skripsi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI
PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA TANGERANG
PADA TAHUN 2004-2008
Oleh
ABDUL FIQIH104082002675
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431/2010
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Abdul FiqihTempat Tanggal Lahir : Brebes, 21 April 1986Agama : IslamAlamat Perum Taman Kedaung JL Melati 1 A1/18
Pamulang-Tangerang SelatanKode Post : 15412No. Tlp/HP : 021-96971386/ 0857-8015-4286
PENDIDIKAN FORMAL
1. MIN Rungkang-Losari-Brebes Lulus Tahun 19982. MTs Salafiyah Syafi’iyah Babakan- Ciwaringin-Cirebon Lulus Tahun 20013. MAN Model Babakan-Ciwaringin-Cirebon Lulus Tahun 20044. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lulus Tahun 2010
PNDIDIKAN NON-FORMAL1. Pondok Pesantren Asrorurrofi’ah Babakan-Ciwaringin-Cirebon 1998-20012. Pondok Pesantren AL-Faqih Babakan-Ciwaringin-Cirebon 2001-2004
PENGALAMAN ORGANISASI1. PMII komisariat Fakultas Ekonomi UIN Jakarta 20052. Wakil Ketua DPM-J Akuntansi 20053. Anggota Tim Sukses Capres BEM-J Akuntansi 20054. Pernah Aktif di KPMDB Jakarta Raya5. Staff Bidang Keilmuan IMMAN Cabang Jakarta 2004-20056. Ketua Bidang Humas & Senora IMMAN Cabang Jakarta 2005-20067. Sekretaris Umum IMMAN Cabang Jakarta 2006-2007
ii
ABSTRACT
The aim of research is to know the influence of region taxes, retribution, andregion owned company, after legal income to the realization of PAD at Tangerang Cityfrom 2004-2008 and to know what efforts DPKAD of Tangerang City do to improve theincome of PAD in Tangerang City. And method of research that I used is an analysismethod and multiply regression test, while a sample that I used is date time series of pureincome report per year from 2004-2008 by method of purposif sampling.
Final conclusion is independent variable: are taxes, retribution, company andother legal income, simultaneously it can explain and influence significantly therealization of revenue of PAD 0,846% or 84,6% partially taxes and other revenueinfluence legally while two other variables: region retribution and region ownedcompany do not influence significantly to the realization of revenue at PAD.
Keyword: are taxes, retribution, owned company result, other legal revenue andrealization of revenue of PAD
iii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pajak daerah, retribusi daerah,hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap realisasi PAD KotaTangerang pada tahun 2004-2008 dan mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan olehaparatur DPKAD Kota Tangerang untuk meningkatkan realisasi penerimaan PAD KotaTangerang. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode analisis dan ujiregresi berganda. Sampel yang digunakan adalah rentetan data laporan penerimaan PendapatanAsli Daerah pertahun dari tahun 2004-2008. dengan menggunakan purposif sampling.
Kesimpulan terakhir adalah bahwa variabel independen yaitu pajak daerah, retribusidaerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah secara simultan mampumenjelaskan dan berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD sebesar 0,846 atau84,6%. Sedangkan secara parsial hanya pajak dan pendapatan lain-lain yang sah yangberpengaruh signifikan, sedangkan dua variabel lain yaitu retribusi daerah dan hasil perusahaanmilik daerah secara parsial kurang berpengaruh secara signifikan terhadap relasasi penerimaanPAD Kota Tangerang.
Kata Kunci: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Pendapatan Lain-lain Yang Sah dan Realisasi Penerimaan PAD.
iv
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat dan kasih sayang Allah dengan ridha-Nya serta petunjuk-Nya,
dengan segala kekuasaan Alhamdulillahirabbil’ alamin, segala puji dan syukur
senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam pemilik
hidup yang hakiki, pemilik kekayaan yang sempurna, pemilik ilmu yang maha luas
tiada terkira, raja dari segala manusia jin malaikat dan makhluk lainnya yang lemah,
Maha Suci Allah dari segala sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Dengan rahmat -
Nya, serta kemurahan-Nya kepada semua hamba-Nya, penulis hamba yang lemah
serta banyak kekuarangannya ini dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Di
Kota Tangerang Periode 2004-2008”. Shalawat dan salam semoga Allah panjatkan
kepada Rasulllah SAW yang telah mengibarkan panji islam di muka bumi dengan
petunjuk serta inayah-Nya yang tiada terkira, sehingga kita sebagai manusia yang
mempunyai akal dan hati menjadi manusia yang mulia dan sempurna, semoga Allah
SWT dapat mengampuni segala dosa-dosa hamba-Nya yang mengikuti ajaran
Muahmmad Rasulullah SAW,pemilik akhlaqul karimah,manusia agung kekasih Allah
yang sempurna tanpa cela.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi, dengan penuh kesadaran
bahwa skripsi ini tedapat kelemahan-kelemahan dan jauh dari kesempurnaan
(kesempurnaan hanya milik Allah), walaupun begitu, penulis hamba yang dha’if ini
tetap memakai kode etik dan aturan-aturan yang berlaku layaknya sebuah karya
ilmiah yang tanpa diragukan lagi keilmiahannya. Skripsi ini tidak akan selesai
penulisannya begitu saja tanpa bantuan dari semua manusia yang turut berjasa dalam
penggarapan skripsi saya ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik
sesuai aturan yang berlaku. Oleh karena itu atas kesadaran dan kerendahan hati hamba
yang dha’if ini mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya tak bisa diukur
dalamnya dengan meter yang tak terhingga kepada:
1. Walidainie Orang Tua (semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan
menyayanginya) Bapak Ahmad Zaini dan Ibu Siti Aminah yang Alhamdulillah
selalu memberikan semua dukungan dan fasilitas yang saya butuhkan selama saya
study, saya sangat bersyukur kepada Allah mempunyai orang tua sebaik engkau,
v
tanpa rasa kesal dan pamrih,yang selalu memberikan pelajaran bagaimana
menjalani hidup yang diridhoi Allah, mendidik dari kecil dengan penuh nuansa
religius. Keringat, tangisan air mata dan kesedihanmu sungguh saya tak bisa
membalas jasa-jasamu sampai kapanpun,hanya do’a kepada Allah agar engkau
senantiasa sehat, diberikan umur panjang, dimurahkan rizqinya, dimudahkan
segala urusannya, dihilangkan segala beban dan kesulitannya, dijauhkan dari
segala bahaya, diridhoi atas segala pebuatannya dan diampuni segala dosa-dosa
engkau, Ya Allah semoga engkau selalu menyayangi beliau,sebagaimana dia
menyayangiku dari kecil tanpa rasa pamrih Aamiin. Adik-adik saya Ahmad Fauzi,
Irfan Zidny, Wilda Turrahmah semoga kelak engkau menjadi manusia-manusia
yang mulia baik disisi Allah maupun dalam padangan manusia Aamiin.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku dosen pembimbing I yang mudah-
mudahan senantiasa ikhlas ditengah-tengah kesibukannya untuk meluangkan
waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Rini, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar
membimbing dan memberikan solusi atas segala kesulitan yang penulis temukan
sehingga bisa selesai.
4. Bapak Afif Sulfa SE, Ak, M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Yessi Fitri SE, Ak, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
6. Segenap jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta atas semua
curahan ilmu dan perhatiannya.
7. Bapak Taufiq S.E, M.Si selaku Kasi Pendaftaran dan Pendataan Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tangerang yang telah memberikan
izin untuk riset dan data-data kepada penulis serta bantuan lain yang penulis
butuhkan.
8. Teruntuk yang special dinda Nurul engkau adalah Khadijahku disaat aku dalam
tekanan dan menenangkan segala beban pikiranku, engkau adalah Aisyahku disaat
aku kesulitan dalam menghadapi masalah-masalahku dan memberikan solusi yang
melegakan hatiku, semoga engkau menjadi seperti Siti Khadijah dan Siti Aisyah
dalam hidupku.
vi
9. Untuk semua teman-teman seperjuangan baik di IMMAN Jakarta, KMSGD,
HIMA-CITA, KPMDB, PPMB, MAKOM ALBAB (Majelis Komunikasi Alumni
Babakan) Khususnya angkatan 2004.
10. Untuk teman-teman akuntansi C 2004 dan juga anak pajak A 2004 semuanya
terima kasih.
11. Untuk teman-teman kosan dulu semoga anda sukses semua.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan dan ketulusannya menjadi amal kebaikan dan dibalas kebaikan dengan
berlipat ganda.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi pembaca sekalian.
Jakarta, September 2010
Penulis
Abdul Fiqih
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ i
ABSTRACT........................................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………. 1
B. Perumusan Masalah ………………………………………… 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………… 7
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Sumber Penerimaan Daerah ………………………………… 9
1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah ……………………….. 9
2. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah ………………….. 10
a. Pajak Daerah ……………………………………………... 10
b. Retribusi Daerah …………………………………………. 35
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah ………………………….. 40
d. Pendapatan Lain-lain Yang Sah …………………………. 40
B. Pajak dan Ruang Lingkupnya ………………………………... 41
1. Definisi Pajak ……………………………………………… 41
viii
2. Fungsi dan Tujuan Pajak ………………………………...... 43
3. Sistem Pemungutan Pajak …………………………………. 45
4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak ………………………….. 47
5. Azas Pemungutan Pajak …………………………………… 49
6. Pengelompokan Pajak ……………………………………... 49
7. Tarif Pajak ……………………………………………….... 51
8. Kewajiban dan Hak-hak Wajib Pajak ……………………... 53
C. Pajak Dalam Pelaporan Keuangan Daerah …………………… 55
D. Penelitian Sebelumnya ……………………………………….. 57
E. Kerangka Pemikiran …………………………………………... 59
F. Hipotesis ……………………………………………………… 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………. 62
B. Metode Penentuan Sampel ……………………………………. 62
C. Metode Pengumpulan Data …………………………………… 63
D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis …………………………… 64
E. Operasional Variabel Penelitian ……………………………... 71
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kota Tangerang …………………………… 73
B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi DPKAD......... 82
C. Analisa dan Pembahasan ……………………………………... 104
1. Perbandingan Realisasi Penerimaan PAD …………………. 104
2. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, HPMD dan
ix
Pendapatan Lain-lain Yang Sah Tahun 2004-2008 ………… 112
a. Uji Asumsi Klasik ……………………………………….... 112
1. Hasil Uji Normalitas Data ………………………………. 112
2. Hasil Uji Multikolonieritas ……………………………... 113
3. Hasil Uji Heterokedastisitas ……………………………. 114
4. Hasil Uji Autokorelasi ………………………………….. 115
b. Uji Hipotesis ……………………………………………… 116
1. Uji Koefisien Determinasi ……………………………… 116
2. Hasil Uji F ……………………………………………… 118
3. Hasil Uji t ………………………………………………. 119
c. Perbandingan Analisis Penulis dengan Penelitian-penelitian
Sebelumnya ……………………………………………….. 124
3. Upaya-upaya ang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang
Khususnya DPKAD Dalam Meningkatkan Penerimaan PAD
Di Kota Tangerang ………………………………………….. 127
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………… 129
B. Implikasi ………………………………………………………. 133
C. Saran …………………………………………………………... 134
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 136
LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 138
x
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Halaman
1.1 Target dan Realisasi PAD ................................................. 4
2.1 Pajak Reklame Permanen ................................................. 25
2.2 Pajak Reklame Insendentil ................................................. 25
4.1 Kapasitas Produksi, Distribusi Dan Air Terjual ………….. 81
4.2 Realisasi Penerimaan PAD ................................................. 104
4.3 Hasil Uji Multikolonieritas ................................................. 113
4.4 Hasil Uji Autokorelasi ........................................................ 116
4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ........................................ 116
4.6 Hasil Uji F .......................................................................... 118
4.7 Hasil Uji t ........................................................................... 119
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran..................................................................... 60
4.1 Grafik Perkembangan Penerimaan PAD...................................... 107
4.2 Hasil Uji Normalitas Data............................................................ 113
4.3 Hasil Uji Heteroskedasitas………………………………............ 115
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, RetribusiDaerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah,Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun2004..............................................................................................138
2 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, RetribusiDaerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah,Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun2005..............................................................................................139
3 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, RetribusiDaerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah,Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun2006 .............................................................................................140
4 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, RetribusiDaerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah,Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun2007..............................................................................................141
5 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, RetribusiDaerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah,Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun2008..............................................................................................142
6 Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................143
7 Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................144
8 Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................145
9 Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................146
10 Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................147
11 Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................148
12 Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................149
13 Struktur Organisasi DPKAD Kota Tangerang.............................150
14 Struktor Organisasi Pemerintah Kota Tangerang ........................151
15 Surat Izin Penelitian/Riset............................................................152
xiii
16 Surat Rekomendasi Penelitian LINMAS Kota
Tangerang ....................................................................................153
17 Surat Keterangan Hasil Wawancara ............................................155
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik dimana
didalamnya dikenal adanya daerah-daerah otonom sebagai konsekuensi
dianutnya asas desentralisasi sesuai dengan ketentuan UU No.12 tahun
2008, Maka Ada 2 (dua) tingkatan daerah otonom (yaitu daerah yang
berhak mengurus rumah tangganya sendiri), yang dibagi menjadi daerah
tingkat I (Propinsi) dan daerah tingkat II (Kabupaten dan Kota Madya).
Sejalan dengan UU No.12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah
dan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta UU No.28 tahun 2009
tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dimana pemerintah daerah baik
pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten maupun kota telah diberikan
wewenang untuk mengatur rumah tangga daerahnya sendiri melalui
otonomi daerah yang mengedepankan kemandirian daerah. Dimana
otonomi daerah mensyaratkan adanya kemandirian dibidang pembiayaan/
keuangan. Keuangan ini penting karena tidak ada satu kegiatan pemerintah
pun yang tidak membutuhkan biaya. Keuangan merupakan salah satu
sumber hidupnya daerah karena otonomi tanpa ditunjang oleh kemampuan
keuangan akan lemah sekali.
Menurut salah seorang pakar bidang keuangan Prof.Dr.Rochmat
Soemitro.S.H. adalah kunci bagi keberhasilan penyelenggaraan urusan-
2
urusan rumah tangga daerah. Sumber-sumber keuangan daerah dapat
diperoleh dari dana perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD), pinjaman
dan bantuan lainnya. Sedangkan berdasarkan ketentuan UU No.33 tahun
2004 sumber-sumber pendapatan daerah antara lain:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari:
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan daerah
4. Lain-lain hasil usaha daerah yang sah.
b. Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah, yang terdiri dari:
1. Sumbangan dari pemerintah
2. Sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan
perundang undangan.
3. Lain-lain pendapatan yang sah.
Dalam otonomi daerah sumber-sumber keuangan daerah/Pendapatan
Asli Daerah dalam keuangan daerah merupakan salah satu tolak ukur yang
nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pada umumnya daerah
dikatakan siap untuk melaksanakan otonomi daerah apabila PAD-nya dapat
memberikan sumbangan yang berarti kepada APBD. Sumber utama
pembangunan daerah harus dapat dibiayai dari PAD, sehingga daerah tidak
bergantung dari subsidi pemerintah pusat. Dengan demikian daerah dapat
dengan leluasa melakukan akselerasi pembangunan daerahnya dengan tanpa
beban pengaruh dari pemerintah pusat sesuai dengan makna dari otonomi
3
daerah yaitu melaksanakan sendiri segala urusan pemerintahan diluar
kelima urusan yang masih ditangani oleh pemerintah pusat (Tjip Ismail,
Januari : 2004).
Sebagai konsekuensi menjalankan otonomi daerah yang dimulai
pada tahun 2001 pemerintah Kota Tangerang berupaya untuk meningkatkan
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar mampu membiayai
penyelenggaraan pemerintah dan lebih meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah di Kota
Tangerang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik
daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Dari keempat sumber Pendapatan
Asli Daerah tersebut perlu ditingkatkan upaya intensifikasi dan
ekstensifikasi yang salah satunya adalah dengan meningkatkan efisiensi
sumber daya dan sarana yang terbatas, serta meningkatkan efektifitas
pemungutan yaitu mengoptimalkan potensi yang ada serta terus diupayakan
menggali sumber-sumber pendapatan yang baru yang kemudian potensinya
memungkinkan sebagai kontribusi yang signifikan bagi Pendapatan Asli
Daerah di Kota Tangerang. Kota Tangerang merupakan kota yang
mempunyai kultur dan nuansa perkotaan yang religius dan juga sebagai
hinterlandnya DKI Jakarta semakin banyak orang yang bermukim dan
menetap sehingga potensi wajib-wajib pajak yang baru dapat
meningkatkan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah, selain itu
semakin banyaknya dibangun pusat-pusat bisnis terpadu meliputi
4
perkantoran, perumahan, pusat perbelanjaan, makanan cepat saji dari luar
negeri menjadikan potensi pajak daerah semakin besar.
Tabel 1.1Daftar Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang
Kota Tangerang Periode 2004-2008
Tahun Target Realisasi Pencapaian2004 97.899.759.826,- 108.978.535.129,- 111.32%2005 107.313.373.998,- 122.149.992.517,- 112.09%2006 122.228.416.207,- 135.853.641.888,- 111.22%2007 133.412.795.107,- 164.053.027.186,- 120.76%2008 145.417.607.708,- 192.475.130.150,- 132.36%
Sumber: DPKAD Kota Tangerang
Sumber Pendapatan Asli Daerah adalah dari hasil pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil laba dari perusahaan milik daerah dan dari hasil
usaha lain-lain yang sah yang diterima oleh pemerintah daerah Kota
Tangerang. Adapun pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah
Kota Tangerang adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak
reklame, pajak penerangan jalan, pajak bahan galian golongan C, pajak
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, pajak sarang burung
walet, PBB Perkotaan dan pedesaan, dan BPHTB. Pajak-pajak daerah
tersebut diharapkan dapat meningkatkan PAD, selain dari hasil retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah dan usaha-usaha lainnya yang sah,
sehingga bisa digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Dengan
demikian hasil pemungutan dari sektor pajak akan dapat lebih berperan
dalam menunjang usaha-usaha pembangunan khususnya pembangunan
yang dilaksanakan di Kota Tangerang.
5
Kota Tangerang memiliki potensi sumber daya alam dan manusia
yang cukup besar terus memacu perkembangan sebagai upaya untuk
mensejahterakan masyarakat dan mewujudkan Kota Tangerang sebagai
pusat perekonomian berwawasan lingkungan. Pada tabel 1.1
menggambarkan target dan realisasi pendapatan daerah di Kota Tangerang
selama satu periode dari tahun 2004-2008. Dari tabel 1.1 diatas dapat
disimpulkan bahwa realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota
Tangerang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan selalu
melebihi nilai yang ditargetkan.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh
Ahmad Najib (2006), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Karawang.
Hasilnya menunjukan bahwa terjadi peningkatan secara signifikan, yang
diketahui dari keempat variabel independen yaitu pajak daerah, perusahaan
milik daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah yang berpengaruh secara
signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang.
Sesuai dengan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas
faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kota Tangerang tahun 2004-2008. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu objek penelitian dan tahun penelitian. Pada
penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang dengan menggunakan metode
convenience sampling yaitu metode pemilihan sampel non probabilitas
(nonprobability sampling method) dimana anggota sampel yang dipilih
6
atau diambil berdasarkan kemudahan mendapatkan data yang diperlukan,
yaitu dengan mengambil data bulanan dari realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pada penelitian ini menggunakan metode analisisnya
dengan metode regresi berganda yang dihasilkan dari output SPSS.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti mencoba untuk
meneliti tentang pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap realisasi
penerimaan PAD di Kota Tangerang serta perbandingan realisasi
penerimaan kedua variabel independen dan dependen tersebut. Maka
peneliti mengambil judul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang
Pada Tahun 2004-2008”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat penulis
rumuskan beberapa masalah yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup
pembahasannya berkisar pada:
1. Apakah pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
dan pendapatan lain-lain yang sah berpengaruh terhadap realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tangerang baik secara parsial
maupun simultan?
7
2. Upaya apa saja yang perlu dilakukan oleh pemerintahan Kota Tangerang
untuk meningkatkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota
Tangerang?
3. Bagaimanakah perbandingan antara realisasi penerimaan PAD dengan
penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik
daerah dan pendapatan lain-lain yang sah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
a. Untuk menganalisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah,
perusahaan milik daerah dan usaha lain-lain yang sah terhadap
realisasi Pendapatan Asli Daerah di Kota Tangerang.
b. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh
pemerintah daerah Kota Tangerang untuk meningkatkan realisasi
Pendapatan Asli Daerah.
c. Untuk mengetahui perbandingan antara realisasi penerimaan PAD
dengan penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini
antara lain:
8
a. Bagi penulis; dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan
pengalaman dibidang ekonomi dan perpajakan, khususnya mengenai
penerimaan Pendapatan Asli daerah.
b. Bagi Akademis; hasil penelitian ini diharapkan akan menambah bahan
referensi atau acuan bagi studi tentang Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Usaha Lain-lain
yang Sah atau penelitian dengan objek yang sejenis.
c. Bagi Masyarakat; diharapkan akan memberikan sumbangan berupa
informasi yang berarti bagi masyarakat luas, yang ada hubungannya
dengan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah
dan hasil usaha lain-lain yang sah.
d. Bagi Instansi Terkait; dalam hal ini adalah pemerintah Kota
Tangerang, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam mengevaluasi efektivitas dan efisiensi
penerimaan Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber
pembangunan daerah.
e. Bagi para pembaca; penelitian ini bermanfaat dalam menambah
khazanah keilmuan, intelektualitas dan aktualisasi diri.
9
BAB II
LANDASAN TEORITIS
5. Sumber Penerimaan Daerah
1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk
menggali sumber-sumber keuangannya sendiri dengan melakukan
segala upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
dengan demikian pemerintah daerah dapat melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan yang semakin mantap demi
kesejahteraan masyarakatnya.
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh
daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Jadi dapat disimpulkan PAD merupakan suatu
penerimaan daerah yang berasal dari sumber-sumber wilayahnya sendiri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari sumber
pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam UU No.33 tahun 2004
sebagai salah satu sumber pendapatan dalam kaitan pelaksanaan
otonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah harus betul-betul dominan dan
mampu memikul beban kerja yang diperlukan hingga pelaksanaan
10
otonomi daerah tidak dibiayai oleh subsidi atau dari sumbangan dari
pihak ketiga atau pinjaman daerah.
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah tidak dapat dipisahkan
dari pendapatan daerah secara keseluruhan. Menurut Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), Undang-
Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Adapun Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara lain:
a) Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Pajak daerah dapat digolongkan kedalam dua kategori menurut
tingkat pemerintahan daerah, yaitu: Pajak Propinsi dan Pajak
Kabupaten/Kotamadya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah:
1) Jenis Pajak Propinsi terdapat dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
11
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas
Air.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan.
e. Pajak Rokok.
2) Jenis Pajak Kabupaten Kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel
Bedasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang No 11 tahun
2008 tentang pajak hotel menerangkan hal-hal sebagai
berikut:
1) Pengertian
Pajak hotel adalah pungutan daerah atas
pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus
disediakan bagi orang untuk dapat menginap istirahat,
memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan
dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang
menyatu di kelola dan dimiliki oleh pihak yang sama
kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
2) Objek Pajak Hotel
Objek pajak hotel adalah pelayanan yang
disediakan dengan pembayaran di hotel, sesuai peraturan
daerah No. 11 tahun 2008 meliputi hal-hal sebagai berikut:
12
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka
pendek, antara lain:
Gubug pariwisata (cottage), motel, wisma, pariwisata,
pesanggarahan (hostel), losmen dan rumah penginapan
termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 15 atau
lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah
penginapan.
b) Pelayanan penunjang sabagai kelengkapan fasilitas
penginapan dan memberikan kemudahan dan
kenyamanan, antara lain telepon, faximail, telex,
fotocopy, pelayanan cuci, setrika, taksi, dan
pengangkutan lainnya yang disediakan atau yang
dikelola oleh hotel.
c) Fasilitas olah raga dan hiburan, antaa lain pusat
kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf,
karaoke, pub, diskotek, yang disediakan oleh hotel.
d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel.
Pada pajak hotel, tidak semua pelayanan yang
diberikan oleh penginapan dikenakan pajak. Ada
beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek
pajak, yaitu:
13
a) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau
fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu
dengan hotel.
b) Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren.
c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di
hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel
dengan pembayaran.
d) Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon, yang
dipergunakan oleh umum di hotel.
e) Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan
oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum.
3) Subjek Pajak Hotel
Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak
adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran kepada hotel atas pelayanan hotel.
4) Tarif Pajak
Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar
10% yang ditetapkan dengan peraturan daaerah kabupaten
kota hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
pada pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menetapkan
tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-
masing daerah kabupaten / kota.
14
5) Perhitungan Pajak Hotel
Pajak Hotel Terutang = Penghasilan Buto dalam 1 bulan x Tarif Pajak
Contoh:
PT. Hotel Dedy Jaya terletak di kota Tangerang, memiliki data
jenis kamar, jumlah kamar, dan tarif sebagai berikut:
a) Standar Doble 10 kamar dengan tarif perhari Rp 65.000.
b) Standar triple 10 kamar dengan tarif perhari Rp 85.000;
c) Standar doble 10 kamar dengan tarif perhari Rp 85.000.
d) Standar triple 8 kamar dengan tarif perhari Rp 120.000.
e) Superior 6 kamar dengan tarif perhari Rp 175.000.
Bulan November 2009 memperoleh penghasilan dari
penggunaan kamar:
a) Kamar Standar double sebanyak 20 hari
b) Kamar Standar triple sebanyak 20 hari
c) Kamar Deluxe double sebanyak 15 hari
d) Kamar Deluxe triple sebanyak 10 hari
e) Kamar Superior triple sebanyak 12 hari
Hitunglah berapa pajak hotel yang harus dibayar oleh PT.
Hotel Dedy Jaya untuk bulan November 2009.
Jawab:
= ( 20 x Rp 65.000; ) + ( 20 x Rp 85.000; ) + ( 15 x Rp
120.000; )
15
= ( 10 x Rp 150.000; ) + ( 12 x Rp 175.000; )
= Rp 1.300.000; + Rp 1.700.000; + Rp 1.800.000; + Rp
2.100.000;
= Rp 6.900.000;
b. Pajak Restoran
Restoran adalah usaha penyediaan dan penjualan
makanan bertempat disebagian atau seluruh bangunan
termasuk penyediaan / penjualan makanan dan minuman yang
diantar atau dibawa pulang.
Pajak restoran adalah pajak yang dikenakan atas
pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran oleh
orang pribadi atau badan.
1) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran
Dasar pengenaan pajak restoran adalah Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 tentang
perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 33 tahun 2004 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah. Lebih khusus pasal 2 ayat point (d) point tentang
pajak Kabupaten/Kotamadya.
Di samping itu, yang menjadi landasan hukum
atas pengenaan pajak restoran adalah sebagai berikut:
a) Perda Provinsi Banten No.38 Tahun 2009
b) Perda No. 2 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran
16
c) Perda No. 16 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran
d) Perda Kota Tangerang No.9 Tahun 2009
2) Objek, Subjek, dan Wajib Pajak Restoran
Objek pajak restoran adalah pelayanan yang
disediakan restoran dengan pembayaran. Seperti Rumah
Makan, Bar, Cafe, Warung Nasi.
Pengecualian Objek Pajak Restoran:
1. Usaha Jasa Boga atau catering yang merupakan objek
pajak pemerintah pusat berdasarkan peraturan No. 65
Tahun 2001.
2. Pelayanan restoran atau rumah makan yang memilki
omset atau peraturan usaha di bawah 30 juta rupiah
pertahun (tidak mengikat dan dapat berubah sewaktu-
waktu menyesuaikan dengan kondisi ekonomi melalui
gubernur.
3. Restoran atau rumah makan yang satu manajemen
dengan hotel.
Subjek pajak restoran adalah perorangan pribadi
atau badan hukum yang melakukan pembayaran kepada
restoran. Dengan demikian setiap konsumen, selain
membayar tarif restoran, wajib pula membayar restoran
sebesar 10% dan tarif restoran kepada pengusaha restoran.
17
Wajib Pajak restoran adalah pengusaha restoran
yang harus menyetorkan pajak restoran yang dibayar oleh
konsumen kepada Dinas Pendapatan selaku Kas Daerah.
3) Saat Terutang Pajak, Dasar Pengenaan Pajak Restoran,
Tarif, dan Cara Perhitungan.
a) Saat Terutang Pajak Restoran
Yaitu disaat terjadinya pembayaran ke pengusaha
restoran atas pelayanan restoran termasuk yang dibayar
di muka/ down payment.
b) Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran
yang diberikan konsumen kepada restoran. Masa pajak
adalah jangka waktu lamanya 1 (tahun) bulan takwim.
c) Cara Perhitungan
Pajak Restoran = Tarif Pajak (10%) x Dasar Pengenaan
Contoh Perhitungan Pajak Restoran:
Sebuah restoran menyediakan makanan dan minuman di
tempat, sekaligus melayani pesanan. Berdasarkan laporan
perusahaan, selama 1 bulan restoran tersebut memperoleh
pendapatan dari konsumen yang makan di restorannya sebesar
Rp. 15.000.000,00. Berapakah pajak restoran yang harus
dibayar oleh restoran tersebut.
Cara perhitungan pajak:
18
Tarif Pajak = 10%
Dasar Pengenaan Pajak = Omzet
= Rp 64.000.000,00 + Rp 15.000.000,00
= Rp 79.000.000,00
Maka Pajak yang harus dibayarkan adalah:
10% x Rp 79.000.000,00 = 7.900.000,00
4) Sistem Pajak Restoran
Adalah Self Assesment atau wajib pajak menghitung,
melaporkan dan membayar pajak yang terutang sendiri.
5) Bukti Transaksi Pembayaran Pajak Restoran
1. Setiap bentuk transaksi restoran atau rumah makan
diharuskan menggunakan bon atau bill atau sesuai dengan
keputusan Gubernur.
2. Setiap bon /bill harus memliki tanda perporasi atau
legalisasi pajak dengan mengajukan secara tertulis ke
kepala dinas pendapatan daerah.
3. Sanksi yang diberikan untuk wajib pajak yang tidak pakai
perporasi /legalisasi adalah sebesar 2% perbulan dari dasar
pengenaan pajak.
4. Bagi wajib pajak yang tidak menggunakan bon atau bill
dikenakan sanksi sebesar 2% perbulan dari dasar
pengenaan pajak.
19
c. Pajak Hiburan
Berdasarkan Peraturan Daerah kota Tangerang No.10
Tahun 2008 tentang pajak hiburan, menarangkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Pengertian
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, dan/
atau keramain, dengan nama dan bentuk apapun yang
ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut
bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas berolahraga.
2) Objek Pajak Hiburan
Objek pajak hiburan dalah penyelenggaraan hiburan
dengan dipungut bayaran. Berdasarkan peraturan daerah
(perda) kota Tangerang No.10 Tahun 2008 objek pajak
hiburan meliputi:
a) Pertunjukkan film
b) Pertunjukkan kesenian daaan sejenisnya
c) Pagelaran musik dan tari
d) Diskotik
e) Karaoke
f) Klub Malam
g) Permainan Billiar
h) Permaianan Ketangkasan
20
i) Panti Pijat
j) Mandi Uap
k) Pertandingan Olahraga
l) Tempat Rekreasi
m) Kolam Renang
n) Persewaan Video Kaset, VCD,/DVD, LD
o) Pasar Malam dan hiburan umum komersial lainnya.
Pada pajak hiburan, tidak semua penyelenggaraan
hiburan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang
tidak termasuk obek pajak, yaitu penyelenggaraan hiburan
yang tidak dipungut bayaran seperti hiburan yang
diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat,
atau kegiatan keagamaan.
3) Subjek Pajak Hiburan
Pada pajak hiburan, subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati
hiburan. Secara sederhana subjek pajak adalah konsumen
yang menikmati hiburan.
4) Tarif Pajak Hiburan
Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi
sebesar 35% yang ditetapkan dalam peraturan daerah
kabupaten / kota.
21
5) Perhitungan Pajak Hiburan
Pajak Hiburan Terutang = Jumlah Pembayaran UntukMenonton x Tarif
Contoh:
PT. Dedy Jaya Tangerang menyelenggarakan pagelaran musik
Dewa 19 di stadion Benteng Tangerang. Satu tiket yang terjual
untuk VVIP dengan harga Rp 600.000,- sebanyak 150 lembar,
VIP dengan harga Rp 350.000,- sebanyak 250 lembar, Kelas I
dengan harga Rp 150.000,- sebanyak 15.000,- lembar, Kelas II
dengan harga Rp 60.000,- sebanyak 15.000,- lembar. Hitung
berapa pajak hiburan yang harus dibayar oleh PT. Dedy Jaya,
jika tarif pajak hiburan untuk pagelaran musik di Kota
Tangerang ditetapkan 10%.
Jawab:
Penghasilan PT. Dedy Jaya
= (150 x Rp 600.000,-) + (250 x Rp 350.000,-) + (15.000 x
Rp 150.000,-) + (15.000,-) + (15.000 x Rp 60.000)
= Rp 90.000.000 + 87.500.000,- + 2.250.000.000,- + Rp
9.000.000.000,-)
= 11.427.500.000
Pajak Hiburan yang terutang PT. Dedy Jaya Tangerang
= 10% x Rp. 11.427.500.000,-
= 1.142.750.000,-
22
d. Pajak Reklame
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang tingkat II No. 4
tahun 2009 tentang pajak reklame, menerangkan hal-hal sebagai
berikut:
1) Pengertian Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, atau media yang menurut
bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial,
dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau
memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk
menarik pehatian umum atas suatu barang, jasa atau orang
yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang
dilakukan oleh pemerintah.
2) Objek Pajak Reklame
Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan
reklame. Penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh
penyelenggara reklame atau perusahaan jasa periklanan yang
terdaftar pada dinas pendapatan daerah kabupaten/kota.
Penyelenggara reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak
reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame adalah
sebagaimana yang disebut dibawah ini:
a) Reklame Papan/Billboard/Megatron.
23
b) Reklame kain/Baliho.
c) Reklame melekat stiker.
d) Reklame selebaran.
e) Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan.
f) Reklame udara; reklame menggunakan balon udara.
g) Reklame suara; reklame melalui kendaraan yang
menggunakan pengeras suara.
h) Reklame film dan slide; reklame yang menggunakan atau
memperlihatkan gambar yang berubah-ubah
mempergunakan layar monitor.
i) Reklame peragaan, antara lain reklame melalui peragaan
produk langsung kepada konsumen.
Tidak semua penyelenggara reklame dikenakan pajak
ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek
pajak reklame, yaitu:
a. Penyelenggara reklame melalui internet, televisi,
radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan,
dan jenisnya.
b. Penyelenggara reklame lainnya yang ditetapkan
dengan peraturan daerah.
24
3) Subjek Pajak Reklame
Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%
yang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
4) Perhitungan Pajak Reklame
Pajak Reklame terutang = Nilai sewa x Tarif
Contoh:
Tahun 2009 PT Dedy Jaya Kota Tangerang membuatreklame papan nama tiang sebanyak empat buah dengan luasmasing-masing 40m yang diletakan ditempat yangberkategori 1 tahun. Hitung berapa pajak reklame.
Jawab:
- Tarif pajak reklame 25%, jumlah luas reklame = 4 x 40m= 160m
- Nilai strategis papan nama tiang 1 tahun untuk kategoriutama = 120.000/m²
- NJOP/m² untuk papan nama tiang = Rp 180.000/m²- Nilai sewa dihitung dengan penjumlahan nilai strategis
dan nilai jual objek pajak- Pajak Reklame = Nilai Sewa x Tarif Pajak
= 160 m² x (Rp 120.000,-/m² + Rp 180.000,-/m²) x 25%= Rp 48.000.000,- x 25%= Rp 12.000.000,-
25
Tabel 2.1Pajak Reklame Permanen
NoJenis
ReklameMasaPajak
NilaiStrategis/M²
Utama A B C D E NJOP/M²
1Papan namatiang 1 tahun 120.000 110.000 100.000 60.000 80.000 70.000 180.000
2
Papan namabersinar/neonbox 1 tahun 130.000 120.000 110.000 100.000 90.000 80.000 220.000
3Papan namatiang toko 1 tahun 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 120.000
Tabel 2.2Pajak Reklame Insendentil
No Jenis ReklameMasaPajak
Nilai Strategis(Rp) NJOP (Rp)
1 Baliho 1 Bulan 24.000/m 40.000/m2 Spanduk 1 Bulan 75.000/m 90.000/m3 Umbul-umbul 1 Bulan 7.500/m 80.000/m
4Layar cover (30-40m) 1 Bulan 400.000/m 750.000/buah
5Layar cover (20-30m) 1 Bulan 300.000/m 500.000/buah
6 Tanda Toko 1 Bulan 7.500/m 50.000/buah7 Bendera Plastik 1 Bulan 20.000/m 2.000/lembar8 Timplate 1 Bulan 100.000/m 12.500/lembar9 Kendaraan 1 Bulan - 150.000/m10 Selebaran 1 Bulan - 200/lembar11 Poster 1 Bulan - 200/lembar12 Stiker 1 Bulan - 75.000/lembar13 Balon Udara 1 Bulan - 500.000/buah14 Slide/Film 1 Bulan - 20.000/detik
26
e. Pajak Penerangan Jalan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang No.8 Tahun
1999 tentang pajak penerangan jalan, menerangkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Pengertian
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga
listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut
tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh
pemerintah daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan
tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
2) Objek Pajak Penerangan Jalan
Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga
listrik, diwilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah
Kabupaten/Kota
Tidak semua penggunaan listrik dikenakan pajak. Ada
beberapa pengecualian yang tidak temasuk objek pajak
penerangan jalan yaitu:
a) Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
b) Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang
digunakan oleh kedutaan, konsulat, perwakilan asing,
27
dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal
balik.
c) Penggunaan tenaga listrik yang bukan berasal dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kapasitas
tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi terkait.
d) Penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan
peraturan daerah: misalnya penggunaan tenaga listrik
yang khusus digunakan untuk tempat ibadah serta panti
asuhan yatim piatu dan sejenisnya.
3) Subjek Pajak Penerangan Jalan
Pada Pajak Penerangan Jalan, subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Secara
sederhana subjek adalah konsumen yang menikmati dan
membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha
penerangan jalan.
4) Tarif Pajak Penerangan Jalan
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan palng tinggi sebesar
10% dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
5) Perhitungan Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
PPJ terutang = Nilai Jual Tenaga Listrik x Tarif Pajak
28
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Berdasarkan Peraturan Daerah Pemerintah Kota Tangerang No.
7 tahun 1999 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan
C, menerangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pengertian
Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas
pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan
perundang-udangan yang berlaku.
2) Objek Pajak
Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah
kegiatan pengambilan bahan golongan C, pengertian kegiatan
pengambilan bahan golongan C adalah pengambilan bahan
galian golongan C dari sumber alam didalam dan atau
permukaan bumi yang dimanfaatkan.
Bahan galian golongan C meliputi:
- Asbes - Grafit - Opsidien- Batu tulis - Granit - Oker- Gips - Perlit - Phospat- Batu kapur - Kalsit - Pasir Kuarsa- Batu apung - Kaolin - Leusit- Batu permata - Magnesit - Talk- Bentonit - Mika - Tawas- Dolomite - Tras - Nitrat- Feldspar - Marmer - Tanah- Garam batu (halite) - Tanah Liat - Pasir&Kerikil- Batu setengah permata - Tanah Serap
29
Pada pajak pengambilan bahan galian golongan C, tidak
semua pengambilan bahan galian golongan C dikenakan pajak,
Objek pajak dikecualikan terhadap kegiatan:
a) Kegiatan pengambilan bahan galian golongan C yang
nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk mengambil bahan
galian golongan C tersebut dan tidak dimanfaatkan secara
ekonomis. Contoh kegiatan pengambilan tanah untuk
keperluan rumah tangga, kegiatan pertambangan golongan
A, golongan B, dan penanaman kabel listrik/telepon.
b) Pengambilan bahan galian lainnya yang ditetapkan dalam
peraturan daerah.
3) Subjek Pajak
Subjek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
pengambilan bahan galian golongan C.
4) Tarif Pajak
Tarif pajak pengambilan bahan galian golongan C ditetapkan
paling tinggi sebesar 20% yang ditetapkan dengan peraturan
daerah.
5) Perhitungan
Pajak Terutang = Nilai jual hasil pengambilan bahan galian
Golongan C x Tarif Pajak
30
Di Indonesia ada yang membedakan jenis penambang yang
melakukan pengambilan dan pengolahan bahan galian
golongan C, yakni pengusaha tambang rakyat tradisional.
Perbedaan itu terkait dengan tarif pajak yang ditetapkan, yakni
untuk penambang pengusaha dikenakan 20%, jika penambang
tradisional biasanya dikenakan tarif 20%, sedangkan
pemungutan yang dilakukan dipungut dengan official
assessment yakni dibayar sendiri oleh wajib pajak dengan
memberitahukan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
g. Pajak Parkir
1) Pengertian
Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas
penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang
pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,
termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor
dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
2) Objek Pajak Parkir
Objek Pajak Parkir yakni penyelenggaraan pajak parkir diluar
badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
31
penitipan kendaraan bemotor dan garasi yang memungut
bayaran.
Pajak Parkir dikecualikan terhadap beberapa objek sebagai
berikut:
a) Penyelenggara tempat parkir oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
b) Penyelenggara parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan
asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas
timbal balik.
c) Penyelenggara tempat parkir lainnya yang diatur dalam
peraturan daerah.
d) Subjek Pajak Parkir yakni orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas tempat parkir.
e) Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 20%
yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
h. Pajak Sarang Burung Walet
1) Pengertian
Pajak sarang burung walet adalah pajak yang dikenakan atas
pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet.
2) Objek Pajak sarang burung walet
Adalah pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung
walet.
32
3) Subjek Pajak sarang burung walet
Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi
atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau
mengusahakan Sarang Burung Walet.
4) Tarif Pajak Sarang Burung Walet
Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi
10% yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
i. Pajak PBB Pedesaan dan Perkotaan
1) Pengertian
Pungutan yang di pungut atas bumi dan bangunan yang
mempunyai yang dikenakan bumi dan bangunan dan
pengertian bumi disini adalah tanah dan perairan yang
berada dipermukaan bumi, sedangkan yang dimaksud
bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan, termasuk
dalam pengertian bangunan adalah hotel, pabrik, jalan tol,
kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, tanah
mewah, galangan kapal, dermaga, dan fasilitas lain yang
memberikan manfaat.
2) Objek PBB Pedesaan dan Perkotaan
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
33
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
3) Subjek PBB Pedesaan dan Perkotaan
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
4) Tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga
persen). Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
j. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
1) Pengertian
Pungutan yang dikenakan atas perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.
2) Objek BPHTB
Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:
a. pemindahan hak karena:
1) jual beli
34
2) tukar menukar
3) hibah
4) hibah wasiat
5) waris
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap
10) penggabungan usaha
11) peleburan usaha
12) pemekaran usaha atau
13) hadiah.
b. pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak; atau
2) di luar pelepasan hak.
3) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan.
4) Tarif BPHTB
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
35
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
b) Retribusi Daerah
Pemungutan retribusi daerah didasarkan pada undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000.
a) Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan.
b) Objek dan Golongan Retribusi Daerah
1. Objek Retribusi Daerah
Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat 1
menentukan bahwa objek retribusi daerah adalah berbagai jenis
pungutan yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua
jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut
retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut
pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek
retribusi. Jasa tertentu dikelompokan kedalam tiga golongan,
yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.
36
2. Golongan Retribusi Daerah
Penggolongan retribusi dimaksudkan guna
menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam
penetapan tarif retribusi. Sesuai dengan Undang-undang No. 28
Tahun 2009 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas tiga
golongan:
a. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat
3 huruf a, retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria
sebagai berikut:
1) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bukan
retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan terentu.
2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah
dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.
3) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi
atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping
untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.
4) Jasa tersebut layak dikenakan retribusi.
5) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan
nasional mengenai penyelenggaraannya.
37
6) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien
serta merupakan sumber pendapatan daerah yang potensial.
7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa
tersebut dengan tingkat dan atau kualitas layanan yang lebih
baik.
Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam peraturan
pemerintah No.66 Tahun 2001 pasal 2 ayat 2, sebagaimana
dibawah ini:
1) Retribusi pelayanan kesehatan.
2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
3) Retribusi biaya cetak pelayanan kartu tanda penduduk dan
akta catatan sipil .
4) Retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat.
5) Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum.
6) Retribusi pelayanan pasar.
7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor.
8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
9) Retribusi biaya penggantian cetak peta.
10) Retribusi pengujian kapal perikanan.
b. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang
disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut
prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta, sesuai dengan Undang-
38
undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat 3 huruf b. retribusi
udaha dapat ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut
1) Retribusi jasa bersifat bukan pajak dan bersifat bukan
retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.
2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat
komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor
swasta. Tetapi belum memadai atau terdapat harta yang
dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan
secara penuh oleh pemerintah daerah.
Jenis-jenis retribusi jasa usaha diatur dalam
peraturan pemerintah no. 66 tahun 2001 pasal 3 ayat 2,
sebagaimana dibawah ini:
1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
2) Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan.
3) Retibusi tempat pelelangan.
4) Retribusi terminal.
5) Retribusi tempat khusus parkir.
6) Retribusi penyedotan kakus/WC.
7) Retribusi rumah potong hewan.
8) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal.
9) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga.
10) Retribusi penyebrangan diatas air.
11) Retribusi pengolahan limbah cair.
39
12) Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin
kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendaliandan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun
2009 pasal 18 ayat 3 huruf C, retribusi perizinan tertentu
ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut ini:
1) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah
yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas
desentralisasi.
2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna
melindungi kepentingan umum.
3) Biaya yang menjadi beban dan biaya untuk
menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin
tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai oleh
retribusi perizinan.
40
Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu diatur dalam peraturan
pemerintah nomor 66 tahun 2001 pasal 4 ayat 2, adalah
sebagaimana dibawah ini:
1. Retribusi izin mendirikan bangunan.
2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol.
3. Retribusi izin gangguan.
4. Retribusi izin trayek.
c) Hasil Perusahaan Milik Daerah
Adalah penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik
daerah dan pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan,
penerimaan ini antara lain berasal dari perusahaan daerah, penyertaan
modal daerah ke pihak ketiga. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan (antara lain:
bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah )
d) Pendapatan Lain-lain yang Sah
Adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha diluar
kegiatan dan pelaksanaan tugas daerah, misalnya penerimaan dan
sumbangan pihak ketiga, hasil penjualan milik daerah (Penjualan
drum bekas aspal), penerimaan jasa giro.
41
B. Pajak dan Ruang Lingkupnya
1. Definisi Pajak
Batasan atas definisi pajak sangat beraneka ragam, dalam hal ini
penulis tidaklah akan menyelidiki batasan manakah diatara beraneka
ragam definisi itu yang lebih tepat daripada lainnya. Banyak para ahli
dibidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi yang
berbeda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi mempunyai
inti dan tujuan yang sama.
Sebagai bahan pertimbangan, berikut ini penulis sajikan
beberapa definisi dari para ahli dan dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan yang dimuat secara kronologis sebagai berikut:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutangoleh orang pibadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkanundang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dandigunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuranrakyat”.
Definisi dari Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya
yang berjudul ”Pajak berdasarkan Asas Gotong Royong” Universitas
Padjadjaran, Bandung, 1964.
“Pajak adalah iuran wajib pajak, berupa uang atau barangdagang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum,guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektifdalam menacapai kesejahteraan umum”. (Erly Suandy, 2005 : 10)
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Mr.Dr.N.J.Fiedmann:
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh danterutang oleh pihak penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkansecara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
42
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.(SitiResmi, 2003 : 1).
Definisi yang diberikan oleh Prof.Dr Rochmat Soemitro.SH.
dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan”
menyatakan sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kuasa negara berdasarkanundang-undang (yang dapat dipaksakan ) dengn tiada mendapat jasatimbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dandigunakan untuk membayar pengeluaran umum”,(H.S.Munawir, 2003 : 3).
Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pajak merupakan iuran wajib dari rakyat yang diserahkan kepada
negara, sehingga yang berhak memungut pajak hanyalah Negara,
Negara dalam hal ini adalah Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
b. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang yang berlaku serta
aturan pelaksanaanya.
c. Tanpa ada jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang
secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual atau pemerintah
(tidak ada hubungan antara jumlah pembayaran objek dengan
kotraprestasi secara individual).
d. Pajak digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi
43
masyarakat luas dan bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,
dipergunakan untuk membiayai public investment.
e. Negara (pemerintah) sebagai pihak pemungut pajak berkewajiban
berusaha untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
2. Fungsi dan Tujuan Pajak
a. Fungsi Pajak
Telah diketahui bahwa ada dua fungsi pemungutan pajak, yaitu:
1) Fungsi Budgeteir (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgeteir artinya pajak merupakan
salah satu sumber penerimaan terbesar pemerintah untuk membiayai
pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Sebagai
sumber keuangan, melalui cara ekstensifikasi maupun intensifikasi
pemungutan pajak.
2) Fungsi Regulerend ( Fungsi Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi dan tujuan-
tujuan tertentu di bidang keuangan. Melalui pajak pemerintah juga
dapat mengatur kebijakan ekonomi.
Dengan kebijakan fiskal, pemerintah dapat mengambil
kebijakan dalam melindungi industri dalam negeri agar mampu
bersaing dengan cara menetapkan pajak yang tinggi bagi hasil
44
produksi barang-barang dari luar negeri yang diimpor ke Indonesia.
Penetapan tarif pajak tinggi juga dapat mencegah dan mengatasi
inflasi.
Kebijakan pemerintah yang melakukan kebijakan pajak yang
rendah atau bahkan memberikan kebebasan pajak atau tax holding
untuk masa tertentu dapat diambil pemerintah ketika perekonomian
yang cenderung mengalami kelesuan (penurunan). Sehingga
diharapkan pengusaha akan termotivasi untuk meningkatkan
investasinya dan membuka lapangan pekerjaan sehingga pada
akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
b. Tujuan Pajak
Dalam bukunya yang bejudul Fiscal Policy, Foreign Exchange
control and Ekonomic Develovment (ditulis pada tahun 1954) Prof. Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemoe mengatakan bahwa fiscal policy sebagai
alat suatu pembangunan harus mempunyai satu tujuan yang simultan,
yaitu secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan untuk
menyalurkan private saving ke sektor-sektor yang produktif sekaligus
digunakan untuk mencegah pengeluaran-pengeluaran yang menghambat
pembangunan atau yang “mubadzir” dalam berbagai bentuknya. (Santoso
Brotodihardjo, 1998:205).
Secara sederhana dapat penulis katakan bahwa tujuan dari
pemungutan pajak adalah sebagai sumber pandapatan atau penerimaan
suatu negara yang kemudian akan dialokasikan untuk membiayai
45
pengeluaran-pengeluaran, baik pengeluaran rutin maupun pembangunan
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pengalokasiannya
negara dalam hal ini pemerintah harus menetapkan skala priorotas untuk
bidang-bidang tertentu.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan atas 3 macam, antara
lain:
a. Official Assesment System
Adalah sutau sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada aparatur perpajakan (Fiskus) untuk menentukan
jumlah pajak yang terutang sesuai Undang-undang.
Ciri-ciri sistem ini adalah sebagai berikut:
1) Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang berada pada
pada fiskus (aparatur pajak).
2) Wajib pajak bersifat pasif; menunggu dan menerima hasil dari
perhitungan yang dilakukan oleh fiskus.
3) Utang pajak timbul/dapat diketahui setelah dikeluarkannya Surat
Ketetapan Pajak oleh fiskus.
4) Fiskus dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan pada
Undang-undang.
46
b. Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
besarnya (jumlah) pajak yang harus dibayar.
Ciri-ciri sistem ini adalah:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
wajib pajak sendiri.
2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya bertugas mengawasi.
4) Wajib pajak dipandang memahami tata cara perhitunga pajak.
5) Wajib pajak dituntut untuk bersikap jujur; memberikan laporan
yang sebenarnya.
c. Whitholding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberiwewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-ciri system ini adalah sebagai berikut:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
pihak ketiga (konsultan pajak).
2) Wajib pajak dan fiskus bersikap pasif.
3) Utang pajak dapat diketahui dari laporan pihak ketiga.
47
4) Pihak ketiga dituntut untuk bersikap jujur; memberikan laporan
yang sebenarnya berdasarkan pada Undang-undang.
4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak
Agar didalam pemungutan pajak tidak menimbulkan berbagai
hambatan atau berlawanan, maka harus memenuhi beberapa syarat antara
lain sebagai berikut:
a. Syarat keadilan
Tujuan dari setiap hukum adalah menegakan keadilan,
begitupun dalam bidang pajak. Adil dalam perundang-undangan pajak
maupun dalam hal pelaksanaan pemungutannya. Adil dalam perundang-
undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
tanpa adanya diskriminasi serta disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak Wajib Pajak untuk mengajukan kebertan, penundaaan
dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak
b. Syarat Yuridis
Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang
perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas dan baik untuk Negara
maupun warganya. Bagi Negara-nagara hokum, maka segala sesuatu
harus diatur atau ditetapkan dalam undang-undang termasuk
48
pemungutan pajak. Pemungutan pajak harus memperoleh persertujuan
dari rakyatnya melalui DPR.
Di Indonesia, pajak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945
pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa: “Pengenaan dan pemungutan
pajak (termasuk bea dan cukai untuk keperluan Negara) hanya boleh
terjadi berdasarkan undang-undang”.
c. Syarat Ekonomis (tidak mengganggu peekonomian)
Keseimbangan dalam kehidupan ekonomi tidak boleh terganggu
karena adanya pemungutan pajak. Oleh karena itu kebijakan
pemungutan pajak harus diusahakan supaya tidak menghambat
lancarnya perekonomian, baik dalam bidang produksi maupun
perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat. Disamping itu, pemungutan pajak jangan sampai
merugikan kepentingan umum apalagi menghalang-halangi usaha
rakyatnya dalam mencapai kebahagiaan/kesejahteraan.
d. Syarat Finansial (pemungutan pajak harus efisien)
Hasil pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup
sebagian dari pengeluaran-pengeluaran negara sesuai dengan fungsi
budgeteir. Oleh karena itu pelaksanaan pemungutan pajak hendaknya
tidak memakan biaya pemungutan yang besar dan pemungutan itu
hendaknya dapat mencegah inflasi.
49
e. Sistem Pemungutan Pajak harus Sederhana.
Untuk mencapai efisiensi, memudahkan dan memotivasi
masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya maka harus
diterapkan sistem pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan
sehingga masyarakat tidak terganggu dengan permasalahan yang sulit.
5. Azas Pemungutan Pajak
Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut Pajak:
. a. Asas Tempat Tinggal
Negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan
wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak.
b. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajaknya dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
c. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang
bersumber dari suatu Negara yang memungut pajak (waluyo dan
wirawan, 2000:10)
6. Pengelompokan Pajak
a. Menurut Golongannya
1) Pajak langsung.
Yaitu pajak yang harus dipikul jugs harus dipikul atau di
tanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau
50
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
2) Pajak Tidak Langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau piahk ketiga
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subyektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak penghasilan
2) Pajak Obyektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: PPh dan PPnBM
c. Menurut Lembaga Pemungutannya
1) Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB, Bea Materai.
51
2) Pajak Daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. (Yusdianto
Prabowo,2002:7).
Pajak Daerah terdiri atas:
a) Pajak daerah tingkat I (Pripinsi): Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Bea
Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di
Wilayahnya.
b) Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya): Pajak Hotel,
Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak bahan Galian C dan Pajak pemanfaatan
ABT/AP.
7. Tarif Pajak
Untuk mencapai kondisi adanya keadilan atau tekanan yang sama
bagi para wajib pajak, maka salah satu alatnya adalah tarif. Tarif yang
berlaku harus dapat mencerminkan adanya keadilan pajak adalah sebagai
berikut:
a. Tarif Pajak Proporsional
Tarif pajak proporsional yaitu taraf berupa persentase tetap
terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak.
52
b. Tarif Pajak Meningkat (Progresif)
Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya
menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaanya
semakin besar.
Memperhatikan kenaikan persentase tarifnya, tarif pajak
progresif dapat dibagi menjadi:
Tarif Progresif Progresif
Dalam hal ini kenaikan persentasenya semakin besar.
Tarif Progresif Tetap
Kenaikan persentasenya tetap
Tarif Progresif Degresif
Kenaikan persentasenya semakin kecil
c. Tarif Pajak Degresif
Tarif pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin
menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi
semakin besar.
d. Tarif Pajak Tetap
Dalam tarif pajak ini adalah tarif berupa jumlah yang tetap
(sama besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak, oleh karena itu besarnya pajak yang terutang
tetap.(Waluyo dan Wirawan. 2002 : 1)
53
8. Kewajiban dan Hak-hak Wajib Pajak
Dari ketentuan yang dimuat dalam undang-undang pajak nasional
(UU Perpajakan tahun 2007) terdapat kewajiban dari wajib pajak dan hak-
haknya sebagai berikut:
a. Kewajiban Wajib Pajak
1) Wajib Pajak Melaksanakan pendaftaran diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib (NPWP) sebagai identitas diri Wajib Pajak.
Dengan diperolehnya NPWP, berarti Wajib Pajak telah terdaftar di
Direktorat Jenderal Pajak. Fungsi NPWP tersebut selain
dipergunakan untuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang
sebenarnya, juga berguna menjaga ketertiban dalam membayar
pajak dan dalam hal pengawasan administrasi perpajakan. Terdapat
WP yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan
dikenakan sanksi pidana.
2) Mengambil sendiri blangko surat pemberitahuan (SPT) ditempat-
tempat yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Fungsi Surat
Pemberitahuan adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk melapokan
dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan laporan tentang pemenuhan pambayaran
pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pejak serta
laporan tentang pembayaran pajak yang telah dipotong oleh pihak
ketiga.
54
3) Wajib Pajak (WP) wajib untuk mengisi dengan benar dan lengkap
dan menandatangani sendiri Surat Pemberitahuan Pajak kemudian
mengembalikan surat pemberitahuan itu kepada kantor inspeksi
pajak.
4) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan. Pada
dasarnya setiap orang dan badan usaha yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan diharuskan mengadakan pembukuan.
b. Hak-hak Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk menerima tanda bukti
pemasukan Surat pemberitahuan. Pengirim surat Pemberitahuan melalui
kantor pos dan giro harus dilakukan secara tercatat, dan tanggal
pengiriman dianggap sebagai tanggal penerimaan.
1) Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan penundaan
penyampaian Surat Pemberitahuan. Penundaan pengajuan SPT dari
wajib pajak disebabkan wajib pajak mengalami kesulitan dalam
menyelasaikan pembukuannya.
2) Wajib Pajak mempunyai hak untuk melakukan pembetulan sendiri
Surat Pembeitahuan (SPT) yang telah dimasukan pembetulan atas
surat pemberitahuan dapat dilakukan oleh wajib pajak apabila
terdapat kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh wajib
Pajak.
3) Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan dan penundaan
pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
55
4) Wajib Pajak berhak melakukan pengambilan kelebihan pembayaran
pajak serta memperoleh kepastian terbitnya Surat Keputusan
Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP).
5) Wajib Pajak berhak melakukan permohonan pembetulan salah tulis
atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam SKP dalm
penerapan peratuan perundang-undangan perpajakan.
6) Wajib Pajak berhak mengajukan keberatan dan berhak atas kepastian
terbitnya surat keputusan atas surat permohonan keberatannya.
7) Wajib Pajak behak mengajukan permohonan banding atas surat
keberatannya yang telah diputuskan oleh Direktur Jenderal Pajak.
8) Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan penghapusan atau
pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan
ketetapan pajak yang salah atau keliru.
9) Wajib Pajak behak memberi kuasa khusus kepada orang lain untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan.
C. Pajak dalam Pelaporan Keuangan Daerah
Perbedaan antara akuntansi pemerintahan dengan akuntasi pada
perusahaan komersial menyebabkan perbedaan dalam pelaksanaan kegiatan
akuntansi termasuk penggunaan kelompok-kelompok akun yang digunakan.
Peningkatan kebutuhan akuntansi bagi sektor pemerintahan disebabkan
karena semakin meningkatnya keterlibatan pemerintah dalam
pengembangan dan pembangunan Negara untuk meningkatkan
56
kesejahteraan rakyat, serta makin besarnya volume anggaran Negara dan
makin kompleksnya transaksi keuangan pemerintah.
Dalam tatanan Negara demokrasi, pemerintah sebagai wakil rakyat
dituntut untuk bersikap transparan kepada masyarakatnya. Transapransi
tersebut berupa pelaporan keuangan yang menggambarkan pengelolaan atas
sumber-sumber daya yang signifikan; penggunaan sumber-sumber tersebut
untuk peningkatan kesejahteraan rakyat; dan yang ketiga adanya pemisahan
antara manajemen dengan pemilikan sumber-sumber daya.
Dalam pelaporan keuangan yang disusun oleh pemerintah adalah
untuk kepentingan para pemakai yang potensial dan sangat beragam.
Informasi dalam pelaporan keuangan sektor pemerintahan tidak ditujukan
kepada kelompk-kelompok pengguna tertentu, melainkan kepada semua
pengguna tanpa membedakan kepentingan masing-masing (Common
Needs).
Adapun dalam pelaporan keuangan pemerintah pusat khususnya
pada sektor pajak meliputi asersi piutang pajak, asersi sumber-sumber
penerimaan pajak, dan sersi belanja pajak.
b. Asersi Piutang Pajak – Aset Keuangan
Aset keuangan yang dimaksud mencakup Kas, Pinjaman dan
Uang Muka, Piutang, Piutang Pajak, Investasi, dan Pembayaran dimuka.
c. Asersi sumber-sumber penerimaan pajak
Pendapatan pemerintah dari sektor pajak bukan merupakan
elemen dari pengukuran kinerja seperti halnya pendapatan disektor bisnis.
57
Penerimaan pajak dapat dipandang sebagai sumber pembelanjaan dalam
pengertian bahwa sumber tersebut merupakan penerimaan dari penyedia
sumber eksternal yang digunakan untuk membelanjai aktifitas dan bukan
dari penjualan barang dan jasa. Oleh karena itu, penerimaan pajak
merupakan sarana untuk membelanjai operasi itu.
d. Belanja Pajak
Pemerintah menggunakan sistem pajak untuk memenuhi tujuan
sosial dan ekonomi melalui dua cara; yaitu sebagai wahana utama untuk
menghimpun pajak, dan sebagai cara untuk memberikan insentif khusus
atau meningkatkan perilaku khusus diatara wajib pajak.
Di beberapa Negara, misalnya memberikan pembebasan pajak
untuk kepentingan investasi dibidang-bidang tertentu. Selain pembebasan
pajak juga diberikan keringanan pajak, penurunan tarif pajak, dan kredit
pajak. Tindakan tersebut dikatakan sebagai belanja pajak (tax expenditure).
Karena tindakan tersebut mengurangi tagihan pajak dari mereka yang
menerimanya dan karena itu merupakan subsidi yang meyebabkan langsung
belanja.
D. Penelitian Sebelumnya
1. Oleh Miftahul Huda (Skripsi, UIN: 2006), yang meneliti tentang Analisa
Pengaruh Pajak Sektor Parwisata Terhadap Pendapatan Asli
Daerah(PAD) Kota Depok Periode 2001-2005.
58
Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh pajak sektor pariwisata (pajak hotel, pajak restoran,
pajak hiburan) terhadap perubahan Pendatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa pajak sektor
pariwisata mempunyai hubungan (korelasi) positif dan memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap perubahan PAD.
2. Oleh Mochamad Adam Hamdani (2002) yang meneliti tentang
Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok.
Berdasarkan hasil penelitiannya potensi target dan realisasi
penerimaan pajak restoran sudah cukup optimal dikerenakan
berkembangnya jasa usaha restoran dikota depok dan dipengrauhi oleh
pembangunan dan faktor geografis strategis berbatasan dengan ibu kota
DKI Jakarta.
3. Oleh Nurul Hadi (Skripsi UIN:2008), tentang Optimalisasi Penerimaan
Retribusi Daerah dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli
Daerah(PAD) Di Kota Depok Periode Th 2002-2006.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
optimalisasi penerimaan retribusi daerah dan mengetahui sejauh mana
pengaruh peneriman retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Di Kota Depok.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa
penerimaan retribusi daerah di Kota Depok Tahun 2002-2005 sudah
mencapai optimal, sedangkan di tahun 2006 penerimaan retribusi daerah
59
tidak mencapai optimal. Disamping itu, dapat disimpulkan bahwa
retribusi daerah mempunyai hubungan (korelasi) positif dengan
perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4. Oleh Ahmad Najib (Skripsi UIN: 2006), tentang Analisis Faktor-faktor
yang mempengaruhi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di
Kabupaten Karawang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, serta pendapatan
lain-lain yang sah terhadap penerimaan PAD pada Kabupaten
Karawang. Data yang digunakan adalah laporan bulanan Pendapatan
Asli Daerah selama satu periode yaitu tahun 2001-2005. Penelitian ini
menggunakan metode regresi linier berganda yang kemudian dilakukan
uji F dan t yang telah dinyatakan bebas dari uji asumsi klasik.
Berdasarkan hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa
keempat variabel independen (pajak daerah, retribusi daerah,
perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain yang sah) berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan PAD Kabupaten Karawang.
E. Kerangka Pemikiran
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut pemerintah daerah guna
mendukung menjalankan roda pemerintahan daerah. Pajak daerah meliputi
semua pajak yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kota/kabupaten dalam hal ini tepatnya di Kota Tangerang.
60
Sesuai dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah bab V pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) bersumber pada pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
miik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah.
Optimalisasi pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah sangat
menentukan terhadap realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
dikarenakan keempat variabel tersebut dapat berpengaruh terhadap naik dan
turunnya realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan yang
ditargetkan pemerintah daerah setempat dalam hal ini objek penelitiannya
berlokasi di Kota Tangerang.
Untuk membantu mempermudah dalam pembacaan dan
pembahasan skripsi ini, maka pemulis cantumkan kerangka pemikiran
sebagai berikut:
Gambar 2.1Kerangka Pemikiran
PAJAK DAERAH ( X1 )
RETRIBUSI DAERAH(X2 )
HPMD ( X3 )
PENDAPATAN LAIN-LAIN YANG SAH(X4)
REALISASIPENERIMAAN PADKOTA TANGERANG
(Y)
61
F. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah
penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Secara
teknis hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai populasi
yang akan di uji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel
penelitian. Dengan melihat sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) pada Kota Tangerang.
Ha : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
pendapatan lain-lain yang sah secara simultan berpengaruh terhadap
PAD.
Ho : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
pendapatan lain-lain yang sah secara parsial bepengaruh terhadap
PAD.
62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Peneliti memilih tempat penelitian di Pemerintahan Kota
Tangerang sebagai objeknya. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
penelitian arsip (archival research) pada Kantor Pemerintah Kota
Tangerang, khususnya pada Dinas Pengelolaan Keuangan Aset dan Daerah
(DPKAD). Hal ini penulis lakukan untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
Adapun data yang dibutuhkan oleh penulis adalah data sekunder
eksternal, yakni suatu data yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh Dinas
Pengelolaan Keuangan Aset dan Daerah (DPKAD) Kota Tangerang dalam
bentuk hasil akhir dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah pertahunan,
dalam lima tahun terakhir mulai dari tahun 2004-2008.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang penulis pergunakan adalah
metode purposive sampling yaitu Convenience Sampling. Bentuk sampling
ini termasuk ke dalam metode pemilihan sampel nonprobablitas (Non
Probability Sampling Method) dimana anggota sampel yang dipilih atau
diambil berdasarkan kemudahan mendapatkan data yang diperlukan atau
63
unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan atau mudah
untuk mengukurnya dan bersifat kooperatif (Abdul Hamid, 2007 : 24)
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan
data yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara mendasar dan
benar. Metode skripsi yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Kepustakaan
Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data
sekunder (Nu Indriantoro), Bambang Soepomo, 2002 : 150 ) untuk
mencari data sekunder eksternal yang diperlukan peneliti dapat
menggunakan daftar referensi yng berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Dalam hal ini secara langsung penulis memperoleh informasi
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berasal dari buku-buku,
majalah-majalah, jurnal dan perangkat lainnya yang berkaitan dengan
tema skripsi.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Selain menggunakan tinjauan pustaka, penulis juga secara
langsung meneliti sumber-sumber yang dapat dijadikan sebagai data.
Penelitian yang penulis lakukan dengan menggunakan study time series
dimana data yang dikumpulkan penulis berupa data rentetan waktu yaitu
selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. (Nur Indriantora,
Bambang Soepomo, 2002 : 96).
64
Data yang penulis maksud dapat diperoleh dari Dinas Pengelolaan
Keuangan Aset dan Daerah (DPKAD) Kota Tangerang. Data yang
berasal adalah hasil akhir berupa penerimaan pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil-hasil usaha lainnya
yang sah pertahunan, dalam lima tahunan terakhir mulai tahun 2004-
2008.
D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis
1. Analisis Asumsi Klasik
Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan menguji apakah sebuah model
regresi, variabel indevenden, variabel dependen, atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik-titik)
pada sumbu diagonal atau grafik. Dasar pengambilan keputusannya
jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,
sedangkan jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas. (Ghozali, 2005 : 112).
65
b. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.
Jika terjadi maka dinamakan terdapat problem multikolonieritas
(Multikon). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem
multikon ini salah satunya dilakukan dengan melihat nilai Tolerance
(TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF). Model regresi
daikatakan terbebas dari multikolonieritas jika mempunyai nilai VIF
tidak lebih dari 10 dan mempunyai nilai Tolerance tidak kurang dari
0,1 (Bhuono Agung, 2005 :58)
c. Uji Heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi terjadi ketidak samaan varians dan residual dan
suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual
dari suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedasitas. Model regresi yang baik tidak terjadi
heteroskedasitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedasitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar
scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang
meyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat
heteroskedasitas jika:
66
1) Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka
0.
2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja.
3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola
bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar
kembali.
4) Penyebaran titik-titik data sebaliknya tidak berpola. (bhuono
Agung 2005 : 63)
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya korelasi anara variabel pengganggu (e)
pada periode tertentu dengan variabel periode sebelumnya.
Autokorelasi sering terjadi pada sampel dengan data time series
dengan n-sampel adalah periode waktu. Sedangkan untuk sampel
data crossction dengan n-sampel item seperti perusaahaan, orang,
wilayah, dan lain sebagainya. Jarang terjadi Karena variabel
pengganggu item sampel yang satu berbeda dengan yang lain.
Cara mudah mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan
dengan uji Durbin Watson. Model regresi linier berganda terbebas
dari autokorelasi jika nilai durbin Watson hitung terletak di daerah
No Autocarelasi. Penentuan letak tersebut dibantu dengan tabel dl
dan du, dibantu dengan nilai k (jumlah variabel independen) (Bhuono
Agung, 2005 : 59)
67
Deteksi adanya autokorelasi dengan menggunakan durbin
Watson, dimana:
1) Angka D-W dibawah 2 berarti ada autokorelasi positif
2) Angka D-W dinatara -2 sampai +2 tidak ada autokorelasi
3) Angka D-W diatas +2 berati ada autokorelasi negatif
2. Uji Hipotesis
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis
adalah metode regresi berganda, yaitu metode yang apabila dalam
persamaan garis regresi berganda, yaitu metode yang apabila dalam
persamaan garis regresi tercakup dua variabel (termasuk variabel tak
bebas Y), maka regresi ini disebut dengan regresi linier berganda
(multiple linier regression ). Dalam regresi linier ini variabel tak bebas
Y bergantung kepada dua variabel atau lebih variabel. Analisa regresi
berganda linier sedemikian itu didasarkan pada 3 asumsi:
1) Distribusi probabilitas bersyarat variabel dependen bagi serangkaian
variabel independen mengikuti pola atau kurang lebih normal.
2) Distribusi bersyarat variabel dependen bagi tiap kombinasi variabel
independen memiliki varians yang sama.
3) Nilai-nilai variabel dependen harus independen satu dengan yang
lainnya.
Regresi berganda bertujuan untuk mengetahui kelinieran
pengaruh variabel jumlah pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan miik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap
68
realisasi Pendapatan Asli Derah, untuk pengujian hipotesis model
regresi berganda adalah sebagai berikut:
Rumus:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
Keterangan:
Y : Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Variabel dependen)
X1 : Penerimaan Pajak daerah
X2 : Penerimaan Retribusi Daerah
X3 : Penerimaan Hasil Perusahaan Milik Daerah (BUMD)
X4 : Penerimaan Hasil-hasil Usaha yang Sah
a : Konstanta
b : Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukan angka
peningkatan atau penurunan variabel dependen yang
didasarkan pada variabel independen
Hipotesis
Berkaitan dengan pengujian yang akan dilakukan dalam uji
regresi yang dilakukan secara simultan dengan uji F dan secara individu
dengan uji t, maka hipotesis alternatif (Ha) yang diusulkan dalam uji
regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Ho: koefisien regresi tidak signifikan
Ha: koefisien regresi signifikan
69
Kriteria Pengujian:
Jika PAD < 0,05 maka Ho ditolak
Jika PAD > 0,05 maka Ho diterima
Dalam pengujian hipotesis, analisis dilakukan melalui :
a. Uji R (Koefisien Determinasi)
Uji koefisien determinasi (R) bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan
variabel dependen dalam output SPSS, koesien determinasi terletak
pada table Model Summary dan tertulis R Square. Namun untuk
regresi linier berganda sebaiknya menggunakan R Square yang sudah
disesuaikan atau tertulis Adjusted R Square, karena disesuaikan
dengan jumlah variabel independen yang digunakan dalam
penelitian. Karena nilai Adjusted R dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan ke dalam model. Jika Adjusted R
Square adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen
seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada
faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai R
Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square berkisar
antara 0 sampai 1 artinya semakin kuat kemampuan kuat kemampuan
variabel independen dapat menjelaskan varaiabel dependen.
Sebaliknya jika niali Adjusted R Square semakin mendekati angka 0
berarti semakin lemah kemampuan variabel independent dapat
menjelaskan fluktuasi variabel dependen. Pada umumnya sampel
70
dengan data deret waktu (time series) memiliki R Square maupun
Adjusted R Square cukup tinggi (di atas 0,5), sedangkan sampel
dengan data item tertentu yang disebut data silang (Crossection) pada
umumnya memiliki R Square maupun Adjusted R Square agak
rendah (di bawah 0,5), namun tidak menutup kemungkinan data jenis
crossection memiliki nilai R Square maupun Adjusted R Square
cukup tinggi. (Ghozali, 2005 : 83).
b. Uji Statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan
variabel-variabel independen secara bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel
independent secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen,
maka digunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05. jika nilai
probability F lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat
digunakan untuk memproduksi variabel dependen atau dengan kata
lain variabel independent secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel dependen. Sebaliknya jika nilai probability F lebih kecil dari
0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi
variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
c. Uji t - Statistik
Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan
masing-masing variabel independent secara individual (parsial)
71
terhadap variabel dependen. Cara untuk melakukan uji t-ada 2 yaitu
dengan melihat tingkat signifikansi dan dengan membandingkan
antara nilai t hitung dengan nilai t-tabel. Untuk mengetahui ada dan
tidaknya pengaruh masing-masing variabel-variabel independent
secara individual terhadap variabel dependen digunakan tingkat
signifikansi 0,05. sedangkan untuk membandingkan nilai statistik t
dengan titik kritis menurut tabel digunakan ketentuan bahwa apabila
nilai statistic t hitung lebih tinggi dibandingkan nilai tabel maka
menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel
independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.
(Ghozali, 2005 : 85)
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi
nilai yang ditetapkan dalam suatu penelitian. Variabel operasional yang akan
diteliti adalah sebagai berikut:
a) Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan pembangunan daerah.
72
b) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
c) Hasil perusahaan milik daerah adalah penerimaan yang berasal dari
hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan keuangan daerah yang
dipisahkan, penerimaan ini antara lain berasal dari perusahaan daerah,
penyertaan modal daerah ke pihak ketiga. Hasil perusahaan milik
daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan
(antara lain : bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah)
d) Hasil-hasil usaha lainnya yang sah adalah hasil daerah yang diperoleh
dari hasil usaha diluar kegiatan dan pelaksanaan tugas daerah, misalnya
penerimaan dan sumbangan pihak ketiga, hasil penjualan milik daerah
(penjualan drum bekas aspal), penerimaan jasa giro.
e) Pendapatan Asli Daerah adalah suatu daftar target realisasi penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber keuangan yang berasal dari
pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah (BUMD), dan
pendapatan lain-lain yang sah dipungut berdasarkan peraturan daerah
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku No. 16
Tahun 2001 Kota Tangerang.
73
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kota Tangerang
1. Sejarah singkat kota Tangerang
Untuk mengungkapkan asal-usul Kota Tangerang sebagai kota
“benteng” diperlukan catatan-catatan yang menyangkut perjuangan.
Menurut sari tulisan F. de Haan yang diambil dari VOC resolusi tanggal 1
juni 1660 dilaporkan bahwa Sultan Banten telah membuat negeri besar
yang terletak sebelah barat sungai untung jawa, dan untuk mengisi negeri
baru tersebut Sultan Banten memindahkan 5 sampai 6000 penduduk.
Kemudian dalam dag register tertanggal 20 desember 1668
diberitakan bahwa Sultan Banten telah mengangkat Raden Sina Patij
dan Kyai Demang sebagai penguasa di daerah baru tersebut, karena
dicurigai akan merebut kerajaan, Raden Sina Patij dan Kyai Demang di
pecat Sultan. Sebagai gantinya diangkat pengeran adipati lainnya. Atas
pemecatan tersebut Ki Demang sakit hati kemudian tindakan
selanjutnya ia mengadu domba antara banten dan VOC tetapi ia
terbunuh di kademangan.
Dalam arsip VOC selanjutnya, yaitu dalam dag register
tertanggal 4 maret 1980 menjelaskan bahwa penguasa Tangerang pada
waktu itu adalah Keaij Dipati Soera Dielaga. Kyai Soeradilaga dan
putranya Subaraja minta perlindungan kepada kompeni dengan diikuti
143 pengiring dan tentaranya (keterangan ini terdapat dalam dag
74
register tanggal 2 juli 1982). Ia dan pengiringnya ketika itu diberi
tempat sebelah timur sungai berbatasan dengan pagar kompeni. Ketika
bertempur dengan Banten, atas jasa keunggulannya itu ia diberi gelar
Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Arya Soetadilaga diangkat
menjadi Bupati Tangerang I dengan wilayah meliputi antara sungai
angke dan cisadane. Gelar yang digunakannya adalah Aria Soetidiliga I.
kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 April
1684, Tangerang menjadi kekuasaan kompeni, Banten tidak mempunyai
hak untuk campur tangan dalam mangatur tata pemerintahan kota
Tangerang. Salah satu dalam pasal perjanjian tersebut berbunyi “dan
harus diketahui dengan pasti sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan
yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka akan tetap ditentukan yaitu
daerah yang dibatasi oleh sungai untung jawa atau Tangerang dari
pantai laut jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh aliran sungai
tersebut dengan kelokan-kelokannya dan kemudian menurut garis lurus
dari daerah selatan hingga utara sampai laut selatan. Bahwa disepanjang
untung jawa atau Tangerang akan menjadi milik atau ditempati
kompeni”.
Dengan adanya perjanjian tersebut daerah kekuasaan bupati
bertambah luas sampai sebelah barat sungai Tangerang. Untuk
mengawasi Tangerang maka dipandang perlu menambah pos-pos
penjagaan di sepanjang perbatasan sungai Tangerang, karena orang-
orang Banten selalu menekan penyerangan secara tiba-tiba. Menurut
75
peta yang dibuat pada tahun 1962, pos yang paling tua terletak di muara
sungai mookervart, tepatnya disebelah utara kampung baru. Namun
kemudian ketika didirikan pos yang baru, bergeserlah letaknya ke
sebelah selatan atau tepatnya di muara sungai Tangerang. Menurut arsip
gewone resolutie van hat casteel Batavia tanggal 3 April 1705 ada
rencana merobohkan bangunan-bangunan dalam pos karena hanya
berdinding bamboo kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan
tembok. Gubernur Jenderal Zwaardeczon sangat menyetujui usulan
tersebut, bahkan diinstruksikan untuk membuat pagar tembok
mengelilingi bangunan-bangunan dalam pos penjagaan. Hal ini
dimaksudkan agar orang Banten tidak dapat melakukan penyerangan.
Banteng baru yang akan dibangun untuk ditempati direncanakan punya
ketebalan dinding 20 kaki atau lebih. Disana akan ditempatkan 30 orang
eropa dibawah pimpinan seorang vandrig (peltu) dan 28 orang makasar
yang akan tinggal diluar benteng. Bahan dasar benteng adalah batu bata
yang diperoleh dari bupati Tangerang Aria Soetadilaga I.
Setelah benteng selesai dibangun personilnya menjadi 60 orang
eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan orang hitam adalah orang-
orang Makasar yang direkrut sebagai serdadu kompeni. Benteng ini
kemudian menjadi basis kompeni dalam menghadapi pemberontakan
dari Banten. Kemudian pada tahun 1801, diputuskan untuk
memperbaiki dan memperkuat pos atau garnisun itu, dengan letak
bangunan baru 60 roeden agak ke tenggara, tepatnya terletak disebelah
76
timur jalan besar pal 17. Orang-orang pribumi pada waktu itu lebih
mengenal bangunan ini dengan sebutan “benteng”. Sejak itu, Tangerang
terkenal dengan nama sebutan benteng. Benteng ini sejak tahun 1812
sudah tidak terawatt lagi, bahkan menurut “Superintendant of public
building and Work “ tanggal 6 Maret 1816 menyatakan : “benteng dan
barak di Tangerang sekarang tidak terurus, tak seorangpun melihatnya
lagi. Pintu dan jendela banyak yang rusak bahkan diambil orang untuk
kepentingannya”.
2. Kondisi Geografis Kota Tangerang
Sebagai wilayah yang langsung berbatasan dengan ibu kota DKI
Jakarta, Kota Tangerang memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungannya kota tersebut bisa nebeng nama besar ibu kota Negara.
Para warganya bisa memanfaatkan fasilitas publik sebuah metropolitan,
baik itu berupa jalan-jalan yang mulus, tempat-tempat rekreasi dan
pusat komersial yang modern, atau berbagai kemudahan komunikasi
canggih. Namun kerugian berdekatan dengan sebuah ibu kota, yag
secara khusus sangat dirasakan oleh pemda. Banyak warga kota
Tangerang yang tinggal didaerah perbatasan dengan Jakarta, enggan
mengakui berdomisili di kota Tangerang. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya papan nama yang mencantumkan nama “ Jakarta Selatan
atau Jakarta Barat” padahal sebenarnya berada diwilayah Tangerang.
77
Nama besar dan sedikit gengsi dilengkapi segala kelengkapan fasilitas
Jakarta sebagai sebab warga kuang begitu mengakui domisili sendiri.
LUAS WILAYAH KOTA TANGERANG
No Kecammatan Luas (Km2)
1 Ciledug 8,76
2 Larangan 9,393
Karang Tengah 10,474
Cipondoh 17,915
Pinang 21,596
Tangerang 15,787
Karawaci 13,478
Cibodas 9,619
Jatiuwung 14,410
Priuk 9,5411
Neglasari 16,0712
Batuceper 11,5813
Benda 25,61Jumlah 184,23
Orientasi geografis kota Tangerang wilayah kota Tangerang berada
antara 6˚ 6 LS- 6˚ 13 LS dan 106˚ 36 - 106˚ - 42˚ BT dengan luas
wilayah 184,23 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut:
□ Batas Utara : Kabupaten Tangerang
□ Batas Selatan : Kabupaten Tangerang
□ Batas Timur : DKI Jakarta
□ Batas Barat : Kabupaten Tangerang
78
3. Jumlah Penduduk Kota Tangerang
Jumlah penduduk kota Tangerang pada tahu menurut sensus
penduduk tahun 2000 adalah 1.311.746 jiwa yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 653.566 jiwa dan perempuan sebanyak 658.180 jiwa. Setiap
tahun jumlah penduduk kota Tangerang selalu mengalami peningkatan
dengan laju petumbuhan rata-rata sebesar 3.5% pertahun. Jumlah
penduduk pada tahun 1997 adalah sebanyak 1.180.930 jiwa dan pada
tahun 2001 menjadi 1.354.226 jiwa.
Masyarakat Kota Tangerang bersifat heterogen dengan jenis
mata pencaharian yang bervariasi. Sebagian besar penduduk
mempunyai mata pencaharian di sektor industri (30,50%), perdagangan
(25,62%) dan jasa (20,06).
4. Kondisi Perekonomian Kota Tangerang
Sumber utama perekonomian kota Tangerang adalah berasal dari
sektor industri pengolahan sebesar 58,45%, menyusul perdagangan,
hotel dan restoran, kedua sector ini menguasai hampir 85% kegiatan
ekonomi dan dapat dipastikan bahwa sektor tersebut memberikan
kontribusi utama pada Pendapatan Asli Daerah. Pada bagian tenaga
kerja diatas juga disebutkan bahwa sekitar 75% angkatan kerja yang ada
di kota tangerang bergerak disektor industri, perdagangan dan jasa. Hal
tersebut selaras dengan kondisi perekonomian daerah yang
mengandalkan sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja.
79
Keuangan daerah pada APBD 2002 Kota Tangerang masih
mendominasi peerolehan dana yang merupakan dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah, yaitu sebesar 70% dari total APBD,
sedangkan Pendapatan Asli Daerah hanya memberikan kontribusi
sebesar 19%. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan
perekonomian yang didominasi oleh sektor industri dan perdagangan
masih belum memberikan kontribusi yang cukup besar pada APBD kota
Tangerang.
5. Fasilitas Umum dan Sosial Kota Tangerang
1. Fasilitas Pendidikan
Pada tahun 2001 fasilitas pendidikan yang ada di kota Tangerang
antara lain TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.
JUMLAH FASILITAS PENDIDIKAN
No Kecamatan Pendidikan
TK SD SMP SMA PT
1 Ciledug 18 34 16 10 -
2 Larangan 23 31 9 - -
3 K.Tengah 20 31 11 7 -
4 Cipondoh 17 39 11 6 -
5 Pinang 15 44 11 5 -
6 Tangerang 37 67 29 15 5
7 Karawaci 19 65 14 15 -
8 Cibodas 9 45 21 - -
9 Jatiuwung 8 23 5 2 -
10 Priuk 19 29 6 4 -
11 Neglasari 6 31 5 4 -
12 Batuceper 13 29 1 2 -
13 Benda 13 18 1 2 -
Jumlah
Sumber kota Tangerang 2008
80
2. Fasilitas Kesehatan
Dalam upaya meningkatkan masalah kesehatan kota
Tangerang terus meningkatkan pelayanannya dengan upaya
pengadaan berbagai sarana dan prasaran kesehatan. Fasilitas
kesehatan yang ada di kota Tangerang adalah rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, posyandu, dan penyebarannya sudah
cukup merata di setiap kecamatan.
Daftar Jumlah Rumah Sakit di Kota Tangerang
No Kecamatan JenisRumah Sakit Puskesmas RS Bersalin Poliklink
1 Ciledug 1 2 7 9
2 Larangan - 2 1 -
3 K. Tengah - 2 3 2
4 Cipondoh 1 2 1 13
5 Pinang - 1 2 4
6 Tangerang 3 2 1 19
7 Karawaci 1 4 2 12
8 Cibodas 1 4 2 5
9 Jatiuwung - 2 6 22
10 Priuk - 2 - 5
11 Neglasari 1 1 2 5
12 Batuceper - 1 4 7
13 Benda - 2 1 7
Jumlah 8 27 32 105Sumber : kota Tangerang 2008
6. Sarana dan Prasarana Pemukiman
a. Komponen Air Bersih
Daerah pelayanan air bersih kota Tangerang terdiri dari:
Daerah perumahan yang air bersihnya dilayani oleh developer
sendiri.
81
1. Daerah perumahan dan industri yang dilayani oleh PDAM kota
Tangerang.
Wilayah pelayanan air bersih Kota Tangerang meliputi 13
kecamatan yang dikelola 3 institusi yaitu :
1. Cabang babakan, dengan IPA babakan kapasitas 80 I/det dan
IPA cikokol kapasitasnya 500 I/det dan 100 I/det.
2. Cabang perumnas I dengan IPA perumnas kapasitas 40 dan 20
I/det, serta IPA cikokol kapasitas 500 I/det dan 100/det.
3. Cabang perumnas II, dengan IPA cikokol dengan kapasitas
500/det.
Total kapasitas terpasang saat ini adalah 740 I/det, sumber air baku
yang dipakai adalah sungai cisadane dengan kapasitas produksi sekitar
647 I/det dan distribusi system pemompaan. Penduduk yang terlayani
dari system air bersih tersebut sekitar 34,03% penduduk kota
Tangerang. Kapasitas produksi, distribusi, air terjual dan persentase
kebocoran air PDAM kota tangerang tahun 1997-2003 dirinci sebagai
berikut:
Tabel 4.1Kapasitas Produksi, Distribusi, Air Tejual dan Persentase Kebocoran
PDAM Kota Tangerang 1999-2003
Tahun KapasitasPanjang PipaTerpasang
PersentaseKebocoran
Produksi Distribusi Air Terjual
1999 1.169.484 1.081.525 730.673 128.651 32
2000 2.446.655 2.225.569 1.652.558 211.296 28
2001 4.241.022 4.091.376 3.373.632 294.318 21
2002 5.912.128 5.612.678 4.366.332 294.318 21
2003 6.962.821 5.747.280 5.162.424 309.014 18
82
Sumber : PDAM Kota Tangerang
Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kapasitas produksi,
distribusi, jumlah air terjual dan panjang pipa terpasang, dari tahun
1999 sampai dengan tahun 2003 selalu mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Peningkatan tersebut diiringi dengan penurunan tingkat
kebocoran. Ini menunjukan bahwa kinerja PDAM kota Tangerang
mengalami peningkatan.
Jumlah sambungan rumah juga mengalami peningkatan yang
signifikan jika di lihat dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003,
jumlah sambungan mengalami peningkatan rata-rata 29,5% setiap
tahunnya.
B) Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Organisasi Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah
1) Kedudukan
Sesuai dengan ketentuan pasal 3 peraturan Walikota Tangerang
No. 37 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Dinas Pengelolaan
dan Aset Daerah Kota Tangerang (DPKD) Kota Tangerang,
menetapkan bahwa Dinas pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah Kota
Tangerang berkedudukan sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota
Tangerang dibidang pemungutan.
Dalam pelaksanaan tugas pokok Dinas Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah (DPKD) Kota Tangerang dipimpin oleh kepala dinas
83
DPKD Kota Tangerang yang berada dibawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Walikota Tangerang.
2) Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai tugas
pokok dan fungsi melaksanakan sebagian fungsi urusan rumah tangga
daerah dalam bidang pemungutan daerah dan mengadakan koordinasi
dengan instalasi lain dalam perencanaan, pelaksanaan serta
pengendalian pemungutan daerah.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi diatas maka dibuat
pemisahan masing-masing:
a) Kepala Dinas
1. Kepala Dinas mempunyai tugas pokok memimpin, mengatur,
mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh kegiatan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Dinas Pengelolaan Keungan
dan Aset Daerah dalam penyelenggaraan urusan daerah yang
berkenaan dengan pendapatan serta pengelolaan keuangan dan
aset.
2. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada
ayat (1) pasal ini, Kepala Dinas mempunyai fungsi:
- Perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan tugas dan
fungsi dinas.
- Penyelenggaraan penyusunan usulan program, rencana kerja,
kinerja, dan anggaran dinas.
84
- Penjabaran kebijakan strategis serta perumusan dan
pelaksanaan kebijakan teknis dibidang pendapatan serta
pengelolaan keuangan dan aset.
- Pengkoordinasian pelayanan teknis administrasi bagi semua
perangkat daerah dan masyarakat dalam lingkup urusan
pendapatan serta pengelolaan keuangan dan aset.
- Perumusan kebijakan pembangunan, pengadaan, serta
rehabilitasi prasarana, dan sarana fisik dalam lingkungan
dinas.
- Penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan kemampuan
berprestasi para pegawai dilingkungan dinas.
- Pelaporan.
b) Sekretariat
1. Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris yang mempunyai
tugas pokok membantu Kepala Dinas dalam pengkoordinasian
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraa tugas dan fungsi dinas
serta menyelenggarakan kegiatan dibidang administrasi umum,
keuangan, kepegawaian, dan perencanaan.
2. Untuk menjalankan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1)
pasal ini, sekretaris mempunyai fungsi:
- Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja,
dan anggaran tahunan sekretariat.
85
- Penyelenggaraan administrasi umum, administrasi
kepegawain dan administrasi keuangan.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para kepala sub.
Bagian yang dibawahkannya.
- Pelaporan.
c) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Sub Bagian umum dan Kepegawaian dipimpin oleh
seorang Kepala Sub Bagian Umum yang mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi sekretariat dibidang
administrasi umum dan kepegawaian.
Untuk menjalankan tugas pokok sebagaimana diatur dalam
ayat (1) pasal ini, Kepala Sub Bagian mempunyai fungsi:
- Penyusunan ususlan rencana kerja, kinerja, dan anggaran
tahunan sub bagian umum dan kepegawaian.
- Pelaksanaan urusan-urusan ketatausahaan, kearsipan,
kepegawaian, kerumahtanggaan serta perlengkapan perkantoran.
- Pelaksanaan pelayanan administrasi umum kepada seluruh unit
kerja di lingkungan dinas.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
86
d) Sub Bagian Keuangan
Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
sekretariat dibidang keuangan. Untuk melaksanakan tugas pokok
sebagaimana tesebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Sub Bagian
Keuangan mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
Sub Bagian Keuangan.
- Penyusunan usulan anggaran tahunan dinas beserta perubahan
dan perhitungannya.
- Pelaksanaan kegiatan dibidang administrasi keuangan dinas.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
e) Sub Bagian Peencanaan
Sub Bagian Perencanaan dipimpin oleh Kepala Sub Bagian
Perencanaan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
tugas dan fungsi sekretariat dibidang perencanaan. Untuk
melakasanakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1)
pasal ini, Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
sub bagian perencanaan.
87
- Penyusunan usulan program, rencana kerja, dan rencana kinerja
tahunan dinas.
- Pelaksanaan kegiatan dibidang administrasi perencanaan.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
f) Bidang Pendapatan
Bidang pendapatan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang
yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur,
dan mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas dinas
dalam lingkup pendataan objek pajak daerah dan Pendapatan Asli
Daerah lainnya, pendaftaran wajib pajak daerah, penetapan besaran
pajak daerah, serta penagihan pajak daerah dan lain-lain Pendapatan
Asli Daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut
pada ayat (1) pasal ini, Kepala Bidang Pendapatan mempunyai
fungsi:
- Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan
anggaran tahunan bidang pendapatan.
- Penyelengaraan pendataan objek pajak daerah dan pendapatan
asli daerah lainnya.
- Penyelenggaraan pendaftara wajib pajak daerah.
- Penyelenggaraan penghitungan serta penetapan besaran pajak
daerah.
88
- Pelaksanaan penagihan pajak daerah dan lain-lain pendapatan
asli daerah.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para kepala seksi yang
dibawahkannya.
- Pelaporan.
g) Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Seksi Pendaftaran dan Pendataan dipimpin oleh kepala
seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
pelaksanaan sebagian tugas pokok memimpin dan mengatur
pelaksanaan sebagian tugas bidang pendaptan yang berkenaan
dengan pendataan objek pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah
lainnya, pendaftaran wajib pajak daerah, serta penyusunan rencana
perolehan pendapatan daerah yang bersumber dari dana
perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pasala ini, kepala seksi pendaftaran dan pendataan mempunyai
fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
seksi pendaftaran dan pendataan.
- Pelaksanaan pendataan objek pajak daerah dan Pendapatan Asli
Daerah lainnya.
- Pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak Daerah.
89
- Pelaksanaan penyusunan rencana perolehan pendapatan daerah
yang bersumber dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
h) Seksi Penetapan
Seksi Penetapan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang
mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas bidang pendapatan yang berkenaan dengan
penghitungan serta penetapan besaran pajak daerah, pemeriksaan
sederhana terhadap pembukuan wajib pajak daeah serta pengelolaan
barang kuasai. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini, kepala seksi penetapan
mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
seksi penetapan.
- Pelaksanaan penghitungan serta penetapan besaran pajak daerah.
- Pelaksanaan pemeriksaan sederhana terhadap pembukuan wajib
pajak daerah.
- Pelaksanaan pengelolaan barang kuasai.
- Pengawasan dan pembinaan terhadapa para pegawai yang
membantunya,
90
- Pelaporan.
i) Seksi Penagihan
Seksi Penagihan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang
mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas bidang pendapatan yang berkenaan dengan
penagihan pajak daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah,
pengurusan pendapatan daerah di luar Pendapatan Asli daerah, serta
pembukuan dan pelaporan realisasi pendapatan daerah. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pasal ini, kepala seksi penagihan mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
seksi penagihan.
- Pelaksanaan penagihan pajak daerah dan lain-lain Pendapatan
Asli Daerah.
- Pelaksanaan pengurusan pendapatan daerah diluar Pendapatan
Asli Daerah.
- Pelaksanaan pengurusan pendapatan daerah diluar Pendapatan
Asli Daerah.
- Pelaksanaan pembukuan dan laporan realisasi pendapatan
daerah.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
91
j) Bidang Anggaran
Bidang Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala Bidang
yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur,
dan mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas dinas
dalam lingkup penyusunan rancangan peraturan daerah mengenai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta penyiapan Anggaran
Kas daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana
tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Bidang Anggaran mempunyai
fungsi:
- Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan
anggaran tahunan bidang anggaran.
- Penyelenggaraan penyusunan rancangan peraturan daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
- Penyelenggaraan penyusunan rancangan peraturan daerah
tentang rancangan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
- Penyelenggaraan penyiapan anggaran Kas Daerah.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para kepala seksi yang
dibawahkannya.
- Pelaporan.
k) Seksi Penyusunan Anggaran
Seksi Penyusunan Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
92
pelaksanaan sebagian tugas Bidang Anggaran yang berkenaan
dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah serta Rancangan Peraturan Daerah
tentang perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Untuk
melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini,
Kepala Seksi Penyusunan Anggaran mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
Seksi Penyusunan Anggaran.
- Pelaksanaan penghimpunan serta pengolahan data informasi
yang berkenaan degan penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah serta perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
- Pelaksanaan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
- Pelaksanaan penyusunan Rancangan Peatuan Daerah tentang
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
l) Seksi Pengendalian Anggaran
Seksi Pengendalian Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
pelaksanaan tugas Bidang Anggaran yang berkenaan dengan
93
penerbitan Surat Penyediaan Dana (SPD). Untuk menyelenggarakan
tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala
Seksi Pengendalian Anggaran mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
Seksi Pengendalian Anggaran.
- Pelaksanaan penyiapan Anggaran Kas Daerah.
- Pelaksanaan penerbitan Surat Penyediaan Dana (SPD).
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
m) Seksi Kas Daerah
Seksi Kas Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas Bidang Anggaran yang berkenaan dengan
pengelolaan kas daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Kas
Daerah mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
Seksi Kas Daerah.
- Pelaksanaan pemantauan terhadap penerimaan dan pengeluaran
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
- Pelaksanaan pengelolaan Buku Kas Daerah.
94
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
n) Bidang Penatausahaan dan Akuntansi
Bidang Penatausahaan dan Akuntansi dipimpin oleh seorang
kepala bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin,
meencanakan, dan mengatur dan mengendalikan kegiatan
penyelenggaraan sebagian tugas dinas dalam lingkup penelitian
terhadap permintaan pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, akuntansi pada tingkat Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah (SKPKD) dan Bendahara Umum Daerah (BUD),
serta evaluasi terhadap laporan keuangan dan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut
pada ayat (1) pasal ini, Kepala Bidang Penatausahaan dan Akuntansi
mempunyai fungsi:
- Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan
anggaran tahunan Bidang Penatausahaan dan Akuntansi.
- Penyelenggaraan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana
(SP2D).
- Penyelenggaraan akuntansi pada tingkat Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah (SKPKD) dan Bendahara Umum Daerah
(BUD).
95
- Penyelenggaraan evaluasi terhadap laporan keuangan dan
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para Kepala Seksi yang
dibawahkannya.
- Pelaporan.
o) Seksi Penatausahaan Keuangan Daerah
Seksi Penatausahaan Keuangan Daerah dipimpin oleh
seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan
mengatur pelaksanaan sebagian tugas Bidang Penatausahaan dan
Akuntansiyang berkenaan dengan penelitian terhadap Surat Perintah
Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana diatur dalam ayat (1)
pasal ini, Kepala Seksi Penatausahaan Keuangan Daerah mempunyai
fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, da anggaran tahunan
Seksi Penatausahaan Keuangan dan Daerah.
- Pelaksanaan penelitian terhadap permintaan pembayaran atas
beban Anggaan Pendapatan dan Belanja Daerah.
- Pelaksanaan penelitian terhadap permintaan pembayaran atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daserah.
- Pelaksanaan penelitian terhadap kelengkapan dan keabsahan
dokumen pelengkap Surat Perintah Membayar (SPM).
96
- Pelaksanaan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
- Pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
p) Seksi Akuntansi
Seksi Akuntansi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas bidang penatausahaan dan akuntansi yang berkenaan
dengan pelaksanaan akuntansi pada tingkat Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah (SKPKD) dan Bendahara Umum Daerah (BUD).
Untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Akuntansi mempunyai fungsi
sebagai berikut:
- Penyusuna usulan rencana kerja, kinerja dan anggaran tahunan
Seksi Akuntansi.
- Pelaksanaan akuntansi pemerintahan daerah pada Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD).
- Pelaksanaan akuntansi pemerintahan daeah pada bendahara
umum.
- Pelaksanaan penyusunan lapoa keuangan dan laporan
pertanggungjawaban tingkat pemerintah daerah dan Bendahara
Umum Daerah (BUD)
97
- Pengawsan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
q) Seksi Evaluasi
Seksi Evaluasi dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang
mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas bidang penatausahaan dan akuntansi yang berkenaan
dengan evaluasi atas laporan keuangan dan laporan
pertanggungjawaban bendahara penerimaan serta penelitian terhadap
kelengkapan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Bendahara
Pengeluaran. Untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Evaluasi
mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
Seksi Evaluasi.
- Pelaksanaan evaluasi atas laporan keuangan dan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
- Pelaksanaan verifikasi, evaluasi, dan analisis, terhadap laporan
pertanggungjawaban bendahara penerimaan.
- Pelaksanaan peneitian terhadap kelengkapan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) Bendahara Pengeluaran.
98
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
r) Bidang Aset
Bidang Aset dipimpin oleh seorang kepala bidang yang
mempunyai tugas pokok, memimpin, merencanakan, mengatur dan
mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas Dinas
dalam lingkup administrasi, mutasi, dan pemberdayaan aset. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1)
pasal ini, Kepala Bidang aset mempunyai fungsi:
- Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan
anggaran tahunan Bidang Aset.
- Penyelenggaraan administrasi aset.
- Penyelenggaraan adminstrasi mutasi aset.
- Penyelenggaraan adminstrasi pemberdayaan aset.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para Kepala Seksi yang
dibawahkanya.
- Pelaporan.
s) Seksi Administrasi Aset
Seksi Adminstrasi Aset dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian
tugas Bidang Aset yang berkenaan dengan pengadminstrsian
99
pengadaan dan pemeliharaan barang daerah serta aset. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini, Kepala Seksi Adminstrasi Aset mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anngaran tahunan
Seksi Administrasi Aset.
- Pelaksanaan pengadministrasian pengadaan barang daerah.
- Pelaksanaan pengadministrasian pemeliharaan barang daerah.
- Pelaksanaan pengadminstrasian aset.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
t) Seksi Mutasi Aset
Seksi Mutasi Aset dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
mempunyai tugas pokok memmpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas Bidang Aset yang berekenaan dengan administrasi
mutasi aset serta penghapusan dan pemindahtanganan aset. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini, Kepala Seksi Mutasi Aset mempunyai fungsi:
- Penyusunan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi
Mutasi Aset.
- Pelaksanaan administrasi aset.
- Pelaksanaan penghapusan dan pemindah tanganan aset.
100
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
u) Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset
Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset dipimpin oleh
seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan
mengatur pelaksanaan sebagian tugas bidang asetyang berkenaan
dengan pemanfaatan dan pemberdayaan aset. Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini, Kepala Seksi mempunyai fungsi:
- Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan
Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset.
- Pelaksanaan pembinaan pemanfaatan dan pemberdayaan aset.
- Pelaksanaan administrasi pemberdayaan aset.
- Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang
membantunya.
- Pelaporan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) pasal ini, Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan
Aset dibantu oleh:
- Petugas penghimpunan data potensi anak.
- Petugas proses pemberdayaan aset.
- Petugas adminstrasi pemanfaatan dan pemberdayaan aset.
101
- Operator Komputer.
v) Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari jenis-jenis jabatan
fungsional yang berada pada dinas meliputi:
1. Statistisi
2. Asiparis
3. Pranata Komputer
Pemegang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini, dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas.
Dalam hal pemegang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini lebih dari seorang, dibentuk kelompok
jabatan fungsional. Dalam hal jabatan funsioanal sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) pasal ini dipimpin oleh pemegang jabatan
fungsional yang paling senior.
Jumlah pegawai negeri sipil yag memangku setiap jenis jabatan
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, beserta
rincian tugasnya masing-masing, ditetapkan degan keputusan
Walikota.
w) Tata Kerja
Hal-hal yang menjadi tugas dan fungsi dinas serta masing-
masing unit kerja dinas merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
102
Kegiatan operasioanal dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi dinas dilaksanakan oleh Kepala Dinas besama-sama
dengan Seketariat, Bidang-bidang, Sub Bagian, Seksi-seksi, dan
Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan Dinas. Dalam
melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas menyelenggarakan hubungan
fungsional dengan instansi lain yang memiliki kaitan fungsi dengan
dinas.
Kepala Dinas secara taktis operasioanl dan teknis
administratif berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah. Setiap pimpinan unit kerja dinas
wajib memimpin dan memberikan bimbingan serta petunjuk
pelaksanaan tugas kepada unit kerja dinas dibawahnya atau pegawai
yang membantunya.
Setiap pimpinan unit kerja dinas salam melaksanakan
tugasnya berkewajiban menerapkan prinsip-prinsip koordinasi,
sinkronisasi dan simplikasi serta akuntabilitas kerja.
x) Pelaporan
Kepala Dinas wajib memberikan laporan tentang
pelaksanaan tugasnya secara teratur, jelas, dan tepat waktu kepada
Walikota melalui Seketaris Daerah.
Setiap pimpinan unit kerja dinas wajib mengikuti,
mematuhi petunjuk, dan betanggung jawab kepada pimpinan unit
103
kerja dinas yang membawahkannya serta memberikan laporan secara
tepat waktu.
Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan unit kerja
dinas dari pimpinan unit kerja dibawahnya wajib diolah dan
dipergunakan sebagai bahan petimbagan lebih lanjut untuk
memberikan petunjuk kepada unit kerja yang dibawahkannya
tersebut. Pengaturan mengenai jenis laporan dan tata cara
penyampaiannya berpedoman kepada peaturan perundang-undangan
yang berlaku.
y) Hak Mewakili
Dalam hal berhalangan untuk melaksanakan tugasnya,
Kepala Dinas menunjuk Sekretaris untuk mewakilinya. Apabila
Sekretaris karena sesuatu yang berhalangan, maka Kepala Dinas
dapat menunjuk salah seorang Kepala Bidang yang paling senior.
z) Kepegawaian
Kepala Dinas diangkat dan diberhentikan oleh Walikota
atas usul Sekretaris Daerah setelah berkonsultasi dengan Gubernur
Provinsi Banten.
Pejabat lainnya dilingkungan dinas diangkat dan
diberhentikan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan pelimpahan
kewenangan dari walikota. Pembiayaan atas pelaksanaan tugas Dinas
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta sumber
pembiayaan lain yang sah.
104
C. Analisa dan Pembahasan
1. Perbandingan Realisasi Penerimaan PAD dengan Penerimaan
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah
dan Pendapatan Lain-lain Yang Sah Pada Tahun 2004-2008
Tabel 4.2
Realisasi Penerimaan PAD dengan Penerimaan Pajak Daerah,Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pendapatan
Lain-lain Yang Sah Pada Tahun 2004-2008
73.883.817.667 79.368.013.720 92.156.784.042 109.439.654.143 121.428.620.428
107,42% 116,11% 118,75% 110,95%
24.438.801.682 24.827.124.613 22.155.110.158 25.885.814.246 32.487.536.469
101,59% 89,24% 116,84% 125,50%
1.560.971.931 3.017.666.389 5.287.566.187 13.727.558.797 10.609.368.977
193,32% 175,22% 259,62% 77,29%
9.094.943.849 14.937.187.795 16.254.181.501 15.000.000.000 27.949.604.276
164,24% 108,82% 92,28% 186,33%
108.978.535.129 122.149.992.517 135.853.641.888 164.053.027.186 192.475.130.150
112,09% 111,22% 120,76% 117,32%Y
2007 2008
X1
X2
Periode
Jenis Penerimaan2004 2005 2006
X3
X4
Realisasi penerimaan PAD, pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah dapat
dilihat dari tabel 4.1 diatas, dapat kita ketahui bahwa pada tahun 2004
jumlah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah mencapai angka
Rp.73.883.817.667,- kemudian dari sektor retribusi daerah mencapai
angka Rp. 24.438.801.682,- dari sektor penerimaan hasil perusahaan
milik daerah mencapai angka Rp. 1.560.971.831,- dan pendapatan
105
lain-lain yang sah Rp. 9.094.943.849,- dan Realisasi penerimaan asli
daerah mencapai angka sebesar Rp. 108.978.535.000,-.
Pada tahun 2005 jumlah penerimaan dari sektor pajak daerah
mengalami peningkatan, dengan total penerimaan sebesar Rp.
79.368.013.720,- dengan total persentase kenaikan sebesar 107,42%,
kemudian dari sektor retribusi daerah mencapai angka Rp.
24.827.124.613 dengan total persentase kenaikan sebesar 101,58%,
sedangkan penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah
mengalami peningkatan sebesar Rp. 3.017.666.389 dengan persentase
kenaikan sebesar 193,3%, sedangkan penerimaan yang berasal dari
sektor pendapatan lain-lain yang sah mencapai angka sebesar Rp
14.937.187.795 dengan persentase kenaikan sebesar 164,23% dan
penerimaan dari PAD mencapai angka sebesar Rp. 122.149.992.517,-
dengan persentase kenaikan sebesar 112,08%.
Pada tahun 2006 dapat diketahui bahwa penerimaan yang
berasal dari sektor pajak daerah terus mengalami peningkatan sebesar
Rp. 92.156.784.042,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,11%,
kemudian penerimaan dari retribusi daerah mengalami penurunan
sebesar Rp 22.155.110.158,- dengan persentase penurunan sebesar
89,23% dari pada tahun sebelumnya. Kemudian penerimaan dari hasil
perusahaan milik daerah mengalami peningkatan sebesar 175,22%.
Pada penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah
meningkat sebesar Rp. 16.254.181.501,- dengan persentase kenaikan
106
sebesar 108,81% dengan tahun 2005. Dan pada penerimaan yang
berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp.
135.853.941.888,- dengan persentase kenaikan sebesar 111,21%.
Pada tahun 2007, dapat diketahui pada penerimaan daerah yang
berasal dari pajak daerah mengalami peningkatan pula sebesar Rp.
109.439.654.143,- dengan persentase kenaikan sebesar 108,75% dan
pada penerimaan yang berasal dari retribusi daerah meningkat sebesar
Rp. 25.885.814.246,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,83%
kemudian di tahun 2007 ini penerimaan yang berasal dari hasil
perusahaan milik daerah meningkat tajam sebesar Rp. 13.727.558.797
dengan persentase kenaikan sebesar Rp. 259,61% akan tetapi pada
penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah mengalami
penurunan sebesar Rp. 14.737.837.000 dengan persentase penurunan
sebesar 90,67%. kemudian penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah
meningkat Rp. 163.790.864.298,- dengan persentase kenaikan sebesar
120,56%.
Pada tahun 2008 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun
yaitu tahun 2004-2008 penerimaan-penerimaan daerah tersebut diatas
terus mengalami peningkatan yaitu dari penerimaan pajak daerah
mengalami peningkatan sebesar Rp. 121.428.620.428,- dengan
persentase kenaikan sebesar 110,95% , kemudian penerimaan darri
retribusi daerah mengalami peningkatan pula sebesar Rp.
32.487.536.000,- dengan persentase kenaikan sebesar 126,50%, akan
107
tetapi penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah
menurun sebesar Rp. 10.609.368.977,- dengan persentase penurunan
sebesar 77,28%. Dan penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain
yang sah meningkat tajam sejumlah Rp. 27.949.604.276,- dengan
persentase kenaikan sebesar 189,64%, sedangkan penerimaan yang
berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp.
192.475.130.155,- dengan persentase kenaikan sebesar 117,51%.
Gambar 4.1Grafik Perkembangan Penerimaan PAD Kota Tangerang Periode
Tahun 2004-2008
Penerimaan PAD dalam 5 tahun
0
50.000.000.000
100.000.000.000
150.000.000.000
200.000.000.000
250.000.000.000
1 2 3 4 5
Tahun
Jum
lah
Pene
rimaa
n X1X2X3X4Y
Keterangan : Garis Warna Pink X1 (Pajak Daerah)Garis Warna Hijau X2 (Retribusi Daerah)Garis Warna Orange X3 (Hasil Perusahaan Milik Daerah)Garis Warna Biru X4 (Pendapatan Lain-lain Yang Sah)Garis Warna Biru Muda Y (Pendapatan Asli Daerah)
Dari gambar grafik 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa garis
warna pink yang menunjukan variabel X1 yaitu pajak daerah selalu
mengalami kenaikan setiap tahunnya sehingga terlihat garis kurva yang
108
semakin menanjak itu artinya bahwa dari variabel penerimaan pajak
daerah memberikan kontribusi yang paling besar ke PAD Kota
Tangerang dan sangat dominan dibanding dengan variabel yang lain.
Kemudian pada garis warna hijau yang menunjukan variabel X2 yaitu
retribusi daerah juga mengalami kenaikan pada tahun 2005, 2007, dan
pada tahun 2008 terkecuali pada tahun 2006, variabel tersebut
mengalami penurunan penerimaan sehingga terlihat garis yang sedikit
menurun pada tahun ke-3 atau tahun 2006. Selanjutnya garis warna
orange yang menunjukan variabel X3 yaitu hasil perusahaan milik
daerah tiap tahun juga mengalami kenaikan ini dilihat dari garis yang
semakin menanjak pada tahun 2005, 2006 dan 2007 tetapi pada awal
tahun 2008 garis warna orange tersebut sedikit menurun ini
mengindikasikan bahwa pada tahun ke 5atau tahun 2008 penerimaan
dari hasil perusahaan milik daerah mengalami penurunan. Kemudian
garis warna biru yang menunjukan variabel X4 yaitu pendapatan lain-
lain yang sah pada tahun 2005, 2006 garis kurva warna biru tersebut
semakin menanjak kemudian di tahun ke-4 atau tahun 2007 garis kurva
warna biru semakin menurun pada tahun ke-5 atau tahun 2008 garis
kurva warna biru kembali menanjak, hal ini mengindikasikan bahwa
penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah pada tahun 2007
mengalami penurunan dan pada tahun 2008 kembali meninngkat. Pada
garis warna biru muda adalah variabel dependen (PAD) itu sendiri atau
variabel Y terlihat garis kurva yang semakin menanjak signifikan, hal
109
X1X2
X3X4
Y X1X2
X3
X4Y X1X2
X3
X4Y X1X2
X3
X4
Y
0,00%
50,00%
100,00%
150,00%
200,00%
250,00%
300,00%
Pros
enta
se
1 2 3 4 5
Tahun
Prosentase Penerimaan PAD dalam 5 tahun
X1X2X3X4Y
ini mengindikasikan bahwa realisasi penerimaan PAD di Kota
Tangerang selama periode tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-5 yang
merupakan tanda dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 terus
mengalami kenaikan yang sangat signifikan.
Diagram 4.1Diagram prosentase Efektifitas PAD dalam 5 tahun
Periode Tahun 2004-2008
Keterangan : X1 (Pajak Daerah)X2 (Retribusi Daerah)X3 ( Hasil Perusahaan Milik Daerah)
X4 ( Pendapatan Lain-lain Yang Sah) Y (PAD)
Dari gambar diagram 4.1 diatas prosentase penerimaan
variabel X1 atau pajak daerah pada tahun ke-2 atau tahun 2005 sebesar
107,42 % atau naik sekitar 7% dari tahun ke-1 atau tahun 2004.
kemudian prosentase penerimaan variabel X2 atau retribusi daerah pada
tahun ke-2 atau tahun 2005 sebesar 101,59% atau naik sekitar 1% dari
110
tahun ke-1 atau tahun 2004. selanjutnya prosentase penerimaan variabel
X3 atau hasil perusahaan milik daerah pada tahun ke-2 atau tahun 2005
sebesar 193,32% atau naik sekitar 97% di banding penerimaan tahun
ke-1 atau 2004. dan variabel indepedenden yang terakhir posentase
penerimaan pendapatan lain-lain yang sah X4 pada tahun ke-2 atau
tahun 2005 total penerimaan mencapai 122.149.992.517 naik 100% lebi
dari tahun 2004 yang hanya 108.978.535.129.
Pada tahun ke-3 atau tahun 2006 prosentase kenaikan variabel
X1 atau pajak daerah sebesar 116,11% atau naik sekitar 9% dari tahun
2005 yang hanya 107,42%. Kemudian prosentase variabel X2 atau
retribusi daerah pada tahun 2006 sedikit mengalami penurunan
prosentase sebesar 89,24% atau turun sekitar 11% dari tahun 2005.
Selanjutnya prosentase penerimaan variabel X3 atau hasil perusahaan
milik daerah pada tahun ke-3 atau tahun 2006 sebesar 175,22% atau
turun sekitar 18% atau di banding penerimaan ke-2 atau tahun 2005
yang mencapai 193,32%. Dan variabel independen terakhir prosentase
penerimaan pendapatan lain-lain yang sah X4 pada tahun ke-3 atau
tahun 2006 sebesar 108,82 % atau turun sekitar 55% dari tahun ke-2
atau tahun 2005 yang mencapai 164,24%. Untuk variabel dependen
yaitu realisasi PAD atau Y pada tahun 2006 total penerimaan mencapai
135.853.641.888. naik sekitar 2% dari tahun 2005 yang hanya
122.149.992.517.
111
Pada tahun ke-4 atau tahun 2007 prosentase kenaikan variable
X1 atau pajak daerah sebesar 118,75% atau naik sekitar 2% dari tahun
2006 yang hanya 116,11%. Kemudian presentase kenaikannya sebesar
116,11%. Kemudian presentase variable X2 atau retribusi daerah pada
tahun 2007 prosentase kenaikannya sebesar 116,84% atau naik sekitar
27% dari tahun 2006. Selanjutnya prosentase penerimaan variable X3
atau hasil perusahaan milik daerah pada tahun ke-4 atau tahun 2007
sebesar 259,62% atau naik tajam sekitar 80% di banding penerimaan
tahun ke-3 atau tahun 2006 yang hanya 175,32%. dan variabel
indepeden terakhir presentase penerimaan pendpatan lain-lain yang sah
X4 pada tahun ke-4 atau tahun 2007 sebesar 92,28% atau turun sekitar
16% dari tahun ke-3 atau tahun 2006 yang hanya 108,82%. Untuk
variabel depeden yaitu realisasi penerimaan PAD atau Y total
penerimaan pada tahun 2007 sebesar 164.053.027.186. naik sekitar 20%
dari total penerimaan tahun 2006 yang hanya 135.853.641.888.
Pada tahun ke-5 atau tahun 2008 prosentase kenaikan variabel
X1 atau pajak daerah sebesar 110,95% atau turun sekitar 8% dai tahun
2007 yang mencapai 118,11%. Kemudian presentase variabel X2 atau
retribusi daerah pada tahun 2008 prosentase kenaikannya sebesar
125,50% atau naik sekitar 10% dari tahun 2007. Selanjutnya presentase
penerimaan variabel X3 atau hasil perusahaan milik daerah pada tahun
ke-5 atau tahun 2008 sebesar 77,29% atau turun drastis sekitar 180%
dibanding penerimaan tahun ke-4 atau tahun 2007 yang mencapai
112
259,62%. dan variabel indepeden yang terakhir adalah presentase
penerimaan pendapatan lain-lain yang sah X4 pada tahun ke-5 atau
tahun 2008 sebesar 186,33% atau naik sekitar 90% dari tahun ke-4 atau
tahun 2007 yang hnaya 92,28% untuk variabel realisasi penerimaan
PAD total penerimaan pada tahun 2008 mencapai 192.475.130.150 naik
sekitar 20% dari tahun 2007 yang hanya 164.053.027.186.
2. Pengaruh Pajak Daerah, Reribusi Daerah, Hasil Perususahaan
Milik Daerah dan Penerimaan Hasil-hasil Usaha Yang Sah
Terhadap Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun 2004-2008
a. Uji Asumsi Klasik
1) Hasil Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan
normality probability plot. Dari gambar 4.2 dapat dilihat hasil
pengujian tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data berada
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian ini sudah terdistribusi dengan normal atau sudah
memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2002 : 76).
113
Gambar 4.2Hasil Uji Normalitas Data
2) Hasil Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah
pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
memiliki korelasi antar variabel independennya. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat
nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor).
Tabel 4.3Hasil Uji Multikolonieritas
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
(Constant)
Pajak Daerah .290 3.449
Retribusi Daerah .537 1.862
Hasil Perusahaan Milik Daerah .529 1.892
1
Pendapatan lain-lain yang sah .604 1.657
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli DaerahSumber : Hasil Pengolahan data SPSS
114
Pada tabel 4.3 diketahui hasil perhitungan nilai tolerance
untuk penerimaan pajak daerah adalah 0,290, penerimaan retribusi
daerah 0,537, penerimaan hasil perusahaan milik daerah 0,529,
pendapatan lain-lain yang sah 0,604. Hasil perhitungan tersebut
menunjukan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai
tolerance kurang dari 10%. Karena mempunyai nilai tolerance
kurang dari 0,1 maka model regresi dapat dikatakan bebas dari
multikolonieritas (Bhuono Agung, 2005 :58).
Sedangkan hasil dari perhitungan nilai VIF juga
menunjukan hal yang sama yaitu tidak ada variabel bebas yang
memiliki VIF lebih dari 10. Hasil perhitungan nilai VIF
penerimaan pajak daerah adalah 3,449, penerimaan retribusi
daerah 1,862, penerimaan hasil perusahaan milik daerah 1,892,
penerimaan pendapatan hasil usaha lain-lain yang sah 1,657. Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut
tidak terdapat problem multikolonieritas.
3) Hasil Uji Heterokedastisitas
Gambar 4.3 merupakan grafik hasil uji heteroskedastisitas.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di
atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu y. hal ini berarti tidak
terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sehingga dapat
115
disimpulkan bahwa model penelitian ini tidak mengalami problem
heteroskedastisitas.
Gambar 4.3Hasil Uji Heteroskedasitas
Sumber : Hasil Pengolahan data SPSS
4) Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji, apakah dalam
suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi.
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa hasil uji
autokorelasi pada model regresi ini menunjukkan angka Durbin
Watson sebesar 1,193. Karena angka Durbin Watson mendekati
angka atau di sekitar angka 2 maka model tersebut terbebas dari
asumsi klasik autokorelasi dan terletak di daerah No
Autocorelation.
116
Tabel 4.4Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary(b)
a. Predictors (Constant), Penerimaan Pajak Daerah, Rertibusi Daerah, HasilPerusahaan Milik Daerah, Penerimaan Hasil Usaha Lain-lain Yang sah
b. Dependent Variable: Realisasi Penerimaan PADSumber : Hasil Pengelolaan data dengan SPSS 12
b. Uji Hipotesis
1) Uji Koefisien Determinasi
Tabel 4.5Hasil Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi (R) digunakan untuk
menentukan seberapa besar kemampuan variabel independen
dapat menjelaskan variabel dependen. Pada penelitian ini R
Square yang digunakan adalah R Square yang sudah disesuaikan
ModelDurbin-Watson
1 1,193
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .925a .856 .846 1317050933.020
a. Predictors: (Constant), Pendapatan lain-lain yang sah, Hasil Perusahaan MilikDaerah, Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: Pendapatan Asli DaerahSumber : hasil Pengolahan data dengan SPSS
117
atau Adjusted R-Square, karena disesuaikan dengan jumlah
variabel independent yang digunakan dalam penelitian.
Hasil output SPSS pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa
nilai Adjusted R Square sebesar 0,846 atau 84,6 % hal ini berarti
bahwa variabel independen penerimaan pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan penerimaan pendapatan
hasil usaha lain-lain yang sah mampu menjelaskan variabel
dependen realisasi penerimaan PAD sebesar 84,6%, selebihnya
sebanyak 15,4% lagi yang lain sepeti : dana perimbangan dan
pinjaman daerah.
Dari hasil penelitian ini, 84,6% variabel realisasi
penerimaan PAD mampu dijelaskan oleh variabel atau
dipengaruhi oleh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, dan pendapatan dari hasil-hasil usaha lain yang sah.
Sedangkan sisanya yaitu 15,4% yang lain, seperti dana
perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Atas dasar itu maka realisasi penerimaan PAD yang terjadi
pada tahun 2004-2008 diharapkan mengalami peningkatan setiap
tahunnya sesuai dengan yang diharapkan oleh aparat DPKAD
Kota Tangerang yang diimbangi dengan peningkatan penerimaan
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan
hasil-hasil usaha lainnya yang sah yang seimbang dengan
penerimaan yang berasal dari sumber perimbangan dana. Selain
118
itu, faktor tindakan pemungutan oleh aparat pemerintah DPKAD
Kota Tangerang diharapkan seefektif dan seefisien mungkin
dalam melaksanakan pemungutan terhadap masyarakat Kota
Tangerang. Dengan demikian terciptanya pelimpahan wewenang
pengelolaan dan pemungutan yang lebih baik, lebih andal, dan
valid yang mana sangat berpengaruh terhadap realisasi
penerimaan PAD Kota Tangerang.
2) Hasil Uji F
Tabel 4.6Hasil Uji F
Dari Anova(b) pada tabel 4.6 didapat F hitung sebesar
81,996 dengan tingkat signifikasi 0,000 karena tingkat signifikasi
dibawah 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya
penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahan
milik daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap realisasi
penerimaan PAD.
ANOVAb
ModelSum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Regression
5.689E20 4 1.422E20 81.996 .000a
Residual 9.540E19 55 1.735E18
1
Total 6.643E20 59
a. Predictors: (Constant), Pendapatan lain-lain yang sah, Hasil PerusahaanMilik Daerah, Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
119
3) Hasil Uji t
Tabel 4.7Hasil Uji t
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 5.768E8 8.004E8 .721 .474
Pajak Daerah .883 .156 .538 5.672 .000
Retribusi Daerah .403 .271 .104 1.488 .143
Hasil Perusahaan
Milik Daerah1.401 .525 .187 2.667 .010
1
Pendapatan lain-
lain yang sah1.726 .462 .246 3.735 .000
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli DaerahSumber : Hasil Pengolahan SPSS
Berdasarkan hasil tabel 4.7, maka dapat diperoleh suatu
persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 5.768 + 0, 883 X1 + 0, 403 X2 + 1, 401 X3+ 1,726 X4
Nilai konstanta alpha (α) sebesar 5.768 menunjukan bahwa jika
penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik
daerah dan hasil-hasil usaha yang sah dianggap konstan maka
realisasi penerimaan PAD adalah 5.768.
Dari persamaan regresi hasil tabel 4.7 nilai 0,883 X1
merupakan koefisien regresi yang menunjukan bahwa setiap
adanya penambahan jumlah Pajak Daerah sebesar
120
1.000.000.000. maka penerimaan Pajak Daerah akan
meningkatkan realisasi penerimaan sebesar 883.000.000,-
sedang nilai 0,403 X2 merupakan koefisien regresi yang
menunjukan bahwa setiap adanya penambahan Retribusi Daerah
sebesar 1.000.000.000. maka juga akan meningkatkan realisasi
penerimaan Retribusi Daerah sebesar 403.000.000,- sedang nilai
1,401 X3 merupakan korfisien regresi yang yang menunjukan
bahwa setiap ada penambahan penerimaan Hasil Perusahaan
Milik Daerah 1.000.000.000. maka akan meningkatkan realisasi
penerimaan sebesar 1.401.000.000. sedangkan nilai 1,726 X4
merupakan koefisien regresi yang menunjukan bahwa setiap
adanya penambahan Hasil-hasil Usaha Yang Sah sebesar
1.000.000.000. maka juga akan meningkatkan realisasi
penerimaan sebesar 1.726.000.000.
Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari uji t hitung
untuk penerimaan pajak daerah sebesar 5,672 sedangkan untuk
nilai t-tabel dengan tingkat signifikansi ( α ) = 0,05 dan DK (
Derajat Kebebasan ) = jumlah data ( n)-1 = 60-1 = 59, maka
diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,001 hal ini berarti t-hitung lebih
besar dari t-tabel. Jika statistik t-hitung > statistik t-tabel, maka
Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penerimaan pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap
realisasi penerimaan PAD.
121
Sedang uji t untuk penerimaan retribusi daerah adalah
sebesar 1,488. Nilai tersebut lebih kecil dari t-tabelnya yaitu
2,001. Jika t hitung < dari statistik t-tabel maka Ha ditolak dan
Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan
dari retribusi daerah tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap realisasi penerimaan PAD.
Pada uji t-hitung untuk penerimaan hasil perusahaan
milik daerah adalah sebesar 2,667 nilai tersebut lebih besar dari
t-tabelnya yaitu 2,001. Jika t-hitung > dari statistik t-tabel, maka
Ha diterima dan Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah sedikit
berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD.
Pada uji t-hitung untuk penerimaan hasil-hasil usaha
yang sah adalah sebesar 3,735 nilai tersebut lebih besar dari t-
tabelnya yaitu 2,001, jika t-htung > dari t-tabel, maka Ha
diterima dan Ho ditolak. sehingga dapat disimpulkan bahwa
penerimaan dari hasil-hasil usaha yang sah berpengaruh secara
signifikan terhadap terhadap realisasi penerimaan PAD.
Dari output SPSS pada tabel coefficients juga
menunjukan bahwa penerimaan pajak daerah menghasilkan
tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang menunjukan
probabiltasnya lebih kecil dari 0,05 dengan demikian Ho ditolak
dan Ha diterima yang berarti penerimaan dari pajak daerah
122
terhadap realiasi penerimaan PAD secara parsial berpengaruh
secara signifikan.
Pada tabel coeficient penerimaan dari hasil retribusi
daerah menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,143 yang
menunjukan probabilitas lebih besar dari 0,05 dengan demikian
Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti penerimaan dari
retribusi daerah terhadap realisasi penerimaan PAD tidak
berpengaruh secara signifikan.
Pada penerimaan dari perusahaan milik daerah
menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,010 yang
probabilitasnya sedikit lebih besar dari 0,05 sehingga Ho
diterima dan Ha di tolak. Maka penerimaan dari hasil
perusahaan milik daerah secara parsial sedikit berpengaruh
secara signifikan.
Sedangkan penerimaan dari pendapatan hasil-hasil usaha
yang sah menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang
probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Maka pengaruh penerimaan dari hasil usaha-usaha
yang sah terhadap realisasi penerimaan PAD secara parsial
berpengaruh secara signifikan.
Berdasarkan hasil analisis statistik diatas, diketahui
bahwa penerimaan dari retribusi daerah terdapat pengaruh yang
kurang signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD.
123
Berdasarkan pengamatan, dikarenakan dari tahun ke tahun salah
satu sumber penerimaan PAD tersebut kurang begitu optimal
dalam realisasinya terutama untuk penerimaan retribusi daerah
seperti retibusi pelayanan kebersihan, retribusi pelayanan
pemakaman, retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum,
retribusi pelayanan pasar, dan retribusi pemeriksaan alat
pemadam kebakaran, dimungkinkan kurang maksimal dalam
pemungutannya sehingga penerimaan dari retribusi-retibusi
tersebut tersebut dapat mengurangi kas daerah.
Akan tetapi, ada peneriman yang berasal dari pajak
daerah dan penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah
berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD.
Pemungutan yang dilaksanakan oleh aparat DPKD Kota
Tangerang telah maksimal, sehingga sangat memberikan
kontribusi yang menguntungkan bagi APBD Kota Tangerang.
Dalam hal ini Kota Tangerang dapat menjalankan otonomi
daerah yang dimulai sejak tahun 2001 sampai sekarang. Dengan
demikian kota Tangerang dapat mengupayakan untuk terus
meningkatkan sumber-sumber PAD tersebut agar dapat
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
124
c. Perbandingan Analisis Penulis dengan Penelitian-penelitian
Sebelumnya.
Berdasarkan analisis penelitian diatas, penulis akan
memperbandingkan dengan analsis penelitian-penelitian
sebelumnya yang mendukung terhadap penelitian diatas. Adapun
penelitain-penelitian tersebut antara lain:
1. Oleh Miftahul Huda (Skripsi, UIN: 2006), yang meneliti
tentang Analisa Pengaruh Pajak Sektor Pariwisata Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok periode 2001-
2005.
Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh pajak sektor pariwisata (pajak hotel,
pajak restoran, pajak hiburan) terhadap perubahan PAD.
2. Oleh Mochamad Adam Hamdani (2002) yang meneliti tentang
Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota
Depok
Berdasarkan penelitiannya potensi target dan realisasi
penerimaan pajak restoran sudah cukup optimal dikarenakan
berkembangnya jasa usaha restoran dikota depok dan
dipengaruhi oleh pembangunan dan faktor geografis strategis
berbatasan dengan ibu kota DKI Jakarta.
3. Oleh Nurul Hadi (Skripsi UIN: 2008), tentang Optimalisasi
penerimaan Retribusi Daerah dan Pengaruhnya terhadap
125
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Depok periode Tahun
2002-2006.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui
optimalisasi penerimaan retribusi daerah dan mengetahui
sejauh mana pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap
pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Depok.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui
bahwa penerimaan retribusi daerah di kota Depok tahun 2002-
2005 sudah mencapai optimal, sedangkan di tahun 2006
penerimaan retribusi daerah tidak mencapai optimal.
Disamping itu, dapat disimpulkan bahwa retribusi daeah
mempunyai hubungan (korelasi) positif dengan perubahan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dan memiliki kontribusi
signifikan terhadap perubahan PAD dan menunjukan
pengaruh retribusi yang lemah terhadap PAD.
4. Oleh Ahmad Najib (Skripsi UIN: 2006), tentang Analisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Karawang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
serta pendapatan lain-lain yang sah terhadap penerimaan PAD
pada Kabupaten Karawang. Data yang digunakan adalah
laporan bulanan Pendapatan Asli Daerah selama satu periode
126
yaitu tahun 2001-2005. Penelitian ini menggunakan metode
regresi linier berganda yang kemudian dilakukan uji F dan t
yang telah dinyatakan bebas dari uji asumsi klasik.
Berdasarkan hasil penelitiannya dapat diketahui
bahwa keempat variabel independen (pajak daerah,
perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah
berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi penerimaan
PAD di kabupaten Karawang).
Dari beberapa penelitan diatas, dapat disimpulkan
bahwa yang berpengaruh positif dan kuat pengaruhnya
terhadap realisasi penerimaan PAD yaitu penerimaan yang
berasal dari jumlah pajak daerah dan penerimaan dari
pendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan penerimaan dari
retribusi daerah dan hasil-hasil usaha yang sah kurang
memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap
realisasi penerimaan PAD. Dan hal ini perlu adanya upaya-
upaya yang harus dilakukan oleh aparatur DPKD dan
masyarakat sekitar kota Tangerang, agar tidak terjadi adanya
penerimaan-penerimaan yang belum terrealisasi di tahun-
tahun yang akan datang yang mengakibatkan penerimaan
PAD menurun, demi tercapainya efektifitas dan efisiensi
pemungutan PAD kota Tangerang.
127
3. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang
khususnya DPKD dalam meningkatkan realisasi penerimaan PAD di
Kota Tangerang.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai aparatur DPKD ada upaya-
upaya yang perlu dilakukan demi meningkatkan pendapatan daerah
terutama dari sektor PAD. Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam
mengoptimalkan penerimaan PAD antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi.
2. Untuk pajak reklame dilakukan penertiban reklame secara rutin
khususnya izin yang temporer atau tidak tetap seperti spanduk, umbul-
umbul, baliho, karena hal ini sangat efektif dengan melakukan
penurunan, dimana setelah media reklame kain tersebut yang tak berizin
diturunkan maka pemasangan reklame tersebut akan segera mengurus
izinnya dan membayar pajak.
3. Untuk hotel, retoran, parkir, dan izin hiburan dilakukan checker selama
satu bulan penuh yang dibagi beberapa shift serta dilakukan selama 24
jam bagi penginapan atau hotel.
4. Melakukan ekstensifikasi secara rutin untuk mencari potensi-potensi
baru untuk pajak daerah, dimana setiap ada pembangunan pusat-pusat
bisnis disitu akan muncul potensi baru seperti potensi parkir, restoran,
hiburan dan lainnya.
5. Melakukan kerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan
Pembangunan dalam melakukan pendataan terhadap potensi pajak
128
daerah untuk meningkatkan target pendapatan baik untuk hotel,
restoran, hiburan, parkir swasta, dan pajak lainnya dengan mencatat
data potensi untuk dijadikan database.
129
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui
realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tangerang
selama kurun waktu dari tahun 2004-2008 kedua, untuk mengetahui
besarnya pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan daerah,
dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap pendapatan asli daerah dan
yang ketiga, adalah untuk melihat upaya-upaya apa saja yang dilakukan
aparatur DPKAD Kota Tangerang dalam mengoptimalkan pemungutan
PAD di Kota Tangerang,
Adapun kesimpulannya yaitu:
1. Dapat dilihat dari tahun 2004-2008, realisasi penerimaan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Hal ini di pengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Perusahaan Milik Daerah, Hasil Usaha Lain-lain yang Sah dari tahun ke
tahun mengalami kenaikan dari target yang ditetapkan oleh DPKAD
Kota Tangerang dari tahun-tahun sebelumnya.
2. Penerimaan dari dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah dan pendapatan hasil usaha lainnya yang sah yang sudah
terrealisasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan PAD. Berdasarkan
hasil pengujian regresi berganda memiliki nilai koefisien determinasi
130
(R) yang sudah disesuaikan sebesar 0,846 atau 84,6 % variabel
dependen realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan
sisanya 15,4 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang
digunakan.
3. Pada uji F dapat dilihat dari tabel ANOVA, bahwa variabel pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan
lain-lain yang sah memiliki nilai F hitung 81.996 dengan tingkat
signifikansi 0,000 karena tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka Ha
diterima dan Ho ditolak. Artinya pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah secara
bersama-sama berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD.
4. Pada uji t-test dapat dilihat dari tabel coefficient, bahwa variabel pajak
daerah memiliki nilai 0,000 < 0,05 artinya penerimaan dari pajak daerah
secara parsial berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD atau Ha
diterima dan Ho ditolak. Kemudian variabel retribusi daerah memiliki
nilai 0,143 > 0,05. artinya penerimaan dari retribusi daerah secara
parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi
penerimaan PAD, dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima.
Selanjutnya variabel hasil perusahaan milik daerah memiliki nilai 0,010
> 0,05. artinya penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah secara
parsial kurang berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi
penerimaan PAD, dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima. Dan
yang terakhir variabel pendapatan lain-lain yang sah memiliki nilai
131
0,000 < 0,05 artinya penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah
secara parsial berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD atau Ha
diterima dan Ho ditolak.
5. Terjadi peningkatan jumlah penerimaan, pada tahun 2005 penerimaan
dari pajak daerah mencapai angka 79.368.013.720,- atau naik sebesar
107,42 % dari tahun 2004, dari retribusi daerah juga mengalami
peningkatan penerimaan sebesar 24.827.124.613,- atau sekitar 101,58 %
dari tahun 2004, diikuti dengan penerimaan dari hasil perusahaan milik
daerah mengalami peningkatan sebesar 3.017.666.389,- dengan
persentase kenaikan sebesar 193,3 % dari tahun 2004, dan selanjutnya
penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah mengalami peningkatan
sebesar 14.937.187.795,- dengan persentase kenaikan sebesar 164,23 %
dari tahun 2004.
Pada tahun 2006 dapat diketahui bahwa penerimaan yang berasal
dari sektor pajak daerah terus mengalami peningkatan sebesar Rp.
92.156.784.042,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,11%,
kemudian penerimaan dari retribusi daerah mengalami penurunan
sebesar Rp 22.155.110.158,- dengan persentase penurunan sebesar
89,23% dari pada tahun sebelumnya. Kemudian penerimaan dari hasil
perusahaan milik daerah mengalami peningkatan sebesar 175,22%.
Pada penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah
meningkat sebesar Rp. 16.254.181.501,- dengan persentase kenaikan
sebesar 108,81% dengan tahun 2005. Dan pada penerimaan yang
132
berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp.
135.853.941.888,- dengan persentase kenaikan sebesar 111,21%.
Pada tahun 2007, dapat diketahui pada penerimaan daerah yang
berasal dari pajak daerah mengalami peningkatan pula sebesar Rp.
109.439.654.143,- dengan persentase kenaikan sebesar 108,75% dan
pada penerimaan yang berasal dari retribusi daerah meningkat sebesar
Rp. 25.885.814.246,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,83%
kemudian di tahun 2007 ini penerimaan yang berasal dari hasil
perusahaan milik daerah meningkat tajam sebesar Rp. 13.727.558.797
dengan persentase kenaikan sebesar Rp. 259,61% akan tetapi pada
penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah mengalami
penurunan sebesar Rp. 14.737.837.000 dengan persentase penurunan
sebesar 90,67%. kemudian penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah
meningkat Rp. 163.790.864.298,- dengan persentase kenaikan sebesar
120,56%.
Pada tahun 2008 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun
yaitu tahun 2004-2008 penerimaan-penerimaan daerah tersebut diatas
terus mengalami peningkatan yaitu dari penerimaan pajak daerah
mengalami peningkatan sebesar Rp. 121.428.620.428,- dengan
persentase kenaikan sebesar 110,95% , kemudian penerimaan darri
retribusi daerah mengalami peningkatan pula sebesar Rp.
32.487.536.000,- dengan persentase kenaikan sebesar 126,50%, akan
tetapi penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah
133
menurun sebesar Rp. 10.609.368.977,- dengan persentase penurunan
sebesar 77,28%. Dan penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain
yang sah meningkat tajam sejumlah Rp. 27.949.604.276,- dengan
persentase kenaikan sebesar 189,64%, sedangkan penerimaan yang
berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp.
192.475.130.155,- dengan persentase kenaikan sebesar 117,51%.
6. Adanya upaya yang dilakukan oleh aparatur DPKAD Kota Tangerang
yaitu dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk
dapat mengoptimalkan penerimaan PAD Kota Tangerang.
B. Implikasi
1. Sesuai dengan Undang-undang No.33 tahun 2004 menyebutkan bahwa
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah antara lain : pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan
yang sah. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber yang sangat
potensial untuk terus di optimalkan penerimaannya untuk daerah yang
telah melakukan otonomi atau yang sedang melakukan transformasi
menuju otonomi daerah sehingga ketergantungan kepada pemerintah
pusat dapat dikurangi dan bagi daerah yang mempunyai sumber
penghasilan yang potensial agar lebih diarahkan kepada fungsi
distributif.
2. Dalam penelitian ini 84,6 % realisasi penerimaan PAD mampu
dijelaskan oleh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik
134
daerah dan pendapatan lain-lain yang sah. Yang berarti sektor dari pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan
lain-lain yang sah dapat meningkatkan dan menentukan realisasi
penerimaan PAD. Dengan demikian peningkatan realisasi penerimaan
PAD yang terjadi pada tahun 2004-2008 di kota Tangerang sudah sesuai
yang diharapkan sebagaimana yang telah diupayakan oleh DPKAD
Kota Tangerang untuk mengoptimalkan penerimaan PAD baik secara
ekstensifikasi maupun intensifikasi.
3. Realisasi penerimaan PAD, disesuaikan oleh pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan yang
sah. Semakin meningkat penerimaan pajak daerah, retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan yang sah, maka
akan meningkatkan realisasi penerimaan PAD.
C. Saran
1. Kepada aparatur DPKAD Kota Tangerang agar lebih mengoptimalkan
potensi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah
dan pendapatan lain-lain yang sah, dengan terus menggenjot
penerimaan apa saja yang mempunyai potensi meningkatkan PAD.
2. Kepada masyarakat, instansi, lembaga bisnis atau pun wajib pajak yang
lainnnya agar mempunyai kesadaran dalam membayar pajak dengan
tepat waktu tanpa melampaui jatuh tempo pembayaran, sehingga dapat
meminimalkan penurunan PAD.
135
3. Melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban dalam membayar pajak berdasarkan ketentuan
dalam undang-undang perpajakan.
136
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid MS, “Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Syarif Hidayatullah, Grafikakarya Utama, Jakarta, 2007, Cet. Ke.2.
Adam hamdani, Mochamad, “Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran diKota Depok”, Skripsi IPB, 2002.
Adi Prigo Hari, Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Belanja Daerah, BelanjaPembangunan dan PAD, symposium nasional akuntansi IX, Padang. 2006.
Arianto, Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Anggaran dan Belanja Daerah(APBD), Jakarta, 2006.
Ayuningtyas, Arniyanti “Analisis Pengaruh Pendapatan Pajak Daerah dan RetribusiDaerah Terhadap Anggaran Belanja Daerah” (Study Kasus Pada SeluruhProvinsi di Jawa Tengah), Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Bohari MS, “Pengantar Hukum Pajak”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, Cet.Ke-3.
Brotodiharjo, R Santoso, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” Edisi Ke-3, PT. RafikaAditama, Bandung, 1998.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan “Kamus Besar Bahasa Indonesia” BalaiPustaka, Jakarta, 1999.
Hadi Nurul, “Optimalisasi Penerimaan Retribusi Daerah dan Pengaruhnya TerhadapPendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok Periode Tahun 2002-2006”,Skripsi UIN, Jakarta: 2008.
Huda Miftahul,” Analisa Pengaruh Pajak Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan AsliDaerah (PAD) Kota Depok Periode 2001-2005”, Skripsi, UIN: 2006.
Imam, Ghozali, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS 12,0 forWindows”, Alfabeta, Bandung, 2001.
Indriantoro Nur, Supomo Bambang, “Metodologi Penelitian Bisnis”, BPFE UGM,Yogyakarta, 2002, Cet. Ke-2.
Mardiasmo, “Perpajakan”, Andi Offset, Yogyakarta, 2009.
Munawar HS, “Perpajakan”, Liberty Yogyakarta 1997.
Nugroho, Bhuono Agung, “Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian DenganSPSS”, Andi Offset, Yogyakarta, 2005, Ed.1.
137
Purwanto, Suharyadi, “Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”. PT. SalembaEmpat Patria, Jakarta, 2004, Ed.Pertama Buku 2.
Resmi Siti, “Perpajakan”, buku 1 edisi 5 Salemba Empat, Jakarta, 2009.
Republik Indoensia, Undang-Undang No.28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah danRetribusi Daerah.
Republik Indoensia, Undang-Undang No.12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah.
Republik Indoensia, Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Santoso Singgih, “SPSS Mengolah Data Statistik Secara Professional” ElekKomputindo, Jakarta, 2002.
Situs Internet, http://www.depok.go.id
Situs Internet, http://www.republika.co.id
Situs Internet, http://www.ipb.ac.id
Situs Internet, http://www.kotatangerang.go.ac.id
Tjahyono Ahmad, dan Husein Fakhri Muhammad, “Perpajakan”, Akademi ManajemenPerusahaan YKPN edisi ketiga cetakan pertama, Yogyakarta, 2005.
Undang-undang Otonomi Daerah, Citra Umbara, Bandung, 2008.
Waluyo, “Perpajakan Indonesia” Salemba 4, Jakarta, 2002, Buku 2.
138
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 5.768E8 8.004E8 .721 .474
Pajak Daerah .883 .156 .538 5.672 .000
Retribusi Daerah .403 .271 .104 1.488 .143
Hasil Perusahaan
Milik Daerah1.401 .525 .187 2.667 .010
1
Pendapatan lain-
lain yang sah1.726 .462 .246 3.735 .000
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions
Model Dimension
Eigenval
ue Condition Index (Constant) Pajak Daerah
Retribusi
Daerah
Hasil
Perusahaan
Milik Daerah
Pendapatan
lain-lain yang
sah
1 4.623 1.000 .00 .00 .00 .01 .00
2 .249 4.306 .03 .00 .01 .63 .01
3 .071 8.058 .08 .00 .74 .03 .10
4 .043 10.360 .40 .00 .00 .05 .75
1
5 .013 18.892 .49 .99 .25 .28 .14
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 4.43E9 1.95E10 1.21E10 3.105E9 60
Std. Predicted Value -2.455 2.405 .000 1.000 60
Standard Error of Predicted
Value2.260E8 7.360E8 3.629E8 1.143E8 60
Adjusted Predicted Value 4.65E9 2.02E10 1.21E10 3.147E9 60
Residual -2.783E9 4.736E9 .000 1.272E9 60
Std. Residual -2.113 3.596 .000 .966 60
Stud. Residual -2.276 3.726 -.010 1.015 60
Deleted Residual -3.229E9 5.084E9 -2.772E7 1.410E9 60
Stud. Deleted Residual -2.370 4.270 -.001 1.059 60
Mahal. Distance .754 17.443 3.933 3.560 60
Cook's Distance .000 .204 .023 .048 60
Centered Leverage Value .013 .296 .067 .060 60
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah