septyanto galan prakoso 08 - edited.doc · web viewnegosiasi yang saya alami pada minggu ini adalah...

54
Septyanto Galan Prakoso Negosiasi yang saya alami pada minggu ini adalah ketika lampu kamar mandi kost saya rusak. Secara otomatis, saya dan teman-teman kost saya mendiskusikan siapa yang akan membeli lampu pengganti. Sebenarnya permasalahannya sederhana, akan tetapi, berhubung saya masih berhutang uang kepada beberapa teman-teman saya, timbul usul jika saya yang membeli lampu baru, dengan efek timbal balik hutang saya dianggap lunas. Awalnya saya menolak, secara logis, saya sudah hutang, kok masih harus keluar uang, sementara dana penghidupan semakin menipis. Setelah saling mengeluarkan argumen untuk beberapa saat, pada akhirnya saya menyetujui usul tersebut, dengan syarat, saya hanya akan membelikan lampu yang lebih murah dengan watt kecil. Teman-teman saya pun juga setuju, (mungkin) dengan pemikiran asal dapat mandi dengan penerangan lagi. Kemudian saya membeli lampu neon spiral bermerk tidak familiar dengan daya 9 watt, seharga Rp. 6.800,00 (hahaha..). Demikianlah, akhirnya masalah dapat terselesaikan. Setelah melalui negosiasi tersebut, saya merasa bahwa hasil terakhirnya adalah win-win. Karena apa yang tercapai bersifat integratif. Selain itu, uang yang saya keluarkan untuk membeli lampu baru tidak sebanding dengan jumlah hutang saya. Kepentingan teman-teman kost dan saya sendiri untuk mandi dengan penerangan-lah yang menjadi fokus utama. Rosanti Budi Rahayu Minggu ini jadwal revisi KRS. Saya lupa, beruntung ada teman yang berbaik hati mengingatkan. Panik, karena belum sempat mengisi KRS, saya bergegas untuk mengisinya. Tak disangka kelas NRK yang akan saya ambil sudah penuh. Sedih rasanya. Sudah terlanjur suka dengan mata kuliah ini, saya tidak sabar lagi kalau harus menunggunya sampai tahun depan. Tanpa pikir panjang saya mendatangi bagian administrasi. Saya meminta kepada salah satu staff untuk memberikan peluang agar saya dapat mengambil kelas NRK, dengan alasan di kelas tersebut saya telah membentuk kelompok. Namun staff administrasi menolak, selain karena quota yang diberikan sudah melebihi batas, mereka juga mengantisipasi akan datangnya ‘saya-saya’ yang lain. Negosiasi sudah berlangsung cukup lama namun kami tetap pada posisi masing-masing. Akhirnya staff administrasi menyarankan agar saya terus mencoba KRS, barangkali ada mahasiswa yang mengundurkan diri dari kelas tersebut. Sebenarnya saya pesimis dengan saran ini, namun saya harus menerima hasil keputusannya. Alhamdulillah setelah saya mencoba beberapa kali KRS, akhirnya saya berhasil mendapatkan kelas ini. Analisis perundingan Saya merasa tidak puas dalam perundingan ini karena kedua negosiator berkedudukan tidak sejajar. Salah satu memiliki otoritas, sedangkan yang lain tidak. Hal ini akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Negosiator yang 1

Upload: truongdung

Post on 03-Jul-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Septyanto Galan PrakosoNegosiasi yang saya alami pada minggu ini adalah ketika lampu kamar mandi kost saya rusak. Secara otomatis, saya dan teman-teman kost saya mendiskusikan siapa yang akan membeli lampu pengganti. Sebenarnya permasalahannya sederhana, akan tetapi, berhubung saya masih berhutang uang kepada beberapa teman-teman saya, timbul usul jika saya yang membeli lampu baru, dengan efek timbal balik hutang saya dianggap lunas.

Awalnya saya menolak, secara logis, saya sudah hutang, kok masih harus keluar uang, sementara dana penghidupan semakin menipis. Setelah saling mengeluarkan argumen untuk beberapa saat, pada akhirnya saya menyetujui usul tersebut, dengan syarat, saya hanya akan membelikan lampu yang lebih murah dengan watt kecil. Teman-teman saya pun juga setuju, (mungkin) dengan pemikiran asal dapat mandi dengan penerangan lagi. Kemudian saya membeli lampu neon spiral bermerk tidak familiar dengan daya 9 watt, seharga Rp. 6.800,00 (hahaha..). Demikianlah, akhirnya masalah dapat terselesaikan.

Setelah melalui negosiasi tersebut, saya merasa bahwa hasil terakhirnya adalah win-win. Karena apa yang tercapai bersifat integratif. Selain itu, uang yang saya keluarkan untuk membeli lampu baru tidak sebanding dengan jumlah hutang saya. Kepentingan teman-teman kost dan saya sendiri untuk mandi dengan penerangan-lah yang menjadi fokus utama.

Rosanti Budi RahayuMinggu ini jadwal revisi KRS. Saya lupa, beruntung ada teman yang berbaik hati mengingatkan. Panik, karena belum sempat mengisi KRS, saya bergegas untuk mengisinya. Tak disangka kelas NRK yang akan saya ambil sudah penuh. Sedih rasanya. Sudah terlanjur suka dengan mata kuliah ini, saya tidak sabar lagi kalau harus menunggunya sampai tahun depan. Tanpa pikir panjang saya mendatangi bagian administrasi. Saya meminta kepada salah satu staff untuk memberikan peluang agar saya dapat mengambil kelas NRK, dengan alasan di kelas tersebut saya telah membentuk kelompok. Namun staff administrasi menolak, selain karena quota yang diberikan sudah melebihi batas, mereka juga mengantisipasi akan datangnya ‘saya-saya’ yang lain. Negosiasi sudah berlangsung cukup lama namun kami tetap pada posisi masing-masing. Akhirnya staff administrasi menyarankan agar saya terus mencoba KRS, barangkali ada mahasiswa yang mengundurkan diri dari kelas tersebut. Sebenarnya saya pesimis dengan saran ini, namun saya harus menerima hasil keputusannya. Alhamdulillah setelah saya mencoba beberapa kali KRS, akhirnya saya berhasil mendapatkan kelas ini.

Analisis perundingan

Saya merasa tidak puas dalam perundingan ini karena kedua negosiator berkedudukan tidak sejajar. Salah satu memiliki otoritas, sedangkan yang lain tidak. Hal ini akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Negosiator yang memiliki otoritas biasanya akan lebih mudah memenagkan perundingan dibandingkan negosiator yang tidak memiliki otoritas.

Isu dari perundingan ini adalah tunggal. Adanya proses tawar menawar dimana kedua negosiator saling mempertahankan posisinya dan dengan hasil perundingan win-lose, menjadi indikasi bahwa perundingan ini termasuk dalam negosiasi bargaining.

Geraldus Danistya Kaloka PutraKejadian negosiasi saya yang pertama akan dibahas dalam NL kali ini terjadi pada tanggal 3 September 2008. Pada waktu sore hari itu, saya bersama dengan sahabat saya naik motor berboncengan sampai ke daerah Kaliurang atas. Setelah puas berjalan-jalan, akhirnya kami turun juga berbalik ke arah kota. Karena hawa dingin waktu di atas, saya merasa lapar. Saya menawarkan kepada sahabat saya tersebut untuk makan, lagipula waktu itu di sepanjang jalan Kaliurang banyak warung-warung yang sudah buka dan berdiri karena sudah waktunya buka puasa. Namun sahabat saya itu tidak mau makan. Saya mencoba dengan segenap cara untuk memaksanya mengikuti saran saya dengan memberitahukan bahwa dia sudah cukup kurus lah, makan yang banyak biar tidak sakit-sakitan lah, dan hari sudah menjelang malam dan sudah waktunya untuk makan malam lah, tetapi dia tetap bersikukuh tidak mau. Dia bilang dia masih kenyang karena sebelum kami berjalan-jalan sore itu dia sudah makan di rumahnya. Akhirnya kami kemudian berhenti di salah satu warung pecel lele di pinggir jalan, dan saya kemudian memutuskan untuk makan dan dia hanya memesan segelas jeruk panas untuk menemani saya.

Analisis:

Posisi dan kepentingan saya terhadap sahabat saya tersebut adalah untuk memuaskan rasa lapar saya dan juga mengajaknya untuk makan. Keinginan saya untuk menggunakan taktik bargaining position terhadapnya ternyata gagal, dan saya kemudian harus mengubah haluan saya menggunakan win-win solution setelah mendengarkan (listen) dan merenungkan dan memikirkan (frame) apa yang sahabat saya inginkan. Akhirnya kepentingan saya tercapai (makan karena saya sudah lapar) sedangkan dia tidak merasa terintimidasi oleh saya yang memaksanya untuk makan, walaupun saya sendiri kemudian menyadari bahwa saya gagal memaksanya untuk ikut makan, tetapi setidaknya kami berdua menemukan formula yang pas dalam permasalahan ini.

1

WahyuningsihSemalam saya bersama dengan ke-6 teman, pergi berbuka puasa bersama. Ketika hendak meninggalkan tempat berbuka puasa, saya menemukan uang sebesar Rp 50000 di parkiran ( tepat di bawah sepeda motor saya ). Lantas saya menanyakan kepada teman - teman apakah uang mereka ada yang jatuh. Setelah menanyakan dan memastikan bahwa itu bukan uang teman - teman dan saya, kami berunding sebaiknya diapakan uang yang kami temukan itu.

Di dalam pembicaraan, ke-6 teman saya terbelah suaranya menjadi dua kelompok. Salah satu kelompok menyarankan kepada saya agar uang yang ditemukan di berikan kepada ibu pemilik rumah makan, karena mereka beranggapan bahwa akan ada yang menanyakan kepada pemilik tempat makan apakah menemukan uang jatuh. Namun kelompok kedua, lebih setuju jika uang itu saya bawa lalu dimasukkan ke dalam kotak di masjid. Mereka berpikir bahwa tidak akan mungkin orang tersebut kembali ke rumah makan, karena uang tercecer sangat sulit untuk di lacak. Jika saya menaruh di masjid maka uang tersebut aman di tangan yang membutuhkan.

Saya sebagai yang pertama menemukan uang itu bingung harus menentukan sikap. Setelah melalui sedikit perdebatan, akhirnya kami sepakat untuk membawa uang tersebut untuk selanjutnya di masukkan ke kotak di masjid. Karena jika di taruh di masjid, kami sebagai yang menemukan tidak merasa berdosa karena uang tersebut berada di tangan yang tepat. Di pihak lain dengan dimasukkan ke masjid, pemilik uang juga akan memperoleh pahala serta uang yang jatuh tidak akan mubadzir karena uangnya diamalkan ke masjid.

Dalam kasus di atas, perundingan yang kami lakukan merupakan negosiasi yang berupa problem solving. Kami berupaya mencari jalan yang terbaik agar uang yang kami temukan kelak tidak menimbulkan masalah. Kami tidak akan merasa berdosa karena menggunakan uang tersebut tidak pada tempatnya, serta si pemilik uang dapat beramal tanpa ia sadari. Jika kami lebih memilih menyelesaikan dengan metode bargaining, maka kami akan lebih mementingkan menggunakan uang tersebut untuk urusan kami sendiri ( mis: untuk mengisi uang kas gerakan anti kresek yang kami buat ) tanpa memedulikan bahwa si empunya uang sedang bingung mencari uangnya.

Assed LussakNegosiasi terpenting yang saya lakukan minggu ini adalah ketika membujuk tiga teman agar mempertahankan pilihan pada mata kuliah (MK) Politik Kerjasama Internasional (PKI). MK ini diampu oleh seorang dosen senior yang bersifat humoris dan santai, serta seorang lagi dosen yunior yang terkesan serius dan kaku. Pada pertemuan pertama, suasana kelas sangat membosankan dan melelahkan karena hanya diampu oleh dosen yunior. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang berencana men-drop kuliah ini pada saat revisi KRS, termasuk tiga teman saya. Karena malas kehilangan beberapa teman, yang dirasa nyaman ketika mengerjakan tugas bersama, maka saya meyakinkan mereka semua untuk tetap mengambil MK ini. Saya katakan terus menerus bahwa MK ini seiring sejalan dengan beberapa MK lain yang diambil. Akhirnya setelah beberapa kali membujuk dan mengutarakan hal rasional mengenai kuliah ini, mereka akhirnya tetap mempetahankan MK PKI pada saat revisi KRS.

Isu utama yang ada adalah diambil / tidaknya MK PKI. Kepentingan saya terhadap diambilnya MK ini adalah kesesuaian MK ini dengan dua MK lain serta mendapatkan teman untuk tugas kelompok, sedangkan kepentingan ketiga teman saya adalah mencari MK lain yang lebih menarik untuk diikuti. Saya kemudian membingkai ulang masalah kekurangtertarikan pada dosen, menjadi permasalahan tentang kesesuaian substansi MK PKI dengan dua MK lain (NRK dan Strategi). Karena kepentingan sasaran yang sama, negosiasi saya lakukan secara bersamaan (dalam satu forum) kepada mereka bertiga. Akhirnya, hasil kompromi didapatkan yaitu mereka tetap mengambil MK PKI, dengan konsesi saya harus siap menjelaskan ulang isi kuliah PKI apabila mereka masih belum mengerti.

Suci Noor Rahmasari Selasa kemarin, saya berniat untuk membeli ban motor baru untuk menggantikan ban motor saya yang lama. Hari itu saya sempatkan untuk mencari toko aksesoris motor yang murah dan lengkap. Akhirnya saya menemukan juga toko yang menjual ban motor yang saya inginkan. Saya membeli sepasang ban motor baru dengan ukuran yang lebih besar daripada ukuran ban motor saya yang lama. Saya senang sekaligus bingung, masalahnya mau dikemanakan ban motor saya yang lama ini. Saya ingat kalau saya punya teman bengkel yang punya banyak koneksi anak- anak motor, akhirnya saya putuskan untuk segera kesana.

Sesampainya dibengkel teman saya, saya mengutarakan kebingungan saya pada teman saya itu. Saya ingin agar ada orang yang mau membeli sepasang ban motor lama saya itu dengan harga yang saya tentukan karena alasan kondisi sepasang ban itu masih cukup bagus. Awalnya teman saya menolak untuk membantu saya menjualkan ban itu dengan alas an sangat sulit untuk mencari orang yang mau membeli ban bekas. Berbekal taktik bernegosiasi yang saya miliki akhirnya saya mencari

2

jalan keluar dari masalah itu. Saya menawarkan pada teman saya itu apabila dia berhasil menjual sepasang ban itu dengan harga yang saya tentukan, maka dia akan mendapat 10% dari uang yang saya dapat. Teman saya itu akhirnya menyetujui perjanjian yang saya berikan. 3 hari berikutnya sepasang ban itu laku terjual dan saya benar - benar memberikan 10% dari hasil penjualan yang saya dapatkan dan saya senang.

Dari perundingan saya diatas saya menggunakan problem solving, saya berhasil membuat teman saya tertarik dengan keuntungan yang saya tawarkan. Dan kedua belah pihak sama sama menang juga diuntungkan. Saya berhasil menjual ban itu, dan teman saya mendapatkan untung dari penjualan ban saya itu.

Hafiz ImandaruPada hari sabtu pagi kemarin, saudara saya datang untuk menukar sepeda motornya menjadi sepeda motor saya. Dia datang ke rumah tanpa memberitahu terlebih dahulu sehingga saya yang sedang diluar rumah menjadi bingung karenanya. Dia mendesak saya agar cepat pulang karena sepeda motornya mau dipakai untuk janji penting dengan orang lain. Saya pun sedang ada urusan dengan teman saya dan belum selesai, sehingga saya tidak mau segera pulang. Perdebatan kami menjadi sedikit tegang karena dua-duanya tidak ada yang mau mengalah. Lalu saya bertanya pada dia mau dipakai jam berapa, dan ia jawab agak siang, sekitar jam 10. Lalu saya bilang ke dia, tunggu saja di rumah, saya usahakan siang itu urusan selesai jam 10 dan saya segera pulang. Setelah berpikir, dia tidak keberatan setelah saya memastikan bahwa jam 10 saya akan pulang.

Dari cerita di atas, saya menyimpulkan bahwa saya telah bernegosiasi dengan saudara saya mengenai sepeda motor dan waktu kepulangan, dan problem solving dengan hasil win-win solution karena saya dan dia tidak ada yang dirugikan. Saya tetap bisa menyelesaikan urusan saya dan dia pun dapat menepati janjinya dengan orang

M. Aditya JuliantoKemarin saya melakukan negosiasi dengan ibu saya mengenai limit pulsa HP saya yang sudah habis agar segera dibayar sesegera mungkin karena saya membutuhkan pulsa itu untuk melakukan koordinasi dengan teman-teman dalam kepanitiaan suatu acara. Mulanya ibu saya menolak karena seharusnya jatah pulsa saya baru akan diberikan pada pertengahan bulan ini, sedangkan saya meminta di awal bulan. Namun, setelah saya menjelaskan bahwa saya benar-benar butuh pulsa secepatnya dan mengatakan rela meskipun hanya dibayarkan setengahnya, maka ibu saya mau membayarkan tagihan pulsa saya di awal bulan ini meskipun hanya separuh saja dari yang seharusnya.

Dalam negosiasi itu, saya lebih menekankan pada posisi saya yang sangat membutuhkan pulsa secepatnya. Pada saat itu, keadaan saya sebenarnya sangat tidak menguntungkan, sebab sesuai dengan kesepakatan awal, pembayaran pulsa hanya dilakukan sebulan sekali. Namun, akhirnya saya melakukan kompromi dan berhasil memperoleh apa yang saya tuntut meskipun hanya separuh saja.

Sandra Dewi ArifianiIjin pergi.

Sabtu kemarin saya diharuskan mengikuti sebuah acara pelatihan suatu lembaga yang saya ikuti. Acara tersebut diadakan di kaliurang selama 2 hari 1 malam. Karena acara tersebut menginap, maka saya minta ijin dulu pada orang tua.

Berhubung saya habis bertengkar dengan beliau, maka saya tidak diijinkan ikut. Apalagi hal ini tidak berkaitan dengan masalah perkuliahan atau kampus. Alasan beliau adalah karena dalam seminggu ini saya terlalu banyak kegiatan, belum lagi minggu ini juga saya akan ke luar kota juga,lagipula beliau menganggap kegiatan saya tersebut tidak bermanfaat. Hal yang lain karena mereka khawatir tidak aman.

Akhirnya saya menjelaskan bahwa hal itu bermanfaat untuk pembentukan karakter dan persiapan untuk menjadi pembimbing dalam kegiatan selanjutnya. Untuk alasan keamanan, saya memberitahu kalau di sana sudah ada kakak-kakak yang bertanggung jawab atas keamanan, lagipula hal itu juga ada institusi yang jelas. Saya juga minta maaf atas pertengkaran sebelumnya dan memberitahu beliau kalau hal tersebut juga dapat bermanfaat untuk perkuliahan saya juga. Akhirnya, beliau mengijinkan dengan syarat, yaitu untuk membatalkan rencana saya yang lain, dan tidak mengulangi kesalahan.

Kesepakatan yang kami ambil menekankan pada problem solving, karena kami berdua sama-sama mendapat yang kami inginkan dan tidak ada pihak yang lebih diuntungkan dari yang lain.

Indah Dwi Permatasari

3

Buka Puasa Bersama

Waktu itu adalah hari Minggu, saya beserta teman-teman SMA saya dahulu berkumpul di GSP untuk membicarakan tentang acara buka puasa bersama yang akan diadakan pada tanggal 6 September nanti. Pada rapat itu, kami belum memastikan dimana tempat yang cocok untuk kegiatan kami itu, akhirnya kami bersama-sama berfikir dimana tempat yang cocok dengan berbagai macam pertimbangan-pertimbangan.

Saya beserta ketiga teman saya berpendapat untuk melangsungkan kegiatan itu di kontrakan ketua panitia yang mengadakan acara buka puasa bersama ini, saya memberikan pendapat itu karena adanya beberapa pertimbangan yang menurut saya hal itu penting, yaitu dengan melaksanakan acara disitu kami bisa shalat maghrib berjamaah dan kami bisa lebih akrab lagi tentunya. Namun ada teman lain yang meminta agar pelaksanaannya di tempat-tempat makan, karena mereka fikir akan memberatkan bagi ketua panitianya. Selain itu juga mereka khawatir akan mengganggu warga di sekitarnya karena pastinya akan menimbulkan keributan dengan jumlah orang yang cukup banyak yang mengikuti acara tersebut. Tetapi saya beserta teman saya tetap pada pilihan kami karena menurut kami dengan keadaan tempatnya akan mendukung acara kami itu.

Akhirnya untuk menentukan titik temunya, kami melakukan voting dimana tempat yang cocok untuk kami melaksanakan kegiatan kami. Karena kami fikir ini adalah jalan yang tepat untuk menentukan kepastiannya, karena jumlah orang yang hadir pada waktu itu banyak jadi kami agak sedikit lama menghitungya. Dan voting terbanyak yaitu bertempat di kontrakan ketua panitia.

Dengan melihat negosiasi yang kami lakukan itu, saya dan teman-teman saya mempunyai posisi dan kepentingan yang berbeda. Saya beserta teman saya memiliki posisi untuk bertempat di kontrakan, dengan kepentingan bisa shalat berjamaah dan bisa lebih akrab. Sedangkan teman saya yang lain mempunyai posisi di tempat makan, dengan kepentingan agar tidak merepotkan ketua panitia dan tidak mengganggu warga sekitar. Dengan itu, kami melakukan cara untuk menemukan titik temunya dengan voting. Karena hal itu, maka negosiasi kami bersifat “problem solving”.

Arief Rizky BakhtiarKemarin malam saya dan empat orang teman kos berencana untuk wedangan di dekat stasiun Tugu. Kemudian ada seorang teman yang mengajak untuk sekalian bermain game online stelahnya. namun saya menolak dengan alasan saya tidak jago dan akan membosankan sekali jika saya harus duduk menunggu mereka selesai bermain.

Akhirnya terjadilah perundingan diantara kami. SAya mengusulkan bahwa sebaiknya saya membawa motor saya sendiri, sementara keempat teman saya yang lain menaiki dua motor dengan berboncengan. keempat teman saya setuju. keinginan tiap-tiap pihak terakomodasi dengan adanya solusi yang bersifat saling menguntungkan (win-win solution) tersebut.

FloweriaMakan di mana ya??

Kejadian ini terjadi pada tanggal 3 September 2008 atau lebih tepatnya di hari ketiga puasa Ramadhan 1429 H. Pada saat itu, kebetulan saya dan seorang teman perempuan saya sedang tidak menjalankan ibadah puasa karena berhalangan. Karena kami sama-sama lapar, maka kami berunding untuk memutuskan di mana tempat makan yang enak dan murah. Teman saya itu mengusulkan untuk makan di tempat Uni, sebuah warung makan kecil yang menyediakan berbagai makanan khas Padang. Ia mengatakan bahwa ia sudah lama tidak makan di sana dan kebetulan juga ia kenal dengan Sang Uni tersebut. Sedangkan di lain pihak, saya mengusulkan untuk makan di warung dekat kos-an saya yang jaraknya jauh lebih dekat dari kampus dibandingkan dengan rumah makan Uni itu. Hal itu juga dikarenakan saya membawa sepeda dan malas berpergian terlalu jauh di tengah cuaca yang panas di siang hari itu.

Pada awalnya, teman saya tetap berusaha mengajak saya makan di tempat Uni dan bersedia mengantarkan saya ke sana dengan motornya, dengan pertimbangan sepeda saya ditaruh di kosan dulu lalu ia menjemput saya. Saya tetap bersikukuh untuk makan di dekat kos-an karena saya sudah sangat lapar. Selain itu, saya juga meyakinkan dia bahwa harga makanan di warung dekat kos-an saya itu jauh lebih murah dibandingkan dengan di tempat Uni (karena saya juga pernah makan di sana sebelumnya). Akhirnya, teman saya itu mengalah dan ikut dengan saya makan di warung dekat kos-an itu. Saya juga berhasil meyakinkan dia bahwa saya yang akan membayar makanannya sebagai ganti hutang saya kepadanya.

Berdasarkan cerita tersebut, dapatlah diambil kesimpulan bahwa negosiasi yang saya lakukan bertipe bargaining dengan hasil win-lose (i'm the winner!). Kesimpulan ini juga diperkuat karena dalam bernegosiasi, saya menggabungkan masalah dengan keadaan personal saya, yaitu lapar, disamping isu jarak tempat dan harga makanan. Posisi saya di sini adalah ingin makan di tempat makan yang jaraknya lebih dekat dengan kepentingan rasa lapar yang tidak tertahankan lagi. Sedangkan teman saya posisinya adalah ingin makan di tempat makan Uni dengan kepentingan sudah lama tidak makan di sana. Selain

4

itu, saya juga berhasil memenangkan negosiasi ini karena saya memberikan kompensasi kepada teman saya tersebut, yaitu saya yang akan mentraktirnya makan sebagai ganti hutang saya kepadanya di hari sebelumnya.

anonim!Negosiasi ini bermula ketika saya berkunjung ke rumah A - teman sekaligus lawan negosiasi saya - pada suatu siang di hari minggu lalu. Ketika saya sampai di rumahnya dia baru saja selesai mandi dan bersiap untuk pergi “ padusan ” - ritual tradisional orang Jawa untuk menyambut Ramadhan - ke pemandian Rawa Permai bersama G dan M. Saya kemudian mengutarakan maksud kedatangan saya, yaitu ingin mengajak mereka “ padusan “ ke pemandian Tlatar.

Setelah mengetahui maksud saya, A kemudian menolaknya dengan alasan sudah janji dengan G. Beberapa saat kemudian G datang, A pun menjelaskan maksud saya. Mereka sama - sama tidak mau dan menyarankan saya untuk ikut mereka saja. Tetapi, saya tetap ingin untuk pergi ke Tlatar, maka kemudian saya mengajak mereka untuk bernegosiasi.

Mereka mengatakan sangat ingin pergi ke Rawa Permai dan beralasan bahwa apabila pergi ke Tlatar transportasinya cukup sulit karena harus berganti bus beberapa kali, sedangkan bila naik sepeda motor mereka hanya punya satu motor sehingga tidak cukup untuk bertiga. Kemudian saya bilang bahwa saya akan bawa motor jadi kami tidak kekurangan kendaraan lagi. Mereka tetap teguh pada pendirian mereka untuk pergi ke Rawa Permai. Saya tidak menyerah begitu saja. Untuk itu saya mencoba untuk memberikan konsesi pada mereka, yaitu dengan berjanji akan mentraktir mereka makan jika mereka mau pergi ke Tlatar. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka setuju dengan usulan saya.

Negosiasi akhirnya berakhir dengan hasil mediocre - mediocre ( kompromi ) setelah saya memberi konsesi pada teman - teman saya. Meski begitu saya cukup puas dengan hasil yang saya capai. Teman - teman saya pun tampak puas dengan kesepakatan kami. Hasil ini berhasil tercapai karena lawan negosiasi saya bersikap kooperatif dan sama - sama menginginkan hasil terbaik bagi semua.

P.A Nara Indra P.SDalam Negotiator’s Log pertama ini saya akan mengangkat pengalaman negosiasi dan tawar-menawar antara saya dan 2 orang rekan buddy melawan anak buah kami. Minggu lalu kami ingin mengajak anggota kami untuk berkumpul bersama guna membicarakan agenda rutin kelompok. Saat mencari kesepakatan waktu bertemu, kelompok kami mengalami kesulitan karena rata-rata memiliki jadwal perkuliahan yang padat dan saling berbenturan. Sementara kami sepakat untuk tidak mempergunakan waktu akhir pekan demi memberi kesempatan beristirahat dari rutinitas kuliah atau untuk mudik bagi yang berasal dari luar kota. Singkatnya, ada 2 alternatif waktu yang dapat dipilih yaitu hari Rabu pagi dan hari Jumat pagi. Posisi saya dan teman buddy adalah sama yaitu menginginkan hari Jumat pagi karena saat hari Rabu kami berKepentingan untuk mengikuti perkuliahan, sedangkan Posisi anggota kami meminta hari Rabu pagi dengan Kepentingan bahwa hari Jumat ada terlalu banyak mata kuliah yang harus diambil. Sebenarnya kami memiliki posisi tawar yang lebih baik karena kami merasa bahwa anggota kami masih merasa segan dan menganggap kami senior, meskipun sebenarnya mereka memiliki keunggulan dari segi jumlah suara yang lebih banyak. Namun masing-masing pihak berIktikad baik untuk tak menggunakan keunggulan yang dimiliki terlalu jauh karena sejak awal kami sepakat bahwa Posisi kami dalam buddy adalah setara dalam hal apapun.

Negosiasi tersebut akhirnya keluar dengan keputusan bahwa pertemuan diadakan hari Jumat selepas sholat Jumat. Kedua pihak terpaksa harus berkorban, kami tak dapat/terpaksa terlambat mengikuti perkuliahan sedangkan anggota kami terpaksa tak dapat menggunakan/mengurangi jam makan siang mereka di tengah jadwal mereka yang sangat padat. Hal ini harus kami lakukan karena agenda buddy begitu mendesak dalam waktu yang sempit. Meskipun kedua belah pihak terpaksa berkorban, namun kami menganggap bahwa hasil negosiasi itu merupakan alternatif yang terbaik di antara sekian banyak alternative yang coba kami munculkan. Sehingga kami dapat menyimpulkan bahwa kami dapat mencapai hasil yang bersifat win-win, terlepas dari pengorbanan kami demi menghindari deadlock yang akan mengorbankan agenda kelompok yang jauh lebih penting.

ATBeli i-pod

Sejak pertama kali i-pod mulai dipasarkan beberapa tahun yang lalu, saya menyukai dan memimpikan untuk memilikinya. Selain canggih, i-pod memiliki fitur yang beragam, khususnya kapasitas penyimpanannya yang besar, akan tetapi untuk ukuran sebuah pemutar musik, harganya cukup mahal. Sejak dulu, saya sering bernegosiasi dengan kedua orang tua saya agar dibelikan i-pod, akan tetapi selalu menemui deadlock dan tidak mencapai kesepakatan. Ayah menilai bahwa saya tidak memerlukan i-pod sebagai alat pemutar musik, selain itu harganya cukup mahal. “Kalau cuma sekedar untuk mendengarkan musik, beli yang harganya terjangkau”, kata Ayah. i-pod juga dianggap tidak menunjang kegiatan pendidikan saya pada saat

5

itu. Keinginan tersebut terus terpendam, sampai beberapa minggu yang lalu Ayah saya mendapat penawaran kartu kredit yang menawarkan i-pod dengan menukaran poin kartu kredit yang dimiliki oleh pelanggan. Poin kartu kredit yang dimiliki Ayah saya cukup besar untuk bisa menebus i-pod dengan harga yang terjangkau. Saya kemudian mulai bernegosiasi dengan ibu terlebih dahulu. Dengan alasan mumpung lagi ada penawaran murah dan saya juga berjanji untuk meningkatkan prestasi belajar saya, ibu menyetujui keinginan saya tersebut. Namun, bernegosiasi dengan Ayah tidak semudah bernegosiasi dengan Ibu. Ayah bersikeras bahwa saya tidak membutuhkan i-pod. “Lebih baik uangnya ditabung untuk hal-hal lain yang lebih berguna”, kata Ayah. Setelah penolakan tersebut, saya mundur sambil menunggu waktu yang tepat untuk mengajukan kembali keinginan saya. Ketika IP semester genap saya diumumkan dan hasilnya cukup memuaskan, Ayah terlihat melunak. Dengan upaya-upaya persuasif seperti menjelaskan spesifikasi dan kegunaan i-pod, akhirnya Ayah saya membelikan i-pod. Beliau berharap bahwa dengan keberadaan i-pod bisa dijadikan sebagai stimulan dalam meningkatkan prestasi belajar di kampus.

Analisa :

Posisi saya adalah memiliki i-pod, sedangkan posisi kedua orang tua saya adalah menolak untuk membelikan i-pod. Kepentingan saya adalah untuk menunjang hobi saya dalam mendengarkan musik, selain itu, i-pod juga memiliki berbagai macam fitur yang canggih. Kepentingan orang tua saya adalah, bahwa saya lebih membutuhkan hal lain selain i-pod, selain itu harganya yang mahal dianggap kedua orang tua saya tidak sesuai dengan kegunaan dari i-pod. Isu yang muncul adalah isu jamak, yakni isu Teknologi, isu Ekonomi, serta isu Pendidikan. Saya menerapkan sequencial negotiation, dimana saya sering melakukan tarik ulur dengan kedua orang tua saya. Pelan tapi pasti. Saya menerapkan pola persuasif dengan menjanjikan imbalan prestasi belajar yang akan terus ditingkatkan. Isu pendidikan menjadi isu penunjang dalam negosiasi tersebut. Ketika IP semester saya hasilnya memuaskan, Ayah akhirnya membelikan i-pod. Isu Ekonomi berupa penawaran poin kartu kredit juga menjadi isu penunjang sehingga akhirnya saya bisa memiliki i-pod. Hasil negosiasi tersebut adalah win-win. Alasannya, karena setelah pengumuman IP semester genap yang hasilnya memuaskan, Ayah saya merasa senang karena hasil semester genap memuaskan, sehingga saya dibelikan i-pod. Saya mendapat i-pod, Ayah saya juga merasa puas akan hasil belajar semester genap saya kemarin. Kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.

Christy Pravita KumesanMinggu lalu merupakan minggu yang menyenangkan buat saya. Akhirnya setelah melakukan 2 kali negosiasi dengan mama mengenai kenaikan uang jajan, mama memutuskan untuk menaikkan uang jajan saya. HORE….!!!

Awalnya pada negosiasi pertama saya mendapatkan sedikit dari tuntutan saya, dan saya tidak puas akan hasilnya. Oleh karena itu saya melakukan negosiasi kedua untuk mencapai hasil yang lebih baik. Pada negosiasi kedua ini saya lebih berusaha menyakinkan mama bahwa saya benar-benar membutuhkan kenaikan uang jajan tersebut. Mengingat harga makan yang sudah mulai naik dan uang listrik kos yang juga ikut dinaikkan. Awalnya mama masih kurang setuju, mama meminta kepada saya untuk berhemat. Saat itu saya tidak pantang menyerah dan melakukan sedikit rayuan manis kepada mama, akhirnya karena mama tidak mau terlalu panjang berdebat (bernegosiasi) dengan saya kemudian mama mengajukan suatu penawaran. Mama akan menaikkan uang jajan saya tetapi dengan 1 syarat saya mau membantu mama mencari barang dagangan yang harus di kirim setiap bulan ke Manado. Tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan tawaran yang mama saya tawarkan. Saya mendapatkan apa yang saya butuhkan dan mama juga mendapatkan apa yang mama butuhkan.

Melihat kasus diatas posisi saya adalah kenaikkan uang jajan dan posisi mama saya adalah tidak menaikkan uang jajan. Kepentingan saya dalam negosiasi ini adalah agar kebutuhan bulanan saya selama di Jogja dapat terpenuhi, dan kepentingan mama adalah agar mama tidak melakukan terlalu banyak pengeluaran tambahan. Dalam kasus diatas isu menjadi bertambah karena mama saya menawarkan sebuah tawaran, yang kemudian tawaran itulah yang menjadi jalan keluar terbaik bagi saya dan mama. Konteks kasus diatas terdapat hubungan masa depan. Dari pihak saya tentu saja saya sangat bergantung dengan kiriman tiap bulan dari orangtua, dan dari pihak mama tentu saja mama membutuhkan bantuan saya untuk mencari barang dagangan. Taktik yang saya gunakan adalah dengan malakukan rayuan manis agar terkesan tidak terlalu memaksa. Menurut saya hasil dari negosiasi ini adalah win-win solution. Hasil dapat tercapai karena mama berusaha untuk mendengar dan membingkai masalah saya sehingga dapat mencari jalan keluar yang terbaik. Dan dari saya pun dengan hati terbuka menerima tawaran yang mama tawarkan sebagai jalan keluar terbaik.

AMFRebutan kendaraan

Negosiasi terpenting yang saya lakukan dalam kurun waktu minggu ini adalah pada saat saya berebut kendaraan dengan kakak saya. Pada suatu hari, mobil yang dinaikinya tertabrak motor yang menyebabkan mobilnya harus masuk bengkel dalam kurun waktu beberapa hari. Dikarenakan ia sedang hamil, suami serta orang tua saya melarangnya untuk naik motor dan dianjurkan untuk menggunakan mobil milik suaminya untuk berangkat ke kantor. Tapi dia menolak dengan alasan bahwa dia

6

merasa tidak enak dengan orang kantor yang mengira bahwa dia berganti-ganti kendaraan. Akhirnya dia meminta untuk meminjam kendaraan saya untuk dipakai selama beberapa hari.

Sebenarnya saya merasa tidak keberatan untuk meminjamkannya, tapi karena saya tidak memiliki kendaraan lain, jadi jika saya meminjamkannya tentu hal ini akan mengganggu rutinitas keseharian saya. Mulai dari kuliah, les nari, les bahasa, hingga siaran. Lalu dia memberikan opsi pilihan yaitu menggunakan motor lain hingga diantar oleh pacar saya selama beberapa hari tersebut. Menurut saya hal itu tidak mungkin. Selain motornya lagi dipinjem sodara dan minta anter siaran sahur jam 2 malam tenntu akan merepotkan pacar saya. Lalu saya menawarkan,bagaimana jika dia diantar jemput oleh suaminya. Dan dia juga menolak. Akhirnya solusi yang dapat dilakukan adalah dia mencarikan saya kendaraan pengganti (misalnya motor) atau kami bersikap kooperatif dimana ada saat-saat saya mengantar jemput dan bergantian dalam membawa kendaraan tersebut.

Destania SagitarisheyllaSaat itu saya dan teman saya bertukaran jaket yang biasa kami pakai sehari-hari. Saya dengan jaket kotak-kotak saya dan dia dengan jaket oranye nya. Saya lumayan senang karena sedikit bosan dengan jaket yang itu-itu saja. Namun setelah beberapa hari meminjamnya, saya pun menginginkan jaket kotak-kotak saya kembali pada saya. Maka saya menghubungi teman saya tersebut untuk meminta di bawakan jaket saya keesokan harinya. Ternyata dia bilang bahwa jaketnya masih belum di cuci dan dia baru pulang ke kosan setelah malamnya menginap di kosan temannya. Tentu saja saya merasa sedikit kecewa, karena itu saya bertanya kapan dia bisa membawa jaket tersebut. Dia berjanji akan membawakan jaket nya jumat depan. Tentu saja saya berkeberatan. Akhirnya saya meminta waktu nya diperpendek menjadi hari senin depan. Akhirnya dia mau mengembalikannya senin depan dengan syarat tidak apa-apa jaket saya belum dicuci dan saya juga mengembalikan jaket milik nya. Tentu saja saya setuju, karena itu memang jaket kesayangan saya. J Menurut analisis saya, posisi saya di sana adalah jaket kotak-kotak saya dan posisi teman saya adalah jaket oranye nya. Kepentingan saya adalah jaket saya kembali secepatnya sedangkan kepentingan dia adalah belum mencuci jaket saya. Setelah kami melakukan negosiasi akhirnya hasil yang dicapai adalah kompromi yaitu mediocre-mediocre(setengah-setengah). Memang hasil yang saya dapatkan tidak optimal, namun saya merasa puas karena saya mendapatkan kembali jaket saya pada hari senin, lebih cepat 4 hari dari waktu yang dia tawarkan sedangkan dia juga mendapatkan jaketnya kembali

Nick SantiagoPinjam Motor Untuk Kuliah

Beberapa hari yang lalu, saya berencana untuk meminjam motor kakak saya untuk berangkat kuliah keesokan harinya. Hal ini dikarenakan karena saya masuk kuliah pukul 14.30 pada hari itu dan saya merasa malas untuk berjalan kaki dari kos hingga ke kampus. Pada malam sebelumnya, saya berunding dengan kakak saya mengenai keinginan saya itu. Awalnya kakak saya menolak permintaan saya dengan alasan dia juga akan menggunakan motor tersebut untuk mengerjakan laporan KKNnya. Melihat kondisi kakak saya yang sepertinya sangat membutuhkan motor tersebut untuk kelancaran mobilitasnya, maka saya pun memberikan tawaran untuk mengantar dia ke kampusnya pada pagi hari sehingga dia tidak perlu bersusah payah jalan kaki ke kampus. Ternyata kakak saya menyutujui keinginan saya dengan syarat yang sedikit berbeda, yaitu mengantarkan ke rumah pacar kakak saya sehingga dia dapat berangkat ke kampus bersama kakaknya. Singkat cerita, saya menganggap bahwa perundingan yang saya lakukan telah berhasil. Namun yang tak disangka, pada pagi harinya kakak saya malah membatalkan perjanjian tersebut. Dia mengatakan bahwa ternyata dia tidak hanya akan ke kampus saja hari itu, sehingga ia sangat membutuhkan motor itu.

Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa saya dan kakak saya melakukan negosiasi yang bersifat bargaining, sebab semenjak awal kami sama-sama membutuhkan sepeda motor tersebut- saya berangkat ke kampus, kakak saya mengerjakan laporan KKN. Untuk menghindarkan hasil yang terburuk, maka saya menawarkan opsi yang sifatnya kooperatif. Namun pada akhirnya perundingan tersebut malah membuahkan kekecewaan ketika kakak saya secara sepihak membatalkan perjanjian yang telah kami sepakati sebelumnya.

Desi RositaBeberapa hari yang lalu sepulang dari kampus saya dan teman-teman yang lain merencanakan untuk berbuka bersama di salah satu tempat perbelanjaan. Sebelum berangkat, kami berkumpul di salah satu kos teman saya untuk menunggu teman lain yang ingin ikut bergabung.

Terdapat beberapa dari teman saya yang tidak ada kendaraan untuk pergi maka saya dan teman yang lain memberi tumpangan kepada teman-teman yang tidak ada kendaraan tersebut. Sebenarnya saya tidak keberatan untuk memberi

7

tumpangan kepada teman saya dan mengantarkannya pulang ke kos’an dia, tetapi karena rumah saya berdekatan dengan tempat kami mencari makanan untuk berbuka, maka saya bermaksud untuk langsung pulang setelah berbuka puasa karena ada beberapa titipan dari orang rumah. Saya tidak enak untuk mengatakannya kepada teman-teman saya, tetapi saya tetap mengatakannya maka saya dan teman-teman berunding untuk memecahkan masalah tersebut. Ternyata ada satu teman yang kendaraannya tidak digunakan, teman saya tersebut ternyata tidak keberatan untuk menggunakan kendaraannya sendiri agar nantinya setelah berbuka puasa selesai dia dapat memberi tumpangan kepada teman yang saya tumpangi tadi. Dan teman yang saya beri tumpangan juga mengerti alasan saya kenapa tidak bisa mengantar dia kembali ke kos’an.

Berdasarkan kejadian tersebut diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa negosiasi yang terjadi diantara saya dan teman-teman adalah problem solving. Diantara kami tidak ada yang merasa dirugikan (win-win solution) dalam negosiasi tersebut, kami sama-sama mengerti dengan posisi dan kepentingan masing-masing.

Ahmad Syifa’ Rifa’i Tiga hari yang lalu tepatnya hari Senin temanku yang ngekost di sebelah kostku datang. Dia datang dengan terlihat buru-buru menuju ke kemarku. Tanpa basa-basi dia langsung menyanyakan kepadaku motorku dipake atau tidak. Spontan aku menjawab aku akan memakainya. Setelah itu dia mengungkapkan permasalahannya kepadaku. Temanku mengatakan bahwa hari ini adalah hari terakhir registrasi (mahasiswa baru) di kampusnya. Setelah mendengar permasalahannya aku jadi sedikit kasihan kepada temanku. Tetapi aku sendiri memerlukan motorku untuk pergi ke warnet dan membeli cd blank.

Posisiku adalah dapat pergi ke internet dan membeli cd blank dengan alat transportasi yang cepat (motor). Sedangkan posisi temanku adalah dapat kekampusnya dengan alat transportasi yang cepat (motor). Kepentinganku adalah bisa tiba ke internet dan membeli cd blank. Sedangkan kepentingan temanku adalah bisa tiba dikampusnya.

Setelah berunding temanku menawarkan sebuah penawaran. Dia akan meminjamkan sepedanya agar saya tetap bisa pergi ke warnet, karena memang jarak kekampusnya jauh lebih jauh daripada ke internet. Lalu soal cd blanknya dia akan membelikannya setelah selesai registrasi di kampus. Akhirnya aku dan temanku menyetujui kesepakatan ini.

Dalam negosiasi ini kami menggunakan system problem solving, dimana kedua pihak yang saling bernegosiasi tidak ada yang kalah tetapi kedua pihak ini berusaha mencari jalan keluar terbaik agar kepentingan masing-masing pihak dapat terpenuhi.

YazidMudik Hemat

Menjelang masa libur tahunan pada sekitar bulan Juni lalu, seperti halnya mahasiswa perantauan yang lain, saya berencana untuk pulang ke kampung halaman mengingat hampir semua teman saya juga merencanakan hal yang serupa. Kereta Api dan Bus Malam baik eksekutif maupun bisnis biasanya jadi sarana transportasi yang selalu jadi pilihan pada saat-saat pulang kampung seperti halnya yang saya rasakan sebelumnya. Namun, kali ini ada yang tidak biasa, saya berencana menggunakan sepeda motor sebagai transportasi. Saya pun segera memberitahukan niatan saya kepada kedua orangtua selaku pemegang kekuasaan tertinggi, namun belum sempat saya mengutarakan alasan dari rencana itu, kedua orangtua saya menolak usul tersebut seketika mendengar kata sepeda motor. Saya sempat mengurungkan niat saya, namun tidak lama, karena kemudian saya memberanikan diri menyampaikan alasan mengapa saya bersikeras ingin menggunakan sepeda motor. Kemudian saya kembali menghubungi orang tua saya, kali ini saya membujuk ibu terlebih dahulu, dengan beranggapan bahwa ibu lebih lunak dan lebih mudah untuk dirayu. Saya pun berkata bahwa dengan pulang menggunakan sepeda motor akan lebih menghemat biaya perjalanan sampai 50%, disamping tanpa harus menitipkan atau meninggalkan sepeda motor di Jogja untuk mengurangi resiko kehilangan. Tanggapan ibu terdengar ragu-ragu namun memberikan titik terang karena beliau berkata akan mendiskusikannya terlebih dahulu dengan ayah. Beberapa waktu kemudian Ayah menelepon, namun beliau berkata untuk mengirimkan sepeda motor saya lewat jasa kargo, saya memang memperkirakan beliau akan berkata demikian, oleh karena itu saya mencari tahu terlebih dahulu perihal jasa kargo tersebut. Dengan setengah putus asa saya menjelaskan bahwa selain harganya yang mahal (hampir 2 kali lipat ongkos kirim diri saya sendiri dengan kereta api eksekutif) dan jeda waktu pengiriman yang hampir 2 hari sehingga membuat kuatir akan terjadinya kerusakan atau tindak kriminal di gudang sebelum dikirim, dengan alasan tersebut akhirnya Ayah memberikan keputusannya, walaupun beliau baru menyampaikan jawabannya 2 hari kemudian, mungkin beliau bertanya-tanya terlebih dahulu dengan anggota keluarga yang lain, entahlah, yang penting pada saat itu saya akhirnya mendapatkan ijin pulang dengan sepeda motor, tentunya dengan syarat saya harus ditemani/membonceng serta melaporkan keadaan, posisi, dan waktu saya setiap 1 jam sekali kepada Ayah selama saya diperjalanan. Untunglah ada teman saya yang dengan senang hati “nebeng“, dan kami pun berangkat!

Negosiasi tersebut Problem Solving karena hasil yang didapat sesuai dengan harapan kedua belah pihak, Win-Win. Pada awal masa negosiasi, pelaku yang terlibat cenderung kompetitif, namun dengan melakukan pentahapan dan pemisahan

8

pelaku negosiasi akhirnya suasana yang kooperatif pun tercapai hingga akhirnya negosiasi berjalan lancar dan berakhir sukses.

Fauzia ArianiTahun ajaran baru sudah dimulai. Bagi saya, ini berarti saya harus kembali melakukan banyak negosiasi masalah jadwal les, sebab harus mencocokkan jadwal available time saya dengan murid-mrid saya. Kali ini, murid saya sekelompok privat berjumlah empat orang, mereka bersepakat untuk memulai les bulan September dan dilaksanakan pukul enam sore. Berapa kali seminggu, dan hari apa saja, belum disepakati. Tetapi saya keberatan dengan tawaran mereka karena sejak awal saya sebenarnya berupaya mengosongkan jadwal pukul enam sore untuk diisi jadwal les di kelas non privat/reguler (meskipun kelas reguler belum akan mulai bulan September). Apalagi September bertepatan dengan bulan Ramadhan dimana saya justru ingin mengosongkan waktu setelah pukul enam sore agar bisa menjalankan shalat tarawih bersama. Sementara jadwal para murid saya dapat dikatakan padat dan bentrok, sehingga mereka juga kesulitan untuk bersepakat kalau saya menawarkan waktu lain. Akhirnya, saya menawar untuk les diadakan pukul empat sore khusus bulan September ini saja. Saya juga mengatakan bahwa saya sanggup mengajar mereka seminggu dua kali (untuk mengantisipasi kalau mereka meminta les diadakan seminggu tiga kali). Akhirnya tawaran saya disepakati, dengan penekanan les pukul empat sore hanya untuk bulan September. Dengan demikian, kepentingan saya untuk bisa mengisi jadwal kelas reguler pukul enam sore masih akan bisa terpenuhi nantinya karena masih ada sisa tiga dari lima hari kerja, juga keinginan saya untuk bisa melaksanakan shalat tarawih bersama sepanjang bulan September bisa terlaksana. Negosiasi jadwal masih akan berlanjut pada pertemuan les yang pertama, yang disepakati jatuh pada hari Rabu, untuk membahas hari apa saja les akan dilaksanakan.

Isu : tunggal => jadwal les

Posisi saya : mengajar sore hari

Posisi murid : les malam hari

Kepentingan saya : shalat tarawih, mengajar kelas regular malam hari

Kepentingan murid : kelancaran aktivitas masing-masing

Taktik berunding yang digunakan adalah problem solving, karena kepentingan masing-masing terpenuhi (win-win)

Keputusan dibuat secara sequencial, karena keputusan saya saat ini ditentukan oleh keputusan murid saya sebelumnya, lalu bergantian, keputusan saya sekarang menjadi patokan keputusan murid saya selanjutnya.

Dian HapsariNegosiasi terpenting bulan ini saya lakukan pada hari Selasa tanggal 2 September 2008. Hari itu saya lupa membawa flash disk. Padahal saya membutuhkan flash tersebut untuk menyimpan data tugas besok. Teman saya sudah bersedia membantu mencarikan data untuk saya melalui laptopnya tetapi flash disk miliknya tidak dapat dipinjamkan karena akan dipakai. Sebebnarnya bisa saja saya meminta menyimpan data tersebut di laptopnya dan nanti saya tinggal ke kostnya untuk mengkopinya. Masalahnya dia ada acara dan baru pulang larut malam.Akhirnya saya menanyakan kepada beberapa teman apakah ada yang membawa flash dan sedang tidak dipakai.Beberapa orang mengatakan tidak bisa karena flash mereka akann dipakai. Akhirnya ada salah seorang teman yang bersedia menyimpankan data tersebut dengan flashnya untuk saya dengan imbalan saya mengantarkannya pulang. Saya memang tidak mendapatkan flash untuk menyimpan data tetapi paling tidak setelah pulang saya dapat ke kostnya untuk mengkopi data tersebut. Teman saya mendapat tebengan pulang dan saya mendapat data yang saya butuhkan.

Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa motif yang ada antara saya dan teman saya adalah motif kooperatif. Dimana akhirnya saya mendapat data yang saya butuhkan dan teman saya mendapat tebengan pulang. Kami berdua sama-sama bekerjasama. Memang dalam proses negosiasi saya tidak mendapatkan keinginan saya untuk meminjam flash tetapi setidaknya saya memperoleh data untuk tugas esok hari. Isu yang terdapat dalam kasus tersebut adalah tentang meminjam flash, data untuk tugas, dan nebeng pulang. Kasus tersebut merupakan contoh dari bargaining dimana setelah tawar menawar ahirnya saya mendapatkan apa yang saya butuhkan walaupun tidak secara penuh.

Shelley YuniartiMengambil Foto

Sudah menjadi “kebiasaan” bagi beberapa pelajar ataupun mahasiswa untuk mengerjakan tugas pada-pada hari-hari mendekati hari terakhir pengumpulan tugas itu tidak terkecuali saya meskipun saya tidak selalu begitu. Tugas suatu

9

matakuliah akan dikumpulkan pada hari Selasa maka pada hari sebelumnya saya dan beberapa temen bersepakat untuk mengerjakan tugas tersebut bersama-sama. Ketika akan berangkat ke tempat yang telah disepakati yaitu rumah teman saya, teman kos saya (sebut saja R) meminta saya untuk mengambilkan cetakan fotonya. Sebenarnya saya enggan karena sudah lewat dari waktu yang dijanjikan dan lagi jalanan sedang ramai orang-orang yang akan berbuka puasa. Akan tetapi, sebelum saya langusung menolak untuk mengambilkan foto-fotonya, saya bertanya dulu jam tutup toko foto itu dan menurut R sekitar jam 9 jadi saya melobi untuk mengambil foto tersebut pada waktu pulang dan dia setuju. Akhirnya saya mengerjakan tugas dulu bersama teman saya dan pulangnya saya mampir ke toko foto itu untuk mengambilkan foto si R.

Negosiasi ini dapat dipandang sebagai problem solving karena fokusnya ada pada kepentingan dengan memisahkan masalah dari orangnya (separate people from problem). Isu awal adalah mengambil hasil cetakan foto dengan posisi saya tidak mengambil hasil cetakan dan kepentingan terburu-buru mengerjakan tugas, sedangkan R memiliki posisi diambilkan cetakan fotonya dengan kepentingan melihat hasil-hasil foto itu dan mungkin kepentingan lain. Sekilas hasil dari negosiasi ini adalah win-lose karena pada akhirnya saya mengambilkan cetakan foto untuk R tetapi menurut saya hasilnya adalah win-win karena meskipun saya mengambilkan cetakan foto untuk R tetapi saya juga masih dapat memenuhi kepentingan saya untuk mengerjakan tugas bersama teman. Adanya konteks berhadapan dengan orang yang memiliki hubungan di masa depan, dalam hal ini adalah teman kos saya, membuat saya tidak langsung menolak posisinya dan memaksakan posisi saya karena di kemudian hari pasti saya masih akan sering bertemu dan berinteraksi dengannya dalam berbagai hal yang berbeda. Dengan mengambilkan foto tersebut di kemudian hari mungkin akan membantu saya dalam negosiasi berikutnya dengannya.

Yuliana Putri AnggrainiKejadiannya tentang tukar menukar shift kerjaandi Dagadu. Hari itu hari Rabu tanggal 03 September 2008, saya dimintai back up shift oleh teman saya yang bernama Dipta. Dipta meminta saya menggantikan shift 1D nya hari Kamis, dikarenakan dia ada kuliah pagi. Padahal, saya sendiri hari itu juga ada kuliah jam 12 siang, sedangkan shift 1 berakhir jam 1 siang. Akhirnya saya bersedia menggantikannya, dengan catatan dia mencarikan saya paroan jam12 agar saya bisa ikut kuliah jam12 serta menggantikan 1D saya hari minggu. Kami sama-sama sepakat dengan hasil negosiasi tersebut. Namun pada saat hari H, ternyata saya diminta tukar gerai dengan teman saya yang lain, sehingga saya jadi 1U dan teman saya tersebut menggantikan Dipta di 1D. Sialnya hari itu yang shift 2U tidak ada yang bisa maroin saya, karena kebanyakan dari mereka sudah lembur shift 2 semua. Terpaksa saya membolos mata kuliah jam12 tersebut karena sudah terlambat. Saya sangat tidak puas dengan hasil negosiasi hari yang lalu, karena akhirnya sayalah yang harus membolos kuliah demi shift 1 yang seharusnya tidak perlu saya paksakan ambil.

Pada kasus di atas posisi saya adalah saya ingin diparoin jam 12, kepentingannya adalah karena saya ada kuliah jam12 agar tidak telat, serta shift 1D saya hari minggu juga ada yang menggantikan. Posisi Dipta adalah ingin 1Dnya ter-back up kepentingannya adalah agar dia bisa kuliah pagi hari itu.

Negosiasi di atas adalah problem solving, karena keduanya menitikberatkan pada kepentingannya. Namun karena ada suatu hal yang tidak dapat diprediksi (sehingga menjadikan saya tidak dapat diparoin) sehingga dari yang awalnya win-win solution menjadi terkesan win-lose solution, karena salah satu perunding tidak puas dengan hasil perundingannya di akhir cerita.

Maria Patricya N.Setiap makan malam, saya selalu pergi bersama dua orang teman kos saya. Dan seperti biasa sebelum pergi kami memutuskan mau makan apa hari ini. Hari itu tenggorokan saya sedang sakit, jadi saya memutuskan ingin memakan capcay atau makanan berkuah, sementara teman saya ingin memakan ayam crispy. Kami cukup lama berdebat mengenai tempat, karena tempat menjual ayam crispy tidak menjual capcay atau makanan berkuah. Sementara bila saya membeli capcay saya tidak perlu keluar rumah, dan hanya menunggu lewat di depan kos, tapi sayangnya mie dog-dog tidak menjual ayam crispy. Setelah lama berdebat akhirnya teman saya yang lain mengusulkan supaya kami pergi ke tempat makan baru yang sedikit jauh dari kosan, namun mempunyai dua menu yang kami mau. Akhirnya kami bertiga pergi kesana. Walaupun makanan disana enak, tapi malam itu suhu badan saya naik dan saya jadi demam. Dan saya menyesal kenapa tadi harus pergi keluar.

Kepentingan saya: kenyang dan tidak keluar rumah

Posisi : makan capcay atau makanan berkuah

Kepentingan teman: kenyang

Posisi : makan ayam crispy

Analisis

Menurut saya negosiasi yang saya lakukan ini termasuk ke dalam bargaining. Karena saya terlalu fokus pada keinginan saya untuk memakan capcay. Dan lagi di tengah perdebatan saya sudah tidak dapat memisahkan orang dengan masalahnya, saya

10

berpikir bahwa teman saya amat egois karena tidak mau mengalah dengan saya yang sedang tidak enak badan, hingga akhirnya kami dapat “didamaikan” dengan bantuan mediasi teman saya yang lain. Namun hasil akhirnya ialah kompromi atau bagi saya win-lose, dimana saya ada di pihak yang kalah karena merasa saya yang paling dirugikan. Kami hanya fokus pada posisi kami, ayam atau capcay, tanpa memikirkan kondisi satu sama lain.

Amalina LuthfianiGiliran Memasak

Memasuki bulan puasa, saya dan teman – teman kos saya mulai disibukkan dengan urusan sahur yang cukup merepotkan. Untuk memudahkan kami menyiapkan makan sahur dan juga karena alasan malas keluar kos, kami memutuskan untuk masak sendiri. Masalah datang saat pada hari ke-3 puasa,ketika saya sedang belajar dan membaca buku, salah satu teman kos saya yang bernama Putri mengeluh karena dia yang setiap hari memasak nasi malam sebelum tidur untuk kami berempat ( karena dialah satu – satunya diantara kami berempat yang mempunyai rice cooker ). Saat ia mengutarakan masalah tersebut pada malam itu, muncullah ide untuk menyusun jadwal giliran memasak nasi setiap harinya. Kami mulai berdebat mengenai siapa yang akan mendapat gilliran pertama pada malam itu. Tentu saja Putri tidak mau karena dari kemarin dialah yang memasak, sedangkan Dias sedang tidak ada di kos. Tinggallah saya dan Lala yang mempunyai posisi yang sama, yaitu tidak mendapat giliran pada malam itu. Kepentingan saya pada saat itu adalah membaca buku karena harus mengerjakan tugas yang dikumpul keesokan harinya. Sedangkan kepentingan Lala adalah beristirahat karena baru saja sampai dari kampung halamannya. Saya dan Lala tetap berdebat dan tidaka ada yang mau mengalah. Akhirnya saya mengusulkan untuk melakukan suit, karena jika terus berdebat masalah tidak akan selesai, waktu saya akan terbuang sia – sia, dan berpotensi menimbulkan konflik yang sebisa mungkin harus sya hindari karena kami hidup serumah. Akhirnya saya memenangkannya dan bebas dari giliran memasak malam itu dan dapat melanjutkan mengetik tugas yang sempat tertunda denagn damai.

Jika dilihat dari hasilnya dan kekerasan masing – masing atas posisinya, maka negosisasi di atas bersifat bargaining. Karena posisi saya tercapai, maka saya mendapatkan kemenangan dan lawan negosiasi saya mendapat kekalahan (win-lose) tanpa saya harus memberi konsesi pada lawan saya. Dalam perundingan terebut juga dapat dilihat adanya konteks hubungan masa depan dengan lawan negosiasi, dimana saya berunding dengan teman kos dan harus menghindari konlfik. Untuk itu saya mengusulkan jalan keluar yang dapat dianggap adil oleh kedua belah pihak walaupun sebrnarnya hasil akhirnya tidak, karena salah satu pihak menang, dan yang lain kalah.

Ryan Gilang PurnamaPada hari minggu Laptop di kosku rusak padahal ada beberapa tugas yang harus aku kerjakan. Aku agak “sebel” karena berarti aku harus pergi ke rental pengetikan. Pada hari seninnya ada seorang temanku SMS, katanya dia mau mengajak diskusi tentang papernya. Lalu keluar ide spontan untuk bernegosiasi dengan dia. Aku mau berdiskusi tentang paper temanku tapi aku pinjam Laptopnya untuk mengerjakan tugas. Dan ternyata negosiasiku berhasil aku boleh meminjam Laptopnya sebagai ganti aku mau berdiskusi tentang papernya.

Posisi dan kepentingan dalam negosiasi, posisiku adalah meminjam Laptop supaya aku dapat mengerjakan tugas di kos sedang posisi temanku berdiskusi tentang papernya supaya nilai papernya bagus. Jenis negosiasi yang aku lakukan adalah Problem solving, karena dalam perundingan tersebut memperhatikan kepentinan negosiator sehingga menghasilkan hasil yang win-win solution.

Dalam negosiasi di atas, Isu-isu yang ada dalam perundingan adalah jamak (ada 2 isu), yaitu pinjam laptop dan diskusi paper. Saya mencoba mengkaitkan kedua isu yang kelihatannya tidak berhubungan untuk dapat menghasilkan titik temu (linkage). Disamping itu saya sebisa mungkin untuk mengokomodasi kedua kepentingan negosiator sehingga akan tercipta hasil yang memuaskan ke dua belah pihak.

Lulu Qurratu AiniTHE SIMS

Ini adalah sebuah kejadian yang cukup penting buat saya. Waktu itu, saya baru sampai di kosan dan saya langsung menyalakan laptop dan main The Sims. Saat itu memang saya dan teman-teman saya sedang addict sama The Sims. Ketika saya baru saja main, teman saya datang dan langsung merebut laptop tersebut. Saya tidak terima dong, saya rebut lagi dan dia juga ternyata tidak mau mengalah. Lama sekali kita rebutan mouse dan ribut adu mulut. Ini bukan sekedar ribut biasa, entah kenapa saat itu saya sama sekali tidak mau mengalah, padahal saya tau sebentar lagi dia mau pergi, jadi saya bisa main nanti. Tapi di satu sisi, saya juga heran dia sama sekali tidak mau ngalah, padahal sebelumnya kita juga sering sekali ribut rebutan sesuatu, tapi tidak pernah sampai seperti ini. Argumen saya, kan saya duluan yang main sedangkan argumen

11

dia, dia cuma mau main sebentar sambil nunggu waktu. Sampai akhirnya saya ngalah dan masuk kamar mandi untuk waktu yang sangat lama, dan saya nangis. Saya tidak tahu saya nangis karena apa. Yang jelas pada akhirnya, saya tau ternyata ketika saya di kamar mandi, dia juga tidak jadi main. Dan dia juga nangis. Setelah kejadian itu, setelah kita baikan lagi, saya janji tidak akan pernah meributkan sesuatu yang tidak penting seperti itu lagi sama dia, dan dia juga mengutarakan hal yang sama. Dan semenjak kejadian itu, kita selalu berhasil menghindari masalah-masalah yang bisa membuat persahabatan kita retak.

Menurut saya, kejadian ini termasuk bargaining. Dengan posisi saya The Sims, dan dia juga The Sims. Kepentingan saya, saya mau main dan dia juga sama. Dan ini pun termasuk lose lose solution, karena tidak satupun dari kita yang mendapatkan apa yang kita inginkan. Selain itu, kita berduapun tidak berusaha untuk saling mengalah. Namun, kejadian ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita berdua.

Benediktus Priyo PratomoBeberapa hari yang lalu, saya melihat papan pengumuman yang terdapat tempelan kertas yang merupakan kertas pembagian kelompok mata kuliah Ekonomi Internasional. Saya mendapati bahwa nama saya belum tertera di kelompok mana pun di kertas tersebut. Sebenarnya masih ada beberapa kelompok yang belum penuh, atau masih membutuhkan anggota, namun saya tidak mengenal mereka sama sekali. Kepentingan saya di sini, saya ingin berada dalam kelompok yang anggotanya saya kenal baik satu sama lain. Beberapa saat kemudian, saya bertemu dengan Ab (bukan nama sebenarnya), dan ternyata dia sudah mendapat kelompok. Lalu saya bertemu teman-teman lain, yaitu Aa, Dv ,Bi, De, Sh, yang juga mengambil mata kuliah itu, dan sudah membentuk / masuk ke dalam kelompok. Saya berkata pada mereka (termasuk Ab), membujuk mereka untuk memasukkan saya ke dalam kelompok mereka, namun karena kebanyakan kelompoknya sudah penuh, maka saya memberi usul pada mereka untuk membentuk sebuah kelompok baru, dengan nama saya di dalamnya. Teman-teman saya pun mulai berpikir untuk mempertimbangkan tawaran saya. Teman saya Bi sedikit khawatir, dan dia bimbang apakah mau pindah kelompok, karena dia takut tidak enak dengan teman-teman kelompoknya. Lalu, Ab, Aa, dan Dv pun menghapus nama mereka yang sudah tertera pada kelompok yang ada di kertas tersebut, dan menulis nama mereka di kolom tempat kelompok baru. Dengan nama saya juga, tentunya. Akhirnya, Bi, De, Sh, juga ikut menulis nama mereka di kelompok yang baru saya bentuk tersebut. Setelah perundingan tersebut, akhirnya saya pun mendapat kelompok, yang anggotanya saya kenal baik semua. Hasilnya, mereka yang saya ajak negosiasi pun dengan ihklas dan didasari keinginan mereka sendiri, mengikuti bujukan saya untuk membentuk kelompok baru. Dan kami semua puas dengan hasil negosiasi tersebut.

RidhoSore itu sehabis kuliah, saya diajak Akbar (HI '07) dan Azhar (HI '07)ke Masjid Syuhada guna membantu panitia ramadhan disana, sekaligus mengkonfirmasi kepanitiaan ramadhan saya di mesjid Syuhada. Tidak lama saya pun segera mengetahui bahwa saya dikepanitiaan ramadhan tahun ini, saya mengurusi seksi safari Ramadhan bersama-sama dengan Akbar. Singkat kata, sehabis buka puasa, hingga taraweh maka diadakan rapat kerja Sie.Safari Ramadhan yang diketuai Mas Sarmadi. Ketika itu rapat yang selesai hingga sekitar pukul 23.15 WIB membahas program kerja beserta evaluasi program yang sudah berjalan. Rapat itu dihadiri empat orang (termasuk ketua), dari yang semestinya delapan anggota. Ya, meskipun ketika itu masih awal-awal ramadhan, saya boleh dikatakan telat aktif dikarenakan tidak adanya motor, namun bukan ini permasalahannya. Yang dinegosiasikan disini bukan kepentingan saya melainkan kepentingan kami (pihak panitia ramadhan masjid syuhada) dengan PT Newmont Sumbawa sebagai penerima jasa. Pada dasarnya sang ketua mengutarakan masalahnya dengan pihak Newmont dan meminta saran dari kami bertiga tentang apa yang sebaiknya dilakukan.

Kisahnya diawali dengan bagaimana ketika itu ada seseorang dari PT Newmont yang datang ke Jogja guna mencari ustadz untuk mengisi acara ramadhan di PT Newmont selama beberapa waktu. Sampailah ia ke mesjid syuhada yang terkenal akan pengelolaan kegiatan masjidnya. pihak masjid syuhada pun yang diwakili mas sarmadi menyanggupi permintaan tersebut, dengan syarat ketika acara selesai mereka (pihak syuhada) mendapatkan haknya sebagai penyalur jasa, ustadz juga di dampingi oleh setidaknya 1 orang dari pihak syuhada sebelum bertolak ke Sumbawa. sang pihak/bapak dari Newmont pun pulang. Namun sayangnya tidak ada perjanjian Hitam Diatas Putih saat kesepakatan itu terjadi. Panitia memang sepertinya kurang aware dengan yang satu ini, karena ketika menelpon sang pihak Newmont, mereka cukup di Convincekan dengan ucapan "tenang saja kami profesional,sudah biasa ngurusi beginian". selang beberapa hari sang ustadz diterbangkan ke sumbawa dengan biaya dari pihak newmont,dan cuma sang ustadz saja yang berangkat karena perusahaan hanya punya biaya untuk satu orang. (1 pelanggaran dari Newmont). Pelanggaran kedua dan ini yang menjadi titik permasalahan disini yaitu ketika sang ustadz pulang ke jogja dia tidak membawa "titipan" apa-apa kecuali untuk dirinya sendiri. oh gak papa, mungkin nanti belakangan....(mbatin mas sarmadi). namun sampai kini belum juga ada kabar. Mas sarmadi pun bingung dan serba salah, karena udah capek-capek koq tidak dapet "hak"nya.disisi lain panitia dan ketua utama panitia ramadhan mendesak jika ada fee buat panitia dari newmont.Dia begitu merasa tidak enak jika harus menelpon sang "bapak Newmont",

12

karena masih berprasangka baik 9sebagai muslim yang baik) bahwa sang bapak akan menepati janjinya seperti perjanjian diawal. dilihat dari ekspresi muka mas sarmadi hal ini begitu tergambar.

Dalam kaitannya dengan kelas NRK saya menganalisinya berdasrkan "Listen and re-Frame".ketika itu saya menanyakan apakah ada perjanjian hitam diatas putih (tertulis) dari kedua belah pihak tentang kerjasama tadi, dengan alasan bahwa ketika kita punya kertas itu-yang berarti berkekuatan hukum-, kenapa mesti takut untuk meminta hak kita. tapi ternyata mas sarmadi mengatakan tidak. well...kealfaan panitia, tapi masa' mo dibiarin begitu aja/ nrimo istilah jawanya. Saya ,akbar dan mas Dedy (anggota lainnya dirapat itu) pun sepakat bahwa kita tetap mesti nelpon sang bapak, namun dengan cara yang tidak terkesan offensive. Kami beritahu (me re-frame) bahwa sebaiknya mas sarmadi menelpon sang bapak dengan inti poin "Mengingatkan" sang bapak akan perjanjian yang waktu itu. gunakan cara/perkataan yang tidak menyinggung/frontal. dan jika nanti pada akhirnya beliau menolak, ya kita diam/tidak menuntut, dalam arti karena kita tidak punya kekuatan hukum. tapi lebih kepada dijadikan pelajaran &pengalaman bahwa dikemudian hari kejadian seperti ini jangan sampai terulang kembali. ........dan mas sarmadi pun menyanggup untuk menelponnya besok. Lalu kami pun membahas program kerja berikutnya namun kali ini dengan lebih hati-hati.

note: sub panitia safari ramadhan lambat terbentuk sehingga diawal benar-benar mas sarmadi yang kerja sendiri.

Prischa Retno NKarena sedang mengalami masalah saya tidak ingin sendirian di kost (saya sedang mengalami patah hati). Oleh karena itu saya meminta salah seorang teman saya untuk menginap. Awalnya Putsy (bukan nama sebenarnya ) menolak untuk menginap di kost saya. Karena sudah mendapat mata kuliah Negosiasi & Resolusi Konflik, saya mencoba bernegosiasi dengan Putsy. Akhirnya Putsy mengatakan alasan mengapa dia menolak menginap di kost saya. Ternyata dia harus mengerjakan tugas mata kuliah Amerika Latin yang harus dikumpulkan keeseokan harinya. Alternatif yang tercetus adalah Putsy dapat mengerjakan tugas tersebut di kost saya dan boleh meminjam laptop saya untuk mengerjakan tugas tersebut. Karena saya tidak ada tugas untuk keesokan harinya dan ingin mengalihkan perhatian saya ke hal lain yang lebih bermanfaat dibanding harus bersedih atau menangis ndak jelas, saya juga bersedia membantu dia untuk mengerjakan tugas tersebut (karena sebenarnya saya tertarik untuk mengambil mata kuliah Amerika Latin tetapi tidak jadi mengambil karena masalah jadwal). Tidak disangka ternyata ada teman saya yang lain yang mengajak untuk mengerjakan tugas tersebut bersama di kost saya. Jadi, keinginan saya untuk ditemani di kost tercapai (plus dapat tambahan seorang teman lagi) dan kepentingan Putsy juga tercapai.

Penyelesaian masalah: problem solving

Kepentingan Prischa: ingin ditemani Putsy karena tidak ingin sendirian

Posisi Prischa: Putsy menginap di kost Prischa

Kepentingan Putsy: mengerjakan tugas mata kuliah Amerika Latin

Posisi Putsy: tidak mau menginap di kost Prischa

Theosa Dinar S Hari rabu yang lalu, tepatnya pada tanggal 3 September 2008, saya pergi ke pusat bahasa di salah satu universitas sawsta di Yogyakarta. Tujuan saya datang kesana adalah untuk menanyakan kapan program les bahasa mandarin dibuka dan berapa biaya les disana per semester. Namun sungguh kaget, ternyata biaya les disana naik dari yang harganya Rp.675.000 menjadi Rp.875.000 per levelnya dan biaya itu harus lunas di depan sebelum kelas I. Apalagi kelas I akan dibuka pada tanggal 8 September 2008. Aduh, saya cukup kebingunan tentang bagaimana membayar semua biayanya, ditambah lagi waktunya yang terlalu mepet. Akhirnya, saya pulang dengan membawa brosur jadwal kelas yang baru. Sesampainya di rumah, saya memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan jalan keluar karena saya benar-benar ingin les mandarin ditempat tersebut. Akhirnya, saya menelpon kembali ke pusat bahasa tersebut, dan langsung menayakan ttg bisakah saya melakukan pembayarannya secara mencicil, at least, saya tidak diharuskan untuk membayar lunas di depan, setelah berbicara sekitar 15 menit akhirnya, mas administratornya mengijinkan saya untuk melakukan 2x pembayaran. Dengan rinciannya pembayaran I sebesar 50% dilakukan didepan dan pembayaran II sisanya dibayar pada minggu I kelas. :p Fuih, akhirnya saya bisa tenang karena bisa mendapat keringanan. rencana nanti sore saya akan melakukan pembayaran I dan minggu depan saya akan melakukan pembayaran IIAdapun bentuk negosiasi saya adalah diskusi melalui telepon selam kurang lebih 15 menit. adapun paradigma dalam negosiasi yang saya gunakan adalah Paradigma Bargaining, karena saya berorientasi pada tuntutan saya untuk tidak melakukan pembayaran lunas didepan. Adapun posisi saya dalam negosiasi ini adalah untuk tidak melakukan pembayaran lunas di depan sebelum kelas I dimulai, sedangkan kepentingan saya adalah karena saya tidak punya cukup uang untuk membayar lunas biaya les tersebut. Sedangkan menyangkut isu negosiasi ini adalah keringanan dalam melakukan

13

pembayaran biaya les (Tunggal),dan konteksnya adalah saya bernegosiasi dengan mas administrator via telepon ( tunggal dan simultaneous) dengan hasil negosiasi win-lose (karena saya bisa mendapatkan penuh keinginan saya tanpa mengorbankan sesuatu yang berarti, skor 1-0). ;p

Dyah AnggraeniSetelah liburan semester usai, saya harus segera kembali ke jogja untuk menjalani perkuliahan seperti biasanya. Di Jogja, saya memerlukan motor untuk memfasilitasi mobilitas saya dalam kuliah ataupun menjalani kursus. Tadinya, saya berfikir untuk membawa sendiri motor dari Solo ke Jogja (rumah saya di Solo). Namun, ternyata ayah saya tidak mengijinkan karena alasan keamanan jalan raya. Ayah menawarkan diri untuk membawakan motor ke jogja, namun hal itu baru bisa dilakukan 2 minggu kemudian, karena ayah baru memiliki waktu luang untuk pergi ke Jogja kira-kira 2 minggu lagi.

Bagi saya, ketiadaan motor akan membuat saya repot di jogja, karena dalam waktu dekat saya menjadi panitia untuk mempersiapkan suatu acara. Sehingga, saya berfikir motor tersebut akan sangat diperlukan untuk mobilitas persiapan acara. Akhirnya, saya menawarkan alternatif pada ayah untuk mengijinkan saya membawa motor ke jogja pada saat itu juga, namun saya tidak sendiri. Melainkan ditemani sepupu laki-laki saya.

Ternyata, ditemani sepupu laki-laki saya membawa motor ke jogja bukan ide yang buruk. Ayah langsung menyetujui untuk mengijinkan saya membawa motor ke jogja saat itu juga. Saya sangat puas dengan hasil negosiasi saya.

Dari sedikit cerita saya diatas, saya dapat menggolongkan negosiasi yang saya lakukan menitikberatkan pada problem solving. Posisi saya adalah membawa motor ke jogj saat itu juga. Sedangkan posisi ayah adalah tidak membawa motor ke Jogja pada saat itu. Kepentingan saya adalah untuk alasan mobilitas. Sedangkan kepentingan ayah adalah alasan keamanan jika saya membawa sendiri motor ke jogja. Alternatif yang saya tawarkan ternyata cukup memenuhi kepentingan saya dan ayah. Saya bisa membawa motor ke jogja dan menggunakannya untuk mobilitas. Kemudian ayah tidak risau mengenai keamanan karena saya ditemani sepupu laki-laki saya naik motor ke jogja. Fokus penyelesaian yang menitik beratkan pada kepentingan inilah yang menggolongkan negosiasi saya pada problem solving.

Fatimah MarylinSalah satu negosiasi dari beberapa negosiasi yang saya lakukan dalam jangka waktu seminggu ini adalah negosiasi antara saya dengan mba penjaga rental film dan isu yang kami negosiasikan adalah denda pengembalian film. Ketika itu saya dimintai tolong oleh kakak saya untuk mengembalikan beberapa film yang dia pinjam dari sebuah tempat rental film. Karena sedang banyak kesibukan, saya terlambat mengembalikan film-film tersebut. Pada akhirnya saya terlambat mengembalikan film selama 3 hari. Sewaktu mengembalikan film, mba penjaga rental meminta saya membayar denda atas keterlambatan saya mengembalikan film-film tersebut. Saya sendiri merasa keberatan karena biayanya juga tidak sedikit, mengingat denda per satu film dikali 3 hari. Saya berusaha menjelaskan pada mba penjaga rental tersebut agar mengurangi denda yang harus dibayarkan, namun mba tersebut menyalahkan keterlambatan saya mengembalikan film. Kemudian saya menawarkan jalan keluar bersama pada mba penjaga rental, yaitu saya bersedia membayar sebesar denda untuk meminjam film lagi ditempat tersebut. Sehingga saya tetap membayar sebesar denda, namun sebagai gantinya saya juga bisa meminjam beberapa film lagi yang ingin saya tonton. Mba penjaga rental tersebut setuju, sehingga saya tidak perlu mengeluarkan uang dengan percuma.

Posisi mba penjaga rental disini adalah saya membayar penuh biaya denda, sementara posisi saya adalah sesedikit mungkin membayar denda. Dan kepentingan mba tersebut adalah film yang laku disewa, sementara kepentingan saya adalah mengeluarkan uang tanpa percuma. Pada kasus negosiasi ini, taktik berunding yang saya gunakan adalah problem solving, dimana saya memberikan jalan keluar bersama agar kami sama-sama mendapatkan hasil yang kami inginkan (win-win).

S. Bela PKarena saya bermasalah dengan les bahasa Spanyol saya dan teman saya bermasalah dengan les bahasa Mandarinnya, kami bersepakat untuk mengambil les bahasa Inggris bareng. Masalahnya dia ingin les di tempat A dan saya ingin les di tempat B. Menurutnya, tempat A sudah terjamin dan memiliki nama dimanapun, sementara tempat B belum terlalu terkenal di tempat lain. Selain itu, dia akan kesulitan melobi orang tuanya untuk les di universitas non-Islam. Menurut saya, memang sih tempat B belum sebegitu terkenal dibanding A di kota lain karena memang B adalah bagian dari universitas dan bukan lembaga, tapi kualitasnya sudah terjamin, dan bahkan kata temen saya yang lain, tempat ini termasuk yang diakui kualitasnya di Asia Tenggara. Dan yang jelas disini harganya lebih murah dibanding A. Saya sendiri tidak bermasalah apakah itu universitas Islam bukan. Saya menyarankan dia untuk survey dulu di tempat B kalau ragu dengan kualitasnya. Karena sampai sekarang kami belum punya waktu untuk survey, maka belum ada kesepakatan yang tercapai. Sebenarnya kami berdua tidak

14

masalah kalo emang toh harus les sendiri-sendiri seperti biasa. Kami berunding hanya untuk menjajagi kemungkinan untuk bisa les bareng.

Dalam negosiasi di atas, posisi dia adalah les di tempat A dan posisi saya adalah les di tempat B. Kepentingannya adalah les ditempat ternama yang sudah pasti diijinkan orang tuanya. Kepentingan saya adalah les ditempat yang saya suka, kualitasnya terjamin dan lebih murah. Menurut saya, apapun hasil kesepakatan yang kami peroleh, kami merasa win-win. Bisa les bareng itu nilai plus buat kami, tapi kalo tidak kita tidak masalah. Yang menarik dari sini adalah kami berdua punya prinsip sama bahwa masalah studi (kuliah, les dst) adalah hal yang tidak bisa diintervensi oleh apapun (kami tidak akan mengambil mata kuliah hanya karena temen-temen kami mengambil mata kuliah tersebut dll) dan kami menghormati prinsip satu sama lain.

Puput Akad NPKamis pagi ini, A, rekan pemandu buddy-ku, secara sepihak tiba-tiba memutuskan untuk mengadakan kumpul buddy Jumat ini pada jam 9.30. Menurut A, jika kumpul buddy tidak diadakan Jumat ini, maka pembayaran Peace Through Words tidak akan lancar. Masalah lainnya adalah A ngotot ingin saya untuk mendampinginya saat kumpul buddy karena menurut dia sayalah yang paling memahami sistematika kurikulum buddy dan materi-materi yang harus disampaikan ke adik-adik buddy.

Namun saya tidak bisa menyanggupinya karena pada jam segitu saya harus mengerjakan tugas untuk suatu mata kuliah dan tugas tersebut harus dikumpulkan jam 12.00. Saya merasa tugas tersebut tidak akan bisa selesai jika saya harus mendampingi A saat kumpul buddy. Selain itu, pada Jumat minggu sebelumnya, saya telanjur mengumumkan ke adik-adik buddy saya bahwa kumpul buddy hanya dilaksanakan dua minggu sekali. Jadi, menurut saya jika kumpul buddy tetap dilaksanakan minggu ini, tentu adik-adik buddy akan menganggap kami plin-plan.

Kami pun melakukan negosiasi untuk menyelesaikan masalah ini. Untungnya, proses negosiasi berlangsung cepat. Akhirnya, kumpul buddy tetap dilaksanakan Jumat ini jam 9.30 dan A bersedia memandu buddy sendirian tanpa saya. Sebagai gantinya, dia meminta saya untuk membuatkan daftar materi-materi apa saja yang harus disampaikan ke adik-adik buddy beserta penjelasan secara detail tentang sistematika kurikulum buddy agar dia lebih mengerti.

Penyelesaian : secara problem solving

A

Posisi: mengadakan kumpul buddy (pada jam 9.30)

Kepentingan: - ingin pembayaran acara Peace Through Words lancar

- ingin saya yang menjelaskan materi ke adik-adik buddy karena saya dianggap lebih mengerti tentang hal itu

Saya

Posisi: tidak bisa ikut kumpul buddy (apalagi pada jam 9.30)

Kepentingan: - pada jam 9.30 harus mengerjakan tugas mata kuliah

- tidak ingin dianggap plin-plan oleh adik-adik buddy

Diah Ayu KartikaSebenarnya negosiasi ini berlangsung saat liburan semester kemarin, saat itu saya meminta ijin kepada mama untuk bikin SIM A, dengan alasan takut terkena tilang jika ada razia di jalan. Tetapi mama menolak karena khawatir saya akan keluyuran terus selama liburan jika sudah memiliki SIM. Saat segala macam bujukan sudah saya keluarkan dan hasilnya nihil, akhirnya saya mencoba bernegosiasi dengan mama, saya akan menjadi supir beliau selama dua bulan liburan semester jika ia mengijinkan saya untuk membuat SIM. Usulan tersebut dirasakan mama tidak begitu memberatkan, karena mama bekerja dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore, yang artinya saya diharuskan mengantar jemput beliau setiap jam tersebut. Belum lagi waktu istirahat jam 12 siang hingga jam 1.30. Sehingga menurut mama, saya tidak akan bisa terlalu sering keluyuran karena tugas antar jemput tersebut. Namun saya puas dengan hasil negosiasi yang ada karena akhirnya saya dapat memiliki SIM dan tidak perlu was-was jika ada razia dalam perjalanan.

Dalam hal ini posisi saya adalah SIM, sedangkan posisi mama adalah khawatir bahwa saya akan sering keluyuran. Namun setelah berhasil melakukan negosiasi, akhirnya kami mencapai kata sepakat dengan win-win solution. Karena saya mendapatkan apa yang saya inginkan yaitu SIM, dan kekhawatiran mama agak berkurang karena saya tidak mungkin bisa terlalu lama keluyuran jika dari pagi sampai sore harus menjadi supir antar jemput. Proses negosiasi tersebut termasuk ke dalam problem solving karena kedua pihak mendapatkan secara penuh hal-hal yang diinginkan.

15

Angga RendityanKebetulan hari minggu kemarin saya pergi ke tempat sepupu, karena kebetulan pada hari itu sepupu saya sedang berulang tahun maka sepupu saya akan keluar bersama dengan teman-temannya. Saya meminta kepada sepupu saya untuk ikut merayakan tetapi karena dia akan pergi naik motor dengan teman-temannya maka saya tidak bisa ikut. Waktu akan berangkat ternyata sepeda motor sepupu saya mau dipakai oleh kakaknya pergi entah kemana. Sepupu saya kebingungan karena tidak ada motor sedangkan kendaraan yang ada hanya motor kakaknya yang memakai kopling tangan dan mobil, padahal sepupu saya tidak bisa memakai sepeda motor dengan kopling tangan maupun mobil. Lalu saya menawarkan diri karena kebetulan saya bisa menyetir maka saya mengajak sepupu saya untuk pergi naik mobil dan saya yang menyetir. Kami berdua pergi menjeput teman-teman sepupu saya dan langsung ke tempat makan yang dituju.

Dalam peristiwa negosiasi di atas posisi saya adalah minta ikut merayakan ulang tahun sepupu saya bersama dengan teman-temannya. Dalam melakukan negosiasi menggunakan cara problem solving sehingga di antara kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan. Sepupu saya tetap bisa berangkat merayakan ulang tahunnya dan saya pun bisa ikut merayakan ulang tahunnya.

Ratih KomangPerpanjangan STNK

Pada hari Jumat malam, dua orang utusan dari dealer motor tempat saya membeli motor datang perihal perpanjangan STNK motor saya yang jatuh tempo pembayaran pajaknya pada keesokan harinya. Setelah mempersilahkan duduk di teras rumah ibu kos, kemudian saya langsung saja bertanya akan jumlah biaya untuk perpanjangan STNK. Dua petugas tersebut menjawab ragu-ragu dengan alasan tarif pajak yang berbeda tiap tahunnya dan kesulitan untuk menghubungi orang yang biasanya mengurusi perpanjangan di dealer. Karena takut akan dibodohi, saya bertanya syarat-syarat apa saja yang diperlukan dan dimana tempat untuk perpanjangan STNK, dengan maksud mencoba mengurus perpanjangan sendiri. Melihat reaksi saya seperti itu, kedua orang tersebut menawarkan jasanya untuk membantu perpanjangan STNK. Masalah yang kemudian timbul adalah, kartu KIPEM yang saya perlukan untuk mengurus perpanjangan tersebut juga telah kadaluwarsa padahal KIPEM juga saya perlukan untuk proses perpanjangan. Salah satu mas tersebut menerangkan apabila mengurus perpanjangan kartu KIPEM secara normal, membutuhkan waktu yang cukup lama dan biayanya pun bertambah. Kembali saya menanyakan jumlah biaya yang diperlukan kepada mas-mas tersebut. Salah satu orang dealer tersebut merinci biaya kurang lebih Rp. 250.000, dengan rincian pajak motor Rp 148.000 + Rp 50.000 + Rp 50.000, jadi harga tembak untuk 1 STNK dan 1 KIPEM, masing-masingnya Rp 50.000. Saya sempat meminta untuk menurunkan jumlah biayanya hingga Rp 200.000, tetapi mas-mas tersebut belum bisa memberikan informasi pasti dari total biaya. Mereka meyakinkan sudah ada harga pasti dari dealer untuk biaya yang dikeluarkan dan biayanya tidak jauh dari harga yang dirincikan dan nanti akan diberikan perincian harganya. Sehingga saya juga tidak bisa bilang apa, yang penting mereka sudah berjanji akan memberikan bukti perincian resmi dari dealer. Saya tidak enak dengan orangtua saya karena sebelumnya saya sudah minta uang untuk keperluan biaya kos dan akhirnya saya tanya Bapak saya mengenai harga tersebut, Beliau memberikan ijin untuk membayarkan sejumlah uang yang diminta oleh orang dealer tersebut dan Beliau juga mengerti mengenai masalah perpanjangan saya yang diurus oleh pihak kedua. Jika sudah begitu, saya pun setuju dengan harga tersebut karena waktu saya juga tidak terbuang karena mesti mengurus perpanjangan STNK dengan birokrasi yang berbelit-belit. Mereka pun mendapat upah yang sepantasnya. Dan pada hari Rabu, STNK baru saya datang, dengan biaya total Rp 236.000 lengkap dengan perincian harganya.

Posisi dua orang dealer: menawarkan jasa untuk membantu perpanjangan STNK dan KIPEM karena merasa bertanggung jawab. Posisi saya: perlu memperpanjang STNK dan KIPEM segera. Kepentingan dua orang itu: dapat keuntungan dari komisi biro jasa. Kepentingan saya: waktu yang telah jatuh tempo sehingga perlu mengurusnya segera serta biaya yang proporsional beserta bukti perincian resmi.

Analisis perundingan: Awalnya adalah proses bargainning karena saya sempat menawar harga yang telah diberikan oleh kedua mas tersebut dari Rp 250.000 menjadi Rp 200.000. Namun karena setelah ditanyakan kepada Bapak saya, beban tidak enak saya pun bisa lepas. Selain itu, mas tersebut juga berjanji akan memberikan perincian. Sehingga saya ikut setuju karena kepentingan saya hanya perlu bukti perincian resmi dari dealer sehingga biaya yang saya dapatkan dari pihak kedua tersebut proporsional dan tidak mengada-ada. Selain itu kepentingan saya yang lain juga terpenuhi karena saya juga menghemat waktu saya daripada saya mengurusnya sendiri, tidak tahu tempat yang pasti serta proses yang tidak mungkin sebentar. Dan mas-mas tersebut juga bisa mendapat untung yang sesuai dengan jasanya. Sehingga negosiasi dari proses tawar-menawar berubah menjadi integratif, problem solving karena kepentingan kami dapat terpenuhi. Isu yang ada dalam negosiasi yang saya dan dua orang dealaer tersebut adalah menawarkan jasa, biaya yang sesuai standar dari pihak kedua waktu yang mendesak serta bukti perincian resmi dari dealaer. Motif yang dapat saya lihat dari negosiasi kami pada akhirnya berujung kooperatif, karena pada akhirnya kami menghindarkan hasil terburuk yang mungkin saya (proses yang birokratis

16

sehingga waktu terkuras, serta biaya yang mungkin saja dimainkan karena saya berasal dari luar daerah dan baru pertama kali mengurus samsat) dan mas (tidak mendapatkan komisi) tersebut dapat jika saya mengurus STNK sendirian. Bentuk negosiasi sederhana yang saya lakukan adalah dengan melontarkan pertanyaan serta diskusi singkat sehingga saya mendapatkan kejelasan informasi.

Rima MeinitaNegosiasi yang saya lakukan dalam minggu ini adalah negosiasi masalah tiket pulang dengan orang tua saya. Untuk mengantisipasi lonjakan harga tiket dan kemungkinan tiket habis, saya meminta orangtua saya untuk memesankan tiket dari sekarang. Saya minta dipesankan tiket tanggal 27 september karena libur baru tanggal 29 september. Tapi orang tua saya malah bersikeras memesan tiket tanggal 24 september. Alasannya karena kalau saya pulang tanggal 27 september terlalu mepet sama lebaran. Ketidakpercayaan orang tua saya bahwa libur baru tanggal 29 september itu juga karena saudara dan teman-teman saya yang kuliah disini sudah mulai libur tanggal 23 september an. Saya berusaha meyakinkan orang tua saya bahwa saya benar-benar libur tanggal 29 september. Tapi orang tua saya tetap bersikeras juga saya pulang tanggal 24 september. Saya sempat marah dan pura-pura tidak peduli lagi dengan urusan pulang-pulangan. Saya juga sempat mengancam saya ga usah pulang aja. Akhirnya setelah beberapa hari, orang tua saya mengalah dengan syarat saya juga mau mengalah. Istilahnya, win-win solution. Jadi akhirnya tanggal 26 september disepakati sebagai tanggal yang paling pas. Saya mengalah, orang tua saya juga mengalah. Kami mencari jalan tengah agar kami sama-sama puas dengan hasil negosiasi.

Dalam negosiasi ini posisi saya adalah pulang tanggal 27 september sedangkan posisi orangtua saya adalah saya pulang tanggal 24 september. Alasan saya ingin pulang tanggal itu karena kepentingan saya masih ada kuliah dan kepentingan orang tua saya adalah saya sudah ada dirumah seminggu sebelum lebaran. Hasil negosiasi akhirnya saya pulang tanggal 26 september. Saya dan orang tua saya sama-sama mengalah dan mengambil jalan tengah. Akhirnya kami mencapai win-win solution. Dalam negosiasi ini saya memakai cara problem solving sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.

Marta TintyaBulan puasa ini teman – teman saya di kampus mengadakan acara buka bersama. Dan kebetulan saya menjadi salah satu panitianya. Berdasarkan pengalaman saya tahun lalu, jumlah peserta yang datang cukup banyak. Rencana awalnya kepanitiaan ini hanya untuk anak angkatan saya saja. Saya kurang setuju karena tahun lalu yang kebanyakan datang adalah anak angkatan baru. Maka saya mengusulkan untuk mengadakan open recruitment bagi anak angkatan baru dengan maksud supaya target peserta yang datang tidak sedikit sekaligus mempermudah publikasi acara ini. Tetapi, salah satu teman saya ada yang kurang setuju karena kami hanya membutuhkan beberapa anak angkatan baru saja. Dikhawatirkan jika diadakan open recruitment maka kita akan kelebihan panitia dan menyebabkan kerja panitia jadi kurang maksimal. Teman saya akhirnya menawarkan untuk closed recruitment saja bagi anak angkatan baru. Sayapun setuju dengan idenya, asalkan nanti anak angkatan baru yang dipilih ikut menjadi panitia harus benar – benar bertanggung jawab dengan tugasnya.

Dari cerita saya ini, posisi saya adalah menginginkan open recruitment untuk anak angkatan baru sedangkan kepentingan saya supaya jumlah peserta yang datang dalam acara ini memenuhi target. Isu negosiasi dalam cerita tadi tergolong kooperatif karena kedua perunding saling bekerjasama supaya acara dapat berjalan secara kondusif. Hasil dari perundingan saling menguntungkan bagi kedua pihak, teman saya tidak perlu repot mengadakan open recruitment dan keinginan saya terpenuhi. Karena hasil perundingan win – win maka strategi berunding yang digunakan perunding dapat digolongkan strategi berunding problem solving.

Eldhianto Maulana JusufMeminjam uang

Ayah saya secara tiba-tiba mengatakan bahwa uang bulanan saya untuk bulan September ini akan dikirim terlambat. Biasanya, bila ayah saya akan memberikan uang untuk bulan ini, ayah saya akan memberikannya pada tanggal 28 di bulan sebelumnya. Berarti seharusnya saya sudah menerima uang untuk bulan September dari tanggal 28 Agustus, tetapi ayah saya baru bisa mengirimkan uang tersebut tanggal 10 September nanti.

Ayah saya mengabarkan berita ini mendadak sekali, sedangkan saya secara tidak beruntung melakukan pemborosan di bulan Agustus ini. Saya tidak memiliki uang lagi untuk bertahan hidup sampai tanggal 10 dan tabungan saya sudah habis untuk berangkat ke Bandung di liburan semester. Ayah saya menyarankan untuk meminjam uang ke teman saya dulu.

Saya berusaha meminjam ke teman kost saya yang terdekat, namun ia keberatan karena berencana akan menghabiskan banyak uang di awal tahun untuk keperluan dirinya sendiri. Saya pun bertanya apa keperluannya sehingga membutuhkan

17

uang yang banyak sekali. Ternyata ia akan membelanjakan uangnya untuk membeli keperluan hidup di kost seperti perlengkapan mandi, ember baru, sapu baru, sabun pencuci, pengharum ruangan, dan sebagainya.

Saya pun membujuk teman saya untuk mengurungkan niatnya untuk membeli keperluan hidup dan menawarkan untuk memakai perlengkapan milik saya terlebih dahulu. Kebetulan salah satu alasan kenapa saya boros adalah karena saya sudah membeli keperluan yang sama untuk tiga bulan ke depan, sehingga saya memiliki perlengkapan yang berlebihan dan bisa membaginya kepada teman saya. Teman saya pun setuju untuk meminjamkan uangnya kepada saya dan mengurungkan niatnya untuk belanja dan menggunakan barang-barang milik saya yang berlebihan.

Di dalam negosiasi saya dengan teman saya, posisi saya adalah mendapatkan pinjaman uang sedangkan teman saya tidak memberikan pinjaman. Taktik saya berunding dengan teman saya adalah dengan menanyakan kepentingan teman saya. Perundingan ini memiliki hasil win-win karena kepentingan saya untuk mendapatkan uang pinjaman terpenuhi dan kepentingan teman saya untuk memenuhi keperluan hidupnya juga terpenuhi.

Syarifah AsrianiBeberapa hari yang lalu, orang tua saya berniat untuk membelikan saya sepeda sebagai penunjang aktivitas saya( saya berkuliah sekaligus bekerja). Mendengar hal itu saya sangat senag sekali. Saya dapat menghemat ongkos dan tidak perlu pulang jalan kaki lagi sehabis bekerja. Namun setelah saya pertimbangkan saya meminta agar orang tua saya membelikan saya HP saja karena saya juga tidak memiliki HP. Saya berdiskusi dengan orang tua saya dan menjelaskan pendapat saya memilih HP dari pada sepeda. Saya katakan dengan memiliki HP saya bisa lebih mudah untuk berkomunikasi dengan mereka, orangtua saya pun tidak harus repot-repot lagi menghubungi teman saya jika ingin berbicara dengan saya atau menghubungi telpon kosan saya karena saya lebih banyak diluar rumah dan saya pun lebih gampang dalam berkomunikasi dan bertukar informasi dengan teman-teman saya. Maklum kuliah saya banyak sekali tugas yang dikerjakan secara berkelompok dan dengan memiliki HP saya ataupun mereka dapat lebih mudah berkomunikasi. Setelah mendengar alasan saya, akhirnya orang tua saya setuju karena mereka juga lebih gampang untuk berkomunikasi dengan saya walaupun pada awalnya mereka agak sedikit keberatan dengan pilihan saya. Begitupun dengan saya, dengan memilih HP berarti saya harus tetap naik bis kota dan berjalan kaki sehabis bekerja sebagai suatu konsekuensinya. Yang penting saya punya HP.

Dari kisah diatas dapat disimpulkan bahwa:Posisi saya adalah : ingin HPKepentingan saya : agar lebih mudah untuk berkomunikasi dengan orang tua saya dan teman-teman saya.Posisi orang tua saya : ingin membelikan sepedaKepentingan orang tua saya : agar saya tidak perlu jalan kaki lagi sehabis pulang bekerja dan menghemat ongkos bis untuk kuliahStrategi berunding : bargaining Isu : Beli sepeda atau beli HP Hasil berunding : win-loseNB: MAAF MBA ADA REVISI PADA STRATEGI DAN HASIL BERUNDING

anonim! Selama ini ibu kos mempunyai ‘Mbak X’ yang membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga harian. Setelah Mbak X memutuskan pulang kampung dan menikah lagi, Ibu merasa butuh mencari pengganti untuk meringankan beban pekerjaannya. Nampaknya ibu agak pesimis dengan harapannya tersebut karena pengganti Mbak X masih anak kecil (belum dewasa), panggil saja “Ms.Y”. Dia baru lulus SMP sehingga ibu harus sedikit bersabar dan mengajarkan mulai dari nol. Itulah yang sering dikeluhkan ibu kepada teman-teman kos.

Sejak Ms.Y menjadi anggota baru dari keluarga kosku. Aku berusaha memberikan kesan ramah dan bersahabat sehingga dia merasa nyaman bekerja di tempat barunya. Misalnya, dengan menyapa dan mengajaknya ngobrol. Sepertinya sikapku tersebut ditangkap sebagai harapan cerah untuk menolong permasalahannya.

Ketika ibu kos dan keluarga sedang pergi. Rumah kosong. Siang itu dianggap momen yang paling tepat untuk meminta pertolonganku. Dengan sedikit berhati-hati dan melemahkan suara agar tidak diketahui orang lain, Ms.Y mangajakku masuk kamarnya dan dengan wajah memelas dia menunjukkan hand phone alias HP bututnya yang berdasarkan pengakuannya jatuh dari kereta ekonomi dan rusak. Dia memintaku menjual dan menukarkan HP-nya. Katanya dia sudah tidak tahan kangen keluarganya.

Posisi Ms. Y à mempunyai HP, Kepentingan Ms.Yà menjalin komunikasi dengan keluarga di kampung halaman; mengobati kerinduan dengan keluarga dan kerabat; takut diketahui oleh ibu kos;

18

Aku tidak langsung menyanggupi atau menolak permintaanya. Sebenarnya aku tidak sepenuhnya percaya dengan pengakuan Ms.Y karena ada beberapa kejanggalan yang aku tangkap. Diantaranya, apakah itu benar HP-nya, mengapa tidak menceritakan kepada orang yang mengantarnya ke Jogja (saudara ibu), mengapa harus meminta tolong kepadaku atau mengapa tidak jujur kepada ibu.

Setelah mendengar, aku menanyakan beberapa kejanggalan tsb. Takut adalah satu-satunya alasan yang aku tangkap darinya. Selanjutnya, aku menyarankan agar bercerita langsung kepada ibu kos atau putri ibu kos. Aku meyakinkanya bahwa mereka adalah tipikal orang yang pengertian dan enak diajak ngobrol. Aku juga beralasan bahwa baru beberapa bulan tinggal di Jogja dan tidak punya akses informasi dan transportasi untuk menjualkan HP-nya.

Beberapa hari kemudian, kuketahui bahwa Ms. Y sudah bercerita kepada ibu kos dan ternyata, sesuai perkiraanku ibu kos memberi alternatif yang bisa diterimanya, yaitu gaji bulan depan akan digunakan untuk membeli HP.

Konteks posisi dan hubungan masa depan. Ms. Y memilih bernegosiasi denganku karena berpikir aku adalah pihak yang kooperatif, dan posisinya lebih aman, daripada memilih bernego dengan ibu kos (lebih riskan) karena memiliki hubungan masa depan dan kekuasaan yang lebih.

Aku memposisikan diri sebagai good listener, yang berusaha membingkai, mengenali akar permasalahan, dan mencoba memberikan solusi (problem solving) dengan mengatakan bahwa bukankah sebaiknya Ms. Y mengatakan yang sejujurnya kepada ibu kos. Hal itu aku lakukan karena aku sudah mengenal ibu kos dan mempunyai informasi lebih banyak mengenai ibu kos.

Gretta Prisawidy Saya adalah alumni karyawan PT. Aseli Dagadu Djokdja, sebagai garda depan (gardep). Minggu ini saya dan teman2 satu angkatan saya diberi amanah untuk menyelenggarakan buka bersama untuk alumni gardep yang biasa disebut Pagardepan (persatuan alumni garda depan). Dalam hal ini, saya sebagai ketua dari teman2 satu agktan saya. Orang yang memberi amanah bernama mas butong. Masalah muncul ketika kami sulit menentukan dari mana sumber dana yang dapat diperoleh untuk melaksanakan buber tsb mengingat sulitnya menghubungi alumni, apalagi utk menarik iuran trlbh dahulu. Mas butong ingin kami satu agktn patungan dulu tp teman2 satu angkatan saya merasa keberatan jika harus menalangi dana lbh dulu karena bnyk yg baru bokek dan tdk dpt dipastikan brp org yg akan dtang. Di lain pihak, kami juga merasa kasihan jika mas butong sndiri yg harus menanggung biaya buber.

Setelah berunding, kami memutuskan untuk hanya menyediakan makanan kecil dan minuman saja untuk membatalkan puasa. Dana sebanyak 100ribu diperoleh dari kantong mas butong sendiri, saya dan teman2 yg membelanjakan dana tsb. Sebagai timbal baliknya, kami mencarikan dana dari 2 sumber. Kami melihat di sekitar tempat buber, yaitu Kedai Kopi-kopi Sagan, terdapat beberapa warung lesehan seperti pecel lele dll. Lalu muncul ide untuk membuat semacam daftar menu yg memuat harga2 mknan di sekitar Kopi2 utk ditawarkan kepada alumni yg datang sbg makan besar stlh sholat maghrib. Kami mengambil laba sebanyak Rp.1000 utk tiap2 menu. Dana lain didapat dengan membuat semacam kotak amal untuk kas keuangan Pagardepan. Dana tersebut akan dikembalikan kepada mas butong. Jika sisa (lebih dari 100ribu), baru akan dimasukkan kas pagardepan.

Pada kondisi diatas, posisi saya adalah buber dgn dana dr pemberi amanah. Kepentingan saya yaitu keterbatasan dana yang saya miliki. Sedangkan posisi mas butong adalah buber dengan dana patungan, kepentingannya sulit menarik dana dari alumni yg lain. Saya blm dpt menentukan hasil perundingan kami. Jika dana yg kami kumpulkan mencapai Rp 100 ribu, maka hasilnya win-win. Tetapi jika tidak, maka hasil perundingan kami win-lose karena mas butong merugi.

Bhasmara PramuditaBeberapa waktu yang lalu saya, kakak, serta kedua orangtua saya berkumpul untuk membicarakan perihal liburan lebaran. Kami sekeluarga berencana untuk menentukan destinasi liburan lebaran untuk tahun ini. Setelah beberapa saat berdiskusi, muncul sedikit persoalan yang menyangkut perbedaan keinginan destinasi liburan lebaran antara saya (ditambah kakak) dengan orangtua saya. Untuk tahun ini, saya menginginkan liburan lebaran mengambil tempat di kota selain Yogyakarta dan Jakarta (domisili orang tua saat ini) dengan alasan atau pertimbangan sudah sering berlebaran di kedua tempat tersebut. Sementara orangtua saya menginginkan lebaran dilaksanakan di Jakarta. Guna mencari solusi, saya kemudian berupaya untuk menanyakan atau mencari informasi tentang apa sebenarnya yang mendasari keinginan orangtua saya tersebut. Ternyata orangtua saya ingin lebaran dilaksanakan di Jakarta karena ayah saya mendapat tanggungjawab dari kantornya untuk standby sehingga harus berada di Jakarta selama lebaran. Dengan mengetahui informasi tersebut maka kemudian muncul opsi baru, yaitu liburan lebaran dilaksanakan di kota Bandung. Bandung dipilih karena lokasinya yang sangat dekat dengan Jakarta dan ayah saya dapat mengajak kami sekeluarga kesana pada akhir pekan ketika dia tidak harus standby di kantor (yang ternyata mendapat libur di akhir pekan). Waktu liburan pun kemudian disesuaikan untuk mengakomodasi opsi

19

tersebut (menjadi sedikit lebih lama dari yang direncanakan semula karena harus menyesuaikan jadwal kantor ayah). Jadi, liburan lebaran tahun ini akhirnya telah ditetapkan; yaitu kami sekeluarga menghabiskan waktu sebentar di Jakarta dan kemudian pergi ke Bandung untuk berlibur...

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa negosiasi yang dilakukan termasuk negosiasi yang problem solving. Karena pada akhirnya kepentingan atau keinginan dari kedua belah pihak dapat terpenuhi (win-win).

Problem solving – trying to locate and addopt options that satisfy both parties’ goals.1

Problem solving involves an effort to find a mutually acceptable agreement (a win-win solution).2

Upaya penyelesaian negosiasi dilakukan dengan cara mencari tahu informasi (menanyakan dan mendengarkan) mengenai kepentingan apa yang sesungguhnya mendasari posisi dari kedua belah pihak. Ketika berupaya untuk mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai kepentingan dari pihak lawan (orangtua), isu yang dibicarakan berubah menjadi jamak (dari yang tadinya hanya menyangkut lokasi kemudian juga menyangkut waktu). Hal ini kemudian memberikan kemungkinan munculnya opsi baru tersendiri bagi upaya pemecahan masalah.

Issues often change as negotiation goes along... changes result from an effort to find interests, values, and needs that underlie the positions initially stated by the parties.3

Gaya atau strategi yang digunakan di dalam proses negosiasi relatif bersifat kooperatif, karena mempertimbangkan adanya faktor hubungan di masa depan (dengan orangtua) ditandai dengan sikap yang cenderung melunak atau tidak keras selama perundingan.

Nila Putri PerdanaSeperti biasa di akhir kelas tutor kursus bahasa kami memberikan satu penugasan untuk dikumpulkan di pertemuan selanjutnya. Kelas bahasa secara rutin dilangsungkan setiap hari Senin, Selasa, dan Kamis. Namun tutor kami juga memberikan informasi bahwa besok, hari Selasa adalah jadwal test kedua kami. Saya merasa agak keberatan, pasalnya jadwal test diumumkan terlalu mendadak dan saya merasa kurang siap, selain itu saya menjelaskan bahwa hari Selasa jadwal kuliah saya cukup padat, kemungkinan besar saya akan kelelahan dan pada akhirnya tidak menghadiri kursus. (Sebenarnya setiap hari Senin, Selasa, dan Kamis jadwal kuliah saya selalu padat hingga sore). Namun itu hanya alasan, pasalnya saya telah merencanakan secara sengaja tidak akan menghadiri kursus hari Selasa itu karena saya berencana untuk mengikuti sholat tarawih berjamaah di masjid dekat kos (kebetulan waktu kursus saya bertepatan pukul 19.00 dan pastinya saya harus melewatkan agenda sholat tarawih berjamaah di hari-hari kursus tersebut). Setelah mendengarkan opsi-opsi keberatan saya, tutor memberikan solusi yang sangat solutif bagi kami, dan pastinya bagi saya. Bahwa test diundur hingga hari Kamis dan begitu pun dengan tugasnya. Namun dengan syarat kami mendapat sedikit tugas tambahan.

Isu dalam negosiasi adalah jadwal test, sholat tarawih, dan tugas. Kepentingan saya dalam negosiasi tersebut yaitu sholat tarawih di masjid dan dapat menunda waktu ujian. Sementara kepentingan tutor saya yaitu test dapat dihadiri seluruh siswa dan tugas dapat selesai. Posisi saya dalam negosiasi tersebut yaitu tidak menghadiri kursus dan posisi tutor saya yaitu menjalankan agenda ujian. Strategi negosiasi yang kami jalankan yaitu problem solving, karena kami memfokuskan pada kepentingan 2 belah pihak demi optimalnya tujuan bersama. Taktik problem solving ini dapat berjalan karena adanya keaktifan mendengar dimana tutor saya menampung opsi-opsi keberatan yang saya ajukan guna menghasilkan win-win agreement atau "integrative agreement" yang mana kedua belah pihak dapat saling diuntungkan dan tercapainya kepentingan secara optimal. Saya tetap dapat menjalankan rencana sholat tarawih dan test berhasil diundur. Dilain pihak tutor saya juga diuntungkan karena jadwal test tidak memberatkan siswa dan dapat dihari seluruh siswa.

Rifki DarmawanPada hari pertama puasa bulan Ramadhan tahun 2008 ini, ada seorang teman yang ingin meminjam laptop saya untuk mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya. Dia berbeda kampus dan berbeda kos dengan saya sehingga kami jarang berpapasan. Dia ingin saya yang mengantarkan laptop tersebut ke tempat kosnya karena dia tidak memiliki motor. Dia minta laptopnya diantar setelah Ashar. Karena teman-teman sekelompoknya akan datang ke kosnya setelah Ashar. Tadinya, saya tidak keberatan bila laptop saya dipinjam meskipun saya yang juga harus mengantarkannya karena saya juga sering bermain di tempat kosnya. Namun, masalah datang ketika saya ingat bahwa saya harus mengerjakan tugas untuk mata kuliah Politik dan Pemerintahan Afrika yang sudah harus saya kumpulkan ke e-mail kakak kelas esok harinya. Lalu saya menegosiasikan padanya bahwa saya akan datang terlambat karena saya harus mengerjakan tugas saya terlebih dahulu. Akhirnya dia menyuruh saya untuk datang pada waktu Maghrib sambil membawakan dia dan teman-temannya yang berjumlah 2 orang, makanan untuk buka puasa bersama. Dan saya juga ikut diajak buka puasa bersama mereka.

20

Dari kasus ini, maka posisi saya adalah tugas, sedangkan posisi teman saya adalah laptop. Kepentingan saya yaitu tugas saya selesai tepat waktu, sedangkan kepentingan teman saya yaitu tersedianya alat untuk mengerjakan tugas kelompok dan makanan untuk berbuka puasa. Isunya jamak yakni yang tadinya hanya tentang peminjaman laptop, lalu muncul isu buka puasa sebagai penambah isu karena makanan untuk berbuka adalah syarat bagi saya agar negosiasi saya diterima olehnya. Konteksnya adalah tunggal (saya) vs. tim (kelompok tugas teman saya). Hasilnya win-win. Strategi berunding yang digunakan adalah problem solving.

Shiela Riezqia Sudah 1,5 tahun janji yang dilontarkan ibu kost untuk memasang internet tidak kunjung diwujudkan dengan berbagai macam alasan. Kali ini, saya tidak dapat menunggu lebih lama lagi karena terdapat beberapa mata kuliah yang mengharuskan saya untuk lebih sering terkoneksi dengan internet. Pindah dari kost itu juga tidak mungkin karena ayah saya telah membayar untuk enam bulan kedepan. Alih-alih saya membujuk ibu kost sendirian untuk memasang internet (seperti yang telah saya lakukan selama beberapa bulan sebelumnya) saya memikirkan alternatif lain.

Sadar bahwa saya tidak dapat bergerak sendiri, saya mencoba untuk “mengumpulkan dukungan” untuk memasang internet dari teman-teman kost. Setelah melakukan pelbagai persuasi, akhirnya sebagian anggota kost sudah setuju untuk memberikan dukungannya. Meski demikian, ada salah satu teman yang belum bisa saya bujuk (karena dia jarang berada di kost dan kami tinggal di lantai yang berbeda, komunikasi kami kurang intensif).

Akhirnya, saya memperoleh juga kesempatan untuk berbicara dengannya. Siang itu, sambil menunggu dosen datang ke kelas, saya menghampirinya untuk membahas pemasangan internet (wi-fi) dan menanyakan kalau-kalau ia bersedia mengantarkan saya ke tempat provider internet untuk meminta info dan brosur seputar hal ini Sebelumnya, saya memperhatikan bahwa ia terlihat sangat masam, sibuk, dan sangat acuh. Saya berprediksi bahwa saat itu, ia akan sangat menolak saya untuk membicarakan hal ini.

Dugaan saya benar. Baru saja saya duduk disampingnya, ia sudah bicara dengan “bahasa tubuh penolakan”. Meski demikian, saya tidak kekurangan ide karena saya telah menyiapkan cara untuk mengantisipasinya. Saya mulai dengan berbicara mengenai pelbagai keuntungan yang akan dia dapat seandainya ia ikut memasang internet di kost kami dan menawarkan kalau-kalau ia bersedia menemani saya pergi ke provider internet seusai kuliah. Meski demikian, ia masih menolak untuk membicarakan hal ini.

Saya mulai bertanya, apakah ia sangat sibuk hari ini sehingga tidak mau membicarakannya. Dengan enggan, dia memberitahukan bahwa ia telah memiliki rencana pergi seusai kuliah untuk mencari tempat kursus Mandarin yang cocok. Saya sadar, isu “pemasangan internet” mungkin kurang menarik baginya. Karena itu, saya mulai membicarakan ketertarikannya pada bahasa Mandarin dan bertanya padanya apakah ia mau saya antarkan ke tempat kursus yang searah dengan kantor provider internet (saya mengetahui bahwa dia tidak membawa sepeda motornya saat itu).

Tak lama, ia pun mulai merespon dengan antusiasme yang tinggi, berbicara banyak mengenai ketertarikannya pada bahasa Mandarin, dan (yang mencengangkan, setelah ia mau mendengarkan ”kuliah saya” mengenai keuntungan memasang internet), ia berkata bahwa ia juga tertarik dengan rencana ini. Yang lebih menyenangkan, ia juga berniat untuk berlangganan TV kabel dan berbaginya dengan saya. Akhirnya, kami sepakat untuk pergi ke kantor provider internet sebelum akhirnya saya mengantarkannya untuk mencari tempat kursus Mandarin yang tepat.

Dari perundingan ini, dapat dianalisis bahwa posisi saya adalah menginginkan pemasangan internet, sedangkan posisi teman saya adalah enggan untuk membicarakannya. Kepentingan saya adalah untuk dapat membayar internet dengan lebih murah (karena pembayarannya dibagi-bagi) dan dapat mengerjakan tugas kuliah dan belajar dengan lebih mudah. Sedangkan kepentingan dia adalah ingin memakai waktunya untuk mencari tempat kursus Mandarin yang sesuai. Pada akhirnya, kami dapat mencapai kepentingan masing-masing dengan hasil win-win. Saya dapat membujuknya untuk mendukung pemasangan internet dan pergi ke kantor provider bersamanya, sedangkan dia dapat mencari tempat kursus yang tepat karena saya antarkan (akhirnya ia juga dapat memasang internet). Selain menggabungkan dua isu (isu pemasangan internet dan pencarian tempat kursus Mandarin) untuk mencari hal yang terbaik diantara keduanya, saya juga menggali kepentingan teman saya dibalik posisi awalnya yang tidak mau diajak ke kantor provider internet dan enggan atas isu ”pemasangan internet” ini dengan banyak bertanya. Perundingan ini juga memiliki konteks sequential, sehingga saya telah memiliki strategi untuk mengantisipasi penolakannya (dengan membangkitkan minatnya terhadap bahasa Mandarin, menawarkan untuk mengantarnya ke tempat kursus, dan mengilustrasikan keuntungan-keuntungan yang akan ia dapat dalam pemasangan internet). Pelbagai informasi yang telah saya ketahui tentangnya sangat membantu saya dalam perundingan ini. Lebih jauh lagi, kami pun mulai membicarakan bagaimana bernegosiasi dengan ibu kost dalam masalah ini. Dengan adanya dukungan teman saya (dan yang lainnya), saya semakin optimis bahwa rencana ini dapat diwujudkan secepatnya.

Dan Arif Hidayat21

Sudah lama salah satu lensa kacamata saya pecah (retak). Ketika berkunjung ke rumah saudara yang mengetahui perihal ini sudah lama. Tanpa banyak basa-basi saudaraku menyuruhku mengganti lensa dan menawarkan uang Rp. 100.000. Awalnya saya menolak, karena itu tidak mengganggu dan sayapun nyaman menggunakannya. Namun saudaraku tetap ngotot, akhirnya saya terima dengan agak berat hati, namun dengan pertimbangan kalau minus mataku sudah berubah. Hal itupun bersyarat, ketika berkunjung lagi kacamataku harus sudah ganti.

Kemudian, hari berikutnya saya berkonsultasi dengan ibuku. Saya menceritakan hal itu kepada ibu, lewat sms. Saya bertanya harga lensa yang sama dan tidak lupa meminta pendapatnya. Namun, saya terkejut membaca pesan balasan yang singkat, hanya menyatakan harga lensa yang sama dan menyuruhku ganti di Purbalingga (kota asal saya), mungkin karena saya menghubungi pada jam kerja. Yang menjadi masalah sekarang adalah saat kepulangan saya yang mendekati lebaran, sedangkan sebelum pulang saya disuruh mampir ke tempat saudara. Ada beberapa pertimbangan lain yang menjadi masalah, pertama harga lensa yang sejenis harga perlensa lebih dari seratus ribu, sedangkan saya tidak mau memberatkan orang tua. Kedua, minus mata saya sudah berubah, jadi percuma kalau hanya mengganti satu lensa. Sehingga saya putuskan tidak membalas, karena khawatir mengganggu.

Kemudian, tiba-tiba seorang teman mengajak saya menemaninya mengambil kacamata, suatu kebetulah juga karena saya bisa mencari-cari informasi. Setelah bertanya-tanya saya merencanakan beberapa pilihan yang akan saya ajukan. Namun, saya tidak menemukan jenis lensa yang sama padahal, jenis itu yang sangat diinginkan karena mutunya bagus. Setelah menunggu saat sore hari, ketika semua sudah berada di rumah dan tidak banyak kesibukan saya memutuskan untuk menelepon ibu untuk mengajukan beberapa pilihan. Namun, sebelumnya saya menyampaikan beberapa pertimbangan saya (saya sebutkan di atas). Dan akhirnya kami sepakat dengan salah satu pilihan.

Dari kasus di atas saya dapat mengambil beberapa kesimpulan. Pada kasus pertama dimana saya telah menyampaikan alasan-alasan saya namun saudara saya tetap ngotot dengan keinginannya, walaupun menguntungkan saya namun itu tidak sesuai dengan keinginan saya. Ini menggambarkan perundingan dimana pihak-pihak tetap mempertahankan tujuannya tanpa memperhatikan kepentingan masing-masing pihak. Sedangkan kasus kedua menggambarkan suatu perundingan dimana masing-masing pihak menyampaikan kepentingan-kepentingannya. perundingan ini melalui proses yang panjang dan harus memperhatikan hal-hal lain selain yang dirundingkan.

Saya mempelajari pengaruh waktu dan tempat dalam perundingan. Yaitu saya menghubungi ibu pada waktu jam kerja dan tentu saja masih di kantor. pasti pikiran masih tertuj pada pekerjaan. dan ketika saya menghubungi lagi di waktu dan tempat berbeda dan keadaan yang berbeda maka reaksi yang diberikan akan berbeda pula.

Muhammad Rif’atSaya mempunyai seorang adik yang baru masuk ke dunia perkuliahan dan kebetulan dia juga berkuliah di Yogyakarta. Di awal perkuliahan, adik saya mengikuti makrab. Karena ada kegiatan tersebut, dia membutuhkan saya untuk membantunya dalam antar jemput. Makrab fakultasnya berlangsung selama 3 hari dan saya telah berjanji untuk menjemputnya pada hari minggu pagi di Fakultasnya.

Hari minggu pun tiba, namun tiba-tiba saya ingat bahwa ada sebuah kegiatan yang saya harus lakukan, dan kegiatan ini harus saya hadiri. Untuk mengatasi hal tersebut saya menghubungi adik saya untuk memberitahukan hal tersebut dan meminta dia untuk pulang sendiri atau meminta diantar temannya. Awalnya dia setuju untuk pulang sendiri, namun masalahnya adalah helm yang dia punya ada di tempat kost saya dan dia membutuhkannya untuk kuliah besok jam tujuh pagi, sehingga dia ingin saya untuk mengantarkan helm itu. Awalnya saya memberikan alternatif untuk meminjam helm temannya dahulu, namun karena hal itu tidak mungkin maka saya pun memberikan ide untuk mengantarkan helmnya nanti malam. Ide itu pun disetujui sehingga saya bisa melakukan kegiatan saya, dia pun mendapatkan helmnya sebelum dia berkuliah.

Dilihat dari kasus tadi posisi adik saya adalah ingin diantarkan helmnya pada minggu pagi, dan posisi saya adalah tidak bisa mengantarkan helm pada minggu pagi. Kepentingan saya dibalik posisi tersebut yaitu agar dapat melakukan kegiatan penting saya, dan kepentingan adik saya adalah dapat menggunakan helm tersebut untuk kuliah besok harinya. Taktik berunding yang saya pakai adalah problem solving. Untuk mengatasi masalah tersebut yang saya lakukan pertama kali adalah mendengar dengan seksama apakah kepentingan yang adik saya miliki. Saya memfokuskan kepentingan karena hal tersebutlah yang diperlukan dalam problem solving. Selain itu isu yang dimiliki masalah tersebut adalah helm dan waktu. Selain itu secara konteksnya saya memiliki hubungan yang dekat dengan adik saya, dan apabila negosiasi tersebut gagal, maka akan berdampak buruk bagi negosiasi-negosiasi pada masa yang akan datang. Dengan menggunakan problem solving, saya dan dia pun mendapatkan hasil win-win solution yaitu saya bisa melakukan kegiatan saya, dia pun mendapatkan helmnya sebelum dia berkuliah esok harinya

Maysa22

Marhaban ya Ramadhan. Pemerintah telah menetapkan hari pertama puasa tahun ini jatuh pada tanggal 1 September. Akhirnya saya harus kembali menjalani ibadah ini. Bangun pagi untuk sahur, menahan hawa nafsu seharian, dan mereguk nikmatnya berbuka walaupun hanya dengan segelas air. Beruntung, saya tinggal di kostan yang menyediakan makan sahur bagi saya dan beberapa penghuni muslim lainnya. Penjaga kost-lah yang memasak makan sahur untuk kami.

Pada malam sebelum sahur pertama dijalankan, saya berunding dengan penjaga kost tentang menu sahur untuk kami besok. Saya menginginkan sayur sebagai menu besok, sedangkan penjaga kost ingin memasak ayam goreng. Setelah saya tanya alasannya, ia menjelaskan bahwa memasak ayam goreng cukup praktis dan cepat dalam penyajiannya sehingga ia tidak perlu bangun terlalu pagi untuk menyiapkan semua itu. Saya kurang setuju dengan hal tersebut. Bagi saya memasak sayur pun cukup praktis. Saya berusaha mengungkapkan alasan saya tanpa harus memaksakan kehendak saya karena saya memiliki hubungan masa depan dengan penjaga kost (saya berencana kost disana selama saya kuliah, kalau hubungan saya tidak baik dengan penjaga kost, bisa gawat!!! Terlebih ia sudah sangat baik selama ini.) Saya berkata bahwa sayur dapat membuat kami tidak merasa lapar selama berpuasa, selain itu sayur juga mudah ditelan karena terdapat kuah di dalamnya (sepengetahuan saya, penjaga kost butuh waktu lama untuk menelan makanan jika makanan tersebut tidak berkuah).

Setelah mendengar penjelasan saya, penjaga kost mulai menerima usulan saya tersebut. Namun, ia tetap merasa kalau memasak sayur itu butuh waktu lama sehingga mengharuskannya bangun lebih awal. Saya pun memberikan jalan keluarnya, bagaimana kalau penjaga kost memasak oseng-oseng buncis (penjaga kost sudah biasa memasaknya dan rasanya cukup menggoyang lidah). Oseng -oseng buncis terdiri dari buncis dan wortel, ditambah ayam dan bakso. Saya katakan untuk memotong buncis dan wortel mulai dari sekarang, serta merebus ayam dan bakso dari malam itu juga. Dengan begitu, besok pagi tinggal mencampur semua bahan.

Akhirnya, penjaga kost menerima usul saya. Keesokan paginya ia tidak perlu bangun terlalu awal untuk menyiapkan semuanya. Hanya butuh waktu 10 menit untuk menyajikan menu sahur kami. Cepat dan praktis. Saya pun berhasil menjalankan ibadah puasa hari pertama dengan cukup baik. Saya puas, penjaga kost senang. Marhaban ya Ramadhan......

KESIMPULAN: Hasil perundingan >> win-win (problem solving)

Dea Kurniawan P.Pada Hari jumat minggu lalu, ada seorang teman saya yang dating kekosan, dia meminta saya untuk mengantarnya pasa sabtu pukul 08.00 esok hari kestasiun tugu karena dia akan pulang kejakarta. Tetapi sayangnya saya tidak bias karena saya pun memiliki keperluan lain dikampus pada waktu yang sama.

Kami berdua mencoba mencari solusi agar sama-sama dapat melakukan aktivitas masing-masing. Akhirnya saya memutuskan untuk meminjamkan motor saya tetapi dengan teman saya yang lain untuk mengantarnya. Pada akhirnya dia dengan ditemani orang lain dapat pergi kestasiun dan saya dengan berjalan kaki tetap dapat melakukan aktivitas dikampus.

Pada negosiasi di atas, posisi saya adalah pergi kekampus, sedangkan posisi kawan saya pergi kestasiun kereta. Kepentingan saya adalah dapat hadir dikampus, sedangkan kepentingan kawan saya adalah ada yang mengantar kestasiun. Negosiasi yang kami lakukan adalah problem solving dengan tujuan memenuhi kepentingan setiap pihak.

Fariz GhadatiHari Rabu malam setelah shalat Tarawih saya ditelepon ama pacar saya. Dia besok siang sekitar jam 1 siang ingin meminjam Micro SD ponsel saya karena dia ingin mentransfer foto-foto dan MP3 yang ada di ponsel saya ke komputernya. Sebenarnya saya tidak keberatan sama sekali apabila Micro SD ponsel dipinjam karena memang saya lagi tidak terlalu membutuhkannya.

Namun yang menjadi pikiran saya adalah saya sudah berjanji kepada teman saya untuk meminjamkan Micro SD saya untuk menyimpan bahan-bahan tugasnya dari internet berhubung saya dan teman saya tidak memiliki flash disk. Kemudian saya menjelaskannya kepada pacar saya tersebut bahwa di jam yang sama Micro SD saya dipinjam oleh teman saya untuk menyimpan bahan-bahan tugasnya dan kalau mau untuk mengganti Micro SD saya, saya dipinjamkan flash disk-nya untuk dipinjamkan ke teman saya, namun flash disk yang pacar saya miliki lagi rusak. Akhirnya pacar saya mau mengerti dan sebagai gantinya akan meminjamkan Micro SD ponselnya untuk ditukar sementara dia meminjam Micro SD saya.

Dilihat dari kasus tadi, dapat dilihat kedua perunding berusaha memecahkan masalah dengan mencari tahu kepentingan masing-masing. Pacar saya membutuhkan Micro SD namun di jam yang sama, saya juga telah berjanji ke teman saya akan meminjamkan Micro SD saya untuk menyimpan bahan-bahan tugasnya. Kemudian sebagai specific compensation yang dijadikan jalan keluar adalah Micro SD ponsel pacar saya. Gaya berkonflik yang digunakan yaitu collaborating dan strategi berunding yang digunakan yaitu problem solving

23

Ardaiyene SuharyatiHari itu (Senin) saya mempunyai janji dengan teman sekampus saya (Fitri) untuk membahas format surat. Berhubung frekuensi untuk bertemu di kampus masih sulit mengingat jadwal kuliah yang belum pasti, akhirnya Fitri mengusulkan untuk membahasnya melalui Yahoo Messanger (YM) pada malam harinya (Senin), jam 19.00. Setelah menimbang-nimbang kegiatan saya pada hari Senin tersebut (ada tiga mata kuliah plus ditambah rapat Komahi jam 16.30) akhirnya saya berfikir saya dapat ke warnet pada pukul 7 malam setelah tiba di rumah sepulang dari rapat Komahi. Karena saya berasumsi rapat Komahi tidak akan terlalu lama Dan ketika itu pula saya menyetujui usulan Fitri untuk ber-YM-an membahas format surat magang kami jam 19.00.

Namun, berhubung pada hari Senin tersebut saya sedang menjalani puasa, dan setelah menjalani tiga mata kuliah full-time dari pagi sampai menjelang sore, plus ditambah ada rapat Komahi yang harus saya hadiri, saya kembali berfikir apakah saya mampu melakukan the rest activities of that day??

Sebelum mengikuti rapat Komahi saya berasumsi pada diri saya bahwa sebelum magrib saya harus sudah sampai di rumah, karena saya berencana untuk buka puasa di rumah, sehingga saya masih punya waktu 1 jam untuk istirahat di rumah sebelum saya ke warnet untuk ber-YM-an dengan Fitri.

Namun ternyata rapat Komahi, dilakukan di salah satu Kosan teman yang ada di lingkungan kampus, baru selesai ketika magrib tiba karena adanya perkembangan pembicaraan di dalam rapat. Itu saja selesai karena yang memimpin rapat itu tahu kalau saya dan seorang teman saya juga sedang puasa dan ia bermaksud untuk memberikan kami waktu untuk berbuka. Dan juga karena ia tau saya bermaksud berbuka di rumah. Namun, karena saya merasa begitu lelah dan lemas sekali dengan aktivitas hari Senin itu, saya memutuskan untuk membatalkan puasa (mencari minuman) bersama teman dan sholat di kosannya dahulu, baru pulang mengingat jarak rumah dengan lingkungan kampus cukup jauh.

Setibanya saya di rumah, saya kaget karena kakak saya (yang seharusnya membelikan makan) belum pulang, dan saya tiba di rumah sudah pukul 18.30. Karena saya merasa begitu lemas, akhirnya saya berfikir untuk menunda ber-YM-an dengan Fitri esok hari di jam yang sama dengan alasan baru sampai rumah, lelah karena aktivitas seharian, dan belum makan pula. Akhirnya saya mengirim SMS ke Fitri untuk meminta menunda ber-YM-an esok hari di jam yang sama dengan alasan di atas. Dan akhirnya, masalah saya yang mempunyai janji dengan Fitri jam 19.00 tersebut selesai dengan adanya balasan SMS dari Fitri directly yang mengatakan: ’OK, bos!’

Mencermati kasus di atas, pihak pertama (Ardaiyene) mencoba untuk merundingkan apakah YM-an-nya bisa ditunda esok hari kepada pihak kedua (Fitri). Posisi kedua belah pihak awalnya sama yaitu ber-YM-an dengan kepentingan membahas format surat. Namun, setelah menjalani aktifitas seharian, posisi dan kepentingan pihak pertama menjadi berubah, di mana posisinya menjadi istirahat, dan kepentingannya menjadi makan dan istirahat di rumah. Dengan posisi dan kepentingan Fitri yang tetap (tidak ada perubahan dari awal), pihak pertama mencoba untuk merenegosiasikan kesepakatan (taktik berunding) yang telah dibuat di awal, yaitu dengan menawarkan menunda ber-YM-an hingga esok hari dengan jam yang sama. Tanpa adanya specific compensation ataupun tawaran balik dari Fitri, akhirnya masalah yang ada berakhir dengan kesediaan pihak kedua pada permintaan pihak pertama. Dalam kasus ini strategi berunding yang digunakan pihak pertama adalah bargaining.

Yohanes Oktama Ardito Foto

Hari selasa siang ada 2 temanku yang berencana untuk hunting foto di taman sari dan stasiun pada rabu pagi. Mendengar mereka akan hunting foto di stasiun aku langsung semangat untuk ikut mereka, karena aku sendiri selain suka hunting foto, aku juga seorang railfans atau pecinta kereta api. Setelah aku menyampaikan mereka tentang kenginanku untuk akan ikut, mereka mengiyakannya. Salah seorang temanku menanyakan bagusnya dimana untuk foto kereta. Aku bilang di stasiun tugu lebih bagus untuk foto karena disana ada dipo lokomotif. Tapi temanku satunya bilang di lempuyangan bisa lebih bagus untuk memfoto, karena bisa foto dari atas tepatnya dari jembatan layang. Aku mencoba menyakinkan mereka untuk hunting foto di stasiun tugu, karena selain memfoto kereta kita juga bisa naik ke dalam ruang kemudi lokomotif (hal yang jarang bisa dilakukan). Akhirnya mereka setuju untuk hunting foto di stasiun tugu. Saya pun senang karena selain bisa hunting foto juga bisa naik ke dalam ruang kemudi lokomotif.

Posisi berunding : hunting foto

Kepentingan berunding: naik di kemudi lokomotif

Dalam cerita diatas terdapat hasil problem solving (win-win) karena semua pihak tercapai kepentingannya. Satu pihak bisa hunting foto kereta, satu pihak lagi bisa naik ke ruang kemudi lokomotif.

Bernadeta Firstiana24

Sudah sekitar satu bulan saya menyisihkan sebagian dari uang saku bulanan untuk membeli jam tangan yang saya suka. Jam tangan berwarna emas dengan mesin digital itu sudah saya incar sejak lama. Setelah uang yang saya kumpulkan dirasa cukup, saya mencari jam itu ke toko-toko jam yang ada di Jogjakarta. Dari toko jam yang ada di Jalan Kaliurang hingga Malioboro sudah saya jelajahi, tetapi hasilnya nihil. Saya tidak mendapatkan jam yang saya inginkan karena kehabisan, padahal saya sudah senang jika mendapatkan jam itu uang yang saya kumpulkan masih tersisa karena harga jam yang tidak semurah yang saya bayangkan. Akhirnya saya mulai mencari alternatif lain. Saya mendapatkan jam berwarna emas lain dengan merek yang berbeda dan dengan harga yang berbeda pula. Ternyata harga jam yang baru saya taksir itu lebih mahal 2 kali lipat daripada jam yang saya cari. Mengetahui hal itu, saya menelpon ibu untuk meminta sokongan dana sebesar dua ratus ribu. Awalnya ibu menolak dengan alasan jam yang saya pakai sekarang masih bagus dan saya meminta pada saat yang kurang tepat (akhir bulan). Awalnya saya urungkan niat saya untuk membeli jam, tetapi saya pikir tinggal beberapa hari lagi sudah memasuki bulan baru, lalu saya berencana menelpon ibu lagi tepat pada hari gajian. Hari yang saya nantikan pun datang, kemudian saya menelpon ibu sambil membujuknya supaya mau memberi saya tambahan untuk membeli jam dan akhirnya ibu mau memberi tambahan uang untuk membeli jam tersebut.

Dari pengalaman saya bernegosiasi dengan ibu untuk mendapatkan jam tangan, posisi saya adalah uang tambahan dengan kepentingan untuk membeli jam tangan. Sedangkan posisi ibu saya adalah menunggu awal bulan dengan kepentingan agar bisa memberi saya uang tambahan. Hasil yang diperoleh dari negosiasi antara ibu dan saya adalah win-win, kerena kedua pihak dapat mempertahankan posisi masing-masing (saya dapat uang tambahan dan ibu memberi pada awal bulan) dan kepentingan masing-masing dapat tercapai.

Dimas Arya Pambudi KatimSewa Kost

Akhir bulan Agustus lalu saya berniat untuk memperpanjang sewa kost saya. Kontrak semua kamar di tempat kost saya berjangka waktu satu tahun. Namun, saya hanya ingin memperpanjang sewa kost selama setengah tahun, karena awal tahun 2009 saya berencana untuk pindah kost ke tempat yang lebih strategis dan kondisi kost-nya lebih bagus. Saya pun kemudian mengutarakan niat saya untuk memperpanjang hanya sampai setengah tahun kepada pemilik kost. Ternyata ia menolak dan berkata bahwa kontrak sewa kost miliknya hanya bisa per tahun, tidak bisa per setengah tahun. Saya pun lalu bertanya mengapa tidak bisa memperpanjang hingga setengah tahun, dan pemilik kost hanya beralasan bahwa memang di kost-nya peraturannya seperti itu, dan tidak ada penyewa kost lain yang memperpanjang sewa hanya setengah tahun. Saya pun terus membujuk pemilik kos, agar dapat sedikit mengubah peraturannya tersebut. Saya berkata bahwa hal ini sudah direncanakan sejak jauh hari, dan saya pun sudah membicarakannya dengan orang tua. Dan saya akan langsung melunasi biaya kos esok harinya jika diperbolehkan untuk menyewa selama setengah tahun. Setelah membujuk cukup lama, ia pun luluh dan memperbolehkan menyewa hingga setengah tahun. Saya sangat puas dengan hasil negosiasi kali ini karena saya mendapatkan apa yang saya inginkan.

Negosiasi antara saya dengan pemilik kost kali ini merupakan negosiasi bargaining. Isu yang dibahas adalah mengenai perpanjangan sewa kost. Saya dalam posisi ingin memperpanjang selama setengah tahun, dan sang pemilik kost dalam posisi ingin saya memperpanjang hingga satu tahun. Sedangkan kepentingan saya adalah ingin memperpanjang karena awal tahun depan ingin mencari kost baru yang lebih strategis. Dan kepentingan sang pemilik kost sepertinya adalah ingin para penyewa kost tetap menyewa tempat miliknya selama satu tahun, agar mendapat keuntungan yang tetap. Hasil dari negosiasi kami adalah win-lose, dimana saya mendapatkan apa yang saya inginkan sejak awal melalui tahap-tahap negosiasi yang saya lakukan, dan sang pemilik kost mengalah dan menyanggupi apa yang saya inginkan.

Rakhmawati endah p.Beberapa waktu yang lalu saya dan teman saya bernegosiasi tentang posisi dan keikutsertaan kita dalam organisasi kemahasiswaan. Dalam hal ini, saya adalah satu ketua departemen di KOMAHI, dan teman saya itu adalah anggota MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa). Seperti yang telah diketahui, seorang anggota MPM mempunyai peran supervisi kepada setiap departemen di KOMAHI yang juga dituntut untuk mempunyai komitmen yang tinggi terhadap kinerja MPM itu sendiri. Namun, teman saya itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi ketertarikannya terhadap seni, karena dia sudah sangat terkenal dalam bidang seni, seperti fotografi, menggambar,dll.

Masalahnya timbul waktu ia menanyakan pada saya apakah ia bisa masuk dan menjadi anggota departemen saya yang memang bergerak di seni. Saya tidak mungkin menghalangi ia untuk mengapresiasi seni dan mengekspresikannya lewat departemen saya, namun saya juga khawatir jikalau ia nantinya terpecah fokusnya antara KOMAHI atau MPM karena saya ingin departemen yang saya pegang ini benar-benar mempunyai anggota yang solid dan berdedikasi tinggi terhadap program kerja. Pada akhirnya, kita mencapai kesepakatan bahwa ia bisa masuk ke dalam departemen dan menjadi anggota saya asalkan ia bisa menyeimbangkan antara MPM dan KOMAHI dan juga menyumbangkan ide kreatifnya ke departemen. Saya

25

cukup puas dengan hasil negosiasi ini karena selain saya mendapat suntikan kreatifitas dari anggota baru, teman saya itu juga dapat menyalurkan ketertarikannya terhadap seni.

Paradhika Galih Teman kos di sebelah kamar saya meminjam kompor spiritus saya untuk menyeduh teh saat buka puasa. Saat sahur saya ingin mengambilnya kembali untuk menyeduh air panas. Saat saya minta kompor saya kembali, ternyata ia sedang merebus air untuk sahur juga. Kepentingan kami sama yaitu perlu air panas untuk menyeduh teh atau susu. Ia menyarankan saya untuk mengambil setengah dari air yang sudah ia rebus, dan saya setuju. Akhirnya kami sepakat, kompor tetap di tempat teman saya dan saya boleh meminta air panas yang sudah ia rebus.

Dari negoisasi diatas kedua pihak memiliki kepentingan yang sama, yaitu membutuhkan air panas. Dilihat dari hasil yang dicapai kedua pihak memilih untuk berkompromi dan membagi resource (air panas) yang diperebutkan, dan dapat digolongkan menjadi hasil negosiasi yang mediocre-mediocre.

Olga Audita A.Beberapa hari yang lalu, saya mengajak 2 orang kakak kelas saya di SMA untuk makan bersama di salah satu pusat perbelanjaan di Yogyakarta. Sehari sebelumnya, kedua kakak kelas saya itu sudah mengiyakan ajakan saya, namun pada hari dan waktu yang ditentukan ternyata mereka belum juga datang. Kemudian salah seorang dari mereka menelepon saya dan memberitahukan bahwa dia masih menunggu kendaraan yang akan dipakai menemui saya. Namun, kalaupun kendaraan yang ditunggu sudah ada kemungkinan besar dia tetap tidak bisa datang, karena satu jam kemudian dia harus segera kembali ke asrama. Awalnya saya tetap berusaha memintanya untuk tetap datang dengan memberi solusi naik kendaraan umum. Namun, dari nada bicaranya sangat jelas terdengar bahwa dia keberatan, karena naik kendaraan umum memakan waktu lebih lama dan bisa membuatnya terlambat kembali ke asrama. Akhirnya, saya lalu mengatakan kepadanya kalau memang dia tidak bisa datang, saya tidak keberatan acara makan siang bersama ini dibatalkan. Namun, dia mengatakan bahwa dia merasa tidak enak kepada saya, ini sudah kedua kalinya dia mengecewakan saya karena masalah transportasi. Berhubung saya tahu peraturan di asramanya sangat ketat dan sangat tidak mentolerir keterlambatan, saya bersikeras bahwa dia tidak perlu datang, meskipun jauh di dalam hati sejujurnya saya merasa kecewa, karena acara ini sudah saya rencanakan sejak lama.

Dari pengalaman negosiasi saya di atas bisa dilihat bahwa posisi saya adalah acara makan siang bersama tidak batal, sedangkan posisi kakak kelas saya adalah tidak terlambat kembali ke asrama. Lalu isu yang muncul adalah makan siang bersama dan waktu (untuk kembali tepat waktu ke asrama). Di sini juga tampak adanya mix motive(motif campuran), yaitu kooperatif dimana akhirnya saya memberikan solusi untuk makan siang bersama di lain hari dan kakak kelas saya tidak memaksakan diri untuk datang dengan kendaraan umum, sehingga hasil yang terburuk bisa dihindari. Negosiasi saya kali ini termasuk bargaining karena yang diutamakan adalah posisi masing-masing negosiator. Hasil negosiasi saya dan kakak kelas saya ini adalah win – lose, win di pihak kakak kelas saya karena dia tidak terlambat kembali ke asrama dan lose di pihak saya karena acara makan siang bersama yang saya rencanakan batal.

Sekar SariJadwal Rapat

Organisasi yang saya ikuti akan mengadakan suatu kegiatan yang cukup besar dalam rangka Lustrum yang ke-3. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada awal bulan November. Jika dihitung dari sekarang maka dua bulan lagi kegiatan tersebut akan dilaksanakan. Sore itu, kami sedang mengadakan rapat panitia inti. Kebetulan saya yang menjadi koordinator kegiatan tersebut. Selain saya, ada sekretaris dan ketua organisasi dalam rapat kecil itu. Kami sedang membahas masalah “Apa yang akan kita lakukan dalam waktu dekat ini?”. Ketua organisasi menyuruh saya untuk segera mengadakan rapat seluruh seksi kegiatan (rapat besar) pada minggu ini, yaitu sie dana usaha, pubdekdok, konsumsi, perlengkapan, dsb karena beliau ingin tahap persiapan semua seksi dilaksanakan sesegera mungkin agar tahap persiapan matang dan tidak mepet pada hari pelaksanaan, “time is money”, atau dengan kata lain beliau ingin “menyicil” persiapan. Sedangkan saya tidak ingin rapat besar dilaksanakan pada minggu ini, akan tetapi minggu depan karena proposal kegiatan yang akan diajukan ke Pemkot belum jadi. Menurut saya, kepastian tanggal yang diberikan Pemkot menentukan jadwal tahap persiapan. Untuk itu, saya meminta beliau agar rapat dilaksanakan minggu depan beserta alasan-alasannya. Kemudian beliau menanyakan bagaimana persiapan saya sejauh ini, dan apa konsekuaensinya kalau rapat diundur menjadi minggu depan. Keputusan akhirnya adalah beliau dapat menerima pendapat saya yaitu rapat diadakan minggu depan karena saya sudah menyelesaikan time line (jadwal) panitia masing-masing seksi. Sehingga minggu depan ketika rapat panitia besar, kita tidak mempersiapkan dari nol karena sudah ada petunjuk teknis dan tanggal yang jelas.

26

Dari perundingan tersebut, posisi ketua organisasi adalah rapat minggu ini dan posisi saya adalah rapat minggu depan. Kepentingan ketua organisasi adalah persiapan sesegera mungkin dan tidak mepet dengan hari pelaksanaan, dan kepentingan saya sebagai koordinator kegiatan adalah mematangkan persiapan untuk rapat besar dengan memastikan tanggal pelaksanaan. Taktik berunding yang saya gunakan adalah dengan cara bernegosiasi dan saya juga menyatakan kalau apa yang beliau takutkan tidak akan terjadi karena apa yang dia inginkan yaitu tahap persiapan yang matang dapat dicapai karena saya telah menyelesaikan time line yang akurat, baik petunjuk teknis dan tanggalnya. Maka, dapat disimpulkan bahwa perundingan saya ini termasuk problem solving karena hasilnya win-win, semua kepentingan terpenuhi. Selain itu, kita tidak hanya berorientasi pada hasil kita, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Akan tetapi pada proses kita dalam berunding. Pendapat saya memang diterima, yaitu rapat minggu depan, tetapi ada konsekuensinya yaitu time line beres.

OktaviSalah satu negosiasi yang saya lakukan minggu ini adalah ketika pada suatu sore saya memutuskan untuk pulang dari kampus lebih awal, yakni pukul 15.45. Tiba-tiba, di tengah jalan, salah seorang teman (A) memanggil dan meminta saya untuk membantu tugasnya. Akhirnya saya berpikir untuk menunda kepulangan saya menjadi pukul 16.45. Tepat satu jam kemudian, salah seorang teman yang lain (B) datang dan bergabung bersama kami. Karena pada saat itu bertepatan dengan waktu di mana saya seharusnya pulang, saya pun pamit untuk kembali lebih dulu. Ternyata B menahan saya untuk mendengarkan satu lagu dari laptop si A terlebih dulu. Awalnya saya menolak karena harus mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa di kos. Tapi B tiba-tiba menawarkan untuk mengantar saya pulang. Dan saya pun setuju untuk menemaninya mendengarkan satu lagu lagi.

Dari kisah di atas, saya merasa perundingan yang kami lakukan berupa problem solving karena kami mencapai kesepakatan win-win solution. B mendapatkan keinginannya untuk mendengarkan satu lagu terakhir dan saya dapat mengefisiensi waktu dengan melobinya untuk mengantar saya pulang.

Meyrina FitriarizkiBonceng Motor

Suatu hari di bulan puasa, saya dan teman-teman berencana untuk buka bersama. Kamipun sepakat untuk berkumpul di salah satu kosan teman kami. Karena hari itu adalah hari pertama puasa, sebagian besar dari kami, termasuk saya, merasa lemas. Sementara itu, biasanya jalan-jalan selalu ramai saat menjelang waktu buka puasa. Karena lemas, saya merasa tidak sanggup mengendarai motor di jalanan yang padat. Sayapun meminta salah seorang teman saya untuk membonceng saya. Karena ia juga merasa lemas, ia pun menolak permintaan saya dan meminta saya untuk memboncengnya. Saya tetap bersikeras untuk mempertahankan permintaan saya, sampai akhirnya saya bersedia untuk meminjami motor dan bersedia untuk memboncengnya sepulang dari tempat kami berbuka puasa. Dengan begitu saya berharap dia akan mau membonceng saya. Ternyata teman saya tidak mau dengan alasan motor saya berat dan tetap ngotot meminta dibonceng. Setelah beberapa lama berdebat, akhirnya teman saya bersedia untuk membonceng tanpa harus membawa motor saya.

Salah satu contoh negosiasi kecil yang telah saya paparkan tadi merupakan contoh bargaining, dimana hasilnya adalah win-lose. Yang berhasil mendapatkan apa yang diinginkan adalah saya, sedangkan teman saya sebaliknya. Kepentingan saya disini adalah ingin dibonceng, begitu juga dengan teman saya. Karena awalnya teman saya menolak, saya bersedia mengurangi isu yang saya sampaikan dengan menawarkan motor saya untuk dikendarai. Ternyata tawaran saya itu tidak diterima olehnya. Dalam negosiasi kecil ini, saya dan teman saya sama-sama bersikeras mempertahankan apa yang kami inginkan, sehingga perundingan berjalan lumayan alot sampai pada akhirnya saya memenangkan perundingan itu tanpa harus mengurangi isu yang saya sampaikan.

anonim!Selama kuliah di Jogja, saya tinggal dengan kakek dan nenek saya. Mereka memiliki rumah di jalan kaliurang km. 12. Setiap kuliah, saya selalu di antar jemput oleh kakek saya, karena saya tidak bisa mengendarai motor. Namun seminggu yang lalu, kakek dan nenek saya harus pergi ke Jakarta selama sebulan. Hal tersebut tentunya membawa sedikit masalah bagi saya. Lokasi rumah kakek, sangat jauh dari jalan raya, dan tidak ada kendaraan umum yang melewatinya. Tentu saja saya menjadi kebingungan. Bagaimana saya bisa berangkat kuliah selama sebulan ini. Akhirnya saya dan kakek berunding untuk mencari jalan keluarnya. Mula-mula saya berpikiran untuk mencari kos. Tapi kakek menginginkan kos yang bisa dihuni selama sebulan ke depan, hingga kakek pulang. Sayangnya mencari tempat seperti itu cukup sulit. Kebanyakan kos di Jogja pembayarannya minimal selama 3 bulan. Akhirnya diputuskan untuk tinggal di rumah saudara di daerah Wiro Saban. Meskipun lokasinya jauh dari kampus, tetapi akses ke jalan raya dan kendaraan umum sangatlah mudah. Sehingga saya bisa tetap kuliah.

27

anonim!Pekan ini, ternyata seperti 2pekan lalu. Negosiasi saya bukan menyoal barang, kesempatan, atau materi pada lawan nego saya, tapi justru lebih masalah penyikapan. Jadi, di kepanitiaan Ramadhan di kamping saya, ada sedikit masalah. masalahnya lebih pada profil saya. Kadang, panitia lainnya menilai saya terlalu pendiam, suka bantu2 dadakan, tapi menghilang dadkan juga. Saya sebelum Ramadhan tiba, sudah melakukan pendekatan personal ke panitia lainnya bahwa saya mungkin terlalu sibuk sehingga saya harus menyesuaikan kegiatan Ramadhan di kampung dengan jadwal saya. Bahkan, saya sudah sejak awal mengatakan, saya akan berusaha semampu swaya, untuk datang dalam kegiatan Ramadhan, sebagai bentuk respek saya terhadap kepanitiaan. Tetapi, panitia lain justru ketus pada saya. Saya sebetulnya tidak terlalu mempermasalahkan kalau panitia lainnya tidak peduli pada jobdesk saya, yang sudah saya jelaskan pada mereka saya akan mem-backup kegiatan yang terlupakan oleh panitia tapi tetap penting dalam rangkaian kegiatan Ramadhan di kampung saya. Salah satu paniyia lainnya bersedia berbicara dengan saya. Dalam negosiasi yang alot, teman saya itu menyarankan bahwa saya kurang berkomunikasi pada sdasarnya. Tapi, seperti yang telah saya jelaskan, bahkan saya bersedia sejak awal melakukan pendekatan persoalan untuk menjelaskan posisi saya di kepanitiaan, artinya masalahnya bukan komunikasi. Bagi saya, saya jelaskan masalahnya adalah mindset panitia lainnyalah yang telah menjustifikasi saya dengan nilai negatif atas tindakan saya. Hasil nego saya, mungkinb lebih tepatnya jawaban saya pada teman saya itu, mungkin masih menjadi pikiran bagi teman saya hingga saat ini. Mungkin, jawaban saya tadi, sedikit mengguncang teman saya, dan mungkin menjadi bahan instropeksi bagi teman saya itu. Hasil nego belum ada, sejauh belum ada perubahan mindset sikap mereka pada saya.

Angga KusumoBisnis Fotokopi

Menjadi “pengusaha” fotokopi memang telah melekat dalam diriku sejak kuliah tahun pertama. Mulai dari buku A hingga buku Z, handout ini maupun handout itu, bahkan hal-hal lainnya terkait dengan aktivitas perfotokopian. Tak tahu kenapa sejak dulu aku langsung dipercaya untuk memegang fotokopian ini itu.

Beberapa minggu yang lalu, salah satu dosen muda di jurusan Ilmu Hubungan Internasional yang mengajar salah satu mata kuliah minat teori memberikan buku panduan untuk menjadi bahan bacaan. Dan tentu saja dengan spontan teman-teman sekelas menunjuk saya untuk mengkoordinir proses fotokopian itu.

Selesai kelas, saya langsung membuka tawaran pemesanan melalui kertas yang saya tempel di papan pengumuman. Tidak sedikit teman-teman yang langsung memesan buku tersebut. Sore harinya setelah kuliah berakhir, saya pergi ke tempat fotokopian untuk mengecek harga satuan dari buku tersebut. Jatuhlah Rp21.000 untuk satu buku plus covernya. Keesokan harinya saya menempel pengumuman tersebut di papan yang sama.

Beberapa hari kemudian, buku telah selesai difotokopi. Dan tentunya saya memprioritaskan teman-teman yang telah lebih dahulu membayar pesanannya. Namun, ada teman saya yang bernegosiasi dengan saya untuk tidak langsung membayar dikarenakan pada hari itu dia telah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk fotokopian mata kuliah lain. Pada awalnya saya menolak karena bisa saja teman-teman yang lain protes serta uang tersebut saya butuhkan untuk membayar sisa yang belum terbayarkan. Namun mengingat perlunya buku tersebut untuk segera dibaca, maka kami sepakat untuk melakukan negosiasi. Dia berharap mendapatkan bukunya, sedangkan saya membutuhkan uang tersebut agar dapat membayar sisanya.

Karena kami saling menyadari kebutuhan akan dua belah pihak, akhirnya kami mencari solusi terbaik agar win-win solution bisa tercapai. Dan solusi tersebut adalah dia mendapatkan buku tersebut dengan terlebih dahulu membayar dengan harga setengahnya, dan untuk sementara yang setengah lagi saya tanggung serta dia memberi kepastian bahwa saya akan mendapat sisanya keesokan harinya

Dalam hal ini kedua perunding menggunakan teknik problem solving untuk menyelesaikan masalah tersebut serta bermotif kooperatif agar hasil yang didapatkan seimbang.

ANWSepatu Futsal

Kuliah semester baru sudah dimulai. Seperti biasa tiap akhir pekan, Komahi melalui Departemen Olahraganya selalu mengadakan latihan futsal. Namun saya terancam tidak dapat mengikuti latihan futsal karena sepatu saya sudah rusak cukup parah. Akhirnya minggu lalu saya minta dibelikan sepatu futsal. Ketika saya meminta, Ibu saya tidak mengiyakan dan hanya diam. Lalu saya teringat bahwa hari itu beliau belum gajian lantas saya memutuskan tidak melanjutkan negosiasi dan mengulurnya sampai Ibu gajian. Beberapa hari kemudian setelah Ibu gajian saya kembali minta dibelikan sepatu futsal, Ibu

28

langsung mengiyakan dan memberi saya uang untuk membeli sepatu futsal. Jadi sekarang saya tidak perlu takut tidak bisa mengikuti latihan futsal Komahi. Yang perlu saya catat sebagai hal yang penting dalam negosiasi saya waktu itu adalah waktu negosiasi juga dapat mempengaruhi hasil negosiasi yang kita peroleh. Artinya untuk memperoleh hasil negosiasi yang memuaskan kita juga perlu mengetahui kapan waktunya lawan akan menguntungkan kita.(ANW,07/22131)

29

Elyzabeth B. NasutionHari selasa lalu saya pergi ke jalan Mataram untuk membeli sandal gladiator yang sudah masuk dalam daftar tunggu barang belanjaan saya.. Selain itu, sandal tersebut rencananya akan saya pakai keesokan harinya untuk mata kuliah yang diampu oleh dosen yang tidak menerima kehadiran mahasiswa dengan sandal jepit. Sekitar sepuluh toko berbaris menjual berbagai macam jenis sepatu dan sandal. Toko pertama yang saya datangi langsung memberikan pilihan sandal yang sangat cocok buat saya. Namun karena saya rasa masih banyak pilihan di toko lain, saya lantas melanjutkan ke toko-toko berikutnya sampai toko yang terakhir. Untung tak dapat dicegah, malang tak dapat di-handle, saya tidak mendapatkan pilihan lain yang lebih baik. Langsung saja saya balik ke toko pertama. Setelah mencoba ulang, saya mulai bernegosiasi dengan masnya. Mas penjual membuka harga sandal tersebut seharga Rp 45.000. Saya tawar Rp 20.000 masnya kekeh dengan harga Rp. 35.000. Awalnya saya tetap bertahan dengan harga yang saya tawarkan, tapi sepertinya mas itu menyadari kalau saya sudah cocok dengan sandal itu dan akan membelinya dengan harga yang dia tawarkan. Saat itu memang sudah malam dan saya sudah sangat lelah beraktivitas seharian. Akhirnya, saya membeli sandal itu dengan harga Rp 35.000. Harga yang cukup mahal saya pikir untuk sandal tersebut.

Negosiasi saya kali ini berakhir dengan kedudukan 1-0 untuk si mas penjual sandal. Dengan kata lain, win-lose. Posisi saya adalah mendapatkan sandal tersebut dengan harga Rp 20.000, sedangkan si mas berada pada posisi menjual dengan harga Rp 35.000. Kepentingan saya saat itu adalah bagaimana mendapatkan sandal yang dapat saya pakai untuk keesokan harinya. Dan hasil yang saya dapatkan adalah kekalahan., saya tidak berhasil mempertahankan posisi saya untuk membeli sandal dengan harga yang saya inginkan sedangkan si mas penjual menang dengan keberhasilannya menjual sandal seharga Rp 35.000. Sangat jelas tergambar kalau negosiasi ini bargaining yang sarat dengan posisi para negosiator. Dari sini saya melihat bahwa sisi paikologis seorang negosiator cukup berperan dalam menentukan hasi negosiasi. Andai saja saat itu saya memiliki sandal yang bisa saya pakai untuk mengantisipasi tindakan tak terduga dosen saya dan tidak berada dalam kondisi kelelahan (jiwa dan raga), mungkin saya tidak akan membeli sandal tersebut.

Vitya Hanum A.Di akhir bulan Agustus 2008 saya sempat meminjamkan uang kepada teman saya untuk berbelanja, karena saat itu “tanggal tua” dan uang teman saya habis. Teman saya meminjam uang beberapa kali dan di tempat yang berbeda. Oleh karena itu, saya tidak bisa menghitung pasti berapa jumlah uang yang ia pinjam dari saya. Beberapa hari kemudian, teman saya itu datang dengan menawarkan sebuah produk seharga Rp 45.000,00. Dia membujuk saya untuk membeli produk tersebut dengan tujuan untuk membantu kondisi keuangannya. Saya yang lumayan tertarik pada produk tersebut sekaligus merasa iba kepada teman saya, kemudian berniat membeli produk tersebut. Tetapi saya mengajukan ketentuan bahwa produk tersebut akan saya bayar dengan memotong hutang yang ia miliki. Ia setuju dan kemudian kami menghitung berapa jumlah uang yang ia pinjam dari saya. Setelah dihitung, hutang yang ia miliki pada saya sebesar Rp 27.000,00. Jadi, saya hanya membayar produk tersebut seharga Rp 18.000,00 saja dan sekarang produk ini cukup berguna untuk saya pakai.

Isu : jamak (membantu teman & membayar hutang), dari masalah membantu teman merambah ke masalah membayar hutang.

Posisi saya : membeli sebuah produk

Posisi teman saya : menjual sebuah produk

Kepentingan saya : membantu teman

Kepentingan teman saya : mendapatkan bantuan keuangan & melunasi hutang

Hasil : problem solving, karena teman saya mendapatkan bantuan keuangan sekaligus melunasi hutangnya dan saya bisa membantu teman saya sekaligus mendapatkan produk yang cukup berguna.

Motif : kooperatif, karena saya dan teman saya “bekerja sama” untuk dapat saling menyelesaikan masalah.

Melati Dewi AyuningtyasMinggu lalu saya baru saja pindah ke kos yang baru, dan di kost yang baru ini saya menempati kamar di lantai dua. Pada awal saya dating ke kost itu, tentu saja saya belum begitu mengenal kakak - kakak di kost yang baru. Dan ketika hari pertama saya menempati tempat kost yang baru, saya merasa asing dan sepertinya kakak - kakak yang ada di lantai atas kurang ramah. Beberapa hari yang lalu saya bangun kesiangan karena malamnya saya begadang browsing internet untuk mencari bahan bacaan tugas kuliah. Karena bangun kesiangan dan harus mengantri kamar mandi. Karena kos saya yang dulunya kamar mandi ada di dalam jadi tidak perlu mengantre, kalau mau mandi tinggal mandi di kamar mandi yang ada di kamar.

30

Karena sekarang kos yang baru ini kamar mandi berada di luar dan pemakaiannya setiap kamar mandi diperuntukkan untuk 3 anak, jadi mau tidak mau saya harus belajar mengantri. Minggu ini adalah minggu dimana awal dilaksanakan puasa. Karena setiap malam harus bangun untuk melakukan sahur, sehingga jam tidur saya jadi berkurang, dan jadwal kuliah saya semerter ini ada 2 matakuliah yang dimulai pukul 07.30. Pada saat jadwal kuliah pagi, saya bangun terlambat. Pada waktu itu saya bangun pukul 07.15, dan saya langsung berlari ke kamar mandi. Tapi ketika sampai di kamar mandi ternyata kakak kost juga baru mau mandi. Karena saya terburu - buru, saya mencoba bertanya pada kakak kost saya, apakah dia juga kuliah pagi seperti saya, dan kakak kost saya menjawab kalau dia kuliah jam 08.00. Karena kuliah kakak kost itu lebih siang daripada saya, maka saya menanyakan apakah boleh kalau saya mendi duluan. Tapi kakak kost saya menjawab kalau dia mau menguras bak kamar mandi, karena bak kamar mandi sudah mulai kotor, dan hari ini dia ada acara penuh sampai malam, jadi dia akan menguras bak pagi sebelum berangkat kuliah. Karena saya sudah dikejar waktu, akhirnya saya menawarkan untuk menggantikan tugas piket dia untuk menguras bak kamar mandi setelah saya pulang dari kuliah siang ini. Kakak kost saya pun akhirnya setuju dan akhirnya saya mandi duluan dan sepulang kuliah saya mengguras bak kamar mandi.

Dalam kejadian ini saya menggunakan solve problem untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, saya menawarkan untuk menggantikan kakak kost saya menguras bak.

Candra RahmanSetelah libur semester selama dua bulan, saya harus segera bersiap-siap untuk kembali ke Yogyakarta karena perkuliahan akan dimulai kembali. Namun ketika saya akan kembali ke Yogyakarta, mendadak saya harus segera dioperasi karena saya mengalami sakit yang cukup serius. Pada awalnya saya menolak karena harus segera kembali ke Yogyakarta dan meminta untuk ditunda jadwal operasi sampai sesudah Idul Fitri. Namun karena orang tua saya terus membujuk saya karena tidak ingin sakit yang saya derita bertambah parah, akhirnya saya setuju untuk dioperasi. Setelah masa pemulihan operasi saya rasa cukup, saya meminta izin kepada orang tua saya untuk segera kembali ke Yogyakarta. Saya meminta untuk pulang ke Yogyakarta pada hari Jumat dengan menggunakan bis, agar begitu saya tiba di hari Sabtu saya bisa punya cukup waktu untuk beristirahat dan kemudian bersiap untuk kuliah di hari senin. Namun orang tua saya tidak menginjinkan karena takut jika terjadi sesuatu sesampainya di Yogyakarta, tidak ada yang bisa menemani saya. Orang tua saya mengatakan bahwa kondisi saya belum sangat sehat dan meminta untuk beristirahat beberapa hari lagi. Saya menolak karena saya sudah bolos selama satu minggu perkuliahan dan mencoba meyakinkan orang tua saya dengan mengatakan bahwa minggu berikutnya ada beberapa tugas yang harus saya kumpulkan. Akhirnya orang tua saya memberi pilihan pulang di hari sabtu dengan menggunakan kereta api dari Jakarta. Saya menolak karena saya takut saya tidak punya cukup banyak waktu untuk istirahat. Akhirnya orang tua saya memberika opsi saya pulang menggunakan pesawat terbang pada hari Minggu. Saya pun menyatakan setuju karena menggunakan pesawat terbang tidak banyak memakan waktu di perjalanan dan saya juga bisa beristirahat di rumah sampai hari Sabtu.

Kepentingan saya adalah segera kembali ke jogja untuk segera berkuliah. Orang tua tidak menginjinkan karena khawatir dengan kondisi kesehatan saya yang belum terlalu pulih pascaoperasi. Dalam berunding saya mencoba memasukan isu lain dengan mengatakan bahwa saya harus mengumpulkan tugas pada minggu berikutnya dan jika pulang di hari jumat saya bisa punya cukup waktu untuk istirahat. Orang tua saya menolak dengan alasan khawatir tidak ada yang menemani jika terjadi sesuatu. Kemudian orang tua saya memberikan opsi untuk pulang dengan menggunakan pesawat terbang di hari minggu. Negosiasi pun berjalan kooperatif karena kami sama-sama mencari jalan keluar terbaik. Orang tua saya puas dengan hasil negosiasi karena tidak terlalu khawatir, saya juga puas karena bisa beristirahat lebih lama di rumah dan bisa menempuh perjalanan ke Yogyakarta dengan lebih cepat dan nyaman. Hasilnya adalah win-win dan strategi berunding yang digunakan adalah problem solving.

31