sinusitis ke sekian
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
1/20
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI SINUS PARANASAL
Ada delapan buah sinus paranasal, empat buah di tiap sisi hidung. Sinus
frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri, sinus maksila kanan dan kiri
dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua rongga hidung tersebut merupakan
kelanjutan dari mukosa hidung yang berisi udara dan semua bermuara di rongga
hidung melalui ostium masing-masing. (Ballanger, 2002)
Sinus paranasal pada fase embriologik berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan berkembang sejak usia fetus 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid
dan sinus frontalis. (Soetjipto, 2007). Sinus maksila berkembang pada saat bulan
ketiga masa gestasi sedangkan sinus etmoid berkembang pada saat bulan kelima
masa gestasi. (Lee, 2008). Sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior
pada anak berusia kurang dari 8 tahun. Sinus sfenoid berkembang sejak usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Pada umumnya
sinus-sinus tersebut akan mencapai besar maksimal pada usia 15-18 tahun.
(Soetjipto, 2007).
Pembagian sinus paranasal:
a. Sinus frontalBentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi, dan seringkali juga
sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus pasangannya. Ukuran rata-rata
sinus frontal yaitu tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm dan isi rata-rata 6-
7 ml. Dinding depan sinus frontal hampir selalu diploik, terutama pada bagian luar
atau sudut infero-lateral dan pada sulkus superior tempat pertemuan dinding
anterior dan posterior. (Ballanger, 2002). Sinus frontal biasanya bersekat-sekat
dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Apabila pada foto rontgen tidak ditemukan adanya
gambaran septum atau lekuk-lekuk dinding sinus, maka hal tersebut menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
2/20
resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. (Soetjipto,
2007).
Dinding anterior dan dasar sinus frontal merupakan tulang yang
mempunyai sumsum, dimana osteomielitis dapat berkembang. Dasar dari sinus
frontales merupakan atap orbita. Dinding posterior sinus frontal membentuk batas
anterior dari fossa kranial, sehingga infeksi pada sinus dapat berpindah ke fossa
kranial bagian anterior dan orbita. (Maqbool, 2001)
b. Sinus EtmoidSinus etmoid pada orang dewasa berbentuk seperti piramid dengan
dasarnya pada bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior adalah 4-5
cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di anterior sedangkan di bagian posterior
1,5 cm. (Soetjipto, 2007).
Sinus etmoid berongga-rongga yang terdiri dari sel-sel seperti sarang
tawon, terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid dan terletak di antara
konka media dan dinding medial orbita.(Soetjipto, 2007). Tulang-tulang etmoid
mempunyai bidang horizontal dan bidang vertikal yang saling tegak lurus. Bagian
superior bidang vertical disebut krista gali dan bagian inferiornya disebut lamina
perpendikularis os etmoid. Bidang horizontalnya terdiri dari bagian medial, yang
tipis dan berlubang-lubang disebut lamina kribrosa dan bagian lateral yang lebih
tebal dan merupakan atap-atap sel-sel etmoid.( Ballanger, 2002)
Jumlah sel-sel tersebut bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid
dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius, sel etmoid
media yang bermuara ke meatus medius di atas bulla etmoid dan sinus etmoid
posterior yang bermuara di meatus superior. (Maqbool, 2001). Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak. Letaknya di depan lempeng-
lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding
lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih
besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di bagian posterior dari lamina
basal. (Soetjipto, 2007)
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
3/20
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat resesus frontal yang
berupa bagian yang sempit yang berhubungan dengan dengan sinus frontal. Sel
etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Terdapat satu penyempitan di daerah
etmoid anterior yang disebut dengan infundibulum, tempat bermuaranya ostium
sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila.(Soetjipto, 2007)
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina fibrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. (Maqbool,2001)
c. Sinus MaksilaPada waktu lahir sinus maksila berupa celah kecil di sebelah medial orbita.
Pada awalnya dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus
mengalami penurunan, sehingga pada usia delapan tahun menjadi sama tinggi.
Perkembangannya berjalan kearah bawah dan amembentuk sempurna setelah
erupsi gigi permanen. Ukuran rata-rata pada bayi yang baru lahir 7-8 x 4-6 mm
dan pada usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20 mm dan isinya kira-kira 15 ml.
(Ballanger, 2002)
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosesus alveolaris dan palatum.(Soetjipto, 2007)
Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius
melalui lubang kecil yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas
dinding medial sinus.( Ballanger, 2002)
Yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah (1) dasar sinus
maksila berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2),
Molar (M1 dan M2), kadang-kadang gigi taring dan gigi molar M3. Bahkan akar-
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
4/20
akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi
dapat naik ke atas dan menyebabkan sinusitis. (2). Sinusitis maksila dapat
menimbulkan komplikasi orbita. (3). Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi
dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula
drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.(Soetjipto, 2007).
d. Sinus SfenoidSinus sfenoid terletak di os sfenoid, di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang jarang terletak di tengah disebut septum
intersfenoid. (Soetjipto, 2007). Ukuran sinus ini kira-kira pada saat usia 1 tahun
2,5 x 2,5 x 1,5, pada usia 9 tahun 15 x 12 x 10,5 mm. Isi rata-rata sekitar 7,5 ml
(0,05-30 ml). (Ballanger, 2002).
Batas-batasnya ialah sebelah superior terdapat fossa serebri dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan
sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan
dengan fosa serebri posterior di daerah pons. (Maqbool, 2001).
2.2 FUNGSI SINUS PARANASALAda beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi dari sinus paranasal,
namun belum ada bukti yang sesuai yang dapat mebuktikan teori-teori tersebut.
Beberapa teori yang dikemukakan antara lain:
a. Sebagai pengatur kondisi udaraSinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi (Maqbool, 2001 ; Voight, 2006). Keberatan
terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara
yang defenitif antara sinus dan rongga hidung.
b. Sebagai penahan suhuSinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari rongga hidung yang berubah-ubah. Akan
tetapi kenyataan sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung
dan organ-organ yang dilindungi. (Soetjipto, 2007)
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
5/20
c. Membantu keseimbangan kepalaSinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya
akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,
sehingga teori ini tidak dianggap bermakna. (Maqbool, 2001)
d. Membantu resonansi suaraSinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk menambah resonansi suara
dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonansi yang efektif. (Maqbool, 2001)
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udaraFungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus. (Soetjipto, 2007)
f. Membantu produksi mukusMukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara. (Soetjipto, 2007)
2.3 RINOSINUSITIS
2.3.1 DEFENISI
Rinosinusitis merupakan inflamasi pada organ hidung dan sinus paranasal,
yang karakteristiknya ditandai oleh dua faktor mayor atau kombinasi dari satu
faktor mayor dan dua faktor minor. Faktor mayor termasuk obstruksi nasal, nyeri
di daerah wajah, nasal discharge/purulance/discolored postnasal drainage,
hyposmia/anosmia. Faktor minor ialah nyeri kepala, demam, halitosis, sakit gigi,
batuk dan nyeri di telinga/terasa penuh pada telinga (EP3OS,2007)
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
6/20
2.3.2 EPIDEMIOLOGIRinosinusitis telah menginfeksi sekitar 14 % atau 31 juta orang dewasa
per-tahun (Assish,2008). Rata-rata orang menderita 2-4 kali rinosinusitis akut
pertahun (Fergurson,2005). EP3OS(2007) juga memaparkan berdasarkan
penelitian di Belanda pada tahun 1999, sekitar 8,4 % populasi pernah menderita
satu episode rinosinusitis akut per tahunnya. Rinosinusitis kronis di Amerika pada
tahun 1997, sekitar 14,7 % atau 31 juta kasus per tahun dan dengan angka
kejadian yang terus meningkat dalam kurun waktu 11 tahun terakhir. (GLORIA,
2009). Data dari RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2010 terdapat 3201 kasus
rinosinusitis kronis.
2.3.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
a. VirusVirus yang biasanya menyebabkan rinosinusitis adalah rhinovirus, virus
parainfluenza, respiratory syncitial virus (RSV) dan virus influenza. Tiap-tiap
virus mempunyai banyak serotype, yang mana semuanya berpotensi untuk
memperparah infeksi tersebut. Rhinovirus merupakan penyebab tersering pada
orang dewasa dan memuncak pada musim gugur. RSV dan virus influenza lebih
merusak silia pernafasan pada saat musim dingin dan di awal musim semi.
(Fergurson, 2005)
b. BakteriBakteri patogen yang paling sering menyebabkan rinosinusitis bakteri akut
yaitu S. pneumoniae dan H. influenzae. Patogen ini telah menyebabkan
rinosinusitis sejak pertama kali dilakukan penelitian dan menjadi organisme
penyebab yang paling utama. Sedangkan patogen yang sering muncul pada
rinosinusitis bakteri kronis adalah S. aureus, staphylococcus koagulase negatif,
bakteri anaerob dan bakteri gram negatif. (Fergurson, 2005 ; Brown, 2008)
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
7/20
c. JamurAspergilosis merupakan salah satu jamur yang paling banyak ditemui pada
infeksi sinus paranasal dengan ciri khas sekret mukopurulen yang bewarna hijau
kecoklatan. Mukormikosis merupakan infeksi oportunistik yang ganas yang dapat
menjadi patogenik pada manusia yang menderita asidosis diabetik dan
imunosupresi. Dijumpai sekret yang berwarna pekat, gelap, berdarah dan
gambaran konka yang berwana hitam atau merah bata. Kandida bersama
histoplasmosis, koksidiomilosis, sporotrikosis, serokosporamikosis dan
blastomikosis jarang yang mengenai hidung. (Boeis, 1997)
d. AlergiRinitis merupakan suatu reaksi alergi yang diperantarai oleh
imunoglobulin. Reaksi ini melibatkan suatu antibodi, biasanya IgE, yang mana
bagian Fc antibodi melekat pada suatu sel yang mengandung mediator atau
prekursornya (sel mast, basofil, eosinofil, makrofag). Bagian Fab dari antibodi ini
berinteraksi dengan alergen spesifik dan akibatnya terjadi aktivasi beberapa enzim
membran. Hasil pembelahan enzimatik menyebabkan pelepasan mediator seperti
histamin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator ini menyebabkan suatu reaksi
tipe segera yang timbul , misalnya edema. Selain itu juga akan terjadi reaksi
lambat yang selanjutnya cenderung terjadi akibat pelepasan mediator dari sel mast
dan demikian pula eosinofil, makrofag dan trombosit. (Boeis, 1997).
e. Kelainan struktur dan anatomi hidungKelainan anatomi hidung dan sinus juga dapat mengganggu fungsi
mukosiliar secara lokal. Jika permukaan mukosa yang saling berhadapan menjadi
lebih mendekat atau bertemu satu sama lain, maka aktivitas silia akan terhenti.
Deviasi septum, polip, konka bulosa atau kelainan struktur lain di daerah
kompleks osteomeatal dan ostium sinus dapat menghalangi transportasi
mukosiliar. (EP3OS, 2007)
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
8/20
f. HormonalPada penelitian Sobot et al didapati bahwa 61% wanita yang hamil pada
trimester pertama menderita nasal congestion. Namun patogenesis nya masih
belum jelas. (EP3OS,2007)
g. LingkunganApabila terpapar oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok yang lama, hal tersebut akan menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia. (Mangunkusumo E, 2007)
2.3.4 PATOFISIOLOGIKesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam kompleks osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.
Bila terinfeksi organ-organ yang membentuk KOM mengalami oedem,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan
silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini
menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah
keluarnya cairan serous. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam
sinus ini akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri,
dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis
yang membutuhkan terapi antibiotik.
Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Apabila keadaan ini terus
berlanjut maka hal ini akan menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. (Casiano,1999;
Mangunkusumo E, 2007; Meltzer, 2011)
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
9/20
2.3.5 KLASIFIKASI
Secara klinis rinosinusitis terbagi atas:
Rinosinusitis akut : durasi terkena rinosinusitis dibawah 4minggu
Rinosinusitis subakut : durasi terkena rinosinusitis dari 4 minggu12 minggu.
Rinosinusitis kronis : durasi terkena rinosinusitis sama atau lebihdari 12 minggu
Rinosinusitis rekuren : menderita sama dengan atau lebih dari 4kali menderita episode rinosinusitis, tia
episode lebih kurang durasinya 7-10 hari.
(Osguthorpe, 2001; Meltzer, 2011)
Berdasarkan penyebabnya rinosinusitis terbagi atas:
Sinusitis rinogen : penyebabnya adalah kelainan atau masalahDi hidung. Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat
menyebabkan sinusitis.
Sinusitis dentogen : penyebabnya adalah kelainan gigi yangsering menyebabkan sinusitis sepert
infeksi pada gigi geraham atas (pre molar
dan molar). (Mangunkusumo E, 2007).
2.3.6 GEJALA KLINISSetiap gejala-gejala rinosinusitis, keparahan dan durasinya harus didokumentasi.
The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
membuat kriteria mayor dan minor untuk mendiagnosa rinosinusitis. Rinosinusitis
didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor
ditambah dua atau lebih kriteria minor. Gejala-gejalanya adalah:
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
10/20
Gejala Mayor :- Obstruksi hidung- Sekret pada daerah hidung/ sekret belakang hidung yang sering
disebut PND (Postnasal drip)
- Kongesti pada daerah wajah- Nyeri /rasa tertekan pada wajah- Kelainan penciuman(Hiposmia / anosmia)- Demam (hanya pada akut)
Gejala Minor:- Sakit kepala- Sakit/ rasa penuh pada telinga- Halitosis/ nafas berbau- Sakit gigi- Batuk dan iritabilitas- Demam (semua nonakut)- Lemah
a. NyeriGejala Subjektif
Nyeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena. Pada peradangan
aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah
yang terkena. Pada sinus yang letaknya lebih dalam seperti sinus
etmoid posterior dan sfenoid, nyeri terasa jauh di dalam kepala, tak
jelas letaknya atau disebarkan ke perifer kepala di daerah yang tidak
ada hubungan dengan lokasi sinus.
b. Sakit kepalaSakit kepala pada penyakit sinus lebih sering unilateral atau lebih
terasa di satu sisi atau dimulai sebagai nyeri kepala unilateral dan
meluas ke sisi lainnya. Sakit kepala yang bersumber di sinus akan
meningkat jika membungkukkan badan ke depan dan jika badan tiba-
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
11/20
tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat
istirahat. Sakit kepala akibat penyakit di sinus frontal dinyatakan
sebagai nyeri yang tajam, menusuk-nusuk, melalui mata atau nyeri dan
rasa berat yang biasanya menetap.
c. Nyeri pada penekananNyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi
pada penyakit sinus yang berhubungan dengan permukaaan wajah
seperti sinus frontal, sinus etmoid anterior dan sinus maksila. Nyeri
tekan pada os frontal apabila ada penekanan di sudut medial rongga
orbita. Pada pemeriksaan sel-sel etmoid anterior, tekanan dilakukan
pada sudut medial orbital pada planum orbita os etmoid. Pada
pemeriksaan sinus maksila, harus dilakukan penekanan pada fosa
kanina os maksila superior.
d. Gangguan PenciumanKeluhan yang paling sering adalah kehilangan sensasi penciuman.
a. Pembengkakan dan edemaGejala Objektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan etmoid
anterior) terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan edema
kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati
sensasi seperti ada penebalan ringan. Pembengkakan ini lebih sering
ditemukan di daerah sinus frontal.
b. Sekret NasalAdanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan
kecurigaan adanya peradangan di sinus. Pus di meatus medius
biasanya merupakan tanda terkenanya sinus frontal, sinus etmoid
anterior atau sinus maksila, karena sinus-sinus ini bermuara ke dalam
meatus medius. Jika pus terletak di fisura olfaktorius maka sel-sel
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
12/20
etmoid posterior atau sfenoid yang mungkin terkena, karena sel-sel
tersebut berdrainase ke dalam meatus superior di atas konka medius.
c. TransiluminasiTransiluminasi sinus memberikan informasi objektif atas kondisi sinus
maksila dan frontal, tetapi tidak untuk sinus lainnya. Pada
transiluminasi sinus, di dalam kamar gelap, suatu sumber cahaya
diletakkan dalam mulut pasien dengan mata pasien terbuka. Apabila
refleks pupil merah dan bayangan sinar bulan sabit tidak ada maka
kemungkinan sinus maksila terkena. Transiluminasi pada sinus frontal,
cahaya diletakkan di bawah dasar sinus frontal pada sudut atas dan
dalam orbita, dan kedua sisi dibandingkan,
d. Cairan radioopakUntuk sinus maksila dan sfenoid hal ini mempunyai arti yang besar.
Dengan adanya cairan itu, rongga sinus tampak jelas tergambar,
sehingga penebalan mukosa dan adanya polip dapat diketahui dan
ketidaksamaan ukuran dapat tergambar dengan jelas.(Ballanger ,2002)
2.3.7 DIAGNOSAa. Rinoskopi anterior
Rinoskopi anterior merupakan alat dasar untuk pemeriksaan fisik yang
paling spesifik yang berkaitan dengan keadaan patologis pada daerah
sinonasal. Rinoskopi adalah pemeriksaan yang paling tepat untuk
mengevaluasi pasien, sebelum atau sesudah pemakaian dekongestan
topikal. Sebelum dekongesti, pemeriksa mengevaluasi permukaaan
anterior nasal. Biasanya hanya setelah dekongesti, middle turbinate
dapat divisualisasi secara jelas. (Meltzer, 2004).
b. Endoskopi nasalEndoskopi nasal tidak hanya memainkan peran yang penting untuk
diagnosis rinosinusitis tetapi juga dapat membantu untuk terapi yang
tepat. Alasan mengapa banyak dokter menggunakan endoskopi nasal:
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
13/20
Gejala-Gejala pasien saja tidak dapat menjadi patokan untukmendiagnosis.
Endoskopi merupakan fasilitas diagnostik yang lebih baik dandapat mendeteksi kelainan yang tidak ditemukan pada saat
anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan pencritraan.
Perubahan warna hijau kekuningan tampak pada permukaan nasal Kultur endoskopik berguna untuk mengetahui organisme yang
menyebabkan rinosinusitis. (Meltzer, 2004).
c. Pemeriksaan mikrobiologiBiakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring
biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari
hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung
posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis
dilakukan dengan mengaspirasi pus dari sinus yang terkena. Seringkali
dilakukan untuk mencari antibiotik yang sesuai untuk membasmi
mikroorganisme untuk penyakit ini. (Brown, 2008)
d. Foto polos kavitas nasal dan sinus paranasalRinosinusitis menunjukkan gambaran berupa :
1. Penebalan mukosa,2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang
dapat dilihat pada foto waters.
Bagaimanapun juga, harus diingat bahwa foto polos ini memiliki
kekurangan dimana foto polos gagal menunjukkan anatomi sinus yang
diperlukan dan gagal menunjukkan peradangan yang meluas. (Meltzer,
2004).
e. CT scanCT scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang
paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya
tulang yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut.
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
14/20
Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT scan menggunakan dosis
radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.(Meltzer, 2004).
f. MRIWalaupun MRI tidak dapat menunjukkan anatomi tulang sinus
paranasal seperti CT scan, namun MRI dapat menunjukkan kelainan
pada mukosa dengan baik. (Meltzer,2004)
2.3.8 TERAPI
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam).
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau
cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal,
mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau
kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik
diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka
diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin
klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan
terapi tambahan. Jika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai
mencukupi 10-14 hari.Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT scan dan atau endoskopi nasal. Bila dari pemeriksaan
tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik.
Apabila tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni
evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus. (McCort, 2005 ;
EP30S,2007)
Rinosinusitis Akut
Rinosinusitis Subakut
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
15/20
Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan
tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus. Obat-obat yang diberikan
berupa antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai dengan resistensi
kuman selama 10 14 hari. Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa
dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan
mukolitik. Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang
pendek (Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5 6 kali pada daerah
yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik,
maka dilakukan pencucian sinus. Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan
pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak
muaranya dibawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.
(EP30S,2007)
Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang
sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik mencukupi 10-14 hari. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan
maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil
menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7
hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-
14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan
naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada
obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu
BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi
diagnosis. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus,
sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan
pencucian Proetz. (Mangunkusumo,2007 ; EP30S,2007)
Rinosinusitis Kronis
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
16/20
2.3.9 KOMPLIKASI1. Kelainan pada orbita
Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang
berdekatan dengan mata.
Komplikasi dapat melalui 2 jalur :
a) Direk/langsung : melalui dehisensi kongenitalataupun adanya erosi pada tulang barier terutama lamina
papirasea.
b) Retrograde tromboplebitis : melalui anyaman pembuluh darahyang berhubungan langsung antara wajah, rongga hidung, sinus
dan orbita.
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi
ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga
terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
Peradangan atau analgetik reaksi edema yang ringan. Terjadi padaisi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini
terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang
memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada
kelompok umur ini.
Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktifmenginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dindingtulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampurdengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis
optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak
otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva
merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin
bertambah.
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
17/20
Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakterimelalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian
terbentuk suatu tromboflebitis septik. (Casiano, 1999 ;
EP30S,2007)
2. Kelainan intrakraniala. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat
adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat
menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau
melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula internakranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul
lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum
pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan
arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan
abses dura, yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam tinggi
dengan tanda-tanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak
timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses
memecah kedalam ruang subarachnoid.
c. Abses otak, setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinusterinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara
hematogen ke dalam otak. Namun, abses otak biasanya terjadi
melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. Dengan
demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang
pecah, meluas menembus dura dan arachnoid hingga ke perbatasan
antara substansia alba dan grisea korteks seebri.
3. Kelainan pada tulangPenyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang
frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat
berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam, dan menggigil.
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
18/20
Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat
bila terbentuk abses subperiosteal, dalam hal mana terbentuk edema
supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang
menjadi sangat nyeri tekan. Radiogram dapat memperlihatkan erosi
batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang
keruh. (EP3OS,2007)
4. Mukokel dan piokelMukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering
disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista
ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra
nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis,
kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan
menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan
mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah
eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang
terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
(Fergurson, 2005)
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
19/20
2.4 RINOSINUSITIS DAN UMUR, JENIS KELAMIN, PEKERJAAN,TINGKAT PENDIDIKAN, KELUHAN UTAMA, LOKASI, JUMLAH
SINUS YANG TERLIBAT, LAMA PENYAKIT DAN KOMPLIKASI
Prevalensi rinosinusitis kronis pada kelompok usia 20-29 tahun sekitar
2,7%, usia 50-59 tahun sekitar 6,6% dan pada usia >60 tahun sekitar 4,7%.
(EP3OS,2007). Pujiwati (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa usia
terbanyak yang menderita rinosinusitis yaitu 20-29 tahun sekitar 37,5%, 30-39
tahun sekitar 1,3%, 40-49 tahun sekitar 26,3% dan >50 tahun yaitu 5,0%.
Penelitian di Kanada menyebutkan prevalensi rata-rata rinosinusitis kronis
lebih banyak diderita oleh wanita, dengan rasio perbandingan 6:4. (Anu D, 2008)
dan US Government Statistics pada tahun 1994 juga mengatakan bahwa
Rinosinusitis kronis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Penelitian case series oleh Pujiwati (2006) terhadap 80 orang pekerja, dimana
yang menderita rinosinusitis akibat kerja sebanyak 35 orang (43,8%).
Berdasarkan penelitian Pujiwati (2006), bahwa terdapat sekitar 82,5%
penderita rinosinusitis pada orang orang dengan pendidikan sedang, sedang
pendidikan rendah sekitar 13,8% dan tinggi sekitar 3,8%.
Penelitian di Korea menyatakan bahwa prevalensi rinosinusitis kronis
yang terdapat kurang lebih tiga gejala pada nasal selama lebih dari tiga bulan dan
yang pada temuan endoskopi nya terdapat nasal polip dan atau cairan
mukopurulen di meatus media yaitu sekitar 1,01%. Penelitian di Belgia, Gordts et
al melaporkan bahwa sekitar 6% dari subjek penelitian menderita rinosinusitis
kronis disertai sekret di hidung yang kronis pula. (EP3OS,2007).
Menurut Mangunkusumo (2007), Sinus yang paling sering terkena adalah
sinus etmoid dan maksila. Penelitian Sogebi (2008) yang menyatakan bahwa sinus
maksilaris merupakan lokasi sinus yang paling banyak mendapatkan kelainan
yaitu sebanyak 70,51%, sedangkan sinus sfenoidalis merupakan lokasi sinus yang
paling jarang terdapat kelainan yaitu 0%.
Universitas Sumatera Utara
-
7/28/2019 Sinusitis Ke Sekian
20/20
Penelitian oleh Ogunleye (1999) yang menyatakan di Ibadan, Nigeria,
berdasarkan studi retrospektif pada 90 pasien, didapatkan bahwa yang menderita
single rinosinusitis yaitu sekitar 56%, multisinusitis 16% dan pansinusitis yaitu
29%.
Penelitian yang diadakan di Jerman pada tahun 2001 juga memaparkan
bahwa angka kejadian rinosinusitis akut sebesar 6,3 juta orang dengan peresepan
obat untuk rinosinusitis akut sekitar 8,5 juta resep, sedangkan angka kejadian
rinosinusitis kronis sebesar 2,6 juta dan 3,4 juta peresepan obat diberikan untuk
rinosinusitis kronis. (GLORIA,2009)
Penelitian Frisdiana (2010), bahwa dari 102 penderita rinosinusitis kronik
yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth dari tahun 2006-2010,
semuanya tidak ada menunjukkan adanya komplikasi.