skripsi bina lestari

Upload: rizky-hidayat

Post on 13-Oct-2015

192 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

  • IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)

    KATEGORI TERAPI OBAT TAMBAHAN PADA

    PASIEN STROKE NON HEMORAGIK RAWAT INAP

    RSUD PASIR PENGARAIAN TAHUN 2012

    SKRIPSI

    Oleh :

    BINA LESTARI NIM : 0901003

    PROGRAM STUDI S1 FARMASI

    SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

    YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

    PEKANBARU 2014

  • Skripsi ini telah diajukan sebagai salah satu syarat untuk

    Menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi S1 Farmasi

    Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

    Pekanbaru

    Disetujui Oleh :

    Pembimbing I Pembimbing II

    (Dra. Syilfia Hasti, M.Farm., Apt) (Nofri Hendri Sandi, M.Farm.,Apt)

    Diketahui Oleh :

    Ketua STIFAR Ketua Program Studi S1 Farmasi

    (Prof. Dr. Jasril, M.Si) (Deni Anggraini, M.Farm., Apt)

  • Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Sarjana Farmasi

    Program Studi S1 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

    Pekanbaru

    Pada tanggal 23 Mei 2014

    No. Nama Jabatan Tanda Tangan

    1. Dra. Syilfia Hasti, M.Farm., Apt Ketua

    2. Nofri Hendri Sandi, M.Farm.,Apt Sekretaris

    3. Septi Muharni, M.Farm., Apt Anggota

    4. Husnawati, M.Si.,Apt Anggota

    5. Noveri Rahmawati, M.Farm.,Apt Anggota

  • PERSEMBAHAN

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, ku susun jari jemariku di atas

    keyboard laptopku sebagai pembuka kalimat persembahanku. Diikuti dengan

    Bismillahirrahmanirrahim sebagai awal setiap memulai pekerjaanku.

    Alhamdulllahirabbilalamin. Alhamdulllahirabbil alamin. Alhamdulllahirabbil

    alamin.

    Sembah sujud serta puji dan syukurku pada-Mu Ya Allah SWT

    Tuhan semesta alam yang menciptakanku dengan bekal yang begitu teramat sempurna. Taburan cinta,

    kasih sayang, rahmat dan hidayah-Mu telah memberikan ku kekuatan, kesehatan, semangat pantang

    menyerah.

    Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya jalan yang bertabur duri ini mampu ku

    lalui hingga Sebuah langkah usai sudah

    Satu cita telah ku gapai

    shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullah SAW dan para sahabat yang mulia

    Semoga sebuah karya ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi kebanggaan

    bagi keluargaku tercinta

    Ungkapan hati sebagai rasa Terima Kasihku untuk orang

    yang dikasihi Allah SWT

    Setulus hatimu ibu, searif arahanmu ayah, Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan

    jalanku, Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu, dan sebait doa

    telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah, berkat doamu hingga ku bisa melewati satu

    persatu lika-liku hidup ini

    Ayah

    Ibu...

    Tanpamu apalah artinya hidupku

    Tanpamu aku bukanlah siapa-siapa

    Tanpamu langkah ini terasa kaku, hidup ini terasa berat kujalani

    Karenamu aku bisa menjalani semua ini

    Karenamu aku semangat menjalani hidup ini

    Untukmu ku lakukan semua ini

    Ku bermohon dalam sujudku pada Mu ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa orang

    tuaku, bukakanlah pintu rahmat, hidayah, rezeki bagi mereka yang Allah, maafkan atas

  • segala kekhilafan mereka. Dan jadikan hamba Mu ini anak yang selalu berbakti pada orang

    tua, dan dapat mewujudkan mimpi orang tua serta membalas jasa orang tua walaupun jelas

    terlihat bahwa jasa orang tua begitu besar, takkan terbalas oleh dalam bentuk apapun.

    Kabulkan doaku ya Rabb. Aamiin.

    Kepada Saudaraku (Carles, Aang Guneifi, Habibie, Dahlia) dan semua keluarga

    besar yang ku miliki. Terima kasih sebesar-besarnya atas doa dan dukungannya.

    Kepada teman-teman seperjuangan khususnya rekan-rekan 09 yang tak bisa

    tersebutkan namanya satu persatu terima kasih yang tiada tara ku ucapakan.

    Kepada Sahabat setiaku forever friends (Nuruh Hafizah, Nurul Atika, Susi fitra, kak helda,

    Wiwik Ramadhani, Desi Susanti )

    syukran atas supportnya baik itu moril & materil

    kepada Anak-Anak koz Alaraf yang bersama-sama dalam tempat tinggal

    yang telah dirasa suka duka kita lalui.

    Tidak lupa terimakasih buad adak-adek angkatan 2010,2011, 2012,dan 2013 yang tidak bisa

    disebutkan satu persatu.

    Semangat untuk Ukmi Nurul Ilmi STIFAR Semoga jaya selalu

    Terakhir, Buat yang tiba-tiba datang dalam hidupku dan langsung menghiasi hari-

    hariku,seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi yang siapapun itu,

    terimakasih telah menjadi baik dan bertahan di sana.

    Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan. Jika hidup bisa

    kuceritakan di atas kertas, entah berapa banyak yang dibutuhkan hanya untuk kuucapkan

    terima kasih... :)

    by: Bina Lestari, S.Farm

  • i

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT

    atas limpahan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

    dan penulisan skripsi ini untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dan

    menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau program

    pendidikan strata satu. Skripsi ini berjudul IDENTIFIKASI DRUG RELATED

    PROBLEMS (DRPs) TERAPI OBAT TAMBAHAN PADA PASIEN

    STROKE NON HEMORAGIK RAWAT INAP RSUD PASIR

    PENGARAIAN TAHUN 2012.

    Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak

    yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini. Perkenankanlah Penulis

    mengucapkan terimakasih kepada :

    1. Bapak Prof. Dr. Jasril, M.Si, sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

    beserta Pembantu Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.

    2. Ibu Sylfia Hasti, M.Farm,. Apt sebagai pembimbing I yang telah meluangkan

    waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi

    dan penyelesaian penelitian ini.

    3. Bapak Nofri Hendri Sandi, M.Farm., Apt sebagai pembimbing II yang juga

    telah memberikan masukan-masukan, dukungan dan arahan selama

    melaksanakan skripsi ini.

    4. Ibu Deni Anggraini, M.Farm., Apt sebagai Ketua Program Studi Strata 1

    Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.

  • ii

    5. Bapak - Ibu dosen, karyawan-karyawati dan para analis laboratorium Sekolah

    Tinggi Ilmu Farmasi Riau

    6. Rekan-rekan mahasiswa STIFAR angkatan 2009 dan semua pihak yang telah

    memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan

    penelitian ini.

    Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal baik yang

    telah dilakukan dengan hati tulus dan ikhlas. Penulis menyadari skripsi ini masih

    jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang

    membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

    pengetahuan di masa yang akan datang.

    Pekanbaru, 23 Mei 2014

    Penulis

  • iii

    ABSTRAK

    Telah dilakukan penelitian mengenai identifikasi Drug Related Problems

    (DRPs) kategori terapi obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik di RSUD

    Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Jenis penelitian yang dilakukan adalah

    studi deskriptif analitik dengan menggunakan data retrospektif. Penelitian ini

    dilakukan untuk mengetahui angka kejadian DRPs kategori terapi obat tambahan

    pada pasien stroke non hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian. Data yang digunakan berasal dari rekam medik pasien stroke non

    hemoragik sejak Januari sampai Desember 2012. Penelitian identifikasi DRPs

    kategori terapi obat tambahan ini berdasarkan 3 (tiga) variabel yang diamati yaitu

    pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal pada obat,

    pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat

    berkesinambungan, dan pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan

    farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa ditemukan adanya DRPs kategori terapi obat

    tambahan. Subkategori pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan

    terapi awal pada obat sebesar 7,4%, subkategori pasien mempunyai penyakit

    kronik yang membutuhkan terapi obat berkesinambungan sebesar 0%, dan

    subkategori pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan

    farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi sebesar

    0%.

  • iv

    ABSTRACT

    The research about identifikasi of Drug Related Problems (DRPs) for

    category of additional drug therapy in patients with stroke non hemoragik in

    RSUD Pasir Pengaraian Rokan Hulu Regency. The type of this research was

    analytic descriptive by using retrospective data. This research was based to

    determine the incident number of the DRPs for category of additional drug

    therapy in patients with stroke non hemoragik in RSUD Pasir Pengaraian. The

    data were taked from medical records of patients with stroke non hemoragik from

    January until December 2012. This research had 3 (three) variables which are

    patients who have a medical condition that requires a new beginning on drug

    therapy, the patients who have chronic disease requiring continuous

    drug/medicine therapy, and the patients who have need combination of

    pharmacotherapy to reach synergic effect or potentiation. The result of this

    research indicated that number of DRPs for category of require additional drug

    therapy. Subcategory patients who have a medical condition that requires a new

    beginning on drug therapy was 7,4%, subcategory patients who have chronic

    disease requiring continuous drug/medicine therapy was 0%, and subcategory

    patients who have need combination of pharmacotherapy to reach synergic effect

    or potentiation was 0%.

  • v

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR.......................................................................... . i

    ABSTRAK ............................................................................................. iii

    ABSTRACT ........................................................................................... iv

    DAFTAR ISI.. ........................................................................................ v

    DAFTAR LAMPIRAN. ........................................................................ vii

    DAFTAR TABEL. ................................................................................ viii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4

    2.1 Rumah Sakit ............................................................................. 4

    2.1.1 Definisi ........................................................................... 4

    2.1.2 Fungsi ............................................................................. 4

    2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Umum .................................... 4

    2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................................. 5

    2.3 Rekam Medik ........................................................................... 6

    2.4 Farmasi Klinis .......................................................................... 7

    2.5 Pharmaceutical Care................................................................. 7

    2.6 Drug Related Problems ............................................................. 8

    2.7 Stroke ......................................................................................... 12

    2.7.1 Definisi ............................................................................ 12

    2.7.2 Klasifikasi Stroke ............................................................ 13

    2.7.3 Stroke Non Hemoragik. .................................................. 14

    2.7.3.1 Etiologi. .............................................................. 14

    2.7.3.2 Faktor Risiko ...................................................... 16

    2.7.3.3 Tanda dan Gejala ................................................ 19

    2.7.3.4 Patofisiologi........................................................ 20

    2.7.3.5 Diagnosa ............................................................ 20

    2.7.3.6 Protokol Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik 21

  • vi

    2.7.3.7 Pedoman Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke 25

    2.7.3.8 Obat Terapi Stroke Non Hemoragik ................... 26

    2.7.3.9 Pencegahan Stroke .............................................. 29

    BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN ....................................... 30

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 30

    3.2 Metode Penelitian ..................................................................... 30

    3.2.1 Jenis Penelitian ............................................................... 30

    3.2.2 Sumber Data ................................................................... 30

    3.3 Rancangan Penelitian .............................................................. 30

    3.3.1 Penetapan Populasi yang Dievaluasi ............................. 30

    3.3.2 Penetapan Sampel yang Dievaluasi. .............................. 31

    3.3.3 Pengumpulan Data. ......................................................... 31

    3.3.4 Analisa Data .................................................................... 31

    3.4 Definisi Operasional. ................................................................. 32

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 34

    4.1 Hasil .......................................................................................... 34

    4.1.1 Hasil Analisa Data Kuantitatif ....................................... 34

    4.1.2 Hasil Analisa Data Kualitatif ......................................... 36

    4.2 Pembahasan .............................................................................. 37

    4.2.1 Analisa Kuantitatif ......................................................... 37

    4.2.2 Analisa Kualitatif ........................................................... 46

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 67

    5.1 Kesimpulan ............................................................................... 67

    5.2 Saran ......................................................................................... 67

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 68

    LAMPIRAN. 71

  • vii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Skema Kerja Penelitian..... 71

    2. Rekomendasi AHA/ASA Guideline 2011. 73

    3. Hasil Analisis Kuantitatif... 74

    4. Hasil Analisis Kualitatif. 81

    5. Rekapitulasi Penggunaan Obat Pada Pasien Stroke

    Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    82

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Aplikasi Klasifikasi Rekomendasi dan Tingkat Bukti......... 73

    2. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis

    Kelamin Di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pangaraian

    Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.

    74

    3. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Rentang Usia di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian

    Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    75

    4. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Golongan Obat yang digunakan Pada Pasien Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian

    Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    76

    5. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis

    Obat di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian

    Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    77

    6. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    kombinasi golongan obat yang Digunakan Pada Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian

    Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    78

    7. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Nama

    Dagang dan Generik yang Digunakan Pada Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian

    Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    80

  • ix

    8. Evaluasi Ketidaktepatan Pemberian dan Penggunaan Obat

    Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap

    RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun

    2012...

    81

    9. Rekapitulasi Penggunaan Obat Pada Pasien Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian

    Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    82

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Perbedaan Stroke Non Hemoragik.................... 14

    2. Skema Kerja Penelitian....... 71

    3. Skema Kerja Lanjutan.................... 72

    4. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Jenis Kelamin di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.

    74

    5. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Rentang Usia di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.....

    75

    6. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Golongan Obat yang digunakan Pada Pasien Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.

    76

    7. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Jenis Obat di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    77

    8. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    kombinasi golongan obat yang Digunakan Pada Stroke

    Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    78

    9. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Nama Dagang dan Generik yang Digunakan Pada Stroke

    Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...

    80

  • xi

    10. Persentase Ketidaktepatan Pemberian dan Penggunaan

    Obat Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi

    Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan

    Hulu Tahun.....

    81

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang

    ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena

    berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan

    oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya

    pembuluh darah. Stroke merupakan penyakit yang memerlukan perawatan jangka

    panjang, sehingga untuk mendapatkan therapeutic outcome yang baik perlu

    kerjasama antara dokter, perawat, apoteker, pasien dan keluarga pasien (Takrouri,

    2004).

    Setiap tahunnya angka kejadian stroke terus meningkat dengan tajam, jika

    tidak ada upaya penanggulangan stroke yang lebih baik, maka jumlah penderita

    stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, bahkan saat ini

    Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di

    Asia dan keempat didunia, setelah India, Cina, dan Amerika. Di Indonesia,

    diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 jiwa penduduk terkena serangan stroke,

    sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya cacat ringan maupun

    berat (Feigin, 2006).

    Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu masalah yangtimbul

    dalam penggunaan obat atau terapi obat yang secara potensial maupun aktual

    dapat mempengaruhi outcome terapi pasien, meningkatkan biaya perawatan serta

    dapat menghambat tercapainya tujuan terapi. Saat pasien menjalani suatu

    pengobatan, sebagian pasien memperoleh hasil yang diharapkan yaitu sembuhnya

  • 2

    penyakit yang diderita pasien, namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani

    terapi, sehingga meningkatkan biaya pengobatan bahkan dapat berujung pada

    kematian, oleh sebab itu dibutuhkan kontribusi dalam mengidentifikasi,

    menyelesaikan dan mencegah terjadinya masalah-masalah dalam terapi obat

    (Priyanto, 2009; Ruths dan Viktil, 2007).

    Menurut World Health Organization (WHO) penggunaan obat rasional

    mensyaratkan bahwa pasien menerima obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan

    klinik mereka, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri,

    untuk suatu periode waktu yang memadai, dan pada harga yang terendah untuk

    mereka dan masyarakatnya. Tetapi jika pasien tidak menerima obat-obatan

    tersebut sesuai dengan yang disyaratkan, maka dapat mengakibatkan kondisi

    kesehatan yang semakin buruk bagi pasien itu sendiri (Siregar, 2004).

    Pharmaceutical Care merupakan suatu bentuk kepedulian farmasi dalam

    hal penyediaan pelayanan langsung dan bertanggung jawab yang berkaitan dengan

    obat, dengan maksud pencapaian hasil yang pasti dan meningkatkan mutu

    kehidupan pasien. Unsur utama dari kepedulian farmasi bukan saja melibatkan

    penyediaan terapi obat, melainkan juga keputusan tentang penggunaan obat untuk

    pasien individu (Siregar, 2005).

    RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu merupakan Rumah Sakit

    Pemerintah.Di RSUD Pasir Pengaraian belum pernah diadakan penelitian tentang

    DRPs kategori terapi obat tambahan, sehingga perlu dilakukan penelitian DRPs

    kategori terapi obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik. Penyakit stroke

    non hemoragik itu sendiri mempunyai faktor pencetus seperti hipertensi, diabetes

  • 3

    melitus, penyakit jantung, dan hiperkolesterol. Berdasarkan hal tersebut,

    penelitian ini perlu dilakukanuntuk mengetahui angka kejadian DRPs kategori

    terapi obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik di Instalasi Rawat Inap

    RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Dengan adanya penelitian ini

    diharapkan dapat menjadi masukan ataupun bahan evaluasi bagi Panitia Farmasi

    dan Terapi (PFT) di RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Rumah Sakit

    2.1.1 Definisi

    Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat

    menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu memelihara dan meningkatkan

    kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi

    masyarakat. Rumah sakit menggabungkan semua profesi kesehatan, fasilitas

    diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta sistem terkoordinasi untuk

    pelayanan kesehatan masyarakat (Siregar, 2003).

    2.1.2 Fungsi

    Secara tradisional, maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah

    mengobati dan perawatan penderita sakit maupun terluka. Selain itu, pendidikan

    dan penelitian terutama bagi mahasiswa kedokteran, perawat serta upaya dalam

    pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat juga merupakan

    fungsi penting. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita,

    pendidikan, penelitian, dan kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).

    2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah (Siregar, 2003)

    Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan

    menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan

    pada unsur pelayanan, ketenagaan dan peralatan :

  • 5

    1. Rumah Sakit Umum kelas A adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai

    fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik

    luas.

    2. Rumah Sakit Umum kelas B adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai

    fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik

    dan subspesialistik terbatas.

    3. Rumah Sakit Umum kelas C adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai

    fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

    4. Rumah Sakit Umum kelas D adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai

    fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

    2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

    Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/ unit/ divisi

    atau fasilitas dirumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan kefarmasian

    yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Praktik farmasi juga

    mencakup tanggung jawab besar terhadap keamanan dan ketepatan penggunaan

    obat pada penderita. Pendekatan ini disebut farmasi klinik yang benar-benar

    merupakan pelayanan farmasi yang baik, profesional dan berorientasi penderita

    (Siregar, 2004).

    IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi

    nonklinik dan fungsi klinik. Lingkup fungsi nonklinik adalah perencanaan,

    penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi,

    penyimpanan, pengemasan, distribusi dan pengendalian semua perbekalan

  • 6

    kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara keseluruhan (Siregar,

    2003).

    2.3 Rekam Medik

    Rekam medik merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen

    tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain

    kepada pasien dalam sarana pelayanan kesehatan. Rekam medik untuk rawat jalan

    sekurang-kurangnya harus memuat identitas pasien, anamnesis, tindakan atau

    pengobatan sedangkan rekam medik untuk rawat inap harus memuat identitas

    pasien, anamnesis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium, persetujuan

    tindakan medik, tindakan atau pengobatan, catatan perawat dan ringkasan akhir

    serta evaluasi pengobatan (Suhartanto, 2007).

    Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam

    medik yang memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal

    maupun penderita rawat jalan. Rekam medik itu harus secara akurat di

    dokumentasikan, segera tersedia, mudah ditelusuri kembali, dan lengkap

    informasi (Siregar, 2004).

    Rekam medik dibagi menjadi (Siregar, 2003) :

    a. Rekam medis pasien rawat jalan

    Untuk pasien rawat jalan rekam medis sekurang-kurangnya harus memuat

    antara lain; identitas pasien, anamnesis, diagnosa dan tindakan/pengobatan.

  • 7

    b. Rekam medis pasien rawat inap

    Untuk pasien rawat inap rekam medis sekurang-kurangnya harus memuat

    antara lain; identitas pasien, anamnesis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan

    laboratorium, diagnosis, persetujuan tindakan medis, tindakan/pengobatan,

    catatan perawat, catatan observasi klinis serta hasil pengobatan resume akhir

    dan evaluasi pengobatan.

    2.4 Farmasi Klinis

    Farmasi klinis didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan,

    bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai

    pada pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi

    dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus atau pelatihan

    terstruktur tertentu. Jadi, pelayanan farmasi klinis adalah penerapan pengetahuan

    obat untuk kepentingan pasien, dengan memperhatikan kondisi penyakit pasien

    dan kebutuhannya untuk mengerti terapi obatnya. Maka berdasarkan pengertian di

    atas, adapun tujuan utama pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan

    keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses

    pengunaan obat. Karena itu, misi farmasi klinis adalah meningkatkan dan

    memastikan kerasionalannya, kemanfaatannya, dan keamanan terapi obat

    (Siregar, 2004).

    2.5 Pharmaceutical Care (Siregar, 2005)

    Pharmaceutical Care adalah penyediaan pelayanan langsung dan

  • 8

    bertanggung jawab yang berkaitan dengan obat, dengan maksud pencapaian hasil

    yang pasti dan meningkatkan mutu kehidupan pasien. Unsur utama

    pharmaceutical care adalah berkaitan dengan obat yang melibatkan bukan saja

    terapi obat, melainkan juga keputusan tentang penggunaan obat untuk pasien

    individu. Jika perlu hal ini mencangkup keputusan tidak menggunakan suatu

    terapi obat tertentu, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute, dan metode

    pemberian, pemantauan terapi obat, pelayanan informasi yang berkaitan dengan

    obat serta konseling untuk pasien individu.

    Masalah yang berkaitan dengan obat adalah suatu kejadian atau keadaan

    yang melibatkan terapi obat dan nyata atau mungkin mempengaruhi hasil optimal

    untuk pasien tertentu. Seperti adanya indikasi yang tidak diobati, seleksi obat

    yang tidak tepat, dosis subterapi, gagal menerima obat, kelebihan dosis, reaksi

    obat yang merugikan, interaksi obat yang tidak tepat, dan penggunaan obat tanpa

    adanya indikasi.

    2.6 Drug Related Problems (DRPs)

    Terapi dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan

    kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Hal ini dilakukan dengan cara

    mengobati pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau

    memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejala. Namun ada

    hal- hal yang tidak dapat disangkal dalam pemberian obat yaitu kemungkinan

    terjadinya hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan karena disebabkan

    Drug Related Problems (Priyanto, 2009).

  • 9

    Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak

    diharapkan dari pengalaman pasien, atau diduga akibat terapi obat sehingga

    potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki. DRPs

    dikategorikan menjadi 7 kategori yaitu: membutuhkan terapi obat tambahan, obat

    salah, terapi obat yang tidak perlu, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, reaksi

    obat yang merugikan, dan kepatuhan (Cipolle et al., 1998).

    Ada hubungan antara keadaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat.

    Sifat hubungan ini tergantung akan kekhususan DRPs. Hubungan yang biasanya

    terjadi antara keadaaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat adalah

    kejadiaan itu akibat dari terapi obat atau kejadian itu membutuhkan terapi obat

    (Cipolle et al., 1998).

    Kategori umum Drug Related Problems (Jerry, 2011):

    a. Terapi obat tambahan

    Penyebab timbulnya problem ini antara lain adalah adanya kondisi

    kesehatan baru yang memerlukan terapi obat, memiliki penyakit kronik

    yang memerlukan pengobatan kontinu, kondisi medisnya memerlukan

    terapi kombinasi untuk mendapatkan efek sinergis dan terapi untuk tujuan

    preventif atau profilaktif.

    b. Terapi obat yang tidak perlu

    Penyebab timbulnya problem ini antara lain adalah obat tidak diperlukan

    berkaitan dengan kondisi medis saat ini, pasien diberikan obat kombinasi

    padahal hanya satu obat yang diperlukan dan kondisi pasien akan lebih

    baik jika dilakukan terapi non farmakologi. DRPs kategori ini dapat

  • 10

    menimbulkan implikasi negatif pada pasien berupa toksisitas atau efek

    samping, dan membengkaknya biaya yang dikeluarkan di luar yang

    seharusnya.

    c. Terapi obat tidak efektif/ Ketidaktepatan pemilihan obat

    KategoriDRPs ini antara lain terapi obat yang diterima pasien tidak efektif,

    pasien menerima terapi obat dimana ada alternatif obat lain yang lebih

    efektif atau sama efektifnya tetapi lebih aman, pasien menerima obat

    efektif tapi harganya mahal, kondisi pasien sudah tidak dapat diterapi

    dengan obat yang dipakai serta dosis dan sediaan obat tidak sesuai.

    d. Dosis obat terlalu rendah

    Pasien menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis

    terapinya. Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak

    efektifnya terapi sehingga pasien tidak sembuh, atau bahkan dapat

    memperburuk kondisi kesehatannya. Hal-hal yang menyebabkan pasien

    menerima obat dalam jumlah yang terlalu sedikit antara lain adalah

    kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi minum obat

    yang tidak tepat, cara pemberian yang tidak benar, adanya interaksi obat

    dengan makanan atau dengan obat lain, penyimpanan obat yang tidak

    benar. Obat dengan dosis terlalu kecil (under dose) akan mengakibatkan

    kadar obat dalam darah terlalu kecil atau berada dibawah garis Minimum

    Effect Concentrate (MEC) yaitu kadar obat minimum dalam darah untuk

    dapat memberikan efek terapi.

  • 11

    e. Pasien mengalami efek obat yang tidak diinginkan (ADR = Adverse Drug

    Reaction)

    Dalam terapinya pasien mungkin mengalami efek obat yang tidak

    diinginkan yang dapat disebabkan obat tidak aman, cara pemberian obat

    yang tidak benar baik dari sisi frekuensi pemberian maupun durasi terapi,

    adanya interaksi obat, timbul reaksi alergi, dan kontra indikasi.

    f. Dosis obat terlalu tinggi

    Pasien menerima obat dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dosis

    terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi peningkatan resiko

    efek toksik dan bisa jadi membahayakan pasien. Hal-hal yang

    menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah yang banyak antara

    lain kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi minum obat

    yang tidak tepat, interaksi obat, cara pemberian yang tidak benar. Dosis

    terlalu besar (over dose) akan mengakibatkan kadar obat dalam darah

    melebihi batas ambang Minimum Toxic Concentrate (MTC) yaitu

    konsentrasi / kadar obat minimum dalam darah yang mampu menimbulkan

    efek toksik.

    g. Ketidakpatuhan Pasien

    Ketidakpatuhan pasien dapat menimbulkan DRPs. Ketidakpatuhan ini

    dapat disebabkan banyak hal, antara lain obat yang diresepkan tidak

    tersedia di apotek terdekat, sehingga pasien kesulitan karena harus mencari

    obat tersebut di tempat lain. Daya beli pasien yang rendah dan harga obat

    yang mahal menjadi pemicu utama ketidakpatuhan pasien karena ia tidak

  • 12

    mampu membeli semua obat yang diresepkan. Beberapa faktor penyebab

    ketidakpatuhan yang lain adalah bentuk sediaan yang tidak tepat sehingga

    pasien tidak mau atau tidak bisa mengkonsumsi obat tersebut, pasien lupa

    minum obat, pasien kadang-kadang tidak mengerti instruksi pemberian

    obat, pasien pernah mengalami efek samping obat.

    2.7 Stroke

    2.7.1 Definisi

    Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu

    bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah

    menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusak atau mematikan

    sel-sel otak. Stroke merupakan suatu gejala klinis yang pada awal timbulnya

    terjadi mendadak, progresif atau menetap, berupa defisit neurologis yang

    berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat menimbulkan kematian dan hanya

    disebabkan oleh gangguan peredaran darah ke otak non traumatik (Mansjoer et

    al., 2000).

    Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-

    tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan fungsi otak baik

    fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih

    atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain vaskular

    (Rumantir, 2007; Anonim, 1999).

  • 13

    2.7.2 Klasifikasi Stroke (Sylvia dan Lorraine, 2005)

    Secara garis besar stroke terbagi atas stroke iskemik (Non hemorrhagic

    Stroke = NHS) dan stroke perdarahan (Hemorrhagic Stroke = HS).

    a. Stroke Hemoragik

    Pecahnya dinding pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan di otak.

    Umumnya terjadi pada saat penderita melakukan aktifitas. Stroke hemoragik,

    yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi

    apabila lesi vascular intrasereberum mengalami rupture sehingga terjadi

    perdarahan kedalam ruang subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak.

    Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah

    akibat hipertensi yang tidak terkontrol.

    b. Stroke Non Hemoragik

    Gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa penyumbatan

    pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan infark/iskemik. Sekitar 80%

    sampai 85% adalah stroke non hemoragik yang terjadi akibat obsruksi atau

    bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obsruksi dapat

    disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh

    otak atau pembuluh organ distal. Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non

    hemoragik terbagi atas beberapa kelompok, yaitu:

    a. Transient ischemic attack (TIA): serangan stroke sementara yang

    berlangsung kurang dari 24 jam.

    b. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND): gejala neurologis akan

    menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.

  • 14

    c. Progressing stroke atau stroke in evolution: kelainan atau defisit neurologik

    berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.

    d. Completed stroke atau stroke komplit: kelainan neurologis sudah lengkap dan

    tidak berkembang lagi (Rumantir, 2007).

    Gambar 1. Perbedaan Stroke Non Hemoragik (Iskemik) dan Stroke

    Hemoragik pada Otak

    2.7.3 Stroke Non Hemoragik

    Stroke yang disebut juga dengan stroke iskemik berupa aliran darah ke otak

    karena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh

    darah yang menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak

    menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih (Goetz, 2007).

    2.7.3.1 Etiologi (Shah, 2008; Noeryanto, 2002)

    Stroke non hemoragik sesuai namanya disebabkan oleh penyumbatan

    pembuluh darah otak. Otak dapat berfungsi dengan baik jika aliran darah yang

    menuju ke otak lancar dan tidak mengalami hambatan. Namun jika persediaan

  • 15

    oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh sel-sel darah dan plasma terhalang oleh

    suatu bekuan darah atau terjadi trombosis pada dinding arteri yang mensuplai

    otak maka akan terjadi stroke non hemoragik yang dapat berakibat kematian

    jaringan otak yang disuplai.

    Beragam hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya stroke non

    hemoragik diantaranya:

    a. Ateroma

    Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.

    Misalnya ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis

    sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah .

    b. Emboli

    Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di

    dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Emboli lemak

    terbentuk jika lemak dari sum-sum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam

    aliaran darah dan akhirnya tersumbat di dalam arteri kecil.

    c. Stenosis

    Stenosis adalah penyempitan arteri yang menuju otak atau arteri otak.

    Klot pada daerah otak merupakan 2/3 penyebab stroke.

    d. Aterosklerosis

    Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan

    lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang

    terbentuk menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga

    mengganggu aliran darah.

  • 16

    e. Iskemia

    Iskemia adalah penurunan darah ke aliran area otak. Iskemia ataupun

    reperfusi merupakan salah satu jalur utama yang mampu menyebabkan

    kematian sel-sel otak.

    f. Obat-obatan

    Obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke, seperti kokain, amfetamin,

    epinefrin, dan adrenalin, dengan jalan mempersempit diameter pembuluh

    darah di otak dan menyebabkan stroke. Fungsi obat-obatan diatas

    menyebabkan kontraksi arteri sehingga diameternya mengecil.

    g. Hipotensi

    Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya

    aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke

    bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya berat dan menahun. Hal ini terjadi

    jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau

    pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

    2.7.3.2 Faktor Risiko

    Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik

    adalah:

    a. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (Sjahrir, 2003)

    1) Faktor keturunan

    Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke. Orang dengan riwayat

    stroke pada keluarga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke

    dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

  • 17

    2) Umur

    Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Semakin tua usia

    semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya

    proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara ilmiah dan pada umumnya

    pada orang usia lanjut, pembuluh darahnya lebih kaku oleh karena adanya

    plak/ateroklorosis.

    3) Jenis kelamin

    Laki-laki memiliki kecendrungan terkena stroke lebih tinggi dibanding

    wanita, hal ini berhubungan dengan faktor-faktor pemicu yang banyak

    dilakukan oleh laki-laki seperti merokok, minum alkohol. Walaupun lelaki

    lebih rawan dari wanita pada usia yang lebih muda, tetapi pada usia

    menopause kejadian stroke pada wanita meningkat, hal ini dikarenakan pada

    wanita menopause produksi estrogen yang dapat melindungi terjadinya

    aterosklerosis menurun.

    b. Faktor risiko yang dapat dikendalikan ( Soehartono, 2002; Russel, 2011)

    1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)

    Hipertensi secara global merupakan penyebab kematian nomor satu.

    Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan

    infark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan jaringan)

    jantung, stroke, dan gagal ginjal. Komplikasi pada organ tubuh menyebabkan

    angka kematian yang tinggi (Loedin, 1985).

  • 18

    2) Penyakit jantung

    Penyakit jantung menjadi penyebab terjadinya stroke non hemoragik,

    karena kita ketahui bahwa sentral aliran darah ditubuh terletak di jantung. Bila

    pusat pengaturan aliran darah rusak, maka aliran darah pun akan mengalami

    kerusakan.

    3) Diabetes mellitus (DM)

    Diabetes melitus menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena

    konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi penderita diabetes peningkatan

    kadar lemak darah sangat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

    Diabetes mempercepat terjadinya aterosklerosis sehingga meningkatkan

    faktor risiko penyakit stroke. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah

    penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku.

    4) Hiperkolesterol

    Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah dimana makin tinggi

    kolesterol semakin besar kemungkinan dari kolesterol tersebut tertimbun pada

    dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah

    menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak.

    5) Stres

    Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor stress pada proses

    aterosklerosis adalah melalui peningkatan pengeluaran hormon kewaspadaan

    oleh tubuh. Kecendrungan orang yang sedang stres akan berefek pada

    peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.

  • 19

    6) Merokok

    Kebiasaan merokok membuka diri terhadap risiko penyakit jantung

    dan stroke serta penyakit lainnya. Efek rokok itu sendiri pada proses

    aterosklerosis dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel darah menggumpal

    pada dinding arteri. Ini meningkatkan risiko pembentukan trombus/plak.

    7) Kegemukan (obesitas)

    Kegemukan obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama jika

    disertai dengan dislipidiemia dan hipertensi, melalui proses aterosklerosis.

    Kegemukan juga membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan darah

    tinggi, meningkatkan resiko terjadinya penyakit diabetes, dan meningkatkan

    produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan atau radikal

    bebas.

    2.7.3.3 Tanda dan Gejala (Wilkinson dan Lennox, 2005)

    Usaha mengenali tanda dan gejala stroke sangat penting untuk memastikan

    penderita mendapatkan perawatan lebih cepat dan tepat, sekaligus menghindari

    kefatalan. Beberapa tanda dan gejala umum stroke non hemoragik sebagai berikut:

    1. Hemiflagia tangan/kaki dan Hemiparesis pada bagian wajah

    2. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah

    bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus)

    3. Aphasia (kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan) dan Mulut atau

    lidah mencong apabila diluruskan

    4. Vertigo(nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas)

    5. Ataxia (tidak dapat berjalan) atau Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

  • 20

    6. Dimensia (Kehilangan daya ingat atau konsentrasi)

    7. Disfagia (Sukar menelan)

    8. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop) atau penurunan kesadaran secara

    lengkap (strupor)

    2.7.3.4 Patofisiologi

    Stroke non hemoragik dapat terjadi akibat penurunan atau berhentinya

    sirkulasi darah sehingga neuron-neuron tidak mendapat pasokan darah yang

    dibutuhkan (Shah, 2008). Hal tersebut merupakan kelainan fungsi otak yang

    timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak

    dan bisa terjadipada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

    Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak (Alliah et al., 2005)

    1. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma

    atautersumbat oleh trombus/ embolus.

    2. Keadaan darah: viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat sehingga

    aliaran darah keotak jadi lebih lambat, anemia berat mengakibatkan oksigenasi

    otak menurun.

    3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak.

    4. Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung dan lepasnya

    embolus sehingga menimbulkan ischemia otak.

    2.7.3.5 Diagnosa (Anonim, 2011)

    Diagnosa terhadap stroke sangatlah penting untuk membedakan antara

    stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Untuk mengetahui jenis stroke dapat

    dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah CT-Scan (Computed

  • 21

    Tomographic Scanner), MRI (Magnetic Resonance Imaging), Angiografi, dan

    Doppler.

    CT-Scan (Computed Tomographic Scanner) dan MRI (Magnetic

    Resonance Imaging) dapat membantu menentukan lokasi kerusakan otak yang

    terserang. CT-Scan tanpa kontras dapat membedakan stroke perdarahan dan

    stroke non perdarahan. Prinsip kerja keduanya hampir sama. Hal yang

    membedakan adalah CT-Scan memanfaatkan sinar-X, sedangkan MRI

    menggunakan pancaran gelombang radio dan medan elektromagnetik.

    Angiografi untuk melihat adanya oklusi pada pembuluh darah yang

    tersumbat dan infark. Sedangkan Doppler mampu melihat progresi penyempitan

    atau vasospasme arteri pensuplai darah ke otak, intra maupun ekstrakranial.

    Selain itu diagnosa dapat dilakukan dengan Echocardiography

    Transthoratic (TTE) untuk mendeteksi potensi terjadinya emboli yang disebabkan

    oleh jantung. TTE cukup untuk mengevaluasi trombus, terutama pada aspek dari

    ventrikel kiri dan mempunyai sensivitas > 90% dan spesifitasi untuk thrombi

    ventriculer setelah infark miokard.

    2.7.3.6 Protokol Penatalaksanaan Stroke Non hemoragik (Anonim, 2011)

    1) Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut.

    Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin

    tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk neurologis. Pada

    pasien stroke non hemoragik akut, tekanan darah bisa diturunkan sekitar 15%

    (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah serangan apabila

  • 22

    tekanan darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik

    (TDD) >120 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level B).

    2) Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan

    diberikan pada kebanyakan pasien stroke non hemoragik.

    3) Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia.

    Hindari kadar gula darah melebihi 180 mg/dl, disarankan dengan infus salin

    dan menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan

    stroke akan berperan dalm mengendalikan kadar gula darah. Hipoglikemia

  • 23

    memperbaiki keluaran setelah stroke non hemoragik akut tidak

    direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke non

    hemoragik akut (AHA/ASA, Class III, Level A).

    b. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan

    stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya resiko komplikasi

    perdarahan intrakranial (AHA/ASA, Class III, Level A).

    c. Pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan

    dengan pemberian intravena rTPA tidak direkomendasikan (AHA/ASA,

    Class III, Level B).

    d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH (low molecular weight

    heparin) atau heparinoid setelah stroke non hemoragik akut tidak

    bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih merekomendasikan heparin

    dosis penuh pada penderita stroke non hemoragik akut dengan resiko

    tinggi terjadi reembolisasi, disekresi arteri atau stenosis berat arteri

    karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga

    termasuk infark besar >50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol, dan

    perubahan mikrovaskuler otak yang luas.

    6) Pemberian Antiplatelet

    a. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam

    setelah serangan stroke dianjurkan untuk setiap stroke non hemoragik

    akut (AHA/ASA, Class I, Level A).

  • 24

    b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut

    pada stroke, seperti pemberian rTPA intravena (AHA/ASA, Class III,

    Level B).

    c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan

    (AHA/ASA, Class III, Level A).

    d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah

    pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan (AHA/ASA, Class

    III, Level A).

    e. Pemberian Clopidogrel saja atau kombinasi dengan Aspirin, pada stroke

    non hemoragik akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan

    indikasi spesifik, misalnya angina pektoris tidak stabil, non-Q-wave MI,

    atau recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah

    kejadian (AHA/ASA, Class I, Level A).

    f. Pemberian antiplatelet intravena yang menghambat reseptor glikoprotein

    Iib/IIIa tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, LevelB ).

    7) Pemakaian vasodilatator seperti pentosifiklin tidak dianjurkan dalam terapi

    stroke non hemoragik akut (AHA/ASA, Class III, Level A).

    8) Dalam keadaan tertentu, vasopresor terkadang digunakan untuk memperbaiki

    aliran darah ke otak. Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis

    dan jantung harus dilakukan secara ketat (AHA/ASA, Class III, Level B).

    9) Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat

    mengakibatkan resiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan.

  • 25

    Tindakan endovaskuler belum menunjukan hasil yang bermanfaat, sehingga

    tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class IIb, Level C).

    10) Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang

    efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan (AHA/ASA, Class III,

    Level A). Namun Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada

    stroke akut. Penggunaan Citicolin pada stroke akut dengan dosis 2x1000 mg

    intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu

    dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholie Trial in Acute

    Stroke).

    2.7.3.7 Pedoman Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Non Hemoragik

    (Nurimaba, 2011)

    1) Penatalaksanaan hipertensi yang tepat mempengaruhi morbiditas dan

    mortalitas.

    2) Tekanan darah tidak diberikan pengobatan pada stroke non hemoragik akut

    kecuali tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg atau diastolik lebih dari

    120 mmHg.

    3) Obat antihipertensi yang sudah diberikan pada sebelum stroke sebaiknya

    diteruskan tanpa menambah obat baru sampai hari 7-10.

    4) Pada tekanan darah diastolik lebih dari 140 mmHg diperlakukan sebagai

    hipertensi emergensi. Diberikan drip nikardipin, diltiazem.

    5) Jika tekanan darah sistolik lebih dari 230 mmHg atau tekanan sistolik 121-

    140 mmHg diberikan labetalol intravena selama 1-2 menit. Dosis labetalol

  • 26

    bisa diulang atau digandakan antara 10-20 menit sampai tekanan darah turun

    memuaskan. Dosis kumulatif sampai 300 mg.

    6) Tekanan darah sistolik 180-230 atau tekanan diastolik 105-120 terapi

    emergensi harus ditunda dulu, kecuali ada perdarahan intraserebral, gagal

    jantung, infark miokard akut, gagal ginjal, dan edema paru.

    7) Jika tekanan darah tersebut menetap selang waktu 60 menit, bisa diberikan

    200-300 labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan atau pengobatan lain yang

    dapat diberikan adalah golongan antagonis kalsium oral dan ACE Inhibitor

    oral.

    8) Batas penurunan tekanan darah jangan melebihi 20-25%.

    2.7.3.8 Obat Terapi Stroke Non Hemoragik (Hartwig, 2006; Anonim, 2007;

    Anonim, 2011)

    a) Antihipertensi

    Tekanan darah yang tinggi pada stroke non hemoragik tidak boleh

    diturunkan dengan cepat karena akan memperluas infark dan perburukan

    neurologik. Penggunaan antihipertensi pada stroke non hemoragik diberikan

    apabila MABP (Mean Arterial Blood Pressure) lebih dari 130-140 mmHg.

    Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20%-25% dari MABP

    pada jam pertama. Adapun obat-obat antihipertensi yaitu seperti golongan

    penyekat alfa beta (Labetalol), ACE Inhibitor (Kaptopril atau sejenisnya)

    atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (Nifedipin atau sejenisnya).

  • 27

    b) Trombolisis

    Trombolisis pada stroke non hemoragik akut dapat dilakukan secara

    intravena maupun intraarteri. Obat yang direkomendasikan yaitu rTPA

    sebagai trombolisis untuk terapi stroke dalam 3 jam setelah onset gejala.

    Trombolisis dengan rTPA intravena merupakan pengobatan stroke non

    hemoragik akut satu-satunya yang direkomendasikan sejak tahun 1996

    karena terbukti efektif membatasi kerusakan otak akibat stroke non

    hemoragik. Selama 12 bulan pemantauan pasien dengan stroke non

    hemoragik yang diterapi dengan rTPA dalam rentang waktu 3 jam lebih

    banyak yang mengalami cacat ringan atau tanpa cacat.

    c) Antikoagulan

    Pemberian Antikoagulan diindikasikan pada stroke non hemoragik akut

    yang disebabkan oleh emboli otak. Heparin, LMWH (low molecular weight

    heparin) atau heparinoid dan dilanjutkan dengan warfarin dapat segera

    diberikan dengan syarat-syarat ketat pada pasien TIA (Transient ischemic

    attack) yang sembuh sempurna dalam 1-2 hari dengan fibrilasi atrium.

    Heparin, LMWH (low molecular weight heparin) atau heparinoid dapat

    diberikan untuk mencegah trombosis vena dalam pada penderita stroke non

    hemoragik dengan hemiplegia.

    d) Antiplatelet

    Antiplatelet atau Antitrombosit adalah obat yang dapat menghambat

    agregasi trombosit sehingga dapat menghambat pembentukan thrombus pada

    sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan (Anonim, 2008a).

  • 28

    Golongan obat ini di antaranya Aspirin, Clopidogrel, Dipiridamol, dan

    Tiklopidin. Aspirin menghambat sintesis tromboksan (TXA2) di dalam

    trombosit dan prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat

    secara irreversibel enzim siklo-oksigenase. Sebagai akibatnya terjadi

    pengurangan agregasi trombosit. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325

    mg dalam 24 - 48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke non

    hemoragik akut.

    Clopidogrel memblok reseptor adenosine diphospate pada permukaan

    platelet dan dengan demikian menghibisi atau menghambat aktivasi platelet.

    Clopidogrel digunakan untuk pencegahan kejadian iskemik pada pasien

    dengan riwayat gejala penyakit iskemik.

    Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosin oleh

    eritrosit dan sel endotel pembuluh darah, dengan demikian kadarnya

    meningkat dalam plasma. Adenosine menghambat fungsi trombosit.

    Dipiridamol juga memperbesar efek antiagregasi prostasiklin. Dipiridamol

    banyak digunakan bersamaan dengan Aspirin, yang mana dapat menurunkan

    stroke pada pasien yang sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA

    (Transient ischemic attack). Formulasinya mengandung 200 mg Dipiridamol

    dalam bentuk sediaan lepas lambat dan 25 mg Aspirin (Goodman dan

    Gillman, 2007).

    e) Neuroprotektan

    Pada stroke non hemoragik akut, dalam batas-batas waktu tertentu

    sebagian besar cedera sel saraf dapat dipulihkan. Tujuan terapi

  • 29

    neuroprotektan adalah untuk menghambat jaringan yang iskemik menjadi

    infark. Terapi neuroprotektan ditujukan pada peristiwa biokimia yang terjadi

    selama iskemi. Beberapa obat untuk neuroprotektan diantaranya Citicholin,

    Piracetam.

    Pirasetam adalah derivat neurotransmitter gammaaminobutyric acid

    (GABA) yang memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki

    neuotransmisi, meningkatkan eritrosit sehingga aliran darah otak meningkat.

    Pemberian pertama 12 gram perinfus habis dalam 20 menit, dilanjutkan

    dengan 3 gram bolus iv/6 jam atau 12 gram/24 jam. Pada studi klinik fase II

    penggunaan dosis 500, 1000 atau 2000 mg/hari selama 6 minggu

    menunjukkan manfaat pada 259 pasien dibanding plasebo.

    2.7.3.9 Pencegahan Stroke(Fransisca, 2008)

    Cara terbaik untuk mencegah stroke adalah mengurangi faktor risiko dan

    melakukan kontrol terhadap kesehatan, diantaranya adalah:

    1. Menjalani pola hidup yang sehat dengan pengaturan pola makan dan

    istirahat cukup.

    2. Hindari merokok, kopi, dan alkohol

    3. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah

    kegemukan)

    4. Intakegaram bagi penderita hipertensi

    5. Menurunkan tingkat kolesterol

    6. Mengobati Diabetes Mellitus (DM) dengan obat hipoglikemik dan diet.

  • 30

    BAB III

    PELAKSANAAN PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilaksanakan selama bulanAgustus 2013 sampai Oktober 2013 di

    Instalasi Rekam Medik RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu.

    3.2 Metode Penelitian

    3.2.1 Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif analitik dengan

    menggunakan data retrospektif pada pasien rawat inap di RSUD Pasir Pengaraian

    Kabupaten Rokan Hulu.

    3.2.2 Sumber Data

    Data dikumpulkan dari rekam medik pasien rawat inap di RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Data diambil dari bulan Januari sampai

    dengan Desember Tahun 2012.

    3.3 Rancangan Penelitian.

    3.3.1 Penetapan Populasi yang Dievaluasi.

    Data yang diambil adalah data rekam medik semua pasien Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan

    Hulu tahun 2012 dengan jumlah 72 rekam medis.

  • 31

    3.3.2 Penetapan Sampel yang Dievaluasi.

    Sampel yang diambil adalah 27 data rekam medis pasien Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan

    Hulu selama bulan Januari 2012 sampai Desember 2012 dengan kriteria inklusi

    terdiri dari data rekam medik pasien stroke non hemoragik dengan faktor pencetus

    hipertensi dan kriteria eksklusi terdiri dari data rekam medik pasien stroke non

    hemoragik dengan faktor pencetus selain hipertensi.

    3.3.3 Pengumpulan Data

    Data yang diambil adalah data kuantitatif rekam medik pasien Stroke Non

    Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan

    Hulu. Data rekam medik diambil dari bulan Januari hingga Desember 2012. Data

    dipindahkan ke lembaran pengumpulan data.

    3.3.4 Analisis Data

    a. Analisis Data Kuantitatif

    Data kuantitatif adalah data yang menunjukkan pola penggunaan obat secara

    kuantitatif berdasarkan berbagai kriteria. Data ini meliputi:

    1. Persentase pasien stroke non hemoragik berdasarkan jenis kelamin

    2. Persentase pasien stroke non hemoragik berdasarkan rentang usia

    3. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan golongan obat

    4. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan jenis obat.

    5. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan kombinasi

    golongan obat.

  • 32

    6. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan nama dagang

    dan generik.

    Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

    b. Analisis Kualitatif

    Data ditabulasikan kemudian hasil yang diperoleh dibandingkan dengan

    standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Hasil perbandingan akan

    menunjukan ketepatan penggunaan yang ditinjau dari :

    1. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal

    pada obat.

    2. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat

    berkesinambungan.

    3. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan farmakoterapi

    kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.

    3.4 Definisi Operasional

    1. Sampel adalah nomor rekam medis pasien yang terdiagnosis stroke non

    hemoragik dan memenuhi kriteria inklusi.

    2. DRPs dalam penelitian ini adalah terapi obat tambahan.

    3. Identifikasi DRPs meliputi seluruh obat-obatan yang digunakan oleh

    pasien.

    4. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal

    pada obat adalah obat yang diberikan pada pasien dengan kondisi medis

    baru dilihat dari riwayat penyakit sekarang (RPS).

  • 33

    5. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat

    berkesinambungan adalah obat yang diberikan kepada pasien penyakit

    kronik dilihat dari riwayat penyakit stroke dahulu (RPD).

    6. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan farmakoterapi

    kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi adalah terapi

    kombinasi yang diberikan pada pasien berdasarkan diagnosanya.

  • 34

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    Populasi pasien stroke non hemoragik yang dievaluasi sebanyak 72 pasien,

    setelah disesuaikan dengan kriteria inklusi didapat 27 pasien. Rekapitulasi data

    pada pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu selama tahun 2012 didapatkan hasil analisis

    data secara kuantitatif dan secara kualitatif.

    4.1.1 Hasil AnalisisData Kuantitatif

    1. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis Kelamin

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, diketahui bahwa pasien

    Stroke Non Hemoragik dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari

    pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki. Dimana selama tahun 2012

    jumlah pasien perempuan sebesar 70,6% dan pada pasien laki-laki sebesar

    29,4%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 3,Gambar 4.

    2. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik berdasarkan Usia

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, pasien yang menderita

    Stroke Non Hemoragik dibagi menjadi 5 (lima) golongan berdasarkan

    rentang usianya, yaitu pasien usia 31-40 tahun sebesar 11,1%, 41-50 tahun

    sebesar 11,1%, 51-60 tahun sebesar 29,6%, 61-70 tahun sebesar 22,2%, 71

    tahun sebesar 26%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 4, Gambar 5.

  • 35

    3. Persentase Penggunaan Obat Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Golongan

    Obat

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, didapatkan golongan

    obat stroke non hemoragik yaitu Antihipertensi sebesar 46,5%, Trombolitik

    sebesar 1,4%, Antikoagulan sebesar 0%, Antiplatelet sebesar 18,8%,

    Neuroprotektan sebesar 33,3%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel

    5, Gambar 6.

    4. Persentase Penggunaan Obat Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis

    Obat

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, jenis obat yang paling

    sering digunakan adalah citicolin yaitu sebanyak 27 resep (18,75%). Data

    dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 6, gambar 7.

    5. Persentase Penggunaan Obat Stroke Non Hemoragik Berdasarkan

    Kombinasi Golongan obat

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, didapat kombinasi obat

    golongan Antihipertensi sebesar 54,2%, Antiplatelet sebesar 2,08%,

    Neuroprotektan sebesar 43,7%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel

    7, Gambar 8.

    6. Persentase Penggunaaan Obat Stroke Non Hemoragik berdasarkan Nama

    Dagang dan Generik

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, penggunaan

    berdasarkan nama Dagang dan Generik diketahui bahwa obat stroke non

    hemoragik yang lebih banyak digunakan adalah jenis obat generik lebih

  • 36

    banyak digunakan dari pada jenis obat dagang. Dimana selama tahun 2012

    penggunaan obat stroke non hemoragik dengan nama dagang sebanyak

    35,42% dan generik sebanyak 64,58%. Data dapat dilihat di Lampiran 3,

    Tabel 8, Gambar 9.

    4.1.2 Hasil Analisis Kualitatif

    1. Hasil Analisis Berdasarkan Pasien Mempunyai Kondisi Medis Baru yang

    Membutuhkan Terapi Awal pada Obat

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan di RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012 ditemukan adanya DRPs

    sebesar 7,4%. Data ini dapat pada Lampiran 4, Tabel 9, Gambar 10.

    2. Hasil Analisis Berdasarkan Pasien Mempunyai Penyakit Kronik yang

    Membutuhkan Terapi Obat Berkesinambungan

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan di RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012 tidak ditemukan adanya

    DRPs. Data ini dapat pada Lampiran 4, Tabel 9, Gambar 10.

    3. Hasil Analisis Berdasarkan Pasien Mempunyai Kondisi Kesehatan yang

    Membutuhkan Farmakoterapi Kombinasi untuk Mencapai Efek Sinergis

    atau Potensiasi

    Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan di RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012 tidak ditemukan adanya

    DRPs. Data ini dapat pada Lampiran 4, Tabel 9, Gambar 10.

  • 37

    4.2 Pembahasan

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian DRPs terapi obat

    tambahan pada pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012.Program Evaluasi Penggunaan

    Obat (EPO) merupakan salah satu penerapan farmasi klinis oleh Instalasi Farmasi

    Rumah Sakit yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pengobatan (Siregar,

    2004).

    4.2.1 Analisis Kuantitatif

    Hasil analisis kuantitatif ini berasal dari rekam medik 27 pasien Stroke Non

    Hemoragik dengan faktor pencetus hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir

    Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu selama tahun 2012. Adapun analisis

    kuantitatif meliputi:

    1. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Jenis Kelamin

    Analisis kuantitatif berdasarkan jenis kelamin ditemukan pada pasien

    wanita sebesar 70,6% dan pasien laki-laki sebesar 29,4%. Data dapat dilihat

    pada Lampiran 3, Tabel 3, Gambar 4. Berdasarkan hal tersebut, pasien wanita

    lebih banyak menderita Stroke Non Hemoragik daripada pasien laki-laki. Hal

    ini dikarenakan wanita memiliki hormon esterogen yang berperan dalam

    mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi

    pada proses aterosklerosis. Namun ketika usia menopause, risiko stroke

    padawanita meningkat secara drastis. Wanita menopause mengalami

    penurunan produksi estrogen sehingga efek proteksi yang dimiliki terhadap

    terjadinya aterosklerosis akan menurun (Japardi, 2000).

  • 38

    Disamping itu, wanita yang pernah menggunakan obat kontraseptif oral

    dapat meningkatkan terjadinya hipertensi. Hipertensi ini akan makin

    meningkat dengan lamanya penggunaan, tentunya hal ini akan berpengaruh

    mengingat bahwa hipertensi itu sendiri merupakan faktor pencetus terjadinya

    penyakit stroke (Palmer dan Williams, 2007).

    2. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Rentang Usia

    Analisis kuantitatif selanjutnya berdasarkan rentang usia dibagi menjadi

    5 (lima) golongan, yaitupasien usia 31-40 tahun sebesar 11,1%, 41-50 tahun

    sebesar 11,1%, 51-60 tahun sebesar 29,6%, 61-70 tahun sebesar 22,2%, 71

    tahun sebesar 26%. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat persentase tertinggi

    terdapat pada pasien dengan usia 51-60 tahun yaitu sebesar29,6%. Data dapat

    dilihat pada Lampiran 3, Tabel 4, Gambar 5. Pada umumnya kejadian stroke

    meningkat pada usia lanjut, hal ini dikarenakan usia lanjut merupakan tahap

    lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya

    kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap tekanan, baik tekanan

    internal maupun eksternal. Usia merupakan salah satu risiko utama

    stroke, insiden stroke meningkat hampir 2 kali lipat setelah umur 55 tahun.

    Makin bertambahnya usia, elastisitas pembuluh darah makin berkurang

    sehingga aliran darah ke otak terganggu dan mempermudah terbentuknya

    aterosklerosis. Disamping itu, kejadian hipertensi juga meningkat pada usia

    lanjut. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terpenting yang

    dapat menyebabkan terjadinya serangan stroke (Nasution, 2007). Pada

    penelitian ini, persentase kejadian stroke tertinggi terjadi pada usia 51-60

  • 39

    tahun yaitu 29,6%. Namun pada usia>61 tahun terjadi penurunan, hal ini

    kemungkinan disebabkan semakin lanjut usia seseorang, keinginan atau

    semangatuntuk berobat cenderung berkurang atau mengalami penurunan.

    3. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Golongan Obat

    Penggunaan obat Stroke Non Hemoragik berdasarkan golongannya

    yaitu golongan antihipertensi sebanyak 46,5%, golongan trombolitik

    sebanyak 1,4%, golongan antiplatelet sebanyak 18,8%, golongan

    neuroprotektan sebanyak33,3%. Golongan yang paling banyak digunakan

    yaitu antihipertensi. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 5, Gambar 6.

    Antihipertensi adalah terapi yang digunakan dalam menurunkan

    tekanan darah. Hipertensi itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko

    terpenting yang dapat menyebabkan terjadinya serangan stroke, sehingga

    perlu penanganan yang baik. Kriteria obat antihipertensi yang ideal adalah

    kerja cepat danreversibel, efek dapat diprediksi dan dikendalikan, rasio

    terapeutik: tosik rendah, mempunyai efek vasodilatasi serebral yang

    minimal, tidak mempunyai efek penekanan pada sistem saraf pusat, tidak

    menurunkan tekanan darah pada penumbra, mudah didapat dan relatif

    terjangkau. Batas penurunan tekanan darah jangan melebihi 20-25%

    (Nurimaba, 2011; Anonim, 2004).

    Terapi neuroprotektan diberikan dengan tujuan untuk menghambat

    jaringan yang iskemik menjadi infark, memperbaiki kerusakan otak akibat

    cedera, untuk kemunduran daya pikir dan konsentrasi. Hampir seluruh

    pasien stroke non hemoragik mendapatkan obat neuroprotektan. Prinsip

  • 40

    penanganan stroke non hemoragik ini sendiri adalah membatasi daerah yang

    rusak, meningkatkan aliran darah otak, mencegah terjadinya edema otak,

    dan memperbaiki aliran darah otak (Anonim, 2007).

    Antiplatelet atau antitrombosit adalah obat yang dapat menghambat

    agregasi trombosit sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada

    sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan. Disamping itu

    pemberian anti agregrasi trombosit bertujuan untuk meminimalisasi

    perluasan atau mencegah pembentukan gumpalan darah baru (Anonim,

    2008a).

    Terapi trombolisis digunakan untuk melarutkan sumbatan arteri

    (trombus atau emboli) dan memulihkan kembali aliran darah ke area otak

    yang iskemik sebelum area tersebut menjadi infark. Berbagai studi

    menunjukkan bahwa terapi trombolisis meningkatkan peluang memperbaiki

    gangguan neurologik. Terapi trombolisis hanya boleh diberikan pada stroke

    iskemik dengan onset kurang dari 3 jam dan hasil CT scan normal.

    Antikoagulan digunakan untuk mencegah terjadinya gumpalan darah

    dan embolisasi trombus. Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai

    terdapat hasil pemeriksaan yang memastikan tidak ada perdarahan

    intrakranial. Namun pada pemberian antikoagulan dengan tujuan untuk

    mencegah timbulnya stroke ulang awal atau memperbaiki kondisi setelah

    stroke iskemik akut tidak direkomendasikan untuk pasien dengan stroke

    iskemik akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi

    perdarahan intrakranial (Hartwig, 2006; Anonim, 2011).

  • 41

    4. Analisis kuantitatif Berdasarkan Jenis Obat

    Persentase jenis obat yang paling banyak digunakan adalah citicolin

    yaitu sebanyak 18,75%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 6, Gambar

    7. Citicolin merupakan golongan neuroprotektan yang bersifat melindungi

    otak yang sedang mengalami iskemik atau menghambat jaringan yang

    iskemik menjadi infark. Bekerja dengan meningkatkan pembentukan choline

    dan menghambat pengrusakan phosphatydilcholine, menurunkan

    metabolisme neuron, mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang

    rusak. Selain citicolin, piracetam juga merupakan golongan neuroprotektan

    yang bekerja memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki

    neurotransmisi, menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi

    ADP (Adenosine Diphosphate) menjadi ATP (Adenosin Triphosphate) dan

    diindikasikan pada stroke iskemik akut dalam 7 jam pertama dari onset

    stroke. Pemakaian obat jenis pirasetam ini sebanyak 14,58%. Dalam batas-

    batas waktu tertentu sebagian besar cedera sel saraf dapat dipulihkan dengan

    penggunaan obat neuroprotektan (Anonim, 2004).

    Jenis obat stroke non hemoragik dari golongan antiplatelet yaitu

    aspirin, yang mana pemakaiannya sebanyak 15,27%. Aspirin atau asam asetil

    salisilat dengan dosis 80-325 mg, bekerja menghambat sintesis tromboksan

    (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin (PGI2) dipembuluh darah

    dengan menghambat secara irreversibel enzim siklo-oksigenase. Sebagai

    akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Penggunaan aspirin jangka

    panjang bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA (Transient ischemic

  • 42

    attack), stroke karena penyumbatan dan kematian akibat gangguan pembuluh

    darah. Jenis obat golongan antiplatelet lainnya yaitu clopidogrel yang

    digunakan untuk pencegahan kejadian iskemik pada pasien dengan riwayat

    gejala iskemik. Clopidogrel bekerja dengan cara memblok reseptor adenosine

    diphospate pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi atau

    menghambat aktivasi platelet. Pemakaian clopidogrel ini sebanyak 7,6%

    (Anonim, 2008a; Sulistia, 1995).

    Terapi rTPA (rekombinan Tissue Plasminogen Activator) merupakan

    jenis terapi trombolisis yang bekerja dengan mengubah proenzim

    plasminogen menjadi enzim aktif plasmin dan selanjutnya melisiskan

    thrombus. Pemakaian rTPA sebanyak 1,38%. Pemakaian rTPA meningkatkan

    peluang memperbaiki gangguan neurologik, bekerja lebih selektif terhadap

    bekuan darah/fibrin. Pemberian rTPA dosis 0,9 mg/kgBB atau maksimum 90

    mg direkomendasikan secepat mungkin dalam rentang waktu 3 jam.

    Pemakaian rTPA juga jangan diberikan jika tekanan darah > 185/110 dan usia

    pasien > 80 tahun ataupun pada pasien dengan riwayat stroke sebelumnya

    (Anonim, 2011). Disamping itu rTPA mempunyai harga yang relatif mahal

    dan tidak termasuk dalam Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) maupun

    Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di RSUD Pasir Pengaraian.

    Kaptopril dengan pemakaiannya sebanyak 12,5% merupakan obat

    hipertensi golongan ACE Inhibitor yang dapat memperbaiki disfungsi endotel

    dengan cara menghambat pembentukan Angiostensin II (zat yang dapat

    menyebabkan peningkatan tekanan darah), sehingga menghambat

  • 43

    peningkatan tekanan darah. Sama halnya dengan lisinopril juga merupakan

    golongan ACE Inhibitor dengan efek peniadaan pembentukan Angiostensin

    II, vasodilatasi dan berkurangnya garam dan air, yang mana pemakaiannya

    sebanyak 5,5%. Sedangkan nifedipin dan amlodipin merupakan antihipertensi

    golongan antagonis kalsium derivat dihidropiridin yang bekerja menurunkan

    daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung,

    menghambat pemasukan kalsium kedalam sel-sel otot polos dan pembuluh

    darah. Pemakaian amlodipin sebanyak 16%, amlodipin mengurangi iskemia

    jaringan dengan cara pelebaran pembuluh darah arteriol perifer, sehingga

    mengurangi resistensi total perifer. Akibatnya terjadi penurunan konsumsi

    energi otot jantung dan kebutuhan oksigen. Pemakaian dosis tinggi sebaiknya

    dihindari untuk semua hipertensi, nifedipin oral sangat bermanfaat untuk

    mengatasi hipertensi darurat. Dosis awal 10 mg akan menurunkan tekanan

    darah dalam waktu 10 menit dan dengan efek maksimal 30-40 menit.

    Pemakaian nifedipin sebanyak 0,7% (Anonim, 2008a; Tjay dan Rahardja,

    2002).

    Bisoprolol merupakan antihipertensi golongan beta blokeryang

    bekerja melalui penurunan daya pompa jantung, menekan noradrenalin,

    sehingga kebutuhan otot jantung dikurangi, pemakaian bisoprolol ini

    sebanyak 2,7%. Jenis obat lainnya yaitu hidrokloritiazid dengan pemakaian

    sebanyak 7,6% dan furosemid sebanyak 1,8% yang mana keduanya

    merupakan antihipertensi golongan diuretik yang menunjukkan efektivitas

    yang sama, bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume

  • 44

    cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi

    lebih ringan. Obat ini meningkatkan pengeluaran garam dan air sehingga

    volume darah dan tekanan darah menurun (Palmer dan Williams, 2007).

    5. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Penggunaan Kombinasi Golongan Obat

    Penggunaan obat Stroke Non Hemoragik berdasarkan kombinasi

    golongannya yang paling banyak digunakan yaitu golongan antihipertensi

    sebanyak 54,2%, sedangkan golongan neuroprotektan sebanyak 43,7% dan

    golongan antiplatelet sebanyak 2,08%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3,

    Tabel 7, Gambar 8. Adapun tujuan dalam pemberian kombinasi obat adalah

    untuk memperkuat efek, efek sinergisme, bersifat saling mengisi, penurunan

    efek samping masing-masing obat, meningkatkan kepatuhan pasien, sehingga

    memaksimalkan terapi pengobatan (Crysant, 1998). Namun pemberian

    kombinasi obat pada pasien stroke perlu perhatian khusus, karena

    penggunaan dengan banyaknya kombinasi akan menyebabkan risiko

    timbulnya perdarahan. Berdasarkan penatalaksanaan, kombinasi antara

    aspirin dan clopidogrel tidak dianjurkan pada stroke non hemoragik akut,

    karena rekomendasi terapi tidak berguna dan dapat berbahaya, kecuali pada

    pasien dengan indikasi spesifik misalnya angina pektoris tidak

    stabil.Disamping itu, berdasarkan penatalaksanaan tidak ada dianjurkan

    pemberian kombinasi piracetam dengan citicolin, karena pemakaian obat-obat

    neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif, sehingga sampai saat

    ini belum dianjurkan. Namun citicolin sampai saat ini masih memberikan

    manfaat pada stroke akut (Anonim, 2011).

  • 45

    6. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Penggunan Nama Dagang dan Generik

    Analisis kuantitatif berdasarkanpenggunan obat stroke non hemoragik

    dalam bentuk generik dan nama dagang (branded), ditemukan bahwa obat

    yang lebih banyak digunakan pada pasien stroke non hemoragik yaitu obat

    generik sebanyak 64,58% dibandingkan nama dagangsebanyak 35,42%.Data

    dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 8, Gambar 9. Obat Paten adalah hak

    paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang

    ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut diberi hak paten

    untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan

    uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang

    telah diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan

    nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama

    masih dalam masa hak paten. Tetapi pada masa sekarang ini telah terjadi

    pergeseran dari pengertian obat paten. Obat paten disamakan dengan obat

    generik bermerek.

    Obat generik bermerek adalah obat generik tertentu yang diberi nama

    dagang sesuai kehendak produsen obat. Sedangkan obat generik adalah obat

    dengan nama resmi International Non Propietary Name (INN) yang

    ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat

    berkhasiat yang dikandungnya (Anonim, 2008b). Rumah Sakit Umum Daerah

    (RSUD) Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu merupakan rumah sakit

    pemerintah yang bentuk pelayanannya berorientasi pada masyarakat umum,

    mulai dari kalangan menengah kebawah sampai menengah keatas dimana

  • 46

    salah satu bentuk komitmen pelayanannya pada pasien yaitu dengan

    meresepkan obat generik pada pasien, agar dapat meringankan beban pasien

    untuk mendapatkan obat yang bermutu dengan harga murah.

    4.2.2 Analisis Kualitatif

    Dari penelitian ini akan dilihat DRPs kategori terapi obat tambahan yang

    dialami pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD Pasir Pengaraian yang dianalisis

    secara kualitatif. Terapi obat tambahan atau yang biasa disebut dengan indikasi

    tanpa obat merupakan suatu kejadian ketika pasien menderita penyakit sekunder

    yangdapat menyebabkan keadaan lebih buruk daripada sebelumnya, sehingga

    memerlukan terapi tambahan. Artinya kondisi medisnya memerlukan terapi tetapi

    tidak mendapatkan obat. Penyebab utama perlunya terapi tambahan antara lain

    ialah untuk mengatasi kondisi sakit pasien yang tidak mendapatkan pengobatan,

    untuk menambahkan efek terapi yang sinergis, dan terapi untuk tujuan preventif

    atau profilaktif (Fitrah, 2011). Pada penelitian identifikasi DRPs kategori terapi

    obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik ini ditemukan 2 kasus.

    I. DRPs berdasarkan pasien mempunyai kondisi medis baru yang

    membutuhkan terapi awal pada obat

    1. Pasien nomor 1 dirawat mulai 2/3/2012 hingga 7/3/2012 dengan keluhan

    sakit kepala, yang mana sakit kepala bisa disebabkan oleh tingginya

    tekanan darah. Dalam hal ini tanggal 5 sakit kepala menghilang sejalan

    dengan turunnya tekanan darah sehingga tidak perlu adanya terapi

    tambahan. Bicara tidak jelas/pelo merupakan gejala dari penyakit stroke

    yang disebabkan adanya trombus pada pembuluh darah otak yang

  • 47

    mengakibatkan kurangnya aliran darah dan oksigen ke suatu bagian

    tubuh seperti pada bagian wajah yang mana dapat menyebabkan

    kerusakan atau kematian sel, sehingga terjadi kelemahan pada bagian

    wajah atau lidah hingga menyebabkan bicara menjadi pelo. Dalam hal

    ini pasien mendapatkan clopidogrel sebagai antiplatelet yang dapat

    menghambat pembentukan trombus. Perut terasa penuh disertai muntah

    terjadi karena peningkatan sekresi asam lambung dalam hal ini diberikan

    ranitidin dan pantoprazol yang mana bekerja mengurangi produksi asam

    lambung. Tekanan darah pada awal masuk 220/100 mmHg yang mana

    mengindikasikan adanya hipertensi, dan dalam hal ini pasien

    mendapatkan kombinasi antihipertensi yaitu captopril dan amlodipin.

    2. Pasien nomor 2 dengan RPS sulit bicara tiba-tiba, ekstremitas kanan

    lemahmerupakan gejala dari penyakit stroke yang disebabkan

    penyempitan pembuluh darah otak oleh trombus yang mengakibatkan

    aliran darah dan oksigen terganggu serta terjadi kerusakan atau kematian

    sel sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan anggota gerak dan

    kelemahan pada wajah. Dalam hal ini pasien mendapatkan aspirin

    sebagai antiplatelet yang dapat menghambat pembentukan trombus.

    Tekanan darah pada awal masuk 200/120 mmHg yang mana

    mengindikasikan adanya hipertensi, dan dalam hal ini pasien

    mendapatkan kombinasi antihipertensi yaitu captopril dan

    hidroklortiazid.

  • 48

    3. Pasien nomor 3 dan 4 mempunyai RPS badan terasa kebas dan

    lemahmerupakan gejala dari penyakit stroke yang disebabkan

    penyempitan pembuluh darah otak oleh trombus yang mengakibatkan

    berkurangnya aliran darah dan oksigen serta terjadi kerusakan atau

    kematian sel sehingga dapat menyebabkan rasa kebas dan lemah pada

    anggota tubuh. Dalam hal ini pasien mendapatkan aspirin sebagai

    antiplatelet yang dapat menghambat pembentukan trombus. Untuk

    mengatasi mual, muntah, ataupun nyeri ulu hati yang disebabkan oleh

    peningkatan asam lambung diberikan ranitidin yang dapat mengurangi

    produksi asam lambung dan antacid yang bekerja menetralkan asam

    lambung. Tekanan darah awal masuk pada pasien nomor 3 yaitu 230/120

    mmHg yang mana mengindikasikan adanya hipertensi, dan dalam hal ini

    pasien mendapatkan kombinasi antihipertensi yaitu captopril dan

    amlodipin. Sedangkan tekanan darah awal masuk pada pasien nomor 4

    yaitu 170/100 mmHg yang mana juga mengindikasikan adanya

    hipertensi, dan dalam hal ini pasien mendapatkan antihipertensi yaitu

    lisinopril dan amlodipin.

    4. Pasien nomor 5 dengan RPS badan lemas, tidak sadar 3 jam,

    merupakan gejala dari penyakit stroke yang disebabkan adanya trombus

    pada pembuluh darah otak yang mengakibatkan kurangnya aliran darah

    dan oksigenke suatu bagian tubuh yang mana dapat menyebabkan

    kerusakan atau kematian sel, sehingga terjadi kelumpuhan anggota gerak

    hingga penurunan kesadaran. Dalam hal ini pasien mendapatkan aspirin

  • 49

    sebagai antiplatelet yang dapat menghambat pembentukan trombus.

    Tekanan darah awal masuk 220/100 mmHg mengindikasikan adanya

    hipertensi dan dalam hal ini pasien telah mendapatkan kombina