sistem pengupahan outsourcing pada pt. permata...
TRANSCRIPT
SISTEM PENGUPAHAN OUTSOURCING PADA PT. PERMATA
INDONESIA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Oleh:
Rudi Sugiarto 107046101959
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2010
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur selayaknya hanya kita panjatkan kehadirat Rabb Semesta
Alam, sumber segala ilmu pengetahuan, Allah SWT, atas segala limpahan karunia
dan rahmatnya yang tak terkira, serta atas segala ilmu dan hidayah kepada penulis,
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Sistem
Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia Perspektif Ekonomi
Islam”
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi dan Rasul Muhammad
SAW, beserta segenap keluarga, sahabat dan bahkan seluruh umatnya yang
senantiasa mengikuti ajarannya.
Dibalik terselesaikannya skripsi ini, tentunya tidak lepas berkat pertolongan
Allah SWT yang juga diberikan melalui hamba-hambanya yang Insya Allah akan
mendapat ganjaran yang lebih utama dari-Nya, penulis hanya mampu mengucapkan
banyak-banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH, selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalat Ekonomi
v
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA, selaku dosen pembimbing atas segenap
waktu, arahan, motivasi dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga
akhir penulisan skripsi ini
4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
5. Segenap pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanannya dalam
melengkapi literatur penelitian.
6. Segenap pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khusnya kepada Bapak H.
Abdullah Hamri, S.Ag, Bapak. Muhammad Zuhri, S.IP, Mas Farhan Mustafa,
SEI dan Iis Mulyadi atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.
7. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, yang paling berjasa dan memiliki
pengaruh besar dalam proses kehidupan penulis. Dorongan berupa semangat
yang tertuang melalui doa, daya dan upaya selalu dicurahkan untuk penulis
8. Buat adik-adik saya tercinta, terimakasih atas doa dan sarannya. Semoga adik-
adiku menjadi anak yang solehah serta menjadi anak yang berbakti kepada
orang tua, agama dan negara.
vi
vii
9. Kepada pihak PT. Permata Indonesia, khususnya kepada Ibu Betty Mariyani
dan Bpk. Slamet selaku pendamping lapangan yang dengan sangat ramah telah
membantu penulis dalam pengumpulan data
10. Kepada ustad Hamdan yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan demi
terselesaikannya skripsi ini beserta temen-temen liqo, yaitu Adi Nugroho (FST),
Aip Hadifahma (FSH), Debi Agustinus/Deas (Psi), Ahmad Subri (FST), Ichsan
Rahman (FST), Zikri Ramadhan (FST), Abdul Salam (FEIS), Fajar Lahmudin
(FST) dan Musthofa (FITK) yang senantiasa menyemangati penulis.
11. Kepada Indra Azhar Liqoh, S.E. Sy yang telah membantu penulis dalam
mencarikan objek penelitian
12. Buat sahabat-sahabatku yang baik jurusan muamalah khususnya kelas PS D
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, semoga persahabatan kita terus
terjalin sampai akhir nanti.
Akhir kata, penulis sadar tentu banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan
pada skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritiknya dari semua pihak
yang membaca skripsi ini karena hanya Tuhanlah yang Maha Benar dan Maha
Sempurna. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal
‘alamin.
Ciputat, Syawal 1431 H September 2010 M
RUDI SUGIARTO
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah 1
B. Identifikasi masalah 4
C. Pembatasan dan Perumusan masalah 5
D. Tujuan dan Manfaat penelitian 5
E. Review Studi Terdahulu 6
F. Objek penelitian 9
G. Metode penelitian 9
H. Sistematika penulisan 11
BAB II UPAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Pengertian upah perspektif ekonomi Islam 13
B. Landasan hukum upah perspektif ekonomi Islam 15
C. Rukun dan syarat upah (Ujrah) 18
viii
ix
D. Berakhirnya akad Ujrah 20
E. Perbedaan tingkat upah 21
F. Hikmah Upah (Ujrah) 29
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN OUTSOURCING PT.
PERMATA INDONESIA
A. Sekilas tentang outsourcing 34
B. Gambaran umum PT. Permata Indonesia 51
C. Perjanjian Kerja Outsourcing pada PT. Permata Indonesia 59
D. Praktek Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia 68
BAB IV ANALISIS PENGUPAHAN OUTSOURCING PADA PT. PERMATA
INDONESIA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Kontrak Tenaga Kerja (Ijarah) Dalam Perspektif Ekonomi Islam 71
B. Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Praktek Pengupahan PT. Permata
Indonesia 84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 87
B. Saran-saran 88
2
Untuk memenuhi kebutuhan SDM tersebut, maka perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja memanfaatkan lembaga outsourcing untuk merekrut
para tenaga kerja outsourcing.
Dalam pelaksanaannya, tenaga kerja outsourcing yang ditempatkan di
perusahaan pengguna jasa outsourcing secara aturan kerja dan disiplin kerja
harus mengikuti ketentuan yang berlaku di perusahaan dimana mereka
ditempatkan. Sehingga perusahaan pengguna jasa outsourcing tidak
bertanggung jawab terhadap kondisi buruh yang bekerja di perusahaannya.2
Hak yang diterima para pekerja outsourcing di perusahaan tempat mereka
bekerja tidak setara seperti yang diterima para pekerja tetap di perusahaan
tersebut. Padahal dalam bekerja mereka dituntut untuk melakukan hal yang
sama dengan pekerja tetap. Para pekerja outsourcing selalu kalah ketika
menghadapi perselisihan dengan perusahaan pengguna jasa. Sehingga kebijakan
dalam memahami hak pekerja outsourcing tampaknya belum terpenuhi.3
Kondisi ini diperparah oleh kapitalis global yang tanpa ampun dengan
jargon-jargon produktivitas, efisiensi dan kompetisinya mengharuskan mau
tidak mau agar sebuah perusahaan berkompetisi harus memiliki buruh dengan
2 Gindo N, “Praktek Outsourching Semakin Menggila”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009
dari http://kpsmedan.org/index.php?option=com.
3 Zanikhan, “Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-Hak Kerja”, artikel di akses pada 16 oktober 2009 pada http://zanikhan.multiply.com/profile.
3
upah murah.4 Para tenaga kerja (buruh) tidak mendapat perlakuan dan porsi
yang layak sebagai manusia yang bermartabat dalam proses produksi dan
dinamika perekonomian. Mereka hanya dipandang sebagai alat produksi yang
hampir-hampir tak jauh berbeda dengan mesin produksi lainnya.5 Ketika para
buruh hanya memiliki sumber pendapatan berupa gaji (upah), maka pencapaian
kesejahteraan bergantung pada kemampuan gaji dalam memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya, jumlah gaji relatif tetap, sementara
itu kebutuhan hidup selalu bertambah (adanya bencana, sakit, sekolah, tambah
anak, harga barang naik, listrik, telepon, biaya transportasi, dan lain-lain.). Hal
ini menyebabkan kualitas kesejahteraan rakyat (termasuk buruh) semakin
rendah.6 Ironis memang, disatu sisi perusahaan butuh SDM yang berkualitas
dan yang mempunyai etos kerja tinggi namun disisi lain mereka tidak
menghargai para pekerja.
Padahal Islam sangat memperhatikan nasib tenaga kerja (buruh).
Perhatikanlah bagaimana Islam menjadikannya sebagai kekasih Allah. Suatu
ketika, seorang buruh dari kalangan Anshar lewat dihadapan Rosululloh saw.
Lalu beliau saw melihat tangannya yang kasar, dan bertanya, “Apa ini yang
terjadi dengan tanganmu?” Ia menjawab, “Ini bekas sekop yang kugunakan
4 Anjar Priandoyo, ”Delapan Pertanyaan Tentang Outsourcing (tenaga kerja)”, artikel di akses pada 16 oktober 2009 pada http://priandoyo.wordpress.com
5 Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering (Jakarta: Persaudaraan Pekerja
Muslim Indonesia (PPMI), 2000), h.11. 6 Wisnu Sudibjo, “Syariat Islam Dalam Persoalan Tenaga Kerja” artikel diakses pada 16
oktober 2009 dari http://wisnusudibjo.wordpress.com
4
untuk bekerja dan menafkahi keluargaku.” Spontan Rasulullah saw menggamit
tangan buruh itu, menciumnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di hadapan
para sahabat beliau, sambil berkata, “Inilah tangan yang dicintai Allah!” Dalam
riwayat lain, beliau saw berkata, “Inilah tangan yang tidak akan disentuh api
neraka!”.7 Kisah tersebut menggambarkan bahwa Islam begitu menghargai dan
mengangkat derajat para tenaga kerja (buruh).
Masalah tenaga kerja (buruh) memang suatu masalah yang sangat kompleks
dan sangat urgen yang mesti dapat perhatian khusus, karena maju mundurnya
bisnis (perusahaan) pada khususnya dan perekonomian pada umumnya tidak
lepas dari peran para tenaga kerja (sumber daya manusia). Oleh sebab itu,
penulis mengangkatnya menjadi sebuah judul skripsi: Sistem Pengupahan
Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi
Islam.
B. Identifikasi Masalah
Istilah outsourcing belakangan ini memang sering diperbincangkan oleh
berbagai kalangan, khususnya kaum buruh (tenaga kerja) yang menolaknya
dengan anggapan outsourcing merupakan wujud dari pengingkaran serta
penghilangan hak-hak dasar pekerja seperti hak dalam gaji (upah), perlindungan
kesehatan, perlindungan ekonomi serta perlindungan keselamatan kerja.
7 Baqir Sharif Qarashi, Hak dan Peran Pekerja Dalam Islam (Jakarta: Al-Huda, 2007), h. 235.
5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini pembahasan masalah dibatasi pada sistem pengupahan
outsourcing pada PT. Permata Indonesia dalam perspektif ekonomi Islam. Dari
batasan masalah tersebut, penulis membagi tiga pokok bahasan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sistem pengupahan dalam ekonomi Islam?
2. Bagaimana sistem pengupahan outsourcing di PT. Permata Indonesia?
3. Bagaimanakah pandangan ekonomi Islam terhadap praktek pengupahan
outsourcing di PT. Permata Indonesia?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Mengetahui dan menjelaskan mengenai sistem pengupahan dalam
ekonomi Islam
b. Mengetahui dan menjelaskan sistem pengupahan outsourcing yang
diterapkan oleh PT. Permata Indonesia
c. Mengetahui dan menjelaskan pandangan ekonomi Islam terhadap sistem
pengupahan outsourcing pada PT. Permata Indonesia
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan pencerahan
dan daya guna bagi pihak-pihak yang berkaitan, yakni sebagai berikut:
6
a. Bagi Mahasiswa
Menambah khasanah keilmuan demi meningkatkan kompetensi diri,
kecerdasan intelektual dan emosional serta mengetahui terkait sistem
pengupahan dalam praktek outsourcing.
b. Bagi Institusi
Memberikan sumbangan wacana pemikiran serta motivasi kepada
pemerintah maupun lembaga yang terkait khususnya pada lembaga
outsourcing PT. Permata Indonesia agar dapat menerapkan sistem
pengupahan yang sesuai dengan aturan Islam.
c. Bagi Pihak Lain
Penulis berharap dengan adanya penulisan skripsi ini, dapat
memperkaya wawasan dan wacana dalam ekonomi Islam bagi
masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai sumbang saran dan
masukan bagi lembaga-lembaga penyedia jasa layanan outsourcing
dalam menetapkan upah yang adil dan layak sehingga tidak ada unsur
kedzaliman.
E. Review Studi Terdahulu
Penelitian yang mengkaji masalah outsourcing belum begitu banyak. Seperti
halnya penelitian yang dilakukan oleh Moch. Syafi’i, mahasiswa Fakultas
Syari’ah dan Hukum jurusan perbankan syari’ah tahun 2008, membahas tentang
7
“Outsourcing Tenaga Kerja Ditinjau Dari Perspektif Ijarah”. Permasalahan
yang dibahas dalam penelitiannya adalah:
1. Mengapa perusahaan sekarang menggunakan outsourcing?
2. Bagaimana hak-hak karyawan pada outsourcing?
3. Bagaimana bentuk kerjasama perusahaan outsourcing dengan perusahaan
pengguna jasa serta karyawan ditinjau dari perspektif Ijarah?
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan jenis data kualitatif. Data primernya adalah buku yang ditulis
oleh DR. Richardus Eko Indrajit dan Drs. Richardus Djokopranoto yang
berjudul proses bisnis outsourcing, Undang-Undang Dasar 1945, Al-Quran dan
Hadis sebagai dasar Ijarah. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa:
1. Alasan utama perusahaan melakukan outsourcing adalah untuk
memperkecil biaya produksi. Dengan biaya produksi yang semakin kecil
maka keuntungan akan menjadi lebih banyak. Alasan selanjutnya adalah
untuk meningkatkan fokus perusahaan yakni dengan memusatkan diri pada
masalah dan strategi utama perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan
mampu meningkatkan kompetensi utamanya, sebab hal-hal yang kecil yang
sering kali menghabiskan waktu dan manajer telah dialihkan pada
perusahaan yang lebih kompeten mengatasinya.
2. Hak-hak yang hendaknya diperoleh oleh karyawan adalah hak dalam gaji,
perlindungan kesehatan, perlindungan ekonomi serta perlindungan
keselamatan kerja. Namun pada outsourcing disebabkan berdasarkan upah
8
minimum dengan standar yang rendah dan untuk perlindungan terhadap
karyawan banyak yang dikurangi bahkan karyawan outsorcing ketika di
PHK tidak mendapatkan uang pesangon. Alasannya karena karyawan
tersebut bukan karyawan tetap dan jangka waktu kerjanya adalah maksimal
dua tahun waktu kerja, yang akhirnya banyak sekali para karyawan yang
mendapat PHK tanpa ada perlindungan ekonomi secara utuh.
3. Sistem kerja sama pada outsourcing bisa digambarkan seperti Ijarah
parallel. Sebab ibaratnya perusahaan pengguna menyewa tenaga kerja dari
persahaan outsourcing. Sementara itu perusahaan outsourcing membayar
karyawan untuk bekerja pada perusahaan pengguna jasa outsourcing. Bisa
dikatakan bahwa sistem ini bentuknya adalah Ijarah, yang objeknya adalah
manfaat dan manusia. Manfaat dari manusia jika merujuk pada konsep
Ijarah maka manusia atau karyawan itu adalah milik perusahaan
outsourcing.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih fokus pada
sistem pengupahan outsourcing dalam prakteknya di lapangan dengan
menggunakan pandangan sistem pengupahan dalam ekonomi Islam. dalam
penelitian ini, penulis mengambil studi kasus di PT. Permata Indonesia. Analisis
yang digunakan adalah analisis deskriptif. Adapun tujuan diadakannya
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan sistem pengupahan
yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia terhadap para tenaga kerja
outsourcing.
9
F. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah PT. Permata Indonesia
yang bertempat di Ruko Permata Plaza Blok B 1- 4 Jl. Raya kebayoran lama
No. 225 Jakarta
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Penelitian pustaka (library researceh), dalam hal ini penulis mengkaji
dan mempelajari berbagai bahan berupa buku seperti buku yang ditulis
oleh Ibtida Yasar yang berjudul Merancang Perjanjian Kerja
Outsourcing, surat kabar, hasil penelitian sebelumnya dan beberapa
artikel dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hal ini
dilakukan untuk mendapat informasi dan landasan pemikiran secara
teoritis.
b. Penelitian lapangan (field researceh), dalam hal ini penulis melakukan
penelitian langsung ke lapangan untuk mendapatkan data-data terkait
praktek pengupahan outsourcing pada PT. Permata Indonesia
2. Jenis Sumber data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber
data, yaitu:
10
a. Data primer, merupakan data dalam bentuk hasil rekaman wawancara
maupun bentuk lainnya yang diperoleh secara langsung dengan orang
atau pihak yang terkait, dalam hal ini PT. Permata Indonesia
b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari literature-literatur
kepustakaan seperti jurnal, makalah, paper, buku-buku, serta sumber
lainnya seperti surat kabar dan majalah yang berkaitan dengan topik
penelitian.
3. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini dibutuhkan adalah data deskriptif kualitatif, maka
dalam menganalisis data peneliti menggunakan analisis deskriptif evaluatif,
untuk menggambarkan dan mengevaluasi tentang sistem upah karyawan
outsourcing di PT. Permata Indonesia ditinjau menurut Hukum Islam secara
objektif, kemudian ditarik suatu kesimpulan sehingga membentuk suatu
karya tulis yang mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan diharapkan
setiap fakta yang ada bisa diterima secara logis dan secara ilmiah.
4. Pedoman Penulisan Laporan
Teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
11
H. Sistematika Penulisan
Dalam membahas skripsi ini penulis membagi kedalam lima bab. Maka dari
itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I, PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait latar belakang
masalah, identifikasi masalah, selanjutnya pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) studi
terdahulu, objek penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II, UPAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan pengertian
upah perspektif ekonomi Islam, landasan hukum upah perspektif
ekonomi Islam, rukun dan syarat upah (Ujrah), berakhirnya akad
Ujrah, Perbedaan tingkat upah, hikmah sewa/upah (Ujrah)
BAB III, GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN OUTSOURCING PT.
PERMATA INDONESIA
Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan sekilas
tentang outsourcing dan gambaran umum PT. Permata Indonesia,
Perjanjian Kerja Outsourcing pada PT. Permata Indonesia dan Praktek
Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia
12
BAB IV, ANALISIS PRAKTEK PENGUPAHAN OUTSOURCING PT.
PERMATA INDONESIA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Berisi tentang analisis sistem kontrak tenaga kerja dalam perspektif
ekonomi Islam dan praktek pengupahan PT. Permata Indonesia
perspektif ekonomi Islam
BAB V, PENUTUP
Dalam bab terakhir ini penulis membuat kesimpulan dari uraian-uraian
juga penjelasan yang sudah disajikan pada bab-bab terdahulu dan
selanjutnya memberikan saran-saran yang dapat penulis sampaikan
yang sekiranya berguna dan bermanfaat bagi para pembaca dan kepada
PT. Permata Indonesia.
14
Dalam kitab-kitab fiqh kata ujrah selalu diartikan sebagai sewa menyewa.
Sebenarnya antara sewa dan upah mempunyai perbedaan makna operasional,
sewa biasanya digunakan untuk benda, seperti, seorang mahasiswa menyewa
kamar untuk tempat tinggal selama kuliah, sedangkan upah digunakan untuk
tenaga, seperti, para karyawan kerja di pabrik dibayar gajinya (upahnya) satu
kali dalam seminggu. Di Indonesia kata ujrah sendiri lebih dikenal dengan
istilah upah, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa yang
dimaksud dengan upah ialah uang dan lain sebagainya yang dibayarkan sebagai
pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk
mengerjakan sesuatu.4 Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan pula bahwa
yang dimaksud dengan upah ialah pembayaran yang diterima oleh buruh untuk
jasa-jasa yang telah diberikannya.5 Menurut pernyataan Professor Benham
sebagaimana yang dikutif dalam bukunya Afzalurrahman: upah dapat
didefinisikan dengan sejumlah uang yang dibayar oleh orang yang memberi
pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai perjanjian.6
Sedangkan menurut terminologi para ulama berbeda-beda dalam
memberikan definisi walaupun memiliki makna yang saling berdekatan.7 Ulama
Mazhab Hanafiyah, mendefinisikan ijarah sebagai transaksi terhadap suatu
4 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet 1, h. 994 5 Hasan Syadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1984), cet 6, h. 3718 6 Afzalurrahman, Doktrin EkonomiIislam Jilid 2, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 361 7 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet 1., h. 120
15
manfaat dengan imbalan”. Ulama Mazhab Syafi’i mendefisinikannya dengan
”Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat bisa dimanfaatkan
dengan suatu imbalan tertentu”. Sedangkan Ulama Mazhab Maliki dan Hanbali
mendefisinikannya dengan, ”Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan
dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.”8
Manfaat yang dimaksud dalam pengertian ijarah di atas memilki beberapa
penjelasan. Manfaat terkadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah untuk
ditempati atau mobil untuk dikendarai, terkadang berbentuk karya, seperti karya
seorang insinyur, tukang tenun, tukang pewarna, penjahit dan binatu. Juga
terkadang berbentuk sebagai kerja pribadi seseorang yang mencurahkan tenaga
seperti buruh dan para pekerja.9
B. Landasan Hukum Upah Perspektif Ekonomi Islam
Para Ulama fiqh mengatakan bahwa yang menjadikan dasar-dasar hukum
atau rujukan ujrah adalah Al-Quran, Al-Sunnah dan Ijma.
1. Dasar hukum ujrah dalam Al-Quran adalah:
a. Firman Allah,
8 M. Ali Hasan, Berbagai Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), cet ke II, h. 227-228 9 Sayyid Sabiq, Fikh Sunah, Alih Bahasa oleh H. Kamaluddin A. Marjuki, h. 15
16
/ ٦٥ : ٦) االطالق(Artinya:
“Jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya”. (QS. At-Thalaq/ 65 : 6)
b. Firman Allah,
١٨: ٧٧ ) / الكهف(
Artinya :
“Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 77)
c. Firman Allah,
⌧
☺
) البقرة ( ٢ : ٢٣٣ /
Artinya:
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut”. (QS. Al-Baqarah/ 2 : 233)
2. Dasar hukum ujrah dalam Al-Sunnah
a. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas
17
رواه البخاري( إحتجم و اعطى الحجام أجره :عن ابن عباس قال
) و مسلمArtinya:
“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Hadis Riwayat Ibnu Majah
)ماجةرواه بن (أعطوا الأجير أجره قبل أن يجف عرقهArtinya:
“Berikanlah upah kepada orang yang dipakai tenaganya sebelum kering keringatnya”. (HR. Ibnu Majah)
c. Hadis Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
آنا نكرى األرض بما على السواقى من الزرع فنهى رسول اهللا
. ورق اهللا عليه وسلم عن ذالك وأمرنا ان نكريها بذهب او صل
)رواه أحمد وأبو داود والنساءى(Artinya:
“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh. Lalu rosulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).
3. Dasar hukum ujrah dalam Ijma
Mengenai disyari’atkannya ijarah, para Sahabat dan Tabi’in, semua
mereka telah membolehkan ijarah. Selain itu pula, ada yang mengatakan
bahwa ijma’ ulama perkara ijarah kembali kepada nash Al-Quran dan
18
sunnah Nabi yang suci. Semua ulama bersepakat tidak seorang ulama pun
yang membantah kesepakatan (ijma’) ini.10
Lebih jauh lagi, ujrah disyariatkan oleh karena manusia
membutuhkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal,
mereka membutuhkan binatang untuk dijadikan kendaraan dan angkutan,
begitu juga manusia membutuhkan berbagai peralatan untuk digunakan
dalam kebutuhan hidup dan lain sebagainya. Dan semua itu bisa dijangkau
dengan memperoleh upah.
C. Rukun dan Syarat upah (Ujrah)
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah itu hanya satu, yaitu ijab (ungkapan
menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa). Akan tetapi,
jumhur ulama mengatakan bahwa rukun Ijarah (upah) itu ada empat, yaitu:
1. Orang yang berakad
2. Sewa/imbalan
3. Manfaat
4. Shighat (ijab-qabul).11
Adapun syarat-syarat akad ijarah adalah sebagai berikut:
10 Imam Taqiyuddin Abu Baker Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, (terj) oleh K.H Syarifuddin
Anwar dan K.H Misbah Mustafa, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1994), cet 1, h. 694 11 AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h. 122
19
1. Untuk kedua orang yang berakad (al-muta’aqidain), menurut ulama
Syafi’iyah dan Hanabillah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab
itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan
orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh),
menurut mereka ijarah-nya tidak sah. Akan tetapi ulama Hanafiyah dan
Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus
mencapai usia baligh.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan
akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu,
maka akadnya tidak sah.
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna,
sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang
akan menjadi objek ijarah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan
manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan manfaatnya, dan
penjelasan berapa lama manfaat di tangan penyewa.
4. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.
5. Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai
harta.12
12 AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h.123
20
D. Berakhirnya akad Ujrah
Pada prinsipnya ijarah merupakan akad yang mengikat (lazim) kedua belah
pihak yang melakukannya. Artinya ketika akad terjadi, masing-masing pihak
harus menunaikan kewajiban dan menunaikan kewajiban dan menerima hak
masing-masing serta tidak boleh membatalkannya (fasakh) kecuali ada hal-hal
yang menurut ketentuan hukum (syara’) dapat dijadikan alasan pembatalan.
Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya akad ijarah yaitu :
1. Salah satu pihak meninggal dunia.
2. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir. Apabila
yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada
pemiliknya, dan apabila yang disewa itu jasa seseorang, maka ia berhak
menerima upah. Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama.
3. Terjadinya kerusakan pada barang sewaan, seperti rumah terbakar atau
mobil hilang
4. Menurut ulama Hanafiyah apabila ada udzur dari salah satu pihak. Udzur-
udzur yang dapat membatalkan akad ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah
adalah salah satu pihak mengalami kepailitan dan berpindah tempatnya
penyewa, misalnya seseorang digaji untuk menggali sumur di suatu desa,
sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan
tetapi menurut jumhur ulama, udzur yang boleh membatalkan akad ijarah itu
hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaat yang dituju
dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.
21
5. Berakhirnya dengan akad iqalah yaitu pembatalan akad atas dasar
kesepakatan antara kedua belah pihak.13
E. Perbedaan Tingkat Upah
Dalam kehidupan ini, banyak kita jumpai perbedaan tingkat upah. Pebedaan
upah bisa kita lihat antara pekerja intelektual dan pekerja kasar, antara pekerja-
pekerja terampil dan pekerja tidak terampil. Adakalanya perbedaan upah itu
sangat mencolok sekali. Ada upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang
memungkinkan suatu kahidupan yang menyenangkan dan ada pula yang
memungkinkan suatu kehidupan yang mewah. Ada beberapa faktor penting
yang menjadi sumber dari perbedaan upah, yaitu:
1. Perbedaan jenis pekerjaan
2. Perbedaan kemampuan, keahlian, dan pendidikan
3. Pertimbangan bukan keuangan dalam memilih pekerjaan.14
4. Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja.15
Dalam beberapa hal, hukum Islam mengakui adanya perbedaan upah
diantara tingkat pekerja. Karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang
13 AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h. 127-128 14 Payaman P. Simajuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta :LPFE UI,
1998), cet ke-2., h. 38 15 Payaman P. Simajuntak, Ibid., Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. h. 52
22
mengakibatkan perbedaan penghasilan dan hasil material. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nissa:
☺
☺
⌧ /٤ : ٣٢) النساء ( ☺
Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S An-Nissa ayat / 4 : 32) Berdasarkan ayat di atas bahwa penentuan upah pekerja didasarkan atas
kemampuan atau profesionalisme16 dan Pendekatan Al-Quran dalam hal
penentuan upah berdasarkan pertimbangan dan bakat ini merupakan salah satu
sumbangan terpenting bagi kemajuan peradaban manusia. 17
16 Abdul Hamid Mursi, SDM Produktif: Pendekatan dan Sains, (Jakarta: Gema Insani Press,
1987), h. 156 17 M.A Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 2000), h. 118
23
Islam menawarkan suatu penyelesaian yang sangat baik atas masalah upah dan
menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak, kelas pekerja dan para majikan
tanpa melanggar hak-hak yang sah dari majikan. Seorang majikan tidak
dibenarkan bertindak kejam terhadap kelompok pekerja dengan menghilangkan
hak sepenuhnya dari bagian mereka. Upah ditetapkan dengan cara yang paling
tepat tanpa harus menindas pihak manapun. Setiap pihak memperoleh bagian
yang sah dari hasil kerja sama mereka tanpa adanya ketidakadilan terhadap
pihak lain. Prinsip pemerataan terhadap semua makhluk tercantum dalam surat
Al-Baqarah :
☺ / ٢ : ٢٧٩ ) البقرة ( ☺
Artinya : ”Kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Q.S Al-Baqarah/ 2
: 279) Dalam perjanjian (tentang upah) kedua belah pihak diperingatkan untuk
bersikap jujur dan adil dalam semua urusan mereka, sehingga tidak terjadi
tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan kepentingannya
sendiri. Penganiayaan terhadap para pekerja berarti bahwa mereka tidak dibayar
secara adil dan bagian yang sah dari hasil kerja sama sebagai jatah dari hasil
kerja mereka tidak mereka peroleh, sedangkan yang dimaksud dengan
penganiayaan terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri
untuk membayar upah para pekerja melebihi dari kemampuan mereka. Oleh
karena itu, Al-Quran memerintahkan kepada majikan untuk membayar para
24
pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai kerja mereka, dan
pada saat yang sama dia telah menyelamatkan kepentingannya sendiri.
Demikian pula para pekerja akan dianggap penindas jika dengan memaksa
majikan untuk membayar melebihi kemampuannya. 18 Perinsip keadilan yang
sama tercantum dalam surat Al-Jaatsiyah :
☺
☺ / ٤٥ : ٢٢ ) الجاثية( ☺
Artinya:
”Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan”. (Q.S Al-Jaatsiyah/ 45 : 22)
Setiap manusia akan mendapat imbalan dari apa yang telah dikerjakannya
dan masing-masing tidak akan dirugikan. Jadi ayat ini menjamin tentang upah
yang layak kepada setiap pekerja sesuai dengan apa yang telah
disumbangkannya dalam proses produksi, jika ada pengurangan dalam upah
mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka hal itu dianggap
ketidakadilan dan penganiayaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang
harus ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerjasama
18 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, h. 363-364
25
produksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa
yang telah dikerjakannya.
Tentang prinsip ini disebut lagi dalam surat A-Ahqaf:
/ ٤٦ : ١٩) األحقاف( Artinya:
”Dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.” (Q.S Al-Ahqaf/ 46 : 19) Dan dalam surat Ali-Imran:
⌧
/ ١٦١:٣) آل عمران( ☺
Artinya: “Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia
kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (Q.S Ali-Imran/ 3 :161) Meskipun dalam ayat ini terdapat keterangan tentang balasan terhadap
manusia di akhirat kelak terhadap pekerjaan mereka di dunia, akan tetapi prinsip
keadilan yang disebutkan disini dapat pula diterapkan di dunia ini. Oleh karena
itu, setiap orang harus diberi imbalan penuh sesuai hasil kerjanya dan tidak
seorang pun yang harus diperlakukan secara tidak adil. Pekerja harus
memperoleh upahnya sesuai sumbangsihnya terhadap produksi.19
Dalam Islam di kenal beberapa tingkatan upah, yaitu :
19 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 36
26
1. Tingkat upah minimum
Pekerja dalam hubungannya dengan majikan berada dalam posisi yang
sangat lemah yang selalu ada kemungkinan kepentingannya tidak akan
terlindungi dan terjaga dengan sebaik-baiknya. Mengingat posisinya yang
lemah Islam memberikan perhatian besar untuk melindungi hak-haknya dari
pelanggaran yang dilakukan oleh majikan. Sudah menjadi kewajiban para
majikan untuk menentukan upah minimum yang dapat menutupi kebutuhan
pokok hidup termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya,
sehingga pekerja akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang layak.20
Selain itu anak-anak mereka berkesempatan memperoleh pendidikan
dan tersedianya fasilitas pengobatan bagi keluarga mereka. Apabila
kebutuhan-kebutuhan pokok tidak tertutupi dengan upah tersebut maka
akibatnya akan timbul rasa ketidakpuasan di kalangan kelompok pekerja
sehingga melahirkan kebencian dan konflik antara kelompok didalam
masyarakat yang betul-betul akan merusak persatuan dan kesatuan dan
akibatnya terjadi kehancuran dalam ekonomi dan masyarakat. Tingkat
minimum ini sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan
penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup.
Pemerintah sebagai wakil Allah SWT dimuka bumi ini diharapkan dapat
melakukan pemerataan rezeki terhadap anggota masyarakatnya. Karena
tugas utamanya memperhatikan agar setiap pekerja dalam Negara
20Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 366
27
memperoleh upah yang cukup untuk mempertahankan suatu tingkat
kehidupan yang wajar serta sangat bertanggung jawab baik secara langsung
atau tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan makan masyarakatnya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Huud:
/٦:١١) الهود(
Artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (Q.S Al-huud/ 11 : 6) Pemerintah juga tidak akan pernah membolehkan pemberian upah di
bawah tingkat batas minimum, hal ini dimaksudkan agar pekerja dapat
memenuhi kebutuhan pokoknya.21
2. Upah tertinggi
Benarlah bahwasanya Islam tidak membiarkan upah berada di bawah
tingkat minimum yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok kelompok
kerja dan juga benar tidak membiarkan adanya kenaikan upah melebihi
tingkat tertentu yang ditentukan berdasarkan sumbangsihnya terhadap
produksi.22
Prinsip upah maksimum digambarkan dalam firman Allah SWT :
21 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 367 22 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 371
28
/ ٥٣ : ٣٩)النجم (
Artinya : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya.” (Q.S An-Najm/ 53 :39).
Dan firman Allah:
: ٥٤) يس ( ☺
٣٦ /
Artinya : “Dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu
kerjakan.” (Q.S Yaasiin/ 36 : 54)
Ayat-ayat tersebut menetapkan tentang apa yang dapat dituntut para
pekerja dari para majikan. Upah maksimum yang mereka tuntut dari para
majikan harus sesuai dengan apa yang telah mereka sumbangkan dalam
keberhasilan bersama faktor-faktor produksi lainnya.23
3. Tingkat upah sesungguhnya
Islam telah menyediakan usaha-usaha pengamanan untuk melindungi
hak-hak para majikan dan pekerja. Jatuhnya upah di bawah tingkat terendah
tidak seharusnya terjadi untuk melindungi hak-hak pekerja, sebaliknya
naiknya upah yang melebihi batas tertinggi tidak seharusnya terjadi demi
menyelamatkan kepentingan majikan. Upah yang sesungguhnya tanpa harus
23 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 372
29
selalu berpegang pada batas minimum dan upah maksimum karena upah
yang sesungguhnya akan berubah di antara kedua batas-batas ini. Karena
dimanapun upah yang akan ditetapkan antara tingkat minimum dan
maksimum penentuannya berdasarkan standar hidup sehari-hari dari para
pekerja secara terus menerus.24
Menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang-orang yang beriman
berusaha untuk berperan serta membantu mengadakan perubahan terhadap
keberadaan sistem upah yang tidak Islami dan tidak adil serta menggantinya
dengan suatu sistem upah yang lebih tepat dan adil. Ada tiga hal yang perlu
dipertimbangkan dalam menyusun suatu sistem upah antara lain:
a. Upah minimum haruslah cukup untuk memenuhi keperluan-
keperluan pokok
b. Tanggung jawab ekonomi pekerja termasuk jumlah anggota
keluarganya harus menjadi bahan pertimbangan
c. Perbedaan-perbedaan dalam upah harus dalam batas-batas yang
ditetapkan sesuai perbedaan-perbedaan yang mendasar antara lain
dalam jenis pekerjaan, lama pengabdian, pendidikan dan pelatihan
serta kebutuhan ekonomi tiap pekerja.25
24 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. hlm. 374
25 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. hlm. 380
30
G. Hikmah Upah (Ujrah)
Bentuk sewa menyewa ini dibutuhkan dalam kehidupan manusia, oleh
karena Syari’at Islam membenarkannya. Seseorang terkadang dapat memenuhi
salah satu kebutuhan hidupnya tanpa melakukan pembelian barang karena
jumlah uangnya yang terbatas, misalnya menyewa rumah, sementara yang
lainnya memiliki kelebihan rumah dan dapat menyewakan untuk memperoleh
uang dalam rangka memenuhi kebutuhan lainnya.
Tidak semua dapat membeli kendaraan karena harganya yang tidak
terjangkau. Namun demikian setiap orang dapat menikmati kendaraan dengan
cara menyewa. Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan
sendiri, karena terbatasnya tenaga dan keterampilan. Misalnya mendirikan
bangunan, dalam keadaan dimana kita mesti menyewa tenaga buruh yang
memiliki kesanggupan dalam pekerjaan tersebut.26
26 Rahmat Syafii, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), cet. 2 h. 127
35
suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia atau pengerah tenaga kerja.
Ini berarti ada dua perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang terlibat
menyeleksi, melatih dan mempekerjakan tenaga kerja yang menghasilkan
suatu jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan demikian
perusahaan yang kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan
tenaga kerja yang bekerja padanya. Hubungan ini hanya melalui perusahaan
penyedia tenaga kerja.3
2. Sejarah Perkembangan Outsourcing
Pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan-perusahaan berusaha dalam
persaingan global, tetapi mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan
akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, risiko usaha
dalam segala hal, termasuk risiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini
merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia usaha. Untuk
meningkatkan keluwesan dan kreativitasnya, banyak perusahan besar yang
membuat strategi baru dengan konsentrasi pada bisnis inti,
mengidentifikasikan proses kritikal, dan memutuskan hal-hal yang harus di-
outsource.4
3 Wang Muba, “Tenaga Kerja Outsourcing”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009 dari
http://wangmuba.com
4 Candra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia. h. 4
36
Awal timbulnya outsourcing pada perusahaan adalah untuk membagi
resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan.
Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut:
a. Perubahan paradigma di Negara Barat dari pekerja adalah asset
terbesar perusahaan menjadi pekerja adalah kewajiban terbesar
perusahaan
b. Perbahan paradigma dari pandangan kerja tradisional bahwa pekerja
melayani sistem menjadi pandangan kerja modern bahwa sistem
harus melayani pekerja.
c. Sistem pengembangan karir pada sistem organisasi yang ada saat ini
cenderung menghasilkan sebagian orang terbuang.
d. Keterbatasan teknologi otomatisasi.5
Namum dengan perkembangan zaman, tujuan dari outsourcing tidak
hanya untuk membagi risiko ketenagakerjaan, tetapi menjadi lebih
kompleks. Outsourcing telah menjadi alat manajemen, serta bukan hanya
untuk menyelesaikan masalah, tetapi untuk mendukung dan sasaran bisnis.
Berdasarkan hasil survey outsourcing institute ada beberapa alasan mengapa
perusahaan-perusahaan melakukan outsourcing. Alasan-alasan tersebut
antara lain untuk:
5 Candra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, h. 5
37
a. Meningkatkan fokus perusahaan
b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia
c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering.
d. Membagi resiko
e. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan
lain
f. Memungkinkan tersedianya dana kapital
g. Menciptakan dana segar
h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.
i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri
j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.6
Alasan-alasan nomor 1 sampai dengan nomor 5 di atas merupakan target
jangka panjang dan bersifat strategis sedangkan alasan nomor 6 sampai
dengan 10 lebih bersifat taktis atau yang mempengaruhi operasi dan bisnis
perusahaan sehari-hari.7 Alasan lainnya adalah alasan transformasional
(perubahan), yaitu:
a. Membawa solusi baru kepada nasabah lebih cepat
b. Reaksi untuk mempersingkat daur hidup produk
6 Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing (Jakarta: PT
Grasindo, 2003), cet 1., h. 4
7Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing , h. 5
38
c. Mendefinisikan ulang hubungan dengan penyedia jasa dan rekan
bisnis
d. Mengungguli pesaing
e. Masuk ke pasar-pasar yang baru dengan resiko kecil.8
3. Landasan hukum outsourcing
Dalam undang-undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, praktik alih
daya dikenal dalam dua bentuk, yaitu pemborongan pekerjaan dan
penyediaan jasa pekerja, yang diatur dalam pasal 64, 65, dan 66 sebagai
berikut:
Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat
secara tertulis
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
8 Candra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, h. 12
39
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari
pemberi pekerjaan
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk
badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada
perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-
kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada
perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara
perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan
atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu
tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh
40
dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan
kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja
pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
Pasal 66
(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh
digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau
kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali
untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi.
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana
dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara
tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
41
c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan
perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal
sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini.
(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan
hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2)
huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi
hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.9
Sementara itu, pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004
Tahun 2004 tentang tata cara perizinan perusahaan penyedia jasa pekerja
dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
9 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 64,65, & 66 Tentang Ketenagakerjaan, File UU ini
di akses pada tanggal 16 Juli 2010 dari http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf
42
No.Kep.220/Men/X/2004 Tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.10
Untuk menentukan suatu kegiatan apakah termasuk kegiatan pokok
(kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi) atau
kegiatan penunjang (yang tidak berhunbungan langsung dengan proses
produksi), yaitu dengan melihat akibat dari keberadaan kegiatan (satu
pekerjaan). Apabiala tanpa kegiatan tersebut perusahaan tetap dapat berjalan
dengan baik, maka kegiatan itu termasuk kegiatan penunjang. Akan tetapi
sebaliknya, apabila tanpa kegiatan yang dimaksud, proses kegiatan
perusahaan menjadi terganggu dan tidak dapat berjalan, maka kegiatan itu
termasuk kegiatan pokok.11
4. Perjanjian outsourcing
Perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi,
”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Dengan
adanya pengertian tentang perjanjian, maka bisa diambil kesimpulan bahwa
kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan
10 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiri
Abadi, 2009), cet. Ke-1., h. 1 11 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing. h. 6
43
seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut
dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja.12
Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atau
freedom of contract. Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada
dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun, asal
tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum.13 Suatu perjanjian agar keberadaannya diakui oleh undang-undang
(legally concluded contract) harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh undang-undang.14
Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur bahwa
suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, maka dalam
hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam Undang-undang No. 13
tahun 2003 pasal 52, sebagai berikut:
Pasal 52
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
12 Didalam pengertian perjanjian kerja, para pihak yang mengadakan perjanjian tidak dlam kedudukan yang sama dan seimbang, karena pihak yang satu yaitu pekerja mengikatkan diri dan bekerja dibawah perintah orang lain, yaitu pengusaha.
13 Djumaidi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
Cet-5., h. 13 14 Djumaidi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, h. 17
44
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat
dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal
demi hukum.15
Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya) juga tidak semata-mata hanya
mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak sesuai pasal 1338 KUH
Perdata, namun juga harus memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
Kep-101/MEN/VI/2004 apabila perusahaan penyedia jasa pekerja /buruh
memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah
pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat :
1. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan
penyedia jasa
2. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana
dimaksud huruf (1), hubungan kerja yang terjadi adalah antara
15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 52 Tentang Ketenagakerjaan, File UU ini di akses
pada tanggal 16 Juli 2010 dari http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf
45
perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan
perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan
kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi
tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
3. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia
menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di
perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahan
penyedia jasa pekerja/buruh.16
Perjanjian kerja antara karyawan alih daya dengan vendor biasanya
mengikuti jangka waktu perjanjian kerjasama antara vendor dengan
perusahaan pengguna jasa alih daya. Hal ini dimaksudkan apabila
perusahaan pengguna jasa alih daya hendak mengakhiri kerjasamanya
dengan perusahaan alih daya, maka pada waktu yang bersamaan berakhir
pula kontrak kerja anatara karyawan dengan perusahaan penyedia alih daya.
Oleh karena itu, dalam penyedia jasa pekerja alih daya, ada dua tahapan
perjanjian yang harus dilakukan, yaitu:
1. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan
penyedia pekerja. Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan
kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
16 Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 64-
65
46
perjanjian penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan
yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari
pemberi pekerjaan
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara secara
keseluruhan
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung
e. Dalam hal penempatan pekerja, perusahaan pengguna jasa pekerja
akan membayar sejumlah dana (managemant fee) kepada perusahaan
penyedia pekerja.
2. Perjanjian perusahaan penyedia pekerja dengan karyawan. Penyedia jasa
pekerja untuk kegiatan penunjang perusahaan harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Adanya hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa
pekerja
b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah
perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) yang memenuhi
persyaratan dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT)
yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah
pihak.
47
c. Perlindungan usaha dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja.17
Dengan adanya dua perjanjian tersebut, maka walaupun karyawan
sehari-hari bekerja diperusahaan pemberi pekerjaan, ia tetap berstatus
sebagai karyawan perusahaan penyedia pekerja. Pemenuhan hak-hak
karyawan seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja,
serta perselisihan yang timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja.
Berdasarkan Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
:Kep. 220/MEN/X/2004 Tentang syarat-syarat penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, menyatakan bahwa :
Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada
perusahaan penerima pekerjaan sekurang-kurangnya sama dengan
pekerja/buruh pada perusahaan pemberi pekerjaan dimaksudkan agar
terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerja atau buruh di perusahaan
pemberi pekerjaan maupun di perusahaan penerima pekerjaan karena pada
17 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar
Mandiriabadi, 2009), cet. Ke-1., h. 12-13
48
hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak
ada lagi syarat kerja, upah, perlindungan kerja yang lebih rendah.18
Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam alih daya
(outsourcing) adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PKWT
adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. PKWT
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
• Didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun19 atau selesainya
suatu pekerjaan tertentu
• Dibuat secara tertulis
• Dalam bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam bahasa Indonesia
sebagai yang utama; tidak ada masa percobaan kerja (probation).20
5. Kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja
Kewajiban dan hak antara pihak yang satu dengan yang lainnya
merupakan suatu kebalikan, jika di satu pihak merupakan suatu hak maka di
pihak lainnya adalah merupakan suatu kewajiban.21
18 Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 69 19 Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republic Indonesia Kep.
100/MEN/VI/2004 Tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Pasal 3 ayat 2 20 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar
Mandiriabadi, 2009), cet. Ke-1., h. 14 21 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
Ed 2, cet. 5. h. 45
49
Jika isi yang tertuang di dalam perjanjian kerja tersebut menunjukan
kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak pekerja, maka
sebaliknya kewajiban tersebut bagi pihak pengusaha adalah merupakan
haknya, dan begitu pula sebaliknya. Hak dan kewajiban para pihak dalam
perjanjian kerja adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban-kewajiban dari pihak pekerja
a. Buruh wajib melakukan pekerjaan
b. Buruh wajib mentaati aturan dan petunjuk dari majikan. Buruh
sewaktu melakukan pekerjaannya, wajib mentaati perintah-perintah
yang diberikan oleh majikan. Yang mana dituangkan dalam tata
tertib perusahaan dan peraturan perusahaan. Namun yang perlu
diperhatikan disini, adalah pekerja wajib mentaati perintah-perintah
yang diberikan oleh majikan sepanjang diatur di dalam perjanjian
kerja, undang-undang dan kebiasaan setempat. Apabila perintah
majikan yang datangnya diluar aturan apalagi perintah yang
bertentangan dengan undang-undang, norma susila, kebiasaan dan
ketertiban umum, maka dalam hal ini pekerja tidak perlu untuk
mentaati perintah tersebut.
c. Kewajiban untuk membayar ganti rugi dan denda. Jika si pekerja
atau buruh dalam melakukan pekerjaannya, akibat kesengajaannya
atau karena kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian,
kerusakan, kehilangan, yang dapat merugikan majikan maka resiko
50
yang timbul menjadi tanggung jawab si pekerja. Sebaliknya jika
suatu kejadian tersebut dikarenakan bukan karena kesalahan si
pekerja atau karena di luar batas kemampuan si pekerja maka
kejadian tersebut bukan menjadi tanggung jawab si pekerja.
Misalnya karena bencana alam dan kejadian yang sejenis.22
2. Kewajiban-kewajiban dari pihak majikan
Dalam melakukan hubungan kerja, ada banyak kewajiban-kewajiban
dari si majikan yang harus dilakukan, namun pemenuhan prestasi yang
utama dalam suatu perjanjian kerja tersebut adalah kewajiban si majikan
untuk membayar upah tepat pada waktunya. Akan tetapi karena
kewajiban lainnya juga penting untuk dilaksakan oleh majikan, maka
akan di rinci sebagai berikut:
a. Kewajiban untuk berbuat dan atau tidak berbuat sesuatu berdasarkan
ketentuan hukum
b. Kewajiban untuk memberikan istirahat tahunan
c. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan
d. Kewajiban memberikan surat keterangan. Di dalam surat keterangan
tersebut harus berisi tentang sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya
hubungan kerja antara si buruh dan majikan.
22 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. h. 47
51
e. Kewajiban majikan untuk memberlakukan sama antara pekerja pria
dan wanita. Majikan dalam mengadakan atau membuat suatu
perjanjian kerja, tidak boleh membedakan antara calon pekerja
wanita dan pria. Baik dalam hal kesempatan pendidikan, syarat-
syarat kerja, dalam arti kenaikan pangkat dan berakhirnya hubungan
kerja maupun dalam hal pemberian upah.
f. Kewajiban membayar upah. Di dalam hubungan kerja, kewajiban
yang utama dan terpenting bagi majikan adalah ”membayar upah”
tepat pada waktunya. Ketentuan ini jelas ditegaskan pada pasal 1602
KUHPerdata yang berbunyi: ”Majikan wajib membayar upah kepada
buruh pada waktu yang ditentukan” Upah adalah merupakan salah
satu sarana utama bagi para pekerja dan keluarganya, karena perihal
upah selain menimbulkan kewajiban dari pekerja dan majikan, perlu
pula perhatian pihak lain, yaitu pemerintah.23
B. Gambaran Umum PT. Permata Indonesia
1. Sejarah singkat pendirian PT. Permata Indonesia
PT. Permata Indo Sejahtera mengawali bisnis di bidang sales dan
distribution pada tahun 2005 dengan menangani penjualan dan distribusi
sepeda motor YAMAHA. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas bisnis,
23 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. h. 49
52
pada tahun 2007, perusahaan memulai bisnis di bidang outsourcing,
khususnya penyediaan jasa tenaga kerja dan agen pembayar (paying agent)
bagi perusahaan-perusahaan yang memerlukannya.24 Selain hal tersebut,
faktor yang mendorong PT. Permata Indonesia mengambil bisnis jasa
outsourcing yaitu karena ke depannya bisnis ini dipandang cukup bagus,
dengan alasan bahwa ke depan perusahaan-perusahaan akan lebih fokus ke
proses produksi utama dan urusan perekrutan tenaga kerja diserahkan ke
perusahaan outsourcing dan perusahaan tidak akan menjadikan karyawan
outsourcing menjadi tenaga tetap karena dengan alasan costnya lebih
besar.25
Di bawah branding Permata Indonesia, bisnis outsourcing tersebut
semakin berkembang dibuktikan dengan meningkatnya jumlah perusahaan
klien dan tenaga kerja outsource yang ditangani serta ragam jasa
outsourcing yang diberikan oleh Permata Indonesia.26
2. Visi dan Misi
a. Visi
Menjadi perusahaan yang profesional dan terbaik di bidang sales,
distribution dan outsourcing.
24 PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th) 25 Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010. 26 PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)
53
b. Misi
Mengutamakan kepuasaan layanan, kecepatan dan ketepatan
mengendalikan sentuhan karyawan, mitra kerja dan yang terlatih,
memiliki ketulusan dan mencintai pekerjaan serta keunggulan proses
bisnis berbasis tekhnologi yang berkesinambungan.
3. Pelayanan
Jenis jasa layanan yang ditawarkan oleh PT. Permata Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. Penyedia jasa tenaga kerja (PJTK)
Sebagai agen penyedia jasa tenaga kerja, Permata Indonesia
membantu perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja yang handal
dengan cara memelihara basis data pencari kerja secara terus menerus,
melakukan seleksi sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan,
menempatkan tenaga kerja berdasarkan kontrak kerja yang disepakati,
memantau kinerja tenaga kerja, serta pembayaran gaji.
b. Paying Agen/Paying Vendor
Sebagai agen pembayar, Permata Indonesia membantu perusahaan
untuk melakukan pembayaran gaji termasuk jamsostek, asuransi dan
pajak, bagi para pekerjanya baik outsource maupun non-outsource
c. Recruitment Services
Sebagai penyedia jasa rekrutmen, permata Indonesia membantu
perusahaan dalam hal pengadaan tenaga kerja, khususnya dalam dalam
54
hal pencarian kandidat dan seleksi awal. Selanjutnya kandidat
dikirimkan ke perusahaan klien untuk proses seleksi selanjutnya.
Apabila kandidat tersebut diterima, proses kontrak kerja dan
pembayaran gaji dilakukan langsung oleh perusahaaan klien itu sendiri,
sedangkan Permata Indonesia mendapatkan recruitment fee atas proses
rekrutmen yang dilakukan.
d. Business Process Outsource
Permata Indonesia juga mampu membantu perusahaan untuk target-
target kerja tertentu dalam bidang-bidang yang lazim oleh perusahaan
outsourcing, seperti misalnya pembangunan yang meliputi penyediaan
tempat, infrastruktur sampai dengan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
mencapai target sales center tersebut.
e. Sales and Distribution Consultant.27
Permata Indonesia juga dapat berperan sebagai konsultan yang
perusahaan untuk membangun sales management and distribution
termasuk penyusunan standard operation procedure key performance
indicator (KPI) serta disain dan implementasi development yang
diperlukan. Sebagai konsultan, permata Indonesia dapat menyediakan
tenaga ahli, bimbingan dan pengawalan dalam tahap perencanaan
sampai dengan implementasi sistem dari yang telah disepakati.
27 PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)
55
4. Landasan hukum PT. Permata Indonesia
Dalam menjalankan bisnis praktek alih daya (outsourcing), PT. Permata
Indonesia mengacu pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
ketenagakerjaan, yang diatur dalam pasal 64, 65, dan 66.28
5. Rekrutmen
Proses rekrutmen dan seleksi pada dasarnya dilakukan dengan mengacu
pada ketentuan dan persyaratan yang disepakati antara PT. Permata
Indonesia dan perusahaan klien, melalui Perjanjian Kerjasama. Meskipun
demikian, secara umum proses rekrutmen dan seleksi dilakukan sebagai
berikut:
Proses rekrutmen
Proses ini dilakukan dengan melakukan profiling kandidat berdasarkan
persyaratan dan kualifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan klien.
Selanjutnya pencarian kandidat dilakukan melalui berbagai sumber antara
lain basis data dan jaringan rekrutment elektronik yang dimiliki oleh
Permata Indonesia (www.karir-ku.com dan www.rajalowongan.com) dan
diperbaharui secara berkala baik kuantitas maupun kualitasnya. Secara
berkesinambungan, permata Indonesia juga menjalin kerja sama dengan
institusi pendidikan dan secara aktif mengikuti berbagai ajang job fair,
campus recruitment, serta advertisement, baik printed-ad maupun web-ad.
28 Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.
56
Proses seleksi
Proses seleksi dilakukan dengan cara seleksi administratif dan interview,
khususnya untuk mengetahui minat dan pengalaman kandidat tenaga
kerja..29 Dalam interview tersebut ada standar dokumentasi yang mesti di
lengkapi terlebih dahulu oleh para calon tenaga kerja, seperti Ijazah, KTP,
dll, kemudian skill dan terakhir training, maksudnya supaya para calon
tenaga kerja lebih PD pada saat menghadapi user dan ada harganya di mata
klien.30 Untuk seleksi yang membutuhkan psikotes dapat dilakukan sesuai
dengan permintaan klien /kesepakatan dalam perjanjian kerjasama, termasuk
apabila dibutuhkan psikotes atau assessment yang lebih komprehensif lagi,
kandidat dapat dikirimkan ke lembaga psikologi profesional yang memiliki
kerja sama dengan Permata Indonesia. Dengan pula halnya dengan tes
kesehatan, Permata Indonesia dapat memfasilitasi tes kesehatan bagi
kandidat yang diharuskan melalui tahapan tersebut.31
6. Pembayaran
Dalam memberikan pelayanan kepada perusahaan, PT. Permata
Indonesia memiliki 2 (dua) jenis sistem fee management, yaitu
29 PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th) 30 Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.
31 PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)
57
1. Recrutmen Services/Fee
Permata Indonesia mengajukan recrutmen fee untuk setiap yang
lolos seleksi dan menandatangani kontrak kerja di perusahaan klien
dengan atau tanpa adanya kesepakatan penjaminan untuk jangka waktu
tertentu. Besarnya recruitment fee tersebut bervariasi tergantung pada
kesepakatan yang dicapai Permata Indonesia dengan perusahaan klien.
2. Paying Agent Fee
Dalam sistem ini, kandidat yang lolos seleksi menandatangani perjanjian
kerja di Permata Indonesia untuk ditempatkan dan bekerja secara rutin di
perusahaan klien, serta mendapatkan pembayaran atas kepegawaiannya
dari perusahaan dimana ia ditempatkan oleh Permata Indonesia. Untuk
memastikan ditunaikannya kewajiban tenaga kerja tersebut, Permata
Indonesia menghitung prosentase management fee setiap bulan dari total
pembayaran yang ditagihkan kepada perusahaan klien. Besarnya
prosentase management fee tersebut sangat tergantung pada skala bisnis
serta pra-pembayaran (pre-financing) yang dipilih. Ada dua bentuk pre-
financing, yaitu:
a. Pre financing oleh Permata Indonesia
Maksudnya seluruh biaya tenaga kerja, seperti gaji, lembur, insentif,
jamsostek, dan lain-lain dibayarkan terlebih dahulu oleh Permata
Indonesia sesuai dengan periode waktu pembayaran, selanjutnya
58
biaya ditagihkan ke perusahaan klien dan dibayarkan kembali oleh
perusahaan klien dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja.
b. Pre-financing oleh perusahaan klien
Maksudnya seluruh biaya tenaga kerja, seperti gaji, lembur, insentif,
jamsostek dan lain-lain dihitung dan ditagihkan terlebih dahulu ke
perusahaan klien oleh Permata Indonesia. Selanjutnya, setelah
pembayaran oleh perusahaan klien, Permata Indonesia baru
melakukan pembayaran kepada tenaga kerja yang ditempatkan di
perusahaan klien.32
4. Kekuatan PT. Permata Indonesia dalam menjalin hubungan kerja sama
dengan mitra-mitra pengguna jasa outsourcing.
PT. Permata Indonesia mempunyai staf yang profesional dan kompeten
dalam bidang Sumber Daya Manusia dengan latar belakang pendidikan
psikologi dan latar belakang pengalaman yang sangat membantu dalam
mencari dan menyaring calon tenaga kerja baik yang fresh graduate
maupun yang berpengalaman.33
Klien melihat PT. Permata Indonesia kuat di sales, Human Resources
nya bagus artinya orang-orang yang di ajukan PT. Permata Indonesia
kepada klien itu adalah orang-orang yang qualified dan dari segi operasional
32 PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)
33 http://permataindonesia.com/
59
juga termasuk bagus, artinya bagus dari segi pengupahannya tepat waktu,
dan dari segi pemenuhan hak-hak yang lainnya juga terbilang bagus seperti
Jamsostek, Asuransi, dan THR, maupun terkait NPWPnya.34
C. Perjanjian Kerja Outsourcing pada PT. Permata Indonesia
Perjanjian kerja merupakan perjanjian yang dibuat antara buruh dan
majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada
majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya
untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.35 Wiwoho Soedjono
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah hubungan
hukum antara seseorang yang bertindak sebagai majikan, atau perjanjian orang
perorangan pada suatu pihak dengan lain pihak sebagai majikan, untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapat upah.36 Perjanjian menurut
pasal 1338 KUH perdata (Asas Kebebasan Berkontrak) adalah semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan itu harus
34 Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010. 35 H. Zainal Asikin, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), Cet. 5, h. 37 36 H. Zainal Asikin, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan. h. 271
60
dilaksanakan dengan itikad baik.37 Syarat sahnya perjanjian kerja mengacu pada
syarat sahnya perjanjian perdata pada umumnya, adalah sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang-paksaan, dwaling-
penyesatan/kehilafan atau bedrog-penipuan)
2. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan
untuk (bertindak) melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak
dibawah perwalian/pengampun
3. Ada (objek) pekerjaan yang diperjanjikan, dan
4. (Causa) pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku ( pasal 52 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan).38
Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam alih daya
(outsourcing) adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Begitu juga
bentuk perjanjian kerja antara tenaga kerja dengan PT. Permata Indonesia
adalah perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).39 Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
37 Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 45 38 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar
Mandiriabadi, 2009), cet. Ke-1., h. 14
39 Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.
61
pekerjaan tertentu.40 Berdasarkan pasal 1 keputusan Menteri Tenaga Terja dan
Transmigrasi No. KEP 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, memberikan pengertian bahwa Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja/buruh dengan pengusaha
untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara.41 Biasanya orang awam
menyebut orang yang bekerja berdasarkan PKWT dengan sebutan karyawan
kontrak. Bentuk perjanjian kerja ini dipandang cukup fleksibel bagi perusahaan
pengguna jasa outsourcing karena lingkup pekerjaannya yang berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan perusahaan. Hal tersebut menyebabkan karyawan
outsourcing, walaupun secara organisasi dibawah perusahaan outsourcing,
namun pada saat rekrutmen, karyawan tersebut harus mendapatkan persetujuan
dari pihak perusahaan pengguna jasa outsourcing. Apabila perjanjian kerja sama
antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa berakhir,
maka berakhir juga perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa dengan
karyawannya.42
Hal-hal yang dimuat dalam perjanjian PKWT secara tertulis antara PT.
Permata Indonesia dengan tenaga kerja outsourcing, yaitu meliputi:
40 Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, h. 45 41 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),Cet. 1, h. 48 42 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiri
Abadi, 2009), cet. Ke-1., h. 14
62
1. Hubungan kerja
a. PT. Permata Indonesia menerima dan memperkerjakan tenaga kerja
sebagai X di perusahaan pengguna jasa yang telah mengadakan
kerjasama dengan PT. Permata Indonesia dimana dalam perjanjian ini
adalah pengguna jasa dengan lokasi kerja di daerah A
b. Perjanjian waktu tertentu ini berlaku untuk jangka waktu mulai dari
(tanggal, bulan dan tahun) dan akan berakhir pada (tanggal, bulan dan
tahun)
c. Dalam hal PT. Permata Indonesia masih membutuhkan jasa tenaga kerja
outsourcing maka perjanjian kerja ini dapat diperpanjang dengan
persetujuan kedua belah pihak dan juga perusahaan pengguna jasa
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Tugas dan kewajiban tenaga kerja outsourcing
d. Menyediakan waktu secara utuh dan mematuhi sepenuhnya pembagian
tugas dan lokasi dalam pemberian pelayanan jasa termasuk perubahan-
perubahannya yang diberikan oleh PT. Permata Indonesia atau
perusahaan pengguna jasa
e. Mentaati peraturan umum, jadwal kerja, dan tata tertib kerja perusahaan
serta ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku di perusahaan PT.
Permata Indonesia dan atau perusahaan pengguna jasa
63
f. Memenuhi target perbulan yang harus dicapai minimal 80% dari target
yang telah ditentukan oleh perusahaan pengguna jasa
g. Apabila pencapaian kurang dari pencapaian minimal perbulan yang telah
ditentukan, maka kinerja tenaga kerja outsourcing yang bersangkutan
akan dievaluasi
h. Tindak lanjut terhadap hasil evaluasi tersebut adalah hak dari
perusahaan pengguna jasa dan dilanjutkan kepada pihak PT. Permata
Indonesia
i. Selain sebagaimana diatur dalam pasal ini pihak PT. Permata Indonesia
akan menetapkan lebih lanjut tugas dan kewajiban tenaga kerja
outsourcing.
Apabila tenaga kerja outsourcing tidak dapat atau gagal memenuhi tugas
dan kewajiban-kewajibannya sebagaimana tertulis di atas, maka tenaga
kerja bersedia mengundurkan diri.
3. Imbalan
a. Gaji pokok adalah sebesar Rp. X yang berlaku di wilayah kerja masing-
masing pada tahun berjalan, yang dibayarkan setiap tanggal (A) setiap
bulan oleh pihak PT. Permata Indonesia
b. Pembayaran gaji pokok secara penuh dilakukan bila tenaga kerja masuk
untuk pertama kali satu bulan penuh dalam periode tanggal 15 bulan
berjalan sampai dengan tanggal 14 bulan berikutnya
64
c. Pihak tenaga kerja yang tercatat efektif join ataupun mengundurkan
periode tersebut akan menerima gaji secara prorate
d. Pengiriman form absensi dan nomor rekening paling lambat tanggal 16
setiap bulannya, jika tanggal 16 pihak pihak PT. Permata Indonesia
belum menerima absensi dan nomor rekening maka gajian pihak pihak
tenaga kerja dilkukan bulan berikutnya
e. Gaji pokok dikenai potongan Jamsostek sebesar 2 % menjadi beban
pihak tenaga kerja, dan sebesar 4,24 % menjadi beban pihak perusahaan
pengguna jasa
f. Pajak atas penggajian (Pph 21) yang diterima oleh pihak tenaga kerja
akan menjadi beban pihak perusahaan pengguna jasa. Dan
pembayarannya apabila pihak tenaga kerja sudah menyerahkan absensi
yang telah disetujui/diketahui oleh atasan masing-masing
g. Pajak atas komisi dan bonus (Pph 21) yang diterima pihak tenaga kerja
akan menjadi beban pihak tenaga kerja
h. Perhitungan insentif dilakukan oleh pihak perusahaan pengguna jasa
dengan mengacu pada juklak pembayaran insentif yang berlaku pihak
perusahaan tersebut dan akan dibayarkan oleh pihak PT. Permata
Indonesia kepada pihak tenaga kerja setiap tanggal 15 bulan berikutnya
berdasarkan pencapaian pada bulan berjalan dengan periode perhitungan
target pencarian adalah tanggal 1 s/d 30 setiap bulan
65
i. Tunjangan kesehatan berupa rawat inap dan rawat jalan, kecuali
tunjangan kesehatan mata, gigi dan melahirkan.
4. Pemutusan perjanjian
Pihak PT. Permata Indonesia setiap saat dapat memutuskan perjanjian
ini jika pihak tenaga kerja melakukan perbuatan tersebut dibawah ini dengan
sengaja atau tidak sengaja yang merugikan pihak PT. Permata Indonesia dan
atau pihak perusahaan pengguna jasa antara lain:
a. Pihak tenaga kerja tidak masuk kerja 1 hari tanpa pemberitahuan
dianggap mangkir maka akan diberikan surat peringatan
b. Pihak tenaga kerja tidak masuk kerja 5 hari berturut-turut tanpa
pemberitahuan maka dianggap mengundurkan diri
c. Pihak tenaga kerja tidak dapat memenuhi target yang ditetapkan dari
waktu ke waktu oleh pihak PT. Permata Indonesia dan atau pihak
perusahaan pengguna jasa yaitu minimal 80 % dari target pada bulan
tersebut
d. Pihak tenaga kerja telah melakukan pelanggaraan/ kesalahan berat yang
akibatnya baik langsung maupun tidak langsung dapat merugikan atau
mencemarkan nama baik perusahaan
e. Jika terjadi kesalahan atau kelalaian yang dilakukan pihak tenaga kerja
baik disengaja maupun tidak disengaja merupakan kewajiban pihak
tenaga kerja
66
f. Pihak kedua meninggal dunia
g. Memberikan keterangan palsu dan dipalsukan sehingga merugikan pihak
PT. Permata Indonesia dan atau pihak perusahaan pengguna jasa
h. Pihak tenaga kerja melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian ini
i. Dalam hal pihak tenaga kerja mengundurkan diri sebelum berakhirnya
masa perjanjian, maka pihak tenaga kerja wajib membayar ganti rugi
sebesar biaya asuransi kesehatan yang telah dikeluarkan pihak PT.
Permata Indonesia atau sesuai pasal 62 UU No. 13 Tentang Ketenaga
kerjaan, dimana penentu besarnya ganti rugi ditentukan dari nilai yang
terkecil
j. Dalam hal pihak tenaga kerja mengundurkan diri sebelum berakhirnya
masa perjanjian, maka pihak tenaga kerja harus memberitahukan kepada
pihak PT. Permata Indonesia paling lambat 30 hari sebelumnya
k. Pihak tenaga kerja tidak berhak dan dilarang keras membeberkan semua
data atau informasi yang bersifat rahasia dalam bentuk dan alasan
apapun yang ada kaitannya dengan pihak PT. Permata Indonesia dan
atau perusahaan pengguna jasa kepada pihak lain tanpa izin tertulis dari
pihak PT. Permata Indonesia atau pihak perusahaan pengguna jasa baik
selama PKWT ini berlangsung maupun sesudah hubungan kerja ini
berakhir.
67
l. Seluruh hasil kerja pihak tenaga kerja yang dihasilkan dalam hubungan
kerja berdasarkan PKWT ini menjadi milik pihak ketiga dan menjadi
hak kekayaan intelektual pihak perusahaan pengguna jasa
m. Apabila pihak tenaga kerja melakukan pelanggaran atas pernyataan ini
maka pihak tenga kerja bersedia untuk menanggung atau mengganti rugi
atas semua kerugian yang diakibatkan olehnya
n. Apabila pihak tenaga kerja tidak bisa melakukan penggantian atas
kerugian yang terjadi baik seluruhnya maupun sebagian, maka pihak
tenaga kerja siap untuk bertanggung jawab sepenuhnya baik secara
perdata maupun pidana atau sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam hal ini pihak tenaga kerja membebasakan pihak PT. Permata
Indonesia.
5. Penyelesaian perselisihan
a. Perselisihan yang timbul sebagai akibat perjanjian ini akan diselesaikan
secara musyawarah untuk mencapai mufakat
b. Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah maka
masing-masing pihak sepakat untuk menyelesaikannya di pengadilan
negeri setempat dan masing-masing pihak memilih kediaman hukum
yang tetap di kepaniteraan pengadilan negeri.43
43 PT. Permata Indonesia, Klausul Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PT. Permata
Indonesia
68
Unsur-unsur hubungan kerja terdiri atas adanya pekerjaan, adanya
perintah, dan adanya upah.44 PT. Permata Indonesia melaksanakan
perjanjiannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, pihak-pihak yang
melakukan perjanjian juga mempunyai kemampuan dan kecakapan untuk
(bertindak) melakukan perbuatan hukum, adanya objek pekerjaan yang
diperjanjiakan dan pekerjaan yang diperjanjikannya pun tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, maupun dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
D. Praktek Pengupahan Outsourcing Pada PT. Permata Indonesia
Dalam menerapkan sistem pengupahan terhadap para tenaga kerja
outsourcing, PT. Permata Indonesia menggunakan sistem pre-financing
perusahaan klien, maksudnya yaitu seluruh biaya tenaga kerja, seperti gaji,
lembur, insentif, jamsostek dan lain-lain dihitung dan ditagihkan terlebih dahulu
ke perusahaan klien oleh Permata Indonesia. Selanjutnya, setelah dilakukan
pembayaran oleh perusahaan klien, Permata Indonesia baru melakukan
pembayaran kepada tenaga kerja yang ditempatkan di perusahaan klien.45
Berikut adalah skema mekanisme pembayaran upah di PT. Permata Indonesia.
Skema di bawah ini merupakan versi dan format dari penulis berdasarkan
keterangan dari hasil wawancara.
44 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan. h. 47 45 PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta: PT. Permata Indonesia, t.th)
69
Mekanisme pembayaran upah tenaga kerja outsourcing di PT. Permata
Indonesia
1 3
22 2
PT. Permata
Indonesia KLIEN Tenaga Kerja
Keterangan gambar:
1. PT. Permata Indonesia mengirim draft upah via email ke klien
2. Setelah klien menyetujui atas draft upah yang dikirim, kemudian klien
membayar ke PT. Permata Indonesia
3. Setelah diterima PT. Permata Indonesia baru kemudian dibayarkan ke
tenaga kerja.46
Dalam menentukan upah tenaga kerja outsourcing baik itu besarnya upah
maupun waktu pembayarannya PT. Permata Indonesia mengikuti peraturan
pengupahan yang diterapkan oleh perusahaan pengguna jasa outsourcing (klien)
atau peraturan pengupahan yang berlaku di wilayah kerja masing-masing pada
tahun berjalan. Dalam hal pengambilan keuntungan (fee) PT. Permata Indonesia
menerapkan 2 (dua jenis) sistem fee manajemen, yaitu recrutmen services/fee
dan paying agen fee. Sebagai contoh misalnya PT. Permata Indonesia sanggup
menyediakan 10 orang untuk mengisi posisi teller, dan dari jasa penyediaan
tenaga kerja tersebut oleh klien dihargai sesuai kesepakatan perjanjian kerja
46 Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.
70
sama (PKS). Jadi dalam hal pengupahan yang diterapkan oleh PT. Permata
Indonesia terhadap para tenaga kerja outsourcing tidak ada pemotongan dari
gaji pokoknya. Adapun pemotongan dari upah pokok karyawan hal itu
digunakan untuk Jamsostek sebesar 2% dan 4,24% nya menjadi beban
perusahaan pengguna jasa outsourcing (klien) dengan tanpa mengurangi gaji
pokok tenaga kerja. Begitu juga, upah tenga kerja outsourcing yang diterapkan
PT. Permata Indonesia berbeda-beda tergantung posisi yang ditawarkan. Hak-
hak tenaga kerja outsourcing PT. Permata Indonesia selain upah adalah hak
Jamsostek, hak Asuransi, dan mendapat THR.47
47 Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010.
71
BAB IV
ANALISIS PRAKTEK PENGUPAHAN OUTSOURCING PT. PERMATA
INDONESIA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Kontrak Tenaga Kerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, problem perburuhan diatur oleh hukum-hukum
“kontrak kerja” (Ijarah). Secara definisi Ijarah adalah pemilikan jasa dari
seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang
mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak must’jir oleh seorang ajir.
Atau dengan kata lain Ijaroh merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan
disertai kompensasi atau upah.1
Dalam alih daya (outsourcing) bentuk perjanjian kerja yang lazim
digunakan adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).2 Begitu juga
bentuk perjanjian yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia terhadap para
tenaga kerja outsourcing adalah perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam
waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.3
1 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008). Ed.
1. cet. 1., h. 229 2 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiriabadi,
2009), cet. Ke-1., h. 13
3 Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 45
71
72
Syarat tercapainya transaksi Ijaroh tersebut adalah kelayakan dari orang-
orang yang melakukan aqad, yaitu, si penyewa tenaga atau majikan (disebut
dengan Musta'jir) dengan orang yang dikontrak atau pemberi jasa/tenaga
(disebut dengan Ajiir). Kelayakan tersebut meliputi :4
1. Kerelaan (keridhaan) dua orang yang bertransaksi
Hukum yang berlaku dalam masalah upah atau gaji, sebenarnya kembali
kepada keridhaan kedua belah pihak. Prinsipnya adalah ‘an taradhin, yaitu
kedua belah pihak saling ridha yang disepakati di awal perjanjian.5
Sebagaimana bentuk perjanjian kerja antara PT. Permata Indonesia dengan
tenaga kerja outsourcing harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Untuk membuktikan kesepakatan maka dalam perjanjian tersebut harus
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
2. Berakal dan Mumayyis (mampu membedakan dan memilih)
Pada tahap ini seseorang telah mencapai aqil-baligh dan dalam keadaan
normal ia dianggap telah menjadi mukallaf. Kapan seseorang dianggap telah
baligh ini terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Mayoritas ulama
menyebutkan usia 15 tahun, sedangkan sebagian kecil ulama mazhab Maliki
menyebutkan 18 tahun. Namun, ada yang memudahkan perkiraan baligh ini
dengan melihat tanda-tanda fisik, yaitu ketika seorang perempuan telah
4 http://www.angelfire.com
5 Ahmad Sarwat, Sistem Memberi Upah dalam Islam, Artikel di akses pada 21 Juli 2010 dari
http://assunnah.or.id
73
datang bulan (haid) dan laki-laki telah mengalami perubahan-perubahan
suara dan fisiknya.6 Sebagaimana tahapan perekrutan calon tenaga kerja
outsourcing di PT. Permata Indonesia mensyaratkan kartu tanda pengenal
(KTP). Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2006 pasal 63 ayat 1
disebutkan bahwa “Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing
yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun
atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP”. Syarat seseorang
untuk membuat kartu tanda penduduk yaitu minimal 17 tahun dan ini
membuktikan bahwa seseorang sudah dikatakan baligh menurut Islam.
3. Jelas upah dan manfaat yang akan di dapat.7
Masalah akad pekerjaan penting dipahami dalam satu persepsi yang sama
oleh pihak perusahaan dan tenaga kerja. Akad pekerjaan akan menjadi syarat
dan pedoman dalam bekerja karena ia mengikat kedua belah pihak.8 Hal-hal
yang terkait dengan kesepakatan kerja dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ketentuan kerja
Ijarah adalah memanfaatkan jasa seseorang yang dikontrak untuk
dimanfaatkan tenaganya. Oleh karena itu, dalam kontrak kerjanya harus
ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya. dan waktunya
6 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Dalam Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Ed. 1, cet. 3, h. 53
7 http://www.angelfire.com 8 M.I. Yusanto dan M.K. Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2002). Cet. 1., h.192
74
harus ditentukan, misalnya harian, bulanan atau tahunan. Selain itu, upah
kerjanya juga harus ditetapkan.
a. Bentuk kerja
Tiap pekerjaan yang halal maka hukum mengontraknya juga halal.
Di dalam ijarah tersebut harus tertulis jenis atau bentuk pekerjaan yang
harus dilakukan seorang ajir. Jenis pekerjaan harus dijelaskan, sehingga
tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah
fasid (rusak)9
Dalam melaksanakan perjanjian kerja, PT. Permata Indonesia
menjelaskan bentuk dan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada
tenaga kerja outsourcing, hal tersebut termuat dalam klausul perjanjian
kerja waktu tertentu. Adapun bentuk dan jenis pekerjaan yang tenaga
kerja terima merupakan sondingan dari perusahaan pengguna jasa.
b. Waktu kerja
Dalam praktek outsourcing masalah waktu sangat diperhatikan juga,
sebagaimana telah di atur dalam Keputusan mentri tenaga kerja dan
transmigrasi RI Kep. 100/MEN/VI/2004, pasal 3 ayat 2 Tentang
pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu, disebutkan bahwa jangka
waktu dalam perjanjian kerja waktu tertentu paling lama tiga tahun.
Sebagaimana transaksi ijarah harus disebutkan jangka waktu pekerjaan
9 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, h. 230
75
itu yang dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau
selesainya pekerjaan tertentu. Selain itu, harus ada juga perjanjian waktu
bekerja bagi ajir. Adapun waktu yang diterapkan oleh PT. Permata
Indonesia yaitu selama 7 bulan.
Dalam Islam apabila pekerjaan yang memang harus disebutkan
waktunya tetapi tidak terpenuhi maka pekerjaan tersebut menjadi tidak
jelas dan tentu saja hukumnya menjadi tidak sah. Apabila waktu kontrak
sudah ditentukan misalnya dalam jangka waktu 1 tahun atau 1 bulan,
maka tidak boleh salah seorang diantara kedua belah pihak
membubarkannya, kecuali apabila waktunya telah habis. Begitu pula
tidak boleh seseorang bekerja untuk selamanya (tampa waktu yang jelas)
dengan perkiraan gaji yang juga tidak jelas.10
c. Upah kerja (Dibahas di sub bab tersendiri).
2. Hubungan Kerja
Hubungan kerja dalam outsourcing terjadi terhadap tiga objek yaitu
pihak perusahaan outsourcing sebagai vendor atau pensuplai dan penyedia
tenaga kerja. Dalam penyediaan jasa pekerja alih daya (outsourcing), ada
dua tahapan perjanjian yang dilakukan harus dilakukan, yaitu:
a. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan
penyedia pekerja
10 http://www.angelfire.com/id/dialogis/perlakuan.html
76
b. Perjanjian perusahaan penyedia pekerja dengan karyawan
Dengan adanya dua perjanjian kerja tersebut, maka hubungan hubungan
kerja yang terjadi adalah adalah walaupun karyawan sehari-hari bekerja di
perusahaan pemberi pekerjaan, ia tetap berstatus sebagai karyawan
perusahaan penyedia pekerja. Sedangkan pemenuhan hak-hak karyawan
seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja.11
Islam menempatkan majikan dan pekerja dalam kedudukan yang setara,
keduanya saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Karena itu,
konsep Islam tentang hubungan kerja majikan-pekerja adalah konsep
penyewaan (ijarah). Konsep penyewaan meniscayakan keseimbangan
antara kedua belah pihak, sebagai musta’jir (penyewa) dan mu’jir (pemberi
sewa). Penyewa adalah pihak yang menyerahkan upah dan mendapatkan
manfaat, sedangkan mu’jir adalah pihak yang memberikan manfaat dan
mendapatkan upah.12
Antara musta’jir dan mu’jir terikat perjanjian selama waktu tertentu
sesuai kesepakatan. Selama waktu itu pula, kedua belah pihak menjalankan
kewajiban dan menerima hak masing-masing. Dalam akad Ijarah ini,
11 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, h. 13
12 Safari Ar Rizki, Tenaga kerja dan Upah Dalam Islam ,Artikel di akses pada 30 Juli 2010
pada http://ekisonline.com/index.php?option=com
77
musta’jir tidak dapat menguasai mu’jir, karena status mu’jir adalah mandiri,
dan hanya diambil manfaatnya saja. Berbeda dengan jual beli, ketika akad
selesai maka pembeli dapat menguasai sepenuhnya barang yang dibelinya.
Dalam outsourcing terdapat dua kali bentuk ijarah, yaitu:
Pertama, Ijarah dalam arti sewa-menyewa yang terjadi pada perusahaan
otsourcing dengan perusahaan penggunanya dimana perusahaan penyewa
ataupun mengambil manfaat dari barang baik berupa computer atau barang
modern dan tenaga kerja yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan pengguna
untuk meningkatkan produktifitas perusahaan.
Kedua, Ijarah dalam arti upah mengupah yang terjadi antara karyawan
dengan perusahaan outsourcing, yakni perusahaan outsourcing
memanfaatkan keahlian dari karyawan untuk pekerjaannya. Maka karyawan
juga berhak untuk mendapat upah dari kerja yang telah dilaksanakan. Dan
kerja yang dilakukan oleh karyawan adalah mempunyai waktu yang telah
ditentukan oleh perusahaan outsourcing.13
Kontak kerja antara pengusaha dan pekerja adalah kontrak kerja sama
yang harusnya saling menguntungkan. Pengusaha diuntungkan karena
memeroleh jasa dari pekerja untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang
dibutuhkan pengusaha. Sebaliknya, pekerja diuntungkan karena
memperoleh penghasilan dari imbalan yang diberikan pengusaha karena
13 M. Syafi’I, Outsourcing Tenaga Kerja Perspektif Ijarah, (skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 70
78
memberikan jasa kepada pengusaha. Karena itulah, hubungan
ketenagakerjaan di dalam pandangan Islam adalah hubungan kemitraaan
yang harusnya saling menguntungkan tidak boleh satu pihak menzalimi dan
merasa dizalimi oleh pihak lainnya.
3. Penyelesaian Perselisihan
Dalam pelaksanaan kegiatan alih daya, berbagai potensi perselisihan
mungkin timbul, misalnya berupa pelanggaran peraturan perusahaan oleh
karyawan maupun adanya perselisihan antara karyawan outsourcing dengan
karyawan lainnya. Menurut pasal 66 ayat (2) hurup c UU No.13 Tahun
2003, penyelesaian yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja. Jadi, walaupun yang dilanggar oleh karyawan alih
daya adalah peraturan perusahaan pemberi pekerjaan, yang berwenang
menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa
pekerja.14
Pada dasarnya peraturan pemerintah, baik UUK maupun Peraturan
Menteri Tenaga Kerja RI No PER-02/MEN/1993 Tentang kesepakatan kerja
waktu tertentu, tidak mengatur secara terperinci mengenai penyelesaian
perburuhan untuk tenaga kerja waktu tertentu. Mekipun demikian jika
ditinjau lebih jauh, suatu tenga kerja waktu tertentu dengan kata lain tenaga
kerja kontrak melakukan suatu pekerjaan di suatu perusahaan berdasarkan
14 Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, h. 48
79
kontrak kerja yang telah dibuat dan ditandatangani oleh tenaga kerja kontrak
tersebut serta pihak perusahaan yang mempekerjakannya. Sementara itu,
jika terjadi suatu perselisihan, penyelesaian perselisihan yang dapat
dilakukan/diambil oleh tenaga kerja kontrak tersebut adalah penyelesaian
perselisihan perburuhan sebagaimana yang tercantum dalam kontrak
tersebut.15
Penyelesaian perselisihan yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia,
sebagaimana yang termuat dalam klausul perjanjian, yaitu perselisihan yang
timbul sebagai akibat perjanjian akan diselesaikan secara musyawarah untuk
mencapai mufakat, sedangkan apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan
secara musyawarah maka masing-masing pihak sepakat untuk
menyelesaikannya di pengadilan negeri setempat dan masing-masing pihak
memilih kediaman hukum yang tetap di kepaniteraan Pengadilan Negeri.
Sebagaimana dalam Islam, penyelesaian perselisihan pada prinsipnya
boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu
a. Jalan perdamaian (shulhu)
Jalan pertama yang dilakukan apabila terjadi perselisihan dalam
suatu akad adalah dengan menggunakan jalan perdamaian (shulhu)
antara kedua belah pihak. Dalam fiqih pengertian shulhu adalah suatu
15 Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan
perusahaan), penyunting, Yoga Anggoro (Jakarta: Visimedia, 2009), cet. 1., h.86
80
jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang saling
berlawanan, atau untuk mengakhiri sengketa.
b. Jalan arbitrase (tahkim)
Istilah tahkim secara literal berarti mengangkat sebagai wasit atau
juru damai. Sedangkan secara terminologis tahkim berarti pengangkatan
seorang atau lebih, sebagai wasit atau juru damai oleh dua orang atau
lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka
perselisihkan secara damai yang ditunjuk langsung oleh dua orang yang
bersengketa.
c. Jalan peradilan (al-Qadha)
Al-qadha secara harfiah berarti antara lain memutuskan atau
menetapkan. Menurut istilah fiqih kata ini berarti menetapkan hukum
syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikannya
secara adil dan mengikat. Orang yang berwenang menyelesaikan perkara
pada pengadilan semacam ini dikenal dengan qadhi (hakim).
4. Berakhirnya Akad
PKWT berakhir pada saat berakhirnya jangka waktu yang ditentukan
dalam klausul perjanjian kerja.16 Menurut UUK pasal 61 ayat (1) perjanjian
kerja berakhir sebagai berikut:
a. Pekerja meninggal dunia
16 Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan
perusahaan), h. 73
81
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai
kekuatan hokum tetap
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT), atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena hal-hal yang di
atas, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar
ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar uah pekerja/buruh sampai batas
waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (pasal 62 UUK).17
Sebab-sebab berakhirnya perjanjian kerja sebagaimana yang tertuang
dalam UUK pasal 61 ayat (1) diterapkan juga dalam perjanjian kerja waktu
tertentu di PT Permata Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas
bahwa masalah perburuhan dalam ekonomi Islam diatur oleh hukum-hukum
“kontrak kerja” (Ijaroh).
Pada prinsipnya Ijarah merupakan akad yang mengikat (lazim) kedua
belah pihak yang melakukannya. Artinya ketika akad terjadi, masing-masing
17 Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan
perusahaan), h. 77
82
pihak harus menunaikan kewajiban dan menerima hak masing-masing serta
tidak boleh membatalkannya (fasakh) kecuali ada hal-hal yang menurut
ketentuan hokum (syara’) dapat dijadikan alasan pembatalan.18 Adapun hal-
hal yang bisa menyebabkan batalnya akad ijarah yaitu:
a. Salah satu pihak meninggal dunia
Mengenai kematian ini, terdapat perbedaan pendapat diantara para
fukoha mengenai masalah apakah kematian pihak-pihak yang
melakukan akad mengakibatkan berakhirnya akad. Dalam akad sewa
menyewa yang merupakan akad yang mengikat secara pasti dua belah
pihak, penyewa atau yang menyewakan, menurut pendapat ulama-ulama
madzhab hanafi mengakibatkan berakhirnya akad. Dengan alasan bahwa
objek sewa menyewa adalah manfaat barang sewa yang terjadinya
sedikit-sedikit sejalan dengan waktu yang dilalui. Manfaat barang yang
ada setelah meninggalnya pemilik bukan lagi menjadi haknya sehingga
akad tidak berlaku lagi terhadapnya. Berbeda dengan ulama syafi’iyah
memandang manfaat barang sewa semuanya telah ada ketika akad
diadakan, tidak terjadi sedikit-sedikit, sehingga kematian salah satu
pihak tidak membatalkan akad.19 Karena dalam outsourcing yang
menjadi objek adalah pekerja maka apabila si pekerja meninggal dunia
18 AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h. 127 19 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Dalam Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007),
Ed. 1, cet. 3, h. 93
83
maka putus akadnya karena yang disewa adalah jasa si pekerja dan hal
itu tidak bisa di gantikan.
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad Ijarah telah berakhir.
c. Berakhir dengan iqalah yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan
antara kedua belah pihak.
d. Terjadinya kerusakan pada barang sewaan, seperti rumah terbakar atau
mobil hilang.
e. Menurut ulama Hanafiyah apabila ada udzur dari salah satu pihak.
Udzur-udzur yang dapat membatalkan akad Ijarah itu, menurut ulama
Hanafiyah adalah salah satu pihak mengalami kepailitan dan berpindah
tempatnya penyewa, misalnya seseorang digaji untuk menggali sumur di
suatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah ke desa
lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama, udzur yang boleh membatalkan
akad Ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau
manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan
dilanda banjir.20 Sebagaimana yang diterapkan oleh PT. Permata
Indonesia dalam hal pemutusan perjanjian kerja yaitu apabila si pekerja
melakukan hal-hal yang dapat merugikan perusahaan atau melanggar
apa-apa yang telah dibuat dalam perjanjian kerja tersebut.
20 AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h. 128
84
B. Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Praktek Pengupahan Outsourcing PT.
Permata Indonesia
Dalam ekonomi Islam disyaratkan agar upah dalam transaksi ijarah
disebutkan secara jelas. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW :
من استأجر أجيرا فليعلمه أجره
Artinya: “Siapa yang memperkerjakan seseorang hendaklah ia memberitahukan
kepadanya berapa bayarannya.”21
Hadist ini menegaskan bahwa seorang buruh jangan sampai tidak
mengetahui upahnya karena hal itu dapat membuka peluang terjadinya proses
penipuan.
Dalam hal pengupahan, PT. Permata Indonesia bersikap transfaran terhadap
tenaga kerja hal itu bisa terlihat dalam klausul perjanjian yang mana besarnya
upah yang diterima tenaga kerja outsourcing disebutkan didalam perjanjian
tersebut. Dalam hal besarnya upah yang diterima oleh tenaga kerja outsourcing
mengikuti peraturan perusahaan dimana ia bekerja. Jadi dalam hal ini PT.
Permata Indonesia tidak mempunyai wewenang dalam menentukan upah dan
PT. Permata Indonesia tidak punya hak atas upah karyawan tersebut. Dalam
artian perusahaan tidak mengambil keuntungan dari upah tenaga kerja dengan
cara memotongnya. Akan tetapi PT. Permata Indonesia memperoleh
keuntungan dari fee managemen. Dalam hal pengambilan keuntungan (fee) PT.
21 Ibnu Abi Syaibah, Kitab Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah, Juz. 5., h. 129
85
Permata Indonesia menerapkan 2 (dua jenis) sistem fee manajemen, yaitu
recrutmen services/fee dan paying agen fee.
Islam mengharamkan segala jenis kezaliman dan mengajak dihilangkannya
berbagai bencana dan keburukan yang timbul darinya, sebagaimana tercantum
dalam surat Al-Baqarah :
☺ / ٢ : ٢٧٩ ) البقرة( ☺
Artinya :
”Kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Q.S Al-Baqarah/ 2 : 279)
Diantara bentuk-bentuk kezaliman yang paling jelas adalah memeras kaum
buruh dan menahan upah kerja mereka. Sesungguhnya hal semacam itu sangat
diharamkan dan sangat jelas pelarangannya karena dapat dikategorikan sebagai
memakan harta secara batil.22 Di dalam hadist qudsi yang diriwayatkan oleh
Bukhari dalam shahihnya , disebutkan:
باع حرا ثم غدر، رجلرجل اعطى بي: ثالثة أنا خصمهم يوم القيامة فأآل ثمنه، ورجل إستأجر أجيرا فاستوفى منه ولم يوفه أجره
Artinya:
“Tiga orang yang aku menjadi seteru mereka pada hari kiamat: Seseorang yang berjanji pada-Ku kemudian ia melarangnya, seseorang yang menjual orang merdeka lalu ia memakan hasil penjualannya, dan seseorang yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh itu memenuhi pekerjaannya tetapi ia tidak memberikan upahya kepadanya.23
22 Baqir Sharief Qorashy, Keringat Buruh (Hak dan Peran Pekerja dalam Islam)., h. 249
23 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, penj. K.H Didin
Hafiduddin, (Jakarta: Robbani Press, 2001). Cet. 1., h. 403
86
Begitu juga Islam menganjurkan untuk mempercepat dalam pembayaran
upah tenaga kerja, sebagaimana Hadist Riwayat Ibnu Majah:
)رواه بن ماجة (أعطوا الأجير أجره قبل أن يجف عرقهArtinya:
“Berikanlah upah kepada orang yang dipakai tenaganya sebelum kering keringatnya”.*
Hadist ini mempertegas bahwa pemilik usaha (perusahaan) berkewajiban
membayar upah kepada buruh yang telah selesai melaksakan pekerjaannya,
entah itu dibayarkan secara harian, mingguan, bulanan, ataupun lainnya.24
Dalam hal pembayaran upah, PT. Permata Indonesia membayar upah tenaga
kerja setiap bulan. Adapun tentang mengenai penentuan upah, yaitu rujukannya
kepada kesepakatan antara kedua belah pihak. Tetapi tidak sepatutnya bagi
pihak yang kuat dalam akad (kontrak) mengeksploitasi kebutuhan pihak yang
lemah dan memberikan kepadanya upah di bawah setandar.25 Hukum yang
berlaku dalam masalah upah atau gaji, sebenarnya kembali kepada keridhaan
kedua belah pihak. Prinsipnya adalah ‘an taradhin, yaitu kedua belah pihak
saling ridha yang disepakati di awal perjanjian.26
* (HR. Ibnu Majah dari Umar, Abu ya’la dari Abu Hurairah, a-Tabrani dalam al-Ausath dari
Jabir, al-Hakim dari Anas dan semua jalan riwayatnya adalah lemah, tetapi secara kolektif menjadi hadist hasan, seperti dikatakan oleh al-Munawi dalam Faidhul Qadir (I/562-563), dihasankan oleh al-Bani dalam Shahih al-Jami’ Ash-Shaghir wa Ziyadatuh (1055))
24 Baqir Sharief Qorashy, Keringat Buruh (Hak dan Peran Pekerja dalam Islam)., h. 251 25 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, h. 405
26 Ahmad Sarwat, Sistem Memberi Upah dalam Islam, Artikel di akses pada 21 Juli 2010 dari
http://assunnah.or.id
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam ekonomi Islam, upah (ujrah) merupakan bagian dari Ijarah. Di
dalam pelaksanannya ada syarat dan ketentuan yang mengikat kedua belah
pihak, baik pemberi upah dan yang menerimanya. Dalam hal besar kecilnya
upah, Islam mengakui terjadinya perbedaan dikarenakan beberapa sebab
seperti, perbedaan jenis pekerjaan, perbedaan kemampuan, keahlian, dan
pendidikan,
2. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja outsourcing di PT. Permata
Indonesia mengikuti peraturan yang ada di perusahaan pengguna jasa
outsourcing (klien). Aturan yang yang diikuti oleh PT. Permata Indonesia
dalam hal pengupahan adalah waktu pembayaran dan besarnya upah tenaga
kerja outsourcing. Upah pokok karyawan tidak ada pemotongan oleh PT.
Permata Indonesia. Adapun pemotongan dari upah pokok karyawan hal itu
digunakan untuk Jamsostek sebesar 2% dan 4,24% nya menjadi beban
perusahaan pengguna jasa outsourcing (klien). PT. Permata Indonesia tidak
mengambil keuntungan dari upah pokok karyawan, namun keuntungannya
diperoleh dari fee manajemen. Fee manajemen adalah biaya atau bayaran
87
88
yang diterima PT. Permata Indonesia dari klien atas jasa penyediaan tenaga
kerja. Fee managemen itu tidak ada hubungannya dengan tenaga kerja, akan
tetapi hubungannya antara PT. Permata Indonesia dengan perusahaan
pengguna jasa (klien). Selain upah, hak-hak tenaga kerja outsourcing yang
diberikan oleh PT. Permata Indonesia adalah hak Jamsostek, Hak Asuransi,
dan mendapat THR.
3. Secara umum praktek pengupahan outsourcing yang diberlakukan PT.
Permata Indonesia terhadap tenaga kerja outsourcing nya telah memenuhi
aspek-aspek Syariah Islam antara lain ditinjau dari perjanjian kerjanya,
karena masalah upah diputuskan oleh mereka yang mengadakan perjanjian
kerja. Dalam melaksanakan perjanjian kerja, PT. Permata Indonesia
memberikan kejelasan kepada tenaga kerja outsourcing baik dari aspek
bentuk dan jenis kerjanya, masa kerjanya, maupun upah yang diberikan.
Sebagaiman Islam sangat menekankan dalam hal pengupahan harus dengan
rasa keadilan dan tidak ada unsur kedzaliman. Pada prinsipnya dalam
praktek pengupahan adalah ‘an taradhin, yaitu kedua belah pihak saling
ridha yang disepakati di awal perjanjian.
B. Saran-saran
Sebagai program perbaikan kedepan, penulis memberi saran-saran kepada
PT. Permata Indonesia sebagai berikut :
89
1. PT. Permata Indonesia hendaknya senantiasa menjaga hubungan baik antara
tenga kerja outsourcing maupun dengan para klien, karena mereka adalah
mitra-mitra kerja yang mendukung perkembangan bisnis outsourcing
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik dari karyawan
PT. Permata Indonesia maupun dari para tenaga kerja yang direkrut,
mengingat faktor SDM memiliki dampak yang signifikan dalam mendorong
sebuah kinerja perusahaan kearah yang lebih baik dan supaya tenaga kerja
yang disalurkan mempunyai skill dan ada harganya di mata para klien atau
perusahaan pengguna jasa outsourcing
3. Meningkatkan kembali pelayanan, baik dari segi pembayaran upah,
pemenuhan hak-hak para tenaga kerja outsourcing lainnya. Karena dengan
memenuhi hak-hak dasar tenaga kerja, maka akan meningkatkan kinerja
para tenaga kerja dan hal itu sangat di cintai Allah SWT dan Rasul-Nya.
BAB II
UPAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Upah dalam Perspektif Ekonomi Islam
Dalam kacamata Islam, upah dimasukan ke dalam wilayah fiqh muamalat,
yakni dalam pembahasan tentang ujarah. Menurut bahasa, ujrah berarti upah.
Sedangkan menurut tata bahasa, ujrah ( أجرة) atau ijarah (اجارة ) atau ajaarah
( اجر ) dan yang fasih adalah ijarah, yakni masdar sam’i dari fi’il ajara (اجارة)
dan ini menurut pendapat yang sahih.1
Pendapat lain mengemukakan bahwa ujrah berasal kata al-ajru yang berarti
al-iwadhu (ganti). Dengan sendirinya, lafaz al-tsawab (pahala) bisa dikaitkan
dengan upah. Mengingat, al-tsawab (pahala) merupakan imbalan atas sesuatu
pekerjaan baik. 2 Ujrah atau upah diartikan sebagai pemilikan jasa dari seorang
ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak
tenaga). Ijarah merupakan transaksi terhadapa jasa tertentu dengan disertai
kompensasi.3 Kompensasi imbalan inilah yang kemudian disebut ujrah. Lafaz
ujrah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan suatu
benda atau imbalan dari suatu kegiatan.
1 Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, alih bahasa oleh Drs. H. Moh. Zuhri Dipl. Tafl,
et. al., (Semarang: as-Syifa, 1994), cet. Ke-2, h. 166
2 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa oleh H. Kamaludin A. Marjuki, (Bandung: Al Maarif, 1997), cet 7, jilid 13, h. 15
3 Taqyudin an-Nabahani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Islam, (Surabaya: Risalah
Gusti, 1996), h. 83
13
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN OUTSOURCING PT. PERMATA
INDONESIA
A. Sekilas Tentang Outsourcing
1. Pengertian Outsourcing
Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari
suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa
outsourcing).1 Dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia outsourcing (alih
daya) diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyedia jasa tenaga
kerja. Pengertian lainnya, Outsourcing adalah proses memindahkan
pekerjaan dan layanan yang sebelumnya dilakukan di dalam perusahaan ke
pihak ketiga. Outsourcing bisa diartikan juga usaha untuk mendapatkan
tenaga ahli serta mengurangi beban dan biaya perusahaan dalam
meningkatkan kinerja perusahaan agar terus kompetitif dalam menghadapi
perkembangan ekonomi dan teknologi global dengan menyerahkan kegiatan
perusahaan pada pihak lain yang tertuang dalam kontrak.2 Dibidang
ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan
tenaga kerja untuk memperoduksi atau melaksakan suatu pekerjaan oleh
1 Candra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2003), Cet. 1., h. 2 2 Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 11
34
DAFTAR PUSTAKA Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Iislam Jilid 2, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995). Asikin, H. Zainal, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004). Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) Dewi, Gemala, dkk, Hukum Perikatan Dalam Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2007) Djatnika, H. Rahmat, Pola Hidup Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
1991). Djumaidi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004). Hasan Syadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1984). Hasan, M. Ali, Berbagai Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004) Http://permataindonesia.com/ Http://www.angelfire.com/id/dialogis/perlakuan.html Huda, Nurul, dkk, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana,
2008) Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan
perusahaan), penyunting, Yoga Anggoro (Jakarta: Visimedia, 2009) Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Baker, Kifayatul Akhyar, (terj) oleh K.H
Syarifuddin Anwar dan K.H Misbah Mustafa, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1994).
Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing
(Jakarta: PT Grasindo, 2003). Klausul Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PT. Permata Indonesia
90
91
Lathif, AH. Azharudin, Fikh muamalah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005). Manan, M.A, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf,
2000). Muba, Wang, “Tenaga Kerja Outsourcing”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009
dari http://wangmuba.com Mursi, Abdul Hamid, SDM Produktif : Pendekatan dan Sains, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1987). N, Gindo, “Praktek Outsourching Semakin Menggila”, Artikel di akses pada 16
Oktober 2009 dari http://kpsmedan.org/index.php?option=com. PT. Permata Indonesia, Klausul Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PT.
Permata Indonesia PT. Permata Indonesia. Profil Perusahaan, Booklet, (Jakarta, PT. Permata Indonesia,
t.th) Priandoyo, Anjar , ”Delapan Pertanyaan Tentang Outsourcing (tenaga kerja)”, di
akses pada 16 oktober 2009 pada http://priandoyo.wordpress.com Qardhawi, Yusuf, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, penj. K.H
Didin Hafiduddin, (Jakarta: Robbani Press, 2001). Qarashi, Baqir Sharif, Hak dan Peran Pekerja Dalam Islam (Jakarta: Al-Huda,
2007). Rifai, Moh., Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: CV. Wicaksana, 2002). Rizki, Safari, Tenaga kerja dan Upah Dalam Islam ,Artikel di akses pada 30 Juli
2010 pada http://ekisonline.com/index.php?option=com Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, (terj) oleh H. Kamaludin A. Marjuki, (Bandung: Al
Ma’rif, 1997). Sarwat, Ahmad, Sistem Memberi Upah dalam Islam, Artikel di akses pada 21 Juli
2010 dari http://assunnah.or.id Simajuntak, Payaman P., Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta :LPFE
UI, 1998).
92
Sudibjo, Wisnu, “Syariat Islam Dalam Persoalan Tenaga Kerja” artikel diakses pada 16 oktober 2009 dari http://wisnusudibjo.wordpress.com
Sudjana, Eggi, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering (Jakarta:: Persaudaraan
Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), 2000). Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007). Sutedi, Adrian, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). Suwondo, Candra, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo, 2003). Syahatah, Husain dan Siddiq Muh Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi dan Etika Bisnis
Dalam Islam (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005). Syaibah, Ibnu Abi, Kitab Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah, Juz. 5., h. 129 Tunggal, Amin Widjaja, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo,
2008). Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 64,65, & 66 Tentang Ketenagakerjaan,
File UU ini di akses pada tanggal 16 Juli 2010 dari http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf
Wawancara Pribadi dengan Betty Mariyani. Jakarta, 14 Juni 2010. Yasar, Iftida, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar
Mandiriabadi, 2009). Yusanto, M.I. dan M.K. Widjajakusuma, Menggas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002) Zanikhan, “Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-Hak Kerja”, artikel di akses
pada 16 oktober 2009 pada http://zanikhan.multiply.com/profile.