sistem tanggap darurat pengelolaan sampah p - jica...

8
Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P asca longsor TPA Luewigajah pada 21 Februari 2005, pemerintah daerahnya saat itu sangat lamban merespon kejadian. Akibatnya, setiap sudut Bandung terjadi penumpukan sampah, bahkan hingga menggunung dan sangat mengganggu kesehatan dan estetika kota. Kota cantik itu berubah menjadi lautan sampah. Pemerintah Kota Bandung tidak paham apa yang harus dilakukan, alih-alih memiliki persiapan mengenai sistem tanggap darurat sampah. Di sisi lain, pemerintah pusat pun belum menyusun panduan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pada kondisi tanggap darurat pengelolaan sampah. Setelah kejadian longsor Leuwigajah yang terbesar menelan korban jiwa tersebut, ada sederetan peristiwa lagi yang dialami Indonesia pada sistem pengelolaan sampahnya, bahkan terjadi ketika undang-undang mengenai pengelolaan sampah yakni UU No 18 tahun 2008 telah dikeluarkan. Pada 22 Oktober 2015, terjadi konflik antara Pemerintah Provinsi DKI, Pemerintah dan DPRD Kota Bekasi, PT Godang Tua Jaya dan PT NOEI selaku pengelola, disertai pemblokiran akses oleh masyarakat. Sehingga TNI diminta untuk mengawal truk ke fasilitas TPST Bantar Gebang. Pada Desember 2015 – April 2016, kontrak sewa lahan TPA Galuga Kabupaten Bogor berakhir. LSM dan ormas kemudian menutup akses jalan dan menuntut operasional TPA dengan alasan air lindi telah mencemari lingkungan sekitar. Sebagian warga sekitar mengeluhkan bau, sumber air yang tercemar, dan kesulitan bercocok tanam. Namun sebagian warga lainnya menginginkan TPA tetap beroperasi agar tetap dapat memulung. Pada 27 Januari 2016, TPA Sumurbatu Kota Bekasi mengalami longsor, satu orang korban meninggal dan satu orang terluka. Tak lama setelah kejadian tersebut, pada 12 Februari 2016, sampah di TPA Cibereum Kota Banjar mengalami longsor dan menimbun sawah serta akses desa. BASWARA Ikhtisar Kebijakan Program 3R Indonesia JULI 2016 Project for Capacity Development of Central and Local Governments for 3R and Domestic Solid Waste Management System in Indonesia JICA 3R RI P R O J E C T

Upload: duongnhu

Post on 03-Feb-2018

247 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah

Pasca longsor TPA Luewigajah pada 21 Februari 2005, pemerintah daerahnya saat itu sangat lamban merespon kejadian. Akibatnya, setiap

sudut Bandung terjadi penumpukan sampah, bahkan hingga menggunung dan sangat mengganggu kesehatan dan estetika kota. Kota cantik itu berubah menjadi lautan sampah. Pemerintah Kota Bandung tidak paham apa yang harus dilakukan, alih-alih memiliki persiapan mengenai sistem tanggap darurat sampah. Di sisi lain, pemerintah pusat pun belum menyusun panduan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pada kondisi tanggap darurat pengelolaan sampah.

Setelah kejadian longsor Leuwigajah yang terbesar menelan korban jiwa tersebut, ada sederetan peristiwa lagi yang dialami Indonesia pada sistem pengelolaan sampahnya, bahkan terjadi ketika undang-undang mengenai pengelolaan sampah yakni UU No 18 tahun 2008 telah dikeluarkan.

Pada 22 Oktober 2015, terjadi konflik antara Pemerintah Provinsi DKI, Pemerintah dan DPRD Kota Bekasi, PT

Godang Tua Jaya dan PT NOEI selaku pengelola, disertai pemblokiran akses oleh masyarakat. Sehingga TNI diminta untuk mengawal truk ke fasilitas TPST Bantar Gebang.

Pada Desember 2015 – April 2016, kontrak sewa lahan TPA Galuga Kabupaten Bogor berakhir. LSM dan ormas kemudian menutup akses jalan dan menuntut operasional TPA dengan alasan air lindi telah mencemari lingkungan sekitar. Sebagian warga sekitar mengeluhkan bau, sumber air yang tercemar, dan kesulitan bercocok tanam. Namun sebagian warga lainnya menginginkan TPA tetap beroperasi agar tetap dapat memulung.

Pada 27 Januari 2016, TPA Sumurbatu Kota Bekasi mengalami longsor, satu orang korban meninggal dan satu orang terluka. Tak lama setelah kejadian tersebut, pada 12 Februari 2016, sampah di TPA Cibereum Kota Banjar mengalami longsor dan menimbun sawah serta akses desa.

BASWARAIkhtisar Kebijakan Program 3R Indonesia

JULI 2016Project for Capacity Development of Central and Local Governments for 3R and Domestic Solid Waste Management System in Indonesia

JICA 3R RIP R O J E C T

Page 2: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

2

Undang-undang No 18 Tahun 2008 pada Pasal 9 ayat 3 menyebutkan, pemerintah daerah mempunyai ke-wenangan untuk menyusun dan menye-lenggarakan sistem tanggap darurat. Se-mentara, pedoman penyusunan sistem tanggap darurat yang dimaksud akan diatur dengan Peraturan Menteri. Alasan inilah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kemudian mempersiap-kan perangkat hukum yang berawal dari penyusunan Naskah Akademis Draf Per-men tentang Tata Cara Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah. Gambar 1 adalah pembagian tugas antara peme-rintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota dalam mempersiapkan sistem tang-gap darurat pengelolaan sampah ber-dasarkan amanat UU No 18 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan Sampah.

Perbedaan dengan Panduan BNPB

Mengapa KLHK perlu mengeluarkan aturan hukum mengenai panduan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah? Bukankah ini telah menjadi tanggung jawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)?

Pada 2015 lalu, BNPB memang telah mengeluarkan buku panduan berjudul ‘’Pedoman Pembersihan Lingkungan pada Keadaan Darurat’’.

Namun, pedoman ini lebih mengatur pada tata cara pembersihan kondisi lingkungan pada wilayah terdampak bencana seperti pembersihan longsoran, lumpur, sampah, puing-puing dan bahan-bahana berbahaya yang ditimbulkan akibat bencana alam.

Kegiatan pembersihan lingkungan dalam keadaan darurat bencana bertu-juan untuk mendukung penyelamatan, evakuasi masyarakat terdampak bencana dan mempercepat pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Sementara itu, sistem tanggap darurat pengelolaan sampah tidak akan membahas banjir, tanah longsor, maupun bencana alam lainnya yang dapat menyebabkan terganggunya sistem pengelolaan sampah. Namun kajian ini akan mengidentifikasi faktor bencana non alam dan faktor bencana sosial yang berpotensi menyebabkan gangguan secara signifikan terhadap sistem pengelolaan sampah.

Dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana non alam didefinisikan sebagai “bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit”. Sedangkan bencana sosial didefinisikan sebagai “bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror’’.

Maka itu, nantinya peraturan yang berkenaan dengan panduan sistem tanggap darurat sistem pengelolaan sampah ini akan meliputi hanya pada faktor-faktor yang cukup relevan seperti kegagalan teknologi, kegagalan modernisasi, konflik sosial antar kelompok, konflik sosial antar komunitas masyarakat dan teror.Gambar 1. Bagan pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota dalam

mempersiapkan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah.

Gambar 1. Bagan pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota dalam mempersiapkan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah Perbedaan dengan Panduan BNPB Mengapa KLHK perlu mengeluarkan aturan hukum mengenai panduan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah? Bukankah ini telah menjadi tanggung jawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)? Pada 2015 lalu, BNPB memang telah mengeluarkan buku panduan berjudul ‘’Pedoman Pembersihan Lingkungan pada Keadaan Darurat’’. Namun, pedoman ini lebih mengatur pada tata cara pembersihan kondisi lingkungan pada wilayah terdampak bencana seperti pembersihan longsoran, lumpur, sampah, puing-puing dan bahan-bahana berbahaya yang ditimbulkan akibat bencana. Kegiatan pembersihan lingkungan dalam keadaan darurat bencana bertujuan untuk mendukung penyelamatan, evakuasi masyarakat terdampak bencana dan mempercepat pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Sementara itu, sistem tanggap darurat pengelolaan sampah tidak akan membahas banjir, tanah longsor, maupun bencana alam lainnya yang dapat

UU No. 18 Tahun 2008

(Pasal 9 Ayat 3)

Pemerintah Pusat Kabupaten/Kota

Permen panduan pencegahan

akibat pengelolaan sampah yang tidak benar

Penyusunan dan penyelenggaraan

pencegahan akibat

pengelolaan sampah yang tidak benar

Permen panduan

penanggulangan akibat

pengelolaan sampah yang tidak benar

Penyusunan dan penyelenggaraan penanggulangan

akibat pengelolaan sampah yang tidak benar

Page 3: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

3

Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan, penanggulangan, dan pemulihan atas resiko bencana akibat pengelolaan sampah yang mengalami kegagalan sistem.

Potensi Kebencanaan Akibat Pengelolaan Sampah di Indonesia

Dari beberapa referensi dan kejadian yang pernah dialami di Indonesia maupun di negara lain, potensi kebencanaan pada

sistem pengelolaan sampah di Indonesia diidentifikasi bisa terjadi di enam jenis fasilitas pengelolaan sampah yakni;1. Fasilitas pewadahan dan pengum-

pulan2. Fasilitas pemindahan dan peng ang-

kutan3. Tempat Penampungan Sementara

(TPS)4. Tempat Pengolahan Sampah dengan

prinsip 3R (TPS 3R)5. Stasiun Peralihan Antara (SPA)6. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)

Sedangkan potensi jenis insidennya adalah sebagai berikut:1. Longsor akibat timbunan sampah

yang tidak terkendali2. Kebakaran3. Pencemaran cairan berbahaya seperti

rembesan lindi4. Kebocoran dan ledakan gas yang

tidak terkendali5. Penutupan TPA oleh sebab khusus

seperti, pemutusan kontrak kerja akibat wan prestasi atau akibat ketetapan hukum yang bersifat mengikat.

6. Penutupan TPA akibat konflik sosial seperti demo dan pemogokan kerja.

7. Aftermath yakni penumpukan sampah pasca insiden.

Gambar 2 adalah ilustrasi potensi kegagalan sistem pengelolaan sampah yang bisa terjadi di beberapa TPA di Indonesia:

Gambar 2. llustrasi potensi kegagalan sistem pengelolaan sampah yang bisa terjadi di beberapa TPA di Indonesia.

Berikut adalah ilustrasi potensi kegagalan sistem pengelolaan sampah yang bisa terjadi di beberapa TPA di Indonesia:

Sumber: Joko Heru, 2016

Sumber: Joko Heru, 2016

IlustrasiPotensi Longsor

Berikut adalah ilustrasi potensi kegagalan sistem pengelolaan sampah yang bisa terjadi di beberapa TPA di Indonesia:

Sumber: Joko Heru, 2016

Sumber: Joko Heru, 2016

IlustrasiPotensi Longsordi TPA

Sumber: Joko Heru, 2016

Sumber: Joko Heru, 2016

IlustrasiPotensi

Kebakarandi TPA

Page 4: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

4

Sumber illustrasi: Joko Heru, 2016

Sumber foto: Rafianti

Pada ilustrasi longsor pertama, potensi longsor terjadi pada kondisi gunungan sampah yang dibentuk terasering namun sudah sangat tinggi, dengan masing-masing ketinggian teras 3 meter. Ketika hujan, air berserta tanah urug akan menyatu menjadi massa lumpur yang tidak stabil dan menggulung jatuh siap meruntuhkan bangunan dan fasilitas yang ada di dekatnya dengan jarak minimal 10 meter. Sedangkan pada ilustrasi longsor kedua, kondisi dimana sampah telah menggunung dengan ketinggian 20 meter tanpa sistem terasering. Gunungan sampah yang tidak stabil tersebut sangat berpotensi longsor, meruntuhkan tanggul pembatas dan pemukiman yang berjarak minimal 1 Km.

Pada ilustrasi kebakaran di TPA, pemukiman yang termasuk dalam radius akan menerima dampak asap yang mengandung Karbondioksida. Jarak tempuh asap sebanding dengan lama terjadi kebakaran. Dengan kata lain, semakin lama kebakaran terjadi akan semakin jauh pula jarak tempuh dampak asap.

Potensi migrasi lindi di TPA akan sangat besar mencemari sumber air rumah penduduk, dan areal persawahan. Kebocoran lindi di TPA diidentifikasi berasal dari rembesan tumpukan sampah di zona dan dari fasilitas pengolahan air lindi.

Analisis Resiko, Cakupan, dan Koordinasi

Tata cara sistem tanggap darurat akan berawal dari analisis resiko pada fasilitas pengelolaan sampah yang sedang terjadi insiden. Akan ada serangkaian kegiatan identifikasi yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan para ahli yang berkompeten dalam hal pengelolaan sampah untuk memutuskan status darurat.

Sumber: Joko Heru, 2016

Sumber: Joko Heru, 2016

IlustrasiPotensi Migrasi

Lindi TPA

Sumber: Joko Heru, 2016 Analisa Resiko, Cakupan, dan Koordinasi Tata cara sistem tanggap darurat akan ditentukan melalui analisa resiko pada fasilitas pengelolaan sampah yang sedang terjadi insiden. Akan ada serangkaian kegiatan identifikasi yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan para ahli yang berkompeten dalam hal pengelolaan sampah untuk memutuskan status darurat. Identifikasi itu meliputi; identifikasi sumber insiden, identifikasi insiden, bahaya, dampak, jalur penyebaran dampak, besaran konsekuensi dampak, probabilitas, signifikansi, durasi dampak, dan identifikasi status darurat. Dengan menentukan luasan dampak insiden yang dilakukan melalui kegiatan identifikasi tadi, barulah ditentukan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) mana yang akan dijalankan. Jika luas dampak insiden masih mencakup lokal (internal kawasan seperti di dalam TPA), maka penanganannya mengacu pada SOP lokal/TPA. Jika luasan dampak mencakup kawasan, maka yang dipakai SOP yang disiapkan oleh dinas teknis seperti Dinas Kebersihan. Jika luas dampak sudah mencakup kota, maka penanganannya mengikuti SOP yang telah disiapkan oleh Kota/Kabupaten. Jika luas dampak sudah meluas hingga lintas kota, maka yang dipakai adalah SOP Provinsi. Sedangkan jika luas dampaknya mencakup lintas provinsi, maka penanganannya memakai SOP Pemerintah Pusat. Untuk itu masing-masing tingkatan manajemen tersebut sudah harus mempersiapkan dokumen SOP untuk tanggap darurat. Gambar di bawah ini adalah manajemen penanganan bertingkat sesuai dengan luasan dampak kejadian

IlustrasiPotensi Migrasi

Lindi TPA

Page 5: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

5

Identifikasi itu meliputi; identifikasi sumber insiden, identifikasi insiden, bahaya, dampak, jalur penyebaran dampak, besaran konsekuensi dampak, probabilitas, signifikansi, durasi dampak, dan identifikasi status darurat.

Hasil identifikasi menghasilkan pembedaan status darurat menjadi:1. Darurat Fasilitas

Adalah jika insiden yang terjadi masih dalam ruang lingkup fasilitas atau instalasi atau prasarana pengelolaan sampah, seperti TPS 3R, SPA, maupun TPA. Darurat fasilitas juga mencakup insiden yang terjadi terhadap prasarana yang bersifat mobile (bergerak), misalnya truk, saat berada di wilayah kerjanya.2. Darurat Kawasan

Adalah jika insiden menimbulkan dampak yang dirasakan dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan durasi (jangka waktu) yang lebih lama, sehingga penanganannya pun membutuhkan koordinasi antara kawasan yang terkena dampak, dan alokasi perlengkapan yang lebih lengkap. 3. Darurat Kota

Adalah jika dampak insiden yang terjadi sangat luas dan berlangsung lama, sehingga membutuhkan penanganan langsung dari pimpinan Kota/Kabupaten. 4. Darurat Provinsi

Adalah jika dampak insiden yang terjadi melibatkan lebih dari satu kota/kabupaten dalam satu provinsi sehingga memerlukan penanganan di tingkat provinsi.5. Darurat Nasional

Adalah jika insiden menimbulkan dampak bagi lintas provinsi sehingga penanganannya memerlukan koordinasi di tingkat nasional.

Gambar 3.Manajemen penanganan bertingkat sesuai dengan luasan dampak kejadian.

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

End

End

Luas Dampak: Lintas

Provinsi Kota

Luas Dampak: Lintas

Kota

Luas Dampak:

Kota

Luas Dampak: Kawasan

Luas Dampak:

Lokal

SOPDKK

Terselesaikan

Terselesaikan

SOPLokal

SOPKota

SOPProvinsi

SOPPusat

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Tidak

Untuk itu masing-masing tingkatan manajemen tersebut sudah harus mempersiapkan dokumen SOP untuk tanggap darurat. Gambar 3 adalah manajemen penanganan bertingkat sesuai dengan status darurat kejadian.

Pada Gambar 3 tersebut menunjukkan bahwa, kondisi darurat teridentikasi ketika luasan dampak kejadian sudah berada di tingkat kota,

lintas kota, dan provinsi. Panduan sistem tanggap darurat

pada level tersebut juga yang selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Menteri Tata Cara Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Sampah.

Page 6: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

6

Jenis Fasilitas Pengelolaan Sampah Pada sistem pengelolaan sampah di Indonesia, dikenal beberapa bentuk fasilitas atau sarana persampahan yang dapat dipergunakan dalam kegiatan penanganan sampah. Fasilitas-fasilitas itu adalah Tempat Penampungan Sementara (TPS), Tempat Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R (TPS 3R), Stasiun Peralihan Sementara (SPA), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah. Selain itu ada juga yang disebut dengan Material Recovery Facility (MRF) dan Intermediate Treatment Facility (ITF).

Kondisi Sebagian Besar TPA di IndonesiaPenanganan sampah di TPA masih mengalami minimnya penataan lahan, ketersediaan peralatan berat, biaya Operasional dan Perawatan (OP), dan keterbatasan SDM. Dalam praktik pengelolaan di TPA yang sering kali ditemukan di Indonesia, sampah tidak dipadatkan secara teratur, lapisan sampah tidak bahkan jarang ditutup secara rutin dengan alasan kesulitan tanah penutup dan mahal, selain itu petunjuk operasional TPA juga tidak dilaksanakan. Selain itu, banyak TPA yang baru dibangun dan direhabilitasi namun karena tidak dikelola dengan semestinya, fasilitas yang sudah terbangun tersebut rusak kembali. Sementara pada operasional pengendalian air lindi yang umumnya menggunakan sistem kolam stabilisasi, sering kali saluran drainase sudah tidak terlihat lagi karena tertutup oleh sampah sehingga leachate tergenang di sekitar TPA. Kualitas effluent air lindi juga belum memenuhi persyaratan.

Dasar Kebijakan Pengelolaan TPA di IndonesiaDasar kebijakan pengelolaan TPA yang utama adalah Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Khusus mengenai TPA, undang-undang mengedepankan aspek pengurangan sampah pada pengelolaan sampah di Indonesia, menutup TPA opendumping pada tahun 2014, dan memonitoring kualitas lingkungan pasca penutupan TPA sampai 20 tahun. Selain undang-undang, beberapa peraturan lain seperti PP No

16 Tahun 2005 tentang Pengembangkan Sistem Penyediaan Air Minum menyebutkan TPA harus menggunakan metode lahan urug terkendali untuk kota sedang dan kecil; dan menggunakan metode lahan urug saniter untuk kota besar dan metropolitan. Permen PU No. 21/PRT/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan menitikberatkan pada peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan.

Terakhir adalah dengan keluarnya peraturan yakni PP No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang menyebutkan TPA merupakan tempat untuk memroses dan mengembalikan sam-pah ke media lingkungan. Istilah TPA bukan lagi sebagai Tem-pat Pembuangan Akhir, tapi Tempat Pemrosesan Akhir. Dengan demikian, istilah ‘pembuangan’ tidak ditemukan lagi dari per s-pektif pengelolaan sampah yang baru.

Metode Pemrosesan Sampah di TPA1. Open dumping (pembuangan terbuka) Pada metode ini, sampah dibuang dan dihamparkan di

areal terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh.

2. Control landfill (lahan urug terkontrol) Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping

dimana secara periodik sampah yang telah tertimbum ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan lahan.

3. Sanitary Landfill (lahan urug saniter) Menurut definisi ilmiah sederhana, Sanitary Landfill adalah

metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapis per-lapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup setiap hari. n

Page 7: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

7

Pendapat Ahli

Mengapa Sistem Tanggap Darurat pada Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia Perlu Diatur?

Mohammad HelmyTenaga ahli nasional pada JICA 3R Project

Waktu menyusun Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, ada 2 peristiwa besar

yang terjadi yakni, tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 dan kejadian longsor TPA Leuwigajah di Bandung pada 21 Februari 2005. Dua peristwa yang sangat berdekatan itu memberikan pembelajaran yang penting dalam rangka pengelolaan sampah. Ternyata banyak yang belum diatur, ternyata kita memerlukan tata cara/unsur manajemen baik orang dan peralatan untuk kondisi tanggap darurat. Ini dua hal yang sangat signifikan.

Informasi mengenai sampah juga sangat minim pada saat itu. Naskah akademis saat itu sedang dipersiapkan, tapi dipercepat karena beberapa kejadian yang beruntun, gempa di Sumatera pada Maret 2005 dan Yogja pada Mei 2006. KLH pun tidak memiliki panduan teknis. Bantuan yang diberikan biasanya insidental dan bersifat charity atau sosial. Bukan berdasarkan kajian akademis yang berlandaskan ilmu.

Sebenarnya, di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengenal istilah emergency response tapi ruang lingkupnya untuk industri. Ini lebih mudah ditangani dan diawasi karena industri bersifat institusi dan terorganisir. Tapi di luar itu, ketika bencana terjadi, tidak ada yang mengkomandani, tidak ada SOP (Standar Operasional dan Prosedur) yang telah dipersiapkan sebelumnya.n

Djoko Heru MartonoTenaga ahli nasional pada JICA 3R Project

Karena dalam sistem pengelolaan sampah, terutama pada sistem pengolahan terpusat maupun sistem pemrosesan

akhir, mempunyai potensi gagal operasi. Terlebih untuk kota-kota di Indonesia dimana sistem pengelolaan sampahnya belum establish seperti di negera maju, sangat rawan terjadinya kegagalan sistem. Contoh yang paling memberikan trauma kepada masyarakat kita adalah kejadian longsor di TPA Leuwigajah berdampak pada kondisi Kota bandung, baik itu kesehatan maupun masalah lingkungan.

Hampir kota-kota besar di Indonesia hanya memiliki 1 TPA yang rata-rata umurnya melebihi 10 tahun dan tahun-tahun ini merupakan tahun kritis kota-kota tersebut karena TPA-TPA mereka sudah melebihi kapasitas. Di lain pihak, kota-kota tersebut belum berhasil mencari alternatif pengganti lahan sehingga potensi terjadinya darurat sampah sangat besar. n

Sumber foto:korannosstop.co

Page 8: Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah P - JICA 3Rjica3rri.org/wp-content/uploads/2016/08/BASWARA-280716.pdf · 3 Darurat sampah juga mengatur rincian tanggap darurat berupa pence-gahan,

Ikhtisar Kebijakan Program 3R Inisiatif Indonesia BASWARA ini disiapkan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) 3R Project yang merupakan bagian dari kegiatan projek. Kegiatan bertujuan untuk mendukung program 3R di Indonesia sebagaimana mestinya sesuai dengan UU No. 18 tentang Pengelolaan Sampah. Opini dan ekspresi yang tertulis dalam artikel dalam media informasi ini tidak mencerminkan pandangan Japan International Cooperation Agency (JICA) maupun Pemerintah Jepang. Website: jica3rri.org

Mengenai Penulis:

Rafianti adalah staf teknis di Japan International Cooperation Agency (JICA) 3R Project, bertanggung jawab membangun kemitraan dan dukungan teknis pada penyusunan peraturan-peraturan terkait pengelolaan sampah baik di tingkat nasional dan daerah sesuai dengan mandat UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sejak tahun 2005 bekerja di bidang pengelolaan sampah di Indonesia. Diantaranya pernah bekerja sebagai konsultan individu di UNIDO dan IGES, di Sustainable Waste Indonesia (SWI) sebuah perusahaan konsultan nasional, dan sebagai Research Associate di Indonesia Solid Waste Association (InSWA).

Sumber foto: Rafianti

n Jakarta Project OfficeKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gedung A, Lt. 6Jl. D.I. Pandjaitan Kav. 24. Kebon Nanas – Jakarta Timur 13410Telp/fax. +62-(0)21-85911208Email. [email protected]

n Palembang Project OfficeKantor Dinas Kebersihan Kota Palembang (DKK)Jl. Sukarela No. 129A KM7, Kota Palembang 30152Telp/fax. +62-(0)711-415130Email: [email protected]

n Balikpapan Project OfficeKantor Lingkungan Hidup Kota BalikpapanJl. Ruhui Rahayu 1, Kota Balikpapan 76114Telp/fax. +62-(0)542-4233332Email. [email protected]