siklus karbon

4
Siklus Karbon (C) Ahmad Syauqi Mikroorganisme mempunyai peranan sangat penting dalam peredaran karbon di alam. Peranan sebagai pengurai materi karbon dalam bentuk zat organik khususnya di dalam pool tanah (litosfer) menghasilkan persediaan sumber energi berupa minyak bumi atau bahan bakar fosil. Minyak bumi merupakan hasil dekomposisi bahan organik dari produsen primer di masa lampau seperti Gambar 8 dan 9. Pembakaran minyak akan menghantarkan karbon memasuki pool udara (atmosfer) berbentuk gas CO2. Demikian pula pembakaran biologis melalui pernafasan menghantarkan karbon memasuki pool atmosfer dan perairan (hidrosfer). Aktifitas mikroorganisme mentransformasi zat karbon melalui 3 jalur yaitu pertama, dekomposisi dan mineralisasi; kedua, imobilisasi dalam biomassa dan ketiga, pembentukan / formasi humus (Davet, 2004). Dekomposisi dan Mineralisasi Senyawa Karbon Senyawa karbon hasil kegiatan fotosintesis tumbuh-tumbuhan merupakan bahan yang sangat melimpah di alam. Polimer berbentuk karbohidrat dan yang lain berserta campurannya dalam tubuh tanaman bila mati dan memasuki tanah, oleh mikroba akan diuraikan dan/atau didekomposisi menjadi lebih sederhana, hingga mineralisasi. Beberapa mikroorganisme di lingkungan melakukan interaksi dan sebagaimana dijelaskan pada bab I sebelumnya ada yang bersifat sinergis, yaitu seakan-akan sebagai urut- urutan. Lignin maupun molekul yang mengandung banyak polimer senyawa aromatis dipromosikan jamur Phanerochaeta Chrysosporium. Khamir satu sel Saccharomyces

Upload: widiarsih-widia

Post on 03-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: siklus karbon

Siklus Karbon (C)Ahmad Syauqi

Mikroorganisme mempunyai peranan sangat penting dalam peredaran karbon di

alam. Peranan sebagai pengurai materi karbon dalam bentuk zat organik khususnya

di dalam pool tanah (litosfer) menghasilkan persediaan sumber energi berupa

minyak bumi atau bahan bakar fosil. Minyak bumi merupakan hasil dekomposisi

bahan organik dari produsen primer di masa lampau seperti Gambar 8 dan 9.

Pembakaran minyak akan menghantarkan karbon memasuki pool udara (atmosfer)

berbentuk gas CO2. Demikian pula pembakaran biologis melalui pernafasan

menghantarkan karbon memasuki pool atmosfer dan perairan (hidrosfer). Aktifitas

mikroorganisme mentransformasi zat karbon melalui 3 jalur yaitu pertama,

dekomposisi dan mineralisasi; kedua, imobilisasi dalam biomassa dan ketiga,

pembentukan / formasi humus (Davet, 2004).

Dekomposisi dan Mineralisasi Senyawa Karbon

Senyawa karbon hasil kegiatan fotosintesis tumbuh-tumbuhan merupakan bahan

yang sangat melimpah di alam. Polimer berbentuk karbohidrat dan yang lain

berserta campurannya dalam tubuh tanaman bila mati dan memasuki tanah, oleh

mikroba akan diuraikan dan/atau didekomposisi menjadi lebih sederhana, hingga

mineralisasi. Beberapa mikroorganisme di lingkungan melakukan interaksi dan

sebagaimana dijelaskan pada bab I sebelumnya ada yang bersifat sinergis, yaitu

seakan-akan sebagai urut-urutan.

Lignin maupun molekul yang mengandung banyak polimer senyawa aromatis

dipromosikan jamur Phanerochaeta Chrysosporium. Khamir satu

sel Saccharomyces cerevisiae melakukan aktivitas pengambilan energi dari

senyawa yang mempunyai jumlah 6 atom karbon dalam peristiwa fermentasi dapat

Page 2: siklus karbon

menjadi 2 atom karbon, yaitu unit glukosa menjadi etanol dan 1 atom berbentuk gas

CO2. Selanjutnya spesies lainnya mendekomposisi dari 2 atom karbon menjadi 1

atom karbon yaitu etanol menjadi asam asetat oleh bakteri Acetobacter aceti.

Imobilisasi Karbon dalam Biomassa

Mikroorganisme melakukan dua aktivitas sekaligus dekomposisi dan assimilasi

dengan bentuk akhir sebagai biomassa. Tubuh sel dan aktivitas kehidupannya

memerlukan utamanya senyawa karbon dan nitrogen, yaitu tubuhnya perlu materi

sel dan aktivitas memerlukan bantuan ensim-ensim berupa molekul protein. Sel

akan tumbuh sebagai perkembangbiakan dan diperlukan pertumbuhan populasi

sebagai sifat alaminya. Dengan demikian terdapat rasio C/N tertentu lebih besar

dari 20, agar dapat menyusun tubuh dan melakukan aktivitas sel. Bila unsur N tidak

mencukupi dari molekul yang tersedia, maka sel akan mengambil bahan-bahan

organik lainnya dari lingkungan. Rasio tidak hanya C/N tetapi penting pula untuk

C/S dan C/P yang masing-masing mempunyai nilai 200 dan 300.

Teknologi pengomposan limbah organik dengan pelaku utama dekomposisi adalah

mikroba dan di alam dipahami melalui fakta pengecilan oleh detritus (Wrigth,

2005), mikroorganisme melakukannya dalam bentuk interaksi sehingga hal tersebut

dapat dibentuk konsorsium. Pertimbangan terhadap proses dalam pengomposan

bahan organik dengan penggunaan konsorsium inaktif dan telah beredar di

masyarakat, adalah perbandingan C/N. Hal ini dilakukan untuk meyakini bahwa

konsorsium inaktif yang digunakan, populasi masing-masing anggota penyusunnya

dapat tumbuh dan melakukan dekomposisi.

Konsorsium inaktif yang telah beredar antara lain adalah Effective Microorganism

(EM4), EM Lestari, SuperDec, Degrasimba, Orgadec, Stardec, Harmony, dan Fix-Up

Plus atau disebut sebagai agen dekomposer. Menurut Sulistyawati dkk. (2008)

salah satu indikator yang menandakan berjalannya proses dekomposisi dalam

Page 3: siklus karbon

pengomposan adalah penguraian C/N substrat oleh mikroorganisme maupun agen

dekomposer lainnya dan kematangan kompos. Ia mendapatkan bahwa limbah

rumah tangga C/N awal bernilai 30 turun menjadi 10,63 – 11,7 (batas atas) yang

menandakan adanya proses dekomposisi dalam waktu 30 hari dan berbeda sangat

nyata bila dibandingkan nilai 14,98 dengan hanya penggunaan cacing saja.

Limbah organik di atas tanah berasal dari berbagai macam organisme dan

pembentukan humus disebabkan adanya aktivitas golongan detritus. Bahan-bahan

organik yang berpotensi untuk menumbuhkan populasi mikroorganisme dapat

dilihat pada tabel 4.

Formasi Humus

Bahan-bahan organik di tanah dari makhluk yang mati maupun hasil buangan

aktivitas tubuh menjadi sumber nutrisi bagi mikroba sekaligus memberikan energi

dan terjamin kehidupannya. Tetapi tidak semuanya dapat tersedia/terpakai untuk

maksud tersebut sehingga tidak terdekomposisi/ mineralisasi dan tetap berada di

permukaan tanah sebagai residu. Senyawa dengan menghasilkan residu adalah

lignin yang mengandung banyak senyawa aromatis dalam molekulnya. Keadaan

tersebut dalam waktu yang lama menyebabkan warna gelap coklat kekuningan.

Stevenson memberikan teori formasi humus yang dikutip oleh Wolf and Wagner

(2005) yaitu:

1.Adanya residu lignin yang tidak terdekomposisi oleh mikroba merupakan bagian

dari humus, gugus aldehid (-CHO) dalam lignin dioksidasi menjadi karbosilat (-

COOH) dan bereaksi dengan asam amino dan adanya asam fulvat.

2.Adanya reaksi browning yaitu hasil samping metabolisme mikroba yang terdiri

atas gula reduksi dan asam amino terkondensasi secara non ensimatis.

3.Kuinon turunan lignin yang terbentuk dari senyawa fenol oleh konversi ensimatis

Page 4: siklus karbon

dan berkondensasi dengan senyawa amino selama dekomposisi lignin.

4.Demikian pula kuinon yang terbentuk dari oksidasi polifenol secara ensimatis dan

polifenol tersebut disintesis oleh fungi dari senyawa karbon non-lignin yaitu

sellulosa.

Berdasarkan deteksi melalui unsur 14C diperkirakan bahwa umur humus yang

mature lebih dari 1000 tahun, mempunyai ciri kaya mineral (Davet, 2004). Bahan

organik yang terdekomposisi/mineralisasi dalam waktu yang sangat lama, akan

menjadi ketersediaan nutrisi bagi mikroba atau tanaman. Saat seperti demikian

bentuk senyawa akan mengikuti jalur perubahan sesuai siklus yang terjadi. Dengan

demikian pembentukan humus dapat melalui jalur langsung dan tidak langsung,

mineral yang tersedia dihasilkan melalui mineralisasi primer dan skunder seperti

terbentuknya PO43-, SO42-.

Referensi

Hosting di www.000webhost.com