seri kajian sastra klasik - wordpress.com · ada kurang dan salah mohon koreksinya. terima kasih...

160

Upload: others

Post on 07-Jul-2020

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani
Page 2: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

i

SERI KAJIAN SASTRA KLASIK

SERAT CIPTA WASKITHA

Page 3: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

ii

Page 4: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

iii

SERI KAJIAN SASTRA KLASIK

SERAT CIPTA WASKITHA

SISKS Pakubuwana IV

TERJEMAH DAN KAJIAN DALAM BAHASA INDONESIA OLEH:

BAMBANG KHUSEN AL MARIE

2018

Page 5: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

iv

Page 6: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

v

KATA PENGANTAR

Serat Cipta Waskitha karya Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Susuhunan Pakubuwana IV adalah salah satu karya beliau yang cukup dikenal. Isi dari serat ini mengajak agar kita tidak berhenti pada pengamalan atau laku fisik semata, tetapi juga mencari makna di balik berbagai laku yang kita amalkan.

Secara bahasa Cipta Waskitha artinya pikiran yang tajam. Yang dimaksud di sini adalah pikiran yang mampu menjangkau realitas adialami, segala sesuatu yang tidak tampak oleh mata dan terdengar oleh telinga. Serat ini mendorong agar kita menjadi orang yang waskitha, yakni orang yang tajam mata batinnya, mampu melihat kenyataan di balik tabir duniawi.

Meski demikian serat ini tidaklah berisi metode atau laku yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Isi serat ini lebih mengajak agar pikiran kita terbuka dan tidak memahami sesuatu secara sempit. Beberapa nasihat kepada anak muda disampaikan dalam serat ini. Maka serat ini termasuk dalam kategori serat piwulang. Sebagaimana karya-karya piwulang lain, serat ini mesti dibaca dengan hati terbuka. Anggap saja sebagai nasihat dari para leluhur kepada kita yang belum banyak pengalaman.

Mengingat serat ini ditulis hampir 200 tahun yang lalu, tentu ada beberapa bagian yang mungkin tidak relevan dengan perkembangan zaman. Kita mesti bersikap kritis terhadap karya sastra lama, walau kita tetap harus cerdas dalam menyaring nasihat yang masih berguna untuk kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Akhirnya kami ucapkan selamat membaca. Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya.

Pengkaji

Page 7: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vi

TRANSLITERASI ARAB-LATIN viii

TRANSLITERASI JAWA-LATIN ix

PUPUH PERTAMA DHANDHANG GULA 1

Kajian (1:1): Puruhitaa Saniskareng Kawruh 2 Kajian (1:2) Mamrih Wahyeng Gita 5 Kajian (1:3): Aywa Kongsi Katlanjuk 7 Kajian (1:4): Dununge Patang Prekawis 10 Kajian (1:5): Allah Dedalaning Mulya 13 Kajian (1:6): Bebasan Amung Bebangus 15 Kajian (1:7) Nora Mantra-Mantra Genaha 18 Kajian (1:8): Mung Ngelmu Garejegan 20 Kajian (1:9): Watak Guru Samangkya 23 Kajian (1:10): Sayekti Becik Uga Yen Sumurup 26 Kajian (1:11): Kang Bisa Bawana-Bawani 28 Kajian (1:12): Dadya Lamuk-Lamuk 30 Kajian (1:13): Den Wruh ing Uripira 32 Kajian (1:14): Tan Pisah Mring Hyang Agung 35 Kajian (1:15): Wujudira Ana Kang Mujudi 37 Kajian (1:16): Lakonana Srengat Nabi 39 Kajian (1:17): Wruha Maring Sapa 42 Kajian (1:18): Unine Kitab Rasakna 44 Kajian (1:19): Empat Tingkat Paham Kitab 47 Kajian (1:20): Kukum Patang Prekara 49 Kajian (1:21): Lire Kukum Wenang 51 Kajian (1:22): Tegese Kukum Wajib lan Adat 53 Kajian (1:23): Weruha Marang Njeng Nabi 56 Kajian (1:24): Ana Martabat Premati 58 Kajian (1:25): Papane Kukum Wenang lan Wajib 60 Kajian (1:26): Papane Ukum Ngadat lan Mokal 63 Kajian (1:27): Lire Ukum Mustahil 65 Kajian (1:28): Mangertia Ukum kang papat 68

Page 8: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

vii PUPUH KEDUA GAMBUH 70

Kajian (2:1-2): Tegese Haram lan Batal 71 Kajian (2:3-6): Maknane Suci Saking Najis 73 Kajian (2:7-8): Aja Katungkul Geguyonan 77 Kajian (2:9-10): Wruha Kang Nunggal Wujud 80 Kajian (2:11-12): Wong Pantes Disingkiri 83 Kajian (2:13-14): Titikane anèng solah muna-muni 85 Kajian (2:15-17): Den Weruh Ing Panuju 87 Kajian (2:18-19): Aywa Nurut Kang Nora Patut 90 Kajian (2:20-21): Ala Becik Den Kawruhi 93 Kajian (2:22-23): Pralambanging Gesanging Manungsa 95 Kajian (2:26-27): Tan Prabeda Jagad Kalorone 99 Kajian (2:28-29): Lire Jagad Gedhe Lan Cilik 101 Kajian (2:30-32): Patrape Kang Wus Putus Ngelmu 104 Kajian (2:33-34): Tangeh Lamen Nemu Pitutur 107 Kajian (2:35-37): Maksih Salah Dudon 110 Kajian (2:38-39): Yekti Awon Kang Ninggal Ilmune 113 Kajian (2:40-41): Dudu Iku Kang Katuju 115 Kajian (2:42-43): Satuhune Cegah Dhahar Guling 117 PUPUH KETIGA M I J I L 119

Kajian (3:1-2): Yen Kawedhar Mbilaheni 120 Kajian (3:3-6): Pramlambange Pen Lan Tulisan 122 Kajian (3:7-9): Hyang Suksma Sarwa Weruh 126 Kajian (3:10-11): Siyang Ratri Anjenengi 130 Kajian (3:12-14): Kadya Prau Ing Samudra 132 Kajian (3:15-16): Lamun Sira Anggeguru 135 Kajian (3:17-19): Ywa Salah Tarka 138 Kajian (3:20-21): Anglimputi Reh Dumadi 141 Kajian (3:22-23): Ywa Mutung Ing Kalbu 144 Kajian (3:24-27): Sasmitaning Patang Prekara 146 Kajian (3:28): Panutup 150

Page 9: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

viii

Transliterasi Arab ke Latin

Untuk kata-kata Arab yang ditulis dalam huruf latin dan diindonesiakan, tulisan ini memakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Disempurnakan. Untuk kata-kata yang belum diindonesiakan bila ditulis dalam huruf latin mempergunakan transliterasi sebagai berikut:

a, i, u = ا

b = ب t = ت ts = ث j = ج h = ح kh = خ d = د dz = ذ

r = ر z = ز s= س sy = ش sh = ص dl = ض th = ط dh = ظ ‘ = ع

gh = غ f = ف q = ق k = ك l = ل m = م n = ن w = ؤ h = ه y = ي

Page 10: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

ix

Transliterasi Jawa ke Latin

Transliterasi kata-kata Jawa yang ditulis dalam hurf latin adalah sebagai berikut.

= Ha = Na = Ca = Ra = Ka

= Da = Ta = Sa = Wa = La

= Pa = Dha = Ja = Ya = Nya

= Ma = Ga = Ba = Tha = Nga

Page 11: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 1

PUPUH KESATU

DHANDHANGGULA

Page 12: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 2

Kajian Cipta Waskitha (1:1): Puruhitaa Saniskareng Kawruh Pupuh 1, bait 1, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Sakamantyan kumabangkit-bangkit, lir sarkara wasitaning sastra. Sasmita karaharjane, mring sagung anak putu, ingkang karsa mangrancang kapti. Sira puruhitaa, saniskarèng kawruh, mring jana kang wus nimpuna. Ing sarasa sarahsèng kamuksan kaki, kanggo ing kene kana.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Satu kelebihan dari yang cerdik pandai, seperti tembang Dhandhang Gula yang terpuji diantara susastra. Isyarat keselamatan, kepada segenap anak cucu, yang ingin merencanakan kehendak. Engkau bergurulah, dalam segala pengetahuan, kepada orang pintar yan sudah sempurna ilmunya. Dalam satu rasa rahasia tentang akhirat, anakku, yang berguna di sini dan di sana.

Kajian per kata:

Sakamantyan (satu kelebihan) kumabangkit-bangkit (yang pintar-pintar, cerdik pandai), lir (seperti) sarkara (tembang Dhandhang Gula) wasitaning (yang terpilih) sastra (dalam pengetahuan). Satu kelebihan dari yang cerdik pandai, seperti tembang Dhandhang Gula yang terpuji diantara susastra.

Kelebihan dari seorang cerdik pandai di antara sesama manusia, adalah ibarat kelebihan tembang Dhandhang gula di antara tembang-tembang lain yang sering dipakai untuk menuliskan karya susastra. Kalimat ini

Page 13: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 3 menunjukkan dua hal, pertama kelebihan tembang Dhandhang Gula di antara tembang-tembang yang lain. Kalau kita lihat Dhandhang Gula adalah favorit bagi para penyusun serat dan suluk atau karya-karya babad. Irama tembang Dhandhang Gula yang agung, berwibawa dan syahdu, sangat pas untuk menyampaikan pesan-pesan, ajaran dan piwulang luhur.

Ibarat tembang Dhandhang Gula tadi, yang terpuji di antara tembang lain, seorang manusia yang dikaruniai pengetahuan yang luas, cerdik pandai, cendekia, juga menjadi seorang yang terpilih di antara manusia.

Kedua, penyebutan kata sarkara juga menandakan bahwa pupuh ini memakai format tembang Dhandhang Gula.

Sasmita (isyarat) karaharjane (keselamatannya), mring (kepada) sagung (segenap) anak (anak) putu (cucu), ingkang (yang) karsa (ingin) mangrancang (merencanakan) kapti (pikiran, kehendak). Isyarat keselamatan, kepada segenap anak cucu, yang ingin merencanakan kehendak.

Itulah isyarat kepada anak cucu agar mereka mengerti, memahami kenyataan ini. Penting bagi mereka untuk merencanakan masa depan mereka dengan berdasarkan satu pandangan bahwa orang yang mulia adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan.

Sira (engkau) puruhitaa (bergurulah), saniskarèng (dalam segala) kawruh (pengetahuan), mring (kepada) jana (orang pintar) kang (yang) wus (sudah) nimpuna (sempurna ilmunya). Engkau bergurulah, dalam segala pengetahuan kepada orang pintar yan sudah sempurna ilmunya.

Oleh karena itu, bergurulah engkau dalam segala pengetahuan kepada orang pintar yang sudah sempurna ilmunya. Bagaimanakah orang pintar yang sudah sempurna ilmunya itu?

Ing (dalam) sarasa (satu rasa) sarahsèng (rahasia dalam) kamuksan (akhirat, surga) kaki (anakku), kanggo (yang berguna) ing kene (di sini) kana (sana). Dalam satu rasa rahasia tentang akhirat, anakku, yang berguna di sini dan di sana.

Yakni orang yang telah satu rasa dengan rahasia alam akhirat. Engkau anakku, belajarlah tentang ilmu itu. Ilmu yang dapat dipakai untuk hidup di sini dan di sana. Kata ing kene (di sini) merujuk kepada kehidupan dunia ini. Sedangkan kata kana (di sana) merujuk pada kehidupan akhirat.

Page 14: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 4 Orang Jawa sering menyebut akhirat dengan kata ing kana-ne, artinya yang di sana. Kata kanane juga bisa berarti kanan-e, yang di kanan. Yang di kanan artinya yang diutamakan atau diprioritaskan. Kita kalau memegang, mengambil, membawa atau bersalaman selalu memakai tangan kanan. Setiap melakukan perbuatan baik selalu melangkah dengan mendahulukan kaki kanan. Ini menjadi isyarat bahwa ing kana-ne (alam yang di sana, yakni alam akhirat, adalah lebih utama, (kanan-e).

Pengertian ini cocok dengan kehidupan sehari-hari, orang yang durhaka, atau mereka-mereka yang berjalan di dalam kejahatan disebut lumaku ngiwa, berjalan di kiri. Sebuah pengertian kata yang pas (mathis) antara makna dan bentuk.

Page 15: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 5

Kajian Cipta Waskitha (1:2) Mamrih Wahyeng Gita Pupuh 1, bait 2, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lamun sira puruhita kaki, kang sumôndha mamrih wahyèng gita. Sadarganên turidane, ywa kongsi kênèng sirung, marang ingkang sira guroni. Mandar anora raga, ywa sira kalimput, sanggya surasèng kang nyata. Dimèn sira antuk wilasa kang sidhi, wasitaning pandhita.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau engkau berguru anakku, yang tekun agar keluar dalam ajaran. Perkirakan apa yang menyenangkannya, jangan sampai terkena rasa tidak senang, kepada yang engkau gurui. Malah seharusnya bersikap sopan, jangan engkau lalai, dalam semua pengertian yang nyata. Agar engkau mendapat kasih yang benar, pengajaran dari pendeta.

Kajian per kata:

Lamun (kalau) sira (engkau) puruhita (berguru) kaki (anakku), kang (yang) sumôndha (tekun, tawadhu, bersandar kepada guru) mamrih (agar) wahyèng (keluar dalam) gita (tembang, ajaran). Kalau engkau berguru anakku, yang tekun agar keluar dalam ajaran.

Kalau engkau berguru, anakku, yang tawadhu’, berserah diri, bersandar, kepada gurumu. Agar keluar darinya ajaran-ajaran dari pengetahuannya. Upayakan engkau agar dapat mengambil dari keahlian gurumu, ilmu apa yang menjadi spesialisasinya, agar diturunkan kepadamu.

Page 16: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 6 Sadarganên (perkirakan) turidane (yang menyenangkannya), ywa (jangan) kongsi (sampai) kênèng (terkena) sirung (marah, rasa tidak senang), marang (kepada) ingkang (yang) sira (engkau) guroni (gurui). Perkirakan apa yang menyenangkannya, jangan sampai terkena rasa tidak senang, kepada yang engkau gurui.

Perkirakan apa yang menyenangkan baginya, jangan sampai engkau kena marah, atau rasa tidak senang dari gurumu kepadamu. Jika gurumu merasa senang kepadamu pasti ilmunya akan diturunkan kepadamu dengan senang hati. Namun jika tidak berkenan, atau menyimpan rasa tidak suka pasti akan setengah hati mengajarkan kepadamu.

Mandar (malah seharusnya) anora raga (bersikap sopan), ywa (jangan) sira (engkau) kalimput (lalai), sanggya (dalam semua) surasèng (pengertian, makna) kang (yang) nyata (nyata). Malah seharusnya bersikap sopan, jangan engkau lalai, dalam semua pengertian yang nyata.

Karenanya engkau seharusnya dapat bersikap sopan, jangan engkau sampai lalai dalam melayaninya. Dalam semua pengertian yang nyata, dalam segala tindak tandukmu.

Dimèn (agar) sira (engkau) antuk (mendapat) wilasa (kasih) kang (yang) sidhi (benar), wasitaning (pengajaran dari) pandhita (pendeta). Agar engkau mendapat kasih yang benar, pengajaran dari pendeta.

Agar engkau mendapat kasih yang benar darinya, yakni berupa pengajaran dari sang pendeta (gurumu). Dalam bait ini dianjurkan agar seorang murid dapat melayani gurunya dengan sepenuh hati dengan sikap sopan dan penuh pengharapan agar ilmu yang dipelajari dapat diturunkan dengan sempurna. Inilah pentingnya agar hati sang guru selalu berkenan, dan selalu meridhai muridnya. Jika demikian sang guru akan senang jika kelak sang murid berhasil dalam hidupnya. Seorang guru adalah laksana orang tua kedua bagi seorang murid, maka berbakti kepadanya adalah suatu kewajiban.

Page 17: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 7

Kajian Cipta Waskitha (1:3): Aywa Kongsi Katlanjuk Pupuh 1, bait 3, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Dêdalane kawruhana dhingin, patang prakara sira wikana, aywa kasusu kalape, gagasên rahsanipun. Yèn tumpangso asalah dalih, nglimput kaliru tômpa, têmah salah surup. Kang kaliru surupêna, supayane wruh unggyaning ala bêcik, ywa kongsi katlanjukan.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Jalan-jalannya ketahuilah dahulu, empat perkara engkau ketahuilah, jangan tergesa diambil, pikirkan rahasianya. Kalau berimpit salah paham, lalai salah terima, sehingga salah pengertian. Yang keliru ketahuilah, supaya mengetahu tempat buruk dan baik, jangan sampai salah penerapan.

Kajian per kata:

Dêdalane (jalan-jalannya) kawruhana (ketahulah) dhingin (dahulu), patang (empat) prakara (perkara) sira (engkau) wikana (ketahuilah), aywa (jangan) kasusu (tergesa) kalape (diambil), gagasên (pikirkan) rahsanipun (rahasianya). Jalan-jalannya ketahuilah dahulu, empat perkara engkau ketahuilah, jangan tergesa diambil, pikirkan rahasianya.

Jalan-jalannya engkau ketahuilah dahulu, empat perkara ketahuilah. Jangan tergesa-gesa untuk diambil, pikirkan rahasianya. Kata kalap artinya diambil untuk dimanfaatkan, artinya kalau belajar jangan tergesa-gesa menggunakan ilmunya kalau belum sempurna. Arti kata rahsa adalah rahasia terdalam, atau rasa yang sebenarnya dari ilmu itu. Maksudnya

Page 18: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 8 sebelum menggunakan ilmu itu, capailah rasa yang terdalam, inti dari ilmu itu, sehingga benar-benar menguasai. Tergesa-gesa dalam menggunakan ilmu sebelum sempurna akan berakibat seseorang terjebak pada sikap sombong, atau umuk, sikap yang cenderung pamer ilmu.

Yèn (kalau) tumpangso (berimpit) asalah dalih (salah paham), nglimput (lalai) kaliru tômpa (salah terima), têmah (sehingga) salah surup (salah pengertian). Kalau berimpit salah paham, lalu salah terima, sehingga salah pengertian.

Kalau belum paham benar, belum menguasai suatu ilmu dengan sempurna, bisa bisa mengakibatkan empat kesalahan.

Yang pertama tumpang suh, artinya saling mengait pengertian lain sehingga tak dapat membeda-bedakan, campur aduk tidak karuan.

Yang kedua salah dalih, yakni salah dalam menerapkan. Karena mengira ilmunya sudah sempurna lalu diterapkan dalam segala hal.

Yang ketiga kalimput atau lalai dalam memakainya. Semua lalu dipandang dengan dasar ilmu baru yang belum dikuasainya itu. Lalu tampaklah semua kesalahan orang lain baginya, karena dia memandang dengan ilmu yang belum sempurna. Padahal ilmu itu luas tak bertepi, yang tidak sesuai dengan ilmunya belum tentu salah.

Yang keempat adalah kaliru tômpa atau salah terima. Akibatnya menjadi salah pengertian, ilmu yang dikuasainya mogol, atau setengah matang. Belum pintar tapi juga tidak merasa bodoh. Fatal kan?

Kang (yang) kaliru (keliru) surupêna (ketahuilah), supayane (supaya) wruh (menggetahui) unggyaning (tempat dari) ala (buruk) bêcik (baik), ywa (jangan) kongsi (sampai) katlanjukan (salah penerapan). Yang keliru ketahuilah, supaya mengetahu tempat buruk dan baik, jangan sampai salah penerapan.

Agar terhindar dari keadaan seperti itu, ketahuilah dahulu letak dari kekeliruan, supaya mengetahui tempat dari yang buruk dan yang baik. Jangan sampai salah pengertian, yang berujung salah menerapkan.

Sempurnanya suatu kebenaran baru tercapai jika sudah mengetahui kesalahan-kesalahannya juga. Mengetahui hal-hal yang benar itu perlu, tetapi yang tak kalah adalah mengetahui hal-hal yang salah. Agar kita

Page 19: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 9 tidak terjerumus dalam hal-hal yang salah itu. Mengetahui hal-hal yang baik adalah tujuan dari ilmu. Namun perlu diketahui juga hal-hal yang buruk, agar kita dapat terhindar darinya.

Di sini berlaku prinsip negasi: jika A adalah baik maka lawan dari A adalah buruk. Namun harus waspada karena tidak semua selain A adalah buruk. Misalnya bisa juga B itu baik, C itu baik dan seterusnya. Kesalahan yang sering terjadi pada para pemula adalah ketika mengetahui bahwa A itu baik, kemudian dia menganggap bahwa selain A adalah buruk. Waspadalah dan berhati-hatilah dalam mengindentifikasi: bahwa jika A itu baik, yang buruk adalah lawan dari A, bukan semua yang selain A.

Page 20: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 10

Kajian Cipta Waskitha (1:4): Dununge Patang Prekawis Pupuh 1, bait 4 , Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lan dununge kang kawan prakawis, abang irêng kuning lawan pêthak, pangwasane dhewe-dhewe. Kang têlu ngurung laku, kang sawiji luwih prayogi. Yèn têlu binuwanga, jagad yêkti suwung. Kang siji kalawan apa, jumênênge yèn tan ana kang ngrusuhi, marmane kawruhana.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Dan letaknya yang empat perkara, merah, hitam, kuning dan putih, kekuasaannya sendiri-sendiri. Yang tiga mengurung perbuatan, yang satu lebih baik. Kalau yang tiga dibuang, dunia sungguh akan sunyi. Yang satu dengan apa, bedirinya kalau tak ada yang merepoti, oleh karenanya ketahuilah.

Kajian per kata:

Lan (dan) dununge (letaknya) kang (yang) kawan (empat) prakawis (perkara), abang (merah) irêng (hitam) kuning (kuning) lawan (dan) pêthak (putih), pangwasane (kekuasaannya) dhewe-dhewe (sendiri-sendiri). Dan letaknya yang empat perkara, merah, hitam, kuning dan putih, kekuasaannya sendiri-sendiri.

Dan letaknya yang empat perkara tadi, merah, hitam, kuning dan putih. Kekuasaannya sendiri-sendiri. Keempat kata itu adalah simbol-simbol dari apa yang ada di dalam diri manusia.

Page 21: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 11 Kang (yang) têlu (tiga) ngurung (mengurung) laku (perbuatan), kang (yang) sawiji (satu) luwih (lebih) prayogi (baik). Yang tiga mengurung perbuatan, yang satu lebih baik.

Yang tiga mengurung perbuatan, merintangi jalan, yang satu lebih baik.

Yèn (kalau) têlu (yang tiga) binuwanga (dibuang), jagad (dunia) yêkti (sungguh) suwung (sunyi). Kalau yang tiga dibuang, dunia sungguh akan sunyi.

Tetapi kalau yang tiga dibuang, dunia ini sungguh akan sunyi.

Kang (yang) siji (satu) kalawan (dengan) apa (apa), jumênênge (berdirinya) yèn (kalau) tan (tak) ana (ada) kang (yang) ngrusuhi (merepoti), marmane (oleh karenanya) kawruhana (ketahuilah). Yang satu dengan apa, bedirinya kalau tak ada yang merepoti, oleh karenanya ketahuilah.

Yang satu, dengan apa dia akan berdiri, kalau tidak ada tiga lainnya yang merepoti. Oleh karena itu masing-masing dari yang empat itu ketahuilah.

Teori empat perkara ini nanti akan selalu keluar di bait-bait berikutnya. Penggubah serat ini tidak memberi rincian tentang keempat perkara di dalam bait ini secara mendetail. Juga tidak diterangkan di dalam bait-bait berikutnya. Maka ijinkan saya memberi penafsiran yang diluar konteks bahasan kita. Sekedar sebagai perbandingan saja.

Dalam diri manusia ada empat kekuatan yang menjadi sumber dari gerakan manusia. Gerak di sini bukan dalam pengertian fisik, tetapi merujuk pada gerak substansi, yakni perkembangan manusia dari lahir sampai ajal.

Yang pertama adalah nafsu amarah. Nafsu ini mendorong manusia untuk menghindar dari rasa sakit. Dengan nafsu ini manusia berani menentang bahaya yang akan mencelakainya. Kemudian membangun pertahanan dan meningkatkan kewaspadaan. Letak dari nafsu amarah ini adalah di dada. Maka kalau orang dikuasai nafsu amarah dadanya akan bergemuruh. Kalau orang Jawa menyebut: jaja bang mawinga-winga, dada memerah dan napas tersengal-sengal.

Yang kedua adalah nafsu syahwat. Nafsu ini mendorong manusia untuk mencapai kenikmatan. Segala angan manusia tentang kenikmatan

Page 22: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 12 didorong oleh nafsu syahwat ini. Dengan nafsu inilah manusia tergerak untuk berkembang biak, menjadi besar, dan menjadi kuat. Letak dari nafsu syahwat ini adalah di perut (dan bawahnya). Maka kalau orang dikuasai nafsu syahwat pasti akan muncul sinyal ketidakberesan di organ itu.

Yang ketiga adalah kemampuan berpikir. Dengan kemampuan inilah manusia membuat segala perbuatannya menjadi mudah, menerapkan strategi, mengenali lingkungan dan menetapkan tujuan. Juga membuat manusia menemukan solusi jika tertimpa kesulitan. Letak dari kemampuan berpikir adalah di kepala. Maka kalau orang tertimpa masalah yang rumit dan perlu pemecahan, biasanya akan nyekel bathuk.

Ketiga kekuatan itu tadi bisa tidak terkontrol dan saling meraja lela jika tidak dikendalikan. Maka manusia perlu satu lagi kekuatan, yakni kebijaksanaan. Dengan sikap bijaksana manusia memberi keadilan bagi ketiga kekuatan tadi. Misalnya, kalau tidak dikontrol nafsu syahwat, sebagai contoh nafsu makan enak, akan merajalela. Sehari bisa makan 10 porsi sate kambing. Namun seorang bijaksana tahu kapan harus berhenti makan. Satu contoh lagi, seseorang yang menuruti nafsu syahwat bisa saja mengandeng 20 perempuan sebagai pemuas nafsu seksnya. Namun orang yang bijaksana tahu kadar yang baik baginya. Toh jika dituruti pun takkan mencapai kepuasan, maka lebih baik nafsunya dikontrol saja. Letak dari kebijaksanaan adalah di hati. Oleh karena Nabi berkata jika hati seseorang baik, maka baiklah seluruh perbuatannya.

Walau demikian, tugas hari tadi hanyalah mengontrol dan mengatur porsi bagi ketiga kekuatan itu. Hati tidak bisa berdiri sendiri tanpa ketiganya. Jika salah satu dari yang tiga tidak ada maka timpanglah hidup manusia. Meski hati selalu repot dalam mengatur ketiga hal tesebut, tanpa ketiganya hati pun tak dapat mengantar manusia menuju kesempurnaan.

Inilah tafsiran dari empat perkara yang disebut di dalam bait ini.

Page 23: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 13

Kajian Cipta Waskitha (1:5): Allah Dedalaning Mulya Pupuh 1, bait 5, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Wong nèng donya kang lumrah tan mikir, Allah iku dêdalaning mulya. Lamun bênêr pangêtrape, bôngsa tri prakarèku, agung niksa marang sawiji. Lamun wus kinawruhan, anggêpe angratu, nanging kang durung nyurasa, ala iku liwat luwih nora sudi, tuna ing uripira.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Orang ada di dunia yang lazim tak berpikir, Allah itu jalan kepada kemuliaan. Kalau benar penerapannya, sebangsa tiga perkara itu, sangat menyiksa yang satu. Kalau sudah diketahui, anggapannya menjadi raja, tetapi yang belum memahami makna, buruk itu lewat lebih tidak mau, rugi dalam kehidupanmu.

Kajian per kata:

Wong (orang) nèng (ada di) donya (dunia) kang (yang) lumrah (lazim) tan (tak) mikir (berpikir), Allah (Allah) iku (itu) dêdalaning (jalan kepada) mulya (kemuliaan). Orang ada di dunia yang lazim tak berpikir, Allah itu jalan kepada kemuliaan.

Orang di dunia ini yang lazim tidak berpikir, kalau Allah adalah jalan kepada kemuliaan. Sesungguhnya Allah itulah jalan kemuliaan jika orang-orang mau berpikir, tetapi kebanyakan mereka lalai. Mereka lebih suka berpedoman kepada yang tampak. Oleh karena Allah itu ghaib, tak terlihat, maka banyak orang tidak mengerti. Agar mengerti perlu belajar, mencari guru yang mengajarkan ilmu sejati.

Page 24: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 14 Lamun (kalau) bênêr (benar) pangêtrape (penerapannya), bôngsa (sebangsa) tri (tiga) prakarèku (perkara itu), agung (besar, sangat) niksa (menyiksa) marang (pada) sawiji (yang satu). Kalau benar penerapannya, sebangsa tiga perkara itu, sangat menyiksa yang satu.

Kalau benar penerapannya, sebangsa yang tiga dari empat perkara tadi, sangat menyiksa kepada yang satu. Yang tiga itu bertolak belakang, berbeda dari yang satu dan berlawanan, bermusuhan, selalu merepotkan. Ini sesuai dengan penjelasan pada bait yang lalu, tentang pengaturan kekuatan pada diri manusia. Hati manusia yang berfungsi mengatur ketiganya selalu dalam keadaan kerepotan oleh ketiga kekuatan tersebut.

Lamun (kalau) wus (sudah) kinawruhan (diketahui), anggêpe (wataknya) angratu (menjadi raja), nanging (tetapi) kang (yang) durung (belum) nyurasa (memahami makna), ala (buruk) iku (itu) liwat (lewat) luwih (lebih) nora (tidak) sudi (mau), tuna (rugi) ing (dalam) uripira (kehidupanmu). Kalau sudah diketahui, wataknya menjadi raja, tetapi yang belum memahami makna, buruk itu lewat lebih tidak mau, rugi dalam kehidupanmu.

Walau hati selalu repot oleh ketiganya, tetapi kalau sudah diketahui cara mengatur ketiganya, hatilah yang menjadi raja. Tetapi yang belum memahami makna, yang tiga itu dianggap buruk dan tidak mau melewati, selalu menyingkiri. Jika demikian maka kita akan rugi dalam kehidupan.

Walau tiga yang lain selalu menyiksa yang satu ini yakni hati, kalau sudah mengetahui rahasia sebenarnya, yang satu ini wataknya menjadi raja. Yang satu mengatur ketiga yang lain, ketiganya ada untuk melayaninya. Oleh karena itu walau yang tiga tadi selalu merepotkan tetapi tidak boleh dibuang, karena akan sangat berguna.

Maka agar yang satu, yakni hati, dapat menjadi raja dan mampu mengatur ketiga yang lainnya, diperlukan pengetahuan, latihan dan disiplin diri. Inilah yang disebut laku. Namun dalam serat Cipta Waskitha ini tidak akan dibahas tentang laku tersebut karena sesuai judulnya serat ini hanya akan membahas apa yang terjadi dalam pikiran yang sudah terlatih. Titik berat dari serat ini adalah mencapai pikiran yang sempurna, cipta waskitha. Adapun mengenai laku dapat dilihat pada karya Sri Pakubuwana IV yang lain, seperti serat Wulang Reh. Beberapa diantaranya sudah kita kaji di blog ini.

Page 25: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 15

Kajian Cipta Waskitha (1:6): Bebasan Amung Bebangus Pupuh 1, bait 6, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Nanging ta dèn awas sira kaki, rèhning mêngko akèh wong kang bisa, bêbasan bêbangus bae. Angungasake catur, tutur liyan nora pinikir, mung cature pribadya lumaku rinungu. Carita patang prakara, êdat sipat asma apngal lawan malih, irêng bang kuning pêthak.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Namun harap awas engkau anakku, karena nanti banyak orang yang bisa, seumpama mengadu-adu saja. Menyombongkan perkataan, kata-kata orang lain tidak dipikir, hanya kata-kata sendiri, yang dijalani dan didengar. Cerita empat perkara, dzat sifat asma dan af’al dan lagi, hitam merah kuning putih.

Kajian per kata:

Nanging (namun) ta dèn (harap) awas (awas) sira (engkau) kaki (anakku), rèhning (karena) mêngko (nanti) akèh (banyak) wong (orang) kang (yang) bisa (bisa), bêbasan (seumpama) bêbangus (mengadu-adu) bae (saja). Namun harap awas engkau anakku, karena nanti banyak orang yang bisa, seumpama mengadu-adu saja.

Namun harap engkau waspada, sebelum sampai kepada pengetahuan sejati itu, weruh ing rahsa, akan banyak nanti orang yang bisa, namun bisanya hanya mengadu-adu, membujuk-bujuk, memperolok. Mbebangus artinya sangat agresif dalam meyakinkan orang lain agar menuruti kehendaknya,

Page 26: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 16 kata yang lain adalah ngucuk-ucuki, membujuk-bujuk dalam hal yang tidak baik.

Angungasake (menyombongkan) catur (perkataan), tutur (kata-kata) liyan (orang lain) nora (tidak) pinikir (dipikir), mung (hanya) cature (kata-kata) pribadya (sendiri), lumaku (dijalani) rinungu (didengar). Menyombongkan perkataan, kata-kata orang lain tidak dipikir, hanya kata-kata sendiri, yang dijalani dan didengar.

Mereka, yang mbebangus tadi, menyombongkan perkataannya. Kata-kata orang lain tidak dipikirkan, hanya kata-katanya sendiri yang dipakai, dijalani dan didengar.

Carita (cerita) patang (empat) prakara (perkara), êdat (dzat) sipat (sifat) asma (asma) apngal (af’al) lawan (dan) malih (lagi), irêng (hitam) bang (merah) kuning (kuning) pêthak (putih). Cerita empat perkara, dzat sifat asma dan af’al dan lagi, hitam merah kuning putih.

Penejelasan yang empat perkara tadi adalah dzat, sifat, asma dan af’al. Dan lagi hitam, merah, kuning dan putih.

Di sini teori empat perkara sudah diberi arti yang lain, yakni Dzat, sifat, asma dan af’al dari Allah SWT. Karena teori ini sangat berkaitan dengan teori beberapa aliran tarikat, kami tidak akan membahas terlalu detail. Takut nanti malah menjadi tidak jelas. Lagi pula di dalam serat ini keempat perkara itu juga tidak diuraikan secara rinci. Bahkan dibatasi bahwa keempatnya adalah rahasia Allah sendiri.

Orang yang mencoba menguraikannya hanyalah orang yang menduga-duga saja, atau menafsirkan keempatnya menurut pikirannya sendiri. Sepanjang penafsiran atas keempat perkara tersebut berguna untuk dirinya sendiri, maka silakan dipakai sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun jangan lalu memaksakan penafsiran tersebut sebagai kebenaran yang berlaku untuk semua orang. Kemudian menjadi pertentangan dan perdebatan yang tidak perlu. Percayalah Allah punya cara yang unik dalam menyapa hambanya.

Boleh jadi satu cara berguna bagi seseorang untuk mendekat kepada Tuhan. Namun selalu ada cara yang lain, yang dikhususkan kepada orang lain pula. Jika seseorang menjadi dekat dengan Tuhan dengan cara membaca kitab, silakan dilakukan. Namun mungkin orang lain akan

Page 27: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 17 merasa dekat dengan Tuhan jika melakukan hal lain, seperti dalam menyantuni anak yatim, atau merasa dekat jika melakukan shalat malam. Ada banyak jalan menuju Tuhan. Jadi gak perlu ribut antar sesama.

Page 28: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 18

Kajian Cipta Waskitha (1:7) Nora Mantra-Mantra Genaha Pupuh 1, bait 7, Dhandhang Gula (: 10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lan dununge ing sawiji-wiji, nora môntra-môntra yèn gênaha. Gunêm ngèlmu ngalih rame, balik rahsaning ngèlmu. Nora kêna sira kukuhi, êndi ingkang andadra, Iya iku suwung, yèn wong anom mêngko nora, rêbut unggul gunême angalah isin, ngukuhi kawruhira.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Dan letaknya satu per satu, tidak dapat dirasakan dengan jelas. Perkataan pengetahuan berpindah ramai, kembali rahasia. Tidak boleh engkau kukuhi, mana yang merajalela. Yaitu kosong, kalau orang muda nanti tidak, berebut menang perkataan mengalah malu, mengukuhi pengetahuannya.

Kajian per kata:

Lan (dan) dununge (letaknya) ing (pada) sawiji-wiji (satu per satu), nora (tidak) môntra-môntra (dirasakan) yèn (kalau) gênaha (jelas). Dan letaknya satu per satu, tidak dapat dirasakan dengan jelas.

Dan letaknya dari masing-masing, tidak dirasakan kalau jelas. Empat perkara itu tidak dapat ditentukan letaknya dimana.

Gunêm (perkataan) ngèlmu (pengetahuan) ngalih (berpindah) rame (ramai), balik (kembali) rahsaning (rahasia pada) ngèlmu (ngelmu). Perkataan pengetahuan berpindah ramai, kembali rahasia.

Page 29: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 19 Perbincangan pengetahuan tentang itu selalu berpindah-pindah, kembali kepada rahasia ilmu masing-masing. Karena tidak jelas letaknya itu kemudian menjadi perdebatan.

Nora (tidak) kêna (boleh) sira (engkau) kukuhi (kukuhi), êndi (mana) ingkang (yang) andadra (merajalela). Tidak boleh engkau kukuhi, mana yang merajalela.

Tidak boleh engkau mengukuhi atau ngotot. Mana yang menjadi-jadi dalam keyakinannya, padahal sama-sama tidak dapat menentukan. Sesuatu yang kepastiannya bagi mereka masih samar, tetapi mereka ngotot memperdebatkan.

iya iku (yaitu) suwung (kosong), yèn (kalau) wong (orang) anom (muda) mêngko (nanti) nora (tidak), rêbut (berebut) unggul (menang) gunême (perkataan) angalah (mengalah) isin (malu), ngukuhi (mengukuhikawruhira (pengetahuannya). Yaitu kosong, kalau orang muda nanti tidak, berebut menang perkataan mengalah malu, mengukuhi pengetahuannya.

Itu adalah keyakinan kosong. Kalau orang muda nanti berebut menang dalam perkataan, malu kalau kalah, mereka akan mengukuhi pengetahuannya.

Maksud dari gatra ini adalah; akan banyak orang muda yang berselisih, berebut menang dalam perkataan. Masing-masing akan mengukuhi argumennya sendiri-sendiri, padahal apa yang mereka perselisihkan hanyalah kosong. Arti kosong di sini merujuk kepada ilmu mereka yang masih kurang, bukan tentang apa yang mereka perselisihkan. Ibaratnya perselisihan mereka hanyalah pertengkaran dua orang bodoh, tentang dzat, sifat, asma dan af’al Tuhan.

Inilah alasan mengapa dalam bait yang lalu kita disarankan untuk tidak memperdebatkan tentang keempat perkara tersebut. Oleh karena sebenarnya kita pun tidak punya pengetahuan yang memadai tentangnya. Lebih baik kita fokus pada cara yang telah ditunjukkan oleh Allah sendiri kepada kita. Tidak perlu mengomentari cara-cara orang lain. Sepanjang semuanya menuju kebaikan, lebih baik kita jalan bersama, dan tidak harus sama caranya.

Page 30: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 20

Kajian Cipta Waskitha (1:8): Mung Ngelmu Garejegan Pupuh 1, bait 8, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Layak bae kang mangkono kaki, sabab gurune kaya mangkana. wirang yèn kalah ngèlmune, lan gaibing Hyang Agung, iku nora nganggo pinikir. Mung ngèlmu garêjêgan, kadya nglurug padu, iku kang padha ginulang. Watarèku yèn padha rêrasan ngèlmi, wêkasan pan sulaya.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Wajar saja yang demikian itu, anakku, sebab gurunya seperti demikian juga. Malu kalau kalah ilmunya, tentang gaibnya Tuhan yang Maha Agung, itu tidak pakai dipikir. Hanya ilmunya orang bertengkar, seperti menyerang untuk berdebat kusir, itu yang dipelajari. Sekiranya seperti itu kalau semuanya membicarakan ilmu, akhirnya hanya bertikai.

Kajian per kata:

Pada bait yang lalu telah ditunjukkan mengapa tidak perlu saling berdebat dan bertengkar, tentang sesuatu yang pengetahuan kita tidak memdai. Namun masih saja ada beberapa orang yang melakukannya. Bait ini dan beberapa bait berikutnya menyidir perilaku bodoh dari orang-orang yang sedang berjalan menuju Tuhan. Yakni saling tengkar sendiri. Bahkan para guru yang semestinya ilmunya sudah sempurna pun tidak luput dari pertengkaran semacam ini. Maka hendaklah orang muda yang baru berguru waspada. Jangan ditiru kelakuan mereka.

Layak (wajar) bae (saja) kang (yang) mangkono (demikian) kaki (anakku), sabab (sebab) gurune (gurunya) kaya (seperti) mangkana

Page 31: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 21 (demikian juga). Wajar saja yang demikian itu, anakku, sebab gurunya seperti demikian juga.

Wajar saja kalau mereka bersikap demikian, karena guru mereka pun bersikap seperti itu. Ada pepatah guru kencing berdiri murid kencing berlari, kalau gurunya sudah buruk wataknya murid akan menggandakannya. Murid akan selalu lebih pintar dari gurunya kelak, termasuk dalam hal watak buruk.

Wirang (malu) yèn (kalau) kalah (kalah) ngèlmune (ilmunya), lan (dengan) gaibing (ghaibnya) Hyang (Maha) Agung (Agung), iku (itu) nora (tidak) nganggo (pakai) pinikir (dipikir). Malu kalau kalah ilmunya tentang gaibnya Tuhan yang Maha Agung, itu tidak pakai dipikir.

Mereka (para guru itu) malu kalau kalah ilmu. Yakni ilmu tentang ghaibnya Tuhan Yang Maha Agung. Satu ilmu yang seharusnya membuat pelakunya makin bersikap tawadhu’, bukan malah saling memperlombakan ilmunya. Yang demikian itu tidak dipikirkan.

Mung (hanya) ngèlmu (ilmunya) garêjêgan (orang bertengkar), kadya (seperti) nglurug (menyerang) padu (berdebat kusir), iku (itu) kang (yang) padha ginulang (dipelajari). Hanya ilmunya orang bertengkar, seperti menyerang untuk berdebat kusir, itu yang dipelajari.

Mungkin memang sebenarnya mereka tidak mengerti sama sekali ilmu itu. Yang mereka kuasai hanya ilmunya orang bertengkar, seperti hendak menyerang dengan debat kusir saja. Hanya ilmu seperti itulah yang mereka pelajari.

Watarèku (sekiranya seperti itu) yèn (kalau) padha (semuanya) rêrasan (membicarakan) ngèlmi (ilmu), wêkasan (akhirnya) pan sulaya (hanya bertikai). Sekiranya seperti itu kalau semuanya membicarakan ilmu, akhirnya hanya bertikai.

Sekiranya seperti sikapnya seperti itu kalau membicarakan ilmu, niscaya mereka pada akhirnya hanya akan saling bertikai. Watak seorang ahli ilmu itu menghargai pengetahuan orang lain, karena mereka sadar ilmu adalah hasil dari perenungan panjang, hasil dari penemuan banyak orang, yang sudah diuji dan dikritik banyak orang pula sehingga menjadi sebuah ilmu. Diskusi dan tukar pikiran diperlukan dalam proses menyempurnakan

Page 32: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 22 sebuah ilmu. Kalau bicara ilmu hanya untuk saling menyalahkan, itu bukan ilmu namanya.

Page 33: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 23

Kajian Cipta Waskitha (1:9): Watak Guru Samangkya Pupuh 1, bait 9 , Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Salin gunêm ing ngèlmu wus lali, ngatokake wicaksananira. Anuruti kuwanène, angingêr kêris cancut, sarirabang lir mêtu agni, isa warna sakawan. Bungah yèn ginunggung, kadya Radèn Jayajatra, yèn ginunggung praptèng pêjah dèn andhêmi, iku guru samangkya.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Bertukar perkataan dalam ilmu sudah dilupakan, saling memperlihatkan bijaksananya. Menuruti keberaniannya, memutar keris bersiaga perang, tubuhnya memerah seakan keluar api, bisa empat warna. Senang sekali kalau dipuji-puji, seperti Raden Jayadrata, kalau dipuji-puji sampai mati pun dibela-bela, itulah watak guru sekarang.

Kajian per kata:

Salin (berganti) gunêm (perkataan) ing (dalam) ngèlmu (ilmu) wus (sudah) lali (lupa), ngatokake (memperlihatkan) wicaksananira (bijaksananya). Bertukar perkataan dalam ilmu sudah dilupakan, saling memperlihatkan bijaksananya.

Salin gunem artinya bertukar perkataan, bertukar pengetahuan, berdiskusi. Dalam perkataan sudah meninggalkan sikap saling berdiskusi, tukar pikiran, tukar gagasan, mencari titi temu atau kesepakatan. Yang dilakukan hanya memperlihatkan kebijaksanaan, pamer pengetahuan.

Page 34: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 24 Anuruti (menuruti) kuwanène (keberaniannya), angingêr (memutar) kêris (keris) cancut (bersiap perang), sarirabang (tubuhnya memerah) lir (seakan) mêtu (keluar) agni (api), isa (bisa) warna (warna) sakawan (empat). Menuruti keberaniannya, memutar keris bersiaga perang, tubuhnya memerah seakan keluar api, bisa empat warna.

Cancut adalah menyingsingkan kain, kemudian diselipkan agar tidak jatuh, sehingga leluasa bergerak. Umumnya orang zaman dahulu ke manapun membawa keris dan memakai kain panjang (jarit) sebagai pakaian resmi. Kalau bertengkar dan sampai memanas, kemudian bersiap berkelahi dengan senjata. Keris yang tadinya diselipkan di punggung sebagai kelengkapan pakaian resmi kemudian diputar ke depan sebagai senjata. Kain yang panjang sampai atas mata kaki disingkapkan ke atas dan ujungnya diikat di pinggang agar tidak jatuh lagi. Maksudnya agar tidak menghalangi gerakan. Sikap bersiaga ini disebut cancut, atau cancut taliwanda. Taliwanda artinya ikat pinggang, maksudnya kainnya tadi diikat di pinggang agar tidak jatuh.

Dalam berbicara mereka hanya menuruti keberaniannya saja. Tidak ada niat untuk bertukar pikiran, kalau berselisih tidak segera mencari titik temu, malah saling bersiaga (cancut) untuk berkelahi dengan senjata. Tubuh mereka memerah karena marah, bisa-bisa empat warna yang keluar.

Bungah (senang) yèn (kalau) ginunggung (dipuji-puji), kadya (seperti) Radèn Jayajatra (Raden Jayadrata), yèn (kalau) ginunggung (dipuji-puji) praptèng (sampai) pêjah (mati) dèn andhêmi (dibela-bela), iku (itulah) guru (guru) samangkya (sekarang). Senang sekali kalau dipuji-puji, seperti Raden Jayadrata, kalau dipuji-puji sampai mati pun dibela-bela, itulah watak guru sekarang.

Ginunggung dari kata gung-gung, artinya dibesar-besarkan. Kalau ada orang bercerita tentang dirinya, lalu kita mendengarkan sambil memuji-muji, dia akan merasa besar, merasa hebat, itulah makna ginunggung. Raden Jayadrata adalah bala Kurawa yang dalam perang Baratayuda membunuh Abimanyu dengan cara bengis, yakni mengeroyok dengan senjata yang banyak sekali sehingga tubuh Abimanyu compang-camping. Jayadrata ini punya watak kalau dipuji menjadi makin berani dan cenderung tidak takut mengambil resiko. Bahkan resiko kematian pun

Page 35: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 25 ditempuh asalkan mendapat pujian. Dalam Baratayuda Jayadrata akhirnya gugur di tangan Arjuna.

Itulah watak guru zaman sekarang, hanya umuk mencari pujian.

Page 36: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 26 Kajian Cipta Waskitha (1:10): Sayekti Becik Uga Yen Sumurup

Pupuh 1, bait 10 , Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lamun sira durung anglakoni, ing pratingkah kang kaya mangkana, nanging sirèku ywa kagèt, gagasên rahsanipun. Aja dumèh iku tan bêcik, sayêkti bêcik uga, yèn sira wus surup. Mangkas-mangkas iku sapa, lawan sapa kang bisa amalih warni, nyatakna kang waspada.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau engkau belum menjalani, dalam perilaku yang seperti demikian, tetapi engkau jangan kaget, pikirkan rahasianya. Jangan karena itu tak baik, sebenarnya baik juga, kalau engkau sudah tahu. Yang bersegera untuk bicara itu siapa, dan siapa yang bisa berubah rupa, perhatikan dengan seksama

Kajian per kata:

Lamun (kalau) sira (engkau) durung (belum) anglakoni (menjalani), ing (dalam) pratingkah (perilaku) kang (yang) kaya (seperti) mangkana (demikian), nanging (tetapi) sirèku (engkau) ywa (jangan) kagèt (kaget), gagasên (pikirkan) rahsanipun (rahasianya). Kalau engkau belum menjalani, dalam perilaku yang seperti demikian, tetapi engkau jangan kaget, pikirkan rahasianya.

Kita lanjutkan nasihat kepada anak muda yang akan belajar segala ilmu. Setelah diuraikan panjang lebar tentang bahayanya ilmu yang baru

Page 37: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 27 dipelajari setengah-setengah sekarang kepada anak muda tersebut, serat ini mengingatkan agar si anak muda waspada dan mengetahui.

Kalau engkau belum menjalani perilaku yang demikian itu, yakni perilaku saling bertengkar tanpa ilmu yang sempurna tadi, engkau janganlah kaget. Tetap belajar terus sambil memikirkan tentang rahasia dari ilmu tersebut. Tidak usah terseret arus kepada pertengkaran seperti orang-orang tadi. Cukuplah kita melihat saja apa yang mereka lakukan.

Aja (jangan) dumèh (karena) iku (itu) tan (tak) bêcik (baik), sayêkti (sebenarnya) bêcik (baik) uga (juga), yèn (kalau) sira (engkau) wus (sudah) surup (tahu). Jangan karena itu tak baik, sebenarnya baik juga, kalau engkau sudah tahu.

Tetapi juga, jangan karena itu tak baik kemudian diabaikan, karena sebenarnya baik juga kalau engkau sudah tahu. Apa yang mereka pertengkarkan adalah sesuatu yang baik, tetapi karena ilmu mereka kurang mereka malah menjadi saling menyalahkan. Sebenarnya mereka pun mempunyai sedikit kebenaran juga, karena itu perhatikanlah, pikirkanlah agar engkau mendapat tambahan pengetahuan. Apa yang salah dari mereka hanyalah mereka enggan untuk bertukar pikiran, saling berbagi pengetahuan. Mereka malah terdorong untuk saling pamer. Nah, ini yang tak perlu ditiru.

Mangkas-mangkas (yang bersegera untuk bicara) iku (itu) sapa (siapa), lawan (dan) sapa (siapa) kang (yang) bisa (bisa) amalih (berubah) warni (rupa), nyatakna (buktikan, perhatikan) kang (dengan) waspada (waspada, seksama). Yang bersegera untuk bicara itu siapa, dan siapa yang bisa berubah rupa, perhatikan dengan seksama

Yang ngotot untuk segera berbicara itu siapa, dan yang berubah-ubah pendapatnya itu siapa, perhatikan semuanya dengan seksama. Engkau akan mendapatkan ilmunya. Dari kelemahan-kelemahan yang terlihat pada masing-masing orang yang bertengkar itulah kita mendapat manfaat.

Page 38: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 28

Kajian Cipta Waskitha (1:11): Kang Bisa Bawana-Bawani Pupuh 1, bait 11 , Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Ingkang bisa bawana bawani, owah gingsir ing sariranira, siya yèn tan wruh êmpane. Môngka kang wêruh iku, tunggal dhapur kang dèn kawruhi. Kang bisa malih warna, sayêkti mung iku, aranana loro nyata, aranana sawiji têmên sawiji, mung limput-linimputan.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Yang bisa menyesuaikan dengan lingkungan, berubah dan bergeser dalam dirimu, sia-sia kalau tak mengetahui penerapannya. Padahal yang mengetahui itu, satu rumpun dengan yang diketahui. Yang bisa berubah warna, sesungguhnya hanya itu, disebut dua memang benar, disebut satu sungguh hanya satu, hanya saling meliputi.

Kajian per kata:

Ingkang (yang) bisa (bisa) bawana (alam, lingkungan) bawani (membawa, mengelola), owah (berubah) gingsir (bergeser) ing (di dalam) sariranira (dirimu), siya (menyiakan) yèn (kalau) tan (tak) wruh (mengetahui) êmpane (penerapannya, gunanya). Yang bisa menyesuaikan dengan lingkungan, berubah dan bergeser dalam dirimu, sia-sia kalau tak mengetahui penerapannya.

Yang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, berubah dan bergeser dalam dirimu. Sia-sia kalau tak mengerti cara menerapkannya. Kuncinya memahami ilmu yang tadi adalah kemampuan kita untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, menyatu dalam irama alam luar.

Page 39: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 29 Kalau ngotot memakai pendapat sendiri justru tidak akan ketemu. Jadi sebenarnya tidak sulit, maka sungguh sia-sia kalau sampai tidak tahu cara menerapkannya.

Môngka (padahal) kang (yang) wêruh (mengetahui) iku (itu), tunggal (satu) dhapur (rumpun) kang (yang) dèn (di) kawruhi (ketahui). Padahal yang mengetahui itu, satu rumpun dengan yang diketahui.

Padahal yang diketahui itu, masih satu rumpun dengan yang mengetahui. Tidak berada di tempat jauh, ada di dalam diri, sudah satu rumah umpamanya. Kebenaran itu sudah dekat. Karena yang mengetahui dan yang diketahui sudah satu rumah. Yang diperlukan tinggal pengenalan. Ibarat suami dan istri dalam satu rumah kalau keduanya tidak saling memahami takkan tercipta saling pengertian. Bisa-bisa malah salah paham dan tampak tidak ada kecocokan. Bisa-bisa malah saling bercerai-berai.

Kang (yang) bisa (bisa) malih (berubah) warna (rupa), sayêkti (sesungguhnya) mung (hanya) iku (itu), aranana (disebut) loro (dua) nyata (benar), aranana (disebut) sawiji (satu) têmên (sugguh) sawiji (satu), mung (hanya) limput-linimputan (saling meliputi). Yang bisa berubah warna, sesungguhnya hanya itu, disebut dua memang benar, disebut satu sungguh hanya satu, hanya saling meliputi.

Hanya saja ia itu dapat berubah-ubah rupa. Sesungguhnya hal itu kalau mau disebut dua memang nyata benar dua, kalau mau disebut satu sungguh memang hanya satu. Keduanya saling meliputi sehingga sukar dikenali dan dibedakan. Disebabkan karena saling terkait itulah kemudian sukar dibedakan, sukar diidentifikasi. Hanya orang yang berpikiran awas atau waskitha yang dapat mengenalinya.

Page 40: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 30

Kajian Cipta Waskitha (1:12): Dadya Lamuk-Lamuk Pupuh 1, bait 12, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Kang akarya iku kang nglimputi, ênggonira anèng kalimputan. Sulap padhanging srêngenge, upamane sirèku, anon sorotira hyang rawi, kang môngka iku sulap, dadya lamuk-lamuk. Mangkono upamanira, wong nyurasa rêrasan kang dèn rasani, ingkang mèlu rêrasan.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Yang menciptakan itulah yang melmputi, tempatmu di dalam terliputi. Silau terangnya sinar mataari, umpama engkau, melihat sinarnya matahari, yang padahal itu membuat silau, sehingga menjadi samar-samar. Demikian umpamanya, orang yang memahami pembicaraan yang dipahami, yang ikut dalam pebicaraan.

Kajian per kata:

Kang (yang) akarya (menciptakan) iku (itu) kang (yang) nglimputi (meliputi), ênggonira (tempatmu) anèng (di dalam) kalimputan (terliputi). Yang menciptakan itulah yang melmputi, tempatmu di dalam terliputi.

Yang menciptakan itulah yang meliputi, tempatmu berada di dalam terliputi. Karena yang menciptakan meliputi yang diciptakan keduanya tak mudah untuk dibedakan, kecuali bagi yang telah awas pandangannya. Bagi yang belum awas, keduanya terlihat satu, dan yang dilihat terlebih dahulu adalah yang serupa dengan yang melihat. Jika yang melihat adalah ciptaan,

Page 41: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 31 maka yang dilihat pertama kali juga adalah ciptaan. Sehingga yang menciptakan tampak samar atau bahkan tak terlihat.

Sulap (silau) padhanging (terangnya) srêngenge (sinar matahari), upamane (umpama) sirèku (engkau), anon (melihat) sorotira (sinarnya) hyang rawi (Matahari), kang (yang) môngka (padahal) iku (itu) sulap (silau), dadya (menjadi) lamuk-lamuk (samar-samar). Silau terangnya sinar mataari, umpama engkau, melihat sinarnya matahari, yang padahal itu membuat silau, sehingga menjadi samar-samar.

Perumpamaannya seperti orang melihat matahari. Matahari adalah sumber cahaya yang begitu berlimpah dengan cahaya terang. Kalau kita melihat matahari cahaya yang banyak akan masuk ke mata, sehingga yang terlihat hanyalah cahaya. Sumber cahanya itu sendiri yakni mataharinya malah tidak kelihatan. Sesudah kita berpikir keras baru bisa kita simpulkan adanya matahari, itu pun dengan melihat cahanya. Akal kita yang menyimpulkan adanya matahari itu.

Mangkono (demikian) upamanira (seumpamanya), wong (orang) nyurasa (memahami) rêrasan (pembicaraan) kang (yang) dèn (di) rasani (pahami), ingkang (yang) mèlu (ikut) rêrasan (dalam pembicaraan). Demikian umpamanya, orang yang memahami pembicaraan yang dipahami, yang ikut dalam pebicaraan.

Demikianlah perumpamaannya, seperti dua orang yang sedang melakukan pembicaraan. Mereka memahami apa yang dibicarakan, sehingga orang yang ikut dalam pembicaraan juga memahami apa yang dirasakan oleh yang membicarakan.

Rerasan adalah berbicara dari hati ke hati, biasanya yang satu orang curhat kepada orang lain, mengutarakan perasaan hatinya, oleh karena itu disebut rerasan atau rasan-rasan. Nah orang yang diajak bicara tadi juga merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang mengajak rasan-rasan. Mereka menjadi satu perasaan. Seperti itulah perumpamaannya.

Page 42: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 32

Kajian Cipta Waskitha (1:13): Den Wruh ing Uripira Pupuh 1, bait 13, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Pasabane sok anggung nasabi, roh ilapi kang wanuh wus lawas, datan wruh lamun uripe. Malah Ki Alip Tamsur, yèn lumaku anggung anjawil, ananging tan uninga, yèn iku Hyang Agung. Marma padha binudia, ing wong urip aywa katungkul sirèki, dèn wruh ing uripira.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Tempat yang biasa sering selalu menutupi, Ruh Idhafi yang mengenal sudah lama, tidak melihat kalau itu adalah hidupnya. Malah Ki Alif Tamsur, kalau berjalan selalu mencolek, tetapi tak ada yang tahu, kalau itu Tuhan Yang Maha Agung. Karena itu harap berusahalah, dalam kehidupan jangan terlena engkau ini, agar mengetahui dalam kehidupanmu.

Kajian per kata:

Pasabane (tempat yang biasa) sok (sering) anggung (selalu) nasabi (menutupi), roh ilapi (Ruh Idhafi) kang (yang) wanuh (mengenal) wus (sudah) lawas (lama), datan (tidak) wruh (melihat) lamun (kalau) uripe (hidupnya). Tempat yang biasa dikunjungi sering selalu menutupi, Ruh Idhafi yang mengenal sudah lama, tidak melihat kalau itu adalah hidupnya.

Ruh Idhafi atau Ruh Al Idhafi adalah nyawa, ruh yang ditiupkan kepada jasad sehingga membuatnya hidup. Kita sangat akrab dengan ruh ini sehari-hari, tanpa sadar akan keberadaannya yang sangat penting bagi kita.

Page 43: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 33 Begitulah kehidupan ini, sesuatu yang sangat terang seperti matahari adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilihat, sesuatu yang sangat dekat seperti ruh idhafi ini pun seolah kita asing darinya

Malah (malah) Ki Alip Tamsur (Ki Alif Tamsur), yèn (kalau) lumaku (berjalan) anggung (selalu) anjawil (mencolek), ananging (tetapi) tan (tak) uninga (tahu), yèn (kalau) iku (itu) Hyang (Tuhan) Agung (Yang Agung). Malah Ki Alif Tamsur, kalau berjalan selalu mencolek, tetapi tak ada yang tahu, kalau itu Tuhan Yang Maha Agung.

Yang disebut Alif Tamsur ini adalah istilah dalam teori sufi yang populer di masa itu. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan huruf alif seperti di bawah ini.

1. Alif Asli 2. Alif Nafsi 3. Alif Jariyah 4. Alif Tamsur 5. Alif Muttakallimun Wahid 6. Alif Muttakalimun ma'al ghoir 7. Alif Khuruful Wahid.

Mengenai pengertian masing-masing istilah di atas, kami belum mendapatkan rujukan dari kitab-kitab sezaman dengan serat Cipta Waskitha ini yang dapat kami kutip. Namun secara singkat alif tamsur diartikan sebagai bagian dari ruh Allah yang ditiupkan pada diri kita, sebagai pengingat dalam perjalanan hidup kita di dunia ini. Dalam bait ini alif tamsur dikatakan selalu mencolek (anjawil) setiap kita melenceng dari jalan yang benar. Tugas alif tamsur ini seperti hati nurani yang selalu melawan ketika kita berniat jahat. Itu semua menjadi bukti bahwa Tuhan selalu menyertai kita. Dia menemani kita dengan sangat dekat. Selalu mengawal kita dalam setiap langkah.

Mohon maaf kami belum bisa menghadirkan pembahasan yang tuntas mengenai istilah ini. Kami menahan diri untuk tidak mencoba-coba menjelaskan tanpa pengetahuan yang cukup. Dikhawatirkan malah akan membuat sesat yang membaca.

Marma (karena itu) padha (semua harap) binudia (berusahalah), ing (dalam) wong (orang) urip (hidup) aywa (jangan) katungkul (terlena) sirèki (engkau ini), dèn (agar) wruh (mengetahui) ing (dalam) uripira

Page 44: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 34 (kehidupanmu). Karena itu harap berusahalah, dalam kehidupan jangan terlena engkau ini, agar mengetahui dalam kehidupanmu.

Oleh karena itu dalam hidup berusahalah untuk mengenali kehidupanmu yang sebenarnya. Jangan terlena pada apa yang terlihat oleh mata dan didengar oleh telinga. Ketahuilah juga rahasia di balik itu semua.

Page 45: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 35

Kajian Cipta Waskitha (1:14): Tan Pisah Mring Hyang Agung Pupuh 1, bait 14, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Urip iku sapa kang nguripi, amun sira nora ngawruhana, siya-siya ing uripe. Sayêktine Hyang Agung, nora pisah ing sari ratri, umaku lênggah nendra, tan bênggang sarambut. Aja maning kaya sira, nadyan kutu-kutu walang taga sami, rinêksa ing Hyang Suksma.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Hidup itu siapa yang menghidupi, kalau engkau tidak mengetahui, sia-sialah dalam kehidupannya. Sebenarnya Tuhan Maha Agung, tidak terpisah dengan dirimu dalam tiga, berjalan duduk tidur, tak berjarak walau serambut. Jangankan sepertimu, walau kutu belalang dan satwa, dijaga oleh Tuhan Yang Maha Suci.

Kajian per kata:

Urip (hidup) iku (itu) sapa (siapa) kang (yang) nguripi (menghidupi), lamun (kalau) sira (engkau) nora (tidak) ngawruhana (mengetahui), siya-siya (sia-sialah) ing (dalam) uripe (kehidupannya). Hidup itu siapa yang menghidupi, kalau engkau tidak mengetahui, sia-sialah dalam kehidupannya.

Hidup ini ada yang menghidupi, yang menghidupkan dan yang mematikan. Ada asal mula dan akhir tujuan, ada sangkan paraning

Page 46: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 36 dumadi. Kalau tidak mengetahui hal itu sia-sialah hidup kita. Hidup menjadi tidak ada tujuan dan arah yang jelas.

Sayêktine (sebenarnya) Hyang (Tuhan) Agung (Maha Agung), nora (tidak) pisah (terpisah) ing (dengan) sariratri (dirimu dalam tiga perbuatan), lumaku (berjalan) lênggah (duduk) nendra (tidur), tan (tak) bênggang (berjarak) sarambut (walau serambut). Sebenarnya Tuhan Maha Agung, tidak terpisah dengan dirimu dalam tiga, berjalan duduk tidur, tak berjarak walau serambut.

Sebenarnya Tuhan Yang Maha Agung, tidak pernah terpisah dari dirimu dalam segala perbuatanmu. Dalam ketika melangkah, diam dan tidur sekalipun. Engkau senantiasa dalam penjagaanNya, dalam jangkauanNya, tidak akan lepas dariNya. Ibarat Tuhan dengan diri kita lebih dekat daripada urat leher. Tak pernah ada jarak antara kita dan Dia, walau setipis rambut.

Aja maning (jangankan) kaya (seperti) sira (engkau), nadyan (walau) kutu-kutu (kutu-kutu) walang (belalang) taga (aneka satwa) sami (semua), rinêksa (dijaga) ing (oleh) Hyang (Tuhan) Suksma (Yang Maha Suci). Jangankan sepertimu, walau kutu belalang dan satwa, dijaga oleh Tuhan Yang Maha Suci.

Jangankan dengan kita makhluk yang berbudi dan beradab, Tuhan pun juga melindungi dan menjaga makhluk-makhluk kecil sebangsa kutu-kutu, seranggga, belalang dan aneka satwa lain. Semua itu dijagaNya. Dia menangani segala urusan.

Page 47: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 37

Kajian Cipta Waskitha (1:15): Wujudira Ana Kang Mujudi Pupuh 1, bait 15, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Rèhning ananira kang nganani, ananira saking nora nana. Nanging ana kahanane, anane tanpa wujud, wujudira ingkang mujudi. Duk sira durung ana, anane ngandhanu. Yèn sira ayun uninga, pasêmone wujuding Hyang Maha Sukci, tingkahe wong sêmbahyang.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Oleh karena adanya engkau Ada yang mengadakan, adanya engkau dari tidak ada. Tetapi ada keadaannya, adanya tanpa wujud, wujudmu ada yang mewujudi. Ketika engkau belum ada, adanya seperti cahaya. Kalau engkau hendak mengetahui, isyarat wujud dari Tuhan Yang Maha Suci, dalam gerakan orang shalat.

Kajian per kata:

Rèhning (oleh karena) ananira (adanya engkau) kang (yang) nganani (mengadakan), ananira (adanya engkau) saking (dari) nora (tidak) nana (ada). Oleh karena adanya engkau Ada yang mengadakan, adanya engkau dari tidak ada.

Adanya engkau karena Ada Yang Mengadakan, adanya engkau dari tidak ada. Jadi disini ada yang membawamu dari ketidak-adaan menjadi ada. Oleh karena asalnya dari tidak ada, berati engkau sudah ada dalam konsep, karena yang tidak terkonsep tak dapat dinegasikan. Maka disini disebut keadaanmu belum wujud.

Page 48: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 38 Nanging (tetapi) ana (ada) kahanane (keadaannya), anane (adanya) tanpa (tanpa) wujud (wujud), wujudira (wujudmu) ingkang (yang) mujudi (mewujudi). Tetapi ada keadaannya, adanya tanpa wujud, wujudmu ada yang mewujudi.

Engkau ada tetapi keadaanmu tanpa wujud. Wujudmu ada karena ada yang mewujudi, yang memberimu wujud dari sebelumnya tak berwujud. Wujudmu mewujud karena ada Wujud yang membuatmu mewujud.

Duk (ketika) sira (engkau) durung (belum) ana (ada), anane (adanya) ngandhanu (seperti cahaya). Ketika engkau belum ada, adanya seperti cahaya.

Ketika engkau belum ada, dalam arti belum mewujud, adanya seperti cahaya. Cahaya adalah sebutan untuk konsep, yang mewujudnya sesuai dengan kehendak Allah. Sebelum mewujud kita sudah ada sebagai konsep. Ketika Allah berfirman, “Kun!”, maka dalam sekejab kita ada sebagai wujud.

Yèn (kalau) sira (engkau) ayun (hendak) uninga (mengetahui), pasêmone (isyarat) wujuding (Wujud dari) Hyang (Tuhan) Maha (Maha) Sukci (Suci), tingkahe (gerakan) wong (orang) sêmbahyang (shalat). Kalau engkau hendak mengetahui, isyarat wujud dari Tuhan Yang Maha Suci, dalam gerakan orang shalat.

Kalau engkau hendak mengetahui, isyarat dari Wujud Tuhan Yang Maha Suci, lihatlah gerakan orang shalat.

Yang dimaksud di sini adalah bahwa Wujud dari yang Maha Suci hendaklah diketahui, dikenali, apa yang menjadi perintahNya dan apa yang menjadi laranganNya agar dapat diamalkan karena semua itulah yang membuat hidup kita bernilai. Namun mematuhinya tanpa mengenalinya akan membuat kita berat, atau tidak mantap dalam menjalani segala perintah tersebut. Jika kita kita ingin memantapkan pengenalan akan Tuhan, lihatlah dalam gerakan orang shalat.

Page 49: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 39

Kajian Cipta Waskitha (1:16): Lakonana Srengat Nabi Pupuh 1, bait 16, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Utamane wong urip puniki, nglakonana srengat nabi kita, salat jakat wruh Islame. Lan saraking jêng rasul, sira wajib padha nglakoni. Lamun tan ngawruhana, dadi nora manut. Wirayate sri narendra, lawan sapa kang arsa agawe napi, prayoga sêmbahyanga.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Yang utama dalam hidup ini, jalankanlah syariat Nabi kita, shalat zakat pengetahuan Islamnya. Dan syariat dari Kanjeng Rasul, engkau wajib semua menjalani. Kalau tak mengetahuinya, menjadi tidak menurut. Petuah sang raja bagi, dan siapa yang ingin menyepi, lebih baik sembahyanglah.

Kajian per kata:

Utamane (yang utama) wong (orang) urip (hidup) puniki (ini), nglakonana (jalankahlah) srengat (syariat) nabi (Nabi) kita (kita), salat (shalat) jakat (zakat) wruh (pengetahuan) Islame (Islamnya). Yang utama dalam hidup ini, jalankanlah syariat Nabi kita, shalat zakat pengetahuan Islamnya.

Dalam hidup ini syari’at (sarengat, srengat) adalah pedoman yang utama. Segala aturan, adat dan apapun produk hukum yang mengatur kehidupan tidak boleh meninggalkan syariat. Menjalani perintah Nabi, mempelajari agama sehingga paham adalah keutamaan dalam hidup. Rukun Islam syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji, hendaklah dipahami.

Page 50: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 40 Lan (dan) saraking (syariat dari) jêng (Kanjeng) rasul (Rasul), sira (engkau) wajib (wajib) padha (semua) nglakoni (menjalani). Dan syariat dari Kanjeng Rasul, engkau wajib semua menjalani.

Dan semua aturan syariat yang dibawa oleh Nabi, yakni yang sudah dibakukan dalam fikih harus dijalani setiap muslim, dan ini disebut sarak. Sarak adalah syariat yang sudah diwujudkan dalam pedoman perilaku sehari-hari. Di Jawa ada kata murang sarak yang artinya melanggar aturan syariat yang berlaku. Jadi penerapan syariat sebenarnya sudah lama diterapkan di Jawa.

Namun bentuk dari sarak tadi tentu sangat bergantung pada konteks zaman. Kalau di Jawa tempo dulu memakai kebaya dengan penutup kepala selendang sudah dianggap sangat syar’i, tetapi di zaman kini tidak lagi. Kalau di zaman kini yang syar’i itu yang menutup seluruh tubuh dengan pakaian gamis dan kerudung besar, bila perlu muka pun ditutup hanya menyisakan kedua mata saja. Semua itu karena zaman berubah, dan sarak yang merupakan ijtihad atas penerapan syariat juga berubah.

Lamun (kalau) tan (tak) ngawruhana (mengetahuinya), dadi (menjadi) nora (tidak) manut (menurut). Kalau tak mengetahuinya, menjadi tidak menurut.

Semua itu perlu diketahui agar benar-benar paham. Kalau sudah paham akan ringan dalam menjalaninya. Kalau tak paham akan terasa berat karena tak tahu maksud dan tujuannya. Dalam gatra ini dijelaskan bahwa jika syariat dipahami maka pelaksanaannya akan terasa lebih ringan. Juga tujuan yang ingin dicapai dari sebuah perintah dapat diukur tingkat keberhasilannya oleh yang melakukan. Kalau tujuan shalat adalah untuk mendisiplinkan diri, tepat waktu, maka kalau seseorang sudah rajin dalam melakukan shalat tetapi masih abai dalam hal lain, maka dia segera sadar. Misalnya, oh saya sudah rajin shalat tetapi kok masih malas bayar utang, padahal saya sudah sanggup membayar segera. Maka dia segera memperbaiki diri, selayaknya seorang yang telah dilatih disiplin siang dan malam dalam memenuhi kewajiban kepada Allah, dia pun seharusnya juga bersegera melunasi kewajibannya kepada manusia.

Ada banyak hikmah dari ritual ibadah dalam kehidupan nyata dan berlaku sekarang juga di dunia ini. Namun tetap harus disadari bahwa tujuan ibadah adalah kepatuhan dan pengabdian kepada Allah. Nilai ibadah jauh

Page 51: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 41 lebih tinggi dari sekedar manfaat secara fisik di dunia ini saja. Misalnya ibadah puasa itu baik untu kesehatan, tetapi juga akan mendapat pahala besar di akhirat kelak dari Allah sendiri. Sehingga dengan demikian, meski jika kita tahu rahasianya maka kita akan ringan dalam menjalankan syariat. Namun jika kita belum tahu pun tidak seharusnya kita malas dalam menjalankannya. Kita harus percaya sepenuhnya terhadap apa yang telah diwajibkan bagi kita, pasti akan mendatangkan kebaikan.

Wirayate (petuah, pesan) sri (sang) narendra (raja), lawan (dan) sapa (siapa) kang (yang) arsa (hendak) agawe (membuat) napi (menyendiri, menyepi), prayoga (lebih baik) sêmbahyanga (shalatlah). Petuah sang raja bagi, dan siapa yang ingin menyepi, lebih baik sembahyanglah.

Menyepi di sini adalah bermuhasabah atau bersamadi merenungkan segala sesuatu agar mencapai kedekatan dengan Tuhan sang pencipta. Hal ini banyak dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu dengan menyepi di gua-gua, di tengah hutan yang sepi dari manusia dan hiruk-pikuk kehidupan duniawi.

Namun setelah turun ajaran Islam, Nabi mengajarkan cara yang lebih efektif dalam menjalani itu semua, yakni dengan bersembahyang atau shalat. Melalui shalat seorang muslim menjalin hubungan yang eksklusif dengan Allah sang Pencipta, tanpa harus menjauhkan diri dari keramaian. Dengan demikian kehidupannya dapat berjalan dengan seimbang antara dunia dan akhirat. Seorang muslim adalah seorang yang hidup di dua dunia, dunia ini (kene) dan dunia sana (kana).

Adapun shalat ada yang wajib dan ada yang sunat. Yang wajib mesti dikerjakan agar manusia dalam keadaan seimbang. Jika kurang dari itu maka keseimbangannya akan terganggu. Adapun yang sunat adalah diperuntukkan bagi mereka yang ingin menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Maka shalat sunat ini jumlahnya tidak terbatas, sesuai dengan kemampuan dan keinginan pelakunya.

Page 52: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 42

Kajian Cipta Waskitha (1:17): Wruha Maring Sapa Pupuh 1, bait 17, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Kaping lima sadina sawêngi, lan pantêse sira ngelingana, marang uripira dhewe, tagbir miwah yèn sujud. Wruha ingkang sira sujudi. Yèn sira wisuh toya, aja pijêr wisuh, wêruha kang jênêng toya. Aja sira katungkul amuji dhikir, puji katur mring sapa.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Lima kali sehari semalam, dan pantasnya engkau mengingatlah, kepada hidupmu sendiri, ketika takbir serta ketika sujud. Ketahuilah yang engkau bersujud kepadaNya. Kalau engkau bersuci dengan air, jangan sering bersuci, ketahuilah yang namanya air. Jangan engkau terlena melantunkan dzikir, segala puji dihaturkan kepada siapa.

Kajian per kata:

Kaping lima (lima kali) sadina (sehari) sawêngi (semalam), lan (dan) pantêse (pantasnya) sira (engkau) ngelingana (mengingatlah), marang (kepada) uripira (hidupmu) dhewe (sendiri), tagbir (ketika takbir) miwah (serta) yèn (ketika) sujud (sujud). Lima kali sehari semalam, dan pantasnya engkau mengingatlah, kepada hidupmu sendiri, ketika takbir serta ketika sujud.

Bait ini menganjurkan agar dalam menjalani syariat, kita tidak berhenti pada gerakan fisik semata. Tetapi juga dibarengi dengan gerakan jiwa, kalbu dan rasa. Dalam shalat dengan berucap takbir, pikiran kita, kalbu kita dan rasa kita juga mengagungkan asma Allah. Dalam gerakan fisik

Page 53: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 43 kita bersujud, pikiran kita, kalbu kita dan rasa kita juga tunduk. Dalam serat Wedatama, kesatuan wujudiyah kita dalam shalat itu dinamakan empat sembah. Silakan membuka kembali kajian lama serat Wedatama untuk mengingat kembali.

Wruha (ketahuilah) ingkang (yang) sira (engkau) sujudi (bersujud padanya). Ketahuilah yang engkau bersujud kepadaNya.

Agar keempat lapis wujud kita mampu secara serentak melakukan sembah, maka perlu bagi kita mengenal siapa yang kita sembah. Dengan demikian hati kita bisa kyusu’ kepadaNya. Maka ketika sujud kita perlu mengetahui kepada siapa kita sujud. Mengetahuinya bukan sekedar dalam bangun pikiran, tetapi juga hati dan perasaan kita. Agar keempat lapis sembah dapat kita wujudkan.

Yèn (kalau) sira (engkau) wisuh (bersuci) toya (dengan air), aja (jangan) pijêr (sering) wisuh (bersuci), wêruha (ketahuilah) kang (yang) jênêng (namanya) toya (air). Kalau engkau bersuci dengan air, jangan sering bersuci, ketahuilah yang namanya air.

Seumpama kita bersuci dengan air, jangan sering-sering bersuci tanpa menghayati apa sesungguhnya air itu. Ketahuilah yang namanya air, yang dengannya kita menjadi suci. Demikian juga ketahilah kepada siapa kita bersujud, yang kepadaNya seluruh tubuh, pikiran hati dan rasa kita tunduk.

Aja (jangan) sira (engkau) katungkul (terlena) amuji (melantunkan) dhikir (dzikir), puji (segala puji) katur (dihaturkan) mring (kepada) sapa (siapa). Jangan engkau terlena melantunkan dzikir, segala puji dihaturkan kepada siapa.

Ketika berdzikir, jangan hanya terlena melantunkan lafaz dzikirnya, dengan irama goyang kepala kiri-kanan. Ketahuilah juga kepada siapa dzikir ini dihaturkan, yang kepadaNya lisan kita senantiasa memuji. Ketahuilah bahwa zikir itu tidak sekedar mengucap tetapi juga mengingat. Mengingat keberadaan kita sebagai hamba-Nya di dunia ini.

Page 54: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 44

Kajian Cipta Waskitha (1:18): Unine Kitab Rasakna Pupuh 1, bait 18, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lawan sira aja gawe napi, unine kitab sira rasakna. Aja pijêr ngunèkake, yèn tan wruh rahsanipun. Tanpa gawe sira angaji, angur sira macaa, prênesan wong ayu. Balik sira maca kitab, bêcik bisa lapal makna amuradi, kaping pat rasanira.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Dan jangan engkau sekedar menyepi, bunyinya dari kitab engkau rasakanlah. Jangan selalu membacanya, dengan tidak mengetahui rahasianya. Tidak ada guna engkau membaca, lebih baik engkau mendengar, celoteh manja wanita cantik. Sedangkan jika engkau membaca kitab, sebaiknya bisa melafalkan dan pengertiannya juga dipahami, itu empat kali lipat rasanya.

Kajian per kata:

Bait ini melanjutkan pengertian dari bait yang lalu. Yakni menyentil kebiasaan orang yang berdzikir namun hanya terlena dengan bacaan dzikir saja, tidak memahami kepada siapa puji dzikir itu dilantunkan. Pada bait ini sindiran itu diperluas kepada mereka yang selalu membaca kitab namun berhenti pada level melafalkan saja.

Lawan (dan) sira (engkau) aja (jangan) gawe (membuat) napi (menyepi), unine (bunyinya) kitab (kitab) sira (engkau) rasakna (rasakanlah). Dan jangan engkau sekedar menyepi, bunyinya dari kitab engkau rasakanlah.

Page 55: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 45 Jangan hanya sekedar menyepi dan melantunkan dzikir saja. Apapun bunyi dari yang kau baca, yang merupakan bagian dari kitab suci, rasakanlah maknanya. Cari tahulah apa pengertiannya dan tanamkan dalam sanubari.

Aja (jangan) pijêr (selalu) ngunèkake (membunyikan, membaca), yèn (kalau) tan (tak) wruh (mengetahui) rahsanipun (rahasianya). Jangan selalu membacanya, dengan tidak mengetahui rahasianya.

Dalam gatra ini disebutkan jangan selalu membacanya kalau tidak mengetahui rahasianya. Itu bukan berarti larangan untuk membaca jika tidak tahu. Namun larangan itu ditujukan untuk ketidaktahuan kita tentang rahasianya. Jadi makna larangan ini adalah: jangan membaca dengan tidak tahu rahasia apa yang dibaca. Larangan ini merupakan bentuk perintah agar kita belajar untuk mengetahui rahasia kitab yang kita baca.

Tanpa (tanpa) gawe (guna) sira (engkau) angaji (membaca), angur (lebih baik) sira (engkau) macaa (melihat, mengamati), prênesan (celoteh manja) wong (wanita) ayu (cantik). Tidak ada guna engkau membaca, lebih baik engkau mendengar, celoteh manja wanita cantik.

Prenesan adalah bujuk rayu atau canda, celoteh manja dari wanita yang menarik hati. Maksud dari gatra ini adalah jika hanya sekedar membaca saja maka itu tidak akan banyak gunanya. Memang hanya membaca pun sudah merupakan kebaikan, namun jika hanya dibaca saja kebaikannya tidak akan sempurna. Dalam gatra ini disindir orang-orang yang membaca kitab yang hanya membaca saja ibarat melakukan pekerjaan tanpa guna. Masih lebih baik mendengarkan celoteh manja para wanita dari pada mendengar orang membaca kitab yang hanya sekedar membaca.

Balik (sedangkan) sira (engkau) maca (membaca) kitab (kitab), bêcik (sebaiknya) bisa (bisa) lapal (melafalkan) makna (pangertiannya) amuradi (juga dipahami), kaping pat (empat kali) rasanira (rasanya). Sedangkan jika engkau membaca kitab, sebaiknya bisa melafalkan dan pengertiannya juga dipahami, itu empat kali lipat rasanya.

Sedangkan membaca kitab yang baik adalah membaca dengan melafalkan dan memahami pengertian yang dikandung di dalamnya. Inilah membaca yang sebenarnya, bukan sekedar membunyikan melainkan memahami. Karena kalau hanya sekedar melafalkan apa bedanya dengan orang

Page 56: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 46 membaca mantra. Yang disebut membaca atau dalam bahasa Arab iqra’, seperti ayat yang pertama kali turun, artinya adalah memahami. Jika dapat melakukan yang demikian maka kebaikannya laksana empat kali lipat rasanya.

Page 57: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 47

Kajian Cipta Waskitha (1:19): Empat Tingkat Paham Kitab Pupuh 1, bait 19, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Nadyan lapalira sundhul langit, yèn tan bisa maknane punika. Sanadyan bisa maknane, kapriye muradipun. Nadyan sira bisa muradi, yèn tan wruh rahsanira, yêkti nanjuk-nanjuk. Lapal makna murad rasa, papat iku kasêbut ing dalêm dalil, pantoge anèng rasa.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Walau engkau melafalkan sampai menjangkau langit, tapi kalau tidak bisa mengetahui maknanya itu. Walau bisa mengetahui maknanya, lalu bagaimana memahaminya. Walau engkau bisa memahami, kalau tidak mengetahui rasanya, sungguh akan menunjang-nunjang. Lafal, makna, pemahaman dan rasa, empat itu disebut dalam dalil, berhentinya di dalam hati.

Kajian per kata:

Nadyan (walau) lapalira (melafalkan) sundhul (menjangkau) langit (langit), yèn (kalau) tan (tak) bisa (bisa) maknane (mengetahui maknanya) punika (itu). Walau engkau melafalkan sampai menjangkau langit, tapi kalau tidak bisa mengetahui maknanya itu.

Jika hanya melafalkan, walau bagaimanapun indahnya bacaan, dengan makhraj huruf dan tajwid yang sempurna, namun kalau tidak mengerti maknanya maka tidak akan banyak manfaat yang diambil dari kitab itu.

Page 58: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 48 Sanadyan (walau) bisa (bisa) maknane (mengetahui maknanya), kapriye (bagaimana) muradipun (pemahamannya). Walau bisa mengetahui maknanya, lalu bagaimana memahaminya.

Dan itupun belum cukup. Walau sudah mengerti maknanya namun kalau tidak paham maksudnya, itu juga belum maksimal kebaikannya. Paham adalah lebih dari sekadar mengerti. Orang yang paham akan dapat menguraikan dengan jelas dan benar apa-apa yang telah dipahaminya.

Nadyan (walau) sira (engkau) bisa (bisa) muradi (memahami), yèn (kalau) tan (tak) wruh (mengetahui) rahsanira (rasanya, rahasianya), yêkti (sungguh) nanjuk-nanjuk (menunjang-nunjang). Walau engkau bisa memahami, kalau tidak mengetahui rasanya, sungguh akan menunjang-nunjang.

Namun itu juga belum cukup. Walau sudah paham dan mampu menerangkan dengan jelas, tapi jika tidak mengetahui rasanya, penerapannya akan menabrak-nabrak. Menunjang sana menunjang sini. Mengetahui rasanya kitab adalah mengerti, memahami dan meresapi maknanya dalam hati. Hidupnya seolah menyatu dengan kitab. Perbuatannya adalah cerminan dari kitab. Pikirannya adalah pancaran dari kitab.

Lapal (lafal) makna (makna) murad (pemahaman) rasa (dan rasa), papat (empat) iku (itu) kasêbut (disebut) ing (di) dalêm (dalam) dalil (dalil), pantoge (berhentinya) anèng (di dalam) rasa (rasa). Lafal, makna, pemahaman dan rasa, empat itu disebut dalam dalil, berhentinya di dalam hati.

Semua tahap membaca kitab tadi, mulai dari melafalkan, mengerti, memahami dan merasakan, ujungnya akan berhenti pada hati. Semua sensasi audio lewat lafal, pengertian lewat pikiran, pemahaman lewat akal, semua mengarah kepada tunduknya hati kepada kebenaran kitab. Itulah membaca yang sebenar-benarnya disebut dengan membaca atau iqra’. Di sini kita kembali berkaitan dengan teori empat perkara: lafal, pengertian, pemahaman dan rasa.

Page 59: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 49

Kajian Cipta Waskitha (1:20): Kukum Patang Prekara Pupuh 1, bait 20, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Rasa iku kang luhur pribadi, nanging aja katungkul mring rasa. Dèn pundhuh angrasakake, dèn bisa karya ukum. Kukum iku kawan prakawis, sapisan ukum wênang. Pindho wajib iku, kaping têlu ukum ngadat, kaping pate ukum mokal iku kaki, tan kêna piniliha.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Rasa itu yang tinggi sendiri, tetapi jangan terlena kepada rasa. Biasakanlah merasakan, agar bisa membuat hukum. Hukum itu ada empat perkara, yang pertama hukum wenang. Yang kedua hukum wajib, yang ketiga hukum adat, yang keempatnya hukum mustahil itulah anakku, tak boleh dipilihkan.

Kajian per kata:

Rasa (rasa) iku (itu) kang (yang) luhur (tinggi) pribadi (sendiri), nanging (tetapi) aja (jangan) katungkul (terlena) mring (kepada) rasa (rasa). Rasa itu yang tinggi sendiri, tetapi jangan terlena kepada rasa.

Walau pemahaman di tingkat rasa terhadap kitab adalah pemahaman paling tinggi, tapi janganlah terlena untuk berhenti sampai di sini. Teruskan pemahamanmu.

Dèn pundhuh (biasakanlah) angrasakake (merasakan), dèn (agar) bisa (bisa) karya (membuat) ukum (hukum). Biasakanlah merasakan, agar bisa membuat hukum.

Page 60: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 50 Terus rasakanlah sampai engkau memahami hukum-hukum penciptaan. Yakni hukum alam yang berlaku pada seluruh kejadian, atau disebut sunatullah. Hukum Allah yang mengatur seluruh keberadaan. Bukan saja kejadian di alam fisik yang disebut ilmu pengetahuan, tetapi juga hukum yang berlaku di alam non fisik.

Kukum (hukum) iku (itu) kawan (empat) prakawis (perkara), sapisan (yang pertama) ukum (hukum) wênang (wenang, berhak). Hukum itu ada empat perkara, yang pertama hukum wenang.

Hukum-hukum itu pun ada empat perkara. Yang pertama adalah hukum wenang. Yakni tentang siapa yang mempunyai kuasa dan wewenang mengatur alam semesta dan kehidupan manusia.

Pindho (yang kedua) wajib (wajib) iku (itu), kaping (yang) têlu (ketiga) ukum (hukum) ngadat (adat), kaping pate (yang keempat) ukum (hukum) mokal (mustahil) iku (itulah) kaki (anakku), tan (tak) kêna (boleh) piniliha (dipilihkan). Yang kedua hukum wajib, yang ketiga hukum adat, yang keempatnya hukum mustahil itulah anakku, tak boleh dipilihkan.

Yang kedua hukum wajib. Yang dimaksud wajib bukanlah “harus”, tetapi adalah kemestian bahwa sesuatu mempunyai sifat seperti itu. Lawan wajib di sini bukan haram tetapi mustahil. Yang ketiga adalah hukum adat, tentang watak dan tabiat segala sesuatu, termasuk manusia. Segala wujud mempunyai sifat, watak dan karakter masing-masing. Yang keempat adalah hukum mustahil. Itulah hukum-hukum pencptaan yang berlaku atas segala ciptaan, termasuk manusia. Kita tak dapat lepas atau meninggalkan salah satunya.

Keempat hukum-hukum penciptaan itu akan diuraikan pada bait selanjutnya.

Page 61: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 51

Kajian Cipta Waskitha (1:21): Lire Kukum Wenang Pupuh 1, bait 21, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Siya-siya lamun sira pilih, ukum papat pan wus darbèkira. Sira tan wruh pangukume, mangkene lire kukum. Kukum wênang puniku kaki, iya jêng nabi kita, wakiling Hyang Agung. Winênang ngaku Hyang Suksma, lan winênang murba misesa sakalir, gêmah rusaking badan.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Menyiakan-nyiakan kalau engkau pilih-pilih, karena hukum yang empat sudah menjadi milikmu. Engkau tak mengetahui penerapannya, beginilah arti dari hukum-hukum itu. Hukum wenang itu, anakku, yaitu Kanjeng Nabi kita, mewakili Tuhan Yang Maha Besar. Diberi wewenang untuk menyampaikan apapun dari Tuhan Yang Maha Suci, dan diberi wewenang menguasai dan mengatur semua, selamat dan rusaknya badan.

Kajian per kata:

Siya-siya (menyia-nyiakan) lamun (kalau) sira (engkau) pilih (pilih), ukum (hukum) papat (yang empat) pan (memang) wus (sudah) darbèkira (milikmu). Menyiakan-nyiakan kalau engkau pilih-pilih, karena hukum yang empat sudah menjadi milikmu.

Jika kita mengabaikan salah satu atau keseluruhan hukum-hukum itu, maka tidak akan mungkin karena semua hukum itu berlaku pada seluruh ciptaan. Semua hukum itu milik kita, lebih baik dipahami agar dapat menyesuaikan diri dalam merencanakan kehidupan.

Page 62: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 52 Sira (engkau) tan (tak) wruh (mengetahui) pangukume (penerapannya), mangkene (beginilah) lire (arti) kukum (hukum itu). Engkau tak mengetahui penerapannya, beginilah arti dari hukum-hukum itu.

Jika kalian belum mengerti penerapan hukum-hukum itu, inilah pengertiannya masing-masing.

Kukum (hukum) wênang (wenang) puniku (itu) kaki (anakku), iya (yaitu) jêng (Kanjeng) nabi (Nabi) kita (kita), wakiling (mewakili) Hyang (Yang) Agung (Maha Besar). Hukum wenang itu, anakku, yaitu Kanjeng Nabi kita, mewakili Tuhan Yang Maha Besar.

Hukum wenang adalah bahwa Kanjeng Nabi adalah wakil Tuhan di bumi ini. Dia adalah utusan yang menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Kepadanya diberikan wewenang untuk menentukan syari’at untuk mengatur kehidupan manusia. Mengapa Allah mengutus Kanjeng Nabi dan bukan orang lain, itu pun sepenuhnya wewenang Allah sendiri. Kita tak berhak protes, atau menggugat.

Winênang (diberi wewenang) ngaku (mengaku dari) Hyang Suksma (Tuhan Yang Maha Suci), lan (dan) winênang (diberi wewenang) murba (menguasai) misesa (mengatur) sakalir (semua), gêmah (selamat) rusaking (rusaknya) badan (badan). Diberi wewenang untuk menyampaikan apapun dari Tuhan Yang Maha Suci, dan diberi wewenang menguasai dan mengatur semua, selamat dan rusaknya badan.

Oleh karena itu pula Nabi diberi wewenang untuk mengaku semua yang disampaikan adalah dari Yang Maha Suci. Diberi wewenang untuk menguasai dan mengatur kehidupan manusia. Menentukan syari’at, membuat hukum dan tatacara peribadatan. Nabi laksana dokter yang mengobati penyakit, memberi terapi terhadap badan kita. Dalam hal ini Nabi melakukan terapi mental apa saja agar kita sembuh dari penyakit kebodohan, bodoh tentang Allah dalam dzat, sifat, asma dan af’al.

Page 63: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 53

Kajian Cipta Waskitha (1:22): Tegese Kukum Wajib lan Adat Pupuh 1, bait 22, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Kaping pindho ingkang ukum wajib, nabi kita wajib ngawruhana, marang ingkang mênangake, utawane awêruh, iya ingkang nêbut Hyang Widi. Dene kang ukum ngadat, mangkene liripun, nabi kita ngawruhana, mring adate Abubakar Ngumar Ngali, kapat Bagendha Ngusman.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Yang kedua yang disebut hukum wajib, Nabi kita wajib mengetahui, kepada yang memberi wewenang, atau mengetahui, yaitu kepada yang disebut Tuhan Yang Maha Benar. Adapun yang disebut hukum adat, demikian artinya, Nabi kita mengetahui, kepada watak kebiasaan Abu Bakar, Umar, Ali dan keempat Baginda Utsman.

Kajian per kata:

Kaping pindho (yang kedua) ingkang (yang) ukum (hukum) wajib (wajib), nabi (Nabi) kita (kita) wajib (wajib) ngawruhana (mengetahui), marang (kepada) ingkang (yang) mênangake (memberi wewenang), utawane (atau) awêruh (mengetahui), iya (yaitu) ingkang (yang) nêbut (disebut) Hyang (Tuhan) Widi (Maha Benar). Yang kedua yang disebut hukum wajib, Nabi kita wajib mengetahui, kepada yang memberi wewenang, atau mengetahui, yaitu kepada yang disebut Tuhan Yang Maha Benar.

Page 64: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 54 Hukum yang kedua adalah hukum wajib, yakni Nabi wajib untuk mengetahui kepada yang memberi wewenang kepadanya sebagai wakil. Yakni mengetahui tentang Allah Yang Maha Benar. Wajib di sini adalah sifat yang menjadi kemestian bagi Nabi, yang jika tidak mempunyai sifat-sifat ini maka dia bukanlah Nabi. Kita mengenal sifat wajib Nabi ini ada empat: Shidiq, amanah, Fathonah dan Tabligh.

Shidiq adalah bahwa apa yang diketahui nabi tentang Allah adalah benar. Tidak ada keraguan lagi padanya. Berbeda dengan pengetahuan kita tentang Allah yang hanya merupakan duga-duga, pengetahuan Nabi tentang Allah adalah pasti.

Amanah, adalah bahwa Nabi mengemban tugas dan tanggung jawab kepada manusia untuk mengajak manusia kepada jalan yang kebenaran, sebagaimana yang telah dilalui oleh Nabi. Nabi tidak mungkin menyesatkan umatnya, ataupun menyelisihi jalan yang telah ditempuhnya.

Fathonah artinya cerdas, yakni mampu mengurai perintah Allah dan menerjemahkan ke dalam kehidupan manusia. Bijaksana dalam mengatur ummat, tidak kaku dan selalu bisa mengambil keputusan yang baik.

Tabligh, artinya menyampaikan. Semua perintah disampaikan Nabi apa adanya. Tidak dikurangi atau dilebihkan, walau penerapannya semua diserahkan kepada Nabi tetapi tidak melebihi apa yang dikehendaki Allah.

Dene (adapun) kang (yang) ukum (hukum) ngadat (adat), mangkene (demikian) liripun (artinya), nabi (Nabi) kita (kita) ngawruhana (mengetahui), mring (kepada) adate (watak kebiasaan) Abubakar (Abu Bakar) Ngumar (Umar) Ngali (Ali), kapat (dan keempat) Bagendha (Baginda) Ngusman (Utsman). Adapun yang disebut hukum adat, demikian artinya, Nabi kita mengetahui, kepada watak kebiasaan Abu Bakar, Umar, Ali dan keempat Baginda Utsman.

Adapun hukum yang ketiga adalah adat. Dalam hal ini perintah Allah yang disampaikan selalu mempertimbangkan watak dan tabiat manusia. Oleh karena itu Nabi menyampaikan risalah syari’at ini kepada para sahabat. Disampaikan tidak dalam bentuk teks yang sudah rampung, namun melalui proses yang panjang, serta penuh suasana dialogis. Hal itu agar syari’at yang disampaikan merasuk ke dalam hati. Perjuangan dalam mewujudkan manusia yang baik dan masyarakat yang makmur dilakukan

Page 65: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 55 melalui proses yang panjang. Semua aspek kehidupan dipertimbangkan. Maka seluruh syari’at telah menjalani ujian di masa-masa kenabian sehingga bukan suatu syari’at yang utopis. Melainkan suatu syari’at yang praktis dan realistis. Praktis karena pernah diterapkan, realistis karena berada dalam jangkauan kemampuan manusia.

Page 66: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 56

Kajian Cipta Waskitha (1:23): Weruha Marang Njeng Nabi Pupuh 1, bait 23, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Iku lamun nora dèn kawruhi, sayêktine ambubrah sarengat. Yèn wus kinawruhan kabèh, yaiku kang sinêbut, ing jênênge wêruh jêng nabi. Dene kang ukum mokal, puniku liripun, mokal têtêlu yèn owah. Upamane ilanga salah sawiji, jumênêng lawan apa.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Hal itu kalau tidak diketahui, sungguh merusak syari’at. Kalau sudah diketahui semua, yaitulah yang disebut, dengan nama mengetahui Kanjeng Nabi. Adapun yang disebut hukum mustahil, yaitu artinya, mustahil sifat yang tiga tadi berubah. Seumpama hilanglah satu darinya, akan berdiri dengan apa.

Kajian per kata:

Iku (hal itu) lamun (kalau) nora (tidak) dèn (di) kawruhi (ketahui), sayêktine (sungguh) ambubrah (merusak) sarengat (syari’at). Hal itu kalau tidak diketahui, sungguh merusak syari’at.

Semua hal tersebut, yakni ketiga hukum tang sudah dijelaskan dalam bait sebelumnya, kalau tidak diketahui, sungguh akan merusak syari’at. Karena syari’at itu ada karena melalui proses yang panjang dan sudah disesuaikan dengan watak dan tabiat manusia. Kalau kemudian salah dalam penerapan, justru akan merusak keluhuran syari’at itu sendiri.

Page 67: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 57 Yèn (kalau) wus (sudah) kinawruhan (diketahui) kabèh (semua), yaiku (yaitulah) kang (yang) sinêbut (disebut), ing (di) jênênge (namanya) wêruh (mengetahui) jêng (kanjeng) nabi (Nabi). Kalau sudah diketahui semua, yaitulah yang disebut, dengan nama mengetahui Kanjeng Nabi.

Namun kalau semua proses itu diketahui, beserta sebab musabab, riwayat yang menyertainya, serta pertimbangan sejarah dan kehidupan masa itu, maka penerapan syari’at akan membuat masyarakat menjadi beradab dan mulia. Itulah yang dimaksud dengan mengetahui kehendak Kanjeng Nabi.

Dene (adapun) kang (yang) ukum (hukum) mokal (mustahil), puniku (yaitu) liripun (artinya), mokal (mustahil) têtêlu (sifat yang tiga) yèn (kalau) owah (berubah). Adapun yang disebut hukum mustahil, yaitu artinya, mustahil sifat yang tiga tadi berubah.

Mustahil di sini artinya mustahil dari ketiga hukum yang terdahulu tersebut berubah. Hukum wenang, yang merupakan hukum penciptaan berlaku tetap sepanjang masa. Juga hukum wajib, yang menjadi sifat-sifat kenabian dan hubungan Nabi dengan Tuhan yang memberi wewenang, selamanya akan tetap seperti itu. Juga hukum adat, yakni tabiat dan watak manusia, selamanya akan tetap.

Bahwa zaman akan berkembang menuju kemajuan dalam teknologi, namun watak manusia tidak akan banyak berubah. Yang berubah mungkin cara-cara yang dipakai manusia dalam melakukan perikehidupan, tetapi bahwa watak dan tabiat manusia akan tetap seperti ketika pertama diciptakan.

Upamane (seumpama) ilanga (hilanglah) salah (salah) sawiji (satu darinya), jumênêng (akan berdiri) lawan (dengan) apa (apa). Seumpama hilanglah satu darinya, akan berdiri dengan apa.

Keempat perkara tadi adalah satu kesatuan yang harus dialami oleh manusia. Tanpa salah satunya manusia tidak akan menjadi sempurna. Perkara terakhir adalah penegasan bahwa dunia dan isinya, termasuk manusia adalah tetap, tidak berubah. Maka hukum-hukum yang berlaku pada manusia pertama berkaitan dengan tiga hukum tadi, tetap juga berlaku untuk manusia sekarang.

Page 68: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 58

Kajian Cipta Waskitha (1:24): Ana Martabat Premati Pupuh 1, bait 24, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Marma ana mêrtabat prêmati, têlung prakara kèhing martabat. Kukum têlu kono gone, kukum mokal puniku, mung kinarya amratandhani, patraping tri prakara. Ywa kongsi kalimput, mangkono upamanira. Nadyan silih jumênênge sri bupati, kukum patang prakara.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Oleh karena itu ada martabat yang terjaga rapi, tiga perkara banyaknya martabat itu. Hukum yang tiga di situlah tempatnya, hukum mustahil hanyalah, sebagai penanda, penerapan dari tiga perkara sebelumnya. Jangan sampai tertutup, demikianlah perumpamaannya. Walau sudah berdiri sebagai raja, hukum empat perkara tetap berlaku.

Kajian per kata:

Marma (oleh karena itu) ana (ada) mêrtabat (martabat, derajat) prêmati (terjaga rapi), têlung (tiga) prakara (perkara) kèhing (banyaknya) martabat (martabat, derajat itu). Oleh karena itu ada martabat yang terjaga rapi, tiga perkara banyaknya martabat itu.

Ketiga hukum tadi menempati tempatnya masing-masing tatanan wujud yang tidak sama. Ketiga tatanan wujud itu disebut martabat. Di sini penggubah serat ini yakni Sri Susuhunan Pakubuwana IV memakai teori dari martabat tujuh. Pada zaman itu memang teori martabat tujuh banyak dianut oleh para petinggi kerajaan di Jawa, khususnya Surakarta. Pujangga

Page 69: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 59 keraton Raden Ngabehi Ranggawarsita bahkan sampai membuat serat khusus yang membahas masalah ini, yakni Serat Wirid Hidayat Jati.

Secara umum teori ini mengatakan bahwa ada tujuh tingkat kehidupan di alam semesta. Masing-masing tingkat kehidupan (alam) itu adalah: Alam Ahadiyat, Alam Wahdat, Alam Wahidiyat, Alam Arwah, Alam Misal, Alam Ajsam, Alam Insan Kamil.

Saat ini kami tidak akan membahas ketujuh tingkat alam tersebut. Namun di bait-bait berikutnya, akan diuraikan letak dari empat hukum tersebut di antara tujuh martabat alam di atas.

Kukum (hukum) têlu (tiga) kono (di situ) gone (tempatnya), kukum (hukum) mokal (mustahil) puniku (itu), mung (hanya) kinarya (sebagai) amratandhani (penanda), patraping (penerapan) tri (tiga) prakara (perkara). Hukum yang tiga di situlah tempatnya, hukum mustahil hanyalah sebagai penanda, penerapan dari tiga perkara sebelumnya.

Hukum yang tiga, yakni; wenang, wajib dan adat, masing menempati tingkat wujud sesuai dengan sifat-sifatnya. Sedangkan hukum mustahil karena sebagai penguat ketiga hukum lainnya. Adanya hukum mustahil untuk menandai penerapan ketiganya, yang menyangkal adanya perubahan dalam ketiga hukum lainnya. Hukum mustahil demikian menjadi penyempurna dari ketiga hukum sebelumnya.

Ywa (jangan) kongsi (sampai) kalimput (tertutup), mangkono (demikian) upamanira (perumpamaannya). Jangan sampai tertutup, demikianlah perumpamaannya.

Maka janganlah sampai tertutup kenyataan ini. Mesti awas dan teliti dalam memahaminya.

Nadyan silih (walau sudah) jumênênge (berdiri sebagai) sri bupati (raja), kukum (hukum) patang (empat) prakara (perkara). Walau sudah berdiri sebagai raja, hukum empat perkara tetap berlaku.

Hukum ini berlaku kepada siapa saja, tidak boleh menghindari atau memilih-milih. Bahkan seorang raja pun tunduk kepada hukum-hukum ini. Karena hukum ini bukanlah seperti halnya undang-undang yang berlakunya sesuai kesepakatan, melainkan hukum penciptaan yang berlaku kepada semua makhluk.

Page 70: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 60

Kajian Cipta Waskitha (1:25): Papane Kukum Wenang lan Wajib Pupuh 1, bait 25, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Dununging kukum kawan prakawis, nora mêtu kang patang prakara. Kukum kang wênang tablège, ngalam arwah puniku, wênang nganggo ala lan bêcik. Ukum wajib ing alam, ijêsam dumunung, kawajiban tur uninga, pan sabarang Pangeran gone miyarsi, ing kono marganira.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Letak dari hukum yang empat perkara, tidak keluar dari empat perkara juga. Hukum wenang tetaplah, di alam arwah itulah, berwenang memakai buruk dan baik. Hukum wajib di alam, jisim terletak, kewajiban untuk memberi tahu, pada sembarang Tuhan dalam mendengar, di situlah jalanmu.

Kajian per kata:

Dununging (letaknya) kukum (hukum) kawan (empat) prakawis (perkara), nora (tidak) mêtu (keluar) kang (yang) patang (empat) prakara (perkara, tempat). Letak dari hukum yang empat perkara, tidak keluar dari empat perkara juga.

Maka letak hukum yang empat perkara itu, tidak lepas dari empat perkara juga. Yakni masing-masing telah terikat dengan alamnya sesuai martabat masing-masing.

Page 71: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 61 Kukum (hukum) kang (yang) wênang (wenang) tablège (tetaplah), ngalam (alam) arwah (arwah) puniku (itulah), wênang (berwenang) nganggo (memakaui) ala (buruk) lan (dan) bêcik (baik). Hukum wenang tetaplah, di alam arwah itulah, berwenang memakai buruk dan baik.

Hukum wenang letaknya di alam arwah. Oleh karena itu berlakunya sesuai kehendakNya. Telah ditetapkan sebelum adanya dunia ini. Allah yang memberi wewenang kepada Nabi dan memberi perintah dan tugas kenabian, juga di alam ini. Juga pemberitan perintah kepada manusia untuk menyembah kepada Tuhan. Inilah alam pra-kreasi, yakni sebelum manusia dikirim ke dunia ini.

Di alam ini Allah telah menerima persaksian dari manusia bahwa benar Allah tuhan mereka. Di sini pula telah ditanamkan pengetahuan dasar baik dan buruk, yang disebut naluri. Perasaan untuk saling menyayangi, saling mencari kebaikan dan merindukan bimbingan. Oleh karena itu, dalam masyarakat pra sejarah, ketika nabi-nabi belum diutus pun telah muncul ritual-ritual penyembahan, telah muncul masyarakat, dan telah muncul kebaikan-kebaikan sesuai tafsir mereka atas kebenaran. Semua itu karena dalam diri mereka telah tertanam bibit-bibit sifat-sifat manusia sempurna. Mereka senantiasa merindukan kesempurnaan itu. Oleh filosof Ibnu Sina gejala ini disebut cinta.

Ukum (hukum) wajib (wajib) ing (di) alam (alam), ijêsam (jisim, jasad) dumunung (terletak), kawajiban (kewajiban) tur (memberi) uninga (tahu), pan (pada) sabarang (sembarang) Pangeran (Tuhan) gone (dalam) miyarsi (mendengar), ing (di) kono (situlah) marganira (jalanmu). Hukum wajib di alam, jisim terletak kewajiban untuk memberi tahu, pada sembarang Tuhan dalam mendengar, di situlah jalanmu.

Hukum wajib letaknya di alam jisim, atau alam materi. Oleh karena sifat-sifat bagi Kanjeng Nabi pun sesuai dengan sifat-sifat manusia. Beliau menyampaikan syari’at yang mengatur tubuh manusia. Ajaran Kanjeng Nabi bukan saja ajaran moral, tapi juga praktikal. Bukan sekedar himbauan tapi juga keteladanan. Bukan hanya seruan tapi juga aturan. Semua itu sesuai dengan martabat alam ijesam yang bersifat materi.

Oleh karena itu, di sinilah letak adanya kewajiban bagi manusia. Di sini letak adanya perjalanan, atau disebut laku. Semua ketaatan kepada Tuhan dibuktikan dengan perbuatan atau laku. Tidak ada penyembahan tanpa

Page 72: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 62 tanpa ketundukan badan. Tidak ada pengharapan tanpa permintaan. Yang batin dikuatkan dengan yang lahir, inilah laku. Laku menjadi awal perjalanan seorang hamba menuju Tuhan, menuju kesempurnaan. Orang yang melakukan laku, niscaya dia menjadi pelaku. Dia butuh jalan dan rambu-rambunya, itulah syariat. Itulah jalanmu!

Page 73: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 63

Kajian Cipta Waskitha (1:26): Papane Ukum Ngadat lan Mokal Pupuh 1, bait 26, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Ukum ngadat ingkang andarbèni, mapan iya anèng alam mingsal, amêruhana adate. Sabarang kang dinulu, warna rupa rèh kang dumadi, lamun nora wêruha, tuna ing pandulu. Kaping pate ukum mokal, dumununge anèng alam insan kamil, kamil cahyaning Suksma.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Hukum adat yang mempunyai, letaknya di dalam alam mitsal, ketahuilah tabiatnya. Semua yang terlihat, warna rupa segala yang tercipta, kalau tidak mengetahui, tidak ada penglihatan. Yang keempat hukum mustahil, letaknya di dalam alam manusia sempurna, sempurnya oleh cahaya dari Yang Maha Suci.

Kajian per kata:

Ukum (hukum) ngadat (adat) ingkang (yang) andarbèni (mempunyai), mapan (letaknya) iya (juga) anèng (di dalam) alam (alam) mingsal (mitsal), amêruhana (ketahuilah) adate (tabiat, wataknya). Hukum adat yang mempunyai, letaknya di dalam alam mitsal, ketahuilah tabiatnya.

Hukum adat tempatnya di alam mitsal, ketahuilah watak atau sifat-sifat dari hukum adat ini. Alam mitsal adalah bukan alam materi, walau masih terikat dengan alam materi. Ini adalah alam antara. Letak dan sifatnya berada di antara alam jism dan alam ruh.

Page 74: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 64 Hukum ngadat ini bisa dikatakan sebagai sunatullah yang berlaku di alam selain materi. Orang Jawa mempunyai beberapa simpulan yang diturunkan dari pengetahuan tentang hukum adat ini. Misalnya dalam ungkapan, sapa weweh bakal wuwuh. Artinya siapa yang suka memberi justru hartanya akan bertambah. Kalau dilihat dari hukum materi yang tunduk pada pengurangan dan pembagian, jika sesuatu dikurangi dengan cara diberikan kepada orang lain maka pasti akan berkurang. Namun sesuai hukum adat yang tingkat determinasinya lebih kuat maka tidak demikian adanya. Justru orang yang rajin memberi kepada orang lain hartanya akan bertambah banyak.

Pandangan orang Jawa di atas juga bersesuaian dengan firman Allah: barangsiapa yang bersyukur akan kutambah nikmatKu padanya. Jadi di dunia ini alam mitsal mempunyai derajat yang lebih tinggi dan ikut menentukan kehidupan (nasib) manusia di dunia.

Sabarang (semua) kang (yang) dinulu (terlihat), warna (warna) rupa (rupa) rèh (segala) kang (yang) dumadi (tercipta), lamun (kalau) nora (tidak) wêruha (mengetahui), tuna (tidak ada) ing (dalam) pandulu (penglihatan). Semua yang terlihat, warna rupa segala yang tercipta, kalau tidak mengetahui, tidak ada penglihatan.

Maka terhadap semua yang terlihat, segala ciptaan Allah pasti ada rahasia di sebaliknya. Dalam segala kejadian ada hikmat yang terkandung yang dapat menjadi pelajaran bagi kita. Akan rugi besar jika kita hidup di dunia hanya berpatokan kepada hal-hal duniawi saja. Kita disediakan alam antara yakni alam mitsal ini, agar kita belajar cara hidup di alam tempat kita berakhir kelak, alam akhirat.

Kaping pate (yang keempat) ukum (hukum) mokal (mustahil), dumununge (letaknya) anèng (di dalam) alam (alam) insan kamil (manusia sempurna), kamil (sempurna) cahyaning (cahaya) Suksma (dari Yang Maha Suci). Yang keempat hukum mustahil, letaknya di dalam alam manusia sempurna, sempurnya oleh cahaya dari Yang Maha Suci.

Yang keempat dari hukum-hukum tersebut adalah hukum mokal. Hukum ini letaknya di alam insan kamil. Makna harfiahnya dalah alamnya manusia sempurna. Yakni, manusia yang mendapat pancaran cahaya dari Tuhan Yang Maha Suci. Bagaimanakah maknanya hukum mokal ini? Nantikan kajian bait berikutnya.

Page 75: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 65

Kajian Cipta Waskitha (1:27): Lire Ukum Mustahil Pupuh 1, bait 27, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lawan mokal lamun dèn uripi, lawan mokal yèn tan nguripana. Mapan ta ana nyatane, mungguh tininggal iku. Badanira tan bisa mosik, mokal yèn nguripana. Ki Agêng Lip Tamsur, nyatane ana kang karya, sayêktine kamil iku ana kasih, mokal yèn sinêrtua.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Mustahil kalau dihidupi, dan mustahil kalau tak menghidupkan. Karena ada buktinya, dalam hal yang terlihat itu. Tubuhmu tak bisa bergerak, mustahil kalau menghidupkan. Ki Ageng alif Tamsur, nyatanya ada yang menciptakan, sesungguhnya sempurna itu ada kasih, mustahil kalau diabaikan.

Kajian per kata:

Lawan (dan) mokal (mustahil) lamun (kalau) dèn (di) uripi (hidupi), lawan (dan) mokal (mustahil) yèn (kalau) tan (tak) nguripana (menghidupkan). Mustahil kalau dihidupi, dan mustahil kalau tak menghidupkan.

Mokal artinya mustahil. Ini berkaitan dengan keberadaan manusia di sebagai ciptaan. Sesungguhnya kebedaraan manusia di dunia ini dan di alam lain adalah karena Wujud Allah semata. Mustahil (mokal) bagi manusia hidup sendiri. hidupnya pasti karena Allah yang memberi hidup. Maka mustahil juga menjadi salah satu sifat Allah, yakni mustahil tidak menghidupi makhluknya. Para ahli ilmu kalam juga mendefinisikan

Page 76: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 66 beberapa sifat mustahil dari Allah. Silakan merujuk pada kitab-kitab mereka agar lebih jelas.

Mapan ta (karena) ana (ada) nyatane (buktinya), mungguh (dalam hal) tininggal (yang terlihat) iku (itu). Karena ada buktinya, dalam hal yang terlihat itu.

Karena memang ada buktinya, dari fenomena yang terlihat di alam dunia ini. Kita lihat manusia begitu lemah. Sejak awal mula datang ke dunia ini pun manusia tak mampu melakukan sesuatu untuk kelangsungan hidupnya sendiri. Semua manusia bisa hidup atas belas kasih orang lain yang disebut ibu bapaknya, tetangganya, sanak saudaranya, dan banyak orang lainnya. Siapa yang menggerakkan hati mereka untuk menolong kepada seorang anak manusia yang baru lahir? Merawat dan mengasuhnya?

Badanira (tubuhmu) tan (tak) bisa (bisa) mosik (berseger), mokal (mustahil) yèn (kalau) nguripana (menghidupkan). Tubuhmu tak bisa bergerak, mustahil kalau menghidupkan.

Ketika manusia lahir badannya pun tak mampu bergeser, jadi mustahil kalau dia bisa menghidupkan dirinya sendiri. Baru setelah besar dia mampu mandiri. Itu semua adalah pertanda bahwa manusia takkan bisa hidup tanpa orang lain yang menolongnya. Lalu mengapa orang lain mau menolongnya?

Kita perhatikan bagaimana seorang ibu yang baru saja melahirkan. Mengapa dia tiba-tiba menjadi penuh kasih dan perhatian. Mengapa tiba-tiba dari tubuhnya keluar air susu untuk minum sang bayi. Dari semula seorang gadis yang hanya pandai bersolek, seorang ibu muda telah mengalami perubahan yang sangat revolusioner ketika menjadi seorang ibu. Dia tak lagi peduli dengan penampilannya sendiri, kasih sayangnya tercurah kepada anaknya. Kepentingan dirinya pun diabaikan. Siapa yang tiba-tiba menaruh rasa kasih sayang di dalam hatinya?

Ki Agêng Lip Tamsur (Ki Ageng Alif Tamsur), nyatane (nyatanya) ana (ada) kang (yang) karya (menciptakan), sayêktine (sesungguhnya) kamil (sempurna) iku (itu) ana (ada) kasih (kasih), mokal (mustahil) yèn (kalau) sinêrtua (diabaikan). Ki Ageng alif Tamsur, nyatanya ada yang menciptakan, sesungguhnya sempurna itu ada kasih, mustahil kalau diabaikan.

Page 77: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 67 Ki Ageng Alif Tamsur, sesuatu tiupan ruh ilahi yang ditiupkan ke dalam diri kita pun ada penciptanya. Dialah Tuhan yang telah menyertai kita dengan pengawal berupa hati nurani, berupa naluri kasih sayang yang tiba-tiba muncul pada waktunya. Mustahil semua itu ada dengan sendirinya. Seorang anak kecil seringkali membantah dan berani kepada orang tua. Begitu remaja dia tiba-tiba menjadi hormat dan patuh, itupun karena tuntunan naluri yang ada dalam dirinya. Sebagaimana kasih sayang yang tiba-tiba hadir di hati ibu muda di atas.

Semua itu ada dalam diri kita, sesuatu titipan dari Tuhan yang membuat kita selalu merindukan watak agung sebagai manusia. Hal ini tak dapat diabaikan begitu saja. Kita semua manusia mempunyai kecenderungan ini. Kita tinggal memolesnya agar kebaikan yang menyertai kita itu tampak semakin bersinar. Caranya dengan mentaati kecenderungan baik itu, menguatkannya dalam perbuatan sehari-hari. Jangan sampai dorongan kebaikan itu diabaikan. Sekali terabaikan sinarnya tak lagi terang. Hati menjadi gelap dan tak mampu memancarkan cahaya. Nurani mati!

Page 78: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 68

Kajian Cipta Waskitha (1:28): Mangertia Ukum kang papat Pupuh 1, bait 28, Dhandhang Gula (10i,10a,8e,7u,9i,7a,6u,8a,12i,7a), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Marang ukum sira aja pangling, sabab ana unine kang kitab, patang prakara cacahe. Batal karam puniku, ingkang aran najis lan sukci. Sukur yèn wus uninga, lamun durung wêruh, takona para ngulama. Aja sira kalayu mèlu ngarani, dèn gambuh kawruhira.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Kepada hukum engkau jangan sampai tidak mengenali, karena ada perkataan dalam kitab, empat perkara jumlahnya. Batil haram itulah, yang dinamakan najis dan suci. Syukurlah kalau sudah tahu, kalau belum tahu, bertanyalah kepada para ulama. Janganlah engkau ikut-ikutan menuduh, dikenali pengetahuanmu.

Kajian per kata:

Marang (kepada) ukum (hukum) sira (engkau) aja (jangan) pangling (tidak mengenali), sabab (karena) ana (ada) unine (perkataan) kang (yang) kitab (kitab), patang (empat) prakara (perkara) cacahe (jumlahnya). Kepada hukum engkau jangan sampai tidak mengenali, karena ada perkataan dalam kitab, empat perkara jumlahnya.

Hukum di sini sudah sudah berbeda pengertiannya dengan hukum yang disebut dalam awal pupuh Dhandhanggula, yang telah kita kaji sampai pada bait yang lalu. Hukum yang diuraikan di sini adalah hukum fikih, yakni batal, haram, najis dan suci. Keempat hukum tersebut adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan fisik. Namun kali ini kita akan

Page 79: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 69 mengupas lebih jauh, lebih dari sekedar yang tampak oleh mata. Marilah kita kenali filosofi dan watak dari empat keadaan tersebut untuk diambil hikmatnya.

Batal (batil) karam (haram) puniku (itulah), ingkang (yang) aran (dinamakan) najis (najis) lan (dan) sukci (suci). Batal haram itulah, yang dinamakan najis dan suci.

Sebelum kita kupas maknanya, lebih dahulu kita mengerti artinya secara ilmu fikih. Batal adalah keadaan tidak suci dari hadats dan najis. Sedangkan suci adalah keadaan terbebas dari najis dan hadats. Haram adalah hal-hal yang dilarang untuk dimakan. Najis adalah hal-hal yang membatalkan kesucian.

Sukur (syukurlah) yèn (kalau) wus (sudah) uninga (mengetahui), lamun (kalau) durung (belum) wêruh (tahu), takona (bertanyalah) para (para) ngulama (ulama). Syukurlah kalau sudah tahu, kalau belum tahu, bertanyalah kepada para ulama.

Ketahuilah dahulu definisi di atas agar kita mengerti. Kalau sudah mengeti syukurlah, kalau belum hendaknya bertanya kepada ulama terlebih dahulu sampai mengerti. Karena bahasan kita bukan soal ilmu fikih, melainkan ilmu tentang makna yang dikandungnya.

Aja (janganlah) sira (engkau) kalayu mèlu (ikut-ikutan) ngarani (menuduh), dèn (di) gambuh (kenali) kawruhira (pengetahuanmu). Janganlah engkau ikut-ikutan menuduh, dikenali pengetahuanmu.

Maka, hal-hal seperti di atas terlebih dahulu dimengerti dengan baik, agar tidak terjebak pada perselisihan mas’alah khilafiyah. Jangan sampai saling tuding hanya karena tidak mengerti dan paham apa yang dikehendaki oleh syari’at.

Frasa den gambuh dalam bait ini juga sekaligus menandakan bahwa kita akan masuk ke Pupuh Gambuh pada bait berikutnya.

Page 80: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 70

PUPUH KEDUA

GAMBUH

Page 81: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 71

Kajian Cipta Waskitha (2:1-2): Tegese Haram lan Batal Pupuh 2, bait 1-2, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Têgêse karam iku, dudu wong kang mangan cèlèng bulus. Nadyan kurma pitik iwèn kêbo sapi, yèn tan sah pamanganipun, iku karam ingkang manggon. Têgêse batal iku, dudu wong kang sêmbahyang kapentut. Sêmbahyanga yèn durung wruh jroning batin, iku batal têgêsipun, wus mupusa bêcik turon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Artinya haram itu, bukan hanya orang yang makan babi hutan dan kura-kura. Walau kurma, ayam, hewan ternak seperti kerbau sapi, kalau tidak sah memakannya, itu haram yang di situ. Artinya batal itu, bukan orang yang shalat lalu terkena kentut. Walau shalat kalau belum mengetahui dalam batin, itu batal maknanya, sudah berhentilah lebih baik tiduran.

Kajian per kata:

Têgêse (artinya) karam (haram) iku (itu), dudu (bukan) wong (orang) kang (yang) mangan (makan) cèlèng (babi hutan) bulus (kura-kura). Artinya haram itu, bukan hanya orang yang makan babi hutan dan kura-kura.

Sesudah kita mengerti hukum-hukum tersebut dalam terminologi fikih, penggubah serat Cipta Waskitha mengajak kita untuk beranjak dari sekedar yang tampak oleh mata, dan menapak ke alam pikiran. Oleh

Page 82: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 72 karena itu serat ini dinamakan Cipta Waskitha, pikiran orang yang awas, yakni orang yang tanggap dalam membaca sasmita atau isyarat-isyarat dari Tuhan.

Perhatikan! Yang disebut haram bukan saja sebangsa babi hutan atau kura-kura, atau sejenisnya, hewan-hewan yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai tidak boleh dimakan. Namun bukan itu saja yang haram.

Nadyan (walau) kurma (kurma) pitik (ayam) iwèn (hewan ternak) kêbo (kerbau) sapi (sapi), yèn (kalau) tan (tidak) sah (sah) pamanganipun (memakannya), iku (itu) karam (haram) ingkang (yang) manggon (di situ). Walau kurma, ayam, hewan ternak seperti kerbau sapi, kalau tidak sah memakannya, itu haram yang di situ.

Walaupun kurma, ayam, ternak, kerbau, sapi dan lain-lainnya yang telah ditetapkan oleh syari’at sebagai halal, bisa saja menjadi haram kalau tidak sah cara memakannya. Seperti ayam yang dicuri dari tetangganya, atau sapi dari hasil merampok, dan lain-lainnya. Termasuk juga kalau membeli ayam dari uang hasil mencuri, maka ayamnya pun haram baginya. Ini disebut memakan dengan cara yang batal, maka jatuhnya haram juga.

Têgêse (artinya) batal (batal) iku (itu), dudu (bukan) wong (orang) kang (yang) sêmbahyang (shalat) kapentut (kena kentut). Artinya batal itu, bukan orang yang shalat lalu terkena kentut.

Artinya batal bukan seperti orang yang sembahyang dan kentut. Bukan, bukan itu saja sembahyang yang batal. Batasan tadi adalah batasan lahiriah dan memang dalam hal ini yang batal adalah yang kena hadats, seperti orang yang sembahyang kemudian kentut.

Sêmbahyanga (walau shalat) yèn (kalau) durung (belum) wruh (mengetahui) jroning (dalam) batin(batin), iku (itu) batal (batal) têgêsipun (maknanya), wus (sudah) mupusa (berhentilah) bêcik (lebih baik) turon (tiduran). Walau shalat kalau belum mengetahui dalam batin, itu batal maknanya, sudah berhentilah lebih baik tiduran.

Namun bagi orang yang berpikiran awas, dan mengetahui dalam hatinya, sembahyang pun bisa batal kalau tidak sampai ke batin. Badannya sembahyang tetapi hatinya selalu ingat perbuatan buruk, selalu merencanakan kemunkaran. Orang yang demikian ibarat sembahyangnya tak berguna. Baginya lebih baik tidur-tiduran saja.

Page 83: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 73

Kajian Cipta Waskitha (2:3-6): Maknane Suci Saking Najis Pupuh 2, bait 3-6, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Maknane najis iku, udu wong kang kagêpok ing asu, nadyan sira kaki kawutahan warih, iku luwih najis agung. Apa kang ginawe wisoh, iya wisuha banyu, aja banyu kang mêtu ing watu. Nênuwuna mring malekat Jabarail, iku siranggo wawisuh, sampurnane têka kono. Lamun sirarsa pangguh, lan malekat Jabrail tumurun, saratana busana kang sarwa langking, Paringe toya lir êbun, iku banjur gonên wisoh. Lamun sira wus wisuh, poma den ngati-ati dèn emut, aja kongsi kapêcak ing banyu malih. Manawa sira kacêgur, kali banjir pasthi layon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Maknanya najis itu, bukan orang yang tersenggol oleh anjing, walau engkau anakku tertimpa oleh air, itu bisa lebih najis besar. Apa yang dibuat bersuci, bersucilah dengan air, jangan air yang keluar dari batu. Mintalah kepada malaikat Jibril, itu engkau pakai untuk bersuci,

Page 84: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 74

sempurnanya sampai di situ. Kalau engkau akan bertemu, dan malaikat Jibril turun, siapkanlah pakaian yang serba hitam. Pemberian air yang see\perti embun, itu segera pakailah untuk bersuci. Kalau engkau sudah bersuci, harap berhato-hati dan ingat, jangan sampai menginjak air lagi. Kalau engkau tercebur, sungai banjir pasti mati.

Kajian per kata:

Maknane (maknanya) najis (najis) iku (itu), dudu (bukan) wong (orang) kang (yang) kagêpok (tersenggol) ing (oleh) asu (anjing), nadyan (walau) sira (engkau) kaki (anakku) kawutahan (tertimpa) warih (air), iku (itu) luwih (lebih) najis (najis) agung (besar). Maknanya najis itu, bukan orang yang tersenggol oleh anjing, walau engkau anakku tertimpa oleh air, itu bisa lebih najis besar.

`Makna dari najis bukan saja orang yang tersenggol anjing saja, walau terpercik air pun bisa menjadi najis yang besar. Perhatikan bagi orang yang awas pikirannya.

Apa (apa) kang (yang) ginawe (dibuat) wisoh (bersuci), iya (juga) wisuha (bersucilah) banyu (dengan air), aja (jangan) banyu (air) kang (yang) mêtu (keluar) ing (di) watu (batu). Apa yang dibuat bersuci, bersucilah dengan air, jangan air yang keluar dari batu.

Jika air yang dipakai untuk bersuci hanyalah air yang keluar dari batu atau mata air. Itu belum membuatmu pikiranmu bersuci. Perhatikan bagi yang awas pikirannya.

Nênuwuna (mintalah) mring (kepada) malekat (malaikat) Jabarail (Jibril), iku (itu) siranggo (engkau pakai) wawisuh (bersuci), sampurnane (sempurnanya) têka (sampai) kono (di situ). Mintalah kepada malaikat Jibril, itu engkau pakai untuk bersuci, sempurnanya sampai di situ.

Page 85: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 75 Jika ingin bersuci dengan sebenarnya, mengupayakan sucinya pikiran, mintalah kepada malaikat Jibril, apa yang diberikan itu pakailah untuk bersuci. Sempurnanya bersuci adalah jika engkau sudah sampai di situ.

Lamun (kalau) sirarsa (engkau akan) pangguh (bertemu), lan (dan) malekat (malaikat) Jabrail (Jibril) tumurun (turun), saratana (siapkanlah) busana (pakaian) kang (yang) sarwa (serba) langking (hitam). Kalau engkau akan bertemu, dan malaikat Jibril turun, siapkanlah pakaian yang serba hitam.

Jika engkau benar-benar ingin bersuci dalam pikiranmu, upayakan bertemu dengan malaikat Jibril. Jika Jibril turun siapkanlah pakaian yang serba hitam.

Paringe (pemberian) toya (air) lir (yang seperti) êbun (embun), iku (itu) banjur (segera) gonên (pakailah) wisoh (bersuci). Pemberian air yang seperti embun, itu segera pakailah untuk bersuci.

Pemberian air dari malaikat Jibril yang seperti embun, segera pakailah untuk bersuci.

Lamun (kalau) sira (engkau) wus (sudah) wisuh (bersuci), poma (harap) den ngati-ati (berhati-hatilah) dèn emut (diingat), aja (jangan) kongsi (sampai) kapêcak (menginjak) ing (di) banyu (air) malih (lagi). Kalau engkau sudah bersuci, harap berhati-hati dan ingat, jangan sampai menginjak air lagi.

Jika sudah bersuci, harap dengan sangat untuk berhati-hati dan ingat. Jangan sampai menginjak air lagi.

Manawa (kalau) sira (engkau) kacêgur (tercebur), kali (sungai) banjir (banjir) pasthi (pasti akan) layon (mati). Kalau engkau tercebur, sungai banjir pasti mati.

Karena kalau sudah tercebur ke dalam air yang banjir, engkau pasti akan mati.

Apa yang disampaikan dalam bait-bait ini adalah sebuah kiasan. Jika orang ingin bersuci maka dia harus meminta air kepada Jibril, dan bukan bersuci dari air yang keluar dari batu. Makna dari kiasan ini, bagi siapapun yang ingin pikirannya bersih harus meneladani Kanjeng Nabi. Ada cerita ketika Nabi masih remaja, Jibril datang dan membelah dada Nabi serta

Page 86: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 76 mencucinya dengan air dari surga. Dari sebab itu di dalam dada Nabi bersih dari segala penyakit hati, dengki, iri, jail, hasad, dan sebagainya. Maka kita pun harus meniru meminta air kepada Jibril. Karena Jibril tak mungkin turun kepada kita, maka kepada Nabilah kita meminta perantaraan agar mendapat air suci surgawi itu.

Dalam bait ini, kita disuruh untuk memakai pakaian hitam. Warna hitam adalah warna yang paling sederhana, warna yang paling tidak menarik hati orang lain. Maknanya, kita harus menenggelamkan diri kita dari perhatian orang lain. Jangan sampai apa yang kita lakukan menarik hati atau mengundang kekaguman orang. Kekaguman orang ini bisa menjebak kita kepada perilaku riya dan ujub, maka harus disingkirkan.

Sesudah kita mendapat pelajaran hikmat lewat perantara Kanjeng Nabi maka kita harus mencukupkan diri, tidak lagi terjebak pada keduniawian. Kiasan dari air yang hanya embun adalah bahwa walau halal dan mensucikan kita hanya perlu memakai sedikit air. Setelahnya kita menjaga agar tidak tercebur ke dalam hal duniawi lagi. Seperti halnya air yang sifatnya suci, kalau kita tercebur pun bisa mati. Demikian pula duniawi, meski halal dan boleh dinikmati, jika tercebur ke dalamnya kita pun celaka. Perhatikan dengan seksama!

Page 87: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 77

Kajian Cipta Waskitha (2:7-8): Aja Katungkul Geguyonan Pupuh 2, bait 7-8, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Pitutur kang satuhu, poma sira aywana katungkul, pakumpulan gêguyon raina wêngi. Jroning guyu dipun emut, dèn sukur maring Hyang Manon. Guyu kang tan tuwajuh, iku ngêdohake marang wahyu. Basa wahyu nugraha Kang Maha Sukci, marang ing raga kang wujud. Poma sira dèn waspaos.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Petuah yang sesungguhnya, harap engkau jangan ada yang terlena, berkumpul-kumpul bersenda gurau siang dan malam. Dalam tertawa harap diingat, karena syukur kepada Yang Maha Melihat. Tawa yang tidak bertujuan, itu menjauhkan dari wahyu. Yang disebut wahyu adalah anugrah Yang Maha Suci, kepada raga yang berwujud. Harap engkau perhatikan

Kajian per kata:

Pitutur (petuah) kang (yang) satuhu (sesungguhnya), poma (harap) sira (engkau) aywana (jangan ada) katungkul (terlena), pakumpulan (berkumpul-kumpul) gêguyon (bersenda gurau) raina (siang) wêngi (malam). Petuah yang sesungguhnya, harap engkau jangan ada yang terlena, berkumpul-kumpul bersenda gurau siang dan malam.

Dengarkan petuah yang sejati ini. Jangan terlena dalam senda gurau di siang dan malam. Berkumpul dengan kawan, tetangga, sanak saudara dan

Page 88: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 78 sebagainya, itu boleh saja. Namun jika terlena dalam dalam kesenangan itu tidak baik.

Jroning (di dalam) guyu (tertawa) dipun (di) emut (ingat), dèn (harap) sukur (syukur) maring (kepada) Hyang Manon (Tuhan Yang Maha Melihat). Dalam tertawa harap diingat, karena syukur kepada Yang Maha Melihat.

Upayakan jika tertawa maka tertawanya adalah ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Melihat. Jangan tertawa untuk hal yang remeh. Apalagi jika sampai mentertawakan orang lain.

Guyu (tertawa) kang (yang) tan (tidak) tuwajuh (mantap, bertujuan), iku (itu) ngêdohake (menjauhkan) marang (dari) wahyu (wahyu). Tawa yang tidak bertujuan, itu menjauhkan dari wahyu.

Tawa yang tidak tawajuh, tidak bertujuan baik, akan menjauhkan dari wahyu Tuhan. Seperti halnya tertawa karena ada yang lucu dari orang lain. Atau tawa karena melihat orang lain celaka. Atau tertawa karena melihat kekurangan fisik orang lain. Tawa yang demikian bukanlah tawa yang disertai rasa syukur.

Adapun tawa yang disertai syukur adalah jika melihat sesuatu kebaikan. Nabi pun pernah tertawa ketika melihat sahabatnya gembira dengan kabar kebaikan. Ketika sahabatnya bersemangat dalam beribadah. Namun Nabi tak pernah mentertawakan fisik seseorang. Kita pun jangan melakukan itu karena menjauhkan dari wahyu.

Basa (yang disebut) wahyu (wahyu) nugraha (anugrah) Kang (Yang) Maha (Maha) Sukci (Suci), marang (kepada) ing (di) raga (raga, diri) kang (yang) wujud (berwujud). Yang disebut wahyu adalah anugrah Yang Maha Suci, kepada raga yang berwujud.

Yang disebut wahyu adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Suci, kepada raga yang berwujud. Artinya kepada raga tersebut ditambahkan suatu kebaikan yang banyak. Wahyu dengan demikian tidak bersifat fisik. Pasti bukan berwujud harta benda atau sejenisnya. Namun bisa berupa kemampuan berpikir, ilham atau anugrah kepemimpinan. Termasuk juga disebut wahyu adalah pikiran yang waspada dan tanggap, atau cipta waskitha, seperti yang sedang kita upayakan ini.

Page 89: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 79 Poma (Harap) sira (engkau) dèn waspaos (perhatikan). Harap engkau perhatikan

Harap engkau perhatikan, wahai orang yang menginginkan pikiran yang tajam!

Page 90: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 80

Kajian Cipta Waskitha (2:9-10): Wruha Kang Nunggal Wujud Pupuh 2, bait 9-10, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Wruha kang tunggal wujud, lan nêdyaa widagda ing kalbu. Aja bungah ginunggung marang sasami, Watêke wong karêm gunggung, malêndhung saengga dheyot. Apa lire malêndhung, kayadene wong kang adol gêndhung. Nêdhêng padha jagongan sami alinggih. Tan wigih wus ngrasa unggul, tan wruh jugule angradon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Ketahuilah yang satu wujud, upayakan keselamatan dalam hati. Jangan gembira kalau dipuji-puji oleh sesama. Wataknya orang yang gemar dipuji, mengembung sehingga pecah. Apa arti mengembung, sepertio orang yang menjual perkataan (membual). Ketika sedang bercakap-cakap sambil duduk-duduk, tak sungkan sudah merasa unggul. Tak sadar kalau kebodohannya mekar membesar.

Kajian per kata:

Wruha (ketahuilah) kang (yang) tunggal (satu) wujud (wujud), lan (dan) nêdyaa (upayakan) widagda (keselamatan, kekuatan) ing (dalam) kalbu (hati). Ketahuilah yang satu wujud, upayakan keselamatan dalam hati.

Ketahuilah yang satu wujud, dan upayakan kekuatan dalam hati. Apa yang satu wujud itu? Tak lain adalah Tuhan. Ini bukan seperti konsep

Page 91: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 81 manunggaling kawula-Gusti. Konsep itu tidak pas dalam relasi dengan Tuhan. Karena kata manunggal berati keduanya pernah berpisah, kemudian bersatu kembali. Sedangkan realitas kita tidak pernah berpisah dengan Tuhan. Kita satu wujud denganNya. Wujud kita ada karena WujudNya. Mirip lampu senter dengan sinarnya, begitulah relasi kita yang sejati dengan Tuhan.

Jika kita satu wujud mengapa penampakannya bisa berbeda? Mengapa kita tidak satu sifat denganNya? Itulah, karena kesadaran akan kesatuan itu sering diabaikan. Maka kita mengira bahwa kita bukan Dia. Maka kita pun tak berwatak seperti Dia. Ini jelas sebuah pengingkaran (kafir). Nafsulah yang menutup kenyataan itu. Maka melalui upaya mengekang hawa nafsu akan tampaklah relasi sejati Tuhan dan makhlukNya. Bahwa sesungguhnya yang ada pada diri kita adalah Dia.

Aja (jangan) bungah (gembira) ginunggung (dipuji-puji) marang (oleh) sasami (sesama). Jangan gembira kalau dipuji-puji oleh sesama.

Oleh karena itu jika kita dipuji maka bersikaplah wajar, tak harus bergembira ria. Karena hakikatnya segala puji adalah untuk Dia.

Watêke (wataknya) wong (orang) karêm (gemar) gunggung (dipuji), malêndhung (mengembung) saengga (sehingga) dheyot (terbelah, pecah). Wataknya orang yang gemar dipuji, mengembung sehingga pecah.

Watak orang gemar pujian, mengembung, membesar dirinya. Sesudah mengembung, kalau tak terkendali bisa pecah. Makna pecah adalah kebaikannya hilang, karena menganggap pujian adalah haknya.

Apa (apa) lire (arti) malêndhung (mengembung), kayadene (seperti) wong (orang) kang (yang) adol (menjual) gêndhung (perkataan). Apa arti mengembung, sepertio orang yang menjual perkataan (membual).

Seperti halnya, orang yang membual. Jika lawan bicara memuji-muji bualannya makin menjadi-jadi. Untuk meraih pujian lagi dan lagi, dia kemudian mengatakan hal-hal hebat yang tak dilakukannya. Demikian seterusnya, bualannya semakin tak masuk akal. Segala kebaikan yang ada padanya tatkala dipuji pertama, menjadi hilang. Alih-alih mendatangkan kebaikan selanjutnya, sedikit kebaikannya yang sudah ada pun lenyap.

Nêdhêng (ketika sedang) padha (bersama) jagongan (bercakap-cakap) sami (bersama) alinggih (duduk-duduk), tan (tak) wigih (sungkan) wus

Page 92: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 82 (sudah) ngrasa (merasa) unggul (unggul). Ketika sedang bercakap-cakap sambil duduk-duduk, tak sungkan sudah merasa unggul.

Malah bisa juga bualannya mendatangkan keburukan padanya. Dia mengira yang mendengarkan lebih bodoh darinya. Dia merasa lebih unggul dari teman bicaranya. Tatkala sedang duduk-duduk bercakap-cakap, mulailah dia menjalankan aksinya, membual tak berkesudahan.

Tan (tak) wruh (tahu) jugule (kebodohannya) angradon (berkembang, mekar, berkumpul). Tak sadar kalau kebodohannya mekar membesar.

Angradon artinya berkembang, membesar seperti semak-semak yang daunnya rimbun. Orang yang menjual perkataan atau umuk atau membual, dia tidak sadar kalau dalam perkataannya terkandung kebodohan yang semakin membesar. Semakin banyak bicara, semakin mengumpul kebodohannya.

Page 93: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 83

Kajian Cipta Waskitha (2:11-12): Wong Pantes Disingkiri Pupuh 2, bait 11-12, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Dene kang padha gunggung, saking wêgah mulat polahipun. Tan rinasa panggunggunge nganggo wadi, wadine wong akèh lumuh, pangrasane iku kawon. Nuli agawe umuk, sila tumpang kandhane agupruk. Wong mangkono tan pantês dipun cêdhaki, bêcik singkirana iku. Jêr maido mring Hyang Manon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Adapun semua yang memuji, karena sudah tidak mau melihat kelakuannya. Tak dirasa kalau memujinya memakai rahasia, rahasia orang banyak tidak mau, perasaannya semuanya kalah. Lalu segera membuat bualan, sambil bersila kaki menumpang perkataannya nyerocos. Orang seperti itu tak pantas di dekati, lebih baik singkirilah itu. Karena menyangkal kepada Yang Maha Melihat.

Kajian per kata:

Dene (adapun) kang (yang) padha (semua, mereka) gunggung (memuji), saking (karena sudah) wêgah (tidak mau) mulat (melihat) polahipun (kelakuannya). Adapun semua yang memuji, karena sudah tidak mau melihat kelakuannya.

Adapun yang mendengarkan, mereka mengiyakan bukan karena kebodohannya. Mereka hanya enggan melayani, enggan berselisih. Lebih baik mengiyakan daripada menyangkal dan ribut-ribut. Orang yang suka

Page 94: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 84 membual tak mau mendengarkan apa kata orang lain. Mereka tidak tanggap kalau pujian orang lain adalah isyarat agar bualannya berhenti. Disebabkan mereka tidak tanggap dalam mengolah isyarat. Mereka tidak cipta waskitha, dalam menangkap sasmita-sasmita. Pikiran mereka tumpul.

Tan (tak) rinasa (dirasa) panggunggunge (memujinya) nganggo (memakai) wadi (rahasia), wadine (rahasia) wong (orang) akèh (banyak) lumuh (tidak mau), pangrasane (perasaannya) iku (semua itu) kawon (kalah). Tak dirasa kalau memujinya memakai rahasia, rahasia orang banyak tidak mau, perasaannya semuanya kalah.

Orang lain yang sebenarnya hanya mengiyakan karena enggan, karena sungkan atau karena tidak mau bertengkar, malah dianggap sebagai orang yang kalah. Sehingga bualannya makin menjadi-jadi.

Nuli (lalu segera) agawe (membuat) umuk (bualan), sila (bersila) tumpang (kaki menumpang) kandhane (perkataannya) agupruk (nyerocos). Lalu segera membuat bualan, sambil bersila kaki menumpang perkataannya nyerocos.

Kemudian mereka membual sambil sila tumpang, yakni sikap tubuh penuh arogansi. Sambil terus melanjutkan bualan. Nyerocos tidak karuan.

Wong (orang) mangkono (seperti itu) tan (tak) pantês (pantas) dipun (di) cêdhaki (dekati), bêcik (lebih baik) singkirana (singkirilah) iku (itu). Orang seperti itu tak pantas di dekati, lebih baik singkirilah itu.

Orang yang demikian itu tak pantas didekati. Jangan jadikan sebagai teman baik. Jika perlu disingkiri saja. Tentu kita harus tetap bergaul dengan baik padanya, namun jangan pernah menjadikan dia sebagai teman dekat. Karena watak buruk itu menular, seperti kata paribasan; cedhak kebok gupak. Jika kita dekat dengan orang berwatak buruk, suatu saat kita akan terkena keburukannya juga. Jadi pantaslah orang seperti itu dijauhi.

Jêr (karena) maido (menyangkal) mring (kepada) Hyang (Yang) Manon (Maha Melihat). Karena menyangkal kepada Yang Maha Melihat.

Karena orang seperti itu menyangkal kepada Tuhan Yang Maha Melihat. Dengan merasa dirinya berhak dipuji, dia telah mengambil hak Tuhan. Lalu apalah namanya orang yang berperilaku demikian, selain satu ungkapan; dia sedang menyangkal kemuliaan Tuhan.

Page 95: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 85

Kajian Cipta Waskitha (2:13-14): Titikane anèng solah muna-muni Pupuh 2, bait 13-14, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Sanadyan iku wêruh, kêna uga ingaranan durung. Titikane anèng solah muna-muni, angakua bisa mabur, sayêkti nèng ngisor palon. Lêlabuhan ingkang wus, kanggo ing jaman kuna rumuhun, nora nana wong mangkono antuk gaib. Nanging ana pantêsipun, wong mangkono jaga obrol.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Walaupun sudah mengetahui, bisa juga disebut belum. Pertandanya di dalam perilaku dan perkataan, walau mengaku bisa terbang, sebenarnya hanya di bawah tungku. Pengabdian yang sudah, terpakai di zaman kuno dahulu, tidak ada orang demikian itu yang mendapat pertolongan gaib. Namun ada pantasnya juga, orang seperti itu hanya menjaga perkataan bohongnya.

Kajian per kata:

Sanadyan (walaupun) iku (itu) wêruh (mengetahui), kêna (bisa) uga (juga) ingaranan (disebut) durung (belum). Walaupun sudah mengetahui, bisa juga disebut belum.

Sungguhpun orang yang umuk tadi benar-benar tahu, itu pun juga belum bisa dikatakan belum tahu. Apa yang diketahuinya? Apakah sudah benar-benar mencapai pengetahuan yang sempurna?

Page 96: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 86 Titikane (pertandanya) anèng (di dalam) solah (perilaku) muna-muni (perkataan), angakua (walau mengaku) bisa (bisa) mabur (terbang), sayêkti (sungguh) nèng (di) ngisor (bawah) palon (tungku). Pertandanya di dalam perilaku dan perkataan, walau mengaku bisa terbang, sebenarnya hanya di bawah tungku.

Palon tempat palu, tempat untuk memalu pada bengkel pandai besi. Letaknya di dekat tungku pembakaran. Tempat yang sangat rendah. Jadi orang yang umuk itu seumpama orang yang membual bisa terbang, padahal tempatnya berada di tempat yang rendah. Itulah pertanda apakah seseorang itu membual atau tidak. Dengan mengamati pertandanya dan mencocokkan dengan kehidupannya sehari-hari.

Lêlabuhan (pengabdian) ingkang (yang) wus (sudah), kanggo (terpakai) ing (di) jaman (jaman) kuna (kuno) rumuhun (dahulu), nora (tidak) nana (ada) wong (orang) mangkono (demikian itu) antuk (mendapat) gaib (keajaiban). Pengabdian yang sudah,terpakai di zaman kuno dahulu, tidak ada orang demikian itu yang mendapat pertolongan gaib.

Pengabdian orang-orang terdahulu tidaklah seperti itu. Orang pandai ibarat bulir padi, semakin berisi semakin tunduk. Orang yang suka membual takkan mendapat pertolongan gaib. Itu sudah terjadi sejak zaman dahulu.

Nanging (namun) ana (ada) pantêsipun (pantasnya), wong (orang) mangkono (demikian itu, seperti itu) jaga (menjaga) obrol (perkataan bohong). Namun ada pantasnya juga, orang seperti itu hanya menjaga perkatan bohongnya.

Tetapi ada juga orang yang terus melakukan itu semua. Mereka sesungguhnya hanya menjaga agar kebohongannya tak tampak. Dia lindungi setiap kebohongan dengan kebohongan baru, sampai akhirnya pecah, ndheyot.

Page 97: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 87

Kajian Cipta Waskitha (2:15-17): Den Weruh Ing Panuju Pupuh 2, bait 15-17, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Marma wong urip iku, dèn padha wêruh marang panuju. Têgêse panuju ingkang wruhing liring, yèn tan enak rasanipun, ywa age-age linakon. Manawa kênèng siku, marang pawong sanak liyanipun, luwih abot tan nganggo sasami-sami. Wong mangkono lamun lampus, pantês tinabêla ing ron. Puniku nyatanipun, wong kang kêna dukane Hyang Agung, cinêmplungkên sajroning naraka agni. Aja naraka ing besuk, iku naraka kang katon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Oleh karena itu hidup itu, harap mengetahui kepada cocoknya hati. Arti dari cocoknya hati yang diketahui dalam gerak mata, kalau tak enak rasanya, jangan segera dilakukan. Kalau terkena hukuman, oleh teman dan saudara, lebih berat tak memakai sesama-sama. Orang yang seperti itu kalau mati, pantas ditutup saja pakai dedaunan. Itulah nyatanya, orang yang kena amarahnya Yang Maha Besar, diceburkan di dalam api neraka. Jangan neraka di kelak kemudian haru,

Page 98: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 88

itu neraka yang terlihat.

Kajian per kata:

Marma (oleh karena itu) wong (orang) urip (hidup) iku (itu), dèn padha (harap) wêruh (mengetahui) marang (kepada) panuju (cocoknya hati). Oleh karena itu hidup itu, harap mengetahui kepada cocoknya hati.

Panuju adalah kecocokan hati antar dua orang yang sedang bercakap atau bersama-sama. Misalnya jika kita sedang berbicara dengan orang lain, dan orang lain itu merasa cocok dan senang dengan apa yang kita bicarakan. Oleh karena itu oran Jawa sering meminta maaf ketika berbicara kepada orang lain, kalau-kalau apa yang dibicarakan tadi kirang nuju prana, tidak sesuai dengan kehendak hati orang yang diajak bicara.

Dalam bait ini kita dianjurkan agar selalu mengetahui tentang kecocokan hati dengan orang lain. Lalu bagaimana cara mengetahui adanya kecocokan di hati orang lain tadi? Tak lain dengan mempraktikkan apa yang sudah kita ketahui dari bait sebelumnya, yakni dengan melihat solah muna-muni lawan bicara kita, dan ada satu lagi cara untuk mengetahuinya. Seperti diuraikan dalam gatra berikut.

Têgêse (arti dari) panuju (cocoknya hati) ingkang (yang) wruhing (diketahui dalam) liring (gerak mata), yèn (kalau) tan (tak) enak (enak) rasanipun (rasanya), ywa (jangan) age-age (segera) linakon (dilakukan). Arti dari cocoknya hati yang diketahui dalam gerak mata, kalau tak enak rasanya, jangan segera dilakukan.

Cara lain mengetahui adalah dengan melihat gestur atau bahasa tubuh dari lawan bicara kita. Dari kedipan mata, perubahan raut muka dan nada bicaranya. Kalau sekiranya kita sedang berbicara dan kita melihat orang yang kita ajak bicara tidak cocok hatinya, maka segeralah kita membatalkan maksud, atau bisa kita ganti topik pembicaraan yang lain. Jangan sampai apa yang kita bicarakan menyakiti lawan bicara kita.

Manawa (kalau) kênèng (terkena) siku (hukuman), marang (oleh) pawong sanak (teman dan saudara) liyanipun (lainnya), luwih (lebih) abot (berat) tan (tak) nganggo (memakai) sasami-sami (sesama-sama). Kalau terkena hukuman, oleh teman dan saudara, lebih berat tak memakai sesama-sama.

Page 99: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 89 Karena kalau sampai kita melakukan itu, bisa-bisa mereka niteni kita sebagai orang yang tidak tepa-tepa, artinya tidak memperhatikan perasaan hati orang lain. Orang yang tidak punya tepa-tepa pasti akan dijauhi dalam pergaulan dan bisa menjadi gunjingan antara mereka. Kita menjadi sulit bergaul dan menjalin silaturahmi dengan mereka. Dan kita rugi sendiri karena tidak dapat memperbanyak kebaikan.

Wong (orang) mangkono (seperti itu) lamun (kalau) lampus (mati), pantês (pantas) tinabêla (ditutupi) ing ron (dedaunan). Orang yang seperti itu kalau mati, pantas ditutup saja pakai dedaunan.

Orang yang tidak bisa membuat kecocokan hati orang lain, kalaupun mati takkan ada yang menghormati. Mereka hanya akan menutup jasad kita dengan dedaunan. Kalimat ini adalah ungkapan bahwa terhadap seseorang yang tidak bisa nuju prana, atau orang yang sikapnya tidak bisa tepa-tepa tadi, orang takkan menganggapnya penting. Mereka akan dilupakan.

Puniku (itulah) nyatanipun (nyatanya), wong (orang) kang (yang) kêna (kena) dukane (amarahnya) Hyang (Yang) Agung (Maha Besar), cinêmplungkên (diceburkan) sajroning (didalam) naraka (neraka) agni (api). Itulah nyatanya, orang yang kena amarahnya Yang Maha Besar, diceburkan di dalam api neraka.

Selain itu orang tersebut juga akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Besar. Bukankah Tuhan pun juga tidak senang kepada orang yang selalu menyakiti hati orang lain?

Aja (jangan) naraka (neraka) ing (di) besuk (kelak kemudian), iku (itu) naraka (neraka) kang (yang) katon (terlihat). Jangan neraka di kelak kemudian haru, itu neraka yang terlihat.

Perhatikan masalah ini dengan cermat. Jangankan neraka di akhirat kelak yang kita pasti takkan kuat menanggungnya, lha wong neraka dunia yang berupa pengucilan saja sudah tampak merepotkan dan membuat hidup kita tidak enak. Jadi berhati-hatilah agar kita tidak terjerumus ke dalam perilaku tak pantas.

Page 100: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 90

Kajian Cipta Waskitha (2:18-19): Aywa Nurut Kang Nora Patut Pupuh 2, bait 18-19, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Polah kang nora patut, nora pantês lamun sira turut. Nora wurung rusak awake pribadi, marmane wong urip niku, sabarang dipun pitados. Polah kang nora jujur, iku wajib lamun sira singkur. Ungkurêna ywa kongsi bisa kawijil, ujubêna kang tuwajuh. Kang wajib wêruh Hyang Manon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Perilaku yang tidak patut, tidak pantas kalau engkau ikuti. Tak urung merusak badan sendiri, oleh karena itu orang hidup itu, semua dipercaya. Perilaku yang tidak jujur, itu wajib dipunggungi. Punggungilah jangan sampai keluar, niatkanlah yang sungguh-sungguh. Yang wajib mengetahui Yang Maha Melihat.

Kajian per kata:

Polah (perilaku) kang (yang) nora (tidak) patut (patut), nora (tidak) pantês (pantas) lamun (kalau) sira (engkau) turut (ikuti). Perilaku yang tidak patut, tidak pantas kalau engkau ikuti.

Yang disebut perilaku patut adalah perilaku yang sesuai dengan sifat dan watak kita sebagai manusia. Perilaku patut dapat dinilai dari tatakrama atau disebut juga silakrama. Tata berkaitan dengan cara-cara dia

Page 101: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 91 bertindak, yakni perilaku anggota badan. Krama berkaitan dengan bahasa, tutur kata yang digunakan. Dalam bersikap hendaknya yang sopan atau anuraga. Dalam bertutur hendaknya krama, artinya memakai bahasa krama yakni bahasa halus. Nada bicara dan pilihan kata harus disesuaikan dengan unggah-ungguh atau penerapan sesuai kedudukan yang berbicara.

Sering orang Jawa menyebut anak yang bersikap tidak sopan dengan kata: murang tata, artinya tidak memakai tata yang benar dalam bersikap. Juga kepada orang yang tiak memakai bahasa yang benar dengan ungkapan: nungkak krama, artinya tidak memakai krama yang benar dalam berkata.

Nora (tak) wurung (urung) rusak (merusak) awake (badan) pribadi (sendiri), marmane (oleh karena itu) wong (orang) urip (hidup) niku (itu), sabarang (semua) dipun (di) pitados (percaya). Tak urung merusak badan sendiri, oleh karena itu orang hidup itu, semua dipercaya.

Kalau kita tak memakai cara yang pantas seperti diuraikan dalam gatra di atas, maka akan merusak diri pribadi. Sikap dan tutur kata kita tidak terbiasa sopan, dan akan menjadi kebiasaan yang tidak baik. Oleh karena itu dalam hidup ini dalam semua pekerjaan hendaklah percaya kepada aturan kepantasan yang berlaku. Ikuti dan patuhi, agar martabat kita dihargai orang lain. Ada paribasan ajining diri ana ing lathi, artinya penghargaan yang kita dapat tergantung dengan apa yang kita katakan.

Polah (perilaku) kang (yang) nora (tidak) jujur (jujur), iku (itu) wajib (wajib) lamun (kalau) sira (engkau) singkur (singkiri, dipunggungi). Perilaku yang tidak jujur, itu wajib dipunggungi.

Singkur adalah menyingkir dengan cara memunggungi. Terhadap perilaku tak jujur kita wajib memunggunginya. Kalau sudah dipunggungi maka tidak akan terlihat. Jadi jangankan kepikiran untuk ikut-ikutan tak jujur, melihatpun kita seharusnya enggan.

Ungkurêna (punggungilah) ywa (jangan) kongsi (sampai) bisa (bisa) kawijil (keluar), ujubêna (niatkan) kang (yang) tuwajuh(sungguh-sungguh). Punggungilah jangan sampai keluar, niatkanlah yang sungguh-sungguh.

Ungkur artinya lewat sampai ke belakang kita. Jadi kalau ada sesutu yang tak jujur biarkan mereka lewat sampai ke belakang kita, jangan malah disambut dengan ramah dan mesra. Biarkan ia hilang. Yang kekeh dalam

Page 102: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 92 menghindari segala perbuatan tak jujur. Jangan sampai keluar pernyataan atau tindakan menyetujui suatu perbuatan tidak jujur. Apapun itu sikap kita harus kukuh dalam menentang ketidakjujuran.

Kang (yang) wajib (wajib) wêruh (mengetahui) Hyang (Yang) Manon (Maha Melihat). Yang wajib mengetahui Yang Maha Melihat.

Maka agar kita kuat menjalani itu semua selalu lihatlah Tuhan Yang Maha Melihat. Dia melihat semua perbuatan kita. Takkan ada yang tersembunyi bagiNya.

Page 103: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 93

Kajian Cipta Waskitha (2:20-21): Ala Becik Den Kawruhi Pupuh 2, bait 20-21, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Mula wong urip iku, dèn padha karêp marang ing ngèlmu. Ala bêcik ngèlmu iku dèn kawruhi, karana atunggal wujud, mung kacèk êmèl lan batos. Dene ingkang wis wêruh, datan arsa panggawe kang luput. Sabab urip siji kanggo wong sabumi, tarlèn andhap sarta luhur, kacèk uga kang wus wêroh.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Makanya orang hidup itu, harap ada keinginan kepada ilmu. Buruk ban baik ilmu itu diketahui, karena yangsatu wujud, hanya selisih di ucapan dan batin. Adapun yang sudah mengetahui, tidak akan melakukan perbuatan yang salah. Karena hidup satu untuk orang sedunia, tak lain rendah serta tinggi, selisih juga yang sudah tahu.

Kajian per kata:

Mula (makanya) wong (orang) urip (hidup) iku (itu), dèn padha (harap ada) karêp (keinginan) marang (kepada) ing (pada) ngèlmu (ilmu). Makanya orang hidup itu, harap ada keinginan kepada ilmu.

Agar kita lebih mudah menghindari perbuatan yang tidak pantas, berbuatan yang tidak baik seperti tidak jujur di atas, maka seyogyanya dalam diri kita ada keinginan untuk mempelajari ilmu. Den karep artinya ada kecenderungan hati terhadap ilmu pengetahuan. Kalau sudah ada karep (keinginan hati) maka belajar pun menjadi lebih mudah.

Page 104: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 94 Ala (buruk) bêcik (baik) ngèlmu (ilmu) iku (itu) dèn (di) kawruhi (ketahui), karana (karena) atunggal (yang satu) wujud (wujud), mung (hanya) kacèk (selisih) êmèl (ucapan) lan (dan) batos (batin). Buruk ban baik ilmu itu diketahui, karena yang satu wujud, hanya selisih di ucapan dan batin.

Baik dan buruk dalam ilmu itu hendaknya diketahui. Maksudnya hal-hal baik dan buruk bagi orang yang berilmu itu jelas. Tidak samar-samar. Tidak campur aduk. Keduanya terpisahkan. Namun bagi yang tidak ada ilmu, bisa salah memihak. Karena yang baik dan buruk kadang sama penampilannya. Misalnya, menolong orang itu baik, tetapi kalau menolong seseorang untuk berbuat jahat maka menjadi ikut jahat pula. Maka kita harus mengenali perbuatan baik dan buruk agar tidak terjerumus. Jangan sampai tidak bisa membedakan antara keduanya, sehingga salah memihak.

Dene (adapun) ingkang (yang) wis (sudah) wêruh (mengetahui), datan (tidak) arsa (akan) panggawe (melakukan) kang (yang) luput (salah). Adapun yang sudah mengetahui, tidak akan melakukan perbuatan yang salah.

Kalau sudah jelas antara baik dan buruk, maka pastilah orang takkan mau melakukan yang buruk. Celakanya baik dan buruk itu dalam banyak hal sulit dikenali. Maka di sini perbedaannya antara orang berilmu dan tidak.

Sabab (karena) urip (hidup) siji (satu) kanggo (untuk) wong (orang) sabumi (sedunia), tarlèn (tak lain) andhap (rendah) sarta (serta) luhur (tinggi), kacèk (selisih) uga (juga) kang (yang) wus (sudah) wêroh (tahu). Karena hidup satu untuk orang sedunia, tak lain rendah serta tinggi, selisih juga yang sudah tahu.

Karena hidup kita sendiri, juga untuk orang sedunia. Maksudnya orang-orang lain yang akan melihat dan menilai. Setiap perbuatan kita akan abadi dalam ingatan penilaian mereka. Bahkan beberapa orang perbuatannya bisa lintas generasi dan lintas peradaban. Sokrates misalnya, ajaran dan kebaikan yang ditanamkan kepada para muridnya dilestarikan hingga kini. Demikian juga para Nabi, sampai hari ini ajaran dan nasihatnya bahkan menjadi pedoman orang dari berbagai bangsa, dari berbagai kalangan. Maka perlulah bagi kita belajar tentang baik dan buruk ini. Perbuatan kita takkan sama, pasti ada selisihnya, antara jika kita bodoh dan jika kita berilmu.

Page 105: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 95

Kajian Cipta Waskitha (2:22-23): Pralambanging Gesanging Manungsa Pupuh 2, bait 22-23, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Maknane kang wus wêruh, kang andulu iya kang dinulu. Upamane ron suruh amung sawiji, nadyan seje warnènipun, ginigit tunggal saraos. Iku pralambangipun, kalamun sira arsa satuhu, tumamèng anèng madyanirèng jaladri. Apa kang katon sirèku, wawasên ingkang sayêktos. Yèn sira dulu alun, dudu iku ingkang sira dulu, bêcik uga ombaking alun pinikir. Wong iku dèn kaya alun, gumulung tan pisah ênggon. Jêmbaring samodra, tanpa têpi anglangut kadulu, suprandene maksih gung manungsa iki. Alas jurang kali gunung, nèng raganira wus kaot.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Maknanya yang sudah tahu, yang melihat juga yang dilihat. Seumpama daun sirih hanya satu, walau beda warnanya, digigit satu rasanya. Itu perumpamaannya, kalau engkau hendak sungguh-sungguh, menceburkan diri di tengah samudra.

Page 106: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 96

Apa yang terlihat bagimu, pandanglah yang sungguh-sungguh. Kalau engkau melihat gelombang, bukan itu yang engkau lihat, baik juga ombaknya gelombang dipikirkan. Orang itu sepertilah gelombang, bergulung-gulung tak pisah tempat. Luasnya samudera, tanpa tepi tanpa ujung terlihat, walau demikian masih lebih besar manusia ini. Hutan jurang sungai gunung, di dalam dirimu sudah beda.

Kajian per kata:

Bait ini masih melanjutnya bait sebelumnya tentang selisihnya (kacek) antara orang yang berilmu dan tidak.

Maknane (maknanya) kang (yang) wus (sudah) wêruh (tahu), kang (yang) andulu (melihat) iya (juga) kang (yang) dinulu (dilihat). Maknanya yang sudah tahu, yang melihat juga yang dilihat.

Bedanya antara orang berilmu dengan yang tidak berilmu adalah, orang yang berilmu dapat membedakan antara yang melihat dan dilihat. Antara tanda-tanda dan yang memberi tanda. Antara yang sejati dan penampakannya. Antara fenomena dan noumena. Antara air dan buihnya. Antara samudera dan gelombangnya.

Upamane (seumpama) ron (daun) suruh (sirih) amung (hanya) sawiji (satu), nadyan (walau) seje (beda) warnènipun (warnanya), ginigit (digigit) tunggal (satu) saraos (rasanya). Seumpama daun sirih hanya satu, walau beda warnanya, digigit satu rasanya.

Walau perbedaannya halus mereka dapat memisahkannya. Walau kelihatannya beda mereka dapat mengenali kesamaannya. Mereka tidak bingung dalam melihat segala sesuatu. Seumpama mereka melihat daun sirih, antara muka atas dan bawah terlihat berbeda, tetapi mereka tahu kalau digigit sama rasanya.

Page 107: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 97 Iku (itu) pralambangipun (perumpamaannya), kalamun (kalau) sira (engkau) arsa (hendak) satuhu (sungguh-sungguh), tumamèng (menceburkan diri) anèng (di) madyanirèng (tengah) jaladri (samodra). Itu perumpamaannya, kalau engkau hendak sungguh-sungguh menceburkan diri di tengah samudra.

Itulah perumpamaannya, seperti ketika engkau hendak menceburkan diri ke samudera. Jangan sampai bingung dalam membedakan apa-apa yang ada didalamnya.

Apa (apa) kang (yang) katon (terlihat) sirèku (bagimu), wawasên (pandanglah) ingkang (yang) sayêktos (sungguh-sungguh). Apa yang terlihat bagimu, pandanglah yang sungguh-sungguh.

Apa yang engkau lihat di dalamnya pandanglah dengan sungguh-sungguh. Kata wawas mengandung pengertian selain dilihat juga dipikirkan. Oleh karena pikiran orang sering juga disebut wawasan.

Yèn (kalau) sira (engklau) dulu (melihat) alun (gelombang), dudu (bukan) iku (itu) ingkang (yang) sira (engkau) dulu (lihat), bêcik (baik) uga (juga) ombaking (ombaknya) alun (gelombang) pinikir (dipikirkan). Kalau engkau melihat gelombang, bukan itu yang engkau lihat, baik juga ombaknya gelombang dipikirkan.

Kalau engkau melihat ombak, bukan itu yang sebenarnya engkau lihat. Memang baik juga melihat ombak dari gelombang itu, tetapi pikirkan juga apa yang ada di sebaliknya.

Wong (orang) iku (itu) dèn (di) kaya (seperti) alun (gelombang), gumulung (bergulung-gulung) tan (tak) pisah (berpisah) ênggon (tempat). Orang itu sepertilah gelombang, bergulung-gulung tak pisah tempat.

Orang itu sebaiknya seperti gelombang itu, tampak bergulung-gulung berjalan merangkak, namun sebenarnya tak berpisah dari tempatnya. Gerakan gelombang sejatinya hanya naik turun, tetapi tampak bergerak maju. Bagi yang tidak awas akan mengira kalau gelombang itu berjalan, yang sebenarnya terjadi air hanya bergerak naik turun.

Jêmbaring (luasnya) samodra (samudera), tanpa (tanpa) têpi (tepi) anglangut (tanpa ujung) kadulu (terlihat), suprandene (walau demikian) maksih (masih) gung (lebih besar) manungsa (manusia) iki (ini). Luasnya

Page 108: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 98 samudera, tanpa tepi tanpa ujung terlihat, walau demikian masih lebih besar manusia ini.

Perumpamaan bagi manusia, samudera itu luasnya tanpa tepi, kelihatan tanpa ujung. Walau demikian masih lebih luas diri manusia ini.

Alas (hutan) jurang (jurang) kali (sungai) gunung (gunung), nèng (di) raganira (dalam dirimu) wus (sudah) kaot (beda). Hutan jurang sungai gunung, di dalam dirimu sudah beda.

Dalam dirimu ada jurang, sungai dan gunung-gunung. Namun di dalam dirinya sudah berbeda lagi. Gunung dalam dirimu sukar didaki. Sungai dalam dirimu sukar diarungi. Jurang dalam dirimu sukar diselami. Jadi pastilah lebih luas, lebih besar dari jurang, gunung dan sungai yang pernah kau lihat.

Page 109: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 99

Kajian Cipta Waskitha (2:26-27): Tan Prabeda Jagad Kalorone Pupuh 2, bait 26-27, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Tan prabeda puniku, jagad katon lan jagadirèku. Wus tinimbang jagad gêdhe jagad cilik. Suprandene wong puniku, sok sêsak sasamining wong. Apa margane iku, luwih abot tan bisa lumêbu, sabab kêbak kabêbêg kaleban agni. Singa mara pan katunu, luwih nistha wong mangkono.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Tak ada beda itu, antara dunia yang terlihat dan duniamumu itu. Sudah ditimbang dunia besar dan dunia kecil. Walau demikian itu, kadang sempit terhadap sesama orang. Apa penyebabnya itu, lebih berat tak bisa masuk, karena penuh didesak tergenang api. Siapa yang datang akan terbakar, lebih nista orang seperti itu.

Kajian per kata:

Tan (tak) prabeda (berbeda) puniku (itu), jagad (dunia) katon (terlihat) lan (dan) jagadirèku (duniamu itu). Tak ada beda itu, antara dunia yang terlihat dan duniamumu itu.

Tidak ada beda watak antara dua dunia ini. Dunia yang tampak oleh mata dan dunia dalam diri manusia. Sama-sama ada gunung, jurang dan samudera.

Page 110: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 100 Wus (sudah) tinimbang (ditimbang) jagad (dunia) gêdhe (besar) jagad (dunia) cilik (kecil). Sudah ditimbang dunia besar dan dunia kecil.

Sudah timbang, seimbang antara kedua dunia itu. Jagad gedhe dan jagad cilik. Dunia besar dan dunia kecil. Makrokosmos dan mikrokosmos. Para ahli makrifat sering mengatakan dunia ini adalah jagad besar (jagad gedhe) atau makrokosmos. Diri manusia adalah jagad kecil (jagad cilik) atau mikrokosmos. Kedua mempunyai cara kerja dan sistem yang serupa satu sama lain.

Suprandene (walau demikian) wong (orang) puniku (itu), sok (kadang) sêsak (sempit) sasamining (sesamanya) wong (orang). Walau demikian itu, kadang sempit terhadap sesama orang.

Meski dunia manusia kecil tetapi luas karena tak dapat dijajaki. Dangkal tapi dalam karena tak dapat diselami. Rendah tapi tinggi karena tak dapat didaki. Walau demikian, anehnya kadang terhadap sesama manusia seseorang bisa merasa sempit hatinya.

Apa (apa) margane (penyebabnya) iku (itu), luwih (lebih) abot (berat, sulit, susah) tan (tak) bisa (bisa) lumêbu (masuk), sabab (karena) kêbak (penuh) kabêbêg (didesak) kaleban (tergenang) agni (api). Apa penyebabnya itu, lebih susah tak bisa masuk, karena penuh didesak tergenang api.

Apakah sebabnya karena lebih susah masuknya karena tergenang api? Api yang membakar hati yang menyala-nyala? Sehingga manusia yang luasnya melebihi jagad ini menjadi sempit terhadap manusia yang lain? Tak menyisakan sedikitpun ruang dalam dirinya bagi manusia lain.

Singa (siapa yang) mara (datang) pan (akan) katunu (terbakar), luwih (lebih) nistha (nista) wong (orang) mangkono (seperti itu). Siapa yang datang akan terbakar, lebih nista orang seperti itu.

Sehingga semua yang mendekat akan terbakar? Sungguh nistha manusia yang berwatak demikian itu.

Page 111: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 101

Kajian Cipta Waskitha (2:28-29): Lire Jagad Gedhe Lan Cilik Pupuh 2, bait 28-29, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Yèn sira durung surup, têgêse jagad cilik lan agung, jagad cilik jênênging manungsa iki, jêng nabi panutan iku. Yèn jagad gêdhe Hyang Manon. Manungsa kang wus putus, jagad gêdhe lan cilik kawêngku. Jaba jêro ngisor dhuwur andarbèni, yèn maksih miliha iku, sêmang-sêmang mring Hyang Manon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau engkau belum tahu, artinya dunia kecil dan besar, dunia kecil namanya manusia ini, Kanjeng Nabi sang panutan itu. Kalau dunia besar adalah Tuhan Yang Maha Melihat. Manusia yang sudah sempurna, dunia besar dan kecil dikuasai. Luar dalam bawah atas memiliki, kalau masih memilih itu, artinya ragu-ragu kepada Tuhan Yang Maha Melihat.

Kajian per kata:

Yèn (kalau) sira (engkau) durung (belum) surup (tahu), têgêse (artinya) jagad (dunia) cilik (kecil) lan (dan) agung (besar), jagad (dunia) cilik (kecil) jênênging (namanya) manungsa (manusia) iki (ini), jêng (Kanjeng) nabi (Nabi) panutan (panutan, pemimpin) iku (itu). Kalau engkau belum tahu, artinya dunia kecil dan besar, dunia kecil namanya manusia ini, Kanjeng Nabi sang panutan itu.

Page 112: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 102 Kalau engkau belum tahu apa itu dunia kecil dan dunia besar, ketahuilah. Yang disebut jagad kecil adalah manusia ini. Panutannya adalah Kanjeng Nabi Muhammad. Dunia kecil adalah diri manusia, unsur-unsur di dalamnya serupa dengan konstelasi bintang di langit, relung-relung dalam hati manusia serupa dengan jurang dan lautan. Ini disebut mikrokosmos. Hati manusia atau disebut diri, adalah penguasanya. Dalam mengelola jagad kecil ini panutannya adalah Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Yèn (kalau) jagad (dunia) gêdhe (besar) Hyang (Yang) Manon (Maha Melihat). Kalau dunia besar adalah Tuhan Yang Maha Melihat.

Sedangkan yang disebut jagad besar adalah Tuhan dan seluruh alam. Alam dunia yang tampak inilah jagad besar, Tuhanlah penguasanya. Dia mengendalikan seluruh alam dengan kekuasaannya.

Manungsa (manusia) kang (yang) wus (sudah) putus (sempurna), jagad (dunia) gêdhe (besar) lan (dan) cilik (kecil) kawêngku (dikuasai). Manusia yang sudah sempurna, dunia besar dan kecil dikuasai.

Bagi manusia yang sudah sempurna, dunia besar dan dunia kecil dikuasai. Dikuasai dalam arti dipahami dan dikelola untuk kebaikan bagi dirinya. Terhadap dunia besar tempat dimana Tuhan berkuasa manusia berperan sebagai wakilNya. Dengan bekal peran itulah manusia mengelola alam dunia besar ini untuk kesejahteraannya.

Sedangkan di dunia kecil, tempat dia menjadi penguasa dia tidak disetir oleh unsur-unsur jagad kecil sehingga sebagai penguasa dia tidak adil dan zalim. Sebagai raja bagi dirinya dia sanggup memberi porsi yang tepat untuk nafsu agar tidak merajalela. Dia sanggup menerima kritik dari hati nurani manakala salah mengambil langkah. Dia sanggup menerima saran dari akal sehingga menurut jalan yang benar. Penguasa yang adil selalu memberi porsi yang pas bagi para bawahannya. Nafsu, hati dan akal akan menjadi tentara yang membantu manusia mengelola jagad kecilnya.

Jaba (luar) jêro (dalam) ngisor (bawah) dhuwur (atas) andarbèni (memiliki), yèn (kalau) maksih (masih) miliha (memilih) iku (itu), sêmang-sêmang (menyangsikan) mring (kepada) Hyang (Yang) Manon (Maha Melihat). Luar dalam bawah atas memiliki, kalau masih memilih itu, artinya ragu-ragu kepada Tuhan Yang Maha Melihat.

Page 113: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 103 Itulah manusia sempurna. Antara luar dan dalam sama-sama cakap dalam mengendalikan. Terhadap alam luar mampu memanfaatkan untuk kebaikan. Terhadap diri sendiri mampu menerapkan keadilan. Tidak ada keraguan lagi dalam melakukan keduanya. Itulah tanda keyakinan yang sempurna kepada Tuhan Yang Maha Melihat. Keyakinan yang tidak ada samar-samar lagi padanya.

Page 114: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 104

Kajian Cipta Waskitha (2:30-32): Patrape Kang Wus Putus Ngelmu Pupuh 2, bait 30-32, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Mangkana kang wus putus, patrape wong anggilut mring ngèlmu. Iya patang prakara kang dèn rasani, winanuhkên alanipun, kang bêcik kinira awon. Yèn sira apanuju, padon lan wong môndra sudibyanung, lan sanggyaning atapa tuwin maharsi, myang pawong sanak sadulur, kang pratistha tuwa anom. Kang wus pratamèng kawruh, pituture rum manis rinungu, lir mangrêmih arume rêrasan ngèlmi. Pami pradôngga munyarum, kandhih dening ngêsing kang wong.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Demikian itu yang sudah sempurna, perilaku orang bergelut dengan ilmu. Juga empat perkara yang dirasakan, dikenalkan keburukannya, yang baik dan yang dikira buruk. Kalau engkau cocok, berbicara dengan orang yang lebih dalam keperwiraan, dan dengan semua orang bertapa dan resi pilihan, dan teman-teman saudara, yang berkedudukan lebih tua atau muda. Yang sudah sempurna dalam pengetahuan, perkataannya harus manis didengar, seperti rayuan dengan halus pembicaraan orang berilmu.

Page 115: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 105

Seumpama gamelan berbunyi manis, kalah oleh pembicaraan orang tersebut.

Kajian per kata:

Mangkana (demikian itu) kang (yang) wus (sudah) putus (sempurna), patrape (perilaku) wong (orang) anggilut (bergelut) mring (dengan) ngèlmu (ilmu). Demikian itu yang sudah sempurna, perilaku orang bergelut dengan ilmu.

Demikian perilaku orang yang sudah sempurna dalam ilmu pengetahuan. Tidak ada lagi keragu-raguan terhadap segala yang terlihat. Baik di dunia besar dan dunia kecil.

Iya (juga) patang (empat) prakara (perkara) kang (yang) dèn (di) rasani (rasakan), winanuhkên (dikenalkan) alanipun (keburukannya), kang (yang) bêcik (baik) kinira (dikira) awon (buruk). Juga empat perkara yang dirasakan, dikenalkan keburukannya, yang baik dan yang dikira buruk.

Juga terhadap empat perkara dikenalkan keburukannya. Yang baik dan yang dikira buruk. Semua dikenali agar tidak salah dalam melangkah.

Yèn (kalau) sira (engkau) apanuju (cocok), padon (berbicara) lan (dengan) wong (orang) môndra (lebih dalam) sudibyanung (keperwiraan), lan (dan dengan) sanggyaning (semua) atapa (orang bertapa) tuwin (dan) maharsi (resi yang pilihan), myang (dan) pawong sanak (teman-teman) sadulur (saudara), kang (yang) pratistha (tiba, bekedudukan) tuwa (tua) anom (muda). Kalau engkau cocok, berbicara dengan orang yang lebih dalam keperwiraan, dan dengan semua orang bertapa dan resi pilihan, dan teman-teman saudara, yang berkedudukan lebih tua atau muda.

Kalau engkau sedang merasa cocok berbicara dengan orang yang mempunyai kelebihan dalam keprawiraan, atau kepada para pertapa serta para resi dan sanak saudara dan teman yang bekedudukan tua atau muda. Perhatikanlah mereka!

Kang (yang) wus (sudah) pratamèng (sempurna dalam) kawruh (pengetahuan), pituture (perkataannya) rum (harum) manis (manis) rinungu (didengar), lir (seperti) mangrêmih (merayu) arume (dengan harumnya) rêrasan (pembicaraan) ngèlmi (ilmiah). Yang sudah sempurna

Page 116: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 106 dalam pengetahuan, perkataannya harus manis didengar, seperti rayuan dengan halus pembicaraan orang berilmu.

Mereka yang telah sempurna dalam pengetahuan perkataannya pasti menyenangkan (rum) dan manis di dengarkan. Demikian juga manisnya pembicaraan tentang ilmu bagi orang yang mempunyai kehendak untuk belajar akan terdengar menyenangkan. Maksudnya adalah bagi orang yang hatinya cenderung kepada ilmu pengetahuan, bila mendengar pembicaraan tentang ilmu akan terdengar manis dan menyenangkan seolah-olah mendengar rayuan.

Pami (seumpama) pradôngga (gamelan) munyarum (berbunyi manis), kandhih (kalah) dening (oleh) ngêsing (ucapan) kang wong (orang itu). Seumpama gamelan berbunyi manis, kalah oleh pembicaraan orang tersebut.

Kalau diumpamakan, suara gamelan yang merdu dan menggugah rasa masih kalah mempesona dengan pembicaraan orang-orang pintar tadi ketika mereka berbicara tentang ilmu.

Page 117: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 107

Kajian Cipta Waskitha (2:33-34): Tangeh Lamen Nemu Pitutur Pupuh 2, bait 33-34, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Dene kang padha ngrungu, kang wus karêm rosing siji iku. Kêkês tyase rumôngsa luhira mijil, kemutan pratingkahipun, nèng donya sok gawe awon. Panggawe ala iku, donyakerat yèn nganti kapatuh, tangèh lamun nêmua pitutur bêcik. Mring Pangerane tan wanuh, tangèh wêruha Hyang Manon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Adapun semua yang mendengarkan, yang sudah gemar pada inti yang satu itu. Sedih hatinya merasa airmatanya keluar, teringat perilakunya, di dunia kadang berbuat keburukan. Pebuatan buruk itu, di dunia akhirat kalau sampai terbiasa, mustahil kalau menemui nasihat baik. Kepada Tuhannya tidak mengenal, mustahil mengetahui Tuhan Yang Maha Melihat.

Kajian per kata:

Dene (adapun) kang (yang) padha (sama, samya=semua) ngrungu (mendengarkan), kang (yang) wus (sudah) karêm (gemar) rosing (inti) siji (satu) iku (itu). Adapun semua yang mendengarkan, yang sudah gemar pada inti yang satu itu.

Page 118: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 108 Adapun keadaan orang yang mendengarkan perkataan dari orang-orang yang telah sempurna ilmunya tadi. Yang telah gemar dalam memahami inti dari yang satu itu. Maksudnya adalah inti dari pengetahuan.

Kêkês (sedih) tyase (hatinya) rumôngsa (merasa) luhira (arimatanya) mijil (keluar), kemutan (teringat) pratingkahipun (perilakunya), nèng (di) donya (dunia) sok (kadang) gawe (berbuat) awon (keburukan). Sedih hatinya merasa airmatanya keluar, teringat perilakunya, di dunia kadang berbuat keburukan.

Mereka merasa sedih hatinya karena merasa tersentuh hatinya. Tanpa sadar airmata mengalir keluar, teringat segala perilakunya di dunia yang kadang berbuat buruk. Ucapan dari para ahli ilmu telah menggugah perasaan, membangkitkan kesadaran akan segala dosa yang telah diperbuat. Rasa sesal kemudian menyeruak membuat sesak dada. Terasa sedih yang sangat (kekes).

Panggawe (perbuatan) ala (buruk) iku (itu), donyakerat (dunia akhirat) yèn (kalau) nganti (sampai) kapatuh (terbiasa), tangèh (mustahil) lamun (kalau) nêmua (menemui) pitutur (nasihat) bêcik (baik). Pebuatan buruk itu, di dunia akhirat kalau sampai terbiasa, mustahil kalau menemui nasihat baik.

Perbuatan buruk itu, di dunia dan akhirat, kalau sampai menjadi kebiasaan sehari-hari, menjadi watak seseorang, akan menetap dalam diri orang itu. Orang yang sudah terlanjur berbuat buruk akan sulit, bahkan mustahil menemui nasihat yang baik. Maksudnya adalah bagi orang yang telah berwatak buruk, nasihat apapun akan diabaikan. Hidupnya takkan bertemu dengan orang yang mampu memberinya nasihat.

Mring (kepada) Pangerane (Tuhannya) tan (tak) wanuh (kenal), tangèh (mustahil) wêruha (mengetahui) Hyang (Yang) Manon (Maha Melihat). Kepada Tuhannya tidak mengenal, mustahil mengetahui Tuhan Yang Maha Melihat.

Orang yang sudah keras hatinya tadi tidak mengenal Tuhannya. Jadi mustahil dapat melihatNya. Kalau sudah tidak kenal, melirik pun tidak. Kalaupun Tuhan hadir dalam kehidupan melalui tanda-tanda, isyarat-isyarat dan penampakan di alam, orang tersebut mustahil melihat. Karena bagaimana mungkin terlihat jika mengenal pun tidak. Seperti orang yang

Page 119: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 109 melihat seseorang di keramaian, jika tidak kenal pasti akan diabaikan. Namun jika kenal pasti akan terlihat dan disapanya. Demikian perumpamaannya.

Page 120: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 110

Kajian Cipta Waskitha (2:35-37): Maksih Salah Dudon Pupuh 2, bait 35-37, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lali yèn tunggal dhapur, pan kalingan mring ki tukang padu, lan katarik mring dêmang tukang manasi, rara melikan kang nuntun, nuduhkên panggawe awon. Jalma mangkono iku, uga padha karsane Hyang Agung, nanging dudu dêdununge dèn lakoni. Hyang Suksma paring pituduh, nanging taksih salah dudon. Ana dumukanipun, donyakerat iki têgêsipun, wêwalêsan bae babo dipun eling, rèhning wong urip puniku, tan wêruh nêmahi layon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Lupa kalau satu rumpun, memang terhalang oleh Ki Tukang Padu, dan tertarik oleh Demang Tukang Manasi, Rara Melikan yang menuntun, menunjukkan perbuatan buruk. Manusia demikian itu, juga sama kehendaknya dengan Tuhan Yang Maha Agung, tetapi bukan semestinya yang dilakukan. Tuhan Yang Maha Suci memberi petunjuk, tetapi masih salah penerapan. Ada yang menyebutkan, dunia-akhirat ini artinya, pembalasan saja harap diingat, karena orang hidup itu,

Page 121: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 111

tak mengetahui kapan menemui mati.

Kajian per kata:

Lali (lupa) yèn (kalau) tunggal (satu) dhapur (rumpun), pan (memang) kalingan (terhalang) mring (oleh) ki (Ki) tukang (Tukang) padu (Padu), lan (dan) katarik (tertarik) mring (oleh) dêmang (Demang) tukang (Tukang) manasi (Manasi), rara (Rara) melikan (Melikan) kang (yang) nuntun (menuntun), nuduhkên (menunjukkan) panggawe (perbuatan) awon (buruk). Lupa kalau satu rumpun, memang terhalang oleh Ki Tukang Padu, dan tertarik oleh Demang Tukang Manasi, Rara Melikan yang menuntun, menunjukkan perbuatan buruk.

Melanjutkan kisah orang yang terbiasa berbuat buruk tadi. Dalam kehidupan tak mampu melihat Tuhan Yang Maha Agung. Walau Tuhan itu dekat, ibarat satu rumpun tapi tetap tak terlihat. Pandangannya terhalang oleh Ki Tukang Padu, kebiasaan buruk bertengkar yang dilakukannya. Penglihatannya tertarik oleh Ki Demang Tukang Manasi, hobi suka numbak cucukan yang sering dilakukannya. Dan juga terpesona oleh si Rara Melikan, tabiat iri hati dan dengki yang menjadi wataknya sehari-hari, yang selalu menuntun kepada perbuatan buruk. Itulah penghalang dari melihat Tuhan.

Jalma (manusia) mangkono (demikian) iku (itu), uga (juga) padha (sama) karsane (kehendaknya) Hyang (Yang) Agung (Maha Agung), nanging (tetapi) dudu (bukan) dêdununge (tempat semestinya) dèn lakoni (dilakukan). Manusia demikian itu, juga sama kehendaknya dengan Tuhan Yang Maha Agung, tetapi bukan semestinya yang dilakukan.

Manusia mempunyai kehendak yang sama dengan Tuhan Yang Maha Agung, sama-sama saling ingin mendekat satu sama lain. Ada dorongan dari manusia untuk selalu mencari Tuhan, mencari sosok yang sempurna. Tuhan pun mempunyai kasih yang selalu menyambut makhluk yang mendekatinya. Namun bagi manusia yang telah tertutup oleh perbuatan buruk, dia tidak mengenal di mana tempat Tuhan harus dicari. Dia salah jalan. Dia justru mengarah kepada tempat yang salah.

Hyang (Tuhan Yang) Suksma (Maha Suci) paring (memberi) pituduh (petunjuk), nanging (tetapi) taksih (masih) salah (salah) dudon

Page 122: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 112 (penerapan). Tuhan Yang Maha Suci memberi petunjuk, tetapi masih salah penerapan.

Tuhan Yang Maha Suci selalu memberi petunjuk kepada hambanya, jalan kepada diriNya. Namun manusia yang tidak awas gagal mengenali petunjuk itu, akibatnya salah dudon. Artinya menerapkan petunjuk yang ada dalam dirinya pada tempat yang bukan semestinya. Misalnya dia mengira bahwa yang menjamin kebahagian dirinya adalah kehidupan di dunia ini, padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal. Dia mengira akan bahagia dengan mengumpulkan harta benda, padahal yang dia butuhkan adalah mengumpulkan amal kebaikan.

Ana (ada) dumukanipun (menuding, menyebutkan), donyakerat (dunia-akhirat) iki (ini) têgêsipun (artinya), wêwalêsan (pembalasan) bae (saja) babo (harap) dipun (di) eling (ingat), rèhning (karena) wong (orang) urip (hidup) puniku (itu), tan (tak) wêruh (mengetahui) nêmahi (mengalami) layon (mati). Ada yang menyebutkan, dunia-akhirat ini artinya, pembalasan saja harap diingat, karena orang hidup itu, tak mengetahui kapan menemui mati.

Ada yang mengatakan bahwa dunia-akhirat adalah hubungan pembalasan. Yang demikian ini benar. Setiap perbuatan baik akan dibalas di akhirat dan setiap perbuatan buruk akan dibalas pula di akhirat. Semua itu berlaku karena dunia bukan tempat yang sempurna untuk memberi pembalasan. Ada banyak kebaikan dan kejahatan di dunia yang tak mendapat keadilan, disebabkan watak dari dunia yang tidak sempurna ini. Karena di dunia kebaikan dan kejahatan sering bercampur baur. Hanya di akhiratlah semua itu bisa terbalas dengan adil. Karena itu ingatlah, bahwa kita semua akan mati dan menerima pembalasan atas segala amal perbuatan kita, yang baik dan yang buruk.

Page 123: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 113

Kajian Cipta Waskitha (2:38-39): Yekti Awon Kang Ninggal Ilmune Pupuh 2, bait 38-39, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Ala bêcik puniku, pan iya mêtu saking sirèku, anambaka alaning liyan sirèki. Balik alaning wong ngèlmu, tan mêtu saka ing kono. Kapriye pratingkahmu, yèn sira tinggal lakuning ngèlmu, nora wurung kalurung gonira urip. sanadyan sira wus ngèlmu, yèn tan laku dadi awon.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Buruk dan baik itu, memang juga keluar dari engkau, mengumpulkan keburukan orang lain engkau. Sedangkan keburukan orang berilmu, tak keluar dari tempat itu. Bagaimana kelakuanmu, kalau engkau meninggalkan perbuatan orang berilmu. Tak urung terlantur tidak baik dalam menjalani hidup. Walau engkau sudah berilmu, kalau tak berbuat menjadi buruk.

Kajian per kata:

Ala (buruk) bêcik (baik) puniku (itu), pan (memang) iya (juga) mêtu (keluar) saking (dari) sirèku (engkau), anambaka (membendung, mengumpulkan) alaning (keburukan) liyan (orang lain) sirèki (engkau ini). Buruk dan baik itu, memang juga keluar dari engkau, mengumpulkan keburukan orang lain engkau.

Page 124: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 114 Baik dan buruk itu keluar dari dirimu sendiri. Jika kita berbuat baik maka kebaikan itu untuk kita sendiri. jika kita berbuat buruk maka ibarat kita menambak keburukan orang lain, mengumpulkannya untuk kita sendiri.

Balik (sedangkan) alaning (keburukan) wong (orang) ngèlmu(berilmu), tan (tak) mêtu (keluar) saka (dari) ing kono (tempat itu). Sedangkan keburukan orang berilmu, tak keluar dari tempat itu.

Sedangkan keburukan bagi orang berilmu tak keluar dari tempat itu. Maksudnya, keburukan orang berilmu bukan karena berbuat buruk kepada orang lain. Orang berilmu mempunyai kriteria sendiri untuk dinilai baik atau buruk, kriteria yang berlaku untuk mereka.

Kapriye (bagaimana) pratingkahmu (kelakuanmu), yèn (kalau) sira (engkau) tinggal (meninggalkan) lakuning (perbuatan) ngèlmu (yang berilmu). Bagaimana kelakuanmu, kalau engkau meninggalkan perbuatan orang berilmu.

Bagaimana kalau perilaku orang berilmu yang meninggalkan perbuatan orang berilmu? Yakni orang-orang berilmu yang bertingkah seolah-olah mereka tanpa ilmu.

Nora (tak) wurung (urung) kalurung (terlantur tidak baik) gonira (dalam menjalani) urip (hidup). Tak urung terlantur tidak baik dalam menjalani hidup.

Tak urung mereka akan kalurung, terlantur-lantur keburukannya, melantur-lantur kebodohannya. Begitulah seterusnya dia menjalani kehidupan, menjalani seperti orang bodoh menjalaninya.

Sanadyan (walau) sira (engkau) wus (sudah) ngèlmu (berilmu), yèn (kalau) tan (tak) laku (berbuat) dadi (menjadi) awon (buruk). Walau engkau sudah berilmu, kalau tak berbuat menjadi buruk.

Walau engkau sudah berilmu, tetapi kalau engkau meninggalkan ilmumu, tidak berbuat seperti perbuatan orang berilmu, maka keburukan yang akan engkau tuai. Inilah keburukan yang mengidap orang berilmu, mengabaikan ilmunya sendiri. Lalu bagaimana yang disebut dengan berbuat dengan ilmunya itu? Nantikan dalam kajian bait berikutnya.

Page 125: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 115

Kajian Cipta Waskitha (2:40-41): Dudu Iku Kang Katuju Pupuh 2, bait 40-41, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Basa kang aran laku, dudu wong kang cêgah mangan turu, pan wong cêgah turu watêke yèn lami, kancilên salin pandulu, tan wurung asalah tonton. Kang cêgah mangan iku, lir pandhita dhahar kayu gapuk. Apa sira melik dadi ulêr turi, swargane mung dadi kupu, tan wurung binadhog bidho.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Yang disebut laku, bukan orang yang mencegah makan tidur, karena orang mencegah tidur wataknya kalau lama, kancilen menjadi ganti yang dilihat, tak urung akan salah lihat. Yang mencegah makan itu, seperti pendeta makan kayu lapuk. Apa engkau hanya ingin menjadi ulat pohon turi, surganya hanya menjadi kupu-kupu, tak urung dimakan elang.

Kajian per kata:

Basa kang aran (yang disebut) laku (laku), dudu (bukan) wong (orang) kang (yang) cêgah (mencegah) mangan (makan) turu (tidur), pan (karena) wong (orang) cêgah (mencegah) turu (tidur) watêke (wataknya) yèn (kalau) lami (lama), kancilên (kancilen) salin (ganti) pandulu (yang dilihat), tan (tak) wurung (urung) asalah (salah) tonton (lihat). Yang disebut laku, bukan orang yang mencegah makan tidur, karena orang mencegah tidur wataknya kalau lama, kancilen menjadi ganti yang dilihat, tak urung akan salah lihat.

Page 126: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 116 Yang disebut laku, atau berbuat dengan ilmu, bukanlah orang yang mencegah makan dan tidur. Meski itu adalah bagian penting dari pengamalan ilmu tetapi sesungguhnya hakikatnya bukan itu. Kalau hanya mencegah tidur disebut laku, maka apa bedanya dengan orang kancilen (insomnia)? Orang kancilen itu lama-lama kalau fisiknya sudah tidak kuat menjadi kabur pandangan matanya, sehingga salah lihat.

Kang (yang) cêgah (mencegah) mangan (makan) iku (itu), lir (seperti) pandhita (pendeta) dhahar (makan) kayu (kayu) gapuk (lapuk). Yang mencegah makan itu, seperti pendeta makan kayu lapuk.

Kalau yang disebut laku hanya mencegah makan, maka itu ibarat pendeta makan kayu lapuk. Maksudnya pendeta yang mengurangi makan dan minum dan cukup makan seadanya saja. Pendeta pun kalau hanya sebatas demikian itu, tak dapat dikatakan telah menjalani laku, tak bisa disebut telah berbuat.

Apa (apa) sira (engkau) melik (ingin) dadi (menjadi) ulêr (ulat pohon) turi (turi), swargane (surganya) mung (hanya) dadi (menjadi) kupu (kupu-kupu), tan (tak) wurung (urung) binadhog (dimakan) bidho (elang). Apa engkau hanya ingin menjadi ulat pohon turi, surganya hanya menjadi kupu-kupu, tak urung dimakan elang.

Kalau hanya demikian, apakah engkau hanya puas meniru perbuatan ulat? Yang ketika menahan lapar kemudian mendapat surga dengan menjadi kupu-kupu. Memang kupu-kupu kelihatan indah namun keindahannya tidak abadi. Juga tidak sempurna. Di dunia ini saja hidup kupu-kupu tak abadi, baru terbang bisa-bisa dimakan elang. Kalaupun tak dimakan elang dalam beberapa hari juga akan mati sendiri. Manusia menjalani laku untuk meraih sesuatu yang lebih besar daripada itu.

Page 127: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 117

Kajian Cipta Waskitha (2:42-43): Satuhune Cegah Dhahar Guling Pupuh 2, bait 42-43, Gambuh (metrum: 7u 10u 12i 8u 8o), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Dene kang cêgah turu, dudu mêlèking netra satuhu, iya netra kang anèng têlênging batin. Iku mêlèk sajêgipun, prapta sujalma yèn layon. Kang cêgah dhahar iku, datan arsa panggawe kang rusuh. Bab kang patang prakara dipun nastiti, tutupana kang barukut, ywa kongsi bisa kawiyos.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Adapun yang disebut mencegah tidur, bukan membukanya mata sebenarnya, juga mata yang ada di pusat dari batin. Itulah membuka mata selamanya, sampai manusia itu kalau sudah mati. Yang disebut mencegah makan itu, tidak ingin berbuat yang rusuh. Bab yang empat perkara dilihat dengan dengan teliti, tutupilah yang rapat, jangan sampai bisa keluar.

Kajian per kata:

Dene (adapun) kang (yang) cêgah (mencegah) turu (tidur), dudu (bukan) mêlèking (membukanya) netra (mata) satuhu (sebenarnya), iya (juga) netra (mata) kang (yang) anèng (ada di) têlênging (pusat dari) batin (batin). Adapun yang disebut mencegah tidur, bukan membukanya mata sebenarnya, juga mata yang ada di pusat dari batin.

Page 128: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 118 Bait ini merupakan kelanjutan dari bait sebelumnya yang menguraikan bahwa mencegah makan dan tidur bukan sekedar perut lapar dan mata berjaga, tetapi lebih besar dari itu. Yang disebut mencegah tidur bukan menjaga membukanya mata saja, tetapi adalah mencegah tidurnya mata di dalam batin manusia.

Iku (itulah) mêlèk (membuka mata) sajêgipun (selamanya), prapta (sampai) sujalma (manusia) yèn (kalau) layon (sudah mati). Itulah membuka mata selamanya, sampai manusia itu kalau sudah mati.

Mata batin itu harus berjaga selamanya, sampai pada saatnya manusia mati. Dengan mata batin yang berjaga sepanjang masa kita mampu melihat kebesaran Tuhan, kita mampu melihat tanda-tanda keberadaanNya. Inilah sejatinya yang disebut mencegah tidur.

Kang (yang disebut) cêgah (mencegah) dhahar (makan) iku (itu), datan (tidak) arsa (ingin) panggawe (berbuat) kang (yang) rusuh (rusuh). Yang disebut mencegah makan itu, tidak ingin berbuat yang rusuh.

Yang disebut mencegah makan bukan membiarkan perut lapar, tetapi lebih dari itu, adalah mencegah dari keinginan untuk berbuat rusuh. Yang disebut berbuat rusuh adalah berbuat melanggar aturan. Dengan berbuat rusuh berarti kita memanjakan hawa nafsu, tidak membuat nafsu puasa. Padahal hakikat mencegah makan adalah mengekang nafsu agar terkendali.

Bab (bab) kang (yang) patang (empat) prakara (perkara) dipun (di) nastiti (lihat dengan teliti), tutupana (tutupilah) kang (yang) barukut (rapat), ywa (jangan) kongsi (sampai) bisa (bisa) kawiyos (keluar). Bab yang empat perkara dilihat dengan dengan teliti, tutupilah yang rapat, jangan sampai bisa keluar.

Bab yang empat perkara, yang telah diuraikan dalam pupuh Gambuh ini hendaknya dilihat dengan teliti, yakni batal, karam, najis dan hadats. Pahamilah makna batinnya dan jauhilah. Jangan sampai keluar dalam bentuk perbuatan buruk dalam kehidupan sehari-hari.

Kata kawiyos mempunyai sinonim kawijil, kata ini menjadi isyarat bahwa bait berikutnya sudah masuk ke pupuh Mijil.

Page 129: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 119

PUPUH KETIGA

M I J I L

Page 130: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 120

Kajian Cipta Waskitha (3:1-2): Yen Kawedhar Mbilaheni Pupuh 3, bait 1-2, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Kawêdhara iku bilaèni, mêmurung lêlakon, angrêrusak sabarang panggawe. Lir rêksasa krura angajrihi, sabarang kaèksi, têmahan rinêngu. Poma kêkêrên dipun arêmit, dunungna kang manggon. Ywa sulaya prihên kawêdhare, ujubêna sariranirèki, wayang anèng kêlir, gyanira lumaku.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Bila diuraikan itu membahayakan, menggagalkan kehidupan, merusak semua pekerjaan. Seperti raksasa bengis menakutkan, semua yang terlihat, menjadi kena amarah. Harap rahasiakan dengan teliti, tempatkan yang menetap. Jangan salah mengupayakan keluarnya, anggaplah dirimu ini, wayang di kelir, dalam engkau berjalan.

Kajian per kata:

Kawêdhara (keluar) iku (itu) bilaèni (membahayakan), mêmurung (menggagalkan) lêlakon (kehidupan), angrêrusak (merusak) sabarang (semua) panggawe (pekerjaan). Bila keluar itu membahayakan, menggagalkan kehidupan, merusak semua pekerjaan.

Page 131: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 121 Melanjutkan bait sebelumnya dalam pupuh Gambuh, agar jangan sampai perkara yang empat itu keluar dalam bentuk perbuatan, yakni makna-makna dari: batal, karam, najis dan hadats. Kalau sampai keluar sungguh akan membahayakan, menggagalkan kehidupan dan merusak semua pekerjaan.

Lir (seperti) rêksasa (raksasa) krura (bengis) angajrihi (menakutkan), sabarang (semua) kaèksi (yang terlihat), têmahan (menjadi) rinêngu (kena amarah). Seperti raksasa bengis menakutkan, semua yang terlihat, menjadi kena amarah.

Perumpamaannya seperti raksasa yang menakutkan. Semua yang terlihat terkena kemarahannya, terkena amukannya. Rusak semuanya.

Poma (harap) kêkêrên (rahasiakan) dipun (di) arêmit (teliti), dunungna (tempatkan) kang (yang) manggon (menetap). Harap rahasiakan dengan teliti, tempatkan yang menetap.

Maka harap dirahasiakan, disimpan rapat, tempatkan dalam tempat yang mapan. Agar tidak menerobos (mbrojol) keluar. Semuanya tadi, adalah rambu-rambu kebaikan dalam diri. Tidak ada keburukan padanya kecuali jika salah menerapkan.

Ywa (jangan) sulaya (salah) prihên (upayakan) kawêdhare (keluarnya), ujubêna (anggaplah) sariranirèki (dirimu ini), wayang (wayang) anèng (di) kêlir (kelir), gyanira (dalam engkau) lumaku (berjalan). Jangan salah mengupayakan keluarnya, anggaplah dirimu ini, wayang di kelir, dalam engkau berjalan.

Maka jangan salah mengeluarkannya, semua yang ada pada diri manusia ada gunanya. Nafsu dan keinginan, kemarahan dan perlawanan, semangat dan ambisi, semua itu berguna. Hanya tinggal mengupayakan keluarnya dengan baik. Agar berhasil anggaplah dirimu adalah wayang di pakeliran, dalam engkau menjalani kehidupan. Menurutlah kepada Sang Dalang. Siapakah dia?

Page 132: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 122

Kajian Cipta Waskitha (3:3-6): Pramlambange Pen Lan Tulisan Pupuh 3, bait 3-6, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lamun ana osikirèng galih, kaki dèn waspaos, obah osik ana kang agawe. Iku sira ulatana kaki, dununge kang osik, dèn bisa kapangguh. Pralambange osikirèng batin, yêktine tan adoh, lah badhenên têtulisan kiye. Ingkang aran sah iku kang êndi, ingkang irêng mangsi, kêrtas ingkang pingul. Dene iya ingkang amêngkoni, jro tulis kang katon, ulatana sapucuking êpèn. Kang durung wruh narka lamun mangsi, kang uningèng gaib, gumawang andulu. Nanging tanpa gatra tanpa warni, tan kenging ginêpok, mung satêngu binubut gêdhene. Suprandene bisa angêbaki, warata sabumi, iya tanpa dunung.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau ada gerakan dalam hati, Anakku, harap waspada, berubah dan bergeser ada yang membuat. Itu engkau perhatikan anakku, letaknya yang bergerak,

Page 133: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 123

agar bisa ketemu. Isyarat perubahan di dalam batin, sesungguhnya tak jauh, tebaklah tulisan ini. Yang disebut sah itu yang mana, yang hitam tinta, atau kertas yang putih. Adapun juga yang membingkai, dalam tulisan yang terlihat, perhatikan di ujung pena. Yang belum mengetahui mengira kalau tinta, yang mengetahui dalam gaib, sangat jelas melihat. Tetapi tanpa bentuk tanpa warna, tak bisa disentuh, hanya sebesar tungau dibubut besarnya. Walau demikian bisa memenuhi, merata seluruh dunia, juga tanpa memerlukan tempat.

Kajian per kata:

Lamun (kalau) ana (ada) osikirèng (gerakan dalam) galih (hati), kaki (nak) dèn waspaos (harap waspada), obah (berubah) osik (bergeser) ana (ada) kang (yang) agawe (membuat). Kalau ada gerakan dalam hati, Anakku, harap waspada, berubah dan bergeser ada yang membuat.

Osik artinya gerakan halus, sedikit bergeser dari tempatnya semula. Kalau hatimu mengalami geseran ini maka waspadalah, bergesernya itu karena ada yang membuat. Ada sesuatu yang menggerakkan sehingga hatimu cenderung kepada sesuatu hal.

Iku (itu) sira (engkau) ulatana (perhatikan) kaki (anakku), dununge (letaknya) kang (yang) osik (bergerak), dèn bisa (agar bisa) kapangguh (ketemu). Itu engkau perhatikan anakku, letaknya yang bergerak, agar bisa ketemu.

Page 134: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 124 Jika hatimu mengalami perubahan, sedikit saja, perhatikan anakku! Di mana letak yang bergerak itu, mengapa bergerak, agar dapat ketemu penyebabnya. Misalnya, mengapa engkau tiba-tiba suka menonton sepakbola? Mengapa tiba-tiba suka berjudi? Mengapa tiba-tiba enggan beribadah? Mengapa tiba-tiba menjadi tertarik kepada sesuatu? Sungguh semua itu tidak berasal dari keinginanmu sendiri. Ada sesutu yang menggerakkan.

Pralambange (isyarat) osikirèng (perubahan di dalam) batin (batin), yêktine (sesungguhnya) tan (tak) adoh (jauh), lah (nah) badhenên (tebaklah) têtulisan (tulisan) kiye (ini). Isyarat perubahan di dalam batin, sesungguhnya tak jauh, tebaklah tulisan ini.

Perumpamaan dari gerakan hatimu itu sungguh tak jauh dari isyarat yang ada pada kegiatan menulis seperti ini (risalah yang engkau baca ini). Maksudnya adalah isyarat yang ada pada manuskrip asli serat Cipta Waskitha yang berupa tulisan tangan.

Ingkang (yang) aran (disebut) sah (sah) iku (itu) kang (yang) êndi (mana), ingkang (yang) irêng (hitam) mangsi (tinta), kêrtas (kertas) ingkang (yang) pingul (putih). Yang disebut sah itu yang mana, yang hitam tinta, atau kertas yang putih.

Mana di antara keduanya yang lebih sah disebut tulisan? Apakah tulisan itu tinta hitam yang menempel pada kertas? Apakah kertas putih yang tergores tinta?

Dene (adapun) iya (juga) ingkang (yang) amêngkoni (membingkai), jro (dalam) tulis (tulisan) kang (yang) katon (terlihat), ulatana (perhatikan) sapucuking (di ujung) êpèn (pena). Adapun juga yang membingkai, dalam tulisan yang terlihat, perhatikan di ujung pena.

Juga perhatikan yang membingkai tinta, ada di pucuk dari pena. Perhatikan! Apakah tinta itu di ujung pena?

Kang (yang) durung (belum) wruh (mengetahui) narka (mengira) lamun (kalau) mangsi (tinta), kang (yang) uningèng (mengetahui dalam) gaib (gaib), gumawang (sangat jelas) andulu (melihat). Yang belum mengetahui mengira kalau tinta, yang mengetahui dalam gaib, sangat jelas melihat.

Page 135: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 125 Orang yang belum mengetahui mengira kalau yang diujung pena itulah tinta. Yang sudah mengetahui yang ghaib dapat melihat dengan jelas apa yang sesungguhnya terjadi.

Nanging (tetapi) tanpa (tanpa) gatra (bentuk) tanpa (tanpa) warni (warna), tan (tak) kenging (bisa) ginêpok (disentuh), mung (hanya) satêngu (sebesar tungau) binubut (dibubut) gêdhene (besarnya). Tetapi tanpa bentuk tanpa warna, tak bisa disentuh, hanya sebesar tungau dibubut besarnya.

Tetapi yang awas penglihatannya mengetahui yang disebut tinta itu adalah sesuatu yang hanya sebesar tungau dibubut, yakni hanya partikel-partikel kecil sekali. Sangat lembut tak dapat dilihat, tak dapat dipegang. Namun bisa memenui kertas dengan tulisan.

Suprandene (walau demikian) bisa (bisa) angêbaki (memenuhi), warata (merata) sabumi (seluruh dunia), iya (juga) tanpa (tanpa) dunung (tempat). Walau demikian bisa memenuhi seluruh dunia, juga tanpa memerlukan tempat.

Demikian pula yang terjadi di dunia ini. Dzat yang Maha Lembut, tak dapat diindera, tak dapat diraba, tak dapat dilihat, yang memenuhi seluruh permukaan bumi. Dia tidak bertempat pada sesuatu, tetapi di mana-mana ada. Itulah perumpamaannya.

Page 136: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 126

Kajian Cipta Waskitha (3:7-9): Hyang Suksma Sarwa Weruh Pupuh 3, bait 7-9, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Sayêktine barang kang kaèksi, kono gone manggon, ngalih ênggon tan ana ênggone. Sakêdhepan ngalih ping sakêthi, têgêse mung siji, apan iya iku. Lan sing prapta kang sira tingali, tan kakung tan wadon. Aranana wadi ta yêktine, iya wanita endah kang warni, yèn sira arani, lanang yêkti kakung. Lawan luwih guna luwih sêkti, kamantyan waspaos. Samubarang têrang paningale, nora kêna kumlêsêk wus uning, nadyan jroning batin, Hyang Suksma wus wêruh.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Sebenarnya semua yang terlihat, di situlah tempatnya menetap, berpindah tempat tak ada tempatnya. Sekejapan mata berpindah seratus ribu kali, artinya hanya satu, memang iya itulah. Dan yang datang yang engkau lihat, bukan laki-laki bukan perempuan. Disebut rahasia sesungguhnya, juga wanita yang cantik rupawan, kalau engkau sebut,

Page 137: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 127

pria sungguh memang laki-laki. Dan lebih pintar lebih sakti, sangat waspada. Semua jelas penglihatannya, tidak boleh terperosok sudah tahu, walau dalam batin, Tuhan Yang Maha suci sudah melihat.

Kajian per kata:

Sayêktine (sebenarnya) barang (semua) kang (yang) kaèksi (terlihat), kono (di situ) gone (tempat) manggon (menetap), ngalih (berpindah) ênggon (tempat) tan (tak) ana (ada) ênggone (tempatnya). Sebenarnya semua yang terlihat, di situlah tempatnya menetap, berpindah tempat tak ada tempatnya.

Sebenarnya pada semua yang terlihat di situlah tempatnya. Selalu berpindah tempat, tak ada tempatnya menetap. Dia di mana-mana.

Sakêdhepan (sekejapan) ngalih (berpindah) ping sakêthi (seratus ribu kali), têgêse (artinya) mung (hanya) siji (satu), apan (memang) iya (iya) iku (itulah). Sekejapan mata berpindah seratus ribu kali, artinya hanya satu, memang iya itulah.

Sekejap mata berpindah seratus ribu kali. Artinya memang hanya satu, ya itulah. Maksudnya walau terlihat di mana-mana, itu hanya satu itulah. Karena selalu bisa pindah seratus ribu kali dalam sekejab maka terlihat di mana-mana.

Lan (dan) sing (yang) prapta (datang) kang (yang) sira (engkau) tingali (lihat), tan (bukan) kakung (laki-laki) tan (bukan) wadon (perempuan). Dan yang datang yang engkau lihat, bukan laki-laki bukan perempuan.

Dan yang terlihat bukanlah laki-laki. Juga bukan perempuan.

Aranana (disebut) wadi (rahasia) ta yêktine (sesungguhnya), iya (juga) wanita (wanita) endah (indah) kang warni (warnanya), yèn (kalau) sira (engkau) arani (sebut), lanang (pria) yêkti (sungguh) kakung (memang laki-laki). Disebut rahasia sesungguhnya, juga wanita yang cantik rupawan, kalau engkau sebut, pria sungguh memang laki-laki.

Page 138: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 128 Disebut rahasia sesungguhnya adalah perempuan yang cantik. Namun kalau engkau sebut laki-laki sungguh memang laki-laki. Ini menjadi pertanda sesungguhnya bukanlah laki-laki, juga bukan perempuan. Sungguh perempuan jika kau sebut demikian, memang laki-laki jika kau anggap demikian pula.

Lawan (dan) luwih (lebih) guna (pintar) luwih (lebih) sêkti (sakti), kamantyan (sangat) waspaos (waspada). Dan lebih pintar lebih sakti, sangat waspada.

Dan lebih pintar serta lebih sakti, sangat waspada. Dia lebih pintar daripada kamu, lebih awas, lebih teliti, lebih peduli, lebih cermat dalam melihat.

Samubarang (semua) têrang (jelas) paningale (penglihatannya), nora (tidak) kêna (boleh) kumlêsêk (kumresek, bersuara lirih) wus (sudah) uning (tahu), nadyan (walau) jroning (dalam) batin (batin), Hyang (Tuhan Yang) Suksma (Maha Suci) wus (sudah) wêruh (melihat). Semua jelas penglihatannya, tidak boleh bersuara pasti sudah tahu, walau dalam batin, Tuhan Yang Maha suci sudah melihat.

Semua jelas penglihatannya, tidak boleh ada sesuatu pun yang bersuara, walau lirih seperti suara gesekan daun, pasti sudah tahu. Walau dalam batin pun Tuhan juga sudah melihat.

Catatan tambahan:

Bait ini menerangkan sifat-sifat dari Tuhan Yang Menguasai setiap jengkal muka bumi ini. Merujuk pada pernyataan pada bait sebelumnya, ngebaki warata sabumi, memenuhi hingga rata seluruh bumi. Walau ada di mana-mana tetapi tidak bertempat di manapun (tanpa dunung). Kelihatan serperi berpindah-pindah, sekejap bisa berpindah seratus ribu kali. Hal itu karena Dia tidak terbatas oleh tempat.

Dia bukan perempuan, bukan lelaki. Jika kau anggap perempuan memang begitulah adanya. Jika dianggap lelaki demikian pula adanya. Hal itu karena dalam diri Tuhan ada kadar feminitas dan maskulinitas. Masing-masing terlihat dalam porsi sesuai kadar yang melihat. Jika yang melihat feminim maka aspek feminitas yang terlihat. Jika yang melihat maskulin maka aspek maskulinitas yang terlihat. Dari masing-masing sisi itulah yang melihat mendekat kepada Yang Dilihat.

Page 139: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 129 Dia juga lebih pintar, lebih awas, lebih tanggap daripada kita. Sedikit gerakan kita, segala perbuatan kita tak luput dari pengamatanNya. Walau gerakan yang paling lembut sekalipun, seumpama bunyi daun yang jatuh, Dia tahu. Bahkan apa yang kita rasakan dalam hati, walau sedikit keinginan pun, dia melihatnya.

Page 140: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 130

Kajian Cipta Waskitha (3:10-11): Siyang Ratri Anjenengi Pupuh 3, bait 10-11, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Tanpa cipta dènnya wruh ing batin, tan netra yèn anon, tanpa karna ing pamiyarsane, tanpa grana mambu gônda sidik, lawan bisa angling, iya tanpa tutuk. Kang dèn angge wus anèng sirèki, sira tan rumaos, pangrasamu darbèkira dhewe, nora wêruh kang sira ulati, siyang lawan ratri, jumênêng nèng ngriku.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Tanpa pikiran mereka mengetahui dalam batin, tanpa mata kalau melihat, tanpa telinga dalam mendengarkan, tanpa hidung membaui aroma kebenaran, dan bisa berbicara, juga tanpa mulut. Yang dipakai sudah ada dalam dirimu, engkau tak merasa, perasaanmu milikmu sendiri, tidak melihat yang engkau perhatikan, siang dan malam, berdiri di situ.

Kajian per kata:

Tanpa (tanpa) cipta (pikiran) dènnya (dia) wruh (mengetahui) ing (dalam) batin (batin), tan (tanpa) netra (mata) yèn (kalau) anon (melihat), tanpa (tanpa) karna (telinga) ing (dalam) pamiyarsane (pendengarannya), tanpa (tanpa) grana (hidung) mambu (membaui) gônda (aroma) sidik

Page 141: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 131 (kebenaran), lawan (dan) bisa (bisa) angling (berbicara), iya (juga) tanpa (tanpa) tutuk (mulut). Tanpa pikiran Dia mengetahui dalam batin, tanpa mata kalau melihat, tanpa telinga dalam mendengarkan, tanpa hidung membaui aroma kebenaran, dan bisa berbicara, juga tanpa mulut.

Tanpa pikiran Dia mengetahui dalam batin. Tanpa mata Dia melihat. Tanpa telinga Dia mendengar. Tanpa hidung Dia membaui aroma kebenaran. Dan Dia berbicara tanpa mulut. Dialah Tuhan yang kekuasaannya meliputi seisi dunia. Dia senantiasa mengurus makhluknya. Gusti boten sare, Dia tidak tidur. Jika Dia melakukan itu semua cara yang demikian, bagaimana melakukannya? Tidak sulit menjelaskan karena Dia dekat dengan kita. Dia beserta kita di manapun kita berada. Wa Huwa ma’akum, aina maa kuntum.

Kang (yang) dèn (di) angge (pakai) wus (sudah) anèng (ada dalam) sirèki (dirimu), sira (engkau) tan (tak) rumaos (merasa), pangrasamu (perasaanmu) darbèkira (milikmu) dhewe (sendiri), nora (tidak) wêruh (melihat) kang (yang) sira (engkau) ulati (perhatikan), siyang (siang) lawan (dan) ratri (malam), jumênêng (berdiri ) nèng (di) ngriku (situ). Yang dipakai sudah ada dalam dirimu,engkau tak merasa, perasaanmu milikmu sendiri, tidak melihat yang engkau perhatikan, siang dan malam, berdiri di situ.

Yang dipakai untuk mengetahui ada dalam dirimu. Engkau tak merasa, padahal terhubung dengannya. Engkau merasa semua yang ada padamu milikmu sendiri, padahal Dia yang mempunyai. Engkau tidak merasa kalau selalu diperhatikan. Engkau tidak tahu kalau siang dan malam selalu ditunggui. Ibarat Dia selalu berdiri (anjenengi) di dekatmu. Engkau dan Dia itu tak terpisahkan. Engkau dan Dia, satu!

Page 142: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 132

Kajian Cipta Waskitha (3:12-14): Kadya Prau Ing Samudra Pupuh 3, bait 12-14, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Yèn tan lawan karsaning Hyang Widhi, obah osiking wong, kaya priye gone matrapake. Yêkti kaya rêca nèng wadari, pralambanging urip, lir angganing prau, ingkang anèng têngahing jaladri. Lêlakon ing kono, prau iku sapa nglakokake, yêkti saking karsaning Hyang Widi. Nadyan si kamudhi, pan manut ing banyu. Pasthi kaya mangkono wong urip, yèn sira maido, nyatakêna iya prau kuwe, êntasêna saking jroning warih, yêkti nora mosik, pan kari galundhung.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau bukan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Benar, berubah dan bergeraknya manusia, seperti bagaimana dala menerapkannya. Sungguh seperti patung di taman, perumpamaan kehidupan, seperti wujud sebuah perahu, yang ada di tengah samudera. Kehidupan di situ, perahu itu siapa yang menjalankan, sungguhdari kehendak Tuhan Yang Maha Benar. Walau si juru mudi, memang hanya menutur aliran air.

Page 143: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 133

Pasti seperti demikian orang hidup, kalau engkau menyanggah, buktikan yaitu perahu itu, keluarkandari dalam air, sungguh tidak bergerak, sungguh hanya terguling.

Kajian per kata:

Yèn (kalau) tan (bukan) lawan (dengan) karsaning (kehendak) Hyang (Tuhan) Widhi (Yang Maha Benar), obah (berubah) osiking (bergerak) wong (manusia), kaya (seperti) priye (bagaimana) gone (dalam) matrapake (menerapkannya). Kalau bukan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Benar, berubah dan bergeraknya manusia, seperti bagaimana dala menerapkannya.

Kalau bukan dengan kehendak Tuhan bagaimana manusia dapat bergerak? Bagaimana manusia akan hidup sebagaimana kita saksikan sekarang? Semua itu ada karena kehendaknya.

Yêkti (sungguh) kaya (seperti) rêca (patung) nèng (di) wadari (taman), pralambanging (peumpamaan) urip (kehidupan), lir (seperti) angganing (wujud sebuah) prau (perahu), ingkang (yang) anèng (ada di) têngahing (tengah) jaladri (samudera). Sungguh seperti patung di taman, perumpamaan kehidupan, seperti wujud sebuah perahu, yang ada di tengah samudera.

Jika tidak, kita semua hanya akan seperti patung di taman. Perumpamaan kehidupan seseorang adalah seperti perahu di tengah lautan. Perhatikan perahu yang mengarungi samudera. Perhatikan bagaimana dia bergerak!

Lêlakon (kehidupan) ing (di) kono (situ), prau (perahu) iku (itu) sapa (siapa) nglakokake (yang menjalankan), yêkti (sungguh) saking (dari) karsaning (kehendak) Hyang (Tuhan) Widi (Yang Maha Benar). Kehidupan di situ, perahu itu siapa yang menjalankan, sungguhdari kehendak Tuhan Yang Maha Benar.

Kehidupan sebuah perahu di tengah lautan siapakah yang menjalankannya? Sungguh dia berjalan karena kehendak dari Tuhan Yang Maha Benar.

Page 144: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 134 Nadyan (walau) si (si) kamudhi (juru mudi, nahkoda), pan (memang) manut (menurut) ing (pada) banyu (aliran air). Walau si juru mudi, memang hanya menutur aliran air.

Walau secara lahir dia tampak dikendalikan oleh juru mudi, tetapi dia bergerak sesuai dengan aliran air. Si juru mudi hanya menyesuaikan dengan gerakan air dan angin yang mendorong saja. Juru mudi tidak berkuasa penuh atas gerakan kapal.

Untuk diketahui, serat ini ditulis hampir 200 tahun lalu. Kala itu baru ada kapal layar. Belum ada kapal dengan mesin diesel seperti sekarang ini.

Pasthi (pasti) kaya (seperti) mangkono (demikian) wong (orang) urip (hidup), yèn (kalau) sira (engkau) maido (menyanggah), nyatakêna (buktikan) iya (yaitu) prau (perahu) kuwe (itu), êntasêna (keluarkan) saking (dari) jroning (dalam) warih (air), yêkti (sungguh) nora (tidak) mosik (bergerak), pan (sungguh) kari (hanya) galundhung (terguling). Pasti seperti demikian orang hidup, kalau engkau menyanggah, buktikan yaitu perahu itu, keluarkan dari dalam air, sungguh tidak bergerak, sungguh hanya terguling.

Pasti demikian itu orang hidup, semua hanya menurut kehendak tuhan. Kita manusia hanya bisa menyesuaikan, berdasar sedikit kebebasan yang Tuhan berikan kita bisa berkreasi. Namun kita tak berkuasa mutlak atas nasib kita sendiri. Kalau engkau hendak menyanggah pendapat ini, coba buktikan sendiri. Angkatlah kapal itu dari lautan, niscaya akan berhenti bergerak, bahkan akan terguling. Itulah perumpamaannya kehidupan manusia. Tanpa Tuhan hidupmu juga akan nggoling.

Page 145: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 135

Kajian Cipta Waskitha (3:15-16): Lamun Sira Anggeguru Pupuh 3, bait 15-16, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Lamun sira anggêguru kaki, mawanga ponang wong, kang wus ana sairib-iribe, piwulange kang ngampat mring gaib. Solah muna-muni, panêngêran agung. Mapan akèh ngèlmuning Hyang Widi. Tan kêna dèn uwor, warna-warna manungsa kawruhe. Upamane sang nata tinangkil, duk prapta ing kori, angungak andulu.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau engkau mencari guru anakku, lihatlah dengan jelas keadaan orang, yang sudah ada mirip-miripnya, pengajarannya yang penuh kepada yang ghaib. Perilaku dan tutur kata, menjadi pertanda besar. Memang banyak ilmu dari Tuhan Yang Maha Benar. Tak boleh di campur, bermacam-macam manusia pengetahuannya. Umpamanya sang raja tampil, ketika sampai di pintu, melongok melihat-lihat.

Kajian per kata:

Lamun (kalau) sira (engkau) anggêguru (mencari guru) kaki (anakku), mawanga (lihatlah dengan jelas) ponang (pada keadaan) wong (orang), kang (yang) wus (sudah) ana (ada) sairib-iribe (ada mirip-miripnya), piwulange (pengajarannya) kang (yang) ngampat (penuh, longgar) mring

Page 146: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 136 (kepada) gaib (yang gaib). Kalau engkau mencari guru anakku, lihatlah dengan jelas keadaan orang, yang sudah ada mirip-miripnya, pengajarannya yang penuh kepada yang ghaib.

Kalau engkau hendak berguru, anakku, lihat-lihatlah keadaan orang yang akan kau gurui. Jangan sembarangan berguru, tetapi bergurulah kepada yang pantas, yang ada kemampuan dalam ilmu tentang yang ghaib. Yakni manusia yang telah mengetahui rahasia dari apa yang sudah diuraikan dalam bait-bait yang lalu.

Solah (perilaku) muna-muni (tutur kata), panêngêran (menjadi pertanda) agung (besar). Perilaku dan tutur kata, menjadi pertanda besar.

Lihatlah calon gurumu itu dari perilaku dan tutur katanya, karena kedua hal itu menjadi pertanda besar dari kemampuan seseorang. Jika dia mempunyai ilmu yang pantas diambil, maka akan tampak dari perilakunya sehari-hari dan tampak dalam tutur katanya.

Mapan (memang) akèh (banyak) ngèlmuning (ilmu dari) Hyang (Tuhan) Widi (Maha benar). Memang banyak ilmu dari Tuhan Yang Maha Benar.

Karena banyak ilmu dari Tuhan Yang Maha Benar. Semua ilmu adalah dariNya. Banyak orang pintar dan mempunyai ilmu, yang pantas digurui, tetapi ambilah ilmu yang engkau perlukan saja.

Tan (tak) kêna (boleh) dèn (di) uwor (campur), warna-warna (bermacam-macam) manungsa (manusia) kawruhe (pengetahuannya). Tak boleh di campur, bermacam-macam manusia pengetahuannya.

Tak boleh semua ilmu itu dicampur-campur. Semua ada bagian-bagiannya sendiri. Juga tak perlu semua dipelajari karena takkan mampu melakukannya. Pilihlah ilmu yang diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas hidupmu.

Upamane (umpamanya) sang (sang) nata (raja) tinangkil (tampil), duk (ketika) prapta (sampai) ing (di) kori (pintu), angungak (melongok) andulu (melihat-lihat). Umpamanya sang raja tampil, ketika sampai di pintu, melongok melihat-lihat.

Perumpamaannya orang yang menguasai ilmu dan yang tidak, yang pantas dijadikan guru adalah seperti seorang raja yang tampil di pintu gerbang, melongok untuk melihat-lihat di tempat para abdi menghadap. Perhatikan

Page 147: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 137 apa yang terjadi pada orang-orang yang melihat raja, seperti itulah perumpamaan orang dengan ilmunya masing-masing. Untuk lebih jelasnya silakan lanjut ke kajian bait berikutnya.

Page 148: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 138

Kajian Cipta Waskitha (3:17-19): Ywa Salah Tarka Pupuh 3, bait 17-19, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Mantri ingkang jaga anèng kori, tinarka sang katong, ajrih mulat sangêt sumungkême. Wênèh ana mulat mring bupati, tinarka sang aji, sêmbahe sumrikut. Wênèh ana mulat mring ki patih, ingayap ponang wong , ginarêbêg sagung punggawane, panyanane sang sri narapati. Kang mangkono kaki, mèdêm marang kawruh. Kang ngulati marang sri bupati, wong jroning kadhaton, dadak mêtu ngulati ratune. Nora wêruh yèn sri narapati, tunggal jroning puri, dhèwèke wus wanuh.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Mantri yang berjaga di pintu, dikira sang raja, takut yang melihat sangat-sangat menghormatnya. Seseorang ada yang melihat kepada bupati, dikira sang raja, menyembah bersegera. Seseorang ada yang melihat Ki Patih, diiringi sejumlah orang, dikerubuti segenap punggawanya, dianggapnya sang raja. Yang demikian itu anakku, yang masih kuncup pengetahuannya.

Page 149: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 139

Yang melihat kepada sang raja, orang di dalam kedaton, malah keluar melihat rajanya. Tidak mengetahui kalau sang raja, tinggal satu tempat dalam keraton, dia sudah kenal dekat.

Kajian per kata:

Mantri (mantri) ingkang (yang) jaga (berjaga) anèng (di) kori (pintu), tinarka (dikira) sang (sang) katong (raja), ajrih (takut) mulat (melihatnya) sangêt (sangat) sumungkême (menhormatnya). Mantri yang berjaga di pintu, dikira sang raja, takut yang melihat sangat-sangat menghormatnya.

Pada bait yang lalu diceritakan tentang sang raja yang akan tampil di hadapan publik, berada di gerbang kerajaan. Orang-orang pun menunggu kedatanan sang raja yang akan lewat. Lalu reaksi orang-orang yang melihat pun bermacam-macam. Ada yang mengira seorang mantri yang sedang berada di situ dikira sebagai sang raja, maka mereka segera memberi hormat. Karena bagi mereka orang kebanyakan seorang mantri pun memancarkan kewibawaan juga. Mereka tak sampai berpikir bahwa kewibawaan seorang raja jauh lebih besar daripada itu.

Wênèh (seseorang) ana (ada) mulat (melihat) mring (kepada) bupati (bupati), tinarka (dikira) sang (sang) aji (raja), sêmbahe (menyembah) sumrikut (bersegera). Seseorang ada yang melihat kepada bupati, dikira sang raja, menyembah bersegera.

Ada orang lain yang melihat seorang bupati, maka dia mengira sebagai sang raja. Dia pun berpikir kalau seorang raja pasti bukanlah sang mantri tadi, pasti lebih besar lagi kewibawaannya. Namun dia juga tidak dapat menilai seberapa agungnya raja tampil, maka dikiranya bupati tersebut adalah sang raja.

Wênèh (seseorang) ana (ada) mulat (melihat) mring (kepada) ki (ki) patih (patih), ingayap (diiringi) ponang wong (sejumlah orang), ginarêbêg (dikerubuti) sagung (segenap) punggawane (punggawanya), panyanane (dianggapnya) sang (sang) sri narapati (raja). Seseorang ada yang melihat

Page 150: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 140 Ki Patih, diiringi sejumlah orang, dikerubuti segenap punggawanya, dianggapnya sang raja.

Ada lagi yang melihat Ki Patih, dan dia mengira itulah sang raja. Dia bukan mantri, atau bupati yang meski sudah kelihatan wibawanya tetapi tak ada pengiringnya. Sang raja pasti diiringi para pengawal, maka ketika melihat Ki Patih diiringi para pengawal dia mengira itulah sang raja.

Kang (yang) mangkono (demikian) kaki (anakku), mèdêm (kuncup) marang (kepada) kawruh (pengetahuan). Yang demikian itu anakku, yang masih kuncup pengetahuannya.

Itulah perilaku orang-orang yang ilmunya masih kuncup. Tak bisa mengenali siapa sang raja sesungguhnya. Pokoknya yang kelihatan berwibawa pastilah dia sang raja.

Kang (yang) ngulati (melihat) marang (kepada) sri (sang) bupati (raja), wong (orang) jroning (di dalam) kadhaton (kedaton), dadak (malah) mêtu (keluar), ngulati (melihat) ratune (rajanya). Yang melihat kepada sang raja, orang di dalam kedaton, malah keluar melihat rajanya.

Bahkan kadang terjadi, orang-orang di dalam keraton yang sudah terbiasa melihat raja menjadi ikut-ikutan pendapat orang di luar keraton. Melihat mantri, bupati dan Ki Patih yang dikiranya raja tadi.

Nora (tidak) wêruh (mengetahui) yèn (kalau) sri (sang) narapati (raja), tunggal (satu tempat) jroning (dalam) puri (keraton), dhèwèke (dia) wus (sudah) wanuh (kenal dekat). Tidak mengetahui kalau sang raja, tinggal satu tempat dalam keraton, dia sudah kenal dekat.

Mereka orang dari dalam puri yang ikut-ikutan melihar raja tak sadar bahwa selama ini dia sudah satu rumah dengan sang raja. Dia tak sadar selama ini sudah sering berinteraksi dengan sang raja. Dia tak mengerti selama ini sudah sering bersama-sama dengan sang raja.

Itulah perumpamaannya apa yang terjadi dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan. Manusia banyak yang tak sadar bahwa selama ini sudah sering bersama, berinteraksi, melihat dan mengenal dengan baik Tuhan mereka. Karena antara manusia dan Tuhan satu Wujud. Dalam arti, kita semua berasal dari WujudNya.

Page 151: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 141

Kajian Cipta Waskitha (3:20-21): Anglimputi Reh Dumadi Pupuh 3, bait 20-21, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Pan mangkono yèn wong ulah ngèlmi, kèh salah padudon, dudu padon dadakan dinalèh. Nora wêruh kang sira ulati, siyang lawan ratri, wus anèng sirèku. Satuhune kawruh kang sayêkti, tan tinggal Hyang Manon. Datan ana tilase luwange, anglimputi ing rèh kang dumadi. Tan kêna pinilih, ika iki iku.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Memang demikian kalau orang mempelajari ilmu, banyak salah bertengkar, bukan bertengkar karena banyak alasan. Karena tidak mengetahui kalau yang engkau perhatikan, di siang dan malam, sudah ada dalam dirimu. Sesungguhnya pengetahuan sejati, takkan meninggalkan Tuhan Yang Maha Melihat. Tidak ada meninggalkan lubang, meliputi pada segala hal yang diciptakan. Tak boleh dipilih, yang sana, yang ini dan yang itu.

Kajian per kata:

Pan (memang) mangkono (demikian) yèn (kalau) wong (orang) ulah (mempelajari) ngèlmi (ilmu), kèh (banyak) salah (salah) padudon (bertengkar), dudu (bukan) padon (bertengkar) dadakan (mendadak) dinalèh (karena alasan, sebab). Memang demikian kalau orang

Page 152: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 142 mempelajari ilmu, banyak salah bertengkar, bukan bertengkar karena banyak alasan.

Memang demikian kalau orang mempelajari ilmu, ada banyak macam dan tingkatannya. Ada ilmu yang mampu untuk mengenali kenyataan yang ghaib. Ada ilmu untuk mengatur masyarakat. Ada ilmu untuk strategi perang. Oleh karena banyak ilmu dan tingkatannya maka orang sering berselisih, sering salah lihat, seperti pada contoh di atas.

Nora (tidak) wêruh (mengetahui) kang (yang) sira (engkau) ulati (perhatikan), siyang (siang) lawan (dan) ratri (malam), wus (sudah) anèng (ada di) sirèku (dalam dirimu). Karena tidak mengetahui kalau yang engkau perhatikan, di siang dan malam, sudah ada dalam dirimu.

Bagi yang ilmunya baru sedikit tentu belum awas, mengira mantri sebagai raja. Yang tingkatan ilmunya lebih tinggi mengira bupatilah rajanya. Ada juga yang mengira Ki Patih sebagai raja. Semua tergantung bagaimana pemahamannya tentang kewibawaan rajanya.

Satuhune (sesungguhnya) kawruh (pengetahuan) kang (yang) sayêkti (sejati), tan (tak) tinggal (meninggalkan) Hyang (Tuhan) Manon (Maha Melihat). Sesungguhnya pengetahuan sejati, takkan meninggalkan Tuhan Yang Maha Melihat.

Pengetahuan sejati takkan menginggalkan Tuhan, hanya tingkatannya yang berbeda sehingga tampak berbeda-beda ilmunya. Seakan satu dengan lain tidak bersesuaian.

Datan (tidak) ana (ada) tilase (bekasnya, jejak) luwange (lubang), anglimputi (meliputi) ing (dalam) rèh (segala hal) kang (yang) dumadi (ciptaan). Tidak ada meninggalkan lubang, meliputi pada segala hal yang diciptakan.

Padahal ilmu Tuhan tak akan meninggalkan satu lubang pun, semua diliputiNya, dalam segala penciptaan. Ilmu tuhan meliputi semua makhluk dan setiap kejadian.

Tan (tak) kêna (boleh) pinilih (dipilih), ika (yang sana) iki (ini) iku (itu). Tak boleh dipilih, yang sana, yang ini dan yang itu.

Tak ada yang dipilih, baik yang ini, yang itu atau yang sana. Semua tercakup dalam pengetahuanNya. Maka bagi para pelajar yang sedang

Page 153: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 143 ingin mencari pengetahuan juga jangan memilih-milih salah satunya, dan kemudian mengabaikan kebenaran dari yang lainnya. Sebab semua berasal dariNya, semua tentangNya, semua menuju pengetahuanNya. Ambil saja semampunya, namun jangan mengabaikan lainnya.

Page 154: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 144

Kajian Cipta Waskitha (3:22-23): Ywa Mutung Ing Kalbu Pupuh 3, bait 22-23, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Sabab lamun sira milih kaki, nora bisa dados, bali marang asalira dhewe. Talitinên dèn bisa kapanggih, poma sira kaki, ywa mutung ing kalbu. Lan dununge kang kawan prakawis, takokna kang manggon. Aja kongsi kaliru surupe, kèh arane kang kawan prakawis, karana yèn sisip, pamurunging laku.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Sebab kalau engkau memilih anakku, tidak bisa menjadi, kembali kepada asalmu sendiri Telitilah agar bisa ketemu, harap engkau anakku, jangan putus dalam hati. Dan letaknya empat perkara, tanyakan yang menempati. Jangan sampai keliru penerimaannya, banyak yang disebut dengan empat perklara, karena kalau keliru, menjadi penggagal upaya.

Kajian per kata:

Sabab (sebab) lamun (kalau) sira (engkau) milih (memilih) kaki (anakku), nora (tidak) bisa (bisa) dados (menjadi), bali (kembali) marang (kepada) asalira (asalmu) dhewe (sendiri). Sebab kalau engkau memilih anakku, tidak bisa menjadi, kembali kepada asalmu sendiri.

Page 155: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 145 Sebab kalau memilih-milih, hanya mendasarkan kebenaran ilmu dari salah satu sumber, kemudian mengabaikan lainnya, maka ilmunya tidak lengkap dan tidak sempurna. Pengetahuannya parsial, tidak akan sampai kepada pengetahuan universal. Tidak akan sanggup mengantar kepada induk dari segala ilmu, yakni ilmu tentang dzat, sifat, asma dan af’al dari Allah SWT.

Talitinên (telitilah) dèn bisa (agar bisa) kapanggih (ketemu), poma (harap) sira (engkau) kaki (anakku), ywa (jangan) mutung (putus) ing (dalam) kalbu (hati). Telitilah agar bisa ketemu, harap engkau anakku, jangan putus dalam hati.

Maka telitilah sampai ketemu, jangan berputus asa. Berusahalah mencari ilmu sekuat upayamu agar sampai kepada ilmu yang sejati. Jangan putus dalam hati keinginan itu.

Lan (dan) dununge (letaknya) kang (yang) kawan (empat) prakawis (perkara), takokna (tanyakan) kang (yang) manggon (menempati). Dan letaknya empat perkara, tanyakan yang menempati.

Tanyakan di mana letak empat perkara itu, kepada mereka yang telah menempati maqom mulia sebagai para ahli, alim-ulama dan orang yang telah sempurna ilmunya. Orang-orang seperti itulah yang pantas dijadikan sebagai guru, tempat kita mengambil ilmu.

Aja (jangan) kongsi (sampai) kaliru (keliru) surupe (penerimaannya), kèh (banyak) arane (yang disebut) kang (yang) kawan (empat) prakawis (perkara), karana (karena) yèn (kalau) sisip (keliru), pamurunging (menjadi penggagal) laku (upaya). Jangan sampai keliru penerimaannya, banyak yang disebut dengan empat perklara, karena kalau keliru menjadi penggagal upaya.

Jangan sampai keliru pemahamanmu tentang empat perkara tadi. Kalau keliru akan menjadi penggagal dari upayamu. Akan sia-sialah setiap laku yang tak menemui jalan yang benar. Yang dituju tak kesampaian.

Sekarang setelah banyak uraian, marilah kita kembali kepada empat perkara yang telah disinggung dimuka, di awal-awal serat Cipta Waskitha ini.

Page 156: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 146

Kajian Cipta Waskitha (3:24-27): Sasmitaning Patang Prekara Pupuh 3, bait 24-27, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Ingkang abang upamane gêni, murup ngobong-obong. Yèn tan bisa kaki panyirêpe, jagad iki sayêkti kabêsmi. Malekat Ngijrail, nunggil karsanipun. Ingkang sidik iya ati kuning, kasêngsêm mring wadon, mêmelikan ing kono dalane, ambêbawur mring cipta kang bêcik. Malekat Mingkail, nunggil karsanipun. Dene iya ati ingkang langking, santosa kinaot, mung ngrêrusak sabarang panggawe, datan arsa panggawe kang bêcik. Malekat Jabrail, nunggil karsanipun, Dene iya ati ingkang putih, sayêkti kinaot, ati jinêm têrang saciptane, kalêstarèn panggawe kang bêcik. Malekat Israpil, kang nunggil jumurung.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Yang merah seumpama api, menyala membakar-bakar. Kalau tak bisa anakku memadamkannya, dunia ini sungguh akan dilalap habis. Malaikat Izrail,

Page 157: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 147

satu kehendak dengannya. Yang perlu diawasi juga hati kuning, terpesona kepada wanita, menginginkan sesuatu di situ jalannya, wataknya mengaburkan pikiran yang baik. Malaikat Mikail, satu kehendak dengannya. Adapun juga hati yang hitam, sentosa terkait, hanya merusak semua pekerjaan, tidak ingin perbuatan baik. Malaikat Jibril, satu kehendak dengannya. Adapun juga hati yang putih, sungguh berkaitan, hati yang tenang dan terang pikirannya, melestarikan perbuatan yang baik. Malaikat Israfil, yang mendukungnya.

Kajian per kata:

Ingkang (yang) abang (merah) upamane (seumpama) gêni (api), murup (menyala) ngobong-obong (membakar-bakar). Yang merah seumpama api, menyala membakar-bakar.

Yang merah laksana api, menyala membakar-bakar. Inilah kekuatan dalam diri manusia yang membuat jiwa manusia berkobar-kobar. Membuat orang menjadi semangat, membuat orang menjadi tidak sabar, tergesa-gesa, serba ingin cepat.

Yèn (kalau) tan (tak) bisa (bisa) kaki (anakku) panyirêpe (memadamkannya), jagad (dunia) iki (ini) sayêkti (sungguh) kabêsmi (akan dilalap habis). Kalau tak bisa anakku memadamkannya, dunia ini sungguh akan dilalap habis.

Kalau tidak bisa memadamkannya, jagad seisinya inipun akan terbakar habis, laksana kayu kering terbakar api. Kekuatan ini disebut amarah.

Page 158: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 148 Malekat (malaikat) Ngijrail (Izrail), nunggil (satu) karsanipun (kehendaknya). Malaikat Izrail, satu kehendak dengannya.

Malaikat Izrail lah perlambangnya, satu kehendak dengannya. Artinya watak ini ada didalam mikrokosmos manusia sebagai nafsu amarah, did alam makrokosmos adalah malaikat Izrail.

Ingkang (yang) sidik (awas) iya (iya) ati (hati) kuning (kuning), kasêngsêm (terpesona) mring (kepada) wadon (wanita), mêmelikan (menginginkan seuatu) ing (di) kono (situ) dalane (jalannya), ambêbawur (mengaburkan) mring (pada) cipta (pikiran) kang (yang) bêcik (baik). Yang perlu diawasi juga hati kuning, terpesona kepada wanita, menginginkan sesuatu di situ jalannya, wataknya mengaburkan pikiran yang baik.

Yang awas yaitu yang disebut kuning. Wataknya terpesona kepada wanita. Gampang menginginkan sesuatu. Di tengah perjalanan manusia sering membuat bingung, mengaburkan perbuatan baik. Inilah yang disebut nafsu syahwat.

Malekat (malaikat) Mingkail (Mikail), nunggil (satu) karsanipun (kehendak dengannya). Malaikat Mikail, satu kehendak dengannya.

Di dalam makrokosmos satu kehendak dengan malaikat Mikail. Si pencabut nyawa.

Dene (adapun) iya (juga) ati (hati) ingkang (yang) langking (hitam), santosa (sentosa) kinaot(terkait), mung (hanya) ngrêrusak (merusak) sabarang (semua) panggawe (pekerjaan), datan (tidak) arsa (ingin) panggawe (perbuatan) kang (yang) bêcik (baik). Adapun juga hati yang hitam, sentosa terkait, hanya merusak semua pekerjaan, tidak ingin perbuatan baik.

Yang satu lagi hitam, berwatak sentosa. Bertabiat merusak sebarang pekerjaan, tidak hendak membuat baik. Inilah yang disebut kekuatan pikiran, atau disebut penalaran. Yakni dorongan untuk mencari pengetahuan.

Malekat (malaikat) Jabrail (Jibril), nunggil (satu) karsanipun (kehendak dengannya). Malaikat Jibril, satu kehendak dengannya.

Page 159: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 149 Dalam makrokosmos bersesuaian dengan kehendak Jibril. Ini sesuai dengan sifat malaikat Jibril sebagai penyampai kebenaran.

Dene (adapun) iya (juga) ati (hati) ingkang (yang) putih (putih), sayêkti (sungguh) kinaot (berkaitan), ati (hati) jinêm (tenang) têrang (terang) saciptane (pikirannya), kalêstarèn (melestarikan) panggawe (perbuatan) kang (yang) bêcik (baik). Adapun juga hati yang putih, sungguh berkaitan, hati yang tenang dan terang pikirannya, melestarikan perbuatan yang baik.

Adapun yang digambarkan sebagai warna putih adalah jiwa yang telah bebas, yang bisa mengatur ketiga kekuatan di atas serta mempergunakan untuk kesejahteraan hidupnya. Inilah yang disebut kebijaksanaan. Jiwa yang telah mencapai tahap ini akan mencapai ketenangan, atau disebut nafsul mutmainah.

Malekat (malaikat) Israpil (Israfil), kang (yang) nunggil (satu) jumurung (pendukungnya). Malaikat Israfil, yang mendukungnya.

Yang bersesuaian dengan watak paripurna ini adalah malaikat Israfil, sang peniup terompet. Di dalam mikrokosmos jiwa yang tenang hanya mungkin terjadi pada manusia yang telah paripurna dan telah siap pindah ke alam lain, alam akhirat. Di dalam makrokosmos kesempurnaan itu diwujudkan dengan tiupan terompet malaikat Isrofil, tanda bahwa alam dunia telah sampai pada masa pakainya sebagai penghantar manusia meraih kesempurnaan.

Demikian arti dari masing-masing warna yang melambangkan keharmonisan dalam diri manusia. Keempatnya ada sebagai unsur-unsur yang tak dapat dipisahkan, tak dapat ditinggalkan atau dipilih salah satunya. Dalam jiwa yang tenang keempatnya harmonis.

Page 160: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · Ada kurang dan salah mohon koreksinya. Terima kasih sebelumnya. Pengkaji . vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v ... 11): Kang Bisa Bawana-Bawani

Kajian Sastra Klasik Serat Cipta Waskitha 150

Kajian Cipta Waskitha (3:28): Panutup Pupuh 3, bait 28, Mijil (metrum: 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6u), Serat Cipta Waskitha, karya SISKS Pakubuwana IV.

Poma sagung anak putu mami, dèn samya rumaos, rubedèng tyas kawruhana kabèh. Datan liyan mung catur prakawis, poma dèn nastiti, ywana salah surup.

Terjemanahan dalam bahasa Indonesia:

Ingatlah semua anak cucuku, harap semua merasa, penghalang hati ketahuilah semua. Tidak lain hanya empat perkara, harap barhati-hati, jangan salah penglihatan.

Kajian per kata:

Poma (harap) sagung (semua) anak (anak) putu (cucu) mami (aku), dèn (harap) samya (semua) rumaos (merasa), rubedèng (penghalang) tyas (hati) kawruhana (ketahuilah) kabèh (semua). Ingatlah semua anak cucuku, harap semua merasa, penghalang hati ketahuilah semua.

Harap semua anak-cucuku merasa, sadar akan apa yang telah kukatakan di atas. Segala penghalang dari jalan menuju kebaikan hendaknya diketahui semuanya.

Datan (tidak) liyan (lain) mung (hanya) catur (empat) prakawis (perkara), poma (harap) dèn nastiti (berhati-hati), ywana (jangan) salah (salah) surup (penglihatan). Tidak lain hanya empat perkara, harap barhati-hati, jangan salah penglihatan.

Tidak lain hanya empat perkara itulah, harap berhati-hati, yang teliti, cermat, akurat, dalam menilai segala sesuatu. Jangan sampai salah penglihatan. Sekian kajian serat Cipta Waskitha. Semoga bermanfaat.

Mireng, 18 Juli 2018. (Bambang Khusen Al Marie).