sistem karbonat air laut (oceano)

Upload: whyna-khatrini

Post on 08-Jan-2016

170 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

Kimia Oseanografi

TRANSCRIPT

SISTEM KARBONAT AIR LAUT -Air merupakan unsure penting dalam kehidupan . Hampir seluruh kehidupan didunia inl- tidak terlepas dari adanya unsure air ini. sumber utama air yang mendukung kehidupan dibumi adalah laut, dan semua air akhirnya akan kembali kelaut yang bertindak sebagai penampung. Air dapat mengalami daur hidrologi, selama menjalani daur itu air akan selalu menyerap zat-zat yang menyebabkan air tidak lagi murni, sehingga pada hakeketnya tidak ada air yang betul murni.

KARBONAT AIR LAUT

Zat-zat yang diserap oleh air alam dapat diklasifikasik Gas terlarut dan padatan tersuspensi. Pada umumnya jenis zat pengotor yang terkandung dalam air tergantung pada jenis bahan yang berkontak dengan air itu. Sedangkan banyaknya zat pengotor tergantung pada waktu kontaknya. Bahan-bahan mineral yang terkandung dalam air dapat berupa kalsium karbonat (CaCO3), magnesium karbonat (MgCO3), Kalsium Sulfat (CaCO4), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan sebagainyaAir yang banyak mengandung mineral kalsium dan magnesium dikenal sebagai air yang sukar untuk dipakai untuk keperluan sehari-hari.senyawa kalsuim dan magnesium yang juka bereaksi dengan zat kimia lainnya seperti zat sabun maka membentuk endapan dan mencegah terjadinya busa dalam air, sehinga senyawa kalsium dan magnesium sukar larut dalam air laut. Maka senyawa tersebut cenderung memisahkan diri dari larutan yang membentuk endapan yang akhirnya menjadi kerak.Selain halnya air, Siklus karbonat-silikat, seperti yang kita jumpai berlangsung di Bumi, dimulai dengan reaksi antara karbon dioksida dan mineral-mineral silikat. Hasil reaksi yang terbentuk akan terbawa sampai ke laut dan tersimpan dalam bentuk deposit karbonat. Selanjutnya, melalui aktivitas geologi seperti proses tektonik, deposit karbonat tersebut dapat mencapai litosfer (lapisan batuan) di permukaan Bumi. Setibanya di permukaan Bumi, deposit karbonat akan mengalami pemanasan dan diubah kembali menjadi karbon dioksida melalui aktivitas vulkanik. Keberadaan karbon dioksida di atmosfer akan menahan kalor yang diterima dari Matahari lepas kembali untuk menjaga kestabilan temperatur di permukaan. Sumber panas internal bagi planet-planet seperti Bumi berasal dari peluruhan isotop radioaktif. Semakin masif planet yang bersangkutan, semakin lama siklus karbonat-silikat yang dapat berlangsung.

Selain itu kandungan air laut banyak berasal dari atmosfir, hujan asam yang dapat mempengaruhi sistem karbon air laut, seperti perubahan ph, salinitas, temperatur dan arus. Perubahan ph yang terjadi akibat penyerapan karbon dioksida di atmosfer yang dihasilkan dari kegiatan manusia (seperti penggunaan bahan bakar fosil). Pada siklus karbon alami, konsentrasi CO2 di atmosfer menggambarkan sebuah keseimbangan fluks antara lautan, daratan dan atmosfer. Perubahan fungsi lahan (land use change), penggunaan bahan bakar fosil, dan produksi semen mengakibatkan adanya sumber CO2 tambahan ke dalam atmosfer bumi. Sebagian CO2 tersebut diserap oleh tumbuhan di darat dan sebagian lainnya diserap oleh lautan.Ketika CO2 terlarut, dia akan bereaksi dengan air membentuk suatu kesetimbangan jenis ionik dan non-ionik yaitu: karbon dioksida yang terlarut bebas (CO2 (aq)), asam karbonat (H2CO3), bikarbonat (HCO3-), dan karbonat (CO32-). Meskipun penyerapan CO2 oleh lautan akan membantu memperbaiki efek iklim akibat emisi CO2, namun diyakini juga bahwa akan ada konsekuensi negatif terhadap organisme kerang-kerangan yang memanfaatkan kalsit dan aragonit dari kalsium karbonat untuk membentuk cangkang. Organisme ini berperan dalam rantai makanan di laut. Karena adanya proses photosintesis oleh alga yang menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbondioksida. Dan fotosintesis oleh alga yang bersimbiosis dengan karang membentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat.Pada kondisi normal, kalsit dan aragonit stabil di permukaan air karena ion karbonat berada pada kondisi sangat jenuh. Dengan turunnya pH air laut, konsentrasi ion karbonat ini juga akan turun, dan pada saat karbonat berada pada kondisi tak jenuh, struktur yang dibentuk dari kalsium karbonat menjadi rapuh dan akan mudah terpecah/terputus (dissolute). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karang-karangan (Gattuso et al., 1998), alga coccolithophore (Riebesell et al., 2000) dan pteropods (Orr et al., 2005) akan mengalami pengurangan kalsifikasi atau peningkatan pemutusan ketika terpapar oleh naiknya kadar CO2.Membicarakan masalah laut tidak terlepas dari biota yang hidup didalamnya,diantaranya fitoplanton yang bertugas dalam rantai berupa proses fotosintesis yang membutuhkan oksigen dan karbon. Di lautan, fitoplankton adalah titik awal dari carbon sinks melalui suatu sistem rantai makanan. Fitoplankton ini mengekstrak karbon dari gas karbon dioksida yang mereka serap dari atmosfer pada saat proses fotosintesa. Binatang bercangkang atau berkerang juga menggunakan karbon untuk membuat cangkang atau kerang mereka. Ketika mati, cangkang atau kerang tersebut akan tenggelam dan tersimpan di dasar laut hingga kedalaman 2000 sampai 4000 meter dalam waktu ribuan tahun. Carbon sinks juga akan terjadi melalui tenggelamnya makhluk-makhluk hidup yang telah mati, kotoran-kotoran zooplancton dan ikan-ikanan ke dasar laut.Belakangan ini, peranan fitoplankton laut dalam mereduksi karbon di atmosfer mulai didengungkan oleh para peneliti kelautan Indonesia. Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa fitoplankton adalah mikroalga yang memiliki fungsi yang sama seperti tumbuhan di daratan dalam hal proses fotosintesis. Sebagaimana halnya hutan, maka diharapkan laut kita dapat memiliki posisi strategis dalam negosiasi perdagangan karbon. Proses penyerapan karbon di laut tidak sama dengan proses yang terjadi di daratan. Memang fitoplankton dapat menyerap CO2 terlarut di air melalui proses fotosintesis. Tetapi gas CO2 di atmosfer tidak otomatis diserap ketika proses ini berlangsung, karena laut me-miliki mekanisme sendiri yang dikontrol oleh sistem karbonat laut. Salah satu parameter penting adalah tekanan parsial CO2 di permukaan laut (pCO2). Perbedaan tekanan parsial di lapisan permukaan laut-udara akan menentukan arah pertukaran gas CO2. Bila tekanan parsial CO2 rendah maka akan terjadi penyerapan CO2 di atmosfer, demikian pula sebaliknya. Ada parameter lainnya, yaitu kandungan karbon anorganik terlarut (DIC) dan total alkalinitas (TA). Semakin tinggi karbon anorganik terlarut maka tekanan parsial CO2 permukaan laut akan meningkat, tetapi semakin tinggi TA akan menurunkan pCO2 permukaan laut. Suplai nutrien dari daratan (misal: sungai) dapat memicu aktifitas foto-sintesis dan diikuti oleh penurunan DIC. Tetapi, suplai dari daratan juga membawa DIC dan TA yang memiliki dampak berbeda terhadap pCO2 di perairan pesisir.Selain proses di atas, temperatur permukaan laut juga penting. Semakin tinggi temperatur air akan mengakibatkan pCO2 tinggi. Hal ini dapat diibaratkan gelas yang berisi coca cola. Peluang gas karbonasi untuk bertahan dalam larutan coca cola tersebut akan lebih tinggi bila di simpan dalam lemari es, ketimbang dibiarkan di udara terbuka dan terkena matahari langsung. Inilah yang melatarbelakangi, kenapa sampai sekarang belum dapat disimpulkan secara jelas peranan perairan pesisir dalam siklus karbon. Kondisi lokal memiliki andil yang sangat besar.Kondisi perairan pesisir kita umumnya merupakan perairan tropis, sehingga membuat sistem karbonat tersebut menjadi lebih rumit. Menurut beberapa literatur, carbon sinks, atau carbon dioxide sinks, adalah reservoir atau tempat untuk menyimpan atau menyerap gas karbon dioksida yang terdapat di atmosfer bumi. Hutan dan laut adalah tempat alamiah di bumi ini yang berfungsi untuk menjadi tempat menyerap gas karbon dioksida (CO2). Gas karbon dioksida diserap oleh tumbuhan yang sedang tumbuh dan disimpan di dalam batang kayunya. Di lautan, gas karbon dioksida yang digunakan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesa, tenggelam ke dalam dasar lautan bersama kotoran makhluk hidup pemakan fitoplankton dan predator-predator tingkat tinggi lainnya sebagai kotoran dan menjadi kerang-kerangan.Proses berpindahnya gas karbon dioksida dari atmosfer (ke dalam vegetasi dan lautan) biasa disebut sebagai carbon sequestration. Beberapa ahli di negara-negara maju saat ini banyak yang aktif meneliti tentang proses ini dan berharap menemukan sebuah cara efektif untuk membuat sebuah proses buatan dalam rangka mengurangi laju perubahan iklim global (mitigasi pemanasan global) yang menurut para ahli berada dalam level yang "cukup mencemaskan" abad ini.Di lautan, fitoplankton adalah titik awal dari carbon sinks melalui suatu sistem rantai makanan. Fitoplankton ini mengekstrak karbon dari gas karbon dioksida yang mereka serap dari atmosfer pada saat proses fotosintesa. Binatang bercangkang atau berkerang juga menggunakan karbon untuk membuat cangkang atau kerang mereka. Ketika mati, cangkang atau kerang tersebut akan tenggelam dan tersimpan di dasar laut hingga kedalaman 2000 sampai 4000 meter dalam waktu ribuan tahun. Carbon sinks juga akan terjadi melalui tenggelamnya makhluk-makhluk hidup yang telah mati, kotoran-kotoran zooplancton dan ikan-ikanan ke dasar laut.. Seiring dengan perubahan iklim bertambahnya jumlah karbon dioksida di atmosfer bumi dan meminimalkan dampak dari pemanasan global. Namun, karena atmosfer berinteraksi dengan lautan, penyerapan karbon dioksida dan kapasitas sequestrasi dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim tersebut Melalui beberapa mekanisme interaksi fisis dan kimiawi, sirkulasi laut dapat mengubah dan mempengaruhi waktu simpan karbon dioksida yang diinjeksikan ke laut dalam, dan hal itu secara tidak langsung akan mengubah tempat penyimpanan karbon di lautan dan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, Menurut Jain, perubahan iklim di masa datang dapat berpengaruh terhadap penyerapan karbon dioksida di laut dan juga pola sirkulasinya. Dengan bertambahnya suhu permukaan laut, densitas air laut akan berkurang dan akan memperlambat sirkulasi termohalin, sehingga kemampuan laut untuk menyerap karbon dioksida juga akan berkurang. Hal ini akan mengakibatkan jumlah karbon dioksida di atmosfer bertambah dan memperburuk masalah yang ada. Jain juga mengatakan bahwa memindahkan karbon ke laut dalam bukan merupakan solusi yang permanen untuk menguranngi jumlah karbon dioksida di atmosfer. Karbon dioksida yang disimpan di laut tidak akan selamanya dapat bertahan di situ. Kadangkala ia akan menampis ke permukaan dan ke dalam atmosfer.

Karbondioksida di Laut

Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, dimana sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting dalam mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon. Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk:CO2 + H2O H2CO3Reaksi ini memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi lainnya yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH:H2CO3 H+ + HCO3Daya larut CO2 dari udara ke dalam air sangat tergantung dari tekanan parsial CO2. di udara dan dalam air. Konsentrasi (aktivitas) CO2 atau gas-gas lainnya (substansi yang mudah menguap) di dalam zat cair dapat selalu digambarkan dalam pengertian unit konsentrasi atau dalam pengertian lain tekanan parsial dalam media cair (Partial Pressure Gas in Solution), hal ini bahwa tekanan CO2 di dalam fase gas akan berada dalam keadaan setimbang. CO2 dan CO2 P memiliki keterkaitan dalam Hukum Henry,yakni jika suatu sistem (cair) dalam keadaan setimbang dalam fase gas, maka tekanan parsial gas dalam media lain sebanding dengan tekanan parsial gas dalam fase gas. Unsur pokok bahan anorganik yang terdapat di perairan dan atmosfer memiliki asal-usul yang sama. CO2 di atmosfer adalah asam yang dapat bereaksi dengan batu batuan yang mengandung basa. Selain itu juga disebutkan bahwa badan air juga kehilangan karbon terlarut karena masuk kedalam sedimen melalui proses presipitasi. Perombakan dan reaksi presipitasi ini diwakili oleh CaCO3 (s).Laut memiliki kemampuan dalam menampung CO2 yang berasal dari atmosfer meskipun laut juga bukan merupakan sebuah wadah yang mampu melarutkan semua bahan yang masuk kedalamnya melainkan sebuah sistem berlapis (layered system). Ada beberapa macam model yang telah diusulkan bagi layered system ini dan ada sebuah model paling sederhana yang sesuai dengan sistem ini dimana atmosfer hanya memiliki kontak/hubungan langsung dengan lapisan permukaan laut di atas thermocline. Turn-over dari lautan lambat dan jika kesetimbangan antara atmosfer dan lapisan permukaan dicapai dengan cepat maka kesetimbangan total lautan akan terjadi berabad-abad.Selain itu oleh Sumich (1992) mengemukakan, bahwa air laut biasanya memiliki kemampuan yang sangat besar untuk menyerap CO2 bergabung dengan air untuk menghasilkan asam lemah, asam karbonat (H2CO3). Khususnya asam karbonat memisahkan diri dari bentuk hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-) atau 2 ion H+ dan 1 ion carbonat (CO32-) yang reaksinya sebagaimana dituliskan di atas. Asam karbonat, bikarbonat dan sistem karbonat di air laut berfungsi sebagai penyangga atau untuk membatasi perubahan pH air laut. Jika ion H+ berlebihan maka akan terjadi perubahan pH.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Distribusi CO2 Dalam Air Laut

Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi CO2 dalam air laut telah lama dipelajari oleh para ahli. Salah satu studi yang dikembangkan dalam hal ini adalah program GEOSECS yang banyak menghasilkan beragam informasi tentang sistem CO2. Penelitian ini dilakukan didua samudera yakni Pasifik Utara ( 204, 31N, 150E) dan Atlantik Utara (115, 28N, 26W) untuk menunjukan keterkaitan kedalaman pada dua samudera tersebut (Riley, J.P and Skirrow, G., 1975; Vetter, 1974; Millero and Sohn 1992).Adapun beberapa parameter yang mempengaruhi distribusi CO2 dalam air laut adalah sebagai berikut :a) pH (Derajat Keasaman)pH dalam permukaan air laut dalam keadaan setimbang dengan atmosfir adalah berkisar antara 8.2 0.1. Pada kolom air yang tertutup atau relatif kecil variasi pH menunjukan diurnal dan berada antara 8.2 8.9. Penurunan pH hingga minimum terjadi pada malam hari karena adanya proses respirasi oleh organisme yang menghasilkan CO2 dan meningkat pada siang hari ketika fotosintesis berlangsung, di mana CO2 dimanfaatkan hingga konsentrasinya menurun sebagaimana terlihat pada gambar 3.Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pH minimum terjadi pada kedalaman 1000 m bersamaan juga dengan kondisi O2 yang juga minimum akan tetapi Tekanan Parsial CO2 meningkat. Peningkatan pH di laut dalam terjadi karena kelarutan (dissolution) dari CaCO3, di mana pH bisa mencapai 7.5 pada kedalaman 1000 m. Pada kedalaman yang lebih dalam pH bisa mencapai maksimum akibat adanya tekanan ionisasi asam karbonat .

b) alkalinitas (AT)Pada permukaan salinitas dapat mempengaruhi alkalinitas, hal ini terlihat darihasil penelitian program GEOSECS diperoleh bahwa alkalinitas di Samudera AtlantikUtara lebih tinggi daripada Samudera Pasifik Utara, hal ini disebabkan oleh pengaruhsalinitas akibat adanya evaporasi yang tinggi di Atlantik, sehingga salinitasnya akanmeningkat.Sedangkan pada kedalaman laut yang lebih dalam alkalinitas akan sangatdipengaruhi oleh kelarutan CaCO3. Alkalinitas Pasifik Utara pada kedalaman yang lebihdalam lebih tinggi dibandingkan dengan alkalinitas di Atlantik Utara pada kedalamanyang sama (Gambar 4). Hal ini dikarenakan samudera Pasifik sebelah utara memilikiumur lebih tua sehingga mengakumulasi CO3 2- lebih banyak.

c) CO2 Total ( CO2)Total karbon dioksida ( CO2) anorganik terlarut di permukaan laut ditunjukan pada gambar 5. Tidak seperti alkalinitas total CO2 di perairan equator menunjukan kenaikan yang besar, hal ini disebabkan oleh adanya equatorial upwelling (upwelling pada daerah equator). Hal ini juga dijelaskan oleh Broecker dan Peng (1952) bahwa level total CO2 dan CO2 P di permukaan air berhubungan dengan pertukaran antara CO2 di udara dan CO2 di perairan (Gambar 6). Pertukaran yang berlangsung lambat menyebabkan CO2 P di perairan lebih besar dibandingkan dengan angka di atmosfer yang terdapat di dekat equator dan rendah di perairan kutub.Akibat efek penyangga air laut, hanya sejumlah kecil dari CO2 yang butuh dipindahkan ke dalam perairan untuk mengembalikan kondisi kesetimbangan antara udara dan perairan laut. Sistem penyaggaan seperti ini disebut Revelle Factor (R) yakni rasio kenaikan fraksi di dalam tekanan parsial CO2 di atmosfer terhadap kenaikan fraksi total karbon dioksida di perairan.

DERAJAT KEASAMAN (pH) SEBAGAI PARAMETER PERAIRAN Derajat Keasaman (pH) Sabagai Parameter Perairan

Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan, baik tumbuhan maupun hewan sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod, 1973). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Biasanya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006). Tingkat pH lebih kecil dari 4, 8 dan lebih besar dari 9, 2 sudah dapat dianggap tercemar. Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi, yaitu Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium, barium, kalsium, dan lain-lain. Larutan penyangga yang sedangkan pH yang tinggi mengindikasikan perairan basa. Larutan penyangga yang bersifat basa Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebihi. Secara pH parameter ntuk kehidupan ikan-ikan tersebut adalah 6,5-8,4 (Asdak, 2007).

Reaksi kimia yang terjadi (asam dan basa)Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dimana ion H+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk molekul CH3COOH.CH3COO-(aq) + H+(aq) CH3COOH(aq)a. Pada penambahan basaJika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH- dari basa itu akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion H+ dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan berkurangnya komponen asam (CH3COOH), bukan ion H+. Basa yang ditambahkan tersebut bereaksi dengan asam CH3COOH membentuk ion CH3COO- dan air. CH3COOH(aq) + OH-(aq) CH3COO-(aq) + H2O(l) 2. Larutan penyangga basa Adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung NH3 dan NH4+ yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:

b. Pada penambahan asamJika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-. Hal tersebut menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan. Disamping itu penambahan ini menyebabkan berkurangnya komponen basa (NH3), bukannya ion OH-. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa NH3 membentuk ion NH4+.NH3 (aq) + H+(aq) NH4+ (aq)Fungsi pHDerajat keasaman ini Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. Fluktuasi pH air sangat di tentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula, dari setiap "gangguan" terhadap pengubahan pH. Dengan demikian kunci dari penurunan pH terletak pada penanganan alkalinitas dan tingkat kesadahan air. Apabila hal ini telah dikuasai maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.

Keberadaan pH di suatu perairanDerajat Keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air yaitu diberbagai perairan: a. LautAir laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.b. DanauPerairan danau nilai pH berkisar pH 6,7 8,6 hal ini dkarenakan karena kedalaman danau dangkal sehingga pH tanah sangat mempengaruhinya.c. WadukPerairan waduk nilai pH berkisar 5,7-10,5 hal ini dikarenakan Pengkuran pH dan konduktivitas menunjukkan bahwa penurunan pH sejalan dengan kedalaman, diikuti kenaikan konduktivitas. Hal ini disebabkan proses dekomposisi bahan organik menyebabkan terbentuknya senyawasenyawa asam organik yang akan menurunkan pH, dan pelepasan senyawa anorganik yang akan memperkaya kandungan ion dalam perairan sehingga meningkatkan konduktivitas.d. SungaiNilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbanganantara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ionhidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Sebagian besar biota akuatik sensitifterhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).Derajat Keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu organisme akuatik dapat bertahan hidup pada kisaran ph tertentu. Fluktuasi pH sangat ditentukan oleh alkaliniitas air tersebut. Suatu perairan yang produktif dan mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik terutama ikan menurut PP No. 82 (2001) yaitu berkisar 6-9. Syarat Hidup dan Kebiasaan Hidup. Ikan sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Ikan ini dapat bertahan hidup di perairan dengan derajat keasamaan yang agak asam (pH rendah) sampai di perairan yang basa (pH tinggi) dengan pH 5-9. Kandungan oksigen yaitu 02 terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin adalah 3-6 ppm. Kadar karbondioksida (CO2) yang bisa ditoleran adalah 9-20 ppm. Tingkat alkalinitas yang dibutuhkan 80-250 ppm. Secara sederhana, pengertian pH menunjukkan kondisi asam atau basa dari suatu perairan. Derajat keasaman juga merupakan indikator yang dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur lain yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan. Nilai pH yang rendah mengindikasikan bahwa perairan asam, sedangkan pH yang tinggi mengindikasikan perairan basa. Kedua kondisi ini tidak baik untuk kegiatan budidaya. Perubahan pH secara mendadak ditandai dengan berenangnya ikan sangat cepat. Bila terjadi penurunan pH secara terus-menerus, akan keluar lendir yang berlebihan atau iritasi kulit sehingga ikan akan mudah diserang penyakit. Kondisi yang baik untuk ukuran keasaman perairan budidaya berada pada kisaran pH 6 8 (R. Eko Prihartono, 2004). pH atau kadar keasamaan air yang baik untuk budidaya lobster air tawar adalah berada pada angka 6 sampai 8. (lihat gambar skala pH berikut). Kadar keasaman ini dapat dijaga dengan total alkanitas, jumlah plankton yang tidak berlebihan dan kebersihan dari das.