sintesis pewarna alami kulit telur puyuh coturnix...

24
i SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH (Coturnix coturnix L.) SECARA KOMPLEKSASI DENGAN ION Al 3+ SYNTHESIS OF NATURAL DYES FROM QUAIL EGGSHELL (Coturnix coturnix L.) USING Al 3+ COMPLEXATION Oleh: Harry Setiawan Saputra 652013010 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Upload: lamtruc

Post on 31-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

i

SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH

(Coturnix coturnix L.) SECARA KOMPLEKSASI DENGAN ION Al3+

SYNTHESIS OF NATURAL DYES FROM QUAIL EGGSHELL

(Coturnix coturnix L.) USING Al3+ COMPLEXATION

Oleh:

Harry Setiawan Saputra

652013010

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 2: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

ii

Page 3: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

iii

Page 4: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

iv

Page 5: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

1

SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH

(Coturnix coturnix L.) SECARA KOMPLEKSASI DENGAN ION Al3+

SYNTHESIS OF NATURAL DYES FROM QUAIL EGGSHELL

(Coturnix coturnix L.) USING Al3+ COMPLEXATION

Harry Setiawan1, Cucun Alep Riyanto1, Dewi K.A.K.Hastuti1, Yohanes Martono1,*

1Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Jawa Tengah, Indonesia

*Email: [email protected]

ABSTRACT

This study aims were to determine the optimum conditions in terms of protoporphyrin

IX extraction solvent compositions, methods, and extraction cycle from quail eggshell, and ato optimize complexation process of protoporphyrin IX and ion Al3+ using Respon Surface

Method (RSM). Quail eggshell extraction was optimized based on extraction method (maceration and ultrasonic method), solvent, and cycle of extraction. RSM was optimized using Central Composite Design (CCD) of 33 model. Variabel was performed based on mol

ratio, pH and temperature. The assay protoporphyrin IX was done using UV-VIS spectroscopy and determined using the Lambert-Beer equation. The results showed that

quail eggshell extract contained protoporphyrin IX. It can be seen from the spectra and has been already matched with spectra protoporphyrin IX standard. Optimum condition of protoporphyrin IX extraction were obtained by using methanol 96% and HCl(c) 5% (v/v).

Extraction was performed using maceration method. Protoporphyrin IX content in the extract was 1.92 × 10-2 % w/w. Optimum protoporphyrin IX extraction cycle was achieved

at 3 cycles. Protoporphyrin IX extract was fractionated with chloroform. Fractionation with chloroform caused structural changes into protoporphyrin dimethyl ester and made discoloration of extract solution. Based on RSM model, the optimum condition of

complexation between Al3+ and protoporphyrin IX were present at pH 5; ratio of 1: 3 (mol: mol); temperature of 30 oC. The RSM polynomial equation for optimization of the complex

protoporphyrin IX- Al3+ is affected by the interaction between pH and ratio ; and ratio with temperature.

Key words : Extraction, optimization, protoporphyrin, quail eggshell

Page 6: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

2

PENDAHULUAN

Pada masa sekarang, perusahaan tekstil banyak menggunakan pewarna yang berasal

dari senyawa sintetik karena mudah dalam pewarnaan serta harga yang murah (Prabhu &

Bhute, 2012), tetapi penggunaan senyawa sintetik dalam industri tekstil dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan karena senyawa ini tidak dapat terdegradasi di alam (Prabhu & Teli,

2011). Selain itu, pewarna sintetis juga bersifat karsinogenik dan menyebabkan alergi

(Prabhu & Bhute, 2012). Oleh karena itu, perusahaan tekstil mencoba kembali untuk

menggunakan zat pewarna alami karena tingginya tingkat kesadaran untuk menciptakan

lingkungan yang sehat (Prabhu & Teli, 2011; Samanta & Agarwal, 2009).

Zat pewarna alami didapatkan dari bahan – bahan alam seperti hasil ekstrak

tumbuhan atau hewan (Kwartiningsih, Setyawardhani, Wiyanto, & Triyono, 2009)

contohnya adalah pigmen dalam kerabang telur puyuh. Kerabang telur puyuh belum banyak

dimanfaatkan padahal memiliki pigmen protoporphyrin IX (Gosler, 2006) yang dapat

digunakan sebagai pewarna alami. Protoporphyrin IX merupakan pigmen utama dalam telur

yang berwarna coklat (Zhao, Xu, Liu, Li, & Yang, 2006). Kondisi dalam mengekstraks i

protoporphyrin IX perlu diperhatikan agar proses ekstraksi dapat dilakukan secara efektif

dan efisien.

Pengukuran protoporphyrin IX pada ekstrak kerabang telur puyuh dapat ditentukan

dengan pengukuran panjang gelombang maksimal menggunakan spektroskopi UV – Vis

(Mukhriani, 2014) dengan menggunakan nilai absorptivitas molar (ɛ) dari protoporphyrin

IX dalam HCl 1,5 M (Hunter, Sampson, & Ferreira, 2008) dan distandardisasi dengan cara

membandingkan kurva absorbansi panjang gelombang maksimum dengan kurva standard

protoporphyrin IX dalam metanol - HCl.

Protoporphyrin IX dapat diekstraksi dari kerabang telur ayam (Dean, Miller, &

Brückner, 2011), kerabang telur puyuh jepang (Duval, Cassey, Miksík, Reynolds, &

Spencer, 2013), dan telur – telur dari unggas yang lain (Thomas, Hauber, Hanley,

Waterhouse, Fraser, & Gordon, 2015). Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi

protoporphyrin IX beragam, seperti HCl 2 M dan asetat (Dean et al., 2011), metanol H2SO4

8,5% (Duval et al., 2013), dan methanol H2SO4 5% (Cassey et al., 2012). Protoporphyrin IX

dimetil ester dapat diidentifikasi lebih lanjut dengan melakukan fraksinasi menggunakan

klorofom. Setelah itu, dipindai dengan spektrofotometer UV – Vis (Grinsten, 1947).

Ekstraksi protoporphyrin IX dengan menggunakan ultrasonik banyak dilakukan pada sampel

Page 7: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

3

bakteri (Wang et al., 2016), alga (Pasquet et al., 2011), dan sel hewan (Wang, Hannafon,

Lind, & Ding, 2015).

Pewarnaan yang terbatas, mudah luntur dan mudah kusam karena afinitas yang

rendah dengan tekstil (Prabhu & Teli, 2011) menjadi kelemahan dari zat pewarna alami

sehingga perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut agar dapat meminimalkan kelemahan

tersebut.

Pada penelitian sebelumnya, proses pewarnaan menggunakan ekstrak kasar dari

kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih dahulu (Kombando, 2014). Hal

ini dapat menyebabkan perbedaan hasil walau dilakukan dengan sampel yang sama tetapi

berbeda penelitian. Kebaruan dari penelitian ini adalah menggunakan ekstrak

protoporphyrin yang terstandarisasi untuk pembentukan kompleks dengan ion logam Al3+.

Pengukuran protoporphyrin IX pada ekstrak kerabang telur puyuh dapat ditentukan dengan

pengukuran panjang gelombang maksimal menggunakan spektroskopi UV – Vis

(Mukhriani, 2014) dengan menggunakan nilai absorptivitas molar (ɛ) dari protoporphyrin

IX dalam HCl 1,5 M (Gunther, Turner & Huff., 1989) dan distandarisasi dengan cara

mencocokan kurva absorbansi panjang gelombang maksimum dengan kurva standart

protoporphyrin IX dalam metanol - HCl.

Kompleksasi dengan ion logam bertujuan untuk menjaga kestabilan senyawa pigmen

yang ada agar menjaga konsistensi warna sehingga tidak mudah kusam atau dapat disebut

dengan mordan (Sumanta & Konar, 2011). Ion logam akan bereaksi dengan pewarna alami

dan membentuk kompleks sehingga senyawa pewarna alami tersebut menjadi stabil.

Pembentukan kompleks dipengaruhi oleh pH (Fagadar-Cosma et al., 2014), konsentrasi dari

ion logam yang dipakai (Maming, Jumina, Siswanta, Sastrohamidjojo, & Ohto, 2008) dan

suhu (Aprian & Ali, 2012). Semakin banyak kompleks yang terbentuk, maka senyawa

pewarna alami semakin tidak mudah kusam karena senyawa alami akan menjadi stabil dan

sulit berinteraksi dengan air ataupun sinar matahari (Prabhu & Bhute, 2012).

Pada penelitian-penelitian tersebut, penelitian mengenai kondisi optimum ekstraksi

protoporphyrin IX dari kerabang telur puyuh Indonesia yang ditinjau dari pelarut dan metode

yang digunakan dan kondisi optimum proses kompleksasi ditinjau dari pH, konsentrasi ion

logam Al3+, dan suhu pada proses kompleksasi protoporphyrin IX dengan ion logam Al3+

yang terstandarisasi belum pernah dilakukan.. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

tujuan penelitian ini adalah memperoleh ekstrak protoporphyrin IX dari kerabang telur

puyuh Indonesia, menstandardisasi ekstrak kerabang telur puyuh berdasarkan kandungan

Page 8: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

4

dan spektra protoporphyrin IX, menentukan kondisi optimum ekstraksi protoporphyrin IX

(metode ekstraksi) dari kerabang telur puyuh, dan mengoptimasi reaksi kompleksasi

protoporphyrin IX dan ion logam Al3+ ditinjau dari pH, rasio mol antara ekstrak

protoporphyrin dengan ion logam, dan suhu menggunakan model Respon Surface Method

(RSM).

METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan Bahan

Sampel limbah kerabang telur puyuh diperoleh dari pedagang di Pasar Projo

Ambarawa. Bahan yang digunakan diantaranya metanol, HCl, NaCl, klorofom, AlCl3.6H2O,

dietileter, dan larutan buffer (pH 3, 4 dan 5). Semua bahan yang digunakan berderajat PA

(pro-analysis) diperoleh dari E-Merck, German.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya Spektrofotometer (Optizen,

2120), neraca dengan ketelitian 0,01g (Ohaus, TAJ602), neraca analitis dengan ketelitian 0,1

mg (Ohaus, PA214), moisture analyzer (Ohaus, MB 25), pH meter (Hanna HI 9812), corong

pisah, dan ultrasonikator (Krisbow Ultrasonic cleaner DSA50-GL2-2.5L)

Metode

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Preparasi Sampel (Kombado, 2014)

Kulit telur puyuh dikeringkan dalam drying cabinet selama 24 jam. Setelah

kering sampel dihaluskan dan diayak (20 mesh).

b. Ekstraksi Protoporphyrin IX (Wang et al., 2007)

Lima puluh gram serbuk telur puyuh dimaserasi dalam metanol 96%-HCl 5%

(v/v) (HCl(p) dan HCl 5%).Sampel diektraksi dengan menggunakan metode maserasi

dan ultrasonik. Maserasi dilakukan secara bertingkat dengan waktu masing-mas ing

selama 30 menit. Perbandingan yang digunakan antara sampel dan pelarut tiap waktu

maserasi adalah 1:10 (𝑏 𝑣⁄ ). Setelah proses ekstraksi, ekstrak dipindai dengan

spektrofotometer UV-VIS pada kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm untuk

menentukan panjang gelombang maksimal.

Page 9: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

5

c. Fraksinasi Protoporphyrin IX (Duval et al., 2013)

Fraksinasi larutan ekstrak dilakukan dengan menambahkan kloroform pada

rasio kloroform : fase aqueous = 1:2, v/v. Fase organik diambil dan ditambahkan 10 mL

NaCl 10% lalu digojok, kemudian fase organik dipisahkan. Fase organik dipinda i

dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada kisaran panjang gelombang 200

– 700 nm untuk menentukan panjang gelombang maksimal.

Standardisasi ekstrak kerabang telur puyuh berdasarkan kandungan

protoporphyrin IX dilakukan dengan pemindaian ekstrak kerabang telur puyuh pada

kisaran panjang gelombang 200–700nm.

Kandungan protoporphyrin IX dalam ekstrak kerabang telur puyuh diukur

berdasarkan persamaan 1 berikut:

A407= ε b.C ...........................(1)

Keterangan :

A407 : Absorbansi ekstrak pada panjang gelombang 407 nm.

ε : absortivitas molar porfirin dalam pelarut 1,5M HCl pada panjang gelombang 407

nm (297.000 L mol-1cm-1) .

b : panjang jalan masuk sinar atau lebar kuvet yaitu 1cm.

C : konsentrasi protoporphyrin IX dalam ekstrak kerabang telur puyuh (mol L-1)

d. Kompleksasi Protoporphyrin dengan ion logam Al3+ (Tanziha, Kusharto, & Januwati,

2009)

Kompleks Al-protoporphirin IX dibuat dengan cara mereaksikan ion logam Al3+

dan ekstrak kerabang kulit telur puyuh dengan perbandingan mol 1:1; 1:2; dan 1:3 .

Ekstrak kerabang telur puyuh diatur pH-nya (3, 4, dan 5) dengan menambahkan larutan

buffer. Reaksi dilakukan di dalam labu tertutup selama 30 menit menggunakan

ultrasonikator pada pada variasi suhu suhu 30 oC, 40 oC, dan 50 oC. Sebagai kontrol

adalah larutan Al3+ dan ekstrak kerabang telur puyuh.

Analisa pembentukan kompleks ekstrak kerabang telur puyuh dengan ion logam

Al3+ berdasarkan pemindaian pada kisaran panjang gelombang 360 – 1060 nm. Spektra

yang diperoleh dicocokan dengan spektra standar protoporphyrin IX.

Page 10: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

6

e. Analisa Data (Heleno et al., 2016)

Optimasi reaksi kompleksasi dilakukan dengan metode Response surface

methodology (RSM). Desain optimasi menggunakan model 33 Central Composite

Design (CCD) dengan tiga pengubah dan tiga level faktor. Sebagai pengubah yaitu pH

(X1), nisbahmol ion logam Al3+ dengan mol protoporphyrin IX (X2), dan suhu reaksi

(X3). Faktor X1 meliputi pH 3, 4, dan 5. Faktor X2 meliputi nisbah 1:1 ; 1:2 ; dan 1: 3 .

Faktor X3 meliputi suhu 30oC, 40 oC, dan 50oC. Setiap pengubah dan faktor diberi kode

-1,68; -1; 0; 1; dan +1,68.

Page 11: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelarut metanol-HCl (HCl(p) dan HCl 5%)

Spektra hasil pemindaian ekstrak HCl 5% dan HCl(p) menunjukkan hasil yang sangat

berbeda (Gambar 1). Ekstraksi dengan menggunakan metanol – HCl 5% tidak dapat

mengekstrak sepenuhnya protoporphyrin IX ditunjukkan dengan tidak adanya titik puncak

yang signifikan pada panjang gelombang 421 nm (Gambar 1a). Hal ini dikarenakan hampir

95% komponen pada kerabang telur puyuh adalah CaCO3 (Mann & Mann, 2015) sehingga

HCl habis bereaksi dengan CaCO3 terlebih dahulu sebelum dapat mengekstrak

protoporphyrin IX. HCl menjadi komponen yang penting dalam pengekstrakan yaitu untuk

proses demetalisasi sehingga protoporphyrin IX dapat memutuskan ikatannya dengan ion

logam yang ada sehingga dapat terekstrak dalam bentuk protoporphyrin IX saja (Gorchein,

Lim, & Cassey, 2008). Dalam penelitian ini, kadar protoporphyrin IX yang terekstrak

dengan HCl 5% adalah 1,81 x 10-5 % (b/b) sedangkan menggunakan HCl(p) terekstrak 1,84

x 10-2 % (b/b).

(a)

(b)

Gambar 1. (a) Spektra protoporphyrin IX pada pelarut metanol – HCl (HCl 5%) pada

kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm dengan tidak terdapat panjang gelombang maksimum. (b) Spektra protoporphyrin IX pada pelarut metanol –

HCl (HCl(p)) pada kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm dengan panjang gelombang maksimum 409 nm

Metode ekstraksi secara maserasi dan ultrasonik

Spektra protoporphyrin IX dari kedua metode ekstraksi menunjukkan hasil yang

berbeda (Gambar 2). Spektra yang memiliki kesamaan dengan spektra protoporphyrin IX

standard adalah spektra yang menggunakan metode maserasi (Gambar 2a). Spektra dari

metode ultrasonik menunjukkan hasil yang berbeda dari spektra standard protoporphrin IX

tetapi memiliki nilai panjang gelombang yang sama dengan protoporphyrin IX (Gambar

Page 12: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

8

2b). Pada spektra ekstrak protoporphyrin yang diekstraksi secara ultrasonik, hampir

terbentuk puncak panjang gelombang yang lain dan mengalami perubahan bentuk pada

bentuk spektranya, ultrasonik memberikan energi sehingga membuat kromofor pada struktur

protoporphyrin IX mengalami perubahan kompleks donor – aseptor elektron intramolekular,

perubahan kompleks kromofor tak jenuh terkonjugasi dan perubahan dalam disosiasi atau

protonasi pada gugus karboksil (Kaiser & Berhe, 2014). Hal ini membuat struktur

protoporphyrin IX terdekomposisi dan diduga berubah menjadi bentuk isoporphyr in

(Bhuyan, 2015). Kadar protoporphyrin IX yang didapat dengan metode ultrasonik adalah

1,88 x 10-2 % (b/b) sedangkan kadar protoporphyrin yang didapat menggunakan metode

maserasi adalah 1,92 x 10-2 % (b/b).

Gambar 2. (a) Spektra protoporphyrin IX menggunakan metode maserasi pada kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm dengan panjang gelombang maksimum 409 nm. (b) Spektra protoporphyrin IX menggunakan metode ultrasonik pada kisaran

panjang gelombang 200 – 700 nm dengan panjang gelombang maksimum 409 nm

Siklus ekstraksi

Siklus yang digunakan adalah 5 kali. Pada setiap siklus tidak terjadi perubahan

bentuk spektra, tetapi mengalami penurunan intensitas penyerapan radiasi elektromagne tik

dalam nilai absorbansi. Pada spektra terjadi pergeseran secara hipokromik, pergeseran

spektra ini menunjukkan perubahan nilai intensitas yang semakin kecil yang disebabkan oleh

perubahan pelarut atau berkurangnya konsentrasi senyawa yang terlarut (Musiam & Alfian,

2017). Pada siklus pertama didapatkan kadar protoporphyrin IX 1,84 x 10-2 %, pada siklus

kedua 1,82 x 10-2 %, pada siklus ketiga 1,79 x 10-2 %, pada siklus keempat 1,72 x 10-2 %

dan pada siklus kelima 1,56 x 10-2 %. Penambahan siklus ekstraksi masih dapat dilakukan

(a) (b)

Page 13: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

9

untuk memaksimalkan pengambilan protoporphyrin IX karena pada siklus kelima masih

banyak terdapat protoporphyrin IX.

Gambar 3. Spektra 5 siklus ekstraksi protoporphyrin IX pada kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm terdapat panjang gelombang maksimum 409 nm silklus 1 ( ),

siklus 2 ( ), siklus 3 ( ) Siklus 4 ( ), siklus 5 ( )

Fraksinasi kloroform

Pada proses fraksinasi dengan kloroform, ekstrak yang berwarna biru kehijauan

berubah menjadi cokelat. Kedua sampel dipindai dengan menggunakan spektroskopi UV –

Vis untuk mengetahui spektranya. Spektra hasil pemindaian ditunjukkan pada Gambar 4a

dan Gambar 4b.

Gambar 4. (a)Spektra protoporphyrin IX pada fraksi metanol HCl pada kisaran panjang

gelombang 200 – 700 nm dengan panjang gelombang maksimum 409 nm. (b) Spektra protoporphyrin IX pada fraksi kloroform pada kisaran panjang

gelombang 200 – 700 nm dengan panjang gelombang maksimum 407 nm, 507 nm, 540 nm, 575 nm, 631 nm

(a) (b)

Page 14: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

10

Pada Gambar 4b terlihat adanya perubahan pola serapan radiasi elektromagnetik

pada kisaran panjang gelombang 407 nm, 507 nm, 540 nm, 575 nm dan 631 nm. Perubahan

panjang gelombang maksimum dikarenakan terjadinya perubahan pada sisi kromofor di

protoporphyrin IX (Kaiser & Berhe, 2014), Perbedaan warna yang diserap menghasi lkan

perubahan pada panjang gelombang maksimum sehingga menyebabkan terjadinya

perubahan warna pada larutan ekstrak (Day & Underwood, 2002). Pada proses fraksinas i

dengan kloroform, protoporphyrin mengalami alkoholisis (gugus asam karboksilat)

sehingga menjadi dimetil ester protoporphyrn (Arita, Dara, & Irawan, 2008). Dimetil ester

protoporphyrin memiliki 5 panjang gelombang maksimal, yaitu pada 407 nm, 507 nm, 540

nm, 575 nm dan 631 nm (Grinsten, 1947).

Stabilitas ekstrak protoporphyrin IX

Setelah proses ekstraksi, diambil salah satu sampel lalu dilakukan penyimpanan di

dalam lemari pendingin selama 14 hari untuk menguji stabilitas protoporphyrin IX yang

sudah terekstrak tersebut. Pada hari pertama didapatkan absorbansi pada 411 nm adalah

2,066 dan pada hari ke – 14 didapatkan nilai absorbansi 411 nm sebesar 2,244. Kenaikan

nilai absorbansi ini dapat terjadi karena ketika pengukuran terjadi penguapan pelarut metanol

sehingga menyebabkan protoporphyrin IX menjadi lebih pekat. Pola spektra ekstrak

protoporphyrin IX tidak mengalami perubahan yang bermakna (Gambar 5). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa ekstrak protoporphyrin IX stabil selama 14 hari pada penyimpanan

dalam lemari pendingin.

Gambar 5. (a) Spektra protoporphyrin IX pada hari ke – 0 pada kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm dengan panjang gelombang maksimum 409 nm. (b) Spektra

protoporphyrin IX pada hari ke – 14 pada kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm dengan panjang gelombang maksimum 409 nm

(a) (b)

Page 15: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

11

Menurut Samiullah, Roberts, & Chousalkar (2016), protoporphyrin IX dalam bubuk

kerabang telur segar dan pada kerabang telur yang telah disimpan dalam kondisi dingin (20

– 25°C) diatas 6 – 7 tahun tidak mengalami perubahan sama sekali, tetapi ketika umur

penyimpanan kerabang telur mencapai kurang lebih 150 tahun, akan mengalami degradasi

warna yang disebabkan oleh infeksi jamur pada kerabang telur dan terjadi reaksi dengan

senyawa kimia pada tempat penyimpanan tersebut (Cassey, Maurer, Duval, Ewen, &

Hauber, 2010). Namun demikian, tingkat kestabilan protoporphyrin IX pada ekstrak

kerabang telur puyuh perlu diteliti lebih lagi untuk menentukan tingkat kestabilan terbaik

dari protoporphyrin IX tersebut.

Spektra Kompleks ekstrak porfirin dengan ion logam Al3+

Gambar 6. (a) Spektra Al3+ (b) Spektra kompleks protoporphyrin IX dengan Al3+ dengan

kondisi pH 3; rasio mol 1 : 1; suhu 30oC, (c) Spektra kompleks protoporphyrin IX dengan Al3+ dengan kondisi pH 4; rasio mol 1 : 2; suhu 23,2oC, (d) Spektra

kompleks protoporphyrin IX dengan Al3+ dengan kondisi pH 4; rasio mol 1 : 3; suhu 40oC pada kisaran panjang gelombang 200 – 700 nm

Kompleksasi dengan ion Al3+ menunjukan panjang gelombang maksimal yang

berbeda dari sebelumnya, panjang gelombang maksmial tanpa kompleksasi adalah 409 nm

dan mengalami pergeseran ke kanan menjadi 420 nm. Hal ini menunjukan bahwa

protoporphyrin IX dan Al3+ membentuk kompleks dan saling berikatan membentuk struktur

yang baru.

(b) (a)

(c) (d)

Page 16: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

12

Optimasi kompleksasi ekstrak kerabang kulit telur puyuh dengan ion logam Al3+

Hasil optimasi kompleksasi dianalisa dengan metode Response surface methodology

(RSM) menggunakan model 33 central composite design dengan tiga peubah dan tiga level

faktor. Setiap peubah dan faktor diberi kode -1,68; -1; 0; 1; dan +1,68. Tabel peubah bebas

dan kode aras faktor optimasi yang digunakan tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel peubah bebas dan kode aras faktor optimasi.

Kode

Aras

Nilai Aras

pH Rasio Suhu

-1,68 23,2 1:0,32 23,2

-1 3 1:01 30

0 4 1:02 40

1 5 1:03 50

+1,68 5,68 1:3,68 56,8

Tabel 2. Tabel faktor optimasi dan respon hasil serapan.

Faktor

pH

Faktor

Rasio

Faktor

Suhu

Respon Serapan Tiap Panjang Gelombang

Abs 420nm

4 1:2 40 2,638

4 1:2 40 2,62

5 1:1 50 2,854

5 1:3 30 2,921

3 1:1 30 2,538

4 1:2 40 2,62

3 1:3 50 2,432

3 1:1 50 2,824

4 1:2 40 2,553

5 1:3 50 2,886

3 1:3 30 2,699

5 1:1 30 2,553

4 1:2 56,82 2,585

4 1:0,32 40 2,398

5.68 1:2 40 2,444

2.32 1:2 40 2,456

4 1:2 40 2,553

4 1:2 23,18 2,678

4 1:2 40 2,638

4 1:3,68 40 2,509

Page 17: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

13

Hasil pembentukan kompleks berdasarkan faktor optimasi tersebut dapat dilihat pada

Tabel 2. Dari tabel tersebut, dapat ditentukan faktor optimasi pembentukan kompleks. pH,

rasio, dan suhu merupakan faktor optimasi pada pembentukan kompleks antara ekstrak

protoporphyrin IX dengan ion logam Al3+ berdasarkan kode level optimasinya.

Analisa pemodelan polinomial orde dua pada penelitian ini berdasarkan persamaan

matematis berikut ini, yaitu:

𝑌 = ß0 + ∑ ßi𝑥i + ∑ ∑ ßij𝑥i𝑥j + ∑ ßii𝑥𝑖2 . . . . . .. (2)

3

𝑖=1

3

𝑗=𝑖+1

𝑘=1

𝑖=1

3

𝑖=1

RSM sangat bergantung pada model yang digunakan untuk menganalisa penelit ian.

Model yang dipakai adalah model quadratic yang dimodifikasi dengan seleksi nilai R2

dengan nilai kepercayaan 95%. Persamaan (2) digunakan sebagai dasar dalam analisa

pemodelan polinomial orde dua. Persamaan matematis tersebut digunakan berdasarkan uji

pemodelan yang digunakan. Data pada penelitian ini menunjukkan persamaan yang

terbentuk mengikuti persamaan polinomial yang ditunjukkan pada persamaan (2).

Koefisien persamaan polinomial yang diperoleh dari optimasi kompleksasi Al3+ dan

protoporphyrin IX tertera pada Tabel 3. berikut:

Tabel 3. Tabel koefisien persamaan polinomial penelitian

Koefisien Panjang Gelombang

420 nm

ß0 2,93043

Linear

ß1 -0,10643

ß2 0,15504

ß3 -0,022705

Kuadrat

ß33 5,73401 x 10-4

Interaksi

ß12 0,078875

ß23 -0,011112

R2 0,71

CV 3,47

(2)

Page 18: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

14

Secara matematis, persamaan polinomial untuk tiga faktor pembentukan kompleks

antara porfirin dengan ion Al3+ pada penelitian ini ditunjukkan pada persamaan (3):

Dimana :

Y : Absorbansi kompleks protoporphyrin IX- Al3+

X2 : Rasio mol

X1 : pH

X3 : Suhu

Nilai R2 pada Tabel 3. menunjukkan keakuratan model yang digunakan. Pada

penelitian ini diketahui nilai efisiensi determinasi R2 yaitu sebesar 0,71. Hal tersebut

menunjukkan bahwa 71% dari total variasi pada hasil percobaan terwakili dalam model yang

digunakan, serta menunjukkan bahwa nilai prediksi yang diberikan model 71% sesuai

dengan data aktual. Data prediksi dengan data aktual disajikan dalam Grafik 1. Pada grafik

tersebut diketahui bahwa nilai interaksi dari pH, rasio, dan suhu pada pembentuk kan

kompleks memiliki absorbansi tertinggi sebesar 2,955 Abs dan terendah sebesar 2,405.

Grafik 1. Data Prediksi Model Vs Data Aktual

Analisa penelitian dengan menggunakan RSM sangat bergantung pada model yang

digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap model yang digunakan.

Hal tersebut dapat diamati pada Tabel 4. dan Tabel 5.

𝑦 = 2,93043 − 0,10643𝑋1 + 0,15504𝑋2 − 0,022705𝑋3 + 0,000573𝑋32 + 0,078875𝑋12 − 0,011112𝑋23 …… (3)

Page 19: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

15

Tabel 4. Analisis varian dari RSM model untuk respon hasil kompleksasi ekstrak

protoporphyrin IX dengan ion logam Al3+

Sumber DF Sum of Square

Mean square F-value p-value

420nm

Lack of Fit 8 0,091 0,011 5,85 0,0529

Pure Error 4 7,825 x 10-3 1,956 x 10-4

Total Error 12 0,098825 0,0111956

Pengujian lack of fit (ketidakpasan data) dilakukan untuk menguji apakah data yang

digunakan sudah cocok dengan model yang digunakan atau belum. Hasil pemodelan

menunjukkan bahwa antara data sesungguhnya dengan data hasil pemodelan tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan (p-value > 0,05). Penganalisaan variasi pemodelan

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dari keempat model diatas, model quadratic yang dimodifikasi paling cocok untuk

digunakan karena memiliki R2 yang lebih tinggi dan juga memiliki nilai p-value < 0,05.

Hal ini menunjukkan bahwa parameter yang digunakan memiliki perbedaan pengaruh yang

besar pada model perhitungan optimasi pembentukan kompleks Al3+ dan protoporphyrin

IX.

Pada penelitian digunakan tiga faktor yaitu pH, rasio antara ekstrak protoporphyrin

IX dengan ion logam Al3+ (mol/mol), dan suhu. Pembentukan kompleks protoporphyrin IX

– Al sangat dipengaruhi oleh interaksi antara pH dengan rasio dan rasio dengan suhu. Analisa

varian dari faktor pH, rasio dan suhu yang digunakan tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis varian dari faktor pH, rasio, dan suhu yang digunakan

Sumber Analysis of variance

DF Sum of Squares Mean square F-value p-value

420nm

pH*Rasio 1 0,05 0,05 6,01 0,0305

Rasio*Suhu 1 0,099 0,099 11,94 0,0048

Suhu2 1 0,048 0,048 5,83 0,0327

Dari model yang digunakan, didapatkan bahwa pembentukan kompleks Al3+ dengan

protoporphyrin IX sangat dipengaruhi oleh interaksi antara pH dan rasio; serta rasio dan suhu

Page 20: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

16

karena memiliki p-value < 0,05 / sangat berpengaruh terhadap model. Interaksi antara pH

dan rasio dapat dilihat pada Gambar 7. dan interaksi antara rasio dan suhu dapat dilihat pada

Gambar 8. berikut :

Gambar 7. Response Surface dan Contour Plot pada panjang gelombang 420 nm interaksi

antara pH dan rasio

Gambar 8. Response Surface dan Contour Plot pada panjang gelombang 420 nm interaksi

antara rasio dan suhu

Page 21: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

17

KESIMPULAN

Protoporphyrin IX dapat diekstraksi dari kerabang telur puyuh dengan kadar

mencapai 1,92 ×10-2 % (b/b). Kondisi optimum untuk melakukan ekstraksi protoporphyrin

IX dari kerabang telur puyuh adalah menggunakan pelarut metanol-HCl 5 % v/v (HCl(p))

dengan metode maserasi. Hasil kompleksasi optimal antara protoporhyrin IX dengan ion

Al3+ dilihat pada panjang gelombang 420 nm dengan kondisi optimum yaitu pada pH 5; rasio

1:3, dan suhu sebesar 30°C dengan absorbansi 2,9736. Proses kompleksasi protoporphyrin

IX dengan Al3+ sangat dipengaruhi oleh interaksi antara pH dengan rasio mol; dan interaksi

antara rasio mol dan suhu.

DAFTAR PUSTAKA

Aprian, R. P., & Ali, M. (2011). Pengolahan Sampah Plastik menjadi Minyak Menggunakan

Proses Pirolisis. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 4(1).

Arita, S., Dara, M. B., & Irawan, J. (2008). Pembuatan metil ester asam lemak dari CPO off

grade dengan metode esterifikasi-transesterifikasi. Jurnal Teknik Kimia, 15(2), 34-43

Bhuyan, J. (2015). Metalloisoporphyrins: from synthesis to applications. Dalton Transactions. 44(36), 15742-15756. 10.1039/C5DT01544H

Cassey, P., Maurer, G., Duval, C., Ewen, J. G., & Hauber, M. E.. (2010). Impact of time

since collection on avian eggshell color: a comparison of museum and fresh egg specimens. Behavioral Ecology and Sociobiology, 64(10), 1711-1720.

http://dx.doi.org/10.1007/s00265-010-1027-8

Cassey, P., Thomas, G. H., Portugal, S. J., Maurer, G., Hauber, M. E., Grim, T., Lovell, P. G., & Mikšík, I. (2012). Why are birds’ eggs colorful? Eggshell pigments co-vary with life-history and nesting ecology among British breeding non-passerine birds.

Biological Journal of the Linnean Society, 106(3), 657-672. http://dx.doi.org/10.1111/j.1095-8312.2012.01877.x

Day, R. A. Jr & Underwood, A. L. (2002). Spektrofotometri. In H. Wibi H., S.T. & L.

Simarmata, S. T. (Eds.), Analisis Kimia Kuantitatif / Edisi Keenam (pp. 382-421). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Dean, M. L., Miller, T. A, & Brückner, C. (2011). Egg-citing! Isolation of protoporphyrin

IX from brown eggshells and its detection by optical spectroscopy and chemiluminescence. Journal of Chemical Education, 88(6), 788 – 792. http://dx.doi.org/10.1021/ed100093h

Duval, C., Cassey, P., Miksík, I., Reynolds, S. J., & Spencer, K. A. (2013). Condition-

dependent strategies of eggshell pigmentation : an experimental study of Japanese quail (Coturnix coturnix japonica), The Journal of Experimental Biology, 216, 700

– 708. http://dx.doi.org/10.1242/jeb.077370

Page 22: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

18

Fagadar-Cosma, E., et al. (2014). A sensitive A3B porphyrin nanomaterial for CO2 detection.

Molecules, 19(12), 21239-21252. http://dx.doi.org/ 10.3390/molecules191221239

Gorchein, A., Lim, C. K., & Cassey, P. (2008). Extraction and Analysis of Colorful Eggshe ll Pigments Using HPLC and HPLC/Electrospray Ionization Tandem Mass

Spectrometry. Biomedical Chromatography. 23(6), 602-606. http://dx.doi.org/10.1002/bmc.1158

Gosler, A. G. (2006). Yet even more ways to dress eggs. British Birds, 99(7), 338-353.

Gunther, E. W., Turner, W. E., & Huff, D. L. (1989). Investigation of Protoporphyrin IX

Standard Materials Used in Acid-Extraction Methods, and a Proposed Correction for the Milimolar Absorptivity of Protoporphyrin IX. Clinical Chemistry, 35(8), 1601-1606

Grinsten, M. (1947). Studies of Protoporphyrin : VII. A Simple and Improved Method for

The Preparation of Pure Protoporphyrin from Hemoglobin. Journal of Biological Chemistry, 167, 515-519.

Heleno, S. A., Prieto, M. A., Barros, L. Rodrigues, A., Barreiro, M. F., & Ferreira, I. C. F.

R. (2016). Optimization of microwave-assisted extraction of ergosterol from Agaricus bisporus L. by-products using response surface methodology. Food and Bioproducts Processing. 100. 25 – 35. https://doi.org/10.1016/j.fbp.2016.06.006

Hunter, G. A. Sampson, M. P., & Ferreira, G. C. (2008). Metal Ion Substrate Inhibition of Ferrochelatase. The Journal of Biological Chemistry, 283(35), 23685-23691. https://dx.doi.org/10.1074/jbc.M803372200

Kaiser, M., & Berhe, A. A. (2014). How does sonication affect the mineral and organic

constituents of soil aggregates?. Journal of Plant Nutrition and Soil Science, 000, 1-17. http://dx.doi.org/10.1002/jpln.201300339

Kombado, A. R. (2014). Limbah Kerabang Telur Puyuh (Cortunix cortunix japonica)

sebagai Pewarna Alami Kain Batik (Pengaruh Jenis Fiksatif terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur. Ditelaah dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Kwartiningsih, E., Setyawardhani, D. A., Wiyatno, A. & Triyono, A. (2009). Zat Warna

Alami Tekstil dari Kulit Buah Manggis. Ekuilibrium, 8(1), 41-47.

Maming, Jumina, Siswanta, D., Sastrohamidjojo, H. & Ohto, K. (2008). Transport behavior of Cr(III), Cd(II), Pb(II), and Ag(I) ions through bulk liquid membrane containing p-

tert-butylcalix[4]arene–tetradiethylacetamide as ion carrier. Indonesian Journal of Chemistry. 8(3). 300 – 306. http://dx.doi.org/10.22146/ijc.381

Mann, K. & Mann, M. (2015). Proteomic analysis of quail calcified eggshell matrix: a

comparison to chicken and turkey eggshell proteomes. Proteome Science, 13-22. https://dx.doi.org/10.1186/s12953-015-0078-1

Mukhriani, T. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan, 7(2), 361-367.

Musiam, S., & Alfian, R. (2017). Validasi Metode Spektrofotometri IV pada Penetapan Kadar Asam Mefenamat dalam Sediaan Tablet Generik. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2(1), 31-43.

Pasquet, V., Chérouvrier, J. R., Farhat, F., Thiéry, V., Piot, J. M., Bérard, J. P., Kaas, R.,

Serive, B., Patrice, T., Cadoret, J. P., & Picot, L., (2011). Study on the microalga l pigments extraction process: Performance of microwave assisted extraction. Process

Biochemistry, 46(1), 59-67. https://doi.org/10.1016/j.procbio.2010.07.009

Page 23: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

19

Prabhu, K. H., & Bhute, A. S. (2012). Plant based natural dyes and mordants : A Review .

Journal of Natural Product and Plant Resource., 2(6), 649 – 664.

Prabhu, K. H., & Teli, M. D. (2011). Eco-dyeing using Tamarindus indica L. seed coat tannin as a natural mordant for textiles with antibacterial activiry. Journal of Saudi

Chemical Society, 18(6), 864-872. https://doi.org/10.1016/j.jscs.2011.10.014

Samanta, A. K., & Agarwal, P. (2009). Application of Natural Dyes on Textiles. Indian Journal of Fibre & Textile Research, 34, 384-399.

Samiullah, S., Roberts, J. & Chousalkar, K. (2016). Infectious bronchitis virus and brown

shell colour: Australian strains of infectious bronchitis virus affect brown eggshell colour in commercial laying hens differently. Avian Pathology, 45(6), 552-558. http://dx.doi.org/10.1080/03079457.2016.1184744

Sumanta, A. K., & Konar, A. (2011). Dyeing of Textiles with Natural Dyes. Natural Dyes,

ISBN : 978-953-307-783-3, InTech

Tanziha, I, Kusharto, C.M., & Januwati, M. (2009). Kandungan Klorofil Berbagai Jenis

Daun Tanaman dan Cu-Turunan Klorofil serta Karakteristik Fisiko-Kimianya. Departemen Gizi Masyarakat dan PERGIZI PANGAN Indonesia.

Thomas, D. B., Hauber, M. E., Hanley, G., Waterhouse, G. I. N., Fraser, S. & Gordon, K. C.

(2015). Analysing avian eggshell pigments with Raman spectroscopy. The Journal of Experimental Biology, 218, 2670-2674. https://dx.doi.org/10.1242/jeb.124917

Wang, S., Hannafon, B. N., Lind, S. E., & Ding, W. Q. (2015). Zinc protoporphyrin suppresses beta-catenin protein expression in human cancer cells: the potential

involvement of lysosome-mediated degradation. PLoS One, . https://doi.org/10.1371/journal.pone.0127413

Wang, X. T., Deng, X. M., Zhao, C. J., Li, J. Y., Xu, G. Y., Lian, L. S. & Wu, C. X.

(2007). Study of the deposition process of eggshell pigments using an improved dissolution method. Poultry Science, 86(10), 2236–2238. https://doi.org/10.1093/ps/86.10.2236

Wang, Y., Wu, X., Chen, J., Amin, R., Lu, M., Bhayana, B., Zhao, J., Murray, C. K.,

Hamblin, M. R., Hooper, D. C., & Dai, T. (2016). Antimicrobial blue light inactivation of gram-negative pathogens in biofilm: In vitro and in vivo studies. The

Journal of Infectious Diseases, 213(9), 1380-1387. https://doi.org/10.1093/infdis/jiw070

Zhao, R, Xu, G. Y., Liu, Z. Z., Li, J. Y. & Yang, N. (2006). A Study on Eggshe ll

Pigmentation : Biliverdin in Blue-Shelled Chickens. Poultry Science, 85(3), 546-549. https://doi.org/10.1093/ps/85.3.546

Page 24: SINTESIS PEWARNA ALAMI KULIT TELUR PUYUH Coturnix …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15115/2/T1_652013010_Full... · kerabang telur puyuh tanpa dilakukan standarisasi terlebih

20

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel analisa sidik ragam

Regresi Db JK KT Fhit Ftabel

420nm

Modified 6 0,24 0,04 4,90 2,96

Linear 3 0,046 0,0153 0,78 3,39

2FI 6 0,20 0,0333 2,90 2,96

Quadratic 9 0,25 0,0278 2,80 2,95

Total model 24 0,736 0,0307 11,38