sistem_pemerintahan_nkri_2014.doc

35
SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA By, Prof. Dr. Dra. Hj. Erliana Hs, M.Si LINGKUP BAHASAN I. POSISI DAN PERAN SISTEM ADMINISTRASI NKRI II. TATANAN ORGANISASI LEMBAGA NEGARA III. TATANAN ORGANISASI LEMBAGA PEMERINTAH IV. PENGEMBANGAN SISTEM ADMINISTRASI NKRI Prof. Dr. Hj. Erliana Hasan, M.Si. 5 Mei 2014 SESKO AU Lembang. Bandung Jawa Barat. Page 1

Upload: hernita

Post on 30-Sep-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA

By, Prof. Dr. Dra. Hj. Erliana Hs, M.Si

LINGKUP BAHASAN

I. POSISI DAN PERAN SISTEM ADMINISTRASI NKRI

II. TATANAN ORGANISASI LEMBAGA NEGARA

III. TATANAN ORGANISASI LEMBAGA PEMERINTAH

IV. PENGEMBANGAN SISTEM ADMINISTRASI NKRI

PENGANTAR

John M.Piffner and Robert V. Presthus pernah mengemukakan administration involves the implementation of public policy which has been determine by representative political bodies. Administrasi meliputi implementasi kebijakan pemerintah dan administrasi adalah suatu proses berkaitan pelaksanaan kebijakan pemerintahan, pengarahan, kecakapan dan teknik-teknik yang sangat bervariasi dalam ruang lingkup sistem pemerintahan. Keseluruhan proses tersebut dilaksanakan berdasarkan sistem administrasi pemerintahan yang lebih dikenal dengan sistem administrasi birokrasi.

Dalam perjalanan sistem pemerintahan RI, ternyata terdapat banyak krisis yang muncul ke permukaan dan krisis itu membutuhkan penanggulangan serius seperti; (1) berbagai hasil penelitian yang berlabel internasional, menyatakan bahwa Indonesia berada pada urutan pertama sebagai negara terkorup (dari negara yang diteliti). Artinya melebihi Cina, Brazilia, dan Venezuela; (2) kuatnya budaya feodalistik, dengan sistem ABS/AIS sangat kental. Pemimpin pemerintahan diagungkan layaknya seorang Raja yang tidak pernah salah; (3) budaya menunggu petunjuk membawa sistem administrasi pemerintahan menjadi kaku, bahkan jauh dari inovatif dan kreatif. Antar sesama bawahan saling menunggu dan menutupi; (4) orientasi pada atasan, bukan pada sistem sehingga kompetensi dan prestasi terabaikan; (5) masih rendahnya pemahaman untuk melayani, namun tinggi semangat melayani atasan; (6) kuantitas pegawai tinggi, namun rendah pada aspek kualitas.

Berbeda halnya ketika diamati dari aspek administrasi dengan sistem birokrasi dinyatakan bahwa posisi dan peran administrasi pemerintahan harus memiliki cara-cara spesifik agar lebih efisien dan efektif adalah; (1) kerja ketat pada aturan; (2) spesialisasi; (3) fleksibelitas; (4) penyelenggaraan formal; (5) hierarchi; (6) rasional; (7) otoritas; (8) taat dan patuh; (9) disiplin; (10) sistematis; (11) impersonal bukan personal.

Namun dalam perjalanannya, prinsip dasar dan karakteristik sistem administrasi pemerintahan yang digagas Max Weber tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Antara lain, karena kekuasaan dipegang oleh orang yang ada di belakang meja, dan diatur secara legal formal oleh para birokrat terkontaminasi oleh kepentingan, desakan dan tuntutan. Semula Max Weber merumuskan ide tersebut agar setiap organisasi besar dapat bekerja secara rasional, empiris, sistematis dan bertanggungjawab. Namun kenyataannya birokrasi yang dimodifikasi berdasarkan budaya setempat telah melahirkan birokrasi yang kaku, sentralistis, tirani bahkan muncul bentuk-bentuk dinasty ala Indonesia yang mengabaikan etika, estetika dan logika.

Kondisi demikian menuntut perlunya reformasi dan restorasi sistem administrasi pemerintahan yang selama ini ditungu-tunggu oleh masyarakat Indonesia antara lain mengevaluasi kembali apa saja yang sudah dikerjakan selama hampir 69 tahun, apakah sudah tepat apa yang dikerjakan tersebut? Perubahan seperti apa yang paling pas dalam memperbaiki sistem administrasi pemerintahan dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana good will para pemangku kebijakan untuk kembali merealisasikan substansi UUD 1945. Semoga Tuhan memberkahi.

I. Posisi dan Peran Sistem Administrasi NKRI

Posisi dan peran sistem administrasi NKRI sangat vital karena secara filosofis administrasi Negara pada hakikatnya terurai dari filosofi etika, yang melahirkan kemampuan untuk membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk. Ketika kemampuan tersebut telah dimiliki akan menghasilkan seorang administrator yang berbudi luhur, memiliki kearifan dan kebijaksanaan alias Budiman. Sementara dari aspek logika akan melahirkan seorang administrator yang berkemampuan memilah mana yang benar dan mana yang salah, kemampuan demikian hanya dapat dilakukan oleh administrator yang berilmu, jujur dan akuntabel. Seiring kemampuan tersebut, estetika yang dimiliki akan melahirkan kemampuan membedakan apakah sesuatu itu indah atau jelek yang pada akhirnya bermuara pada terbentuknya seorang administrator yang memiliki jiwa seni yang memiliki empaty dan responsibilitas.

Ketiga ranah filsafat administrasi tersebut ketika di implementasikan secara benar dalam tupoksi oleh para administrator (logika, etika dan estetika) tentu dapat melahirkan; (1) administrator yang adil, akuntabel dan kredibel, dengan prinsip; (2) saling menghormati dan saling berkeadilan. Dua prinsip besar itulah diprediksi dapat dijalankan dan sukses dalam menuntun kehidupan bersama mencapai kebahagiaan yang sebesar-besarnya dunia dan akhirat dengan tidak merugikan pihak manapun. Untuk jelasnya posisi dan peran sistem administrasi NKRI ditinjau dari aspek filosofis dapat, digambarkan sebagai berikut:

FILSAFAT ADMINISTRASI

YANG MENGHASILKAN MANUSIA UNGGUL

Ketika pemangku posisi dan peran dalam sistem administrasi NKRI memiliki keunggulan dan kredibel dalam melaksanakan tuposinya. Pada gilirannya memiliki multi effek sebagai penentu keberhasilan. Dengan perkataan lain posisi dan peran sistem administrasi akan berjalan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan, sangat dipengaruhi oleh keberadaan administrator yang unggul dengan keperibadian Lurus-Kuat dan Tinggi.

Kepribadian Lurus artinya berbuat kebaikan dan menentang kajahatan. Analoginya melaksanakan administrasi sesuai ketentuan dan cenderung mengedepankan humanistik. Kuat artinya berusaha secara maksimal dalam melaksanakan perintah-perintah Allah SAW serta menjauhi larangannya. Analoginya di dalam sistem administrasi adalah berusaha tidak melakukan perbuatan menyimpang seperti korup, menggelembungkan anggaran dan sejenisnya dalam tata kelola administrasi. Dan Tinggi adalah memiliki keterampilan atau profesionalisme yang mumpuni. Analoginya adalah setiap administrator pemerintah harus berilmu, bermoral dan amanah. Ketika kemudian para administrator memiliki kepribadian demikian, InsyaAllah posisi dan peran yang diembankan berjalan mulus sesuai amanah yang diterima.

Perlu dijelaskan disini bahwa sehebat apapun posisi dan peran administrasi sangat tergantung oleh mind set manusia yang melaksanakan system tersebut. Artinya ketika seorang administrator belum memiliki mind set lurus-kuat-tinggi rasanya sulit mewujudkan sistem administrasi yang berkualitas. Apalagi untuk menjalani posisi dan peran sistem administrasi negara yang memang penuh tantangan terutama kendala transaksional bidang tugas yang diemban, bidang teknologi yang semakin canggih yang terkesan pemerintah selalu ketinggalan dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi khususnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan integritas.

Setiap saya menyampaikan konsep kepribadian Lurus-Kuat-Tinggi (Herman Soewardi), selalu muncul pertanyaan bagaimana caranya? Dan dari mana memulai kepribadian yang unggul tersebut? Pada akhir tulisan ini saya coba tawarkan keyword mencapai karsa unggul tersebut, berikut ini. InsyaAllah.

Posisi dan peran sistem administrasi Negara sangat tergantung pada the man behind the gun atau manusia yang menggerakkan system itu sendiri. Artinya bukan semata ditentukan oleh mekanisme system an sich akan tetapi lebih dipengaruhi oleh manusia yang menggerakkan system tersebut.

Salah satu langkah yang perlu dicermati adalah; (1) melakukan revolusi mental birokrat; (2) mempersiapkan strategi berkelanjutan peningkatan sumber daya aparatur pemerintaha, Grand desain membentuk administrator unggul dengan berkepribadian yang Lurus-Kuat-Tinggi, diasumsikan dapat dimulai dengan menggali potensi masing-masing individu yang memiliki posisi dan peran sebagai penentu kebijakan dan yang mewarnai jalannya sistem administrasi Negara termasuk mengisi sistem otonomi daerah dewasa ini.

II. TATANAN ORGANISASI LEMBAGA NEGARA

Dewasa ini masih banyak pihak yang belum memahami secara utuh tatanan organisasi lembaga Negara berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga sering terjadi perdebatan publik dan debatable antar kelompok lembaga negara. Apalagi, setelah mengalami empat kali perubahan mendasar melalui amandemen UUD 1945.

Perubahan mendasar yang mempengaruhi tatanan kelembagaan negara terkait perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Sebelum perubahan, kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Perubahan tersebut mengakibatkan dua hal penting dalam tupoksi kelembagaan Negara yaitu:

1. MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi.

2. lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan pelaksana kedaulatan rakyat sesuai dengan kedudukan,tugas,dan fungsi masing- masing. Hal tersebut mengakibatkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/ 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi dengan/atau antar-Lembaga-Lembaga Tinggi Negara, tidak berlaku lagi.

Kelembagaan organisasi negara berdasarkan UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori.

1. lembaga-lembaga utama yang melaksanakan cabang kekuasaan tertentu.

2. lembaga-lembaga negara yang bukan pelaksana salah satu cabang kekuasaan, tetapi keberadaannya diperlukan untuk mendukung salah satu lembaga pelaksana cabang kekuasaan tertentu.

3. Lembaga-lembaga yang ditentukan untuk melaksanakan kekuasaan tertentu tanpa mengatur nama dan pembentukan lembaganya.

4. lembaga yang ditentukan secara umum dan menyerahkan pengaturan lebih lanjut kepada undang-undang.

5. lembaga-lembaga yang berada di bawah presiden untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.

6. lembaga- lembaga di tingkat daerah. Berdasarkan pembagian fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945, dapat diketahui lembaga-lembaga negara yang melaksanakan tiap kekuasaan tersebut.

Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi adalah presiden sedangkan pemegang kekuasaan legislatif adalah DPR dan pemegang kekuasaan yudikatif adalah MA dan MK, disamping itu terdapat lembaga negara lain yang diperlukan dalam penyelenggaraan negara dan memiliki kedudukan yang sederajat yaitu MPR yang memegang kekuasaan mengubah dan menetapkan UUD, BPK sebagai pelaksana kekuasaan auditif serta DPD yang walaupun tidak memegang kekuasaan legislatif namun memiliki peran dalam proses legislasi (co-legislator).

Pada cabang kekuasaan kehakiman, selain MA dan MK, terdapat lembaga Komisi Yudisial (KY) yang berfungsi mendukung terwujudnya MA sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang independen untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal itu dilakukan melalui peran KY dalam pengangkatan hakim agung serta peran untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

UUD 1945 juga menentukan adanya kewenangan yang harus dilaksanakan oleh suatu lembaga tanpa menyebut nama lembaganya, yaitu kewenangan penyelenggaraan pemilihan umum yang dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum. Komisi tersebut tidak ditentukan namanya sehingga merupakan wewenang pembentuk undang-undang, tetapi harus bersifat nasional, tetap, dan mandiri sesuai ketentuan Pasal 22E ayat(5)UUD1945.

Selain itu, ditentukan juga keberadaan suatu lembaga dengan menyebutnya secara umum tanpa nama, dengan susunan, kedudukan, kewenangan, dan tanggung jawab yang akan diatur dengan undang-undang. Lembaga tersebut adalah bank sentral sebagaimana diatur dalam Pasal 23D UUD 1945.

Kategori selanjutnya adalah lembaga-lembaga yang berada di bawah presiden untuk membantu dan mendukung pelaksanaan tugas presiden atau melaksanakan wewenang tertentu yang berada dalam wilayah kekuasaan presiden. Lembaga-lembaga tersebut ada yang disebutkan secara jelas nomenklaturnya, ada pula yang hanya disebutkan secara umum.

Lembaga yang disebutkan secara jelas fungsi dan nomenklaturnya adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (3) dan (4) UUD 1945. Sementara lembaga yang disebutkan secara umum dan hanya diatur fungsinya saja yaitu dewan pertimbangan yang dapat dibentuk oleh presiden serta bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden seperti diatur dalam Pasal 16 UUD 1945.

Selain lembaga negara, dalam arti sebagai organisasi, UUD 1945 juga menentukan jabatan-jabatan yang berada di bawah presiden.

Jabatan tersebut adalah jabatan menteri negara serta duta dan konsul. Menteri-menteri negara membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, diangkat dan diberhentikan presiden. Duta dan konsul untuk negara lain hanya diatur cara pengangkatannya, yaitu oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Dengan demikian kelembaga Negara sesungguhnya adalah bagian dari organisasi pemerintahan secara nasional walaupun ada yang menjalankan fungsi legislasi di tingkat daerah.

III. TATANAN ORGANISASI LEMBAGA PEMERINTAHAN

Jika penataan lembaga negara melalui ketentuan peraturan perundang undangan telah dilakukan, setiap lembaga negara dapat menjalankan wewenang sesuai dengan kedudukan masing-masing. Demikian juga halnya dengan penataan kelembagaan pemerintahan. Kondisi demikian terwujud ketika kerja sama dan hubungan yang harmonis demi pencapaian tujuan nasional dengan tetap saling mengawasi dan mengimbangi agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan antar lembaga dan antar SKPD.

Dinamika praktek penyelenggaraan pemerintahan pada hakekatnya berpengaruh langsung terhadap sistem administrasi NKRI. Secara garis besar model penyelenggaraan administrasi pemerintahan Indonesia dapat diamati dalam dua periode yakni; (1) periode 1945-1998; (state-centered public administration) (1) periode 1999 (society centered public administration) sampai saat ini.

Periode pertama, yang berlangsung sejak 1945 sampai 1998 di dominasi oleh model sistem pemerintahan yang state-centered public administration yakni administrasi publik merupakan sarana bagi penguasa untuk menjawab apa yang disebut dengan crises of penetration. Artinya krisis dalam penyelenggaraan pemerintahan yang disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah membangun dan mengendalikan wilayah, kelompok sosial, kultural, ekonomi, ideologi dan politik yang berkembang dalam wilayah negara.

Administrasi merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan negara, sekaligus dijadikan senjata bagi penguasa untuk memperkuat kekuasaan yang sedang diemban. Sehingga muncullah istilah model birokrasi monokratik (monocratique birokratic) yang dikenalkan oleh Max Weber dengan ciri birokrasi yang sentralistis Hierarkis.

Pendekatan state-centered dimulai sejak pembentukan pemerintahan pertama kali, tahun 1945. Namun baru pada masa pemerintahan demokrasi parlementer tahun 1950, administrasi negara mulai ditata. Sayang rencana ini terganjal oleh konflik elit ditingkat pusat dan konflik antara pusat dan daerah. Pada masa Ali Sastroamijojo agenda pembangunan sistem administrasi terhambat dengan adanya pemberontakan PRRI/PERMESTA di daerah. Baru pada masa Sukarno, penataan sistem administrasi berdasarkan model birokrasi monocratique dilakukan dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan berdasarkan ideologi demokrasi terpimpin. Presiden Soekarno melakukan kebijakan apa yang disebut dengan retooling kabinet, dimana ia mengganti para pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan Dekrit Presiden Nomor 6 Tahun 1960, Soekarno melakukan perombakan penataan sistem administrasi berdasarkan model birokrasi monocratique.

Kemudian model birokrasi monocratique tersebut dilanjutkan oleh Soeharto, yang pada Tahun 1970-an, melakukan reformasi administrasi yang bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang tanggap, efisien dan apolitik. Kondisi demikian ditunjukkan dengan adanya ketentuan larangan PNS berpolitik dan kewajiban PNS mendukung partai pemerintah.

Periode kedua (society centered public administration) dimulai dengan munculnnya pendekatan society centered publik, yakni setelah reformasi tahun 1999, dimana kedaulatan rakyat menjadi kunci utama dalam penyelengggaraan administrasi. Sebagai konsekuensinya negara harus lebih fokus pada administrasi publik dengan melibatkan tiga komponen besar dalam suatu negara.

Tiga komponen besar dalam suatu negara mencakup; (1) state; (2) society dan; (3) privat. Ketiga komponen tersebut hendaknya mampu dikolaborasikan dan disinergiskan oleh pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara. State berperan sebagai fasilitator, mediator dan penyeimbang untuk mekanisme pasar, mekanisme sosial dan ekonomi masyarakat.

Sebagai salah satu mekanisme yang bersandingan dengan mekanisme pasar (private sector) dan mekanisme sosial (civil society), pemerintaah harus mampu memecahkan masalah pelayanan publik.

Administrasi sebagai sarana koordinasi bagi negara, masyarakat dan dunia usaha untuk mencapai tujuan nasional, saat ini, dituntut lebih efektif, akurat dan berkualitas. untuk melakukan penataan bidang tata kelola administrasi secara berkelanjutan guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan bersih dari Kolusi Korupsi dan Nepotisme. Perubahan tersebut tertuang dalam amandemen UUD 1945, yaitu :

1. Kedudukan MPR bukan lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara, yang diikuti perubahan pada posisi Presiden bukan lagi menjadi mandataris MPR

2. Perubahan amandemen IV mendorong terciptanya sistem administras yang terdesentralisir.

Mengacu kepada substansi UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa bentuk negara adalah Kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah Republik. Selain bentuk Negara Kesatuan dan bentuk pemerintahan Republik pada pasal 4 ayat (1) berbunyi Presiden RI memegang kekuasaan sebagai kepala Negara sekaligus sebagai kepala Pemerintahan, dengan kondisi two in one inilah, system pemerintahan disepakati sebagai Sistem Pemerintahan Presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan presidensial?, bagaimana posisi dan peran sistem administrasi NKRI? lalu seperti apa tatanan organisasi lembaga dan pemerintahan? serta apa yang dilakukan dalam rangka pengembangan sistem administrasi NKRI?, substansi materi inilah yang akan dibahas secara singkat dalam makalah ini.

Mengupas sedikit teori kekuasaan sebagaimana dicetuskan Montesquieu bahwa dalam suatu Negara terdapat tiga kekuasaan yang saling terpisah dan independen yaitu;

1) Kekuasaan Legislatif, yakni kekuasaan yang membuat Undang-Undang;

2) Kekuasaan Eksekutif yang menjalankan Undang-undang dan;

3) Kekuasaan Yudikatif yang mengadili terhadap pelanggaran setiap Undang-Undang.

Agar ketiga kekuasaan tersebut dapat berjalan secara independen, pemerintah Indonesia memberlakukan system presidensil, karena dianggap paling tepat untuk mengelola suatu pemerintahan yang terbentuk oleh banyak pulau dengan beragam suku, budaya, dan bahasa.

Berdasarkan amanah UUD 1945, tujuan pemerintahan Negara Indonesia tercantum pada Alinea IV yang berbunyi :

Negara dan Pemerintah wajib melindungi segenap bangsa Indonesia

Negara dan Pemerintah wajib memajukan kesejahteraan umum

Negara dan Pemerintahan wajib mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia

Negara dan Pemerintahan wajib ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

Bertolak kepada kewajiban, fungsi dan tanggungjawab pemerintahan, seyogiyanya setiap kelembagaan pemerintahan dalam menjalankan fungsi dan peran serta tanggungjawabnya membutuhkan suatu system yang bekerja secara bersama, terintegrasi saling menunjang dan saling ketergantungan satu sama lain, dan sistem yang dijalankan disebut sebagai Sistem Kabinet Presidensil

IV. Pengembangan Sistem Administrasi NKRI

Agar proses administrasi dapat terus dikembangkan maka prinsip utama dan pertama yang seyogiyanya dilakukan secara berkelanjutan adalah pengembangan dan peningkatan persyaratan teknis bagi para pelaku administrasi seperti; (1) intelegensia; (2) kemampuan mengambil keputusan (Decisiveness); (3) kemampuan visioner (state of the arts/STA); (4) kemahiran manajemen serta kemampuan berpikir out of the box dan; (5) landasan normative yang dipandu oleh nilai-nilai moral akan mampu mempercepat terwujudnya kepribadian Lurus- Kuat-Tinggi (Erliana Hs).

Banyak teori yang dapat dimanfaatkan guna pengembangan system administrasi NKRI, seperti teori deontologis, individualism ataupun teori kebebasan, namun dari berbagai macam teori yang diterapkan tersebut ternyata belum memberi hasil yang maksimal bahkan ada kesan semakin banyak teori semakin banyak pula permasalahan baru yang muncul dengan berbagai pola yang berbeda pula. (kecurangan berbungkus pembenaran).

Apabila dirunut dari sejarahnya, Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan system pemerintahan. Indonesia pernah menganut system cabinet Parlementer pada tahun 1945 1949 kemudian rentang waktu 1949 1950, Indonesia menganut system pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 1959, Indonesia masih menganut system pemerintahan Parlementer dengan demokrasi liberal yang juga semu. Sedangkan pada tahun 1959 1966, Indonesia menganut system pemerintahan secara demokrasi terpimpin. Perubahan dalam system pemerintahan tidak hanya sampai disitu saja, karena sring terjadi perbedaan pelaksanaan system pemerintahan menurut UUD 1945. Perbedaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Sistem Pemerintahan Sebelum Amandemen:

MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat

Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan

DPR berperan sebagai pembuat Undang-Undang

BPK berperan sebagai badan pengaudit keuangan

DPA berfungsi sebagai pemberi pertimbangan kepada Presiden

MA berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan yang diterbitkan pemerintah.

Sistem Pemerintahan Setelah Amandemen:

Kekuasaan Legislatif lebih dominan

Presiden tidak dapat membubarkan DPR

Rakyat memilih secara langsung Presiden dan Wakil Presiden

MPR tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi

Anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah anggota DPD yng dipilih secara langsung oleh rakyat.

Dalam system Presidensial yang dianut di Indonesia, pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang menjadi perhatian, selain itu pengawasan rakyat terhadap pemerintah juga kurang berpengaruh karena pada dasarnya terjadi kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan yang ada di tangan presiden. Selain itu terlalu sering terjadi pergantian pejabat cabinet karena presiden memiliki hak prerogative untuk melakukan itu.

Bertolak dari uraian singkat pengembangan system administrasi Negara tersebut di atas dapat pula dijelaskan pengembangan system administrasi ditinjau dari paradigm atau pola pikir logis dan empiric sebagaimana dikemukakan oleh Fredericckson (1976) dan Nicholas Henry (1980) berikut ini:

Paradigma I adalah Birokrasi Klasik/Generasi Pertama Administrasi Negara sebagai dikotomi politik. Artinya administrasi harus berkaitan dengan pelaksanaan kebijaksanaan Negara (Leonard D.White). Paradigma ditandai dengan lokus pada birokrasi pemerintahan dan organisasi bisnis yakni mengejar efisiensi, efektifitas, ekonomi dan rasionalitas. Tokoh penting dalam paradigma ini adalah Weber, wilson, Taylor, gulick dan Urwick. Sedangkan fokus administrasi dalam paradigma ini adalah struktur organisasi dan fungsi manajemen.

Paradigma II adalah birokrasi Neo Klasik. /Generasi Kedua adalah proses pembuatan keputusan dengan pendekatan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisis sitem dan riset operasi. Sedang lokusnya adalah keputusan birokrasi pemerintah. Nilai yang ingin diwujudkan sama dengan paradigma I yaitu efisiensi, efektifitas, ekonomi dan rasionalitas.

Paradigma III. Generasi Ketiga adalah kelembagaan yang memusatkan perhatian pada pemahaman terhadap perilaku birokrasi, termasuk perilaku dalam pembuatan keputusan yang bersifat gradual dan incremental.

Paradigma IV. Generasi Keempat adalah hubungan kemanusiaan. Nilai yang ingin dicapai oleh paradigma ini adalah partisipasi dalam pembuatan keputusan, minimalisasi perbedaan status dan hubungan pribadi, keterbukaan, aktualisasi diri dan peningkatan kepuasan kerja. Fokus dari paradigma ini adalah dimensi-dimensi hubungan kemanusiaan dan aspek sosial psikologis. Sedang lokusnya adalah birokrasi dan organisasi.

Generasi Kelima Administrasi Negara untuk Pelayanan Publik.

Ada juga yang disebut dengan pengembangan organisasi pemerintahan via konsep yang dikemukakan oleh Osborn & Ted Gaebler yang dikenal dengan 10 langkah Mewirausahakan Birokrasi, kemudian lahir lagi konsep The fives Changing Govs DNA yaitu; (1) core strategy; (2) consequensi strategy; (3) customer strategy; (4) control strategy; (5) culture strategy. Kesemua langkah dielaborasi ke dalam aspek-aspek kepentingan seperti; purpose untuk cores; incentive untuk consequencess; accountability untuk customers; power untuk controls; dan culture untuk culture strategy, yang tentunya menggunakan pendekatan sesuai aspek pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Erliana Hasan, 2011, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,

Penerbit Ghalia, Jakarta.

___________, 2014, Filsafat Ilmu Dan metodologi Penelitian,

Penerbit Ghalia Jakarta.

Erliana Hasan, 2010, Komunikasi Pemerintahan, Penerbit

Universitas Terbuka, Indonesia.

Herman Soewardi, 2000. Mempersiapkan Kelahiran Sains

Tauhidullah. Penerbit Bakti Mandiri. Bandung.

Nicholas Henry, 1995. Administrasi Negara dan Masalah

-Masalah Publik, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Wahyudi Kumorotomo, 2002. Etika Administrasi Negara.

Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Inu Kencana Syafiie, 2008. Sistem Administrasi Negara

(SANRI) Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta.

http://staf.unp.ac.id/yusrandy/index.php?Itemid=9&id=42&option=com-conten&task=view

ESTETIKA

LOGIKA

ETIKA

INDAH JELEK

BENAR SALAH

BAIK BURUK

SENIMAN

ILMUWAN

BUDIMAN

ADMINISTRATOR UNGGUL

(LURUS TINGGI -- KUAT)

Prof. Dr. Hj. Erliana Hasan, M.Si. 5 Mei 2014 SESKO AU Lembang. Bandung Jawa Barat.Page 24