki koefisien regresi sebesar
0.41dengan nilai p=0.551 (p < 0.05). hal ini mengandung arti bahwa persistence
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap subjective well-being.
3. Integrity pada variable courage memiliki koefisien regresi sebesar 0.203
dengan nilai p=0.028 (p < 0.05). Hal ini mengandung arti bahwa integrity
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being. Arah positif
dalam besaran koefisien menunjukan bahwa jika semakin tinggi integrity maka
semakin tinggi subjective well-being.
4. Vitality pada variable courage memiliki koefisien regresi sebesar -0,99 dengan
nilai p=0.244 (p < 0.05). Hal ini mengandung arti bahwa vitality memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap subjective well-being.
5. Citizenship pada variable justice memiliki koefisien regresi sebesar -0,112
dengan nilai p=0.175 (p < 0.05). hal ini mengandung arti bahwa citizenship
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap subjective well-being.
6. Fairness pada variable justice memiliki koefisien regresi sebesar 0.319 dengan
nilai p=0.000 (p < 0.05). Hal ini mengandung arti bahwa fairness memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being. Arah positif dalam
besaran koefisien menunjukan bahwa jika semakin tinggi fairness maka
semakin tinggi subjective well-being.
53
53
7. Leadership pada variable justice memiliki koefisien regresi sebesar -0.08
dengan nilai p=0.915 (p < 0.05). Hal ini mengandung arti bahwa leadership
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap subjective well-being.
4.2.2 Pengujian Proporsi Varians masing-masing Independent Variable
Selanjutnya penulis ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari masing-masing
independt variable terhadap subjective well-being. Maka dari itu, penulis melakukan
analisis regresi berganda dengan cara menambahkan satu independt variable setiap
melakukan regresi. Kemudian, penulis dapat melihat perubahan dari R2 (R Square
Change) setiap melakukan anlisis regresi dan dapat melihat signifikansi dari
penambahan R2 tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15 Model Summary Proporsi Varians Tiap-tiap Independt Variabel
terhadap Dependent Variabel
Model R R Square Change Statistics Sig. F
Change R Square
Change
F
Change
df1 df2
1 .393a .155 .155 75.721 1 414 .000
2 .397b .158 .003 1.613 1 413 .205 3 .426c .182 .024 12.055 1 412 .001
4 .427d .183 .001 .364 1 411 .547
5 .428e .184 .001 .476 1 410 .491 6 .459f .211 .027 14.021 1 409 .000
7 .459g .211 .000 .011 1 408 .915
Predictors:(constant),
bravery,persistence,integrity,vitality,citizenship,fairness,leadership
54
54
Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel 4.8, dapat diketahui bahwa:
1. Bravery memberikan sumbangan sebesar 15,5% terhadap varians Subjective
well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F = 75.721
(p>0,05)
2. Persistence memberikan sumbangan sebesar 0,3% terhadap varians subjective
well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F = 1.613
(p>0,05)
3. Integrity memberikan sumbangan sebesar 2,4% terhadap varians subjective
well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F = 12.055
(p>0,05)
4. Vitality memberikan sumbangan sebesar 0,1% terhadap varians subjective well-
being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistic dengan F = 0,364
(p>0,05)
5. Citizenship memberikan sumbangan sebesar 0,1% terhadap varians subjective
well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistic dengan F
=0,476 (p>0,05)
6. Fairness memberikan sumbangan sebesar 2,7% terhadap varians subjective
well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F = 14,021
(p>0,05)
55
55
7. Leadership memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians subjective
well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistic dengan F =
0,011% (p>0,05)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh variable
independent, yaitu bravery, persistence, integrity, vitality, citizenship, fariness,
leadership jika dilihat dari besarnya pertambahan R Square yang dihasilkan setiap
kali dilakukan penambahan variable independent (sumbangan proporsi varian yang
diberikan). Dari ketujuh variable independent tersebut yang memberikan
sumbangan paling besar terhadap variable dependent dilihat dari besarnya
pertambahan R Square yaitu variable bravery yang memberikan sumbangan
sebesar 15,5% terhadap subjective well-being.
51
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasrkan hasil uji hipotesis mayor didapatkan kesimpulan bahwa adanya pengaruh
yang signifikan antara bravery, persistence, integrity, vitality, citizenship, fairness,
leadership terhadap subjective well-being. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi
courage dan justice yang dirasakan oleh karyawan, maka semakin tinggi pula
subjective well-being yang dirasakan. Pada dimensi courage hanya bravery, integrity
yang memberikan pengaruh signifikan, sedangkan persistence dan vitality tidak
memberikan pengaruh yang signifikan. Pada dimensi justice, yaitu fairness yang
memebrikan pengaruh signifikan, sedangkan citizenship dan leadership tidak
memberikan pengaruh yang signifikan.
5.2 Diskusi
Subjective well-being merupakan penilaian individu terhadap kehidupan yang meliputi
penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup, dan penilaian afektif mengenai mood dan
emosi (Diener&Lucas, 1999). Pada saat seseorang memiliki subjective well-being yang
baik hal itu akan dapat mempengaruhi segala kegiatan yang dijalani nya, baik itu dalam
perkerjaan dan hubungan sosial.
Subjective well-being adalah kesejahteraan yang dinilai dari dua komponen,
yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif adalah penilaian
seseorang terhadap kepuasan hidupnya yang sedang dijalani. Kepuasan lain yang
52
52
dinilai dari komponen kognitif seperti kepuasan terhadap bidang perkerjaan, kepuasan
terhadap pernikahan, dan kepuasan hidup lain yang lebih spesifik dari setiap hidup
individu. Sedangkan komponen afektif yaitu emosi-emosi yang dialami oleh seorang
individu. Emosi tersebut terbagi menjadi dua, yaitu emosi positif dan emosi negative.
Emosi positif yaitu seberapa seringnya individu merasakan kebahagian dalam
hidupnya, mengahadapi berbagai permasalahan dalam perkerjaan dan kehidupan
pribadinya, merasa gembira dan puas. Sedangkan negative, yaitu seberapa sering
individu merasakan kesedihan, kecemasan, dan ketakutan dalam menghadapi
kehidupan nya sehari-hari.
Dalam hal ini fokus penelitian dari kesejahteraan karyawan ditinjau dari faktor-
faktor internal yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan hubungannya dengan
lingkungan perkerjaannya. Hal ini didukung oleh referensi yang didapatkan yang
ditulis oleh Park, Peterson, & Seligman (2004) yang berjudul “Strengts of character
and well-being”. Character strengths yang dimaksud dalam hal ini adalah unsur-unsur
psikologis yang membentuk sebuah virtue, yang diartikan sebagai karakteristik utama
yang dihargai oleh para filsuf. Dari enam virtue peneliti hanya menggunakan dua virtue
yaitu, courage dan justice. Pemilihan virtue yang digunakan berdasarkan fenomena
yang peneliti temukan pada karyawan, serta pentingnya courage dan justice pada
seorang karyawan.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji regresi secara bersama-sama,
kemudian mendapatkan hasil dalam variable courage yaitu bravery memiliki pengaruh
53
53
yang signifikan terhadap subjective well-being. Hal ini sejalan dengan peneliti yang
dilakukan Sekerka & Bagozzi (2017) yang mengatakan memahami mengapa orang
bertindak atau tidak bertindak dengan cara yang berani diperlukan untuk memastikan
bagaimana lingkungan kerjanya dan pekerja harus memiliki keberanian dalam proses
kerja.
Selanjutnya variable courage yaitu persistence hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa nilai koefisien regresi dari persistence tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap subjective well-being. Hal tersebut bertolak belakang dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli, Taris & Rhenen (2007) yang mangatakan
bahwa manajer yang tinggi dalam keterlibatan kerjanya mereka memiliki subjective
well-being positif mereka menikmati perkerjaannya.
Selain bravery, integrity memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
subjective well-being. Integrity ini merupakan mengacu pada kejujuran dan
kemampuan untuk menampilkan diri apa apa adanya, tanpa kepura-puraan. Dengan
kata lain, individu juga memiliki rasa tanggungjawab terhadp pikiran dan perasaan
orang lain atas perbuatan yang telah dilakukannya. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Brockner, Senior & Welch (2014) menunjukan bahwa integrity
diri di tempat kerja memilik nilai yang positif dan menunjukan dapat berkomitmen
dalam berorganisasi. Integrity berhubungan dengan komitmen organisasi.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Becker (2005) menunjukan
bahwa integrity pada karyawan akan meningkatkan potensi karir, kegiatan
54
54
kepemimpinan, dan kinerja yang baik. Namun integrity tidak terkait dengan kualitas
hubungan interpersonal.
Hasil dari aspek vitality menunjukan bahwa tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap subjective well-being. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Grimland & Vigoda (2013) menunjukan hasil yang berbeda penelitian
ini mendapatkan hasil bahwa vitality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
subjective well-being dengan nilai r = .36 yang mengemukankan bahwa ia menekankan
pentingnya sumber daya dalam karyawan sebagai dorongan utama untuk vitality dalam
organisasi dan bahwa vitality sangat mendukung untuk kesuksesan karir.
Pengaruh antara aspek-aspek dalam variable courage
(bravery,persistence,integrity,vitality) dalam penelitian ini cenderung berbeda dengan
penelitian lain, hal tersebut disebabkan karena faktor dari jenis responden dan jumlah
yang berbeda-beda, faktor demografi serta kondisi dari responden yang diambil dalam
penelitian ini dengan masing-masing kecenderungan dari faktor internal yang dimiliki.
Hal tersebut jelas berpengaruh terhadap hasi dari penelitian ini.
Penulis berasumsi bahwa karakteristik di perusahaan PT. Adhi Karya dan Bank
BJB memiliki karyawan yang menunjukan keberanian dalam mengambil resiko,
menunjukan ketulusan dalam berkerja sehingga mencapai hasil yang terbaik, oleh
karena itu variabel courage seperti bravery dan integrity yang dimiliki karyawan
membuat karyawan menemukan kesejahteran didalam lingkungan perkerjaannya.
Karakteristik perkerjaan yang ada didua perusahaan menuntut karyawan untuk
55
55
mencapai target perusahaan, sehingga membuat karyawan mengeluh karena terdapat
hambatan dan kesulitan. Sehingga membuat perasaan karyawan tidak penuh semangat
dalam menjalani perkerjaannya sehingga membuat kesehatan fisik tidak optimal dan
mudah lelah. Oleh karena itu aspek persistence dan vitality yang dimiliki karyawan
tidak membuat karyawan menemukan kesejahteraan didalam perkerjaannya.
Variable berikutnya dalam penelitian ini adalah justice yaitu terdiri dari tiga
aspek citizenship, fairness, dan leadership. Dari ketiga aspek tersebut hanya terdapat
satu aspek yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being,
yaitu fairness. Fairness memiliki nilai koefisien regresi sebesar0,27 atau 2,7%
terhadap subjective well-being. Nilai signifikan yang di dapatkan adalah 0.000, hal
tersebut memiliki arti bahwa fairness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
subjective well-being. Fairness adalah kemampuan untuk memperlakukan semua
orang secara adil dan memberikan kesempatan yang sama pada setiap kelompok.
Fairness berkaitan dengan cara memperlakukan orang lain dengan sama tanpa adanya
perbedaan.
Dalam konteks berkerja, seorang karyawan akan merasa subjective well-being
tinggi ketika atasan mampu memperlakukan karyawan nya dengan baik tanpa
membeda-bedakan dan memiliki keadilan. Sejalan dengan penelitian yang dibuat oleh
Ermanno & Tortia (2006) berdasarkan penelitian nya terhadap 228 karyawan di Italia
menunjukan bahwa kesejahteraan pekerja sangat dipengaruhi oleh keprihatinan
keadilan. Dalam penelitian Roczniewska, Retowski & Higgins (2018) menemukan
56
56
bahwa kinerja kerja yang dihasilkan dari kecocokan antara karyawan dan perusahaan
menghasilkan perusahaan yang adil sehingga subjective well-being karyawan tinggi.
Dari beberapa tinjauan literature yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki
hasil yang bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak
meragukan teori yang sudah ada sebelumnya. Banyak faktor-faktor lain yang menjadi
penyebab dari hasil penelitian yang tidak sesuai. Seperti adanya perbedaan latar
belakang dan perbedaan kondisi demografi pada setiap tempat yang diambil dalam
penelitian, perubahan serta perbedaan kondisi psikologis dari masing-masing
responden serta latarbelakang dari pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
responden. Sehingga dalam penelitian ini tidak seluruhnya sesuai dengan hipotesis
yang diajukan karena ada faktor-faktor lain yang berpengaruh didalamnya.
5.3 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa masih banyak
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran untuk
pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik berupa saran
teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran Teoritis
1. Berdasarkan nilai varians yang dihasilkan dari penelitian ini dengan tujuh
independent variable (IV) yang diteliti menyumbang 21,1%. Sedangkan
sisanya 78,9% dipengaruhi oleh variable lain diluar penelitian ini. Oleh
karena itu, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat
57
57
menambahkan variable lain yang memiliki pengaruh terhadap subjective
well-being, selain IV yang digunakan dalam penelitian ini dengan melihat
referensi dari jurnal-jurnal dan temuan-temuan dalam penelitian lain atau
menambahkan IV baru yang belum pernah diteliti sebelumnya.
2. Untuk penelitian selanjutnya, disarnkan menggunakan jumlah sample yang
berbeda dengan jumlah lebih banyak agar lebih bervariasi.
5.3.2 Saran Praktis
1. Dalam penelitian ini, subjective well-being dipengaruhi courage. Penelitian
ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi perusahaan/institusi
untuk memperhatikan aspek bravery, integrity, vitality dan persistence
dengan cara memberikan informasi mengenai cara kerja, keperluan kerja,
dapat menghargai pendapat orang, memberikan pengarahan dan metode
berkerja yang baik serta atasan memberikan instruksi yang baik kepada
karyawan khususnya pada aspek persistence dan vitality. Hal tersebut dapat
meningkatkan subjective well-being pada karyawan. Karena hal tersebut
merupakan faktor internal yang memiliki peran penting dalam perusahaan.
2. Dalam hal ini, subjective well-being dipengaruhi juga oleh justice.
Disarankan pihak perusahaan/instusi memperhatikan karyawan nya dengan
secara adil tanpa membeda-bedakan, memberikan karyawan penghargaan
saat sudah berkerja kerasa baik berupa pujian maupun dalam bentuk
perbuatan, seperti atasan memberi pujian secara langsung kepada karyawan
58
58
mengenai hasil kerjanya yang baik dan memuaskan, membangun budaya
pembuka pikiran. Hal tersebut dapat meningkatkan subjective well-being
pada karyawan.
3. Perlu adanya pelatihan-pelatihan agar aspek citizenship dan leadership
tentang kepemimpinan dan manajerial karyawan yang ada di perusahaan
tersebut dapat menunjukan subjective well-being pada karyawan dapat di
tingkatkan lewat pelatihan.
59
59
Daftar Pustaka
Adani, A. F. Pengaruh kondisi kerja dan dukungan sosial terhadap subjective well-
being (Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Psikologi,
2015).
Baruch, Y., Grimland, S., & Vigoda-Gadot, E. (2014). Professional vitality and career
success: Mediation, age and outcomes. European Management Journal, 32(3),
518-527.
Danna, K., & Griffin, R. W. (1999). Health and well-being in the workplace: A review
and synthesis of the literature. Journal of management, 25(3), 357-384.
Diener, E, et all. New Measures of Well-Being. (2009). New measures of well-being.
In Assessing well-being (pp. 247-266). Springer, Dordrecht.
Diener, Ed, and Eunkook M. Suh, (Eds). (2003). Culture and subjective well-being.
MIT press.
Diener, Ed, Lucas, R. E., & Oishi, S. (2018). Advances and Open Questions in the
Science of Subjective Well-Being. Collabra. Psychology, 4(1). Hal 1-5.
Diener, Ed, Marissa D., & Carol D. (1995). Factors Predicting the Subjective Well-
Being of Nations. Vol. 69. No 5, 851-864.
Diener, Ed, Robert A. Emmons, Randy J., & Sharon G. The Satisfaction With Life
Scale. Jurnal of Personality Assessment.
Diener, Ed. (1984). Subjective Well-Being. Jurnal Psychological Bulletin. Vol. 95. No.
3,543v
Heslin, P. A., Latham, G. P., & VandeWalle, D. (2005). The effect of implicit person
theory on performance appraisals. Journal of Applied Psychology, 90(5), 842.
http://www.bps.go.id Happines Index Masyarakat Indonesia tahun 2017
https://www.kompasiana.com/cupen/552a0950f17e61654dd623bd/tantangan-sdm-
indonesia-di-era-globalisasi
Jannah, M., Yacob, F., & Julianto, J. (2017). Rentang Kehidupan Manusia (life span
development). 3 (1)
60
60
K, Heather, Spence L., & Robert F. (2014). New Nurses Burnout and Workplace Well-
Being: The Influence of Authentic Leadership and Psychological Capital.
Kim, Minseo., & Terry A. B. (2018). Organization-Based Self-Esteem and Meaningful
Work Mediate Effects of Empowering Leadership on Employee Behaviors and
Well-Being. Jurnal of Leadership & Organizational Studies. Vol. 25 No 4, 385-
395.
Kossek, Ellen E, et all. (2017). Lasting Impression: Transformational Leadership and
Family Supportive Supervision as Resources for Well-Being and Performance.
Vol. 2 No 1, 24. USA: Springer
Lagale G Denis, Peggy A. M., & Jantjen L.S (2014). Displin Kerja dan Kualtias kerja
Terhadap Prestasi Kerja. Vol. 2
Linley, P. Alex., & Stephen Joseph. (2004). Postive Psychology in Pratice. Handbook,
Hal 433
Park, Nansook, Christopher P., & Martin E. P. (2004). Strengths Of Character and
Well-Being. Jurnal of Social and Clinical Psychology. Vol. 23. No 5, 603-619
Peterson, Christopher., & Martin E.P. Character Strengths and Virtues: A Handbook
and Classification.
Porter, J. (2016). Justice as a virtue: a Thomistic perspective. Wm. B. Eerdmans
Publishing.
Primasani, G. D. 2005. Subjective Well Being Relationship with Self-Confidence in
Women Early adulthood is Not Married. Gunadarma Univeristy Library Jurnal
Penelitian.
Putri, R. H., & Djastuti, I. (2013). Analisis pengaruh stres kerja dan konflik pekerjaan-
keluarga (work family conflict) terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan
kerja sebagai variabel intervening (Studi pada PT. ARA Shoes
Indonesia)(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
Radja, Jusuf., Tawe, Amiruddin., Rijal, Syamsul., & Tiro, M. A. (2013). Effect Quality
of Work Life and Organizational Commitment towards Work Satisfaction in
Increasing Public Service Performance (A Study of License of Founding
Building Service in Makassar City). Public Policy and Administration
Research, 3(12), 38-45.
61
61
Roczniewska, M., Retowski, S., & Higgins, E. T. (2018). How Person-Organization
Fit Impacts Employees' Perceptions of Justice and Well-Being. Frontiers in
psychology, 8, 2318.Russell, Joyce E. A. (2008). Promoting Subjective Well-
Being at Work. Jurnal of Career Assessment. Vol. 16. No 1, 117-131.
Santrock, H. (2012). Life Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:
Erlangga
Schaufeli W, B., Taris T, W., & Rhenen W.V (2007). Workaholism and Work
Engagement: Three of a Kind or Three Different Kinds of Employee Well-
being?
Sekerka L.E. & Bagozzi R.P (2007). Moral courage in the workplace:moving to and
from the desire and decision to act. Vol. 16
Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). The future of positive psychology. Handbook of
positive psychology, 751-767.
Tortia, E. C. (2008). Worker well-being and perceived fairness: Survey-based findings
from Italy. The Journal of Socio-Economics, 37(5), 2080-2094..
Wildani, I. (2014). Perbedaan Subjective Well-being Antara Wanita Karir dengan Ibu
Rumah Tangga (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif
Kasim Riau).
62
62
LAMPIRAN I
63
63
Kuesioner Penelitian
Petunjuk Pengisian
Pengisian Kuesioner ini saudara/i diminta untuk menjawab pernyataan – pernyataan
yang telah disediakan yang sesuai dengan diri saudara/i pada kolom jawaban dengan
memberi tanda checklist (√ ). Adapun pilihan jawabannya sebagai berikut:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya menjalani hidup dengan terarah dan bermakna √
64
64
Skala 1
No Item STS TS S SS
1 Saya menjalani hidup dengan terarah dan bermakna
2 Hubungan sosial saya mendukung dan bermanfaat
3 Saya terlibat dan tertarik pada kegiatan sehari-hari saya
4
Saya aktif berkontribusi pada kebahagiaan dan
kesejahteraan orang lain
5 Saya memiliki kompetensi dan kemampuan dalam
menjalani kegiatan yang penting bagi saya
6
Saya orang yang baik dan menjalani kehidupan yang
baik
7 Saya optimis tentang masa depan saya
8 Orang lain menghormati saya
9 Saya merasa hal-hal positif terjadi di hidup saya
10 Saya dipenuhi dengan pikiran-pikirn negatif
11
Saya mengharapkan hal baik akan terjadi dalam hidup
saya
12 Saya sering merasa hal buruk terjadi di hidup saya
13 Saya merasa nyaman dengan hidup saya saat ini
14
Selama sebulan terakhir, saya merasa tidak nyaman
dengan diri saya
15 Saya menjalani hidup dengan senang
16 Kondisi kehidupan saya menyedihkan
17 Saya takut menghadapi masa depan
18 Saya menjalani hari dengan riang setiap harinya
19 Saya mudah tersinggung
20 Saya merasa puas dengan kehidupan saya saat ini
65
65
Skala 2
No Item STS TS S SS
1
Saya telah seringkali berdiri menghadapi lawan yang
kuat
2
Saya tidak pernah ragu untuk secara terbuka
menyatakan pendapat yang tidak populer
3
Saya harus mempertahankan apa yang saya percaya
bahkan jika menghasilkan sesuatu yang negatif
4 Saya selalu membela keyakinan saya
5 Saya orang yang berani
6
Saya tidak pernah berhenti dalam menyelesaikan tugas
sebelum selesai
7 Saya selalu menyelesaikan apa yang saya mulai
8 Saya menyelesaikan sesuatu meski banyak kendala
9 Saya tidak menyerah
10 Saya kukuh dengan apa pun keputusan saya
11 Saya selalu menepati janji saya
12 Saya percaya kejujuran adalah dasar bagi kepercayaan
13 Janjiku dapat dipercaya
14 Saya benar untuk nilai-nilai sendiri
15
Orang lain mempercayai saya untuk menjaga rahasia
mereka
16 Saya mencintai apa yang saya lakukan
17 Saya menunggu setiap hari yang baru
18 Saya memiliki banyak energi
19
Saya terbangun dengan perasaan senang tentang
kemungkinan baik yang akan terjadi
20
Orang menggambarkan saya sebagai pribadi penuh
semangat
66
66
Skala 3
No Item STS TS S SS
1
Saya melakukan yang terbaik ketika saya menjadi
seorang anggota kelompok
2
Tanpa pengecualian, saya mendukung rekan satu tim
saya atau sesama anggota kelompok
3
Bahkan jika saya tidak setuju dengan mereka, saya
selalu menghormati para pemimpin kelompok saya
4
Penting bagi saya untuk menghormati keputusan yang
dibuat oleh kelompok saya
5 Saya dengan senang hati mengorbankan kepentingan
pribadi untuk kepentingan kelompok yang saya ikuti
6
Saya memperlakukan semua orang sama tanpa
memandang siapa mereka
7 Hak semua orang sama-sama penting bagi saya
8 Saya memberikan semua orang kesempatan
9
Bahkan jika saya tidak menyukai seseorang, saya tetap
memperlakukan dia dengan adil
10
Saya percaya bahwa mendengarkan pendapat semua
orang adalah hal yang layak
11
Sebagai seorang pemimpin, saya memperlakukan
semua orang sama baiknya terlepas dari pengalamannya
12
Salah satu kekuatan saya adalah membantu sekelompok
orang untuk berkerja sama dengan baik bahkan saat
mereka memiliki banyak perbedaan
13
Untuk menjadi pemimpin yang efektif, saya
memperlakukan semua orang sama
14
Teman-teman saya selalu bilang saya seorang
pemimpin yang kuat tapi adil
15
Sebagai seorang pemimpin, saya mencoba untuk
membuat semua anggota kelompok bahagia.
67
67
Path Diagram Lisrel Subjective well-being
68
68
Diagram Lisrel Bravery
69
69
Path Diagram Lisrel Persistence
70
70
Path Diagram Lisrel Integrity
71
71
Path Diagram Lisrel Vitality
72
72
Path Diagram Lisrel Citizenship
73
73
Path Diagram Lisrel Fairness
74
74
Path Diagram Lisrel Leadership
75
75