sinusitis

Upload: komang-shary

Post on 12-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kajian pustaka mengenai tata laksana penyakit Sinusitis. Dikerjakan pada modul Respirasi 2014 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

TRANSCRIPT

  • 1

    Sinusitis Lembar Tugas Mandiri Pemicu 3 Modul Respirasi

    Komang Shary Karismaputri, Kelompok P-2, NPM 1206238633

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    Pendahuluan

    Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) termasuk ke dalam alasan utama dokter layanan primer

    dikunjungi. Penyakit ISPA juga mengakibatkan morbiditas yang tinggi karena membuat seseorang tidak

    dapat menghabiskan waktu dalam pekerjaan atau sekolah. ISPA terbagi jadi ISPA nonspesifik (tidak

    terlokalisasi pada daerah tertentu di saluran pernapasan atas) dan spesifik (terlokalisasi pada daerah

    yang jelas), dan salah satu ISPA yang spesifik adalah sinusitis yang dibahas pada LTM ini.1

    Pembahasan

    Sinusitis didefinisikan sebagai kondisi inflamasi yang melibatkan sinus maxillaris, frontalis, sphenoidalis,

    dan ethmoidalis, yaitu empat struktur sinus yang mengelilingi cavum nasi.1 Sinusitis terkadang disebut

    juga sebagai rhinosinusitis karena memiliki gejala yang tumpang tindih dan sulit dibedakan dengan

    rhinitis. Selain itu, sinusitis juga biasa terjadi bersamaan dengan rhinitis.2,3 Akan tetapi, definisi ini dapat

    menimbulkan kesalahpahaman yang membuat dokter meresepkan antibiotik pada penderita rhinitis.3

    Patofisiologi sinusitis diakibatkan oleh obstruksi jalan mucus yang dihasilkan oleh sinus menuju cavum

    nasi atau gangguan pada silia yang seharusnya membuang mucus. Kedua hal ini mengakibatkan

    akumulasi mucus pada sinus dan infeksi yang kemudian menimbulkan gejala sinusitis.1

    Pada umumnya, obstruksi ostium sinus paranasal terjadi akibat gangguan terhadap bentuk atau fungsi

    konka media , baik oleh faktor infeksi, noninfeksi, obat-obatan, penyakit kongenital, maupun mekanik.

    Penyakit pada sinus kemudian berkembang ketika epitel sinus mengalami kerusakan. Akibatnya, terjadi

    hipersekresi mucus yang mengganggu transpor silia. Kerusakan lebih jauh dari epitel sinus dapat pula

    terjadi akibat kurangnya asupan oksigen ke dalam sinus yang menyebabkan hipoksia.3

    1 EPIDEMIOLOGI

    Sinusitis merupakan salah satu diagnosis paling umum pada dokter layanan primer dan merupakan

    penyebab peresepan antibiotik nomor lima paling sering. Sinusitis terjadi kurang lebih pada 1 dari 7

    orang setiap tahunnya.3 Angka kejadian sinusitis dapat diasosiasikan dengan ISPA nonspesifik. Sebanyak

    0.5-2% pasien flu mengalami komplikasi infeksi bakteri seperti sinusitis.1

  • 2

    Pada orang dewasa, sinusitis akut biasa terjadi di sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis anterior. Pada

    anak-anak, sinusitis diasosiasikan dengan otitis media dan biasanya melibatkan sinus ethmoidalis

    posterior dan sinus sphenoidalis.3

    2 KLASIFIKASI

    Berdasarkan durasinya, sinusitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik.

    2.1 SINUSITIS AKUT

    Sinusitis akut terjadi dalam kurun waktu kurang dari 4 minggu. Kebanyakan sinusitis merupakan

    sinusitis akut dan umumnya diawali dengan ISPA akibat virus. Sulitnya membedakan sinusitis akut

    akibat virus dengan sinusitis akut akibat bakteri membuat peresepan antibiotik seringkali dilakukan

    untuk kasus ini.1

    2.2 SINUSITIS KRONIK

    Sinusitis kronik berlangsung selama lebih dari 12 minggu. Etiologi yang biasa diasosiasikan dengan

    sinusitis kronik adalah bakteri dan jamur. Pasien yang mengalami penyakit ini telah menjalani

    berbagai tata laksana antimikroba dan operasi. Mekanisme yang diduga menjadi dasar sinusitis

    kronik adalah kerusakan pembuangan mucus melalui silia akibat infeksi berulang. Akan tetapi,

    kebanyakan pasien tidak memiliki penyebab utama yang jelas. Gejala yang dialami diantaranya

    adalah hidung tersumbat yang konstan serta tekanan pada sinus. Gejala dapat sekali-sekali menjadi

    parah dan berlangsung selama bertahun-tahun.1 Manajemen untuk pasien sinusitis akut sebaiknya

    dilakukan dengan pemeriksanan endoskopi dan biopsi untuk kultur dan pemeriksaan histologi.1,3

    Pada inflamasi kronik, histologi epitel sinus berubah karena mengalami metaplasia. Sel-sel epitel

    bersilia berubah menjadi sel yang menghasilkan mucus sehingga terjadi kongesti sinus tambahan.

    Selain itu, pembuangan sekret terganggu dan frekuensi pulsasi silia berkurang sebanyak lebih dari

    50% (dari 700 kali permenit menjadi sekitar 300 kali permenit). Inflamasi yang terus menerus dapat

    mengakibatkan epitel yang membentuk balon dan kerusakan sinus yang ireversibel. Pada keadaan

    seperti ini, tata laksana akut seperti penggunaan antibiotik tidak berguna lagi.3

    3 FAKTOR RISIKO DAN ETIOLOGI

    Ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Pada semua umur, flu

    (common cold) merupakan faktor yang paling umum, diikuti dengan faktor-faktor lain seperti alergi4

    (misalnya rhinitis alergi yang menyebabkan edema mukosa1), imunodefisiensi, intubasi nasotrakeal atau

    nasogastrik4 (pada sinusitis nosokomial1), fibrosis sistik, sindrom imotilitas silia, dan polip hidung.4 Variasi

    anatomi juga dapat berperan dalam faktor predisposisi sinusitis.5

    Sinusitis dapat terjadi akibat komplikasi ISPA nonspesifik, terutama pada pasien-pasien berisiko tinggi,

    yaitu pasien penyakit kronis, bayi, dan lansia.1

  • 3

    Penyebab sinusitis akut akibat infeksi dapat berupa virus, bakteri, atau jamur. Infeksi seringkali bersifat

    polimikrobial dan resisten terhadap antibiotik. Infeksi akibat virus merupakan infeksi paling umum, dan

    diasosiasikan dengan infeksi virus influenza, parainfluenza, dan rhinovirus. Bakteri yang sering

    ditemukan menyebabkan sinusitis di antaranya adalah S. pneumoniae dan nontypable Haemophilus

    influenzae. Sinusitis akibat jamur, misalnya oleh Rhizopus, Aspergillus, dan Mucor, biasanya terjadi pada

    pasien imunokompromais dan menyebabkan infeksi yang invasif serta mengancam jiwa.1

    4 MANIFESTASI KLINIS

    Pada tahun 1997, Rhinosinusitis Task Force of the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck

    Surgery telah merancang sebuah sistem untuk menentukan apakah seseorang mengalami rhinosinusitis

    berdasarkan gejala yang dialami. Sistem itu menggunakan gejala-gejala yang dikelompokkan menjadi

    gejala mayor dan minor. Diagnosis rhinosinusitis membutuhkan keberadaan satu kriteria mayor dan dua

    kriteria minor maupun dua kriteria mayor. Berikut adalah kriteria tersebut:

    Gejala mayor

    o Obstruksi pada hidung

    o Nyeri/tekanan pada wajah

    o Rasa penuh/kongesti pada wajah

    o Nasal discharge/purulence, drainase posterior dengan perubahan warna

    o Anosmia/hiposmia

    o Demam (pada rhinosinusitis akut)

    o Terdapatnya pus pada pemeriksaan hidung

    Gejala minor

    o Sakit kepala

    o Demam

    o Lelah

    o Sakit gigi

    o Batuk

    o Tekanan pada telinga

    o Demam (pada rhinosinusitis nonakut)5

    5 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

    Sinusitis dapat memperparah asma, yakni pada bronkokonstriksi. Komplikasi serius yang dapat dialami

    penderita sinusitis di antaranya adalah orbital cellulitis yang terjadi akibat persebaran bakteri melalui

    dinding sinus yang terinfeksi. Hilangnya penglihatan, trombosis sinus cavernosa, abses subperiosteal,

    dan ophtalmophlegia dapat terjadi akibat keterlibatan daerah orbital. Selain itu, komplikasi yang dapat

    terjadi adalah meningitis, Pott puffy tumor, empiema subdural, dan abses otak. Untuk mengatasi

    komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi dapat dilakukan operasi drainase dan antibiotik parenteral

    spektrum luas.4

  • 4

    Dari semua anak-anak penderita sinusitis akut oleh bakteri, setengahnya sembuh sendiri tanpa terapi

    antimikroba. Dalam waktu 48 jam setelah tata laksana dimulai, demam dan nasal discharge membaik.

    Apabila gejala tetap terjadi, kemungkinan etiologi lain perlu dipertimbangkan.4

    Kesimpulan

    Sinusitis merupakan inflamasi pada sinus yang mengelilingi cavum nasi dan dapat berupa akut maupun

    kronik tergantung durasi inflamasinya. Faktor predisposisi sinusitis dapat berupa faktor infeksi dan

    noninfeksi yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus maupun terganggunya pengangkutan sinus oleh

    silia jaringan mukosa. Manifestasi klinis terbagi menjadi mayor dan minor. Komplikasi yang dapat timbul

    adalah bertambah parahnya asma, orbital cellulitis, dan lain-lain.

    Laki-laki 20 tahun pada pemicu mengalami batuk, mulut berbau, sakit kepala, demam, rongga hidung

    yang sempit, serta sekret hidung kental berwarna kekuningan. Dari gejala yang dia alami, ia telah

    memiliki lebih dari satu kriteria mayor dan dua kriteria minor pada kriteria rhinosinusitis menurut

    Rhinosinusitis Task Force of the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery sehingga

    dapat dikatakan ia mengalami sinusitis akut (karena masih kurang dari 4 minggu).

    Daftar Pustaka

    1. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and Other Upper Respiratory

    Tract Infections. In: Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Fauci AS,

    Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. New York: The McGraw-Hill

    Companies, Inc.; 2008.

    2. Dykewicz MS, Hamilos DL. Rhinitis and sinusitis. J Allergy Clin Immunol. 2010;125(2): S103-

    S115. doi:10.1016/j.jaci.2009.12.989

    3. DeCastro A, Mims L, Hueston WJ. Rhinosinusitis. Prim Care Clin Office Pract. 2014;41:47-61.

    doi:10.1016/j.pop.2013.10.006.

    4. Marcante KJ, Kliegman RM. Nelson Essentials of Pediatrics, Seventh Edition. Philadelphia:

    Saunders; 2015.

    5. Benninger MS. The Pathogenesis of Rhinosinusitis. In: Flint PW, Haughey BH, Lund VJ,

    Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, et al, editors. Cummings Otolaryngology Head &

    Neck Surgery, Fifth Edition. Philadelphia: Mosby; 2010.