skripsi dari manto manurung

99
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA” SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral Oleh: MANTO MANURUNG NIM: 877 SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

Upload: demas-evan-hughie-nubatonis

Post on 25-Nov-2015

206 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

  • PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: TANTANGAN DAN SOLUSINYA

    SKRIPSI

    DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR

    SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral

    Oleh: MANTO MANURUNG

    NIM: 877

    SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

  • PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: TANTANGAN DAN SOLUSINYA

    SKRIPSI

    DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR

    SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral

    Oleh: MANTO MANURUNG

    NIM: 877

    SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

  • TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

    JUDUL SKRIPSI : PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK : TANTANGAN DAN SOLUSINYA

    NAMA MAHASISWA : MANTO MANURUNG NIM : 877 JURUSAN : PASTORAL LEMBAGA : SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA

    Menyetujui,

    Dosen pembimbing

    Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.

    ii

  • iii

    PENGESAHAN

    Skripsi ini telah diterima, diuji, dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

    Sarjana Theologia (S.1.) Sekolah Tinggi Teologi Ekklesia, Jakarta, pada:

    Hari : Rabu

    Tanggal : 01 Juni 2005

    Tempat : Gedung Kenanga, Lantai 2

    Jl. Senen Raya No. 46, Jakarta Pusat 10411.

    Dewan Penguji:

    Penguji I : Pdt. Piet Hein Mailangkay, D.Min. ...............................................

    Penguji II : Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. ...............................................

    Penguji III : Dr. Sylvia Hutabarat, M.Pd., M.Th. ...............................................

    Mengetahui,

    Ketua Puket I Bidang Akademik

    Pdt. Drs. Suwandoko Roslim, M.Th., Ph.D. Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih, rahmat

    dan bimbingan-Nya serta kekuatan yang diberikan kepada penulis, dan berkat

    pertolongan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada:

    1. Bapak Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. sebagai dosen pembimbing dalam

    penyusunan skripsi ini.

    2. Bapak Pdt. Gordon Simare-mare, M.A. atas saran-saran yang diberikan untuk

    pemilihan buku-buku referensi.

    3. Bapak Pdt. Edison Lesnussa, S.Kom., M.A. yang telah meluangkan waktu untuk

    berbicara dengan penulis pada waktu penulis berada pada titik jenuh.

    4. Seluruh dosen di Sekolah Tinggi Theologia Ekklesia yang telah membagikan

    segala pengetahuannya kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

    5. Pihak sponsor (Departemen Misi Daerah DKI Jabar-Banten), yang telah

    membantu penulis menyelesaikan biaya perkuliahan di Sekolah Tinggi Teologia

    Ekklesia.

    6. Bapak Pdt. Thomas Agung dan Ibu Ita Utomo, sebagai gembala sidang di Gereja

    Sidang Jemaat Allah Rumah Doa Bekasi, yang telah memberikan dorongan moril

    kepada penulis.

    7. Ayahanda dan Ibunda tercinta. Atas segala pengorbanan dan bimbingan yang

    telah diberikan kepada penulis sehingga penulis tidak takut dalam menghadapi

    tantangan apa pun.

  • v

    8. Saudari Novrie Sihombing, yang telah bersedia untuk memberikan kritikan dan

    saran-saran praktis serta dorongan moril dalam penyusunan skripsi ini.

    9. Semua rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis.

    Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya

    sesuai dengan kemampuan yang ada. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan

    skripsi ini terdapat ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

    dan saran-saran membangun dari para pembaca sekalian untuk digunakan dalam

    menyempurnakan skripsi ini.

    Akhir kata, kiranya berkat dan rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita semua,

    dan harapan penulis adalah bahwa skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian,

    sehingga dapat mengkomunikasikan Injil kepada jiwa-jiwa di sekitar kita dengan

    lebih baik.

    Jakarta, 30 Mei 2005

    Penulis

    (Manto Manurung)

  • vi

    DAFTAR ISI

    Hal

    TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ii PENGESAHAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL ix BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

    Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 Batasan Masalah ........................................................................................... 2 Metode Penelitian ......................................................................................... 2 Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................................... 2 Sistematika penulisan ................................................................................... 3

    II. PENGINJILAN, SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA ....................... 5

    Pengertian Penginjilan Secara Etimologis ................................................... 6 Penginjilan, Inisiatif Dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia ................... 8 Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung ................................ 13 Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain 17 Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja ............................... 21 Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja ........................................... 24

    III. KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN MAJEMUK ................... 30

    Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat .............................................. 30 Manusia Motor Utama Perubahan ...................................................... 30 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ....................................................... 32 Urbanisasi ........................................................................................... 34

    Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Kemajemukan Masyarakat ............ 35 IV. BERBAGAI TANTANGAN PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT

    YANG MAJEMUK ............................................................................................ 41

  • vii

    Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat ................................. 42 Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama .................................................. 44 Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat ........ 45

    V. USULAN BERBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN ...................................................................... 48

    Mengadakan Pengenalan Lapangan ............................................................. 49 Memilih Metode Penginjilan ....................................................................... 51 Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah ............................................. 54 Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan .............................................. 56 Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat ......................................................................... 61 Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus ........................................................ 71 Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa ................................................. 74 Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan ................................................... 77

    BAB VI. PENUTUP .................................................................................................. 79

    Kesimpulan ................................................................................................... 79 Saran-saran .................................................................................................... 81

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 82

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................ 86

  • viii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Tiga Tugas Gereja .................................................................................. 21 Gambar 2. Diagram Penginjilan Orang Awam ........................................................ 57

  • ix

    DAFTAR TABEL

    Tabel I. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa ................. 9 Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah ....................................... 11 Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu

    Pengetahuan Modern .................................................................................. 33 Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus .............................................. 52 Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan Kelompok Sel. ... 64 Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan ...................... 71

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah

    Penginjilan merupakan salah satu tugas esensial gereja, karena tugas ini

    diperintahkan langsung oleh Tuhan Yesus kepada gereja sebelum Ia terangkat ke

    sorga. Perintah itu disebut sebagai Amanat Agung, dan di dalamnya tertuang langkah-

    langkah yang harus dilakukan gereja pada waktu melaksanakan tugas ini.

    Penginjilan sebagai satu tugas, pada mulanya ditanggapi oleh gereja sesuai

    dengan isi amanat yang diterimanya dari Tuhan Yesus. Alkitab memberikan catatan-

    catatan penting tentang pergerakan gereja mula-mula dalam meresponi tugas ini.

    Sebagai bagian dari tugas utamanya gereja masa kini pun masih mengakui penginjilan

    sebagai tugas dan tanggung jawabnya. Menjadi pokok permasalahannya bagaimana

    gereja meningkatkan keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugasnya, khususnya

    di tengah masyarakat yang majemuk.

    Penginjilan di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk merupakan

    tantangan yang harus dihadapi oleh gereja. Apakah gereja mampu menghadapi

    tantangan demi tantangan yang ditemukannya di tengah masyarakat dunia ini,

    khususnya ketika ia diperhadapkan dengan masyarakat yang majemuk? Atas dasar

    pemikiran ini, penulis mencoba menggali kebenaran firman Allah dan meneliti buku-

    buku hasil riset dari beberapa pakar yang membahas tentang gereja, penginjilan dan

    masyarakat di sekitar gereja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyajikan

    skripsi ini dengan judul: Penginjilan Di Tengah Masyarakat Majemuk: Tantangan

    dan Solusinya.

  • 2

    Batasan Masalah

    Mengingat penginjilan di tengah masyarakat majemuk ini sangat luas, baik

    ditinjau dari segi letak geografis di mana masyarakat tersebut tinggal, maupun jenis

    kemajemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penulis membatasi

    masalah pada penginjilan di tengah masyarakat majemuk dalam konteks kota Jakarta.

    Metode Penelitian

    Untuk mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini, penulis memakai

    metode deskriptip, artinya memberikan penjelasan dan penguraian tentang penginjilan

    di tengah masyarakat majemuk: tantangan dan solusinya. Dalam penulisan skripsi ini,

    teknik pengumpulan data mempergunakan studi pustaka, yaitu menggali data-data

    dari sumber utama, antara lain: Alkitab, buku-buku, literatur-literatur yang

    berhubungan dengan skripsi ini, dan eksplorasi data dari media elektronik khususnya

    media internet.

    Kegunaan Hasil Penelitian

    Penulis mengharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi berarti

    kepada setiap pembaca, yaitu:

    1. Untuk pengembangan ilmu teologia sebagai satu literatur tambahan dan bahan

    kajian lebih lanjut khususnya di bidang teologia praktis.

    2. Untuk para gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, skripsi ini dapat dipakai

    sebagai satu masukan untuk memikirkan pentingnya penginjilan (pemberitaan

    Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan

    agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang lebih tepat guna.

    3. Untuk semua orang percaya, skripsi ini memuat pesan-pesan Tuhan tentang

    pentingnya melaksanakan penginjilan kepada semua orang.

  • 3

    4. Untuk penulis, skripsi ini memberikan informasi praktis tentang penginjilan yang

    dapat di aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

    Sistematika penulisan

    Dalam rangka mencapai tujuan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

    sistematika penulisan sebagai berikut:

    Bab I merupakan informasi kepada pembaca tentang latar belakang

    permasalahan yang menarik perhatian penulis untuk memilih judul Penginjilan Di

    Tengah Masyarakat Yang Majemuk: Tantangan dan Solusinya. Dalam bab ini,

    penulis juga menerangkan mengenai batasan masalah, metode penelitian untuk

    memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, dan sistematika

    penulisannya.

    Bab II menjelaskan tentang Penginjilan Salah Satu Tugas Esensial Gereja.

    Dal bab ini penulis menjelaskan secara singkat defenisi penginjilan secara etimologis,

    inisiator dari penginjilan serta motivasi yang mendorong inisiator mengadakannya,

    korelasinya dengan Amanat Agung, korelasinya dengan tugas-tugas lainnya,

    korelasinya dengan pertumbuhan gereja, dan korelasinya dengan masyarakat di

    sekitar gereja.

    Bab III menguraikan tentang Kehidupan Masyarakat Yang Semakin

    Majemuk. Dalam bab ini dijelaskan sebab-sebab semakin majemuknya satu

    kelompok masyarakat khususnya dalam konteks kota Jakarta dan bagaimana akibat-

    akibat yang ditimbulkannya.

    Bab IV menjelaskan tentang Berbagai Tantangan Penginjilan Di Tengah

    Masyarakat Yang Majemuk. Dalam bab ini diterangkan berbagai tantangan yang

    akan dijumpai dalam penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk, khususnya

  • 4

    dalam konteks kota Jakarta. Kemajemukan masyarakat seringkali menimbulkan

    tantangan-tantangan yang menyulitkan gereja untuk melakukan penginjilan.

    BAB V menguraikan tentang Usulan Berbagai Solusi Untuk Meningkatkan

    Keefektifan Penginjilan. Dalam bab ini, penulis mengusulkan beberapa pemecahan

    masalah yang dapat digunakan dalam penginjilan di tengah masyarakat yang

    majemuk.

    BAB VI merupakan bab terakhir. Penulis memberikan kesimpulan dan saran-

    saran.

  • 5

    BAB II

    PENGINJILAN,

    SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA

    Istilah penginjilan sudah menjadi satu istilah yang umum, dan erat

    hubungannya dengan kehidupan gereja di sepanjang zaman. Dalam konteks masa

    kini, beberapa gereja lokal menanggapi penginjilan sebagai satu tugas yang dapat

    dilakukan melalui bersaksi kepada orang-orang yang ditemuinya. Beberapa gereja

    lokal lainnya menanggapi penginjilan sebagai satu tugas dari anggota-anggota tertentu

    saja, dan beberapa gereja lokal berpendapat bahwa penginjilan merupakan tugas dari

    gereja lokal lainnya, sedangkan gereja lokal tersebut bertugas untuk mendewasakan

    orang-orang yang datang kepadanya.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tugas didefinisikan sebagai:

    (- kewajiban), sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan;

    suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu; fungsi (jabatan),1 sedangkan kata

    esensial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan: perlu sekali; penting;

    hakiki; harus ada.2 Dari pengertian kata tugas dan kata esensial tersebut, maka

    penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah satu kewajiban, atau

    sesuatu yang wajib dikerjakan, dan yang ditentukan untuk dilakukan oleh gereja.

    Ditinjau dari definisi di atas, menurut hemat penulis tugas penginjilan sering

    kali tidak dilakukan dengan semestinya. Oleh karena itu, perlu diadakan penyelidikan

    terhadap beberapa topik utama di sekitar penginjilan sehingga dapat membuka

    wawasan berpikir tentang kepentingan dari tugas tersebut. Topik yang penulis

    1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), p. 1094.

    2 Ibid, p. 236

  • 6

    maksudkan antara lain:

    1. Pengertian Penginjilan secara etimologis?

    2. Penginjilan itu inisiatif siapa dan mengapa ia mengadakannya?

    3. Siapa yang mengamanatkan tugas ini kepada gereja?

    4. Bagaimana posisi dari tugas penginjilan di antara tugas gereja yang lainnya?

    5. Korelasi antara penginjilan dengan pertumbuhan gereja?

    6. Siapa yang menjadi sasaran dari penginjilan ditinjau dari amanat yang diberikan

    kepada gereja?

    Harapan penulis dengan adanya pemahaman terhadap keenam topik tersebut di atas

    akan memotivasi gereja dalam mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan di

    lingkungan yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya.

    Pengertian Penginjilan Secara Etimologis.

    Dalam Alkitab, baik dalam kitab-kitab Perjanjian Baru mau pun dalam kitab-

    kitab Perjanjian Lama, kata penginjilan tidak ditemukan secara hurufiah. Pada

    hakikatnya kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu dibaca

    evanggeliso artinya: mengumumkan, memberitakan, atau membawa kabar baik, 3

    dan memproklamasikan Injil atau menjadi pembawa kabar baik di dalam Yesus4

    Dalam konteks aslinya kata evanggeliso merupakan satu istilah yang

    dipakai dalam kemiliteran Yunani. Kata ini memiliki arti upah yang diberikan

    kepada pembawa berita kemenangan dari medan tempur, dan atau berita kemenangan

    itu sendiri. 5 Kemudian orang Kristen menggunakan kata evanggeliso untuk

    3 James Strong, Strongs Exhaustive Concordance Of The Bible (Iowa: Riverside BOOK and

    Bible House Iowa Falls), p. 33. 4 Horst Balz & Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),

    (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 69 5 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,

    1988), p. 24.

  • 7

    menjelaskan berita tentang pengorbanan dan atau karya Yesus Kristus.6

    Kata evanggeliso sinonim dengan kata dibaca kerysso. Kata

    ini pada mulanya adalah satu istilah yang dipakai untuk seorang utusan resmi (utusan

    itu disebut Kerux) yang menyampaikan pengumuman dari raja.7 Kata ini dalam

    bahasa Yunani memiliki arti mengumumkan sebagai seorang bentara, atau

    memproklamasikan kabar baik. Pengumuman tersebut pada hakikatnya sangat

    penting, sehingga tidak dapat dibantah atau ditunda.8

    Kitab Perjanjian Lama menggunakan kata yang paralel dengan kerysso

    yaitu qr,yang artinya berseru.9 Dalam kitab Septuaginta (LXX) kata kerysso

    dipakai lebih dari 30 kali, baik dalam arti sekular tentang pengumuman resmi raja-

    raja, maupun dalam arti agamawi tentang pengucapan kenabian (Yes 61:1; Yoel 1:14;

    Zak 9:9).10

    Sedangkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru kata kerysso dipakai

    sebanyak 60 kali.11

    Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru digunakan kata lain yang berhubungan

    dengan penginjilan seperti kata dibaca didasko artinya mengajar, atau

    mengajarkan.12

    Tuhan Yesus sering menggunakan penginjilan dengan cara ini, contoh

    penggunaannya dicatat dalam Matius 10: 7-15; 4: 23; 7: 28; 9:35; Markus 1:21; 6:6;

    Lukas 10: 4-12. Kata kedua yaitu: dibaca martureo artinya bersaksi,

    atau menyampaikan kesaksian berdasarkan apa yang dialami.13

    Penginjilan dengan

    cara ini juga dipakai oleh para rasul (Kis 2: 40).

    6 Ibid.

    7 Ensiklopedia AlkitabMasa Kini (Jilid 1), ed. S.v. Berita, Pemberitaan. By R.H. Mounce.

    (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 183 8 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (Jilid 2) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,

    1998), p. 21. 9 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), p. 183.

    10 Ibid.

    11 Ibid, p.182

    12 Yakub Tomatala, p. 21.

    13 Ibid, p. 22.

  • 8

    Setelah menyelidiki arti kata penginjilan secara etimologis, maka

    penginjilan adalah:

    1. Satu tugas untuk mengumumkan atau memberitakan kabar baik, dan atau kabar

    keselamatan di dalam Yesus Kristus.

    2. Dilakukan dengan cara menyerukannya seperti seorang utusan raja yang sedang

    mengumumkan satu dekrit, yaitu dengan suara yang keras dan tegas, dan dapat

    juga dilakukan dengan mengajar seperti kepada seorang murid, dan dengan

    bersaksi berdasarkan apa yang dialami oleh pemberita Injil tersebut.

    3. Tugas penginjilan tidak dapat dibantah dan atau dilalaikan karena berita itu

    menyangkut keselamatan jiwa banyak orang yang dikasihi oleh pemberi perintah.

    Penginjilan, Inisiatif dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia.

    Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja perlu dilihat dari sisi

    inisiator dan motifasi yang mendorong inisiator untuk melakukannya. Alkitab,

    Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencatat bukti-bukti penting tentang inisiator

    dan motifasi yang mendorongnya untuk mengadakan penginjilan. Perhatikanlah fakta-

    fakta berikut ini yang tertera pada tabel di bawah ini. Alkitab mencatat dengan sangat

    jelas tentang sikap Allah terhadap manusia sebelum dan sesudah kejatuhannya ke

    dalam dosa.

    Sebelum Manusia Jatuh dalam Dosa Sesudah Jatuh dalam Dosa

    1. Hubungan Antara Manusia Dengan Allah Sangat Intim.

    Bukti-buktinya:

    - Allah memberi perintah langsung kepada manusia untuk

    beranakcucu, serta memenuhi

    bumi, dan menaklukkan bumi

    (Kej. 1: 28),

    - Allah menjelaskan jenis makanan yang layak untuk manusia (Kej. 1:

    29),

    - Allah memberikan otoritas serta

    1. Keintiman Hubungan Itu Terputus. Bukti-buktinya :

    - Manusia berusaha menarik diri dari perjumpaan dengan Allah

    dengan bersembunyi di antara

    pohon-pohonan dalam taman

    (Kej. 3: 8),

    - Manusia takut bertemu dengan Allah (Kej. 3: 9-10),

    2. Manusia tidak menerima sesamanya seperti pada waktu

    Allah menciptakannya, manusia

  • 9

    kepercayaan kepada manusia

    untuk mengusahakan taman Eden

    (Kej. 2:15),

    - Allah memberikan perintah larangan kepada manusia dan

    menjelaskan akibat yang akan

    dialaminya apabila tidak

    mematuhinya ( Kej. 2: 17),

    - Tuhan membuat manusia berbeda dengan mahluk ciptaan-Nya yang

    lainnya (Kej. 2: 9, 18-22).

    2. Manusia menerima sesamanya dengan penuh penghargaan (Kej 2:

    23-24)

    3. Allah merupakan sumber kehidupan manusia.

    Bukti-buktinya :

    - Tuhan Allah menyediakan segala kebutuhan jasmaniah manusia

    (Kej 2: 8-9),

    - Tuhan Allah menyediakan kebutuhan jiwa manusia (Kej 2:

    18-22).

    cenderung menyalahkan

    sesamanya, dan benda-benda lain

    di luar dirinya ( Kej. 3: 12),

    3. Perempuan akan mengalami sakit pada bersalin (Kej. 3: 16),

    4. Manusia harus bersusah payah untuk mencukupi kebutuhan

    hidupnya selama di muka bumi ini

    (Kej. 3: 17),

    5. Allah tetap campur tangan dalam kehidupan manusia.

    Bukti-buktinya :

    - Allah membuat satu ketetapan tentang akan adanya

    penyelamatan di masa depan (Kej

    3: 15),

    - Tuhan menjelaskan akibat yang harus dialami oleh manusia (Kej

    3: 17-19),

    - Tuhan Berinisiatif menutupi ketelanjangan manusia (Kej 3:

    21).

    Tabel 1. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa.

    Pada tabel di atas, satu bukti menyatakan bahwa setelah jatuh ke dalam dosa,

    mereka takut bertemu dengan Allah (Kejadian 3:8). Pada waktu Adam dan Hawa

    mendengar langkah kaki Allah, Adam dan Hawa lebih memilih bersembunyi dari

    hadapan Allah karena takut bertemu dengan-Nya. Chales dalam Wycliffe

    Commentary memberikan pendapat tentang kata takut sebagai satu keadaan takut

    disertai dengan perasaan terteror.14

    Tomatala menegaskan, perasaan takut dan terteror

    itu terjadi karena Adam diperhadapkan kepada hukuman kematian terhadap

    kebenaran (Kejadian 2: 17; 1 Petrus 2: 24) dan hidup untuk dosa sebagai akibat dari

    ketidak-taatannya.15

    Dalam keadaan itu, Allah tidak mendekati mereka dalam guntur

    atau dengan panggilan yang kasar.16

    Dalam kasus tersebut, posisi Adam secara

    14

    Charles F. Pfeiffer (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament) (Chicago: Moody

    Press, 1962), p. 7. 15

    Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1), p. 7. 16

    Charles F. Pfeiffer, p. 7.

  • 10

    yuridis (kata yuridis artinya menurut hukum; secara hukum17) terbukti melanggar

    perintah Allah.18

    Pada waktu Adam mengetahui dirinya telah bersalah karena gagal

    mentaati perintah Allah (Kejadian 2: 16,17), Adam beserta isterinya berusaha untuk

    bersembunyi dari Allah. Dalam kasus tersebut, Allah-lah yang berinisiatif untuk

    menemukan mereka.

    Berdasarkan catatan kitab Kejadian, penulis menemukan beberapa kebenaran

    berikut ini:

    1. Tindakan Allah untuk menemukan mereka tidak berhenti pada batas mencari, dan

    menemukan.

    2. Alkitab tidak mencatat bukti yang menyatakan Allah meninggalkan mereka dalam

    keadaan terteror.

    3. Alkitab juga tidak mencatat bahwa Tuhan Allah membuat alternatif lain seperti

    membinasakan mereka lalu menciptakan manusia yang baru dan yang taat secara

    mutlak kepada-Nya.

    4. Alkitab memberikan bukti yang bertolak belakang dengan pelanggaran Adam dan

    Hawa.

    Dalam kondisi demikian pun Allah memberikan janji penyelamatan kepada Hawa.

    Inilah pertama kalinya Allah menyampaikan janji penyelamatan kepada manusia

    (Kejadian 3:15). Janji penyelamatan ini disebut Protoevangelium.19

    Untuk memahami pentingnya janji penyelamatan itu bagi manusia, marilah

    melihat pandangan Allah menurut Alkitab tentang keberadaan dosa dan manusia

    berdosa. Setelah manusia berdosa, ia menjadi manusia yang bersifat daging (Ibrani

    dibaca ba sa r artinya benar-benar daging sama seperti daging binatang),

    17

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 1016. 18

    Yakub Tomatala, p. 7. 19

    Ibid..

  • 11

    lemah dan berdosa20

    (Kejadian 6:3), dan keberadaannya itu memilukan hati Allah

    (Kejadian 6:7). Pandangan Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang

    dosa dan manusia berdosa tidak berubah. Perhatikanlah tabel berikut ini:

    Perjanjian Lama Perjanjian Baru

    Kejadian 6 :5-6: Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di bumi

    dan bahwa kecenderungan hatinya

    selalu membuahkan kejahatan, maka

    menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah

    menjadikan manusia dibumi, dan hal

    itu memilukan hati-Nya.

    Roma 3:10-18 : Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. ...rasa takut

    kepada Allah tidak ada pada orang

    itu. Roma 3: 23 : Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah

    kehilangan kemuliaan Allah

    Kejadian 6: Berfirmanlah TUHAN, Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka

    bumi,... sebab Aku menyesal,...

    Roma 6: 23: Sebab upah dosa ialah maut....

    Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah

    Berdasarkan pada tabel 2 di atas, nyatalah bagaimana Allah memandang dan

    mengambil sikap terhadap dosa dan manusia berdosa. Alkitab mencatat Allah

    merencanakan untuk menghapuskannya dan atau memberikan maut sebagai

    upahnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata maut didefinisikan dengan

    kematian atau membawa kepada kematian.21

    Definisi ini lebih mengarah kepada

    kematian fisik. Morris menegaskan bahwa kata maut memiliki arti lebih dari

    sekedar kematian fisik, tetapi kematian yang bersifat eskatologis (Yudas 12; Wahyu

    2:11) artinya manusia berhadapan dengan kematian yang kekal.22

    Ketidak-taatan manusia menyebabkan Allah menyesal dan berikhtiar untuk

    membinasakan manusia beserta seluruh mahluk yang ada di muka bumi dan Tuhan

    Allah melakukannya, tetapi di sisi lain Allah memberikan kasih karunia kepada Nuh

    20

    William Wilson, Wilsons Old Testament Word Studies, (Massachusetts: Hendrickson Publishers), p. 169.

    21 Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 639.

    22 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. Mati, Kematian, dan Maut, by L. M.

    Morris. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 36

  • 12

    beserta keluarganya (Kejadian 6: 5-8), dan juga kepada semua bangsa. Puncak dari

    perwujudan kasih itu dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Berikut ini laporan dari

    kitab-kitab Perjanjian Baru tentang misi tersebut.

    1. Dalam kitab Yesaya diberitakan bahwa Allah menjanjikan seorang penyelamat

    bagi Israel dan bangsa-bangsa lain juga (Yesaya 9:5; 45: 20-22), janji ini mengacu

    pada Yesus.

    2. Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik dijelaskan: Yesus Kristus datang ke dunia ini

    untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Matius 18:11; Lukas 19:10).

    3. Injil Yohanes menyatakan: kehadiran Yesus di dunia ini merupakan bukti nyata

    dari kasih Allah kepada manusia. Ia datang dengan misi kasih, tetapi Allah

    menuntut satu syarat agar manusia dapat menerima keselamatan tersebut, yaitu

    dengan mempercayai-Nya (Yohanes 3:16).

    4. Kitab Kisah Para Rasul menekankan pemberitaan Petrus tentang Yesus yang telah

    diutus oleh Allah Bapa. Yesus disebut sebagai satu-satunya jalan keselamatan,

    dan tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya manusia

    dapat diselamatkan (Kisah Para Rasul 4:12).

    Menurut Walter, Allah dalam kasih yang kudus berprakarsa memikirkan dan

    melaksanakan karya Penyelamatan23 yang diwujudkan dalam diri Yesus Kristus.24

    Menurut Abraham apapun penginjilan itu dimulai di dalam hidup, kematian, dan

    kebangkitan Yesus dari Nazaret.25 Poros dari keselamatan itu adalah Salib Kristus

    (Roma 1:16; 1 Korintus 1:18). Dalam hal ini para teolog Biblika sepakat bahwa dalam

    Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan.26

    23

    Ibid. S.v. Selamat, Keselamatan, by G. Walters, p. 377. 24

    Ibid. p. 375. 25

    William J. Abraham, The Teologic of evangelism (Michigan: William B, Eerdmans

    Publishing Company Grand Rapids, 1989), p. 17. 26

    Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. Selamat, Keselamatan, p. 378.

  • 13

    Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung

    Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja pada hakikatnya tidak

    dapat dipisahkan dari Amanat Agung, yaitu amanat yang diberikan oleh Tuhan Yesus

    kepada murid-murid-Nya sebelum Ia terangkat ke sorga. Amanat tersebut dicatat oleh

    Matius, Markus, dan Lukas sebagai berikut:

    1. Yesus mendekati mereka dan berkata: Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa

    di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku

    dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah

    mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan

    ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman

    (Matius 28:18-20).

    2. Lalu Ia (Yesus) berkata kepada mereka: Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah

    Injil kepada segala mahluk, siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,

    tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai

    orang-orang yang percaya; mereka akan mengusir setan-setan dalam nama-Ku,

    mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka

    akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak

    akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan

    orang itu akan sembuh (Markus 16: 15-18).

    3. Kata-Nya kepada mereka: Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan

    bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya

    berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada

    segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan

    aku akan mengirim kepada kamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu

    harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan

  • 14

    dari tempat yang tinggi (Lukas 24:46-49).

    Menzies, Horton, Tomatala, serta Autrey berpendapat bahwa tugas inti dari

    Amanat Agung adalah pergi kepada segala bangsa, kemudian menjadikan orang-

    orang berdosa menjadi murid Kristus yang taat untuk melakukan segala sesuatu

    yang Tuhan perintahkan.27

    Pada topik Penginjilan, inisiatif dan bukti kasih Allah, penulis mengutip

    pernyataan Yesus tentang misi utama-Nya datang ke dunia ini. Menurut penulis jika

    pernyataan misi ini dihubungkan dengan Amanat Agung, maka pernyataan tersebut

    dapat disebut sebagai tujuannya, yaitu agar tidak seorang pun yang terhilang. Dalam

    korelasinya dengan gereja sebagai penerima dan pelaksana amanat itu, maka

    pernyataan misi tersebut hanya akan terwujud jika gereja melakukan tugas penginjilan

    dengan taat sehingga orang-orang yang masih hidup dalam dosa memperoleh

    kesempatan untuk mendengarkan Injil keselamatan.

    Stott menyatakan misi tersebut merupakan tugas gereja yang adalah

    ekklesianya Tuhan Yesus (kata ekklesia berasal dari bahasa Yunani, artinya yang

    dipanggil keluar dari dunia ini, untuk menjadi milik-Nya, dan berada sebagai sesuatu

    yang sungguh-sungguh ada dan terpisah, semata-mata hanya karena panggilannya).28

    Gereja dipanggil keluar dari dunia ini oleh Allah, dikuduskan-Nya, kemudian

    mengutusnya kembali ke dalam dunia dengan satu amanat untuk memberitakan Injil

    kepadanya. Berdasarkan arti dari kata ekklesia, maka gereja seharusnya dipahami

    dengan dua arti yaitu sebagai gereja yang universal29

    yang artinya kumpulan dari

    semua orang yang percaya di seluruh dunia, dan gereja dalam arti kumpulan orang-

    27

    Buku-buku yang dipakai sebagai buku riset dalam penulisan skripsi ini adalah Basic

    Evangelism oleh C. E. Autrey, Doktrin Alkitab oleh William W. Menzies & Stanley M. Horton,

    Penginjilan Masa Kini oleh Yakob Tomatala. 28

    John Stot, Satu Umat (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed. 1997),

    p. 10. 29

    Henry C. Thiessen, Teologia Sitematika (Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992), p. 476-

    478.

  • 15

    orang yang percaya di satu lokasi tertentu atau disebut sebagai gereja lokal30

    atau

    kumpulan orang-orang percaya yang berkumpul di satu tempat atau lokasi tertentu,

    jadi bukan gereja dalam arti gedungnya, dan atau denominasi.

    Berdasarkan penjelasan di atas, Amanat Agung adalah merupakan landasan

    gereja untuk melaksanakan tugas penginjilan, karena di dalamnya terkandung wujud

    kasih dan kerinduan Allah kepada umat manusia, yaitu agar tidak seorang pun yang

    terhilang dan binasa. Perhatikanlah perintah-perintah berikut ini: Pergilah jadikanlah

    semua bangsa murid-Ku (Matius 28: 19), dan Pergilah ke seluruh dunia,

    beritakanlah Injil kepada segala mahluk (Markus 16:16). Dalam perintah tersebut,

    Tuhan Yesus tidak membatasi wilayah kerja gereja hanya dalam satu wilayah tertentu,

    atau hanya kepada suku tertentu, dan atau kepada orang-orang tertentu saja. Perintah

    tersebut tersebut memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu kepada semua mahluk

    yang ada di muka bumi ini.

    Pada masa kini pun seharusnya gereja melaksanakan penginjilan berdasarkan

    strategi yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus, yaitu penginjilan dimulai dari daerah

    yang terdekat dahulu, kemudian ke daerah-daerah di sekitarnya dan terakhir ke daerah

    yang lebih jauh lagi yaitu bangsa-bangsa lain yang belum pernah mendengarkan

    berita Injil. Di sisi yang lain, Tuhan Yesus juga memerintahkan jikalau berita Injil

    keselamatan itu ditolak di satu daerah, sebaiknya gereja meninggalkan mereka, dan

    memberitakannya kepada orang lain yang belum pernah mendengarkan Injil itu

    (Lukas 10: 1-11).

    Amanat Agung memberikan beberapa rambu-rambu kepada gereja pada

    waktu melakukan tugas penginjilan.

    1. Gereja harus aktif, bukan reaktif.

    30

    Ibid.

  • 16

    Yesus berkata pergi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berjalan atau

    bergerak maju.31

    Jadi gereja harus bergerak maju untuk memproklamasikan Injil

    kepada dunia ini (Matius 28:16).

    2. Gereja jangan berhenti pada satu suku tertentu, atau kepada satu kelompok

    tertentu, tetapi gereja harus membuka mata melihat semua suku bangsa yang

    belum terjangkau. Gereja harus melihat semua lapisan masyarakat dunia ini yang

    belum mendengarkan Injil Kristus dan kemudian memberitakan Injil kepada

    mereka (Markus 16:16).

    3. Gereja harus memberitakan tentang pertobatan dan pengampunan dosa hanya

    dalam nama Tuhan Yesus (Lukas 24:47).

    4. Gereja harus memuridkan setiap orang yang telah percaya dan mendidik mereka

    menjadi murid yang taat kepada segala perintah Tuhan Yesus (Matius 28:19,20).

    5. Gereja jangan berhenti pada batas membuat orang menjadi percaya, tetapi juga

    mengintegrasikannya ke dalam persekutuan orang-orang percaya melalui baptisan

    (Mat 28:19; Mark 16:16).

    Berdasarkan Amanat Agung, Tuhan Yesus memberikan jaminan kepada

    gereja dalam melaksanakan tugas penginjilan sebagai berikut ini, yaitu:

    1. Gereja tidak bekerja sendiri. Yesus sebagai pemberi amanat tetap menyertai

    gereja-Nya (Matius 28:20).

    2. Setelah gereja melakukan tugas penginjilan pasti ada yang menerima Injil, mereka

    yang menerima (yang mempercayai berita Injil tersebut) dan dibaptis pasti

    diselamatkan (Markus 16:16).

    3. Tuhan Yesus akan mengirimkan Roh Kudus kepada gereja-Nya yang mengasihi-

    Nya dan yang rindu untuk melakukan tugas penginjilan (Lukas 24:49).

    31

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 670.

  • 17

    4. Ada tanda-tanda yang akan menyertai gereja pada waktu melaksanakan

    penginjilan. Gereja mempunyai kuasa untuk mengusir setan dalam nama Yesus,

    gereja berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, gereja mempunyai

    kuasa untuk memegang ular, dan sekali pun minum racun maut tidak akan

    mendapat celaka, gereja meletakkan tangan atas orang sakit dan orang tersebut

    menjadi sembuh (Markus 16:17-19).

    Dalam menjalankan tugas penginjilan, gereja tidak dapat meniadakan Amanat Agung.

    Menurut penulis, apabila Amanat ini tidak ditaati sepenuhnya, penginjilan hanyalah

    merupakan program semata, dan gereja penuh dengan orang yang tidak memahami

    arti hidup menjadi orang percaya.

    Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain

    Sejarah gereja memang mencatat bahwa gereja ada karena penginjilan. Ini

    dapat dibuktikan dari catatan-catatan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru

    khususnya kitab Kisah Para Rasul. Berikut ini bukti-bukti penginjilan yang dicatat

    oleh kitab Kisah Para Rasul:

    1. Dalam dunia Perjanjian Baru, dicatat bahwa sejarah kelahiran gereja dimulai

    setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari Pentakosta.

    Setelah peristiwa tersebut Petrus menyerukan berita Injil kepada orang-orang

    Yahudi yang sedang berkumpul di Yerusalem sehubungan dengan hari raya

    Pentakosta. Penginjilan pertama ini menghasilkan sebanyak 3000 orang percaya

    dan memberi diri mereka dibaptiskan sesuai dengan perintah Tuhan Yesus. (Kisah

    Para Rasul 2: 41).

    2. Petrus dan Yohanes berbicara kepada orang banyak, imam-imam dan kepala

    pengawal bait Allah serta orang-orang Saduki. Dari antara mereka yang

    mendengarkan ajaran itu menjadi percaya. Anggota gereja bertambah menjadi

  • 18

    kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk anak-anak dan wanita (Kis 4: 1-4).

    3. Pada waktu yang lain Tuhan mengutus Petrus untuk penginjilan kepada orang

    bukan Yahudi yaitu kepada Kornelius dan keluarganya. Penginjilan kepada

    keluarga non Yahudi ini memenghasilkan orang percaya baru yaitu Kornelius dan

    seluruh isi rumahnya. (Kis 11).

    4. Rasul Paulus serta teman-temannya penginjilan ke daerah-daerah di luar

    Yerusalem. Alkitab mencatat beberapa nama dari jemaat di luar Yerusalem hasil

    penginjilan tersebut, antara lain: jemaat di Ikonium Listra (Kis 13: 43, 48); jemaat

    di Antiokia (Kis 14:21), jemaat di Filipi (Kis 16:13,14), jemaat di Tesalonika

    yang terdiri dari orang-orang Yunani (Kis 17: 1-4).

    Sejarah gereja sesudah dunia Perjanjian Baru juga memberikan bukti-bukti

    penting bagaimana peranan penginjilan dalam kehidupan gereja Tuhan sepanjang

    masa. Khususnya di Indonesia, gereja Tuhan di negeri ini dapat berdiri karena

    penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil dari Eropa yang bernaung di

    Nederlands Zendeling Genootscap (N.Z.G.), antara lain di Maluku oleh Yosef

    Kam.,32

    di tanah Batak yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada tahun 1862

    oleh Ingwer Ludwig Nomensen.33

    Dengan demikian dapat disimpulkan:

    1. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mempunyai peranan penting

    dalam kehidupan gereja. Gereja Tuhan di seluruh belahan bumi ini mulai dari

    perkotaan sampai dengan ke pedalaman lahir karena penginjilan.

    2. Banyak jiwa menjadi percaya kepada Yesus Kristus serta menerima-Nya sebagai

    Tuhan dan Juru selamat pribadinya adalah karena penginjilan.

    Menjadi pertanyaan apakah gereja dapat berfungsi jikalau ia hanya melakukan

    32

    H. Berkhof & L. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990),

    p. 314. 33

    Ibid, p. 316.

  • 19

    tugas penginjilan saja, dan tidak melaksanakan tugas-tugas esensialnya yang lain?

    Selain penginjilan, apakah tugas-tugas esensial gereja yang lainnya? Menzies dan

    Horton mengemukakan bahwa gereja mempunyai tiga tugas rangkap, yaitu:

    memberitakan Injil ke seluruh dunia,34

    melayani Allah,35

    membangun sekumpulan

    orang kudus (orang-orang percaya yang berdedikasi), mengasuh mereka yang percaya

    supaya mereka menjadi serupa dengan citra Kristus.36

    Stott mengemukakan tugas

    pokok gereja ada tiga, yaitu: melayani () 37 (pelayanan sosial), kesaksian

    Kristen (),38 bersekutu ().39

    Ketiga tugas rangkap gereja tersebut tercermin dalam kehidupan jemaat mula-

    mula seperti yang dinyatakan oleh kitab Kisah Para Rasul. Secara kronologis kitab ini

    mencatat kehidupan gereja mula-mula itu sebagai berikut:

    1. Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yaitu pada hari Pentakosta (Kis 2:1-4),

    diberitakan bahwa di sana sedang berkumpul juga orang-orang Yahudi yang

    datang dari daerah perantauan mereka (dari Partia, Media, Elam, penduduk

    Mesopotamia, Yudea, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Firigia, Mesir dan

    daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, dan Roma) untuk merayakan

    hari Pentakosta (Kis 2:5-12). Pada awalnya orang-orang tersebut menyebutkan

    bahwa murid-murid tersebut sedang mabuk anggur, mendengar tanggapan orang-

    orang tersebut, lalu Petrus berdiri untuk menyerukan berita keselamatan di dalam

    Yesus Kristus. Mendengar berita tersebut, bertobatlah kira-kira tiga ribu jiwa

    jumlahnya (Kis 2:14-41).

    2. Orang-orang yang bertobat tersebut menjadi percaya dengan berita yang

    34

    William W. Menzies & Stanlesy M. Horton, Doktrin Alkitab, (Malang: Gandum Mas,

    1998), p.165. 35

    Ibid, p. 166. 36

    Ibid, p. 171. 37

    John Stot, Satu Umat, p. 23. 38

    Ibid, p. 52. 39

    Ibid, p. 86.

  • 20

    disampaikan oleh Petrus tersebut lalu memberi diri mereka dibaptis. Kemudian

    mereka berkumpul dan bersekutu serta dengan tekun mendengarkan pengajaran

    para rasul (Kis 2: 42-47). Dalam kehidupan jemaat yang mula-mula ini suasana

    koinonia dan diakonia di antara jemaat masih sangat baik. Lukas mencatat orang-

    orang percaya bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (pemuridan), dalam

    persekutuan (koinonia), dan selalu berkumpul untuk memecahkan roti (diakonia).

    3. Dalam Kisah Para Rasul 6: 1 dicatat tugas koinonia dan diakonia dalam jemaat

    kurang diperhatikan. Keadaan ini membuat kehidupan gereja mula-mula yang

    tadinya sangat harmonis menjadi sedikit bermasalah. Kurang berfungsinya salah

    satu tugas gereja pada waktu itu menyebabkan tugas-tugas yang lain juga menjadi

    terganggu.

    Contoh kasus yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul menjelaskan

    keadaan gereja pada waktu itu, dan juga sering dialami oleh gereja masa kini.

    Berdasarkan bukti tersebut, pada waktu ketiga tugasnya dijalankan dengan seimbang,

    kehidupan gereja tetap harmonis. Keharmonisan itu memberi dua dampak, yaitu:

    1. Orang-orang yang belum percaya di sekitar gereja menyukai kehidupan mereka,

    2. Banyak dari orang-orang yang belum percaya itu menjadi percaya dan mengikut

    jalan keselamatan (disebut juga sebagai ajaran jalan Tuhan).

    Keadaan kehidupan gereja yang harmonis tersebut tidak dapat dipertahankan

    untuk waktu yang lama. Lukas mencatat bahwa pada waktu gereja mulai tidak

    menjaga keseimbangan di antara tugas- tugasnya, gereja masuk ke dalam kehidupan

    yang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Luk 6: 1). Lukas mencatat, gereja kurang

    memperhatikan tugas diakonia. Akibatnya terjadilah perselisihan di antara jemaat

    Yahudi berbahasa Yunani dan jemaat Yahudi berbahasa Ibrani. Perhatikanlah gambar

    di bawah ini!

  • 21

    Gambar 1.

    Diagram Tiga Tugas Gereja

    Pada gambar 1 di atas, penulis menganalogikan tugas penginjilan, koinonia, dan

    diakonia sebagai dinding pagar yang melindungi gereja lokal. Apabila salah satu

    tugasnya ditiadakan, gereja kehilangan salah satu dinding pagar perlindungannya.

    Dengan demikian, gereja mudah diserang oleh berbagai masalah, baik dari luar gereja,

    dan juga tidak tertutup kemungkinan dari dalam gereja sendiri. Tanpa kesatuan dan

    keseimbangan di antara ketiga sisi pagar tersebut, kehidupan gereja menjadi kurang

    harmonis. Akibatnya, gereja kurang efektif untuk menjalankan fungsinya di tengah

    dunia ini.

    Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja

    Hamilton berpendapat kalau gereja ingin melihat gambaran pertumbuhan

    gereja, marilah kita melihat tugas khusus kita yaitu penginjilan.40 Kemudian Gerber

    menegaskan bahwa penginjilan haruslah dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung.

    Mengapa? Perhatikanlah kutipan berikut ini:

    Inti Amanat Agung ialah JADIKANLAH ... MURID, artinya

    membawa orang, baik pria maupun wanita, kepada Yesus Kristus,

    sehingga mereka beriman dan dengan sepenuh hati menyerahkan diri

    kepada Dia.

    Ini merupakan proses yang terus menerus, proses yang

    mempersekutukan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus,

    menjadikan mereka anggota-anggota gereja yang bertanggung jawab

    dan yang berbuah. Murid-murid ini pergi untuk menjadikan orang-

    orang lain murid Yesus Kristus, membaptiskan mereka, mengajar

    mereka serta menggabungkan mereka kepada gereja. Oleh karena itu,

    40

    Michael Hamilton, Gods Plan for the Church Growth!. (Springfield: Radiant Books, 1981), p. 51.

  • 22

    penginjilan yang tidak mempersekutukan petobat-petobat baru

    kepada gereja setempat tidak dapat dikatakan mencapai tujuan.

    Pada hari Pentakosta gereja pertama yang terdiri dari 120

    anggota bertambah 3.000 orang dalam satu hari. Orang-orang yang

    baru itu kemudian memasuki masyarakat kota di sekitar mereka dan

    disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah

    mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. Dalam proses

    penyelamatan yang terus menerus ini, gereja menjadi sasaran dan

    juga pelaksana dari penginjilan yang dinamis.

    Dalam Perjanjian Baru keefektifan penginjilan adalah suatu

    kualitas yang selalu diukur dengan kuantitas angka-angka yang tepat

    mengenai jumlah orang yang mengaku percaya (kuantitas) dicatat.

    Angka-angka ini didasarkan atas jumlah orang yang terus menjadi

    pengikut Kristus, yang dibaptiskan dan yang bertekun dalam

    pengajaran rasul-rasul, bersekutu serta berkumpul untuk memecah-

    mecahkan roti dan berdoa (kualitas). Iman tanpa perbuatan adalah

    iman yang mati. Oleh karena itu dalam Perjanjian Baru pertumbuhan

    rohani sering dinyatakan secara kuantitas. Hal ini mungkin, karena

    kualitas dan kuantitas merupakan dua aspek dari satu fakta yang

    sama.41

    Penginjilan yang dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung tidak berhenti

    pada batas menjadikan seseorang menjadi anggota gereja lokal saja, tetapi juga

    bertanggung jawab untuk memuridkan orang tersebut sama seperti Yesus telah

    memuridkan kedua belas murid-Nya. Pemuridan bertujuan agar setiap orang

    memahami dengan benar mengapa Allah menyelamatkannya. Dengan satu harapan

    setelah mereka menjalani proses pemuridan, mereka menjadi seorang anggota gereja

    lokal yang bertanggung jawab untuk turut melaksanakan tugas penginjilan.

    Purnawan memberikan pendapat tentang korelasi antara penginjilan dan

    pertumbuhan gereja sebagai berikut ini:

    Tidaklah berlebihan kalau saya tuliskan bahwa: penginjilan

    adalah motor bagi pertumbuhan gereja. Tanpa penginjilan gereja

    tidak lahir. Kisah Para Rasul melaporkan keyakinan ini, sejarah

    gereja mengulangnya dan akan terus terulang sampai Tuhan Yesus

    datang kembali untuk kedua kalinya dan menyempurnakan segalanya.

    Penginjilan memiliki peranan utama dalam pertumbuhan gereja.

    Pertumbuhan yang dihasilkannya itu adalah pertumbuhan yang sehat.

    Sehat karena pertumbuhan seperti itu adalah sesuai dengan kehendak

    41

    Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. (Bandung: Penerbit Kalam

    Hidup, 1982), p. 14-16.

  • 23

    Tuhan. Tuhan menghendaki supaya jangan ada orang yang binasa,

    melainkan supaya semua orang bertobat (2 Petrus 3:9). Tanpa

    penginjilan gereja akan berhenti untuk bertumbuh, bahkan mungkin

    dengan segera mati.42

    Tanibemas menyebutkan penginjilan sebagai motor bagi pertumbuhan gereja.

    Pernyataan ini dapat dibuktikan sebagai berikut ini:

    1. Alkitab mengatakan usia manusia di muka bumi ini hanya sekitar tujuh puluh

    tahun, dan jika kuat delapan puluh tahun (Mazmur 90:10).

    2. Belakangan ini para ahli memperkirakan bahwa usia manusia paling kuat 60

    tahun. Kalau gereja tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk memberitakan

    injil, seiring dengan perjalanan waktu beberapa anggota gereja lokal ada yang

    meninggal, maka pada akhirnya gereja mati sama sekali.

    3. Lamanya seseorang dapat bertahan hidup tidak dapat dihitung secara pasti.

    Dalam kehidupan manusia di muka bumi ini berlaku hukum kesempatan dan

    kemungkinan, jadi kesempatan untuk memberitakan Injil adalah sekarang,

    bukan nanti dan atau beberapa waktu yang akan datang.

    Hasil analisa di atas membuktikan bahwa jikalau gereja tidak melaksanakan tugas

    penginjilan, akibatnya penginjilan tidak dapat berfungsi sebagai motor bagi

    pertumbuhan gereja.

    Penginjilan merupakan satu sarana yang dipakai Allah untuk membuktikan

    kepada dunia ini akan keberadaan gereja-Nya sebagai gereja yang dinamis, dan

    bukan statis (kata dinamis berasal dari bahasa Yunani yaitu dibaca

    dinamis artinya kuasa, kekuatan yang besar, dan tenaga pendorong yang besar).43

    Tuhan Yesus menghendaki agar gereja-Nya menjadi dinamis (bnd. Kis 1: 8).

    42

    Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam rangka

    peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan Gereja Dan Strategi Penginjilan

    oleh Purnawan Tanibemas, (Surabaya: YAKIN, 1990), p.175-176. 43

    William F. Arndt & F. Wilbur Gingrich, Greek-English Lexicon Of The Testament and

    Other Early Christian Literature (Chichago: The University of Chicago Press, 1971), p. 206.

  • 24

    Kedinamisan gereja dalam pertumbuhan sebagai hasil dari penginjilan dapat

    diukur dari keberhasilannya untuk mempertemukan orang-orang berdosa dengan

    Kristus.44 Kedinamisan gereja juga dapat diukur dari keberhasilannya untuk

    membimbing orang-orang untuk mengambil keputusan untuk menerima Yesus

    menjadi Juru selamatnya, kemudian membimbingnya menjadi orang Kristen yang

    efektif.45

    Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja

    Stott mengemukakan gereja sebagai ekklesia-Nya Allah, dipanggil Allah dari

    dunia ini menjadi milik-Nya untuk hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus,

    dan hidup berpadanan dengan panggilannya.46

    Panggilan itu tidak bertujuan agar

    gereja menarik diri keluar dari dunia kepada kehidupan pietisme.47

    Tuhan tidak

    memanggil gereja, juga tidak memisahkan secara total dari masyarakat dunia ini.

    Gereja dipanggil dari dunia, dan secara status disebut sebagai orang-orang

    kudus, berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah, tetapi Tuhan tidak

    membuat gereja-Nya menjadi gereja yang eksklusif. Allah juga mengutus gereja ke

    dalam dunia untuk menyaksikan Kabar baik kepadanya.

    Robert dan Evelyn dalam buku dengan judul Menyampaikan Kabar Baik

    memberikan gambaran tentang jiwa-jiwa di sekitar kita;

    Mungkin saudara pernah menumpang sebuah bus atau

    kereta api yang penuh sesak. Ingatkah saudara bagaimana

    keadaannya? Semua tempat duduk penuh. Mungkin saudara harus

    berdiri dengan banyak orang lain dan orang yang berdiripun harus

    berdesak-desakan! Banyak negara makin padat penduduknya.

    Meskipun setiap hari dibangun gedung-gedung baru, namun tidak

    cukup perumahan bagi setiap orang.

    Makin banyak orang, makin cepatlah penduduk

    44

    C. E. Autrey, Basic Evangelism, (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981), p. 16. 45

    Ibid, p.17. 46

    John Stot, Satu Umat, p. 10. 47

    Ibid, p. 11.

  • 25

    meningkat. Dalam tahun 1930 dunia kita berpenduduk 2 milyar

    orang. Sekarang sudah lebih dari empat milyar. Itu berarti

    tambahan 2 milyar orang dalam waktu 50 tahun. Akan tetapi, pada

    tahun 2000 mungkin penduduk dunia akan mencapai 6 milyar

    orang tambahan dari 2 milyar dalam waktu 20 tahun saja. Apa artinya ini bagi saudara sebagai orang yang percaya

    kepada Kristus? Saudara akan segera menyadari bahwa

    kebanyakan orang di sekeliling saudara belum diselamatkan.

    Saudara juga akan menyadari bahwa ada lebih banyak orang yang

    hidup, yang belum diselamatkan dewasa ini daripada generasi-

    generasi sebelumnya. Ini berarti bahwa setiap orang percaya

    diperlukan untuk memberitakan kepada orang lain tentang

    Juruselamat.48

    Kutipan di atas memberikan gambaran kepada gereja masa kini akan tugasnya yang

    semakin bertambah setiap harinya. Banyak orang di sekitar gereja belum pernah

    mendengarkan berita Injil. Bagaimana respon gereja melihat orang-orang tersebut?

    Adilkah jika seseorang telah dua kali mendengar Injil sedangkan orang lain belum

    pernah sekali pun mendengarkannya? 49

    (pertanyaan yang kedua penulis kutip dari

    salah satu judul yang diberikan oleh Smith dalam dalam salah satu bab dalam

    bukunya yang berjudul Merindukan Jiwa Yang Tersesat).

    Gereja sebagai penerima Amanat Agung bertanggung jawab penuh untuk

    memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum selamat. Gereja haruslah

    menyikapi tugas tanggung jawabnya dalam satu tindakan yang dimulai dari

    masyarakat di sekitarnya. Hamilton berkata: Anda tidak mungkin dapat menjangkau

    seluruh dunia, tetapi mulailah dari tempat di mana Anda (gereja) saat ini.50

    Pendapat

    ini mengingatkan gereja agar tidak berpikir jauh lebih tinggi dari yang dapat

    dilakukannya sebelum ia menjangkau seluruh dunia. Pendapat Hamilton ini

    diteguhkan oleh Alkitab yang mencatatkan bahwa di mana pun Yesus berada, Ia

    selalu mencari orang-orang yang terhilang, dan Ia berbelas kasihan terhadap mereka.

    48

    Robert & Evelyn Bolton, Menyampaikan Kabar Baik. (Malang: Penerbit Gandum Mas,

    1985), p.17. 49

    Oswald Smith, Merindukan Jiwa Yang Tersesat, (Surabaya: Yakin), p. 29. 50

    Michael Hamilton, Gods Plan For The Church Growth!, (Springfield: Gospel Publishing House, 1981), p. 51.

  • 26

    Gereja sebagai penerima dan sekaligus pelaksana Amanat Agung ia tidak

    dapat dipisahkan dari masyarakat di sekitarnya, karena masyarakat adalah objeknya. 51

    Sebelum melaksanakan tugas ini di antara masyarakat yang adalah objeknya, perlu

    difahami bahwa objek tersebut adalah pribadi yang mempunyai emosi, dapat berpikir

    dan dapat berubah. Oleh karena itu, berdasarkan tujuan dari tugas yang diterimanya,

    gereja jangan melihat objeknya secara subjektif, tetapi haruslah secara objektif.

    Dengan cara memandang yang objektif, gereja dapat memahami objek tersebut secara

    utuh, dan dapat menemukan bentuk penginjilan yang lebih tepat untuk masyarakat di

    sekitarnya.

    Alkitab menjelaskan tentang metode yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam

    menyampaikan Injil kepada anggota masyarakat dunia ini. Alkitab mencatat

    pemahaman Tuhan Yesus tentang apa dan siapa objek yang sedang dihadapi-Nya.

    Keotentikan dari pemahaman Tuhan Yesus akan objek tersebut tersirat dari hal

    kedatangan-Nya ke dunia ini. Pertama-tama Yesus datang ke dunia ini dalam rupa

    manusia, lahir di antara manusia, berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar-Nya

    dengan menggunakan bahasa komunikasi yang dapat difahami oleh masyarakat di

    sekitar-Nya.

    Halim dalam salah satu bukunya (tidak dipublikasikan) yang berjudul

    Model-model Pelayanan Yesus mengangkat model-model penginjilan yang dipakai

    oleh Yesus pada waktu penginjilan kepada masyarakat di sekitar-Nya. Model atau

    metode yang Yesus untuk menginjili masyarakat di sekitar-Nya lahir dari

    pemahaman-Nya tentang siapa dan apa objek yang dihadapi-Nya. Dari model-model

    penginjilan Yesus yang di sampaikan oleh Halim, gereja dalam menyikapi tugasnya:

    1. Tidak dapat menjadikan satu metode penginjilan sebagai satu-satunya standar

    51

    Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, (Malang: Seminari Alkitab Asia

    Tenggara, 1996), p.129.

  • 27

    pada waktu melakukan tugas penginjilan di antara masyarakat di sekitarnya.

    Halim mencatat bahwa Yesus menggunakan model pendekatan yang berbeda-

    beda kepada orang-orang berdosa yang hidup pada masa itu. Yesus memakai

    model penginjilan yang paling tepat kepada setiap objek-Nya.

    2. Jangan menunggu sampai masyarakat di sekitarnya merespon Injil secara positip,

    tetapi gereja harus aktif untuk menemukan model penginjilan yang paling tepat

    kepada mereka.

    3. Tidak akan pernah mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang Injil

    sampai gereja mengadakan komunikasi dengan masyarakat tersebut. Yesus

    seringkali mangambil inisiatif untuk bertemu dengan masyarakat di sekitar-Nya.

    Hasilnya, Tuhan Yesus menemukan jembatan yang inovatif untuk menyampaikan

    Injil.

    4. Harus memiliki kepekaan melihat kebutuhan dari masyarakat di sekitarnya. Halim

    mencatat bahwa Yesus, dalam masa-masa penginjilan selama tiga setengah tahun

    sering kali memenuhi kebutuhan jasmaniah dari objeknya seperti kesembuhan

    dari penyakit, makanan untuk 5000 orang dan sebagainya.

    Tuhan Yesus berkata kepada gereja-Nya: Lihat Aku mengutus kamu seperti

    domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan

    tulus seperti merpati (Matius 10:16). Pernyataan ini merupakan awasan bagi gereja

    dalam melaksanakan tugasnya.

    Kata serigala merupakan simbol kebuasan, mahluk yang selalu agresif

    menyerang untuk mengatasi rasa laparnya.52

    Penginjilan di tengah masyarakat yang

    bersikap seperti mahluk buas ini, gereja harus cerdik seperti ular artinya (1) cepat

    mengerti tentang situasi, dan pandai mencari pemecahan masalahnya, panjang akal,

    52

    Suhandi Susantio, Misiologi, Studi Misi Lintas Agama, Diktat Sekolah Tinggi Teologia

    Ekklesia, April-Mei 2005), p. 59.

  • 28

    dan (2) banyak akal53

    dalam menghadapinya, tetapi juga harus tulus. Kata tulus

    artinya ikhlas, sungguh dan bersih hati (benar-benar terbit dari hati yang suci, jujur,

    tidak pura-pura, dan tidak serong).54

    Dalam menghadapi masyarakat di sekitar gereja,

    Yesus menekankan agar gereja memberitakan Injil-Nya dengan cara-cara yang tepat,

    dan dilakukan dengan kesungguhan hati.

    Dalam nats yang lain, Tuhan Yesus mengatakan bahwa setiap orang percaya

    (gereja-Nya) adalah garam dan terang bagi dunia (Matius 5: 14-16). Esmarch

    dalam buku The World Book Encyclopedia mencatat bahwa ditinjau dari sisi

    kedokteran, Garam adalah penting untuk kesehatan. Sel badan harus mempunyai

    garam untuk dapat hidup dan bekerja.55 Dan dari sisi dunia Alkitab, Esmarch

    mengemukakan:

    Garam memiliki arti keagamaan, yaitu sebagai lambang kemurnian dan

    kesucian hati. Di antara orang-orang Yahudi, menurut tradisi agama,

    garam digunakan untuk menggosok seorang bayi yang baru lahir untuk

    memastikan kesehatannya. Garam juga digunakan sebagai tanda

    penghormatan, persahabatan, dan keramahan atau kesediaan untuk

    menerima orang lain,56

    Harrison juga berpendapat bahwa garam merupakan alat pengawet dan juga

    berguna untuk bumbu makanan.57

    Kata terang dalam bahasa Yunani adalah kaio artinya kindle, burn, dan

    burn up.58

    Menurut Balz dan Schneider kata kaio tersebut tidak hanya sekedar

    menyinari, tetapi sinar itu harus membakar.59

    Gereja sebagai pemberita Injil harus

    menggunakan kekuatan yang ada padanya untuk mengalahkan kegelapan (satu

    simbol yang digunakan untuk dosa) yang menguasai hidup masyarakat di sekitarnya.

    53

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 164. 54

    Ibid, p. 968. 55

    The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. Salt by Esmarch S. Gilreath. (Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974), p. 68.

    56 Ibid, p. 71.

    57 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), ed. S.v. Garam, by. R.K. Harrison, p. 327.

    58 Horst Balz &Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),

    (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 236. 59

    Ibid.

  • 29

    Berdasarkan kedua penjelasan dari kitab Matius 5: 14-16 di atas, gereja

    sebagai garam dan terang dunia akan dapat menyatakan eksistensinya kepada

    masyarakat di sekitarnya apabila:

    1. Gereja dapat menyadari akan keberbedaan dirinya dengan masyarakat dunia ini.

    2. Gereja dapat menunjukkan keberbedaannya dengan masyarakat dunia ini.

    3. Gereja jangan hanya menjadi pembicara yang baik, tetapi juga hidup dalam kuasa

    Injil (Matius 23).

    Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan

    Injil itu. Artinya bahwa Yesus dapat membuktikan diri-Nya sebagai terang dunia ini.

    Contoh dan teladan kehidupan dari Yesus seharusnyalah diikuti oleh gereja.

    Yesus mengatakan: Apabila gereja mengasihi Dia, maka gereja akan menuruti

    segala perintah-Nya (Yoh 14: 15). Dan apabila gereja mau mempercayai Dia, maka

    gereja akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada yang Dia

    telah perbuat dan kerjakan (Yoh 14:12), termasuk mengalahkan penguasa kegelapan

    yang selama ini menguasai serta membutakan hati nurani setiap orang dari kebenaran

    kuasa Injil yang memerdekakan orang-orang dari kuasa dosa. Kesesuaian antara

    keberadaan gereja dengan perkataan dan perbuataanya menjadikan gereja menjadi

    gereja yang memiliki kuasa untuk menyadarkan masyarakat di sekitarnya akan

    keberadaannya yang berdosa serta akibat-akibatnya.

  • 30

    BAB III

    KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN PLURAL

    Kehidupan masyarakat di Indonesia pada masa kini, terutama di daerah

    perkotaan menunjukkan satu keadaan yang semakin plural, dalam aktivitas sehari-

    hari, tingkat pendidikan, status sosial, suku, dan agama yang berkembang di tengah

    masyarakat.

    Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat

    Manusia Motor Utama Perubahan

    Perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh

    manusia yang ada di dalamnya. Wongso (1996) menulis tentang manusia sebagai

    berikut ini:

    Manusia merupakan unsur pokok dalam masyarakat, tanpa manusia tak

    mungkin ada masyarakat tidak ada manusia tidak ada bisa terbentuk satu

    masyarakat.

    Adanya manusia disebabkan adanya hidup, karena ada hidup, maka bisa

    berpikir dan dapat merubah masyarakat dimana seseorang tinggal.

    Masyarakat selalu berubah dan inilah yang disebut kemajuan.60

    Manusia sebagai salah satu dari ciptaan Tuhan, dikenal sebagai mahluk yang sangat

    berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Manusia mempunyai kemampuan untuk

    menggunakan pikirannya. Widyosiswoyo mengatakan: kemampuan manusia

    berpikir merupakan suatu perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat

    demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia.61

    Kemampuan manusia berpikir membedakannya dari mahluk hidup lainnya.

    Kalau kita mengamati lingkungan di sekeliling kita, kita akan menemukan beberapa

    60

    Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 129. 61

    Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001), p. 20.

  • 31

    fakta penting yang membuat manusia berbeda dengan mahluk hidup lainnya.

    Contohnya: manusia bertindak berdasarkan naluri berpikir yang rasional, sedangkan

    binatang bertindak berdasarkan insting. Kemampuan manusia untuk berpikir

    membuat manusia dapat merencanakan sasaran hidupnya, sedangkan binatang tidak

    dapat melakukan perencanaan seperti itu.

    Perbedaan antara manusia dengan mahluk hidup lainnya didukung oleh bukti-

    bukti yang dicatat dalam Alkitab yang menyatakan bagaimana manusia dengan segala

    kelebihannya dapat mengambil keputusan penting dalam kehidupannya. Keputusan-

    keputusan yang diambil oleh manusia seringkali juga mempengaruhi orang-orang di

    sekitarnya (Kej. 3:1-7; 6:1-6; 11:1-9). Widyosiswoyo berpendapat:

    Apa yang diciptakan manusia pada suatu waktu merupakan rasa dan

    karsa sebelumnya. Mungkin apa yang diciptakan waktu itu memuaskan

    baginya. Bila tidak memuaskan untuk waktu itu, diperbaikinya agar

    kepuasannya diperolehnya.62

    Kemampuan manusia untuk menggunakan kekuatan pikirannya, menghasilkan

    beberapa jenis ketidak puasanan dalam hidupnya, antara lain:

    1. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang telah didapatkannya.

    2. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang sudah diketahuinya.

    3. Manusia tidak pernah puas dengan segala pengalamannya.

    Semua jenis ketidak puasan di dalam kehidupan manusia menghasilkan satu sifat

    menyukai perubahan dalam kehidupan pribadinya maupun kelompoknya.

    Kemampuan manusia untuk membuat suatu perubahan di lingkungan

    masyarakat di mana ia tinggal membuktikan bahwa manusia adalah mahluk yang

    dinamis, bukan mahluk yang statis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata

    dinamis berarti bahwa manusia dapat melakukan dengan penuh semangat dan

    62

    Supartono Widyosiswoyo, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas

    Trisakti, 2000), p. 23.

  • 32

    tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan

    di sekitarnya.63

    Artinya dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai satu pribadi

    yang dinamis dengan segala komponen yang ada di dalam dirinya senantiasa

    bergerak dan mengadakan interaksi sosial dengan manusia lain di sekitarnya.

    Soekanto mengutip pernyataan Kimball Young dan Raymond W. Mack yang

    menyatakan: interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena

    tanpa interaksi sosial, tak mungkin ada kehidupan bersama.64 Pada waktu manusia

    mengadakan interaksi dengan sesamanya, dihasilkanlah apa yang disebut sebagai satu

    perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan sistem dalam satu kelompok

    masyarakat, dan perubahan pola-pola kehidupan.65

    Manusia sebagai komponen utama dari suatu masyarakat dalam kapasitasnya

    sebagai mahluk sosial mempunyai peluang untuk menciptakan perubahan dalam

    tatanan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Apa pun jenis kegiatan yang dilakukan di

    antara masyarakat akan mempengaruhi proses kehidupan masyarakat. Berdasarkan

    pada fakta-fakta ini, maka manusia dapat disebut sebagai penyebab utama semakin

    jamaknya kehidupan masyarakat.

    Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

    Manusia dengan segala kelebihannya senantiasa menginginkan kehidupan

    yang lebih baik. Manusia mengusahakan berbagai cara untuk dapat mewujudkan

    kehidupan sesuai dengan harapan-harapan yang dimilikinya. Manusia tidak pernah

    berhenti untuk mewujudkan perubahan demi perubahan dalam berbagai aspek

    kehidupannya.

    63

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 206. 64

    Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),

    p. 67. 65

    Ibid, p. 66.

  • 33

    Sejarah mencatat bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk

    mengadakan perubahan demi perubahan dalam kehidupannya memberikan hasil. Pada

    abad ke XVII, di Eropa timbul satu gerakan yang disebut dengan gerakan pencerahan

    atau yang lebih dikenal dengan zaman renaisance. Gerakan tersebut menitik beratkan

    kebenaran pada ilmu pengetahuan dan intelektual, kebenaran berdasarkans fakta dan

    hukum-hukum alam.66

    Immanuel Kant memberikan tema untuk abad tersebut yaitu

    Berani Untuk Mengetahui,67 dan Newbigin menjelaskan tema itu sebagai

    panggilan supaya memiliki keberanian untuk berpikir demi dirinya sendiri, untuk

    menguji segala sesuatu dalam terang akal budi dan suara hati, bahkan berani untuk

    menanyakan tradisi-tradisi yang paling suci sekalipun.68

    Setelah zaman tersebut, dihasilkanlah penemuan-penemuan ilmiah antara lain:

    ilmu tentang samudera dan benua, obat-obatan, sarana-sarana komunikasi seperti

    telegram, telepon, mesin percetakan, generator listrik dan transformator, kapal uap,

    kereta api, komputer, pesawat terbang, dan banyak penemuan-penemuan lainnya.

    Keberhasilan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak

    yang luas ke seluruh dunia, termasuk ke daerah perkotaan di Indonesia, dan salah satu

    di antaranya yaitu kota Jakarta. Perhatikanlah tabel berikut ini:

    Sebelum Mengenal Ilmu Pengetahuan

    Modern

    Setelah Mengenal Ilmu Pengetahuan

    Modern

    Daerah perkotaan hanya menjadi

    tempat untuk menjual hasil-hasil

    pertanian, dan sekaligus sebagai tempat

    untuk membeli barang-barang

    kebutuhan yang tidak terdapat di desa.

    Perkotaan menjadi daerah yang perlu

    diperhatikan karena adanya asumsi

    bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi

    modern yang berpusat di kota sanggup

    untuk mengubah kehidupan manusia.

    Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat

    Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern.

    66

    Halim Makmur, Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. (Malang: Yayasan Penerbit

    Gandum Mas, 2000), p.183. 67

    Leslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,

    1993), p. 56. 68

    Ibid.

  • 34

    Masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke Indonesia, khususnya yang

    berpusat pada daerah perkotaan memberikan dampak yang cukup signifikan. Tabel di

    atas menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam masyarakat tentang kota.

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak lain

    yaitu timbulnya gerakan dalam masyarakat yang disebut dengan urbanisasi (akan

    dibahas pada sub judul berikutnya), yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.

    Hal ini menjadi sangat mungkin terjadi karena pertukaran informasi yang semakin

    mudah. Pada zaman ini, ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kontribusi baru

    dalam dunia informasi. Alat-alat komunikasi telah tersedia dalam berbagai bentuk,

    seperti: telepon, telegram, televisi dan radio, komputer, dan maupun media cetak.

    Sarana-sarana tersebut memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi

    dari masyarakat yang bermukim di daerah lainnya. Kemudahan-kemudahan untuk

    memperoleh informasi menjadi satu daya dorong dalam diri manusia yang hidup di

    zaman ini untuk membuktikan informasi-informasi yang diperolehnya. Pembuktian

    terhadap informasi-informasi tersebut di dukung oleh kemudahan untuk menjangkau

    daerah lain karena ditemukannya alat-alat transportasi darat, laut, dan udara.

    Urbanisasi

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala peralatan yang

    dihasilkannya memberikan dampak baru dalam kehidupan masyarakat, baik bagi

    anggota masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun bagi anggota masyarakat yang

    tinggal di pedesaan.

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia masuk

    dalam zaman yang materialistis. Segala sesuatu diukur dengan kemampuan untuk

    memiliki serta menikmati hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

    Masyarakat desa mulai melihat kota sebagai daerah yang memungkinkannya untuk

  • 35

    mewujudkan keinginan-keinginannya. Masyarakat di pedesaan juga terpengaruh

    dengan informasi-infomasi yang diperolehnya tentang kehidupan di perkotaan. Akibat

    dari pengaruh-pengaruh informasi tersebut, masyarakat pedesaan mulai bergerak

    untuk pindah ke kota-kota di sekitarnya. Perpindahan masyarakat pedesaan ke kota ini

    disebut dengan urbanisasi.

    Urbanisasi membuat perkotaan menjadi daerah yang berpenduduk majemuk,

    karena pada waktu terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota, mereka juga

    sekaligus membawa serta atribut-atribut yang dimilikinya, seperti jenjang pendidikan,

    keahlian yang dimilikinya, kepercayaannya, dan status sosialnya. Menurut para ahli

    antroplogi, perpindahan penduduk dari desa ke kota, menyebabkan terjadinya proses

    akulturasi yang cepat.69

    Penduduk yang datang dari desa membawa serta budaya

    aslinya, kemudian ia akan mengadaptasi budaya-budaya di perkotaan. Dengan

    demikian, urbanisasi merupakan salah satu pemicu semakin majemuknya

    kehidupan masyarakat di perkotaan.

    Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Majemuknya Masyarakat

    Kehidupan masyarakat perkotaan yang majemuk membuat kehidupan di

    perkotaan penuh dengan persoalan. Di satu sisi, perkotaan menjadi tempat yang

    menjanjikan untuk menikmati hidup yang berkelimpahan secara materi dan menjadi

    tempat yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya, tetapi bagi anggota masyarakat

    lainnya, kota merupakan tempat penindasan dan kesengsaraan.

    Fenomena tentang kehidupan di perkotaan di Indonesia ini dijelaskan oleh

    Halim dalam kutipan berikut ini :

    Perkotaan akan menjadi tempat yang sangat menyeramkan,

    disamping surga bagi sebahagian orang. Keberhasilan penduduk di

    perkotaan akan membuat hidup yang bermewah-mewah yang tidak

    69

    Halim Makmur. Gereja Di Tengah-tengah Perubahan dunia, p. 220.

  • 36

    wajar. Sedangkan kemiskinan yang akan menjadi satu pemandangan

    yang negatif bagi dunia luar dan meningkatkan potensi kriminalitas di

    perkotaan karena tuntutan hidup.70

    Kehidupan masyarakat kota yang majemuk khususnya dalam kehidupan masyarakat

    Jakarta tercermin dalam kehidupan masyarakatnya yang beragam. Kemajemukan itu

    menghasilkan dampak-dampat antara lain:

    1. Timbulnya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

    2. Sangat memungkinkan timbulnya permusuhan antar kelompok masyarakat

    3. Terjadinya kompetisi di antara masyarakat

    4. Meningkatnya angka kejahatan

    5. Setiap orang cenderung individualistis.

    6. Masyarakat cenderung menerima perubahan yang terjadi di lingkungan di

    sekitarnya.

    Dalam kehidupan masyarakat kota yang majemuk, sering kali timbul kesenjangan

    dalam berbagai aspek. Kesenjangan tersebut terjadi karena berbagai perbedaan yang

    sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.

    Perbedaan tatanan kehidupan masyarakat kota Jakarta dapat dilihat dalam

    bidang kehidupan berikut ini:

    1. Dalam bidang perekonomian masyarakatnya.

    Di antara masyarakat kota Jakarta terdapat orang-orang yang mempunyai

    tingkat perekonomian yang sangat mapan, dan di antaranya juga hidup orang-

    orang yang tingkat perekonomiannya sangat memprihatinkan. Bagi anggota

    masyarakat yang tingkat perekonomiannya lebih baik memberikan banyak

    kemudahan untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya, sedangkan bagi

    anggota masyarakat yang tingkat perekonomiannya rendah, keinginan untuk dapat

    70

    Ibid, p. 223.

  • 37

    mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari pun menjadi satu masalah besar. Mereka

    yang hidup dalam kemiskinan menjadi orang yang tersisihkan dari komunitas

    dimana ia tinggal.

    2. Dalam Aktivitas sehari hari.

    Ditinjau dari sisi aktivitas masyarakatnya, di kota Jakarta terdapat anggota

    masyarakat dengan aktivitas yang sangat beragam. Aktivitas tersebut dapat

    dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu sangat sibuk, sibuk, dan santai.

    3. Dalam bidang pendidikan.

    Di antara masyarakat kota Jakarta, dapat ditemukan orang berpendidikan dan

    orang-orang yang tidak berpendidikan.

    Widyosiswoyo mengemukakan:

    Penduduk di perkotaan berasal dari daerah yang bermacam-macam,

    mereka satu dengan yang lain merasa bukan bersaudara, sehingga

    mudah terjadi permusuhan. Itulah yang antara lain mendorong

    penduduk yang berasal dari daerah yang sama bertempat tinggal di

    lingkungan yang sama, sehingga di Jakarta misalnya terjadi Kampung

    Melayu, Kampung Ambon, Kampung Jawa, dan sebagainya.71

    Sifat kesukuan merupakan sifat dasar dari masyarakat Indonesia. Sifat ini

    dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat, sekalipun telah hidup di perkotaan ikatan

    kesukuan masih kuat. Apabila ada anggota masyarakat dari satu suku diperlakukan

    dengan tidak adil oleh suku lain, sering sekali membuat orang dari suku yang

    menerima perlakuan tidak adil tersebut mencoba ikut membela. Tindakan-tindakan

    seperti ini sering kali menyebabkan timbulnya permusuhan antar suku. Contohnya:

    peperangan antara suku Batak dengan suku Ambon sering terjadi di daerah

    Universitas Kristen Indonesia dan Cililitan. Makmur menyoroti masalah ini sebagai

    satu masalah lebih luas lagi cakupannya yaitu masalah SARA.72

    71

    Supartono Widyosiswoyo, Sejarah kebudayaan Indonesia, p. 22. 72

    Halim Makmur, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia, p. 222.

  • 38

    Dalam kehidupan masyarakat kota yang semakin majemuk terdapat berbagai

    aktivitas yang tidak dibatasi oleh waktu. Masyarakat cenderung menjadi budak

    materi. Nilai hidup seseorang dipengaruhi oleh banyaknya uang yang dimilikinya.

    Keadaan ini menghasilkan satu semangat kompetisi yang destruktif. Widyosiswoyo,

    mengemukakan:

    Persaingan dalam kehidupan kotalah yang justru dapat mendorong kota

    jauh lebih cepat berkembang. Manusia kota ditantang dengan macam-

    macam soal kebutuhan, maka mereka berusaha lebih keras demi

    kejayaannya (survive atau bertahan) dalam hidupnya.73

    Kebutuhan hidup di kota memaksa setiap angota masyarakatnya untuk

    berjuang dengan sekuat tenaga dan kemampuannya. Wongso mengemukakan

    mereka sudah kehilangan perasaan santai, khawatir tidak menepati waktu atau janji,

    pikiran mereka selalu tegang dan tidak dapat rileks.74

    Bertambahnya jumlah penduduk

    kota Jakarta menyebabkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan semakin

    meningkat. Sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana semakin bertambah permintaan

    barang, maka semakin tinggilah nilai atau harga dari barang. Tanpa adanya usaha

    yang keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari harga-harga

    kebutuhan pokok tersebut, akan sulit untuk menjalani kehidupan di kota.

    Semangat kompetisi di antara masyarakat kota sering kali direalisasikan

    dengan cara-cara yang negatif. Kelompok masyarakat yang memilih jalur ini biasanya

    lebih cenderung melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun

    orang lain di sekitarnya. Sebagai contoh, karena kurangnya persyaratan-persyaratan

    yang diperlukan untuk masuk ke satu instansi tertentu, ada orang yang lebih memilih

    untuk menempuh cara-cara yang tidak benar.

    Tingginya kompetisi di antara anggota masyarakat memaksa beberapa orang

    73

    Ibid, p. 23. 74

    Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 131.

  • 39

    dari mereka mulai melupakan nilai-nilai moral yang selama ini diagung-agungkan

    oleh nenek moyang bangsa ini. Moralitas yang menjadi standar perilaku interaksi

    antar manusia dijungkir balikkan oleh keinginan untuk menang dalam kompetisi.

    Kuatnya keinginan tersebut, memaksa orang-orang tertentu untuk mengkomersialkan

    bagian-bagian tubuhnya demi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Anis K. Al-Syari;

    staf Ahli Poros Tiga Institute Culture dalam satu artikel berjudul Pornoisme dan

    Masyarakat Anestesi mencatat:

    Seorang gadis cantik yang kuliah di sebuah kota metropolis dengan

    sangat berani melakukan perubahan cepat pada penampilannya. ...

    wajah boleh bahenol, tetapi jika berpakaian sangat kampungan

    mungkin akan kelihatan tidak menarik. Jika tidak mengkonstruk

    dirinya dengan pakaian yang sedikit mempertontonkan

    keperempuanannya.75

    Menayang, ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI dan Sabaroeddin, dosen FISIP

    UI, mengupas satu fenomena kehidupan orang-orang muda berduit di kota Jakarta.

    Dalam artikel tersebut dicatat orang-orang muda berduit memanfaatkan wanita-

    wanita muda yang bekerja sebagai pemuas nafsu di kafe dan klub-klub yang tersebar

    luas di kota Jakarta ini.76 Kedua catatan ini membuktikan semakin kurangnya

    keinginan beberapa bagian dari komponen masyarakat untuk mempertahankan nilai-

    nilai moral yang telah ditetapkan oleh para leluhurnya.

    Kemajemukan kehidupan masyarakat di kota Jakarta juga menimbulkan

    dampak meningkatnya angka kejahatan. Di tengah kesibukan anggota masyarakat,

    masalah kejahatan bukanlah suatu hal yang asing. Di kota ini terdapat berbagai bentuk

    kejahatan, antara lain: perampokan, pencurian, penodongan, penjualan obat-obatan

    terlarang, pemerkosaan, pembunuhan, penipuan dan banyak lagi bentuk-bentuk

    75

    http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi,

    Makassar, 26 Maret 2005. 76

    http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks Di

    Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005.

  • 40

    kejahatan lainnya. Meningkatnya angka kejahatan tersebut menyebabkan lingkungan

    hidup yang kurang aman.

    Kurangnya rasa aman dalam kehidupan masyarakat menghasilkan perasaan

    saling mencurigai di antara anggota masyarakat itu sendiri. Apabila ada seseorang

    yang kurang dikenal atau belum pernah dikenal sebelumnya, masyarakat lebih

    memilih untuk menutup diri terhadap orang tersebut. Kurangnya rasa aman di kota

    Jakarta sudah bukan satu rahasia lagi. Hal ini dapat dibuktikan dari maraknya

    pemberitaan yang disampaikan melalui media elektronik dan maupun media cetak.

    Sebagian besar berita yang disampaikan oleh media-media informasi tersebut berisi

    berita antara lain: penculikan terhadap orang-orang tertentu, perampokan, pencurian,

    pembunuhan, penjualan obat-obatan terlarang, pemerasan, penipuan dalam berbagai

    cara, dan banyak lagi bentuk-bentuk yang membuat kehidupan di kota Jakarta

    menjadi kurang aman.

    Di tengah kehidupan masyarakat kota Jakarta yang majemuk, kita juga akan

    menemukan kurangnya rasa keperdulian terhadap sesama manusia. Sebahagian besar

    masyarakat di kota Jakarta merupakan orang yang individualis. Meningkatnya sifat ini

    disebabkan antara lain beratnya tuntutan kehidupan sehingga setiap orang harus

    berjuang demi kelangsungan hidupnya sendiri. Sifat ini juga karena faktor kurangnya

    rasa aman.

    Kehidupan di kota Jakarta yang selalu berubah dan berkembang seiring

    dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi

    kehidupan masyarakat. Terkadang situasi dapat menjadi sangat memaksa untuk