sk 2
DESCRIPTION
2TRANSCRIPT
RESUME KOMPILASI BLOK 8
SKENARIO 2
HIPERTENSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
A. HISTOLOGI
a. Kapiler
Terdiri dari selapis sel endotel
Jenis:
- kapiler fenestra
- kapiler kontinu
Fungsi sebagai pertukaran bahan secara difusi melalui ruang antar sel
Sinusoid : kapiler yang melebar
b. Arteriol
Tunika intimanya terdiri dari selapis endotel
Tunika media terdiri dari 2-5 lapis otot polos
c. Arteri Kecil
Tunika intima terdiri dari selapis endotel dan terdapat membrana elastika interna
Tunika media terdiri dari 6-40 lapis otot polos
Tunika adventitia berupa jaringan ikat kendor dan tidak terdapat membrana elastika
eksterna
d. Arteri Sedang
Tunika intima terdiri dari selapis endotel dan terdapat membrana elastika interna
Tunika media teridiri atas lapisan otot polos sangat tebal disebut arteri muscular
Tunika adventitia teridri atas jaringan ikat kendor dan terdapat membrana elastika
eksterna
e. Arteri Besar
Tunika intima terdiri atas selapis endotel, jaringan sub endotel jelas dan terdapat
fenestrated membran
Tunika media terdiri atas otot polos 40-60 lapis yang berselang seling dengan
fenestrated membran
Tunika adventitia terdapat bentukan vasa & nervi vasorum
f. Vena
Dinding tipis à tekanan 1/10 arteri
Jaringan elastis konstan karena aliran darah vena konstan
Mempunyai katup
Mudah direnggangkan sehingga dapat berfungsi sebgaai reservois
Dinding vena tampak kendor
Tunika media tidak berkembang
Tunika adventitia lebih tebal & dominan
g. Vena Besar
Tunika intima terdiri dari selapis endotel di mana jaringan sub endotel agak tebal,
kadang sabut otot polos membujur
Tunika media tipis, kadang tidak ada
Tunika adventitia paling tebal, otot polos membujur dan tidak terdapat membrana
elastika eksterna
B. FISIOLOGI
2.1 Pengaturan tekanan darah normal
2.1.1 Curah Jantung
Curah Jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel
permenit. Curah Jantung dapat juga disebut volume jantung / menit.
Faktor – faktor yang mempengaruhi curah jantung :
▪ Aktivitas berat, memperbesar Curah Jantung 25L / menit. Pada atlit
mencapai 35L / menit.
▪ Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output dengan
inputnya berdasarkan :
a) Peningkatan aliran balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolic
b) Peningkatan akhir diastolic akan mengembangkan serabut miokardial
ventrikel
c) Hukum Frank-Starling , semakin banyak serabut otot jantung
mengembang pada permulaan kontraksi, semakin banyak isi ventrikel,
sehingga daya kontraksi semakin besar.
▪ Faktor mendukung aliran balik vena dan memperbesar Curah Jantung.
a) Pompa otot rangka
b) Pernafasan
c) Reservoar vena
d) Gaya gravitasi
▪ Faktor yang mengurangi aliran balik vena
a) perubahan posisi tubuh, dari terlentang menjadi tegak . memindahkan
darah dari sirkulasi pulmonary ke vena – vena tungkai. Peningkatan reflek
pada frekuensi jantung dan tekanan darah dapat mengatasi aliran balik
vena
b) Tekanan rendah abnormal pada vena, mengakibatkan pengurangan aliran
balik vena dan Curah Jantung
c) Tekanan darah tinggi, peningkatan tekanan darah aorta dan pulmonary
memaksa ventrikel bekerja lebih keras untuk mengeluarkan darah
melawan tekanan
▪ Pengaruh tambahan Curah Jantung:
a) Hormon medular adrenal. Epinefrin dan norepinefrin meningkatkan
frekuensi jantung dan daya kontraksi sehingga Curah Jantung meningkat
b) Ion. Konsentrasi KKN ( Kalium, Kalsium, dan Natrium) dalam darah
mempengaruhi frekuensi dan Curah Jantung
Faktor penentu curah jantung
Curah Jantung tergantung dari 2 buah variabel yaitu :
a) Frekuensi Denyut Jantung
b) Volume Sekuncup Jantung
Keduanya bisa dirangkumkan dalam rumus Cardiac Output
- Stroke volume (SV) adalah banyaknya darah yang dipompa keluar oleh
setiap ventrikel selama satu denyutan.
- SV dapat dirumuskan sebagai berikut:
- SV (ml/ beat) = EDV (ml/beat) – ESV (ml/beat)
- EDV atau end diastole volume adalah banyaknya darah yang ada di
ventrikel pada akhir ventrikel diastole.
- ESV atau end systole volume adalah banyaknya darah sisa yang masih tetap
berada di ventrikel pada akhir ventrikel systole.
- Heart Rate adalah frekuensi denyut jantung permenit
1. Frekuensi Denyut jantung
Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik SSO
yang terdiri dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Kedua saraf tersebut
akan mempersarafi SA node dan AV node dan kemudia mempengaruhi
kecepatan dan frekuensi hantaran impuls.
Saraf parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung dan saraf
simpatis akan mempercepat denyt jantung. Namun pada saat istirahat saraf
yang bekerja dominan adalah saraf parasimpatis
2. Volume Sekuncup
- Merupakan volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik
- Ada 3 faktor yang mempengaruhi besar volum sekuncup yaitu :
a. Beban Awal
Adalah derajat peregangan serabut miokardium segera sebelum
kontraksi. Derajat peregangan ini bergantung pada volum darah yang
meregangkan ventrikeel pada akhir diastol.
Mekanisme ini dinyatakan dalan mekanisme Frank Starling, yang
menyatakan bahwa semakin besar kekuatan kontraksi saat dastolik maka
Cardiac Output = Frekuensi Jantung x Volume sekuncup
semakin besar kekuatan kontraksi saat sistol. Sehingga meningkatkan
volume sekuncup.
b. Beban Akhir
Adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk
kontraksi dan pemompaan darah.
Faktor yang mempengaruhi dijelaskan dalam versi sederhana persamaan
Laplace = tegangan dinding sebanding dengan tekanan intraventrikel dan
ukuran ventrikel dan berbanding terbalik dengan ketebalan dinding
ventrikel
c. Kontraktilas
Adalah perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk, yang terjadi tanpa
perubahan panjang serabut miokardium.
Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil intensifikasi hubungan jembatan
penghubung pada sarkomer yang berkaitan dengan konsentrasi ion Ca 2+.
Konsentrasi miokardium secara langsung sebanding dengan jumlah kalsium
intrasel. Peningkatan denyut jantung dapat meningkatkan kekuatan kontraksi.
Bila jantung berdenyut lebih sering, kalsium akan tertimbun lebih banyak dalam
sel jantung sehingga terjadi peningkatan kekuatan kontraksi. Kekuatan kontraksi
ini akan meningkatkan volume sekuncup dan cardiac output.
2.1.2 Resistensi Perifer
Resistensi aliran darah adalah merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh
tetapi tidak dapat diukur dengan cara apapun,sebaliknya retesi harus dihitung dari
pengukuran aliran darah dan perbedaan tekanan anatara 2 titik didalam pembuluh.
Bila perbedaan tekanan antara 2 titk adalah 1 mmHg dan alairan darah ml/detik
maka resistensinya dikatakan sebesar 1 satuan resistensi perifer (PRU).
Resistensi pembuluh darah perifer total dan resistensi pembuluh darah paru
total.
Kecepatan aliran darah yang mellaui seluruh sistem sirkulasi sama dengan
kecepatan pompa darah oleh jantung yakni sama dengan curah jantung.pada
orang dewasa kecepatannya sekitar 100 ml/ditk.perbedaan tekanan arteri sistemik
sampai vena sistemik adalah sekitar 100mmHg,oleh karena itu resistensi di
seluruh sirkulasi sistemik yang disebut resistensi perifer total adalah sekitar
100/100 atau 1 PRU.
Pada keadaan dimana seluruh pembuluh darah berkonstriksi dengan kuat maka
resistensi perifer total kadang – kadang meningkat menjadi sebesar 4 PRU
sebaliknay bila semuia pembuluh berdilatasi kuat maka resistensi ini dapat
menurun sampai sekecil 0.2 PRU.
Dalam sistem paru,tekanan arteri pulmonalis rata –rata adalah 16 mmHg dan
tekanan atrium kiri rata-rata adalah 2 mmHg sehingga selisish tekanan adalah 14
mmHg.
2.2 Sistem pengaturan regulasi darah
2.2.1 Autoregulasi
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap
kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi
terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi
pembuluh darah.
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak
dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi
iskemi.Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila TD turun,
terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure
( MAP ) 60 – 70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak
akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran
darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak
dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.
Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang
disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh
Kontos dkk. Mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan
metabolisme di otak. Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang
cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas
ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,
sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi.Straagaard
pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita
hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang
normotensi.
Penderita hipertensi denga pengobatan mempunyai nilai diantar group normotensi
dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung
menggeser autoregulasi kearah normal. Dari penelitian didapatkan bahwa baik
orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari
autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu
dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam
beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan
TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung
kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan
hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD
25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan
intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan
harusdijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.
2.2.2 Kemoreseptor
Kemoreseptor adalah sel-sel komosensitif yang bersifat sensitive terhadap kadar
oksigen yang rendah, kadar karbondioksida yang tinggi dan kadar hydrogen yang
tinggi. Sel2 ini terletak dibeberapa organ kecil yang berukuran 1-2mm: dua buah
badan karotis, yang salah satu diantaranya terletak di bifurcation disetiap arteri
karotis komunis dan beberapa badan aota yanag terletak berdekatan dengan aorta.
Kemoreseptor ini merangsang serat saraf yang bersama dengan serat
baroreseptor, melewati saraf hering dan nervus vagus menuju pusat vasomotor.
Sinyal dari kemoreseptor dijalankan ke pusat vasomotor untuk merangsang pusat
vasomotor tersebut, dan hal ini akan meningkatkan tekanan arteri. Refleks ini
membantu mengembalikan tekanan arteri kembali ke nilai normal kapanpun
tekanan arteri menurun terlalu rendah.
2.2.3 Baroreseptor
Refleks baroreseptor adanlah refleks regang, dimana pada saat terjadi
peningkatan tekanan arteri, maka baroreseptor akan mengirimkan sinyal ke SSP,
sehingga muncul menkanisme umpan balik untuk menurunkan tekanan arteri.
Reseptor ini terdapat dalam dinding arteri, yang meningkat pada : A. Karotis
interna, dinding arkus aorta. Mekanisme dari baroreseptor ini : ketika terdapat
sinyal baroreseptor, maka akan menghambat pusat vasokonstriktor dan
merangsang vasodilator N. Vagus, sehingga menyebabkan vasodilatasi,
penurunan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi dan tekanan darah
akanmenurun kembali.
2.2.4 Humoral
Dibagi menjadi 2 :
1. Zat Vasokonstriktor
a. Norepinefrin dan Epinefrin
Norepinefrin merupakan vasokontriktor amat kuat, ketika terjadi stress atau
ketika olahraga, system saraf simpatis pada masing-masing jaringan akan
melepaskan norepinefrin, yang akan merangsang jantung dan konstriksi
vena dan areteriol.
Epinefrin merupakan vasokonstriktor yang tidak kuat, bahkan
menyebabkan vasodilatasi ringan, missal pada jantung untuk mendilatasi
areteri coroner selama peningkatan aktivitas jantung.
Norepinefrin dan Epinefrin juga disekresikan ke dalam darah oleh saraf
simpatis di medulla adrenal. Akibatnya, menyebabkan efek perangsangan
yang hampir sama dengan saraf parasimpatis. Sehingga terdapat 2 sistem
pengaturan, yaitu :
1. Perangsangan saraf secara langsung.
2. efek tidak langsung dari norepinefrin atau epinefrin di dalam darah.
b. Angistensin II
Merupakan vasokontriktor yang kuat. Fungsi untuk mengkontriksi arteri
kecil. Apabila angiostensin II berada di area yag terisolasi, maka aliran
darah akan berkurang. Angiostensin II bekerja normal pada arteriol untuk
meningkatkan tahanan peifer total dan meningkatkan tekanan arteri.
Jadi hormone berperan secara intergral dalam pengaturan tekanan arteri.
c. Vasopresin
Dibentuk di sel saraf dalam hipotalamus-hipofisis posterior. Dalam keadaan
normal, hanya di sekresikan dalam jumlah dikit. Dapat meningkatkan artri
sebesar 60 mmHg. Fungsi, untuk meningkatkan reabsorpsi air dari tubulus
renal dalam darah, serta mengatur volum cairan tubuh.
d. Endotelin
Merupakan Vasokonstriktor kuat dalam pembuluh darah yang rusak.
Merupakan ikatan peptide besar yang terdiri dari 21 asam amino, yang
terdapat di sel endotel. Pada saat ada kerusakan, jejas pada endotel, misal
kerusakan yang disebabkan oleh cedera jaringan, setelah terjadi kerusakan
maka pelepasan endotelin local dan vasokonstriksi akan membantu
mencegah perdarahan yang berlebihan.
2. Zat Vasodilator
a. Bradikinin
Fungsi, menyebabkan dilatasi kuat arteriol dan meningkatkan permeabilitas
kapiler. Dalam pengaturan aliran darah dan bocornya cairan dari kapiler
pada jaringan yang radang, serta berperan dalam penagturan darah di kulit
dan di kelenjar liur, kelenjar gastrointestinal. Asalnya, kalikrein yang
terdapat dalam darah tidak aktif lalu di aktifasi oleh adanya maserasi darah,
radang sehingga kalikrein akan aktif lalu akan bekerja bersama dengan alfa-
globulin untuk mengaktifkan kalidin, lalu kalidin berubah menjadi
bradikinin, bradikinin bekerja secara cepat dan dalam beberapa menit
karena akan segera di inkatifkan oleh enzim karboksipeptidasi.
b. Histamin
Dikeluarkan di jaringan tubuh ketika mengalami kerusakan. Berasal dari sel
mast (dalam jaringan rusak) dan basofil dalam darah. Fungsi, meningkatkan
porositas kapiler dengan hebat, sehingga timbul kebocoran cairan dan
protein plasma ke dalam jaringan. Efeknya akan menimbulkan vasodilatasi
local dan edema saat terjadi selama reaksi alergi.
C. HIPERTENSI
C.1 DEFINISI
Hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistole ( = 140)
dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastole ( = 90) pada seseorang yang tidak sedang
menggunakan O.A.H. (Obat Anti Hipertensi).
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage 2 >= 160 >= 100
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High
Blood Pressure 7(JNC 7)
C.2 ETIOLOGI
• Penyebab tidak diketahui (hipertensi primer) à genetik
• Penyebab diketahui (hipertensi sekunder) à penyakit ginjal, penyakit endokrin,
koarktasio aorta, hipertensi pada kehamilan, kelainan neurologi, stres akut, volume
intravaskuler yang meningkat, dan obat-obatan.
C.3 PATOFISIOLOGI
Secara garis besarnya tekanan arteri, oleh sistem pengawasan yang terintegrasi
dipertahankan agar tetap normal. Dimana, jika tekanan darah meningkat, oleh sistem
pengawasan ini akan segera diturunkan.
Jika sistem tersebut gagal menurunkan karena pengawasan tahanan pembuluh darah
gagal (kesalahan hemodinamik), maka dapat terjadi hipertensi.
Penyakit ginjal
Parenkim ginjal misal glomerulonefritis, prosesnya melibatkan sistem RAA dengan hasil
akhir adalah meningkatnya volume intravaskuler
Renovaskuler misal aterosklerosis
Biasanya disebabkan oleh renal arteri stenosis yang terdiri dari 2 proses yaitu
fibromuskuler hyperplasia (pada usia muda) dan aterosklerosis stenosis dari proximal
renal arteri.
Penyakit endokrin.
Primary hyperaldoteronism, karena sekresi aldosteron yang berlebihan mengakibatkan
meningkatnya retensi Na dan menambah volume intravaskuler
Cushing syndrome, meningkatnya glucocorticoid menyebabkan meningkatnya retensi Na
dan air, juga bisa berpengaruh terhadap produksi angiotensinogen
Kelainan neurologi à berhubungan dengan kerja saraf simpatis dan parasimpatis. Jika
terjadi perangsangan yang berlebih terhadap saraf simpatis akan mengakibatkan
bertambahnya kerja jantung dan meningkatkan curah jantung.
Stress akut ( luka bakar, pasca operasi, hipertensi psikogenik, dll ).
Untuk stress psikologis, dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang lebih besar
daripada normal sehingga memungkinkan terjadi hipertensi.
Hal ini pada satu sisi secara langsung disebabkan oleh efek peningkatan rangsang jantung
(denyut jantung meningkat curah jantung meningkat tekanan darah meningkat ) dan di
sisi lain secara tidak langsung melalui peningkatan absorpsi ginjal serta retensi Na
(volume darah meningkat curah jantung meningkat tekanan darah meningkat).
Selain itu, pada keadaan stress kerja saraf simpatis menjadi dominan sehingga berefek
vasokonstriksi pembuluh darah, ini mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang
pada akhirnya meningkatkan tekanan darah sehingga memungkinkan terjadi hipertensi.
Genetic
Terjadi mutasi gen dan salah satu contohnya adalah pada Glucocorticoid remediable
Aldosteronism à terjadi peningkatan aldosteron
Untuk yang peka terhadap garam, jika banyak mengkonsumsi garam akan dapat
menyebabkan hipertensi, dimana pada garam terdapat natrium (Na).
Jika di dalam pembuluh darah terdapat banyak Na, otomatis H2O (plasma) akan
meningkat karena air selalu mengikuti Na. Karena plasma darah meningkat, maka volume
darah juga meningkat dan curah jantung juga jadi meningkat sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah dan terjadi hipertensi.
Sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem RAA ( Renin Angiotensin
Aldosteron) juga berpengaruh pada terjadinya hipertensi.
Pada hipertensi sekunder, misalnya oleh penyempitan arteriol ginjal, ginjal akan
melepaskan renin. Renin akan memecah dekapeptida angiotensin I dari angiotensinogen
di plasma. Lalu selanjutnya oleh ACE ( Angiotensin Converting Enzyme ) akan dibentuk
angiotensin II.
Angiotensin II ini akan mengakibatkan:
Vasokonstriksi perifer ( tahanan perifer meningkat tekanan darah meningkat).
Pelepasan aldosteron dari korteks adrenal yang akan meningkatkan retensi Na
(volume darah meningkat curah jantung meningkat tekanan darah meningkat ).
Dengan tekanan darah yang meningkat memungkinkan terjadinya hipertensi.
C.4 FAKTOR RESIKO
a. Modifikasi
Hal-hal yang dapat dimodifikasi dap=lam menurunkan tekanan darah adalah :
tekanan darah, kelainan metabolic, merokok, alcohol, dan anaktvitas
Merokok à20 batang rokok atau lebih dalam sehari
Peran rokok dalam patogenesis PJK :
1. timbulnya aterosklerosis
2. peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi ( termasuk spasme arteri coroner )
3. peningkatan tekanan darah dan denyut jantung
4. provokasi aritmia jantung
5. peningkatan kebutuhan oksigen miokard
6. penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
Mikroalbuminuria (GFR<60 mL/mnt)
Obesitas (BMI = 30)
Keterkaitan antara BB, peningkatan TD, peningkatan kolesterol darah, DM
.Body Mass Index BMI = BB ( dalam kg ) : TB2 ( dalam m ) Kurang dari 25 à abnormal
25 – 30 à overweight lebih dari 30 à obese
BMI = 703,1 X BB ( dalam pon ) : TB2 ( dalam inchi )
Umur (pria>55 tahun, wanita>65 tahun)
Physical inactivity
Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan tekanan darah tersebut adalah:
o Faktor risiko: tingginya asupan garam ( meningkatkan retensi cairan sehingga
volume darah meningkat ), stress ( meningkatkan kerja saraf simpatis
vasokonstriksi perifer ), ras, obesitas, merokok, dan genetis.
o Sistem saraf simpatis ( tonus simpatis dan variasi diurnal ).
o Keseimbangan modulator vasodilatasi-vasokonstriksi, dengan kontribusi akhir
remodeling endotel, otot polos, dan interstisium.
o Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem RAA ( Renin
Angiotensin Aldosteron ).
o Dari faktor risiko tersebut, tekanan darah dapat dipengaruhi dari sisi curah
jantung, tahanan perifer, atau keduanya. Dimana untuk curah jantung dapat
meningkat jika volume darah meningkat, dan untuk tahanan perifer dapat
meningkat jika terjadi vasokonstriksi perifer.
o Dari 2 sisi yang berpengaruh tadi, maka tekanan darah dapat dihitung sebagai
curah jantung x tahanan perifer
b. Non-modifikasi
Meliputi usia, jenis kelamin, genetic
C.5 KLASIFIKASI
KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI
A. Esensial
Definisi:
Hipertensi primer/ esensial à penyebabnya tidak diketahui. Genetik, geografi dan
lingkungan, janin, jenis kelamin, natrium, sistem renin-angiotensin, hiperaktivitas
simpatis, resistensi insulin/ hiperinsulinemia, disfungsi sel endotel, > 95%, Idiopatik
Bentuk hipertensi :
Diastolic hypertension ( pada anak-anak dan dewasa muda )
Isolated systolic hypertension (pada orang tua, mnyertai koarktasio aorta, sirkulasi
hiperdinamik pada orang muda )
Hipertensi campuran ( sistole dan diastole meningkat )
Etiologi Hipertensi Primer
1. Factor genetic
2. Factor lingkungan, seperti makan garam berlebihan, stress psikis, obesitas, dll.
B. Sekunder
Definisi:
Hipertensi sekunder à penyebabnya diketahui ( akibat penyakit tertentu).
Penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskular, endokrin, sindrom cushing, hiperplasia
adrenal kongenital, feokromositoma, koarktasio aorta, kaitannya dengan kehamilan,
akibat obat.
Epidemiologi
Hanya sebesar 10-20 % dari seluruh hipertensi yang ada.
Etiologi
Pil kontrasepsi
Pil kontrasepsi menyebabkan peningkatan tekanan darah akibat efek dari SRAA
yang meningkatkan volume darah. Tekanan darah akan kembali seperti semula
jika penggunaan dihentikan. Namun, apabila tekanan darah tidak dapat dihentikan,
apat diberikan kombinasi diuretik dan spironolaktan.
Glomerulonefritis akut
Merupakan reaksi alergi terhadap pengikatan antigen antibodi akibat infeksi
Streptokokus faringitis. Gejala yang timbul adalah peningkatan suhu, hematuria,
edema kelopak mata, peningkatan tekanan darah yang cepat. Terapinya dapat
digunakan furosemid serta pembatasan cairan dan garam.
Pielonefritis
Radang ginjal akibat kelainan bawaan ginjal akibat batu ginjal. Gejalanya berupa
sakit pinggang, lelah, badan terasa lemas, proteinuria dan sebagainya. Terapinya
berupa nefroktomi.
Intercapillary glomerulosclerosis
Kerusakan jaringan ginjal akibat diabetes meitus kronik. Gejalanya berupa
gromerulonefritis kronik dan tekanan darah tinggi.
Hipertensi renovaskuler
Merupakan lesi pada A. Renalis. Pada anak-anak, penyebabnya adalah displasia
kongenital A. Renalis. Pada dewasa muda disebabkan oleh fibroplastik, sedangkan
pada usia lanjut disebabkan oleh aterosklerosis. Gejalanya berupa bruit di
abdomen, hipertensi sebelum usia 30 tahun pada wanita muda, cepat dan sulit
dikontrol.
HIPERTENSI GINJAL
Hipertensi Beban Volume
1. Berkurangnya massa ginjal disertai naiknya asupan garam
Primer :
turunnya kemampuan ginjal untuk menyekresi garam dan air à penumpukan
garam + air-> tekanan arteri mulai meningkat & penurunan tahanan perifer
total sebagai mekanisme baroreseptor untuk mencegah naiknya tekanan.
Sesudah 2-4 hari, baroreseptor beradaptasi dan tidak dapat mencegah naiknya
tekanan arteri à tekanan arteri meningkat hampir mencapai ketinggian
maksimal karena peningkatan curah jantung.
Sekunder :
(setelah beberapa minggu) : kenaikan yang progresif terhadap pada tahanan
perifer total à curah jantung meningkat à hipertensi.
Kenaikan tahanan perifer total pada hipertensi beban volume terjadi setelah
hipertensi sudah timbul, oleh karena itu kenaikan ini terjadi secara sekunder
akibat hipertensi dan bukan sebagai penyebab hipertensi.
2. Akibat aldosteron primer
Akibat kelebihan aldosteron dalam tubuh atau kelebihan jenis steroid lain.
Aldosteron meningkatkan kecepatan reabsorbsi garam dan air oleh tubulus
ginjal à mengurangi ekskresi garam dan air dalam urin & meningkatkan
volume darah dan volume cairan ekstrasel à hipertensi.
Kronis : tekanan arteri yg berlebihan à proses patologis pada ginjal à ginjal
meretensi garam dan air lebih banyak lagi sering disebabkan secara langsung
oleh aldosteron.
Hipertensi Melibatkan Angiotensin
Angiotensin dapat meningkatkan tekanan arteri melalui dua cara :
1. Menimbulkan konstriksi arteriol seluruh tubuh -> meningkatkan tahanan
perifer total dan tekanan arteri (biasanya efek ini timbul beberapa detik setelah
menginfus angiotensin)
2. Menyebabkan ginjal meretensi garam + air dalam waktu berhari-hari
Hipertensi Akibat Ginjal Sakit
Seringkali 1 atau 2 ginjal sakit -> iskemik akibat vasokonstriksi vaskuler
setempat.
Bagian ginjal yang iskemik -> menyekresi renin -> angiotensin II -> masa
ginjal sehat meretensi garam dan air.
Sering merupakan penyebab hipertensi ginjal pada orang tua.
HIPERTENSI PADA DM
PrevalensiàPrevalensi hipertensi pada penderita diabetes lebih tinggi daripada penderita
non-diabetes.
Hiperglikemia
• Peningkatan kontriksi
• Hiperplasia sel otot polos vaskuler
• Remodeling vaskuler
Resistensi insulin
• Disfungsi endotel
• Vasokontriksi
• Proiferasi endotel
• Penimbunan lemak
• Agregasi trombosit
Terapi medikamentosa
o First line
• ACE inhibitor
• Alpha 1 blockers
• Calcium channel blockers
o Terapi non-medikamentosa
• Diet rendah karbohidrat
• Menurutkan berat badan
C.6 PEMERIKSAAN
a. Anamnesis
Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang, sewaktu
bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami ketegangan.
Keluhan system serebrovaskuler (susah konsentrasi, susah tidur, migraine, mudah
tersinggung, dll).
Keluhan system kardiovaskuler (berdebar, dada terasa berat atau sesak terutama
sewaktu melakukan aktivitas isometric)
Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan.
Lamanya menderita hipertensi, obat anti hipertensi yang digunakan, bagaimana
hasilnya dan apakah efek samping yang ditimbulkan.
Pemakaian obat2 lain yang diperkirakan dapat mempermudah terjadinya atau
mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid, analgetika anti iflamasi, obat
flu yang mengandung psudo efinefrin atau kafein, dll). Pemakaian obat kontrasepsi,
analeptic, dll.
Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan kedua ovarium, atau
menopause.
Factor resiko penyakit kardiovaskuleratau kebiasaan buruk (merokok, DM, obesitas,
stress pshikososial, makanan asin dan berlemak)
Riwayat keluarga untuk hipertensi
Adanya keluhan :
• fatigue
• napas pendek
• riwayat penyakit hipertensi,PJK, Stroke, kelainan katup.
• Riwayat penyakit ginjal
• Pola makan
• Keluhan pusing-pusing
• Nyeri dada
• Nyeri tengkuk
• Nyeri abdomen
• Dispneu, tachipneu, ortopneu, PND
• Riwayat keluarga/genetik
• Riwayat merokok
b. Fisik
Penting untuk dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk pengukuran
tekanan darah yang teliti. Faktor lain yang penting pada pemeriksaan fisik termasuk :
1. Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan berhubung variabilitas tekanan
darah, kecuali bila tekanan darah 160-170 / 105-110 mmHg. Posisi terlentang, duduk
atau berdiri dilengan kanan dan kiri.
2. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body mass Index) yaitu berat dalam kg
dibagi tinggi dalam m2.
3. Pemeriksaan sistim kardiovaskuler terutama jantung , bukti adanya gagal jantung,
penyakit arteri karotis, renal dan perifer lain serta koarktasio aorta
4. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen, pembesaran
ginjal serta tumor yang lain
5. Pemeriksaan fundus optikus dan sistim syaraf untuk mengetahui kemungkinan adnaya
kerusakan serebrovaskular
6. kaji adanya peningkatan heart rate
7. kaji irama denyut jantung
8. peningkatan tek.darah
9. auskutasi suara jantung : S3, S4, murmur
10. distensi vena jugularis
11. tanda-tanda sianosis (pucat, akral dingin, capilary refill buruk)
12. diaphoresis
13. timbang berat badan
14. kaji adanya udema
15. kaji adanya penurunan kesadaran
16. adanya penggunaan otot pernapasan tambahan (respiratory distress)
c. Penunjang
Dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
• a. darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
• b. urine : Urinelisa dan kultur urine.
• c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
• d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana
).
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama ) :
• a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald
( kasus tertentu ).
• b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.
• c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine,
metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin
1. Urinalis untuk darah, protein dan gula serta pemeriksaan mikroskopik urin
2. Serum kalium, gula darah puasa & 2 jam dan kholesterol total
3. EKG
Pemeriksaan tambahan (opsional) tergantung riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
1. Kholsesterol HDL, kholsesterol LDL dan trigliserida
2. Asam urat
3. Pemeriksaan hormonal seperti pengukuran aktifitas renin plasma, aldosteron plasma dan
katekolamin urin atas indikasi khusus (hipertensi sekunder)
4. Ekhokardiografi diperiksa bila mencurigakan adanya kerusakan organ target (LVH atau
kelainan jantung yang lain)
5. Ultrasonografi vaskuler bila mencurigakan adanya penyakit arteri karotis, aorta atau
perifer yang lain
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
TATA LAKSANA
a. Non-Farmakologi
Diberikan pada semua tingkatan dan strafikasi hipertensi. Tujuan intervensi gaya hidup
1. Untuk menurunkan tekanan darah
2. Untuk mengurangi kebutuhan dan meningkatkan efikasi obat antihipertensi
3. Untuk mengoabtai faktor risiko lain yang ada
4. Untuk pencegahan primer hipertensi dan kelainan kardiovaskuler yang berhubungan
di masyarakat
Terapi non farmakologi hipertensi adalah :
Berhenti merokok
Merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit
kardiovskuler dan nonkardiovskuler pada penderita hipertensi.
Untuk penderita yang sulit untuk menghentikan merokok dapat dibantu dengan
pengobatan penggantian nikotin.
Penurunan berat badan
Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadi hipertensi. Penurunan berat
badan sebesar 5 kg pada penderita hipertensi dengan obesitas (kelebihan berat badan >
10%) dapat tekanan darah. Penurunan berat badan juga bermanfaat untuk memeprbaiki
faktor risiko yang lain (resitensi insulin, diabetes mellitus, hiperlipidemia dan LVH)
Konsumsi alkohol sedang
Terdapat hubungan linier antara konsumsi alkohol, tingkat tekanan darah dan
prevalensi hipertensi pada masyarakat. Alkohol menurnkan efek obat antihipertensi,
tetapi efek presor ini menghilang dalam 1 – 2 minggu dengan mengurnagi minum
alkohol sampai 80%. Pada penderita hipertensi konsumsi alkohol dibatasi 20 – 3o g
etanol per hari untuk pria dan 10 – 20 g etanol untuk wanita.
Penurunan diet garam
Diet tinggi garam dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah dan prevalensi
hipertensi. Efek diperkuat dengan diet kalium yang rendah. Penurunan diet natrium dari
180 mmol (10,5 kg) per hari menjadi 80 – 100 mmol (4,7 – 5,8 g) per hari menurunkan
tekanan darah sistolik 4 – 6 mmHg. Tetapi pengaruh lebih kuat pada etnis kulit hitam,
obesitas dan umur tua. Penurunan diet natrium menjadi 40 mmol (2,3 g) per hari
ternyata cukup aman pada orang tua. Tujuan diet rendah natrium ialah sampai < 100
mmol (5,8 g) per hari atau < 6 g NaCL per hari (WHO – ISH 1999)
Perubahan diet yang kompleks
Vegetarian mempunyai tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan pemakan daging
dan diet vegetarian pada hipertensi dapat menurunkan tekanan darah. Meningkatkan
konsumsi buah dan sayuran. Menurunkan tekanan darah TDS / TDD 3/1 mmHg
sedangkan mengurangi diet lemak menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg. Pada
penderita tekanan darah tinggi, kombinasi keduanya dapat menurunkan tekanan darah
11/6 mmHg. Adanya diet kalsium, magnesium dan kalium mungkin berperanan
terhadap efek tersebut. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan
akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki
profil lemak.
Peningkatan aktifitas fisik
Latihan fisik aerobik secara teratur (jalan atau renang selamam 30 – 45 menit 3 – 4 x
seminggu) mungkin lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan olah raga
berat seperti lari, joggng. Tekanan darah sistolik turun 4 – 8 mmHg. Latihan fisik
isometrik seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari
pada penderita hipertensi (WHO – ISH 1999)
Penanganan faktor psikologi dan stres
Penanganan stres mungkin terbukti ialah bio – fed back, terhadap tekanan darah dan
kepatuhan terhadap pengobatan antihipertensi.
Cara – cara lain
Cara lain yang belum terbukti ialah bio-feedback, mikronutrien dan penambahan diet
kalsium, magnesium dan serat (WHO-ISH 1999).
Farmakologi
- Obat lini 1 : diuretik, bloker, ACE inhibitor, Angiotensin Reseptor Blocker (ARB),
antagonis Ca.
- Obat lini 2 : penghambat saraf adrenergik, agonis -2 sentral, dan vasodilator.
Prinsip pengobatan farmakologi
1. Dimulai dosis rendah, dinaikkan secara perlahan.
2. Kombinasi obat yang sesuai dosis rendah sehingga mengurangi efek samping .
3. Bila respon kecil atau terdapat efek samping, diberikan golongan abat lain.
4. Penggunaan obat berefek jangka panjang, sehingga cukup diberikan sekali sehari akan
memperbaiki kepatuhan penderita dan variabilitas tekanan darah.
Diuretic
Diuretika dan/atau penyekat-β sering digunakan sebagai terapi hipertensi baris pertama. Data-
data terakhir menunjukkan bahwa diuretika lebih tinggi nilainya daripada penyekat-β pada
orang-orang lanjut.
a) Diuretika Tiazid
semua obat diuretika oral efektif digunakan untuk pengobatan hipertensi, tetapi tiazid
yang paling sering digunakan.
Kerja:
tekanan darah rendah→ terjadi peningkatan aksresi Na dan air→ volume akstrasel ↓ →
pengurangan isi sekuncup jantung dan alirang darah ginjal→ volume plasma lama-
kelamaan akan mendekati normal, cadangan perifer ↓.
Penggunaan dalam terapi:
- munurunkan tekanan darah dalam keadaan terlentang atau berdiri
- melawan retensi Na dan air yang bisa terjadi bersama obat lain
- merupakan obat kombinasi yang sangat berguna dengan obat terapi anti hipertensi
lainnya
Farmakokinetik:
dapat diberikan secara oral, dapat menimbulkan gangguan besar untuk keseimbangan
elektrolit
Efek samping:
hipokalemia, hiperurikemi, hiperglikemi
b) Diuretika Loop
menyebabkan penuruna retensi vaskular ginjal dan meningkatkan aliran darah ginjal.
Diuretika Loop ini juga meningkatkan isi kadar kalsium dalam urin.
Penghambat adrenergic
Beta bloker
Menurunkan aktivitas simpatis
Kardioprotektif dan anti angina.
Pemberiannya dapat satu kali sehari
Efek samping :
- Dapat menurunkan homestatis glukosa.
- Dislipidemia, trutama trigliserida.
- Dapat menurunkan aliran darah ke ginjal, kecuali golongan pindolol
dan carvedilol.
- Klaudikasio intermiten.
- Spasme bronkus dan disfungsi seksual pada pria.
- Bradikardia dan gagal jantung.
Yang sering digunakan :
- ATENODOL
Dosis 1 x 25 – 100 mg/hari
Dapat dikombinasi dengan diuretika (terutama HCT dosis rendah), kalsium
antagonis (golongan dihidropiridin, terutama yang long acting), alfa bloker.
Pada kondisi tertentu dapat dikombinasi dengan ACE inhibitor /ARB meskipun
secara farmakodinamis kurang rasional.
- BISOPROLOL
Dosis 1 x 5 – 10 mg/hari
Seperti halnya atenolol, dapat dikombinasi dengan antihipertensi lainnya.
Efek simpatolitiknya lebih besar daripada atenolol karena dapat menembus
blood brain barrier.
- PROPANOLOL
Dosis 2 x 20-40 mg/hari
Harganya paling murah
Dapat dikombinasi dengan anti hipertensi lainnya.
Efek simpatolitiknya paling besar.
Pengobatan kombinasi pada hipertensi :
- Keuntungan :
1. Mempunyai efek sinergisme
2. Mempunyai efek aditif
3. Mempunyai sifat saling mengisi
4. Efek samping masing2 obat lebih sedikit
5. Mempunyai cara kerja saling mengisi pada target organs tertentu.
6. Adanya faced-combination akan meningkatkan keptuhan penderita
(compliance).
- Kombinasi beta bloker :
1. Betabloker - kalsium antagonis
- menurunkan curah jantung dan tahanan perifer
- memperbaiki intregitas endotel
- normalisasi peningkatan system RAA karena kalsium antagonis
- normalisasi resistensi insulin dan gangguan profil lipid karena betabloker.
- sangat baik untuk meregresi LVH.
- baik untuk hipertensi dengan angina pectoris.
- baik untuk hipertensi dan takhiaritmia.
2. Betabloker – diuretika
- menurunkan peningkatan system RAA karena diuretika
- betabloker mempunyai efek antialdosteron ringan
- baik untuk penderita kulit putih maupun berwarna hitam
- baik untuk isolated systolic hypertension, stroke dan infark miokard.
3. ACE inhibitor/ARB – betabloker
- baik untuk hipertensi usia muda dengan peningkatan RAA dan simpati
- baik untuk hipertensi dan pasca infark akut dengan maksud : menurunkan
takhiaritmia, mengurangi progesivitas dilatasi ventrikel, memperbaiki toleransi
latihan.
Alfa bloker
Hanya alfa bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1 yang digunakan
sebagai antihipertensi. Alfa bloker non selektif kurang efektif sebagai anti
hipertensi karena hambatan alfa -2 di ujung saraf adrenergik akan meningkatkan
pelepasan norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis.
Mekanisme antihipertensi
Hambatan reseptor α-1 menyababkan vasodilatasi di srteriol dan venula
sehingga menurunkan resistensi perifer. Disamping itu, venodilatasi
menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah
jantung. Venodilatasi ini juga dapat menyebabkan hipotensi ortostatik
terutama pada pemberian dosis awal, menyebabkan efek takikardi dan
peningkatan aktivitas renin plasma. Pada peakaian jangka panjang refleks
kompensasi ini akan hilang sedangkan efek antihipertensi tetap bertahan.
Keunggulan
a. Efek positif terhadap lipid darah (menurunkan LDL, dan trigliserid dan
meningkatkan HDL) dan mengurangi resistensi insulin, sehingga cocok
untuk pasien yang hipertensi denga dilipidemia dan/atau DM.
b. Baik bagi pasien dengan hipertrofi prostat, karena reseptor α-1 akan
merelaksasikan otot polos prostat dan sfingter uretra sehingga mengurangi
retensi urin.
c. Obat ini juga memperbaiki insufisiensi vaskular perifer, tidak
mengganggu fungi jantung, tidak mengganggu aliran darah ginjal dan
tidak berinteraksi dengan AINS.
Efek samping
a. Hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada
peningkatan dosis (fenomena dosis pertama), terutama dengan obat yang
kerjanya singkat seperti prazosin.
b. Pasien dengan dengan deplesi cairan (dehidrasi, puasa) dan usia lanjut
akan lebih mudah mengalami fenomena dosis pertama ini. Gejalanya
brupa pusing sampai sinkop. Untuk mnghindari hal ini sebaiknya
diberikan denga dosis kecil dan diberikan pada ssat tidur.
c. Efek samping lain antara lain sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung
tersumbat, mual, dll.
Vasodilator
a. Hidralazin
Mekanisme kerja
Hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol dengan mekanisme
yang belum dapat dipastikan,sedangkan otot polos vena hampir tidak
dipengaruhi.vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflek kompensasi yang kuat
berupa peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut jantung,peningkatan renin
dan norepinefrin plasma.
Hidralazin menurunkan tekanan darah berbaring dan berdiri dan hidralazin
jarang menimbulkan hipotensi ortostatik.
Penggunaan
Hidralazin tidak digunakan sebagai obat tunggal karena takifilaksis akibat
retensi cairan dan reflek simpatis akan mengurangi efek anti hipertensinya.obat
ini biasanya digunakan sebagai obat kedua atau ketiga setelah diuretik dan beta
bloker.dosis pemberian obat oral 25 – 100 mg dua kali sehari.
Farmakokinetik
Hidralazin diabsorpsi denagn baik melalui saluran cerna tapi bioavailabilitasnya
relatif rendah karena adanya metabolisme lintas pertama yang besar.pada
asetilator lambat dicapai kadar plasma yang lebih tinggi dengan efek hipotensi
berlebihan dan efek samping yang lebih sering.
Efek samping dan perhatian
Hidralazin dapat menimbulkan sakit
kepala,mual,flushing,hipotensi,takikardia,palpitasi,angina pektoris.
b. Minoksidil
Mekanisme kerja
Obat ini bekerja dengan membuka kanal kalium sensitif ATP dengan akibat
terjadinya effluks kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh
relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi.efeknya lebih kuat pada
arteriol daripada vena.obat ini menurunkan tekanan sistol dan diastol yang
sebanding dengan tingginya tekanan darah awal.minoksidil lebih kuat dan
kerjanya lebih lama dibanding hidralazin.
Farmakokinetik
Minoksidil diserap dengan baik pada pemberian per oral.obat ini merupakan
prodrug yang harus mengalami penambahan gugus sulfat sebelum aktif sebagai
vasodilator.waktu paruh 3-4 jam,tapi efek terapi bertahan sampai 24 jam atau
lebih.
Penggunaan
Obat ini efektif pada semua pasien dan berguna untuk teapi jangka panjang
hipertensi berat yang refrakter terhadap kombinasi 3 obat yang terdiri dari
diuretik,penghambat adrebergik,dan vasodilator lain.minoksidil efektif untuk
hipertensi akselerasi atau maligna dan pada pasien dengan penyakit ginjal lanjut
karena obat ini meningkatkan aliran draah ginjal.minoksidil harus diberiakn
bersama diuretik dan pengahambat adrenergik untuk mencegah retensi cairan
dan mengontrol reflek simpatis.sediaan minoksidil berbentuk krim sering
digunakan untuk penyubur rambut.dosis dapat dimulai dengan 1,25 mg satu atau
dua kali sehari dan dapat ditingkatkan smapai 40 mg/hari.
Efek samping
Tiga efek smaping utama minoksidil yaitu retensi cairan dan garam,efek
samping kardiovaskularkarena reflek simpatis dan hipertrikosis.
c. Diazoksid
Mekanisme kerja
diazoksid bekerja langsung pada sel otpot polos arteriol, mengaktifkan kanal K
yang sensitive ATP sehingga terjadi hiperpolarisasi dan ini menyebabkan dilatasi
arteriol, vena tidak dipengaruhi. Obat ini, yang diberikan IV, menurunkan TD
dengan cepat. Denyut jantung dan curah jantung meningkat. Retensi natrium dan
air dapat terjadi dan menghilangkan efek hipotensif diazoksid, tetapi ini dapat
diatasi dengan pemberian diuretic kuat.
Penggunaan
Obat ini digunaakn untuk banyak hipertensi darurat. Diakzosid efektif untuk
hipertensi encelopath, hipertensi malign, dan hipertensi berat yang disertai dengan
glomerulonefritis akut atau kronik. Obat ini juga digungakan untuk mengendalikan
TD dengan cepat pada pre-eklamasia yang refrakter terhadap hidralazin. Diakzosid
tidak boleh diberikan pada insufisiensi koroner atau cerebral, karena penurunan TD
yang cepat dapat mencetuskan iskemia koroner atau cerebal.
Efek samping
Diakzosid menimbulkan retensi cairan dan hiperglikemia. Bila obat ini digunakan
untuk waktu lebih dari 12-24 jam, restriksi natrium atau pemberian diuretic poten
diperlukan. Hiperglikemia yang ringan dan selintas tidak memerlukan pengobatan,
kecuali pada penderita diabetes. Efek sam,ping lain adalah hipotensi, takikardia,
iskemia jantung dan otak akibat hipertensi, reaksi hipersesitivitas, mual, dan
muntah.
Farmakokinetik
Waktu paru diakzosid 20-60 jam, tetapi efek hipotensifnya lebih pendek dan
bervariasi antara 4 sampai 20 jam. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal,
ikatan diakzosid dengan albumin menurun, sehingga efek hipotensif obat ini
menjadi lebih besar.
Penghambat angiotensin converting enzim
ACE-Inhibitor (Angiotensin Converting Enzym-Inhibitor)
Converting enzyme adalah suatu dipeptidil karboksipeptidase yang mengkatalisa
pemotongan dipeptidase dari terminal karboksil peptida-peptida tertentu. Substratnya
yang paling penting adalah angiotensin I, yang dikonversikan menjadi angiotensin II,
yang diinaktifkan olehnya. Kerja converting enzyme tersebut dibatasi oleh suatu
residu prolil yang letaknya hampir di ujung, dan oleh karena itu angiotensin II tidak
dihidrolisis oleh converting enzyme. Converting enzyme ini tersebar luas di dalam
tubuh. Pada kebanyakan jaringan, converting enzyme terletak pada permukaan luminal
sel-sel endotel vascular dan karena itu berkontak erat dengan sirkulasi.
Suatu penghambat nonapeptida converting enzyme adalah berasal dari isolasi
racun ular pit viper Amerika selatan. Bentuk sintetik peptida ini, teprotid, adalah
suatu penghambat converting enzyme yang sangat efektif. Tetapi teprotid ini hanyalah
aktif bila dipakai secara intravena. Suatu klas penghambat angiotensin converting
enzyme (ACE) yang aktif per oral, ditujukan terhadap sisi aktif dari ACE. Kaptopril
dan enalapril adalah merupakan anggota klas tersebut yang khas. Harus dicatat
behwa penghambat ACE tidak hanya menhambat konversi angiotensin I menjadi
angioensin II, tetapi juga menghambat degradasi zat-zat lain, termasuk bradikinin, zat
P, dan enkefalin. Efeknya belakangan ini mungkin berperan dalam kerja antihipertensi
penghambat ACE dan mungkin pula berperan dalam efek samping, meliputi batuk
dan angioderma.
1. kaptopril à obat-obat golongan ini menghambat enzim penghambat yang
menghidrolisa angiotensin I menjadi angiotensin II dan (dengan nama plasma
kinase) menginaktifkan bradikinin, suatu vasodilator yang poten. Kaptopril
tidak memiliki aktivitas pressor. Jadi aktivitas hipotensif kaptopril
kemungkinan dihasilkan dari kerja penghambat pada system angiotensin rennin
dan suatu kerja rangsangan pada system kinin.
2. Enalapril à adalah suatu prodrug yang diubah oleh deesterifikasi menjadi
suatu penghambat converting enzyme, enalaprilat, yang memiliki efek-efek yang
sama dengan kaptopril. Enalaprilate sendiri hanya tersedia untuk penggunaan
intravena, terutama untuk hipertensi gawat. Lisinopril adalah suatu lisin derivat
dari enalaprilat. Benazepril, fosinopril, kuinapril,dan ramioril adalah
kelompok yang masa kerjanya panjang dan baru akhir-akhir ini diperkenalkan.
Kesemuanya adalah prodrug, seperti enalapril, dan diubah menjadi obat yang
aktif dengan hidrolisa, terutama di hati.
Penghambat angiotensin II menurunkan tekanan darah terutama dengan
mengurangi tahanan vaskuler perifer. Curah jantung dan denyut jantung tidak diubah
secara nyata. Tidak seperti vasodilator langsung, obat-obat ini tidak menyebabkan
aktivitas reflek simpatis dan dapat digunakan dengan aman pada penderita dengan
penyakit jantung iskemik. Walaupun penghambat converting enzyme paling efektif
pada keadaan yang disertai aktivitas renin plasma yang tinggi, tidak ada korelasi
yang nyata antara aktivitas renin plasma dengan respon antihipertensi. Dengan
demikian tidak perlu dilakukan pengukuran renin. Penghambat ACE memiliki
manfaat khusus pada penderita diabetes mellitus, mengurangi proteinuria dan
memantapkan fungsi ginjal (meskipun tanpa penurunan tekanan darah).
Farmakokinetik & Dosis
Kaptopril diabsorpsi secara cepat, dengan ketersediaan hayati kira-kira 70% setelah
puasa. Ketersediaan hayati berkurang 30-40%bila obat tersebut diminum bersama
makanan, namun kerja antihipertensi kaptopril tidak dipengaruhi. Kaptopril terutama
dimetabolisme menjadi konyugat disulfide bersama dengan molekul-molekul yang
mengandung sulfihidril lainnya. Kurang dari separuh dosis oral kaptopril diekskresikan
Angiotensinogen
Angiotensin I
Angiotensin II
Vasokonstriksi Sekresi aldosteron
Peningkatan tahanan vaskuler perifer
Peningkatan retensi natrium dan air
Peningkatan tek. darah
Renin
Kininogen
Bradikinin
Vasodilatasi
Penurunan
tahanan vaskuler perifer
Inaktif
Peningkatan sintesis prostaglandin
Kalikrein
Converting enzyme
(kininase II)
Penurunan tek. darah
dalam urin tanpa mengalami perubahan. Kaptopril didistribusikan hampir keseluruh
jaringan tubuh, dengan pengecualian pada system saraf pusat. Waktu paruh kaptopril
adalah kurang dari 3 jam. Kaptopril mula-mula diberikan dengan dosis 25 mg 2 atau 3
kali sehari, 1-2 jam sebelum makan. Respon tekanan darah maksimal terlihat 2-4 jam
setelah dosis tersebut. Pada interval 1-2 minggu, dosis dapat ditingkatkan sampai tekanan
darah terkontrol.
Konsentrasi puncak enalaprilat terjadi 3-4 jam setelah pemberian enalapril. Waktu
paruhnya kira-kira 11 jam. Dosis enalapril adalah 10-20 mg 1 atau 2 kali tiap hari.
Lisinopril diabsorpsi dengan lambat, dengan kadar darah puncak kira-kira 7 jam setelah
suatu dosis. Lisinopril memiliki waktu paruh 12 jam. Dosis 10-80 mg sekali sehari,
efektif pada kebanyakan penderita.
Semua penghambat ACE kecuali fisinopril dieliminasikan terutama oleh ginjal. Dosis
obat ini harus dikurangi pada penderita yang mengalami insufisiensi ginjal.
Toksisitas
Hipotensi berat dapat terjadi setelah pemberian dosis-dosis permulaan dari beberapa
penghambat ACE pada penderita yang hipovolemik karena diuretika, pembatasan garam,
atau kehilangan cairan gastrointestinal. Efek tak diinginkan lainnya adalah gagal ginjal
akut, hiperkalemia, angioderma, batuk kering, dan mengi. Penggunaan ACE inhibitor
adalah kontraindikasi pada kehamilan trimester kedua dan ketiga karena risiko hipotensi
janin, anuria dan kegagalan ginjal, malformasi atau kematian janin. Kaptopril, terutama
jika diberikan dala dosis tinggi pada penderita insufisiensi ginjal dapat menyebabkan
netropenia atau proteinuria. Efek toksik ringan yang khas meliputi perubahan rasa
pengecapan, ruam kulit alergi, dan demam obat, yang bisa terjadi paling banyak 10%
pada penderita. Interaksi obat yang penting meliputi interaksi dengan penambahan
kalium atau dengan diuretika hemat kalium, yang dapat menyebabkan hiperkalemia.
Obat-obat antiinflamasi nonsteroid bisa mengganggu efek hipotensif penghambat ACE
dengan menghambat vasodilasi yang diperantarai bradikinin dan prostaglandin.
Antagonis kalsium (CCB)
Farmakodinamik
Secara umum ada 2 jenis kanal Ca++, paertama voltage-sensitive (VSC) atau
potential-dependent calcim channels (PDC). Kanal Ca++ jenis ini akan membuka bila
ada depolarisasi membrane sel. Kedua, receptor-operated calcium channel (ROC)
yang membuka bila suatu agonis menempati reseptor dalam kompleks system kanal
ini.
Penghambat kanal Ca++ mempunyai reseptor pada membrane sel, di mana
reseptor dihidropiridin, verapamil dan diltiazem berada pada daerah yang berbeda.
Penghambat kanal Ca++ menghambat masuknya Ca++ ke dalam sel, sehingga terjadi
relaksassi otot polos vascular, menurunnya kontraksi otot jantung dan menurunnya
kecepatan nodus SA serta konduksi AV. Semua penghambat kanal Ca++ menyebabkan
relaksasi otot polos arterial, tetapi efek hambatan ini kurang terhadap pembuluh darah
vena, sehingga kurang mempengaruhi beban preload. Ketiga penghambat kanal Ca++
mempunyai efek yang berbeda terhadap fisiologi kanal Ca++. Verapamil dan diltiazem
terikat pada protein kanal terutama dalam fase inaktivasi kanal sehingga menunjukkan
karakteristik frequency dependent; hal ini menerangkan efek yang kuat kedua obat ini
terhadap sel system konduksi jantung. Nefedipin, sebaliknya, kurang mempengaruhi
kinetic kanal Ca++, sehingga tidak tergantung kepada frekuensi stimulasi dan tidak
mempengaruhi konduksi jantung. Derivat dihidropiridin mempunyai efek yang lebih
kuat terhadap otot polos daripada otot jantung atau system konduksi.
Farmakokinetik
Walaupun absorpsi per oral hampir sempurna tetapi bioavailabilitasnya berkurang
karena metabolisme lintas pertama di hati. Efek obat tampak pada 30-60 menit
pemberian kecuali pada derivate yang mempunyai waktu paruh panjang. Pemberian
berulang meningkatkan bioavaibilitas obat karena enzim metabolism di hati menjadi
jenuh.
Efek samping
Vasodilatasi berlebiahan
Gejalanya: pusing,sakit kepala, hipotensi, reflex takikardia, flushing, mual, muntah,
edema perifer, batuk,edema paru. (dihidropiridin)
Verapamil: konstipasi dan hyperplasia gingiva
Nimodipin: kejang otot
Indikasi
a. angina varian
b. angina stabil kronik
meningkatkan dilatasi koroner dan mengurangi kebutuhan oksigen karena efek
penurunan tekanan darah, kontraksi dan frekuensi denyut jantung.
c. angina unstabil
d. aritmia, hipertensi, kardiomiopati hipertrofi, penyakit Raynaud, spasme serebral
Pilihan obat antihipertensi
C.7 KOMPLIKASI
A. Retinopaty Hipertensi
Pembuluh darah retina pada hipertensi, akan mengalami beberapa tingkat perubahan
sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa akan terjadi spasme
arterioles dan kerusakan endotelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi
pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah
• Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi. Hal ini merupakan
akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya
berperan sebagai fungsi proteksi. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan
menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika
media dan degenerasi hialin. Akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan
perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”.
Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu pelebaran dan aksentuasi dari
refleks cahaya sentral (copper wiring)
• Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya adalah darah
yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen tampak sebagai garis
refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol
diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah
secara bertahap menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis
menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat pada dinding
pembuluh darah bercampur dengan warna merah darah pada lumen pembuluh darah akan
menghasilkan gambaran khas “copper-wire’”. Hal ini menandakan telah terjadi
arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh
darah berbentuk “ silver-wire”.
• Tahap pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina,
nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina.
Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma,
hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-
wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan
indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.
• Perubahan-perubahan yang terjadi ini tidak bersifat spesifik hanya pada hipertensi, karena
selain itu juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain.
Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sekuensial, misalnya perubahan tekanan darah
yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami
perubahan-perubahan lain terlebih dulu.
Klasifikasi
Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie:
• Stadium 0 : Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina.
• Stadium I : Terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.
• Stadium II : Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh dengan kadang-kadang disertai
penciutan pembuluh darah setempat , pembuluh darah tegang dan membentuk cabang keras.
• Stadium III : Lanjutan stadium II dengan cotton wool- exudate, perdarahan, dapat
terjadi pada tekanan darah diastolik diatas 120mmHg, dapat disertai penurunan
penglihatan.
• Stadium IV : seperti stadium III dengan edem papil dengan starfigure
exudate,disertai penurunan penglihatan dengan tekanan diastolik diatas 150mmHg.
B. Penyakit jantung dan pembuluh darah
Dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi yaitu penyakit
jantung koroner dan penyakit jantung hipertensi.
Hipertensi merupakan penyebab paling umum dari hipertrofi ventrikel kiri.waktu yang lama
dan hebatnya kenaikan tekanan darah tidak mutlak sebagai persyaratan untuk timbulnya hipertrofi
ventrikel kiri,karena ada faktor – faktor lain selain peninggian tekanan darah yang penting untuk
perkembangannya.sewaktu waktu dapat timbul suatu bentuk kardiomiopati hipertensif.
Tekhnik diagnosis non invasif yang memberi penilaian dari hipertrofi ventrikel kiri yaitu:
1. pemeriksaan fisik
Ditemukannya hipertrofi ventrikel kiri pada pemeriksaan fisik tergantung dari palpasi adanya impuls
ventrikel kiri yang melebar dan terus menerus pada apeks. Impuls apeks yang melebar sering
diartikan sebagai impuls dengan garis tengah >2,4 cm atau suatu impuls apeks yang terus menerus
mempunyai dorongan keluar yang berlangsung ½-2/3 atau lebih lamanya sistol.
2. rongten dada
Penentuan hipertrofi ventrikel kiri dengan rontgen dada tidak mudah terutama untuk menetapkan
bagian mana dari bayangan jantung khususnya ventrikel kiri.Pada umumnya rasio kardiotoraks tidak
melebihi 0.5 pada orang dewasa dan biasanya dibawah 0.45.
3. EKG
Bukti – bukti EKG kelainan atrium kiri sering mendahului kelainan ventrikel kiri pada penderita
hipertensi.
4. ekokardiografi.
Ekokardigrafi telah mengubah diagnosis hipertrofi ventrikel kiri karena lebih sensitif.bukti – bukti
ekokardigrafis hipertrofi ventrikel kiri banyak terdapat pada penderita normal yang disangka
normal.secara ekokardigrafis adalah penting karena hubungannya dengan resiko gangguan irama
ventrikel yang kompleks dan kematian yang mendadak.ekokardiografi juga berguna untuk
menunjukkan perubahan – perubahan anatomi dan fungsi ventrikel kiri sesudah pengobatan
hipertensi.
C. Hipertensi cerebrovaskuler
Hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya stroke karena pendarahan
atau ateroemboli. Pendarahan kecil atau penyumbatan dari pembuluh-pembuluh kecil dapat
menyebabkan infark pada daerah-daerah kecil, yang paling sering di putamen, thalamus, nukleus
kaudatus, pons atau cabang posterior dari kapsula internal. Infark lakunar biasanya berhubungan
dengan defisit neurologik yang bisa menyembuh sesudah beberapa hari atau minggu.Dikenal 4
sindroma klinik yang jelas,yaitu :
1. Hemiparesis motor yang murni dengan tanda-tanda massa muka rasa lemah, juga
lengan dan kaki.
2. Stroke sensoris yang murni, dengan gejala syaraf perasa hilang pada muka,
lengan, badan dan kaki.
3. Ataksia homolateraldan paresis crural, yakni ataksia lengan dan kaki disertai kaki
lemah.
4. Disarthri (gangguan bicara), lidah yang miring dan kelemahan serta ataksia dari
lengan.
pemeriksaan syaraf, dibantu oleh CT scan. Pada infark otak, CT scan memperlihatkan lesi
yang berbatas tegas dan homogen dengan densitas yang rendah di suatu daerah pembuluh yang
tertentu.
Pada pendarahan intraserebral, CT scan biasanya menunjukkan suatu massa yang berbentuk
tidak teratur, terkonsolidasi dan sangat jelas (high density). Perbedaan antara serangan iskemi
sementara dengan sutu infark lakuner kecil sering sukar dan CT scan biasanya normal pada dua
keadaan ini.
Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari
pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan darah yang datang. Apalagi dalam otak
pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang
juga kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh
darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki prognosis yang
tidak baik.
D. Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan – perubahan
neurologis mendadak atau sub aklut yang timbul sebagai kaibat tekanan arteri yang mneingkat dan
kembali normal apabila tekanan darah diturunkan,dan biasanya timbul pada keadaan hipertensi
maligna yang meningkat cepat walaupun retinopati hipertensi yang lanjut sering tidak ada.
Ensefalopati hipertensi sering ditandai oleh sakit kepala hebat,bingung,lamban,dan sering
disertai muntah – muntah,mual dan gangguan penglihatan.gejala – gejala ini umumnya tambah
berat dalam waktu 12 -48 jam dan dapat timbul kejang – kejang,mioklonus,kesadaran
menurun,serta pada beberapa kasus terjadi kebutaan.
Penyebab–penyebab lain dari ensefalopati adalah hiponatremia, meningitis, ensefalitis,
keracunan obat, dan penyakit – penyakit kolagen pembuluh.
E. Gagal Ginjal
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium.
Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan
kadar BUN masih normal, dan pasien asimtomatik. Penurunan jumlah nefron yang normal
masih dapat dikompensasi oleh nefron yang lain yang masih utuh. Sisa nefron tersebut
mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron
meskipun GFR untuk seluruh massa nefron turun di bawah normal.
Stadium kedua disebut stadium insufisiensi ginjal. Pada stadium ini sudah terjadi
kerusakan nefron lebih dari 75%. Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat, kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat, azotemia biasanya ringan. Fleksibilitas baik ekskresi
maupunnkonservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Hilangnya kemampuan
mengencerkan dan memekatkan urin menyebabkan berat jenis urin tetap 1,010 dan
merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.
Stadium ketiga disebut stadium akhir atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada keadaan ini
kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok. Pasien mulai merasakan
gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi oligourik karena kegagalan glomerulus.
Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan retensi
metabolit nitrogen. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik. Pertama,
gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi, kelainan volum cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang merupakan
gabungan kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna, dan kelainan lainnya