senin, 27 september 2010 | media indonesia membuka … · us$3.300 (sekitar rp30 juta). india satu...

1
Perbandingan Biaya E-voting / JEMBRANA, BALI Satu unit e-voting Jembrana menghabiskan sekitar Rp10 juta (casing Rp4 juta, CPU Rp2,5 juta, monitor layar sentuh Rp2 juta, dan card reader Rp800 ribu). AMERIKA SERIKAT Satu DRE Amerika Serikat memerlukan US$3.300 (sekitar Rp30 juta). INDIA Satu set EVM India yang terdiri dari voting unit, control unit dan kabel memerlukan 10.000 rupee (sekitar Rp2 juta), tetapi hanya dapat menampung 16 nama. GRAFIS: TIYOK S ETELAH 65 tahun dan 10 kali penyelenggaraan pemilu, rasanya aneh Indonesia masih bergantung pada paku atau pulpen. Coblos dan contreng masih dianggap efektif untuk kondisi bangsa ini. Benarkah? Sebuah gebrakan yang dilakukan Kabupaten Jembrana, Bali, membuka mata untuk memanfaatkan teknologi yang sebenarnya telah ada di dunia se- jak 1960. Sebanyak 54 kepala dusun di 31 desa di Jembarana sukses mengada- kan pemilu dengan sistem e-voting. Sayangnya, layar sentuh e-voting tersebut gagal diterapkan dalam pemi- lihan kepala daerah (pemilu kada) 2010 ini dengan alasan klasik, yakni pendanaan dan infrastruktur. Penakaran kesiapan digitalisasi pemilu di Indonesia ini ditantang dalam perlombaan rancang bangun sistem e-voting yang diadakan Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT), pekan lalu. Meski diiringi berbagai kekhawatiran, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshid- diqie tetap merasa yakin Indonesia dapat membuka gerbang digitalisasi pemilu tepat pada 2014 nanti. “Tentu saja diuji secara bertahap dulu, mulai dari pemilihan bupati atau wali kota, lalu pemilihan gubernur pada 2012 dan 2013, setelah program nomor induk kependudukan (NIK) selesai pada 2011 dan e-KTP (kartu tanda penduduk elektronik) selesai pada 2012, hingga siap digunakan pada Pemilu 2014,” kata Jimly yang menjadi juri perlombaan tersebut. Menurut anggota dewan pertim- bangan presiden ini, keterdesakan penerapan e-voting terletak pada ur- gensinya yang mampu meningkatkan kesehatan demokrasi. Dengan e-voting, imbuhnya, akan tercipta esiensi ang- garan nasional, kultur politik baru yang transparan dan akuntabel, serta mendorong partisipasi masyarakat lebih luas. “Anak-anak kita sendiri masih mu- da-muda dan pintar-pintar. Terbukti di lomba ini mereka bisa menunjuk- kan kemampuan merancang sendiri sistem e-voting yang bisa diandalkan,” tandasnya. Pascaperlombaan, BPPT sendiri menjanjikan akan memformulasikan semua rancangan yang diperlomba- kan. Kepala BPPT Dr Marzan A Iskan- dar mengatakan BPPT akan membuat prototipenya untuk kemudian diuji, diaudit, dan diverikasi. “Sayembara ini untuk membuat sistem e-voting terbaik yang khas Indo- nesia sekaligus bisa memberi masukan teknis untuk RUU Pemilu dan perba- ikan tata cara pemilu,” jelasnya. Inovasi murah Saat ditemui Media Indonesia akhir pekan lalu (25/9) di Depok, Salman Salsabila, pemenang lomba kategori perseorangan, memaparkan sistem e-voting yang ia rancang menawarkan digitalisasi pemilu yang tak hanya canggih dan aman, namun juga lebih murah. “Saya mencoba menggabungkan dan mengadopsi sistem direct-recording electronic (DRE) sistem pemungutan suara Amerika Serikat dan Jembrana yang menggunakan teknologi layar sentuh, tapi rancangan hardware-nya mirip electronic vote machine di India yang mengutamakan kesederhanaan dan keterjangkauan biaya,” jelasnya. Sistem keamanan data yang dita- warkan mahasiswa UI tersebut meng- gunakan teknologi SSL VPN (secure socket layer virtual private network). Sistem ini memadukan dua fungsi keamanan, yakni VPN menjamin keamanan jalur komunikasi untuk pertukaran data, serta SSL menjamin kerahasiaan data yang dikirimkan melalui mekanisme kriptogra. Amerika juga menerapkan sistem ini. Bedanya, Salman menggandakan keamanan dengan mencetak setruk bukti suara sebagai alat verikasi. Jadi, kalau ada masalah dengan perangkat lunak ataupun jaringannya, setruk akan menjadi bukti pengesahan jum- lah suara. “Dengan verikasi kode QR, pemilih dapat memastikan suaranya telah dicatat oleh sistem dengan benar, dengan ukuran kertas yang sangat kecil,” katanya. Basis data pusatnya pun ia bagi menjadi dua, yakni basis data master yang bersifat rahasia dan basis data mirror yang dapat diunduh publik. Basis data mirror berisi salinan basis data master, sehingga jika ada hacker yang ingin mencoba mengubahnya, tak akan berpengaruh kepada hasil pemilu. Di basis data pusat ada kunci rahasia yang menggunakan teknik kriptogra. Artinya, untuk bisa mengenkripsi data suara, teknik ini memiliki parameter yang dapat mendeteksi jika terjadi perubahan sekecil apa pun pada data suara. “Sederhananya semacam tanda tangan digital,” ujar pemuda yang baru berusia 21 tahun tersebut. Selain itu, menurut Salman, kekha- watiran akan tingkat pendidikan rendah di sejumlah daerah serta in- frastruktur yang belum siap tak perlu menjadi penghalang. Karena, sistem yang ia namai sistem pemilihan umum terpadu (siput) ini dirancang dengan tampilan yang sangat sederhana. Dengan layar sentuh, aplikasinya sangat mudah digunakan orang awam sekalipun. Untuk pemilih tunadaksa, ada juga modus khusus kecacatan- nya. “Dan kalau pun di suatu daerah belum ada listrik, misalnya, alat ini juga bisa digunakan dengan baterai, jadi masih bisa diatasi, kok,” tandas- nya. (Tlc/Ant/US Election Assistance Commission/M-1) [email protected] Membuka Gerbang Digitalisasi Pemilu Indonesia Pop Digital | 25 SENIN, 27 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA DOK DIASPORA DIASPORA Electronic voting (e-voting) bukan sekadar tren, tapi juga perangkat penting untuk demokrasi yang sehat. HUMAS JEMBRANA E-VOTING: Seorang pemilih menyentuh layar mesin e-voting untuk memilih salah satu calon kepala dusun di Jembrana, Bali, beberapa waktu lalu. Vini Mariyane Rosya KURSUS Daftar satu gratis satu, Oficce, AutoCAD, Grafik Desain, 3Dmax, Flash, Premiere, Tehnisi, VB, WEB.BMS Jl. Hasyim Ashari No.137. Ph. 021 9490 4545. PELUANG USAHA Bth p/w 25-65th u/ jalankan hak usaha Haji&Umroh, cck ustadz/ustadzah, pensiunan,PNS,Plaut,IRT,krywn, x PHK, Achul 08151657165 - 021 70757165.

Upload: hamien

Post on 28-Aug-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Perbandingan Biaya E-voting

/

JEMBRANA, BALI

Satu unit e-voting Jembrana

menghabiskan sekitar Rp10 juta

(casing Rp4 juta, CPU Rp2,5 juta, monitor layar sentuh Rp2 juta, dan card reader

Rp800 ribu).

AMERIKA SERIKAT

Satu DRE Amerika

Serikat memerlukan

US$3.300

(sekitar Rp30 juta).

INDIASatu set EVM India yang terdiri dari voting unit, control unit dan

kabel memerlukan 10.000 rupee (sekitar Rp2 juta), tetapi hanya dapat menampung 16 nama.

GRAFIS: TIYOK

SETELAH 65 tahun dan 10 kali penyelenggaraan pemilu, rasanya aneh Indonesia masih bergantung pada paku atau

pulpen. Coblos dan contreng masih dianggap efektif untuk kondisi bangsa ini. Benarkah?

Sebuah gebrakan yang dilakukan Kabupaten Jembrana, Bali, membuka mata untuk memanfaatkan teknologi yang sebenarnya telah ada di dunia se-jak 1960. Sebanyak 54 kepala dusun di 31 desa di Jembarana sukses mengada-kan pemilu dengan sistem e-voting.

Sayangnya, layar sentuh e-voting tersebut gagal diterapkan dalam pemi-lihan kepala daerah (pemilu kada) 2010 ini dengan alasan klasik, yakni pendanaan dan infrastruktur.

Penakaran kesiapan digitalisasi pemilu di Indonesia ini ditantang dalam perlombaan rancang bangun sistem e-voting yang diadakan Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT), pekan lalu. Meski diiringi berbagai kekhawatiran, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshid-diqie tetap merasa yakin Indonesia dapat membuka gerbang digitalisasi pemilu tepat pada 2014 nanti.

“Tentu saja diuji secara bertahap dulu, mulai dari pemilihan bupati atau wali kota, lalu pemilihan gubernur pada 2012 dan 2013, setelah program nomor induk kependudukan (NIK) selesai pada 2011 dan e-KTP (kartu tanda penduduk elektronik) selesai

pada 2012, hingga siap digunakan pada Pemilu 2014,” kata Jimly yang menjadi juri perlombaan tersebut.

Menurut anggota dewan pertim-bangan presiden ini, keterdesakan penerapan e-voting terletak pada ur-gensinya yang mampu meningkatkan kesehatan demokrasi. Dengan e-voting, imbuhnya, akan tercipta efi siensi ang-garan nasional, kultur politik baru yang transparan dan akuntabel, serta mendorong partisipasi masyarakat lebih luas.

“Anak-anak kita sendiri masih mu-da-muda dan pintar-pintar. Terbukti di lomba ini mereka bisa menunjuk-kan kemampuan merancang sendiri sistem e-voting yang bisa diandalkan,” tandasnya.

Pascaperlombaan, BPPT sendiri menjanjikan akan memformulasikan semua rancangan yang diperlomba-

kan. Kepala BPPT Dr Marzan A Iskan-dar mengatakan BPPT akan membuat prototipenya untuk kemudian diuji, diaudit, dan diverifi kasi.

“Sayembara ini untuk membuat sistem e-voting terbaik yang khas Indo-nesia sekaligus bisa memberi masukan teknis untuk RUU Pemilu dan perba-ikan tata cara pemilu,” jelasnya.

Inovasi murahSaat ditemui Media Indonesia akhir

pekan lalu (25/9) di Depok, Salman Salsabila, pemenang lomba kategori perseorangan, memaparkan sistem e-voting yang ia rancang menawarkan digitalisasi pemilu yang tak hanya canggih dan aman, namun juga lebih murah.

“Saya mencoba menggabungkan dan mengadopsi sistem direct-recording electronic (DRE) sistem pemungutan

suara Amerika Serikat dan Jembrana yang menggunakan teknologi layar sentuh, tapi rancangan hardware-nya mirip electronic vote machine di India yang mengutamakan kesederhanaan dan keterjangkauan biaya,” jelasnya.

Sistem keamanan data yang dita-warkan mahasiswa UI tersebut meng-gunakan teknologi SSL VPN (secure socket layer virtual private network). Sistem ini memadukan dua fungsi keamanan, yakni VPN menjamin keamanan jalur komunikasi untuk pertukaran data, serta SSL menjamin kerahasiaan data yang dikirimkan melalui mekanisme kriptografi .

Amerika juga menerapkan sistem ini. Bedanya, Salman menggandakan keamanan dengan mencetak setruk bukti suara sebagai alat verifi kasi. Jadi, kalau ada masalah dengan perangkat lunak ataupun jaringannya, setruk

akan menjadi bukti pengesahan jum-lah suara. “Dengan verifi kasi kode QR, pemilih dapat memastikan suaranya telah dicatat oleh sistem dengan benar, dengan ukuran kertas yang sangat kecil,” katanya.

Basis data pusatnya pun ia bagi menjadi dua, yakni basis data master yang bersifat rahasia dan basis data mirror yang dapat diunduh publik. Basis data mirror berisi salinan basis data master, sehingga jika ada hacker yang ingin mencoba mengubahnya, tak akan berpengaruh kepada hasil pemilu.

Di basis data pusat ada kunci rahasia yang menggunakan teknik kriptografi . Artinya, untuk bisa mengenkripsi data suara, teknik ini memiliki parameter yang dapat mendeteksi jika terjadi perubahan sekecil apa pun pada data suara. “Sederhananya semacam tanda

tangan digital,” ujar pemuda yang baru berusia 21 tahun tersebut.

Selain itu, menurut Salman, kekha-watiran akan tingkat pendidikan rendah di sejumlah daerah serta in-frastruktur yang belum siap tak perlu menjadi penghalang. Karena, sistem yang ia namai sistem pemilihan umum terpadu (siput) ini dirancang dengan tampilan yang sangat sederhana.

Dengan layar sentuh, aplikasinya sangat mudah digunakan orang awam sekalipun. Untuk pemilih tunadaksa, ada juga modus khusus kecacatan-nya. “Dan kalau pun di suatu daerah belum ada listrik, misalnya, alat ini juga bisa digunakan dengan baterai, jadi masih bisa diatasi, kok,” tandas-nya. (Tlc/Ant/US Election Assistance Commission/M-1)

[email protected]

Membuka GerbangDigitalisasi Pemilu Indonesia

Pop Digital | 25SENIN, 27 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

DOK DIASPORADIASPORA

Electronic voting (e-voting) bukan sekadar tren, tapi juga perangkat penting untuk demokrasi yang sehat.

HUMAS JEMBRANA

E-VOTING: Seorang pemilih menyentuh layar mesin e-voting untuk memilih salah satu calon kepala dusun di Jembrana, Bali, beberapa waktu lalu.

Vini Mariyane Rosya

KURSUS

Daftar satu gratis satu, Oficce, AutoCAD, Grafik Desain, 3Dmax, Flash, Premiere, Tehn is i , VB, WEB.BMS J l . Hasy im Ashari No.137. Ph. 021 9490 4545.

PELUANG USAHA

Bth p/w 25-65th u/ jalankan hak usaha Ha j i&Umroh , cck us tadz /us tadzah , pensiunan,PNS,Plaut,IRT,krywn, x PHK, Achul 08151657165 - 021 70757165.