shuudan shugi & ijime

20
Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing) 69 NILAI MORAL SHUDANSHUGI DAN MUNCULNYA FENOMENA IJIME Ekayani Tobing Staf Pengajar Bahasa Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Jakarta [email protected] Abstrak Fenomena ijime merupakan hal yang menarik dikaji. Munculnya gejala ini salah satunya diakibatkan karena kuatnya ikatan solidaritas masayarakat Jepang pada kelompoknya atau dikenal dengan nakama ishiki. Ijime merupakan kasus tindak kekerasan yang dilakukan bukan secara individual, melainkan secara kelompok. Kata kunci: ijime, shudanshugi, solidaritas Abstract Ijime phenomenon is a subject that is interesting to study. The occurance of this phenomenon is caused among other by a strong solidarity cohesiveness in the Japanese society for its group which is called "nakama ishiki". Ijime is a case of violence act committed not by individual but corporately by a group. Key words: ijime, shudanshugi, solidarity Pendahuluan Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya tidak dapat mengelakan dirinya dari berbagai masalah sosial karena masalah-masalah sosial telah terwujud sebagai hasil dari kebudayaan manusia itu sendiri, sebagai akibat dari hubungan-hubungan yang terjalin dengan sesama manusia lain dan sebagai akibat dari tingkah lakunya. Nisbet dalam Parsudi Suparlan menjelaskan bahwa yang membedakan masalah-masalah sosial dari masalah- masalah lainnya adalah bahwa masalah-masalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial, serta selalu ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia dan dengan konteks-konteks normatif dalam hubungan-hubungan manusia itu terwujud. i

Upload: nadyaindasy

Post on 03-Aug-2015

251 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

69

NILAI MORAL SHUDANSHUGI DAN MUNCULNYA FENOMENA IJIME

Ekayani Tobing

Staf Pengajar Bahasa Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Jakarta [email protected]

Abstrak

Fenomena ijime merupakan hal yang menarik dikaji. Munculnya gejala ini salah satunya diakibatkan karena kuatnya ikatan solidaritas masayarakat Jepang pada kelompoknya atau dikenal dengan nakama ishiki. Ijime merupakan kasus tindak kekerasan yang dilakukan bukan secara individual, melainkan secara kelompok. Kata kunci: ijime, shudanshugi, solidaritas

Abstract Ijime phenomenon is a subject that is interesting to study. The occurance of this

phenomenon is caused among other by a strong solidarity cohesiveness in the Japanese society for its group which is called "nakama ishiki". Ijime is a case of violence act committed not by individual but corporately by a group. Key words: ijime, shudanshugi, solidarity

Pendahuluan

Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya tidak dapat

mengelakan dirinya dari berbagai masalah sosial karena masalah-masalah

sosial telah terwujud sebagai hasil dari kebudayaan manusia itu sendiri, sebagai

akibat dari hubungan-hubungan yang terjalin dengan sesama manusia lain dan

sebagai akibat dari tingkah lakunya. Nisbet dalam Parsudi Suparlan

menjelaskan bahwa yang membedakan masalah-masalah sosial dari masalah-

masalah lainnya adalah bahwa masalah-masalah sosial selalu ada kaitannya

yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial, serta selalu ada

kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia dan dengan konteks-konteks

normatif dalam hubungan-hubungan manusia itu terwujud.i

Page 2: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 70

Ijime merupakan salah satu masalah sosial yang terjadi dalam

masayarakat Jepang, khususnya di antara remaja Jepang, yang salah satu

dampaknya karena kuatnya ikatan nilai-nilai moral di Jepang, antara lain nilai

shudan shugi ‘paham kelompok’ dan amae ‘nilai ketergantungan’ kepada

kelompoknya yang mengatur interaksi antaranggota yang tidak terlepas dalam

kaidah kesadarannya sebagai anggota kelompok masyarakat Jepang.

Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang hidup dalam kelompok.

Kontak dan interaksi yang dilakukan seseorang untuk saling mengisi dalam

setiap kegiatan oleh masyarakat Jepang menghasilkan suatu perasaan

kebersamaan yang kolektif atau yang disebut dalam bahasa Jepang dengan

shudan shugi (? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ?

). Kepercayaan yang sama, perasaan yang sama, dan

tingkah laku yang sama telah mempersatukan orang-orang Jepang dalam

masyarakatnya. Apa yang dianggap baik oleh anggota yang satu, maka akan

dianggap baik pula oleh anggota yang lainny. Sebaliknya, apa yang dianggap

buruk oleh anggota yang satu, maka akan dianggap buruk pula oleh anggota

yang lain. Berarti dapat dikatakan bahwa segala tindakan kebersamaan yang

terjadi dari hasil aksi dan reaksi dari anggota kelompok dan adanya

kebersamaan yang kolektif dalam masyarakat Jepang menunjukkan satu

perasaan solidaritas. Shudan shugi ( ? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ?

) adalah suatu ideologi

kebersamaan atau paham berkelompok orang Jepang yang terbentuk dengan

kokoh di antara para anggota kelompok karena adanya ikatan emosional, yang

disebut dengan nakama ishiki (? ?? ? ?

? ?? ? ?

), yaitu kesadaran berkelompok.ii

Masyarakat Jepang sering disebut masyarakat yang selalu

mementingkan dan sangat mengutamakan Ba (??

) dibandingkan Shikaku (? ?? ? ?

), atau atribut individu.iii Ba (??

) dapat diartikan sebagai kelompok, lembaga,

Page 3: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

71

institusi, tempat dan sebagainya yang mengacu pada kerangka diri individu

terkait dan bernaung, berlindung atau berada, serta menjunjung kesamaan atau

homogenitas. Mereka sangat menghargai keserasian dan harmoni dalam

kelompoknya. Keanggotaan seseorang dalam masyarakat Jepang di dalam ba (

??

) adalah kelompok, tidak diikat dengan kontrak, tetapi secara tidak langsung

dengan eksistensi, interaksi, dan partisipasi aktif dalam kelompok. Mereka

menganggap kelompok sebagai suatu kesatuan yang mutlak (keabsolutan).

Setiap individu harus menyesuaikan diri dengan kelompok, yang akhirnya

menimbulkan rasa keterkaitan dan ketergantungan antara individu yang satu

dan lainnya. Karena itu, untuk menjaga rasa kebersamaan dalam kelompok

dibutuhkan interaksi yang konstan atau terus menerus di antara para

anggotanya. Karena hidup berkelompok, seseorang sadar akan keterlibatannya

dalam suatu masyarakat, juga terhadap kewajiban-kewajiban yang mengikat

dan komitmen terhadap kelompoknya yang menjadi dasar untuk membentuk

suatu kesatuan sosial yang disebut masyarakat dan dalam bahasa Jepang

disebut dengan shakai (? ?? ? ? ?

). Masyarakat adalah sekelompok orang yang

mempunyai identitas sendiri, yang membedakan kelompok yang satu dengan

yang lain, dan hidup di dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri.

Kelompok ini, baik dalam jumlah sedikit (sempit) maupun banyak (luas),

mempunyai perasaan akan adanya persatuan di antara anggota kelompok dan

menganggap dirinya berbeda dengan yang lain. Mereka memiliki pola tingkah

laku yang menyangkut semua aspek dalam kehidupan bermasyarakat, seperti

norma-norma, ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus

dipatuhi bersama, yang dalam batas kesatuan tersebut bersifat khas, dan

berkesinambungan sehingga menjadi sebuah adat-istiadat. Perangkat-

Page 4: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 72

perangkat dan pranata-pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi

kebutuhan kelompok dalam arti yang seluas-luasnya.

Penganiayaan atau dalam bahasa Jepang disebut dengan ijime (? ? ? )

merupakan salah satu masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat Jepang dan

ini merupakan salah satu masalah dari sekian banyak masalah yang dialami

oleh sebagian orang Jepang yang akan terus berlangsung entah sampai kapan.

Koran-koran di Jepang memberitakan banyaknya kejadian mengenai anak-anak

yang mengakhiri hidupnya sendiri karena perlakuan ijime (? ? ? ). Seperti

dalam berbagai pesan tertulis yang berisi “Tidak ada lagi hardikan” atau

“Berhentilah menghardik saya” yang ditulis oleh anak-anak korban ijime (? ?

? ) sebelum mereka mengakhiri hidup dengan meloncat dari gedung

bertingkat. Anak-anak ini merupakan contoh dari sekian banyak siswa-siswa

sekolah korban Ijime (? ? ? ) yang tidak dapat diungkapkan kepada orang

lain, bahkan orang terdekatnya sendiri, yaitu orang tuanya, mengenai semua

siksaan yang diterimanya dari teman-teman sebayanya.iv

Shudan Shugi (? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ?

) Kehidupan Kolektif atau Kebersamaan dalam

Masyarakat Jepang

Kontak dan interaksi yang dilakukan seseorang untuk saling mengisi

dalam setiap kegiatan oleh masyarakat Jepang menghasilkan suatu perasaan

kebersamaan yang kolektif atau disebut juga dengan shudan shugi (? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ?

). Kepercayaan yang sama, perasaan yang sama dan tingkah laku yang sama

telah mempersatukan orang-orang Jepang dalam masyarakatnya. Apa yang

dianggap baik oleh anggota yang satu, maka akan dianggap baik pula oleh

anggota yang lainnya. Begitupun sebaliknya, apa yang dianggap buruk oleh

Page 5: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

73

anggota yang satu, maka akan dianggap buruk pula oleh anggota yang lain.

Berarti dapat dikatakan bahwa segala tindakan kebersamaan yang terjadi dari

hasil aksi dan reaksi dari anggota kelompok dan adanya kebersamaan yang

kolektif dalam masyarakat Jepang menunjukkan satu perasaan solidaritas.

Shudan shugi ( ? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ?

) adalah suatu ideologi kebersamaan atau paham

berkelompok orang Jepang yang terbentuk dengan kokoh di antara para

anggota kelompok karena adanya ikatan emosional yang disebut dengan

nakama ishiki (? ?? ? ?

? ?? ? ?

), yaitu kesadaran berkelompok.

Masyarakat Jepang juga merupakan masyarakat yang selalu

mementingkan dan sangat mengutamakan Ba (??

) dibandingkan Shikaku (? ?? ? ?

), atau atribut individu.v Ba (??

) dapat diartikan sebagai kelompok, lembaga,

institusi, tempat dan sebagainya yang mengacu pada kerangka diri individu

terkait dan bernaung, berlindung atau berada, serta menjunjung kesamaan atau

homogenitas. Mereka sangat menghargai keserasian dan harmoni dalam

kelompoknya. Keanggotaan seseorang dalam masyarakat Jepang di dalam ba (

??

) adalah kelompok, tidak diikat dengan kontrak, tetapi secara tidak langsung

dengan eksistensi, interaksi, dan partisipasi aktif dalam kelompok. Mereka

menganggap kelompok sebagai suatu kesatuan yang mutlak (keabsolutan),

setiap individu harus menyesuaikan diri dengan kelompok, yang akhirnya

menimbulkan rasa keterkaitan dan ketergantungan antara individu yang satu

dengan yang lainnya. Karena itu, untuk menjaga rasa kebersamaan dalam

kelompok, dibutuhkan interaksi yang konstan atau terus menerus di antara para

anggotanya. Karena dalam berkehidupan kelompok, seseorang sadar akan

keterlibatannya dalam suatu masyarakat, juga terhadap kewajiban-kewajiban

yang mengikat dan komitmen terhadap kelompoknya yang menjadi dasar untuk

Page 6: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 74

membentuk suatu kesatuan sosial yang disebut masyarakat dan dalam bahasa

Jepang disebut dengan (? ?? ? ? ?

).

Masyarakat ( ? ?? ? ? ?

) adalah sekelompok orang yang mempunyai

identitas sendiri, yang membedakan kelompok yang satu dengan yang lain dan

hidup di dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri. Kelompok ini,

baik dalam jumlah sedikit (sempit) maupun banyak (luas), mempunyai

perasaan akan adanya persatuan di antara anggota kelompok dan menganggap

dirinya berbeda dengan yang lain. Mereka memiliki pola tingkah laku yang

menyangkut semua aspek dalam kehidupan bermasyarakat, seperti norma-

norma, ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus dipatuhi

bersama, yang dalam batas kesatuan tersebut bersifat khas, dan

berkesinambungan sehingga menjadi sebuah adat-istiadat. Perangkat-

perangkat dan pranata-pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi

kebutuhan kelompok dalam arti yang seluas-luasnya.

Sementara itu, kesatuan sosial disebut sebagai kesatuan hidup setempat

yang merupakan kesatuan yang tidak hanya semata-mata ada karena ikatan

kekerabatan, tetapi juga tempat kehidupan. Mereka mempunyai wilayah dan

perasaan kesatuan kelompok dengan memiliki ciri-ciri yang berbeda dari

kelompok lain. Ciri-ciri tersebut, antara lain,

1. interaksi antarwarga dalam bentuk pergaulan antar pribadi (individu);

2. adat istiadat, norma-norma, hukum, serta aturan-aturan yang mengatur

semua pola tingkah laku warga;

3. kontinuitas dalam waktu;

4. rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga.vi

Page 7: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

75

Nakane Chie seorang ahli antropologi Jepang juga mengembangkan

suatu insightful model sebagai identitas diri orang Jepang. Dia mengatakan

seperti berikut.

“Self-identity orang Jepang adalah individu yang berpusat pada suatu lingkaran dan di dalam lingkaran itu, anggota saling berhubungan (terikat) dalam kelompok tersebut. Interaksi datang dari tempat masing-masing lingkaran individu bertemu individu lain di dalam lingkaran hubungan, hal ini dapat dilihat sebagai kebutuhan akan pengenalan formal dalam semua tingkatan masyarakat Jepang.”vii

Orang Jepang dapat mengenal dirinya apabila berada dalam lingkungan

kelompoknya Di dalam kelompok masyarakat sebagai individu dapat

mengekspresikan emosinya sehingga sebagai anggota suatu kelompok ikatan

satu dengan yang lain sangat kuat. Selanjutnya, Nakane Chie juga

menggambarkan model identitas diri orang Jepang sebagai berikut.

Gambar 1

Bagi masyarakat Jepang, frekuensi pertemuan dianggap sebagai ukuran

kedekatan dalm suatu hubungan. Dalam berinteraksi sosial, kedekatan

merupakan cara terjadinya komunikasi, seperti yang diuraikan oleh Nakane.

“In Japanese society frequent meeting with friends and acquaintance is general

Page 8: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 76

norm….The frequency of meeting is regarded as measure of the closeness and

firmness of relationship”.viii

Dalam masyarakat Jepang pertemuan secara teratur dengan teman dan

kenalan merupakan suatu norma umum. Pertemuan-pertemuan yang dilakukan

dalam berbagai kegiatan ini dengan jumlah frekuensi pertemuan, dan hal ini

yang dianggap sebagai kedekatan suatu hubungan.

Interaksi yang terjadi dalam masyarakat Jepang dibedakan antara uchi (

? ) yang berarti dalam dan soto (? ) yang berarti luar. “Uchi is where one is

taken care of, where one receives support and encouragement and where one

owescentral commiyment and effort. It is where one comes from and where

one return”.ix

Uchi merupakan wadah bagi seseorang untuk diperhatikan, menerima

dukungan, dan dorongan serta tempat seseorang memiliki komitmen utama.

Uchi juga dapat diartikan sebagai tempat seseorang berasal dan ke mana

seseorang kembali. Uchi ( ? ) merupakan hubungan yang terjadi antara

seseorang dan orang lain pada tempat yang sama, yaitu tempat mereka menjadi

anggota dalam satu kelompok yang sama. Uchi (? ) seseorang dapat berupa

keluarga, lingkungan teman atau kerja, atau negara. Dalam Uchi ( ? )

seseorang akan merasa leluasa untuk menampilkan Honne (? ? ), tetapi Uchi (

? ) dapat berkembang berdasarkan situasi dan kondisi yang perubahannya

dapat terjadi kapan saja (setiap saat), artinya dalam waktu yang sama mungkin

uchi (? ) akan berubah menjadi soto (? ). Hal ini disadari (dipahami) betul

oleh anggota masyarakat Jepang.

Suatu kesepakatan akan terjadi apabila dua pihak yang berkomunikasi

mempunyai pikiran dan perasaan yang sama. Bagi orang Jepang mengenal

satu sama lain merupakan tindakan memberikan suatu perasaan atau pengertian

Page 9: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

77

kebebasan atau keselamatan. Mereka takut apabila berbeda dari individu yang

lainnya. Mereka akan lebih mengedepankan kepentingan kelompoknya. Bagi

orang Jepang hidup hanya akan berarti apabila berada dalam kelompoknya.

Oleh karena itu, mereka sebagai anggota kelompok akan senantiasa menjaga

diri agar diakui dan diterima dan berusaha menjaga loyalitasnya bagi

kelompoknya.

Begitu pun dalam masyarakat anak, khususnya bagi seorang anak di

Jepang, seorang teman atau kelompok berteman memberikan harapan dan

kehidupan di dalam masyarakat anaknya. Hal ini akan terlihat dengan jelas

dalam sebuah hubungan seorang anak dengan temannya di sekolah. Apabila

hubungan dengan temannya tersebut berjalan dengan baik, ia akan merasa

senang pergi ke sekolah. Sebaliknya, jika hubungan pertemanannya tidak

berjalan dengan baik, anak tersebut akan menolak untuk pergi ke sekolah, yang

dalam bahasa Jepang disebut tokokyohi (? ?? ? ? ?

? ?? ? ?

). Apabila seorang anak

sudah mulai masuk masa sekolah, di situlah akan terlihat kemampuan anak

tersebut dalam membentuk dirinya di dalam lingkungan berkawan dan

berkelompok.

Penekanan hidup berkelompok dalam masyarakat Jepang ini secara

otomatis telah memengaruhi seluruh gaya hubungan antarpribadi individu di

Jepang, termasuk dalam hubungan pertemanan dalam kelompok bermain anak.

Kelompok anak adalah bagian masyarakat yang mempunyai identitas sendiri,

yang dikumpulkan berdasarkan umur dan berbagai kondisi sosial yang hampir

sama melalui kehidupan di rumah, kehidupan bermain dengan teman, serta

kegiatan-kegiatan di sekolah sesuai dengan tingkat perkembangan anak itu

sendiri walaupun anak itu belum mengerti apa yang disebut dengan masyarakat

dalam arti sesungguhnya. Dalam setiap kegiatan yang diikutinya, anak-anak

Page 10: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 78

dengan sendirinya membentuk kelompok berteman atau nakama shudan (? ?? ? ?

? ?? ? ? ? ?

).

Shimizu Yoshihiro, seorang ahli pendidikan Jepang dari Universitas

Tokyo, menjelaskan mengenai konsep Nakama Shudan (? ?? ? ?

? ?? ? ? ? ?

), sebagai

berikut.

“Yang dimaksud dengan Nakama Shudan (? ?? ? ?

? ?? ? ? ? ?

) adalah kelompok anak-anak yaitu mulai dari masa kanak-kanak sampai pada masa remaja yang mulai melepaskan diri dari perlindungan, pengawasan dan perhatian orang dewasa. Misalnya adanya kelompok teman bermain (PlayGroup) pada masa kanak-kanak, kelompok teman berkelompok (Gang) pada masa remaja dan kelompok sebaya (Peer Group) pada masa puber”.x

Berikut ini adalah gambar tabel yang menyatakan bahwa hubungan

seorang anak dengan kelompok bermainnya (teman-temannya).

Gambar 2

Kapan seorang anak merasa ‘Hidup’ di lingkungannya?

Sangat

Baik

Cukup

Baik

Kadang-

Kadang

Tidak

Begitu

Sama Sekali

Tidak

Di Kelas 5.2 9.7 33.6 35.9 15.6

Di Klub

Aktivitas 20.8 22.5 27.2 16.1 13.4

Saat

Bersama

Teman

36.1 31.4 24.2 5.5 2.8

Di Rumah 27.7 24.6 25.8 13.8 8.1

Page 11: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

79

Source: Monograph vol.54 edited by Educational Research Center, Benesse Corporation

Di dalam nakama shudan ( ? ?? ? ?

? ?? ? ? ? ?

), masyarakat lebih

mengharapkan adanya rasa solidaritas dan tindakan kebersamaan di dalam

kelompok. Oleh karena itu, di dalam nakama shudan (? ?? ? ?

? ?? ? ? ? ?

) anak-anak

berusaha agar dapat ikut serta melakukan kegiatan yang bersifat kelompok

dalam bentuk apa saja meskipun harus mematikan rasa keinginan (pribadi)

mereka sendiri.

Konsep Solidaritas

Rasa solidaritas adalah daya yang ditimbulkan oleh kepercayaan atau

perasaan yang dirasakan oleh sekelompok masyarakat yang sama dalam

pergaulan hidup merekaxi. Perasaan solidaritas dibutuhkan dalam kehidupan

berkelompok. Ada dua tipe solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat.

1. Solidaritas Mekanikal

Solidaritas yang didukung oleh rasa kepercayaan yang sama, perasaan

yang sama, dan tingkah laku yang sama yang mempersatukan satu

individu dengan masyarakat. Sifat dasar masyarakat dalam solidaritas

mekanikal cenderung memiliki rasa kesukuan dan jelas terlihat pada

masyarakat yang tidak berkembang. Masyarakat pada solidaritas

mekanikal ini, memiliki batas daerah teritorial yang dibagi menurut

hubungan keluarga.xii

Pada solidaritas mekanikal, hubungan individu yang satu dengan yang

lain saling terikat secara terisolasi satu sama lainnya dan pelaksanaan

kerjanya sesuai dengan pelaksanaan kerja sebelumnya. Apabila ada

anggota yang melanggar ketentuan sosial yang berlaku atau dianggap

tidak dapat memuaskan kepentingan bersama, ia akan dikenakan

Page 12: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 80

hukuman yang dianggap seimbang dengan pelanggaran yang dibuatnya.

Hukumannya berupa represif, yaitu hukuman yang diberikan atas

pelanggaran yang dianggap sebagai kejahatan. Dengan kata lain, hukum

dalam solidaritas mekanikal lebih menuju ke pemberian sanksi dan

penindasan.

2. Solidaritas Organikal

Solidaritas dihasilkan oleh adanya pembagian kerja. Tiap-tiap individu

memiliki ruang kerja sendiri sehingga menimbulkan perbedaan-

perbedaan antara individu yang satu dan yang lain. Sifat yang paling

mendasar di sini adalah menempatkan kembali atau memperbaiki hal

yang sudah dikerjakan oleh masyarakat itu. Kegiatan individu

bergantung pada masyarakatnya karena ia bergantung pada bagian yang

mengaturnya.xiii Hal yang membedakan solidaritas organikal dengan

solidaritas mekanikal adalah dasar-dasar esensial di dalam pelaksanaan

kerja masyarakat modern. Semakin modern suatu masyarakat, semakin

menonjol perbedaan sosialnya sehingga solidaritas organikal ini bersifat

seperti sebuah perjanjian. Jika ada anggota yang melanggar ketentuan-

ketentuan, hukuman yang diberikan lebih bersifat non-represif dan

lebih bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya.xiv

Durkheim menjelaskan konsep mengenai kebersamaan yaitu pola-pola

kepercayaan dan tingkah laku yang dibentuk oleh kolektivitas. Di dalam

kebersamaan, tindakan-tindakan yang dilakukan kolektivitas akan bertahan

lebih lama daripada tindakan-tindakan yang dilakukan individual yang

dilakukan oleh seorang individu di dalam suatu kelompok. Untuk membentuk

suatu kesatuan sosial, setiap anak akan dipaksa untuk bertindak dengan cara-

cara tertentu secara konsisten hingga membentuk suatu keteraturan tingkah

laku dan wewenang. Keteraturan tingkah laku ini di sebut dengan moral.

Page 13: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

81

Seorang anak dianggap sudah sah (diakui) menjadi anggota dalam

masyarakatnya setelah anak tersebut berusia tujuh tahun. Pada usia itu mereka

mulai mengadakan hubungan sosial dengan teman-temannya yang seusia

dengan membuat kelompok di luar kelompok keluarga (? ?? ? ?

).

Nakamaishiki sebagai Bagian dari Shudanishugi ‘Kesadaran Hidup

Berkelompok’ dan sebagai Salah Satu Pemicu Munculnya Ijime (?? ?

? )

Nojuu Shinsaku dari Pusat Penelitian Bimbingan Kehidupan Anak-anak

di Jepang menjelaskan bahwa sikap anak-anak di sekolah Jepang memiliki

kecenderungan untuk melakukan tindakan-tindakan dalam bentuk kebersamaan

yang kolektif dalam mencapai suatu tujuan tertentu karena mereka merasa

mempunyai motif kegiatan dan tujuan yang sama, yang timbul karena begitu

kuatnya rasa solidaritas dan kebersamaan yang timbul di dalam diri anak-anak

tersebut.xv Namun, mereka juga cenderung memiliki perilaku menyimpang

yang disebabkan tekanan dan tuntutan dari lingkungan sekitar tempat siswa-

siswa sekolah tersebut tumbuh, yang juga dilakukan dalam bentuk

kebersamaan yang kolektif. Perilaku menyimpang ini merupakan perwujudan

protes terhadap lingkungan sekitar dan orang-orang dekat, dengan cara

melampiaskan rasa ketidaksukaan, ketidakpuasan, juga keletihan dan

kejenuhan yang dirasakan dengan melakukan tindakan yang disebut dengan

ijime (? ? ? ).

Ijime ‘penganiayaan’ merupakan salah satu dari sekian banyak masalah

sosial yang dialami oleh masyarakat Jepang yang terus berlangsung sampai

sekarang. Koran-koran di Jepang memberitakan banyaknya kejadian mengenai

anak-anak yang mengakhiri hidupnya sendiri karena perlakuan ijime (? ? ? ).

Seperti dalam berbagai pesan tertulis yang berisi “tidak ada lagi hardikan” atau

Page 14: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 82

“berhentilah menghardik saya” yang ditulis oleh anak-anak korban ijime (? ?

? ) sebelum mereka mengakhiri hidup dengan meloncat dari gedung

bertingkat. Anak-anak ini merupakan contoh dari sekian banyak siswa sekolah

korban Ijime (? ? ? ) yang tidak dapat diungkapkan kepada orang lain,

bahkan orang terdekatnya sendiri, yaitu orangtua, mengenai semua siksaan

yang diterima dari teman-teman sebayanya. Nojuu menjelaskan bahw yang

dimaksud dengan ijime (? ? ) sangatlah berbeda dengan yang disebut dengan

perkelahian karena tindakan ini merupakan suatu perbuatan seseorang yang

mempunyai kekuatan dalam beberapa bentuk untuk dapat melakukan

penyerangan searah terhadap siapa yang menjadi lawannya. Orang yang berada

dalam posisi kuat menyerang orang yang berada dalam posisi lemah, baik

secara fisik maupun mental. Orang yang melakukan perbuatan ini pun merasa

sangat senang apabila melihat lawannya menderita atau menjadi kesal. Ijime (

? ? ? ) juga memiliki ciri bahwa tindakan ini tidak akan berakhir dalam satu

kali perbuatan saja, seperti halnya dalam suatu perkelahian, tetapi dilakukan

dalam masa yang panjang dan dilakukan secara berulang-ulang.xvi

Sebuah perkelahian biasanya dilakukan oleh satu orang melawan satu

orang. Namun, dalam ijime (? ? ? ) satu atau sekelompok besar orang

melawan sekelompok kecil atau beberapa orang melawan satu orang. Ijime (?

? ? ) juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan kejam yang meliputi

penganiayaan, pemerasan, penyangkalan, pencemohan, dan pengolok-olokan

yang terkadang, bahkan, mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

Ijime (? ? ? ) sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu. Ijime (? ?

? ) dapat ditemui atau ada di dalam segala lapisan masyarakat. Walaupun

dikatakan bukan suatu perbuatan yang baik, sebenarnya dalam dunia anak,

ijime (? ? ? ) merupakan proses evaluasi kehidupan dalam bermasyarakat.

Page 15: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

83

Maksudnya, ada kalanya seorang anak di-ijime (? ? ? ) dan ada kalanya pula

anak tersebut yang melakukan ijime (? ? ? ) kepada temannya.

Kalau diibaratkan sebagai sebuah warna, segala perbuatan yang baik

digambarkan dengan putih, perbuatan yang buruk digambarkan dengan hitam.

Ijime (? ? ? ) digambarkan dengan abu-abu. Namun, karena telah meluasnya

perilaku mengenai ijime ( ? ? ? ) ini, lama-kelamaan ijime ( ? ? ? )

cenderung dikelompokkan sebagai suatu perbuatan yang buruk.

Melalui ijime (? ? ? ) seorang anak belajar menyesuaikan diri dalam

masyarakat anak. Misalnya, dengan cara berkelahi seorang anak ingin

menunjukkan apa yang ada di dalam dirinya dan apa yang ia inginkan

sebenarnya. Anak-anak sekolah ini melakukan ijime ( ? ? ? ) untuk

mendapatkan rasa memiliki atau popularitas di antara rekan-rekannya,

memelihara kepemimpinan kelompok, dan memengaruhi anak lain dengan

ancaman agar bertindak atau berhubungan dengan mereka yang bertujuan

untuk memuaskan diri pelaku ijime (? ? ? ). Kebanyakan tindakan ijime (?

? ? ) di sekolah merupakan suatu bentuk teror psikologis sehingga membuat

anak yang menjadi korban mengalami stres atau depresi.

Mengenai psikologi anak, Durkheim mengatakan bahwa keadaan jiwa

anak-anak adalah alat untuk mengembangkan keyakinan, kebiasaan, keinginan

dan lain-lain. Dalam hubungan ini, seorang pendidik harus mampu memahami

kebutuhan anak dalam setiap tingkatan umur. Apa kekuatan dan

kekurangannya, dan sejauh mana kemampuan yang dimiliki anak tersebut.

Masa kanak-kanak, seharusnya si anak diberi kesempatan untuk “bermain-

main” (?? ?

? ), mengejar kesenangan untuk berbuat. Dalam arti, “anak-anak

harus diberikan kesempatan umtuk mengembangkan keaktifannya secara

bebas”. Namun, si anak juga harus diajarkan pula bagaimana menumbuhkan

Page 16: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 84

kemampuan pengendalian diri, sehingga ia juga dapat bersikap disiplin.

Dengan kata lain, Durkheim berpendapat bahwa seorang pendidik mempunyai

tugas dan kemampuan untuk “mendidik anak agar mereka mendapatkan

keserasian dengan lingkungan sekitarnya”. xvii Sifat alamiah manusia selalu

mempunyai keinginan dan kecenderungan untuk berbuat baik dan ini perlu

dikendalikan atau disalurkan oleh pendidik sejak awal pendidikan anak.

Sejalan dengan perkembangan anak, lama kelamaan ia akan dapat

membedakan tingkah laku yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan yang

dilakukan oleh orang lain. Ia juga akan lebih mengerti kedudukan dan perasaan

orang lain dan akhirnya dapat melepaskan diri dari sifat individu yang

berlebihan dan sifat kekanak-kanakan, terutama, apabila telah memasuki masa

yang disebut shishunki (? ? ?? ? ? ? ?

), yaitu masa usia anak sekolah yang mulai

mengalami perubahan fisik sehingga dapat dikategorikan ke dalam kelompok

menjelang usia dewasa. Biasanya anak-anak yang sudah mencapai usia sekitar

12 dapat dikatakan shishunki (? ? ?? ? ? ? ?

).xviii Pada masa shishunki (? ? ?? ? ? ? ?

) ini

anak akan lebih bisa melihat secara objektif terhadap hubungan yang ada di

dalam dirinya dengan apa yang ada pada diri orang lain. Dengan lambat laun ia

dapat membentuk pribadinya sendiri.

Dalam ijime (? ? ? ) ada sikap yang menunjukkan dochokeiko (? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ? ?

), yaitu kebersamaan dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan atau

yang dikenal dengan dochokodo (? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ? ?

), yaitu perbuatan bersama-sama.

Dochokeiko (? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ? ?

) adalah kecenderungan yang bersifat menyerang atau

merusak barang atau fisik orang lain yang muncul di dalam kelompok kelas

oleh seluruh anak di dalam kelas itu yang secara bersama-sama melakukan

Page 17: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

85

tindakan penyerangan. Di dalam lingkungan anak-anak yang melakukan

penyerangan tersebut tanpa sadar terlihat ada semacam persaingan di antara

mereka, bahwa siapa yang semakin dapat melakukan tindakan yang lebih

kejam dialah yang paling hebat. Dochokeiko (? ?? ? ? ? ?

? ?? ? ? ?

) ini membentuk suatu

keadaan yang terlihat seperti semacam loyalitas kelompok dalam melakukan

penyerangan yang dilakukan oleh siapa pun dengan berbagai cara terhadap

orang yang mempunyai sikap lain di dalam kelompok itu”.xix

Bagi para psikolog Jepang, salah satu aspek dalam kasus ijime (? ? ? )

yang paling menonjol dan sangat tidak masuk akal adalah kenyataan para siswa

yang melakukan ijime (? ? ? ) cenderung tidak merasa berdosa tentang

tindakan kejam yang dilakukan. Pada umumnya, banyak siswa yang sering

menyaksikan ijime ( ? ? ? ) justru tidak melakukan apa pun untuk

menghentikan peristiwa tersebut dan mereka lebih memilih untuk tidak terlibat.

Seperti yang terjadi pada satu peristiwa seorang siswa SMP (

? ? ?? ? ? ? ? ? ?

) meninggal karena diijime (? ? ? ). Para pelaku tindakan ijime (? ?

? ) tidak peduli dan tidak menunjukkan perasaan bersalah terhadap kejadian

tersebut. Akibat seringnya kasus seperti ini telah dilakukan penelitian

mengenai ada atau tidaknya kasus ijime (? ? ? ) di kalangan siswa SD (

? ? ?? ? ? ? ? ? ?

), SMP (? ? ?? ? ? ? ? ? ?

) dan SMA (? ?? ? ? ?

? ?? ? ? ?

) dan respon terhadap pelaku

ijime (? ? ? ) dengan meneliti 2000 orang anak SMP (? ? ?? ? ? ? ? ? ?

) yang ada di

seluruh Jepang. Hasilnya menyatakan bahwa terdapat sejumlah siswa-sekolah

acuh tidak acuh terhadap masalah ijime (? ? ? ) yang terjadi di lingkungan

mereka, serta ada juga siswa yang tidak memihak (menyetujui) tindakan ijime (

? ? ? ) dan tidak membawa hal tersebut ke dalam kelompok berteman

Page 18: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 86

(nakama shudan ? ?? ? ?

? ?? ? ? ? ?

), tetapi mereka juga tidak bertindak apa pun

apabila melihat peristiwa ijime (? ? ? ) karena tidak ingin terlibat atau

dilibatkan.

Simpulan

Nilai budaya Jepang sangat berperan dalam kehidupan masyarakatnya.

Nilai budaya Jepang mengatur masyarakat Jepang dalm berinteraksi. Keluarga

sebagai kelompok terkecil dalam masyarakat Jepang merupakan tempat awal

bagi anak-anak Jepang belajar mengenal dan bersosialisasi dengan nilai-nilai

budaya Jepang yang didasari oleh nilai nakama ishiki, yaitu kesadaran diri dari

bagian kelompok dan tidak pernah menonjolkan keberadaan ego dalam

kelompok itu. Kesadaran hidup berkelompok yang disebut dengan nakama ishi

mulai dipelajari dan diwujudkan oleh anak-anak Jepang sejak mereka bergaul

dalam kelompok keluarga sampai kepada kelompok yang lebih besar, yaitu

kelompok pertemanan sekolah.

Pembentukan moral anak sekolah dapat dilihat dalam situasi di dalam

kelas karena kelas adalah suatu kelompok masyarakat kecil, dan tidak ada

seorang pun anggota kelompok kecil ini akan bertindak sendiri-sendiri. Di

dalam kelas pun banyak hal yang dapat dipelihara bersama. Hal ini

menumbuhkan rasa solidaritas anak, seperti memiliki ide bersama, perasaan

bersama, dan tanggung jawab bersama di antara anak-anak tersebut.

Munculnya fenomena ijime (? ? ? ) dalam masyarakat merupakan

tindakan yang dilakukan oleh anak ketika mereka belajar untuk menyesuaikan

diri. Ada banyak hal yang dilakukan anak dalam kasus ijime (? ? ? ), salah

satunya dilakukan dengan cara berkelahi. Seorang anak ingin menunjukkan apa

yang ada di dalam dir sendiri dan apa yang diinginkan sebenarnya. Anak-anak

Page 19: Shuudan shugi & Ijime

Nilai Moral ShudanShugi dan Munculnya Feomena Ijme (Ekayani Tobing)

87

sekolah ini melakukan ijime (? ? ? ) untuk mendapatkan rasa memiliki atau

popularitas di antara rekan-rekannya, memelihara kepemimpinan kelompok,

dan memengaruhi anak lain dengan ancaman untuk bertindak atau

berhubungan dengan mereka yang bertujuan untuk memuaskan diri pelaku

ijime (? ? ? ) terhadap pencarian ‘kekuasaan relasional’.

i Nisbet dalam Parsudi Suparlan, Manusia Indonesia, Individu Keluarga dan Masyarakat: Masalah-masalahSosial dan Ilmu Sosial Dasar,Jakarta, Rineka Cipta 1986,hal 62 ii Hamaguchi, Enshu &Kumon Shunbei,Nihonteki Shudan Shugi, Tokyo,1994, 16 iii Nakane Chie, Japanese Society, Tokyo, Minami Shoten,1970, hal. 70. iv Nojuu, Shinsaku, Kodomo to Ijime, Tokyo: Otsuki Shoten, 1989, hal. 44. v Nakane Chie, Japanese Society, Tokyo:Minami Shoten,1970, hal. 70. vi Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, Rineka Cipta, 1996, 120-121. vii Nakane Chie, The Price of Tradition,Tokyo: Minami Shoten,1993, hal 77 viii Chie, Japanese Society, 140-141. ix Merry White, Japanese Overseas: Can They Go Home Again, New Jersey, 1992, hal 7 xYoshihiro Shimizu, Kodomo no Shitsuke To Gakko Seikatsu, Tokyo:Daigaku Shuppan, 1989, hal. 40 xi Emile Durkheim, Sosiologi dan Filsafat, trans. Soedjono Dirdjosisworo, S.H. Jakarta: Erlangga, 1989 114. xii Emile Durkheim, His Life and Work, ed. Steven Kes, 1st (Stanford University Press, 1985) 149.

Page 20: Shuudan shugi & Ijime

LINGUA Vol.9 No.1, Maret 69—88 88

xiii Durkheim 153. xiv Durkheim, Sosiologi Dan Filsafat, 1988, 12-14. xv Nojuu Shinsaku, Kodomo to Ijime, Tokyo: Otsuki Shoten, 1989, hal. 44. xvi Shinsaku, 50. xvii Emile Durkheim, Pendidikan Moral, Jakarta: PT Gramedia 1986, hal.150-171 xviii Shimizu, Op. Cit., hal. 828 xix Nojuu, 62.

DAFTAR PUSTAKA

Chie , Nakane, Japanese Society, Tokyo, Minami Shoten,1970

Chie, Nakane, The Price of Tradition, Tokyo: Minami Shoten,1993

Durkheim, Emile, Pendidikan Moral, ed. Anthony Giddens, Cambridge

University Press, 1986

Emile Durkheim, Sosiologi dan Filsafat, trans. Soedjono Dirdjosisworo, S.H.

Jakarta: Erlangga, 1989

Enshu, Hamaguchi, Kumon Shunbei, Nihonteki Shudan Shugi, Tokyo,1994

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, Jakarta: Rineka Cipta, 1996

Nisbet dalam Parsudi Suparlan, Manusia Indonesia, Individu Keluarga dan

Masyarakat: Masalah-masalahSosial dan Ilmu Sosial Dasar, Jakarta,

Rineka Cipta 1986

Shinsaku, Nojuu, Kodomo to Ijime, Tokyo: Otsuki Shoten, 1989

Shimizu, Yoshihiro, Kodomo no Shitsuke To Gakko Seikatsu, Tokyo:Daigaku

Shuppan, 1989

White, Merry , Japanese Overseas: Can They Go Home Again, New Jersey,

1992.