sirosis

10

Click here to load reader

Upload: awank-jiee

Post on 19-Jul-2015

230 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sirosis

Lhiayangbaikhati's Blog

TES DAN INTERPRETASI FECES

{ 9 November 2009 @ 1:28 AMNov } · { aLL bout pharmacy }

Pendahuluan

Feces ( tinja) normal terdiri dari sisa- sisa makanan yang tidak tercerna, air, bermacam produk hasil pencernaan makanan dan kuman- kuman nonpatogen. Orang dewasa normal mengeluarkan

100 – 300 gram tinja per hari. Dari jumlah tesebut 60- 70% merupakan air dan sisanya terdiri dari substansi solid (10-20%) yang terdiri dari makanan yang tidak tercerna (selulosa), sisa makanan yang tidak terabsorbsi, sel- sel saluran pencernaan (sel epitel) yang rusak, bakteri dan

unsur- unsur lain (+ 30%). Tinja yang dikeluarkan merupakan hasil pencernaan dari + 10 liter cairan masuk dalam saluran cerna. Tinja normal menggambarkan bentuk dan ukuran liang kolon.

Perhatian terhadap pemeriksaan tinja di laboratorium dan klinik pada umumnya masih kurang.

Berlainan dengan pemeriksaan cairan tubuh lainnya, sampel tinja biasanya tidak dapat dikeluarkan pada waktu hendak diperiksa dan penderita biasanya enggan untuk mengumpulkan

dan mengirimkannya untuk pemeriksaan. Hal yang sama dirasakan pula bila dokter, perawat atau pegawai laboratorium lain diminta untuk melakukan pemeriksaan tinja.

Tinja merupakan spesimen yang penting untuk diagnosis adanya kelainan pada system traktus gastrointestinal seperti diare, infeksi parasit, pendarahan gastrointestinal, ulkus peptikum,

karsinoma dan sindroma malabsorbsi. Pemeriksaan dan tes yang dapat dilakukan pada tinja umumnya meliputi : Tes makroskopi, tes mikroskopi, tes kimia dan tes mikrobiologi.

Metode – metode

1. Tes Makroskopi

1. Pra Analitik

a. Persiapan pasien : Pasien tidak dibenarkan makan obat pencehar sebelumnya. Preparat besi

akan mempengaruhi warna tinja dan sebaiknya dihentikan 4-6 hari sebelum pengambilan sampel. Begitupun dengan obat- obat antidiare, golongan tetracycline, barium, bismuth, minyak atau

magnesium akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

b. Persiapan sampel : Sampel sebaiknya tinja segar (pagi hari) sebelum sarapan pagi, atau tinja baru, defekasi spontan dan diperiksa dilaboratorium dalam waktu 2-3 jam setelah defekasi (warm stool).

Pasien diberitahu agar sampel tinja jangan tercampur dengan urin atau sekresi tubuh lainnya. Bila sarana laboratorium jauh dan membutuhkan waktu yang lebih lama, sampel sebaiknya diberi pengawet buffered glycerol saline.

Page 2: Sirosis

c. Pengumpulan/ pengambilan sampel

1. Wadah : Pot plastik yang bermulut lebar, tertutup rapat dan bersih. Beri label : nama, tanggal, nomor pasien, jenis kelamin, umur, diagnosis awal. Tinja tidak boleh mengenai bagian luar

wadah dan diisi jangan terlalu penuh. Kertas toilet tidak dibenarkan sebagai wadah tinja oleh karena mengandung bismuth.

2. Cara pengambilan :

a. Tinja segar : sebaiknya tinja pagi hari atau tinja baru dan defekasi spontan. Ambil tinja bagian

tengahnya sebesar ujung ibu jari, masukkan kedalam wadah dan tutup rapat.

b. Rectal swab

c. Anal swab ( jarang dilakukan )

2. Analitik

Alat

1. Lidi atau spatel kayu

2. Kapas lidi

Cara kerja

1. Sampel diperiksa ditempat yang terang 2. Perhatikan warna, bau, konsistensi, adanya darah, lender, nanah, cacing dll.

3. Pasca Analitik

Hasil dan interpretasi

1. Warna : normal tinja berwarna kuning coklat. Warna tinja yang abnormal dapat

disebabkan atau berubah oleh pengaruh jenis makanan, obat- obatan dan adanya perdarahan pada saluran pencernaan

2. Bau : bau normal tinja disebabkan olah indol, skatol dan asam butirat. Tinja yang

abnormal mempunyai bau tengik, asam, basi. 3. Konsistensi : tinja normal agak lunak dan mempunyai bentuk seperti sosis

4. Lendir : Adanya lendir berarti ada iritasi atau radang dinding usus. Lendir pada bagian luar tinja, lokasi iritasi mungkin pada usus besar dan bila bercampur dengan tinja, iritasi mungkin pada usus kecil.

5. Darah : Normal tinja tidak mengandung darah. Perhatikan apakah darah itu segar (merah muda), coklat atau hitam, apakah bercampur atau hanya dibagian luar tinja saja.

6. Parasit : Cacing mungkin dapat terlihat

Warna Tidak Patologis Patologis

Page 3: Sirosis

Coklat, Coklat tua, kuning coklat, coklat tua sekali

Oksidasi normal dari pigmen empedu

Dibiarkan lama diudara

Makanan yang mengandung banyak daging

Hitam Makanan mengandung zat besi ,

bismuth

Pendarahan disaluran cerna

bagian proksimal

Abu- abu / putih Makanan mengandung coklat Steatore (konsistensi seperti

bubur dan berbuih)

Abu- abu muda sekali Makanan mengandung banyak bahan susu barium

Obstruksi saluran empedu

Hijau atau kuning hijau Makanan mengandung banyak bayam, sayuran hijau lain.

Pencahar berasal dari sayuran.

Makanan melalui usus dalam waktu cepat hingga pigmen

empedu belum sempat teroksidasi

Merah Makanan yang mengandung

banyak lobak merah (bit)

Pendarahan yang berasal dari

saluran cerna bagian distal

Tabel 1. Keadaan yang mempengaruhi warna tinja

1. Tes Mikroskopi 2. Pra Analitik

Persiapan sampel dan persiapan pasien sama dengan tes makroskopi

1. Analitik

1. Alat 1. Lidi/ kapas lidi

2. Kaca objek 3. Kaca penutup 4. Mikroskop

5. Reagen : Larutan eosin 2%, larutan lugol, larutan NaCl 0,9% 2. Cara kerja

1. Tetesi kaca objek disebelah kiri dengan 1 tetes NaCl 0,9% dan sebelah kanan dengan 1 tetes larutan eosin 2% atau larutan lugol

2. Ambil tinja dibagian tengahnya atau pada permukaan yang mengandung lendir,

darah atau nanah + seujung lidi 3. Aduk sampai rata pada masing- masing larutan

4. Tutupi dengan kaca penutup 5. Periksa dibawah mikroskop, mula- mula dengan pembesaran 10x kemudian 40x.

Amati apakah ada telur cacing, amuba, eritrosit, leukkosit, sel epitel, Kristal, sisa

makanan dll

1. Pasca Analitik

Page 4: Sirosis

Hasil dan interpretasi

1. Sel epitel. Beberapa sel epitel, yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal dapat ditemukan dalam keadaan normal. Kalau sel epitel berasal dari bagian yang lebih

proksimal, sel- sel itu sebagian atau seluruhnya rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus.

2. Makrofag. Sel- sel besar berinti satu memiliki daya fagositosis, dalam plasmanya sering dilihat sel- sel lain (leukosit, eritrosit) atau benda- benda lain. Dalam preparat natif ( tanpa pewarnaan) sel- sel itu menyerupai amuba : perbedaanya ialah sel ini tidak dapat

bergerak. 3. Lekosit. Lebih jelas terlihat kalau tinja dicampur dengan beberapa tetes larutan asam

acetat 10%. Kalau hanya dilihat beberapa dalam seluruh sediaan, tidak ada artinya. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan lain- lain, jumlah lekosit yang ditemukan banyak menjadi besar.

4. Eritrosit. Hanya dilihat kalau lesi mempunyai lokalisasi dalam kolon, rectum atau anus. Keadaan ini selalu bersifat patologis.

5. Kristal- Kristal. Pada umumnya tidakk banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat Kristal- Kristal tripelfosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Sebagai kelainan mungkin dijumpai Kristal Charcot-Leyden dan Kristal hematoidin. Kristal Charcot-

Leyden biasanya ditemukan pada keadaan kelainan ulseratif usus, khususnya amubiasis. Kristal hematoidin dapat ditemukan pada perdarahan usus.

6. Sisa makanan. Hampir selalu dapat ditemukan tertentu dikaitkan dengan sesuatu hal yang abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun- daunan dan sebagian lagi makanan berasal dari makanan daun- daunan dan sebagian lagi makanan berasal dari

hewan, seperti serat otot, serat elastic, dll. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol : pati (amilum) yang tidak sempurna dicerna tampak

seperti butir- butir biru atau merah. Larutan jenuh Sudan III dan Sudan IV dalam alcohol 70% juga dipakai : lemak netral menjadi tetes- tetes merah atau jingga.

7. Telur cacing. Ascaris lumricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis

Trichiurus trichiura, Strongyloides stercoralis, dan sebagainya, juga yang termasuk genus cestodas dan trematodas mungkin didapat.

Makroskopi/ Mikroskopi Penyebab

Butir, kecil, keras, warna tua Konstipasi

Volume besar, berbau dan mengambang Malabsorbsi zat lemak atau protein

Rapuh dengan lendir tanpa darah Sindroma usus besar yang mudah terangsang

inflamasi dangkal dan difus, adenoma dengan jonjot- jonjot

Rapuh dengan darah dan lendir (darah nyata) Inflamasi usus besar, tifoid, shigella, amubiasis, tumor ganas

Hitam, mudah melekat seperti ter Perdarahan saluran cerna bagian atas

Volume besar, cair, sisa padat sedikit Infeksi non-invasif (kolera, E.coli keadaan toksik, kkeracunan makanan oleh stafilokokus,

radang selaput osmotic (defisiensi disakharida, makan berlebihan)

Page 5: Sirosis

Rapuh mengandung nanah atau jaringan nekrotik

Divertikulitis atau abses lain, tumor nekrotik, parasit

Agak lunak, putih abu- abu sedikit Obstruksi jaundice, alkoholik

Cair bercampur lendir dan eritrosit Tifoid, kolera, amubiasis

Cair bercampur lendir dan leukosit Kolitis ulseratif, enteritis, shigellosis, salmonellosis, TBC usus

Lendir dengan nanah dan darah Kolitis ulseratif, disentri basiler, karsinoma

ulseratif colon, diverticulitis akut, TBC akut

Tabel 2. Beberapa diagnostic pada tes makroskopik dan mikroskopik tinja

1. TES KIMIA

Tes darah samar ( Occult blood Test ) cara Guaiac

1. Pra Analitik 1. Tujuan : Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan

secara makroskopik atau mikroskopi. 2. Persiapan pasien : perlu dihindari zat- zat yang mengandung besi, vitamin c,

bromide, iodide, makanan yang mengandung mioglobin (daging), klorofil dan peroksidase tumbuhan selama 2-3 hari. bila ditakutkan adanya perdarahan gusi yang mungkin tertelan, penderita sebaiiknya tidak gosok gigi. perlu diperhatikan

juga agar tinja tidak tercampur dengan urin. Beberapa obat- obat dapat memberikan hasil positif palsu, misalnya aspirin, salisilat, steroid, indometasid,

NSAIDS, antikoagulan, preparat besi, iodium. 3. Persiapan Sampel : Tidak ada persiapan khusus 4. Prinsip : Pembebasan O2 dari H2O2 menunjukkan adanya aktifitas peroksidase

molekul hemoglobin dan pelepasan oxidizes gum guaiac akan menghasilkan produk oksidasi yang berwarna biru.

5. Analitik 1. Alat dan Bahan

1. Tabung Reaksi

2. Aquadest atau larutan NaCl 0,9 % 3. Serbuk Gum guaiac 3 gram

4. Alkohol 95 % 5. Asam asetat glasial 6. Hidrogen peroksidase (H2O2) 3%

2. Cara Kerja 1. Buatlah emulsi tiinja dalam tabung reaksi dengan air atau dengan larutan garam

kira- kira 5-10 ml dan panaskan hingga mendidih 2. Saringlah emulsi yang masih panas dan biarkan filtrat sampai menjadi dingin, dan

tambahkan 1 ml asam asetat glasial, campur

3. Dalam tabung reaksi kedua masukkan sepucuk pisau serbuk guaiac dan 2 ml alcohol 95% campur.

4. Tuanglah secara hati- hati isi tabung kedua kedalam tabung yang berisi emulsi tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah

Page 6: Sirosis

5. Berikan 1 ml hydrogen peroksidase 3%, campur. 6. Hasil positif terlihat dari warna biru yang terjadi pada batas kadua lapisan itu

7. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (jangan lebih lama), perhatikan warna yang timbul.

3. Interpretasi Hasil

negative : tidak ada perubahan warna atau hijau samar- samar

Positif 1 : hijau

Positif 2 : Biru- hijau

Positif 3 : Biru

Positif 4 : biru tua

1. Pasca Analitik 1. Interpretasi klinik :

Tes darah samar positif mungkin disebabkan oleh : karsinoma kolon, Colitis ulcerative,

Adenoma, Hernia diapragmatik, karsinoma lambung, Divertikulitis, Ulkus lambung.

DAFTAR PUSTAKA

Narang B,S and Reynolds T. Stool Examination, In Medical Laboratory Technology A Procedure manual for Ruotine Diagnoctic Test, Vol.II, Tata Mc Graw hill Publisching Co

Limited, New Delhi, 1988 ; 880-891

Widmann FK. Tinjauan Klinis atas Hasil pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995 ; 571- 584

Fischbach FT.Stool Examination, In A of Laboratory and Diagnostic Test, Ed V, Lippincott

Philadelphia, New York, 1998; 254-276

Herry J.B. et al. Examination of feces, in Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, Nine Ed, WB Saunder Co, Philadelphia, 1996 ; 537-541

Burtis CA. Fecal Collection in Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry, Fourth Ed, WB

Sounders Company, 1996; 722-723.

Pemeriksaan tinja. Dalam Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium puskesmas, Pusat Lab. Kesehatan Bekerja sama dengan Dit. jend. Binkesmas, Jakarta, 1991 ; 63-67

Ganda Subrata. R. Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan ke-9, Dian Rakjat, Jakarta, 1999;

180- 185

Page 7: Sirosis

Standar Pelayanan Medis FK-UNPAD-RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung, 1996; 38-40

Prianto J, dkk. Atlas Parasitologi Kedokteran, Cetakan ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.

Pathogenesis

Si salmonella ini masuk ke tubuh melalui makanan. Biasanya ada di makanan yang terkontaminasi.

Terkontaminasi apa? Kotoran manusia yang mengandung salmonella. Jumlah salmonella yang bisa

menyebabkan penyakit pada manusia sekitar 10 pangkat3- 10 pangkat6 colony forming unit.

Sebagian kuman yang tertelan dan masuk ke lambung akan mati sedangkan sebagian kecil akan lolos

dan masuk ke usus. Saudara saudara,,,ada beberapa kondisi yang membuat kita rentan terhadap infeksi

salmonella diantaranya menurunnnya keasaman mukosa lambung (pada bayi < 1 tahun, konsumsi

antasida), disrupsi integritas usus (inflammatory bowel disease, penggunaan antibiotic sehingga

menganggu atau mengurangi flora normal, luka akibat operasi). Nah kalau si stem pertahanan tubuh kita

tidak baik, IgA di mukosa usus sedang lemah maka salmonella akan menembus lapisan mukosa usus dan

masuk ke sel M yang ada di peyer’s patch (ini jaringan limfoid yang ada di usus) dan tembus ke lamina

propia. Di lamina propia ada makrofag yang akan memfagosit salmonella. Namun salmonella dapat

tetap hidup dan berkembang biak dalam makrofag ini. Why??? Ternyata oh ternyata si salmonella dapat

menghasilkan suatu protein yang bernama Pho P dan Pho Q sehingga lapisan lipopolisakrida me mbrane

sel si bakteri mampu melindunginya dari segala enzim di dalam makrofag yang dapat

menghancurkannya. Nah si makrofag yang “mengandung” salmonella dari peyer’s patch di ileum distal

akan menuju ke kelenjar limfe mesenterika, duktus torasikus dan lalu ke sirkulasi sistemik

(menyebabkan bakterimia asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial yaitu hati,

limpa, nodus limfe, dan sum sum tulang. Sampai disini fase ini dinamai periode inkubasi awal (initial

incubation) dan biasanya pasien tidak ada keluhan. Demam dan nyeri perut, baru timbul jika jumlah

bakteri sudah cukup banyak dan memicu sistem imun innate (makrofag, granulosit, sel K dan lain lain).

Di dalam hati dan limpa salmonella lalu keluar dari makrofag. Salmonella lalu berkembang biak dan

berkoloni di luar sel hati atau di dalam sinusoid hati. Nah selanjutnya salmonella bisa masuk lagi ke

sirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia simptomatik.

Koloni salmonella yang ada di hati akan memicu invasi sel mononuclear dan sel imun selular lain ke hati

sehingga terjadilah hepatomegali.

Salmonella yang mampir di hati ada juga yang masuk ke kantung empedu., berkembang biak disitu dan

terbawa oleh ekskresi cairan empedu ke lumen usus. sebagian bisa terbuang bersama feses atau masuk

lagi ke Peyer’s patch. Proses yang sama terulang ulang lagi kan. nah berhubung makrofag sudah

tersensitisasi sebelumnya (itu lho yang pertama2 salmonella dimakan makrofag) maka makrofag jika

bertemu dengan salmonella “bebas” dalam aliran darah maka makrofag akan jadi hiperaktiv. Makrofag

yang hiperaktiv akan memicu invasi sel mononuclear ke dalam Peyer’s patch, awalnya peyer’s patch

akan tampak hyperplasia lalu akan nekrosis.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan salmonella dalam darah dengan cara kultur, tapi

Page 8: Sirosis

sepertinya sepanjang saya lihat sebagai koas maupun sebagai pasien di Indonesia ini pakai Widal atau Tubex (terbaru).

Uji tubex

Uji tubex merupakan uji semi kuantitatif kolometrik. Pada intinya Uji tubex mendeteksi adanya antibody anti-S typhi 09 pada serum pasien (09 itu saya juga kurang jelas maksdunya). Tetapi

kata buku IPD jilid 5, antigen 09 bersifat imunodominan dan dapat merangsang imun secara independen. Karena sifatnya itu respon terhadap antigen 09 tergolong cepat sehingga deteksi bisa dilakukan lebih dini yaitu pada hari ke 4-5 pada infeksi primer (blm pernah DT seumur2) dan

hari ke 2-3 pada infeksi sekunder. Uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG jadi gak cocok buat lihat infeksi masa lampau.

Pada uji tubex digunakan 2 reagen. Reagen A adalah partikel magnetic yang diselubungi oleh antigen S typhi 09 sedangkan reagen B adalah partikel lateks warna biru yang diselubungi antibody spesifik untuk antigen 09. Cara kerjanya dengan memasukkan satu tetes serum pasien

suspek DT (di buku IPD bilangnya 25uL) ke tabung dan campur dengan 25uL reagen A (1 tetes). setelah itu beri 2 tetes reagen B. konsepnya, jika dalam serum pasien tidak ada antibody terhadap

salmonella typhi 09 reagen B akan bereaksi dengan reagen A, dan ketika diletakkan pada rak yang mengandung medan magnet komponen reagen A akan tertarik ke dasar dan membawa serta reagen B yang berwarna biru. Sebagai akibatnya tabung akan berwarna merah karena warna

merah adalah warna serum yang lisis. Sebaliknya bila serum mengandung antibody salmonella T 09, antibody pasien akan berikatan

dengan reagen A dan menyebabkan reagen B tetap di tengah tidak tertarik ke dasar sehingga larutan berwarna biru. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa uji ini memiliki sensitivitas sebesar 75-80% dan

spesifisitas sebesar 75-90%.

Uji widal “Uji widal udah kadaluarsa banget”, begitu kata seorang dosen parasitologi dan seorang dosen

ilmu penyakit dalam di FKUI. Tapi ada baiknya saya bahas juga walaupun udah rada capek tangan saya ngetik daritadi. Uji widal berfungsi untuk mendeteksi adanya agglutinin (yah ini miriplah dengan antibody)

dalam serum penderita DT. Agglutinin ada macam macam agglutinin O untuk antigen dalam tubuh kuman, agglutinin H untuk Ag dari flagel dan agglutinin Vi untuk Ag dari simpai kuman.

Reagen yang dipakai adalah antigen salmonella yang sudah “dimatikan”. Nah agglutinin biasanya terbentuk pada akhir minggu pertama demam dan meningkat cepat sampai minggu ke 4 dan tetap tinggi sampai beberapa minggu berikutnya. Pada fase akut yang

pertama muncul adalah agglutinin O, barulah agglutinin H. agglutinin O dapat menetap sampai 4-6 bulan dan agglutinin H sampai 9-12 bulan. Jika serum pasien yang mengandung agglutinin

salmonella dicampur reagen maka terjadilah reaksi aglutinasi. Itulah yang dicari :D Widal biasanya dilakukan pada akhir minggu pertama demam.

PATOFISIOLOGI SIROSIS

Patofisiologi Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini

menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,

Page 9: Sirosis

walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini

dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan

pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi

fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran

septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator

timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Page 10: Sirosis