sistem koloid jadi

Upload: fenie-agiyanty

Post on 06-Jul-2015

494 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SIFAT-SIFAT KOLOID 1. Efek Tyndall Pernahkah kita mengamati jalannya berkas cahaya sinar atau cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel debu? Bila cahaya matahari menembus melalui celahcelah rumah kita, tampak sinar matahari dihamburkan oleh partikel-partikel debu. Partikel debu terlalu kecil untuk dilihat, akan tampak sebagai titik-titik terang dalam suatu berkas cahaya. Karena partikel debu berukuran koloid, partikelnya sendiri tidak dapat dilihat oleh mata, yang tampak adalah cahaya yang dihamburkan oleh debu. Hamburan cahaya ini dinamakan efek tyndall. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat ini disebut efek tyndall. Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati. Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan koloid dari larutan sejati, sebab atom, molekul atau ion yang membentuk larutan tidak dapat menghamburkan cahaya akibat ukurannya terlalu kecil. Penghamburan cahaya oleh suatu campuran menunjukkan bahwa campuran tersebut adalah suatu koloid, dimana ukuran partikel-partikelnya lebih besar dari ukuran partikel dalam larutan, sehingga dapat menghamburkan cahaya.

2. Gerak Brown Jika mikroskop optis diarahkan pada suatu disperse koloid dengan arah tegak lurus terhadap berkas cahaya maka akan tampak partikel-partikel koloid, tapi bukan sebagai partikel dengan batas yang tegas melainkan sebagai bintik-bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan ini, anda dapat melihat bahwa partikel koloid bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerak brown, sesuai nama seorang pakar botani inggris, Robert Brown yang pertama kali melihat gejala ini pada tahun 1827. Brown tidak dapat menjelaskan mengapa partikel koloid dapat bergerak lurus dan berliku. Baru pada tahun 1905 gerakan seperti itu dapat dianalisis secara matematis oleh Albert Enstein. Einstein menunjukkan bahwa suatu partikel mikroskopik yang melayang dalam suatu medium akan menunjukkan suatu gerakan acak seperti gerak Brown akibat banyaknya tumbukan antar molekul pada sisi-sisi partikel yang tidak sama. Sebelum Einstein menjelaskan gejala itu, beberapa ilmuan ulung masih beranggapan bahwa atom-atom dan molekul-molekul sebagai partikel khayal, yang hanya bermanfaat untuk penjelasan teoritis. Anggapan lain bahwa jumlah tumbukan sampai kapanpun akan sama, sehingga mengapa partikel harus bergerak acak? Ramalan matematis Einstein mengenai tumbukan acak yang tidak merata itu di uji kebenarannya, sehingga mengalahkan keraguan terakhir terhadap fakta bahwa atom dan molekul itu merupakan kesatuan nyata dan juga memberikan dukungan yang menentukan bagi teori bahwa molekul-molekul secara terus-menerus bergerak, tidak pernah diam. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk sistem koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.

Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

3. Adsorpsi Atom, molekul, atau ion yang berkerumun membentuk partikel koloid dapat memiliki sifat listrik pada permukaannya. Sifat ini menimbulkan gaya van der walls, bahkan gaya valensi yag dapat menarik dan mengikat atom-atom, molekul atau ion-ion dari zat asing. Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikelpartikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut. Zat-zat teradsorpsi dapat terikat kuat

membentuk lapisan yang tebalnya tidak lebih dari satu atau dua partikel. Banyaknya zat asing yang dapat diadsopsi bergantung pada luas permukaan partikel koloid. Meskipun adsorpsi merupakan gejala umum dari zat, efisiensi adsorpsi ini bergantung pada besarnya luas permukaan zat pengadsorpsi. Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat luas. Bila permukaan

partikel koloid bermuatan positif maka zat asing yang menempel harus bermuatan negatif, maka zat asing yang menempel pada permukaan koloid akan bermuatan positif. Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation. Contohnya partikel koloid arsen (III) sulfida yang terbentuk dari hasil reaksi antara gas H2S dan larutan H3AsO3 menurut persamaan : 2H3AsO3 + 3H2S As2O3 + 6H2O

Koloid yang terbentuk berupa sol arsen (III) sulfida, dimana molekul As2O3 dapat mengadsorpsi ion HS- dari mediumnya membentuk sol As2O3. Karena sol As2O3 yang terbentuk mengadsorpsi ion HS-, maka koloid bersangkutan akan bermuatan negatif. Bila Fe(OH)3 dimasukkan ke dalam air akan terbentuk sol besi (III)hidroksida, karena Fe(OH)3 yang kurang larut dalam air dapat mengadsorpsi ion-ion Fe3+ yang dihasilkan dari penguraian Fe(OH)3 itu sendiri. Karena itu, koloid yang terbentuk akan bermuatan positif yang berasal dari ion Fe3+ yang teradsorpsi pada permukaan Fe(OH)3. Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif. Akibat dari kemampuan partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel lain, maka sistem koloid dapat berbentuk agregat sangat besar berupa jaringan, seperti pada jeli. Di lain pihak, agregat yang sangat besar dapat dipecah-pecah menjadi agregat kecil-kecil seperti ditunjukkan pada sol.

4. Elektroforesis Telah diungkapkan bahwa partikel koloid mengandung muatan listrik. Muatan listrik ini diperoleh melalui proses adsorpsi ion-ion dari medium pendispersinya. Akibat adanya muatan tersebut, partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik ke arah kutub yang muatannya berlawanan. Migrasi partikel koloid dalam medan listrik dikenal dengan elektroforesis.

Sifat elektroforesis dari koloid dapat diterapkan untuk memisahkan macam-macam protein dalam larutan. Muatan pada molekul protein berbeda tergantung pada pH larutan. Dengan mengatur pH larutan, pemisahan protein dapat dilakukan. Dengan demikian, elektroforesis juga dapat dipakai untuk memurnikan dispersi koloid dari pengotor. Untuk lebih jelas, mari kita lihat tabung berikut di samping. Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid bermuatan positif tersebut bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju elektrode positif. Elektroforesis banyak digunakan dalam industri, misalnya untuk melapisi lateks atau melapisi anti karat pada badan mobil. Partikel-partikel lateks yang bermuatan seperti cat tertarik pada logam, dengan mengalirkan muatan listrik pada logam yang berlawanan dengan muatan cat, maka cat akan menempel pada logam. Pelapisan logam oleh cat dengan cara ini lebih kuat dibandingkan dengan cara konvensional seperti pakai koas.

5. Koagulasi Penetralan muatan partikel koloid menyebabkan terjadinya penggabungan partikelpartikel koloid menjadi suatu agregat sangat besar akibat gaya kohesi antar partikel koloid. Proses pembentukan agregat partikel-partikel koloid hingga mencapai ukuran partikel suspensi kasar dinamakan koagulasi atau penggumpalan dispersi koloid. Gejala koagulasi dispersi koloid dengan cara menetralkan muatannya dapat dilihat dari pembentukkan delta di muara sungai yang menuju laut. Sungai-sungai yang bermuara di laut akan terjadi delta. Pada dasarnya, pembentukkan delta disebabkan oleh koagulasi lumpur yang terbawa oleh airsungai akibat melimpahnya elektrolit dalam air laut, seperti Na+ dan Mg2+. Lumpur yang terbawa air sungai ke laut bermuatan negatif akibat mengadsorpsi ionion bermuatan negatif dari tanah. Ketika lumpur tersebut sampai ke laut, di laut sudah tersedia ion-ion bermuatan positif seperti Na+ dan Mg2+, akibatnya lumpur tersebut kehilangan muatannya dan beragregat satu dengan lainnya dan endapan membentuk delta.

Proses koagulasi dispersi koloid bermanfaat bagi manusia, terutama pada proses penjernihan air dan penyaringan udara dari partikel debu. Jika ke dalam air sungai yang mengandung koloid lumpur bermuatan negatif ditambahkan zat elektrolit seperti tawas atau PAC (polialumunium klorida) maka lumpur tersebut akan mengendap, yang selanjutnya dapat dipisahkan melalui penyaringan untuk memperoleh air jernih. Prinsip koagulasi partikel koloid dengan cara penetralan sering diterapkan untuk menyaring asap dari cerobong pabrik. Asap industri dan debu jalanan yang terdiri dari partikel karbon, oksida logam, dan debu dapat diendapkan menggunakan alat yang disebut pengendap cottrell. Asap dan debu dilewatkan ke dalam pengendap Cottrell. Dalam alat tersebut terdapat kisi-kisi elektroda bertegangan tinggi yang dialirkan dari arus listrik searah. Partikelpartikel debu yang bermuatan akan dinetralkan sehingga membentuk agregat sangat besar yang akhirnya mengendap di dasar pengendap Cottrell.

Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu 1. Menggunakan prinsip elektroforesis Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral. 2. Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.

3. Penambahan elektrolit

Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses koagulasi. Penetralan muatan koloid dapat dilakukan dengan cara menambahkan elektrolit pada larutan koloid yaitu Ion-ion seperti Na+, Ca2+, atau Al3+ dapat menetralkan muatan negatif pada partikel koloid seperi sol As2O3 sehingga koloid tersebut terkoagulasikan. Kecepatan koagulasi bergantung pada jumlah muatan elektrolit. Makin besar muatan elektrolit yang ditambahkan ke dalam dispersi koloid, makin cepat proses koagulasi terjadi. Karena itu, koagulasi sol As2O3 lebih cepat bila ditambahkan larutan yang mengandung Al3+ daripada Mg2+ atau Na+.

4. Pendidihan Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikelpartikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan.

6. Kestabilan Koloid Koloid merupakan sistem dispersi yang relatif kurang stabil dibandingkan larutan. Suatu produk industry dalam bentuk koloid umumnya diinginkan dalam kondisi yang stabil, misalnya krem minyak rambut, susu pembersih muka, bedak cair, obat-obatan yang berupa emulsi dan lain-lain. Untuk menjaga kestabilan koloid dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a. Dialisis Pemurnian koloid, selain dengan cara elektroforesis dapat juga dilakukan dengan cara dialisis, yaitu suatu teknik pemurnian berdasarkan pada perbedaan ukuran partikelnya. dialisis dilakukan dengan cara menempatkan dispersi koloid dalam kantung yang terbuat dari membran seperti selofan, perkamen, dan membran yang sejenis. Selanjutnya merendam kantung tersebut dalam air yang mengalir atau air yang dialirkan. Oleh karena ion-ion atau molekul memiliki ukuran lebih kecil dari partikel koloid, maka ion-ion itu dapat berdifusi melalui membrane lebih cepat daripada partikel koloid,

sehingga partikel koloid akan tetap berada di dalam kantung membran. Proses dialisis sering diterapkan untuk memurnikan protein dari partikel lain yang ukurannya lebih kecil dari protein. Dalam industri, teknik dialisis biasa digunakan untuk memisahkan tepung tapioka dari ion-ion sianida yang terkandung dalam singkong. b. Penambahan Stabilisator Koloid Penambahan suatu zat ke dalam suatu sistem koloid dapat meningkatkan kestabilan koloid, misalnya emulgator dan koloid pelindung Emulgator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu emulsi (koloid cair dalam cair atau cair dalam padat) dengan tujuan untuk menjaga agar tidak mudah terpisah. Misalnya penambahan sabun ke dalam campuran minyak dan air, penambahan ammonia dalam pembuatan emulsi pada kertas film. Koloid pelindung merupakan koloid yang ditambahkan ke dalam sistem koloid agar menjadi stabil. Misalnya penambahan gelatin pada pembuatan es krim dimaksudkan

Format Kegiatan Laboratorium 1. Judul Percobaan : Mendeskripsikan sifat-sifat koloid yang meliputi efek

tyndall, gerak brown, dialisis, elektroforesis, emulsi dan koagulasi. 2. Tujuan Percobaan : Mendeskripsikan sifat-sifat koloid dari hasil percobaan 3. Dasar Teori 1. Efek Tyndall Efek Tyndall adalah sifat khas koloid yang dapat menghamburkan berkas cahaya. 2. Gerak Brown Gerak Brown adalah gerak zig-zag dari partikel koloid yang hanya bisa diamati dengan mikroskop ultra. Gerak Brown itu disebabkan adanya tumbukan dari partikel medium pendispersi pada partikel koloid yang terdispersi. 3. Adsorpsi Adsorpsi adalah proses penyerapan di permukaan. 4. Elektroforesis Jika partikel-partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik, berarti partikel koloid tersebut bermuatan. Jika sepasang elektrode dimasukkan ke dalam sistem koloid, partikel koloid yang bermuatan positif akan menuju elektrode negatif (katode) dan partikel koloid yang bermuatan negatif akan menuju elektrode positif (anode). Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesis. 5. Koagulasi Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel koloid. Proses koagulasi ini terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid. Sistem koloid stabil bila koloid tersebut bermuatan positif atau bermuatan negatif. 6. Koloid pelindung Koloid pelindung merupakan sifat koloid yang dapat melindungi koloid lain. Koloid pelindung pada emulsi dinamakan emulgator. 4. Alat dan bahan a. Alat : y 3 beaker glass y Tabung reaksi b. Bahan : y Air perasan jeruk nipis y Susu 5. Cara Kerja: Mengamati peristiwa koagulasi partikel koloid 1. Masukkan 3 mL larutan susu ke dalam tabung reaksi 2. Tambahkan 10 tetes air perasan jeruk nipis ke dalam larutan susu 3. Amati terbentuknya koagulasi pada laruan susu tersebut 4. Tuliskan hasi pengamanmu dalam lembar pengamatan

No.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

1. 2.

Larutan susu mula-mula Setelah ditambah 10 tetes air jeruk nipis

1. Dari hasil pengamatan terhadap penambahan perasan jeruk nipis terhadap larutan susu, peristiwa apakah yang terjadi pada peristiwa tersebut? 2. Selain, sifat-sifat yang diselidiki dari data percobaan di atas coba sebutkan sifat-sifat koloid lainnya? 3. berilah penjelasan tentang sifat-sifat koloid tersebut? No. 1. 2. 3. Aspek yang dinilai Larutan susu mengalami koagulasi Gerak brown, adsorpsi, Elektroforesis Gerak brown: gerak zigzag dari partikel koloid yang hanya bisa diamati dengan mikroskop ultra. Gerak brown itu disebabkan adanya tumbukan dari partikel medium pendispersi pada partikel koloid yang terdispersi Adsorpsi Adsorpsi adalah proses penyerapan di permukaan Elektroforesis Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode Total Skor 10 2 2 Skor 1 3 2

Skor benar Skor akhir = Skor total X100%

KUIS (WAKTU = 3MENIT)

1. Sebutkan 2 dari sifat-sifat koloid dan jelaskan secara singkat? Rubrik Jawaban Kuis No. Aspek yang dinilai 1. a. efek tyndall adalah sifat khas koloid yang dapat menghamburkan berkas cahaya. b. Gerak brown adalah gerak zig-zag dari partikel koloid yang hanya bisa diamati dengan mikroskop ultra. Gerak Brown itu disebabkan adanya tumbukan dari partikel medium pendispersi pada partikel koloid yang terdispersi

Skor 2 3

5

Skor benar Skor akhir = Skor total X100%