sikap idi mengadapi mea 2015

27
SIKAP IKATAN DOKTER INDONESIA (IDI) TERKAIT SEKTOR KESEHATAN TERHADAP IMPLEMENTASI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) A. Pendahuluan Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahunn 2015. ASEAN telah menyepakati sektor- sektor prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sectors (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu tujuh sektor barang industri dan lima sektor jasa. Ke-7 sektor barang industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor jasa tersebut adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistik. Terkait pelaksanan MEA disektor jasa khususnya sector pelayanan kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyikapi hal ini dengan 1

Upload: arul-m-yamani

Post on 19-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

skip idi terkait mea

TRANSCRIPT

Page 1: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

SIKAP IKATAN DOKTER INDONESIA (IDI) TERKAIT SEKTOR KESEHATAN TERHADAP IMPLEMENTASI MASYARAKAT EKONOMI

ASEAN (MEA)

A. Pendahuluan

Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam

menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau

biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang

akan dimulai pada tahunn 2015. ASEAN telah menyepakati

sektor-sektor prioritas menuju momen tersebut. Ketika

berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11

Priority Integration Sectors (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS

yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua

bagian yaitu tujuh sektor barang industri dan lima sektor jasa.

Ke-7 sektor barang industri terdiri atas produk berbasis

pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil,

otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor

jasa tersebut adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan

kesehatan, turisme dan jasa logistik.

Terkait pelaksanan MEA disektor jasa khususnya sector

pelayanan kesehatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyikapi

hal ini dengan mengeluarkan beberapa point sikap IDI dengan

didasari oleh berbagai pendapat Ahli Ekonomi, Pelaku Usaha,

maupun Pihak lain yang berkompeten. Sikap atau usulan IDI

sebagai Respon yang diberikan kepada Pemerintah terkait

Kesiapan Pemerintah dengan instrument kebijakannya yang

telah berlangsung maupun yang masih dalam perancangan.

kondisi infrastruktur disegala bidang serta kesiapan masyarakat

beragam kondisi demografi dalam menghadapi perlu mendapat

perhatian serius dari semua pihak utamanya Pemerintah

sebagai otoritas tertinggi penyelenggaraan pemerintahan.

1

Page 2: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

Sikap atau Usulan tersebut antara Lain :

1. Menolak pelayanan kesehatan bangsa lndonesia

dijadikan komoditas dagang ASEAN, sebab itu

menyimpang dari UUD 45.

2. Bangun aliansi "Public Private Partnership 0ffice" untuk

sektor kesehatan.

3. Lakukan sistemik review untuk mendeteksi bagian mana

yang harus (segera) diperbaiki agar sistem kesehatan

segera dapat berjatan dengan baik.

4. Siapkan terobosan-terobosan kreatif untuk meningkatkan

performa sektor kesehatan disemua lini: LeveI primer,

leveI sekunder dan tertier.

5. Demi keamanan dan kedautatan negara, pekerja medik

dan pengetota pelayanan kesehatan di lndonesia harus

berbangsa lndonesia.

6. Tata utang Sistem Kesehatan Nasional dan Sistem

Jaminan Kesehatan NasionaI agar benar-benar

dijatankan sesuai untuk tujuan utama berbangsa:

membangun bangsa, bukan sekedar reaktif menyambut

MEA.

Sikap IDI tentu memiliki landasan realitas yang terjadi

saat ini. Anwar Nasution dalam Kompas edisi 28 Agustus 2014

menyatakan, Indonesia belum siap memasuki MEA, daya saing

tenaga kerja rendah, fundamental ekonomi rapuh, iklim usaha

buruk, infrastruktur buruk, korupsi masih massif dimana mana,

belanja Negara masih besar pasak dari pada tiang, subsidi

sector non produktif terlalu besar, surat utang Negara meningkat

dengan bunga mencekik.

Mantan Wakil Presiden RI Boediono tanggal 15

2

Page 3: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

November 2013 dalam Pidatonya di Monash Campus

Melbourne menyatakan Pendidikan di Indonesia tertinggal, baik

dari sisi fasilitas maupun materi. Indonesia saat ini menghadapi

middle income trap tak mampu bersaing dengan maju karena

kalah dalam teknologi dan pendidikan.

Dari beberapa pendapat para ahli dan melihat kondisi

realitas yang ada kemudian menjadi dasar petimbangan

Organisasi IDI mengeluarkan sikap/ atau usulan terkait

pelaksanaan MEA untuk sector kesehatan yang diharapkan bisa

menjadi perhatian dari pemerintah. Terkait sikap/usulan

terhadap kesiapan Pemerintah khususnya disektor kesehatan

dalam dalam mengahadapi MEA yang efektif akan dilaksanakan

2016 kemudian memunculkan sejumlah pertanyaan :

1. Bagaimana Potret Pembangunan Kesehatan Di indonesia

saat ini ?

2. Apa yang menjadi catatan penting sector kesehatan

kedepan ?

3

Page 4: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

B. Pembahasan :1. Bagaimana Potret Pembangunan Kesehatan di

Indonesia saat ini ?Pembangunan kesehatan bertujuan untuk

"meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat

pada seluruh siklus kehidupan baik pada tingkat individu,

keluarga maupun masyarakat". Untuk mencapai tujuan ini

dibutuhkan reformasi yang fokus pada: (a) upaya

penurunan kematian ibu dan kematian bayi; (b)

penguatan upaya promotif dan preventif; (c) penguatan

pelayanan kesehatan dasar berkualitas; (d) penguatan

sistem pengawasan obat dan makanan; dan (e)

pemantapan sistem jaminan kesehatan nasional . Ada

setidaknya delapan isu strategis kesehatan yang dapat

dilihat secara faktual dan permasalahannya. Selain

berfungsi sebagai bukti empiris bahwa mereka layak

dinobatkan sebagai isu strategis, penyajian kondisi

faktual dan/atau permasalahan dari setiap isu dapat

memberikan arah dalam memformulasikan strategi yang

harus diambil untuk meredam isu-isu yang terdeteksi.

Isu 1: Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja dan Lansia

Angka Kematian Ibu (AKI) naik dari 228 (2007)

menjadi 359 (2012). Sementara itu, penurunan Angka

Kematian Bayi (AKB) melambat terutama kematian

neonatal. Disparitas AKI dan AKB terdeteksi antar sosial

ekonomi, daerah serta kota-desa. Potret status

kesehatan ini disebabkan oleh sejumlah faktor:

a) keberlangsungan pelayanan (continuum of care)

4

Page 5: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

kurang terjaga.

b) cakupan kunjungan dan persalinan nakes tinggi,

namun kualitas persalinan tidak memadai karena

masalah ketersediaan obat, alat dan nakes;

c) cakupan kunjungan KI, K4, linakes meningkat, tetapi

kelahiran di faskes hanya 36,8%;

d) anemia remaja putri usia 15-19 tahun 46,6% (tidak

hamil) dan 38,8% (hamil);

e) kondisi fasilitas dan nakes kurang memadai.

Sebagian besar kab/kota belum memenuhi standar

Puskesmas PONED (hanya 7,6% RS PONEK

memenuhi semua standar) dan semua jenis nakes di

Puskesmas dan Rumah Sakit masih kurang.

Isu 2: Perbaikan Status Gizi Masyarakat

Indonesia menghadapi masalah ganda gizi

pada anak, kegemukan dan obesitas pada orang

dewasa, dan keamanan pangan. Masalah gizi anak

terjadi disemua kelompok penduduk (miskin dan

kaya). Dari tahun 2010 ke 2013, persen kekurangan

gizi anak (underweight, stunting, wasting) naik

(Gambar 3). Demikian halnya dengan masalah gizi

lebih (kegemukan dan obesitas). Masalah gizi lainnya

terdiri atas : (i) gizi mikro (anemia, kekurangan

kalsium), dan (ii) perilaku masyarakat yang belum

mendukung kesehatan, gizi, sanitasi, higine dan pola

pengasuhan.

Isu 3: Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Beban ganda kasus penyakit tidak menular (PTM)

naik sementara penyakit menular tinggi--merupakan

kondisi yang sedang dihadapi. Tingginya penyakit

5

Page 6: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

menular disebabkan oleh akses penduduk terhadap air

minum dan sanitasi masih rendah. Sedangkan naiknya

kasus PTM disebabkan oleh meningkatnya faktor resiko:

hipertensi, tingginya glukosa darah dan kegemukan

(karena pola makan, kurang aktivitas fisik, dan kebiasaan

merokok). Potret penyakit menular yang dihadapi meliputi

prevalensi AIDS dan insiden HIV (infeksi baru) tinggi.

Malaria, DBD, diare dan TB turun, namun demikian (i)

prevalensi malaria dan DBD di daerah endemis masih

tinggi; (ii) Diare dan TB masuk 10 besar penyebab

kematian; (iii) muncul resiko multi-drug resistante TB.

Neglected diseases juga masih ditemukan: kusta nomor

3 terbesar di dunia dan Frambusia di Asia Tenggara

hanya ditemukan di Indonesia dan Timor Leste.

Globalisasi memberikan anca- man tambahan penyakit

menular (Polio, SARS, Flu Burung, MERS) dari negara-

negara lain.

Isu 4: Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Pengawasan Obat dan Makanan

Sejumlah masalah terdeteksi terkait kondisi

farmasi, alkes, obat dan makanan. Ketersediaan obat

dan vaksin tidak merata. Angka ketersediaan nasional

2013 (93%), dengan variasi sangat tinggi (>100%)

ditemukan di 13 propinsi dan kurang 80% di propinsi

lainnya. Pemenuhan standar mutu, khasiat dan

keamanan obat 96,8% dan alkes 85.84%. Namun yang

bersertifikasi 78,22% (sarana produksi obat) dan 78,18 %

(sarana produksi alkes dan PKRT). Penggunaan obat

generik Puskesmas (96,1%) lebih tinggi dibandingkan RS

(74,89%). Penggunaan obat rasional hanya 61,9%, dan

pengetahuan obat generik rendah. Meski 71,63%

instalasi farmasi memenuhi standar, kesesuaian layanan

6

Page 7: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

kefarmasian dengan standar hanya 35,3% (RS) dan 25%

(Puskesmas).

Isu 5: Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Upaya promosi kesehatan

dan pemberdayaan masyarakat masih memprihatinkan.

Tengok fakta berikut: (i) maraknya kebijakan tidak

berwawasan kesehatan. (ii) lingkungan yang belum

mendukung upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan

sehat. (iii) belum optimalnya pemberdayaan masyarakat

termasuk upaya kesehatan berbasis masyarakat (iv)

rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat, terutama

konsumsi sayur dan buah, ASI ekslusif, cuci tangan, dan

aktivitas fisik. (v) pelayanan kesehatan yang belum

sepenuhnya mendorong promosi kesehatan.

Isu 6: Pengembangan Program JKN SJSN

Program JKN menghadapi sejumlah isu pada

beberapa aspek, yaitu: (1) kepesertaan, (2) pelayanan,

(3) pembayaran provider, (4) pelaksanaan, pemantauan

dan evaluasi, serta (5) regulasi. Perluasan peserta butuh

terobosan untuk mencapai cakupan universal 2019

karena dominasi pekerja informal yang notabene sulit

dibidik dalam program jaminan. Selain itu, sebagian

peserta (khususnya PBI) belum tahu jika mereka sudah

dijamin. Skema jaminan (Jamkesda, TNI/Polri, dan JPK

Jamsostek) yang seharusnya merger sejak 2014 hingga

kini belum terintegrasi dengan optimal. Belum optimalnya

peserta dari kelompok penerima upah (Swasta)

bergabung JKN.

Masalah pelayanan mencakup: (i) hambatan

akses peserta karena biaya tidak langsung tinggi dan

kondisi geografis; (ii) fasyankes belum memenuhi standar

7

Page 8: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

sarana, tenaga dan kualitas; (iii) rendahnya fasyankes

primer swasta yang bekerjasama dengan BPJS; (iv)

sistem rujukan belum optimal serta (v) standar praktik

layanan kesehatan perlu dibangun. masalah pembayaran

providers mencakup reformasi dan implementasi skema

Kapitasi dan INA-CBGs yang belum tuntas. Upaya

perbaikan harus dilakukan, termasuk upaya

meminimalisir implikasi kedua skema pembayaran

tersebut terhadap kualitas, biaya dan perlindungan

peserta.

Pelaksanaan sosialisasi dan advokasi masih

perlu ditngkatkan. belum terlembaganya rancangan

pemantauan dan evaluasi JKN berpotensi menimbulkan

deviasi JKN dalam meraih tujuan yang hendak dicapai.

Permasalahan lain terkait upaya sinkronisasi regulasi

antara regulasi satu dengan yang lainnya.

Isu 7: Pemenuhan SDM Kesehatan

Jumlah, sebaran dan kualitas tenaga kesehatan

merupakan masalah krusial SDM Kesehatan.

Kekurangan berbagai jenis tenaga kesehatan terdeteksi

di sejumlah fasyankes. Dari 9.550 Puskesmas, ada 9,8

persen puskesmas tanpa dokter, 2.194 puskesmas tanpa

tenaga gizi dan 5.895 puskesmas tanpa tenaga promkes.

Masalah kekurangan nakes diperparah oleh maldistribusi.

Isu 8: Pembiayaan/Belanja Kesehatan relatif kecil.

Tahun 2011, total belanja kesehatan 2,9 persen

PDB, sekitar USD 95 per kapita per tahun. Dari total

pengeluaran tersebut, sebagian besar (62.5%)

merupakan belanja dari sumber masyarakat (swasta dan

out of pocket), dan sisanya pemerintah.

8

Page 9: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

Rendahnya dana kesehatan diperburuk oleh

masalah inefisiensi alokatif dan teknis. Indikasi inefisiensi

terdeteksi dari sejumlah fakta, seperti: (i) Porsi alokasi

dana untuk layanan kesehatan primer sangat kecil

dibanding- kan layanan sekunder;(ii) Alokasi dana

program kesehatan masyara- kat (promosi kesehatan,

pencegahan, Gizi, KIA, KB, Kesehatan Lingkungam dll)

sangat rendah dibandingkan dengan layanan kuratif;

(iii)Belanja obat menyedot porsi signifikan (> 40%)

terhadap total belanja kesehatan Padahal, kedepan,

kenaikan belanja kesehatan tidak mungkin dihindari

karena: (a) transisi epidemiologi dimana biaya

penanganan PTM semakin mahal; (b) lonjakan

permintaan kesehatan seiring perkembangan peserta

JKN; (c) peningkatan teknologi kesehatan, dll

2. Tantangan Sektor Kesehatan menghadapi MEA ?

Dari sudut pandang optimisme, MEA adalah

kesempatan bagi kalangan medis Indonesia untuk

meningkatkan kualitas dan daya saingnya sehingga tetap

diperhitungkan oleh konsumen kesehatan Indonesia.

Meski pandangan pesimistis juga ada: tersingkirnya

dokter dan tenaga kesehatan Indonesia dari arena

pelayanan kesehatan. Pesimisme ini selayaknya menjadi

motivasi bagi kita semua yang bekerja di sektor

kesehatan untuk terus maju dan memperbaiki diri.

Apapun kenyataannya, yang harus ditekankan

adalah kepentingan pasien harus didahulukan di atas

segalanya. Sebagai manusia, semua pasien tanpa

kecuali berhak untuk memperoleh pelayanan dan

perawatan paripurna dari dokter. Untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna

tersebut dibutuhkan kompetensi tertentu, yakni

9

Page 10: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

kompetensi integratif dan kompetensi klinik. kompetensi

integratif adalah disiplin ilmu yang perlu dikuasai oleh

setiap dokter agar dapat menerapkan pengetahuannya

sebaik mungkin untuk memecahkan masalah pasien

secara efektif.

Kompetensi integratif ada 3 jenis. Pertama,

kompetensi integratif yang berisi nilai luhur, nilai-nilai

fundamental yang diperlukan oleh setiap dokter, yaitu

kemampuan untuk memadukan pendekatan humanistik

terhadap pasien yang disertai dengan profesionalisme

tinggi dan pertimbangan etika. Manusia bukan hanya

merupakan kumpulan organ, dan karena itu pasien bukan

hanya organ yang sakit atau kumpulan organ yang sakit.

Di luar faktor fisiknya pasien, seperti halnya juga dokter,

adalah makhluk yang dikaruniai kecerdasan, akal budi,

dan spiritualitas. Pengalaman dan persepsi pasien

mengenai situasi yang melingkupinya perlu mendapatkan

apresiasi yang wajar dari dokter yang merawatnya. hanya

dengan kepekaan tinggi seorang dokter dapat

membangun empati terhadap pasien. Ada tidaknya

empati, akan sangat berpengaruh dalam persepsi pasien

mengenai kualitas pengobatan yang diterimanya.

Kompetensi integratif kedua adalah kompetensi

yang harus dimiliki oleh dokter sebagai seorang

profesional, yaitu antara lain kemampuan untuk selalu

belajar terus-menerus, memahami epidemiologi klinik,

cara berpikir kritis dan kemampuan manajerial yang

berkualitas.

Kompetensi integratif ketiga diperlukan dokter

dalam praktek sehari-hari. Hal ini termasuk asuhan

pengobatan di rumah, serta manajemen informasi.

Evidence-based Medicine (EBM) yang menjadi

10

Page 11: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

kecenderungan baru dalam bidang pengobatan sangat

didukung oleh teknologi komputer dan informatika.

Karena itu hampir tidak ada alasan bagi dokter-dokter

baru untuk ketinggalan di bidang ini.

Kompetensi klinik, di sisi lain, adalah kompetensi

mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam

berbagai topik klinik. Untuk Penyakit Dalam, misalnya,

topik klinik yang dimaksud antara lain kardiologi,

pulmonologi, hematologi-onkologi medik, metabolik

endokrin, hepatologi, gastroenterologi, geriatri, ginjal

hipertensi dan lain lain.

Ilmu pengetahuan kedokteran, harus disadari,

berkembang dengan sangat dinamis. Apa yang hari ini

dianggap sebagai kebenaran boleh jadi akan terbukti

sebaliknya hanya dalam waktu beberapa tahun. Karena

itu seorang dokter yang baik adalah juga dokter yang

terus-menerus memperkaya diri dengan pengetahuan

baru dan cukup rendah hati untuk mengakui keterbatasan

pengetahuan yang dikuasainya.

Kompetensi seorang dokter yang baik, dengan

demikian, tidak hanya melibatkan kemampuan untuk

menegakkan diagnosis dan menetapkan prosedur

pengobatan yang tepat guna dan berhasil guna.

Kompetensi seorang dokter juga mensyaratkan

kemampuan untuk bekerja sama dengan dokter lain.

Segenap kemampuan tersebut diarahkan tidak hanya

menyembuhkan pasien, tapi juga menghilangkan

penderitaan dan tekanan yang dialami pasien karena

kondisinya.

11

Page 12: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

Kompetensi dan etika menempatkan kepentingan

pasien di atas sistem, karena itu, harus dijaga sebaik-

baiknya dalam era pasar bebas yang sudah di depan

pintu. karena itu dokter dan teknologi kesehatan yang

datang ke Indonesia harus mendatangkan manfaat yang

besar untuk masyarakat. sejak beberapa tahun lalu

sebenarnya pemerintah RI sudah menetapkan bahwa

dokter asing yang datang ke Indonesia adalah dalam

rangka alih teknologi dan meningkatkan keilmuan dokter

dan dokter gigi di Indonesia. karena itu ilmu yang mereka

bawa adalah yang sudah teruji secara ilmiah (evidence-

based medicine), yang tentu akan menguntungkan

masyarakat.

Lebih rinci, ada empat syarat yang harus dipenuhi

oleh dokter asing sebelum mereka membuka praktek di

Indonesia.

a. Hanya boleh jika bidang yang dikuasainya tidak ada di

Indonesia.

b. Harus melakukan proses transfer pengetahuan atau

teknologi, sehingga hanya boleh di rumah sakit yang

mengembang fungsi pendidikan.

c. Jika ada perjanjian resiprokal dengan negara asalnya.

Dengan kata lain, dokter Indonesia juga boleh praktik

di negara asal dokter tersebut.

d. Harus memiliki izin yang dikeluarkan baik oleh

pemerintah maupun organisasi profesi. Jadi harus

punya Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin

Praktik (SIP)

Pengaturan ini diperlukan untuk menjaga agar

profesi kedokteran di era pasar bebas sekali pun tetap

pro rakyat. Artinya kebijakan yang diambil harus

menjamin rakyat terlindung dari praktik-praktik yang

12

Page 13: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

merugikan.selain itu juga pengaturan mengenai

pendidikan kedokteran masih harus ditingkatkan terus

kualitasnya. Mengapa pendidikan kedokteran perlu

diatur?

Pertama, sebagai bagian dari pendidikan nasional,

pendidikan kedokteran harus diselenggarakan “secara

terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk

menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan,

penelitian, serta pemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi.” dalam pendidikan kedokteran tidak sekadar

mutu, kompetensi, profesionalitas dan tanggungjawab

yang ditekankan, tetapi juga etika, moralitas,

kemanusiaan serta jiwa sosial. bahkan sejak awal,

seperti disebutkan dalam RUU Pendidikan Kedokteran,

calon mahasiswa Kedokteran harus lulus seleksi

penerimaan, tes psikometri serta tes lain yang meliputi uji

kognitif, tes bakat, dan tes kepribadian. mirip dengan tes

kepribadian untuk seorang calon perwira yang akan

memegang senjata. Ini karena profesi mereka membuat

mereka sangat dekat dan berperan dalam upaya

kesembuhan pasien.

Terkait dengan hal tersebut yang mungkin

dianggap terpenting dan paling strategis dari RUU

Pendidikan Kedokteran adalah urgensi untuk menjaga

kualitas dokter. RUU ini menekankan standar kompetensi

dokter paling sedikit mencakup (1) etika, moral,

medikolegal, profesionalisme dan keselamatan pasien,

(2) komunikasi efektif, (3) keterampilan klinis, (4)

landasan ilmiah ilmu kedokteran, (5) pengelolaan

masalah kesehatan; (6) pengelolaan informasi, dan (7)

pengembangan wawasan dan pengembangan diri.

13

Page 14: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

Yang juga jelas, mengingat strategisnya posisi

dokter dan bidang kesehatan bagi kualitas hidup

masyarakat dan bangsa, kualitas Fakultas Kedokteran

harus merata – baik di PTN maupun PTS, baik di ibukota

negara maupun di daerah. Sayangnya sejauh ini data

yang ada menunjukkan kualitas dan kompetensi lulusan

FK di Indonesia belum merata. Hasil Ujian Kompetensi

Dokter Indonesia (UKDI) tahun 2011 menunjukkan angka

kelulusan hanya kurang dari 60%, sementara ketika

diulang hanya 9.06% yang lulus.

Kedua, pendidikan kedokteran di FK selama ini

dikenal berbiaya mahal. bahkan termahal dibanding

fakultas-fakultas lainnya. Tanpa pengaturan yang jelas

oleh UU, bisa jadi hanya kalangan menengah ke atas

saja yang bisa mengakses pendidikan kedokteran.

akibatnya, kelompok menengah-bawah tak bisa berharap

banyak menyekolahkan anaknya ke FK dan menekuni

profesi yang sesungguhnya mulia ini. Pemerintah perlu

mengatur skema pembiayaan pendidikan kedokteran

yang jelas sehingga membuka akses untuk semua siswa

yang ingin dan mampu kuliah di FK.

Selain itu, karena biaya pendidikan yang tinggi, tak

bisa disalahkan jika lulusan-lulusan FK lebih

terkonsentrasi di wilayah perkotaan. selain karena

fasilitas rumah sakit yang rendah atau malah tidak ada di

wilayah pinggiran sehingga tak memadai untuk

pelayanan kesehatan yang maksimal, bukan rahasia lagi

bahwa sangat banyak dokter muda yang gajinya di

bawah UMR. sangat bisa dipahami jika para dokter

memilih untuk bekerja di lokasi dan wilayah yang

dianggap dapat menjamin kehidupan yang sekadar layak,

bukan berlebihan. Affirmative action dibutuhkan untuk

14

Page 15: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

memperlebar akses siswa berprestasi dari wilayah

terpencil untuk masuk ke fakultas kedokteran.

Diharapkan, kelak setelah lulus, mereka akan mengabdi

di daerah asalnya. Tapi tentu saja hal ini juga terkait

dengan ada-tidaknya sarana pengabdian di sana.

Kesehatan Sebagai Industri

Terkait dengan pemberlakuan MEA, kalangan

kedokteran dituntut untuk mulai melek dengan ekonomi.

harus dipaham bahwa Investasi asing di bidang

kesehatan berarti : (1) membuka peluang bisnis bagi

pemilik modal, (2) kesempatan menikmati kemajuan

mutakhir teknologi kedokteran bagi kalangan mampu dan

(3) semakin terpinggirnya kelompok miskin yang tidak

tercakup oleh sistem jaminan apapun. tanpa

perlindungan dari pemerintah dan kepedulian sektor

kesehatan dikhawatir Indonesia hanya menjadi ladang

basah bagi dokter asing maupun pemodal asing di

bidang kesehatan.

Salah satu kesepakatan yang ditandatangi dalam

ASEAN Framework Agreement on Services adalah

penyertaan modal asing yang mencapai 70 (67%)

persen, kecuali di Makassar dan Manado yang “hanya”

51 persen. kita layak khawatir akan terjadi liberalisasi

jasa kesehatan jika investasi mereka, ditetapkan sebesar

itu. Selain itu, kesepakatan ini bisa menjadi alasan untuk

“menggagalkan” aturan bahwa dokter asing di Indonesia

hanya dibolehkan untuk proses transfer teknologi karena

tujuan investor menanamkan investasinya adalah

keuntungan. Pembangunan kesehatan tidak menjadi

concern pemodal. Pembangunan dan peningkatan

derajat kesehatan masyarakat diserahkan sepenuhnya

kepada pemerintah.

15

Page 16: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

Karena itu semua jajaran sektor kesehatan

Indonesia, perlu mendorong dan memperkuat pemerintah

untuk sepenuhnya memegang kendali dalam perbaikan

sistem kesehatan nasional. tanpa itu MEA hanya akan

mengakibatkan pelayanan kesehatan berbiayai tinggi dan

kesenjangan kesehatan akan semakin tak teratasi.

C. Kesimpulan 1) Terkait delapan Isu yang Terjadi saat ini pada sector

Kesehatan dapat disimpulkan sebagai berikut, Bahwa

Untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaiman yang

di isyaratkan dalam dokumen Rencana Jangka Panjang

Nasional Bidang Kesehatan 2009-2025, diperlukan

reformasi pada sektor kesehatan. Reformasi difokuskan

pada lima area berikut ini:

a) Upaya penurunan kematian ibu dan kematian bayi,

b) Penguatan upaya promotif dan preventif,

c) Penguatan pelayanan kesehatan dasar (primary

health care) yang berkualitas,

d) Penguatan sistem pengawasan obat dan

makanan,

e) Pemantapan SJSN bidang kesehatan.

Implementasi dari lima area reformasi tersebut

diatas juga harus didukung oleh kerangka pendanaan

dan regulasi, serta sistem birokrasi dan struktur

kelembagaan yang memadai.

2) Pembenahan semua lini system kesehatan nasional

menjadi hal utama Pemerintah dalam mengadapi MEA.

Di mulai dari system pendidikan tenaga kesehatan

sampai dengan kebijakan pelayanan kesehatan

16

Page 17: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

D. Saran

Menghadapi tantangan Pembangunan Kesehatan yang

belum merata di tahun 2015, perlu diantisipasi beberapa

Langkah sebagai berikut :

1. Mengkaji kembali proses perencanaan, penganggaran

dan pembiayaan, serta model pengelolaan dana untuk

Sektor Kesehatan diberbagai tingkat pemerintah

(Kemenkes, Kab/Kota, dan Provinsi) dalam rangka

sinkronisasi berbagai Kebijakan Lintas Sektor.

2. Penguatan bimbingan teknis pemberdayaan kesehatan

yang produktif untuk meningkatan kepedulian kepada

masyarakat Berbasis Ilmu dan teknologi untuk tenaga

kesehatan

3. Melanjutkan kembali monitoring dan evaluasi JKN di

tahun 2015 sebagai bentuk lanjutan kegiatan serupa

pada tahun 2014. Dengan pengkinian data yang

diperlukan serta perluasan kerjasama seperti yang telah

diikuti oleh beberapa universitas di 12 provinsi dengan

pengembangan ke provinsi lain serta universitas yang

lain.

4. Memperkuat Harmonisasi kebijakan lintas sector

khususny yang menyangkut dengan kesehatan

17

Page 18: Sikap IDI Mengadapi MEA 2015

DAFTAR PUSTAKA

Bustami, Gusmardi. 2009. Menuju ASEAN Aconomic Community 2015

H, Dhenny dan Pazli.2013. Peluang dan tantangan Indonesia dalam

Keikutsertaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

Hokumonline.com. 2013. Strategi Pemerintah Hadapi AEC 2015.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51d63934f0fb0/strategi-

pemerintah-hadapi-aec-2015. (diakses 24 Oktober 2015)

Indriawan, Jery. Komunitas ASEAN dan Masyarakatnya.

https://www.academia.edu/5328988/Komunitas_ASEAN_dan_Kekuata

n_Masyarakatnya. (diakses 24 Oktober 2015)

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2012 , Kementrian Kesehatan Republik

Indoneisa. Website akses, 23 oktoer 2015

Health Sector Rivew_Policy Brief , Australia Indonesia Partnership for

Health Systems Strengthening (AIPHSS)

Khairunnisa, Icha. 2014. MEA 2015:Menguntungkan atau Merugikan

Perekonomian Indonesia. Karya Tulis Mahasiswa Universitas Negeri

Jakarta. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/06/12/mea-2015-

menguntungkan-atau-merugikan-perekonomian-indonesia-

665606.html (diakses 23 Oktober 2015)

Kurniati, Kiki. 2011. Implementasi AEC Blueprint di Indonesia menuju

Terwujudnya ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Karya Tulis

Ilmiah Mahasiswa Universitas Jambi.

Sholeh.2013. Persiapan Indonesia dalam Menghadapi AEC (ASEAN

Aconomic Community) 2015. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional.

1(2):509-522.

http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA

18