sistem rujukan
TRANSCRIPT
A. Alternatif Penyelesaian Masalah dan Alasan Pemilihan
1. Sistem Rujukan yang Bermasalah
Menurut SK Menkes No. 23 tahun 1972 menyebutkan bahwa sistem
rujukan adalah sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu) atau secara
horizontal (antar unit yang setingkat kemampuannya. Menurut
klasifikasinya, rujukan dibagi 2 yaitu (1) Rujukan medik dan (2) Rujukan
kesehatan masyarakat.
a. Rujukan Medik Meliputi
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
operasi, dll
2) Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
lengkap
3) Rujukan ilmu pengetahuan : mengirim atau mendatangkan tenaga
ahli.
b. Rujukan Kesehatan Masyarakat
1) Rujukan sarana antara lain bantuan laboratorium kesehatan,
teknologi
2) Rujukan tenaga
3) Rujukan operasional (bantuan obat, vaksin, pemeriksaan bahan saat
terjadi keracunan masal dll).
Dalam permasalahan pada kasus ini, sebaiknya dalam merujuk
pasien harus disertai dengan perawat dari rumah sakit yang merujuk dan
disertai dengan informasi yang lengkap dari pasien tersebut. Adapun
informasi-informasi yang harus dicantumkan dari suatu rujukan adalah
identitas, anamnesis atau perjalanan penyakit yang lengkap dan jelas,
pemeriksaan fisik disertai tanda vital, diagnosis dan terapi yang sudah
diberikan kepada pasien oleh rumah sakit yang merujuknya. Karena
informasi-informasi yang terkait dengan pasien sangat penting dalam
diagnosis maupun penatalaksanaan untuk pasien tersebut.
Perawat pendamping berperan sebagai tenaga kesehatan pertama
yang mengetahui kondisi pasien sebelum dirujuk. Dalam pasal 15 yang
ada dalam KEPMENKES 1239 tahun 2001 menerangkan bahwa :
a. Dalam melaksanakan asuhan keperwatan harus sesuai dengan standar
profesi, praktek, kode etik keperawatan Indonesia yang ditetapkan
oleh organisasi profesi.
b. Pelayanan tindakan medis hanya dapat dilakukan berdasarkan
permintaan tertulis dari dokter.
Salah satu kewajiban dari paramedis dalam hal ini perawat adalah :
a. Mencegah malpraktek dan kelalaian dengan mematuhi standar
b. Melakukan pelayanan keperawatan berdasarkan kompetensi.
c. Menjalin hubungan empati dengan pasien.
d. Medokumentasikan secara lengkap
e. Serta teliti dan objektif dalam melaksanaka kegiatan
f. Memperbaharui data
g. Mengikuti peraturan dan kebijakan institusi
h. Peka terhadap terjadinya cedera, contohnya : kelalaian dalam
pemberian obat.
Dalam kasus ini, perawat pendamping mempunyai kewajiban untuk
mendokumentasikan kepada orang yang menerima pasien setelah dirujuk
tentang informasi pasien. Peran dari perawat pendamping disini adalah
apabila ada informasi dari surat rujukan yang kurang jelas baik dari segi
anamnesis, pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik, diagnosis maupun
terapi dapat ditanyakan kepada paramedis tersebut. Selain itu peran dari
paramedis dapat membangun budaya “patien safety”, membangun sistem
pelaporan secara tertulis dan mengembangkan pelayanan primer dan dari
segi pasien pun akan merasa adanya sikap peduli.
2. Perawat RSUD Margono Menjelek-jelekkan RS.X di Depan Pasien dan
Keluarganya
Dalam hal ini jelas perawat RSUD Margono membuat kepercayaan
pasien terhadap RS.X sangat berkurang. Hal ini tidak patut dilakukan
mengingat perlunya hubungan baik antara institusi kesehatan dan
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan secara umum.
Dalam kasus ini walaupun RS.X melakukan kesalahan dalam sistem
rujukan namun tidak semestinya kesalahan tersebut dikemukakan di depan
pasien dan keluarganya namun lebih baik disampaikan secara tertutup
kepada pihak RS.X supaya memperbaiki sistem rujukan yang telah
dijalaninya.
Kesalahan kedua ialah ketika perawat melihat foto rontgen dan
langsung memvonis terjadinya kesalahan diagnosis. Dalam hal melakukan
diagnosis dan menyampaikan diagnosis tentu dokter yang bertugas yang
berwenang melakukan hal ini bukan perawat, walaupun perawat tersebut
lebih berpengalaman dari dokter yang bertugas, namun dalam hal ini yang
dilihat adalah wewenang, bukan kompetensi.
Secara umum hal ini telah tertulis dalam kode etik kedokteran
Indonesia dimana seorang dokter akan memperlakukan teman sejawatnya
sendiri sebagaimana dia ingin diperlakukan. Dalam kasus ini tentu dapat
diambil makna lebih luas dari kalimat tersebut, bukan hanya antara teman
sejawat dokter namun juga tenaga kesehatan lain bahkan antara institusi
kesehatan.
3. Tenaga Kesehatan Memahami dan Menjalankan Profesi Sesuai
Kompetensi dan Kewenangannya.
Penulis tertarik memilih kasus ini karena terdapat permasalahan
komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang terkait pula
terhadap keahlian dan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan
profesinya. Permasalahannya adalah perawat menyampaikan diagnosis
dari dokter yang merujuk berdasarkan rontgen pasien dan mengatakan
bahwa diagnosisnya salah serta kualitas rontgen tersebut tidak baik
sehingga meminta persetujuan pasien agar bersedia dilakukan pemeriksaan
rontgen ulang. Pasien memutuskan setuju untuk mengikuti anjuran
perawat tersebut.
Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu
konsep inti etika kedokteran saat ini. Pasien mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya.
Pasien harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau
pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan apa dampaknya jika
menunda keputusan. Oleh karena itu, diperlukan seorang yang
berkompetensi dan memiliki wewenang untuk menjelaskannya. Hal ini
sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan yaitu pasal
32 ayat 4 : “Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
tenaga kesehatan, baik itu dokter, perawat, maupun bidan harus memiliki
kompetensi sesuai profesinya dan melakukan tindakan medis sesuai
kewenangan yang melekat pada jabatan profesi. Pada kasus ini, seharusnya
dokter yang memiliki kompetensi dan wewenang untuk menyampaikan
diagnosis dan pemeriksaan penunjang kepada pasien.
B. Aplikasi Penyelesaian Masalah
1. Sistem Rujukan yang Bermasalah
Pada kenyataannya, sistem rujukan yang dipakai saat ini masih
banyak yang harus diubah. antara lain kurang dicantumkannya
pemeriksaan fisik khususnya vital sign. Selain itu, informasi tentang
pemberian terapi yang telah diberikan juga sangat penting, terutama waktu
pemberian terapi, karena hal ini akan mempengaruhi interaksi obat yang
akan diberikan bila efek samping obat sebelumnya masih ada.
Selain tentang isi dari surat rujukan yang kurang lengkap, dalam
kasus ini yang menjadi permasalah selanjutnya adalah tidak adanya
paramedis yang mendampingi pada saat pasien di rujuk ke RSMS.
Paramedis yang dimaksud dalah hal ini adalah perawat. Peran paramedis
adalah sebagai tenaga kesehatan yang mengetahui tentang kondisi pasien
pada saat pasien sebelum di rujuk ke RSMS. Hal ini bertujuan apabila ada
informasi yang tidak tercantum dalam surat rujukan dapat ditanyakan
kepada perawat pendamping tersebut tentang kondisi pasien sebelumnya.
2. Perawat RSUD Margono Menjelek-jelekkan RS.X di Depan Pasien dan
Keluarganya
Aplikasi nyata dalam kasus ini yang pertama harus dilakukan yaitu
semua tenaga kesehatan tidak boleh menjelek-jelekkan tenaga kesehatan
lain ataupun institusi kesehatan lain terutama di depan pasien dan
keluarganya walaupun tenaga kesehatan atau institusi kesehatan tersebut
melakukan kesalahan namun sebaiknya kritik dan saran dilakukan secara
tertutup antara kedua institusi kesehatan. Selain itu perlu ditekankan
mengenai tenaga kesehatan yang berhak menyampaikan hasil diagnosis
kepada pasien. Dalam hal ini tentu dokter yang berhak melakukannya,
bukan perawat.
3. Tenaga Kesehatan Memahami dan Menjalankan Profesi Sesuai
Kompetensi dan Kewenangannya.
a. Penulis harus memahami masalah kesehatan yang dialami pasien, yaitu
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang sesuai dengan kemampuan penulis.
b. Penulis akan memberi tahu pasien bahwa penulis telah memeriksa
pasien namun tidak berhak memberikan informasi secara detail tentang
penyakit yang diderita, lalu mengarahkan mereka agar berkonsultasi
kepada dokter.
c. Jika perawat telah memberikan penjelasan mengenai masalah pasien
kepada keluarga pasien seperti pada kasus di atas, penulis akan
memberitahukan bahwa hal yang telah dijelaskan oleh perawat hanya
dugaan, lalu menyarankan keluarga untuk langsung bertanya kepada
dokter yang bertanggung jawab.
d. Dokter memberikan informasi dan pengetahuan tentang kondisi pasien
sesuai dengan data medis yang ada dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh pasien
e. Dokter dapat mejelaskan tindak lanjut terhadap pasien.
C. Kesimpulan
Kesimpulan dari kasus permasalahan etik ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sistem rujukan harus lebih diperbaiki terutama isi dari surat rujukan yang
harus memuat segala informasi medik pasien dan pendampingan ketika
merujuk pasien.
2. Saling menghargai antar teman sejawat akan lebihmenjaga hubungan baik
antara institusi kesehatan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan secara umum.
3. Sebaiknya sebagai petugas kesehatan dalam melakukan pekerjaan yang
sesuai kompetensi dan kewenangannya saja agar pasien mendapatkan
pelayanan yang maksimal dari seseorang yang benar-benar berkompeten
dan berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Istiawan, R. 2011. Aspek Legal Praktek Mandiri Perawat. www.google.com
Pusat Studi KEdokteran Islam FK UMY. 2006. Panduan Etika Medis.
Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran Islam FK UMY.