sistem pendinginan alami pada rumah susun sederhana embong brantas, klojen, malang
DESCRIPTION
Makalah Ilmiah,.TRANSCRIPT
SISTEM PENDINGINAN ALAMI PADA
RUMAH SUSUN SEDERHANA
EMBONG BRANTAS, KLOJEN, MALANG
Makalah Ilmiah
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Seminar Arsitektur
Disusun oleh:
Resti Piutanti
NIM. 0910650013
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
SISTEM PENDINGINAN ALAMI PADA RUMAH SUSUN SEDERHANA
EMBONG BRANTAS, KLOJEN, MALANG
Resti Piutanti
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Malang
Email: [email protected]
Abstrak
Sistem pendinginan Alami menjadi salah satu elemen bangunan yang cukup menentukan
untuk menjaga kenyamanan penghuni, terutama pada Bangunan Rumah Susun. Kebanyakan
kasus yang telah terjadi, penghuni Rusun kembali ke rumah asalnya karena tidak nyaman dan
tidak biasa hidup di bangunan tinggi-menengah. Kenyaman termal sangat erat kaitannya dengan
aktivitas penghuni bangunan. Selain itu, dikarenakan bangunan Rusun Sederhana dituntut untuk
hemat energi (low cost), menyebabkan penggunaan pendinginan alami akan menjadi tantangan
yang besar yang akan dihadapi dalam perancangan. Metode pengumpulan data dalam makalah
ini berupa pengumpulan data sekunder pustaka. Hasil yang diiharapkan adalah diperoleh sintesa
mengenai potensi serta kendala yang terdapat pada lokasi tapak yang dikaitkan dengan variabel
yang ada.
Kata Kunci: Pendinginan Alami, Rumah Susun Sederhana, Embong Brantas
PENDAHULUAN
Bangunan rumah susun sederhana pada
dasarnya dibangun untuk mengakomodasi
masyarakat dengan tingkat kesejahteraan
menengah ke bawah. Bangunan ini tentunya
memiliki kompleksitas yang berbeda dengan
bangunan tinggi-menengah lainnya. Bangunan
rusun harus dibuat dengan efektif, efisien dan
ekonomis tanpa melupakan kebutuhan
penghuninya.
Kenyamanan (dalam hal ini merupakan
kenyamanan termal) merupakan kebutuhan
yang mendasar bagi penghuni sebuah
bangunan. Pada kebanyakan kasus yang telah
terjadi, penghuni Rusun kembali ke rumah
asalnya karena tidak nyaman dan tidak biasa
hidup di bangunan tinggi-menengah. Hal ini
menunjukkan pula bahwa kenyaman termal
sangat erat kaitannya dengan aktivitas
penghuni bangunan sehingga sangat penting
untuk menjadi perhatian agar tidak mematikan
aktivitas penghuni di dalamnya. Sistem
pendinginan Alami menjadi salah satu elemen
bangunan yang cukup menentukan untuk
menjaga kenyamanan penghuni yang dapat
diterapkan dalam rumah susun.
Di sisi lain, saat ini sangat penting
untuk berkontribusi mengurangi dampak
kerusakan alam, minimal di lingkungan sekitar
kita. Kontribusi yang dimaksud dapat berupa
pemaksimalan ruang terbuka hijau dengan
pembangunan secara vertikal, meminimalisir
penggunaan energi, penggunaan sistem
pendinginan yang pasif (alami) dan lain
sebagainya. Dari banyaknya alternatif tersebut,
pendinginan alami, merupakan sistem yang
terintegrasi, dimana aspek lain dapat menjadi
sub elemen di dalamnya.
Terlebih lagi dikarenakan bangunan
Rusun Sederhana dituntut untuk hemat energi
(low cost), pendinginan alami menjadi
alternatif yang dapat diimplementasikan
sebagai tanggapan dari fenomena yang ada.
Selain itu juga dapat menjadi penyelesaian
permasalahan kenyamanan dalam
Perancangan Rumah Susun Sederhana.
. Dalam perancangan, tentunya aspek
lokasi menjadi hal yang penting untuk menjadi
pertimbangan. Hal tersebut mempengaruhi
bagaimana sistem pendinginan alami dapat
digunakan sesuai dengan kondisi lokasi
perancangan. Sehingga diperlukan studi
mengenai potensi serta kendala yang dianalisa
berdasar variabel yang didapat dari pustaka
serta komparasi fasilitas sejenis.
TINJAUAN PUSTAKA
Kenyamanan Termal kaitannya dengan
Iklim
Menurut Prianto dan Depecker
(2001:19), pada hunian di lingkungan beriklim
tropis terutama dengan kelembaban tinggi,
kenyamanan penghuni tidak hanya tergantung
pada banyaknya suplai udara segar ke dalam
ruangan, tetapi juga tergantung pada kecepatan
angin. Kelembaban tinggi dapat meng-hambat
penguapan keringat sehingga tubuh terasa
tidak nyaman. Aliran angin akan membantu
menguapkan keringat dan memberi rasa sejuk,
sehingga harus mampu melintasi penghuni di
dalam ruang agar dapat mempercepat
pendinginan secara evaporasi (evaporative
cooling). Selain itu, aliran angin juga penting
dalam segi kesehatan untuk ketersediaan udara
segar, sirkulasi udara yang baik, pengeluaran
panas dan gas yang tidak diinginkan.
Pembenaran yang paling nyata dari
sebuah arsitektur yang tanggap iklim adalah
dapat mengurangi atau merendahkan biaya
operasional bangunan untuk pengurangan
konsumsi energi untuk operasional sehari-hari
bangunan tersebut. Mendesain dengan
menjadikan kondisi iklim sebagai
pertimbangannya akan mereduksi penggunaan
energi. Pengurangan penggunaan energi
tersebut akan mempengaruhi penggunaan
energi elektrik yang menghemat biaya
operasional. Sehingga mengefisienkan fungsi
bangunan serta menjadi ekonomis. Hal ini
tentunya sangat perlu diterapkan pada
bangunan rumah susun sederhana.
Selain itu, dengan penghematan
penggunaan energi listrik yang didapat dari
hasil pembakaran minyak fosil yang makin
lama makin menipis, maka akan mengurangi
emisi karbon dari panas yang terbuang.
Dengan demikian juga akan meresuksi efek
pemanasan lokal permukaan.
Untuk memaksimalkan hal-hal tersebut
diatas, maka dibutuhkan sistem pasif. Sistem
pasif yang dimaksud disini adalah sistem
pendinginan alami pada bangunan. Pada
sistem ini, bangunan dan elemen-elemennya
berperan utama sebagai pengkondisian
kenyamanan dalam bangunan itu sendiri, tanpa
bantuan dari peralatan elektronik.
Konsep Pendinginan Alami untuk
mencapai Kenyamanan Termal
Sistem pasif pada bangunan
melibatkan elemen-elemen bangunan secara
langsung sehingga harus dipertimbangkan
sejak dari awal perencanaan. Pendinginan
alami mengikuti proses desain dari suatu
bangunan untuk menghindari beban dari alat
pendingin tambahan.
Penempatan bangunan yang tepat
terhadap matahari, angin, bentuk denah dan
konstruksi serta pemilihan bahan yang sesuai,
maka temperatur ruangan dapat dengan
sendirinya didinginkan beberapa derajat tanpa
bantuan peralatan mekanis. (Lippsmeier,
1994:101)
Menurut Norbert Lechner, dalam
bukunya Heating, Cooling, Lighting
(2007:282), untuk mendapatkan kenyamanan
termal secara pasif, maka harus diterapkan
beberapa pendekatan, seperti:
a. Penghindaran panas
Pada tingkatan ini yang harus dilakukan
adalah upaya-upaya untuk meminimalkan
pengaruh panas dan radiasi matahari
kedalam bangunan. Strategi-strategi yang
dapat dilakukan antara lain:
- Pembayangan terhadap sinar matahari
- Pengaturan orientasi bangunan terhadap
matahari
- Penggunaan bahan dan warna material
dinding bangunan
- Faktor-faktor vegetasi, serta
- Pengendalian panas internal dalam
ruangan
Strategi penghindaran panas
biasanya tidak cukup dilakukan untuk
mencapai kenyamanan termal, terutama
didaerah lingkungan tropis. Maka
diperlukan kombinasi dengan strategi
lain.
b. Pendinginan Pasif
Dengan menerapkan beberapa
sistem pendinginan pasif kondisi suhu
udara dapat didinginkan. Salah satu
mekanisme pendinginan pasif antara lain
menggunakan ventilasi alami. Dalam
kondisi suhu-suhu udara tertentu,
terutama pada daerah tropis, strategi
penghindaran panas saja tidak cukup
menjamin kenyamanan termal dalam
ruang. Penambahan ventilasi silang
sebagai pendingin alami sangat
membantu dalam mencapai kenyamanan
termal yang dikehendaki.
c. Penggunaan peralatan mekanis
Penggunaan bantuan peralatan mekanis
pada umumnya dilakukan apabila kondisi
bangunan tidak memungkinkan untuk
menerapkan strategi penghindaran panas
maupun pendinginan pasif.
Perancangan harus memperhitungkan
kondisi-kondisi iklim yang ekstrim. Efek
radiasi matahari yang intensif, angin yang
membawa debu, tingginya kelembapan dan
temperature udara dapat dikontrol dengan
perancangan yang baik terhadap komponen-
komponen pembentuk bangunan, terutama
komponen penutup luar (Lippsmeier,
1994:74).
SELUBUNG BANGUNAN
Selubung atau kulit bangunan
merupakan bagian dari elemen bangunan yang
letaknya paling luar dan berhadapan langsung
dengan lingkungan. Selubung bangunan
adalah batas langsung antara lingkungan alami
termasuk iklim dengan lingkungan buatan atau
ruangan. Dengan demikian selubung bangunan
memiliki peran yang penting dalam
mengakomodasi hubungan timbal balik antara
lingkungan luar dan dalam bangunan.
Gambar 1. Selubung Bangunan
Sumber: goodway.com
Selubung bangunan merupakan suatu
kesatuan dari beberapa komponen-komponen
bangunan yang menyusun konstruksi terluar
sebuah bangunan. Komponen-komponen
tersebut antara lain adalah atap, dinding luar,
shading device, bukaan-bukaan ventilasi, serta
lantai.Dominasi komponen tersebut berbeda-
beda pada bangunan-bangunan tertentu. Akan
tetapi, masing-masing komponen dapat
mengoptimalkan kondisi kenyamanan dalam
ruang yang dilingkupinya.
Bukaan/Ventilasi
Udara yang bergerak menghasilkan
penyegaran karena proses penguapan, yang
berarti menurunkan temperatur pada kulit
(Lippsmeier, 1994). Pergerakan udara dalam
ruang secara alami dapat dicapai dengan cara
ventilasi. Sirkulasi udara yang mengalir
secara terus menerus akan mampu mengatasi
masalah kelembapan serta pengaruh panas
yang berlebihan di dalam ruangan.
Gambar 2. Ventilasi silang
Sumber: Brown dan DeKay. 2001
Ventilasi udara sebagai kebutuhan
mutlak untuk mencapai suatu kondisi ruang
yang sesuai dengan tuntutan fungsi. Ventilasi
udara diperlukan untuk mendapatkan
temperatur, kelembaban serta distribusi udara
sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh
proses, termasuk peralatan yang dipergunakan
di dalam ruang yang bersangkutan. Dalam hal
tersebut juga tercakup persyaratan yang
diperlukan untuk mendapatkan kenyamnan
lingkungan beraktivitas bagi civitasnya. Jika
pertukaran udara cukup baik maka
penghawaaan dan pengkondisian udara dalam
bangunan tidak begitu diperlukan.
Secara umum, dikenal ada dua jenis
ventilasi alami, yaitu ventilasi horizontal dan
ventilasi vertikal. Namun, kombinasi dua jenis
ventilasi ini akan lebih baik dan lebih optimal.
Mangunwijaya (2000:148), mendefinisikan
dua jenis ventilasi sebagai berikut:
a. Ventilasi horizontal disebabkan oleh
arus angin yang datang horizontal dari
sumber angin.
Gambar 3. Ventilasi horizontal
Sumber: 19design.wordpress.com
b. Ventilasi vertikal disebabkan oleh
perbedaan lapisan-lapisan udara (baik
dalam ruangan maupun di luar ruangan)
yang berselisih berat jenisnya.
Gambar 4. Ventilasi vertikal
Sumber: 19design.wordpress.com
Atap
Atap merupakan elemen bangunan
yang terletak paling atas dari bangunan. Atap
memiliki peranan penting sebagai naungan
bagi ruangan maupun elemen lain bangunan
dari terik matahari dan hujan.
Gambar 5. Atap dan
bayangan
Sumber: kompas.com
Mangun wijaya ( 2000 : 280 )
menyebutkan persyaratan yang harus menjadi
kriteria desain atap pada daerah Nusantara,
antara lain:
a. Atap harus sebanyak mungkin
menangkis radiasi panas matahari serta
menghindari konveksi udara panas
b. Menjamin kerapatan terhadap hujan
dan kelembaban
c. Mampu menahan hempasan angin dan
hujan
Dinding Luar (Façade)
Dinding bangunan berperan dalam
menunjang keberlangsungan bangunan
sebagai; penyangga beban komponen di
atasnya, penutup atau pembatas ruang,
mengakomodasi pengaruh iklim dan
lingkungan luar (radiasi matahari, radiasi
panas dari dalam ruang, pemeliharaan suhu
dalam bangunan, perlindungan dari tampias
hujan, mengatur ventilasi dalam ruangan,
pelindung dari angin, dsb).
Mangunwijaya (2000:349),
menyebutkan kriteria dinding luar sebagai
berikut:
a. Radiasi matahari,
mampu memantulkan kembali ataupun
menyerap radiasi matahari dari luar sesuai
kebutuhan dalam ruang.
b. Radiasi sumber-sumber kalor dari dalam,
Menyerap ataupun mengembalikan
kelembapan untuk mengontrol kondensasi
kalor dalam ruang.
c. Penghalang kalor dari luar,
Tebal tipis dinding dan kemampuannya
dalam menghalangi kalor dari luar
d. Pemeliharaan suhu dalam ruangan
Sebaiknya tidak mudak terpengaruh
perubaha suhu di luar
e. Mengatur derajat kelembapan,
f. Melindungi dari arus angin,
g. Pengaturan ventilasi dalam ruangan.
Gambar 6. Dinding luar (façade) pada bangunan
Sumber: archicentral.com
Hal-hal yang mempengaruhi
keberadaannya untuk mencapai kenyamanan
termal adalah; orientasi dinding terhadap
matahari, material dan warna pada dinding,
dan konstruksi dinding.
Shading Device
Sinar matahari merupakan sumber
pencahayaan alami yang penting bagi
bangunan. Namun, selain itu sinar matahari
juga memberikan radiasi panas yang dapat
memberikan dampak buruk bagi kenyamanan
termal. Bangunan memerlukan cahaya alami
dari matahari, akan tetapi pada waktu yang
sama juga harus menghindari radiasi
panasnya. Hal ini menjadi permasalahan yang
bisa diselesaikan secara teknis.
Pencahayaan dari sinar matahari dapat
dimanfaatkan dengan pantulan-pantulan,
sehingga tidak secara langsung masuk dan
membawa panas secara langsung. Salah satu
teknik yang bias dilakukan adalah dengan
menciptakan daerah bayang-bayang (shading
device) pada bidang bukaan.
Gambar 7. Shading device Sumber: ics.ele.tue.nl
METODE KAJIAN
Metode pengumpulan data dalam
makalah ini berupa pengumpulan data
sekunder pustaka. Dari studi pustaka akan
didapatkan variabel yang akan digunakan
untuk mengkaji komparasi bangunan dengan
fungsi sejenis berupa rumah susun serta
mengkaji lokasi perancangan, yakni Embong
Brantas, Kec. Klojen, Kota Malang.
Hasil yang diiharapkan adalah
diperoleh sintesa mengenai potensi serta
kendala yang terdapat pada lokasi tapak yang
dikaitkan dengan variabel yang ada.
KOMPARASI
Rumah Susun Dupak Bangunrejo
Surabaya
Rumah Susun Dupak Bangunrejo
Surabaya ini berlokasi di Jl. Alun-alun Bangun
Sari Selatan, Surabaya. Rumah susun ini
terbangun di wilayah sub-urban. Kondisi
topografinya cukup landai.
Gambar 8. Lokasi Rusun Dupak Bangunrejo
Sumber: maps.google.com
Rumah susun ini terdiri atas 3 (tiga)
lantai, dan memiliki ruang hunian sebanyak 25
unit dengan perincian 10 unit di lantai 1, 8 unit
di lantai 2, dan 7 unit di lantai 3. Fasilitas
pendukung berupa KM/WC dan dapur
komunal berada pada setiap lantai dan 2 (dua)
musholla yang masing-masing terletak di
lantai 2 dan 3. Sirkulasi vertikal menggunakan
tangga yang menghubungkan antar lantai.
Masing-masing ruang hunian memiliki
dimensi 3.0 x 6.0 m2 dan 3.6 x 5.0 m2 dengan
karakteristik penataan ruang tiap unit diatur
saling berhadapan dan dipisahkan oleh lorong
(internal-coridor).
Iklim;
Temperatur Kota Surabaya cukup
panas, yaitu rata-rata antara 22,60 – 34,10
dengan tekanan udara rata-rata antara 1005,2 –
1013,9 milibar dan kelembaban antara 42% -
97%. Kecepatan angin rata-rata perjam.
mencapai 12 – 23 km, curah hujan rata-rata
antara 120 – 190 mm.
Gambar 9. Layout Rusun Dupak Bangunrejo
Surabaya
Sumber: Indrani, 2008
Orientasi bangunan;
Orientasi bangunan rusun ini
memanjang ke arah timur laut dan barat daya.
Rumah susun ini memiliki arah hadap 45o dari
utara. Seluruh unit hunian berbatasan langsung
dengan ruang luar sehingga masih
memungkinkan untuk mendapat pencahayaan
dan penghawaan yang alami.
Aliran angin;
Untuk bangunan yang berorientasi 45°
terhadap arah Utara, pada bulan Januari aliran
angin mengenai bangunan dominan dari arah
270° (Barat), sehingga orientasi bukaan
external-internal tidak tegak lurus angin. Pada
bulan Oktober, arah angin mengenai bangunan
dominan dari arah 90°, maka orientasi bukaan
external-internal juga tidak tegak lurus aliran
angin.
Gambar 10. Model bukaan external-internal eksisting
Sumber: Indrani dan Nurdiah, 2006
Berdasarkan data iklim, kecepatan
angin di Surabaya tidak terlalu tinggi,
umumnya sebesar 2,5 m/s dan sebagian besar
arah angin dari Timur-Barat.
Dalam hasil studi yang dilakukan Hedy
C. Indrani dalam jurnal mengenai kinerja
ventilasi pada hunian rumah susun dupak
bangunrejo Surabaya (2008) menunjukkan
bahwa secara keseluruhan kinerja rusun di
wilayah sub-urban yang tidak memiliki
orientasi bukaan tegak lurus aliran angin
masih dapat memenuhi persyaratan pergantian
udara jika pintu dan jendelanya memiliki
bovenlicht dengan jadual pembukaan selama
24 jam. Namun jika layout bangunan memiliki
ruang di dalam ruang seperti internal corridor
maka persyaratan pergantian udara pasti tidak
terpenuhi sehingga luasan bukaan perlu
ditingkatkan minimal 50% luasan lantai.
Dalam hal ini pernyataan yang pernah menjadi
patokan (rule of thumb) bahwa luas jendela
minimal adalah 20% dari luasan lantai, untuk
layout tiga lapis di wilayah sub-urban sudah
tidak memadai.
Pembayangan terhadap sinar matahari;
Terdapat bangunan dengan fungsi
sejenis di sekitar tapak. Terdapat obstruction
di seberang tapak. Bangunan tersebut memiliki
ketinggian bangunan yang kurang lebih sama
dengan rumah susun ini.
Gambar 11. Halangan oleh bangunan diluar tapak
Sumber: Indrani, 2008
Material;
Pemilihan bahan didasarkan pada
kemudahan dan ketersediaan di lapangan,
bahan produksinya ramah lingkungan. Namun
tidak secara khusus dimaksudkan untuk sistem
pendinginan. Pada bangunan ini digunakan
modul sehingga mempermudah pelaksanaan
pembangunan. Atap genteng, konstruksi kayu,
dinding batako tanpa plester, dan rangka
utamanya dari beton.
Selubung bangunan;
Genteng dan konstruksi atap berbentuk
pelana dari bahan kayu sebagai bantalan udara
dan mengisolasikan panas atap akibat radiasi
matahari. Sudut atap miring 30o agar dapat
mengalirkan air hujan dengan kecepatan yang
tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu
lambat, karena air hujan juga memberikan
beban pada atap. Adanya sosoran (cantilever)
memberikan keteduhan dan perlindungan dari
hujan. Atap ini juga menciptakan keteduhan
pada bagian dibawahnya.
Gambar 12.
Perspektif
Sumber: Indrani,
2008
Penghawaan alami sebagai salah satu strategi
passive cooling;
Perluasan pada bukaan harus
memperhatikan perbandingan besaran outlet
dan inlet. Sesuai dengan prinsip ventury effect,
inlet yang lebih kecil dapat menaikkan
kecepatan angin. Perluasan bukaan dapat
berakibat naiknya nilai air change, namun
juga menaikkan luasan bukaan efektif (Ae).
ANALISA DAN SINTESA PADA
EMBONG BRANTAS, KLOJEN,
MALANG
Embong Brantas merupakan wilayah
sub-urban yang terdapat di tengah Kota
malang. Wilayah ini merupakan area
pemukiman yang padat. Di sebelah selatan
berbatasan langsung dengan anak sungai
brantas.
Gambar 13. Lokasi Embong Brantas
Sumber: maps.google.com
Gambar 14. Batas tapak
Sumber: dok. penulis
Topografi;
Gambar 15.
Garis kontur pada tapak
Sumber: dok.
penulis
Iklim;
Secara umum, kondisi iklim Kota
Malang selama tahun 2010 tercatat rata-rata
suhu udara berkisar antara 23,2oC sampai
24,4oC.Sedangkan suhu maksimum mencapai
29,2oC dan suhu minimum19,8
oC.Rata-rata
kelembaban udara berkisar 78% - 86%,
dengan kelembaban maksimum 99% dan
minimum mencapai45%.
Orientasi bangunan;
Dari kajian sebelumnya, dibahas
bahwa orientasi pada bangunan Rusun Dupak
Bangunrejo Surabaya adalah memanjang ke
arah timur laut dan barat daya. Rumah susun
ini memiliki arah hadap 45o dari utara.
Mengingat bentuk tapak yang miring
dan berkontur, orientasi bangunan yang ada di
dalamnya dapat disesuaikan dengan garis
kontur (memanjang searah kontur) namun arah
hadapnya tidak lebih dari 45o dari utara.
Aliran angin;
Dari hasil pengamatan Stasiun
Klimatologi Karangploso, Kecepatan angin
maksimum di Kota Malang terjadi di bulan
Oktober dengan kecepatan rata-rata sebagai
berikut: Tabel 1. Kondisi rata-rata variabel iklim di kota malang
Sumber: gaisma.com
Arah aliran udara pada tapak dominan
dirasakan dari arah selatan menuju utara.
Sehingga dapat dimanfaatkan dengan
peletakkan bukaan pada bagian selatan dan
utara sehingga terjadi ventilasi silang.
Gambar 16. Arah aliran angin pada tapak Sumber: dok. penulis
Seperti yang dibahas pada kajian
mengenai Rusun Dupak Bangunrejo Surabaya,
jika layout bangunan memiliki ruang di dalam
ruang seperti internal corridor maka luasan
bukaan perlu ditingkatkan minimal 50%
luasan lantai agar persyaratan pergantian udara
pasti terpenuhi.
Pembayangan terhadap sinar matahari;
Bangunan yang terdapat pada sekitar
tapak rata-rata bertingkat kurang dari 3 lantai,
sehingga tidak terdapat halangan (obstruction)
terhadap sinar matahari.
Namun, Embong Brantas memiliki
kemiringan kontur yang cukup tajam pada
bagian tertentu sehingga terdapat area yang
terkena bayang. Hal ini menjadi kendala yang
menyebabkan pada area ini menjadi tidak bisa
mendapat pencahayaan langsung.
Gambar 17. Terdapat beberapa area berkontur yang tertutup bayangan
Sumber: dok. penulis
Material;
Jika dihubungkan dengan ketersediaan
bahan yang ada di lapangan, pada kawasan ini
material yang dapat diperoleh dengan mudah
adalah kayu, bambu, dan bata. Namun tidak
menutup kemungkinan untuk menggunakan
material lain.
Embong brantas dulunya merupakan
habitat dari rumpun bambu. Hal ini dapat
dimanfaatkan, jika dilakukan budidaya bambu
di dalamnya. Selain sebagai pendinginan suhu
lingkungan secara umum bambu dapat
digunakan sebagai material alternatif pada
bangunan.
Selubung bangunan;
a. Bukaan/Ventilasi
Ventilasi horizontal dapat menjadi dominan
pada Rusun di Embong Brantas, mengingat
arah aliran udara dari selatan tapak yang
cukup memadai. Ventilasi vertikal dapat
menjadi alternatif tambahan.
b. Atap
Curah hujan yang cukup tinggi di Kota
Malang perlu direspon dengan penggunaan
atap dengan kemiringan kurang lebih 30o
seperti yang dijelaskan pada kajian
komparasi.
Atap dapat menggunakan genteng atau
bahan lain yang dapat mereduksi radiasi
matahari. Sosoran(cantilever) juga menjadi
bagian yang penting pada atap untuk
memberikan pernaungan.
c. Dinding Luar (Façade)
Dinding luar pada banguna rusun harus
terintegrasi dengan penempatan ventilasi.
Untuk menurunkan suhu dalan bangunan,
penebalan pada dinding atau penggunaan
double façade dapat menjadi alternatif. Hal
yang perlu diperhatikan adalah material
yang akan digunakan serta efektifitas dalam
pengolahan fasad.
Misalnya: dinding yang diberi double
façade adalah area yang mendapat radiasi
paling tinggi pada perbandingan harian
(barat).
Gambar 18. Alternatif pengolahan fasad Sumber: dok. Penulis, google.com
d. Shading Device
Pencahayaan dari sinar matahari dapat
dimanfaatkan dengan pantulan-pantulan,
sehingga tidak secara langsung masuk dan
membawa panas secara langsung.
Pada bangunan rumah susun shading device
diperlukan oleh setiap unit hunian.
Pembayangan dapat disesuaikan dengan
kondisi penyinaran matahari di Embong
Brantas.
Gambar 19. Sun Path Diagram Kota Malang
Sumber: gaisma.com
KESIMPULAN
Sistem pendinginan pada Rumah
Susun Sederhana, terutama pada daerah
beriklim tropis basah pada lokasi bangunan,
dapat diwujudkan dengan beberapa alternatif
solusi teknis. Hal ini harus dipikirkan mulai
awal, yakni pada saat perancangan karena
akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan
pada bangunan dan harus terintegrasi satu
sama lain.
Kajian mengenai topografi, iklim,
orientasi bangunan, aliran angin, pembayangan
terhadap sinar matahari, material dan selubung
bangunan menjadi analisa yang harus
dilakukan pada lokasi, guna mengoptimalkan
sistem pendinginan alami dalam perancangan. Selubung bangunan menjadi elemen
yang cukup penting pada Rumah Susun
Sederhana mengingat keberadaannya sebagai
bangunan tinggi-menengah. Berikut
komponen-komponen dalam selubung
bangunan yang dapat diolah dan dioptimalkan
guna mencapai kenyamanan termal;
Bukaan/Ventilasi
Atap
Dinding Luar
Shading Device
Pada tiap-tiap komponen tersebut
terdapat persyaratan tententu agar sesuai
dengan keberadaannya pada lokasi bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Prianto, E, and P. Depecker. 2001. A Case
Study of Traditional Dwelling in Urban
Living Quarter in Tropical Humid Region,
CERMA Laboratory Ecole d’Architecture de
Nantes Rue Massenet
Lippsmeier, George.1994. Bangunan Tropis.
Jakarta: Erlangga
Lechner, Norbert. 2007. Heating, Cooling,
Lighting. Jakarta: Kharisma Putra Utama
Susanta, I Nyoman. 2010. Sistem Penghawaan
Pada Bangunan Tinggi (High Rise Building)
Studi Kasus : Kuningan Tower.
Mangunwijaya, Y.B. 2000. Pengantar Fisika
Bangunan. Jakarta: Djambatan
W.O, Wiwik dan Isnawati. 2003.
Perancangan Arsitektur Sebagai Aspek
Teknologi Intangible dalam pembangunan
Rumah Susun Dupak Bangunrejo Surabaya
dan Lingkungan Pemukimannya.
Indrani, Hedy c. 2008. Kinerja Ventilasi pada
Hunian Rumah Susun Dupak Bangunrejo
Surabaya.
Indrani, Hedy c. 2008. Kinerja Penerangan
Alam pada Hunian Rumah Susun Dupak
Bangunrejo Surabaya.