sistem respirasi 1

24
Sistem Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta PENDAHULUAN Manusia membutuhkan oksigen untuk hidup, dimana oksigen digunakan untuk membantu proses metabolisme tubuh, dan sisa metabolisme berupa karbondioksida dimana harus dikeluarkan. Masuk dan keluarnya oksigen dan karbondioksida melalui proses difusi antar jaringan dan darah. Dalam proses pernapasan banyak organ-organ yang ikut dalam proses pernapasan. Pernapasan kita dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain: tekanan udara, tekanan atmosfir dan lainnya. Hal itu semua akan dibahas dalam makalah ini. 1. Hidung Hidung terdiri atas kerangka tulang dan tulang rawan yang dibungkus jaringan ikat dan kulit. Dibagi menjadi rongga hidung (cavum nasale) kiri dan kanan, dan septum hidung (septum nasale). Rongga hidung terbuka di anterior pada nares dan di posterior kedalam faring. Luas permukaannya diperbesar oleh tiga tonjolan mirip gulungan dari dinding lateral, yang disebut konka superior, media, dan inferior. Kulit yang menutupi hidung dilapisi rambut sangat halus, dengan kelenjar sebasea yang besar. Bagian 1

Upload: fitri-setioningsih

Post on 14-Apr-2016

14 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Respirasi 1

Sistem Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta

PENDAHULUAN

Manusia membutuhkan oksigen untuk hidup, dimana oksigen digunakan untuk

membantu proses metabolisme tubuh, dan sisa metabolisme berupa karbondioksida dimana

harus dikeluarkan. Masuk dan keluarnya oksigen dan karbondioksida melalui proses difusi

antar jaringan dan darah. Dalam proses pernapasan banyak organ-organ yang ikut dalam

proses pernapasan.

Pernapasan kita dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain: tekanan udara, tekanan

atmosfir dan lainnya. Hal itu semua akan dibahas dalam makalah ini.

1. Hidung

Hidung terdiri atas kerangka tulang dan tulang rawan yang dibungkus jaringan

ikat dan kulit. Dibagi menjadi rongga hidung (cavum nasale) kiri dan kanan, dan

septum hidung (septum nasale). Rongga hidung terbuka di anterior pada nares dan di

posterior kedalam faring. Luas permukaannya diperbesar oleh tiga tonjolan mirip

gulungan dari dinding lateral, yang disebut konka superior, media, dan inferior. Kulit

yang menutupi hidung dilapisi rambut sangat halus, dengan kelenjar sebasea yang

besar. Bagian dalam hidung dilapisi 4 jenis epitel. Epitel berlapis gepeng kulit

berlanjut ke dalam melalui nares ke dalam vestibulum, dimana sejumlah rambut kaku

dan besar menonjol ke saluran udara. Fungsi dari rambut tersebut untuk membantu

menahan partikel debu yang besar dalam udara yang dihirup. Beberapa milimeter ke

dalam vestibulum, epitel berlapis gepeng ini beralih menjadi epitel kolumnar atau

epitel kuboid tanpa silia. Kemudian berlanjut menjadi epitel bertingkat kolumnar

bersilia, yang menutupi sisa dari ringga hidung, kecuali daerah kecil di dinding dorsal,

yang dilapisi epitel olfaktoris sensoris. 1

Epitel hidung terdiri atas sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet, dan sel-sel

basofilik kecil pada dasar epitel, yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi

1

Page 2: Sistem Respirasi 1

penggantian jenis sel yang lebih berkembang. Pada manusia, jumlah sel goblet

berangsur bertambah dari anterior ke posterior. Selain mukus, epitel juga mensekresi

sedikit cairan yang membentuk lapisan diantara bantalan mukus dan permukaan

epitel. Silia melecut di dalam lapis cairan ini, mendorong mukus yang di atasnya ke

atas faring. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung kelenjar

submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propria juga

terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid. Di bawah epitel konka

inferior terdapat plexus vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan. 1

2. Epitel olfaktoria

Epitel olfaktria adalah epitel bertingkat tinggi dengan tebal sekitar 60µm.

terdiri dari 3 jenis sel yaitu sel sustentakular, sel basal, dan sel olfaktorius. Sel

olfaktrius adalah neuron bipolar, tersebar merata diantara sel-sel sustentakular. Inti

bulatnya menempati zona lebih rendah yang berasal dari sel-sel penyokong. Bagian

apikal sel menyempit menjadi juluran silindris halus, yang meluas ke ke atas

permukaan epitel sel, tempatnya berakhir dengan melebar, yang disebut bulbus

olfaktorius. Bulbus olfaktorius sedikit menonjol diatas permukaan sel-sel penyokong

sekitarnya dan mengandung badan-badan basal dari enam sampai delapan silia

olfaktoria yang memancar dari permukaan epitel. 1

Kelenjar bowman berperan agar epitel olfaktorius lembab dan sebagai pelarut

zat kimia dalam bentuk bau. Kelenjar bowman berada dibagian bawah epitel

olfaktoria. 1

3. Sinus paranasalis

Sinus paranasalis memiliki epitel bertingkat torak bersilia yang berisi sel

goblet. Terdapat lamina propria yang lebih tipis dari kavum nasi dan melekat pada

periosteum dibawahnya. Kelenjjar-kelenjar yang berada di sinus paranasalis

memproduksi mukos yang akan dialirkan ke kavum nasi oleeh gerakan silia-silia. 1

4. Trakea

Dinding trakea diperkuat oleh sederetan tulang rawan berbentuk C yang

mengelilingi bagian ventral dan lateralnya. Cincin trakea yang tidak utuh ini

dipisahkan oleh celah-celah yang dijembatani oleh jaringan ikat fibro-elastis. Susunan

2

Page 3: Sistem Respirasi 1

demikian memberi trakea keleluasan gerak yang besar, sedangkan cincin-cincin

tulang rawan memungkinkannnya menahan tekanan dari luar yang dapat menutup

jalan napas. Di luar tulang rawan terdapat lapisan jaringan ikat padat dengan banyak

serat elastin. Dinding posterior trakea tidak dilengkapi tulang rawan. Sebagai gantinya

terdapat pita tebal dari otot polos yang terorientasi melintang, yang ujung-ujungnya

berbaur dengan lapisan jaringan ikat padat di luar tulang rawan tadi. 1

Trakea dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia, dengan lamina basal sangat tebal.

Banyak sel goblet tersebar di dalam epitel. Pada mikrograf elektron, sel-sel bersilia

memiliki tepi yang bermikrovili, melalui mana terjulur silia ke dalam lumen.

Sitoplasma apikal banyak mengandung sejumlah mitokondria dan sebuah kompleks

golgi kecil. Retikulum endoplasmanya tidak luas dan terdapat relatif sedikit ribosom

bebas. Sel gobletnya tampak serupa dengan yang terdapat di epitel hidung dan

saluran cerna. Bagian apikalnya yang lebar dipenuhi granul musigen berdensitas

elektron rendah dan mereka cenderung menekan kompleks golgi di bawahnya.

Dibagian basal sel yang lebih sempit terdapat banyak sisterna dari retikulum

endoplasma kasar. 1

Sel sikat, lebih sedikit dari sel-sel bersilia dan sel goblet, adalah sel kolumnar

langsing dengan tepian lumen bermikrovili sepanjang 2µm. Filamen aktin di pusat

mikrovili terjulur ke bawah, memasuki sedikit sitoplasma apikal. Tidak ada granul

sekresi namun agregat glikogen kecil-kecil tersebar di sitoplasma. Fungsi sel sikat dan

hubungannya terhadap jenis sel lain dari epitel belum diketahui. Mereka dikatakan

sebagai sel goblet kosong atau tahap perantara dalam perkembangan sel basal untuk

menggantikan sel bersilia. Adanya ujung saraf intraepitel yang berhubungan

dengannya menjadi dasar spekulasi bahwa mereka dapat berfungsi sebagai reseptor

sensoris, namun tidak ada dukungan secara fisiologik. 1

Sel serosa memiliki granul apikal yang padat elektron dan diduga

menghasilkan sekret berviskositas lebih rendah daripada yang dari sel mukosa. 1

Sel basal piramidal kecil terselip diantara sel-sel kolumnar. Sel basal memiliki

sedikit organel dimana merupakan cadangan sel induk yang dapat berkembang dan

menggantikan sel-sel yang rusak. 1

5. Paru-paru

3

Page 4: Sistem Respirasi 1

Paru-paru ada sepasang, kiri dan kanan, paru-paru kanan memiliki 3 lobus,

dan paru-paru kiri 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura disusun oleh

jaringan ikat fibrosa dengan serat elastin dan kolagen dan sel fibroblas, yang dilapisi

oleh selapis mesotel. 1

6. Bronkus

Bronkus ada dua yaitu bronkus ekstrapulmonal dan bronkus intrapulmonal.

Bronkus ekstrapulmonal memiliki ciri seperti trakea tetapi diameternya lebih kecil.

Pada bronkus intrapulmonal, mukosa membentuk lipatan longitudinal. Epitel yang

dimiliki adalah epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet. Lamina proprianya

tersusun dari jaringan ikat jarang, serat elastis dan muskulus polos spiral, noduli

limfatisi, daan kelenjar bronkialis. Bentuknya sferis dan tulang rawan tidak beraturan.

Susunan muskulusnya seperti spiral.1

7. Bronkiolus

Bronkiolus memiliki diameter kira-kira 1mm. Tidak ada tulang rawan dalam

bronkiolus. Epitel yang ada adalah epitel selapis toraks bersilia. Lamina proprianya

tipis, banyak otot polos daripada jaringan ikat, ada serat elastin.1

Bronkiolus terminalis memiliki diameter 0,5 mm. Epitelnya adalah epitel

selapis toraks bersilia. Terdapat sel clara. Lamina propria yang dimiliki sangat tipis,

ada serat elastin. Lapisan luarnya tersusun dari serat kolagen, serat elastin, pembuluh

darah dan terdapat saraf. 1

Bronkiolus respiratorius merupakan bagian antara bagian konduksi dan bagian

respirasi. Ukurannya pendek sekitar 1-4mm dengan diameter 0,5 cm. Epitel yang

dimiliki adalah epitel selapis kubis. Terdapat sel klara diantara sel kubis. Lamina

proprianya tersusun dari serat kolagen, serat elastin, dan otot polos yang terputus-

putus.1

8. Duktus alveolaris

Memiliki dinding yang tipis dan sebagian besar terdiri dari alveoli. Dikelilingi

oleh sakus alveolaris. Pada bagiam mulut alveolus merupakan epitel selapis gepeng

atau sel alveolar tingkat 1. 1

4

Page 5: Sistem Respirasi 1

9. Sakus alveolaris

Sakus alveolaris adalah kantong yang dibentuk oleh beberapa alveolus.

Terdapat serat elastin dan serat retikulin yang melingkari muara sakus alveoli. Tidak

memiliki otot polos. 1

10. Alveolus

Alveolus adalah tempat pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida

antara udara dan darah. Di sekitar alveoli terdapat serat elastin yang melebar saat

inspirasi dan menciut saat ekspirasi, serat kolagen yang mencegah regangan

berlebihan. 1

Alveolus memiliki epitel selapis gepeng. Pada dinding alveolus terdapat

lubang-lubang kecil yang disebt stigma alveolaris. 1

11. Pneumonosit

Pneumonosit ada 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I memiliki inti gepeng.

Sitoplasmanya tipis, mengelilingi dinding alveol. Memiliki membrana basalis yang

memisahkan sel ini dengan sel endotel kapiler. 1

Pneumonosit tipe II, intinya kubis, sering menonjol ke lumen. Sitoplasmanya

mengandung multiamelar bodies, zat ini dilepas ke permukaan sel sebagai surfaktan.

Surfaktan berfungsi untuk menjaga agar permukaan alveoli tidak kolaps pada akhir

ekspirasi. 1

12. Struktur makroskopis

A. Rongga hidung dan nasal

1. Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini

tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar.

a. Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian

anterior septum adalah kartilago.

b. Naris (nostril) eksternal dibatasi oleh kartilago nasal.

1) Kartilago nasal lateral terletak di bawah jembatan hidung.

2) Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril.

c. Tulang hidung

5

Page 6: Sistem Respirasi 1

1) Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.

2) Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior

septum nasal.

3) Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan

palatinum.

4) Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform

tulang etmoid. Pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi

posterior dari tulang sfenoid.

5) Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior menonjol pada sisi

medial dinding lateral rongga nasal. Setiap konka dilapisi membran mukosa

(epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang berisi kelenjar pembuat mukus dan

banyak mengandung pembuluh darah.

6) Meatus superior, medial dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang

terletak di bawah konka.

d. Empat pasang sinus paranasal (frontal, cimoid. maksilar. dan sfenoid) adalah

kantong tertutup pada bagian frontal etmoid. maksilar. dan sfenoid. Sinus ini dilapisi

membran mukosa.

1) Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial. memberi area permukaan

tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang

masuk, memproduksi mukus, dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara.

2) Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus

kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada

posisi tegak, aliran mukus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama

pada kasus infeksi sinus.

3) Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus inferior.

2. Membran mukosa nasal

a. Struktur

1) Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang mengandung folikel rambut,

keringat, dan kelenjar sebasea. Merentang sampai vestibula yang terletak di

dalam nostril. Kulit di bagian dalam ini mengandung rambut (vibrissae) yang

berfungsi untuk menyaring partikel dari udara terhisap.

2) Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitelium respiratorik membentuk

mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya. Lapisan ini terdiri dari epitelium

6

Page 7: Sistem Respirasi 1

bersilia dengan sel goblet yang terletak pada lapisan jaringan ikat tervaskularisasi

dan terus memanjang untuk melapisi saluran pernapasan sampai ke bronkus.

b. Fungsi

1) Penyaringan partikel kecil. Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan

dan belakang dalam suatu lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu

perangkap untuk partikel yang kemudian akan disapu ke atas untuk ditelan,

dibatukkan, atau dibersinkan keluar.

2) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan

dilembabkan melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh

radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya.

3) Resepsi odor. Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di

bawah lempeng kribriform. mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami

spesialisasi untuk indera penciuman. 2

A. Faring adalah tabung muskular berukuran 12.5 cm yang merentang dari bagian dasar

tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring. orofaring, dan

laringofaring.

1. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal

melalui dua nares internal (koana).

a. Dua tuba Eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah.

Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang

telinga.

b. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di

dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara. 2

2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular. Suatu perpanjangan

palatum keras tulang.

a. Uvula (“anggur kecil”) adalah prosesus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari

bagian tengah tepi bawah palatum lunak.

b. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.

3. Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk

sistem resplratorik selanjutnya. 2

B. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek

berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago; tiga berpasangan

dan tiga tidak berpasangan.

7

Page 8: Sistem Respirasi 1

1. Kartilago tidak berpasangan

a. Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya

berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang

disekresi saat pubertas.

b. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di

bawah kartilago tiroid.

c. Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago

tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk

mencegah masuknya makanan dan cairan. 2

2. Kartilago berpasangan

a. Kartilago aritenoid terletak di alas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini

melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epltelium skuamosa

bertingkat.

b. Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.

c. Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan

lunak. 2

3. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring.

a. Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak

berfungsi saat produksi suara.

b. Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid

dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini

adalah glotis.

1) Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring, dan

glotis berbentuk triangular.

2) Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glotis membentuk

celah sempit.

3) Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan

derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara. 2

C. Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm

serta terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba Ini merentang dari laring pada

area vertebra serviks keenam sampai area verte-bra toraks kelima tempatnya membelah

menjadi dua bronkus utama.

8

Page 9: Sistem Respirasi 1

1. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C.

Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan Ikat dan otot sehingga

memungkinkan ekspansi esofagus.

2. Trakea dilapisi epltelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersllia) yang

mengandung banyak sel goblet.2

D. Percabangan bronkus

1. Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus

dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke

kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam

bronkus kanan.

2. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder

dan tertier dengan diameter yang semakin mengecil. Saat tuba semakin menyempit,

batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago

3. Bronki disebut ekstrapulmonar sampai masuk paru-paru, setelah itu disebut

intrapulmonar

4. struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronkial yang selanjutnya:

bronki, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, sakus

alveolar dan alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus, silia tetap ada sampai

bronkiolus respiratorik terkecil. 2

E. Paru – paru

1. Paru–paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak

dalam rongga toraks.

a. Paru kanan memiliki tiga logus, paru kiri memiliki dua lobus.

b. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah

permukaan diafragmatik terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal

yang terletak terpisah dari paru lain oleh mediastinum dan permukaan kosatal

terletak diatas kerangka iga.

c. Permukaan mediastinal memiliki hilus, tempat masuk dan keluarnya pembuluh

darah bronki, pulmonar, dan bronkial dari paru. 2

2. Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.

a. pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).

b. pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian

bawah paru.

9

Page 10: Sistem Respirasi 1

c. rongga pleura adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral yang

mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel–sel pleural

sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan agak

negatif dibandingkan tekana atmosfer.

d. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini

muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat

bernapas, paru-paru bergerak keluar masuk area ini.

1) Resesus pleura kostomediastinal terletak ditepi anterior kedua sisi pleeura, tempat

pleura parietal berkelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum.

2) Resesus pleura kostodiagfragmatik terletak di tepi posterior kedua sisi pleura di

antara diagfragma dan permukaan kostal internal toraks.2

13. Mekanisme pernapasan

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas karena berpindah

mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara

bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Tiga tekanan yang

berperan penting dalam ventilasi:

1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di

atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini

sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan

ketinggian di atas permukaan laut karena lapisan-lapisan udara di atas permukaan bumi

juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan minor tekanan atmosfer

karena perubahan kondisi cuaca.

2. Tekanan intra-alveolus atau tekanan intraparu adalah tekana di dalam alveolus. Karena

alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat

mengalir menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari

tekanan atmosfer; udara terus mengalir sampai tekanan seimbang (ekuilibrium).

3. Tekanan intrapleura atau tekanan intrathoraks adalah tekanan di dalam kantung

intrapleura, ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura

biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer, ±756 mmHg saat istirahat. Tekanan

intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer atau tekanan intra-

alveolus karena tidak ada komunikasi langsung antara rongga pleura dan atmosfer atau

10

Page 11: Sistem Respirasi 1

paru. Karena kantugn pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang, maka udara

tidak dapat masuk atau keluar.3

Tekanan intra-alveolus, yang menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer

pada 760 mmHg, lebih besar dari tekanan intrapleura yang 756 mmHg, sehingga

tekanan yang menekan keluar dinding paru lebih besar dari tekanan yang mendorong ke

dalam. Perbedaan netto tekanan ke arah luar ini, gradien tekanan transmural,

mendorong paru keluar, meregangkan, atau menyebabkan distensi paru. Karena gradien

tekanan ini maka paru selalu dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks.3

Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan dalam keadaan lemas, tidak ada

udara yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot

inspirasi utama adalah diafragma dan otot interkostal external. Diafragma adalah suatu

lembaran otot rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan disarafi oleh saraf

frenikus. Diafragma dalam keadaan lemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke

dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi, diafragma turun dan memperbesar volume

rongga thoraks. Dinding abdomen jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi

karena diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan. Tujuh

puluh lima persen pembesaran rongga thoraks sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh

kontraksi diafragma.3

Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga. Otot interkostal eksternal terletak

di atas otot interkostal internal. Kontraksi otot interkostal eksternal, yang serat-seratnya

berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan, memperbesar rongga

thoraks dalam dimensi lateral dan antero-posterior.3

Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus

sama dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk dan keluar

paru. Sewaktu rongga thoraks membesar, paru juga dipaksa mengembang untuk

mengisi rongga thoraks yang lebih besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intra-

alveolar turun karena jumlah molekul udara yang sama kini menempati volume paru

yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun 1 mmHg

menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolar sekarang lebih rendah daripada

tekanan atmosfer maka udara mengalir ke dalam paru mengikuti penurunan tekanan

gradien dari tekanan tinggi ke rendah. Udara terus masuk ke paru sampai tidak ada lagi

gradien. Karena itu, ekspannsi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru;

11

Page 12: Sistem Respirasi 1

udara mengalir ke dalam paru karena menurunnya tekanan intra-elveolus yang

ditimbulkan oleh ekspansmi paru.3

Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi

aslinya yang seeprti kubah. Ketika otot interkostall eksternal melemas, sangkar iga

yang sebelumnya terangkat, turun karena gravitasi. Tanpa gaya-gaya yang dapat

menyebabkan ekspansi dinding dada maka dinding dada dan paru yang semula teregang

mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat elastiknya. Sewaktu paru

kembali mengecil, tekanan intra-alveolus meningkat karena jumlah molekul udara yang

lebih banyak yang semula terkandung dalam volume paru yang besar pada akhir

inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil.3

14. Transpor O2 dan CO2

Kadar O2 dalam atmosfer kira-kira 160 mmHg dan tekanan CO2 hanya 0,23

mmHg tekanan atmosfer berbeda dengan tekanan di paru karena bertabrakan denga

udara sebelumnya di ruang rugi pernafasan. Tekanan ini lebih besar daripada tekanan

di arteri pulmonalis yang hanya berkisar 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O2

berpindah dari paru ke dalam kapiler darah. Tekanan O2 dalam pembuluh darah vena

pulmonalis meningkat setelah terjadi difusi menjadi kira-kira 100 mmHg. Tekanan ini

masih lebih besar daripada tekanan O2 di jaringan sehingga O2 kembali berdifusi ke

dalam jaringan. Masuknya O2 ke jaringan menyebabkan tekanannya di darah

berkurang lagi dan kembali menjadi 40 mmHg.3

Selama terjadinya pertukaran O2, gas CO2 juga ikut berpindah hal ini

dikarenakan tekanan CO2 dalam jaringan lebih besar karena merupakan hasil dari

metabolisme dan respirasi selular. CO2 yang berlebihan ini masuk ke darah dan

diangkut sampai ke paru dimana tekanan CO2 ini lebih kecil di paru sehingga gas

karbon dioksida tersebut berpindah ke paru. Maka transport O2 dan CO2 dapat

berlangsung karena adanya sifat gas yang dapat berdifusi. 3

12

Page 13: Sistem Respirasi 1

Gambar 5. Transport O2 dan CO2.3

Proses pertukaran ini dapat dilihat lebih jauh jika ditinjau secara kimiawinya.

Untuk eingkatnya dapat dilihat di gambar dibawah ini. 3

Gambar 6. Cara transport O2 dan CO2. 3

13

Page 14: Sistem Respirasi 1

Dari gambar tersebut dapat diuraikan beberapa hal. Transport CO2 secara

umum dapat diangkut melalui 3 cara yaitu larut karena fisik, berikatan dengan protein

Hb (karbamino hemoglobin), dan berpindah sebagai ion bikarbonat. Akan tetapi

transport CO2 paling banyak melalui ion bikarbonat (HCO3). Hemoglobin hanya

terdapat dalam darah begitu juga enzim karbamuni anhidrasi sehingga perpindahan

lebih cepat dilakukan di dalam sel darah merah daripada di plasma. 3

15. Volume paru

Volume paru ada 4 dimana bila dijumlahkan akan sama dengan volume maksimal

paru yang mengembang. Volume tersebut adalah:

1. Volum alun napas (tidal) adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi

setiap kali bernapas noral; besarnya kira-kira 500mL pada rata-rata orang dewasa

muda. 4

2. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi

stelah dan diatas volume alun napas normal; dan biasanya mencapai 3000mL. 4

3. Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekspirasi

oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun napas normal; jumlah normalnya

adalah 1100mL. 4

4. Volume rsidu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah

ekspirasi paling kuat. Volume ini kira-kira 1200 mL. 4

16. Kapasitas paru

Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, memerlukan dua atau lebih

volume paru. Kombinasi tersebut disebut kapasitas paru.

1. Kapasitas inspirasi sama dengan volume alun napas ditambah volume cadangan

inspirasi. Ini adalah jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada

tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum. 4

14

Page 15: Sistem Respirasi 1

2. Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah

volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir

ekspirasi normal. 4

3. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun

napas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang

dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara

maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya. 4

4. Kapasitas paru total adalah volume maksimal dimana paru dapat dikembangkan

sebesar mungkin dengan inspirasi paksa; jumlah ini sama dengan kapasitas vital

ditambah volume residu.4

17. Pengaruh peningkatan keasaman

Peningkatan keasaman menggeser kurva ke kanan. Karena CO2 menghasilkan

asam karbonat (H2CO3), darah menjadi lebih asam di tingkat kapiler sistemik karena

menyerap CO2 dari jaringan. Penurunan afinitas Hb terhadap O2 akibat peningkatan

keasaman membantu meningkatkan jumlah O2 yang dibebaskan di tingkat jatingan

pada pO2 tertentu. Pada sel-sel yang aktif melakukan metabolisme, misalnya otot yang

sedang bekerja, tidak saja CO2 penghasil asam yang diproduksi, tetapi juga asam

laktat jika sel-sel tersebut menggunakan metabolisme anaerob. Akibatnya terjadi

peningkatan lokal asam di otot tersebut selanjutnya mempermudah pembebasan O2 di

jaringan yang sangat membutuhkan O2 tersebut. Pengaruh CO2 dan asam pada

pembebasan O2 dari Hb dikenal sebagai efek Bohr. Baik CO2 maupun komponen ion

hidrogen (H+) asam mampu berikatan secara reversible dengan Hb pada tempat di

luar tempat ikatan O2. Hasilnya adalah perubahan struktur molekul Hb yang

menurunkan aftinitasmya terhadap O2.5

KESIMPULAN

Tekanan yang ada di atmosfer mempengaruhi proses pernapasan. Perbedaan tekanan yang

ada di luar dan di dalam tubuh menyebabkan tubuh kekurangan O2 sehingga CO2 yang

memproduksi asam banyak dikeluarkan menyababkan terjadinya alkalosis. Semakin tinggi

permukaan di atas laut semakin rendah tekanan pO2 arteri sehingga hipotesis dapat diterima.

15

Page 16: Sistem Respirasi 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC; 2002. p. 629-49.

2. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi. Jakarta: ECG, 2009.h.5-45.

3. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta: EGC; 2011. p. 502-

46.

4. Ward JPT, Clarke RW. At a glace fisiologi. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama; 2007.

p. 604-5.

5. Poedjiadi Anna. Dasar-dasar biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia. h.227-8.

16