senyawabioaktifpadaumbi-umbianlokal dioscorea sp...
TRANSCRIPT
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 75Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
SENYAWA BIOAKTIF PADA UMBI-UMBIAN LOKAL Dioscorea sp.DAN PENGEMBANGANNYA UNTUK PANGAN FUNGSIONAL
(Bioactive Compounds of Local Yam Tubers and Their Applicationfor Functional Foods)
Teti EstiasihProgram Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas BrawijayaJl. Veteran, MalangEmail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAKUmbi-umbian lokal keluarga Dioscorea sp. seperti gadung (Dioscorea hispida), gembili
(Dioscorea esculenta), dan ubi kelapa (Dioscorea alata), merupakan umbi-umbian yangpemanfaatannya sangat terbatas, hampir punah serta tidak dikenal masyarakat luas. Umbi-umbian tersebut merupakan tanaman pangan yang tumbuh baik di Indonesia dan dapattumbuh di bawah tegakan tanaman lain atau tegakan hutan sehingga budidayanya dapatbersinergi dengan komoditas lain.Umbi-umbian keluarga Dioscoreasp. (gembili, gadung, ubikelapa) mempunyai senyawa bioaktif yang berkhasiat obat. KeluargaDioscoreasp.mengandung senyawa bioaktif berupa dioscorin, diosgenin, dan polisakaridalarut air (PLA). Dalam bentuk pangan olahan, mie dan beras sehat dari umbi Dioscorea sp.mempunyai kemampuan menurunkan kadar gula darah, kolesterol darah, dan tekanan darahtinggi. Mie dan beras sehat dari keluarga Dioscorea sp juga mempunyai kemampuan sebagaiantioksidan dan hepatoprotektor. Berdasarkan kandungan senyawa bioaktif dalam umbi-umbian Dioscorea sp, umbi-umbian ini berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional.
Kata kunci: dioscorin, diosgenin, gadung, gembili, ubi kelapa, polisakarida larut air
ABSTRACTYam tubers (Dioscorea sp.) such as wild yam (Dioscorea hispida), lesser yam
(Dioscorea esculenta), and greater yam or water yam (Dioscorea alata), are limited utilizationtubers, not wellknown, and almost extinct.These tubers are food crop plants that grow well inIndonesia.They also have the ability to grow under other trees or forest trees, therefore thecultivation can be synergized with other plants. The tubers of yam family (wild, lesser, andgreater or water yams) contain bioactive compounds that have medicinal benefits. Thebioactive compounds of yam tubers are dioscorin, diosgenin, and water solublepolyssaccharides. Yam tuber based products such as healthy artificial rice and noodle canreduce blood glucose level, cholesterol level, and blood pressure. Healthy artificial rice andnoodle also reveal antioxidative properties as well as hepatroprotective. The yam tubers arepotential to develop as functional foods.
Keywords: dioscorin, diosgenin, greater or water yam, lesser yam, water solublepolysaccharides, wild yam
PENDAHULUANIndonesia merupakan negara dengan biodiversitas yang kaya termasuk umbi-
umbian.Saat ini, konsumsi umbi-umbian cenderung mengalami penurunan yang
diakibatkan banyak faktor seperti menjamurnya produk pangan dari luar negeri yang
berbasis terigu, pengolahan yang tidak praktis, ketersediaan terbatas, dan kesan
inferior yang tidak bergengsi.
Umbi-umbian lokal inferior merupakan umbi-umbian yang pemanfaatannya
sangat terbatas dan hampir punah dan tidak dikenal masyarakat luas. Umbi-umbian
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 76Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
tersebut merupakan tanaman pangan yang tumbuh baik di Indonesia dan dapat
tumbuh di bawah tegakan tanaman lain atau tegakan hutan sehingga budidayanya
dapat bersinergi dengan komoditas lain. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
umbi-umbian keluarga Dioscoreacea (gembili, gadung, ubi kelapa) mempunyai
senyawa bioaktif yang berkhasiat obat (Estiasih dan Rachman, 2011; Estiasih dan
Rosyida, 2011; Estiasih Selain itu, keluarga Dioscorea mengandung senyawa
bioaktif berupa fenol (Champagne et al., 2011). Fenol mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan dalam tubuh (Gunduc dan El, 2003) dan kemungkinan
mempunyai efek perlindungan terhadap hati.
Hasil-hasil penelitian yang telah ada dari keluarga Dioscoreacea yang lain (D.
alata, D. batatas, D. bulbilfera, D. opposita) menunjukkan bahwa keluarga
Dioscoreaceae mengandung senyawa bioaktif berupa dioscorin (Hou et al., 2001; Liu
et al., 2007; Chan et al., 2006), diosgenin (Chou et al, 2006; Braun, 2008; Yang dan
Lin, 2008), dan polisakarida larut air (PLA) (Liu et al., 2008). Gadung (Dioscorea
hispida) mengandung PLA yang dapat menurunkan kadar gula darah pada kondisi
hiperglikemia (Estiasih et al., 2012), kolesterol darah (Estiasih dan Rosyida, 2011),
dan tekanan darah tinggi (Estiasih dan Rachman, 2011); gembili (Dioscorea
esculenta) mengandung PLA yang dapat menurunkan kadar gula darah (Harijono et
al., 2012) dan kolesterol darah (Herlina, 2010), mengandung dioscorin. Ubi kelapa
(Dioscorea alata) mengandung PLA, diosgenin, dioscorin (Harijono et al., 2012b).
JENIS-JENIS Dioscorea sp DI INDONESIAGembili (Dioscorea esculenta)
Gembili, lesser yam (Dioscorea esculenta), merupakan salah satu jenis spesies
yam pertama yang dibudidayakan. Tanaman ini adalah tanaman asli Asia Tenggara
dan merupakan jenis ketiga yang paling umum dibudidayakan di sana, meskipun
dibudidayakan sangat sedikit di bagian dunia lain (Kay, 1987 dalam Anonymous,
2006). Dioscorea esculenta merupakan salah satu umbi yang dapat dimakan yang
dibudidayakan di India dan di beberapa negara tropis lain termasuk Afrika
(Panneerselvan dan Jaleel, 2008).
Gembili berasal dari Thailand dan Indo China.Tumbuhan liarnya ditemukan di
India, Burma dan New Guinea.Pada jaman pra-histori jenis ini tersebar di Asia
Tenggara dari daratan Asia sampai ke Philippina, kemudian ke bagian selatan dan
tenggara berakhir di bagian barat daya. Setelah tahun 1500-an jenis ini memasuki
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 77Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
kawasan tropis. Saat ini merupakan tanaman budidaya penting di Asia Tenggara,
terutama di New Guinea, Ocenia, Karibia dan China (Wardiyono, 2009).
Tanaman ini juga ditemukan di Nigeria, Mexico dan beberapa negara lain di
dunia (Olayemi danAjaiyeoba, 2007), dan dikatakan pula sebagai tanaman lokal di
Nigeria, Jamica, Brazil, China dan Thailand (Nattapulwat et al., 2008). Produksi
terbatas di Asia Tenggara dan pulau-pulau Pasifik bagian barat, dan ini disebut
“lesser” karena tidak terjaga dan terpelihara dengan baik (Anonymous, 2009).
Gembili nama lokalnya; ubi aung (Jawa Barat), ubi gembili (Jawa Tengah),
kombili (Ambon) merupakan tumbuhan terna memanjat. Akar-akar pada tumbuhan
liarnya berduri, pada tanaman budidaya seringkali tidak berduri.Setiap 1 tanaman
terdapat 4-20 umbi; berbentuk silinder, daging putih.Batang tegak, memanjat
melingkar ke kiri, berduri di bagian dasar dan di bagian atas tidak berduri.Daun
tunggal, berseling, menjantung, seringkali terdapat 2 duri di pangkal.Perbungaan
jantan di ketiak, perbungaan betina melengkung ke bawah, bulir menyerupai
tandan.Buah (sangat jarang ditemukan) kapsul, pipih.Biji bersayap membundar
(Wardiyono, 2009).
Tempat tumbuh alami di daerah tropis lembab dan agak lembab.Sebaran
terbaiknya pada daerah dengan curah hujan 875 - 1750 mm per tahun, dengan suhu
minimum 22,7oC.Penyebarannya menurun pada daerah bersuhu 35°C atau di
atasnya.Perbanyakan dilakukan dengan umbinya.Masa dormansi umbinya sangat
pendek. Umbinya setelah dimasak atau dipanggang rasanya manis dan lezat,
dimakan sebagai makanan tambahan. Umbinya dapat juga diekstrak menjadi tepung;
seratnya halus dan mudah dicerna sehingga digunakan dalam menu penderita
penyakit pencernaan.Parutan kasar umbinya digunakan sebagai tapel untuk obat
pembengkakan, khususnya di kerongkongan (Wardiyono, 2009).
Gadung (Dioscorea hispida)Dioscoreaceae atau suku gadung-gadungan memiliki banyak spesies antara
lain: Dioscorea esculenta, D. alata dan D. hispida (gadung). Tanaman umbi-umbian
ini saat ini jarang dijumpai di pasar. Di berbagai daerah, gadung dikenal dengan
nama bunga meraya (Manado), gadung ribo (Sumatera Barat), gadung (Sunda),
gadung (Jawa), ghadhung (Madura), Skapa (Belitung), dan uwi (Sumbawa). Gadung
merupakan tanaman merambat, tangkainya berduri dan merambat pada tonggak
atau pohon, sedangkan buahnya berwarna putih seperti bengkuang dan daunnya
berbulu halus seperti labuh (Kasno dkk, 2008).
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 78Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Tanaman gadung tumbuh menjalar, permukaan batang halus, berduri, warna
hijau keputihan, dan melingkar pada batang kayu rambatannya, searah jarum jam.
Daun tunggal, lonjong, berseling, ujung lancip, pangkal tumpul, dan warna hijau.
Bunga berbentuk tandan, di ketiak daun, kelopak berbentuk corong, mahkota
berwarna hijau kemerahan. Bentuk umbi bulat dan setelah tua berwarna biru
kehitaman. Gadung tergolong tanaman tahunan dioceus, umbinya dapat berkayu,
dan diremajakan setiap saat (Kasno dkk, 2008).
Menurut silsilahnya, tanaman gadung berasal dari India bagian barat.Tanaman
gadung ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan tanah kering di Himalaya, kemudian
dibudidayakan di pekarangan-pekarangan rumah atau tegalan.Dalam perkembangan
selanjutnya tanaman gadung tersebar ke daerah tropik di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia.Di wilayah Nusantara, tanaman gadung umumnya tumbuh liar di hutan
atau tegalan (Rukmana, 2001).Gadung merupakan tanaman yang belum banyak
dibudidayakan sehingga belum ada data konkret dari jumlah produksi
(Putranto,2002).Tanaman ini mampu tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah
sampai ketinggian 850 m di atas permukaan laut (dpl), dan bahkan juga ditemukan
tumbuh di daerah yang memiliki ketinggian hingga 1200 m dpl (Rukmana, 2001).
Gadung merupakan salah satu sumber pangan yang berkarbohidrat
tinggi.Gadung dapat memenuhi kebutuhan energi tubuh.Karbohidrat dalam gadung
didominasi oleh pati.Jumlah pati yang terkandung dalam umbi gadung memang
kurang bila dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya seperti beras, jagung,
maupun ubi kayu. Kandungan karbohidrat beras, jagung, ubi kayu dan gadung dalam
setiap 100 g secara berurutan adalah 40,6 g; 34,8 g; 38,0 g dan 29,7 g. Namun
demikian tanaman gadung selain memiliki kandungan karbohidrat juga mengandung
racun sianida yang dapat menyebabkan keracunan dan mematikan. Sehingga perlu
dilakukan beberapa proses untuk menghilangkan kandungan residu HCN atau
meminimalkannya sehingga umbi gadung menjadi aman dan layak untuk dikonsumsi
sebagai bahan pangan pokok pengganti beras (Kurnia, 2002).
Akar atau umbinya juga mengandung senyawa fitosterol, alkaloid, tannin dan
kandungan pati yang tinggi. Senyawa lain berupa aluminium, asam askorbat, abu,
beta-karoten, kalsium, kromium, kobalt, besi, magnesium, mangan, niasin, fosfor,
potassium, protein, riboflavin, selenium, silikon, sodium, thiamin, tin dan seng (Dweck,
2002).
Indeks glikemik (IG) merupakan pengertian atau istilah yang relatif baru dalam
bidang pangan, berkaitan erat dengan metabolisme karbohidrat. IG pangan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 79Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar
gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan
kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang
mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah
berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah. Sebagai contohnya adalah
beras memiliki kisaran IG sangat luas, dari IG rendah (< 55) sampai IG tinggi (>70)
tergantung dari cara pengolahannya. Pengolahan dapat mengubah struktur dan
komposisi kimia pangan, yang selanjutnya dapat mengubah daya serap zat
gizi.Makin cepat karbohidrat dapat diserap tubuh, IG-nya cenderung tinggi (Widowati,
2007).
Umbi dioscorea merupakan salah satu sumber karbohidrat yang baik karena
memiliki nilai indeks glikemik rendah.Umbi Dioscorea rebus ukuran 3 oz, memiliki
nilai indeks glikemik yang rendah yaitu 51. Sebagai perbandingan adalah umbi talas
kupas rebus ukuran 2 oz indeks glikemik 54; kentang manis rebus ukuran 3 oz
indeks glikemik 54; nasi putih 6 oz indeks glikemik 72, dan pisang matang indeks
glikemik 82 (Brand-Miller et al., 2000)
Gadung merupakan sumber potasium yang bagus, dengan kandungan dua kali
lebih banyak dibandingkan yang terdapat pada pisang berukuran sedang.Gadung
juga merupakan sumber yang baik bagi kandungan vitamin C, B6, folat, zat besi
serta magnesium.Gadung sangat tinggi kandungan patinya serta mengandung enzim
-amilase yang bekerja dalam mengkonversi pati menjadi gula pada saat umbi
matang, disimpan, maupun pada saat dipanaskan (Anonymous, 2007).
Di daerah oriental, spesies Dioscorea yang paling umum dibudidayakan adalah
Chinese yam (Dioscorea batatas Decne atau Dioscorea opposita Thunb).Sejauh ini,
empat kelompok penting senyawa aktif dari Chinese yam telah diisolasi dan
dikarakterisasi melalui analisa fitokimia. Senyawa-senyawa tersebut adalah:
polisakarida lendir, dioscorin sebagai protein penyimpanan, saponin steroid meliputi
dioscin, gracilin, furostanol, dan turunan phenanthrene seperti batatasin (Jeon et al.,
2005).
Ubi kelapa (Dioscorea alata L)Ubi kelapa atau uwi (Dioscorea alata Linn. syn. D. atropurpurea Roxb.) adalah
tumbuhan asli khas Indoesia, yang masih dianggap sebagai tumbuhan liar, dan
kurang mendapat perhatian masyarakat, sehingga umbi ubi kelapa ini harga jualnya
rendah.Umbi ini biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan pengganti beras atau
makanan selingan karena merupakan sumber karbohidrat (Anonim, 2009). Menurut
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 80Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Steenis (2005) bahwa ubi kelapa mempunyai bentuk khusus yang membedakannya
dengan kelompok Dioscorea yang lain, yaitu batangnya membelit ke kiri, berdaun
tunggal, helaiannya berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung dan
ujung meruncing panjang. Umbinya berada dibawah tanah dan kerap kali umbi di
ketiak daun.
Ubi kelapa membentuk umbi di dalam tanah dan juga membentuk umbi batang
pada ketiak daun yang disebut umbi gantung atau bulbil, yang rasanya lebih enak
dibanding umbi tanahnya.Selain untuk dimakan, ubi kelapa dapat juga sebagai obat
tradisional.Komponen tertinggi dalam umbi ialah karbohidrat kurang lebih
seperempat bagian dari berat umbi segar. Sebagian besar karbohidrat dalam bentuk
pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.Kadar amilosa dalam umbi ubi kelapa
sekitar 19-20% (Richana, 2004).
Ubi kelapa merupakan tanaman perdu memanjat dengan nama latin Dioscorea
alata dengan batang bulat, tinggi dapat mencapai 3-10 m, berdaun tunggal yang
berbentuk jantung. Umbi bulat diliputi rambut akar yang pendek dan kasar.Panjang
umbi berkisar 15.5-27.0 cm, diameter 5.25–10.75 cm. Daging umbi berwarna kuning,
kadang ungu, keras, dan sangat bergetah sehingga ubi kelapa dibedakan
berdasarkan warna dagingngnya yaitu ubi kelapa ungu dan kuning.
a. Ubi kelapa unguUbi kelapa ungu (Dioscorea alata Var Purpurea) ini biasa disebut uwi ireng
(Jawa), kulit umbi bagian dalam berwarna ungu tua dagingnya berwarna ungu muda,
terkadang terdapat bercak-bercak ungu tak beraturan (Gambar 1). Adapun yang
termasuk ubi kelapa ungu adalah uwi dorok (Jawa), uwi memerah/ uwi abang (Jawa).
Daging bagian tengah berwarna merah cerah dan kulit dalamnya berwarna merah
atau coklat kekuningan. Kulitnya kasar berserabut, bentuknya tidak beraturan, dan
berwarna ungu kecoklatan karena warna diikuti warna coklat kayu (Anonim, 2009).
Menurut Lingga dkk. (1986), ubi kelapa ungu secara umum memiliki panjang
batang 10-25 m, bersayap pendek dan jumlahnya empat buah, berdiameter 1 cm,
dan panjang umbi sekitar 80 cm. Ubi kelapa ungu merupakan salah satu varietas
umbi-umbian potensial sebagai sumber bahan pangan karbohidrat non beras. Selain
sebagai sumber pangan non beras, umbi inibermanfaat untuk kesehatan. Varietas
lokal yang berwarna ungu mengandung zat-zat yang bermanfaat untuk kesehatan
dan manfaat lain yang belum banyak diketahui oleh masyarakat (Anonim, 2010).
Tanaman ini tumbuh di tanah datar hingga ketinggian 800 m dpi, tetapi dapat
tumbuh pada ketinggian 2700 m dpi. Pada musim kemarau, umbi mengalami masa
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 81Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
istirahat sehingga umbi harus disimpan di tempat kering atau dibungkus abu supaya
tidak busuk. Ketika musim hujan, umbi ini akan bertunas. Umbi yang telah bertunas
digunakan sebagai bibit. umbi dapat dipanen setelah masa tanam 9-12 bulan
(Plantus, 2008).
b. Ubi kelapa kuningDioscorea alata Linnyang lain adalah ubi kelapa kuning denganumbi yang
berwarna putih kekuningan. Adapun umbi ubi kelapa kuning yang lain, biasa disebut
dengan uwi menjangan, bercabang-cabang dengan panjang 35-60 cm dan tebal 7-10
cm. Daging berwarna kuning kecoklatan atau kuning jeruk kemerahan. Bentuk
umbinya besar tak beraturan dan bercabang-cabang menyerupai tanduk menjangan.
Oleh karena itu, dinamakan uwi menjangan. Umbi melebar seperti kipas ujungnya
berlekuk dalam, sampai berbagi dan ukurannya besar sekali (Lingga dkk, 1986).
Ubi kelapa kuning memiliki umur panen sekitar 6 sampai dengan 8 bulan. Umbi
ini belum memiliki nilai ekonomis di kalangan masyarakat. Salah satu penyebabnya
karena kadar air umbi ini relatif tinggi namun ada beberapa sub tipe Dioscorea alata
yang kadar airnya rendah sementara kadar patinya tinggi (Anonim, 2010).
c. Ubi kelapa putihUbi kelapa putih ini biasa tumbuh cepat dan terlihat bagus. Berbentuk bola atau
silinder. Umbi ini berwarna coklat pada permukaan luarnya dan berwarna putih pada
daging umbinya. Umbi ini tumbuh melalui umbi akar. Ubi kelapa putih (Dioscorea
alata) penyebarannya tidak hanya terbatas di Jawa dan Madura saja melainkan
meliputi pulau-pulau lain di kawasan Indonesia. Bentuk umbinya lonjong, ujungnya
rata atau berlekuk dalam (Lingga dkk, 1986).
Varietas umbi ini dapat tumbuh di daerah pantai sampai ketinggian 850 dpl.
Suhu rata-rata yang diperlukan untuk proses pertumbuhannya sekitar 30°C . Umur
panen ubi kelapa ini berkisar 8-9 bulan. Persamaan umur panen pada umbi
Dioscorea spp. tidak mempengaruhi kandungan komponen pada bahan (Anonim,
2008).
Umbi ubi kelapa ungu, kuning, dan putih sebagian besar dari permukaan
potongan mengandung senyawa getah. Beberapa varietas umbi ubi kelapa
mengandung dioscorin yang larut dalam air dan hilang jika direndam dalam larutan
yang mengandung air kapur dan direbus (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Rachman (2011) menyebutkan bahwa Dioscorin dari umbi Dioscorea terikat kuat
dengan senyawa serat yang disebut polisakarida larut air (PLA) sehingga dalam
proses ekstraksi PLA akan ikut terekstrak protein dioscorin.Dioscorea alataVar
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 82Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
purpurea yang terdapat di Mumbai, Indiajugamengandung senyawa bioaktif
diosgenin (Shah dan Lele, 2012),sehingga dalam umbi ini mengandung beberapa
jenis senyawa bioaktif.
SENYAWA BIOAKTIF Dioscorea spSenyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan
melalui serangkaian reaksi metabolisme sekunder. Metabolit sekunder disintesis
terutama dari metabolit-metabolit primer seperti asam amino, asetil Co-A, asam
mevalonat dan zat antara dari jalur shikimat. Pada dasarnya tumbuhan yang
berpotensi sebagai tumbuhan obat memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti
alkaloid, terpenoid, fenolik, steroid, dan flavonoid dengan jumlahyang sangat
bervariasi (Colegate dan Molyneux, 2000).
Dioscoreaadalah sumber energi yang baik, terutama dari kandungan
karbohidratnya serta rendah lemak.Ubi kelapa juga mengandung senyawa aktif
seperti dioscorin, dioscin, dan diosgenin. Diosgenin dan dioscin merupakan
kelompok saponin sedangkan dioscorin merupakan protein utama yang tersimpan
dalam Dioscorea(Kaimar dan Kanthi, 1999).
Makanan berfungsi sebagai sumber energi dan zat gizi (nutrien).Efek fisiologis
dari berbagai senyawa minor yang ada dalam makanan dapat mempengaruhi
kesehatan. Hal ini telah banyak mendapat perhatian para peneliti dalam tiga dekade
terakhir ini. Kadar senyawa ini biasanya rendah sehingga biasanya dikelompokkan
dalam komponen bioaktif, karena mempunyai efek fisiologis yang positif dan negatif.
Komponen-komponen bioaktif dalam makanan dapat terbentuk secara alami atau
terbentuk selama proses pengolahan makanan (Silalahi, 2006).
Komponen bioaktif ini meliputi senyawa yang berasal dari karbohidrat, protein,
lemak, dan komponen-komponen yang terdapat secara alami di dalam sayuran serta
buah-buahan.Khusus mengenai komponen bioaktif di dalam sayur dan buah-buahan
yang berpengaruh secara fisiologis untuk meningkatkan kesehatan, mencegah, serta
mengobati berbagai penyakit, disebut sebagai phytochemicals.Makanan yang
mengandung phytochemicals, di samping fungsinya sebagai sumber zat gizi, disebut
juga makanan fungsional (Silalahi, 2006).
1. Polisakarida Larut AirPolisakarida larut air (PLA) merupakan serat pangan larut air yang didefinisikan
sebagai komponen dalam tanaman yang tidak terdegradasi secara enzimatis menjadi
sub unit-sub unit yang dapat diserap dilambung dan usus halus. PLA biasa juga
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 83Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
disebut hidrokoloid, dewasa ini banyak sekali dimanfaatkan dalam industri makanan,
guna mencapai kualitas yang diharapkan, dalam hal viskositas, stabilitas, tekstur,
dan penampilan (Trowel, 1976; Ha etal., 2000).
PLA yang dihasilkan dari tanaman merupakan persenyawaan makro molekul
yang terdiri dari polisakarida kompleks dan struktur molekulnya berantai cabang.
Molekul polisakarida yang membentuk PLA adalah hasil kondensasi dari
monosakarida (pentosa dan heksosa) dan asam organik yang terbentuk dari gula-
gula reduksi. Jika PLA dihidrolisis akan menghasilkan bermacam-macam
monosakarida antara lain rhamnosa, fruktosa (metil pentosa), arabinosa, D-glukosa,
D-mannosa, D-galaktosa, asam D-galakturonat atau asam D-glukoronat (Stephen
dan Churms, 1996).
2.DioscorinPada awal ditemukannya dioscorin (C18H19O2N), senyawa ini termasuk sebagai
alkaloid. Alkaloid dioscorin diisolasi dari Dioscorea hirsuta oleh Boorsma (1894) dan
Dioscorea hispida oleh Levya dan Guttierrez (1937) (Broadbent dan Schnieden,
1958). Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar
terbatas pada tumbuhan. Senyawa ini kebanyakkan ditemukan pada Angiospermae
dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae.
Seiring dengan berkembangnya penelitian, maka diperoleh hasil penelitian
yang menyebutkan bahwa dioscorin adalah protein yang terdapat dalam umbi
tanaman tropis dari Dioscorea spp. Lendir dari Chinese yam mengandung
dioscorinyang merupakan protein paling dominan. Pada spesies Dioscoreabatatas,
Dioscorea alata dan Dioscorea pseuojaponica, kadar dioscorin mencapai 90% dari
total protein larut air terekstrak (Hou et al., 2000). Penelitian yang lain melaporkan
bahwa dioscorin terhitung lebih dari 80% dari total protein larut pada umbi D.
rotundata (Myoda et al., 2006). Dioscorin dilaporkan memiliki sifat sebagai
antioksidan, antiinflamatori, antiserangga, antipatogen serta memperlihatkan aktivitas
inhibisi terhadap tripsin(Kodan Hsu, 2009). Dioscorin berupa padatan berwarna
kuning kehijauan dengan titik leleh 54-550C.Dioscorin dapat larut dalam air, alkohol,
aseton dan kloroform serta sedikit larut dalam ether, benzene dan petroleum eter
(Anonim, 2012b).
Dioscorintelah dilaporkan memiliki beberapa fungsi penting yaitu sebagai
cadangan protein pada umbi yam (Hou et al., 2000).Dioscorin juga menunjukkan
adanya aktifitas penghambatan tripsin dan carbonic anhydrase (Hou et al.,
1999).Dioscorin yang telah dimurnikan memperlihatkan aktivitas antioksidan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 84Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
terhadap penangkapan radikal bebas (Hou et al., 2001).Dioscorin juga berfungsi
sebagai suatu senyawa immunomodulatory (Liu et al., 2007).Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dioscorin dapat menghambat angiotensin
converting enzyme (ACE) yang akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Liu et al.
(2009) menyebutkan bahwa dioscorin menunjukkan aktivitas antihipertensi secara in
vivo.Selain itu, dioscorin memperlihatkan aktivitas penghambat ACE secara in vitro (Hsu et al.,
2002).Efektifitas dioscorin dengan dosis tertentu dapat menghambat ACE sampai 50% jika
dibandingkan dengan katropil yang merupakan obat standar untuk hipertensi. Dioscorin
menunjukkan penghambatan non kompetitif terhadap ACE.Dioscorin yang telah mengalami
hidrolisis oleh pepsin mengalami peningkatan aktifitaspenghambatan ACE hingga 75%.Oleh
karena itu dioscorin dan hidrolisatnyadiduga berpotensi untuk mengontrol hipertensi (Hsu et
al., 2002).
Gambar 1. Struktur sekunder dioscorin dari D. alata L. yang utama adalah α-helix sedangkanD. alata L. var.purpurea paling banyak adalah antiparallel β-sheetsdengan komposisi asam amino yang
sama (Lu, 2011)
Empat protein utama yang diberi kode DB1, DB2, DB3, dan DB4 diisolasi dan
dikarakterisasi dari umbi Yam Dioscorea batatas.Rasio hasil karakterisasi tersebut
adalah 20: 50: 20: 10.DB1 merupakan lektin terikat mannosa (20 kDa) tersusun atas
subunit 10 kDa.DB2, yang terhitung 50% dari total protein, merupakan protein
cadangan yang disebut dioscorin dan tersusun atas subunit 31 kDa. DB3 merupakan
lektin terikat maltosa, memiliki massa molekul 120 kDa, tersusun atas subunit 66 kDa
dan dua subunit 31 kDa. DB4 merupakan kitinase, homolog dengan kitinase asam
dari Dioscorea japonica.Lektin merupakan protein karbohidrat yang tersebar luas dan
hampir terdapat pada semua makhluk hidup. Peran utama lektin adalah sebagai
antiserangga, antijamur, dan antimikroba. Sumber lektin adalah tanaman biji, umbi,
umbi lapis, rhizoma, dan kulit kayu(Gaidamashvili et al., 2004).
Myoda et al. (2006) membuktikan bahwa adanya interaksi antara protein larut
dengan mannan pada lendir Chinese yam spesies Dioscorea opposita
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 85Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Thunb.walaupun mekanismenya sangat kompleks dan berbeda antar varietas
Dioscorea.Perlakuan lendir dengan protease atau manosa secara signifikan
mengurangi viskositas lendir yam.Perlakuan lendir dengan selulase tidak
menimbukan efek apapun terhadap viskositas lendir.Tidak ada protein larut yang
terdeteksi pada lendir dengan perlakuan protease.Fakta ini menunjukkan bahwa
adanya interaksi antara protein larut dengan mannan, tetapi tidak dengan selulosa,
yang berperan penting pada viskositas dari lendir Chinese yam.
Myoda et al.(2006) menyebutkan bahwa lendir Chinese yam (Dioscorea
opposita Thunb.) mengandung kurang lebih sembilan jenis protein larut utama,
diantaranya dioscorin, lektin yang terikat mannosa, dan protein fungsional lain pada
sekuen asam amino terminal-N. Sembilan jenis protein larut tersebut teridentifikasi
berada pada berat molekul 50 kDa, 45 kDa, 42 kDa, 32 kDa, 23 kDa, dan 10 kDa.
Protein dengan berat molekul 32 kDa dan 23 kDa teridentifikasi sebagai dioscorin.
Dioscorin diketahui memiliki sekuen asam amino N-terminal
VEDEFSYIEGNPNGPENWGN.Di dalam protein yam terdapat struktur oligomer yang
kemungkinan berkaitan dengan ikatan disulfida dioscorin (32 kDa) (Liao et al., 2004).
Conlan et al. (1995) melaporkan berat molekul dioscorin dari D. cayenensis adalah
28-29 kDa dan Hou et al. (1999) menyebutkan berat molekul dioscorin dari D.
batatas adalah 28 kDa.
Liao et al. (2004) menjelaskan bahwa D. Japonica (Japanese yam), D. alata L.,
dan D. alata L. var. purpurea mempunyai dioscorin dengan berat molekul yang sama.
Komposisi asam amino dan struktur sekunder dioscorin dari D. alata L., D. alata L.
var. purpurea berbeda dengan D. Japonica (Japanese yam). Dioscorin dari D.
japonica lebihsedikit komponen sistein, ileusin, lisin, dan total asam amino
esensialnya dari pada kedua D. alata tersebut. Dioscorin dari D. alata L., D. alata L.
var. purpurea, dan D. Japonica menunjukkan masing-masing strukturnya berupa α-
helix, antiparallel β-sheet, campuran dari α-helix dan antiparallel β-sheet. Perbedaan
spesies memungkinkan perbedaan aktivitas biologi dari umbi tersebut. Aktivitas
antioksidan dioscorin dari spesies Chinese yam (D. alata cv. Tainong No. 1, TN1)
lebih tinggi dibandingkan Japanese yam (D. batatas Decne).
3.DiosgeninDiosgenin dalam tumbuhan pada umumnya terdapat dalam bentuk kompleks
sebagai dioscin (saponin) dengan rumus molekul C45H72O16. Pada proses hidrolisis
kompleks dioscin ini terurai menjadi 1 molekul glukosa (C6H12O6) dan dua molekul
ramnosa (C6H12O5) dan aglikon sapogenin (C27H42O9). Perbandingan atom-atom C: H:
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 86Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
O dalam diosgenin adalah sebagai berikut 78.21 : 10.21 : 11.58. Bobot molekulnya
414.61, berbentuk kristal jarum pipih, tidak berbau, rasanya pahit. Diosgenin bersifat
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol dan pelarut-pelarut organik lainnya
(Uemura, 2010). Diosgenin sering terdapat bersama isomernya (C25) yaitu
yamogenin. Pada tanaman Liliaceae, selain kedua jenis steroid di atas (sapogenin
dan yamogenin) juga diperoleh gantrogenin, chiapagenin dan kriptogenin. Sapogenin
steroid atau diosgenin dapat dikenali dengan reaksi warna yang memberikan warna
ungu kemerahan bila direaksikan dengan asam sulfat, asam perklorat, atau
antimonitriklorida pada kromatografi silika gel lapisan tipis. Selanjutnya dengan
densitometer diukur secara kuantitatif (Uemura, 2010).
Diosgenin [(25R)-5-spirosten-3h-ol], konstituen sapogenin steroid dari biji
fenugreek benih,adalah prekursordarihormon steroid, seperti progesteron,dan anti-
inflamasi steroid, seperti kortison (Norton, 1998).Diosgenin merupakan saponin
steroidal yang dihasilkan dari hidrolisis asam, basa kuat, atau enzim dari saponin,
diekstrak dari umbi Dioscorea seperti Kokoro. Diosgenin digunakan secara komersial
untuk mensintesis kortison, progesteron, dan produk steroid yang lain (Anonim,
2012a). Kadar diosgenin pada D. esculenta 533.33 mg/ 100 g sedangkan pada D.
hispida 825.00 mg/100 g (Behera, 2010).Menurut Shahdan Lele (2012) bahwa
tepung umbi segar dan umbi kering D. alatavar purpurea yang ada di Mumbai India
dalam bentuk umbi segar dan tepungmengandung diosgenin0,078 dan 0,133%.
Gambar 2 menunjukkan struktur kimia dari diosgenin.
Gambar 2. Struktur molekul diosgenin (Shah dan Lele, 2012)
Corbiere (2003) melaporkan bahwa diosgenin dapat menghambat
proliferasisel dalam osteo sarcoma manusia selbaris 1547 dengan induksi apoptosis
dan faseG1 siklus penangkapan sel. Selosteosarcomabaris 1547
tersebutmenunjukkan bahwa diosgenin menyebabkan siklus penangkapan seldan
apoptosis terutama dengan meningkatkan ekspresidarip 53 onko protein supresor
tumor. Berdasarkan penelitian yang telah ada,diosgenin dan biji konstituen fenugreek
memiliki bahan anti kanker yang menunjukkan peran potensialsebagaifitokimia untuk
pencegahankanker usus besar.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 87Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
PANGAN FUNGSIONAL DARI Dioscorea spPengembangan pangan fungsional berupa beras sehat dari umbi gadung,
gembili, dan ubi kelapa, menunjukkan bahwa beras sehat tersebut mempunyai
kemampuan menurunkan tekanan darah pada kondisi hipertensi, menurunkan kadar
gula darah pada kondisi hiperglikemia, mampu menurunkan kadar total kolesterol
darah, LDL kolesterol, dan trigliserida serta meningkatkan kadar HDL kolesterol pada
kondisi hiperkolesterolemia. Khasiat yang paling menonjol terdapat pada beras
sehat gadung (Estiasih et al., 2014).
Mie dari tepung umbi-umbian Dioscorea sp menunjukkan kemampuan
penurunan kadar gula darah. Urutan tertinggi penurunan kadar gula darah adalah
kelompok tikus yang mendapat mie gadung. Mie terigu tidak mempunyai kemampuan
menurunkan kadar gula darah yang ditunjukkan setelah konsumsi mie terigu selama
4 minggu, tikus tetap berada pada kondisi hiperglikemia. Mie umbi-umbian juga
mempunyai kemampuan dalam menghambat peningkatan kadar gula darah (Estiasih
et al., 2013). .
Penurunan total kolesterol darah setelah 4 minggu pemberian mie umbi-umbian
menunjukkan asupan mie gadung, mie kimpul, dan mie garut menyebabkan kadar
total kolesterol darah yang normal. Mie gembili dan ubi kelapa setelah 4 minggu
pemberian mie menunjukkan kadar total koleterol darah masih di atas normal
(Estiasih et al., 2013).
Mie dari umbi-umbian Dioscorea sp mempunyai kemampuan menurunkan
tekanan darah. Pemberian mie umbi-umbian menyebabkan penurunan kadar MDA
serum darah. Pemberian mie umbi-umbian menyebabkan peningkatan aktivitas SOD
dibandingkan pemberian pakan standar atau mie terigu. Mie umbi-umbian
mengandung fenol yang dapat berperan sebagai antioksidan. Setelah 4 minggu
pemberian mie umbi-umbian pada kondisi peroksidasi, tikus menunjukkan aktivitas
katalase yang hampir sama dengan tikus normal dan jauh lebih tinggi dibandingkan
tikus yang diberi pakan standar dan mie terigu(Estiasih et al., 2013).
Pemberian mie umbi-umbian selama 4 minggu belum menunjukkan kadar MDA
hepar yang mendekati kadar MDA hepar kelompok tikus normal yang tidak
mengalami peroksidasi dan diberi pakan standar. Pemberian mie umbi-umbian
selama 4 minggu belum menunjukkan aktivitas SOD yang mendekati aktivitas SOD
hepar kelompok tikus normal (Estiasih et al., 2013).
Mie umbi-umbian menghasilkan histopatologi hepar yang beragam bergantung
jenis mie. Mie gadung menunjukkan susunan hepatosit yang teratur tetapi sinusoid
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 88Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
bersifat longgar. Mie gembili menunjukkan hepatosit yang teratur dan sinusoid yang
cukup rapat. Mie ubi kelapa menunjukkan susunan hepatosit yang kurang teratur
dan sinusoid yang agak longgar (Estiasih et al., 2013).
KESIMPULAN
Umbi-umbian keluarga Dioscoreacea (gembili, gadung, ubi kelapa) mempunyai
senyawa bioaktif yang berkhasiat obat. Hasil-hasil penelitian yang telah ada dari
keluarga Dioscoreacea menunjukkan bahwa keluarga Dioscoreaceae mengandung
senyawa bioaktif berupa dioscorin, diosgenin, dan polisakarida larut air (PLA). Dalam
bentuk pangan olahan, mie dan beras sehat dari umbi Dioscorea sp mempunyai
kemampuan menurunkan kadar gula darah, kolesterol darah, dan tekanan darah
tinggi. Mie dan beras sehat dari keluarga Dioscorea sp juga mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan dan hepatoprotektor. Berdasarkan kandungan senyawa bioaktif
dalam umbi-umbian Dioscorea sp, umbi-umbian ini berpotensi dikembangkan
sebagai pangan fungsional.
UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih disampaikan kepada Badan Litbang Pertanian,
Kementerian Pertanian atas pendanaan penelitian KKP3N Tahun 2013-2014 yang
hasil penelitian tersebut berkontribusi terhadap tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2006.Yam.http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Yam. Tanggal akses18 November 2009.
Anonymous. 2007. Budidaya Gadung. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan -Departemen Pertanian. Tanggal akses November 2008.
Anonymous. 2009. Diabetes Mellitus. http://www.ilmukeperawatan.com/asuhankeperawatan_diabetes_mellitus.html.Tanggal akses 28 Nvember 2009.
Anonim. 2009. Dioscorea alata.www.ecocrop.fao.org. Tanggal akses 4 Maret 2012Anonim.2010. Dioscorea alata.http://vocroyalresources.com/yam.html. Tanggal akses 14
Maret 2012Anonim.2012a. Diosgenin.www.wikipedia.org. Tanggal akses 25 Maret 2012Anonim. 2012b. Dioscorine. Merck and Co., Inc, Whitehouse Station, New York Tanggal
akses 18 Desember 2012Behera, K.K., Santilata,S., andAratibala,P.2010.Biochemical Quantification of Diosgenin
and Ascorbic Acid from the Tubers of Different Dioscorea Species Found inOrissa.Libyan Agriculture Research Center Journal Internation. 1(2): 123-127
Brand-Miller,J. Wolever, T.M.S., Colagiuri, S., and Foster-Powell,K. 2000. Glycemic Index,Carbohydrate and Fat.www.glycemicindex.ca/glycemicindexfoods.pdf. Diaksestanggal 2 Juli 2010.
Braun, L. 2008.Wild Yam Dioscorea sp. Complementary Medicine March/April.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 89Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Broadbent, J.L. and H. Schnieden. 1957. A Comparison of Some PharmalogicalProperties of Dioscorine and Dioscine. British Journal Pharmacology 13: 213-216
Champagne, A. G. Hilbert, L. Legendre, andV. Lebot. 2011. Diversity of anthocyaninsandother phenolic compounds among tropical root crops from Vanuatu, SouthPacific. Journal of Food Composition andAnalysis Vol. 24: 315–325.
Chan,Y-C., C-K. Hsu, M-F.Wang, J-W.Liao, danT-Y.Su. 2006.Beneficial Effect of Yamon The Amyloid β-Protein, Monoamine Oxidase B andCognitive Deficit in Micewith Accelerated Senescence.Journal of Science Food andAgricultureVol.86:1517–1525.
Chou, S-T., B-H.Chiang, Y-C.Chung, P-C.Chen, andC-K.Hsu.2006. Effects of StorageTemperatures on The Antioxidative Activity andComposition of Yam.FoodChemistry Vol.98: 618–623.
Colegate, S.M and R.J. Molyneux. 2000. Bioactive Natural Products : Detection, Isolation,and Structural Determination. Boca Raton : CRC Press
Corbiere, C., Liagre, B., and Bianchi A. 2003. Different Contribution of Apoptosis to TheAntiproliferative Effects of Diosgenin and other Plant Steroids, Hecogenin andTigogenin, on Human
Dweck, A.C. 2002.The Wild Yam: A Review. Personal Care Magazine 3.http://www.google.com.Tanggal akses 7 Januari 2009.
Estiasih, T. 2006. Teknologi dan Aplikasi Polisakarida dalam Pengolahan Pangan Jilid 1.Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Estiasih, T., Harijono, I. Santoso, E. Saparianti, andF.C. Nisaa. 2008. PengembanganTeknologi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), Ibu Hamil, andMenyusui diKabupaten Sampang.Bekerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan ProvinsiJawa Timur. Universitas Brawijaya. Malang.
Estiasih, T. danF. Rachman.2011.Efek Antihipertensi Dioscorin yang Terikat padaEkstrak Polisakarida Larut Air Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) secara InVivo.Laporan Penelitian, Universitas Brawijaya, Malang.
Estiasih, T. dan N. N. Rosyida. 2011. Efek Hipokolesterolemik Polisakarida Larut Air dariGadung (Dioscorea hispida Dennst.) yang Diekstrak dengan Berbagai Metode.Laporan Penelitian, Universitas Brawijaya, Malang.
Estiasih, T., Harijono, E. Saparianti, F.C. Nisaa, M.N.Cholis, danJ.M. Maligan. 2011.Kajian Pengembangan Beras Analog untuk Ibu Hamil-Menyusui andMasaPertumbuhan Berbasis Tepung Singkong Termodifikasi (Mocaf). LaporanKerjasama dengan BKP Propinsi Jawa Timur. Universitas Brawijaya. Malang.
Estiasih, T. dan D.A. Arini. 2012. Mie Instan untuk Penderita Hipertensi Berbasis TepungUmbi Uwi Putih (Dioscorea alata) andGluten.Laporan Penelitian. UniversitasBrawijaya. Malang.
Estiasih, T. AndS. Nugraheni. 2012. Efek Antihipertensi Mie Instan Berbasis TepungUmbi Gembili (Dioscorea esculenta L.) Dengan Penambahan Gluten Kering YangDiuji Secara In Vivo. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang.
Estiasih, T. dan I. Wulandari. 2012. Beras Analog Berbasis Umbi Gadung (Dioscoreahispida Dennst) andAlginat sebagai Pangan Berkhasiat Obat (Medicinal Foods)bagi Penderita Diabetes yang Diujikan secara In-Vivo.Laporan Penelitian.Universitas Brawijaya. Malang.
Estiasih, T., Harijono, W.B. Sunarharum, dan A. Rahmawati. 2012. Hypoglycemic Activityof Water Soluble Polysaccharides of Yam (Dioscorea hispida Dennts) Preparedby Aqueous, Papain, andTempeh Inoculum Assisted Extractions. World Academyof Science, Engineering, andTechnology Vol. 70: 323-329.
Estiasih, T., E. Ginting, K. Ahmadi, W.D.R. Putri, dan J.M. Maligan. 2013. Mie dan BerasSehat Fungsional dari Umbi-umbian Lokal Inferior. Laporan KKP3N Tahun 1,LPPM UB, Malang.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 90Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Estiasih, T., E. Ginting, K. Ahmadi, W.D.R. Putri, dan J.M. Maligan. 2014. Mie dan BerasSehat Fungsional dari Umbi-umbian Lokal Inferior. Laporan KKP3N Tahun 2,LPPM UB, Malang.
Gaidamashvili, M., Ohizumi Y., IijimaS., Takayama T., Ogawa T. andMuramotoK. 2004.Characterization of the Yam Tuber StorageProteins from Dioscorea batatasExhibiting Unique Lectin Activities.The Journal of Biological Chemistry. 279(25):26028-26035
Gunduc, N.andS.N. El. 2003.Assessing Antioxidant Activities of Phenolic Compounds ofCommon Turkish Food andDrinks on InVitro Low-Density LipoproteinOxidation.Journal of Food Science Vol. 68 No. 8: 2591-2595.
Gutteridge, J.M.C and B. Haliwell. 1996. Antioxidants in Nutrition, Health and Disease.Oxford University Press Inc. New York.
Harijono, T. Estiasih, W.B. Sunarharum, dan I.K. Suwita. 2012a. Efek HipoglikemikPolisakarida Larut Air Gembili (Dioscorea esculenta) yang Diekstrak denganBerbagai Metode. Jurnal Teknologi andIndustri PanganVol. XXIII No. 1: 1-8.
Harijono, T. Estiasih, dan J. Kusnadi. 2012b. Karakterisasi Sifat Fungsional dan BioaktifUbi Kelapa (Dioscorea alata) sebagai Bahan Baku Produk Pangan BerkhasiatObat (Medicinal Foods). Laporan Hibah Pascasarjana Tahun 1. LPPMUniversitas Brawijaya. Malang.
Herlina. 2012. Karakterisasi dan Aktivitas Hipolipidemik serta Potensi PrebiotikPolisakarida Larut Air Umbi Gembili (Dioscorea esculenta). Disertasi Doktor.Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang
Hsu, F. H., Y. H. Lin, M. H. Lee, C. L. Lin, and W. C. Hou. 2002. Both Dioscorin, TheTuber Storage Protein of Yam (Dioscorea alata cv. Tainong No. 1), and Its PepticHydrolysates Exhibited Angiotensin Converting Enzyme Inhibitory Activities. J.Agric. Food Chem. 50: 6109-6113.
Jeon, J.R., Lee, J.S., Lee, C.H., Kim, J.Y., Kim, S.D., Nam, D.H. 2006.Effect of EthanolExtract of Dried Chinese Yam (Dioscorea batatas) Flour Containing Dioscin onGastrointestinal Function in Rat Model.Archives of Pharmacal Research Vol 29No 5: Hal 348 – 353.
Kasno, A., Trustinah, Anwari, M., andB. Swasono.2008. Prospek Umbi Gadung sebagaiBahan Pangan dan Sumber Pendapatan.Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.
Ko, Y.H. and HsuK.W. 2009. Dioscorin Protects Tight Junction Protein Expression inA549 Human Airway Ephiteliun Cells From Dust Mite Damage. JournalofMicrobiology, Immunology and Infection42: 457-463
Kurnia, K. 2002. Cara Aman MengkonsumsiGadung.http://www.pikiranrakyat.com/cekt/1202/22/2002.Tanggal akses 20November 2009.
Liao, Y.H., C.H. Wang, C.Y. Tseng, H.L. Chen, L.L. Lin, and W. Chen. 2004.Compositional and Conformational Analysis of Yam Proteins by Near InfraredFourier Transform Raman Spectroscopy. J. Agric. Food Chem. 52: 8190-8196.
Lingga, P. 1986. Bertanam Ubi-Ubian. PT Penebar Swadaya. Jakarta.Liu, M.-J., Wang, Z., Ju, Y., Wong, R.N.-S. and Wu, Q.-Y. 2005. Diosgenin induces cell
cycle arrest andapoptosis in human leukemia k562 cells with disruption of Ca2+homeostasis.Cancer Chemoter Pharmacol. 55: 79-90.
Liu, Y-W., H-F.Shang, C-K.Wang, F-L.Hsu, andW-C.Hou.2007. ImmunomodulatoryActivity of Dioscorin, The Storage Protein of Yam (Dioscorea alata cv. Tainongno.1 Tuber.Food andChemical Toxicology Vol. 45: 2312-2318.
Liu, D.Z., H.J. Liang, C.H. Han, S.Y. Lin, C.T. Chen, M. Fan, andW.C. Hou. 2008.Feeding Trial of Instant Food Containing Lyophilized Yam Powder in HypertensiveSubjects. Journal Science Food Agriculture Vol. 89: 138-143.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 91Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Liu, Q., E. Donner, Y. Yin, R.L. Huang, and M.Z. Fan. 2009. The physicochemicalproperties andin vitro digestibility of selected cereals, tubers andlegumes grown inChina. Food Chemistry 99: 470–477.
Myoda, T., Y. Matsuda, T. Suzuki, T. Nakagawa, T. Nagai andT. Nagashima. 2006.Identification of soluble proteins andinteraction with mannan in mucilage ofDioscorea opposita Thunb.(Chinese yam tuber).FoodSci.Tech. Res.12(4): 299-302.
Nattapulwat, N.Purkkao, N.and Suwithayapanth, O. 2008.Evaluation of Native andCarboxymethyl Yam (Dioscorea esculenta) Starches as Tablet Disintegrants.Silpakorn U Science & Tech J. 2 (2): 18-25
Norton, S.A. 1998. Useful Plants of Dermatology III : Corticosteroids, Strophanthus, andDioscorea. J. Am Acad Dermatol. 38: 256-259
Olayemi, J,O. and Ajaiyeoba, E,O. 2007. Anti-inflammatory tudies of yam (Dioscoreaesculenta) extract on wistar rats. African Journal of Biotechnology Vol. 6 (16), pp.1913-1915. Department of Pharmacognosy, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria.
Panneerselvam, R. and Jaleel, C.A. 2008. Starch and sugar conversion in Dioscoreaesculenta tubers and Curcuma longa rhizomes during storage.Caspian J. Env.Sci.Vol. 6 No. 2 pp. 151~160.
Plantus.2008. Mengenal Plasma Nutfah TanamanPangan.http://anekaplanta.wordpress.com. Tanggal akses 2 Maret 2012
Putranto, C.T. 2002.Analisis Kelayakan Keripik Gadung (Dioscorea hispida Dennst.)Hasil Reprosessing Kajian Pengaruh Perendaman NaCl andNa Bisulfat.FakultasTeknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Rachman, F. 2011.Efek Antihipertensi Dioscorin yang Terikat pada Ekstrak PolisakaridaLarut Air Gadung (Dioscoreahispida Dennst.) SecaraIn Vivo. Skripsi. Jurusan Ilmudan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.Malang
Richana, N. dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi danTepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan Gembili. JurnalPascapanen I: 29-37.
Rubatzky,V.E. andYamaguchi. 1998. Sayuran Dunia I: Prinsip, Produksi, danGizi. Edisi II.Penerbit ITB. Bandung
Rukmana, R. 2001. Aneka Keripik Umbi. Kanisius.Yogyakarta.Shah, H.J. and Lele S.S. 2012. Extraction of Diosgenin, a Bioactive Compound from
Natural Source Dioscorea alata Var purpurae. Journal Analytical & BioanalyticalTechniques. 3(4):1-3
Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Penerbit Kanisius. YogyakartaStephen, A.M.. and S.C. Churms. 1996. Gums and Mucilages in Food Polysaccharides
and Their Applications.Marcel Dekker, Maddison Avenue. New York. 377-440Trowel, H. 1976. Definition of Dietary Fiber and hypotesis That It Is a Protective Factor for
Certain Diseases. Am J Clin Nutr.29: 417-427Uemura, T., Hira S., Mizoguchi N., Goto T., and Kawada T. 2010. Diosgenin Present in
FenugreekImproves Glucose Metabolism by Promoting Adipocyte DifferentiationInhibiting Inflammation in Adipose Tissues. Journal Molecular Nutrion FoodResearch. 54(11): 1596-1608.
Wardiyono. 2009. Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill.http://www.Dioscorea/browser.php.htm. Tanggal akses 25 Mei 2009.
Widowati, S. 2007. Sehat dengan Pangan Indeks Glikemik Rendah.Warta PenelitiandanPengembangan Pertanian Vol. 29 No. 3, 2007.
Yang, D-J.andJ-T. Lin.2008.Effects of Different Storage Conditions on Steroidal Saponinsin Yam (Dioscorea pseudojaponica Yamamoto) Tubers.Food Chemistry 110:670–677.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 92Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KARAKTERISTIK DAN SIFAT FISIKO KIMIATAHU KEDELAI-KACANG MERAH
Dedin F.Rosida1), Sarofa U 2)dan Priambodo A3)
1,2)Staf Pengajar Program Studi Teknologi Pangan FTI - UPN “Veteran” Jatim,Jl. Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya Jawa Timur
3)Alumni prodi Teknologi Pangan FTI – UPN “Veteran” Jatim,Email : [email protected]
ABSTRAKKedelai sebagai bahan dasar pembuatan tahu merupakan sumber protein nabati
yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Total produksi kedelai sekitar 80% untukmemenuhi kebutuhan pembuatan tahu dan tempe, sedangkan sebagian lainnya diolah untukkecap, susu kedelai, dan makanan ringan, oleh karena itu perlu adanya bahan lain yangdapat digunakan untuk menggurangi penggunaan kacang kedelai. Kacang merahmengandung protein yang tinggi.Protein kacang merah dapat digunakan untuk pembuatantahu. Tahu merupakan produk makanan yang cukup disukai oleh masyaakat Indonesia. Tahuberasal dari penggumpalan protein yang biasanya menggunakan larutan asam.Penggumpalan protein ini berdasarkan titik isoelektrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwaperlakuan terbaik adalah pada perlakuan proporsi kacang kedelai : kacang merah80:20 (b/b)dan penambahan asam asetat 10% yang menghasilkan tahu dengan kriteria penambahanasam asetat 10% yang memiliki kadar air 82,58%,kadar protein 8,91%, rendemen 154,07%tekstur (kekerasan)1,938 mm/gr det.
Kata kunci: Tahu, Kedelai, Kacang merah, titik isoelektrik, asam
ABSTRACTSoybeanasraw materialmanufacturing knowa sourceof vegetable proteinis
important.The totalsoybeanproductionabout 80% to needtofu andtempeh, while othersareprocessedforsoy sauce, soymilk, and snacks. Therefore it was need other materialsthatcanbeusedtoreduce usingsoybean. The red beancontainshigh protein. Red bean can be used astofu. Tofuis one of themost populartraditional foodprocessed usuallyderivedfromsoyaprotein.Red beanproteinwas coagulatedatisoelectricpointin the range ofpH4.6. The resultsshowedthat thebesttreatmentisthetreatment ofsoybeanproportions: red beans80:20(w / w)andthe addition of10% aceticacidwasproducedtofu with82.58% moisture content, protein8.91%, the yield of154.07%, texture1.938mm/g.sec
Keywords:Tofu, red beans, soybean, isoelectric point, acid
PENDAHULUANTahu merupakan makanan berprotein tinggi berbentuk gel yang dibuat dari
protein larut air dengan penambahan koagulan pada susu protein yang telah
dipanaskan. Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai disamping tempe
dan kecap yang sangat digemari di Indonesia. Komponen utama tahu terdiri dari
protein yang terekstraksi. Selama ini bahan baku pembuatan tahu yang dikenal
hanya kacang kedelai. Dalam beberapa tahun terakhir produksi kedelai di Indonesia
terus mengalami penurunan sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan. Oleh
karena itu, dibutuhkan alternatif bahan baku lain dalam pembuatan tahu yang bersifat
dapat mensubstitusi produk yang berbahan dasar kedelai.Kadar protein kacang
merah sekitar 24,4%(Kunia, 2008).
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 93Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Dalam proses pembuatan tahu beberapa faktor yang mempengaruhii
rendemen dan mutu tahu yang dihasilkan antara lain pemilihan bahan baku, bahan
penggumpal, cara penggilingan dan sanitasi proses pengolahan (Koswara, 2002)..
Menurut Shurleff dan Aoyagi (1979) bahan penggumpal tipe asam akan
menghasilkan kualitas tahu yang lebih baik dengan rendemen tahu yang lebih tinggi.
Larutan asam yang umum digunakan adalah asam organik seperti asam cuka atau
asam sitrat. Larutan asam digunakan untuk menggumpalkan protein pada titik
isoelektriknya.
Proses pembuatan tahu terdiri atas 2 bagian, yaitu pembuatan susu protein dan
penggumpalan proteinnya, dan sebagai zat penggumpal yang digunakan adalah
asam cuka, garam kalsium dan biang tahu. Dalam memperoleh mutu tahu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pemilihan bahan baku, bahan penggumpal,
ekstraksi dan sanitasi. Pemilihan bahan bakui mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menentukan cita rasa, kualitas dan efektifitas produk tahu. Proses
ekstraksi susu merupakan faktor yang menentukan jumlah protein dan jumlah zat gizi
lain yang terekstraksi. Kandungan gizi yang dihasilkan sangat tergantung dari proses
protein terekstrak.
Penggumpalan yang terlalu cepat menghasilkan tahu yang mudah hancur.
Sebaliknya, jika terlalu lambat maka rendeman tahu yang dihasilkan sedikit dan tahu
menjadi sangat lunak dan sukar dicetak. Dibutuhkan teknik dan keterampilan khusus
serta takaran bahan penggumpal yang tepat untuk bisa menghasilkan tahu yang baik.
(Supardi,1999).
METODOLOGIProses pembuatan tahu diawali dengan melakukan sortasi bahan baku dan
kemudian dilakukan penimbangan. Perendaman bahan baku dilakukan selama 8 jam
dilanjutkan dengan penggilingan biji kedelai atau kacang merah dengan air panas
dengan perbandingan 1 : 10 dan penyaringan menggunakan kain blacu. Pada filtrat
kacang merah dilakukan pengendapan pati terlebih dahulu dengan cara didiamkan
selama 1 jam. Filtrat dipanaskan sampai suhu 70o C selama 10 menit.
Asam asetat 10%,12,5%,15,% ditambahkan pada masing-masing perlakuan
proporsi kedelai dan kacang merah 80:20 ; 70:30 ; 60:40untuk dilakukan
penggumpalan dan diaduk perlahan. Penyaringan curd tahu dengan kain saring yang
diletakkan pada alat pencetak tahu.Pencetakan dan pengerpresan gumpalan tahu
sehingga diperoleh produk tahu, selanjutnya dilakukan analisa kualitas tahu meliputi :
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 94Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
kadar air, kadar protein, rendemen, pH, tekstur dengan penetrometer dan uji
organoleptik yaitu rasa, warna dan tekstur.
Data yang didapat dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan masing-masing terdiri dari dari 3
level dengan 3 kali ulangan. Bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan
dilanjutkan dengan uji DMRT (Gasperz, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASANKadar Air dan Protein Tahu
Hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa kacang kedelai yang
digunakan mengandung kadar air 7,48%, dan kadar protein 36,71%. Menurut
Anonymousa (1979), kedelai mempunyai kadar air 7,5% dan kadar protein 34,9%.
Hasil analisis pada bahan baku kacang merah yang digunakan mengandung kadar
air 12,12% dan kadar protein 25,82%. Adanya perbedaan hasil kandungan protein
dan kadar air dalam kedelai dan kacang merah dengan litelatur disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain jenis kedelai dan kacang merah, usia panen dan kondisi
lingkungan tempat tumbuh, proses pengolahan serta suhu dan waktu pengeringan
bahan.Nilai kadar air tahu dengan perlakuan proporsi kacang merah dan konsentrasi
larutan asam asetat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Nilai kadar air tahuPerlakuan Kadar air
Proporsi Asam (%)kacang merah: kacangkedelai asetat (%)
20:80 10 82.59a12,5 83.41 a
15 82.64 a
30:70 10 82.86 a
12,5 83.56 a
15 83.79 a
40:60 10 83.44 a
12,5 84.36 a
15 85.98 b
Keterangan : Nilai rata-rata diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan adanya perbedaan yangnyata (p≤0.05).
Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa, nilai rerata kadar air dari tahu perlakuan
proporsi kacang merah dan konsentrasi asam asetat dari hasil perhitungan,
menunjukkan bahwa nilai rerata kadar air berkisar antara 82,59% - 85,98%. Pada
proporsi kacang merah 20 dan kacang kedelai 80 dan proporsi kacang merah 30
dan kacang kedelai 70 pada konsentrasi asam asetat 10%, 12,5% dan 15% tidak
memberikan perubahan yang mencolok, tetapi pada proporsi kacang merah 40 :
kacang kedelai 60 mampu memberikan perubahan yang mencolok, hal ini
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 95Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
disebabkan karena pada proporsi kacang merah 40 : kacang kedelai 60 mempunyai
banyak pati sehingga air tertahan didalam pati tersebut dan tidak bisa keluar
walaupun dilakukan pengepresan, dan mengakibatkan tahu lunak dan mudah rusak
Hubungan antara perlakuan proporsi kacang merah dan konsentrasi larutan asam
asetat pada kadar air tahu ditunjukkan pada Gambar 1.
Pada Gambar1. menunjukkan bahwasemakin tinggi proporsi kacang merah
dan kacang kedelai dansemakin tinggi konsentrasi larutan asam asetat akan
menyebabkan kadar air tahu mengalami peningkatan karena pH penggumpalan
dibawah titik isoelektris sehingga air banyak yang terperangkap pada curd tahu dan
menyebabkan kandungan air mengalami peningkatan. Hal inisesuai dengan
pendapat Suhardi (1989), bahwa gaya tarik menarik protein meningkat pada pH titik
isoelektrik dan akan terjadi pengkerutan gel, air keluar sebagian dan dengan
menurunkan gaya tarik menarik yaitu pH jauh dari titik isoelektrik gel dapat
mengurung air dalam jumlah yang besar. Hal ini didukung oleh Kuntz dalam Suhardi
(1989) menyatakanbahwa muatan protein yang diatur pH dapat mempengaruhi
pengikatan molekul air oleh asam amino. Menurut Meyersdan Lee (1997), bahwa
jaringan yang terbentuk oleh senyawa protein berbentuk serabut dan bila terjadi
perubahan pH lingkungan, serabut-serabut akan berikatan satu sama lain
membentuk jaringan tiga dimensi dan air akan terkurung didalamnya.
Gambar 1. Hubungan antara perlakuan proporsi kacang merah : kacang kedelai dankonsentrasi larutan asam asetat terhadap kadar air tahu.
Nilai rerata kadar protein dari tahu perlakuan proporsi kacang merahdan
kacang kedelai dan konsentrasi asam asetat dari hasil perhitungan, menunjukkan
bahwa nilai rerata kadar protein tahu berkisar antara 8,10% - 8,92%. Perlakuan
proporsi kacang merah 20dan kacang kedelai 80 dengan konsentrasi larutan asam
asetat 10% memberikan nilai kadar protein tertinggi (8,91%), sedangkan perlakuan
proporsi kacang merah 40 : kacang kedelai 60 dengan konsentrasi larutan asam
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 96Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
asetat 15% memberikan nilai kadar protein terendah(8.14%). Hubungan antara
perlakuan proporsi kacang merahdan kacang kedelai dan konsentrasi larutan asam
asetat pada kadar protein tahu ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 2.Kadar protein tahuPerlakuan Kadar air
Proporsi Asam (%)kacang merah: kacangkedelai asetat (%)
20:80 10 8.92b12,5 8.72 b
15 8.80 b
30:70 10 8.60 b
12,5 8.54 b
15 8.36 b
40:60 10 8.39 b
12,5 8.30 b
15 8.10aKeterangan : Nilai rata-rata diikuti dengan huruf yang berbeda menyatakan adanya perbedaan
yang nyata (p≤0.05).
Gambar 2. Hubungan antara perlakuan proporsi kacang merah : kacang kedelai dankonsentrasi larutan asam asetat terhadap kadar protein tahu.
Pada Gambar 2. menunjukkan semakin rendah proporsi kacang merah
menyebabkan kadar protein tahu mengalami peningkatan. Pada saat penggumpalan
protein Ion H+ akan bereaksi dengan gugus fungsional pada protein sehingga beda
muatan antara molekul protein semakin kecil dan sifat kelarutannya semakin kecil
sehingga protein akan menggumpal dan mengendap. Pada perlakuan proporsi
kacang merah 20 dan kacang kedelai 80 dengan konsentrasi larutan asam asetat
10% memiliki pH 4,6 pada pH ini merupakan pH isoelektrik protein kacang kedelai
yaitu 4,5 dan juga mendekati titik isoelektrik kacang merah yaitu 4,6 sehingga pada
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 97Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
perlakuan ini diperoleh kadar protein yang paling tinggi karena protein kedelai dan
protein kacang merah kehilangan sifat kelarutannya dan mengendap.Pada proporsi kacang merah 40dan kacang kedelai 60 dengan konsentrasi
larutan asam asetat 12,5%,15% pH penggumpalan yaitu di kisaran 4,4 sampai 4,2 pada
pH tersebut terlalu jauh dari titik isoelektis protein kacang merah dan juga titik isoelektris
kedelai, sehingga kadar protein yang menggumpal akan sedikit sekali / pecah. Keadaan
itu juga terpengaruh dengan protein kacang merah yang lebih rendah dari pada protein
kedelai.
Bila suatu larutan protein mendekati titik isoelektrik, protein akan terdenaturasi
dan berkurang kelarutannya dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap.
Penggumpalan dengan menggunakan asam, ion hidrogen bereaksi dengan gugus
fungsional protein sehingga mengurangi muatan positif protein, akibatnya protein
tersebut dapat saling berkaitan dan membentuk jaringan 3 dimensi (Meyers dan Lee,
1997).
Menurut Indrasari (1991) kecilnya konsentrasi protein akan menurunkan jumlah protein
terkoagulasi atau menurunkan kekompakan gel protein. Menurut Ono, dkk (1991) dalam
Nuryati (2006) kekurangan atau kelebihan konsentrasi bahan penggumpal akan
menyebabkan kadar protein tahu menjadi rendah dan tahu kurang kompak.
Nilai pH KoagulasiNilai pH koagulasi pada semua perlakuan proporsi penggunaan bahan baku
berada pada nilai pH 4.6, sedangkan pada perlakuan penggunaan konsentrasi asam
asetat dapat diliat pada Tabel 3. Hasil penelitian Tabel 3, diketahui bahwa rerata pH
penggumpalan filtrat berkisar 4,4 - 4,6. Semakin tinggi konsentrasi larutan asam asetat
yang ditambahkan akan menurunkan pH filtrat secara nyata. Hal ini disebabkan adanya
ion H+ pada asam asetat yang akan menurunkan pH. Pada Proses penggumpalan
dipengaruhi oleh kadar protein, bahan penggumpal, konsentrasi bahan penggumpal dan
suhu penggumpalan (Watanabe, 1997).
Tabel 3.Nilai pH koagulasi Tahu
Asam Asetat Rerata pH koagulasi10 4,6 c
12,5 4,5 b
15 4,4 a
Keterangan : Nilai rata-rata didampingi huruf berbeda terdapat perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)
Tranggono (1988) menyatakan salah satu fungsi asam adalah untuk menurunkan
pH. Pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pH penggumpalan terdapat pada titik
isoelektrik protein kedelai dan protein kacang merah yaitu 4,5 dan 4,6. Hal ini didukung
oleh pendapat Shurleff dan Aoyagi (1979) dalam Nuryati (2006), yang menyatakan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 98Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
penambahan asam organik pada prinsipnyadapat menggumpalkan protein dengan cara
menurukan pH filtrat sampai dengan titik isoelektrik protein. Titik isoelektrik globulin
kedelai adalah 4,5 (Shurleff dan Aoyagi (1979) sedangkan menurut Zakaria (1996), titik
isoelektrik kacang merah adalah 4,6.
RendemenPada Tabel 4. Didapatkan rendemen tahu padaperlakuan proporsi kacang merah
dan konsentrasi larutan asam asetatberkisar 152.13% - 156.93%. Perlakuan proporsi
kacang merah 40: kacang kedelai 60 dengan konsentrasi larutan asam asetat 15%
memberikan nilai rendemen tertinggi (156.93%), sedangkan perlakuan proporsi kacang
merah 30: proporsi kacang kedelai 70 dengan konsentrasi larutan asam asetat 10%
memberikan nilai rendemen terendah (152,13%).
Tabel 4. Nilai rendemen tahu
Perlakuan Kadar airProporsi Asam (%)
kacang merah: kacangkedelai asetat (%)20:80 10 154.07b
12,5 155.29 b
15 153.86 b
30:70 10 152.13a12,5 155.22 b
15 154.67 b
40:60 10 156.34 b
12,5 155.75 b
15 156.93 b
Keterangan : Nilai rata-rata diikuti dengan huruf berbeda menyatakan perbedaan nyata (p≤0.05).
Hubungan antara perlakuan proporsikacang merahdan kacang kedelaiserta
konsentrasi larutan asam asetat terhadap rendemen tahu ditunjukkan pada Gambar
3.
Gambar 3. Hubungan antara perlakuan proporsi kacang merah : kacang kedelaidan konsentrasi larutan asam asetat terhadap kadar rendemen tahu.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 99Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada Gambar 3. Menunjukan bahwa semakin tinggi proporsi kacang merah
terhadap pembuatan tahu, akan menimbulkan rendemen yang tinggi. Hal ini
disebabkan kandungan pati kacang merah mengikat air pada saat pembuatan tahu.
Tingginya rendemen pada proporsi kacang merah 40 : kacang kedelai 60,
dikarenakan tingginya kandungan air pada tahu. Dengan penambahan asam cuka
15% pada saat penggumpalan protein akan menimbulkan pecahnya gumpalan
protein, dikarenakan titik isoelektris sudah tercapai. Sedangkan pada penambahan
konsentrasi asam cuka 10%, akan menghasilkan kondisi asam yang mendekati titik
isoelektris sehingga penggumpalan dapat dicapai mendekati optimal
Konsentrasi larutan asam asetat semakin tinggi sebagai penggumpal
menurunkan pH filtrat. Pada perlakuan proporsi kacang merah 20dan kacang kedalai
80 dan pH penggumpal mencapai kisaran 4,6 pada kisaran pH tersebut merupakan
pH isoelektrik protein kacang kedelai yaitu 4,5 dan pada pH tersebut kacang merah
juga mencapai titik isoelektrik yaitu 4,6 . Sehingga pada konsentrasi ini menurut teori
seharusnya diperoleh rendemen yang paling besar karena protein kedelai semakin
kehilangan sifat kelarutannya dan semakin mudah mengendap. Tetapi hal tersebut
diatas tidak terjadi pada tahu dengan campuran kacang merah ini, yang ternyata
rendemen yang paling tinggi terdapat pada tahu dengan penambahan proporsi
kacang merah 40 : kacang kedelai 60, yang diduga air terikat dengan kandungan pati
yang terdapat pada filtrat kacang merah walaupun sudah dilakukan pengendapan
terlebih dahulu dan tidak tercapainya titik isoelektris (4,5 – 4,6) kedua bahan kedelai
dankacang merah) dikarenakan terlalu asam (4,2) karena penambahan konsentrasi
asam asetat 15%.
Hal ini didukung oleh pendapat Suhardi (1989), bahwa pada pH selain pada
titik isoelektrisnya protein mempunyai muatan dan saling menolak tetapi pada titik
isoelektrik beda muatan antar molekul mengecil dan akhirnyamolekul-molekul saling
berdampingan membentuk agregat dan mengendap. Titik isoelektrik globulin kedelai
adalah 4,5 (Shurleff dan Aoyagi (1979)) sedangkan menurut Zakaria (1996), titik
isoelektrik kacang merah adalah 4,6.Menurut Utami (1992) dalam Nuryati (2006),
rendemen tahu dipengaruhi oleh kandungan protein susu, jenis dan konsentrasi
bahan penggumpal dan suhu penggumpalan.
TeksturPada Tabel 5. Dapat dilihat bahwa nilai rerata tekstur dari tahu perlakuan
proporsi kacang merah dan konsentrasi larutan asam asetat dari hasil perhitungan,
menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekstur berkisar antara 1.93 mm/gr.dtk - 2.48
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 100Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
mm/gr.dtk. Nilai rerata tekstur tahu dengan perlakuan proporsi kacang merahdan
kacang kedelaiserta konsentrasi larutan asam asetat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.Nilai tekstur tahuPerlakuan Kadar air
Proporsi Asam (%)kacang merah: kacangkedelai asetat (%)
20:80 10 1.94 a
12,5 2.03 a
15 1.94 a
30:70 10 2.04 a
12,5 2.11 a
15 1.96 a
40:60 10 2.11 a
12,5 2.41b15 2.48b
Keterangan : Nilai rata-rata diikuti huruf berbeda menyatakan adanya perbedaan nyata (p≤0.05).
Pada proporsi kacang merah 20 dan kacang kedelai 80 akan menghasilkan
tekstur yang lebih padat, karena protein menggumpal dengan baik karena jumlah
protein yang mengalami penggumpalan lebiih banyak dari pada proporsi kacang
merah 30 : kacang kedelai 70 dan kacang merah 40 : kacang kedelai 60. Hubungan
antara perlakuan proporsi kacang merah dan konsentrasi larutan asam asetat pada
tekstur tahu ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan antara perlakuan proporsi kacang merah dan kacang kedelaisertakonsentrasi asam asetat terhadap tekstur tahu.
Pada Gambar 4menunjukkan bahwasemakin tinggi proporsi kacang
merahdan kacang kedelaiserta semakin tinggi konsentrasi larutan asam asetatakan
Tekstur(mm/gr.d
tk
20 : 80 30 : 70 40:70Proporsi Kacang Merah : Kacang Kedelai
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 101Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
menyebabkan tekstur tahu yang dihasilkan lunak. Hal ini dapat terjadi karena
semakin tinggi proporsi kacang merah : kacang kedelai dengan semakin tinggi
konsentrasi larutan asam asetat akan semakin lunak ditandai dengan nilai rerata
tekstur yang semakin besar. Hal ini disebabkan kadar air kacang merah lebih tinggi
dan kadar protein lebih rendah dibandingkan kedelai yaitu 12,12% dan 22,82%
sesuai dengan hasil analisis bahan baku. Konsentrasi larutan asam asetat semakin
tinggi dapat menurunkan tekstur tahu. Protein masih bersifat larut menyebabkan gel
yang terbentuk sedikit dan air yang terkurung dalam gel semakin banyak sehingga
tahu yang dihasilkan semakin lunak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kriswindari
(1998) dalam Nuryati (2006) bahwa terbentuknya gel pada produk mempengaruhi
tekstur pada produk. Hal ini dikuatkan pendapat Shurleff dan Aoyagi (1979) bahwa
banyak bahan penggumpal yang ditambahkan berpengaruh terhadap pH
penggumpalan dan pada kekompakan tahu.
Menurut Ono, dkk (1991) dalam Nuryati (2006) kekurangan atau kelebihan
konsentrasi bahan penggumpal akan menyebabkan kadar protein tahu menjadi
rendah dan tahu kurang kompak. Sedangkan menurut Winarno (1995) air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan.
Uji Organoleptik Rasa TahuBerdasarkan Tabel 6 nilai kesukaan panelis terhadap rasa tahu berkisar
antara 65,5-133,5. Tahu dengan perlakuan proporsi kacang merah 20 dan kacang
kedelai 80 dengan konsentrasi larutan asam asetat 10% mempunyai jumlah ranking
yang paling tinggi terhadap kesukaan rasa (133,5) hal ini disebabkan titik isoelektris
tercapai(4,6) sehingga penggumpalan protein tercapai juga dan mengakibatkan
kandungan peptida pada tahu proporsi 20 dan kacang kedelai 80 tinggi dan akan
menimbulkan rasa gurih, sehingga panelis menyukai tahu dengan proporsi kacang
merah 20 dan kacang kedelai 80 sedangkan perlakuan proporsi kacang merah 40
dan kacang kedelai dengan konsentrasi larutan asam asetat 15% mempunyai jumlah
ranking yang paling rendah (65,5). Hal ini karena proporsi kacang merah 20 dan
kacang kedelai 80 dengan konsentrasi asam sitrat 10% rasa tahu yang dihasilkan
khas tahu dan sedikit asam, sedangkan pada proporsi kacang merah 40 dan kacang
kedelai 60 dengan konsentrasi asam asetat 15% rasa tahu yang dihasilkan langu dan
cenderung asam. Winarno (2004) menyatakan bahwa rasa asam ditentukan oleh
konsentrasi ion hydrogen. Hal ini didukung oleh pendapat Tranggono (1988) bahwa
penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai dengan naiknya konsentrasi
ion hidrogen (H+).
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 102Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Tabel 6. Nilai ranking uji kesukaan rasa tahuPerlakuan Kadar air
Proporsi Asam (%)kacang merah: kacangkedelai asetat (%)
20:80 10 133.512,5 121.515 110
30:70 10 13112,5 98.515 98
40:60 10 124.512,5 9115 65.5
Keterangan: Semakin tinggi nilai maka semakin disukai
Sudarmadji (2006) proses pemanasan menyebabkan protein dalam bahan
pangan mengalami perubahan dan membentuk persenyawaan dengan bahan lain
yang membentuk rasa dan aroma makanan. Sedangkan menurut Kinsela (1982),
protein makanan memiliki sifat fungsional dalam pembentukan dan pengikatan
rasa.Demikian juga semakin tinggi proporsi kacang merah yang ditambahkan rasa
tahu menjadi agak langu. Rasa langu (beany flavor) disebabkan oleh enzim
lipogenase menghidrolisa atau menguraikan lemak kacang merah sehingga
menimbulkan rasa langu (Koswara, 2003).
Uji Organoleptik WarnaWarna merupakan salah satu parameter fisik yang penting dari suatu bahan
pangan. Kesukaan konsumen terhadap suatu bahan pangan juga sangat ditentukan
oleh warna. Menurut Winarno (1995), secara fisik faktor warna merupakan hal yang
sangat penting menentukan suatu mutu bahan pangan. Suatu bahan yang dinilai
bergizi, enak, teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna
yang tidak sedap dipandang atau menyimpang dari warna yang seharusnya. Jumlah
ranking perlakuan proporsi kacang merah : kacang kedelai dengan konsentrasi
larutan asam asetatpada tahu dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.Nilai ranking uji kesukaan warna tahuPerlakuan Kadar air
Proporsi Asam (%)kacang merah: kacangkedelai asetat (%)
20:80 10 102.512,5 14615 125
30:70 10 11712,5 12415 130
40:60 10 8412,5 88.515 80
Keterangan: Semakin tinggi nilai maka semakin disukai
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 103Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Berdasarkan Tabel 7. Diatas nilai kesukaan panelis terhadap warna tahu
berkisar antara 80- 146. Tahu dengan perlakuan proporsi kacang merah 20dan
kacang kedelai 80 dengan konsentrasi larutan asam asetat 12,5% mempunyai
jumlah ranking yang paling tinggi terhadap kesukaan warna (146) sedangkan
perlakuan proporsi kacang merah 40 : kacang kedelai60 dengan konsentrasi larutan
asam asetat 15% mempunyai jumlah ranking yang paling rendah (80). Warna tahu
pada perlakuanproporsi kacang merah 40 : kacang kedelai 60 adalah berwarna
coklat,yang dikarenakan tingginya kandungan kadar gula reduksi pada tahu dan akan
berubah menjadi coklat pada saat dilakukan penggorengan.Warna coklat yang
ditimbulkan setelah proses pengolahan tahu disebabkan proses penggorengan
karena adanya reaksi maillard . Menurut Winarno (1995), timbulnya reaksi maillard
akibat bereaksinya protein dan gula sederhana pada suhu tinggi.
Uji Organoleptik TeksturTekstur merupakan salah satu parameter fisik uji kesukaan konsumen
terhadap produk pangan. Jumlah ranking perlakuan proporsi kacang merah dan
konsentrasi larutan asam asetat pada tahu dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai ranking uji kesukaan tekstur tahuPerlakuan Kadar air
Proporsi Asam (%)kacang merah: kacangkedelai asetat (%)
20:80 10 12212,5 11715 117
30:70 10 12512,5 117,515 118
40:60 10 96,512,5 89,515 82
Keterangan: Semakin tinggi nilai maka semakin disukai
Berdasarkan Tabel 8. Diatas nilai kesukaan panelis terhadap tekstur tahu
berkisar antara 82 -125. Proporsi kacang merah 40 : kacang kedelai 60 dengan
konsentrasi asam asetat 15% memiliki tekstur yang mudah hancur. Sedangkan pada
proporsi kacang merah30dan kacang kedelai 70 dengan konsentrasi asam asetat
10% memiliki tekstur yang kenyal. Tekstur yang kenyal pada tahu dikarenakan
penggumpalan protein mencapai titik paling mendekati pH isoelektrik sehingga air
yang terkurung paling sedikit dan curd yang terbentuk banyak. Hal ini sesuai
pendapat Winarno (1995) bahwa air dalam bahan berpengaruh pada kenampakan,
tekstur dan citarasa makanan.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 104Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KESIMPULANHasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kacang merah 20 :
kacang kedelai 80 dengan konsentrasi larutan asam sitrat 10% merupakan perlakuan
terbaikdengan kandungan kadar air 82,58%, kadar protein 8,91 % dan tekstur 1,93
mm/gr.dtk. Hasil rata-rata uji hedonik menunjukkan nilai rasa (suka) 133,5, warna
(suka) 102,5 dan tekstur (suka) 122
DAFTAR PUSTAKAAnonimousi . 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Gaspers, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung.
Indrasari, S. D. 1991. Sifat Fisik dan Kimia Varietas Kedelai dan Hubungannyadengan Rendemen Tahu. Media Penelitian Sukamandi No 9.
Koswara, S. 1992. Teknologi pengolahan Kedelai. Penerbit Pustaka Sinar Harapan,Jakarta.
Meyers dan Lee, 1997., Food Chemistry. Reinstold Publishing, New York.
Nuryati, Anna. 2006.Efeksifitas Asam Sitrat Sebagai Bahan Penggumpal danPengawet Pada Produk Tahu . Skripsi, Jurusan teknologi Pangan. FakultasTeknologi Industri. Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” jatim.Surabaya
Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1979. Tofu and Soymilk Production. The Book of Tofu.Newmage Food Study Center. Lafayette.
Suhardi. 1989. Kimia Suprapti, L. 2005. Kembang Tahu dan Susu Kedelai. Kanusius,Yogyakarta.
Supardi I, Sukamto.1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan.Penerbit Yayasan Adi Karya IKAPI, Bandung.
Watanabe. T. 1997. Science of Tofu-Easy to Uderstand. Food Journal co., Ltd.Kyoto
Winarno, F.G., 1995. Gizi dan Makanan. PT. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Zakaria, F.R. 1996. Isolasi dan Karakteristik Protein Kacang Merah (Phaseolusvulgaris) dan Kacang Tolo (Virna unguiculata) Lokal Serta Pangujian SifatAntigeniknya Sebelum dan Sesudah Fermentasi Asam Laktat. Bul. Tek. DanIndustri. Vol no.2
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 105Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KAJIAN JENIS MINYAK NABATI DAN PENAMBAHAN KUNING TELURAYAMKAMPUNGTERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA
DAN ORGANOLEPTIK MAYONES(Study Of Types Of Vegetable Oil And Addition Of Eggs Yolk
Free-Range Chicken On Physico-Chemical And Organoleptic Mayonnaise)
Ratna Yulistiani*), Sudaryati .HP*), dan Sri Yuni Hartiningsih**)*)Staf Pengajar Progdi Teknologi .Pangan, FTI UPN “Veteran” Jatim
**)Alumni Progdi Teknologi Pangan, FTI UPN “Veteran” JatimJl. Raya Rungkut Madya Gunung Ayar Surabaya 60294
Email :[email protected]
ABSTRAKMayones merupakan produk olahan pangan dengan sistem emulsi minyak dalam air
(o/w).Penggunaan minyak nabati dan kuning telur dalam pembuatan mayones berpengaruhterhadap kualitas fisikokimia dan organoleptik produk mayones yang dihasilkan. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis minyak nabati dan konsentrasi kuning telur ayamkampung terhadapkualitas fisikokimia dan organoleptik mayones. Metode penelitianmenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor dan 2 kaliulangan. Faktor I : jenis minyak nabati (minyak kedelai ; minyak jagung ; minyak kacangtanah). Faktor II : penambahan kuning telur ayam kampung (8% ; 10% ; 12% b/b). Hasilpenelitian menunjukkan perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan jenis minyak jagung danpenambahan kuning telur 10% (b/b). Mayones tersebut mempunyai kadar air2,59%, kadarprotein1,725%, kadar lemak93,33%, stabilitas emulsi 91,665%, viskositas 8,5 Pas.Sedangkan uji organoleptik memiliki tingkat kesukaan terhadap penampakan umum 119,5,warna 133, aroma 156, dan rasa 143,5. Kandungan asam lemak tak jenuh dan asam lemakjenuh masing-masing sebesar 77,948% dan 20,003%.
Kata Kunci : mayones, minyak nabati, kuning telur ayam kampung, kualitas fisikokimiadanorganoleptic
ABSTRACTMayonnaise is a product processed food with oil-in-water emulsion system (o / w).
The use of vegetable oil and egg yolk in the mayonnaise production affect thephysicochemical and organoleptic quality mayonnaise products . The aims of this study toknow the influence of the type of vegetable oil and chicken egg yolk concentration of thephysicochemical and organoleptic quality of mayonnaise. The research method usesCompletely Randomized Design (CRD) factorial design with two factors and two replications.Factor I: types of vegetable oils (soybean oil; corn oil; peanut oil). Factor II: addition of eggyolk free-range chicken (8%; 10%; 12% w / w). The results showed the best treatment wasobtained from the treatment of types of corn oil and egg yolks adding 10% (w / w). Themayonnaise has a water content of 2.59%, 1.725% protein content, 93.33% fat content,91.665% emulsion stability, viscosity 8.5 Pas. While the organoleptic test has a level of 119.5preference for general appearance, color 133, 156 aroma and taste of 143.5. The content ofunsaturated fatty acids and saturated fatty acids each at 77.948% and 20.003%.
Keywords: mayonnaise, vegetable oil, chicken egg yolk, physicochemical and organolepticquality
PENDAHULUANMayones merupakan produk olahan pangan dengan sistem emulsi minyak
dalam air (o/w) dengan konsentrasi minyak yang tinggi, terbuat dari air, garam, gula,
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 106Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
minyak bunga matahari, cuka, kuning telur, ekstrak lemon, antioksidan, dan curcumin
(Laca et al., 2010). Pada umumnya minyak nabati merupakan sumber asam lemak
tidak jenuh, diantaranya terdiri dari asam lemak esensial omega-3 dan omega-6.
Jumlah minyak nabati yang ditambahkan dalam pembuatan mayones dapat
mempengaruhi stabilitas sistem emulsi.Karakteristik minyak yang digunakan sangat
berperan terhadap stabilitas emulsi mayones pada penyimpanan dingin. Jumlah
minyak jagung yang digunakan dalam pembuatan mayones sebesar 68 % dari total
berat mayones (Mutiah, 2002). Beberapa jenis minyak nabati yaitu minyak kedelai,
minyak jagung, dan minyak kacang tanah memiliki perbedaan komposisi asam
lemak tak jenuh.
Dalam aplikasinya, komponen zat pengemulsi (emulsifier) pada kuning telur
yaitu lesitin, memiliki kemampuan untuk berikatan dengan air maupun lemak karena
terdapat ikatan hidrofil dan hidrofob. Lesitin pada telur didominasi oleh kandungan
fosfatidil kolina yang tinggi, gliserolfosfolipid, rantai panjang asam lemak tak jenuh,
asam arakidonat, dan kandungan DHA yang tidak terdapat pada sumber lesitin
lainnya (seperti kacang-kacangan) (Handono, 2013).
Menurut Amertaningtyas (2011), mayones merupakan emulsi minyak dalam air
dengan kuning telur yang berfungsi sebagai pengemulsi. Kuning telur merupakan
pengemulsi yang baik karena kandungan lesitin pada kuning telur terdapat dalam
bentuk kompleks sebagai lesitin-protein. Tahapan penting pembuatan mayones
meliputi pencampuran kuning telur dan bumbu-bumbu dengan air, penambahan
minyak dan penambahan cuka sebagai fase larut air yang akan membantu
terbentuknya emulsi.
Salah satu faktor yang menentukan kualitas mayones yaitu stabilitas emulsi.
Keadaan fase internal, fase eksternal dan bahan pengemulsi berpengaruh terhadap
stabilitas emulsi yang dihasilkan. Lipoprotein dari kuning telur berperan sebagai
pengemulsi sehingga perubahan yang terjadi pada lipoprotein berpengaruh terhadap
stabilitas emulsi mayones. Kuning telur ayam kampung memiliki komposisi lesitin
lebih tinggi dibandingkan kuning telur jenis ayam yang lain sehingga baik digunakan
sebagai bahan pengemulsi mayones.
Pada pembuatan mayones ini menggunakan minyak nabati seperti minyak
kedelai, minyak jagung, dan minyak kacang tanah yang digunakan sebagai bahan
alternatif dan kuning telur ayam kampung dengan penambahan konsentrasi yang
berbeda sebagai emulsifier. Dengan demikian dapat memberikan pengaruh nyata
terhadap sifat fisiko-kimia dan organoleptik pada produk mayones yang dihasilkan.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 107Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
METODOLOGIBahan
Kuning telur ayam kampung, cuka, sari jeruk nipis, karboksimetil selulosa
(CMC), mustard berserta bumbu-bumbu, minyak nabati (minyak kedelai, minyak
jangung, dan minyak kacang tanah).
Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial
yang terdiri dari 2 faktor dan dua kali ulangan, Faktor I (A): Jenis minyak nabati A1 =
Minyak kedelai; A2 = Minyak jagung; A3 = MInyak kacang tanah dan Faktor II (B)
Penambahan kuning telur ayam kampung: B1 = 8 % (b/v); B2 = 10 % (b/v); B3 = 12 %
(b/v).
Prosedur Penelitian1. Persiapan bahan-bahan (minyak nabati, telur, CMC, mustard, air, garam, gula
halus, lada bubuk, sari jeruk nipis dan cuka)..
2. Analisa bahan baku minyak nabati, yaitu minyak kedelai, minyak jagung, dan
minyak kacang tanah (kadar protein, kadar lemak, dan kadar air).
3. Pemisahan kuning telur dari putih telur.
4. Penimbangan minyak nabati, kuning telur, CMC, mustard air, garam, gula halus,
lada bubuk, sari jeruk nipis dan cuka.Homogenisasi bahan-bahan yang terdiri
dari kuning telur ayam kampung sesuai perlakuan. CMC 0,2% (b/v), mustard
1,3% (b/v), garam 0,7% (b/v),
5. gula halus 0,6% (b/v), lada bubuk 0,4% (b/v)dengan menggunakan mixer
dengan kecepatan tinggi (knop pengatur kecepatan menunjukkan angka 3).
6. Penambahan masing-masing 100 ml minyak kedelai ; minyak jagung ; minyak
kacang tanah sedikit demi sedikit agar adonan teremulsi dengan baik.
7. Penambahan 4% (v/v) sari jeruk nipis.
8. Penambahan 1% (v/v) cuka.
9. Penambahan 6% (v/v) air
10. Pengisian dalam wadah tertutup rapat.
11. Analisa sifat organoleptik (warna, aroma, rasa, dan penampakan umum ), sifat
kimia (kadar air, kadar protein, dan kadar lemak), dan sifat fisik (stabilitas emulsi,
viskositas, dan ukuran globula lemak) mayones.Sample terbaik dari fisiko-kimia
dan organoleptik dilanjutkan dengan analisa asam lemak
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 108Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
HASIL DAN PEMBAHASANHasil Analisa Bahan Baku
Tabel 1. Kadar kimia bahan baku minyak nabatiParameter
(%) Minyak Kedelai Minyak Jagung Minyak Kacang Tanah
Ka. airKa. proteinKa. lemak
0,02960,031599,6623
0,02390,020199,8769
0,01940,018399,89
1. Kadar ProteinTabel 2. Perbedaan jenis minyak nabati secara statistik tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap rerata kadar protein. Hal ini karena ketiga jenis
minyak nabati memiliki kadar protein yang hampir sama (Tabel 1).Tabel 2. Nilai rerata kadar protein mayones dengan perlakuan jenis minyak nabati
JenisMinyak Nabati
Nilai RerataKadar Protein
(%)Minyak kedelaiMinyak jagungMinyak kacang tanah
1,93 ± 0,2205tn1,74 ± 0,1415tn1,71 ± 0,3304tn
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masingpengamatan menunjukkan tidakberbeda nyata pada taraf 5% (Uji Tukey)
tn = Tidak Nyata
Tabel 3. Menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi kuning telur,
secara nyata menunjukkan peningkatan nilai rata-rata protein mayones. Hal ini
disebabkankadar protein kuning telur tinggi, yaitu 16,3% (Anonim(a) , 2011),
Pernyataan ini didukung oleh Amertaningtyas (2011), bahwa dengan peningkatan
konsentrasi kuning telur ayam buras akan meningkatkan kadar protein mayones
secara nyata.
Tabel 3.Nilai rerata kadar protein mayones dengan perlakuan konsentrasi kuningtelur
Konsentrasi kuning telur(%)
Nilai reratakadar protein
(%)81012
1,63 ± 0,2013b1,74 ± 0,0909ab2,01 ± 0,2724a
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing pengamatan menunjukkan berbedanyata pada taraf 5% (Uji Tukey)
2. Kadar LemakTabel 4. Menunjukkan perbedaan jenis minyak nabati secara statistik tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap kadar lemak mayones. Hal ini
karena kadar lemak ketiga jenis minyak nabati yang digunakan hampir sama (Tabel1).
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 109Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Tabel 4. Nilai rerata kadar lemak mayones dengan perlakuan jenis minyak nabati
JenisMinyak Nabati
Nilai Rerata Kadar Lemak(%)
Minyak kedelaiMinyak jagungMinyak kacang tanah
92,63 ± 1,518tn93,49 ± 1,013 tn
93,83 ± 1,005 tn
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing pengamatan menunjukkan tidak berbedanyata pada taraf 5% (Uji Tukey)
tn = Tidak Nyata
Tabel 5. Menunjukkan semakin tinggi konsentrasi kuning telur, secara nyata
menyebabkan peningkatan kadar lemak mayones. Hal ini disebabkan karena kadar
lemak kuning telur tinggi, yaitu 31,9% (Anonim(a) , 2011), sehingga dengan
meningkatnya konsentrasi kuning telur, berpengaruh secara nyata terhadap
peningkatan kadar minyak. Hal ini sesuai dengan penelitian Amertaningtyas (2011),
yang mengemukakan bahwa peningkatan konsentrasi kuning telur ayam buras akan
meningkatkan kadar lemak mayones.
Tabel 5. Nilai rerata kadar lemak mayones denganperlakuan konsentrasi kuning telurKonsentrasi kuning telur
(%)Nilai reratakadar lemak
(%)81012
92,25 ± 1,219a93,34 ± 0,747ab94,35 ± 0,745b
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing pengamatan menunjukkan berbedanyata pada taraf 5% (Uji Tukey)
3. Kadar AirTabel 6. Menunjukkan perbedaan jenis minyak nabati secara statistik tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap kadar air mayones. Hal ini
dkarena ketiga jenis minyak nabati yang digunakan memiliki kadar air yang hampir
sama.
Tabel 6. Nilai rerata kadar air mayones dengan perlakuan jenis minyak nabatiJenis
Minyak NabatiNilai Rerata Kadar Air
(%)Minyak kedelaiMinyak jagungMinyak kacang tanah
2,85 ± 0,4749 tn
2,60 ± 0,1523 tn
2,54 ± 0,1418 tn
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing pengamatan menunjukkan tidakberbeda nyata pada taraf 5% (Uji Tukey)tn = Tidak Nyata
Pada Tabel 7. Menunjukkan semakin tinggi konsentrasi kuning telur yang
digunakan, secara nyata menunjukkan peningkatan kadar air mayones. Peningkatan
ini disebabkan karena kuning telur memiliki kadar air tinggi, yaitu 49,4% (Anonim(a),
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 110Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2011). Hal ini diperkuat oleh pendapat Amertaningtyas (2011), yang menyatakan
bahwa peningkatan konsentrasi kuning telur ayam buras akan meningkatkan kadar
air mayones pada setiap perlakuan.
Tabel 7. Nilai rerata kadar air mayones dengan perlakuan konsentrasi kuning telurKonsentrasi Kuning Telur
(%)Nilai Rerata Kadar Air
(%)81012
92,25 ± 1,219a93,34 ± 0,747ab94,35 ± 0,745b
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masing pengamatan menunjukkanberbeda nyata pada taraf 5% (Uji Tukey)
4. Stabilitas EmulsiPada Tabel 8. Menunjukkan perlakuan jenis minyak nabati secara statistik tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap stabilitas emulsi mayones. Hal
ini disebabkan karena ketiga jenis minyak nabati yang digunakan memiliki kadar air
dan kadar protein yang tidak berbeda secara signifikan (Tabel 1). Menurut Mutiah
(2002), kestabilan emulsi dipengaruhi oleh keseimbangan proporsi air dan protein.
Jika jumlah air terlalu tinggi sedangkan protein dalam jumlah terbatas, akan
menyebabkan air cepat memisah karena protein yang ada tidak mampu mengikat
semua air dalam sistem sehingga dihasilkan kestabilan emulsi yang rendah.
Tabel 8. Nilai rerata stabilitas emulsi mayones dengan perlakuan jenis minyak nabatiJenis
Minyak NabatiNilai Rerata
Stabilitas Emulsi(%)
Minyak kedelaiMinyak jagungMinyak kacang tanah
91,520 ± 4,573 tn
90,863 ± 5,182 tn
90,607 ± 5,03 tn
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masingpengamatan menunjukkan tidak berbeda nyatapada taraf 5% (Uji Tukey)tn = Tidak Nyata
Tabel 9. Diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi kuning telur yang
digunakan, secara nyata menyebabkanpeningkatan stabilitas emulsi mayones. Hal
ini disebabkan karena lesitin dalam protein dalam kuning telur yang bersifat
emulsifier terdapat dalam bentuk yang kompleks sebagai lipoprotein. Jika bahan
pengemulsi (dalam hal ini protein) tersedia dalam jumlah yang cukup, maka akan
terbentuk lapisan antara dua fase sehingga dapat menstabilkan emulsi (Mutiah,
2002).
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 111Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Tabel 9.Nilai rerata stabilitas emulsi mayones dengan perlakuankonsentrasi kuning telur
Konsentrasi Kuning Telur(%)
Nilai RerataStabilitas Emulsi
(%)81012
85,103 ± 1,197c91,957 ± 0,349b95,930 ± 0,384a
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masingpengamatan menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (Uji Tukey)
ViskositasTabel 10. Menunjukkan perbedaan jenis minyak nabati secara statistik tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap viskositas. Hal ini disebabkan
karena pada minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak kacang tanah memiliki
kadar air dan kadar protein yang tidak berbeda secara signifikan (Tabel 1).Minyaknabati bertindak sebagai fase internal sangat mempengaruhi viskositas mayones,
sehingga pada konsentrasi yang berbeda akan memberikan perbedaan terhadap
viskositas mayones (Amertaningtyas, 2011).
Menurut Mutiah (2002), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas
adalah ukuran partikel yang halus mempunyai viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan emulsi yang memiliki partikel yang kasar, begitu pula emulsi
yang mengandung partikel-partikel seragam mempunyai viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan emulsi yang partikel-partikelnya tidak seragam.
Tabel 10. Nilai rerata viskositas mayonesdengan perlakuan jenis minyak nabati
JenisMinyak Nabati
Nilai RerataViskositas
(%)Minyak kedelaiMinyak jagungMinyak kacang tanah
8,83 ± 3,011 tn
8,33 ± 4,070 tn
8,00 ± 4,050 tn
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing pengamatan menunjukkantidak berbeda nyata pada taraf 5% (Uji Tukey)
tn = Tidak Nyata
Pada Tabel 11. Menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kuning telur,
secara nyata menunjukkan peningkatan viskositas mayones. Hal ini disebabkan
karena kuning telurmemiliki kadar protein tinggi, yaitu sebesar 16,3% (Anonim(a) ,
2011),Menurut Amertaningtyas (2011), peningkatan viskositas mayones sesuai
dengan meningkatnya konsentrasi kuning telur ayam buras, karena permukaan
molekul minyak dapat dilapisi dengan baik, sehingga dapat bersatu dengan air.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 112Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Tabel 11.Nilai rerata viskositas mayones dengan perlakuan konsentrasikuning telur
Konsentrasi Kuning Telur (%) Nilai Rerata Viskositas (%)81012
5,16 ± 1,941c8,66 ± 0,816b13,33 ± 0,816a
Ket: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada masing-masingpengamatan menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (Uji Tukey).
Globula LemakBerdasarkan hasil pengamatan mikroskopis, mayones dengan perlakuan
konsentrasi kuning telur 12%, terlihat bahwa ukuran globula lemak mayones lebih
kecil dan ukuran globula lemaknya lebih homogen jika dibandingkan dengan globula
lemak pada mayones dengan perlakuan konsentrasi kuning telur 10% dan 8%. Hal
ini disebabkan karena mayones dengan perlakuan konsentrasi kuning telur 12%
memiliki kadar protein yang lebih tinggi (Tabel 3) dibandingkan dengan mayones
dengan perlakuan konsentrasi kuning telur 10% dan 8%, sehingga berpengaruh pada
ukuran globula lemak mayones yang terbentuk.
Menurut Mutiah (2002), semakin tinggi jumlah protein yang ditambahkan,
semakin kecil ukuran globula yang dihasilkan. Peranan protein sebagai bahan
pengemulsi adalah mencegah bergabungnya kembali globula-globula minyak yang
terpisah akibat proses homogenisasi / pengocokan.Konsentrasi kuning telur (%)
8 10 12
Gambar 1.Keadaan mikrostruktur Mayones dengan pembesaran 40XKeterangan:A = Perlakuan minyak kedelai, B = Perlakuan minyak kedelaiC = Perlakuan minyak kedelai, D = Perlakuan minyak jagung, E = Perlakuan minyakjagung, F = Perlakuan minyak jagung H = Perlakuan minyak kacang tanah G = Perlakuanminyak kacang tanah I = Perlakuan minyak kacang tanah (pembesaran 40X)
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 113Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Uji OrganoleptikPenampakan Umum
Tabel 12. Nilai rerata skoring terhadap nilai penampakan umum mayones
PerlakuanJumlahRankingMinyak Nabati
Kons.Kuning Telur
(%)
Minyak Kedelai81012
114,5105117
Minyak Jagung81012
135,5119,5144
MinyakKacang Tanah
81012
115137,5137
Ket: Skor tertinggi paling disukai panelis
Panelis paling menyukai mayones dengan perlakuan minyak jagung dan
konsentrasi kuning telur tertinggi yaitu 12%. Hal ini disebabkan karena penggunaan
protein yang terdapat pada kuning telur ini dapat membentuk emulsi pada produk
mayones yang disukai oleh konsumen, dimana protein mampu mengikat air dalam
sistem.
WarnaTabel 13. Nilai rerata skoring terhadap nilai warna mayones
Perlakuan JumlahRankingwarnaMinyak Nabati
Kons.Kuning Telur
(%)
Minyak Kedelai81012
115122,5132,5
Minyak Jagung81012
123133145
MinyakKacang Tanah
81012
105,5120,5134
Ket: Skor tertinggi paling disukai panelis
Panelis paling menyukai mayones dengan perlakuan minyak jagung dan
konsentrasi kuning telur ayam kampung tertinggi yaitu 12%. Hal ini karena perlakuan
ini memiliki warna yang lebih cerah. Konsentrasi kuning telur yang semakin
meningkat dapat memberikan warna yang lebih cerah pada mayones yang
dihasilkan.Menurut Mutiah (2002),sifat pemberi warna ini hanya dimiliki oleh kuning
telur, yaitu dengan adanya pigmen kuning dari xantofil, lutein, beta karoten, dan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 114Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
kriptoxantin. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam pembuatan es krim, saus, custard
atau produk bakery.
AromaTabel 14. Nilai rerata skoring terhadap nilai aroma mayones
Perlakuan JumlahRankingAromaMinyak Nabati
Kons.Kuning Telur
(%)
Minyak Kedelai81012
108,5111,5125
Minyak Jagung81012
129156134
MinyakKacang Tanah
81012
113,5132116,5
Ket: Skor tertinggi paling disukai panelis
Panelis paling menyukai mayones dengan perlakuan minyak jagung dan
konsentrasi kuning telur ayam kampung tertinggi yaitu 10 %. Produk mayones
merupakan produk asam yang menggunakan cuka dan sari jeruk nipis sebagai
sumber asamnya. Diduga cuka dan sari jeruk nipis dapat menghilangkan bau amis
dari mayones. Adanya penambahan cuka akan menurunkan pH produk, sehingga
mayones digolongkan dalam makanan asam (Mutiah, 2002).Rasa
Tabel 15. Nilai rerata skoring terhadap nilai rasa mayones
PerlakuanJumlahRankingMinyak Nabati
Kons.Kuning Telur
(%)
Minyak Kedelai81012
96,5112,5130,5
Minyak Jagung81012
134143,5126,5
MinyakKacang Tanah
81012
117,5136128
Ket: Skor tertinggi paling disukai panelis
Panelis paling menyukai mayones dengan perlakuan minyak jagung dan
konsentrasi kuning telur 10 %. Hal ini disebabkan karena berhubungan dengan kadar
lemak mayones yang cukup tinggi dan juga terdapat kandungan protein, sehingga
menimbulkan sensasi rasa yang berbeda dan lebih disukai oleh panelis. Menurut
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 115Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Winarno (2002), penyebab terjadinya peningkatan rasa gurih dari suatu produk
ditentukan oleh besarnya kandungan protein dan lemak.
Penentuan Perlakuan TerbaikBerdasarkan hasil analisa dari parameter kimia, fisik dan organoleptik
menunjukkan bahwa perlakuan jenis minyak jagung dan konsentrasi kuning telur
10% merupakan kombinasi perlakuan terbaik. dengan kualitas fisiko-kimia kadar air
(2,59%), kadar protein (1,725%), kadar lemak (93,33%), stabilitas emulsi (91,665%),
viskositas (8,5 Pa.s) dan globula lemak (Gambar 2). Hasil uji organoleptik
karakteristik penampakan umum (119,5), warna (133), aroma (156), dan rasa (143,5).
Asam Lemak MayonesMayones dengan perlakuan minyak jagung dan konsentrasi kuning telur 10%
diekstraksi untuk mendapatkan lemaknya lalu dilakukan analisa Kadar asam lemak
menggunakan alat kromatografi gas (GC).
Tabel 15. Kadar asam lemak mayones dengan perlakuan minyak jagung dan konsentrasikuning telur ayam kampung 10%
Jenis Asam Lemak
JumlahRelatif
Asam Lemak(%)*
Asam Lemakper 5 gramMayones
(g)
Kalori AsamLemak(%)**
OleatLinoleatPalminatStearat
44,26033,68815,5764,427
0,08850,06740,03120,0088
0,03980,03030,01400,0036
Ket: * Persentase dari jumlah lemak total**Persentase berdasarkan pada kebutuhan 2000 kalori
Kandungan asam lemak yang paling tinggi pada mayones ini, yakni asam oleat
sebesar 44,260%, sedangkan pada asam stearat sebesar 4,427%memiliki asam
lemak paling rendah pada mayones dengan perlakuan minyak jagung dan
konsentrasi kuning telur 10%.Menurut Ketaren (2008), minyak jagung terdiri dari
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam palmitat dan asam stearat
yang terkandung dalam mayones ini berasal dari bahan baku minyak nabati yang
digunakan.. Golongan asam lemak jenuh yang menyusun trigliserida minyak jagung
adalah asam palmitat, asam stearat(Ketaren, 2008).
Mayones hasil terbaik ini kaya akan asam lemak tak jenuh. Minyak jagung
mengandung asam lemak tak jenuh yang terdiri dari 56% asam linoleat dan 30%
asam oleat (Ici, 2012). Terjadi penurunan kandungan asam linoleat pada mayones ini
karena asam lemak diduga telah mengalami perubahan ikatan rangkap menjadi
senyawa aldehid dan asam lemak jenuh.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 116Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
.
KESIMPULANHasil penelitian menunjukkan perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan jenis
minyak jagung dan penambahan kuning telur 10% (b/b). Mayones tersebut
mempunyai kadar air2,59%, kadar protein1,725%, kadar lemak93,33%, stabilitas
emulsi 91,665%, viskositas 8,5 Pas. Sedangkan uji organoleptik memiliki tingkat
kesukaan terhadap penampakan umum 119,5, warna 133, aroma 156, dan rasa
143,5. Kandungan asam lemak tak jenuh dan asam lemak jenuh masing-masing
sebesar 77,948% dan 20,003%.
DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas, Dedes dan Jaya, Firman. 2011. Sifat Fisiko-Kimia Mayonnaise denganBerbagai Tingkat Konsentrasi Minyak Nabati dan Kuning Telur Ayam Buras. JurnalIlmu-ilmu Peternakan 21 (1) : 1 – 6.
Anonima. 2011. Telur Ayam Kampung. www.scribd.com. [Diakses tanggal 9 Maret 2014]
Handono, A. P. 2013. Pemanfaatan Tepung Umbi Suweg (Amorphophallus C) sebagaiSubstitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies dengan Penambahan KuningTelur. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional“Veteran” Jawa Timur. Surabaya.
Hanjada, A. L. 2013. Evaluasi Dampak Pengukusan Terhadap Kandungan Asam LemakJenuh dan Tak Jenuh Sosis Jamur Tiram. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri,Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Surabaya.
Ici, Indari. 2012. Daya Cerna Ransum yang Ditambahkan Minyak Jagung dan Minyak IkanLemuru pada Domba Lokal Calon Induk. Skripsi. Fakultas Peternakan, InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia(UI-Press). Jakarta.
Laca, A., Saenz, M. C., Paredes, B., Diaz, M. 2010. Rheological Properties, Stability andSensory Evaluation of Low-Cholesterol Mayonnaises Prepared using Egg YoldGranules as Emulsifying Agent. Journal of Food Engineering, 97 (2010) : 234 - 252.www.elsevier.com . [Diakses tanggal 9 Desember 2013].
Mutiah. 2002. Perbandingan Mutu Mayones Telur Ayam dan Mayones Telur Itik. Skripsi.Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syakdiyah, Chalimatus. 2011. Pengaruh Pengunaan Minyak Nabati Dalam Emulsi W1/OW2Terhadap Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak. Skripsi. Fakultas EkologiManusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.PEMBUATAN MINUMAN INSTAN DAGING KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L.)(Making of Mangosteen Pericarp Instant Drink (Garcinia mangostana L.))
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 117Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Sudaryati1 , Ratna Yulistiani1 , dan Halimatur Rosidah2
1)Dosen Progdi Teknologi Pangan, FTI, UPN “Veteran” Jatim2)Alumni Progdi Teknologi Pangan, FTI, UPN “Veteran” Jatim
ABSTRAKPengolahan kulit buah manggis menjadi produk minuman instan diharapkan
dapat memudahkan masyarakat dalam mengkonsumsi dan memanfaatkan khasiat-khasiat kulit buah manggis. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian“Karakteristik Produk Minuman Instan Daging Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)dengan penambahan Maltodekstrin dan Na-CMC. Penelitian ini, bertujuan untukmengetahui pengaruh penambahan maltodekstrin dan Na-CMC terhadap kualitasproduk minuman instan daging kulit buah manggis yang paling baik dan disukai konsumen.Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktoryaitu penambahan maltodekstrin (10 %, 15 %, dan 20 %) dan Na-CMC (1%, 1,5%, dan 2%).Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah pada penambahanmaltodekstrin 20% dan Na-CMC 2% yang menghasilkan produkminuman instan daging kulitbuah manggis dengan kriteria memiliki kadar air 2,6%, kadar abu 1,43%, rendemen14,52%, daya larut 98,18%, total fenol 1,06%, dan aktivitas antioksidan 91,78%.
Kata kunci : Instan, kulit buah manggis, antioksidan.
ABSTRACTThe processing of mangosteen pericarp into instant beverageproduct is
expected to facilitate people in consume and exploit functional properties of mangosteenpericarp. Based on this, there were research "Characteristics of Mangosteen PericarpInstant Drink (Garcinia mangostana L.) by the addition of Na-CMC and Maltodextrin. This studyaimed to determine the effect of addition of maltodextrin and Na-CMC in the bestquality and most likely mangosteen pericarp instant drink. This study used a completelyrandomized design (CRD) factorial with two factors, namely the addition of maltodextrin(10%, 15%, and 20%) and Na-CMC (1%, 1.5%, and 2%). The results showed that thebest treatment is the addition of maltodextrin 20% and 2% Na-CMC thatproducemangosteen pericarp instant drink with are has moisture content 2.6%, ashcontent1.43%, the yield 14.52%, capacity of solubility 98.18%, total phenol 1.06%andantioxid antactivity91.78%
Keywords : Instant, mangosteen pericarp, fruit, antioxidant
PENDAHULUANKulit buah manggis merupakan bagian terbesar dari buah manggis yang
dikategorikan sebagai limbah. Beberapa penelitian menujukkan bahwa kulit buah manggis
mengandung antioksi dan kompleks dengan kadar yang tinggi, terutama senyawa fenolik
atau polifenol termasuk di dalam nyaxanthon, fenol, tanin dan antosianin (Anonim, 2005)
Senyawa xanthon berperan sebagai antioksidan terbesar di dalam kulit buah manggis
tersusun atas zat-zat gizi meliput i: 3-Isomangostein,alpha-mangostin,beta-mangostin,gama-
mangostin,garcinonA,garcinonB,C,dan D (Puspaningtyas, 2013).
Kulit manggis yang memiliki banyak potensi mendorong perlunya penelitian
pemanfaatan kulit manggis agar lebih optimal. Salah satu pengolahan untuk
memperpanjang umur simpan dan nilai kandungan kulit manggis adalah dengan
memanfaatkannya sebagai bahan baku dalam pembuatan produk minuman instan.
Minuman instan diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengkonsumsi dan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 118Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
memanfaatkan khasiat-khasiat kulit mangis serta masyarakat mengetahui teknik yang benar
dalam penanganan kulit manggis.
Produk minuman instan adalah produk jenis minuman yang berdaya tahan lama,
cepat saji, dan praktis. Proses pembuatan minuman instan secara umum terdiri dari dua
tahapan, yaitu proses ekstraksi dan proses pengeringan (Hartomo,1993). Ekstraksi adalah
metode pemisahan dimana komponen - komponen terlarut dari suatu campuran
dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai. Pada umumnya
ekstrak siakan bertambah baik bila luas permukaan sampel yang bersentuhan dengan
pelarut makin luas. Semakin halus serbuk sampel, maka semakin baik hasil ekstraksinya,
tetapi dalam pelaksanaanya tidak selalu demikian karena ekstraksi masih tergantung juga
pada sifat fisik dan kimia sampel yang bersangkutan (Anonim, 2009).
Salah satu metode ekstraksi bahan alam, yaitu metode maserasi. Maserasi adalah
metode perendaman. Prinsip kerja ekstraksi ini adalah sampel direndam dalam pelarut
kemudian pelarut akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang
mengandung zat aktif sehingga zataktif akan larut, adanya perbedaan konsentrasi larutan
zat aktif didalam sel meyebabkan larutan yang terpekat di desak keluar ( Anonim, 2009).
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan cara menguapkan air terdebut dengan bantuan energi panas
(Wikepedia,2013).Biasanya kandungan air tersebut dikurangi sampai suatu batas tertentu
agar mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, 2002).
Permasalahan yang sering timbul pada pembuatan bubuk kulit manggis ini adalah
terjadinya pengendapan pada saat dilarutkandan juga terjadi kehilangan komponen-
komponen gizi yang peka terhada proses pengeringan dengan panas. Oleh karena itu perlu
ditamabahkan bahan pengisi yaitu maltodekstrin dan bahan penstabil yang juga berfungsi
sebagai bahan pengental yaitu Na-CMC (Srihari,Dkk., 2010).
Maltodekstrin digunakan sebagai bahan pengikat, Maltodekstrin merupakan salah satu
produk turunan pati yang dihasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim amilase.
Maltodekstrin dapat bercampur dengan air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan
mempunyai kemampuan sebagai perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak
enak serta tidak toksik (Blazek-Welsh, 2001 dalamYudha, 2008).Na-CMC merupakan
turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan untuk mendapatkan
tekstur yang baik (Winarno, 2002).Na-CMC akan memberi tekstur terhadap bahan karena
peranan natrium karboksimetil sebagai pengikat air, pengental, dan stabilisator campuran
konsentrasi Na-CMC yang makin meningkat ternyata diikuti dengan peningkatan
rendemen, kadar air dan total padatan terlarut (Warsiki,dkk., 1995)
METODOLOGIBahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk minuman instan ini adalah
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 119Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
daging kulit buah manggis yang didapat dari pasar tradisional Banyuwangi serta maltodekstrin
dan Na-CMC yang diperoleh dari toko bahan kimia Rungkut.
Alat yang digunakan dalam pembuatan produk minuman instan kult daging buah
manggis adalah Cabinet dryer, neraca analitik, blender, ayakan (60 mesh).
Prosedur Penelitian1. Prosedur pembuatan tepung daging kulit buah manggis :
a. Kulit manggis sebanyak 1000gr dibersihkan dari getah kuningnya dan dilakukan
pengupasan kulit terluar yang keras.
b. Setelah didapati daging kulit buahnya kemudian dilakukan pencucian dengan air
mengalir.
c. Daging kulit buah manggis yang telah bersih kemudian dilakukan pengecilan ukuran
± 0, 2 cm.
d. Setelah dilakukan pengecilan ukuran ± 0,2 cm, daging kulit buah manggis
direndam dengan air bersih selama 1jam.
e. Kemudian setelah dilakukan proses perendaman, air perendaman dibuang dan
dilanjutkan proses blanching dengan cara dikukus.
f. Tahapan berikutnya adalah blanching dengan menggunakan suhu 800C selama 5
menit.
g. Setelah proses blanching dilakukan tahap berikutnya adalah pengeringan,
Pengeringan yang digunakan adalah pengeringan menggunakan cabinet drayer dengan
suhu antara 550C selama 8 jam
h. Langkah berikutnya setelah kering adalah penggilingan dengan menggunakan
blender sebagai alat pengecil ukuran. Kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran
ayakan 60 mesh agar produk lebih seragam.
i. Jadilah tepung daging kulit buah manggis yang kemudian dianalisa total fenol dan
aktivitas antioksidan.
2. Prosedur pembuatan produk minuman instan daging kulit buah manggis
a. Setelah menjadi tepung daging kulit buah manggis dilakukan ekstraksi dengan
menggunakan ekstraksi dingin (maserasi) dengan menggunakan perbandingan air dan
tepung sebesar (1:10) dengan menggunakan suhu kamar selama 4 jam.
b. Setelah diekstraksi langkah berikutnya adalah dilakukan penyaringan dan diambil
filtratnya saja, sedangkan ampasnya dibuang.
c. Filtrat yang telah didapat kemudian ditambahkan maltodekstrin (10%, 15%, dan 20%)
dan Na-CMC (1%, 1,5%, dan 2%), kemudian dilakukan pengocokan dengan mixer
selama ± 10 menit supaya homogen.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 120Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
d. Kemudian setelah homogen dilakukan pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu
550C selama 8 jam.
e. Setelah kering dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan ukuran 60 mesh.
f. Produk minuman instan daging kulit manggis yang kemudian dilakukan analisa
meliputi: kadar air, kadar abu, daya larut, rendemen, total fenol,uji organ oleptik
(warna, aroma, dan rasa).
g. Perlakuan terbaik dilakukan analisa uji aktivitas antioksi danDPPH
HASIL DAN PEMBAHASANAnalisa Bahan Baku
Analisa bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman instan adalah
tepung kulit daging buah manggis, meliputi aktivitas antioksidan dan total fenol.
.Tabel 1. Hasil analisis tepung daging kulit buah manggis
Hasil analisa terhadap tepung daging buah manggis didapatkan aktivitas
antioksidan besar 95,49%, dan fenol sebesar 4,302%. Menurut DungirStevi,dkk(2012),
aktivitas antioksidan dan fenol pada ekstrak kering daging kulit buah manggis dengan
menggunakan pelarut metanol menghasilkan 96,61% dan 141.837 mg/kg.
Hasil yang lebih kecil tersebut disebabkan adanya perbedaan bahan baku,dan tempat
tumbuh.
Analisa Produk Minuman Instan Daging Kulit Buah ManggisTabel 2. Pengaruh penambahan maltodekstrin dan Na-CMC terhadap kadar air,
rendemen,daya larut,dan fenol produk minuman instan daging kulit buah manggis
Perlakuan Kadar Air%
Rendemen%
Daya Larut%
Total Fenol%Maltodekstrin % Na-CMC %
101 1,1 10,68 62,62 0,41,5 1,2 11,68 74,52 0,542 1,9 12,23 87,19 0,82
151 1,1 11,91 76,93 0,411,5 1,3 12,36 85,6 0,632 2,1 13,74 90,93 1,05
201 1,2 12,47 79,03 0,581,5 1,6 13,71 87,42 0,672 2,6 14,52 98,18 1,06
Kadar AirPada Tabel 2. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air serbuk instan
daging kulit buah manggis dengan perlakuan penambahan maltodekstrin dan Na-CMC
Parameter Hasil Analisa (%)
Aktivitas Antioksidan 95,49
Fenol 4,302
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 121Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
adalah berkisar antara 1,1 -2,6%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat
penambahan maltodekstrin dan Na-CMC,maka akan semakin meningkatkan kadar air
produk minuman instan daging kulit buah manggis. Hal disebabkan karena Na-GMG
dan maltodekstrin adalah bahan hidrokoloid yang bersifat hidrofilik serta mempunyai
gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hydrogen dengan molekulair.
RendemenPada Tabel 2. Menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen serbuk instan
daging kulit buah manggis dengan perlakuan penambahan maltodekstrin dan Na-CMC
adalah berkisar antara 10,6764 -14,5209%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
penambahan maltodekstrin dan Na-CMC, maka akan semakin besar pula rendemen
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pemakaian maltodekstrin sebagai bahan
pengisi (filler) sangat menguntungkan karena dapat meningkatkat total padatan dan
berat produk dalam bentuk bubuk demikian juga semakin banyak penambahan Na-
CMC, maka pengikatan komponen yang ada dalam filtrat oleh Na-CMC akan semakin
banyak dan jumlah rendemen akan meningkat.
Daya LarutPada Tabel 2. menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya larut produk instan
daging kulit buah manggis dengan perlakuan konsentrasi maltodekstrin dan Na-CMC
adalah berkisar antara 62,6167 - 98,1784%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
penambahan maltodekstrin dan Na-CMC maka, daya larut akan semakin tinggi.Hal ini
karena maltodekstrin dan Na-CMC memiliki sifat hidrofilik sehingga mempunyai
kelarutan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2002), maltodekstrin
merupakan oligosakarida yang sangat mudah larut dalam air, mampu mengikat zat-
zat yang bersifat hidrofilik sehingga mampu membentuk sistem yang terdispersi
merata dan memperbaiki tekstur bahan pangan, sedangkan Na-CMC adalah bahan
hidrokoloid bersifat hidrofilik dan mempunyai daya tarik terhadap air serta mempunyai
gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.
Total FenolPada Tabel 2. Menunjukkan bahwa nilai rata-rata total fenol produk instan
daging kulit buah manggis dengan perlakuan penambahan maltodekstrin dan Na-CMC
adalah berkisar antara 0,4047-1,0617%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
penambahan maltodekstrin dan Na-CMC maka total penolakan semakin tinggi.
Peningkatan total fenol ini disebabkan karena maltodekstrin dan Na-CMC yang berperan
sebagai bahan pengisi (filler) memiliki sifat membentuk lapisan film sehingga dapat
melindungi komponen flavor ,senyawa folatil dan senyawa lain yang rentan terhadap
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 122Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
panas. Sedangkan Na-CMC memiliki sifatsebagai stabilisator, butir-butir Na-CMCyang
bersifat hidrofilik akan meyerap air dan kemudian meyelubungi partikel-partikel terdipersi
sehingga bahan yang tersalut menjadi lebih sabil.
Kadar AbuTabel 3. Pengaruh penambahan maltodekstrin dan Na-CMC terhadap kadar abu
produkminuman instan daging kulit buah manggis
Pada Tabel 3. dapat diketahui bahwa penambahan maltodekstrin dan Na-
CMC pada pembuatan minuman instan daging kulit bauh manggis tidak terdapat
interaksi nyata. Akan tetapi masing-masing perlakuan memberikan pengaruh nyata
terhadap kadar abu. Hal ini dikarenakan maltodekstrin tidak memiliki kandungan
mineral, sehingga penambahan maltodekstrin yang semakin besar membuat kadar
air semakin tinggi dan rendemen semakin besar, sedang jumlah abu yang terdapat
pada bahan tetap sehingga kadar abu yang didapat semakin menurun.
Tabel 4. Pengaruh penambahan maltodekstrin dan Na-CMC terhadap kadar abu produkminuman instan daging kulit buah manggis.
Tabel 4. menunjukkan bahwa penambahan Na-CMC berpengaruh nyata terhadap
kadar serbuk minuman instan daging kulit buah manggis. Hal tersebut dikarenakan Na
tergolong dalam mineral makro, sehingga semakin tinggi penambahan Na-CMC maka
kandungan mineral semakin meningkat sehingga kadar abu semakin meningkat.
Uji OrganoleptikHasil uji organ oleptik produk minuman instan daging kulit buah manggis dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah ranking uji kesukaan warna, aroma, dan rasa produk minumaninstan daging buah manggis
Perlakuan Jumlah Rangking
PenambahanMaltodekstrin (%)
Kadar Abu (%)
10 2,94115 2,66420 2,214
Penambahan Na-CMC (%)
Kadar Abu (%)
1 1,6861,5 2,4752 3,558
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 123Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Maltodekstrin Na-CMC Warna Aroma Rasa
10%1% 96 87 111
1,50% 101 94 872% 94 85 92
15%1% 118 107 902% 115 96,5 892% 118 97,5 89
20%1% 86 110 114
1,50% 81 112 982% 94 112 131
WarnaHasil uji organ oleptik terhadap warna produk minuman instan daging kulit buah
manggis diperoleh jumlah ranking rata-rata antara 94 - 118. Secara perhitunggan statistik
diketahui perlakuan penambahan maltodekstrin dan Na-CMC tidak terdapat pengaruh
nyata. Akan tetapi secara uji organoleptik dengan perhitungan jumlah ranking panelis lebih
menyukai warna tidak terlalu coklat yaitu pada penambahan maltodekstrin 15%, sedangkan
pada penambahan maltodekstrin 10% warna yang didapat terlalu coklat, dan untuk
penambahan maltodekstrin 20% warna yang didapat terlalu pucat.
AromaHasil uji organ oleptik terhadap aroma produk minuman instan daging kulit buah
manggis diperoleh skor rata-rata antara 85-112. Secara perhitunggan statistik diketahui
perlakuan penambahan maltodekstrin dan Na-CMC tidak terdapat pengaruh nyata. Akan
tetapi secara uji organ oleptik dengan perhitungan jumlah ranking panelis lebih menyukai
aroma tidak khas manggis yaitu pada penambahan maltodekstrin 20%, sedangkan pada
penambahan maltodekstrin 10% aroma yang didapat masih sangat khas,dan untuk
penambahan maltodekstrin 15% aroma yang didapat tidak terlalu khas manggis.
RasaHasil uji organ oleptik terhadap rasa produk minuman instan daging kulit buah
manggis diperoleh jumlah rangking rata-rata antara 87-131. Secara perhitunggan statistik
diketahui perlakuan penambahan maltodekstrin dan Na-CMC tidak terdapat pengaruh
nyata. Akan tetapi secara uji organ oleptik dengan perhitungan jumlah ranking panelis lebih
menyukai rasamanisnya kuat yaitu pada penambahan maltodekstrin 20%, sedangkan pada
penambahan maltodekstrin 10% rasa yang didapat manisnya lemah, dan untuk
penambahan maltodekstrin 15% rasa yang didapat tidak terlalu manis.
KESIMPULANPerlakuan terbaik didapatkan bahwa produk minuman instan daging kulit buah
manggis dengan perlakuan penambahan maltodekstrin 20% dan Na-CMC2% menghasilkan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 124Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
kadar air 2,6%, rendemen 14,54%, daya larut 98,18%, dan total fenol 1,06% dan aktivitas
antioksidan 91,78%.
DAFTAR PUSTAKAAnonim,2009.Ekstraksi. http://www.majarimagazine.com. Diakses tanggal 17 Juni 2013.Fennema, O.R.1996.Food Chemistry.Univercity of Wiconsin-Madison, New YorkHartanti S., S. Rohma dan Tamtarini. 2003. Kombinasi Penambahan CMC dan Dekstrin
Pada Pengolahan Bubuk Buah Mangga Dengan Pengeringan Surya. ProsidingSeminar Nasional dan Pertemuan Tahunan PATPI (Juli),Yogyakarta.
Hartomo,A,J.,1993,Emulsi dan Pangan Instan Ber-Lesitin,Penerbit Andi Offset Yogyakarta,Yogyakarta
Puspaningtyas, D. E., 2013. The Miracle of Fuits. Agro Media Pustaka,Jakarta.Srihari, E., Lingganingrum, F.S.,Hervita, R.,Wijaya, H.,2010, Pengaruh Penambahan
maltodekstrin pada Pembuatan santan Kelapa Bubuk, http://www.eprints.Undip.ac.id.Diakses tanggal18 April 2013
Warsiki,E.,E,Hambali,Sunarmani dan M.Z., Nasution., 1995. Pengaruh jenis dankonsentrasi Bahan Pengisi terhadap Rancangan produk Tepung Instan SariBuah Nenas (Anahas Comous LMerr). Vol 5 (3). 172 - 178, IPB, Bogor.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta
KARAKTERISTIK MINUMAN EFFERVESCENT BINAHONG(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
(Kajian Perbandingan Binahong Dengan Air Dan Penambahan Dekstrin)
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 125Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Ulya Sarofa1), Enny Karti B.S1), Demy Surya A.W1)Dosen Progdi Teknologi Pangan, FTI, UPN “Veteran” Jatim2)Alumni Progdi Teknologi Pangan, FTI, UPN “Veteran” Jatim
ABSTRAKTanaman binahong merupakan tumbuhan dengan kandungan antioksidan tinggi
namun masih belum banyak proses pengolahan yang dilakukan karena rasa dan aromanyayang kurang disukai. Minuman dalam bentuk effervescent memberikan efek sparkle (soda)yang dapat menutupi rasa obat atau zat dari bahan utama. Binahong memiliki daun yangberlendir, warna yang pekat serta rasa yang cukup pahit oleh karena itu perlu pengenceranuntuk menguranginya. Dekstrin merupakan bahan pengisi (filler) yang mudah larut dalam airdan mampu melindungi aroma serta zat koloid dari proses pemanasan atau pengeringan.Dekstrin mempunyai viskositas yang rendah sehingga dapat digunakan dalam jumlah banyak.Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian “Pembuatan Effervescent Binahong(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) (Kajian Perbandingan Binahong Dengan Air danPenambahan Dekstrin)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi binahong:air dankonsentrasi dekstrin terhadap kualitas produk effervescent binahong yang paling baik dandisukai oleh panelis.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengandua faktor yaitu perbandingan binahong:air (1:1, 1:2 dan 1:3) dan penambahan dekstrin (15%,25% dan 35%).
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan terbaik adalah pada perbandinganbinahong:air 1:3 dan penambahan dekstrin 35% yang menghasilkan produk effervescentbinahong dengan kriteria memiliki aktivitas antioksidan 93,393%, kadar air 1,713%, rendemen32,8%, daya kelarutan 94,537%, kecepatan larut 0,333 gr/det, penyerapan uap air 7,570%dan densitas kamba 0,811 gr/ml.
Kata kunci : binahong, effervescent,antioksidan
PENDAHULUANMeningkatnya gaya hidup yang kurang sehat membuat masyarakat semakin
gemar mengkonsumsi makanan maupun minuman fungsional yang diyakini baik
untuk kesehatan mereka. Biasanya minuman fungsional yang banyak digemari
adalah yang mengandung antioksidan tinggi seperti teh dan sebagainya dalam
bentuk yang praktis dan siap dikonsumsi. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai
sumber antioksidan telah banyak dikembangkan namun masih dengan cara yang
kurang praktis untuk di konsumsi juga rasa yang kurang enak. Salah satu tanaman
yang diketahui memiliki kandungan antioksidan cukup tinggi adalah tanaman
Binahong (Ristian, 2009).
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) salah satu tumbuhan
yang memiliki banyak khasiat namun masih belum banyak dikenal oleh masyarakat
umum. Bagian yang digunakan dari tanaman ini adalah daun, umbi bahkan
tangkainya. Tanaman ini dipercaya memiliki kandungan antioksidan tinggi karena
kandungan utama daun binahong merupakan senyawa flavonoid. Bagian dari
tanaman bianhong yang sering dikonsumsi adalah daunnya, daun binahong
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 126Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
berbentuk jantung, berwarna hijau dengan ujung runcing dan mengeluarkan lendir
berwarna kehijauan ketika dipatahkan.
Tanaman dari famili Basellaceae. A. Cordifolia (Ten) Sttenis ini biasanya di
konsumsi dengan menyeduh daun segar dalam air panas kemudian diminum airnya
setelah dingin. Produk olahan pangan binahong yang telah dikembangkan adalah
dalam bentuk puding sedangkan sisanya dalam bentuk obat seperti kapsul yang
banyak di jual di apotik. Tanaman Binahong diketahui mengandung saponin
triterpenoid, flavonoid dan minyak atsiri (Rachmawati, 2008). Minuman dalam bentuk
effervescent banyak digemari oleh masyarakat karena praktis, cepat larut dalam air,
memberikan larutan yang jernih, dan memberikan efek sparkle (seperti rasa minum
soda), serta bisa menutupi rasa obat atau zat dari bahan utama.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pembuatan Effervescent dalam
bentuk serbuk adalah penambahan bahan pengisi (filler), yang digunakan untuk
memadatkan ekstrak bahan menjadi serbuk Effervescent. Pada proses pembuatan
Effervescent diperlukan bahan pengisi yang larut dalam air. (Dadan, 2003). Faktor
lain yang perlu diperhatikan adalah formulasi sumber asam dan sumber karbonat
yang merupakan reaksi Effervescent yang berfungsi untuk menghancurkan serbuk
dan menghasilkan gas karbondioksida pada saat serbuk Effervescent dilarutkan
dalam air, sehingga dihasilkannya rasa soda pada minuman Effervescent (Pulungan,
2004)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Astri (1997), penambahan dekstrin
10% - 25% memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, kecepatan larut,
penyerapan uap air dan daya larut effervescent minuman tradisional. Dekstrin
memiliki sifat yang sangat mudah larut dalam air, dapat melindungi senyawa volatil
dan senyawa yang peka terhadap panas dan oksidasi (lebih stabil terhadap suhu
panas) (Rahayuningdyah, 2004).
Penambahan air pada pembuatan ekstrak binahong akan berpengaruh
terhadap serbuk binahong yang dihasilkan, selain itu juga berpengaruh terhadap sifat
fisik minuman yang dihasilkan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap jumlah air yang ditambahkan pada effervescent ekstrak binahong.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan
binahong dengan air dan penambahan dekstrin terhadap kualitas fisiokimia dan
organoleptik serbuk Effervescent binahong yang dihasilkan dan untuk mendapatkan
kombinasi perlakuan terbaik perbandingan binhaong dengan air dan penambahan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 127Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
dekstrin terhadap serbuk effervescent binahong dengan kualitas yang baik dan
disukai konsumen.
METODOLOGIBahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun binahong yang
diperoleh dari tanaman pekarangan di daerah Mojokerto, dekstrin, asam sitrat,
natrium bikarbonat, DPPH, methanol aquades dll diperoleh dari laboratorium Analisa
Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur.
MetodePersiapan ekstrak binahong
Daun binahong di sortir lalu di lakukan pencucian selanjutnya dilakukan
pengecilan ukuran dengan cara pemotongan dilanjutkan penghancuran bahan
dengan blender (Rasio Daun Binahong : Air : 1:1; 1:2 ; 1:3) Selanjtnya dilakukan
penyaringan dengan kain saring hingga didapatkan filtrat binahong.
Pembuatan EffervescentPada filtrate binahong kemudian ditambahkan dekstrin sesuai dengan
perlakuan yaitu 15%, 25% dan 35% selanjutnya dilakukan pengeringan dalam
cabinet dryer pada suhu 60º selama 7 jam kemudian dilakukan penggilingan dengan
menggunakan blenderdan pengayakan dengan ayakan 80mesh . Penambahan asam
sitrat dan natrium bikarbonat pada filtrat kering, selanjutnya dilakukan pengemasan
dalam kemasan aluminium foil.
AnalisaAnalisa yang dilakukan meliputi aktivitas antioksidan, kadar air, rendemen,
daya kelarutan, kecepatan larut, penyerapan uap air, densitas kamba dan uji
organoleptik (Rasa, Aroma, Warna).
HASIL DAN PEMBAHASANHasil analisa fisiko kimia terhadap serbuk effervescent binahong dapat dilihat
pada Tabel 1, menunjukkan bahwa semakin kecil perbandingan air dan binhaong
dan semakin besar penambahan dekstrin, maka semakin besar aktivitas antioksidan
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan semakin banyak filtrat binahong yang terlindungi
oleh dekstrin yang berperan sebagai pelindung bahan volatil. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Smith, 1982) bahwa dekstrin digunakan sebagai bahan pengikat, untuk
bahan pengisi, pembawa aroma dan koloid pelindung pada minuman. Peningkatan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 128Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
antioksidan juga dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak binahong yang digunakan,
semakin kental bahan yang digunakan maka semakin banyak antioksidan yang diikat
atau dilindungi oleh dekstrin.
Tabel 1. Hasil analisa fisikokimia serbuk effervescent binahong.
PerlakuanAktivitas
Antioksidan(%)
Kadar air(%)
Rendemen(%)
Dayakelarutan
(%)
Kecepatan Larut(gr/det)
Penyera-pan
Uap Air(%)
DensitasKamba(gr/ml)
PerbandinganBinahong :
AirDekstrin
1 : 115% 78,975 4,430 17,133 90,400 0,145 10,896 0,85625% 90,346 3,320 25,700 92,263 0,166 10,994 0,89035% 96,140 3,277 36,367 93,153 0,186 12,485 0,914
1 : 215% 73,453 3,067 16,600 91,483 0,200 8,567 0,82625% 86,959 2,840 24,167 92,467 0,222 9,670 0,83435% 94,876 2,713 35,333 93,610 0,231 10,201 0,844
1 : 315% 71,723 2,457 15,433 91,863 0,250 5,881 0,77525% 81,902 2,297 23,333 92,743 0,280 6,498 0,80035% 93,346 1,713 32,800 94,537 0,333 7,570 0,811
Pada parameter kadar air, menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan air
dengan binahong dan semakin banyak dekstrin yang ditambahkan, maka kadar air
menurun. Hal ini disebabkan semakin encer filtrat binahong dan semakin besar
dekstrin maka jumlah gugus hidroksil semakin besar sehingga jumlah air yang
merupakan air bebas mudah di uapkan pada waktu dipanaskan. Hal ini di dukung
oleh pendapat Sudarmadji dkk., (1989), air yang terikat secara lemah terbentuk
karena mengadakan ikatan hidrogen dengan gugus polar fungsional misalnya seperti
gugus hidroksil (OH) dari gula, alkohol, protein, pati dan pektin.
Rendemen yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin kecil perbandingan
air dengan binahong serta semakin banyak dekstrin yang ditambahkan, maka
rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin pekat filtrat
binahong dan semakin besar penambahan dekstrin yang berperan sebagai bahan
pengisi akan menyebabkan total padatan semakin tinggi dan produk yang diperoleh
semakin berat, sehingga didapatkan rendemen yang semakin besar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Fennema dkk., (1976), pemakaian dekstrin sebagai bahan pengisi
(filler) sangat menguntungkan, karena dapat meningkatkan berat produk dalam
bentuk bubuk.
Daya larut menunjukkan semakin encer dan semakin besar dekstrin yang
digunakan, produk yang dihasilkan memiliki daya larut yang tinggi karena dekstrin
mempunyai sifat mudah larut dalam air (Hidrofilik). Diduga semakin encer
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 129Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
konsentrasi filtrat mempengaruhi dektrin dalam mengikat bahan sehingga daya
kelarutan juga meningkat, begitu pula pada parameter kecepatan larut diduga
semakin besar perbandingan air yang juga meningkatkan kecepatan larut produk
terjadi karena dekstrin mengikat lebih banyak air yang terkandung dalam filtrat
sehingga produk yang dihasilkan lebih mudah larut.
Perbandingan air dan binahong pada produk juga meningkatkan persentase
penyerapan uap air, hal ini diduga karena semakin banyaknya bahan baku yang
diikat oleh dekstrin maka kemampuan produk dalam meyerap uap air juga meningkat.
Menurut Suryanto (2001), semakin meningkatnya konsentrasi dekstrin, kemampuan
bubuk mengikat uap air bebas semakin meningkat yang disebabkan oleh gugus
hidroksil dari dekstrin mengikat air dari lingkungan
Pada parameter densitas kamba menunjukkan bahwa semakin kecil
perbandingan air dengan binahong serta semakin banyak dekstrin yang ditambahkan,
maka densitas kamba produk akan semakin tinggi. Dua hal ini disebabkan semakin
pekat filtrat yang di ikat dekstrin yang berperan sebagai filler memperbesar volume
serbuk produk. Menurut Warsiki (1995), Kenaikan konsentrasi dekstrin dari 5-15%
akan meningkatkan rendemen, densitas kamba, penurunan kadar air, total padatan
terlarut serta gula pereduksi tepung instan sari buah nanas.
Hasil analisa organoleptik ditunjukkan pada Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil analisa Organoleptik serbuk effervescent binahong.Perlakuan
Warna Aroma RasaPerbandingan
Binahong : AirDekstrin
1 : 1
15% 55 80,5 98
25% 67 82 86
35% 73 118 96,5
1 : 2
15% 69,5 95 83,5
25% 82 108 125,5
35% 125 95,5 102
1 : 3
15% 116,5 95 56,5
25% 150,5 99,5 112,5
35% 161,5 126,5 135,5
Hasil pengujian organoleptik pada warna menunjukkan panelis lebih
menyukai warna yang tidak terlalu pekat yaitu pada perbandingan 1 : 3, sedangkan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 130Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada perbandingan 1 : 2 warna yang dihasilkan cukup pekat dan untuk perbandingan
1 : 1 warna yang dihasilkan terlalu pekat. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
konsentrasi bahan baku menyebabkan warna produk semakin pekat serta sifat
dekstrin yang melindungi warna produk.
Pada parameter kesukaan aroma, dengan perhitungan jumlah ranking panelis
lebih menyukai aroma yang tidak terlalu khas yaitu pada perbandingan 1 : 3,
sedangkan pada perbandingan 1 : 2 aroma yang dihasilkan cukup khas dan untuk
perbandingan 1 : 1 aroma yang dihasilkan masih sangat khas. Hal ini disebabkan
karena aroma khas dari binahong yang tidak terlalu enak, walaupun dalam bentuk
effervescent aroma khas tersebut tidak begitu terasa.
Secara uji organoleptik dengan perhitungan jumlah ranking panelis lebih
menyukai rasa yang tidak terlalu khas yaitu pada perbandingan 1 : 3, sedangkan
pada perbandingan 1 : 2 rasa yang dihasilkan cukup khas dan untuk perbandingan 1 :
1 rasa yang dihasilkan masih sangat khas. Hal ini disebabkan karena kandungan
saponin dan tanin dari binahong yang memiliki rasa pahit, sehingga semakin
sedikitnya penambahan air maka rasa produk yang dihasilkan cukup pahit walaupun
dalam bentuk effervescent rasa khas tersebut sudah jauh berkurang karena gas
karbondioksida yang dihasilkanjuga berfungsi untuk menutupi rasa tertentu yang
tidak diinginkan dari binahong.
KESIMPULANTerdapat interaksi yang nyata antara perlakuan perbandingan binahong
dengan air dan penambahan dekstrin terhadap aktivitas antioksidan, kadar air, daya
kelarutan, densitas kamba, penyerapan uap air dan analisa rendemen. Perlakuan
terbaik diperoleh pada produk Effervescent binahong dengan perbandingan binahong
dengan air 1 : 3 dan penambahan dekstrin 35% yang menghasilkan produk
effervescent binahong dengan aktivitas antioksidan 93,346%, kadar air 1,713%,
rendemen 32,8%, daya kelarutan 94,537%, kecepatan larut 0,333 gr/det, penyerapan
uap air 7,570% dan densitas kamba 0,811gr/ml.
DAFTAR PUSTAKA.Banker, G. S. Dan N. R. Anderson. 1994. Tablet didalam L. Lachman, H.A.
Lieberman, and J.L. Kanig. Teori dan Praktek Farmasi Industri.Terjemahan : Siti Suyatmi. Jilid II. Edisi 3. UI Press. Jakarta.
Belitzt, H.D and W. Grosch., 1987, Food Chemistry. Library of Congres Catalogingin Publication Data. Spiger-Verlag. Berlin. Germany.
Charley, H. C., 1989. Food Science. Oregon State University. John Wiley and Sons,Inc. New York
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 131Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Cheung. 2003. A Systematic Screening of Total Antioxidants in Dietary Plants.Journal of Nutrition.
Fennema, O.R., (1996), Food Chemistry, Thrid Edition, Marcel Dekker Inc, NewYork.
Guyton, A. C. dan J. E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Terjemahan : I. Setiawan. EGC, Jakarta.
Hartanti, S., S, Rohmah dan Tamtarini. 2003. Kombinasi Penambahan CMC danDekstrin pada pengolahan Bubuk Buah Mangga dengan PengeringanSurya Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan PATPI ( Juli ),Yogyakarta.
Hui, Y.H., 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Jhon Wiley andSons Inc. New York.
Martindale. 1989. The Extra Pharmacopoeia, 29'h edition. The PharmaceuticalPress, London.
Mohrle, R., 1989. Effervescent Tablets, dalam Pharmaceutical Dossage FormsTablet. Volume I. Edisi ke-2. H.A. Lieberman, L.Lathmanel dan J.B.Schwentz (ed). Marcel Dekker, Inc. New York
Potter, N. N., 1968. Food Science. Avi Publishing Company. New YorkPulungan, H., Suprayodi dan B. Yudha, 2004. Effervescent Tanaman Obat. Trubus
Agrisarana. SurabayaRachmawati, S., 2008, Study Makroskopi, Mikroskopi dan Skrining Fitokimia
Daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, Thesis, Airlangga University,Surabaya.Ristian and Devi (2009). "Uji aktivitas penangkap radikal ekstrakpetroleum eter, atil asetat dan etanol daun binahong (Anrederacordifolia (Tenore) Steen) dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil) ". Surakarta, Fakultas farmasi UMS.
Siagian, P., 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Universitas IndonesiaPress. Jakarta
Straatsma J, Van Houwelingen G, Steenbergen AE, De Jong P. 1999. Spray Dryingof Food Products: 2. Prediction of Insolubility Index. Journal of FoodEngineering, 42: 73-77.
Sutardi, Suwedo Hadiwiyoto dan Constansia R. 2010. Pengaruh Dekstrin dan GumArab Terhadap Sifat Kimia dan Fisik Bubuk Sari Jagung Manis(Zeamays saccharata). [Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XXI No2 Th 2010]. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Warsiki,E.E, Hambali, Sunarmani dan M.Z.Nasution, 1995. Pengaruh Jenis danKonsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Rancangan Produk TepungInstan Sari Buah Nenas. Skripsi. IPB. Bandung
PENGARUH JENIS PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITASANTIOKSIDAN DAN TOTAL FENOL DAUN LIBONGGA (PIPER, sp)
Sri Djajati1),Sudaryati1) dan 2)Nias Wienda
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 132Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
1)tenaga pengajar Teknologi Pangan UPN “VETERAN” Jatim2)Alumni Teknologi Pangan UPN”VETERAN” Jatim
ABSTRAKLibongga (Piper, sp) adalah salah satu tumbuhan sejenis daun sirih (Peper Betle )
yang dapat tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl, di pegunungan tengah Jayawijaya Papua.Untuk mengetahui senyawa bioaktif yang terkandung di dalam suatu bahan perlu dilakukanpemisahan, salah satu cara dengan ekstraksi. Secara umum teknik ekstraksi menggunakanpelarut organik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu maserasi, digestion, dan perkolasi.Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan penghancuran sampel menggunakan pelarut,perendaman beberapa hari dan dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan penyaringanatau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Pada penelitian ini, pelarut yang digunakandalam proses ekstraksi adalah heksan, air, dan etanol yang ketiganya berturut-turutmerupakan senyawa nonpolar, semi polar, dan polar.Sedangkan lama waktu maserasimasing-masing 24, 36 dan 48 jam.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitasantioksidan, senyawa fenolik dari daun libongga dan pengaruh jenis pelarut dan lamaekstraksi terhadap aktivitas antioksidan dan total fenol daun libongga. Penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor dan masing-masing perlakuan kombinasi diulang sebanyak 2 kali. Faktor I Jenis pelarut ( Air, Etanol,Heksan ). Faktor II Lama ekstraksi ( 24jam, 36 jam, 48 jam).Hasil penelitian menunjukkanhasil analisis ekstrak etanol 48 jam merupakan perlakuan terbaik dilihat dari hasil analisa totalfenol dan aktivitas antioksidan. Dari hasil GC-MS, dari 45 komponen tersebut puncak tertinggiyang terdeteksi sebanyak 8 komponen yaitu puncak ke 4 sebesar 11,703% yaitu Cyclohexane,puncak 13 sebesar 23.139% yaitu 2-Naphthalenemethanol, sebesar 5.876% yaitu 6 Methoxy-1-phenyl-3,4 dihydronapthalene, sebesar 8.967% yaitu 1-formyl-2,2-dimethyl-3-cis-(3-methy-2buten-1-yl), sebesar 2.004% yaitu (4R) -2-(2-Aminophenyl)-4-phenyloxazoline, sebesar2.552% yaitu EXO-5-Dimethylaminotricyclo (2.2.1.0*2,6)-Heptan-3-ol, sebear 2.819% yaituGlaucene(RS)-(1) (Racemic), puncak 38 sebesar 8.248% yaitu Barbatusol. Sedangkankomponen senyawa antioksidan yang terdeteksi antara lain : 4',5-Dihydroxy-7-methoxyflavanone ; 4',5-Dihydroxy-7-methoxyflavanone ;3,5-Dihydroxy-4', 7-dimethoxyflavonedan D, alpha.- Tocopherol.
Kata kunci : Antioksidan, Libongga, Maserasi, Total fenol, GS-MS
PENDAHULUANLibongga(Piper, sp) merupakan tumbuhan endemik di pegunungan tengah
Jayawijaya sebagai tumbuhan (herba) yang dapat digunakan sebagai bahan
penyedap masakan, bahan ramuan obat dan pengharum minuman. Untuk
mengetahui senyawa bioaktif yang terkandung di dalam suatu bahan perlu dilakukan
pemisahan, salah satu cara dengan ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu cara
pemisahan yang paling banyak digunakan untuk menarik atau memisahkan
komponen bioaktif dari suatu bahan baku.Ekstraksi dapat diartikan sebagai suatu
proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan menggunakan
pelarut yang dipilih sehingga komponen yang diinginkan dapat larut (Ansel1989).
Daun libongga diyakini memiliki senyawa antioksidan sepert daun sirih pada
umumnya. Antioksidan mampu melawan radikal bebas yang menimbulkan kerusakan
sel pada tubuh. Senyawa antioksidan yang terkandung dalam daun sirih antara lain
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 133Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
hidroksikavikol, kavibetol, kavibetol asetat, dan eugenol.Daun sirih dapat digunakan
sebagai agen antibakteri karena mengandung 0,7–2,6% minyak atsiri yang sebagian
besar (60-80%) terdiri dari fenilpropana (alilbrenkatekin): hidroksikavikol, kavikol,
kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, sineol, psimol, terpinen dan
seskuiterpen, dan mengandung 0,8-1,8% tannin (Aisyah, 2007).
Secara umum daun sirih mengandung minyak atsiri 1-4,2% yang terdiri dari
hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, metal eugenol, karvakol, terpena, seskuiterpena,
fenipropana, tannin, enzim diastasae 0,8- 1,8%, enzim katalase, gula, pati, vitamin A,
B dan C (Rostiana, dkk, 1991). Menurut Sugianti (2005) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa 82,8% komponen penyusun minyak atsiri daun sirih terdiri dari
senyawa-senyawa fenol, dan hanya 18,2% merupakan senyawa bukan fenol.
Senyawa anti bakteri dapat bersifat bakterisidal, fungisidal, maupun germisidal
(Fardiaz, 1989).
Daun sirih juga mengandung senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan
antioksidan (Chandra dkk., 2012). Antioksidan mampu melawan radikal bebas yang
menimbulkan kerusakan sel pada tubuh. Senyawa antioksidan yang terkandung
dalam daun sirih antara lain hidroksikavikol, kavibetol, kavibetol asetat, dan eugenol.
Daun sirih dapat digunakan sebagai agen antibakteri karena mengandung 0,7–2,6%
minyak atsiri yang sebagian besar (60-80%) terdiri dari fenilpropana (alilbrenkatekin):
hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, sineol,
psimol, terpinen dan seskuiterpen, dan mengandung 0,8-1,8% tannin (Aisyah, 2007).
Cara ekstraksi untuk memperoleh senyawa antioksidan dari bahan alam
membutuhkan pelarut dan metode ekstraksi yang tepat. jenis pelarut yang banyak
digunakan untuk ekstraksi antioksidan adalah metanol dan etanol. Hal ini berkaitan
dengan senyawa antioksidan alami yang umumnya adalah senyawa fenolik yang
bersifat polar, senyawa polar larut dalam pelarut organik yang sifatnya polar
(Houghton dan Raman, 1998). Selain itu pelarut lain yang digunakan adalah air,
heksana, etil asetat dan aseton.
METODOLOGIBahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun libongga (piperbetle
Sp) Papua yang diperoleh dari Hutan pegunungan jayawijaya di wamena Papua,
aquades, Etanol, Heksan, Larutan Folin-Ciocalteu, larutan Na2CO3, asam
galat/asam tanat, 1,1-Difenil-2- pikrihidrazil (DPPH).
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 134Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
METODOLOGIPenelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang disusun
secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I Jenis pelarut ( air, etanol dan heksan ).
Faktor II. Lama ekstraksi ( 24 jam, 36 jam dan 48 jam ).
Parameter yang diamati dalam penelitian ekstrak daun libongga (Piper, sp)
meliputi:Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH, Uji total fenol, Identifikasi senyawa
kimia dengan metode GC-MS, Uji kualitatif senyawa tanin dan Flavonoid
Prosedur penelitianPreparasi Bahan Baku
Daun libongga yang telah dipetik ditimbang sebanyak 3 kg, dicuci, dipotong
dan dikeringkan diudara terbuka dalam suhu ruangan selama 12 hari, kemudian
dihancurkan.
EkstraksiSampel daun libongga (Piper, Sp) yang sudah dikeringkan dan dihaluskan
sebelumnya, ditimbang masing-masing sebanyak 20 gram. Sampel kemudian di
maserasi dengan menggunakan pelarut air, etanol dan heksan dengan perbandingan
1 : 10 dengan lama maserasi masing-masing selama 24 jam, 36 jam dan 48 jam. Hasil
maserasi disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh filtrat dan residu.
Kemudian filtrat diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur. Selanjutnya
filtrat tersebut diuapkan menggunakan Rotary Evaporator dengan suhu 400C.
Ekstrak yang didapat kemudian ditempatkan pada botol vial. untuk uji aktivitas
antioksidan metode DPPH, total fenol, analisa kualitatif senyawa flafonoid dan tanin
dan analisa GC-MS hasil aktivitas antioksidan terbaik.
Analisa GC-MSSampel diencerkan dengan etanol dengan perbandingan 1:10 lalu sampel
dikocok sampai homogen dan ambil secukupnya untuk saring dengan membran
nylon 0,2 mikron kemudian dipindahkan kedalam vial GC untuk dianalisa.
HASIL DAN PEMBAHASANAnalisa Total Fenol
Berdasarkan hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa secara statistik tidak
terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan lama ekstraksi dan jenis pelarut,
demikian juga pada perlakuan lama ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap
analisa total fenol ekstrak daun libongga yang dihasilkan, akan tetapi pada perlakuan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 135Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
jenis pelarut memberikan pengaruh yang nyata terhadap analisa total fenol ekstrak
daun libongga yang dihasilkan.
Tabel 1. Pengaruh lama perendaman terhadap total fenol ekstrak daun libongga.Lama ekstraksi Total Fenol (ppm)
243648
15630,7±131.3a20534 ±158.1a24914 ±170.4a
Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Pada Tabel 1. Menunjukkan bahwa lama ekstraksi tidak berbeda nyataterhadap senyawa fenol yang terekstrak. Tetapi secara kuantitatif nilai pada Tabel 1.menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah total fenol ekstrak daun libongga,seiring dengan semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan. Purwani dkk, (2008)yang menyatakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan makasenyawa yang terekstrak semakin banyak, karena semakin lama waktu ekstraksi,kesempatan untuk berinteraksi antara solute dengan solvent semakin besar sehinggahasil ekstraksi semaikin banyak.Tabel 2. Pengaruh jenis pelarut terhadap total fenol ekstrak daun libongga.
Pelarut Total Fenol (ppm) DMRT 5%AirEtanolHeksan
36705,5±92,64b23814,3±96.56b558,85±3,46a
0,570,54-
Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Pada Tabel 2. Dapat diketahui bahwa perlakuan jenis pelarut yang digunakanmenunjukkan perbedaan yang nyata terhadap total fenol ekstrak daun libongga yang
dihasilkan.Penggunaan pelarut dengan tingkat kepolaraan yang berbeda terhadap
kadar total fenol masing-masing pelarut menunjukan bahwa pelarut etanol dan air
dapat mengekstrak total fenol lebih baik dari pelarut heksan. Houghton dan Raman
(1998) menyatakan bahwa kompenen fenolik umumnya larut dalam pelarut organik
yang bersifat polar, sehingga sesuai dengan pernyataan tersebut dan hasil penelitian
ini, pelarut air dan etanol yang dapat mengekstrak senyawa fenolik lebih baik dari
heksan.
Harborne (1983) menyatakan bahwa komponen fenolik dapat diekstraksi dari bahan
tumbuhan dengan menggunakan pelarut polar seperti air, etanol, metanol dan aseton.
Penggunaan etanol dan air sebagai pelarut membuat senyawa fenolik dalam daun
libongga terekstraksi, karena kedua pelarut dapat melarutkan senyawa yang bersifa
polar maupun semi polar.
Uji Aktivitas AntioksidanBerdasarkan hasil analisa ragam dapat diketahui bahwa tidak terdapat
interaksi yang nyata antara perlakuan lama ekstraksi dan jenis pelarut (air, etanol
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 136Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
dan heksan), tetapi masing-masing faktor memberikan pengaruh yang nyata
terhadap aktivitas antioksidan yang dihasilkan.
Tabel 3. Pengaruh lama ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daunlibongga
Lama ekstraksi Aktivitas Antioksidan (%) DMRT 5%243648
49.486±17.60a57.606± 6.24ab68.29± 5.89b
-17,1517,90
Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Hal ini menunjukan bahwa semakin lama waktu ekstraksi yang dilakukan
maka semakin besar senyawa antioksidan yang dihasilkan, karena pengaruh
waktu operasi pada proses ekstraksi adalah semakin lama proses ekstraksi senyawa
antioksidan yang terekstrak juga semakin besar, karena semakin lama proses
ekstraksi maka kontak antara solvent dan solute akan semakin lama sehingga proses
pelarutan antioksidan oleh solvent akan terus terjadi sampai solvent jenuh terhadap
solute.Purwani dkk, (2008) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi
yang dilakukan maka senyawa yang terekstrak semakin banyak, karena semakin
lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk berinteraksi antara solute dengan solvent
semakin besar sehingga hasil ekstraksi semaikin banyak.
Tabel 4. Pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas antioksidan ekstrak daun libonggaPelarut Aktivitas Antioksidan (%) DMRT 5%Air
EtanolHeksan
41.708±18.55a74.016±19.36b59.657±8.93b
-17,9017,15
Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Pada Tabel 4. Diketahui bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol memiliki
kemampuan aktivitas penangkal radikal bebas yang paling tinggi diikuti dengan
ekstraksi pelarut heksan dan yang terendah ekstrak dengan pelarut air. Suatu bahan
dikatakan aktif sebagai peredam radikal bebas jika memiliki persentase peredaman
lebih besar atau sama dengan 50% (Rahmawati, 2004; Djatmiko, dkk, 1998). Oleh
karena itu, ketiga fraksi dikatakan aktif sebagai peredam radikal bebas, tetapi fraksi
etanol merupakan fraksi yang paling aktif, sehingga selanjutnya fraksi etanol
dianalisis lebih lanjut dengan GC-MS untuk mengetahui komponen-komponen kimia
yang terkandung pada ekstrak etanol 48 jam daun Linbongga (Piper,sp).
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan metoda aktivitas penghambatan
radikal DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki kemampuan
penghambatan terhadap radikal bebas DPPH paling tinggi dibanding ekstrak heksan
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 137Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
dan air. Secara umum, ekstrak dengan kandungan fenolik yang tinggi menunjukkan
aktivitas penghambatan radikal bebas yang tinggi pula (Anagnostopoulou et al.,
2004). Bila dibandingkan dengan total fenol dari masing-masing fraksi yaitu air,
etanol dan heksan, maka total fenol dari air dan etanol lebih besar dari heksan.
Sedangkan pada aktivitas antioksidan fraksi etanol dan heksan lebih besar dari fraksi
air. Hal ini disebabkan karena pelarut etanol merupakan pelarut organik yang bersifat
semipolar sehingga dapat mengekstrak senyawa antioksidan yang bersifat polar
maupun non polar sedangkan heksan mampu mengekstrak senyawa antioksidan
yang bersifat nonpolar seperti senyawa eugenol dan karotenoid. Dengan demikian
fraksi etanol ekstrak daun libongga (piper,sp), dapat dikatakan memiliki aktivitas
antioksidan alami yang kuat dalam meredam radikal bebas, sehingga dapat
bermanfaat untuk kesehatan manusia.
Skrining FitokimiaHasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun libongga dapat dilihat pada (Tabel 5).Tabel 5. Hasil skrining fitokimia Daun libongga
Golongan Senyawa Hasil Uji KeteranganFlafonoid + Timbul noda warna kuningTanin - Tidak ada endapan putih
Berdasarkan hasil uji kualitatif skrining fitokimia daun libongga yang terdapat
pada Tabel 5. Menunjukan bahwa ekstrak etanol daun libongga terdapat adanya
senyawa flavonoid tapi tidak terdeteksi adanya senyawa tannin. Ini membuktikan
ekstrak etanol mengandung senyawa metabolit sekunder turunan fenol berupa
flafonoid tapi tidak mengandung tanin. Pada pengujian flavonoid menunjukan hasil
positif dengan munculnya warna kuning pada uji KLT. Pada gelatin tidak muncul
endapan putih, sehingga pada sampel ekstrak etanol 48 jam daun libongga
dinyatakan tidak ada senyawa golongan tannin. Senyawa kimia yang bermanfaat dari
tumbuhan adalah hasil dari metabolit sekunder yang berupa alkaloid,
steroida/terpenoida, flavonoid atau fenolik. Senyawa ini diantaranya berfungsi sebagai
pelindung terhadap serangan atau gangguan yang ada disekitar, sebagai antibiotik
dan juga sebagai antioksidan.
Analisa GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spectrometry)Hasil analisis ekstrak etanol 48 jam daun libongga dengan Kromatografi Gas
menunjukkan adanya puncak-puncak serapan dari senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak tersebut. Nama-nama senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol
daun libongga dapat terlihat pada Tabel 6. berikut.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 138Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Tabel 6. Analisa GC-MS Ekstrak Etanol 48 Jam Daun Libongga
SenyawaCyclohexanolCitronlella
.beta.-CitronellolCyclohexane
Isopropylimidazole-2-thioneCis-Chrysanthemol
Nerolidol2,6-Dimethyl-3-(methoxymethyl) -p-enzoquinone
(+) SpathulenolCaryophylene oxide
Guaiol12-Oxabicyclo{9.1.0} dodeca-3
2-NaphthalenemethanolDihydro-Cis-.alpha.-copaene-8-0l(2S,4aS,5S, 8aR)- perhydro-5
2-Octen-1-olHexadecanoid acid (CAS)Bicyclo{3.1.1} heptan-3-one
Heptanoic acid6-Methoxy-1-phenyl-3,4-dihydronapthalene
1-formyl-2,2-dimethyl-3-cis-(3-methy-2 buten-1-yl).alpha.-trans-sequicyclogeraniol
(4R) -2-(2-Aminophenyl)-4-phenyloxazoline2-Hexadecen-1-ol
EXO-5-Dimethylaminotricyclo (2.2.1.0*2,6)-Heptan-3-ol9,12,15-Octadecatrien-1-ol(CAS)
sesquisabinene hydrateCyclopropanecarboxylic acidGlaucene(RS)-(1) (Racemic)
1-(3'-Hydroxypropyl)-2,5-dimethoxy-3,4,6-trimethylbenzene
LanjutanSenyawa
5-Nitro-3-phenylindole2-Propen-1-one, 1-(2,4-dihydroxy-6-methoxyphenyl)-3-(2-
hydroxyphenyl)-4',5-Dihydroxy-7-methoxyflavanone4',5-Dihydroxy-7-methoxyflavanone
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 139Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
6-Octen-1-ol, 3,7-Dimethyl-, formate(1RS,4 aRS, 8aRS)-5,5, 8a-trimethyldecahydronapthalene-1-
carbaldehyde3,5-Dihydroxy-4', 7-dimethoxyflavone
Barbatusol4H-1-benzopyran-4-oneD, alpha.- Tocopherol
5H-Naphtho {2,3-c} carbazole, 5- methyl-Stigmasterol
(23S)-ethylcolest-5-en-3.beta.-olEstra-1,3,5 (10) - triene- 6, 17- dione
Lanostane-3, 12-dione
Dari 45 komponen tersebut puncak tertinggi yang terdeteksi sebanyak 8
komponen yaitu puncak ke 4 dengan waktu retensi 28.017 sebesar 11,703% yaitu
Cyclohexane, puncak 13 dengan waktu retensi 39.166 sebesar 23.139% yaitu 2-
Naphthalenemethanol, puncak 20 dengan waktu retensi 46.640 sebesar 5.876%
yaitu 6-Methoxy-1-phenyl-3,4-dihydronapthalene, puncak 21 dengan waktu retensi
46.740 sebesar 8.967% yaitu 1-formyl-2,2-dimethyl-3-cis-(3-methy-2 buten-1-yl),
puncak 23 dengan waktu retensi 48.260 sebesar 2.004% yaitu (4R) -2-(2-
Aminophenyl)-4-phenyloxazoline, puncak 25 dengan waktu retensi 48.734 sebesar
2.552% yaitu EXO-5-Dimethylaminotricyclo (2.2.1.0*2,6)-Heptan-3-ol, puncak 29
dengan waktu retensi 58.187 sebear 2.819% yaitu Glaucene(RS)-(1) (Racemic),
puncak 38 dengan waktu retensi 62.719 sebesar 8.248% yaitu Barbatusol.
Sedangkan komponen senyawa antioksidan yang terdeteksi antara lain : 4',5-
Dihydroxy-7-methoxyflavanone ; 4',5-Dihydroxy-7-methoxyflavanone ; 3,5-Dihydroxy-
4', 7-dimethoxyflavone dan D, alpha.- Tocopherol.
KESIMPULANHasil skrining fitokimia pada pelarut etanol dengan lama ekstraksi 48 jam
menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Dan pada hasil analisa GC-MS dari ekstrak
etanol daun libongga dengan waktu 48 jam diketahui terdapat sebanyak 45 senyawa
aktif
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Pengujian Aktivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) terhadapPhytium sp. Penyebab Penyakit Lodoh pada Persemaian Pin us secara InVitro. Skripsi sarjana, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor,2007.
Ansel, H., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke – 4. UI Press. Jakarta
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 140Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Chandra, V.; Tripathi, S.; Verma, N.K.; Singh, D.P.; Chaudhary, S.K.; Roshan, A.,Piper betel: phytochemistry, traditional use and pharmacological activity,International Journal of Pharmaceutical Research abd Development, 2012,4(4), 2 16-223.
Cheung ML, Peter CK Cheung dan Vincent EC Ooi. 2003. Antioxidant activity andtotal phenolics of edible mushroom extracts. Food chemistry 81. 249-255
Chung, et al. (1989). One-step preparation of competent Escherichiacoli:Transformation and storage of bacterial cells in the same solution.Proc.Natl. Acad. Sci. 86, 2172-2175.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PusatAntar Universitas IPB, Bogor.
Harborne, J.B, Metode Fitokimia, 1987. Penentuan Cara Modern menganalisisTumbuhan, Edisi II, diterjemahkan oleh K. Pandanawita & I. Soediro, ITB,Bandung.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung.Penerbit ITB Bandung. Hal: 152-154
Rusdi. (1998). Tumbuhan sebagai Sumber bahan Obat. Padang: Pusat PenelitianUniversitas andalas. Hal:6-7
Sugianti (2005). Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Dalam PengendalianPenyakit Ikan (Makalah Pribadi Falsafat Sains). Sekolah Pasca Sarjana.Institut Pertanian Bogor. http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/10245/budi_sugianti.pdf (Diakses 14 April 2014)].
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit : PT. Gramedia PustakaUtama. Jakarta.
ISOLASI BIOAKTIF DARI POD HUSK KAKAOSEBAGAI MATERIAL ANTIOKSIDAN
Gatot Siswo HutomoFakultas Pertanian Universitas Tadulako
ABSTRAK
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 141Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Material bioaktif di dalam pod husk kakao sangat potensi sebagai bahan antioksidan dalambentuk senyawa polifenol. Senyawa bioaktif tersebut terdapat di biji dan kulit kakao (Podhusk). Permasalahan pada isolasi bioaktif tersebut adalah adanya senyawa pektin, lignin danselulosa yang dapat menghambat proses isolasi, sehingga diperlukan ekstraksi yangmenggunakan pelarut bebas air.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi isolasi yang terbaikmenggunakan pelarut organik yang bebas air. Proses isolasi akan digunakan pelarut alkohol98% dan siklik heksan, sedangkan material yang berasal dari kulit (pod husk) kakao dalambentuk basah dan kering. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorialdengan ulangan tiga kali. Uji kapasitas antioksidan menggunakan DPPH dan Total polifenolmenggunakan asam gllat.
Hasil asnalisis menunjukkan bahwa isolasi menggunakan haksan dalam kondisi pod huskkakao basah mempunyai kapasitas antioksidan 14,16% dari total polifenol 5,53 mg/gsedangkan kondisi pod husk kakao kering diperoleh kapasitas antioksidan 12,54% dari totalpolifenol 4,97 mg/g. Hasil isolasi menggunakan pelarut alkohol 98% dengan material podhusk kakao basah diperoleh 61,56% dari total polifenol 47,90 mg/g dan dengan material podhusk kakao kering diperoleh kapasditas antioksidan 92,15% dari total polifenol 80,33 mg /g.
Kata kunci :pod husk, kaka, polifenol, antioksidan.
PENDAHULUANTanaman kakao (Theobroma cacao L.) banyak dibudidayakan di Indonesia karena
potensi produksi yang mencapai 650 ton biji kering serta Indonesia sebagai negara
terbesar ke 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dalam produksi biji kakao.
Hasil samping dari perkebunan kakao adalah pod husk kakao atau kulit buah kakao
yang belum banyak dimanfaatkan serta tidak cocok sebagai pakan ternak karena
kristalinitas selulosa masih sangat tinggi yang berakibat sulit dicerna oleh ternak.
Kandungan bioaktif pada pod husk kakao besarnya dua kali dibandingkan pada
bagian biji kakao. Kandungan bahan bioaktif yang utama yaitu senyawa golongan
polifenol antara lain yaitu katekin, epikatekin, proanthocyanidin, asam fenolat dan
tanin, serrta mempunyai sifat sebagai antioksidan. Bioaktif polifenol mempunyai
peran untuk kesehatan terutama antioksidan yang kuat, antiplak pembuluh darah,
anti kangker, dan anti bakteri pembusuk atau penyakit.
Permasalahan isolasi bahan bioaktif di dalam pod husk kakao yaitu adanya
komponen lain yang dapat menghambat proses ekstraksi. Adanya senyawa pektin
yang mudah membentuk gel jika terkena air akan sangat menghambat proses
ekstraksi, senyawa yang lain yaitu adanya air di dalam pod husk kakao yang terikat
dengan jaringan juga dapat menghambat ekstraksi polifenol.
Hasil ekstraksi polifenol dari pod husk kakao akan digunakan dalam pembuatan
minuman seduh, minuman instant dan bioaktif kapsul yang mempunyai peran
fungsional bagi kesehatan sebagai antioksidan.
METODOLOGI
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 142Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Bahan PenelitianKulit buah buah (pod husk) kakao jenis Lindak (Turunan Forastero) yang
berasal dari Kabupaten Donggala. DPPH ( 2,2 diphenyl-2-picrylhydrazyl (Sigma),
etanol absolut, siklo heksana dari e-Merck, dan aquades.
Metode1. Pengelolaan sample
Kulit buah (pod husk) kakao hasil panenan rakyat dilakukan perajangan dengan
ketebalan 1-2 milimeter. Sebagian hasil rajangan pod husk kakao ditumbuk kasar
dan dilakukan ekstrasi menggunakan etanol dan siklo heksana. Sebagian lagi hasil
rajangan pod husk kakao di keringkan seta diging dan dilakukan pengayakan 60
mesh, selanjutmnya dilakukan ekstraksi menggunakan etanol dan siklo heksana.
Perbandingan bahan padatan dengan pelarut yaitu 1 : 3 . Selama ekstraksi
dilakukajn perendaman dengan pelarut tersebut selama 24 jam, selanjutnya
dilakukan penyaringan dan pengendapan.
2. Uji Kualitatif PolifenolDipersiapkan larutan 1% FeCl3, diambil cairan hasil ekstraksi sebanyak 5 ml ke
dalam tabumng reaksi, selanjutnya ditambahkan 1 ml larutan 1% FeCl3. Larutan
sample akan berubah warna manjadi hijau sampai hitam menandakan mengandung
senyawa polifenol.
3. Uji DPPHDipersiapkan larutan DPPH 0,4 mM, diambil sample 1 ml ditambahkan 1 ml
larutan DPPH 0,4 mM serta ditambah etanol 5 ml di-vorteks didiamkan selama 30
menit, selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517. Aktifitasnya
dihitung sebagai :
1- AbsSampleAktifitas (%) = ----------------- x 100
AbsBlangko4. Uji Total Fenol
Dipersiapkan larutan standar asam gallat 1mg/ml sebanyak 10 ml, masing-
masing dipipet ke dalam tabung reaksi 1 , 1,5 , 2 , 2,5 dan 3 ml, selanjutnya
ditambahkan pereaksi 0,2 ml Folin-Ciocalteu (yang telah dilarutkan dengan aqudes
1:1), divorteks 10 detik dan ditambahkan 2 ml Na2CO3 7% divorteks kembali 30 detik
dan ditambahkan 5 ml aquades selanjutnya disimpan ditempat gelap selama 95
menit, kemudian ditera pada panjang gelombang 765 nm. Sample dilakukan seperti
pada standar dan hasilnya dinyatakan dengan ekivalen mg asam gallat.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 143Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
HASIL DAN PEMBAHASANHasil uji kualitatif terhadap seluruh hasil isolasi bioaktif polifenol menunjukkan
hasil positif dengan adanya perubahan warna menjadi hitam. Perubahan warna
polifenol menjadi hitam dikarenakan terjadinya komplek ion Fe+3 dengan senyawa
polifenol, warna yang hitam menunjukkan jumlah polifenol yang tinggi, jika warnanya
hijau menunjukkan jumlah polifenol agak rendah.
Pada penelitian pendahuluan telah digunakan pelarut etanol yang mengandung
air yaitu etanol 70% ternyata munculnya senyawa pektin yang keluar dari pod husk
kakao sangat menghalangi isolasi bioaktif polifenol, sehingga dilakukan pemilihan
pelarut yang bebas air.
Berdasarkan hasil isolasi menggunakan bahan pod husk kakao basah dengan
pelarut heksan diperoleh kapasitas antioksidan 14,16% dari total fenol yang setara
asam galat 5,53 mg dan menggunakan pelarut etanol absolut diperoleh kapasitas
antioksidan sebesar 61,56% dari total fenol sebesar 47,90 mg setara asam gallat.
Isolasi bioaktif pod husk kakao dalam kondisi kering menggunakan bubuk pod husk
kakao dengan pelarut heksan diperoleh kapatitas antiokasidan sebesar 12,54% dari
4,97 mg setara asam gallat dan menggunakan pelarut etanol absolut diperoleh
kapasitas antioksidan sebesar 92,15% dari total fenol sebesar 80,10 mg setara asam
gallat.
Pada kondisi basah kulit buah (pod husk) kakao senyawa polifenol masih
terisolasi oleh beberapa senyawa seperti pektin serta adanya ikatan hidrogen dengan
jaringan di dalam pod husk kakao sehingga tidak mudah akan terikut oleh pelarut
baik etanol maupun sikloheksan.
Etanol mempunyai sifat yang polar sehingga akan memudahkan isolasi bioaktif
polifenol yang mempunyai sifat hidrofilik, dibandingkan dengan sikloheksan maka
etanol mempunyai kepolaran yang lebih baik. Etanol juga tidak bersifat racuk (toksik)
karena hasil isolasi akan digunakan sebagai bahan pangan yang bersifat fungsional.
Penggunaan etanol absolut sebagai pelarut untuk isolasi bioaktif polifenol dari
pod husk kakao sangat efektif serta mudah diuapkan untuk perlakuan selanjutnya
dengan enkapsulasi menggunaka malto dekstrin.
KESIMPULANPelarut yang terbaik untuk isolasi bahan bioaktif dari pod husk kakao yaitu
etanol absolut.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 144Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
DAFTAR PUSTAKA
Aguirre-Cruz, A., G. Mendez-Montealvo, J. Solorsa-Feria dan L.A. Bello Perez. 2005. Effectof carboxymethylcellulose and xanthan gum on the thermal functional and rheologicalproperties of dried nixtamalised maize masa. Carbohydrate Polymer. 62:222-231.
Ambriz, S.L.R., J.J.L. Hernandes, E.A. Acevedo, J. Tovar dan L.A.B. Perez, 2008.Characterization of a fibre-rich powder prepared by liquefaction of unripe banana flour.Food Chemestry 107:1515-1521.
Anonim, 2010. Laporan Market Inteligence: Perkembangan Agribisnis Kakao di Indonesia.http://www.datacon.co.id/Agri-2010Kakao.htmldiunduh tanggal 11 Januari 2012.\
ASKINDO,2005. Prospek Agroindustri Kakao Indonesia di Pasaran Dunia sampai dengan2010. Temu Teknis Agroindustri Kakao. Jember, 27 September 2005.
Azman, M.A., Shafik, H., Maria, A.P. dan Maria G.G. 2013. Solvent effect on AntioxidantActivity and Total Phenolic Content of Betula alba and Convolvulus arvensis.International Journal of Biological Food, Vaterinery and Agricultural Engineering. (7)5:152-156.
Baar, A. dan W.M. Kulicke, 1994. Nuclear magnetic resonance spectroscopic charac-terisation of carboxymethylcellulose. Macromol. Chem. Phys. 195:1483-1492.
Bar-Nir, B.B.A. dan J.F. Kadla. 2009. Synthesis and structural characterization of 3-O-ethylen glycol functionalized cellulose derivatives. Carbohydrate Polymer. 76:60-67.
Barai, B.K., R.S. Singhal dan P.R. Kulkarni, 1997. Optimization of process for prepa- ringcarboxymethyl cellulose from watert hyacint (Eichornia crassipes). CarbohydratePolymers. 32 : 229-231.
Bayarri, S., L.G. Tomas dan E. Costell, 2008. Viscoelstic properties of aqueous andmilk system with carboxymethyl cellulose. Food Hydrocolloids. Doc. 10.1016/Foodhyd.2008.02.002.
Beatriz, A.P., G.T. Ciaocco dan E. Frollini. 2006. Cellulose acetat from linter and sisal :corelation between synthesis condition in DMAc/LiCl and product properties.Bioresource Technology. 97:1696-1702.
Beatriz, A.P., M.N. Belgacem dan E. Frollini. 2006. Mercerized linters cellulose :characterization and acetylation in N,N-dimethylacetamide/lithium chloride.Carbohydrate Polymer. 63:19-29.
Biswal, D.R. dan R.P. Singh. 2004. Characterization of carboxymethyl cellulose andpolyacrylamide graft copolymer. Carbohydrate Polymer. 57:379-387
.Browning, B.L. 1967. Methodes of Wood Chemistry. Vol II. Interscience Publishers
A Division of John Wiley and Sons. New York. USA.
Burdock, G.A., 2007. Review : Safety Assessment of Hydroxy Propyl Methyl CelluloseAs a Food Ingredient. Food and Chemical Toxicology. 45 : 2341-2351.
Camino, N.A., O.E. Perez dan A.M.R. pilosof. 2009. Molekuler and fungsional modification ofhydroxypropylmethylcellulose by high-intencisty ultrasound. Food Hydrocolloid.23:1089-1095.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 145Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Capitani, D., Porro F. Dan Segre A.L. 2000. High filed NMR analysis of the degree ofsubstitution in carboxymethyl cellulose sodium salt. Carbohydrate Polymers 42:283-286.
Chen, C.L., P.Y. Li, W.H. Hu, M.H. Lan, M.J. Chen dan H.H. Chen. 2008. Using HPMC toimprove crust crispness in micriwave-reheated battered mackerel nuggets : waterbarrier effect of HPMC. Food Hydrocolloid. 22:1337-1344.
Chen, H.H. dan Y.C. Huang. 2008. Rheological properties of HPMC enhance surimianalyzed by small- and largestrain test II : effect of water content and ingredients.Food Hydrocolloid. 22:313-322.
Chen, Y., Y. Wang, J. Wan dan Y. Ma. 2010. Crystal and pore structure of wheat strawcellulose fiber during recycling. Cellulose. 17:329-338.
Cheng, H.N. dan A. Biswas. 2011. Chemical modification of cotton based natural materials;products from carboxymethyl cellulose. Carbohydrate Polymer. 84:1004-1010.
Cheng, L.H., A.A. Karim dan C.C. Seow. 2008. Characterization films made of konjacglucomanan (KGM), carboxymethyl cellulose (CMC) and lipid. Food Chemistry.107:411-418.
De la Motte, H., Hasani M., Brelid H. dan Westman G. 2011. Molecular characterization ofhydrolyzed cationized nanocrystalline cellulose, cotton cellulose and softwood kraftpulp using high resolution 1D and 2D NMR. Carbohydrate Polymers. 85:738-746.
Durgin, A.G., 1957. The Alkaline Process. In : Calkin, J.B. dan G.S. Withman (editor)Modern Pulp Paper Making. 3ed. Reinhold Publishing Corp. New York, USA.
Eremeeva, T.E. dan T.O. Bykova, 1998. SEC of Mono-Carboxymethyl Cellulose (CMC)In a Wide Range pf pH; Mark-Houwink Constant. Carbohydrate Polymers 36:319-326.
Fang, J.M., R.C. Sun dan J. Tomkinson. 2000. Isolation and characterization ofhemicellulose and cellulose from rye straw alkalin peroxide extraction. Cellulose7:87-107.
Fatimi, A.,J.F. Tassin, S. Quillard, M.A.V. Axelos dan P. Weiss, 2008. The RheologicalProperties of Silated Hydroxypropylmethylcellulose Tissue Engineering Matrics.Biomaterial, 29:533-543.
Fengel, D dan G. Wegener, 1995. Kayu : Kimia Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Ied.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Third Ed. University of Wisconsin- Madison,Marcel Dekker Inc. New York, USA.
Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden, 1999. Kimia Organik. 3ed. Penerbit Erlangga.Jakarta.
Floyd, F., L. Ho dan D.W. Kloeiwicz. 1980. Proton nuclear magnetic ResonanceSpectrometry for determination of substituents and their distribution incarboxymethylcellulose. Analytical Chemistry. 52:913-916.
Funami, T., Kataoka, Y., Hiroe, M., Asai, I., Takahashi, R. dan Nishinari, K. 2007. Thermalaggregation of methylcellulose with different molekuler weights. Food Hydrocolloid.21:46-58
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 146Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Haryanti, P., 2009. Sintesis dan Karakterisasi Hydroxypropylcellulose Dari TandanKosong Kelapa Sawit Serta Aplikasinya Sebagai Pengental Saos Tomat. TesisPasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Heinze, T. dan K. Pfeiffer, 1999. Studies on the Sythesis and Characterization of Car-Boxymethyl Cellulose. Die Angenwandte Makromolekulare Chemi, 266:37-45.
Heinze, T., U. Erler, I. Nehls dan D. Klemm. 1994. Determination of the substituent pattern ofheterogenously cellulose by using high-performance liquid chromatography. DieAngewandte Makromolekulare Chemie. 215: 99-106.
Heinze, U.T.E., J. Schaller, T. Heinze, S. Horne, B. Saake dan J. Pulse. 2000.Characterization of regioselectively funcionalized 2,3-O-carboxymethyl cellulose byenzymatic and chemical methods. Cellulose. 7:161-175.
Hergert., A.L. dan T.E. Muller. 1978. Modified Cellulose – An Overview of TheFuture. In Modified Cellulosics. Edited by R.M. Rowell dan R.A. Young.Academic Press. New York.
Horner, S., Puls J., Saake B., Klohr E.A. dan Thielking H. 1999. Emzyme aidedcharacterization of carboxymethylcellulose. Carbohydrate Polymers. 40:1-7.
Huson, E., Buchoux S., Avondo C., Cailleu D., Djellab K., Gosselin I., Wattraint O danSarazin C. 2011. Enzymatic hydrolysis of ionic liquid pretreated celluloses :contribution of CP-MAS 13C NMR and SEM. Bioresource Technology.102:7335-7342
Jiang, L., Y. Li, X. Wang, L. Zhang, J. Wen dan M. Gong. 2008. Preparation and propertiesof nano-hydroxyapatite/Chitosan/carboxymethyl cellulose composite scaffold.Carbohydrate Polymer, 74:680-684.
Jumel, K., S.E. Harding, J.R. Mitchell, Kar-Mun To, I. Hayter, J.E. O’Mullane danS.W. Smith, 1996. Molar Mass and Viscometric Characterisation of HydroxyPropylMethyl Cellulose. Carbohydrate Polymers. 29:105-109.
Larsen, F,H., Schobitz M. dan Schaller J. 2012. Hydration properties of regioelectivelyEtherified cellulose monitored by 2H and 13C solid-state MAS NMR spectroscopy.Carbohydrate Polymers. 9:640-647.
Larsson, M., Viriden A., Stading M. dan Larsson A. 2010. The influence of HPMCsubstitution pattern on solid-state properties. Carbohydrate Polymers. 82:1074-1081.
Lin, O.H., R.N. Kumar, H.D. Rozman dan M.A.M. Noor. 2005. Grafting of sodiumcarboxymethylcellulose (CMC) with glycidyl methacrylate and development of UVcurable coating s from CMC-g-GMA induce by cationic photoinitiator. CarbohydratePolymer. 59:57-60.
Liu, S.Q., S.C. Joshi, Y.C. Lam dan K.C. Tam. 2008. Thermoreversible gelation ofhydroxypropylmethylcellulose in simulated body fluid. Carbohydrate Polymer. 72:133-143.
Li Y.M., G.Y. Xu, X. Xin, X.R. Cao dan D. Wu, 2008. Dilational Surface Viscoelasticityof Hydroxypropyl Methyl Cellulose and CnTAB at Air-Water Surface.Carbohydrate Polymers. 72:211-221
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 147Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
MacGregor, E.A. dan C.T., Greenwood, 1980. Polymer in Nature. John Wiley and Sons,USA.
Maftoonazad, N. dan H.S. Ramaswamy. 2005. Post-harves shelf-life extension of avocadosusing methylcellulose based coating. Lebensm-Wiss. U-Technol. 38:617-624.
Mailoa, M.N., Mahendradata, M., Laga, A., dan Djide Natsir. 2013. Tannin Extract of GuavaLeaves (Psidium guajava L) Variation with Concentration OrganicSolvents.International Journal of Scientific and Technologi Research (2) 9:106-110.
Majdanac, L.D., D. Poletti dan M.J. Trodosovic, 1990. Determination of The Crystali-nity of Cellulose Samples by X-Ray Diffraction. Acta Polymers. 42:351-357.
Marchessault, R.H. dan P.R., Sundararajan, 1983. Cellulose In : Aspinall, G.O. (editor)The Polysaccharide.. Academic Press. Inc. London.
Melander, M. dan T. Vuorinen. 2001. Determination of the degree of polymerization ofcarboxymethyl-cellulose by size exclusion chromatography. Carbohydrate Polymer.46:227-233.
Mezdour, S., G. Cuvelier, M.J. Cash dan C. Michon, 2007. Surface Rheological Proper-ties of Hydroxy Propyl Cellulose at Air-Water Interface. Food Hydrocolloids.21 : 776-781.
Misnawi, Selamat, J., Bakar, J., and Saari, N., 2002, Oxidation of polyphenols in unfermentedand partly fermented cocoa beans by cocoa polyphenol oxidase and tyrosinase, J. ofthe Sci of Food and Agric.
Mohdy, F.A.A., E.S.A. Halim, Y.M.A. Ayana dan S.M. El Sawy, 2009. Rice Straw as aNew for Some Beneficial Uses. Carbohydrate Polymers. 75:44-5.
Naruenartwongsakul, S., M.S. Chinnan, S. Bhumiratana dan T. Yoovidhya. 2004. Pastingcharacteristic of wheat flour-based batters containing cellulose ethers. Lebensm-Wiss.U-Technol. 37:489-495.
Olaru, N., L. Olaru, A. Stoleriu, dan D. Timpu, 1997. Carboxymethylsellulose SynthesisIn Organic Media Containing Ethanol and or Acetone. Applied Polymers Science
. 67 : 481-486.
Pekel, N., F. Yoshii, T. Kume dan O. Guven. 2004. Radiation crosslinking of biodegradablehydroxypropylmethylcellulose. Carbohydrate Polymer. 55:139-147.
Petzold-Welcke, K. M. Kotterritzach dan T. Heinze. 2010. 2,3-O-methylcellulose : studies onsynthesis and structure characterization. Cellulose. 17:449-457
.Pouomoge, V., G. Takam dan J.B. Pouemegne, 1997. A preliminary evaluation of cacao husk
in practical diets for juvenile Nile tilapia. Aquaculteru. 156:211-219.
Pushpamalar, V., S.J. Langford, M. Ahmad, dan Y.Y. Lim, 2006. Optimization of ReactionConditions for Preparing Carboxymethyl Cellulose from Sago Waste.CarbohydratePolymers. 64 : 312-318.
Sobamiwaand, O. dan O.G. Longe, 1994. Utilization of cocoa pod pericarp fractions inbroiler chick d iets. Feed Science and Technology. 47 : 237-244.
ISBN : 978-602-0856-13-1Seminar Nasional PERAN ZAT GIZI SEBAGAI REGULATOR GEN DAN KESEHATAN
Surabaya 10 Juni 2015
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri 148Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Vriesmann, L.C., R.D.M.C., Amboni dan C.L.O. Petkowics, 2011a),. Cacao pod husk(Theobroma cacao L.) Composition and hot water-soluble pectins. Lebensm-Wiss.U-Technol. 34:1173-1181.
Vriesmann, L.C., R.D.M.C., Amboni dan C.L.O. Petkowics, 2011b). Optimization of nitric acidmediated extraction of pectin from cacaonpod husk (Theobroma cacao L.) usingresponse surface methodology. Carbohydrate Polymers. 84:1230-1236.
Vriesmann, L.C., R.F. Teoflo dan C.L.O. Petkowics, 2012. Extraction and characterization ofpectin from cacao pod husk (Theobroma cacao L.) with citric acid. LebensmWiss.U-Technol. 49:108-116.
KRISTALISASI PELARUT SUHU RENDAH PADA EKSTRAKSIVITAMIN E DAN FITOSTEROL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT
(Low Temperature Solvent Crystallization Of Vitamin E And Phytosterol ExtractionFrom Palm Fatty Acids Distillate)