sinkronisasi agama dengan filsafat

Upload: aiman-setiono

Post on 18-Jul-2015

75 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Sinkronisasi Agama dengan FilsafatOleh : Aiman Setiono (115514238) S1 Pend. Teknik Elektro

Pengertian filsafat Secara etimologi, kata falsafah berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia: philo/philos/philein yang artinya cinta/pecinta/mencintai dan Sophia, yang berarti kebijakan/wisdom/kearifan/hikmah/hakikat kebenaran. Jadi filsafat artinya cinta akan kebijakan atau hakikat kebenaran. Dalam arti praktis, filsafat ialah alam berpikir atau alam pikiran. Berfilsafat ialah berpikir, tetapi berpikir secara mendalam, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya dan sungguh-sungguh tentang hakikat sesuatu. Beberapa definisi Filsafat : Plato (427 SM-348 SM). Ahli Filsafat Yunani, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Aristoteles (382-322 SM), murid Plato : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, poltik dan estetika Al Farabi (870-950 M) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berfilsafat, berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Menurut D. Runes, filsafat berarti ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan.Sumber dari filsafat yang ada didunia ini sesuai dengan istilahnya adalah manusia, dalam hal

ini akal dan pikiran manusia yang sehat, yang berusaha keras dengan sungguhsunguh mencari kebenaran dan akhirnya mendekati kebenaran. Oleh karena itu manusia adalah mahluk Tuhan, meskipun manusia itu tinggi martabatnya, akan tetapi tidak sempurna.Maka kebenaran yang dapat dicapai oleh akal pikiran manusia tidak sempurna adanya. Bila dikaji kebenaran itu relatif sifatnya, karena apa yang dianggap benar pada waktu sekarang ini, mungkin pada masa mendatang hal itu tidak benar lagi. Ini tidak berarti bahwa setiap hasil pemikran manusia itu tak ada yang benar. Tapi hasil pemikiran manusia itu kebenarannya tidak mutlak. Jadi kebenaran mutlak adalah di tangan Tuhan Yang Maha Esa. Mencari kebenaran dan tidak memiliki kebanaran itulah tujuan semua filsafat, akhirnya mendekati kebenaran sebagai kesungguhan. Tetapi kebenaran yang sesungguhnya dan yang mutlak hanya ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi Filsafat

Filsafat sangat berguna karena dengan belajar filsafat, kita semakin mampu menangani pertanyaan-pertanyaan mendasar (makna realitas dan tanggung jawab) yang tidak terletak dalam wewenang metode ilmu khusus.

Berfilsafat mengajak manusia bersikap arif, berwawasan luas terhadap berbagai problem yang dihadapi. Manusia diharapkan mampu

memecahkan problem tersebut dengan cara mengidentifikasikannya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah.

Filsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan secara kreatif atas dasar pandangan hidup atau ide-ide yang muncul karena keinginannya.

Filsafat

dapat

membentuk

sikap

kritis

seseorang

dalam menghadapi permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan lainnya secara lebih rasional, arif dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan

Kemampuan menganalisis, yaitu analisi kritis secara komprehensif dan sintesis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan dalam suatu riset atau kajian ilmiah lainnya. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang mementingkan konterol atau pengawasan. Oleh karena

itu, nilai ilmu pengetahuan timbul dari fungsinya, sedangkan fungsi filsafat timbul dari nilainya. Pancasila Dalam Pendekatan Filsafat Untuk mengetahui secara mendalami tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefenisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia (Syarbaini dalam Winarno). Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu. Berdasarkan pemikiran filsafat, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai (Kaelan dan Winarno). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 Alenia IV adalah sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha ESa 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Pada umumnya, terdapat dua pengertian filsafat, yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Demikian pula, dikenal ada filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis. Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.

Sebelum seseorang bersikap, bertingkah laku, atau berbuat, terlebih dulu dia akan berpikir tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan mana yang sebaiknya dilakukan. Hasil pemikirannya merupakan suatu putusan dan putusan ini disebut nilai. Nilai adalah sifat, keadaan, atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Setiap orang di dalam kehidupannya, sadar atau tidak sadar, tentu memiliki filsafat hidup atau pandangan hidup. Pandangan hidup atau filsafat hidup seseorang adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, ketepatan, dan manfaatnya. Hal itulah yang yang kemudian menimbulkan tekat untuk mewujudkan dalam bentuk sikap, tingkah laku dan perbuatan.Nilai-nilai sebagai hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kehidupan yang dianggap paling baik bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila, baik sebagai filsafat maupun sebagai pandangan hidup.Apabila kita berbicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan, pertama filsafat sebagai metode dan kedua filsafat sebagai suatu pandangan. Keduanya akan berguna bagi ideologi Pancasila. Filsafat sebagai metode menunjukkan cara berpikir dan cara mengadakan analisa yang dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat menjabarkan ideologi Pancasila, sedangkan Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Pembahasan filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dengan mencari hakikat pancaila serta menganalisa dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komperhensif, tapi dapat juga dilakukan secara induktif dengan mengamati gejala-gejala sosial dan budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu, dan dengan demikian menyajikannya sebagai bahan-bahan yang sangat penting bagi penjabaran ideologi Pancasila. Oleh karena pemikiran filsafat merupakan kegiatan rasional yang metafisis, maka hasil-hasil pemikirannya tidak lagi terikat dengan ruang dan waktu, dan mempunyai arti ilmiah yang universal. Ideologi Pancasila adalah keseluruhan prinsip normatif yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia dan bangsa Indonesia secara keseluruhan, namun filsafat Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditunjukkan kepada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.

Disamping itu, filsafat sebagai metode mampu memberikan pemikiranpemikiran yang sifatnya dapat membuka perspektif seseorang berpandangan rasional, luas dan terbuka. Dengan kegiatan-kegiatan filsafat maka ideologi dapat dihindarkan untuk membeku dan bersifat otoriter ataupun irasional. Dengan demikian fungsi dan kegunaan filsafat bukan terletak dalam alat yang dapat dipergunakan seperti hasil teknologi, melainkan harus dihubungkan dengan manusia dan sikap hidupnya dengan persepsi dan wawasannya. Secara singkat, filsafat memberikan dinamika dan ketekunan untuk mencari kebenaran, arti, dan makna hidup. Kegiatan filsafat dapat dilakukan dengan membahas masalah-masalah hidup hidup secara sistematis, seperti pembangunan, modernisasi, kemiskinan, keadilan, kebahagiaan, dll. Namun dapat juga dilaksanakan secara sistematis, yaitu membuat bagian-bagiannya. Sebagai bagian pertama membahas masalahmasalah yang dapat dikelompokkan dalam Filsafat Manusia atau filsafat antropologi. Di sini dapat dibahas tema tentang struktur manusia, hubungan antar manusia. Kemudian membahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan dalam Filsafat Sosial. Di sini dibahas tema manusia sejauh ia merupakan bagian dalam masyarakat dan corak hubungan serta sistem kehidupan sosial. Kemudian masalah mengenai Filsafat Alam, yaitu pembahasan yang ditunjukkan pada alam dan gejala-gejala alam, hubungan hakiki antara manusia dan alamnya, serta pandangan mengenai ruang dan waktu. Kemudian juga Filsafat Budaya, membahas kebudayaan manusia sebagai kegiatan dan hasil kegiatan manusia dalam mengolah dunia dan lingkungannya. Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak terikat langsung dengan suatu objek) yang mendalam, dan daya pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu dalam mencari kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kesemetaan, secara mendasar (fundamental dan haqiqi). Filsafat sebagai hasil pemikir (filosof), merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan hidup filsafat hidup) maupun sebagi ideologi yang dianut suatu

masyarakat bangsa dan Negara. Filsafat demikian telah berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai yang melembaga (dengan negara) sebagai suatu paham (isme), seperti kapitalisme, komunisme, sosialisme, naizsme, fasisme, theokratisme, dan sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan Negara modern.

Arti idiologi Ideologi adalah gabungan dari dua kata idea dan logos, yang berasal dari bahasa Yunani Eidos dan logos. Secara sederhana ideologi berarti suatu gagasan yang berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti luas istilah ideologi dipergunakan untuk segala kelompok citacita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciricirinya: merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-

pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak. Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional. Fungsi ideologi menurut beberapa pakar di bidangnya : 1. Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual.

2. Struktur kogntif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat meupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dn kejadian-kejadian di dalam alam sekitarnya. 3. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya. 4. Orientasi desar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupa manusia. 5. Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding fathers) dengan generasi muda. 6. Sebagai kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan. 7. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta bertingkah laku sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya. Fungsi utama ideologi dalam masyarakat menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua, yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat, dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat. Dalam arti sempit ideologi adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Dalam artian ini disebut ideologi. Kata ideologi sering juga ditemukan untuk pengertian memutlakan gagasan tertentu, sifatnya tertutup dimana teori-teori bersifat pura-pura dengan kebenaran tertentu, tetapi menyembunyikan kekuasaan tertentu yang bertentangan dengan teorinya.Dalam praktek orang menganut dan mempertahankan ideologi, karena memandang ideologi itu sebagai cita-cita hidup. Oleh sebab itu menurut Gunawan Setiardja (1993). Ideologi dapat dirumuskan sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ideologi berada satu tingkat lebih rendah dari filsafat. Berbeda dengan filsafat, yang digerakkan oleh kecintaan kepada kebenaran dan sering tanpa pamrih apapun juga, maka ideologi digerakkan oleh tekat untuk mengubah keadaan yang tidak diinginkan, menju kearah yang diinginkan. Dalam ideologi

sudah ada suatu komitmen, sudah terkandung wawasan masa depan yang dikehendaki dan hendak diwujudkan dalam kenyataan. Dewasa ini, ideologi telah menjadi suatu pengertian yang kompleks. Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan terjadinya pembedaan yang makin jelas antara idelogi, filsafat, ilmu, dan teologi. Ideologi dipandang sebagai pemikiran yang timbul karena pertimbangan kepentingan. Di dalam ideologi orang tidak mempermasalahkan nilai kebenaran internalnya. Ideologi dipandang sebagai belief sistem, sedangkan ilmu filsafat, ataupun teologi merupakan pemikiran yang bersifat refleksi, kritis dan sistematik, yang pertimbangan utamanya adalah kebenaran pemikiran. Karena perbedaan itu ideologi disebut sebagai suatu sistem pemikiran yang sifatnya tertutup (Pranarka, 1986: 372). Pancasila sebagaimana kita yakini merupakan jiwa, kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Disamping itu juga telah dibuktikan dengan kenyataan sejarah bahwa Pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan karena menjadikan bangsa Indonesia bersatu. Kerena Pancasila merupakan ideologi dari negeri kita. Dengan adanya persatuan dan kesatuan tersebut jelas mendorong usaha dalam menegakkan dan memperjuangkan kemerdekaan. Ini membuktikan dan meyakinkan tentang Pancasila sebagai suatu yang harus kita yakini karena cocok bagi bangsa Indonesia. Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan. 2. Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban. Hubungan filsafat dan Agama Apabila dikaji hubungan antara filsafat dan agama dalam sejarah kadangkadang dekat dan baik, dan kadang-kadang jauh dan buruk. Ada kalanya para

agamawan merintis perkembangan filsafat. Ada kalanya pula orang beragama merasa terancam oleh pemikiran para filosof yang kritis dan tajam. Para filosof sendiri kadang-kadang memberi kesan sombong, sok tahu,

meremehkan wahyu dan iman sederhana umat. Pada akhir abad ke-20, situasi mulai jauh berubah. Baik dari pihak filsafat maupun dari pihak agama. Filsafat makin menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan manusia paling dasar tentang asal-usul yang sebenarnya, tentang makna kebahagiaan, tentang jalan kebahagiaan, tentang tanggungjawab dasar manusia, tentang makna

kehidupan, tentang apakah hidup ini berdasarkan sebuah harapan fundamental atau sebenarnya tanpa arti paling-paling dapat dirumuskan serta dibersihkan dari kerancuan-kerancuan, tetapi tidak dapat dijawab. Sebaliknya agama, meskipun dengan lambat, mulai memahami bahwa sekularisasi yang dirasakan sebagai ancaman malah membuka kesempatan juga. Kalau sekularisasi berarti bahwa apa yang duniawi dibersihkan dari segala kabut adiduniawi, jadi bahwa dunia adalah dunia dan Allah adalah Allah, dan dua-duanya tidak tercampur, maka sekularisasi itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang selalu menjadi keyakinan dasar monotheisme. Sekularisasi lantas hanya berarti bahwa agama tidak lagi dapat mengandalkan kekuasaan duniawi dalam membawa pesannya, dan hal itu justru membantu membersihkan agama dari kecurigaan bahwa agama sebenarnya hanyalah suatu legitimasi bagi sekelompok orang untuk mencari kekuasaan di dunia. Agama dibebaskan kepada hakekatnya yang rohani dan adiduniawi (agama, baru menjadi saksi kekuasaan Allah yang adiduniawi apabila dalam mengamalkan tugasnya tidak memakai saranasarana kekuasaan, paksaan dan tekanan duniawi. Pertama. Salah satu masalah yang dihadapi oleh setiap agama wahyu adalah masalah interpretasi. Maksudnya, teks wahyu yang merupakan Sabda Allah selalu dan dengan sendirinya terumus dalam bahasa dari dunia. Akan tetapi segenap makna dan arti bahasa manusia tidak pernah seratus persen pasti. Itulah sebabnya kita begitu sering mengalami apa yang disebut salah paham. Hal itu juga berlaku bagi bahasa wahana wahyu. Hampir pada setiap kalimat ada kemungkinan salah tafsir. Oleh karena itu para penganut agama yang sama pun sering masih cukup berbeda dalam pahamnya tentang isi dan arti

wahyu. Dengan kata lain, kita tidak pernah seratus persen merasa pasti bahwa pengertian kita tentang maksud Allah yang terungkap dalam teks wahyu memang tepat, memang itulah maksud Allah. Kedua, secara spesifik, filsafat selalu dan sudah memberikan pelayanan itu kepada ilmu yang mencoba mensistematisasikan, membetulkan dan

memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu, yaitu ilmu teologi. Maka secara tradisional-dengan sangat tidak disenangi oleh para filosof-filsafat disebut ancilla theologiae (abdi teologi). Teologi dengan sendirinya memerlukan paham-paham dan metode-metode tertentu, dan paham-paham serta metode-metode itu dengan sendirinya diambil dari filsafat. Misalnya, masalah penentuan Allah dan kebebasan manusia (masalah kehendak bebas) hanya dapat dibahas dengan memakai cara berpikir filsafat. Hal yang sama juga berlaku dalam masalah "theodicea", pertanyaan tentang bagaimana Allah yang sekaligus Mahabaik dan Mahakuasa, dapat membiarkan penderitaan dan dosa berlangsung (padahal ia tentu dapat mencegahnya). Ketiga, filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru, artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Itu terutama relevan dalam bidang moralitas. Misalnya masalah bayi tabung atau pencangkokan ginjal. Bagaimana orang mengambil sikap terhadap dua kemungkinan itu : Boleh atau tidak? Bagaimana dalam hal ini ia mendasarkan diri pada agamanya, padahal dalam Kitab Suci agamanya, dua masalah itu tak pernah dibahas? Jawabannya hanya dapat ditemukan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip etika yang termuat dalam konteks lain dalam Kitab Suci pada masalah baru itu. Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut agama (religious). Terdapat banyak tema agama termasuk dalam

superstruktur: agama terdiri atas tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan,

dan

nilai-nilai

spesifik

dengan

mana

makhluk

manusia

menginterpretasikan eksistensi mereka. Akan tetapi, karena agama juga mengandung komponen ritual, maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial. Agama berasal dari bahasa Sanskrit, yang mempunyai arti: tidak pergi, tidak kocar-kacir, tetap di tempat dan diwarisi turun-temurun. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa agama itu berarti teks atau kitab suci dan atau tuntunan. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa agama itu ajarannya bersifat tetap dan diwariskan secara turun-temurun, mempunyai kitab suci dan berfungsi sebagai tuntunan hidup bagi penganutnya. Din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi, menguasai dan menundukkan untuk patuh kepada aturan Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajarannya sebagai suatu kewajiban, merasa berutang bagi yang meninggalkan kewajiban yang telah biasa dilakukannya, memberi balasan baik bagi yang mematuhinya dan balasan tidak baik bagi yang melanggarnya. Sedangkan kata religi berasal dari bahasa Latin, mempunyai arti mengumpulkan, membaca dan mengikat. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan kumpulan aturan-aturan lainnya yang dikumpulkan dalam kitab suci yang harus dibaca, dan di samping itu, agama juga mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia, ikatan antara manusia dengan kekuatan yang lebih tinggi atau ikatan antara manusia dengan Tuhan-nya. Sedangkan komponen-komponen atau unsur unsur penting yang ada atau yang harus ada dalam agama adalah: 1) Kekuatan gaib. 2) Keyakinan manusia 3) Respons yang bersifat emosional dari manusia. 4) Paham adanya yang kudus {sacred) dan suci dalam bentuk kekuatan gaib. Maka agama dapat diartikan sebagai jalan yang harus dilalui dan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat berhubungan dengan kekuatan gaib dan supranatural melalui aktivitas penyembahan dan pemujaan agar hidup bahagia dan sejahtera.