sistem air tanah (groundwater system), m.sadiqul iman (h1e108059)

17
SISTEM AIR TANAH (GROUNDWATER SYSTEM) PADA KECAMATAN BATUCEPER DAN KECAMATAN BENDA KOTA TANGERANG, PROPINSI BANTEN OLEH : M.SADIQUL IMAN H1E108059 PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2009

Upload: muhammad-sadiqul-iman

Post on 25-Jun-2015

1.185 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

SISTEM AIR TANAH (GROUNDWATER SYSTEM)

PADA KECAMATAN BATUCEPER DAN KECAMATAN BENDA KOTA

TANGERANG, PROPINSI BANTEN

OLEH :

M.SADIQUL IMAN H1E108059

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2009

Page 2: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas segala rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah dengan judul Sistem Air Tanah (Groundwater System) pada Kecamatan

Batuceper dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Propinsi Banten ini.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata

kuliah Hidrologi dan Geohidrologi. Penyusunan makalah ini berdasarkan format

yang telah diberikan. Namun demikian, penulis menyadari keterbatasan yang

dimiliki dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar makalah ini menjadi lebih baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Noordiah Helda, M.sc

selaku dosen pengajar dan pembimbing dalam penyusunan makalah ini. Penulis

mengharapkan agar makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan juga

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, November 2009

Penulis

Page 3: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2 Tujuan.............................................................................................. 1

1.3 Metode Penulisan ............................................................................ 2

BAB II ISI.................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Air Tanah........................................................................ 3

2.2 Terjadinya Air Tanah....................................................................... 4

2.3 Gerakan Air Tanah.......................................................................... 6

2.4 Studi Kasus pada Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda

Kota Tangerang, Propinsi Banten..................................................... 13

BAB III PENUTUP....................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan....................................................................................... 17

3.2 Saran................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 18

Page 4: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penampang lintang skematis yang memperlihatkan terjadinya air

tanah................................................................................................................ 11

Gambar 2. Penampang stratigrafi (G-H) hasil korelasi nilai resistansi batuan dan

data pemboran................................................................................................. 9

Page 5: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air yang kita gunakan sehari-hari telah menjalani siklus meteorik, yaitu

telah melalui proses penguapan (precipitation) dari laut, danau, maupun sungai;

lalu mengalami kondensasi di atmosfer, dan kemudian menjadi hujan yang turun

ke permukaan bumi. Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut ada yang

langsung mengalir di permukaan bumi (run off) dan ada yang meresap ke bawah

permukaan bumi (infilltration). Air yang langsung mengalir di permukaan bumi

tersebut ada yang mengalir ke sungai, sebagian mengalir ke danau, dan akhirnya

sampai kembali ke laut. Sementara itu, air yang meresap ke bawah permukaan

bumi melalui dua sistem, yaitu sistem air tidak jenuh (vadous zone) dan sistem air

jenuh.

Sistem air jenuh adalah air bawah tanah yang terdapat pada suatu lapisan

batuan dan berada pada suatu cekungan air tanah. Sistem ini dipengaruhi oleh

kondisi geologi, hidrogeologi, dan gaya tektonik, serta struktur bumi yang

membentuk cekungan air tanah tersebut. Air ini dapat tersimpan dan mengalir

pada lapisan batuan yang kita kenal dengan akuifer (aquifer). Pesatnya

perkembangan pembangunan di berbagai sektor di kota-kota besar, dapat memacu

kebutuhan sumber daya alam dan kemungkinan timbulnya permasalahan yang

berkaitan dengan kondisi lingkungan, hingga persoalan sosial ekonomi. Salah satu

kebutuhan tersebut adalah tersedianya sumber air sebagai faktor utama untuk

berlangsungnya kegiatan proses produksi. Hal ini menjadi sangat dominan,

sehingga diperlukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air secara selektif

sesuai dengan kemampuan dan kapasitas sumber daya air yang dimiliki, serta

dengan mempelajari dari sistem air tanah itu sendiri.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui sistem air

tanah yang ada di bumi ini. Sehingga dengan mengetahui sistem dari air tanah

Page 6: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

tersebut, kita dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya air tersebut secara

selektif dan bijak tanpa merusak lingkungan pada khususnya.

1.3 Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode

kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur dan

jurnal penelitian yang bersangkutan dengan Sistem Air Tanah (Groundwater

System). Selain itu pengumpulan data juga di dapat dari pencarian informasi-

informasi dari internet.

Page 7: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Air Tanah

Air adalah sangat penting untuk kebutuhan hidup manusia, pertanian dan

industri. Air tanah yang mengisi bagian pori-pori antara zarah-zarah (partikel)

padat tanah disebut air/lengas tanah. Air tanah bersifat dinamis. Secara intensif,

dapat berpengaruh terhadap beberapa fraksi fisika, kimia dan

biologi/pertumbuhan tanaman. Air tanah bersifat dinamis mempunyai pengertian

bahwa air tanah bergerak secara tetap dari suatu lokasi ke lokasi lain melalui

perkolasi,evaporasi, evapotranspirasi, irigasi, presipitasi, limpasan (run off) dan

drainase (Suharto, 2006).

Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang menempati rongga-

rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan

air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah tidak

jenuh terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-

rongganya berisi air dan udara. Karena air tersebut meliputi kelembaban tanah

(soil moisture) dalam daerah perakaran (root zone), maka air mempunyai arti

yang sangat penting bagi pertanian, botani dan ilmu tanah. Antara daerah jenuh

dan daerah tidak jenuh tidak ada garis batas yang tegas , karena keduanya

mempunyai batas interdependen, di mana air dari kedua daerah tersebut dapat

bergerak ke daerah yang lain atau sebaliknya (Soemarto,1995).

Dalam membahas air tanah, selain permukaan tanah yang ikut

mempengaruhi proses terbentuknya air tanah, ada faktor yang tidak kalah

pentingnya dalam mempengaruhi proses terbentuknya air tanah. Faktor tersebut

adalah formasi geologi dan oleh karenanya penting untuk dipelajari

karakteristiknya. Formasi geologi adalah formasi batuan atau material lain yang

berfungsi menyimpan air tanah dalam jumlah besar. Dalam membicarakan proses

pembentukan air tanah, formasi geologi tersebut dikenal sebagai akifer (aquifer).

Dengan demikian, akifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada di dalam

tanah.

Page 8: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

Dalam menentukan kesesuaian formasi geologi untuk tujuan pengisian air

tanah, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, terutama tipe akifer,

karakteristik zona tanah tidak jenuh, dan juga kaakteristik zona tanah jenuh.

Untuk studi kelayakan atau penelitian yang menekankan poentingnya proses dan

mekanisme pengisian air tanah, karakteistik formasi geologi atau akifer yang

relevan untuk dipelajari adalah :

a. Tipe formasi batuan, karena jenis batuan akan menetukan tingkat

permeabilitas akifer.

b. Kondisi tekanan hidrolik dalam tanah, yakni untuk menetukan apakah air

tanah berada di zona bebas atau zona terkekang.

c. Kedalaman permukaan potensiometrik di bawah permukaan tanah,

terutama di sekitar daerah pelepasan atau pengambilan air (Asdak,1995).

2.2 Terjadinya Air Tanah

Untuk menguraikan terjadinya air tanah di perlukan peninjauan kembali

bagaimana dan di mana air tanah tersebut berada. Distribusinya di bawah

permukaan tanah dalam arah vertikal dan horisontal harus dimasukkan dalam

pertimbangan. Zona geologi yang sangat mempengaruhi air tanah, dan strukturnya

dalam arti kemampuannya untuk menyimpan dan menghasilkan air harus

diidentifikasikan. Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi menyediakan air

kepada zona bawah tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan

distribusi dan mempengaruhi gerakan air tanah, sehingga peranan geologi

terhadap air tanah akan diabaikan.

Hampir semua air tanah dapat dianggap sebagai bagian dari daur

hidrologi, termasuk air permukaan dan air atmosfer. Sejumlah kecil air tanah yang

berasal dari sumber lain dapat pula masuk ke dalam daur tersebut. Air connate

adalah air yang terperangkap dalam rongga-rongga batuan sedimen pada saat

diendapkan. Air tersebut dapat berasal dari air laut atau air tawar, dan bermineral

tinggi. Air yang berasal dari magma gunung berapi atau kosmik yang bercampur

dengan air terestik dinamakan air juvenil. Dilihat menurut sumbernya, air juvenil

dapat disebut air magma, air vulkanik atau air kosmik (Soemarto,1995).

Page 9: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukaan , yang

meresap (infiltration) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan

kemudian meresap makin dalam (percolation) hingga mencapai zona jenuh (zone

of saturation) dan menjadi air tanah. Tergantung pada kedudukannya terhadap

muka tanah setempat, air tanah dapat dikatakan air tanah dangkal ataupun air

tanah dalam. Air tanah dangkal terletak dekat permukaan, sementara air tanah

dalam terletak jauh di bawah permukaan. Dangkal dapat diartikan pada

kedudukan kurang dari 40 m (angka ini tergantung kesepakatan) di bawah muka

tanah setempat, sedangkan kedudukan dalam lebih dari angka tersebut

(Soetrisno,2002) Di daerah yang dapat di jangkau oleh akar tumbuh-tumbuhan, yang

berkisar antara 30 kaki (10 m) di bawah permukaan tanah, terdapat air tanih (soil

water), yang berfluktuasi karena tumbuh-tumbuhan menghabiskan kelembaban di

antara tenggang hujan. Di atas muka air tanah (water table), kelembaban akan

naik akibat kapilaritas ke dalam jumbai kapiler (capillary fringe), yang rentangan

vertikalnya mungkin mencapai beberapa inci sampai beberapa kaki tergantung

pada ukuran pori-pori bahan yang ada dalam tanah. Bila muka air tanahnya dekat

dengan permukaan tanah, jumbai kapiler dan daerah kelembaban -tanah mungkin

saling tumpang tindih, tetapi bila muka air tanahnya dalam, maka terdapat suatu

daerah peralihan (intermediate) di mana kadar kelembabannya konstan pada

kapasitas lapangan dari tanah dan batuan daerah itu (Linsley,1989).

Gambar 1. Penampang lintang skematis yang memperlihatkan terjadinya air tanah (Linsley,1989).

Page 10: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

2.3 Gerakan Air Tanah

Air bergerak di dalam tanah secara horizontal dan vertikal. Pergerakan air

secara horizontal disebut juga pergerakan air lateral. Pergerakan air vertikal dapat

berupa pergerakan air ke bawah yang dipengaruhi oleh gerak gravitasi melalui

infiltrasi dan perkolasi serta pergerakan air ke atas melalui gerak kapilaritas air

tanah yang dipengaruhi oleh porositas tanah dan temperatur tanah. Air tanah yang

berada di bawah zona perakaran tanaman akan mengalir menuju zona perakaran

tanaman disebabkan oleh kemampuan kapiler (cappilary rise) yang dimiliki oleh

tanah. Air akan bergerak dari tanah yang lembab menuju tanah yang lebih kering.

Pada tanah lembab yang jumlah persentase airnya lebih tinggi, gardien

tegangannya lebih besar dan lebih cepat perpindahannya.

Pola kapilaritas air tanah dipengaruhi oleh besarnya pengembangan

tegangan dan daya hantar pori-pori dalam tanah. Nilai efek kapilaritas tidak

beraturan pada setiap bagian tanah, karena ukuran pori-pori yang dilewatinya

bersifat acak pula. Pada jenis tanah yang berbeda akan memberikan pola

pergerakan air tanah yang berbeda pula karena pola pergerakan air tanah yang

berupa gerak kapiler ini sangat dipengaruhi oleh tekstur dari tanah tersebut, oleh

karena itu kecepatan pergerakan air vertikal ke bawah dan pergerakan horizontal

di dalam tanah bergerak agak cepat sampai agak lambat.

Proses evaporasi dari tanah merupakan salah satu faktor penunjang yang

dapat mengakibatkan air mengalir ke atas. Penembusan air dari tanah basah ke

tanah kering (cm) evaporasi yang terjadi akan semakin besar, sehingga

pergerakan air tanah menuju ke permukaan tanah akan semakin cepat karena air

akan bergerak terus mengisi pori-pori yang kosong sampai mencapai suatu

kondisi seimbang. Meskipun pola pergerakan air yang disebabkan oleh gerak

kapilaritas merupakan salah satu proses yang penting yang berkaitan dengan

pengkondisian kelembaban pada zona perakaran tanaman (Anonim1, 2009).

Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua titik/lokasi

dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak

dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi

kelembaban yang lebih rendah. Selanjutnya air akan bergerak mengikuti lapisan

(lempengan) formasi geologi sesuai dengan arah kemiringan lapisan formasi

Page 11: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

geologi tersebut. Kelembaban tanah tidak selalu mengakibatkan gerakan air dari

tempat basah ke tempat kering. Air dapat bergerak dari tempat kering ke daerah

basah seperti terjadi pada proses perkolasi air tanah. Oleh pengaruh energi panas

matahari, air juga dapat bergerak kearah permukaan tanah, sampai tiba gilirannya

menguap ke udara (proses evaporasi) (Asdak,1995).

Gerakan air tanah sendiri dikuasai oleh prinsip-prinsip hidrolika yang telah

tersusun baik. Terhadap aliran air tanah lewat akifer, yang pada umumnya

merupakan media tiris, dapat diberlakukan hukum DARCY yang sangat terkenal.

Permeabilitas, yang merupakan ukuran kemudahan aliran lewat media tersebut,

merupakan kanstanta penting dalam persamaan aliran. Penentuan besarnya

permeabilitas secara langsung dapat dilakukan melalui pengukuran-pengukuran di

lapangan atau di laboratorium. Informasi mengenai gerakan air tanah dapat

diperoleh dengan memberikan suatu zat ke dalam aliran yang kemudian dirumus

dalam ruang dan waktu. Dari hukum DARCY dan persamaan kontinuitas

persamaan umum aliran air tanah dapat dicari (Soemarto,1995).

Pada tahun 1856, DARCY menegaskan kemamputerapan prinsip-prinsip

aliran fluida dalam tabung kapiler, yang telah dikembangkan beberapa tahun

sebelumnya oleh Hagen dan Poiseuille, pada aliran air dalam media permeabel.

Hukum DARCY adalah :

V = KS

Dimana V adalah kecepatan aliran, S kelandaian gradien hidrolik, dan K adalah

suatu koefisien yang mempunyai satuan V (kaki per hari atau meter per hari)

(Linsley,1989).

Kombinasi gaya gravitasi bumi (Z) dengan tekanan potensial (P) lazim

disebut tinggi-energi hidrolik (hydraulic head). Perbedaan tinggi-energi hidrolik

H antara dua tempat sering ditulis sebagai dH. Apabila nilai perbedaan tersebut

diwujudkan dalam satuan panjang, maka ia akan ditulis dH/L dan disebut

gradient-hidrolik (hydraulic gradient). Gradien-hidrolik merupakan tenaga

pendorong gerakan air dalam tanah. Oleh adanya hujan yang terputus, evaporasi,

dan buangan air di lapangan, maka akan selalu ada tenaga pendorong gerakan air

tanah. Untuk dapat memprakirakan laju gerakan air dalam tanah, diperlukan

tambahan informasi luas penampang melintang (A) daerah yang akan dilalui air

Page 12: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

tanah serta faktor konduktivitas-hidrolik (K) yang merupakan karakteristik tanah.

Menurut hukum DARCY :

Kecepatan Air (V) = (permeabilitas) x (tenaga pendorong)

V = K (dH/L)

K adalah konduktivitas hidrolik (L/T). Bila kedua sisi persamaan diatas masing-

masing dikalikan luas penampang melintang A, maka volume per satuan waktu (q)

menjadi :

q = AV = AK (dH/L)

satuan q adalah L3/T dan persamaan diatas berlaku untuk tanah jenuh. Hukum

DARCY juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya aliran air dalam tanah

tidak jenuh. Proses perhitungan aliran air pada tanah tidak jenuh lebih rumit

karena nilai K tidak hanya tergantung pada ukuran pori-pori tanah, tapi juga pada

keadaan kelembaban tanah (0V). Untuk keadaan tanah tidak jenuh, persaman

tersebut diatas menjadi :

q = AK (0V) (dH/L)

Nilai K (0V) bervariasi dari 50 cm/hari pada tanah basah sampai 0,001 cm/hari

pada keadaan Permanent Wilting Point (PWP) (Asdak,1995).

2.4 Studi Kasus pada Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota

Tangerang, Propinsi Banten

Akuifer yang berkembang di daerah yang secara administratif termasuk

Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda ini berlitologi pasir tufan, dan dapat

dibedakan berdasarkan kedalamannya menjadi akuifer dangkal dan akuifer dalam.

Ketebalan akuifer di kawasan Kecamatan Batuceper ini beragam mulai dari 5 m -

25 m untuk akuifer dangkal (kedalaman sampai 50 m), hingga ketebalan 4 - 80 m

untuk akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m). Akuifer dangkal (kedalaman

kurang dari 50 m) adalah akuifer tak tertekan dan pada tempat yang semakin

dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan akuifer dalam

(kedalaman lebih dari 50 m) merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh dua

lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya.

Penampang G-H merupakan suatu contoh sebaran vertikal dalam kaitannya

dengan sifat dan ketebalan akuifer (Gambar 9) di daerah Kecamatan Batuceper.

Page 13: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

Gambar 2. Penampang stratigrafi (G-H) hasil korelasi nilai resistansi batuan dan data pemboran

Sistem air tanah tak tertekan di Kecamatan Benda dijumpai pada

kedalaman antara 2 – 10 m di bawah permukaan tanah setempat (bmt). Batuan

penyusun akuifer sistem air tanah tersebut berada pada satuan endapan pantai.

Akuifer tak tertekan ini berubah menjadi semitertekan pada tempat yang lebih

dalam. Permeabilitas batuan pada satuan endapan ini sedang, dan pada beberapa

lokasi berubah menjadi tinggi, khususnya pada daerah akumulasi endapan sungai

dengan butiran pasir kasar hingga kerakal. Ketinggian permukaan air tanah tak

tertekan ini antara 2 – 10 m (bmt). Debit aliran pada sumur-sumur gali pada

sistem akuifer ini berkisar antara 0 – 3 liter/detik. Tipe akuifer yang berkembang

pada kecamatan ini adalah Sistem Endapan Aluvium Pantai. Batuan penyusun

endapan ini umumnya berupa lempung, pasir, dan kerikil hasil dari erosi dan

transportasi batuan di bagian hulunya. Umumnya batuan pada endapan aluvium

bersifat tidak kompak, sehingga potensi air tanahnya cukup baik.

Morfologi pada endapan aluvium pantai umumnya datar sampai sedikit

bergelombang. Dari segi kuantitas, air tanah pada endapan aluvium pantai dapat

menjadi sumber air tanah yang baik, terutama pada lensa-lensa batu pasir lepas.

Namun demikian, dari segi kualitas air tanah pada akuifer endapan aluvium pantai

tergolong buruk yamg ditandai dengan bau, warna kuning, keruh karena tingginya

Page 14: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

kandungan garam, besi, serta mangan (Fe dan Mn). Akan tetapi kualitas air tanah

yang baik umumnya dapat dijumpai pada endapan akuifer aluvium pantai berupa

akuifer tertekan. Kondisi air tanah endapan aluvium pantai banyak ditentukan

oleh geologi di hulunya. Endapan aluvium ini dapat menjadi tebal jika cekungan

yang membatasi terus menurun karena beban endapannya, misalnya dibatasi oleh

sesar/patahan turun. Akuifer pada sistem ini tersusun oleh endapan pasir halus

yang belum terkompaksi dan setempat terdapat air tanah segar.

Sebagai tambahan, berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui

bahwa kualitas air tanah daerah kajian berbeda-beda. Hal tersebut terlihat pada

hasil pengukuran sifat fisik dan hasil pengujian kimia air tanah pada sumur pantek

dan sumur bor. Nilai daya hantar listrik pada akuifer dangkal (kedalaman kurang

dari 50 m) memiliki nilai antara 500 – 6250 μS/cm, dan pada akuifer dalam

(kedalaman lebih dari 50 m) memiliki nilai daya hantar listrik antara 750 – 2600

μS/cm. Besarnya nilai daya hantar listrik tersebut menunjukkan bahwa kedua

kecamatan tersebut merupakan daerah luahan (discharge zone). Akuifer dalam

(kedalaman lebih dari 50 m) yang berkembang pada daerah kajian adalah akuifer

produktif dengan aliran melalui ruang antarbutir. Akuifer dalam yang merupakan

akuifer tertekan ini memiliki daerah resapan (recharge area) di luar wilayah

daerah kajian. Sedangkan akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) yang

berkembang pada kecamatan ini adalah akuifer produktif dengan aliran melalui

ruang antarbutir. Akuifer dangkal yang merupakan akuifer bebas ini memiliki

daerah resapan (recharge area) di atas akuifer itu sendiri. Untuk mendukung

kesinambungan akuifer ini, sebaiknya pada daerah kajian terdapat seluas mungkin

lahan hijau. Penutupan lahan dengan beton supaya dibatasi, dan sebanyak

mungkin dibuat sumur serta parit resapan (Hadian, dkk, 2006).

Page 15: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang menempati rongga-

rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan

air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah tidak jenuh

terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya

berisi air dan udara.

Pergerakan air vertikal dapat berupa pergerakan air ke bawah yang

dipengaruhi oleh gerak gravitasi melalui infiltrasi dan perkolasi serta pergerakan

air ke atas melalui gerak kapilaritas air tanah yang dipengaruhi oleh porositas

tanah dan temperatur tanah. Air tanah yang berada di bawah zona perakaran

tanaman akan mengalir menuju zona perakaran tanaman disebabkan oleh

kemampuan kapiler (cappilary rise) yang dimiliki oleh tanah. Air akan bergerak

dari tanah yang lembab menuju tanah yang lebih kering.

Akuifer yang berkembang di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda

secara litologi adalah pasir tufan. Tipologi akuifer yang berkembang adalah

Sistem Endapan Aluvium Pantai. Batuan penyusun endapan ini umumnya berupa

lempung, pasir, dan kerikil hasil erosi dan transportasi batuan di bagian hulunya.

Di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda, ketebalan relatif sama, akuifer

dangkal memiliki ketebalan mulai dari 5 m – 25 m, dan akuifer dalam memiliki

ketebalan 4 m – 80 m. Akuifer dangkal adalah akuifer tak tertekan dan pada

tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Pola

pengaliran air tanah pada dua kecamatan tersebut relatif ke arah timur, dan

terbentuk depresi konus aliran air tanah, terutama di kota Tangerang. Kondisi

demikian menunjukkan dua penyebab yang memungkin, yaitu perkembangan

lensa-lensa yang secara alamiah terbentuk pada daerah tersebut, atau pengambilan

air tanah yang berlebihan di zone tersebut. Untuk itu, kawasan depresi air tanah

perlu ditelaah lebih lanjut untuk menunjang langkah kebijakan terkait dengan

konservasi air tanah di Kota Tangerang.

Page 16: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

3.2 Saran

Pemanfaatan air tanah hendaknya digunakan secara maksimal demi

kelangungan hidup manusia. Namun tentunya pemanfaatan tersebut hendaknya

dilakukan secara selektif dan bijak, agar keterdapatan air tanah dibumi ini tidak

habis akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan, dan tentunya juga agar

lingkungan menjadi lebih baik.

Page 17: Sistem Air Tanah (Groundwater System), m.sadiqul Iman (h1e108059)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2009. Kajian Pola Penyebaran Air Tanah Melalui Gerak Kapilaritas

(Capillary Rise) Tanah Incepticol di Jatinangor.

http://www.contohskripsitesis.com/backup/skripsi/teknologi

%20pertanian_7.htm

diakses tanggal 10 November 2009

Asdak,Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Hadian, Mohamad S.D., Undang M., Oman A. dan Munib I. Iman. 2006. Sebaran akuifer

dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota

Tangerang, Propinsi Banten.

http://www.bgl.esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20060301.pdf

diakses tanggal 10 November 2009

Linsley, R.K., Kohler, M.A. & Paulhus, Joseph.1982. Hidrologi untuk Insinyur.

Terjemahan oleh Yandi Hermawan. 1989. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Soemarto,C.D. 1995. Hidrologi Teknik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Soetrisno. 2002. Aspek Hukum dan Kelembagaan Pengelolaan Air Tanah dalam

Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

http://74.125.153.132/search?

q=cache:jFN1UDLoKKEJ:www.geocities.com/Eureka/Gold/1577/hukum_at_otd

a.pdf+pdf,peran+ilmu+hidrogeologi+pada+manajemen+air&cd=9&hl=id&ct=cln

k&gl=id&client=firefox-a

diakses tanggal 25 September 2009

Suharto, Edi. 2006. Kapasitas Simpanan Air Tanah pada Sistem Tataguna Lahan LPP

Tahura Raja Lelo Bengkulu.

http://www.bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2006/44.PDF

diakses tanggal 10 November 2009