sinkronisasi rongent gigi panoramik dengan kartu identitas untuk mempermudah identifikasi korban...
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
ARTIKEL ILMIAH
SINKRONISASI RONGENT GIGI PANORAMIK DENGAN KARTU IDENTITAS
UNTUK MEMPERMUDAH IDENTIFIKASI KORBAN BENCANA MASSAL
Untuk memenuhi tugas matakuliah Metodologi Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah
Disusun Oleh :
Agustina : 102410101100
Hamdan Hidayatulloh : 102410101119
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2013
Abstrak
Setiap orang memiliki identitas masing – masing untuk membedakan diri dari orang lain.
Identitas yang dimiliki setiap individu bersifat khas. Hampir semua kegiatan memerlukan
identitas, salah satunya dalam pendeteksian mayat. Ada beberapa metode identifikasi yang
dialakuan, antara lain pengenalan visual, pengenalan barang milik pribadi, sidik jari,
karakteristik gigi hingga DNA. Ahli forensik membutuhkan data – data yang valid untuk
mendeteksi mayat, terutama mayat korban bencana massal yang sulit dikenali.
Kata kunci : Identitas, forensik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Belakangan ini, di Indonesia, angka kejadian bencana yang merenggut banyak nyawa
semakin meningkat. Kondisi ini tercermin dari pemberitaan media massa yang seringkali
memuat berita mengenai kejadian bencana, seperti aksi teror bom, kecelakaan transportasi,
gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, puting beliung, dan lain-lain.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah memiliki data sebaran kejadian bencana di
Indonesia mulai dari tahun 1815 – 2012, dan angka kejadian bencana cenderung meningkat
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana(2010,
dalam Henky dkk,2012) hal ini menyebabkan meningkatkan angka kematian massal di
Indonesia. Korban meninggal dalam bencana alam ditemukan dalam bermacam – macam
keadaan. Ada yang masih dalam keadaan utuh, ada sudah hancur , hangus bahkan ada pula yang
ditemukan dalam keadaan membusuk. Dalam hal ini tim forensik yang berkewajiban untuk
mengidentifikasi mayat – mayat tersebut.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah memberikan amanat
kepada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya identifikasi terhadap mayat yang
tidak dikenal . Identifikasi korban mati dilakukan untuk memenuhi hak korban agar dapat
dikembalikan kepada keluarga dan dikubur secara layak sesuai dengan keyakinannya semasa
hidup. Undang- undang RI(2007, dalam Henky dkk,2012). Ada dampak hukum dengan
meninggalnya seseorang seperti waris, asuransi, serta pada kasus kriminal maka akan dapat
dihentikan apabila pelaku telah meninggal dunia.
1.2.Tujuan
dapat memberikan suatu inovasi baru dengan akurasi tinggi dalam proses identifikasi korban
bencana massal melalui rekaman rongent gigi panoramic.
1.3.Manfaat
Dapat memberikan informasi mengenai identifikasi mayat oleh tim DIV
Dapat memberikan informasi mengenai peran e KTP terhadap identifikasi korban
bencana massal
Memberikan gambaran tentang inovasi baru dalam pengidentifikasian korban
bencana massal
1.4.Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode studi kepustakaan (library
research) yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dan literatur-literatur sesuai dengan judul
karya tulis baik yang dilakukan di perpustakaan atau di tempat lain. Literatur yang digunakan
berasal dari, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, website dan sumber lain yang mendukung penulisan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Identifikasi Korban Bencana Massal
Setiap orang mempunyai identitas untuk membedakannya dari orang lain. Identitas
individu mempunyai aspek hukum, sebagai contoh orang meningggal akibat kriminal harus
ditentukan identitasnya untuk keperluan pembayaran asuransi, warisan, hak dan kewajiban
sebagai anggota masyarakat. Ada beberapa metode identifikasi yang dialakuan, antara lain
pengenalan visual, pengenalan barang milik pribadi, sidik jari, karakteristik gigi hingga DNA.
Diantara metoda itu, metode sidik jari, DNA dan karakteristik gigi mempunyai validitas individu
yang tinggi.(Yudha, 2011)
Identifikasi mayat/ jenazah pada korban bencana massal merupakan salah satu kegiatan
yang sangat membutuhkan identitas yang sangat akurat. DVI atau Disaster Victim Identification
adalah suatu defenisi yang diberikan sebagai prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat
bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan dan mangacu pada standar
baku Interpol. Tim DVI sendiri terdiri dari dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli
anthropology (ilmu yang mempelajari tulang), kepolisian, fotografi, dan ada yang berasal dari
masyarakat juga
Adapun proses DVI meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu
dengan yang lainnya, yaitu:
a. Initial Action at the Disaster Site Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat
kejadian peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling
utama adalah untuk mengetahui seberapa luas jangkauan bencana.
b. Collecting Post Mortem Data Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh
paska kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi
yang memimpin komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang
kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap – lengkapnya
mengenai korban. Pemeriksaan dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya
meliputi :
- Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi jenazah korban.
- Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika diperlukan.
- Pemeriksaan sidik jari.
- Pemeriksaan rontgen.
- Pemeriksaan odontologi forensik: bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus tiap
orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda.
- Pemeriksaan DNA.
- Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari bentuk
tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka yang ada di
tubuh korban.
Data – data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan
data sekunder sebagai berikut : - PRIMER : sidik jari, profil gigi, DNA - SECONDARY :
visual, fotografi, properti jenazah, medik-antropologi (tinggi badan, ras, dll.) Selain
mengumpulkan data paska kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan tindakan
untuk mencegah perubahan – perubahan paska kematian pada jenazah.
c. Collecting Ante Mortem Data Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai
jenazah sebelum kematian. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun
orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban
semasa hidup, interpretasi ciri – ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll),
rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA
orang tua maupun kerabat korban, serta informasi – informasi lain yang relevan dan dapat
digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir
yang dikenakan korban.
d. Reconciliation Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante
mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi
menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem
milik korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti
cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak.
e. Returning to the Family Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga
didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk
dimakamkan. Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap
disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem
jenazah, dan pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin
komando DVI.
2.2. Kartu Identitas di Indonesia ( e KTP )
2.2.1. Pengenalan e KTP
e-KTP merupakan sistem kependudukan terbaru yang sudah diterapkan oleh pemerintah. e-
KTP atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik merupakan cara baru yang jitu yang akan ditempuh
oleh pemerintah dengan membangun database kependudukan secara nasional untuk memberikan
identitas kepada masyarakat. Pada tahun 2010 ini sistem tersebut mulai diberlakukan tetapi tidak
nasional, hanya daerah tertentu saja. Dengan menggunakan sistim biometric yang ada di
dalamnya, maka setiap pemiliki e-KTP dapat terhubung ke dalam satu database nasional,
sehingga setiap penduduk hanya memerlukan 1 KTP saja.
2.2.2. Keunggulan e KTP
Hal yang menjadi keunggulan e KTP di banding KTP kerta, yakni menggunakan teknik
identifikasi sidik jari sebagai ciri biometrik. Biometrik adalah Ciri-ciri fisik yang sulit diubah.
Pada era modern, ada beberapa macam biometrik yang dapat digunakan untuk menentukan
identitas seseorang yaitu ciri-ciri retina atau iris, pengujian DNA, geometri tangan, pola vascular,
pengenalan wajah, suara dan tanda tangan. Dari berbagai biometrik ini, hanya sidik jari dan
DNA dapat diambil dari jejak manusia yang secara tidak sengaja tertinggal di tempat kejadian
atau lingkungan. Keunggulan sidik jari dibandingkan dengan DNA adalah bahwa sidik jari dapat
dibedakan antara dua anak kembar (Prabhakar 2001) sedangkan DNA tidak dapat dibedakan.
Sebaliknya, DNA dapat memberikan identitas seseorang dengan lengkap dibandingkan dengan
sidik jari laten dan parsial yang tertinggal pada tempat kejadian
Keuntungan menggunakan biometrik sidik jari adalah :
Biaya paling murah, lebih ekonomis daripada bimetrik yang lain.
Bentuk dapat dijaga tidak berubah karena gurat-gurat sidik jari manusia berbeda-beda.
Unik, tidak ada kemungkinan sama walaupun orang kembar.
Penggunaannya bisa diketahui jika bukan pemiliknya.
Identitas jati diri tunggal
Mencegah adanya pemalsuan karena akan dicek kesamaan biometriknya.
Mencegah adanya penggandaan. Karena dengan e-KTP, seluruh rekaman sidik jari
penduduk akan disimpan di AFIS (Automated Fingerprint Identification System) yang
berada di pusat data di Jakarta.
sidik jari memiliki ketetapan bentuk dan ketunggalan identitas seseorang.
2.2.3. Proses pembuatan
Sidik jari yang direkam dari setiap wajib KTP adalah seluruh jari (berjumlah sepuluh),
tetapi yang dimasukkan datanya dalam chip hanya dua jari, yaitu jempol dan telunjuk kanan.
2.3. Peran e KTP dalam Proses Identifikasi Mayat Korban Bencana Massal
Sidik jari yang terdapat pada e KTP merupakan identitas valid yang dimiliki setiap orang.
Karena sidik jari bersifat khas dan setiap orang memiliki sidik jari yang berbeda. Hal ini yang
menyebabkan e KTP dapat digunakan dalam berbagai proses yang membutuhkan akuransi
tinggi, misalnya identifikasi tindak kriminalitas, pembuatan SIM dan identifikasi mayat.
Korban kecelakaan atau pun korban bencana massal dapat di identifikasi secara akurat
melalui sidik jari. Dengan menggunakan sidik jari tim forensik akan dengan mudah menentukan
identitas korban, karena sidik jari setiap orang telah terekam dalam database kependudukan
nasional sehingga tim hanya perlu mencocokkan scanner dari sidik jari korban dengan sidik jari
yang ada pada database. Namun hal ini berlaku hanya pada mayat yang masih dalam keadaan
utuh. Untuk mayat yang sudah dalam keadaan membusuk atau rusak ,sidik jari tidak dapat lagi
digunakan. Hal ini yang menjadi kekurangan e KTP dalam proses identifikasi korban bencana
massal. Tekstur sidik jari yang lunak dan berada pada daerah yang rawan kerusakan
mengakibatkan sidik jari tidak terlalu dapat diandalkan. Sehingga diperlukan suatu inovasi baru
untuk memudahkan tim forensik identifikasi mayat yang sudah rusak.
2.4. Identifikasi Korban Bencana Massal Dengan Rongent Gigi Panoramik
Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua aplikasi dari disiplin ilmu
kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyelidikan dalam memperoleh data-data
postmortem,berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi
kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran. Ada beberapa
jenis identifikasi melalui gigi geligi dalam rongga mulut yang dapat dilakukan dalam terapan
semua disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait pada penyidikan demi kepentingan umum dan
peradilan serta dalam membuat surat keterangan ahli. Apabila seorang dokter gigi dengan surat
permintaan sebagai anggota penyidik,anggota tim identifikasi dan sebagai saksi ahli apabila
hakim sulit memutuskan suatu perkara dalam suatu bidang peradilan sedangkan pada tubuh
korban terdapat pola bekas gigitan,menggunakan gigi palsu, serta seluruh data-data gigi yang
telah dilakukan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi maka hakim akan meminta seorang ahli
untuk memastikan hal tersebut di atas demi memantapkan keputusan yang akan diambilnya.
Bentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri khusus dari seseorang,sedemikan khususnya
sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada dua orang yang
berbeda,menjadikan pemeriksaan gigi ini mempunyai nilai yang tinggi dalam hal penentuan jati
diri seseorang. Pemeriksaan atas gigi ini menjadi lebih penting lagi, bila korban sudah rusak atau
membusuk dimana dalam hal tersebut pemeriksaan sidik jari tidak dapat dilakukan, sehingga
dapat dikatakan gigi merupakan pengganti dari sidik jari. Suatu keterbatasan pemanfaatan gigi
sebagai sarana identitas adalah belum meratanya sarana untuk pemeriksaan gigi demikian pula
pendataannya (dental record) oleh karena pemeriksaan gigi merupakan hal yang mewah bagi
kebanyakan rakyat Indonesia. Dengan demikian pemeriksaan gigi sifatnya lebih selektif. Metode
karateristik gigi diketahui sangat membantu dalam identifikasi korban bencana atau Disaster
Victim Identification (DVI). Salah satunya, identifikasi korban bencana gempa yang berkekuatan
dahsyat dan mengakibatkan tsunami kini melanda jepang pada siang, Jumat 11 Maret 2011.
Tsunami Jepang dengan kekuatan 8,9 SR sebagaimana yang telah dikabarkan di berbagai media
massa, telah menerpa daratan di wilayah Myagi. Hingga tanggal 12 Maret 2011 pasca tsunami
jepang 2011, berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber, jumlah korban tsunami di
jepang yang tewas terus bertambah. Diperkirakan jumlahnya sudah seribuan orang. Namun,
sampai saat ini belum ada angka pasti dari pemerintah Jepang. Meski sebagian besar korban
hangus terbakar terkena awan panas dengan suhu mencapai 600 derajat celcius. Namun karena
gigi terlindung oleh pipi dan bibir, morfologi gigi masih tetap utuh sehingga bisa untuk
digunakan sebagai bahan identifikasi para korban.
2.5. Sinkronisasi Rongent Gigi Panoramik dengan e KTP
Panoramic digunakan untuk melihat gigi secara keseluruhan. Keuntungan panoramic adalah
bisa melihat keseluruhan gigi hanya dengan satu kali pemeriksaan. Rekaman rongent gigi
panoramik dapat digunakan dalam proses identifikasi mayat, karena sifatnya yang sangat khas.
Sehingga tim DIV tidak akan kesulitan untuk mendeteksi korban bencana yang sudah mengalami
kerusakan.
Gambar 1 : Alat radiografi Panoramic
Gambar 2 : Proses dan hasil rongent gigi panoramic
Agar tidak lagi ada kesulitan dalam pendeteksian mayat korban bencana massal,
dibutuhkan inovasi baru untuk mengsinkronkan scanner data rongent gigi panoramic dengan
kartu identitas ( e KTP ). Dengan menambahkan data rongent gigi yang sudah dilakukan
encoding pada chip yang tersedia pada e KTP. Sehingga saat melakukan identifikasi mayat, tim
DIV hanya memerlukan scanner yang digunakan untuk mencocokkan data dengan database
kependudukan nasional.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Identifikasi mayat/ jenazah pada korban bencana massal merupakan salah satu kegiatan
yang sangat membutuhkan identitas yang sangat akurat. DVI atau Disaster Victim Identification
adalah suatu defenisi yang diberikan sebagai prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat
bencana massal secara ilmiah yang dapatdipertanggung-jawabkan dan mangacu pada standar
baku Interpol. Tim DVI sendiri terdiri dari dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli
anthropology (ilmu yang mempelajari tulang), kepolisian, fotografi, dan ada yang berasal dari
masyarakat juga.
Rekaman rongent gigi panoramic sangat dibutuhkan dalam identifikasi korban bencana
yang mengalami kerusakan berat. Mengingat sifat dari gigi panoranik yang khas dan tidak
mungkin sama setiap individu. Disamping itu geraham merupakan bagian yang kuat dan tahan
terhadap hantaman, sehingga sangat sulit untuk mengalami kerusakan.
3.2. Saran
Sangat penting untuk menyisipkan data rongent gigi panoramic ke dalam e KTP. Karena
hal ini dapat memberikan kemudahan terhadap pendeteksian mayat yang dalam keadaan rusak
parah.
Daftar Pustaka
Henky, Safitry Oktavinda. Identifikasi Korban Bencana Massal: Praktik DVI Antara Teori dan
Kenyataan. Jakarta : Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia, 2012.
Gustianty Yudya. Penatalaksanaan Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami Jepang 2011
Hubungannya Dengan Odontogram. Makassar : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar, 2011.
http://faizal.student.umm.ac.id/2011/01/03/ktp-elektronik-e-ktp-dengan-penggunaan-sidik-jari/
http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/04/teknik-pemeriksaan-dental-radiography.html
watipuspitasari.blogspot.com
tribunnews.com