sistem pemerintahan indonesia pascaamandemen
TRANSCRIPT
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA PASCAAMANDEMEN
A.
Latar Belakang Masalah
Adanya setidakstabilan kepemerintahan Indonesia pasca
amandemen ke 3 & 4 tahun 2001 yang memperjelas arah kepemerintahan
Indonesia dengan menganut sistem presidensial telah membuka mata para ahli
ketatanegaraan bahwa sistem ini dirasa kurang tepat untuk dijalankan di
Indonesia, sebagai korban adalah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Muhammad Jusuf Kalla sebagai Kepala Negara dan Kepala Kepemerintahan tidak
banyak didukung oleh parlemen sebagai elemen legislator yang berakibat pada
nihilnya program-program Presiden sebagai pemegang hak eksekutif, hanya karena
presiden terpilih secara langsung dan mendapat dukungan yang kecil dari dalam
DPR.
Ini merupakan suatu keprihatinan yang mendalam mengikuti
perjalanan kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia setelah MPR-RI dalam
waktu 4 tahun sejak 1999 - 2001 telah mengadakan perubahan mendasar terhadap
Undang Undang Dasar 1945. Masalah Sistem Pemerintahan Negara penting untuk
dikaji ulang karena selama ini pemahaman praktisi dan teoritisi Indonesia
tentang bentuk dan susunan pemerintahan yang melandasi perubahan UUD 1945 terlalu
didorong oleh semangat untuk menjungkirbalikkan Orde Baru dengan seluruh
tatanannya dan sistemnya, tetapi kurang didukung oleh pengetahuan konseptual
tentang sistem pemerintahan negara.
Sebagai warga negara kita menyaksikan dan merasakan
berbagai perkembangan yang menghawatirkan dalam kehidupan kenegaraan setelah
UUD hasil 4 kali amandemen dilaksanakan. Kekuasaan legislatif yang “too
strong“ ternyata telah berkembang menjadi salah satu faktor penyebab
lambannya pelaksanaan berbagai kebijakan dan program eksekutif yang pernah
dijanjikan selama masa kampanye Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Akibanya Presiden dan Wakil Presiden harus mengakomodasi
kemauan DPR yang bisa saja memperlambat geraknya. Political gridlock atau
kebuntuan politik seperti yang kita alami sekarang ini telah menjadi
pertimbangan utama para Bapak Bangsa sehingga pada Rapat Badan Penyelidik Untuk
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 14 Juli 1945 ditetapkan Negara
Republik Indonesia tidak akan menggunakan Sistem Parlementer dan Sistem
Presidensial karena masing-masng mengandung kelemahan dan kekurangan. Pada
Sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 dengan pokok pembahasan Undang-Undang
Dasar,
Dr. Soekiman memprediksikan kalau Sistem Presidensial diterapkan dalam konteks
politik multi partai, stabiliteit pemerintahan akan tidak tercapai
apabila Presiden terpilih berasal dari partai minoritas sedangkan DPR dikuasai
oleh partai mayoritas. Agar kondisi seperti itu tidak terjadi dalam
penyelenggaraan Negara Republik Indonesia,
beliau mengusulkan agar Indonesia
menerapkan susunan pemerintahan ”sistem sendiri”.
Sebagai bangsa, kita nampaknya harus terus mencari sosok
Sistem Pemerintahan Negara yang mampu menciptakan stabilitas politik yang
diperlukan sebagai Landasan pembangunan nasional. Agar tercipta sebuah
pembangunan yang terus menerus demi tercapainya Negara yang makmur.
B.
Pokok Bahasan
Sistem pemerintahan Bangsa Indonesia telah terkatung-katung
sejak berdirinya, karena banyak terjadi penyelewengan dalam sistem yang
dianutnya. Entah presidential ataukah parlementer pernah dicoba di Indonesia.
Tapi, sistem-sistem ini belum memberikan jalan yang terang untuk terciptanya
Republik Indonesia
yang sejahtera.
Sistem presidential telah dipakai sejak orde baru yang
dikuasai oleh Presiden kedua Indonesia Soeharto, dan terbukti telah banyak
hal-hal yang tidak sesuai dengan alam kekeluargaan Indonesia, karena badan
eksekutif mempunyai kekuatan yang absolute untuk menentukan arah kebijakan
pemerintahan Indonesia saat itu. Berbalik dengan ketika digulirkannya reformasi, masa
reformasi telah
mengadakan amandemen terhadap UUD 1945. Walhasil, karena amandemen tersebut
disebabkan oleh ketidakpuasan pihak legislatif dengan masa orde baru, amandemen
yang dilakukan banyak mempersempit ruang gerak badan eksekutif tetapi ruang
gerak anggota legislatif tak lagi banyak dibatasi sehingga ruang gerak yang
amat luas bagi legislatif banyak disalah artikan dengan beberapa penyelewengan
kewenangan
seperti suap-menyuap dalam pengesahan RUU ataupun anggaran belanja. Sehingga
terjadi banyak kasus korupsi yang menjangkiti anggota legislatif.
C.
Tujuan dan Guna
Hal – hal yang berhubungan dengan adanya ketidakstabilan pemerintahan telah
mengusik kehidupan
bernegara. Karena walaupun sudah terbentuk adanya koalisi ternyata koalisi
tersebut bisa dikatakan dengan koalisi yang semu, itu disebabkan partai-partai
pendukung pemerintah yang berada di
legislatif pun masih mengkritisi kinerja badan eksekutif dalam berbagai program
kerjanya. Inilah yang mendorong penulis untuk menganalisa sistem pemerintahan
presidential yang berjalan di Indonesia. Untuk kembali menggali sudah sesuaikah
sistem pemerintahan tersebut dengan alam Indonesia yang multi partai seperti
saat ini. Sehingga nantinya bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
sistem pemerintahan yang tepat bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apakah sistem presidential ini
akan digantikan dengan sistem parlementer atau akankah tercipta ”sistem pemerintahan
sendiri” yang lebih cocok dan terlepas dari sistem presidential ataupun
parlementer yang sama-sama mempunyai kekurangan. Seperti yang telah dicanangkan
oleh para peserta rapat BPUPKI dalam merumuskan sistem pemerintahan Republik
Indonesia.
D.
Telaah Pustaka
a. Sistem
parlementer
Sistem parlementer adalah
sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana
menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.
Sistem parlementer
dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan
secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering
dikemukakan melalui
sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas
antara cabang eksekutif dan cabang
legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan
keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji,
dibanding dengan sistem presidensial,
karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya
adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil.
a. Sistem presidensial
Sistem presidensial atau
disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara
republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensial terdiri
dari 3 unsur yaitu:
Presiden yang dipilih rakyat memimpin
pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
Presiden dengan dewan
perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
Tidak ada status yang tumpang
tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensial,
presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena
rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme
untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden
bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu,
biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
Ciri-ciri pemerintahan presidensial
yaitu:
Dikepalai oleh seorang
presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
Kekuasan eksekutif presiden
diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung
oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen
dan non-departemen.
Menteri-menteri
hanya bertanggung jawab kepada kekuasan eksekutif presiden bukan kepada
kekuasaan legislatif.
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
a. Sistem Semipresidensial
Semipresidensial
adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan kedua sistem pemerintahan:
presidensial dan parlementer. Terkadang, sistem ini juga disebut dengan Dualisme
Eksekutif. Dalam
sistem ini, presiden dipilih oleh rakyat sehingga memiliki kekuasaan
yang kuat. Presiden melaksanakan
kekuasaan bersama-sama dengan perdana menteri.
a. Sistem yang dianut di Indonesia
-
Sistem
Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 sebelum
diamandemen.
Sistem pemerintahan ini
tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang 7 kunci pokok sistem pemerintahan.
Yaitu :
Indonesia adalah Negara yang
berdasar atas hukum (rechtsstaat).
Sistem Konstitusional.
Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
Presiden adalah penyelenggara pemerintah
Negara yang tertinggi di bawah MPR.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR.
Menteri Negara adalah pembantu presiden,
dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok
tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem
pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa Orde Baru
dibawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan
presidensial ini adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga
kepresidenan.
Pada saat sistem pemerintahan
ini, kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah sebagai berikut :
Pemegang kekuasaan legislative.
Pemegang kekuasaan sebagai kepala
pemerintahan.
Pemegang kekuasaan sebagai kepala Negara.
Panglima tertinggi dalam kemiliteran.
Berhak mengangkat & melantik para
anggota MPR dari utusan daerah atau golongan.
Berhak mengangkat para menteri dan pejabat
Negara.
Berhak menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
Berhak mengangkat duta dan menerima duta
dari Negara lain.
Berhak memberi gelaran, tanda jasa, dan
lain – lain tanda kehormatan.
Berhak memberi grasi, amnesty, abolisi,
dan rehabilitasi.
Dampak negative yang terjadi
dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut
:
Terjadi pemusatan kekuasaan Negara pada
satu lembaga, yaitu presiden.
Peran pengawasan & perwakilan DPR
semakin lemah.
Pejabat – pejabat Negara yang diangkat
cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan
presiden.
Kebijakan yang dibuat cenderung
menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
Menciptakan perilaku KKN.
Terjadi personifikasi bahwa presiden
dianggap Negara.
Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan
tunduk pada presiden.
Dampak positif yang terjadi
dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut
:
Presiden dapat mengendalikan seluruh
penyelenggaraan pemerintahan.
Presiden mampu menciptakan pemerintahan
yang kompak dan solid.
Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak
mudah jatuh atau berganti.
Konflik dan pertentangan antar pejabat
Negara dapat dihindari.
-
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 pasca
amandemen.
Pokok
– pokok sistem pemerintahan dalam ini adalah sebagai berikut :
Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip
otonomi yang luas. Wilayah
Negara terbagi menjadi beberapa provinsi.
Bentuk pemerintahan adalah Republik.
Sistem pemerintahan adalah
presidensial.
Presiden adalah kepala Negara sekaligus
kepala pemerintahan.
Kabinet atau menteri diangkat oleh
presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Parlemen terdiri atas dua
(bikameral), yaitu DPR dan DPD.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah
Agung dan badan peradilan di bawahnya.
Sistem pemerintahan ini