skripsi a. husnul hatimah
DESCRIPTION
hvTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Timur Tengah merupakan wilayah yang sarat akan masalah keamanan dan
konflik. Masalah keamanan dan konflik yang terjadi di Timur Tengah bukan hanya
dalam dimensi konflik internal negara, konflik antar-negara, baik sesama negara-
negara Arab, ataupun keterlibatan negara-negara non-Arab. Berbagai konflik yang
berkecamuk di Timur Tengah dengan resolusi konflik yang minim, bukan hanya
berpengaruh terhadap citra kawasan ini sebagai wilayah konflik, tetapi juga
mempengaruhi stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan internasional.
Timur Tengah juga merupakan wilayah dimana pemerintahan otoriter masih
banyak diberlakukan. Negara-negara seperti Mesir, Bahrain, dan Tunisia,
merupakan beberapa dari negara Arab yang seringkali diidentikkan sebagai negara
otoriter, dikarenakan sistem pemerintahannya yang tidak demokratis, dimana sangat
minim partai politik ataupun lembaga kontrol sosial sebagai lambang adanya wadah
aspirasi masyarakat. Selain itu, di negara-negara seperti Tunisia dan Mesir, hanya
terdapat satu partai politik yang sangat dominan, terlihat dari pemegang kekuasaan
yang tidak pernah tergantikan hingga masa pemerintahannya mencapai beberapa
periode, yang tentu saja tidak mampu mencerminkan adanya demokrasi yang
seutuhnya di dalam negara. Bahrain, yang kekuasaan negaranya masih terletak di
tangan pemerintah monarki, juga menunjukkan pemerintahan yang terpusat dan
tidak demokratis.
-
2
Libya merupakan salah satu yang paling mencolok dari deretan negara
otoriter di Timur Tengah. Di bawah kepemimpinan Moammar Khadafy, Libya
menerapkan sistem pemerintahan tanpa adanya partai politik. Libya menetapkan
sistem pemerintahan Jamahiriya atau negara rakyat atau a state of the masses,
yang dalam teorinya merupakan tipe pemerintahan oleh rakyat melalui Dewan Lokal
(local councils), tetapi pada prakteknya merupakan pemerintahan otoriter.1 Dalam
bukunya yang berjudul Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika,
Abdul Hadi Adnan menuliskan bahwa revolusi budaya yang dilakukan oleh
Moammar Khadafy, menghapus semua ideologi berbau asing dari tanah Libya,
terutama kapitalisme dan komunisme.2 Ia berusaha mengembangkan pemikiran
pribadinya, yang disebut sebagai prinsip sosialisme Libya, yang bersemboyan pada
tiga hal, yaitu sosialisme, persatuan, dan kebebasan.3 Moammar Khadafy menjadi
begitu populer baik di dalam negeri Libya, hingga ke dunia internasional.
Lebih lanjut, Moammar Khadafy dalam meminpin Libya, memaksakan
pemikirannya tentang direct democracy yang sesungguhnya, melalui sistem
pemerintahan Jamahiriya tersebut. Menurutnya, demokrasi yang dikenal saat ini
bukanlah esensi dari demokrasi yang sesungguhnya. Sistem pemilihan dengan
menganggap hasil pilih dengan suara mayoritas sebagai perwakilan rakyat yang sah,
menafikkan suara minoritas yang menghendaki perwakilan yang lain. Berdasarkan
1 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011
2 Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. CV. Angkasa. Bandung. Op. Cit. Hal. 37 3 ibid
-
3
atas hal tersebut, Moammar Khadafy kemudian menjalankan pemerintahan di Libya
tanpa adanya partai politik, maupun kelompok kepentingan.4
Moammar Khadafy, pada Oktober tahun 1969, memberikan pidato
kenegaraan yang menyebutkan bahwa Libya harus berada pada kondisi satu,
sehingga keberadaan partai politik, dalam pemikirannya, hanya memecah belah
negara dalam berbagai lingkaran-lingkaran kepentingan, dan intrik untuk
mencapainya, dihapuskan. Bahkan, Moammar Khadafy mencanangkan, bahwa
semua orang yang terlibat dalam partai politik, merupakan sebuah bentuk
pengkhianatan terhadap negara. Hal ini tidak saja berkisar hanya dalam pidato
Moammar Khadafy, tetapi juga dituangkan dalam undang-undang No. 71 tahun
19725, disebutkan bahwa partai politik merupakan tindakan kriminal dan merupakan
bentuk kegiatan yang membahayakan negara. Warga negara Libya yang ingin
berkecimpung atau bergabung dalam komunitas internasional, juga harus
mendapatkan izin negara, atau beresiko terkena tuduhan melawan negara.
Moammar Khadafy yang menempati posisi sebagai Pemimpin Revolusi
Libya, setelah berhasil memimpin revolusi untuk menjatuhkan raja Idris dalam
bentuk kudeta, sebagai pemimpin monarki Libya, pada 1 September 1969.6 Pasca
kudeta tersebut, Moammar Khadafy kemudian memasuki kancah perpolitikan
internasional dengan garang. Mengambil peranan dalam setiap masalah-masalah
sentral di Afrika dan Timur Tengah, serta berusaha untuk menggalang persatuan
4 _____.2001.Libya: The Green Book Part I. Diakses dari
http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~232.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
5 _____.2001.Libya: Opposition to Qadhafy. Diakses dari http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_opposition_to_qadhaf~229.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
6 Khadafy Dalam Panggung Politik Libya. (2011). Kompas. 20 Oktober
-
4
kekuatan negara-negara Arab, melalui piagam dan perjanjian-perjanjian dengan
negara Arab lainnya. November 1969, Moammar Khadafy menyusun Piagam
Tripoli untuk mengaitkan kepentingan Libya dan Sudan, tahun 1961 dibentuk
perjanjian Benghazi antara Libya, Suriah, dan Mesir, tahun 1973 dibentuk Hassi
Messaoud Accords antara Libya dan Aljazair.7 Meskipun pada kenyataannya
tindakannya tersebut justru mendatangkan perpecahan di kalangan negara-negara
Arab sendiri, antara yang mendukung Moammar Khadafy, dan yang tidak setuju
dengan pandangan serta idenya.
Kepemimpinan Moammar Khadafy selain menjadikan Libya sebagai negara
pemrakarsa agenda bersatunya negara-negara Arab, tetapi juga mengantarkan Libya
sebagai suatu negara yang berpengaruh dalam konstalasi politik melawan dominasi
Amerika Serikat, khususnya di wilayah Timur Tengah dan Afrika. Moammar
Khadafy berhasil menanamkan pemikiran politik dan pemerintahan anti-Barat di
dalam negaranya dengan menempuh kebijakan sebagai negara tertutup diawali
dengan keputusan menutup pangkalan militer Amerika Serikat di Libya.8 Amerika
Serikat kemudian memasukkan Libya dalam daftar negara yang mendukung
terorisme internasional. Libya dikaitkan dengan beberapa aksi terorisme
internasional, di antaranya, pemboman sebuah diskotik pada tahun 1986 di Berlin,
pemboman pesawat Prancis (French Airliner) pada tahun 1989, dan yang paling
fenomenal adalah pemboman pesawat Pan Am Flight 103 di Lockerbie, Skotlandia.
7 Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. CV.
Angkasa. Bandung. Hal. 37
8 Khadafy Dalam Panggung Politik Libya. (2011). Kompas. 22 Oktober
-
5
Hasilnya, Libya menjadi negara yang disegani dan berulang kali menjadi sasaran
embargo Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa.9
Bukan hanya itu, Moammar Khadafy, masih dalam upayanya memaksakan
pemikirannya pribadinya tentang sosialisme Libya, serta-merta menasionalisasi
semua aset pihak asing di Libya, ketika ia memutuskan menjadikannya sebagai
negara tertutup, termasuk industri perminyakan.10 Moammar Khadafy bahkan
berada pada garis depan mendukung perlawanan Palestina terhadap Israel. Kiprah
Moammar Khadafy yang seringkali bertolak belakang dengan keinginan Amerika
Serikat dan Sekutunya, menyebabkan hubungan yang sangat buruk antara Libya
dengan negara Barat.
Moammar Khadafy mulai goyang dalam panggung politik Libya ketika pada
tahun 2010, dunia internasional diwarnai dengan munculnya gejolak demokrasi di
Timur Tengah.11 Negara-negara dengan cap otoriter di Timur Tengah, mulai
mendapatkan tekanan dari rakyatnya, yang menginginkan sistem pemerintahan yang
demokratis, termasuk di antaranya yaitu Libya. Berbagai sanksi internasional
terutama sanksi ekonomi dari Amerika Serikat yang dibebankan kepada Libya,
mempengaruhi tidak hanya kondisi ekonomi tetapi juga politik Libya. Libya yang
9 _____.2011.Country profile: Libya. Al Jazeera. Diakses melalui
http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/04/201141912643168741.html pada tanggal 30 Januari 2012
10 Ibid. Hal.2 11 James Joiner. 2011. Libya After Qaddafi: Lessons From Iraq 2003. The Atlantic. Diakses
melalui http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/08/libya-after-qaddafi-lessons-from-iraq-2003/243946/ pada tanggal 31 Oktober 2011
-
6
begitu tegas dan kuat sebagai aktor internasional, tetapi terdapat krisis pangan di
dalam negaranya.12
Ada beberapa faktor penyebab keinginan rakyat Libya untuk mengakhiri
kepemimpinan Moammar Khadafy. Kondisi sosial dalam masyarakat Libya yang
tidak memuaskan secara finansial. Angka pengangguran di Libya mencapai 30
persen dengan total penduduk sebanyak 6.597.960 Jiwa (sensus Juli 2011)13.
Meskipun satu dekade terakhir, Moammar Khadafy mulai melunak dalam kebijakan
luar negerinya, misalnya dengan membatalkan program senjata pemusnah massal
dan menjalin kembali hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat pada tahun
200414, untuk memperbaiki kondisi ekonomi Libya. Moammar Khadafy bahkan
mengizinkan kembali adanya penanaman modal asing terutama di bagian
perminyakan bagi para pengusaha asal Amerika Serikat. Akan tetapi, hal ini ternyata
tidak cukup mampu membendung arus demokratisasi yang diinginkan rakyatnya.
Selanjutnya, Ketidakpuasan rakyat Libya semakin diperparah dengan
tindakan para putra Moammar Khadafy, yang dituding memperkaya diri sendiri
dengan penyalahgunaan aset kekayaan negara.15 Putra Moammar Khadafy
merupakan objek nyata kekecewaan rakyat terhadap Pemimpin Revolusi Libya
tersebut, dimana putra-putra Moammar Khadafy seringkali melakukan tindakan
12 _____. 2011. Libya After Ghaddafi: Free Journalist Tracks Down His Jailer. The
Guardian UK. Diakses melalui http://www.guardian.co.uk/world/2011/oct/30/libya-former-captive-meets-jailer pada tanggal 31 Oktober 2011
13 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011. Lok. Cit
14 Abdul Hadi Adnan. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. CV. Angkasa. Bandung. Lok. Cit. Hal. 40
15 _____. 2011. Libya After Ghaddafi: Free Journalist Tracks Down His Jailer. The Guardian UK. Diakses melalui http://www.guardian.co.uk/world/2011/oct/30/libya-former-captive-meets-jailer pada tanggal 31 Oktober 2011. Lok. Cit
-
7
yang memicu reaksi internasional yang negatif. Misalnya, tindakan Hannibal
Moammar Khadafy, putra keempat Moammar Khadafy yang ditangkap di Geneva,
Swiss, karena penyiksaan terhadap pembantunya. Hal yang seharusnya tidak
dilakukan oleh putra dari pemimpin sebuah negara ini, malah dijadikan alasan untuk
kebijakan politik luar negeri yang tidak strategis, berupa pemboikotan produk Swiss,
pencabutan hak usaha bagi para pengusaha Swiss di Libya, dan bahkan penarikan
diplomat Libya dari Swiss.16 Hal ini tentu saja merupakan tindakan yang tidak
didasarkan pada kepentingan rakyat Libya tetapi lebih kepada egoisme pribadi.
Pengaruh Moammar Khadafy terlalu dominan dalam setiap hal mengenai
Libya. Hampir di semua sudut kota Libya terdapat potret Moammar Khadafy. Ia
bahkan seringkali menyatakan slogan Tuhan, Moammar, Libya: cukup!.17
Identitas Libya yang dikenal oleh dunia internasional, semuanya berbau Moammar
Khadafy. Begitu kuatnya figur Moammar Khadafy di Libya, justru menimbulkan
kekhawatiran tentang masa depan Libya pasca ia telah meninggal. Termasuk dengan
berbagai tindakannya yang ekstrim seperti pemaksaan ideologi pribadinya yang
dituangkan dalam buku hijau tentang Teori Ketiga dari Dunia.18 Moammar
Khadafy berusaha menciptakan citra yang kuat bagi Libya sekaligus sebagai
identitas dari negaranya. Ia berharap rakyat Libya pada akhirnya akan bangga dan
memiliki sense of belonging yang tinggi pada Libya, jika ia berhasil menanamkan
pemahamannya tersebut kepada rakyat Libya.19
16 Titik Akhir Sang Penguasa Gurun. (2011). Kompas. 22 Oktober 17 Gorong-gorong Sirte. (2011). Kompas. 20 Oktober 18 Khadafy si pemberang Libya. (2011). Kompas. 21 Oktober. Hal. 9 19 Sazkia Van Genugten. 2011. Libya After Ghaddafi. Survival. Vol. 53 No. 3. Hal. 62
-
8
Dalam hal demografis, juga terdapat masalah kesenjangan usia antara
pemimpin dan yang dimpimpin. 62,7 persen penduduk Libya berusia 14-64 tahun20,
dalam artian lebih dari setengah penduduk Libya berada pada rasio angkatan muda.
Melihat angka ini dan membandingkannya dengan umur Moammar Khadafy yang
pada tahun 2011 genap berusia 69 tahun, menunjukkan adanya jenjang usia yang
relatif jauh antara mayoritas rakyat Libya dengan pemegang otoritas. Meskipun
Moammar Khadafy telah berusaha berbenah dengan berbagai kebijakan politik yang
melunak sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya, akan tetapi Moammar
Khadafy terbukti gagal untuk memberikan demokratisasi yang diinginkan oleh
rakyat Libya. Terdapat ketidakmampuan untuk membendung aspirasi dari kalangan
muda Libya yang reaktif dan revolusioner. Hal ini terlihat jelas ketika revolusi
pecah di Tunisia dan Mesir di awal tahun 2011, pemuda-pemuda Libya bersama
kaum oposisi, bersatu pula untuk menumbangkan pemerintahan otoriter di
negaranya.21
Revolusi Libya yang kemudian dimulai pada 17 Februari 2011, akhirnya
berhasil menumbangkan Moammar Khadafy. Trias Kuncahyono, dalam sebuah
artikel berjudul Gorong-gorong Sirte di Harian Kompas, menuliskan kondisi
Moammar Khadafy sebagaimana Alexander Agung pernah disindir oleh seorang
filsuf Roma bernama Seneca, Armis Vicit, vitiis victus est, dia yang menang dengan
senjata, tetapi dikalahkan oleh kejahatan-kejahatannya sendiri.22 Libya saat ini
berada pada situasi untuk membenahi negara, mengkonsolidasikan keamanan,
20 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011. Lok. Cit
21 Dari Tunisia ke Mesir. (2011). Kompas. 19 Desember. Hal. 6 22 Gorong-gorong Sirte. (2011). Kompas. 20 Oktober. Lok. Cit
-
9
pembentukan pemerintahan yang baru, dan merencanakan ulang kebijakan ekonomi.
Dalam studi ilmu hubungan internasional, situasi ini merupakan titik yang sangat
rentan bagi sebuah negara. Moammar Khadafy meninggalkan negara yang kosong
bagi para oposisi, dengan kondisi state building without institutional
infrastructure.23 Dimana Libya tidak memiliki sama sekali partai oposisi dan tidak
memiliki lembaga kontrol pemerintahan. Kondisi ini diperparah dengan situasi
demografis Libya yang sangat beragam dalam hal etnis, apalagi konsolidasi
keamanan yang saat ini dilakukan, yang salah satu agendanya yaitu pelucutan
senjata yang tersebar di rakyat sipil, belum rampung sepenuhnya.24
Kondisi Libya merupakan kajian yang sangat penting bagi perkembangan
Ilmu Hubungan Internasional, yang sekaligus menjadi dasar pemilihan judul Masa
Depan Libya Pasca Moammar Khadafy. Meskipun Moammar Khadafy telah
dijatuhkan, akan tetapi Libya tidak serta merta bisa dikatakan selamat dari masa
gelap. Komposisi negara ini yang begitu beragam dari segi demografis, belum lagi
upaya penyatuan kepentingan pasca kolaborasi antara berbagai pihak dalam
menjatuhkan Moammar Khadafy, merupakan poin analisa penting. Bagaimanapun,
masa depan Libya dalam artian wujud negara ini dalam berbagai aspek, selanjutnya
akan sangat mempengaruhi posisinya di percaturan politik internasional.
23 Richard Falk. 2011. Libya After Ghaddafi: A Dangerous Precedent. Aljazeera. Diakses
melalui http://english.aljazeera.net/indepth/opinion/2011/10/20111022132758300219.html pada tanggal 31 Oktober 2011 pukul 15.30 WITA
24 Libya Hadapi Era Baru. (2011). Kompas. 22 Oktober . Hal. 1
-
10
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang mengenai pentingnya serta
alasan pemilihan judul Masa Depan Libya Pasca Moammar Khadafy, maka
penulis menetapkan batasan masalah, dimulai sejak pemerintahan Moammar
Khadafy pada tahun 1969 hingga tahun 2011 saat Moammar Khadafy dijatuhkan.
Pemilihan waktu ini diambil dengan alasan untuk memproyeksikan masa depan
Libya pasca dijatuhkannya Moammar Khadafy, memerlukan data kondisi Libya
pada masa pemerintahannya. Hal ini penting sebagai perbandingan dan dasar
melakukan analisa. Penulis menitikberatkan pada dua pertanyaan pokok sebagai
rumusan masalah, yaitu:
1) Apa yang menyebabkan terjadinya pergantian pemerintahan di
Libya?
2) Bagaimana masa depan Libya pasca pemerintahan Moammar
Khadafy?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1) Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pergantian pemerintahan
di Libya.
2) Memberikan analisa proyeksi masa depan Libya pasca pemerintahan
Moammar Khadafy.
-
11
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini, yaitu:
1) Secara akademis, memberikan analisa faktor-faktor penyebab terjadinya
pergantian pemerintahan di Libya dan proyeksi masa depan Libya pasca
Moammar Khadafy.
2) Secara praktis, merupakan referensi ilmiah bagi para penstudi ilmu
hubungan internasional, khususnya yang menitikberatkan pada kawasan
Timur Tengah maupun Afrika.
D. Kerangka Konseptual
Untuk membuat sebuah tulisan ilmiah, diperlukan landasan teori dan konsep
yang jelas. Teori maupun konsep ini akan menjadi pijakan dasar bagi penulis untuk
memaparkan bahkan menganalisa fakta yang terjadi. Sangat diperhatikan agar teori
maupun konsep yang digunakan, relevan dengan penelitian yang dilakukan.
Negara sebagaimana definisinya merupakan suatu kesatuan antara tiga unsur
penting yang saling berkaitan yaitu wilayah, masyarakat, dan pemerintahan yang
berkuasa serta melindungi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.25
Membandingkan definisi negara tersebut dengan kondisi riil tentu saja akan didapati
bahwa negara dalam perjalanannya tidak pernah stabil. Terdapat berbagai proses
baik itu konflik yang memicu intergrasi bahkan disintegrasi. Ancaman dari pihak
eksternal termasuk kekacuan dari internal negara sendiri.
Asumsi di atas sejalan dengan kondisi Libya saat ini. Konflik antara otoritas
yang berkuasa dalam hal ini Moammar Khadafy dengan rakyat sipil dari berbagai
belahan Libya, yang berujung pada diturunkan dan wafatnya sang pemimpin yang
25 Sri Hayati. 2007. Geografi Politik. Refika Aditama. Bandung. Hal. 42
-
12
terkenal garang ini, membawa Libya pada kondisi penyatuan kembali setiap
komponen negara. Proses ini tentunya akan membawa perubahan bagi Libya ditilik
dari sebab terjadinya revolusi dan kondisi ketika revolusi dilakukan. Penyatuan
kembali Libya merupakan titik awal masa depan baru dari Libya.
Revolusi yang terjadi di Libya akan menjadi titik tolak wajah baru Libya.
Revolusi yang terjadi sejak bulan februari tahun 2011 ini merupakan kumpulan
ketidakpuasan rakyat Libya terhadap 42 tahun pemerintahan Moammar Khadafy,
sebuah bentuk People Power. People Power menurut Patricia Licuanan dalam
bukunya People Power: A Social Pshycological Analysis, in Understanding
People Power yang kemudian dikutip oleh Mani Thess Q. Pena dalam
makalahnya pada Philippine Law Journal yang berjudul People Power in A
Regime of Cosntitutionalism and The Rule of Law yaitu:
People power involves numbers. "[I]ndividuals band together and achieve their strength in numbers and in groups rather than individual action." The necessity of numbers stems from the fact that initially, these individuals were powerless, compared to a President or any other government official with the backing of the entire State machinery. What numbers are sufficient to stage people power is uncertain, though. "The numbers vary, but numbers are necessary for both objective strength and the subjective feeling of strength.26
Definisi People Power di atas memberikan poin penting yang harus dipenuhi
dalam sebuah gerakan revolusi berwujud People Power yaitu individu-individu yang
ikut serta dalam gerakan ini harus terorganisir untuk sebuah tujuan umum, yang
mana merupakan tujuan yang disepakati membawa kebaikan bagi masyarakat.
Dengan kata lain, untuk melegitimasi People Power, harus diarahkan dalam sebagai 26 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule
of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Hal. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012
-
13
upaya yang sesuai jalan keadilan dan demokrasi. Gerakan ini harus diatasnamakan
keadilan dan kebebasan dan harus bertujuan pada upaya menghilangkan
eksploitasi, tirani, tekanan, dan segala bentuk kekerasan yang menghambat
perkembangan masyarakat.
People Power merupakan gerakan politik, strategi, dan tentang perubahan
sosial. Gerakan ini menempatkan masyarakat pada posisi melawan otoritas yang
mengendalikan negara, yang notabene mengontrol pihak keamanan negara seperti
polisi, tentara, birokrasi, dan bahkan media. Akan tetapi, disinilah adu strategi
dimana dalam People Power, masyarakat membutuhkan strategi untuk menjadikan
gerakan mereka betul-betul mampu membawa perubahan yang diinginkan.27
Konsep People Power memiliki arti yang lebih luas dalam perspektif
psikologi-sosial daripada pandangan politik praktis. Meskipun istilah People Power
mulai dikenal sejak gerakan masyarakat Filipina pada tahun 1986, akan tetapi
People Power sesungguhnya telah ada jauh sebelum revolusi EDSA di Filipina
terjadi. People Power dulunya dikenal dengan istilah dalam konsep popular
participation, empowerment of people dan community organizing and
mobilization.28
Dr. Erlida Henson dalam survei empirisnya mengenai The People Power-
Phenomenon A Survey Of Participants Perceptions, yang dikutip oleh Mani
Thess Q. Pena dalam makalahnya pada Philippine Law Journal yang berjudul
People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule of Law yaitu:
true people power is one that is resorted to when there is a right, just and noble
cause and when the general welfare of all sectors of society is at stake. Pernyataan 27 Ibid
28 Ibid
-
14
yang merupakan hasil dari penelitiannya tersebut, menunjukkan bahwa revolusi
People Power terjadi ketika masyarakat merasa faktor-faktor utama penyokong
kehidupannya yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, terabaikan. Dan
unsur utama yang harusnya didapatkan oleh masyarakat yaitu kesejahteraan, tidak
terpenuhi dalam arti yang sewajarnya. Otoritas yang berkuasa, yang seharusnya
menjadi pengayom masyarakat, gagal memberikan kesejahteraan yang diinginkan
oleh masyarakat.
Sedangkan menurut Nicholas Henry dalam Tesisnya yang berjudul People
Power: The Everyday Politics of Democratic Resistance in Burma and the
Philippines di Victoria University of Wellington, yaitu:
People power is a phrase that evokes images of sudden and dramatic political change mass demonstrations in the streets of major cities, opposition leaders addressing the crowds, the crumbling of regimes that had previously seemed unassailable. These are the images of people power through which domestic political struggles become global events, broadcast by international news media, and eliciting public comment and even intervention by international political elites29
Masa depan menurut Ensiklopedia Britanica, adalah of, relating to, or
constituting a verb tense expressive of time yet to come.30 Dalam hal
memproyeksikan masa depan, akan lebih relevan jika masa depan ini sendiri
diartikan sebagai constitutive dari kenyataan yang coba untuk diproyeksikan.
Kemampuan yang dimiliki para penstudi disiplin ilmu terhadap masa depan
29 Nicholas Henry. 2011. People Power: The Everyday Politics of Democratic Resistance in
Burma and the Philippines. Victoria University of Wellington. Pg. 12 Diakses melalui http://researcharchive.vuw.ac.nz/bitstream/handle/10063/1750/thesis.pdf?sequence=1 pada tanggal 21 Februari 2011
30 _____. 2011. Encyclopedia Britanica. Di akses melalui http://www.britannica.com/bps/dictionary?query=future pada tanggal 9 Desember 2011 pukul 14.00 WITA
-
15
merupakan prakiraan (conjectures) dan ramalan (prognoses), yang bisa menjadi self-
constitutive.
Konsep ini tidak menunjukkan bahwa masa depan sepenuhnya berada atau
diukir oleh ras manusia, akan tetapi perlu ditekankan bahwa sejarah yang dibuat
oleh manusia atau masa depan yang dibentuk oleh manusia, tidak selalu berada pada
kondisi yang betul-betul diinginkan sejak awal. Terdapat unsur unchosen, given,
and transmitted circumtances, yang berasal dari masa lampau. Hal inilah yang
diungkapkan oleh Marx yang kemudian dikutip oleh Pinar Bilgin, seorang penstudi
konflik dan keamanan di Universitas Bilkent, dalam bukunya Regional Security in
The Middle East: A Critical Perspective, yaitu:
Men make their own history, but they do not make it just as they please; they do not make it under circumstances chosen by themselves, but under circumstances directly encountered, given and transmitted from the past31
Pinar Bilgin, mencoba menunjukkan bagaimana faktor-faktor dari masa lalu sangat
berpengaruh terhadap kondisi yang akan terjadi di masa depan. Dikaitkan dengan
kondisi Libya saat ini, sejarah bangsa ini yang sejak awal berada dalam masa
penajjahan, kemudian berada di bawah sistem monarki, dan pada akhirnya selama
42 tahun berada di bawah pemerintahan otoriter Moammar Khadafy. Fakta masa
lalu Libya ini, merupakan poin penting yang harus diperhatikan dalam menata masa
depan Libya pasca revolusi.
Selanjutnya, konsep masa depan yang ditawarkan pemikiran Walter S.
Jones dalam bukunya Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi
Politik Internasional, dan Tatanan Dunia, lebih kepada analisa kondisi yang
31 Pinar Bilgin. 2005. Regional Security in The Middle East: A Critical Perspective.
RoutledgeCurzon. New York. P. 163.
-
16
akan mendominasi dunia internasional dimasa depan. Ia menyebutkan sebuah
proyeksi yang menarik jika disandingkan dengan kondisi Libya saat ini. Walter
menuliskan bahwa permasalahan kependudukan di negara-negara berkembang
akhirnya berujung pada pola konsumtif dan tidak produktif, pendapatan per kapita
menurun, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup yang memicu konflik.
Meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak terdapat kesejahteraan yang
merata.32
Diproyeksikan pula bahwa pemanfaatan sumber daya mineral telah sampai
pada puncaknya. Kegiatan industri yang semakin meningkat bukan hanya oleh Barat
tetapi merambah ke berbagai negara kuat baru seperti di kawasan timur, selatan,
serta tenggara Benua Asia, berimbas pada tuntutan sumber mineral yang lebih
banyak. Berbagai ketergantungan akan sumber mineral bisa diartikan sebagai
konsekuensi potensial akan dominasi ataupun eksploitasi terhadap sumber mineral.
Persediaan mineral dunia akan berpengaruh besar terhadap kondisi perekonomian
dunia.
Libya sebagai negara produsen sumber mineral perlu memperhatikan kondisi
ini untuk keberlanjutannya. Keinginan dominasi dan eksploitasi sumber mineral
merupakan salah satu faktor dominan untuk menimbulkan konflik. Apalagi dalam
kondisi negara yang tengah memulai dari awal pasca revolusi. Kemungkinan
munculnya bibit-bibit konflik sangat besar. Ketidakmampuan dalam memobilisasi
masyarakat serta mengkonsolidasikan persatuan dalam pembangunan negara, akan
menimbulkan ketegangan antar elemen-elemen dalam masyarakat. Terlebih lagi
sebagai negara dengan kondisi demografis yang sangat beragam, di mana di
32 Walter S. Jones. 1993. Logika Hubungan Internasional, kekuasaan, Ekonomi Politik
Internasional, dan Tatanan Dunia 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 483
-
17
dalamnya sangat kental oleh persaingan antar suku, etnis, kelompok kepentingan,
dan lainnya. Dimana tidak semua daerah di Libya merupakan penghasil minyak, dan
hal ini bisa saja menjadi potential conflict bagi Libya di masa depan.
Masyarakat yang tergabung dalam People Power untuk menjatuhkan
penguasa, mencari kebebasan dalam nama demokrasi dan mengharapkan kondisi
pemerintahan yang lebih baik setelahnya. Akan tetapi, demokrasi seperti apa yang
akan cocok bagi negaranya, dalam hal ini Libya, harus dipikirkan dengan seksama
berdasarkan pada kondisi negara ini secara keseluruhan yang meliputi, sejarah,
budaya, potensi, kondisi kontemporer, demografis, geografis, dan lain sebagainya.
E. Definisi Operasional
a) Masa Depan dalam hal ini mengacu pada kondisi yang akan terjadi selanjutnya.
Lebih spesifik pada kondisi Libya secara internal dan tindakan eksternalnya
pasca Moammar Khadafy. Hal ini didasarkan pada persepsi perbedaan pola dan
metode pemerintahan masa Moammar Khadafy dan pasca Moammar Khadafy
yang akan berpengaruh bagi Libya selaku institusi politik dan aktor hubungan
internasional.
b) Libya adalah negara di Afrika Utara tetapi seringkali digolongkan sebagai
negara timur tengah sebagaimana negara-negara beretnis arab lainnya di Afrika
Utara. Berbatasan langsung dengan Mesir di sebelah timur, Tunisia di sebelah
utara, dan Aljazair di sebelah Barat.
c) Moammar Khadafy adalah pemimpin Libya atau lebih dikenal dengan sebutan
untuk jabatannya, yaitu Pemimpin Revolusi Libya dengan pangkat kolonel dan
nama lengkap Moammar Muhammad Abu Minyar al-Qadhafi.
-
18
F. Metode Penelitian
a) Tipe Penelitian
Dalam hal ini penulis menggunakan tipe penelitian preskriptif, yakni gabungan
eksplanatif dan prediktif. Analisis eksplanatif penulis gunakan untuk
menjelaskan jatuhnya Khadafy sebagai pemimpin Libya dan sekaligus
memprediksi bagaimana hal ini mempengaruhi masa depan Libya sebagai suatu
negara dan tindakannya terhadap negara lain dalam konteks hubungan
internasional.
b) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka atau library
research, yaitu cara pengumpulan data teoritis dengan menelaah sejumlah
literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku,
jurnal, dokumen, makalah, laporan, majalah, surat kabar dan artikel yang
berhubungan dengan masalah ini. Data diperoleh melalui perpustakaan yaitu
perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin, serta dari pengumpulan informasi
dari koran, jurnal, dan majalah, baik yang bisa didapatkan langsung ataupun
yang diakses melalui internet.
c) Jenis data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan, maka jenis data
yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa data teoritis yang berhubungan
dengan masalah dalam penelitian ini. Data ini diperoleh dari berbagai literatur
dan hasil olahan dari berbagai sumber dan instansi terkait yang telah disebutkan
-
19
sebelumnya. Data teoritis ini yang akan dianalisis untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian.
d) Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif, dimana
penulis akan menjelaskan permasalahan berdasarkan data teoritis yang
diperoleh. Angka-angka statistik hanya digunakan sebagai data pendukung dari
data teoritis yang dipaparkan.
e) Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis adalah metode deduktif, dimana
penulis memulai pembahasan dengan menggambarkan masalah secara umum,
lalu kemudian memaparkan secara khusus pengaruh dari masalah yang terlebih
dahulu digambarkan.
-
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tentang People Power
People Power merupakan bagian dari gerakan sosial. Gerakan sosial sendiri
merupakan gerakan yang dipusatkan pada sekelompok orang, satu kategori populasi,
atau memusatkan perhatiannya pada masyarakat secara keseluruhan. Selain itu,
terkadang gerakan sosial memperjuangkan adanya perubahan, yang hanya bersifat
terbatas, dan berlaku hanya terhadap sekelompok orang atau populasi, akan tetapi,
ada pula tipe gerakan sosial yang menginginkan perubahan yang menyeluruh di
dalam masyarakat.33
People Power yang dalam hal ini merupakan mobilisasi massa untuk
menjatuhkan sebuah rezim, muncul akibat interaksi politik yang secara tradisional
bukanlah dianggap fenomena hubungan internasional. Sampai pada fakta bahwa
hasil akhir dari People Power, yaitu perubahan rezim atau rekonfigurasi secara luas
dari konstitusi dasar negara, merupakan bagian dari concern ilmu hubungan
internasional secara teori dan praktis. Berawal dari kesadaran akan hal tersebut,
fenomena People Power kemudian menjadi bagian dari fokus Ilmu Hubungan
Internasional. Michael Barker dalam tulisannya di Countercurrents.Org yang
berjudul People Power in Egypt: Defusing a Revolution?, mendeskripsikan
People Power sebagai berikut:
33 Bernard Raho. 2004. Sosiologi Sebuah Pengantar. Penerbit Ledalero. Maumere. Hal/ 185
-
21
People power is the dynamic driver of social history, with history merely being the documented response of elite power-brokers to popular demands for justice. As one might expect, in conventional history books, the full extent of the people's power is conveniently excluded from narratives of social change, leaving us with the great man version of history -- which has the unfortunate effect of undermining peoples' belief in their own immense power to write history. Nevertheless as humans the world over have demonstrated, such counterrevolutionary tactics cannot contain popular insurrections indefinitely. Thus, in recognition of the latent power and desire of normal people to overthrow their oppressive rulers, more far sighted elites have long recognized the need to channel such unrealized power into non-revolutionary political alternatives: a process which entails their intervening at the grassroots level of civil society to ensure that such threats never coalesce into a force powerful enough to upset the capitalist status quo.34
Suatu People Power akan menuntun pada kondisi terjadinya revolusi,
dimana suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului oleh suatu
pemberontakan (revolt, rebellion) yang kemudian menjelma menjadi perubahan
mendasar dalam negara. Secara sosiologis, revolusi dapat terjadi dengan
terpenuhinya beberapa syarat-syarat tertentu, yaitu harus ada keinginan umum untuk
mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas
terhadap kondisi yang ada (status quo), dan harus ada keinginan untuk mencapai
atau mewujudkan perbaikan dengan mengubah keadaan tersebut.
Syarat selanjutnya yaitu adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang
yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut. Dalam konteks ini,
pemimpin revolusi adalah pihak oposisi dari pemegang status quo. Dalam terms
negara, pemimpin dari Popular Movement merupakan pihak oposisi yang
memimpin masyarakat yang secara umum tidak merasa puas dengan kebijakan
ataupun tindakan pemerintah yang ada, bahkan terhadap sistem yang telah
diterapkan dalam negara tersebut. 34 Michael Barker. 2011. People Power in Egypt: Defusing a Revolution?. Diakses melalui
http://www.countercurrents.org/barker150311.pdf pada tanggal 21 Februari 2012
-
22
Pemimpin yang dibutuhkan dalam hal ini termasuk dalam kategori
pemimpin yang dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian
merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah
gerakan. Secara umum, kelompok yang bersatu karena kesamaan perasaan tidak
puas atas sesuatu, tetap saja bisa dihadapkan dengan perbedaan dalam menentukan
tindakan kongkret yang akan dilakukan dalam mengeksekusi pencapaian tujuan
tersebut. Hal ini merupakan potential conflict yang nyata bagi suatu kelompok
People Power sebelum mereka memulai revolusi. Di sinilah peran seorang
pemimpin yang mampu menegaskan tujuan dan menetapkan arah pergerakan hingga
menjadi revolusi,, sangat diperlukan.
Pemimpin gerakan revolusi harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada
masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tujuan tersebut terutama sifatnya kongkret
dan dapat dilihat oleh masyarakat. Di samping itu, diperlukan juga suatu tujuan yang
abstrak tetapi bersifat esensial, yaitu perumusan ideologi tertentu yang akan dianut
oleh kelompok revolusi ini setelah revolusi berhasil dijalankan. Selanjutnya harus
ada momentum, yaitu saat yang tepat di mana segala keadaan dan faktor sudah
terpenuhi dan baik untuk memulai suatu gerakan. Apabila momentum keliru, maka
revolusi dapat gagal dilakukan.35
People Power, menurut Patricia Licuanan seorang dalam bukunya
People Power: A Social Pshycological Analysis, in Understanding People
Power, yang kemudian dikutip oleh Mani Thess Q. Pena dalam makalahnya pada
Philippine Law Journal yang berjudul People Power in A Regime of
Cosntitutionalism and The Rule of Law yaitu:
35 Bernard Raho. 2004. Sosilogi Sebuah Pengantar. Penerbit Ledalero. Maumere. Hal 187.
-
23
People power involves numbers. "[I]ndividuals band together and achieve their strength in numbers and in groups rather than individual action." The necessity of numbers stems from the fact that initially, these individuals were powerless, compared to a President or any other government official with the backing of the entire State machinery. What numbers are sufficient to stage people power is uncertain, though. "The numbers vary, but numbers are necessary for both objective strength and the subjective feeling of strength.36
Definisi People Power di atas, memberikan poin penting yang harus dipenuhi
dalam sebuah gerakan revolusi berwujud People Power, yaitu individu-individu
yang ikut serta dalam gerakan ini harus terorganisasi untuk sebuah tujuan umum,
yang mana merupakan tujuan yang disepakati membawa kebaikan bagi masyarakat.
Dengan kata lain, untuk melegitimasi People Power, harus diarahkan dalam sebagai
upaya yang sesuai jalan keadilan dan demokrasi. Gerakan ini harus diatasnamakan
keadilan dan kebebasan dan harus bertujuan pada upaya menghilangkan
eksploitasi, tirani, tekanan, dan segala bentuk kekerasan yang menghambat
perkembangan masyarakat.
Sedangkan Randy David dalam tulisannya What Makes People Power
Possible? dalam PHIL Daily Inquirer, sebuah jurnal ilmiah Filipina, edisi 25
Februari 2001, yang juga dikutip oleh Mani Thess Q. Pena, menuliskan bahwa
konsep People Power sebagai berikut:
36 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule
of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Pg. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012
-
24
The first thing we must recognize about people power is that it is not easy to mount. One cannot just summon it, for it has a will of its own. Cynical politicians will always try to simulate it because they have this impression that people power is nothing more than just bringing large numbers of people to a designated place, and furnishing them with slogans to shout and banners under which to march. They think of people not as willful beings who can make decisions for themselves but as mobilizable masses that can be manipulated and ordered around. They equate people power with crowds for hire. Well, we have seen what happens to such crowds at the first sign of danger.37
Menurutnya lagi, bahwa People Power merupakan sebuah gerakan massa
yang terencana dengan baik, dengan dilandasi keinginan yang datang dalam
diri masyarakat dengan sendirinya, tanpa adanya paksaan dari dogma
apapun.
Real people power is autonomous, self-willed and well informed. It draws its courage and determination from the power of its convictions. It is inventive and free, and not constrained by dogma, political correctness or any party line. It is moral protest elevated to an art. It is not awed by power. It stands up to power, but it disdains power. That is why it has no leaders, only symbols. It clothes itself in the symbols of everything that is good, decent and responsible. It is unarmed, non-violent and highly disciplined. It is militant but never sad. Indeed it is festive and celebratory. It is angry at times, but never aggressive. It does not only claim the moral high ground, but it also regards itself as the force of the new, the vanguard of a hopeful future. Oppressive, morally bankrupt and conupt regimes are its principal targets. The power that installs colonels or generals in successful military coups is not people power. That is the power of tanks and armed troops.38
Pendapat Randy David yang dikutip oleh Mari Thess Q. Pena di atas,
sejalan dengan kondisi di Libya. Dimana, masyarakat Libya atau kelompok
oposisi yang berasal dari berbagai elemen masyarakat Libya, mulai dari 37 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule
of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Pg. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012 Op.Cit Hal. 20
38 Ibid
-
25
kelompok sipil yaitu mantan menteri era Moammar Khadafy yang tidak
sejalan pemikirannya dengan sang Pemimpin Revolusi, kaum Arab
Nasionalis, kaum Islamis, Sekularis, Sosialis, dan Mahasiswa, serta
kelompok militer yang terdiri dari kelompok bersenjata dari berbagai region
di Libya, mantan tentara Libya, dan para milisi lepas.39 Berkumpulnya
mereka merupakan sebuah People Power yang bertujuan untuk menyerang
dan menjatuhkan rezim pemerintah yang dinilai lalai dalam mengayomi
masyarakat, terjebak dalam korupsi, dan berbagai tindakan tidak etis
lainnya. Gerakan rakyat Libya tersebut diperjelas kembali oleh pernyataan
Randy David tentang People Power, sebagai berikut:
The crowds that are mobilized and prompted to sing praises for someone already in power do not constitute people power. People power is never sycophantic. While it fights tyrants and corrupt leaders, it studiously avoids being used for narrow personal ends. And herein lies its paradoxical strength: people power is a political weapon with political ends; yet it resolutely rejects political ambition.40
Lebih lanjut, Randy David menuliskan karakteristik People Power
yang disesuaikannya dengan yang terjadi pada Filipina, yaitu:
39 Libya Hadapi Era Baru. (2011). Kompas. 22 Oktober
40 Mani Thess Q. Pena. 2001. People Power in A Regime of Cosntitutionalism and The Rule of Law. Philippine Law Journal. Vol. 76 No. 1 Pg. 19 diakses melalui http://law.upd.edu.ph/plj/images/files/PLJ%20volume%2076/PLJ%20volume%2076%20number%201%20-01-%20Mani%20Thess%20Q.%20Pe%C3%B1a%20-%20People%20Power%20in%20A%20Regime%20of%20Constitutionalism%20and%20the%20Rule%20of%20Law.pdf pada tanggal 21 februari 2012 Op.Cit Hal. 20
-
26
People power stays aboveground, but it creates its own arena of political engagement and its own modes of expression. It firmly opposes power, but it does so without attempting to match, weapon for weapon, the armed might of the state. Its nakedness is the source of its power. The world out there is its sole protection. So long as the media bear witness to its stmgglc, no further shield is necessary. The battle is waged not as a contest of arms but as a fight for legitimacy. Such terrain is unfamiliar to autocrats, generals and obsolete politicians.41
Pernyataan Randy David di atas, akan sedikit tidak sesuai jika dibandingkan
dengan kondisi Libya, dimana gerakan massif rakyat Libya untuk menjatuhkan
Moammar Khadafy, tidak terelakkan melibatkan penggunaan senjata. People Power
yang terjadi di Libya, secara kasat mata memang berbeda dari People Power yang
dikenal di Filipina, sebab rakyat Libya bukan hanya memanfaatkan media
internasional untuk memberikan dukungan dalam gerakannya, akan tetapi kondisi
yang ada menempatkan mereka pada posisi harus melibatkan senjata, dalam upaya
bertahan dari resistensi rezim yang ingin dijatuhkan. Akan tetapi, secara esensi,
dimana People Power merupakan sebuah mobilisasi massa secara besar-besaran
dan terorganisir, untuk melakukan perubahan dengan menjatuhkan status quo, telah
terpenuhi dalam gerakan rakyat Libya.
Menurut Nicholas Henry seorang Doctor of Philosophy in International
Relations, dalam Tesisnya yang berjudul People Power: The Everyday Politics of
Democratic Resistance in Burma and the Philippines di Victoria University of
Wellington, yaitu:
41 Ibid
-
27
People power is a phrase that evokes images of sudden and dramatic political change mass demonstrations in the streets of major cities, opposition leaders addressing the crowds, the crumbling of regimes that had previously seemed unassailable. These are the images of people power through which domestic political struggles become global events, broadcast by international news media, and eliciting public comment and even intervention by international political elites42
People Power dalam kajian ilmu hubungan internasional, memiliki beberapa
arti penting. People Power merupakan sebuah gerakan yang bisa mengantarkan pada
terjadinya revolusi, yaitu sebuah situasi dimana rezim yang berkuasa di suatu negara,
dijatuhkan, kemudian dibentuk rezim baru atau bahkan negara yang sama sekali
baru. Penjatuhan rezim ini akan mempengaruhi kondisi negara dan bentuk negara ini
kemudian, selaku salah satu aktor hubungan internasional, yang secara otomatis akan
berpengaruh pada dinamika perilakunya dalam perpolitikan internasional.
selanjutnya, People Power juga memiliki kemampuan untuk memprovokasi reaksi
atas gerakan tersebut, baik dalam skala domestik negara hingga skala internasional
dalam upaya mereka menantang rezim yang berkuasa, dan pada akhirnya, orang-
orang yang tergabung dalam People Power membentuk hubungan internasional
mereka sendiri dalam upaya untuk memobilisasi dukungan terkait perjuangan
mereka.43
Studi tentang People Power, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nicholas
Henry dalam tesisnya tersebut di atas, bisa menggunakan beberapa pendekatan
dalam ilmu hubungan internasional. Selanjutnya, Nicholas Henry menuliskan bahwa
beberapa penstudi Hubungan Internasional, menekankan fenomena People Power 42 Nicholas Henry. 2011. People Power: The Everyday Politics of Democratic Resistance in
Burma and the Philippines. Victoria University of Wellington. Pg. 12 Diakses melalui http://researcharchive.vuw.ac.nz/bitstream/handle/10063/1750/thesis.pdf?sequence=1 pada tanggal 21 Februari 2011 Lok.Cit Hal 12
43 Ibid
-
28
pada peranan aktor internasional dalam menggerakkan grassroots sebagai upaya
political opposition campaign (yang biasanya melibatkan institusi internasional
seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam pendekatan ini, menggunakan
pendekatan sesuai teori sistem internasional, sehingga menempatkan lingkungan
internasional di atas lingkungan domestik negara. Sedangkan penstudi yang lain
memfokuskan fenomena People Power pada aspek domestiknya, yang ditekankan
pada elit politik dan bentuk lain dari oposisi politik terhadap rezim otoriter.
Fenomena People Power dalam terminologi ilmu hubungan internasional
tidak bisa hanya dilihat sebagai sebuah popular movement, akan tetapi sebagai
sebuah gerakan yang bisa mempengaruhi peta perpolitikan baik domestik ataupun
internasional. Dalam teori Realisme, yang menempatkan negara sebagai unit analisa
utama, kondisi politik dimana pihak oposisi bermunculan dalam negara, sangat
menentukan kondisi kedaulatan negara, baik secara domestik maupun internasional.
Sebuah People Power dalam pandangan Realisme, merupakan sebuah ancaman
terhadap keberlangsungan rezim negara, dan merupakan salah satu faktor yang bisa
menyebabkan terjadinya konflik internasional.44
People Power, bisa terjadi ketika meningkatnya harapan dan meningkatnya
ketidakpuasan dalam waktu lama, dan kemudian diikuti dengan tidak adanya upaya
perbaikan atas ketidakpuasan tersebut, serta tidak terdapat pula wadah untuk
mengapresiasinya, selama masa jurang antara harapan dan kepuasan dengan cepat
melebar, dan menjadi tidak dapat ditolerir. Frustasi yang berkembang, jika kuat dan
tersebar luas dalam masyarakat, akan mencari pelepasan dalam tindakan kekerasan.
Ketika frustasi tertuju pada pemerintah, kekerasan itu akan menjadi sebuah revolusi
44 Ibid
-
29
yang menggantikan pemerintah yang berkuasa secara jelas dan mengubah secara
nyata struktur kekuasaan dalam masyarakat. Atau kekerasan akan terkandung di
dalam sistem itu, untuk mengadakan modifikasi tetapi tidak mengganti sistem itu.
B. Konsep Tentang Masa Depan
Masa Depan, sebagaimana arti harafiahnya dalam Encyclopedia Britanica,
yaitu of, relating to, or constituting a verb tense expressive of time yet to come,45
yang pada hakikatnya merupakan sesuatu yang berasal dari efek perbuatan manusia
sendiri. Dalam hal memproyeksikan masa depan, akan lebih relevan jika masa
depan ini sendiri diartikan sebagai constitutive dari kenyataan yang coba untuk
diproyeksikan. Kemampuan yang dimiliki para penstudi disiplin ilmu terhadap masa
depan merupakan prakiraan (conjectures) dan ramalan (prognoses), yang bisa
menjadi self-constitutive.
Konsep ini tidak menunjukkan bahwa masa depan, sepenuhnya berada atau
diukir oleh ras manusia, akan tetapi perlu ditekankan, bahwa sejarah yang dibuat
oleh manusia atau masa depan yang dibentuk oleh manusia, tidak selalu berada pada
kondisi yang betul-betul diinginkan sejak awal. Terdapat unsur unchosen, given,
and transmitted circumtances, yang berasal dari masa lampau. Hal inilah yang
diungkapkan oleh Marx yang kemudian dikutip oleh Pinar Bilgin, seorang penstudi
konflik dan keamanan di Universitas Bilkent, dalam bukunya Regional Security in
The Middle East: A Critical Perspective, yaitu:
45 _____. 2011. Encyclopedia Britanica. Di akses melalui
http://www.britannica.com/bps/dictionary?query=future pada tanggal 9 Desember 2011 pukul 14.00 WITA. Op. Cit
-
30
Men make their own history, but they do not make it just as they please; they do not make it under circumstances chosen by themselves, but under circumstances directly encountered, given and transmitted from the past46
Pinar Bilgin, mencoba menunjukkan bagaimana faktor-faktor dari masa lalu sangat
berpengaruh terhadap kondisi yang akan terjadi di masa depan.
Berkaitan dengan kondisi suatu negara yang melakukan perubahan dramatis,
perombakan struktur pemerintahan, sistem yang digunakan, kehidupan sosial, dan
hampir semua aspek setelah cukup lama berada pada satu sistem yang sebelumnya
digunakan, menunjukkan adanya keinginan masa depan baru yang dikejar.
Disandingkan dengan pendekatan masa depan sebagai self constitutive, hal ini tidak
sepenuhnya berarti bahwa masa depan dari negara bersangkutan berada
sepenuhnya pada design pembaharuan yang dilakukan. Faktor-faktor yang telah ada,
dalam hal ini sejarah, kebiasaan, dan corak ragam masyarakat itu sendiri, merupakan
hal-hal yang bisa menjadi unsur unchosen yang harus diperhatikan. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan Kenneth Boulding, yang dikutip oleh Pinar Bilgin
dalam bukunya Regional Security and The Middle East: unless we at least think
we know something about the future decisions are impossible, for all decisions
involve choices among images of alternative futures47
Poin utama dari konsep masa depan yang digunakan oleh students of
critical approaches to security yang diungkapkan oleh Pinar Bilgrin dalam bukunya,
yaitu untuk tidak membatasi apa yang mereka sebut, ataupun pikirkan tentang masa
depan sebagai realita yang akan ada dan merupakan desired future. Melainkan
46 Pinar Bilgin. 2005. Regional Security in The Middle East: A Critical Perspective.
RoutledgeCurzon. New York. P. 163. Op.Cit
47 Pinar Bilgin. 2005. Regional Security in The Middle East: A Critical Perspective. RoutledgeCurzon. New York. P. 163. Op.Cit
-
31
perlu adanya upaya untuk mengkritisi pengetahuan yang telah ada, design yang telah
dibuat tentang arah di masa depan. Membuat prediksi ataupun analisa tentang
alternatif kondisi masa depan, memiliki dua aspek penting yaitu, menganalisa
alternatif desired futures, dan mengkritisi kondisi sekarang terkait objek
bersangkutan sebagai bagian dari solusi yang akan diberikan.
Masyarakat yang tergabung dalam People Power untuk menjatuhkan
penguasa, mencari kebebasan dalam nama demokrasi dan mengharapkan kondisi
pemerintahan yang lebih baik setelahnya. Hal ini dalam konteks masa depan, bisa
jadi merupakan design future yang diinginkan oleh pihak revolusioner. Akan
tetapi future reality, adalah sesuatu yang sangat subjektif. Demokrasi seperti apa
yang akan cocok bagi negaranya, dalam hal ini Libya, harus dipikirkan dengan
seksama berdasarkan pada kondisi negara ini secara keseluruhan, yang meliputi
sejarah, budaya, potensi, kondisi kontemporer, demografis, geografis, dan lain
sebagainya.
Walter S. Jones dalam bukunya Logika Hubungan Internasional:
Kekuasaan, Ekonomi Politik Internasional, dan Tatanan Dunia,
menyebutkan sebuah proyeksi yang menarik jika disandingkan dengan kondisi
Libya saat ini. Walter menuliskan bahwa permasalahan kependudukan di negara-
negara berkembang akhirnya berujung pada pola konsumtif dan tidak produktif,
pendapatan per kapita menurun, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup yang
memicu konflik. Meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak terdapat
kesejahteraan yang merata.48
48 Walter S. Jones. 1993. Logika Hubungan Internasional, kekuasaan, Ekonomi Politik
Internasional, dan Tatanan Dunia 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 483. Op.Cit
-
32
Diproyeksikan pula bahwa pemanfaatan sumber daya mineral telah sampai
pada puncaknya. Kegiatan industri yang semakin meningkat bukan hanya oleh Barat
tetapi merambah ke berbagai negara kuat baru seperti di kawasan timur, selatan,
serta tenggara Benua Asia, berimbas pada tuntutan sumber mineral yang lebih
banyak. Berbagai ketergantungan akan sumber mineral bisa diartikan sebagai
konsekuensi potensial akan dominasi ataupun eksploitasi terhadap sumber mineral.
Persediaan mineral dunia akan berpengaruh besar terhadap kondisi perekonomian
dunia.
Proyeksi Walter S. Jones tersebut sesuai dengan kondisi semakin banyaknya
negara kuat baru yang bermunculan. Dewasa ini, tuntutan kebutuhan akan sumber
daya mineral untuk industri tidak lagi hanya di dominasi Barat atau Amerika Serikat
dan negara Eropa, di Asia kini bukan saja hanya ada Jepang tetapi juga kini China,
India, dan Korea Selatan merupakan negara industri yang kian maju. Kemajuan
industri ini secara otomatis akan diikuti dengan bertambahnya kebutuhan atas
sumber daya mineral, dan hal ini bukan tidak mungkin mengarahkan negara-negara
industri besar seerti Amerika Serikat, China, Jepang, dan lain-lain dalam upaya
persaingan mendapatkan sumber daya mineral dari berbagai negara penghasilnya.
Libya sebagai salah satu negara produsen sumber mineral perlu
memperhatikan kondisi ini untuk keberlanjutannya. Libya yang merupakan
pengekspor minyak jenis Light Sweet dan menyumbang 2% dari total produksi
minyak global. Ketidakseimbangan produksi minyak di Libya akibat konflik yang
terjadi selama masa revolusi, berdampak pada terganggunya keseimbangan dalam
pasokan minyak global.49
49 Resiko Libya Berkurang. (2011). Kompas. 22 Oktober
-
33
Potensi minyak Libya menempatkan Libya pada posisi yang sangat rentan
saat ini, sesuai dengan prediksi Walter S. Jones tentang akan adanya upaya dari
negara-negara industri besar, untuk mendapatkan, dan bahkan menguasai sumber-
sumber mineral demi kelancaran pasokan bagi indsutrinya. Keinginan dominasi dan
eksploitasi sumber mineral merupakan salah satu faktor dominan untuk
menimbulkan konflik. Apalagi dalam kondisi negara yang tengah memulai dari awal
pasca revolusi seperti Libya. Kemungkinan munculnya bibit-bibit konflik sangat
besar. Ketidakmampuan dalam memobilisasi masyarakat serta mengkonsolidasikan
persatuan dalam pembangunan negara, akan menimbulkan ketegangan antar
elemen-elemen dalam masyarakat.
Terlebih lagi bagi negara dengan kondisi demografis yang sangat beragam
seperti Libya, di mana di dalamnya sangat kental oleh persaingan antar suku, etnis,
kelompok kepentingan, dan lainnya. Tidak semua wilayah di Libya merupakan
penghasil minyak, sehingga Libya patut mewaspadai setiap kebijakan yang
diterapkan terkait pengelolaan sumber daya mineral ini, dan penggunaannya bagi
kepentingan masyarakat.
Irak, bisa menjadi contoh fenomena perlunya melakukan proses kritisasi
terhadap pemikiran tentang masa depan. Kondisi revolusi di Irak, yang
menempatkan demokrasi sebagai masa depan dalam hal ini desired future dari
bangsa yang telah mengalami kesengsaraan (dalam perspektif Barat) selama periode
pemerintahan yang diktator dan radikal. Akan tetapi, faktanya, realita masa depan
yang ada berbeda dengan apa yang telah dirancang sebelumnya. Irak tidak
mengalami perbaikan dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun politiknya. Hal
yang sama bisa pula terjadi pada Libya. Di sinilah, menurut konsep masa depan
-
34
yang ditawarkan students of critical approaches to security, bahwa perlu adanya
proses kritisasi untuk tidak membatasi alternate future. Sebab dengan lebih
seringnya kemungkinan masa depan di analisa, ditawarkan solusi, maka akan lebih
jelas indikator yang bisa digunakan dalam pengambilan keputusan nantinya, yang
secara subjektif akan mempengaruhi masa depan yang menjadi realita.
Martin Griffits seorang dosen senior di the School of Political and
International Studies at Flinders University, Australia, menuliskan dalam bukunya
International Relations: The Key Concepts sebagai berikut:
Democratic forms of government stress the right of the citizens to participate in the decision-making process. Typically, autocratic states have an extremely tight grip on power. Stability is purchased through tyranny and terror. But the transition from autocracy to democracy often leaves the state without a clear understanding of who is in control. The opening up of a power vacuum provides opportunities for disaffected groups to try to seize control of the government.50
Alternatif masa depan yang bisa dicapai oleh Libya sebagai negara yang
lebih baik, bisa saja menjadi desired future atau masa depan yang ditakdirkan
untuk Libya jika pemerintahan yang baru mampu mengadakan penyelenggaraan
negara dengan cara yang tepat. Akan tetapi, bisa pula diterima sebagai masa depan
sebagai negara yang kacau balau atau dalam pandangan Martin Griffits yaitu
sebagai failed state. Failed state merupakan salah satu alternatif masa depan yang
bisa saja menimpa sebuah negara ex-revolusi jika tidak terdapat penyelenggaraan
negara yang tepat setelah rezim otoriter dijatuhkan. Sebagaimana lazimnya negara
otoriter yang mendapatkan persatuan negara di atas rasa takut rakyatnya, begitu
rezim ini jatuh, rakyat secara psikologi akan meluapkan dan memanfaatkan
50 Martin Griffits. 2002. International Relations: The Key Concepts. Routledge. London. Pg.
106
-
35
kesempatan ini untuk berpendapat. Sehingga sangat penting adanya kesamaan visi
atau dalam hal ini konsolidasi negara yang baik. Hal ini pulalah yang akan
mengantarkan negara pada keputusan penyerahan kepemimpinan melalui prosuder
yang disepakati bersama dalam waktu yang efektif.
Sebaliknya, kondisi pembangunan demokrasi yang berhasil di Filipina pada
tahun 1986 yang berhasil menggunakan People Power untuk masa depan yang
lebih baik bagi negaranya. Revolusi yang berhasil dilakukan dengan mengorganisir
semua elemen masyarakat di Filipina dan menuntut turunnya pemerintahan Marcos,
serta menjadi pengawas penyelenggaraan pemerintahan yang baru melalui
pemilihan Presiden yang demokratis dan konsolidasi nasional yang baik. Kondisi ini
menjadi salah satu alternatif masa depan bagi Libya. Jika pihak oposisi dan
berbagai elemen yang tergabung di dalamnya, saat menjatuhkan Moammar
Khadafy, mampu mempertahankan konsolidasi nasional yang baik, maka Libya
akan mampu mencapai kondisi stabil dan situasi politik yang kondusif.
-
36
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG KONDISI LIBYA SEBELUM
REVOLUSI (MASA PEMERINTAHAN MOAMMAR KHADAFY)
Libya atau Libia (bahasa Arab: Lby) adalah sebuah negara di
wilayah Afrika Utara atau yang dikenal sebagai wilayah magribhi. Libya berbatasan
dengan Laut Tengah di sebelah Utara, Mesir di sebelah Timur, Sudan di sebelah
Tenggara, Chad dan Niger di sebelah Selatan, serta Aljazair dan Tunisia di sebelah
Barat. Luas wilayah Libya hampir 1,8 juta km2 (700,000 mil), Libya adalah negara
terbesar keempat di Afrika menurut luas wilayah, dan ke-17 terbesar di dunia. Kota
terbesarnya, Tripoli, adalah rumah bagi 1,7 juta dari 6,4 juta rakyat Libya.51 Tiga
pembagian wilayah tradisional negara ini adalah Tripolitania, Fezzan dan Cyrenaica.
Tripoli merupakan kota terbesar dan didiami 1,7 juta penduduk Libya dengan total
populasi 6,597,960 jiwa (sensus 2011). Secara demografis, Libya berpenduduk 97%
Arab dan 3% lain-lain, dengan 97% masyarakatnya beragama Islam Sunni. Hari
kemerdekaan Libya jatuh pada 24 Desember 1951. 52
Libya merupakan salah satu negara bekas jajahan Italia. Mutual angreement
di antara negara pemegang hak veto (The Big Five) pada September 1947,
menetapkan kemerdekaan bagi negara-negara koloni Italia di Afrika, salah satunya
yaitu Libya. Raja Idris sebagai penerus dari Dinasti Senussi, kemudian kembali ke
Libya di tengah huru-hara lepasnya Libya dari Italia. Raja Idris kemudian ditetapkan
51 _____.2011.Wikipedia Ensiklopedia Bebas: Libya. Diakses melalui
http://id.wikipedia.org/wiki/Libya pada tanggal 3 Februari 2012
52 _____. 2011. The World Factbook. CIA. Diakses melalui https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ly.html pada tanggal 18 Desember 2011. Lok. Cit
-
37
sebagai chief of state sesuai konstitusi Oktober 1951, dengan dukungan penuh dari
Inggris. Perkembangannya, Raja Idris tidak begitu mampu memimpin Libya di
bawah sistem monarki yang dibangunnya di Cyrenaica. Kondisi perpolitikan di
Libya di masa awal kemerdekaannya sangat rentan dengan perbedaan orientasi
politik yang terjadi di provinsi-provinsi dengan sistem monarki yang ada.
Ketidakjelasan pewaris tahta Libya juga semakin memperkeruh situasi.
Pada tahun 1960, Libya kemudian menempuh kebijakan perbaikan sistem
pemerintahan. Dimulai dengan peluncuran rencana 5 tahun (1963-1968). Akan
tetapi, ketidakpraktisan pemerintahan, kemudian menggerakkan Perdana Menteri
Muhi ad Din Fakini pada masa itu, menyetujui rancangan undang-undang parlemen
pada tahun 1963, yang disahkan oleh raja Idris, mengenai penghapusan sistem
federal, dan Libya tidak hanya terbagi atas 3 kota saja, Tripolitania, Cyrenaica, dan
Fezzan, tetapi menjadi 10 provinsi yang di bawahi oleh seorang gubernur.53
Moammar Khadafy, adalah keturunan dari suku kecil di Libya yang bernama
Qhadafa. Ia lahir di padang pasir, sekitar wilayah Surt pada tahun 1942. Moammar
Khadafy menempuh pendidikan dasar di sekolah muslim, dimana ia begitu
terinspirasi dengan figur Gamal Andul Nasser dari Mesir, dan isu utama dunia Arab
saat itu, yakni konflik Palestina. Moammar Khadafy kemudian menempuh
pendidikan privat di Misrata dalam bidang studi sejarah. Sebagian besar gurunya
yang merupakan orang Mesir, sangat mempengaruhi pola pikir Moammar Khadafy.
Ia diajarkan tentang dunia Arab dan kekuatan Islam. Moammar Khadafy masuk ke
Akademi Militer di Benghazi pada tahun 1961, dan dinyatakan lulus pada tahun
1966. Setelah mendapatkan jabatan, ia kemudian ditugaskan untuk mengikuti 53 _____.2011.Libya: Independent Libya. Diakses melalui
http://workmall.com/wfb2001/libya/libya_history_independent_libya.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
-
38
pelatihan selanjutnya di Royal Military Academy di Sandhurst, Inggris. Moammar
Khadafy bergabung dengan RCC, saat ia masih berpangkat calon perwira.
Ketidakpuasan para tentara muda ini atas kekalahan pasukan Arab oleh Israel pada
tahun 1967, dan kondisi pemerintahan Monarki yang pro-Barat, menjadi salah satu
penyebab gerakan revolusioner di Libya.54
54 _____. 2001. Libya: Qadhafi and the Revolutionary Command Council. Diakses melalui
http://workmall.com/wfb2001/libya/libya_history_qadhafi_and_the_revolutionary_command_council.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
-
39
Libya kemudian memiliki pembagian wilayah administratif dengan 32
kotamadya, yaitu:
Tabel 1. Daftar Shabiyat di Libya55
55 U.S Department of State.2011.Libya. diakses melalui
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5425.htm pada tanggal 3 Februari 2012
1) Butnan
2) Darnah
3) Gubba
4) Al Jebal Al Akhdar
5) Al Jebal Al Hezam
6) Benghazi
7) Ajdabiya
8) Wahat
9) Kufra
10) Surt
11) Al Jufrah
12) Misurata
13) Murgub
14) Bani-Walid
15) Tarhuna dan Msallata
16) Tripoli
17) Jfara
18) Zawiya
19) Sabrata dan Surman
20) An Nuqat Al-Khams
21) Garyan
22) Mezda
23) Nalut
24) Ghadames
25) Yefren
26) Wadi Alhaya
27) Ghat
28) Sabha
29) Wadi Shati
30) Murzuq
31) Tajura
32) An-Nuwaha Al-Arbaa
-
40
A. Masa Pemerintahan Moammar Khadafy
1. Sistem Politik dan Pemerintahan Otoriter
Revolusi yang dipimpin oleh Moammar Khadafy di tahun 1969, ia sebut
sebagai popular revolution dan bukan hanya sebuah kudeta militer. Revolusi yang
pecah pada tahun 1969 di bawah pimpinan Kolonel Moammar Khadafy, mengakhiri
kekuasaan Dinasti Senussi atas Libya. Moammar Khadafy yang didukung oleh
sebagian besar pemuda Libya, yang tergabung dalam The Revolutionary Command
Council (RCC), mendeklarasikan Libya sebagai negara Republik.56 Libya kemudian
memiliki nama resmi The Great Socialist People's Libyan Arab Jamahiriya
(Jamahiriya Arab Libya Sosialis Raya), dengan ibukota Tripoli atau dikenal juga
dengan sebutan Tharabulus. Pemerintahan Libya memiliki dua jalur, yaitu
Pemerintahan Revolusioner yang sepenuhnya dipimpin oleh Moammar Khadafy,
dan Pemerintahan Republik yang memiliki struktur formal dari tingkat lokal hingga
nasional. Dominasi Pemerintahan Revolusioner dianggap sebagai penghambat
utama demokratisasi di negara ini.
Sejak awal berkuasanya di Libya, Moammar Khadafy, telah menunjukkan
sikap menentang pemerintahan Barat. Hal itu tercermin dalam buku hijau yang
diterbitkannya, yang berjudul third universal theory yang diluncurkan pada tahun
1979, sekitar 10 tahun sejak ia memimpin Libya. Buku ini menggambarkan ambisi
Moammar Khadafy untuk membawa tatanan yang baru dalam perpolitikan.
Menggabungkan intisari dari penolakan terhadap kapitalisme, komunisme, dan
56 _____.2001.Libya: The Revolutionary Command Council. Diakses melalui
http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_revolutionary_co~217.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
-
41
mengusung nilai persatuan Negara-negara Arab, reformasi Islam, dan sosialis
utopis.57
Libya menjadi negara yang sangat kaku. Dalam undang-undang No. 71
tahun 1972, dituliskan adanya pelarangan untuk menghina konstitusi negara.58
Tanpa ada penjelasan yang detail mengenai bentuk penghinaan tersebut. Hal ini jika
dianalisa lebih lanjut, bisa menjadi dasar bagi negara untuk melarang semua bentuk
demonstrasi terhadap pemerintah, ataupun sistem yang digunakan oleh negara.
Membendung semua aspirasi rakyat, yang seyogyanya menjadi nafas dari
demokrasi, dan pemerintahan jamahiriya, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang
menghendaki posisi rakyat sebagai pemegang kekuatan terbesar. Pada April 1973,
pada salah satu poin dalam revolusi kebudayaan yang dilakukan oleh Moammar
Khadafy, ia menetapkan pelarangan atas komunisme, konservatisme, kapitalisme,
atheis, dan kelompok persaudaraan muslim. Moammar Khadafy telah melakukan
pelanggaran sangat mendasar jika ditinjau dari poin-poin hak asasi manusia yang
harus dihargai secara universal, yaitu kebebasan menentukan keyakinannya dan
aktivitas pribadinya. Moammar Khadafy juga mengambil legitimasi dari Islam
sebagai satu-satunya agama negara, dengan menganggap bahwa kebijakannya
berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang tertuang dalam Al-Quran yaitu Surah
ke 42, ayat 38.
Dalam Buku Hijau Moammar Khadafy, bagian Ketiga, yaitu The Social
Basis of The Third Universal Theory, diungkapkan, bagaimana Moammar Khadafy
57 Amira Ibrahim.2009.Libya: A Critical Review of Tripolis Sub-Saharan African
Policies.Institute for Security Studies.
58 _____.2001.Libya: Opposition to Qadhafy. Diakses dari http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_opposition_to_qadhaf~229.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
-
42
mempertanyakan kembali arti nasionalisme dan mengelaborasinya sesuai
pemikirannya sendiri. Menurutnya lagi, dalam teori pertentangan antar-kelas yang
diungkapkan oleh Marx, poin yang paling penting bukan pada pertentangan antar-
kelas tersebut tetapi nasionalisme yang merupakan tekanan paling dinamis.
Moammar Khadafy memberikan batas yang jelas antara negara, bangsa, dan negara-
bangsa. Sebuah negara merupakan rangkulan beberapa nasionalisme, yang cepat
atau lambat akan menunjukkan perbedaan dan menggariskan disintegrasi dalam
masyarakat, dan berujung pada gerakan nasional yang mengusung kemerdekaan
atau hak atas penentuan nasib sendiri. Sedangkan sebuah negara-bangsa, terdiri dari
kelompok masyarakat yang memiliki sejarah hidup yang sama, asal usul yang sama,
dan memiliki sense of belonging terhadap negaranya.
Secara idealnya, setiap bangsa harus hanya memiliki satu kepercayaan,
Moammar Khadafy menuliskan, bahwa dalam upaya untuk menghindari potensi
konflik suatu negara, harus berada pada kondisi bersatu, utuh, yang
dipandangnya bisa terancam oleh munculnya suku-suku dan identitas sektarian.59
Berdasarkan pemikiran Moammar Khadafy dalam Green Book, dapat dilihat,
bahwa segala tindakan radikal yang dilakukannya, memang telah sejalan dengan apa
yang dianggapnya sebagai upaya untuk menciptakan negara yang bersatu. Tidak
mengkhendaki adanya perbedaan apapun di dalamnya dengan asumsi bahwa
perbedaan mengantarkan pada disintegrasi dan kehancuran negara.
59 _____.2001.Libya: The Green Book Part III. Diakses melalui
http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~234.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
-
43
All citizens have the same formally defined civic rights, and the nation-state is widely accepted as legitimate. Definitions of and qualifications for citizenship are politically irrelevant. It should be noted that the Berbers which constitute approximately 20% of the population, though this figure is contested have expressed reservations about the dominant Arabic emphasis in language and tribal lineage and the discrimination against the Berber language. However, in August 2007, Berber activists were allowed to hold a congress in Tripoli for the first time. Prime Minister al-Baghdadi al-Mahmudi and Saif al-Islam al-Qadhafi visited Berber regions and launched economic projects there. In November 2008, six people were killed in gun battles that broke out between the Toubou and the Zawia tribe in Kufra in southeastern Libya. Officials said that a minor incident had been exaggerated by reports from abroad. In fact the non-Arab Toubou tribe is fighting against the same discrimination the Berbers are suffering from60
Di samping itu, dalam hal sistem politik, Moammar Khadafy merasa bahwa
sistem politik yang selama ini ada bukanlah demokrasi dalam arti sebenarnya. Ia
menyebutkan sebagai perjuangan atas power yang terjadi dalam pemerintahan, di
antara institusi-institusi yang ada di dalamnya. Menurutnya demokrasi yang
sebenarnya adalah pelibatan langsung masyarakat. Sebab, pemilihan wakil-wakil
rakyat di dalam parlemen dan institusi lainnya sifatnya tidak demokratis. Hal
tersebut sebagaimana yang diungkapkannya dalam The Green Book, Part I: The
Solution of the Problem of Democracy. Menurut Moammar Khadafy, demokrasi
yang dikenal selama ini hanya bersifat memecah belah dan sama sekali tidak
demokratis. Sistem pemilihan dengan menempatkan perwakilan dengan memilih
satu partai misalnya, dan sebagian lainnya memilih perwakilan dari partai lain,
kemudian menempatkan mereka di DPR. Hal ini hanya akan melahirkan
pertarungan interest yang tidak bersifat general melahirkan di antara institusi-
institusi politik ini saja. Begitu pula dengan pemilihan umum. Mengambil ketentuan
60 _____. 2012. Libya Country Report. Diakses melalui http://bti2003.bertelsmann-
transformation-index.de/134.0.html?&L=1 pada tangal 4 Februari 2012
-
44
pemenang pemilu jika berhasil memenangkan lebih dari 50% suara, artinya terdapat
49% suara yang tidak terwakili.61
Penghapusan partai politik di Libya berlangsung sangat ekstrim. Moammar
Khadafy, pada Oktober tahun 1969, memberikan pidato kenegaraan yang
menyebutkan bahwa Libya harus berada pada kondisi satu, sehingga keberadaan
partai politik, yang ia yakini hanya memecah belah negara dalam berbagai
lingkaran-lingkaran kepentingan, dan intrik untuk mencapainya, dihapuskan.
Bahkan, Moammar Khadafy mencanangkan, bahwa semua orang yang terlibat
dalam partai politik, merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap negara. Hal
ini tidak saja berkisar hanya dalam pidato Moammar Khadafy, tetapi juga
dituangkan dalam undang-undang No. 71 tahun 197262, disebutkan bahwa partai
politik merupakan tindakan kriminal dan merupakan bentuk kegiatan yang
membahayakan negara. Bukan hanya itu, bahkan Moammar Khadafy menjadikan
Libya sebagai negara yang sangat membatasi aktivitas politik masyarakatnya, selain
dalam partai politik, bahkan jika seseorang ingin bergabung dalam komunitas
internasional, apapun itu, harus melalui persetujuan negara. Jika hal tersebut
dilanggar, akan berakibat fatal, dengan diindikasikan sebagai ancaman langsung
terhadap negara.
Moammar Khadafy berpendapat bahwa direct democracy yang sebenarnya
digantikan dengan demokrasi yang dikenal saat ini, karena para penstudi demokrasi
menuliskan tidak memungkinkan lagi untuk melaksanakannya, sehingga ide
61 _____.2001.Libya: The Green Book Part I. Diakses dari
http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~232.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
62 _____.2001.Libya: Opposition to Qadhafy. Diakses dari http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_opposition_to_qadhaf~229.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
-
45
perwakilan muncul. Perkembangan populasi manusia telah sangat besar. Akan
sulit untuk menempatkan setiap pemikiran dalam pembahasan isu-isu kenegaraan.
Padahal, menurut Moammar Khadafy, apa yang ia terapkan di Libya merupakan
direct democracy yang sesungguhnya. General People Congress sebagai badan
eksekutif selain pemimpin revolusi, juga merupakan badan legislatif, dan memiliki
anggota lebih banyak dibandingkan badan legislatif lainnya di negara lain. Selain
itu, kedua badan ini tidak hanya bertanggung jawab untuk bidang legislatif
(membuat undang-undang, dan sebagainya), tetapi sampai pada pengaplikasiannya
di level grass root.
the outdated definition of democracy--democracy is the supervision of the government by the people--becomes obsolete. It will be replaced by the true definition: democracy is the supervision of the people by the people63.
Berawal dari pemikiran inilah, pada tahun 1976 Moammar Khadafy
kemudian menghapuskan institusi politik di Libya, yang digantikan dengan people
power atau jamahiriyah, atau yang bisa diartikan sebagai state of masses. Struktur
pemerintahan di Libya cukup sederhana dengan badan eksekutifnya terdiri dari
Pemimpin Revolusi (Moammar Khadafy, yang secara de facto merupakan chief of
state, sebab ia tidak memiliki jabatan resmi), Ketua General Peoples Congress
(GPC), dan Kabinet General Peoples Committee. Badan legislatif hanya terdiri dari
GPC sebagai badan tunggal pembentuk undang-undang, dan badan yudikatif berupa
Pengadilan Tinggi.64 Setiap masyarakat Libya berpartisipasi dalam pemerintahan
63 _____.2001.Libya: The Green Book Part I. Diakses dari
http://www.photius.com/countries/libya/government/libya_government_the_green_book_part~232.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies). Op. Cit
64 _____.2001.Libya:Government. Op.Cit. Diakses melalui http://www.theodora.com/wfb1990/libya/libya_government.html pada tanggal 3 Februari 2012 (re-published from The Library of Congress Country Studies)
-
46
melalui Basic People Congresses, kemudian setiap majelis BPC memilih
perwakilan yang akan mewakili mereka di General People Congress. Selanjutnya,
GPC akan memilih perwakilan-perwakilan yang akan ditempatkan di Peoples
Committee yangmerupakan jajaran kabinet. Perwakilan dari GPC ini akan bertindak
sebagai menteri. Secara singkat, General People Congress adalah parlemen di
Libya, General Peoples Committee adalah kabinet atau eksekutif, dan sekretaris
jenderal dari General People Congress adalah kepala eksekutif.65
Terdapat dual pemerintah dalam struktur pemerintahan di Libya. Selain GPC
terdapat pula Revolutionary Sector yang terdiri dari Moammar Khadafy sebagai
Pemimpin Revolusi dan 12 anggota dalam Revolutionary Command Council,
yang dibentuk pada tahun 1969. Posisi pemimpin revolusi ini tidak dipilih dan tidak
bisa diganggu gugat, dimana mereka memiliki kekuasaan yang didapatkan dari
keterlibatan mereka dalam revolusi di bawah pimpinan Moammar Khadafy.
Revolutionary Sector inilah yang mendikte segala proses pembuatan keputusan,
atau merupakan sentral dari semua kebijakan yang dikeluarkan oleh GPC sebagai
sektor kedua dalam hierarki pemerintahan Libya, yaitu Jamahiriya Sector yang
melibatkan GPC dan BPC yang terdiri dari 1500 distrik kota dan 32 Shabiyat
People Congresses regional.66
Moammar Khadafy selaku Pemimpin Revolusi tidak memiliki peranan
legislatif secara langsung dan tidak memiliki peranan eksekutif secara formal. Akan
tetapi, sebagai Pemimpin Revolusi, Moammar Kahadfy memiliki kekuasaan sangat
65 World Health Organization.2007.Regional World Health System Observatory. Pg. 18
Diakses melalui http://gis.emro.who.int/HealthSystemObservatory/PDF/Libya/Full%20Profile.pdf pada tanggal 4 Februari 2012
66 _____. 2012. Libya Country Report. Diakses melalui http://bti2003.bertelsmann-transformation-index.de/134.0.html?&L=1 pada tangal 4 Februari 2012. Op.Cit Hal. 50
-
47
besar untuk mengintervensi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada dasarnya tidak
ada formal controls yang dimiliki oleh Pemimpin Revolusi akan tetapi pengaruh dan
kekuasaannya yang sangat besar dan relasinya yang juga hampir menguasai semua
bidang pemerintahan, menyebabkan Moammar Khadafy tidak tertandingi.
Dalam hal korupsi misalnya, yang merupakan isu sentral, ketika diisukan
terhadap pihak elite, kasus ini menjadi sesuatu yang ditoleransi sebab anggota dari
The Revolutionary Sector adalah disinyalir sebagai orang terkorup akan tetapi
sekaligus suporter terbesar dari rezim. Moammar Khadafy seakan-akan memakai
strategi berlindung dibalik pemikirannya mengenai kesetaraan dalam masyarakat
berbentuk Al-Jamahiriyah, untuk melegitimasi tindakan otoriternya. Dengan
struktur pemerintahan seperti itu, kebijakan yang keluar seakan-akan berasal dari
proses demokrasi ala Libya, meskipun pada prakteknya seringkali merupakan hasil
intervensi rezim Moammar Khadafy.
Hal di atas juga menyebabkan adanya asumsi bahwa politik di Libya
merupakan family affair, dikarenakan selama kepemimpinan Moammar Khadafy
sejak 1969, tampuk kekuasaan di Libya diwarnai dengan pembagian kekuasaan
bukan saja kepada relasinya di Revolutionary Command Council, akan tetapi juga
kepada beberapa putranya. Kesuksesan Moammar Khadafy memimpin revolusi
Libya menyingkirkan monarki dan menyatakan Libya sebagai Negara Republik,
bukan hanya menjadikannya pemimpin Libya tetapi juga menjadikan ia sebagai
pemilik kekuasaan tanpa tandingan di Libya. Hal yang sama berlaku pada putra-
putranya. Meskipun pada kenyataannya putra-putra Moammar Khadafy tidak
memiliki jabatan struktural dalam pemerintahan Libya, sama seperti ayahnya,
kekuatan dan keputusan mereka bersifat undebateable. Hal ini dituliskan pula oleh
-
48
Emanuella Paoletti, seorang penstudi kawasan Timur Tengah dari Universitas
Oxford, dalam tulisannyanya yang berjudul Libya: Roots of a Civil Conflict,
yaitu:
Four overlapping power structures account for Libyas endemic statelessness: Qadhafi and his family