senarai teknologi untuk bangsa

298

Click here to load reader

Upload: hartanto

Post on 21-Mar-2016

486 views

Category:

Documents


143 download

DESCRIPTION

Bunga rampai tulisan mengenai teknologi inventarisasi dan valuasi sumberdaya alam oleh perekayasa di PTISDA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

TRANSCRIPT

Page 1: Senarai Teknologi untuk Bangsa
Page 2: Senarai Teknologi untuk Bangsa

SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Inventarisasi dan Valuasi Sumberdaya Alam

Page 3: Senarai Teknologi untuk Bangsa

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Lingkup Hak CiptaPasal 2:

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan PidanaPasal 72:

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau

Pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00

(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran

Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 4: Senarai Teknologi untuk Bangsa

Penerbit:

SENARAI TEKNOLOGIUNTUK BANGSA

Inventarisasi dan Valuasi Sumberdaya Alam

EditorAwal Subandar

LukijantoNani Hendiarti

AgustanUdrekh

Penata LetakSudibyo Sulistyo HadiTata Yudha Samudra

Perancang Sampul BukuAwaludin

TIM PENYUSUNPenulis

AgustanAgus Wibowo

Asep Dadang IrawanAwal Subandar

Bayong TjasjonoDjunaedi Muljawan

Eddy HermawanFirdana Ayu Rahmawati

Haryadi PermanaHermin Esti Setyowati

L. SumarganaMeuthia Djoharin

Muhamad NafisMuhammad Sadly

Nani HendiartiRiissiyani

Ruki ArdiantoSyaefudin

SumirahTiara Grace

Yudi WahyudiYusuf S. Dihardja

Agus Budi KuntjoroArdhi Adhary ArbainAwaluddinBudi Heru SantosaDhea W. PDjoko NugrohoFadly Syamsudin Gatot Hendrarto Heri Sadmono Lukijanto Marina C. G. FrederikMubekti Muhammad EuriMuhammad Wafid Dody KRetno Andiastuti AmbariniRony BishryR. Wisnu Ali MSopia LestariSidik MulyonoUdrekhYudi Wahyudi KurniaYoke Faisal

PTISDA-BPPT

Page 5: Senarai Teknologi untuk Bangsa

SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Penulis : Agustan... [et al.]Editor : Awal Subandar... [et al.]PerancangSampul Buku : AwaludinCetakan : Oktober, 2010Penerbit : Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan TeknologiAlamat : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Gedung 2 lantai 19 Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 1340 Telp : (021) 3169731, 3169740, 3169706 Fax : (021) 3169720

ISBN : 978-979-3017-07-5

Hak Penerbitan ada pada © 2010 PTISDA-BPPTHak Cipta dilindungi Undang-undang.

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan

sebagian atau seluruh isi tanpa izin penerbit.

Jakarta-Indonesia

Inventarisasi dan Valuasi Sumberdaya Alam

Page 6: Senarai Teknologi untuk Bangsa

v

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

S umberdaya alam diperkirakan masih akan menjadi lokomotif penggerak pembangunan ekonomi nasional hingga beberapa waktu ke depan. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan telah ditetapkan

sebagai salah satu dan 9 prioritas pembangunan nasional, sebagaimana termasuk dalam buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014. Sejalan dengan hal tersebut, maka dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi telah ditetapkan prioritas bidang, yang di antaranya adalah teknologi kelautan, mitigasi bencana, dan teknologi inventarisasi untuk mendukung ketahanan pangan.

Dengan arahan seperti itu, maka riset dan pengembangan teknologi kelautan, mitigasi bencana, dan inventarisasi sumberdaya alam untuk mendukung ketahanan pangan termasuk yang mendapat prioritas penting dalam agenda riset nasional. Berbagai kajian terkait yang dilakukan oleh lembaga riset di tanah air akan terus diarahkan dan didorong agar dapat sesegera mungkin dapat diaplikasikan dan bermanfaat bagi masyarakat.

Terkait hal tersebut di atas, maka saya menyambut baik dan mendukung upaya Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) untuk menerbitkan publikasi hasil kajian teknologi kelautan dan mitigasi bencana, serta teknologi inventarisasi sumberdaya alam untuk mendukung ketahanan pangan. Semoga publikasi ini menyadarkan banyak pihak atas kemampuan teknologi anak negeri, serta memberikan apresiasi melalui pemanfaatan nyata di tengah masyarakat.

Demikian sambutan ini, dan semoga upaya ini mendapat ridho dari Allah SWT.

Jakarta, Oktober 2010 Menteri Negara Riset dan Teknologi

Suharna Surapranata

Page 7: Senarai Teknologi untuk Bangsa

vi

SAMBUTANKEPALA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN

TEKNOLOGI

D i tengah perkembangan zaman yang dinamis, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi telah melakukan reposisi untuk meningkatkan kontribusinya dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi di Indonesia.

Sehubungan hal tersebut BPPT telah menetapkan visi baru: “Pusat Unggulan Teknologi yang mengutamakan Kemitraan melalui Pemanfaatan Hasil Rekayasa Teknologi Secara Maksimum (100, 50, 25)”. Diproyeksikan 100% hasil kajian teknologi BPPT telah dimanfaatkan oleh mitra, dan kerjasama pemanfaatan tersebut diharapkan mampu menyokong 50% biaya operasional lembaga, dan proyeksi itu dapat mewujud pada tahun 2025.

Teknologi yang dikembangkan oleh BPPT adalah teknologi yang menjadi prioritas nasional sesuai arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014, serta Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi. Teknologi kelautan, mitigasi bencana serta teknologi inventarisasi untuk mendukung ketahanan pangan adalah beberapa teknologi yang telah dimanfaatkan untuk dikembangkan, dan hal ini telah dan akan terus dilaksanakan oleh Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA), salah satu unit eselon I di lingkungan BPPT.

Teknologi yang telah dikembangkan dan siap diaplikasikan tentu harus diketahui oleh publik dan mitra. OIeh karena itu penyebarluasan hasil-hasil kajian teknologi, termasuk teknologi yang dihasilkan Kedeputian TPSA, perlu dilakukan secara sistematis. Terkait hal tersebut, saya sangat gembira dan mendukung sepenuhnya inisiatif Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (Kedeputian TPSA) untuk mempublikasikan hasil kajian teknologi kelautan, mitigasi bencana, dan teknologi inventarisasi untuk mendukung ketahanan pangan.

Besar harapan saya publikasi buku berjudul “Senarai Teknologi untuk Bangsa” ini dapat menjangkau pihak-pihak yang membutuhkan dan berpotensi menjadi mitra. Saya berharap pula semoga Allah SWT berkenan melimpahkan taufik dan hidayah-Nya atas upaya yang serius ini.

Jakarta, Oktober 2010 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kepala,

Dr. Marzan A. Iskandar

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Page 8: Senarai Teknologi untuk Bangsa

vii

SAMBUTANDEPUTI KEPALA BPPT

BIDANG TEKNOLOGI PENGEMBANGANSUMBERDAYA ALAM

Selain tugas pokok dan fungsinya dalam pengembangan teknologi pengembangan sumberdaya alam, Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) telah mendapat tugas khusus dan Kepala BPPT untuk mengembangkan

teknologi kelautan, mitigasi bencana, dan teknologi inventarisasi untuk mendukung ketahanan pangan. Pengembangan teknologi kelautan ditekankan pada marine based services and industries.

Tugas khusus tersebut telah ditindaklanjuti oleh segenap perekayasa di Kedeputian TPSA, dan menghasilkan beberapa teknologi yang kiranya patut diketahui oleh masyarakat luas. Aplikasi teknologi penginderaan jauh dalam pemetaan potensi rumput laut dan pendeteksian lumbung ikan adalah contoh teknologi kelautan yang siap dilemparkan kepada khalayak luas. Untuk teknologi mitigasi bencana telah berhasil dikembangkan Buoy INA-TEWS (Indonesian Tsunami Early Warning System). Kemudian teknologi hiperspektral untuk memprediksi secara akurat produksi padi merupakan bentuk teknologi inventarisasi yang disiapkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Keberhasilan pengembangan teknologi-teknologi di atas akan diinformasikan kepada publik melalui sebuah buku pada acara “Peluncuran Produk Inovasi PTISDA dan Temu Bisnis”. Atas rencana tersebut, saya selaku Deputi Kepala BPPT Bidang TPSA menyambut balk inisiatif PTISDA untuk mempublikasikan berbagal inovasi karya anak negeri yang telah dihasilkan, terutama yang berkenaan dengan teknologi kelautan, mitigasi bencana, dan teknologi inventarisasi untuk mendukung ketahanan pangan.

Semoga produk inovasi ini dapat bermanfaat bagi Bangsa Indonesia secara umum, dan para mitra secara khusus dalam mengetahui potensi yang ada pada Kedeputian TPSA, khususnya PTISDA. Tentu kita semua sangat berkepentingan dan berharap dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa, yang secara tidak langsung juga akan mengangkat jati diri bangsa.

Sekali lagi saya menyambut baik penerbitan buku “Senarai Teknologi untuk Bangsa” dan rencana peluncuran produk inovasi dan temu bisnis PTISDA. Semoga Allah SWT memberkati upaya ini.

Jakarta, Oktober 2010 Deputi Kepala Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam,

Dr. Ir. Ridwan Djamaludin, MSc

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Page 9: Senarai Teknologi untuk Bangsa

viii

KATA PENGANTARDIREKTUR PUSAT TEKNOLOGI INVENTARISASI

SUMBERDAYA ALAM

Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA), salah satu unit eselon II di bawah Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPS), telah melakukan serangkaian kajian teknologi kelautan, mitigasi

bencana, dan teknologi inventarisasi untuk mendukung ketahanan pangan. Teknologi yang dikembangkan tersebut adalah teknoIogi yang sesuai kebutuhan nasional saat ini. OIeh karena itu Kami merasa perlu untuk “melaporkan” hasil kajian tersebut kepada publik.

Bentuk laporan tersebut dalam bentuk sebuah buku bentuk “Senarai Teknologi untuk Bangsa”, yang berisikan tulisan staf PTISDA dan mitra kerja terkait Buku tersebut akan diluncurkan pada acara “Peluncuran Produk Inovasi PTISDA dan Temu Bisnis”.

Kami berharap buku ini dapat menjangkau publik secara luas, terutama para mitra yang membutuhkan teknologi-teknologi tersebut. Selanjutnya, guna keperluan penyempurnaan ke depan, Kami sangat terbuka atas saran terhadap kandungan buku dan teknologi yang dikembangkan.

Akhirul kalam, semoga upaya Kami ini mendapat anugerah Allah SWT dan apresiasi publik secara bersamaan.

Jakarta, Oktober 2010 Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam

Dr. Muhammad Sadly, M.Eng

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Page 10: Senarai Teknologi untuk Bangsa

ix

SEKAPUR SIRIH

B uku berjudul “Senarai Teknologi Untuk Bangsa”: catatan inovasi para peneliti dan perekayasa Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA) BPPT. Buku ini memberikan tekanan pada produk teknologi inovatif yang

berkaitan dengan hasil kajian teknologi kelautan, mitigasi bencana, dan teknologi inventarisasi untuk mendukung ketahanan pangan. Lebih jauh ke depan, dalam rangka mewujudkan BPPT sebagai pusat unggulan teknologi yang mengutamakan kemitraan melalui pemanfaatan hasil rekayasa teknologi secara maksimum.

Sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Bapak Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie sebagai pendiri BPPT, bahwa teknologi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan peradaban manusia modern. Teknologi bukan hasil sumber daya alam, melainkan hasil pemikiran, buah karya, dan ciptaan sumber daya manusia. Sinergi dari berbagai sektor teknologi hanya bisa dimungkinkan jika sebuah bangsa mengarahkan potensinya untuk membentuk manusia yang unggul, berbudaya dan taat pada nilai ajaran agama, serta mampu mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini wujud bukti komitmen peneliti dan perekayasa PTISDA, dalam upaya menghilangkan kesenjangan informasi teknologi kepada masyarakat Indonesia, sekaligus mencerdaskan dan menjadikan manusia yang unggul.

Keterbukaan informasi dan akuntanbilitas tentang pengembangan dan pemanfaatan teknologi inovatif kepada publik ini adalah perjuangan Kita pada masa kini dan masa yang akan datang. Terima kasih Kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini. Menyadari akan segala kekurangan dalam teknis penyusunan buku ini, Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, dan semoga bermanfaat bagi Kita semua.

Jakarta, Oktober 2010

Tim Editor

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Page 11: Senarai Teknologi untuk Bangsa

x

Daftar Isi

Sambutan Menteri Negara Riset dan Teknologi …………………………. vSambutan Kepala BPPT ……………………………………………………. viSambutan Deputi TeknoLogi Sumberdaya Alam …………………………. viiSambutan Direktur Teknologi InventarisaSi Sumberdaya Alam ………... viiiSekapur Sirih dari Tim Editor …………………………………….…………. ix

Daftar Isi ……………………………………………………………………… x

UMUM ………………………………………………………………………… 1Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam: Status, Tantangan,dan Prospek Aplikasi di Indonesia …………………………………………. 3NEOnet: Bersinergi Membangun Negeri ………………………………….. 28Penentuan Lokasi Tambat Tongkang Batubara Segmen Marabahan-Rantau Badauh Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan ……………………………………………….. 34

Toponimi dan Semangat Kebangsaan yang Berwawasan Nusantara … 45Variabilitas Curah Hujan di Sumatera dan Kaitannya denganDipole Mode ….………………………………………………………………. 51

KELAUTAN DAN PERIKANAN …………………………………………… 59Indonesia Kemandirian Teknologi Eksplorasi MIGAS Lepas Pantai …………………………………………………………………. 61Pemanfaatan Data Batimetri dalam Mitigasi Bencana danInventarisasi Sumberdaya Alam …………………………………………… 67Peluang Pembangunan Industri Perikanan di Selayar ………………….. 77Pemetaan Potensi Rumput Laut dari Angkasa …………………………... 91SIKBES-Ikan Sistem Penjejak Ikan nan Cerdas …………………………. 97Teknologi Radar Pantai untuk Memonitor Pantaidan Lautan …………………………………………………………………… 110

MITIGASI BECANA …………………………………………………………. 115Pola Hujan Ekstrem Jabodetabek …………………………………………. 117Memantau Perilaku Gunung Api Dengan Radar …………………………. 126Mengendalikan Semburan Gas Liar di Prabumulih ……………………… 132

Page 12: Senarai Teknologi untuk Bangsa

xi

SURVEI KEBUMIAN ………………………………………………………. 141Akuntansi Sumberdaya Tambang Provinsi Papua ……………………… 143Pengembangan Jejaring Transportasi Sumberdaya Alam …………….. 151Perencanaan Transportasi Sumberdaya Alam: KasusKabupaten Tanahlaut ………………………………………………………. 165Selayar: Bandar Niaga Timur ……………………………………………… 175

PERTANIAN DAN KEHUTANAN ………………………………………… 187Meramal Panen Padi dengan Model Matematika ………………………. 189Peta Spektral Keanekaragaman Hayati ………………………………….. 197Prediksi Cepat dan Akurat Rendemen dan Produktivitas Gula Tanaman Tebu dengan Teknologi Hypespectral ………………………… 201Reducing Emissions from Deforestation in DevelopingCountries (REDD): Konsep dan Penerapan di Indonesia ……………… 205Teknologi Hypespectral Terobosan Baru untuk Memprediksi Padi dari Angkasa …………………………………… 214Satelit Pengindera Emisi dan Politisasi Isu Iklim ……………………….. 218Kesesuaian Lahan dan Pewilayahan Komoditas Pertanian:Studi Kasus Kabupaten Banyuwangi …………………………………….. 222

SISTEM INFORMASI POTENSI INVESTASI DAN AKUNTASI SUMBERDAYA ALAM …………………………………………………….. 245Pengembangan Jaringan Data Spasial Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir ………………… …………………………………….... 247SIPI: Sistem Informasi Potensi Inventasi ………………………………... 257Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Sawah Di Kabupaten Indramayu ... 267Natural Resources Accounting dan Perubahan Pembentukan Lahan ... 275

Page 13: Senarai Teknologi untuk Bangsa

xii

Page 14: Senarai Teknologi untuk Bangsa

UMUM

Page 15: Senarai Teknologi untuk Bangsa
Page 16: Senarai Teknologi untuk Bangsa

3

TEKNOLOGI INVENTARISASISUMBERDAYA ALAM:

STATUS, TANTANGAN, DAN PROSPEK APLIKASI DI INDONESIA

Muhamad SadlyHeri SadmonoNani HendiartiAwal Subandar

Pendahuluan

Membahas masalah sumberdaya alam (natural resources), mulai dari perkembangan teknologinya sampai kepada bagaimana pengelolaannya merupakan hal yang terus mendapat perhatian di

negara kita. Potret buram tentang banyaknya bencana alam yang terjadi di negeri kita, seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, serta bencana alam lainnya yang terjadi di berbagai daerah dan menelan banyak korban jiwa manusia dan harta benda merupakan gambaran terkini pengelolaan sumberdaya alam. Potret tersebut mencerminkan belum optimalnya kita sebagai bangsa dalam mengelola sumberdaya alam.

Lebih lanjut, kedudukan Indonesia yang berada dalam lintas distribusi keanekaragaman sumberdaya alam telah menciptakan kekayaan dan keunikan tersendiri. Wilayah Indonesia menjadi salah satu titik pertemuan antara berbagai kepentingan internasional dan permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam. Rangkaian kerusakan sumberdaya alam yang terjadi di berbagai pelosok negeri telah menjadi bagian penting dari dasar yang kuat untuk merubah paradigma pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang selama ini menjadikan pembangunan ekonomi perlu direvisi dengan mengacu kepada pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan.

Implementasi pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan memer-lukan dukungan teknologi karena merupakan faktor yang dapat memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa.

Page 17: Senarai Teknologi untuk Bangsa

4 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Fenomena ini tercermin pada terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (Resource-Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge-Based Economy/KBE). Pada KBE, kekuatan bangsa diukur dari kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan, dan energi untuk peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa. Pembangunan IPTEK merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu, IPTEK menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi proses transformasi sumberdaya menjadi sumberdaya baru yang lebih bernilai. Dengan demikian peningkatan kemampuan IPTEK sangat diperlukan untuk meningkatkan standar kehidupan bangsa dan negara, serta kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.

Urgensi pengembangan IPTEK tersebut termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005 – 20025 dan Rencana Pem-bangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004 – 2009, 2010 – 2014). Pada bagian rencana pembangunan bidang IPTEK, dinyatakan bahwa pembangunan IPTEK dilaksanakan untuk mendukung tercapainya sasaran “mendorong pertumbuhan ekonomi” dalam rangka terlaksananya agenda pembangunan nasional dalam hal meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam konteks pengembangan IPTEK, tentunya termasuk teknologi inventarisasi sumberdaya alam. Secara sederhana, teknologi inventarisasi sumberdaya alam adalah teknologi yang digunakan untuk memudahkan proses pemahaman yang menyeluruh akan ketersediaan sumberdaya alam di suatu wilayah, dimana pemahaman tersebut mencakup: (i) karakteristik dasar sistem, (ii) dinamika sistem, dan (iii) perhitungan nilai manfaat dari sistem sumberdaya alam.

Pada akhirnya, “can the technology solve the problems in natural resource management? Demikian pertanyaan yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, seperti terlihat pada teknologi informasi dan komunikasi, teknologi satelit penginderaan jauh dengan sensor yang memiliki resolusi spasial yang semakin tinggi dan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), serta teknologi lainnya. Terkait dengan pertanyaan mendasar di atas, maka tulisan ini disusun untuk menggambarkan kapasitas pengembangan teknologi yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA). Dengan kata lain, tulisan ini merupakan makalah payung yang dimaksudkan sebagai makalah inti yang merangkum semua tulisan-tulisan yang ditampilkan dalam buku ini, mulai dari pengkajian, penerapan, pengembangan sampai kepada

Page 18: Senarai Teknologi untuk Bangsa

5UMUM

pemanfaatan teknologi inventarisasi sumberdaya alam untuk berbagai sektor di Indonesia.

Teknologi Inventarisasi Sumberdaya AlamPerkembangan teknologi inventarisasi sumberdaya alam di dunia, khususnya di Indonesia saat ini umumnya masih didominasi oleh penerapan teknologi penginderaan jauh (remote sensing technology), sistem informasi geografis (GIS) serta teknologi survei lainnya. Era teknologi penginderaan jauh di Indonesia saat ini sudah bergeser dari kegiatan pengkajian dan penelitian menuju kegiatan operasional. Kegiatan operasionalisasi penuh inderaja ini bertujuan akhir menjadikan teknologi penginderaan jauh suatu industri jasa teknologi tinggi yang tangguh di Indonesia.

Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (TISDA), secara umum, da-pat dibagi dalam 3 tahapan proses yaitu: (1) Tahap karakterisasi sumber-daya alam; (2) Tahap pemodelan sumberdaya alam, pada tahapan ini dimungkinkan untuk mengembangkan model pengelolaan sumberdaya alam serta sistem prediksi potensi sumberdaya alam itu sendiri; (3) Tahap akuntansi sumberdaya alam, dimana dilakukan penghitungan manfaat (dan mudharat) dari pemanfaatan sumberdaya alam, sekaligus optimasinya dalam proses pengambilan keputusan.

Perkembangan pesat dari teknologi komputer dan komunikasi, baik perangkat lunak maupun perangkat keras memungkinkan pemrosesan data menjadi semakin cepat dan akurat. Hal ini sangat dibutuhkan di dalam menerapkan teknologi inventarisasi dan pengelolaan sumberdaya alam, dimana memiliki data yang sangat besar ukurannya serta jumlah kanal yang sangat banyak. Di bidang teknologi satelit penginderaan jauh, saat ini sudah banyak satelit yang diluncurkan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia mulai dari satelit dengan sensor resolusi rendah, menengah sampai ke sensor resolusi tinggi yang memungkinkan kita melakukan aplikasi pada berbagai sektor sumberdaya alam di Indonesia. Keterlibatan instansi pemerintah, daerah, swasta maupun industri di dalam pemanfaatan teknologi ini sangat aktif dan saat ini sudah memasuki fase operasionalisasi.

Peran dan Posisi PTISDA: State of the Art of TechnologyPusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA) adalah salah satu unit kerja di bawah Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang mempunyai visi:

Page 19: Senarai Teknologi untuk Bangsa

6 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

”Menjadi pusat unggulan teknologi karakterisasi, pemodelan, dan akuntansi sumberdaya alam yang mengutamakan kemitraan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi secara maksimum di bidang teknologi inventarisasi sumberdaya alam”.

PTISDA mempunya Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi): “Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi karakterisasi sistem sumberdaya alam, pemodelan sistem sumberdaya alam, serta akuntansi sumberdaya alam”. Adapun misi yang diembannya adalah: (a) pengkajian dan penerapan teknologi serta penyusunan kebijakan nasional di bidang teknologi karak-terisasi system sumberdaya alam, teknologi pemodelan sistem sumberdaya alam, dan akuntansi sumberdaya; (b) melakukan koordinasi fungsional dalam pelaksanaan tugas di bidang teknologi karakterisasi sistem SDA, teknologi pemodelan sistem SDA dan akuntansi SDA; (c) pemantauan, pembinaan, dan pelayanan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam rangka inovasi, difusi, pengembangan kapasitas, dan membina alih teknologi karakterisasi dan pemodelan sistem SDA beserta akuntansinya.

Konsep teknologi inventarisasi sumberdaya alam dalam persepsi PTISDA dalam memberikan solusi terkait permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam (eksplorasi kebumian) diperlihatkan pada Gambar 1. Konsep pendekatan tersebut diterjemahkan ke dalam 3 bidang, dan berikut adalah penjelasan ringkas masing-masing bidang.

Bidang Teknologi Karakterisasi Sistem SDA difokuskan pada pengkajian, penerapan serta pengembangan teknologi yang terkait dengan proses karakterisasi sumberdaya alam (pattern recognition), yaitu melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi inventarisasi untuk karakterisasi sistem sumberdaya alam yang mencakup teknologi survei, eksplorasi, pengukuran, penginderaan dan pemetaan dan menggunakan wahana darat, laut, dan dirgantara. Selanjutnya, Bidang Teknologi Pemodelan Sistem Sumberdaya Alam (dynamic modeling) melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi inventarisasi untuk pemodelan sistem sumberdaya alam, yang mencakup: teknologi komputasi untuk kuantifikasi, simulasi, dan prediksi. Adapun Bidang Teknologi Akuntansi Sumberdaya Alam bertugas melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi sistem informasi untuk perencanaan dan akuntansi pemanfaatan sumberdaya alam, yang men-cakup teknologi sistem informasi geografis dan sistem komputasi untuk penilaian ekonomis, dan optimasi dinamis.

Page 20: Senarai Teknologi untuk Bangsa

7UMUM

Gambar 1. Konsep teknologi inventarisasi SDA dalam persepsi PTISDA BPPT

Teknologi Karakterisasi Sistem Sumberdaya Alam: disadari sepe-nuhnya bahwa ketersediaan data dan informasi yang akurat dan terkini, khususnya yang berkaitan dengan potensi sumberdaya alam, saat ini masih sangat terbatas. Teknologi karakterisasi sumberdaya alam memegang peranan penting dan menjadi ujung tombak dalam kerangka inventarisasi sumberdaya alam. Teknologi karakterisasi sumberdaya alam sejatinya bisa diartikan sebagai bentuk teknologi untuk mengetahui dan mengenali pola, bentuk, ukuran, tempat, dan penyebaran suatu obyek, baik di permukaan maupun di bawah permukaan bumi.

Fungsi utama dari teknologi karakterisasi sistem sumberdaya alam adalah menyediakan informasi dengan cepat dan akurat, yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan berbasis sumberdaya alam. Beberapa jenis kompetensi dan bidang keilmuan yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan sifat teknologi karakterisasi tersebut antara lain adalah remote sensing, sistem informasi geografis (GIS), geofisika, geologi, meteorologi.

Berdasarkan sifat obyeknya, secara garis besar, teknologi karakterisasi sumberdaya alam dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar: karakterisasi untuk obyek di permukaan, obyek bawah permukaan tanah, dan obyek bawah air. Untuk obyek di atas permukaan bumi, teknologi remote sensing sudah jamak digunakan. Pengenalan rona bumi (kontur dan bentuk bumi lainnya) dan klasifikasi tutupan lahan, misalnya, bisa dengan mudah dilakukan dengan bantuan teknologi remote sensing, mulai dari pemanfaatan citra satelit dengan resolusi yang rendah (skala regional) sampai dengan citra satelit beresolusi tinggi (skala detail). Bahkan saat ini sedang dilakukan kajian pemanfaatan teknologi hyperspectral remote sensing untuk berbagai kepentingan, khususnya dalam rangka menunjang program ketahanan pangan nasional. Kemudian, untuk obyek di bawah permukaan tanah, teknologi geolistrik, georadar, dan teknologi geomagnet dapat dimanfaatkan untuk mengenali bentuk, ukuran, posisi, dan penyebaran dari obyek dimaksud. Sedangkan untuk obyek bawah permukaan air, pemanfaatan teknologi seismik sangat membantu pengenalan rona dan bentuk serta

Page 21: Senarai Teknologi untuk Bangsa

8 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

lokasi obyek yang ada di bawah permukaan air.Berikut beberapa kemampuan teknologi yang telah dikembangkan oleh

Bidang Karakterisasi Sistem Sumberdaya Alam.

• Perekamanpustakaspektral(spectral library)tanamanpadiber-OPTSifat unik setiap obyek dapat diketahui dari nilai spektralnya. Demikian juga dengan daun tanaman padi yang terdampak OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan). Pemilihan jenis OPT yang menyerang daun tanaman padi disesuaikan dengan tampakan visual yang dapat dike-nali dengan mudah. Nilai spektral dari daun tanaman padi ini diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan prosedur tertentu. Tujuan pengukuran selain mengumpulkan pustaka spektral padi adalah membuat standar operasional akuisisi dengan peralatan yang digunakan. Uji coba telah dilakukan di Kabupaten Indramayu dan Karawang (lihat Gambar 2), yang dikenal sebagai lumbung padi nasional. Uji coba dilakukan pada tiga stadia padi varietas Ciherang dengan menggunakan spektrofotometer dengan julat spektrum tampak hingga inframerah dekat. Akuisisi data di lapangan sangat menghendaki cuaca cerah dan dengan intensitas cahaya matahari optimal tanpa terhalang awan. Aplikasi dari hasil pembangunan pustaka spektral ini antara lain dapat digunakan sebagai referensi pemrosesan data satelit. Dari data satelit yang memungkinkan, sesuai dengan kekayaan kanalnya, akan didapat sebaran tanaman padi yang terserang OPT Bacterial Leaf Blight (BLB) untuk beberapa stadia tanaman padi.

Gambar 2. Proses perekaman pustaka spektral tanaman padi ber-OPT

• PemetaanzonasikomoditaspertanianPotensi sumber daya lahan di Indonesia sangat beragam karena adanya perbedaan iklim, bahan induk, tanah, dan topografi/relief. Keragaman potensi sumberdaya lahan tersebut mengindikasikan perlunya suatu perencanaan penggunaan lahan yang tepat, optimal dan berkelanjutan.

Page 22: Senarai Teknologi untuk Bangsa

9UMUM

Untuk mendukung perencanaan tersebut diperlukan data dan informasi sumberdaya lahan yang meliputi distribusi atau luas penyebaran, potensi dan kendala pengembangan serta teknologi pengelolaan lahannya sesuai dengan sifat dan karakteristik lahannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, setiap wilayah perlu melakukan penyusunan pewilayahan (zonasi) komoditas pertanian dan neraca ketersediaan lahan secara terkomputerisasi agar pengembangan komoditas unggulan wilayah tersebut dapat dilakukan secara terarah sesuai dengan potensi sumberdaya lahannya.

Kegiatan pemetaan zonasi komoditas secara sederhana dilakukan melalui: (a) identifikasi dan karakterisasi sumberdaya lahan, (b) evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas yang dipilih, (c) identifikasi penggunaan lahan saat ini melalui analisis citra satelit; dan (d) penyusunan peta pewilayahan komoditas beserta ketersediaan lahannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui penelaahan data sekunder, verifikasi lapangan, penelitian laboratorium sampai sistem penyajiannya baik melalui peta hardcopy maupun berbasis website (WebGIS). Teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geogrrafis (SIG) memungkinkan proses analisis dan penyusunan zonasi sampai penyajiannya bisa dilakukan dengan lebih cepat, akurat dan menampilkannya secara on-line. Hasil kajian ini telah diaplikasikan di berbagai daerah, seperti Provinsi Maluku, Kabupaten Barito Kuala (Kalimantan Selatan), Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam (Sumatera Barat), Kabupaten Brebes, Tegal, Magelang (Jawa Tengah), dan Kabupaten Banyuwangi (Jawa Timur).

• TeknologigeosurveiPenggambaran kondisi bawah permukaan sangat diperlukan untuk mengetahui pola perlapisan, kondisi dan obyek yang berada di bawahnya. Banyak cara yang bisa dilakukan baik secara langsung seperti menggali, atau dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan suatu peralatan. Metoda geofisika banyak digunakan untuk mengetahui kon-disi bawah permukaan secara tidak langsung. Sesuai dengan prinsip kerjanya metoda geofisika dapat dikelompokkan menjadi Metoda Gravitasi, Geolistrik, Geomagnet, Elektromagnetik, dan Seismik. Salah satu metoda Elektromagnetik adalah metoda Ground Penetrating Radar (GPR) atau Georadar. Metoda ini bersifat tidak merusak lingkungan yang bekerja dengan menggunakan gelombang elektromagnetik de-ngan frekuensi tinggi yang dapat menampilkan kondisi bawah permuka-an dengan resolusi yang cukup tinggi. Prinsip dari Georadar ini adalah gelombang elektromagnetik dipancarkan dari antena pemancar dan

Page 23: Senarai Teknologi untuk Bangsa

10 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

hasil pantulannya ditangkap oleh antena penerima. Perbedaan sifat kelistrikan dari lapisan/material bawah permukaan berpengaruh terha-dap penjalaran gelombang EM sehingga gelombang sebagian akan dipantulkan dan sebagian akan diteruskan. Metoda Georadar banyak digunakan untuk mengetahui masalah geoteknik, pemetaan utilitas bawah permukaan, arkeologi, lingkungan, geologi, dan lainnya. Salah satu hasil aplikasi Metode Georadar disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Survei geolistrik untuk geologi

Metoda Geofisika lain yang sering digunakan adalah Metoda Geolistrik. Metode ini digunakan untuk mengetahui susunan, kedalaman, dan penyebaran lapisan bawah pemukaan dari titik pendugaan berdasarkan harga tahanan jenis yang diperoleh didasarkan sifat-sifat batuan terhadap kelistrikan yang relatif sensitif terhadap material maupun kandungannya. Sifat kelistrikan ini tergantung terutama pada kandungan air, kekompakan, kekerasan, dan besar butir batuan.

Secara sederhana, metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik searah (DC) ke dalam bumi melalui sepasang elektrode arus (AB), yang kemudian diterima oleh sepasang elektrode potensial (MN). Elektrode potensial ini akan menerima harga perbedaan potensial yang ditimbulkan oleh sifat-sifat batuan yang dilalui arus listrik. Sesuai dengan susunan elektroda yang digunakan maka dengan persamaan ohm dapat ditentukan harga tahanan jenis semu dari batuan yang berada di bawah titik pengukuran. Metoda Geolistrik ini banyak digunakan untuk survei sumberdaya air, geologi, geoteknik, lingkungan, pertambangan, dan salah satu hasil aplikasinya telah disajikan pada Gambar 4.

Page 24: Senarai Teknologi untuk Bangsa

11UMUM

Gambar 4. Survei georadar untuk identifikasi utilitas bawah permukaan

• SisteminformasipotensiinvestasiSalah satu usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah adalah dengan mendorong para investor baik investor lokal maupun asing untuk melakukan investasi di daerah yang bersangkutan. Usaha tersebut dapat dilakukan tidak hanya dengan menyediakan informasi yang telah terindikasi, tetapi juga memerlukan suatu informasi yang lebih komprehensif yang mendukung perkembangan potensi dae-rah sehingga calon investor dapat melakukan kalkulasi sejauh mana keuntungan komparatif dan kompetitif yang akan diperoleh seandainya menanam modal pada jenis bisnis tertentu.

Gambar 5. Sistem Informasi Potensi Investasi (SIPI)

Page 25: Senarai Teknologi untuk Bangsa

12 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Pembangunan Sistem Informasi Potensi Investasi (SIPI) merupakan salah satu upaya yang patut ditempuh oleh pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan potensi sektor-sektor strategis. Dalam kaitan ini SIPI akan menggambarkan secara umum keadaan potensi sumberdaya yang ada serta peluang pengembangan investasinya. Paket SIPI dikemas dalam sebuah multimedia interaktif yang direkam dalam cakram VCD/DVD dan berisi menu-menu antara lain: Sekapur Sirih, Profil Umum Daerah, Potensi Sumberdaya Daerah, dan Peluang Pengembangan Investasi. Tampilan-tampilan tersebut tentu saja dileng-kapi dengan narasi dan video untuk memberikan gambaran aktual kondisi potensi dan peluang pengembangan investasi yang ada.

• PembangunanteknologiradarcuacaProgram HARIMAU (Hydrometeorological Array for Intraseasonal Varia-tions Monsoon Automonitoring) merupakan bagian dari kegiatan 5 tahun (2005 – 2009) dari program “Japan Earth Observation System [EOS] Promotion Program (JEPP) dan melibatkan Universitas Kyoto dan Hokkaido dari Jepang dan BPPT (koordinator kegiatan di Indonesia), BMKG dan LAPAN. Kegiatan utama Program HARIMAU adalah instalasi radar cuaca di sepanjang ekuator Benua Maritim Indonesia (BMI) dalam rangka memahami variasi antarmusiman yang berpengaruh terhadap fenomena cuaca dan iklim BMI. Status terkini instalasi radar cuaca dan peralatan pendukung lainnya (AWS/Automatic Weather Station, GPS/Global Positioning System, dan lainnya) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6. Status terkini peralatan yang telah terpasang dalam Program HARIMAU

Page 26: Senarai Teknologi untuk Bangsa

13UMUM

Teknologi Pemodelan Sistem Sumberdaya Alam: Model merupakan konseptualisasi dari suatu masalah dengan mencoba mengabstraksikannya dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif. Dengan model kita mencoba mendekati masalah sebenarnya dengan melakukan beberapa penyeder-hanaan melalui pernyataan asumsi. Penyederhanaan dilakukan dengan tujuan memperpendek waktu mencapai solusi masalah dan mengurangi biaya yang perlu dikeluarkan, tapi tetap dengan usaha seoptimal mungkin menyerupai masalahnya. Pembuatan model merupakan kombinasi ilmu pengetahuan dan seni.

Bidang Teknologi Pemodelan Sistem Sumberdaya Alam memiliki tugas pokok melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi inventarisasi untuk pemodelan sistem sumberdaya alam, yang mencakup teknologi komputasi untuk kuantifikasi, simulasi, dan prediksi. Kegiatan bidang ini difokuskan pada pengembangan teknologi pemodelan sampai ke implementasinya. Lebih spesifik: melalui Research, Develompent, Engineering, and Operational (RDEO) teknologi pemodelan yang bersifat frontier (advanced technology).

Bidang teknologi pemodelan sistem sumberdaya alam-PTISDA telah berhasil mengembangkan berbagai teknologi untuk melakukan inventarisasi sumberdaya alam dalam mendukung pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Proses pengembangan inovasi teknologi pemodelan dilakukan berbasis metoda sistem pakar (knowledge-based expert system/KBES), penginderaan jauh (remote sensing), sistem informasi geografi (SIG) dan valuasi ekonomi. Luaran yang dihasilkan diaplikasikan untuk menginven-tarisasi dan memprediksi potensi sumberdaya alam serta memberi masukan bagi pengambil kebijakan pengembangan potensi SDA tersebut. Program prioritas 10 tahun terakhir diarahkan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional melalui riset terapan pada sektor kelautan dan perikanan serta pertanian. Produk inovasi teknologi yang telah dimanfaatkan antara lain piranti lunak sistem prediksi lokasi keberadaan ikan pelagis ekonomis, piranti lunak pemroses data hiperspektral untuk memprediksi produksi padi.

Sektor perikanan dipilih sebagai salah satu program prioritas, mengingat Indonesia adalah negara maritim yang memiliki potensi sumberdaya kelaut-an dan perikanan sangat besar. Pengelolaan penangkapan ikan laut yang baik dan seimbang memerlukan informasi potensi sumber daya ikan laut yang baik pula. Pengkajian aplikasi teknologi penginderaan jauh untuk perikanan tangkap telah dimulai sejak tahun 1995, dan terus dikembangkan hingga terbangunnya suatu sistem pemantauan lokasi penangkapan (fishing ground) ikan pelagis ekonomis secara otomatis dan akurat. Pengkajian ini yang merupakan suatu terobosan inovasi teknologi baru di Indonesia, yaitu membangun suatu model prediksi dengan menggunakan pendekatan

Page 27: Senarai Teknologi untuk Bangsa

14 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

integrasi antara metode sistem pakar, penginderaan jauh, sistem informasi geografis (Gambar 7).

Gambar 7. Integrasi Metode Sistem Pakar, Penginderaan Jauh dan GIS [Sumber:Muhamad Sadly, dkk,:”101 Inovasi Indonesia, 2009”]

Sistem prediksi yang terintegrasi ini diterapkan juga untuk bidang aplikasi lainnya seperti dalam memetakan potensi budidaya rumput laut serta menentukan lokasi yang sesuai untuk pengembangan budidaya komoditi ekonomis di perairan Indonesia.

Sektor prioritas berikutnya adalah pertanian. Keputusan ini didasari oleh kesadaran kita bahwa tanaman padi merupakan makanan pokok bagi sebagian besar negara Asia, termasuk Indonesia. Sebagai makanan pokok, pemenuhan kebutuhan beras bagi penduduk Indonesia mendapat perhatian khusus, karena hal ini menyangkut masalah stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Strategi yang tepat dan cepat harus dicanangkan untuk selalu memenuhi kebutuhan akan bahan pokok tersebut. Segala daya upaya harus disiapkan oleh pemerintah dari semua lini terkait secara sinergi untuk mengupayakan stabilitas pemenuhunan kebutuhan pokok akan pangan, mulai dari kebijakan pemerintah, payung hukum, kontrol sarana produksi pertanian di pasar, asistensi teknik, teknologi estimasi produksi, distribusi panen, kontrol harga jual di pasar. Pengkajian dan pengembangan teknologi hyperspectral remote sensing yang layak terap dan diharapkan dapat memberikan peningkatan yang nyata terhadap prediksi hasil panen tanaman padi sebagai solusi ketahanan pangan dan pertanian masa depan yang mempunyai presisi tinggi. Inovasi teknologi ini diharapkan dapat memberikan

Page 28: Senarai Teknologi untuk Bangsa

15UMUM

peningkatan yang nyata terhadap pengukuran spektral yang tentu saja berguna untuk identifikasi kondisi tiap fase dari tanaman padi, kondisi kesehatan tanaman tersebut, mampu memantau dinamika (peningkatan maupun penurunan) produksi dan pengadaan stok pangan setiap tahunnya, serta prediksi hasil panennya sebagai solusi ketahanan pangan dan pertanian masa depan yang mempunyai presisi tinggi. Pengembangan dan pembangunan inovasi teknologi pemodelan ini dilaksanakan melalui pendekatan ‘multistage sen-sing’ yang merupakan terobosan baru dengan mengintegrasikan teknologi hyperspectral remote sensing dengan teknik valuasi sumberdaya alam (Gambar 8).

Gambar 8. Multistage Sensing Approach

Multistage sensing

Dalam 10 tahun terakhir, teknologi pemodelan sistem sumberdaya alam dikaji dan diteliti serta diterapkan pada beberapa program bidang, terutama perikanan dan kelautan, pertanian, kehutanan. Pemilihan program tersebut didasarkan pada kompetensi dan sumberdaya yang kami miliki serta arah kebijakan pemerintah dan kebutuhan ‘stakeholder’. Pada sektor prioritas, roadmap program 5 tahunan yang dijabarkan dalam rencana tindak kegiatan, target luaran dan indikator keberhasilan program dilaksanakan secara sistematis dan terukur mulai dari penelitian hulu (frontier research) hingga hilir (applied research/engineering). Seluruh kegiatan dilaksanakan melalui in-house research serta dukungan kerjasama dengan mitra kerja dari dalam dan luar negeri. Beberapa produk unggulan yang dihasilkan telah dimanfaatkan oleh para pengguna, namun tahapan implementasi masih perlu ditingkatkan pada periode 5 tahun ke depan. Rincian kegiatan dan produk berdasarkan sektor dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 29: Senarai Teknologi untuk Bangsa

16 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Bidang Periode Research Development EngineeringPerikanan dan Kelautan

2001-2005 Hidrodinamika perairan Deteksi sebaran tumpahan minyak di laut

Pemantauan dinamika perairan

2006-2010 DEM DAS dan analisis koridor sungai

Pemetaan potensi rumput laut dengan inderaja

Perangkat lunak SIKBES-IKAN

Pertanian 2006-2010 Klasifikasi pertumbuhan tanaman padi

Prediksi produktifitas padi berbasis hiperspektral

Perangkat lunak SRISoft

SOP pengukuran spektral tanaman padi

Pustaka spektral varietas tanaman padi

Kehutanan 2006-2010 Identifikasi ‘hotspot’ dengan inderaja

Deteksi dini kebakaran hutan

Proses evaluasi produk inovasi teknologi tersebut dilakukan untuk memilih produk unggulan berdasarkan pada tingkat implementasi dan respon dari pengguna. Berikut ini adalah deskripsi dari produk yang terpilih:

• Perangkatlunak“SIKBES-IKAN” atau sang penjejak ikan nan cerdas (intelligent fish tracker), merupakan sistem prediksi lokasi keberadaan ikan pelagis ekonomis menggunakan pendekatan integrasi antara metode sistem pakar, penginderaan jauh, sistem informasi geografis. Sistem yang dikembangkan dengan memindahkan kearifan dan pengetahuan tentang kelautan dan perikanan yang diwarisi secara turun-menurun menjadi pengetahuan teknis untuk prediksi yang lebih akurat, telah mendapatkan Copyright (hak cipta) dari Ditjen HKI – Departemen Hukum dan HAM sebagai produk resmi BPPT pada tanggal 25 Maret 2009, serta lolos seleksi dan termasuk dalam 101 Inovasi Indonesia Tahun 2009. Perangkat lunak ini dapat menyediakan informasi yang tepat guna mengenai daerah penangkapan ikan yang mudah diakses, cepat dan akurat; informasi mengenai potensi lestari perikanan, kondisi lingkungan dan habitat ikan suatu perairan untuk menghindari ekploitasi sumberdaya ikan yang berlebih agar bisa membantu meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan selektivitas dalam operasi penangkapan ikan untuk ikan pelagis penting, serta memberikan masukan untuk rekayasa operasional teknis dan kelembagaan dalam mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam khususya sektor kelautan dan perikanan. Keunggulan dari SIKBES-Ikan adalah mampu memberikan solusi teknologi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pada metode konvensional yang sudah ada sebelumnya (yang merupakan salah satu peran BPPT). Hal ini ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai sistem pendukung keputusan secara cerdas, fungsi obyektif meminimumkan biaya, bermanfaat secara ekonomi, serta mempunyai konsep Maju, Menguntungkan, Sejahtera,

Page 30: Senarai Teknologi untuk Bangsa

17UMUM

dan Lestari. SIKBES-Ikan ini telah diterapkan pada beberapa wilayah perairan antara lain Parigi Moutong – Provinsi Sulawesi Tengah, dan Provinsi Kalimantan Selatan.

• Pemetaanpotensi budidaya rumput laut dengan inderaja. Inovasi teknologi pemodelan ini dibangun dengan menggunakan data penginderaan jauh resolusi tinggi ALOS AVNIR-2 dan Formosat-2 serta data multi temporal resolusi rendah Aqua MODIS, dan data survei lapangan. Integrasi data tersebut mampu memetakan penyebaran budi daya rumput laut jenis komoditi ekonomis secara komprehensif, serta menentukan lokasi yang sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut. Keunggulan dari produk inovasi teknologi ini adalah dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menghitung potensi panen dan memprediksi produksi bahan baku yang diperlukan untuk industri pengolahan rumput laut. Paket teknologi ini telah diterapkan antara lain di perairan Kabupaten Parigi Moutong untuk memetakan potensi budidaya rumput laut jenis komoditi Eucheuma cotonii dan Gracilaria, serta memetakan sebaran rumput laut di Perairan Lombok Barat dan Kepulauan Seribu.

• Pemanfaatanteknologihyperspectral dapat memberikan peningkatan yang nyata terhadap prediksi hasil panen tanaman padi yang mempunyai presisi tinggi. Teknologi hyperspectral mampu mengidentifikasi kondisi tiap fase pertumbuhan tanaman padi dan kondisi kesehatan tanaman tersebut serta mampu memantau dinamika produksi dan stok pangan setiap tahunnya. Pembangunan paket teknologi hyperspectral ini didasarkan pada terciptanya paket teknologi yang layak terap dalam mendukung program ketahanan pangan, mulai dari proses karakterisasi, proses pemodelan sampai pada proses valuasi sumberdaya pertanian. Pengembangan model prediksi produktifitas padi dilakukan melalui perhitungan parameter biofisik (indeks luas daun, indeks klorofil, spektral tanaman serta ubinan) yang merupakan faktor penentu untuk mengetahui kondisi pertumbuhan tanaman padi. Dalam bidang ini, telah terjalin kerjasama dalam penerapan model inovasi teknologi ini di Kabupaten Subang dan Indramayu (Provinsi Jawa Barat), serta dengan institusi pengguna Kementerian Pertanian, serta dukungan teknologi dari ERSDAC (Earth Remote Sensing Data Analysis Center) Jepang. Penerapan inovasi teknologi ini akan diperluas pada wilayah sentra tanaman padi lainnya di Pulau Jawa.

• PemodelanDEM(digital elevation model) DAS (daerah aliran sungai) dan analisis koridor sungai. Model pengelolaan koridor DAS ini memiliki

Page 31: Senarai Teknologi untuk Bangsa

18 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

presisi tinggi ini dan bermanfaat dalam pengambilan kebijakan dalam penataan tata ruang dan wilayah serta dalam pengelolaan sumberdaya air yang menunjang kegiatan perekonomian. Para pengambil kebijakan perlu mengetahui status perubahan yang telah terjadi di sepanjang bantaran sungai secara pasti yang diakibatkan oleh proses pendangkalan dan pelebaran sungai, pencemaran perairan, perambahan hutan, dan banjir. Paket teknologi ini dibangun dengan menggunakan kombinasi metode pemantauan terhadap perubahan bantaran sungai berdasarkan analisis citra satelit resolusi tinggi yang mampu mengidentifikasi tutupan lahan secara detil, serta citra SRTM dan data pengukuran lapangan alat DGPS (Differential Global Positioning System) yang mampu memetakan beda ketingian permukaan tanah dengan presisi tinggi. Prototipe penerapan model pengelolaan koridor DAS di beberapa wilayah antara lain DAS Siak – Provinsi Riau.

Teknologi Akuntansi Sumberdaya Alam: Sumberdaya alam dan lingkungan menjadi suatu entitas yang terus dibicarakan publik dalam konteks pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sumberdaya alam diyakini berlimpah di Bumi Nusantara, dan telah dimanfaatkan secara intensif selama lebih dari 3 dasawarsa terakhir untuk menyokong pembangunan. Persoalannya, model pembangunan yang diterapkan selama itu mengacu pada tolok ukur keberhasilan fisik – ekonomi semata. Akibatnya, sumberdaya alam dianggap sebagai faktor produksi dan pencemaran lingkungan hidup sebagai eksternalitas.

Persepsi yang keliru mengenai kekayaan alam ini sesungguhnya bukan monopoli Bangsa Indonesia saja. Para ahli etika lingkungan hidup menya-takan bahwa kekayaan alam senantiasa dibaca dan dilihat semata-mata sebagai sumberdaya ekonomi yang siap dieksploitasi demi pertumbuhan ekonomi. Konsekuensinya, nilai-nilai lain dari kekayaan alam tersebut menjadi terabaikan dan tidak diperhitungkan. Lebih jauh lagi, mereka menyatakan adalah suatu kekeliruan besar ketika perhatian utama pembangunan ekonomi hanya tertuju pada perbaikan standar kehidupan, khususnya standar material. Aspek-aspek lain dari kesejahteraan manusia, seperti kemajuan budaya, spiritual, dan estetika tidak mendapat perhatian.

Kecenderungan seperti di atas tidak dapat diteruskan lagi. Paradigma pembangunan yang menempatkan keberhasilan ekonomi sebagai panglima pembangunan harus dirubah. Selama ini target pertumbuhan ekonomi yang dikejar, dan sumberdaya alam dikorbankan untuk mengejar target tersebut. Ke depan, paradigma pembangunan yang sebaiknya digunakan adalah: “menjadikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup sebagai

Page 32: Senarai Teknologi untuk Bangsa

19UMUM

faktor pengendali pembangunan”. Visi yang harus dikembangkan adalah target pertumbuhan ekonomi dapat ditetapkan setelah mempertimbangkan kapasitas sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan hidup. Apalagi persepsi akan arti penting sumberdaya alam semakin mengkristal belakangan ini. Banyak konflik dan perang di berbagai belahan dunia, seperti Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan, dipicu oleh perebutan akses terhadap kekayaan sumberdaya alam. Sehingga tidaklah mengherankan bila banyak ahli menyatakan politik dan hubungan internasional pada masa depan akan diwarnai oleh kepentingan penguasaan dan akses terhadap sumberdaya alam.

Terkait dengan konstelasi di atas, maka PTISDA memaknai tugas pokoknya dengan cara pandang baru. Dalam kaca mata jajaran TISDA, inventarisasi dimaknai sebagai eksplorasi plus. Inventarisasi sumberdaya alam adalah proses pemahaman yang menyeluruh akan ketersediaan sumberdaya alam di suatu wilayah, dimana pemahaman tersebut mencakup: (i) karakteristik dasar sistem, (ii) dinamika sistem, dan (iii) perhitungan nilai manfaat dari sistem sumberdaya alam.

Imbuhan “plus” muncul pada kata eksplorasi karena, berbeda dengan eksplorasi biasa, perhitungan nilai manfaat tidak hanya dibatasi pada hal-hal yang terukur (tangible), tetapi juga mencakup hal-hal yang tidak terukur (intangible). Sebagai contoh, perhitungan nilai manfaat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan tidak terbatas pada kayu dan hasil hutan lainnya. Tetapi, potensi dampak yang ditimbulkan dari pemanfaatan sumberdaya tersebut, seperti keragaman hayati dan gangguan hidrologis, harus diperhitungkan pula. Penghitungan nilai manfaat tersebut dilakukan dengan metode Natural Resources Accounting (NRA, Akuntansi Sumberdaya Alam). Dengan bantuan berbagai perangkat teknologi yang tersedia, NRA dapat digunakan untuk mengetahui nilai stok sumberdaya alam suatu wilayah, pola eksploitasi, tingkat deplesi dan degradasi lingkungan yang ditimbulkan. Kemudian, nilai-nilai fisik itu semua dapat dikonversikan ke dalam unit moneter (rupiah), yang biasanya lebih mudah dicerna oleh para pembuat kebijakan.

Natural Resources Accounting: State of the Art – Di dalam negeri, telah diidentifikasi beberapa instansi pemerintah yang mengembangkan (setidaknya memanfaatkan) NRA. Instansi-instansi tersebut antara lain BAKOSURTANAL, BPS, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Dalam Negeri (KDN), dan BAPPENAS. Instansi pertama mengembangkan NRA terbatas dalam lingkup kompetensi pemetaan, di mana produk yang dihasilkan antara lain peta neraca sumberdaya alam. Sementara itu BPS mengkhususkan pada pendataan yang dapat merepre-

Page 33: Senarai Teknologi untuk Bangsa

20 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

sentasikan penyusutan sumberdaya alam. Salah satu produk utama instansi ini adalah Sistem Integrasi Neraca Lingkungan (Sinerling). Instansi ketiga mengkhususkan perhatiannya pada aplikasi NRA pada penghitungan kerusakan lingkungan ke dalam pembangunan daerah. Oleh karena itu NRA dijadikan salah satu materi wajib kursus AMDAL bersertifikat. Kemudian KDN berupaya meningkatkan pemahaman aparat pemerintah daerah tentang NRA dan implikasinya dalam pembangunan daerah. Sedangkan instansi terakhir mencoba melakukan pengukuran produk domestik bruto hijau, sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan nasional.

Selain itu, beberapa perguruan tinggi (seperti IPB, UGM, ITB) pun aktif mengembangkan NRA. Pengembangan di perguruan tinggi umumnya mengarah pada penelitian dasar. Di luar itu terdapat beberapa proyek bantuan donor yang yang relevan dengan pengembangan NRA. Sebagai contoh, dahulu ada Proyek NRM (Natural Resources Management) yang merupakan bantuan dari USAID (Amerika Serikat), dan CEPI (Collaboration on Environmental Program in Indonesia) yang dibantu oleh Kanada. Sekarang ada Proyek ESP (Environmental Support Program) yang disokong oleh DANIDA (Denmark), serta Proyek Carbon-based Economy yang dilaksana-kan oleh AUSAID (Australia) bersama Bank Dunia Perwakilan Indonesia.

Sementara itu di luar negeri, tak perlu disangsikan lagi bahwa NRA sudah menjadi sesuatu yang banyak dikembangkan dan diterapkan. Beberapa negara, seperti Norwegia dan Kanada, telah memasukkan NRA sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan. Lebih jauh lagi beberapa perguruan tinggi ternama, seperti MIT, memasukkan NRA sebagai salah satu mata kuliah pokok.

Natural Resources Accounting Versi PTISDA – Memperhatikan konstelasi pengembangan NRA di dalam negeri sejauh ini, maka PTISDA memilih untuk mengembangkan NRA pada segmen yang khas, serta bersifat praktis dan aplikatif. Kekhasan tersebut tercermin dari tekad untuk mengkaitkan hasil-hasil kajian yang bersifat hulu dengan persoalan kebutuhan nyata yang bersifat hilir. Secara garis besar, karakteristik pendekatan NRA di PTISDA adalah: (i) fokus pada level kabupaten/kota sebagai pemain terdepan pengelola sumberdaya alam di era otonomi daerah, (ii) merupakan bagian dari siklus perencanaan pembangunan daerah, (iii) berbasis keruangan, (iv) mengembangkan perangkat lunak sebagai alat bantu aplikasi konsep NRA, dan (v) mengkompilasi hasil kajian dari berbagai pihak.

Berbasiskan pendekatan di atas, maka konsep NRA – PTISDA dapat didefinisikan sebagai: Sistem perhitungan dinamis untuk memperoleh nilai optimum sepanjang waktu dari pemanfaatan berkelanjutan suatu sumber-daya alam di suatu wilayah oleh masyarakat.

Page 34: Senarai Teknologi untuk Bangsa

21UMUM

Pendekatan yang dicanangkan di atas bukanlah sesuatu yang statis. Perkembangan dan kecenderungan terkini yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan patut diperhatikan dan dipertimbangkan untuk dikaji. Sebagai ilustrasi, isu pemanasan global yang berdampak luas terhadap keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan merupakan contoh aktual untuk memperluas medan kajian dan pengembangan NRA di PTISDA. Dalam kaitan ini, tema stok karbon dan valuasinya merupakan bahan kajian baru yang akan digarap oleh PTISDA.

KemajuanYangDicapai: Selama hampir 1 dekade dan berpedoman pada pendekatan yang telah ditetapkan, maka dapat disampaikan bahwa telah cukup banyak kemajuan yang dicapai. Yang pertama sekali perlu disampaikan adalah telah banyak provinsi dan kabupaten yang bekerjasama dalam pengkajian dan aplikasi NRA. Beberapa provinsi dimaksud antara lain Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Papua. Sementara untuk kabupaten tersebar pada beberapa provinsi. Di Kalimantan Timur, kerjasama yang baik telah dilakukan dengan Kabupaten Kutai Timur, Tanah Tidung, dan Malinau. Kemudian di Kalimantan Selatan dengan Kabupaten Tanah Laut, Barito Kuala, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Utara. Di Sumatera Barat, kerjasama serupa telah dilaksanakan dengan Kabupaten Solok, Tanah Datar, dan Agam. Tidak ketinggalan di Kalimantan Tengah dengan Kabupaten Kapuas, dan di Bangka Belitung dengan Kabupaten Bangka. Kerjasama dengan provinsi dan kabupaten tersebut pada umumnya mengarah pada penyusunan aset sumberdaya alam daerah, aplikasinya dalam perencanaan pembangunan daerah, serta peningkatan kapabilitas aparat pemerintah daerah melalui pelatihan. Seluruh kegiatan penyusunan aset sumberdaya alam daerah senantiasa dilaksanakan berbasis keruangan (spasial).

Selain hal di atas, telah dihasilkan pula perangkat lunak yang merupakan pengejawantahan pendekatan yang digunakan. Perangkat lunak yang telah dihasilkan antara lain: (i) sistem perhitungan pendapatan dan pengeluaran (daerah), (ii) pengembangan budidaya tambak berbasis NRA, (iii) penghitungan depletion premium, dan (iv) pengembangan pariwisata pesisir berbasis NRA. Contoh tampilan perangkat lunak yang dihasilkan ditampilkan pada beberapa gambar berikut. Selain perangkat lunak telah dihasilkan pula buku. Buku yang terakhir diterbitkan pada tahun 2009 adalah “Valuasi Ekonomi dan Jejaring Transportasi Kalimantan Selatan”. Rangkaian produk yang dihasilkan Bidang TASDA dapat dilihat rangkaian Gambar 12 – 17.

Page 35: Senarai Teknologi untuk Bangsa

22 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 12. Perangkat Lunak Sistem Perhitungan Pendapatan dan Pengeluaran

Gambar 13. Model Makro Sistem Perhitungan Pendapatan dan Pengeluaran

Gambar 14. Perangkat Lunak Pengembangan Budidaya Tambak Berbasis NRA

Gambar 15. Perangkat Lunak Penghitungan Depletion Premium

Pengembangan Ke Depan: Kemajuan yang telah dicapai sejauh ini dapat digunakan sebagai pengungkit pengembangan dan aplikasi NRA dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Hubungan baik dengan berbagai pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, perlu terus dipertahankan dan dikembangkan agar visi pembangunan daerah dapat selaras dengan konsep pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan. provinsi dan kabupaten lain yang belum dijangkau perlu semakin diin-formasikan agar semakin menyadari potensi dan manfaat NRA dalam pembangunan daerah.

Selain hal di atas, pengembangan baru perlu dilakukan untuk mem-pertahankan kemanfaatan NRA dalam pengelolaan sumberdaya alam secara umum, dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan pada khususnya. Pengembangan baru tersebut dapat dilakukan dengan mempela-jari

Page 36: Senarai Teknologi untuk Bangsa

23UMUM

kecenderungan yang berkembang belakangan ini, baik pada skala nasional, regional, maupun internasional. Salah satu isu yang sedang hangat sekarang ini adalah pemanasan global.

Terkait dengan pemanasan global ini perlu dilakukan kajian akuntansi karbon (carbon accounting), yang meliputi estimasi stok karbon hingga valuasi ekonominya. Dalam kaitan ini telah dilakukan peningkatan wawasan dan kapabilitas tim NRA PTISDA melalui kerjasama dengan Michigan State University (Amerika Serikat) dan Asia Pacific Network (Jepang), dan Balitbangda Provinsi Kalimantan Timur sebagai mitra lokal pada tahun 2009. Upaya ini akan ditingkatkan melalui kerjasama riset dengan mitra yang sama ditambah salah satu institusi dari Filipina.

Di samping akuntansi karbon, hal lain yang perlu disikapi adalah amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang dan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang pertama mengamanatkan keharusan menyusun neraca sumberdaya alam dalam penyusunan tata ruang. Neraca sumberdaya alam tersebut meliputi neraca sumberdaya lahan, hutan, air, tambang, dan sebagainya. Dengan demikian NRA memainkan peranan penting dalam penyusunan sumberdaya alam dimaksud guna kepentingan penataan ruang yang berwawasan berkelanjutan. Lalu undang-undang berikutnya mengamanatkan seluruh daerah untuk melaksanakan kajian lingkungan hidup strategis di dalam perencanaan pembangunan daerah. Kajian lingkungan hidup strategis ini memerlukan instrumen insentif lingkungan di dalam penerapannya, dan NRA adalah salah satu instrumen pokok yang dimaksud di dalam undang-undang tersebut.

PeranKomptensiInti(Core of Competence)Pada awalnya, salah satu tugas pokok PTISDA adalah mengkaji dan menerapkan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan Sistim Informasi Geografis (geographic information system) untuk inventarisasi sumberdaya alam. Setelah itu berkembang ke kompetensi inti (core of competence) yang lain, seperti teknologi kelautan (marine technology), teknologi iklim (climate technology), teknologi sistem survei terpadu (integrated survey system), dan teknologi akunting sumberdaya alam (natural resources accounting) dan Information and Communication Technology berbasis spatial (keruangan). Pengembangan signifikan di dalam teknologi ruang angkasa, mampu menyediakan berbagai sensor dan platform, teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan teknik pengolahan data (digital image processing) memungkinkan untuk mengoleksi, analisa dan

Page 37: Senarai Teknologi untuk Bangsa

24 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

interpretasi data secara cepat dan efisien. Saat ini, teknik penginderaan jauh yang dilengkapi dengan teknik pengolahan data telah banyak diaplikasikan di dalam pengelolaan sumberdaya alam. Teknik ini berbasis pada pemrosesan informasi (information processing) dengan pendekatan statistik yang oleh para ahli biasa disebut dengan sistem konvensional. Kemudian, setelah reorganisasi, dimana PTISDA memiliki 3 (tiga) Bidang Tugas ini kemudian diterjemahkan menjadi:

- Pengkajian dan penguasaan metode karakterisasi melalui pengenalan pola (pattern recognition) berbagai obyek di permukaan bumi (laut dan darat) dari citra satelit dan data lainnya, serta metode inventarisasi berbagai obyek di permukaan dan bawah permukaan bumi secara langsung (terrestrial) cepat, dan akurat.

- Pengkajian dan penguasaan metode pemodelan sistem sumberdaya alam dalam mendukung pembangunan di segala sector, baik dengan pemodelan sederhana sampai kepada pemodelan lanjutan (dynamic modeling, expert system, dan lainnya) untuk memberi solusi dalam pengelolaan sumberdaya alam.

- Pengkajian dan penguasaan teknologi akuntansi sumberdaya alam yang mampu memberikan solusi dalam menghitung nilai ekonomis dari suatu sumberdaya alam (system analysis)

Terkait kompetensi teknologi penginderaan jauh (remote sensing technology), PTISDA BPPT telah melakukan terobosan baru dari peman-faatan teknologi penginderaan jauh jenis multispektral dan saat ini tengah mengkaji, menerapkan dan mengembangkan teknologi “Hyeperspectral Remote Sensing” yang merupakan paradigma baru di dalam dunia penginderaan jauh di Indonesia. Dalam upaya mempercepat pemanfaatan teknologi hyperspectral Remote sensing di Indonesia, PTISDA menjalin kerjasama dengan institusi luar negeri, diantaranya Belgian Science and Policy Office, VITO, dan Universitas Ghent dalam kegiatan “Aplikasi Teknologi Hyperspectral remote Sensing untuk Pemantauan Kondisi Terumbu Karang di Pulau Fordate”. Kemudian kerjasama BPPT dengan Earth Remote Sensing Data Analysis Center (ERSDAC) Jepang dalam kegiatan: ”Aplikasi Teknologi Hyperspectral Remote Sensing untuk pertanian dalam rangka mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional”, serta kerjasama dengan negara lain untuk aplikasi lainnya.

Knowledge Base Expert System(KBES):ParadigmaBarudalamPengelolaanSumberdayaAlamdanAplikasinyadiIndonesia

Page 38: Senarai Teknologi untuk Bangsa

25UMUM

Dalam perjalanannya, ditemukan begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi di dalam pengelolaan sumberdaya alam, sehingga menyebabkan keterbatasan sistem konvensional dalam penerapannya. Untuk itu, dengan dilandasi kesadaran tinggi para ahli berupaya keras untuk mengembangan teknologi baru yang mampu memberi kontribusi di dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh sistem konvensional yang selama ini digunakan di dalam inventarisasi dan pengelolaan sumberdaya alam.

Pada tahun 1956, mulai diperkenalkan istilah Kecerdasan Buatan (AI), yang kemudian ditegaskan lagi pada tahun 1961 oleh suatu tulisan Marvin Minsky dari MIT tentang “Steps towards AI”. Semenjak itu istilah AI menjadi semakin populer, dan kemajuan bidang ini mencapai puncaknya dengan munculnya pengetahuan tentang Sistem Pakar. Di dalam perspektif ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem cerdas merupakan bagian dari bidang inteligensia semu (Artificial Intelligence/AI). Istilah expert system berasal dari knowledge-based expert system (sistim cerdas berbasis pengetahuan), dimana suatu sistem yang menggunakan pengetahuan manusia (human knowledge) yang dimasukkan ke dalam komputer untuk memecahkan masalah yang umumnya memerlukan keahlian seorang pakar/expert.

Banyak hal yang bersifat tidak linear, yang susah diformulasikan secara matematis, namun sangat mudah dilakukan dengan perintah manusia biasa, misalnya: kurangi kecepatan, rem dengan perlahan, dan sebagainya. Sedangkan, sistem cerdas, seperti misalnya Logika Fuzzy atau Fuzzy expert system yang pertama kali ditemukan oleh Professor Lofti A. Zadeh pada tahun 1965 telah mampu mengatasi masalah tersebut, karena menurut logika ini segala sesuatu tidaklah dapat dikatakan 100% yes atau 100% no, namun fungsi keanggotaannya (membership function) dalam suatu himpunan dapat bervariasi antara 0 (completely no) dan 1 (completely yes). Sehingga beberapa variabel linguistik yang telah disebutkan dapat diubah menjadi variabel numerik oleh logika fuzzy, dan demikian pula sebaliknya. Secara umum, sistem konvensional fokus pada pemrosesan informasi, sedangkan sistem cerdas (Expert System) fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing). Kehadiran teknologi knowledge-based expert system yang fokus pada pemrosesan pengetahuan (knowledge processing), merupakan suatu paradigma baru di dalam memberi solusi pengelolaan sumberdaya alam.

Teknologi inventarisasi sumberdaya alam memiliki peran yang sangat strategis di dalam pengelolaan sumberdaya alam secara baik dan berkelanjutan. Dengan peran startegis tersebut, maka prospek aplikasinya di Indonesia sangat luas pada sektor-sektor: kehutanan, pertanian dan perkebunan, kelautan dan perikanan, pengelolaan wilayah pesisir, pengem-

Page 39: Senarai Teknologi untuk Bangsa

26 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

bangan wilayah perkotaan dan pedesaan, energi, pertambangan dan per-minyakan, monitoring lingkungan, manajemen bencana, pengelolaan sumber air, perubahan iklim dan pemanasan global, kependudukan, pendidikan dan pelatihan serta pengelolaan pulau-pulau terluar dan batas negara.

KesimpulanMengingat begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi dalam pe-ngelolaan sumberdaya alam, khususnya di negara kita, maka tidak ada pilihan lain kita harus segera menguasai dan mengembangkan teknologi yang mampu memberikan solusi nyata. Teknologi berbasis pengetahuan (knowledge-based expert system) yang diintegrasikan dengan teknologi inventarisasi sumberdaya alam dengan dukungan kompetensi inti teknologi penginderaan jauh, sistem informasi geografis, teknologi kelautan, teknologi sistem iklim, teknologi sistem survei terrestrial terpadu dan teknologi akuntansi sumberdaya alam (natural resources accounting) dengan berbagai kehandalannya merupakan suatu terobosan baru yang mampu memberi nilai tambah di dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lebih baik.

Pengembangan dan penerapan teknologi hyperspectral remote sensing juga merupakan kemajuan yang sangat berarti di dalam bidang pengin-deraan jauh, dimana teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi remote sensing konvensional yang memiliki keterbatasan dalam jumlah kanal/band. Dengan teknologi hyperspectral (yang memiliki jumlah kanal/band sampai ratusan) memiliki kemampuan untuk mendeteksi obyek lebih detail dan mampu memonitor kondisi obyek (tanaman, terumbu karang) sampai kepada kondisi kesehatan dari obyek tersebut. Dengan penguatan 3 (tiga) bidang – teknologi karakterisasi sistem sumberdaya alam, teknologi pemodelan sistem sumberdaya alam, serta teknologi akuntansi sumberdaya alam maka solusi permasalahan inventarisasi dan pengelolaan sumberdaya alam secara cepat, tepat dan berkelanjutan dapat direalisasikan.

Dengan memperhatikan rangkaian perkembangan di atas, maka peran NRA dalam pengelolaan sumberdaya alam pada umumnya, dan perencana-an pembangunan berkelanjutan pada khususnya akan semakin penting. Oleh karena itu pengembangan kompetensi ini di lingkungan PTISDA menjadi suatu tugas yang menantang bagi segenap komponen di lingkungan PTISDA. Semoga harapan ini dapat dipelihara, semangat yang telah tumbuh dan dikembangkan lebih jauh guna menjawab tuntutan yang berkembang.

Page 40: Senarai Teknologi untuk Bangsa

27UMUM

DaftarPustaka:

1. Indroyono Soesilo. Teknologi Penginderaan jauh di Indonesia. CV Aksara Buana.1994. (ISBN:979-616-000-5).

2. Jogiyanto HM, Ph.D. Sistem dan Teknologi Informasi. Penerbit ANDI Yogyakarta. 2003.

3. Marvin Minsky. Steps towards AI. MIT Press. 1961.

4. B.G. Buchaman and E.H. Shortliffe. Rule-Based Expert Systems: The MYCIN Experiments of the Stanford Heuristic Programming Project. Addison-Wesley. 1984.

5. Leung Y. Intelligent Spatial Decision Support Systems. Berlin-Springer-Verlag. 1997.

6. Sadly, Muhamad. Assessment and Applicfations of the Knowledge-based Expert System in Natural Resources Management. Technical Report P-TISDA, BPPT. 2005.

7. Sadly, Muhamad. Buku 101 Inovasi Indonesia. 2009.

Page 41: Senarai Teknologi untuk Bangsa

28

NEOnet:BERSINERGI MEMBANGUN NEGERI

Agus Wibowo

ApaituNEOnet?

K egiatanpemantauan kebumian (earth observation) sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, namun hasilnya belum optimal. Hal ini disebabkan belum adanya kerjasama terpadu dan berkesinam-

bungan, biasanya masih bersifat project-based dan individual/sektoral. Akibatnya kegiatan pemantauan kurang berkesinambungan dan berdampak pada:

• Penanganan bencana alam yang lemah, baik dari sisi peringatan dini, mitigasi dan penanganan dampaknya; maupun

• Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang kurang memperhati-kan aspek lingkungan dan konservasi.

Hal tersebut di atas bisa terjadi karena arogansi sektoral, ketidakpedulian dan belum adanya media/forum yang berkesinambungan dan terpadu.

Dengan latar belakang tersebut hadirlah ide Nusantara Earth Observation Network (NEONet) untuk memantau dan memahami dinamika sistem kebumian Nusantara secara terpadu. Jaringan kerjasama pemantauan ini akan memanfaatkan alat-alat yang sudah ada dan alat baru yang akan diadakan di masa datang. Pemantauan dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik, kimia, dan biologi untuk menghadapi tantangan perubahan lingkungan, seperti perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, berkurangnya sumberdaya alam, dan polusi. Di samping itu juga untuk membantu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di Bumi Nusantara ini.

Dengan perkembangan teknologi masa kini adalah mudah untuk memantau kondisi Bumi Nusantara secara cepat, terkini (real time) dengan resolusi tinggi. Dengan investasi peralatan pemantau yang cukup mahal saat ini, koneksi dan kolaborasi peralatan pemantauan kebumian adalah ide yang cukup baik untuk melengkapi data/informasi. Dengan tersedianya jumlah data/informasi yang banyak dan lengkap maka akan meningkatkan

Page 42: Senarai Teknologi untuk Bangsa

29UMUM

model peramalan dan mendukung proses pengambilan keputusan yang lebih baik.

Dalam jejaring kerjasama ini masing-masing pihak berfungsi sebagai simpul (node) dalam jejaring kerjasama, yang masing-masing bekerja secara independen untuk mengoperasikan alat pemantau kebumian, mengumpulkan data, mengolah dan menyajikan data/informasi dalam jejaring kerjasama menurut peraturan dan standar yang disepakati bersama. Misalnya sebagai simpul pemantauan cuaca, iklim, dan gempa bumi adalah BMKG, simpul pemantauan kebakaran hutan adalah Kementerian Kehutanan, simpul pemantauan kekeringan lahan pertanian Kementerian Pertanian, dan sebagainya. Tentunya perlu dibentuk suatu media yang ber-tugas untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan antarsimpul jejaring tersebut, NEONet diarahkan untuk berperan menjawab tantangan tersebut.

Gambar 1. Ilustrasi Jejaring NEOnet

Contoh yang berkaitan langsung adalah Global Earth Observation System of System (GEOSS). Sejak berdiri tahun 2005 sudah lebih dari 60 negara yang meratifikasi dokumen implementasi selama 10 tahun. GEOSS menyediakan alat pengambil keputusan untuk berbagai jenis pengguna. GEOSS berfungsi sebagai penyedia contents dari berbagai simpul jejaring global, dengan internet pengguna dapat mengaksesnya untuk membantu pengambilan keputusan.

Dalam jejaring kerjasama ini BPPT dengan perlengkapan teknologi dan pengetahuannya dapat melakukan simulasi dan inventarisasi kebutuhan teknologi untuk menjembatani dan mendukung suksesnya program kerjasama yang berkesinambungan dalam konteks earth observation. BPPT diharapkan menjadi pioneer untuk terbentuknya sebuah jejaring kerjasama tingkat nasional.

Page 43: Senarai Teknologi untuk Bangsa

30 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Tentunya sistem NEONet haruslah terpadu dan mengintegrasikan ber-bagai moda pemantauan, seperti wahana satelit ruang angkasa, wahana pesawat udara, wahana di darat, wahana di laut, dan lainnya. Seluruh informasi tersebut dipadukan dalam sebuah sistem basis data yang selanjut-nya dipergunakan untuk berbagai kepentingan. Tolok ukur keberhasilan NEONet adalah kualitas kolaborasi antarsimpul jaringan. Hal ini ditandai dengan arus dan kualitas pertukaran data/informasi antarsimpul jaringan.

Sebagai langkah awal BPPT dengan anggaran tahun 2007/2008 membangun Pusat Pengendalian NEONet, yang dilengkapi dengan fasilitas server jaringan, server seismik, jaringan kecepatan tinggi dan perlengkapan lainnya. Salah satu upaya BPPT dalam pengembangan jaringan ini adalah dengan memanfaatkan kerjasama antara BPPT dan JAMSTEC (Japan Agency for Marine Earth Science and Technology) dalam Pro-gram HARIMAU (Hydrometeorological Array for Intraseasonal Variations Monsoon Automonitoring) dan Program TOCS (Tropical Ocean Climate Study), SIRRMA (Sistem Informasi Reduksi Resiko Bencana), kerjasama dengan BMKG dan Kementerian Kehutanan dalam rangka pengembangan dan penera pan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK), dan program lainnya. Gambar 2 mengilustrasikan prototipe NEOnet di lingkungan BPPT.

Gambar 2. Prototipe NEOnet di lingkungan BPPT

Di masa mendatang akan lebih baik jika simpul jejaring yang sudah ada seperti BMKG, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Bakosurtanal, Kementerian Kelautan dan lainnya saling diintegrasikan dalam media NEONet, agar para pengambil keputusan di Bumi Nusantara ini dapat memanfaatkannya untuk penanganan bencana alam, penataan ruang dan sebagai alat bantu pengambilan keputusan.

SIJAMPANG: Sebuah ContohSistem Informasi Hujan dan Genangan Berbasis Keruangan yang dikenal dengan nama SIJAMPANG merupakan prototipe implementasi NEOnet yang sudah dibangun dan diluncurkan secara resmi oleh Deputi Kepala

Page 44: Senarai Teknologi untuk Bangsa

31UMUM

BPPT Bidang Teknologi Sumberdaya Alama (TPSA) pada tanggal 8 Juni 2010.

SIJAMPANG merupakan sistem informasi berbasis web yang menyajikan informasi curah hujan secara real time dari Radar C-Band yang terletak di Puspiptek Serpong. Radar C-band memantau curah hujan setiap 6 menit dengan radius kurang lebih 105 km, yang meliputi wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Karawang, Cikampek, Cianjur, Banten, dan sekitarnya. Informasi curah hujan yang disajikan merupakan informasi curah hujan pada ketinggian 500 dan 2.000 m dari permukaan tanah. Informasi curah hujan disajikan dengan latar belakang peta GoogleMapsTM dan informasi lain, seperti informasi hasil pengukuran Automatic Weather Station (AWS) milik BMKG dan milik Proyek HARIMAU, data ketinggian air pada pintu air dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane (BBWSCC), dan informasi status curah hujan di lokasi kontributor yang dikirim oleh kontributor via Short Message Service (SMS). Gambar 3 berikut mengilustrasikan aliran data SIJAMPANG.

Gambar 3. Aliran data SIJAMPANG

Partisipasi kontributor dalam SIJAMPANG dilakukan dalam 2 cara yaitu: aktif dan pasif. Dalam mode aktif, radar memantau kondisi curah hujan dan selanjutnya komputer akan mengirim status hujan di lokasi kontributor berada melalui SMS, kemudian kontributor membalas status curah hujan di lokasi melalui SMS ke server SIJAMPANG di NEOnet. Informasi kontributor yang dikirim kontributor melalui SMS selanjutnya ditampilkan di website SIJAMPANG (http://neonet.bppt.go.id/sijampang), lihat Gambar 4. Sedangkan pada mode pasif, kontributor dapat mengirim status curah hujan di lokasi kontributor berada melalui SMS. Lokasi yang di SMS bisa berada di mana saja asal berada di wilayah jangkaun radar c-band.

Informasi SIJAMPANG selain disajikan di website juga disajikan di situs jejaring sosial twitter dengan alamat http://twitter.com/infohujan. Pengguna

Page 45: Senarai Teknologi untuk Bangsa

32 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

dapat mengakses informasi SIJAMPANG di twitter melalui website atau melalui telepon genggam dengan fasilitas internet browser.

Untuk memperbanyak kontributor NEOnet mencanangkan Program SIJAMPANG Goes to School, yaitu mengajak sekolah-sekolah di dalam wilayah jangkauan radar SIJAMPANG untuk menjadi kontributor. Dengan semakin banyaknya kontributor, maka berbagai informasi dapat dikirim oleh kontributor, seperti status curah hujan, kemacetan lalu lintas, kejadian bencana atau informasi lainnya. Kontributor dapat mengirimkan informasi via SMS maupun MMS seperti foto yang secara otomatis dapat ditampilkan di website SIJAMPANG.

Contoh implementasi konsep NEOnet tersebut menunjukkan bahwa integrasi informasi dari berbagai sensor pemantauan bumi dapat dilakukan dengan mudah dan dapat memberi banyak manfaat terhadap pengguna, baik masyarakat umum, industri, pemerintah, atau pengguna lainnya.

Gambar 4. Contoh tampilan SIJAMPANG (http://neonet.bppt.go.id/sijampang)

Page 46: Senarai Teknologi untuk Bangsa

33UMUM

PenutupBerbagai sistem pemantauan kebumian sudah banyak dipasang oleh berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Bahkan beberapa informasi sudah disajikan melalui berbagai media, baik media cetak, radio maupun internet. Dengan pesatnya perkembangan internet yang saat ini bisa diakses melalui perangkat komputer maupun perangkat bergerak seperi handphone, PDA (Personal Digital Assistant), dan perangkat bergerak lainnya, maka sangat penting untuk mengintegrasikan berbagai informasi tersebut sehingga bermanfaat untuk kepentingan penangan bencana alam maupun keperluan lainnya. NEOnet sudah membangun prototipe Sistem Informasi Hujan dan Genangan Berbasis Keruangan dan terbukti dapat bekerja dengan baik serta bermanfaat untuk kepentingan publik. Maka dari itu sudah seharusnya berbagai instansi yang mengoperasikan sensor pemantauan kebumian juga menyajikan informasinya untuk kepentingan masyarakat luas. Mari bersinergi untuk membangun negeri!

Page 47: Senarai Teknologi untuk Bangsa

34

PENENTUAN LOKASI TAMBAT TONGKANG BATUBARA SEGMEN MARABAHAN – RANTAU BADAUH

SUNGAI BARITO, KABUPATEN BARITO KUALA PROVINSI

KALIMANTAN SELATAN

SyaefudinSupriyono

Hermin Esti SetyowatiMuhamadNafis

Pendahuluan

Selama ini angkutan batubara di Kalimantan Selatan menggunakan moda transportasi darat mulai dari Binuang (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) sampai dengan Pelabuhan Trisakti (Banjarmasin)

menggunakan fasilitas jalan negara, jalan provinsi maupun kabupaten. Hal ini akan merugikan termasuk kerusakan lingkungan hidup dan sosial-ekonomi yang rendah terhadap masyarakat lokal. Bupati Hulu Sungai Selatan pernah mengungkapkan bahwa kegiatan pertambangan di wilayahnya mengakibatkan dampak negatif senilai Rp. 500 juta, berupa kerusakan jalan dan jembatan. Hal ini masih ditambah lagi dengan reklamasi lubang-lubang bekas galian yang membutuhkan biaya sekitar Rp. 3,4 trilyun. Secara kumulatif kerugian mencapai hampir Rp. 4 trilyun, sedangkan pendapatan yang diterima daerah dalam bentuk pajak dan retribusi tidak lebih dari Rp. 50 juta (Kompas 18 Desember 2003).

Selain hal di atas ekses negatif lain yang disebabkan oleh transportasi batubara menuju Pelabuhan Trisakti berupa:

1). Kemacetan arus lalu-lintas

2). Kerusakan jalan karena kelebihan muatan

3). Peningkatan waktu tempuh

4). Ekonomi biaya tinggi serta

Page 48: Senarai Teknologi untuk Bangsa

35UMUM

5). Dampak sosial berupa kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau luka bahkan kematianSehubungan hal tersebut di atas Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan

Mengeluarkan Peraturan Daerah No 3 tahun 2008, yang mengharuskan perusahaan pertambangan dan perkebunan menggunakan jalan sendiri tidak lagi menggunakan jalan umum.

Metoda dan Peralatan PenelitianStudi penentuan lokasi tambat tongkang batubara, metodologi yang diguna-kan pada kegiatan ini meliputi:

1). Pengamatan karakteristik sungai

2). Penentuan posisi

3). Pengukuran pasang surut

4). Pengukuran kedalaman sungai

Pengamatan Karakteristik SungaiPengamatan karakteristik sungai dilakukan sepanjang tepian sungai

baik pada sisi barat maupun pada sisi timur Sungai Barito. Pengamatan yang dilakukan meliputi: kelerengan dataran tepian sungai, longsoran tebing sungai, penggunaan lahan tepian sungai, erosi tepian sungai, lalu lintas sungai dan sedimentasi dilihat dari kekeruhan air sungai. Pada lokasi-lokasi tertentu dimana kedalaman Sungai Barito lebih dari 6 meter dilakukan pengamatan detil. Kedalaman sungai pada stasiun pengamatan sudah dilakukan koreksi pasang-surut sungai.

Penentuan PosisiPenentuan posisi survei kapal dilakukan dengan sistem GPS (Global

Positioning Systems) yang diterima dari satelit GPS. Selanjutnya posisi yang terekam dilakukan koreksi terhadap posisi titik ikat (BM). Posisi Untuk memandu manuver kapal survei, mengikuti lintasan yang telah ditetapkan digunakan sistem navigasi digital berbasis komputer.

Pengukuran Pasang Surut SungaiTujuan dari pengamatan pasang surut adalah selain untuk memberikan

nilai koreksi kedalaman terhadap data hasil pemetaan kedalaman perairan, juga untuk mengetahui pola dan karakteristik dari elevasi muka sungai di suatu perairan selama periode waktu tertentu. Melalui pengamatan pasang surut juga akan diperoleh ketinggian permukaan sungai rata-rata atau Mean River Level (MRL) terhadap datum yang digunakan.

Pengukuran pasang surut permukaan Sungai Barito dilakukan

Page 49: Senarai Teknologi untuk Bangsa

36 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

bersamaan dengan pengukuran kedalaman Sungai Barito, yaitu lebih kurang 10 hari dengan selang waktu pencatatan setiap satu jam (60 menit). Pengukuran dilakukan pada lokasi di bawah Jembatan Rumpiyang sisi sebelah timur, Kota Marabahan. Pengukuran pada lokasi ini dimaksudkan selain untuk mempermudah dalam pencatatan naik turunnya muka air sungai juga kedudukan Jembatan Rumpiyang sendiri dijadikan patokannya (Bench Mark) (Gambar 1).

Pemeruman(PengukuranKedalamanPerairan)Pemetaan kedalaman Sungai Barito dalam studi ini dimaksudkan untuk

menghasilkan peta kedalaman alur Sungai Barito. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan peralatan perum gema (echosounder) jenis portable. Pada prinsipnya echosounder memancarkan gelombang akustik ke dasar laut, lalu dipantulkan oleh dasar laut dan diterima kembali oleh echosounder.

Gambar 1. Skema Pengukuran Pasut Dengan Jembatan Rumpiang Sebagai Referensinya

Peralatan Yang DigunakanEchosounder : ODOM ECHOTRACK MK-II

Positioning : Garmin GPS System

Navigasi : NavREC System

Wahana Survei : Perahu lokal

Data Cleaning : Bath2000, software batimetri

Koreksi Data : Bath2000, software batimetri

Transformasi : UG System, system transformasi dari UTM ke LL

Griding & Konturing : Surfer ver.7, AutoCAD 2000.

Page 50: Senarai Teknologi untuk Bangsa

37UMUM

Hasil Penelitian

Pengamatan Karakteristik SungaiAda 18 Stasiun Pengamatan yaitu:

Gambar 2.Stasiun Pengamatan A1. Posisi (252965,06 LS;9670462,33 BT) Gambar3.Stasiun Pengamatan A 2. Posisi

(253392,36 LS;9669967,26 BT)

Pada lokasi ini terlihat dataran tepian sungai ditempati oleh semak belukar lebat dengan penduduk jarang, kelerengan sedang (10-25%). Kedalaman Sungai 8,3 meter, erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, jarak dengan pemukiman penduduk antara 500-1000 meter.

Pengamatan pada stasiun A.2, tercatat kedalaman sungai 6,6 meter, dengan dataran tepian sungai ditempati oleh semak belukar jarang dan persawahan, jarang dijumpai penduduk, kelerengan sedang (10-25 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, jarak dengan pemukiman sekitar 1000 meter.

Pengamatan pada sasiun A.3, tercatat kedalaman sungai 11,6 meter, dengan dataran tepian sungai ditempati oleh semak belukar lebat, jarang dijumpai penduduk, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, jarak dengan pemukiman penduduk > 1000 meter.

Gambar 4. Stasiun Pengamatan A.3 Posisi (253574,81 LS;9669567,57 BT)

Gambar 5. Stasiun Pengamatan A.4 Posisi (253730,69 LS; 9668559,43 BT)

Page 51: Senarai Teknologi untuk Bangsa

38 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Pada stasiun A.4, tercatat kedalaman sungai 8,1 meter, dengan dataran tepian sungai ditempati oleh semak belukar lebat, jarang dijumpai penduduk, kelerengan landai (0 -10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil. Lokasi relatif jauh dengan pemukiman terdekat (> 1000 m).

Pada stasiun A.5, dataran tepian sungai ditempati pepohonan dan semak belukar yang cukup lebat, jarang dijumpai penduduk, kelerengan landai ( 0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, jauh dengan pemukiman (> 1000 m). Kedalaman sungai setelah dikoreksi pasut cukup dalam 9,8 meter.

Gambar 5. Stasiun Pengamatan A.4 Posisi (253730,69 LS; 9668559,43 BT)

Gambar 6. Stasiun Pengamatan A.5 Posisi (252553,71 LS; 9666752,14 BT)

Stasiun pengamatan A.6, dataran tepian sungai ditempati semak belukar yang cukup lebat, jarang dijumpai penduduk, lalu-lintas air jarang, kelerengan sedang (10-25 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, cukup dekat dengan pemukiman penduduk (500-1000 m), kedalaman sungai 9 meter.

Gambar 7. Stasiun Pengamatan A.6 Posisi (250418,57 LS;9665833,31 BT)

Gambar 8. Stasiun Pengamatan A.7 Posisi (249962,69 LS;9665799,18 BT)

Stasiun pengamatan A.7, dataran tepian sungai ditempati semak belukar yang cukup lebat, jarang dijumpai penduduk, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai sedang (25-100 m), angkutan sedimen sungai

Page 52: Senarai Teknologi untuk Bangsa

39UMUM

relatif kecil, lalu-lintas air cukup ramai, dekat dengan pemukiman penduduk (< 500 m), kedalaman sungai 10,6 meter.

Stasiun pengamatan A.8, dataran tepian sungai ditempati semak belukar yang cukup lebat, penduduk jarang, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, dekat dengan pemukiman dengan kedalaman sungai 4,2 meter. Lokasi ini sudah digunakan untuk tempat tambat tongkang tidak resmi oleh penduduk.

Gambar 9. Stasiun Pengamatan A.8 Posisi (249031,21 LS;9664517,75 BT)

Gambar 10. Stasiun Pengamatan A.9 Posisi (249269,11 LS;9663318,02 BT)

Stasiun pengamatan A.9, dataran tepian sungai ditempati semak belukar yang cukup lebat, dengan penduduk jarang, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, jauh dengan pemukiman dengan kedalaman sungai 11,8 meter.

Stasiun pengamatan A.10, dataran tepian sungai ditempati sedikit semak belukar, dengan penduduk cukup padat, lalulintas air cukup ramai, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai relatif kecil, dekat dengan pemukiman dengan kedalaman sungai 11 meter.

Gambar 11. Stasiun Pengamatan A.10 Posisi (248920,09 LS;9662705,2 BT)

Gambar 12. Stasiun Pengamatan A.11 Posisi (248209,36 LS;9662237,26 BT)

Page 53: Senarai Teknologi untuk Bangsa

40 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Stasiun pengamatan A.11, dataran tepian sungai ditempati sedikit semak belukar, dengan penduduk cukup padat, lalu-lintas air cukup ramai, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai sedang, dekat dengan pemukiman, kedalaman air sungai 7,4 meter.

Stasiun pengamatan A.12, dataran tepian sungai ditempati sedikit semak belukar, dengan penduduk cukup padat, lalu-lintas air cukup ramai, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai sedang, dekat dengan pemukiman, kedalaman air 5,7 meter.

Gambar 13. Stasiun Pengamatan A.12 Posisi (246418, 41 LS;9661613,99 BT)

Gambar 14. Stasiun Pengamatan A.13 Posisi (246116,36 LS;9661585,69 BT)

Stasiun pengamatan A.13, dataran tepian sungai ditempati sedikit semak belukar, dengan penduduk padat, lalulintas air cukup ramai, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai sedang, dekat dengan pemukiman penduduk dengan kedalaman sungai 10,3 meter.

Stasiun pengamatan A.14, dataran tepian sungai ditempati pasar, pelabuhan penyebrangan dan pertokoan, dengan penduduk padat, lalulintas air ramai, kelerengan landai (0-10 %). Erosi sepanjang tebing sungai kecil (< 25 m), angkutan sedimen sungai sedang, dekat dengan pemukiman penduduk dengan kedalaman sungai 9,2 meter.

Gambar 15. Stasiun Pengamatan A.14 Posisi (245884,69 LS;9661583,35 BT)

Gambar 16. Stasiun Pengamatan A.15 Posisi (244554,61 LS;9662122,56 BT)

Page 54: Senarai Teknologi untuk Bangsa

41UMUM

Stasiun pengamatan A.15, dataran tepian sungai ditempati semak belukar cukup lebat, dengan penduduk sangat sedikit, lalulintas air sepi, kelerengan landai (0-10 %) dengan erosi sepanjang tebing sungai sedang (25-100 m), angkutan sedimen sungai kecil, jauh dari pemukiman penduduk. Kedalaman sungai mencapai 13,9 meter.

Stasiun pengamatan A.16, dataran tepian sungai ditempati semak belukar cukup lebat, dengan penduduk sangat sedikit, lalulintas air sepi, kelerengan landai (0-10 %) dengan erosi sepanjang tebing sungai sedang (25-100 m), angkutan sedimen sungai kecil, jauh dari pemukiman penduduk dengan kedalaman perairan sungai 10,3 meter.

Gambar 17. Stasiun Pengamatan A.16 Posisi (244376,36 LS;9662267,84 BT)

Gambar 18. Stasiun Pengamatan A.17 Posisi (244214,74 LS;9662442,64 BT)

Stasiun pengamatan A.17, dataran tepian sungai ditempati semak belukar cukup lebat, dengan penduduk sangat sedikit, lalulintas air sepi, kelerengan landai (0-10 %) dengan erosi sepanjang tebing sungai sedang (25-100 m), angkutan sedimen sungai kecil, jauh dari pemukiman penduduk (> 1 km), dengan kedalaman perairan 10 meter.

Gambar 19. Stasiun Pengamatan A.18 Posisi (239550,21 LS;9659561,82 BT)

Stasiun pengamatan A.18, dataran tepian sungai ditempati semak belukar lebat, dengan penduduk sangat sedikit dijumpai, lalu-lintas air sepi,

Page 55: Senarai Teknologi untuk Bangsa

42 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

kelerengan landai (0-10 %) dengan erosi sepanjang tebing sungai sedang (25-100 m), jauh dari pemukiman penduduk (> 1000 meter), angkutan sedimen perairan kecil dengan kedalaman mencapai 13,6 meter.

Pasang SurutDari data pasang surut yang terukur selama survei selanjutnya dibuat

grafik pasang surut Sungai Barito (Gambar 4.2). Dari grafik pasang surut tersebut terlihat bahwa besarnya pasang surut Sungai Barito mencapai interval 2,5 meter sampai dengan 3 meter.

Gambar 20. Grafik Hasil Pengukuran Pasang Surut Sungai Barito

Kedalaman SungaiSelama survei telah dilakukan total lintasan pemeruman sepanjang

kurang-lebih 120 kiloline, mulai dari Kota Marabahan ke arah hilir sampai dengan sekitar Rantau Badau.

Berdasarkan berbagai lintasan data pemeruman (sounding) yang telah diperoleh menunjukkan bahwa penampang Sungai Barito mulai dari Marabahan sampai dengan Rantau Badau secara umum berbentuk U berstadium tua. Kemiringan topografi dasar sungai mulai dari pinggir baik dari sisi timur maupun sisi barat ke arah tengah sungai umumnya berubah secara gradual tidak menunjukkan pendalaman yang ekstrim. Gradien sungaipun mulai dari hulu ke hilir menunjukkan perubahan gradual atau tidak menunjukkan perubahan yang mencolok.

Dari data peta kedalaman terlihat bahwa perbedaan kedalaman antara waktu surut dan pasang berkisar antara 2,5 m sampai dengan 3 meter (lampiran 1). Pada waktu air sungai surut mengakibatkan kedalaman air

Page 56: Senarai Teknologi untuk Bangsa

43UMUM

sungaipun ikut berkurang. Pada waktu surut kedalaman pada bagian tengah sungai yang terdangkal mencapai 5 meter terdapat di sekitar Marabahan. Pada stasiun A.1. sampai dengan stasiun A.2, dan di wilayah Rantau Badauh pada bagian sisi utara sungai. Anomali kedalaman terdapat di sekitar Marabahan di bagian tengah sungai hal ini di sebabkan karena wilayah ini merupakan pertemuan antara Sungai Negara dengan Sungai Barito.

Beberapa anomali kedalaman pada saat surut terdapat pada wilayah:Stasiun A.7 hingga mencapai kedalaman sekitar 40 m (pada saat surut) terdapat di bagian lekukan tengah sungai, Stasiun A.9-A.10 mencapai kedalaman 28 meter. pada stasiun A.7 pada kelokan sungai. Sedangkan pada waktu pasang kedalaman bertambah 2,5 meter sampai 3 meter.

Lokasi Tambat TongkangDari 18 stasiun pengamatan terpilih 17 stasiun yang memenuhi syarat untuk lokasi tambat. Selanjutnya dibuatkan tingkatan prioritas lokasi tambat tongkang berdasarkan: kelerengan, erosi tebing sungai, kedalaman sungai, jarak lokasi dengan pemukiman penduduk terdekat, angkutan sedimen perairan dan transportasi sungainya (Tabel 1).

Tabel 1 Prioritas lokasi tambat tongkang segmen Marabahan–Rantau Badauh.

Tingkatan Prioritas Stasiun Pengamatan KriteriaPERTAMA (Paling Baik) 5 Stasiun Pengamatan

A.3, A.4,A.9, A.15,A.18 Kedalaman cukup, jauh dari pemukiman, kelerengan landai/kecil, erosi tebing sungai kecil, sedimentasi kecil, lalu lintas air jarang.

KEDUA (Baik) 12 Stasiun Pengamatan

A.1, A.2, A.5,A.6,A.7,A.10,A.11,A.12,A.13,A.14,A.16,A.17,

Kriteria merupakan campuran klas (lihat lampiran 3)

Dari tabel di atas maka dapat terlihat bahwa pada segmen Marabahan sampai dengan Rantau Badauh ada 5 (lima) lokasi tambat tongkang dengan predikat prioritas pertama dengan kriteria: kedalaman cukup, kelerengan landai, erosi tebing sungai kecil, jauh dari pemukiman penduduk, angkutan sedimentasi perairan kecil.

KesimpulanDari beberapa uraian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penampang Sungai Barito dari mulai Marabahan sampai dengan Rantau Badauh secara umum berbentuk U, dengan gradien berubah

Page 57: Senarai Teknologi untuk Bangsa

44 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

secara gradasi tidak menunjukkan perubahan secara mencolok, hal ini mencirikan Sungai Barito berstadium tua.

2. Besar interval pasang surut Sungai Barito berkisar antara 2,5 m sampai dengan 3 meter.

3. Kedalaman bagian tengah alur Sungai Barito pada saat air sungai pasang umumnya berkisar antara 10 m sampai 15 meter, sedangkan pada saat air surut berkisar antara 7 meter sampai 11 meter, kecuali pada tempat-tempat tertentu terjadi anomali kedalaman.

4. Dari pengamatan lapangan ada 17 (tujuh belas) stasiun pengamatan yang dapat digunakan untuk tambat tongkang, dari lokasi tersebut 5 (lima) stasiun merupakan prioritas pertama dan 12 (dua belas) stasiun merupakan prioritas kedua.

DaftarPustaka

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam, Pengelolaan Sumberdaya Alam, Valuasi Ekonomi dan Jejaring Transportasi Kalimantan Selatan, Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.

Noor C.D. Aryanto, Y. Noviadi dan Syaefudin. 2007. Kedalaman Batuan Keras Perairan Selat Laut Sebagai Data Awal Untuk Rencana Pembangunan Jembatan Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Jurnal Geologi Kelautan, Volume 5, No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung, hal. 1-9.

Officer, B. 1978. Physical Oceanography of Estuariesi John Willey and Son, New York.

Syaefudin. 2008. Studi Pemilihan Lokasi Alternatif Pelabuhan Trisakti Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Hidrosfir Indonesia, Volume 3 Nomor 3. Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, hal. 115-124.

Page 58: Senarai Teknologi untuk Bangsa

45

TOPOMINI DAN SEMANGAT KEBANGSAAN YANG BERWAWASAN

NUSANTARA

Agustan

Pendahuluan

Suatu obyek dapat diidentifikasi melalui unit pengenal (identitas), misalnya dengan nama. Dengan memberikan suatu nama kepada obyek, maka obyek tersebut dapat dikenali lengkap dengan makna

atau karakter yang dikandung dari nama tersebut. Unsur geografik merupa-kan salah satu obyek yang penting untuk diberikan pengenal karena menyangkut peradaban manusia yang terkait dengan lokasi keberadaan. Unsur-unsur geografik misalnya adalah gunung dan pegunungan, bukit, sungai, tanjung, selat, laut dan lain sebagainya, yang bisa dikategorikan sebagai unsur alam. Sedang unsur geografik buatan manusia misalnya wilayah permukiman dan administrasi (desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi), bendungan, lapangan terbang, dan lain sebagainya.

Nama unsur geografi, atau disingkat “nama geografik” (geographical names) disebut “toponim”. Secara harafiah berarti “nama tempat” (place names). Nama tempat tidak harus diartikan nama pemukiman (nama tempat tinggal), tetapi nama unsur geografi yang ada di suatu tempat (daerah), seperti sungai, bukit, gunung, pulau atau tanjung. Identifikasi lokasi pemukiman bisa mengacu kepada unsur-unsur geografik yang terdapat di sekitarnya, misalnya dekat aliran sungai, dekat sebuah gunung, pesisir pantai sehingga untuk membedakan satu sama lain diperlukan proses pemberian nama kepada unsur-unsur geografik tersebut. Hal ini tentu saja akan sangat membantu dalam kegiatan kehidupan sehari-hari.

Proses pemberian nama terhadap unsur geografik ini tentu saja terkait dengan bahasa, adat masyarakat, dan sejarah setempat. Memahami dan mempelajari segala aspek terkait proses penamaan unsur-unsur geografik dan standarisasi tata cara penamaannya termasuk dalam salah satu cabang ilmu pengetahuan yang bernama Toponimi.

Page 59: Senarai Teknologi untuk Bangsa

46 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

AspekLokalitasdalamToponimiNama geografik terdiri dari dua unsur yaitu nama generik dan nama spesifik yang harus ditulis secara terpisah. Yang dimaksud dengan nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk dari unsur geografik tersebut, misalnya sungai, gunung, bukit, kota dan unsur lainnya. Sedang nama spesifik merupakan nama diri (proper name) dari nama generik tersebut yang juga digunakan sebagai unit pembeda antarunsur geografik. Contoh nama geografik misalnya Gunung Ciremai. Nama ini menjelaskan ada sebuah unsur geografik yang berbentuk gunung dan bernama Ciremai. Gunung adalah nama generik sedang Ciremai adalah nama spesifik, sehingga harus ditulis terpisah.

Dalam proses pemberian nama ini, aspek lokalitas suatu wilayah memegang peranan penting. Hal ini menjadikan kegiatan Toponimi di Indonesia manjadi sangat menarik, karena terkait dengan jumlah bahasa daerah yang berjumlah 748 yang berhasil diidentifikasi oleh Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2008. Selain itu Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 telah mengidentifikasi 1.128 suku bangsa yang terdapat dari Sabang sampai Merauke.

Aspek lokalitas harus dipahami terkait dengan kaidah penulisan nama geografik untuk membedakan pengertian dan makna untuk obyek yang satu dengan lainnya. Misalnya penulisan ‘Lhokseumawe’ dengan ‘Lhok Seumawe’ mempunyai pengertian yang sangat berbeda. Pada penulisan pertama menjelaskan sebuah obyek permukiman yang bernama ‘Kota Lhokseumawe’. Sedang penulisan kedua menjelaskan ada sebuah obyek yang berbentuk tanjung (daratan yang menjorok ke laut), yang dalam bahasa setempat (Aceh Utara) disebut ‘lhok’ dan oleh masyarakat setempat diberi nama ‘Seumawe’. Apabila dikaitkan, Kota Lhokseumawe dapat diinterpretasikan menjadi sebuah lokasi permukiman yang terletak di sebuah tanjung bernama Seumawe. Untuk itu informasi tentang nama generik dalam berbagai bahasa lokal di seluruh Indonesia menjadi hal penting dalam Toponimi di Indonesia.

Selain kata benda, nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur geografik (utamanya nama permukiman atau wilayah) biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ‘baru’, ‘lama’, ‘makmur’, ‘indah’; atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur tersebut, misalnya ‘batu’, ‘air’, ’candi’ dan lain sebagainya; atau mengandung penunjuk arah atau bilangan, misalnya ‘utara’, ‘timur’, ‘satu’, ‘dua’ dan lain sebagainya.

Banyak wilayah di Indonesia yang menggunakan ‘arah’ sebagai nama spesifiknya, misalnya Jawa Timur, adalah salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa bagian timur. Salah satu kaidah dalam penulisan nama

Page 60: Senarai Teknologi untuk Bangsa

47UMUM

geografik adalah “nama spesifik yang memakai nama sifat, dan atau arah di depan atau di belakangnya, maka nama geografiknya harus ditulis terpisah”. Kaidah ini menarik, karena akan mengajak kita memperhatikan kekayaan Bangsa Indonesia dalam istilah-istilah lokal.

Ujung Kulon, Kulon Progo adalah salah satu contoh yang menggunakan “kulon” yang artinya barat. Istilah-istilah yang berasal dari Jawa biasanya sudah populer (kulon atau kilen yang berarti barat, wetan yang berarti timur, lor atau kaler yang berarti utara, kidul yang berarti selatan), tetapi mungkin untuk istilah dari daerah lain masih belum dikenal.

Fenomena menarik saat ini di Indonesia adalah kegiatan ‘pemekaran’ wilayah administrasi pemerintahan. Satu wilayah induk dimekarkan menjadi beberapa wilayah, misalnya satu provinsi dimekarkan menjadi dua atau lebih provinsi, satu kabupaten dimekarkan menjadi dua atau lebih kabupaten, demikian terus sampai level terendah (desa). Karena proses pemekaran wilayah melibatkan pemerintah pusat, maka penggunaan Bahasa Indonesia sebagai pembeda nama spesifiknya kerap digunakan. Salah satu contoh misalnya di Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan terdapat nama kecamatan ‘Tanete Riattang Barat’ dan ‘Tanete Riattang Timur’. “Riattang” dalam bahasa Bugis artinya ‘di selatan’; jadi arti sebenarnya bernama Tanete Selatan Timur dan Tanete Selatan Barat. Mungkin ada baiknya jika istilah ‘arah’ dalam bahasa lokal tetap digunakan jika nama awalnya sudah menggunakan bahasa lokal. Dengan demikian nama kecamatan menjadi Tanete Riattang Riaja dan Tanete Riattang Rilau (dalam bahasa Bugis, riaja adalah barat dan rilau artinya timur). Istilah lain seperti hilir, ilir, hulu, ulu, tengah, tonga, tengga, juga sebaiknya digunakan dalam pemberian nama geografik sesuai dengan maknanya.

Pemahaman akan istilah lokal yang terkait dengan nama generik dan nama spesifik adalah hal penting, karena terkait dengan tata cara penulisan nama geografik yang telah dibakukan secara internasional dalam lembaga United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) dan United Nations Conference on Standarization of Geographical Names (UNCSGN). Perwakilan dari tiap negara menyusun dan menyepakati hal-hal mendasar dalam proses pemberian nama geografik yang sesuai dengan wilayah masing-masing negara.

PrinsipPemberianNamaGeografikOtoritas Toponimi di Indonesia dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 112 tahun 2006. Otoritas yang diberi nama ‘Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi’ ini telah menyusun beberapa prinsip dalam pemberian nama geografik yaitu (Rais dkk., 2008):

Page 61: Senarai Teknologi untuk Bangsa

48 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

a. Menggunakan huruf Romawi

Pemberian nama geografik yang dibakukan ditulis dengan huruf Romawi dan tidak menggunakan simbol diakritik dan tanda penghubung.

b. Satu nama untuk satu unsur rupabumi

Misalnya ada dua pulau yang bernama Rusa dalam satu desa, maka sebaiknya kedua pulau tersebut dibedakan dengan menambah nama spesifiknya misalnya menjadi Pulau Rusa Utara dan Pulau Rusa Selatan atau Pulau Rusa Besar dan Pulau Rusa Kecil.

c. Tidak mempunyai nama ganda

Misalnya ada satu unsur geografik yang mempunyai nama ganda terkait dengan beberapa etnis yang mendiami lokasi tersebut. Misalnya Kampung Ujung Alang di Desa Motean, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, juga bisa disebut Kampung Pejagan dan Ujung Alang itu sendiri, selain juga Kampung Motean. Sebaiknya dalam penetapan nama bakunya memperhatikan “sejarah” dan asal usul nama lokasi tersebut. Ada satu perjanjian tidak tertulis dalam pembakuan nama geografik yaitu berdasarkan yang “tertua” atau “yang paling awal” jika unsur geografis tersebut mempunyai banyak nama.

d. Menggunakan nama lokal

e. Menggunakan nama generik lokal

Misalnya dengan menggunakan istilah lokal Ci, Aek, Alue, Loku, Krueng, Batang, Jene, Salo, Wai untuk sungai; Bonto, Buttu, Cot, Glee, Ngalau untuk gunung; Babakan, Gampong, Huta, Natai, Kalekak untuk kampung, dan lain sebagainya.

f. Memberikan nama unsur rupa bumi buatan manusia

g. Nama berdasarkan Undang-Undang atau Keputusan Presiden

h. Tidak bersifat atau menyinggung unsur suku, agama, ras, dan antargo-longan (SARA)

i. Tidak menggunakan nama-nama berbahasa asing

j. Tidak menggunakan nama-nama orang yang masih hidup

k. Tidak menggunakan nama instansi, lembaga, dan proyek

l. Tidak menggunakan nama yang terlalu panjang

m. Tidak ditulis menggunakan rumus matematik

Prinsip ini untuk mengantisipasi kebingungan seperti nama kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatra Barat, Kabupaten Ampek Kali Sabaleh Anam Lingkung, jangan ditulis dengan Kabupaten IV x XI 6 Lingkung.

Page 62: Senarai Teknologi untuk Bangsa

49UMUM

TeknologiSurveiPemetaanuntukToponimidiIndonesiaKegiatan Toponimi di Indonesia tentu saja membutuhkan dukungan teknologi yang sesuai sehingga tujuan untuk memberikan dan membakukan nama-nama geografik dapat tercapai.

Dalam kegiatan inventarisasi unsur geografik diperlukan sistem pemetaan cepat yang bergeoreferensi sehingga teknologi Global Positioning System (GPS) sangat cocok untuk digunakan jika dikombinasikan dengan data pendukung, misalnya peta topografi yang sudah ada atau citra satelit. Dengan teknologi ini, unsur geografik akan terinventarisasi lengkap dengan koordinatnya yang merupakan alat pengenal yang unik dan tunggal. Selanjutnya hasil dari lapangan tersebut disimpan dalam suatu sistem basis data digital yang handal untuk mengeliminasi duplikasi yang terjadi atau identifikasi secara cepat wilayah yang belum tersentuh Toponimi. Basis data tersebut merupakan inti dari Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat dibangun untuk kegiatan Toponimi. Hasil dari pengolahan dan verifikasi data ini selanjutnya diterbitkan dalam bentuk gazetir dan dilaporkan ke forum internasional melalui UNCSGN.

ToponimidanWawasanKebangsaanNegara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan dimensi sekitar 5000 km x 2000 km merupakan suatu wilayah yang sangat unik dengan aneka ragam suku bangsa dan bahasa. Sehingga semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ merupakan pilihan tepat untuk menjaga keutuhan bangsa.

Aspek lokalitas dalam Toponimi sebaiknya dipandang sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan saling pengertian budaya (cultural understanding) antaretnik yang ada di Indonesia. Selain kemampuan untuk memahami arti dan makna dari suatu nama geografik, kemampuan untuk menuliskan dan mengucapkan (pronunciation) secara benar suatu nama geografik dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk menjaga wawasan kebangsaan Indonesia. Utamanya dalam media massa seperti surat kabar dan majalah harus mampu menyajikan penulisan yang sesuai dengan kaidah Toponimi; juga reporter televisi dalam mengucapkan sedapat mungkin harus benar, sesuai dengan nama aslinya.

Selain itu dengan memahami sejarah atau latar belakang pemberian nama suatu wilayah juga dapat menambah wacana dan khazanah pengetahuan bagi Bangsa Indonesia. Sejarah maupun legenda cerita rakyat juga dapat dilestarikan melalui Toponimi. Misalnya hikayat Gunung Tangkubanperahu di Jawa Barat yang sangat melegenda. Sebaliknya kadang nama geografik

Page 63: Senarai Teknologi untuk Bangsa

50 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

yang ada apabila dipelajari secara mendalam mungkin mampu menguak suatu sejarah atau harta terpendam yang mungkin telah tertimbun selama ratusan atau ribuan tahun yang lalu.

Keanekaragaman dan kekayaan Toponimi Indonesia (aspek lokalitas) seharusnya dapat dijadikan sebagai salah satu unsur kebanggaan bernegara, bangga sebagai Bangsa Indonesia untuk tetap berhimpun dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

DaftarPustaka

Rais, J., Lauder, M., Sudjiman, P., Ayatrohaedi, Sulistiyo, B., Wiryaningsih, A., Suparwati, T. dan Santoso, W.E. 2008. Toponimi Indonesia: Sejarah Budaya yang Panjang dari Permukiman Manusia dan Tertib Administrasi. Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 64: Senarai Teknologi untuk Bangsa

51

VARIABILITAS CURAH HUJAN DI SUMATERA DAN KAITANNYA DENGAN

DIPOLE MODE

SopiaLestariBayong TjasjonoEddy Hermawan,Fadli Syamsudin

Pendahuluan

I ndonesiamerupakan satu kawasan daerah tropis yang unik di-mana dinamika atmosfernya dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, aliran angin monsunal, iklim marine dan pengaruh berbagai kondisi lokal. Cua-

ca dan iklim di Indonesia mempunyai karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum banyak diketahui.

Iklim didefinisikan sebagai ukuran statistik cuaca untuk jangka waktu tertentu dan cuaca menyatakan status atmosfer pada sembarang waktu tertentu. Dua unsur utama iklim adalah suhu dan curah hujan. Indonesia se-bagai daerah tropis ekuatorial mempunyai variasi suhu yang kecil, sementara variasi curah hujannya cukup besar. Oleh karena itu curah hujan merupakan unsur iklim yang paling sering diamati dibandingkan dengan suhu.

Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh lokal (Mcbride, 2002). Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian “chaotic” dari variabilitas monsun (Ferranti (1997), dalam Aldrian (2003)). Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi-tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003), sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di Indonesia.

Indonesia dikenal sebagai benua maritim karena sebagian besar wilayahnya merupakan lautan dan dikelilingi oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karena itu elemen iklimnya

Page 65: Senarai Teknologi untuk Bangsa

52 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan SPL (Suhu Permukaan Laut) di sekitarnya.

Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan Dipole Mode (DM). DM merupakan fenomena kopel antara atmosfer dan laut yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu Permukaan Laut (SPL) di Samudera Hindia tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa) dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan pantai timur Benua Afrika).

Pada saat anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di bagian timurnya maka terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat sedangkan di Indonesia mengalami penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan kondisi ini juga terjadi yang disebut sebagai DM (-).

Hasil kajian yang dilakukan Saji, et.al (2001) menunjukkan adanya hubungan antara fenomena DM dengan curah hujan yang terjadi di atas Sumatera bagian barat sebesar -0,6. Hasil serupa juga telah diperoleh Banu (2003) yang mengkaji adanya pengaruh DM terhadap curah hujan di BMI (Benua Maritim Indonesia) dan Gusmira (2005) yang mengkaji dampak DM terhadap angin zonal dan curah hujan di Sumatera Barat.

Seperti halnya di Sumatera Barat, pada studi ini dikaji keterkaitan kejadi-an DM terhadap curah hujan di Sumatera Selatan. Dengan menggunakan lebih banyak data stasiun untuk kedua kawasan tersebut, diharapkan dapat dianalisis keadaan curah hujan yang mewakili curah hujan sebenarnya terutama yang terjadi pada saat kejadian DM.

Data dan Pengolahan DataDataa. Indeks Dipole Mode (IDM) ditentukan dari perbedaan anomali SPL (Suhu

Permukaan Laut) di Lautan Hindia bagian Barat (500 E-700 E,100 S100 N) dan anomali SPL di Lautan Hindia bagian Timur (90°E-110°E,10°S-eq). Data IDM bulanan (Januari 1980-Desember 1999) diperoleh melalui http://w3.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/saji/dmi.html.

b. Data global dalam bentuk grid:

- Suhu Permukaan Laut (SPL) bulanan (Januari 1980-Desember 1999).

Page 66: Senarai Teknologi untuk Bangsa

53UMUM

- Presipitasi bulanan (Januari 1980-Desember 1999).

Sumber data diperoleh dari data NCEP/NCAR Reanalysis pada NOAA (http://www.cdc.noaa.gov).

c. Curah hujan bulanan observasi bulanan yang meliputi 12 stasiun pengamatan yang terdiri dari 8 stasiun pengamatan di Sumatera bagian Barat dan 4 stasiun pengamatan di Sumatera bagian Selatan. Data curah hujan observasi (Januari 1980-Desember 1999) diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta.

Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini mencakup:

a. Analisis spektral terhadap curah hujan di Sumatera Barat dan Selatan dengan menggunakan analisis Fast Fourier Transform (FFT).

b. Perhitungan persentase curah hujan pada tahun-tahun DM terhadap curah hujan normal selama 20 tahun (1980-1999).

c. Analisis koefisien korelasi untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dengan parameter IDM yaitu SPL.

AnalisisSpektralCurahHujandiSumateraBaratdanSelatanBeberapa kawasan di Sumatera Barat dan Selatan umumnya didominasi Osilasi Tahunan (AO) (Gambar 1 dan 2). Kedua kawasan ini menurut kajian Aldrian (2003) merupakan kawasan yang termasuk tipe iklim A dan memi-liki siklus tahunan yang menandakan bahwa kawasan ini dipengaruhi oleh tipe iklim monsun. Selain Osilasi Tahunan, juga ditemukan Osilasi Setengah-Tahunan pada kedua kawasan ini. Siklus setengah-tahunan ini berhubung-an dengan pergerakan ITCZ ke arah utara dan selatan pada saat bulan Oktober-November dan Maret-April-Mei (Davidson et al., 1984; Davidson, 1984).

Page 67: Senarai Teknologi untuk Bangsa

54 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 1. Energi Spektral Curah Hujan di Stasiun Jambi dan Batu Sangkar

Gambar 2. Energi Spektral Curah Hujan di Stasiun Bukit Tinggi dan Bengkulu

Analisis spektral curah hujan di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan juga menunjukkan bahwa terdapat puncak energi spektral walaupun sangat lemah pada periode 18-36 bulanan dan 50 bulanan. Adanya osilasi-osilasi tersebut merupakan suatu indikasi awal terjadinya curah hujan bersamaan dengan DM, hal ini ditunjukkan dengan kemiripan munculnya osilasi pada Indeks DM (Gambar 3).

Gambar 3. Energi Spektral Indeks DM

Page 68: Senarai Teknologi untuk Bangsa

55UMUM

PengaruhDipoleModeterhadapCurahHujandiSumateraBarat dan SelatanDi Sumatera Barat dan Selatan menunjukkan bahwa pada umumnya saat DM(+) daerah di kedua kawasan tersebut memiliki curah hujan di bawah normal pada saat JJA (Juni-Juli-Agustus) dan SON (September-Oktober-November) (Gambar 4). Sedangkan pada saat DM(-), hanya beberapa daerah saja yang mengalami peningkatan curah hujan dari normalnya pada saat JJA dan SON (Gambar 5).

Gambar 4. Komposit Persentase Curah Hujan Musiman di Sumatera Barat dan Selatan (1980- 1999) untuk Tahun Dipole Mode Positif, dimana kondisi di bawah normal (<85%),

normal (85%-115%) dan di atas normal (>85%).

Gambar 5. Komposit Persentase Curah Hujan Musiman di Sumatera Barat dan Selatan (1980-1999) untuk Tahun Dipole Mode Negatif, dimana kondisi di bawah normal (<85%), normal

(85%-115%) dan di atas normal (>85%).

Pada periode JJA dan SON ini curah hujan memiliki korelasi yang cukup signifikan di kedua kawasan tersebut pada saat DM(+) (Gambar 6), sedangkan pada DM(-) hasil korelasi yang diperoleh pada musim-musim tersebut lebih kecil daripada saat DM(+) (Gambar 7), hal ini ditunjukkan melalui korelasi silang antara Indeks Dipole Mode (IDM) dengan curah hujan:

Page 69: Senarai Teknologi untuk Bangsa

56 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 6. Korelasi Silang Antara Indeks Dipole Mode (IDM) dan Presipitasi (1980-1999) di Sumatera Barat dan Selatan untuk Tahun Dipole Mode (+). Interval kontur 0,1 dengan

koefisien korelasi signifikan 0.3

Gambar 7. Korelasi Silang Antara Indeks Dipole Mode (IDM) dan Presipitasi (1980-1999) di Sumatera Barat dan Selatan untuk Tahun Dipole Mode (-). Interval kontur 0,1 dengan koefisien

korelasi signifikan 0.3

KesimpulanCurah hujan di Sumatera Barat dan Selatan pada umumnya didominasi

Osilasi Tahunan (Annual Oscillation, AO) untuk daerah Padang, Padang Panjang, Solok, Tabing, Batu Sangkar, Jambi, Bengkulu, Palembang, dan Kotabumi. Namun demikian terdapat beberapa daerah di Sumatera Barat yang curah hujannya didominasi oleh Osilasi Semi-Tahunan (Semi Annual Oscillation, SAO) yaitu Bukit Tinggi, Maninjau, dan Sicincin. Selain itu, Dipole Mode yang menyebabkan variasi curah hujan antar-tahunan juga

Page 70: Senarai Teknologi untuk Bangsa

57UMUM

mempengaruhi curah hujan di kawasan ini baik untuk daerah-daerah yang memiliki Osilasi Semi-Tahunan maupun Osilasi Tahunan khususnya pada saat Tahun DM(+) dan DM(-). Osilasi Tahunan yang terjadi di kedua kawasan tersebut diduga dikarenakan karena adanya pengaruh iklim Monsun.

Fenomena Dipole Mode mempengaruhi curah hujan di Sumatera Barat dan Selatan. Dibandingkan DM (-), DM (+) memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap curah hujan di kedua kawasan tersebut. Pada saat DM (+), wilayah Sumatera Barat dan Selatan memiliki curah hujan di bawah normal terutama pada perioda JJA dan SON. Pada periode JJA, daerah-daerah yang memiliki respon kuat dengan DM(+) adalah Bukit Tinggi, Maninjau, Tabing, Solok, Batu Sangkar, Padang Panjang, Padang, Sicincin, dan Jambi (r ≤ -0.6). Sedangkan pada periode SON, Hampir seluruh daerah di Sumatera Barat dan Selatan memiliki respon kuat terhadap kejadian DM(+) (r ≤ -0.5). Pada saat DM (-), wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Selatan memiliki curah hujan di atas normal dan respon yang kuat terhadap kejadian DM(-) khususnya Sumatera Barat bagian selatan dan Sumatera Selatan pada saat JJA (r ≤-0.4 dan r ≤ -0.3) dan Sumatera Selatan pada saat SON (r ≤ -0.7).

DaftarPustaka

Aldrian E, Susanto D. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. International Journal of Climatology.

Bannu. 2003. Analisis Interaksi Monsun, Enso, dan Dipole Mode serta Kaitannya dengan Variabilitas Curah Hujan dan Angin Permukaan di Benua Maritim Indonesia. Tesis Magister pada GM ITB Bandung.

Davidson NE, McBride JL, McAvaney BJ. 1984. Divergent Circulations During The Onset of The 1978–79 Australian Monsoon. Monthly Weather Review 112: 1684–1696.

Gusmira, Eva. 2005. Pengaruh Dipole Mode terhadap Angin Zonal dan Curah Hujan di Sumatera Barat. Tugas Akhir pada GM ITB Bandung: tidak diterbitkan.

Saji NH, B. N. Goswami, P. N. Vinayachandran and T. Yamagata. 1999. A Dipole Mode in The Tropical Indian Ocean. in Macmillan Magazines ltd, Nature, Vol.401.

Webster et al. 1998. The Great Indian Ocean Warming of 1997-1998: Evidence of Coupled Ocean-Atmospheric Instabilities. Nature, 401, 356-360.

Page 71: Senarai Teknologi untuk Bangsa

58 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Page 72: Senarai Teknologi untuk Bangsa

KELAUTAN DAN PERIKANAN

Page 73: Senarai Teknologi untuk Bangsa
Page 74: Senarai Teknologi untuk Bangsa

61

INDONESIA KEMANDIRIAN TEKNOLOGI EKSPLORASI MIGAS

LEPAS PANTAI

UdrekhDjunaedi Muljawan

Sumirah

Pendahuluan

Label sebagai salah satu negara pengekspor minyak telah cukup lama hilang dari Indonesia. Setelah mencapai puncaknya yang ke dua pada tahun 1991, dimana Indonesia mampu memproduksi 1,7 juta

barel perhari, di tahun 2005 telah semakin turun menjadi 1 – 1,1 juta per hari. Di sisi konsumsi, jumlah kebutuhan energi terus meningkat. Di tahun 2004 saja, jumlah konsumsi ini telah lebih dari 1,1 juta barel perhari. Data terakhir di tahun 2009 menunjukkan bahwa besarnya konsumsi telah melebih jumlah produksi migas Indonesia. Di sisi konsumsi, data memperlihatkan bahwa konsumsi Indonesia terus meningkat, terutama sejak 1985. Jika angka-angka produksi dan konsumsi saat ini dibandingkan, dapat dikatakan bahwa Indonesia sudah menjadi pengimpor minyak, dimana konsumsi sudah (hampir) menyamai, atau bahkan melebih produksi. Grafik berikut memperlihatkan statistik produksi (diagram batang) dan konsumsi (noktah) Indonesia antara 1955 – 2004 (sumber: BPMigas, 2005).

Gambar 1. Kurva perbandingan produksi dan konsumsi minyak Indonesia

Page 75: Senarai Teknologi untuk Bangsa

62 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kecenderungan naiknya harga minyak dunia, bertambahnya kebutuhan akan energi seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas dunia industri Indonesia, tentunya perlu disiasati dengan berbagai cara. Dua hal yang umumnya dilakukan adalah meningkatkan kemampuan produksi atau melakukan penghematan penggunaan sumber energi.

Pertanyaan dari opsi pertama adalah: “apakah Indonesia masih memungkinkan untuk melakukan peningkatan produksi minyak”. Jawaban-nya adalah “masih”. Berdasarkan data yang ada, jumlah cekungan di Indonesia yang belum dieksplorasi/dieksploitasi masih sangat banyak (Gambar 2). Beberapa lokasi yang dahulu secara teknologi masih sulit untuk dieksploitasi, saat ini sudah memungkinkan untuk dilakukan. Oleh karena itu, upaya untuk lebih berperan aktif dalam melakukan eksplorasi migas adalah salah satu jawaban bagi upaya pemenuhan kebutuhan migas Indonesia.

Gambar 2 . 60 cekungan yang ada di Indonesia. Masih banyak potensi yang belum dieksplorasi.

Kemandirian TeknologiSelama ini, aktivitas eksplorasi maupun eksploitasi migas sangat tergantung kepada perusahaan asing. Ketergantungan ini melahirkan beberapa kondisi yang kurang mendukung, pada saat biaya ekplorasi untuk sebuah blok menjadi semakin tinggi, sementara daerah yang mudah secara teknologi dan memiliki peluang besar untuk ditemukannya cadangan minyak baru semakin kecil. Secara ekonomi, perusahaan minyak tentunya memiliki skala prioritas, perhitungan untung-rugi sebelum memutuskan untuk mengeksekusi suatu blok. Disamping itu, sudah menjadi pembicaraan umum, dimana negara Indonesia sebagai pemilik sumberdaya tersebut hanya memperoleh share yang dalam perhitungan netto, menjadi lebih sedikit.

Untuk menjawab segala permasalahan di atas, kemandirian dalam teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas merupakan sebuah solusi yang patut dipertimbangkan. Usia pengalaman para ahli Indonesia yang selama

Page 76: Senarai Teknologi untuk Bangsa

63KELAUTAN DAN PERIKANAN

ini terlibat dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas tentulah sudah mencukupi untuk bangsa Indonesia dapat menentukan nasibnya sendiri. Pemerintah sendiri, telah memberikan respon kepada lembaga pemerintah yang memiliki tanggung jawab dalam kaji terap teknologi, untuk mengambil peranan yang signifikan bagi penguasaan teknologi eksplorasi untuk kemandirian bangsa.

Sejak tahun 2005, gagasan penguasaan teknologi eksplorasi migas ini telah dimunculkan dengan investasi negara yang besar bagi pengadaan sebuah kapal survei seismik dua dimensi berskala industri. Kapal Riset Baruna Jaya 2, telah selesai dimodifikasi di tahun 2007, agar dapat menjalankan misi mulianya mencari potensi migas Indonesia di lepas pantai (Gambar 3). Lebih jauh lagi, di tahun yang sama, sebuah fasilitas pengolahan data seismik yang mampu menangani data besar, bahkan untuk pengolahan data tiga dimensi juga telah dibangun (Gambar 4). Pendek kata, kebijakan ini telah menunjukkan bahwa Indonesia telah berpikir untuk dapat melakukan eksplorasi migas lepas pantai secara mandiri.

Gambar 3. Kapal Riset Baruna Jaya 2 yang telah dimodifikasi

Baruna Jaya 2 ExplorerBPPT telah dipercaya untuk memperoleh amanah mengelola empat buah

kapal Riset yang diberi nama Baruna Jaya 1, 2, 3, dan 4. Pada tahun 2006, Baruna Jaya 2 telah mengalami modifikasi menjadi kapal survey seismik dua dimensi berstandar Industri. Kesadaran untuk mencoba melakukan kegiatan ekplorasi migas secara mandiri, sekalipun terlambat, patut disyukuri. Wahana dan peralatan seismik yang telah menghabiskan uang ratusan milyar ini, pada tahun 2007 sudah dapat beroperasi. Teknologi tinggi ini, meskipun harus dilalui dengan penuh perjuangan, akan tetapi mampu membuktikan bahwa anak bangsa dapat menguasai teknologi tinggi dengan cepat. Dengan dimotori oleh kerjasama antara BPPT dengan Elnusa, hasil

Page 77: Senarai Teknologi untuk Bangsa

64 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

survey seismik perdana di cekungan Bengkulu, telah dapat menghasilkan profil yang cukup baik (Gambar 5).

a. Sistem server

b. Seismik workstation

Gambar 4. Seismik data processing center

Gambar 5. Profil lintasan seismik cekungan Bengkulu

Paling tidak ada 4 hal besar yang perlu dikuasai oleh anak bangsa agar wahana survey ini dapat menjalankan tugas mulianya untuk mencari potensi migas di Indonesia. Ke empat hal besar tersebut adalah:

1. Source,

2. Streamer,

Page 78: Senarai Teknologi untuk Bangsa

65KELAUTAN DAN PERIKANAN

3. Recording dan

4. Navigation.

Seiring dengan semakin banyaknya pengalaman pelayanan survei yang telah dilakukan, kemampuan para perekayasa BPPT ini juga telah semakin profesional. Di bulan Mei 2010 ini, site survey yang dipercayakan oleh Pertamina telah semakin mengukuhkan potensi sumberdaya manusia Indonesia untuk dapat mengelola teknologi eksplorasi migas, minimal di negeri sendiri.

Seismic Data Processing CenterKemandirian di penguasaan teknologi eksplorasi migas lepas pantai,

tentunya tidak lepas dari kemampuan Indonesia dalam mengolah data. Kualitas hasil akuisisi akan dapat dibuktikan dengan seberapa bagus profil seismik dapat dihasilkan. Oleh karena itu, kelengkapan dalam kemampuan pengolahan data, baik pengolahan data standar saat survey maupun pengolahan data tahap lanjutan di seismic data processing center merupkan suatu rangkaian teknologi yang perlu dikuasai secara menyeluruh.

BPPT melalui Nusantara Earth Observation Network (Neo-net) telah melengkapi sarana pengolahan data seismik dengan menggunakan aplikasi yang telah umum digunakan di industri perminyakan. Aplikasi software dan hardware yang cukup handal telah dipasang. Spesifikasi hardware yang dilengkapi dengan hardisk 4TB, ram 64 GB, 16 prosesor quad core 64 bit mampu melakukan pengolahan data yang cukup besar dan dilakukan secara paralel. Dengan software pengolahan data Focus dari Paradigm yang berstandar industri perminyakan, mampu menghasilkan data olahan yang cukup bagus. Dilengkapi pula dengan software GeoDepth yang bisa lebih menggambarkan keadaan geologi sebenarnya di lapangan, serta software SDI yang menghubungkan antara komputer dengan plotter maupun printer sehingga bisa mencetak langsung dari Focus maupun Paradigm. Para perekayasa dalam prosesing data telah mampu untuk melakukan pengolahan secara pseudo 3D, yaitu pengolahan secara 3D dengan data 2D. Contoh hasil pengolahan data 3D dengan software Geodepth dapat dilihat di Gambar 6.

Page 79: Senarai Teknologi untuk Bangsa

66 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 6. Profil seismik 3D data Madura

Sampai tahun 2010, BPPT telah cukup banyak melakukan kegiatan seismik baik dilakukan secara mandiri maupun kerjasama dengan pihak luar. Data seismik yang telah dimiliki diantaranya lintasan seismik di sebelah barat Aceh, sebelah barat Sumatera, sebelah utara Karawang, sebelah utara Papua, sebelah utara Madura, sebelah selatan Lombok, sebelah selatan Belitung, sebelah barat Bengkulu, Makasar, Utara Sulawesi, dan selat Sunda.

Dari data yang telah dimiliki tersebut, beberapa data telah diolah untuk tiga kepentingan, yaitu migas, Landas Kontinen Indonesia (LKI) dan aplikasi studi kegempaan. Data yang diolah untuk kegiatan migas, yaitu daerah Simeulue, Bengkulu, Madura, Makasar, Belitung, dan Karawang. Data daerah barat Sumatera (Gambar 7), selatan Lombok dan utara Papua digunakan untuk Landas Kontinen Indonesia. Untuk kegiatan aplikasi studi kegempaan dilakukan di daerah barat Sumatera. Data-data yang diperoleh merupakan hasil survei sendiri dengan kapal Baruna Jaya dan hasil kerjasama dengan pihak luar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Untuk pihak dalam negeri, kerjasama dengan LIPI, P3GL dan BRKP, sedangkan pihak luar negeri kerjasama dengan BGR, JAMSTEC, USGS, OSU, Cambridge University, dan Prancis.

Gambar 7. Profil seismik dari barat Sumatera untuk kegiatan LK

Page 80: Senarai Teknologi untuk Bangsa

67

PEMANFAATAN DATA BATIMETRI DALAM MITIGASI BENCANA DAN

INVENTARISASI SUMBERDAYA ALAM

UdrekhYusuf S. DihardjaHaryadi Permana

Dhea W.PSumirah

Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang secara geologi memiliki kondisi tektonik yang unik dan rumit. Akan tetapi, sangat sedikit penelitian geologi dan geofisika laut yang dilakukan di Indonesia. Hal ini sangat terkait dengan

tingginya biaya akusisi data kelautan. Oleh karena itu, sejak tahun 1999 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan LIPI, telah banyak terlibat dalam kerjasama penelitian Geologi dan Geofisika laut, bekerjasama dengan institusi dalam dan luar negeri. Khususnya, pasca gempa Aceh yang menimbulkan tsunami di tahun 2004, intentsitas kegiatan penelitian di bidang kegempaan semakin meningkat. Lebih dari 10 survei telah dilakukan di sepanjang busur muka paparan Sunda (Tabel 1). Kegiatan yang melibatkan beberapa institusi di dalam dan luar negeri ini membutuhkan data batimetri sebagai data awal bagi kegiatan survei lainnya. Dari kegiatan tersebut, telah diperoleh data batimetri yang mencakup sebagian besar wilayah busur muka Sumatera, dan sebagian selatan Lombok (Gambar 1). Data ini merupakan aset keilmuan yang sangat berharga, karena manfaatnya yang luas bagi berbagai keperluan.

Page 81: Senarai Teknologi untuk Bangsa

68 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 1 : Data Batimetri yang dimiliki oleh BPPT dan LIPI dari hasil kegiatan kerjasama luar negeri.

Manfaat Data Batimetri Untuk Mitigasi BencanaBencana seperti gempa tektonik dan tsunami sangat erat kaitannya

dengan peristiwa tumbukan lempeng benua dan samudera. Peristiwa pemicu bencana tersebut umumnya terdapat di bawah dasar laut. Proses tektonik yang terjadi akibat adanya peristiwa subduksi lempeng samudera ke bawah lempeng benua ini, mempengaruhi morfologi dari lempeng benua yang berada di atasnya. Morfologi dasar laut yang digambarkan oleh data batimetri, mampu menjelaskan banyak hal terkait kebencanaan. Kita dapat memahami sebuah peristiwa yang telah terjadi, maupun melakukan beberapa prediksi kemungkinan terjadinya bencana melalui data batimetri ini.

GempaSecara umum, gempa dibagi menjadi 2 jenis yaitu gempa tektonik dan

gempa vulkanik. Proses pergerakan lempeng memiliki peranan penting bagi terjadinya gempa tektonik. Peristiwa yang terjadi di busur luar itu, juga memiliki pengaruh kepada morfologi dasar lautnya. Keberadaan patahan yang terlihat sampai ke permukaan, bentuk kelurusan morfologi dasar laut dapat dijadikan jejak bagi sebuah peristiwa yang terjadi di bawahnya, seperti bidang yang lemah, patahan aktif dan lain-lain (Gambar 2). Penggabungan data ini dengan beberapa parameter lain seperti profil seismik refleksi maupun refraksi, data OBS, data graviti maupun magnetik, akan semakin mempertajam pemahaman kita terhadap proses pergerakan lempeng yang merupakan penyebab terjadinya peristiwa gempa. Lebih jauh lagi, keberadaan gunung bawah laut yang terdapat di lempeng samudera, dapat

Page 82: Senarai Teknologi untuk Bangsa

69KELAUTAN DAN PERIKANAN

menyebabkan terjadinya gempa disaat gunung tersebut terdorong masuk mengikuti pergerakan lempeng samudera (Gambar 3).

Gambar 2. Beberapa patahan di bahagian barat propinsi Aceh (dimodifikasi dari Sibuet et.al., 2005)

Gambar 3. Keberadaan sea mount di lempeng samudera yang berjarak tidak jauh dari zona subduksi. Pergerakan lempeng ke arah utara, akan menyebabkan beberapa

ketinggian terus bergerak mendekati batas subduksi dan dapat menimbulkan perubahan morfologi dasar laut di sekitarnya maupun gempa.

Page 83: Senarai Teknologi untuk Bangsa

70 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 4. Seamount pada gambar 3 jika diliha dari penampang seismik.

TsunamiTsunami dapat terjadi karena adanya gempa besar yang menyebabkan

terjadinya perubahan struktur dasar laut. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami adalah longsoran di dasar laut atau letusan gunung berapi. Apabila ada bagian dari dasar laut yang terangkat atau turun saat terjadinya gempa, seluruh masa air di area tersebut akan ikut terangkat atau turun dalam waktu seketika (Mc. Geary et al, 2004). Tinggi dan arah gelombang tsunami, selain ditentukan oleh naik dan turunnya dasar laut, juga dipengaruhi oleh morfologi dasar laut. Dengan demikian, peristiwa tsunami, sangat erat kaitannya dengan kondisi dasar laut, dimana hal tersebut dapat dipelajari melalui data batimetri.

Gambar 5 menggambarkan hasil kompilasi data batimetri di bahagian barat daya provinsi Aceh. Dari gambar ini dapat dilihat morfologi dasar laut yang rumit. Adanya punggungan dan cekungan akan mempengaruhi bagaimana tsunami dapat terjadi. Data dengan akurasi yang cukup tinggi seperti gambar tersebut dapat dipergunakan oleh para peneliti untuk mendisain pemodelan gelombang tsunami.

Gambar 6 menunjukan irisan dari data batimetri. Dari irisan ini, dapat dilihat bagaimana bentuk kemiringan suatu daerah yang akan diinvestigasi. Data batimetri yang melingkupi daerah yang cukup luas seperti ini, jika dikaji secara tiga dimensi (Gambar 5), kemudian digabungkan dengan kajian secara irisan seperti Gambar 6, akan diperoleh pemahaman mengenai curamnya suatu punggungan. Kecuraman ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap potensi longsor yang juga menjadi salah satu parameter yang dapat mengakibatkan timbulnya tsunami.

Page 84: Senarai Teknologi untuk Bangsa

71KELAUTAN DAN PERIKANAN

Kajian empat dimensi (x, y, z, dan t) dari data batimetri merupakan salah satu manfaat yang sangat signifikan apabila kita memiliki data sebelum dan setelah tsunami. Dengan membandingkan morfologi dasar laut sebelum dan sesudahnya, akan didapat pemahaman bagian mana yang terjadi pengangkatan maupun longsor. Data tersebut akan sangat penting bagi pembangunan model tsunami berdasarkan data realnya. Gambar 7 menunjukkan sebuah daerah yang terkena proses longsoran dan diyakini terjadi pasca gempa/tsunami 2004. Hal ini akan dengan mudah dibuktikan jika kita memiliki data sebelum dan sesudah gempa/tsunami.

Gambar 5. Bentuk batimetri di belahan barat propinsi aceh secara 3 dimensi.

Gambar 6. Profil dasar laut (bawah) jika diiris pada garis berwarna kuning (atas). Kita dapat melihat sudut kemiringan di lokasi ini untuk

memetakan potensi terjadinya longsoran.

Page 85: Senarai Teknologi untuk Bangsa

72 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 7. Longsoran yang terjadi di daerah accretionary wedge, longsoran ini diperkirakan terjadi pasca gempa/tsunami 2004.

Manfaat Data Batimetri untuk Eksplorasi dan Inventarisasi Sumberdaya Alam Laut

Laut merupakan sebuah kekayaan benua maritim Indonesia. Kekayaan alam di laut ini, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia. Di luar kegiatan perikanan laut, penelitian mengenai sumber daya alam laut masihlah sangat sedikit. Padahal, Indonesia merupakan negara yang sebagian besar adalah laut, sedangkan potensi kekayaan alam di laut meliputi apa yang ada di dasar laut, di bawah dasar laut, maupun apa yang ada di dalam laut. Peranan data batimetri sebagai penghubung informasi laut dan dasar laut, tentu memiliki nilai yang sangat signifikan.

Sungai Bawah LautSungai merupakan sarana transportasi maupun proses pengendapan

yang terjadi di laut. Peta batimetri dapat dengan jelas memetakan jalan sungai ini baik yang terhubung langsung dengan pantai maupun yang berada di dasar laut. Kegiatan yang dilakukan PPGL mengindikasikan adanya potensi sumberdaya gas biogenik yang terdapat pada sungai purba, atau berasal dari sumberdaya hidrokarbon di bawahnya (Lubis, 2010). Transportasi mineral yang berasal dari darat, dapat terendap di laut. Pada gambar 8 bagian atas terlihat jejak sungai yang menerus ke dalam laut. Dengan demikian, kita dapat melakukan analisis potensi mineral yang tertimbun di dasar laut. Gambar 8 bagian bawah menunjukkan jejak sungai yang berada ratusan ribu kilometer dari daratan. Jejak ini merupakan sebuah fenomena yang menarik dimana, potensi sumberdaya alamnya juga menantang untuk dapat dianalisis. Penemuan sungai bawah laut di daerah Meksiko yang sempat menghebohkan itu mengindikasikan adanya potensi air tawar, maupun keberadaan gas hidrogen sulfida. Keberadaan gas ini, juga dapat dijadikan indikasi potensi gas yang ada di bawahnya. Keberadaan H2S,

Page 86: Senarai Teknologi untuk Bangsa

73KELAUTAN DAN PERIKANAN

selain merupakan potensi dan indikasi keberadaan gas alam lainnya, juga berbahaya bagi biota di seklilingnya. Dengan demikian, keberadaan data batimetri dapat dipergunakan sebagai dasar bagi penelitian potensi gas dan mineral yang terdapat di sungai bawah laut.

Gambar 8. Keberadaan sungai bawah laut. Sungai bawah laut yang merupakan sambungan dari sungai yang berada di darat (atas). Sungai bawah

laut yang berada jauh di lempeng samudera dengan kedalaman lebih dari 4000 m (bawah)

Gas Hidrat dan Active VentingKondisi morfologi dasar laut dapat menjelaskan aktifitas tektonik di

sekelilingnya. Patahan merupakan salah satu kondisi yang disebabkan oleh aktivitas tektonik tersebut. Keberadaan patahan ini, juga sebahagian dapat dilihat dari data batimetri. Patahan aktif berpeluang bagi terjadinya proses migrasi gas ke permukaan dasar laut. Salah satu lokasi aktif ini (active venting) terdapat di sekitar Selat Sunda. Penggabungan data batimetri dan data seismik, menunjukkan adanya BSR sebagai indikasi keberadaan gas hidrat di daerah tersebut. Studi mengenai active venting di daerah Jepang juga menunjukkan korelasi yang sangat baik antara bentuk morfologi bawah laut yang ditunjukkan oleh data batimetri dengan keberadaan active venting tersebut.

Page 87: Senarai Teknologi untuk Bangsa

74 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 9. Data batimetri di daerah barat laut selat sunda (atas). Lokasi active venting (bawah) (diambil dari Widicke, 2002)

Gambar 10. Penampang seismik untuk profil axis A pada gambar 9 bawah. Patahan aktif merupakan tempat migrasi dari gas. BSR yang terlihat pada profil ini merupakan

indikasi keberadaan gas hidrat (umumnya gas methan) di daerah ini. (Diambil dari Wiedicke, 2002).

Page 88: Senarai Teknologi untuk Bangsa

75KELAUTAN DAN PERIKANAN

Pemetaan Potensi Sumberdaya Mineral Dasar LautBatimetri merupakan informasi pertama yang dapat kita gunakan untuk

memetakan dan menginventarisir potensi sumberdaya mineral, maupun sumberdaya lainnya. Keberadaan sebuah cekungan tentunya akan sangat mudah dipahami dari data batimetri. Pasir yang merupakan salah satu bentuk endapan dasar luat, ternyata juga merupakan salah satu sumberdaya mineral yang ekonomis (Lubis, 2010).

Keberadaan fisik cekungan, khususnya di busur muka, dapat dengan mudah diindentifikasi melalui data batimetri. Gambar 11 menunjukkan cekungan Aceh yang dengan mudah dapat dilihat batasnya. Sesuai dengan istilah “cekungan”, maka sedimen pengisi basin dapat terlihat sebagai batas bagian yang terlihat datar. Dari data batimetri, dapat diperkirakan seberapa luas cekungan tersebut. Lebih jauh lagi, pemahaman akan data batimetri akan dapat digunakan untuk menentukan lokasi pengukuran yang bersifat insitu. Gambar 12 menunjukkan beberapa kegiatan akusisi di daerah Simelue Basin yang diperkirakan memiliki potensi migas. Beberapa titik heatflow, pengambilan sampel oksigen maupun coring dilakukan setelah melalui analisis terhadap data batimetri dan seismik. Dari gambar ini juga dapat dilihat bagaimana rangkuman kegiatan eksplorasi dan diinventarisir ke dalam database spasial dengan batimetri sebagai peta dasarnya.

Gambar 11. Cekungan Aceh Basin yang secara mudah dapat dilihat dari data batimetri.

Page 89: Senarai Teknologi untuk Bangsa

76 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 12. Beberapa jenis akusisi yang telah dilakukan di simelu basin. Selain data seismik (kode BGRxxx), juga telah dilakukan pengambilan sampel coring (kode Sl), refraksi (Axx),

heatflow (xxHF), core box (xxxKG) dan lain-lain. Pemilihan lokasi ini sangat tergantung pada informasi yang diperoleh dari data batimetri dan seismik.

Daftar Pustaka

Co-seismic and post-seismic motions in northern Sumatra, Earth and Planetary Science Letters, 263, 88 - 103

Lubis, S., 2010, http://www.esdm.go.id/berita/umum/37-umum/3448-paradigma-baru-pppgl-dalam-menggali-kekayaan-dasar-laut-nusantara.html

Sibuet, J.C., et. al, 2007, 26th December 2004 great Sumatra–Andaman earthquake.

Wiedicke, M., Sahling, H., Delisle, G., Faber, E., Neben, S., Beiersdorf, H., Marchig, V., Weiss, W., Von Mirbach, N., Afiat, A., 2002, Characteristic of an active vent in fore arc basin of the Sunda-Arc Indonesia, Marine Geology, 184, 121-141.

Page 90: Senarai Teknologi untuk Bangsa

77

PELUANG PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN DI SELAYAR

Yudi Wahyudi

Pendahuluan

Arah pembangunan nasional belakangan ini adalah pemulihan kembali perekonomian nasional melalui upaya terobosan dengan merevitalisasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang ada,

serta menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang sepatutnya dikembangkan adalah yang berbasis keunggulan komparatif bangsa. Di antara industri berbasis sumberdaya alam, sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi salah satu keunggulan komparatif yang berpotensi menjadi keunggulan kompetitif untuk menggerakkan perekonomian nasional, sehingga sudah saatnya sektor ini menjadi prioritas pembangunan nasional.

Peluang pengembangan usaha kelautan dan perikanan Indonesia masih memiliki prospek yang baik. Potensi ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pemulihan ekonomi diperkirakan sekitar Rp.738 triliun per tahun. Potensi tersebut meliputi potensi perikanan tangkap sebesar Rp.136 triliun per tahun, potensi budidaya laut sebesar Rp. 420 triliun per tahun, potensi peraian umum sebesar Rp. 10 triliun per tahun, potensi budidaya tambak sebesar Rp. 90 triliun per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar Rp. 46 triliun per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar Rp. 36 triliun per tahun.

Potensi dan peluang pengembangan sektor kelautan dan perikanan meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan dan perikanan, pengembangan pulau-pulau kecil, pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam, perikanan laut dalam, industri garam rakyat, pengelolaan pasir laut, industri penunjang, pengembangan kawasan industri perikanan terpadu, dan keanekaragaman hayati laut.

Mengacu kepada arah kebijakan pengembangan pengelolaan perikanan skala nasional untuk memacu pertumbuhan ekonomi melalui penerimaan devisa, demikian juga dengan rencana strategis Provinsi Sulawesi Selatan 2004–2009, maka sangat beralasan jika wilayah Kabupaten Kepulauan

Page 91: Senarai Teknologi untuk Bangsa

78 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Selayar (KKS) dijadikan sebagai kluster perikanan dan pariwisata. Berdasarkan hal tersebut maka tidak salah jika sektor perikanan di samping pariwisata merupakan salah satu penggerak utama pembangunan KKS untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berperan dalam pengembangan “Kawasan Regional” secara terpadu.

Posisi Geografis dan JurisdiksiKabupaten Kepulauan Selayar, yang secara geografis terletak pada 5°42’-7°35’ Lintang Selatan dan 120°15’-122°30’ Bujur Timur, merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, dan satu-satunya kabupaten yang terpisah dari Pulau Sulawesi. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, sebelah timur berbatasan dengan Laut Flores, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Flores dan Selat Makassar (Gambar 1).

Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki wilayah seluas 10.503,69 km2, yang terdiri dari wilayah darat seluas 1357,03 km2 (12,92%) dan wilayah laut 9.146,66 km2 (87,08%). Di dalam wilayah seluas itu terdapat 130 pulau, yang membentuk garis pantai sepanjang 6.440,89 km. Dari gugusan pulau-pulau yang ada, telah diketahui 34 pulau berpenghuni dan sisanya tidak berpenghuni. Secara administratif, wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar dibagi ke dalam 11 kecamatan (Bappeda KKS, 2009). Pada Tabel 1 terlihat persebaran luas wilayah kecamatan di Kabupaten Kepulauan Selayar.

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Kepulauan Selayar

Page 92: Senarai Teknologi untuk Bangsa

79KELAUTAN DAN PERIKANAN

Tabel 1. Luas wilayah Kecamatan di Kabupaten Kepulauan SelayarKecamatan Luas Wilayah (km2)

Pasimarannu (10) 176,35Pasilambena (7) 102,99Pasimasunggu (8) 114,5Taka Bonerate (11) 221,07Pasimasunggu Timur (9) 47,93Bontosikuyu (6) 199,11Bontoharu (5) 129,75Benteng (4) 7,12Bontomanai (3) 115,56Bontomatene (1) 159,92Buki (2) 82,73

Sumber: Profil Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar 2009

Keunggulan Komparatif Sektor PerikananKeunggulan komparatif sektor perikanan dapat dijadikan sebagai pendukung terwujudnya visi dan misi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, yang ingin meningkatkan pemanfaatan potensi kelautan (sumberdaya ikan) secara lestari, dengan memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan kesempatan kerja. Sebagai daerah maritim, Kabupaten Kepulauan Selayar diarahkan menjadi pusat pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara terpadu yang memberikan jaminan optimalisasi manfaat ekonomis serta dijadikan sebagai pusat distribusi hasil perikanan, baik bagi nelayan setempat maupun nelayan pendatang.

Secara umum potensi perikanan yang dapat dijadikan sebagai tumpuan pembangunan ekonomi Kabupaten Kepulauan Selayar adalah perikanan tangkap dan budidaya yang meliputi budidaya air payau dan budidaya laut. Meskipun pengelolaan perikanan masih terkesan lambat, namun seperti dapat dilihat pada Tabel 2.2, terjadi peningkatan produksi perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar dari 9.353,2 ton (tahun 1999) menjadi 12.198,5 ton tahun 2008.

Melihat posisi strategis Kabupaten Kepulauan Selatan yang diapit oleh perairan Selat Makassar dan Laut Flores serta relatif kaya ikan pelagis besar, seperti cakalang (28.449 ton/tahun) dan madidihang (20.418 ton/tahun). Kabupaten Kepulauan Selayar juga mempunyai perairan yang subur dengan sumber makanan ikan sepanjang tahun dan merupakan kepulauan yang berada pada wilayah pengelolaan perikanan IV dengan zona yang masih diperbolehkan untuk dimanfaatkan terutama untuk ikan pelagis besar dan kecil (Gambar 2). Dengan potensi perikanan tersebut, Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki potensi menjadi pusat budidaya ikan karang

Page 93: Senarai Teknologi untuk Bangsa

80 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

dan rumput laut. Pusat kegiatan ini setidaknya dapat menekan aksi penangkapan

ikan dengan cara yang tidak diperkenankan (illegal fishing) yang dapat merusak ekosistem dan keindahan terumbu karang seperti yang terjadi di Takabonerate. Selain itu, kegiatan ini menjadi faktor penggerak perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daerah.

Potensi perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan data statistik Provinsi Sulawesi Selatan (2002) pada Tabel 2 secara umum adalah masih memiliki potensi pengembangan yang cukup besar terutama dari potensi yang sudah termanfaatkan seperti ikan pelagis besar (38,36%), ikan pelagis kecil (65,07%), ikan karang (45,82%), dan lobster (60%) meskipun ikan demersal (218,170%), udang-udangan (> 100%) dan cumi-cumian (>100%), lobster dan sudah gejala tangkap lebih (overfishing) namun berdasarkan hasil analisa data perikanan khusus ikan demersal di Kabupaten Kepulauan Selayar baru termanfaatkan sebesar 50%, sehingga masih bisa dimanfaatkan sebesar 50%. Secara keseluruhan tingkat pemanfaatan potensi perikanan di Kabupaten Kepulauan Selayar adalah sudah mencapai 73,19%. Diharapkan potensi ini dapat termanfaatkan secara optimal dengan basis pada pengelolaan perikanan yang lestari dan berkelanjutan serta menerapkan konservasi melalui penerapan Daerah Perlindungan Laut di 42 lokasi tersebar di kepulauan Selayar yang sudah yang sudah dilakukan dalam kegiatan COREMAP, baik oleh PHPA kehutanan maupun Dinas kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar.

Gambar 2. Potensi perikanan berdasar wilayah pengelolaan perikanan pada zona IV.

Page 94: Senarai Teknologi untuk Bangsa

81KELAUTAN DAN PERIKANAN

Tabel 2. Perikanan tangkap, perikanan budidaya air payau, perikanan budidaya laut, rumput laut, ikan karang, moluska, teripang,

KJT (Statistik Perikanan KKS, 2002)

Kelompok Sumberdaya Zona IV Timur Zona IV Barat Total

Ikan Pelagis Besar Potensi (ton/tahun) 104.120 193.600 297.720 Produksi (ton/tahun) 29.100 85.100 114.200 Pemanfaatan (%) 27,95 43,960 38,360 Ikan Pelagis Kecil Potensi (ton/tahun) 132.000 605.440 737.440 Produksi (ton/tahun) 146.470 333.350 479.820 Pemanfaatan (%) 110.960 55,06 65,07 Ikan Demersal Potensi (ton/tahun) 9.320 87.200 96.520Produksi (ton/tahun) 43.200 167.380 210.580 Pemanfaatan (%) 463,520 191,950 218,170 Ikan Karang KonsumsiPotensi (ton/tahun) 32.100 34.10 66.20

Produksi (ton/tahun) 6.220 24.11 30.33

Pemanfaatan (%) 19,38 70,70 45,82

Udang PenaeidPotensi (ton/tahun) 0 4.800 4.800

Produksi (ton/tahun) 0 36.910 36.910

Pemanfaatan (%) 0 > 100 > 100

LobsterPotensi (ton/tahun) 400 700 1.100

Produksi (ton/tahun) 10 650 660

Pemanfaatan (%) 2,50 92,86 60,00

Cumi-cumiPotensi (ton/tahun) 0.060 3.880 3.940

Produksi (ton/tahun) 3.480 7.950 11.430

Pemanfaatan (%) > 100 > 100 > 100

Jumlah SumberdayaPotensi (ton/tahun) 278.000 929.720 1.207.720

Produksi (ton/tahun) 228.480 655.450 883.930

Pemanfaatan (%) 82,19 70,50 73,19

Page 95: Senarai Teknologi untuk Bangsa

82 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Tabel 3. Perkembangan produksi perikanan tangkap dan alat tangkap Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 1999 – 2008

No Tahun Jumlah RTP

Jumlah Produksi

(Ton)

Tanpa Perahu

Jumlah Kapal Perahu

P T MMT KM Jumlah

Jukung Perahu Papan

1 1999 3.156 9.353,2 - - 2,193 654 309 3,156

2 2000 3.156 10.405,1 - - 1,631 654 309 2,594

3 2001 3.156 10.282,9 - - 1,459 320 309 2,088

4 2002 3.156 11.828,9 - - 1,631 654 309 2,594

5 2003 3.779 12.415,9 530 - 949 1,521 741 3,211

6 2004 4.872 12.643,5 792 1080 1,466 1,292 829 5,185

7 2005 4.598 12.506,9 226 880 752 2,091 596 4,313

8 2006 4.837 11.041,9 365 735 675 2,097 619 4,387

9 2007 4.71 11.697,2 425 780 546 2,001 723 4,475

10 2008 4.792 12.198,5 425 800 562 2,015 756 4,558

Jumlah Jenis Alat Tangkap

Jaring Angkat Jaring Insang Pancing PerangkapPukat Cincin

Alat Pengumpul/Perangkap

Lainnya JumlahBagan Tancap

Bagan Perahu Tetap Dasar Hanyut Rawai

TunaPancing Tonda

Pancing Lainnya Sero Bubu Payang

59 98 - - 647 - - 504 349 - 122 - - 172 1,951

59 98 - - 647 - - 504 349 - 122 - - 172 1,951

59 98 - - 647 - - 504 349 - 122 2 - 172 1,953

59 98 - - 647 - - 504 349 - 122 - - 172 1,951

81 430 1,947 517 362 - 166 1,197 231 69 48 5 - - 5,053

21 213 799 977 692 20 142 1,824 115 69 86 6 279 248 5,491

20 100 100 186 692 20 124 1,523 38 37 48 5 217 248 3,376

23 123 89 144 1,025 25 124 1,632 38 70 48 5 217 248 3,811

25 166 108 172 994 25 136 1,705 38 82 48 10 217 248 3,974

42 160 123 178 1,031 25 136 1,718 58 120 48 10 217 248 4,114

No Tahun Jumlah RTP

Jumlah Produksi

(Ton)

Tanpa Perahu

Jumlah Kapal Perahu

P T MMT KM Jumlah

Jukung Perahu Papan

1 1999 3.156 9.353,2 - - 2,193 654 309 3,156

2 2000 3.156 10.405,1 - - 1,631 654 309 2,594

3 2001 3.156 10.282,9 - - 1,459 320 309 2,088

4 2002 3.156 11.828,9 - - 1,631 654 309 2,594

5 2003 3.779 12.415,9 530 - 949 1,521 741 3,211

6 2004 4.872 12.643,5 792 1080 1,466 1,292 829 5,185

7 2005 4.598 12.506,9 226 880 752 2,091 596 4,313

8 2006 4.837 11.041,9 365 735 675 2,097 619 4,387

9 2007 4.71 11.697,2 425 780 546 2,001 723 4,475

10 2008 4.792 12.198,5 425 800 562 2,015 756 4,558

Sumber: Statistik Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar, 2009.

Berdasarkan data (Gambar 3), terlihat potensi ikan pelagis besar, pelagis kecil dan ikan demersal berdasarkan hasil pengolahan data sekunder dari statistik perikanan dari tahun 1995 sampai 2008 yang diproyeksi hingga 2010 masih cukup besar. Ini suatu potensi yang dapat dikembangkan dalam rangka mewujudkan sektor perikanan sebagai salah satu akselesarasi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kepulauan Selayar melalui pembangunan Industri Perikanan Terpadu yang didukung oleh budidaya perikanan.

Page 96: Senarai Teknologi untuk Bangsa

83KELAUTAN DAN PERIKANAN

Potensi SDA Ikan (Ton) Yang Belum Termanfaatkan di Perairan Laut Selayar Tahun 1995-2010

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ikan Pelagis Besar Ikan Pelagis Kecil Ikan Demersal Total

Gambar 3. Potensi SDA Ikan (ton) yang Belum Termanfaatkan di Perairan Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 1995 – 2010.

Karakteristik Fisik OseanografiKarakteristik fisik yang dapat menjadi faktor pendukung untuk pengembangan perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Kepulauan Selayar mencakup sifat suhu permukaan dan vertikal, salinitas, kedalaman lapisan tercampur (mix layer), arus vertikal-zonal-meridional, dan arus permukaan bulanan, serta sumber nutrien (klorofil-a). Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Suhu Permukaan Laut: Karakteristik fisik suhu permukaan laut untuk pengembangan perikanan tangkap di sekitar perairan Kepulauan Selayar memberi pengaruh terhadap tingkah laku ikan tangkap sebagai berikut:

• Ikan pelagis berukuran besar, cenderung bermigrasi dan ditentukan keberadaannya oleh musim.

• Ikan karang berukuran besar, cenderung menetap berada di sekitar karang.

• Ikan hias alami di sekitar karang.Karakteristik fisik suhu permukaan laut terhadap pengembangan

budidaya perikanan di sekitar perairan Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

• Pada perairan sebelah timur Kabupaten Kepulauan Selayar berpotensi untuk kegiatan industri budidaya tanpa pakan buatan dengan memanfaatkan pakan alami dari perairan (mutiara, tiram, rumput laut, dan lain-lain).

• Pada perairan sebelah barat dan selatan Kabupaten Kepulauan Selayar berpotensi untuk kegiatan industri budidaya dengan pakan (ikan hias, Kerapu, dan lain-lain) dengan jumlah total yang dibatasi sesuai dengan daya dukung lingkungan perairannya. Kecuali budidaya udang dan bandeng tidak direkomendasikan.

Page 97: Senarai Teknologi untuk Bangsa

84 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Salinitas: Karakteristik fisik salinitas perairan untuk pengembangan perikanan tangkap di sekitar perairan Kepulauan Selayar memberi pengaruh terhadap tingkah laku ikan tangkap sebagai berikut:

• Ikan pelagis berukuran besar, cenderung bermigrasi dan ditentukan keberadaannya oleh musim.

• Kemungkinan terdapat migrasi ikan karena adanya periode pemijahan ikan-ikan pelagis kecil dan besar ke arah utara.

• Potensi untuk ikan-ikan karang berukuran besar, cenderung menetap berada di sekitar karang.

• Potensi untuk ikan-ikan hias alami di sekitar karang.Karakteristik fisik salinitas perairan terhadap pengembangan budidaya

perikanan di sekitar perairan Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

• Pada perairan sebelah timur Kabupaten Kepulauan Selayar berpotensi untuk kegiatan industri budidaya tanpa pakan buatan dengan memanfaat-kan pakan alami dari perairan (mutiara, tiram, rumput laut, dan lain-lain).

• Pada perairan sebelah barat dan selatan Kabupaten Kepulauan Selayar berpotensi untuk kegiatan industri budidaya dengan pakan (ikan hias, kerapu, dan lain-lain) dengan jumlah total yang dibatasi sesuai dengan daya dukung lingkungan perairannya. Kecuali budidaya udang dan bandeng tidak direkomendasikan.Kedalaman Lapisan Tercampur: Karakteristik fisik kedalaman lapisan

tercampur (mix layer) perairan untuk pengembangan perikanan tangkap di sekitar perairan Kepulauan Selayar memberi pengaruh terhadap tingkah laku ikan tangkap sebagai berikut:

• Perairan sekitar Kabupaten Kepulauan Selayar berpotensi sebagai area perairan untuk melakukan pemijahan ikan-ikan pelagis besar yang bera-sal dari tenggara.

• Ikan-ikan karang dan ikan pelagis besar yang sedang melakukan migrasi akan mencari mangsa di sekitar perairan Kabupaten Kepulauan Selayar. Proses mangsa-memangsa terjadi sesuai dengan struktur pada jaring makanannya.

• Siklus migrasi ikan ditentukan oleh musim.

• Keberadaan dan tingkah laku ikan karang dipengaruhi oleh fluktuasi kedalaman lapisan tercampur.Karakteristik fisik kedalaman lapisan tercampur (mix layer) perairan

terhadap pengembangan budidaya perikanan di sekitar perairan Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

• Kedalaman jaring atau keramba apung (KJA) disarankan tidak lebih

Page 98: Senarai Teknologi untuk Bangsa

85KELAUTAN DAN PERIKANAN

dalam dari kedalaman lapisan tercampur untuk menjaga kestabilan kon-disi ikan yang dibudidayakan yaitu tidak lebih dari kedalaman 17 m pada bulan April dan Desember.

• Variasi periodesitas kedalaman lapisan tercampur akan mempengaruhi pola upwelling atau downwelling sehingga suatu saat akan terjadi suplai makanan alami dari dasar perairan dan suatu saat akan minim pakan alami dari perairan.

• Kemungkinan gangguan dari proses fisiologis ikan yang dibudidayakan terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan September.Arus Vertikal: Karakteristik fisik sifat arus vertikal perairan untuk

pengembangan perikanan tangkap di sekitar perairan Kepulauan Selayar memberi pengaruh terhadap tingkah laku ikan tangkap sebagai berikut:

• Potensi yang baik untuk daerah penangkapan ikan baik ikan pelagis, ikan demersal maupun ikan karang karena hampir setiap musim terjadi upwelling yang menjamin kesuburan perairan.

• Kontrol yang baik dalam penangkapan ikan untuk menjamin kelestarian dan keberadaan ikan dalam jumlah besar perlu dilakukan.Karakteristik fisik sifat arus vertikal perairan terhadap pengembangan

budidaya perikanan di sekitar perairan Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

• Terjaminnya keberadaan pakan alamiah untuk budidaya yang tidak memerlukan pakan buatan.

• Potensi untuk pembesaran benih ikan laut dalam industri budidaya.Arus Zonal: Karakteristik fisik sifat arus zonal perairan untuk pengem-

bangan perikanan tangkap di sekitar perairan Kepulauan Selayar memberi pengaruh terhadap tingkah laku ikan tangkap sebagai berikut:

• Daerah penangkapan ikan lebih dominan dipengaruhi oleh variasi massa air yang berasal dari barat.Karakteristik fisik sifat arus zonal perairan terhadap pengembangan

budidaya perikanan di sekitar perairan Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

• Lokasi budidaya ideal berada di sebelah timur perairan Pulau Selayar, untuk mengurangi percampuran massa air dari sebelah barat perairan Pulau Selayar.Arus Meridional: Karakteristik fisik sifat arus meridional perairan untuk

pengembangan perikanan tangkap di sekitar perairan Kepulauan Selayar memberi pengaruh terhadap tingkah laku ikan tangkap sebagai berikut:

• Pada Musim Peralihan I dan Musim Timur, terdapat gerakan massa air

Page 99: Senarai Teknologi untuk Bangsa

86 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

dari utara ke selatan. Meskipun gerakan tersebut kecil, tetapi memiliki kemungkinan pada perairan Pulau Selayar dimanfaatkan sebagai daerah tujuan migrasi ikan-ikan juvenil dari berbagai jenis ikan pelagis yang berasal dari utara.

• Setelah beranjak besar ikan-ikan juvenil ini kemungkinan akan mening-galkan perairan ini ke arah utara pada Musim Barat dan akan kembali lagi pada Musim Peralihan II.Karakteristik fisik sifat arus meridional perairan terhadap pengembangan

budidaya perikanan di sekitar perairan Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

• Gerakan massa air dari arus zonal ini akan sedikit mempengaruhi aktifitas budidaya di sepanjang pantai barat dan pantai timur Pulau Selayar, jika dikaitkan dengan transport massa air yang membawa materi-materi tertentu.Arus Permukaan Bulanan: Karakteristik fisik sifat arus permukaan

bulanan perairan untuk pengembangan perikanan tangkap di sekitar perairan Kepulauan Selayar memberi pengaruh terhadap tingkah laku ikan tangkap sebagai berikut:

• Musim tangkap pada daerah penangkapan ikan-ikan pelagis besar, terjadi pada bulan Desember sampai Maret dan untuk ikan demersal dan ikan karang terjadi pada bulan April, September dan Oktober.Karakteristik fisik sifat arus meridional perairan terhadap pengembangan

budidaya perikanan di sekitar perairan Kepulauan Selayar adalah sebagai berikut:

• Suplai pakan alami dari perairan terbesar pada bulan Desember sampai Maret dan minimum pada bulan Juni sampai Agustus.Pasokan Klorofil-a: Perairan Kepulauan Selayar dan sekitarnya

merupakan perairan yang subur terutama di wilayah bagian tengah. Perairan tersebut memiliki potensi kandungan klorofil-a yang selalu tinggi. Kandungan klorofil-a yang tinggi ini mengindikasikan perairan yang subur, sehingga menjadi kawasan potensi ikan tangkap baik pelagis dan terumbu karang. Selain itu menjadi potensi kelimpahan ikan tangkap, juga menjadi kawasan yang subur untuk pengembangan perikanan budidaya seperti keramba jaring tancap maupun apung di sekitar perairan pantai barat Kepulauan Selayar.

Kebijakan Pembangunan Budidaya Ikan KarangUntuk mengurangi beban pada potensi sumberdaya perikanan tangkap, maka Kabupaten Kepulauan Selayar dapat menjadi Pusat Budidaya Ikan

Page 100: Senarai Teknologi untuk Bangsa

87KELAUTAN DAN PERIKANAN

Karang maupun rumput laut. Dari potensi wilayah berupa pulau-pulau sedang dan kecil (130 pulau) seperti Kawasan Takabonerate dan pulau-pulau lainnya, sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya ikan karang dan rumput laut yang baik. Beberapa jenis ikan karang yang dapat dikembangkan dan memiliki ekonomis tinggi antara lain kerapu, baronang dan ikan karang ekonomis lainnya. Pengembangan ini sudah dan mulai diterapkannya teknik budidaya keramba jaring tetap/tancap (KJT) di wilayah perairan Selat Padang. Di daerah Benteng (Pulau Pasih) juga bisa dikembangkan keramba jaring apung (KJA) untuk budidaya ikan kerapu yang sudah dikembangkan seperti di Provinsi Lampung.

Baik budidaya laut mapun budidaya payau tentu dibutuhkan lokasi yang sesuai dengan habitat komoditas yang akan dibudidayakan. Langkah awal pemetaan wilayah budidaya laut dan payau di Kabupaten Kepulauan Selayar sangat diperlukan, mengingat luas dan banyaknya pulau (130) yang ada di Kabupaten ini. Potensi budidaya perikanan baik laut maupun payau dapat dibagi berdasarkan jenis komoditas yang dibudidayakan. Perbedaan jenis komoditas budidaya perikanan tersebut menyebabkan perbedaan kebutuhan lokasi, beberapa parameter hidrometrik dan hidro-oseanografis yang perlu diamati antara lain tipe pantai, tipe garis pantai, posisi hamparan, salinitas, kualitas tanah, dan sebagainya.

Tabel 4. Potensi lokasi budidaya ikan Kerapu dengan teknik keramba Jaring Apung

No Nama Pulau Lokasi1 Selayar Perairan Appatana2 Polassi Perairan sebelah timur3 Tambolongan Perairan sebelah utara dan selatan4 Kayuadi Perairan sebelah utara dan timur5 Jampea Perairan sebelah utara dan selatan6 Kalao Perairan sebelah timur dan barat7 Bonerate Perairan sebelah utara dan timur8 Kalaotoa Perairan sebelah utara, timur dan selatan9 Madu Perairan sebelah timur

10 Karompoang Perairan sebelah utara dan barat11 Rajuni Kecil Perairan sebelah timur, tenggara, barat dan barat laut12 Tarupa Kecil Perairan sebelah timur dan barat 13 Jinato Perairan sebelah barat 14 Latondu Besar Perairan sebelah utara, timur laut dan selatan15 Pasitallu Tengah Perairan bagian timur dan barat

Sumber: Bapedalda, 2005

Berdasarkan hasil kajian Bapedalda tahun 2005 telah dipilih beberapa lokasi yang dapat dikembangkan sebagai lokasi budidaya ikan kerapu dengan teknik keramba jaring apung (KJA). Adapun lokasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 101: Senarai Teknologi untuk Bangsa

88 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Berdasarkan tabel kesesuaian wilayah pengembangan potensi budidaya laut, maka perlu ditentukan daerah yang dapat dikembangkan sebagai “pilot project” untuk budidaya rumput dan payau yang dapat menjadi percontohan untuk daerah lainnya di Kabupaten Kepulauan Selayar. Lokasi percontohan ini harus lebih difokuskan pada kerangka pengembangan “Industri Perikanan Terpadu” (IPT) yang nantinya akan dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Selayar.

Kebijakan Pembangunan Industri Perikanan TerpaduMuara akhir sektor perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar adalah pembangunan Industri Perikanan Terpadu (IPT). Berdasarkan kondisi saat ini, maka langkah yang bisa dilakukan secara bertahap adalah pemetaan lokasi budidaya, perbaikan sistem tata niaga perikanan dan peningkatan kualitas sarana pendukung pengolahan di kawasan PPI Benteng dan TPI Padang, serta pemberdayaan UMKM pengolahan perikanan masyarakat lokal yang sudah ada. Pembuatan master plan kawasan IPT Benteng. Pemilihan kawasan ini dilandasi dengan sudah tersedianya lahan (6 ha), sarana pendaratan ikan dan pendukung pengolahan benteng, industri pengolahan, dekat ke pusat distrubusi (kota), dekat dengan kawasan budidaya air payau dan budidaya laut serta tempat pendaratan ikan (TPI) di daerah Padang. Kawasan ini diharapkan sebagai tempat pasokan bahan mentah untuk mendukung industri pengolahan perikanan baik untuk skala lokal, regional, nasional hingga international.

Pembangunan IPT Benteng juga didukung dengan sarana kelembagaan pembiayaan dan pusat pelatihan dan pendidikan untuk alih dan transformasi sumberdaya manusia lokal dari budaya agraris ke budaya maritim di masa depan sesuai dengan visi dan misi pemerintah daerah.

Dalam menunjang peningkatan ekonomi perikanan dan mendukung pengembangan IPT di kawasan ini, perlu dikembangkan dan dibangunnya tempat pelelangan (TPI) atau pendaratan ikan (PPI) yang dapat menampung hasil tangkapan nelayan tradisional maupun menengah. Pembangunan TPI maupun PPI ini adalah untuk menunjang sarana yang sudah ada seperti PPI Benteng dan Bonehalang. Konsep pembangunan TPI dan PPI ini juga sudah mampu memberikan layanan tambat, dukungan logistik, penanganan awal produksi tangkapan (es curah/balok) sebelum dipasarkan atau diolah lebih lanjut di kawasan industri perikanan terpadu Selayar nantinya.

Konsep pengembangan industri perikanan terpadu (IPT) tentunya bukan hanya pada peningkatan ekonomi asli daerah, tetapi juga harus mengarah pada pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan secara lestari dan

Page 102: Senarai Teknologi untuk Bangsa

89KELAUTAN DAN PERIKANAN

berlanjut. Selain itu juga pengembangan IPT dapat memberikan peluang perluasan lapangan kerja baik untuk masyarakat lokal maupun kawasan regional, serta pemberdayaan masyarakat nelayan agar lebih baik dari segi pengetahuan dan kemampuannya yang dapat mendukung pengembangan Industri Perikanan Terpadu Kabupaten Kepulauan Selayar secara utuh.

Untuk dapat mewujudkan dan mendukung program tersebut, maka perlu dikembangkan satu Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan (SMK) bagi generasi muda Kepulauan Selayar. Sekolah Kejuruan tersebut harus didukung oleh fasilitas yang memadai yang ditunjang dengan sistem pendidikan yang sesuai untuk mempersiapkan generasi muda dalam kegiatan industri perikanan terpadu di Kabupaten Kepuluan Selayar di masa yang akan datang. Sedangkan untuk mengakomodir keterampilan masyarakat nelayan atau pesisir perlu disiapkan balai-balai latihan kejuruan khususnya penanganan pasca panen produksi perikanan.

Sementara itu, Rencana Induk Pembangunan IPT Benteng yang sudah mulai berjalan harus berlandaskan dan mendukung pada pengelolaan industri perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar yang lestari dan berkelanjutan tanpa harus mengorbankan fungsi kewilayahan dengan wilayah lain yang ada di kawasan Sulawesi khusunya dan kawasan Indonesia lainnya.

KesimpulanHal penting yang dapat dipetik dari pembangunan perikanan terpadu di Kabupaten Kepulauan Selayar adalah manfaat berikut ini:

• Sebagai perwujudan kebijakan pembangunan perikanan nasional dan visi misi Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai sebuah kabupaten kepulauan.

• Dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang diperkirakan sekitar 30 miliar per tahun.

• Peluang Kerja dan Usaha UMKM (Business Solution), IPT Selayar merupakan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal. Peluang lapangan kerja untuk suatu industri terpadu sekitar 10.000 orang dan membuka peluang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Kepulauan Selayar.

• Kesejahteraan Masyarakat: dengan adanya IPT, aliran investasi luar maupun dalam negeri, potensi pendapatan dari peluang lapangan pekerjaan dan usaha diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat lokal secara khusus dan kawasan regional secara umum. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kementerian

Page 103: Senarai Teknologi untuk Bangsa

90 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kelautan dan Perikanan, Per/05/MEN/2008 tentang Perikanan Tangkap yang memiliki visi untuk merubah Indonesia dari produsen bahan baku menjadi negara industri perikanan untuk menciptakan kesempatan kerja.

• Mendukung pertumbuhan sektor lain: diharapkan adanya kawasan industri perikanan terpadu juga dapat meningkatkan pertumbuh sektor lainnya seperti pariwisata, pertanian, industri UMKM, logistik, dan perhubungan.

• Menciptakan profesionalisme, iklim keterbukaan, “good governance” aparatur pemda dan sinergi kerja.

• Wawasan, penguasaan IPTEK dan Ketrampilan SDM lokal serta Pengelolaan Sumberdaya Hayati Laut Perairan Selayar secara optimal (regulasi international).

Daftar Pustaka

• Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, 2009, Kajian Percepatan Pembangunan dan Peningkatan Investasi Daerah Tertinggal: Studi Kasus Kabupaten Kepulauan Selayar, Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Jakarta.

• Suhana (2010), ”Ekonomi Perikanan dan Kesejahteraan Nelayan,” Sinar Harapan, Rabu 9 Juni 2010.

• Dinas Perikanan Kabupaten Selayar (2006)

• Kabupaten Kepulauan Selayar Dalam Angka (2006, 2007, 2008, 2009).

• Rencana Strategis DKP Kabupaten Selayar, 2003.

• Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan 2009

• Menko Perekonomian, (2009) Laporan Perjalananan Studi Banding Industri Perikanan ke Gresik, 26 s/d 29 Agustus 2009.

Page 104: Senarai Teknologi untuk Bangsa

91

PEMETAAN POTENSI RUMPUT LAUT DARI ANGKASA

Nani HendiartiRetno Andiastuti Ambarini

Marina C.G. Frederik

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang mempunyai nilai ekonomis, dan Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut. Usaha tersebut

baru dilakukan di beberapa daerah seperti Sulawesi Tenggara dan Selatan, Bali, Lombok dan masih terbatas pada jenis Eucheuma (Anggadireja, 2006). Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah masih terbatasnya kemampuan kita untuk memetakan penyebaran rumput laut yang bernilai ekonomis secara komprehensif serta dalam memprediksi potensi panennya dengan baik. Juga dalam hal pemilihan lokasi untuk pengembangan budidaya rumput laut secara optimal. Hal tersebut sangat diperlukan dalam upaya peningkatan kualitas bahan baku rumput laut untuk diekspor serta peningkatan kapasitas industri pengolahan rumput laut dengan tujuan menaikkan pendapatan petani rumput laut. Untuk memetakan penyebaran rumput laut secara komprehensif termasuk menghitung potensi panennya, diperlukan dukungan teknologi yang mampu melakukan identifikasi secara detil dan dapat memantau perubahan kondisi lingkungan pesisir laut secara cepat dan akurat. Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi alternatif yang dapat digunakan untuk mendukung keperluan tersebut khususnya dalam cakupan yang luas dan resolusi temporal (perulangan) yang tinggi serta mampu mengamati wilayah terpencil.

Pemetaan Cepat dengan Penginderaan Jauh Untuk mendukung kebutuhan tersebut, teknologi penginderaan jauh

resolusi tinggi diaplikasikan untuk memetakan penyebaran budidaya rumput laut jenis ekonomis secara cepat seperti Eucheuma Cotonii dan Gracilaria Sp serta membuat peta sebaran biomassa rumput laut dengan menggunakan data satelit ALOS AVNIR-2 milik Jepang. Teknologi pemetaan cepat ini telah dilakukan di beberapa lokasi antara lain Perairan Teluk Tomini di Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah yang meliputi perairan Ogotion,

Page 105: Senarai Teknologi untuk Bangsa

92 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Ambesia, Bainaa, Laementa dan Dolago (Gambar 1). Citra AVNIR yang dipergunakan merupakan hasil perekaman tanggal 21 Maret 2008 untuk wilayah perairan Ogotion dan Ambesia, perekaman tanggal 11 Juli 2009 untuk wilayah perairan Laementa dan Bainaa dan perekaman tanggal 9 November 2009 untuk wilayah perairan Dolago. Data tersebut dilengkapi dengan pengukuran sampel dan survei lapang (in-situ) yang dilakukan pada bulan Oktober 2009 dan Mei 2010, untuk keperluan validasi peta.

Gambar 1. Peta Lokasi di perairan Ogotion, Ambesia, Bainaa, Laementa dan Dolago.

Pengolahan data terdiri dari pengolahan awal citra, penajaman citra untuk vegetasi rumput laut, klasifikasi, analisis data lapang, analisis regresi dan analisis spasial peta tematik. Tahapan kerja tersebut ditampilkan dalam diagram alir pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir Kerja

Penajaman citra dilakukan untuk mendapatkan tampakan yang kontras pada citra sehingga memudahkan dalam proses interpretasi serta meningkatkan informasi yang diperoleh. Penajaman citra dilakukan dengan menggunakan formula NDVI. NDVI (Normalized Difference Vegetation

Page 106: Senarai Teknologi untuk Bangsa

93KELAUTAN DAN PERIKANAN

Index) merupakan algoritma indeks yang paling sering digunakan untuk mendeteksi klorofil. Formula NDVI didasarkan pada prinsip radiasi dari visible red yang diserap oleh klorofil hijau daun yang direflektansikan rendah, sedangkan radiasi dari sinar near-infrared akan kuat direflektansikan oleh struktur daun spongy mesophyll. Nilai indeks yang diperoleh dari formula NDVI memiliki kisaran dari -1,0 hingga 1,0. Nilai indeks vegetasi yang tinggi menggambarkan penutupan vegetasi yang lebih sehat, atau aktif berfotosintesis (Lillesand dan Kiefer, 1990). NDVI juga dapat digunakan sebagai indikator biomassa relatif dan tingkat kehijauan daun (Chen et al.,1998). Analisis yang digunakan untuk mengetahui korelasi antara data lapang dan data citra adalah analisis regresi linear sederhana, yaitu regresi dengan 1 variabel respon dan 1 variabel prediktor yang berhubungan secara linear.

Sebaran dan Luasan Budidaya Rumput LautJenis rumput laut yang dibudidayakan di wilayah pesisir perairan Parigi Moutong khususnya di pesisir perairan Ogotion, Ambesia, Bainaa, Laementa, dan Dolago adalah jenis Euchema Cottonii dan Gracilaria Sp. Identifikasi sebaran rumput laut dan estimasi luasannya dilakukan melalui dua pendekatan. Teknik pertama secara konvensional, sebaran rumput laut teridentifikasi dari survei lapang yang dilakukan sebanyak dua kali. Teknik kedua dengan pendekatan teknologi maju, sebaran rumput laut secara spasial diidentifikasi dengan waktu yang singkat dengan menggunakan data penginderaan jauh resolusi tinggi (citra satelit ALOS AVNIR-2) dan menerapkan metode klasifikasi terbimbing dan tidak terbimbing pada citra True Color Composite (TCC). Dengan menerapkan formula NDVI dan metode terintegrasi dari kedua teknik yaitu inderaja resolusi tinggi serta pengukuran lapang untuk parameter lingkungan perairan dan biomassa, dapat diperoleh informasi mengenai luasan budidaya serta lokasi yang sesuai untuk pengembangannya.

Luasan budidaya rumput laut jenis Euchema Cottonii dan Gracilaria Sp yang merupakan jenis rumput laut yang dominan di perairan pesisir Parigi Moutong yang tersebar di wilayah perairan Ambesia, Ogotion, Laementa, Bainaa, dan Dolago teridentifikasi mencakup 4.918.000 m2, dengan tingkat ketelitian peta sebaran 91.67%. Luasan budidaya rumput laut yang lebih terinci untuk masing-masing wilayah perairan dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 1. Hasil pemetaan cepat di perairan Ambesia, Ogotion dan Laementa diperoleh 2 kelas utama, yaitu kelas rumput laut yang bercampur dengan terumbu karang ditunjukkan dengan warna hijau, dan kelas sedimen

Page 107: Senarai Teknologi untuk Bangsa

94 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

berwarna coklat (Gambar 3). Luasan budidaya rumput laut dan terumbu karang di Ambesia, Ogotion, dan Laementa sebesar 116.700 m2, 893.000 m2 dan 1.104.000 m2. Sedangkan cakupan perairan keruh (bersedimen) di Ambesia, Ogotion, dan Laementa teridentifikasi cukup luas yaitu 154.700 m2, 661.100 m2 dan 776.000 m2. Selanjutnya, hasil pemetaan dengan tingkat ketelitian yang lebih baik untuk perairan Bainaa diperoleh 3 kelas utama, yaitu kelas rumput laut yang bercampur dengan terumbu karang ditunjukkan dengan warna hijau seluas 793.900 m2, kelas perairan keruh oleh limpasan sungai berwarna krem seluas 1.817.100 m2 dan kelas perairan keruh oleh kandungan sedimen berwarna coklat seluas 1.148.400 m2 (Gambar 3 dan Tabel 1).

Gambar 3. Peta sebaran budidaya rumput laut di perairan Ambesia (kiri atas), Ogotion (kanan atas) dan Laementa (kiri tengah) dengan teknik klasifikasi tak terbimbing, di perairan Bainaa

(kanan tengah) dan Dolago (kiri bawah) dengan klasifikasi terbimbing, serta peta sebaran biomassa di perairan Dolago (kanan bawah).

Budidaya rumput laut di perairan Dolago yang teridentifikasi dengan akurasi tinggi menghasilkan luasan untuk 3 kelas, yaitu kelas rumput laut yang bercampur dengan terumbu karang ditunjukkan dengan warna hijau

Page 108: Senarai Teknologi untuk Bangsa

95KELAUTAN DAN PERIKANAN

seluas 1.554.200 m2, kelas rumput laut dan lamun berwarna oranye 466.200 m2 serta kelas perairan keruh oleh kandungan sedimen berwarna coklat mencakup 1.355.200 m2 (Gambar 3 dan Tabel 1). Selanjutnya, biomassa rumput laut perairan Dolago diperoleh dari pengukuran lapangan di 11 stasiun pengamatan memiliki nilai rata-rata nilai sebesar 227.958,8 gram berat basah (gbb)/piksel. Budidaya rumput laut dengan luas wilayah terbesar terdapat pada rentang biomassa 250.000 – 500.000 gbb/piksel sedangkan yang terkecil terdapat pada rentang biomassa > 1.750.000 gbb/piksel. Nilai biomassa tertinggi sebesar 504.937 gbb/piksel terdapat pada stasiun 1 dan terendah sebesar 0 gbb/piksel terdapat pada stasiun 11 dan 12. Peta sebaran biomassa rumput laut dari citra ALOS AVNIR-2 menggambarkan sebaran biomassa serta luasan area rumput laut di perairan Dolago (Gambar 3).

Tabel 1. Luasan wilayah budidaya rumput laut di perairan Ambesia, Ogotion, Bainaa, Laementa, dan Dolago.

Zona Perairan Objek PerairanEstimasi Luasan Rumput Laut (m2)

AmbesiaRumput Laut dan Terumbu Karang 116.700

Sedimen 154.700

OgotionRumput Laut dan Terumbu Karang 893.000

Sedimen 661.100

BainaaRumput Laut dan Terumbu Karang 793.900

Limpasan Sungai 1.817.100Sedimen 1.148.400

LaementaRumput Laut dan Terumbu Karang 1.104.000

Sedimen 776.000Dolago Rumput Laut dan Terumbu Karang 1.544.200

Rumput Laut dan Lamun 466.200Sedimen 1.355.200

Hasil pengamatan lapangan, diketahui budidaya rumput laut di perairan Ogotion, Ambesia, Laementa, Bainaa, dan Dolago tumbuh di perairan dengan substrat dasar terumbu karang. Khusus di perairan Dolago di sekitar perairan pesisir dekat dengan daratan terdapat sebaran lamun. Keberadaan rumput laut pada substrat terumbu karang maupun lamun akan mempengaruhi tingkat ketelitian hasil estimasi luasan budidaya rumput laut. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan metode klasifikasi dalam proses identifikasi sebaran rumput laut dilakukan estimasi keakurasian hasil klasifikasi citra dengan menggunakan matriks akurasi yang didasarkan pada pengukuran data lapangan. Dimana, semakin banyak data lapangan yang digunakan untuk memvalidasi, maka akurasi peta yang dihasilkan akan semakin baik. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai akurasi yang tinggi terhadap peta sebaran rumput laut di perairan Dolago sebesar 91.67%,

Page 109: Senarai Teknologi untuk Bangsa

96 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

namun nilai akurasi pada wilayah lainnya menunjukkan hasil yang lebih rendah hingga 40.30% disebabkan oleh terbatasnya data lapangan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa teknologi penginderaan jauh resolusi tinggi menggunakan antara lain citra ALOS AVNIR-2 dapat dipakai untuk memetakan luasan rumput laut, sebaran biomassa rumput laut dan kondisi perairan dangkal lainnya seperti sedimen, sebaran terumbu karang dan perairan jernih. Hasil pengkelasan sebaran terdapat kemungkinan perbedaan luas dengan luas sebenarnya karena beberapa hal, seperti terbatasnya data pengukuran lapangan, akuisisi citra, dan resolusi spasial citra. Dimana, ketersediaan data pengukuran lapangan menjadi sangat penting terkait dengan validasi peta yang dihasilkan oleh data penginderaan jauh.

Daftar Pustaka

Chen, D dan Brutsaert, W. 1998. Satellite-sensed Distribution and Spatial Patterns of Vegetation Parameters Over a Tallgrass Prairie. Journal of the Atmospheric Sciences. Vol 55(7). hal. 1225-1238.

JAXA, 2007. ALOS; User Handbook. Earth Observation Research Center. Japan Aerospace Exploration Agency. Japan.

Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan oleh Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi ; Sutanto (penyunting). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Prahasta, E. 2008. Remote Sensing (Praktis penginderaan jauh dan pengolahan citra digital dengan perangkat lunak ER Mapper). Informatika. Bandung.

Anggadireja, JT., Zatnika A., Purwoto H., dan Istini S. 2006. Rumput Laut: pembudidayaan, pengolahan, & pemasaran, komoditas perikanan potensial, Jakarta: Penebar Swadaya.

Page 110: Senarai Teknologi untuk Bangsa

97

SIKBES - IKAN:SISTEM PENJEJAK IKAN NAN

CERDASMuhamad Sadly

AwaluddinYoke Faisal O

Latar Belakang

Sistem Informasi Knowledge-Based Expert System Fishing Ground (SIKBES-FG) merupakan aplikasi database yang dibangun oleh Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (PTISDA), Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai bagian dari upaya menginplementasikan hasil kajian-kajian teknologi khususnya di sektor perikanan dan kelautan. Aplikasi ini disusun dengan menggunakan pendekatan Expert Systems (ES) yang diintegrasikan dengan sistem berbasis spasial (Sistem Informasi Geografis/GIS) berbasis data penginderaan jauh (remote sensing) untuk menentukan dan mengestimasi lokasi penangkapan ikan (fishing ground), khususnya ikan pelagis ekonomis, beserta perhitungan nilai ekonominya. Model yang hendak dibangun ini disebut juga dengan ”Sistem Informasi Perikanan Tangkap Terpadu Berbasis Integrasi antara Knowledge Based Expert System, GIS dan Remote Sensing”, atau disebut juga dengan SIKBES-IKAN. Kegiatan Pembangunan Sistem Informasi Perikanan Tangkap Terpadu melalui pendekatan Knowledge-Based Model ini ditujukan untuk membantu pengembangan industri perikanan tangkap nasional yang berkelanjutan melalui penyediaan informasi yang tepat guna, cepat, akurat, dan mudah untuk diakses mengenai lokasi dan potensi penangkapan ikan (fishing ground).

Kegiatan ini difokuskan pada: (a) kajian regional kondisi lingkungan perairan, kajian kondisi fisik oseanografi (in situ); kajian remote sensing; kajian tingkah laku dan dinamika populasi ikan pelagis ekonomis penting. (b) kajian lokal (wilayah perairan Teluk Tomini); kajian knowledge-based model; kajian ekonomi dan analisis dampak. dan (c) kegiatan diseminasi, berupa sosialisasi hasil akan dilakukan dalam forum seminar, workshop, pelatihan.

Dalam penyusunan sistem informasi ini terdapat empat komponen utama yang berperan sangat besar; pertama, sumber perangkat keras (hardware),

Page 111: Senarai Teknologi untuk Bangsa

98 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

meliputi segala bentuk fisik, peralatan dan benda yang digunakan dalam memproses informasi. Hal tersebut tidak melibatkan mesin saja tetapi juga melibatkan data media seperti magnetic disk. Kedua, sumber perangkat lunak (software), meliputi segala informasi dan instruksi. Perangkat lunak tidak hanya dalam bentuk instruksi operasi yang disebut program, tetapi ada juga yang berbentuk prosedur. Ketiga, manusia, yang dibutuhkan untuk menjalankan dalam mengoperasikan semua sistem informasi. Manusia yang dimaksud adalah spesialis dan orang pengguna komputer. Keempat, data informasi, merupakan sesuatu yang berharga di dalam sumber pengorganisasian. Data dan informasi disimpan data bases, model bases dan knowledge base dan dianggap sebagai bagian dari sumber data atau sumber informasi di dalam organisasi.

Di akhir penyusunan diharapkan sistem ini dapat menyediakan infor-masi yang tepat guna mengenai daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang mudah diakses, cepat dan akurat; informasi mengenai potensi lestari perikanan, kondisi lingkungan dan habitat ikan suatu perairan untuk menghidari ekploitasi sumberdaya ikan yang berlebih (overfisihing) agar bisa membantu untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan selektifitas dalam Operasi Penangkapan Ikan (OPI) untuk ikan pelagis penting baik, skala lokal maupun regional.

TujuanTujuan utama pembangunan Sistem Informasi Perikanan Tangkap Terpadu Berbasis Knowledge-Based Expert System (SIKBES-IKAN) ini adalah:

- Membangun dan mengembangkan basis data spasial beserta valuasi ekonomi terhadap mengenai karakteristik, sifat fisik perairan, zat hara dan habitat ikan pelagis penting baik yang terdapat dalam suatu perairan lokal maupun perairan skala regional.

- Membangun dan mengembangkan Knowledge-Based Expert System Model yang diintegrasikan dengan sistem informasi geografis (GIS) menggunakan data penginderaan jauh (remote sensing) untuk prediksi lokasi penangkapan ikan.

- Menyediakan informasi yang tepat guna melalui jaringan website mengenai daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang mudah diakses, cepat dan akurat dan near realtime.

- Menyediakan informasi estimasi ekonomi pengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan potensi lestari perikanan, kondisi lingkungan dan habitat ikan di suatu perairan.

- Memberikan masukan untuk rekayasa operasional teknis dan kelem-

Page 112: Senarai Teknologi untuk Bangsa

99KELAUTAN DAN PERIKANAN

bagaan dalam mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam khususya sektor kelautan dan perikanan.

Keunggulan SIKBES-IkanKeunggulan utama dari software SIKBES-Ikan adalah mampu memberikan solusi teknologi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pada metode konvensional. Keunikan software SIKBES-Ikan ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai sistim pendukung keputusan secara cerdas (intelligenct decision support system), fungsi obyektif meminimumkan biaya (cost minimizing objective function), bermanfaat secara ekonomi, serta mempunyai konsep Maju, Menguntungkan, Sejahtera dan Lestari. Lebih lanjut, prediksi tidak sepenuhnya tergantung pada pengalaman dan pengetahuan operator. Software ini dapat membantu pengguna/user di dalam menyusun perencanaan strategis di bidang kelautan dan perikanan. Selain itu, dapat memberikan data dan informasi fishing ground yang cepat, akurat, dan relatif mudah untuk diakses. SIKBES-Ikan dapat digunakan untuk pemerintah dan instansi swasta dalam mengelola dan menyusun rencana strategis sumberdaya kelautan di Indonesia. Potensi aplikasi SIKBES-Ikan sebagai sumber informasi strategis daerah penangkapan ikan di Indonesia yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan optimasi hasil tangkap, bisa digunakan di instansi pemerintah untuk pengelolaan penangkapan ikan bagi industri.

Pembangunan SIKBES-IkanPerangkat lunak SIKBES-Ikan dibangun dalam rangka memindahkan kearifan dan pengetahuan tentang kelautan dan perikanan yang diwarisi secara turun-temurun menjadi pengetahuan teknis untuk prediksi yang lebih akurat keadaan perikanan guna memastikan kelestarian dan optimasi pemanfaatan sumberdaya laut di Indonesia.

Pada tahun 2008, perangkat lunak SIKBES-Ikan sudah dilindungi UU Hak Cipta dari Ditjen. HKI, Departemen Hukum, dan HAM RI. Selanjutnya dalam rangka implementasi dan komersialisasi aplikasi sistem ini lebih lanjut, BPPT telah melakukan sosialisasi ke institusi kelautan dan perikanan, industri perikanan serta pemerintah daerah di Indonesia.

Perangkat lunak SIKBES-Ikan memungkinkan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pengguna (user) dalam kerangka membantu menyusun perencanaan strategis di bidang kelautan dan perikanan berdasarkan data fishing ground (FG) yang diperoleh melalui sistem ini, adalah sebagai berikut:

• Dimana posisi FG yang terdeteksi?

Page 113: Senarai Teknologi untuk Bangsa

100 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

• Berapa jauh jarak dari pos pendaratan ikan ke titik FG?

• Jenis armada/kapal (tonase) apa yang layak digunakan?

• Berapa lama waktu tempuh dan arah dari pos pendaratan ikan ke titik FG?

• Jenis alat tangkap apa yang layak digunakan?

• Prasarana penunjang apa yang harus dlengkapi?

• Jenis ikan apa yang kemungkinan menjadi target tangkapan?

• Berapa besar modal yang harus dikeluarkan?

• Berapa besar biaya operasional yang harus dikeluarkan?

• Berapa besar produksi tangkapan yang akan dihasilkan?

• Berapa kemungkinan keuntungan yang akan diperoleh?

• Kombinasi mana yang paling menguntungkan untuk dilakukan penang-kapan?

• Berapa besar bagi hasil keuntungan untuk setiap kelompok orang yang terlibat?

• Ke arah mana kemungkinan titk FG akan bergerak?

Pengembangan Model Integrasi Knowledge-Based Expert System-Remote Sensing-GIS

Gambar 1. Sistem Integrasi Expert System, GIS dan Remote Sensing yang digunakan dalam membangun SIKBES-IKAN

Pada Gambar 1 diperlihatkan integrasi antara Sistem Pakar (expert system), Sistem Informasi Geografis (GIS) dan Penginderaan jauh

Page 114: Senarai Teknologi untuk Bangsa

101KELAUTAN DAN PERIKANAN

(remote sensing), yang merupakan konsep dasar yang digunakan dalam pembangunan model. Sistem integrasi di sini merupakan metode baru (new method) yang digunakan dalam memetakan fishing ground dan valuasi ekonominya dan dirancang untuk menjawab 3 (tiga) pertanyaan yang biasa dijumpai di dalam studi ilmu kebumian. Komponen GIS & RS difasilitasi untuk menjawab pertanyaan pertanyaan ”What” dan ”Where”, yaitu RS & GIS database dan spatial analysis. Komponen Expert System disusun dengan 2 (dua) modul utama, yaitu : Knowledge-Base dan inference engine yang difasilitasi untuk menjawab pertanyaan ”Why”. Basis pengetahuan (knowledge base) dari sebuah expert system dibangun berdasarkan hasil dari pengambilan pengetahuan (knowledge acquisition) di dalam bentuk ”production rules”. Inference engine dalah sebuah alat pemroses pengetahuan (knowledge processing tool) pada komponen expert system (sistem pakar). Tugas utamanya adalah menggabungkan fakta-fakta (facts) dengan aturan-aturan (rules) untuk mengembangkan atau menyimpulkan atau menggambarkan kesimpulan tentang fakta-fakta baru.

Lokasi Studi dan Akuisisi DataDaerah penelitian terletak di daerah pesisir Teluk Tomini, Sulawesi Tengah

dan Sulawesi Selatan (Gambar 2). Sebagai data input, kami menggunakan Suhu Permukaan Laut (SST), Klorofil-a Permukaan Laut (SSC), dan data kekeruhan berasal dari data satelit MODIS NASA. Sedangkan untuk memverifikasi hasil perikanan ground model prediksi, kami mengumpulkan data in-situ dari titik penangkapan ikan di kedua daerah, dan analisis statistik digunakan untuk memahami persentase akurasinya.

Gambar 2. Lokasi kegiatan implementasi SIKBES-IKAN

Perancangan Ontologi Knowledge-Based Expert SystemProses penentuan lokasi potensial keberadaan ikan (fishing ground)

Page 115: Senarai Teknologi untuk Bangsa

102 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

selanjutnya melalui para ahli/pakar (experts) disusun basis pengetahuan (knowledge base) tentang hubungan antara parameter-parameter yang mempengaruhi penentuan lokasi keberadaan ikan. Pada Gambar 3 diperlihat-kan alur sistem yang digunakan dalam membangun SIKBES-IKAN. Dalam perancangan ini kami menggunakan 3 (tiga) parameter oseanografi (SST, klorofil-a, dan kekeruhan) sebagai input data Pengetahuan Berbasis Sistem Pakar (Knowledge Based Expert System/KBES) untuk menentukan lokasi potensial penangkapan ikan. Parameter ini kemudian juga diproses untuk menyelidiki dan mengidentifikasi fenomena oseanografi (upwelling, front, dan eddy) di daerah studi yang diduga memiliki korelasi kuat dengan lokasi potensial penangkapan ikan.

Dalam penerapan KBES menggunakan data harian dari SST, Chl-a, dan kekeruhan (turbidity) sebagai variabel input untuk menghasilkan informasi sehari-hari pembentukan daerah potensial penangkapan ikan. Proses peru-musan hubungan antarparameter (ontologi) dalam rangka menghasilkan lokasi potensial keberadaan ikan (fishing ground) diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Alur sistem SIKBES-IKAN

Pada Gambar 3 diperlihatkan alur sistem SIKBES-IKAN, dimana hubungan antarparameter (SST, klorofil-a, kekeruhan) serta arus laut untuk memprediksi pergerakan ikan, dan yang akhirnya melakukan prediksi lokasi keberadaan ikan. Di samping prediksi FG (fishing ground), maka sistem

Page 116: Senarai Teknologi untuk Bangsa

103KELAUTAN DAN PERIKANAN

SIKBES-IKAN juga dirancang untuk membantu pengambil keputusan (decision makers) di dalam membuat perencanaan strategis bidang kelautan dan perikan di wilayahnya, serta bagaimana menghitung nilai ekonomi yang didapat nelayan dalam bentuk rekomendasi. Hasil dari rumusan ontologi ini, selanjutnya diturunkan menjadi aturan-aturan (rules) yang digunakan di dalam membangun model prediksi FG. Aturan-aturan (heuristic rules) diturunkan dari knowledge base sistem perikanan tangkap yang merupakan hubungan antarparameter-parameter oseanografi dan fenomenanya dalam rangka mendapatkan lokasi potensial keberadaan ikan.

Konsep Model prediksi Fishing GroundKonsep pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan Knowledge based expert system yang diintegrasi dengan GIS dan data penginderaan jauh (atau disebut juga dengan KBES-GIS-RS approach model/SIKBES-IKAN) didasarkan pada pendekatan model yang bersiklus (seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4). Model ini terdiri dari tiga (3) tahap, seperti yang dijelaskan di bawah ini:

- Tahap Pengamatan: untuk menentukan karakteristik perilaku ikan, kondisi fisik laut dan menggunakan metode pengenalan pola daerah penangkapan ikan dan yang bukan daerah penangkapan ikan.

- Analisis dan interpretasi data (SST, klorofil-a, dan kekeruhan).

- Pemodelan dan tahap pengujian/verifikasi: pengujian dan validasi menggunakan data in-situ untuk prediksi daerah penangkapan ikan (fishing ground)

Gambar 4. Konsep Model Prediksi Fishing Ground (A proposed cyclical modeling approach)

Dari model ini, kita akan memahami bahwa kinerja model akan tergantung pada data umpan balik (feedback) dari pengamatan lapangan dan basis pengetahuan sistem pakar (knowledge base) dalam penyelidikan lebih lanjut

Page 117: Senarai Teknologi untuk Bangsa

104 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

yang dapat dilakukan dan disesuaikan dengan prediksi yang lebih akurat daerah penangkapan yang ada dan fenomena oseanografi.

Aturan-aturan (heuristic rules) dalam bentuk IF-THEN Rule yang digunakan dalam memprediksi lokasi keberadaan ikan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel1: Heuristic Rules yang digunakan dalam Prediksi Fishing Ground

Attribute Rule Conditions Consequences

1 1 IF SST (range : 240C-270C) with a difference of 1.50C AND

Diameter > 10 km ANDLocated > 4 mile from the sea line

with area 100 km2 THEN This location is FRONT

1 2 IF FRONT have V (speed value) = 5 cm s-1 THEN This location is

Fishing Ground

1 3 IF SST (range : 240C-270C) with a difference of 20C AND

Diameter > 30km ANDLocated > 4 mile from the sea line

with area 100 km2 AND

Depth > 100 m AND

Length > 10 km THEN This location is EDDY CURRENT

1 4 IF EDDT CURRENT have R > 100 km AND

V (speed value) 10 cm s-1 THEN This location is Fishing Ground

1 5 IF SST range < 240C AND

SST range > 270C THEN This location is Fishing Ground

2 6 IF SSC range 0.3-2.5 mg m-3 ANDArea located > 4 mile from the

sea line AND

Depth more than 100 m AND

Area is 100 km2 THEN This location is UPWELLING AREA

2 7 IF UPWELLING AREA THEN This location is non-Fishing Groun

2 8 IF SSC < 0.3 mg m-3 AND

SSC > 2.5 mg m-3 THEN This location is non-Fishing Ground

3 9 IF Turbidity value less than 10 mg l-1 AND

Located > 4 mile from the sea line AND

Page 118: Senarai Teknologi untuk Bangsa

105KELAUTAN DAN PERIKANAN

Depth > 100 m AND

Area > 100 km2 THEN This location is UPWELLING AREA

3 10 IF UPWELLING AREA THEN This location is Fishing Ground

3 11 IF Turbidity values have SSC range 0.3-2.5 mg m-3 AND

Located > 4 mile from the sea line ANDDepth more than 100 m AND

Coverage area > 100 km2 THEN This location is UPWELLING AREA

3 12 IF UPWELLING AREA THEN

CapaianPada Gambar 5 diilustrasikan peta lokasi keberadaan ikan (fishing ground map) di wilayah pesisir Teluk Tomini (Sulawesi Tengah) dengan meng-gunakan KBES-GS-RS FG model yang terpaket dalam sistem SIKBES-IKAN. Dengan menerapkan perangkat lunak SIKBES-IKAN, maka sebagai masukan digunakan 3 parameter, yaitu: suhu permukaan laut (SST), Konsentrasi klorofil (chl) dan Turbidity. Sistem SIKBES-IKAN akan melakukan proses dan analisa, sampai menghasilkan fishing ground map. Hasil pada Gambar 5 menunjukkan bahwa peta daerah penangkapan ikan yang dihasilkan dari model dapat dibagi menjadi dua (2) kategori. Kategori pertama adalah FG daerah potensial yang ditandai dengan titik warna merah, dan kategori kedua adalah wilayah semi FG potensial ditandai dengan titik berwarna hijau. Sementara titik-titik warna hitam merupakan daerah non FG. Peta lokasi keberadaan ikan (FG map) beserta titik koordinatnya selanjutnya diinformasikan kepada nelayan. Peta FG ini sangat penting di dalam memberikan panduan kepada para nelayan untuk menuju lokasi penangkapan ikan, dan dengan panduan ini nelayan bisa menangkap ikan lebih efektif. Yang lebih penting lagi nelayan dapat menghemat penggunaan bahan bakar kapalnya.

Page 119: Senarai Teknologi untuk Bangsa

106 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Chlorophyll map Tomini bay

Knowledge Base Engineer + GISKnowledge Base Engineer + GIS(KB Expert Systems GIS) (KB Expert Systems GIS)

Map of Potential Map of Potential Fishing GroundFishing Ground

Turbidity map Tomini bay

Sea Surface map Tomini bay

Chlorophyll map Tomini bay

Knowledge Base Engineer + GISKnowledge Base Engineer + GIS(KB Expert Systems GIS) (KB Expert Systems GIS)

Map of Potential Map of Potential Fishing GroundFishing Ground

Turbidity map Tomini bay

Sea Surface map Tomini bay

Gambar.5. Peta FG yang dihasilkan oleh SIKBES-IKAN di perairan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah

Sistem SIKBES-IKAN diterapkan dan dijalankan dengan mempertimbang-kan informasi lingkungan laut diidentifikasi oleh 3 parameter (SST, klorofil-a, kekeruhan) sebagai data input. Setiap hari dan hasil variabilitas model dalam menghasilkan diperkirakan luas daerah potensial penangkapan yang akurat tergantung pada cakupan awan serta situasi meteorologi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa daerah potensial penangkapan ikan sebagian besar terkonsentrasi di perbatasan dekat (depan) tingkat konsentrasi tinggi rendahnya klorofil-a.

Pada Gambar 6 diperlihatkan hasil analisis statistik (data keluaran dan data lapangan/in-situ) unjuk kerja dari model yang dikembangkan. Untuk memahami tingkat akurasi dari model ini, dengan membandingkan hasil harian model (output model) dan data observasi lapangan harian daerah penangkapan ikan dalam waktu yang sama dari perolehan data dan observasi. Hasil pada Gambar 6 menunjukkan bahwa persentase rata-rata tingkat akurasi hasil model di kedua wilayah di daerah pesisir Teluk Tomini, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan relatif tinggi dengan tingkat akurasi 86%. Sedangkan hasil harian model prediksi di wilayah pesisir Teluk Tomini, Sulawesi Tengah dalam kisaran 68% sampai 95%. Sebagaimana disebutkan di atas, variabilitas tingkat akurasi hasil prediksi model potensial penangkapan ikan tampaknya harus kuat berkorespondensi dengan tingkat penutupan awan dimana di daerah tropis menjadi masalah. Untuk menghilangkan dan meningkatkan tingkat akurasi dalam akuisisi data satelit, pengembangan proses teknis dari satelit data untuk daerah tropis sangat direkomendasikan.

Page 120: Senarai Teknologi untuk Bangsa

107KELAUTAN DAN PERIKANAN

Gambar 6. Hasil analisis statistik antarmodel dan data lapangan dari daaerah penangkapan ikan.

Kesimpulan Indonesia adalah negara maritim yang memiliki sumberdaya kelautan sangat besar, terutama potensi perikanan. Pengelolaan penangkapan ikan laut yang baik dan seimbang memerlukan informasi potensi sumberdaya ikan laut yang baik dan akurat. PTISDA BPPT telah berhasil membangun suatu model prediksi lokasi keberadaan ikan beserta valuasi ekonominya dengan sukses dan unjuk kerja yang tinggi. Model ini merupakan suatu terobosan baru, yaitu membangun model prediksi lokasi keberadaan ikan (fishing ground) di laut jenis ikan pelagis ekonomis menggunakan pendekatan integrasi antara metode sistem pakar (Knowledge-Based Expert System/KBES), Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) dan teknik valuasi ekonomi yang mampu menyediakan informasi estimasi ekonomi pengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan potensi lestari perikanan, kondisi lingkungan dan habitat ikan di suatu perairan. Model yang dikembangkan ini dinamakan perangkat lunak “SIKBES-IKAN”, atau sang penjejak ikan nan cerdas (intelligent fish tracker).

Sistem yang dibangun mampu memindahkan kearifan dan pengetahuan tentang kelautan dan perikanan yang diwarisi secara turun-menurun menjadi pengetahuan teknis untuk prediksi yang lebih akurat keadaan perikanan guna memastikan kelestarian dan optimasi pemanfaatan sumberdaya laut di Indonesia, bukan hanya berdasarkan pengalaman atau intuisi perorangan saja. Mulai pada tahun 2009 hingga saat ini, software SIKBES-IKAN telah di implementasikan di beberapa wilayah di Indonesia, misalnya di perairan

Page 121: Senarai Teknologi untuk Bangsa

108 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Teluk Tomini (Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah). SIKBES-IKAN mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

• Dimana posisi (koordinat) FG yang terdeteksi?

• Berapa jarak dari pos pendaratan ikan ke titik FG?

• Jenis armada/kapal (tonase) apa yang layak digunakan?

• Berapa lama waktu tempuh dan arah (haluan) dari pos pendaratan ikan ke titik FG?

• Jenis alat tangkap apa yang layak digunakan?

• Prasarana penunjang apa yang harus diengkapi?

• Jenis ikan apa yang kemungkinan menjadi target tangkapan?

• Berapa besar modal yang harus dikeluarkan?

• Berapa besar biaya operasional yang harus dikeluarkan?

• Berapa besar produksi tangkapan yang akan dihasilkan?

• Berapa kemungkinan keuntungan yang akan diperoleh?

• Alternatif mana yang yang paling menguntungkan untuk dilakukan penangkapan?

• Berapa besar bagi hasil keuntungan untuk setiap kelompok orang yang terlibat?

• Ke arah mana kemungkinan titk FG akan bergerak?

• Bagaimana kondisi arus laut pada titik FG yang ditemukan?

Sistem ini dapat menyediakan informasi yang tepat guna mengenai daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang mudah diakses, cepat dan akurat. Selain itu, sistem ini bisa menyajikan informasi mengenai potensi lestari perikanan, kondisi lingkungan dan habitat ikan suatu perairan untuk menghidari ekploitasi sumberdaya ikan yang berlebih (overfisihing) agar bisa membantu meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan selektivitas operasi penangkapan ikan (OPI) untuk ikan pelagis penting, baik skala lokal maupun regional.

Daftar Pustaka

P. M. Atkinson and A. R. L. Tatnall, “Neural networks in remote sensing”, Int. J. Remote Sensing, Vol. 18, No. 4, 1997.

Mockler, R.J. & Dologite, D.G., Knowledge-Based Systems. An Introduction to Expert Systems, Macmillan Publishing, New York, 1992.

Page 122: Senarai Teknologi untuk Bangsa

109KELAUTAN DAN PERIKANAN

Ignizio, J.P. “Introduction to Expert Systems: the development and implemen-tation of rule-based expert system”. NewYork: McGraw-Hill, Inc.

Poul Degnbol, “The Knowledge base for fisheries management in developing countries: alternative approaches and methods”, Institute for Fisheries Management and Coastal Community Development, Bergen Norway Published, 2004.

James C. Hendee, “An Expert System for Marine Environmental Monitoring in the Florida Keys national Marine Sanctuary and Florida Bay”, Proceedings of the Second International Conference on Environmental Coastal Regions, ed. C.A. Brebbia, Computational Mechanics ublications/WIT Press. Southampton, pp. 57-66, 1998.

Sadly, Muhamad, “Assessment and Applicfations of the Knowledge-based Expert System in Natural Resources Management”, Technical Report P-TISDA, BPPT. 2005.

Hendiarti, N., Siegel, H., Ohde, T., 2004. Investigation of different coastal processes in Indonesian waters using SeaWiFS data, Deep Sea Research Part II 51 : 85-97. (2004)

Venegas, R., P.T. Strub, E. Beier, Letelier, T. Cowles, and A.C. Thomas, “Assessing satellite-derived variability in chlorophyll pigments, wind stress, sea surface height, and temperature in the northern California Current System”, J. Geophys. Res. In Press, 2007.

Laurs, R.M. et al., “Albacore tuna catch distributions relative to environmental features observed from satellites”, Deep-Sea Res., 31(9):1085–99, 1984.

Kemmerer, A.J., “Environmental preferences and behavior patterns of Gulf menhaden (Brevoortia patronus) inferred from fishing and remotely sensed data”, ICLARM Conf. Proc., (5):345–70, 1980.

Page 123: Senarai Teknologi untuk Bangsa

110

TEKNOLOGI RADAR UNTUK PANTAI MEMONITOR DINAMIKA PANTAI DAN

LAUTAN

Lukijanto

Pendahuluan

Dinamika pantai dan lautan, ditunjang dengan kondisi batimetri yang kompleks merupakan tantangan bagi oseanografer, ahli teknik pantai, manajer pesisir dan angkatan laut. Oleh karenanya, perilaku

dinamika tersebut perlu dipahami dan diprediksi lebih lanjut. Namun demikian, prediksi terhadap parameter lingkungan tersebut sangat rumit akibat adanya interaksi antara angin, arus dan gelombang laut yang berkarakteristik unik, sehingga perlu pemahaman dan pengukuran secara intensif baik secara keruangan dan waktu.

Guna mengukur arus dan gelombang laut, selama ini masih menggunakan teknik konvensional dengan memanfaatkan pengukur arus laut (current meter) dan gelombang laut (wave gauge) yang ditambatkan, atau biasa dikenal dengan teknik mooring. Teknik konvensional dimaksud di atas, mempunyai keterbatasan secara keruangan dan waktu, apabila pengukuran dilakukan intensif dengan daerah yang sulit dijangkau atau terbatas infrastruktur pendukung. Dengan kemajuan teknologi HF (High Frequency) radar pantai, maka kendala tersebut dapat diatasi, sebagai alternatif pemecahan solusi secara efektif dan effisien.

Dalam beberapa tahun terakhir, Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PTISDA-BPPT) telah merancang dan membangun metode baru guna memonitor lingkungan perairan pantai dan lautan secara real time dengan memanfaatkan teknologi HF radar pantai. Pemanfaatan High Frequency (HF) radar pantai sebagai salah satu inovasi terbaru penerapan iptek kelautan, telah terbukti keunggulannya dalam memonitor lingkungan laut oleh karena memiliki keakuratan dan effisiensi yang relatif tinggi. Sebagai pelengkap dari teknik konvensional yang ada, teknologi HF radar pantai merupakan teknologi alternatif yang sangat prospektif untuk dapat dikembangkan di Indonesia, oleh karena memiliki daya tarik tersendiri guna memetakan arus permukaan, gelombang laut dan arah angin, baik secara keruangan dan waktu.

Page 124: Senarai Teknologi untuk Bangsa

111KELAUTAN DAN PERIKANAN

Aplikasi HF Radar PantaiHF radar pantai merupakan teknik monitoring lingkungan perairan pantai dan lautan berbasis penginderaan jauh dengan memanfaatkan spektrum gelombang elektromagnetik pada frekuensi 3-30 Mhz dengan panjang gelombang 10-100 m. Teknik pengukuran HF radar pantai telah diperkenalkan sejak 1950 dengan perkembangan yang pesat, ditandai dengan banyaknya produk tulisan baik berbentuk jurnal ilmiah ataupun populer.

Prinsip dasar teknik ini diperkenalkan pertama kali oleh Crombie (1955) dengan memanfaatkan energi refleksi gelombang (backscatter) dari permukaan laut yang dipancarkan oleh stasiun pemancar sehingga memungkin spektrum energi akan diterima pada stasiun penerima. Proses-proses yang berlaku dengan memanfaatkan resonansi gelombang tersebut, lebih dikenal dengan Bragg scattering, sehingga memungkin untuk dapat mengestimasi arus dan gelombang laut. Dengan demikian, inovasi teknologi baru ini dapat mengatasi kendala yang dihadapi oleh keterbatasan teknik pengukuran secara konvensional.

Hingga dua dekade terakhir, perkembangan teknologi ini telah memberikan hasil yang cukup menjanjikan, dengan keberhasilan yang tinggi. Dalam kaitannya dengan berbagai jenis operasi laut, HF radar pantai dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang meliputi: operasi pencarian dan penyelamatan, manajemen wilayah pesisir dan lautan, deteksi pola pergerakan tumpahan minyak, budidaya perikanan, pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, oseanografi dan meteorologi.

Guna pemahaman proses alam lingkungan laut secara efisien, yang dikombinasikan dengan teknologi satelit dan sumber data lain (cuaca dan pesisir), inovasi baru ini dapat dijadikan sebagai alat pendukung dalam pengambilan keputusan guna mengatur respon kasus darurat atau kecelakaan dengan tingkat obyektifitas dan akurasi yang tinggi. Sebagai contoh untuk melihat pola pergerakan dan peramalan arus permukaan, maka HF radar pantai dapat dimanfaatkan dalam studi angkutan sedimen, kualitas air, parameter gelombang (tinggi gelombang signifikan, periode dan arah), peringatan dini Tsunami.

Pada riset bidang ekologi, aplikasi teknologi ini mampu memetakan pergerakan larva dan nutrient, serta fenomena up welling di perairan Granite Canyon (36°25.9’N, 121 °55.0’W), California, Amerika (Gambar 1)

Page 125: Senarai Teknologi untuk Bangsa

112 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 1. Salah satu contoh hasil pengukuran arus permukaan dengan a single SeaSonde di perairan Granite Canyon, CA., pada tanggal 15 Juli 1993.

Khusus dalam memetakan arus dan gelombang laut, aplikasi teknologi HF radar pantai telah dapat dimanfaatkan, antara lain oleh University of Sheffields yang terkenal dengan program SCAWVEX (Surface Current and Wave Variability Experiment) di perairan North Sea, Inggris bagian Timur, dengan tingkat keberhasilan dan akurasi relatif lebih unggul dibandingkan dengan teknik secara konvensional.

Selanjutnya di negara Jepang, dalam dua dekade terakhir, telah pula memanfaatkan keunggulan aplikasi teknologi ini, dimana dioperasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengeinderaan Jauh Sub-Tropika di Okinawa (Okinawa Subtropical Environment Remote Sensing Center, National Institute of Information and Communications Technology) guna mendeteksi pola pergerakan arus panas dan gelombang laut di bagian barat-utara Samudera Pasifik (Gambar 2).

Gambar 2. Aplikasi HF radar pantai yang dimiliki oleh NICT

Mengingat rangkaian bencana di berbagai perairan Nusantara, misal musibah tenggelamnya kapal motor penyeberangan akibat kondisi ekstrim di berbagai perairan yang menelan banyak korban jiwa, atau adanya pola

Page 126: Senarai Teknologi untuk Bangsa

113KELAUTAN DAN PERIKANAN

perubahan massa air panas dan dingin yang relatif cepat terhadap perairan budidaya mutiara di perairan Lombok Utara sehingga merugikan banyak petani dan pengusaha, sudah tentu dalam rangka mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan maka kita dapat minimalisir dengan ketersediaan sistem monitoring terpadu secara spasial dan temporal.

Ancaman bencana masih bertambah dengan aktivitas tektonik di wilayah Paparan Sunda dalam bentuk tsunami akibat gempa bumi yang sering terjadi di wilayah ini. Adanya potensi bencana yang besar, maka sebagai alternatif solusi pemecahannya sebagai sistem peringatan dini guna mitigasi bencana di berbagai perairan merupakan hal yang mendesak dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Aplikasi teknologi HF radar pantai dengan implikasi menarik ini memiliki potensi cakupan wilayah monitoring yang luas tergantung dari sistem yang digunakan, untuk dapat membantu dalam riset manajemen pesisir dan lautan, pemulihan terumbu karang dan peringatan tsunami, kontrol terhadap penyebaran tumpahan minyak serta upaya pencarian dan penyelamatan kecelakaan kapal di laut.

Rekomendasi PemanfaatanDengan paparan di atas terlihat bahwa perkembangan pemanfaatan HF (High Frequency) radar pantai sebagai salah satu inovasi terbaru di bidang iptek kelautan, terbukti keunggulannya dalam memonitor lingkungan laut di berbagi wilayah Asia, Amerika dan Eropa. Memperhatikan keakuratan dan effisiensi yang relatif tinggi, maka keunggulan yang dimiliki oleh HF (High Frequency) radar pantai tersebut memungkinkan untuk dapat dimanfaatkan oleh para pengguna (oseanografer, ahli teknik pantai, manajer pesisir dan angkatan laut) sebagai alternatif sistem teknologi monitoring lingkungan laut terbaru sehingga dapat diaplikasikan di perairan Indonesia.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan aplikasi teknologi baru ini yakni baik aspek teknis dan institusi. Aspek teknis terkait dengan pengembangan sistem aplikasi teknologinya, baik perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), termasuk penyiapan sumberdaya manusianya (brainware). Dalam hal ini, pengembangan metode telah dan sementara dilakukan, misal Metode Lukijanto (2009) yang dikenal juga dengan metode praktis estimasi spektrum gelombang laut dengan memanfaatkan HF radar pantai dengan hasil yang cukup effisien [4][5]. Guna penajaman dan penguatan kapasitas, untuk dapat melaksanakan ini semua tentunya harus melibatkan semua unsur yang terkait dan berperan sesuai dengan fungsi masing-masing. Antara lain, lembaga pemerintah yang terkait sebagai penentu kebijakan, lembaga riset (LIPI, BPPT, Perguruan Tinggi, dan Litbang Kementrian), serta swasta yang tertarik untuk mengembangkan

Page 127: Senarai Teknologi untuk Bangsa

114 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

dan menggunakan aplikasi teknologi ini. Hal lain perlu didukung dengan aspek regulasi.

Penutup Pemanfaatan HF radar pantai sebagai salah satu inovasi terbaru penerapan iptek kelautan dan perikanan, telah terbukti keunggulannya dalam memonitor lingkungan laut oleh karena memiliki keakuratan dan effisiensi yang relatif tinggi, guna memonitor pola pergerakan arus dan gelombang laut. Aplikasi teknologi HF (High Frequency) radar pantai merupakan teknologi alternatif yang sangat prospektif untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di Indonesia.

Daftar Pustaka

Eric Bjorkstedt and Jonathan R, (1997). Larval Transport and Coastal Upwelling: an Application of HF radar in Ecological Research. Journal of Oceanography, Vol.10 No.2., pp.64-67.

Hashimoto, N., & Tokuda (1999). A Bayesian approach for estimation of directional wave spectra with HF Radar. Coastal Engineering Journal, 41(2), pp. 137-147.

Jeffrey D and Hans (1997). Introduction to High Frequency Radar: Reality and Myth. Journal of Oceanography, Vol.10 No.2., pp.36-39.

Lukijanto, Hashimoto, N. & Yamashiro, M (2009). Further Modification Practical Method of Bayesian method for estimating directional wave spectrum by HF radar. Proceeding of 19th ISOPE, pp.898-905.

Lukijanto, Hashimoto, N., & Yamashiro, M. (2009c). A comparison of analysis methods for estimating directional wave spectrum from HF ocean radar. Journal of Memoirs of the Faculty of Engineering, 69(4). Kyushu University, pp. 163-185.

Website: http://okinawa.nict.go.jp/EN/index.html, diunduh tanggal 10 juli 2010, pukul 09.15 wib.

Page 128: Senarai Teknologi untuk Bangsa

MITIGASI BENCANA

Page 129: Senarai Teknologi untuk Bangsa
Page 130: Senarai Teknologi untuk Bangsa

117

POLA HUJAN EKSTREM JABODETABEK

Ardhi Adhary ArbainFadli Syamsudin

Firdana Ayu Rahmawati

Pendahuluan

POLA CURAH HUJAN untuk wilayah Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Tipe Monsunal, Tipe Ekuatorial, dan Tipe Lokal (Aldrian E., 2003). Tipe Monsunal umumnya memiliki satu

puncak musim hujan (unimodial), karena memiliki perbedaan karakteristik yang jelas antara jumlah curah hujan pada musim basah dan musim kering. Pada kondisi normal, daerah yang bertipe monsunal akan mendapat curah hujan berlebih pada saat Monsun Barat (musim basah) terjadi, yaitu sekitar bulan Oktober – Maret dan akan mengalami penurunan curah hujan pada saat Monsun Timur (musim kering), yaitu sekitar bulan April – September.

Gambar 1. Tipe pola curah hujan di Indonesia ; A. Monsunal (kiri), B. Ekuatorial (tengah) dan C. Lokal (kanan) (Aldrian E., Susanto D.,2003)

Di antara ketiga jenis pola curah hujan yang sudah dijelaskan sebelumnya, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Bekasi) termasuk dalam wilayah yang memiliki tipe curah hujan monsunal. Namun, wilayah ini tidak jarang pula memperoleh curah hujan berlebih pada musim kering yang umumnya disebabkan oleh hujan ekstrem.

Page 131: Senarai Teknologi untuk Bangsa

118 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

Hujan ekstrem atau hujan badai (thunderstorm) merupakan kejadian hujan yang terjadi relatif spontan tanpa bergantung pada kondisi musim yang terjadi. Hujan ekstrem umumnya terjadi dalam waktu yang relatif singkat (2 – 3 jam), dengan jumlah curah hujan yang cukup tinggi pada periode tersebut, yaitu sekitar 50 – 60 mm/jam, dan biasanya dibarengi oleh angin kencang dan petir. Fenomena ini biasanya mengakibatkan kerusakan dan tidak jarang diikuti oleh bencana lain seperti banjir atau tanah longsor. Khusus untuk wilayah Jabodetabek, kejadian hujan ekstrem umumnya lebih bersifat lokal dan tidak merata. Konveksi yang kuat dan pengaruh sirkulasi angin laut-darat antara daerah pesisir utara Jakarta (Teluk Jakarta) dan pegunungan di sekitar Bogor, menyebabkan kejadian hujan ekstrem seringkali terjadi menjelang sore hari (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik profil vertikal intensitas hujan untuk daerah Bogor tanggal 1 - 4 Februari 2010. Sumbu x menunjukkan waktu kejadian hujan dan sumbu y menunjukkan ketinggian (level) hujan dalam km.

Di samping faktor lokal, variasi intraseasonal seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), juga berpengaruh pada frekuensi terjadinya kejadian hujan ekstrem di wilayah Jabodetabek, terutama pada saat peralihan dari musim basah ke musim kering, dimana massa udara yang bergerak dari timur ke barat Jawa akibat pengaruh monsun tenggara bertemu dengan massa udara dari Samudera Hindia yang bergerak ke arah timur yang dipacu oleh MJO.

Dari uraian di atas, sangat jelas bahwa pengamatan terhadap fenomena hujan ekstrem sangat penting untuk memahami karakteristik dan dinamika atmosfer di wilayah Jabodetabek. Dengan memahami karakteristiknya, kita dapat melakukan prediksi terhadap kapan dan dimana hujan ekstrem terjadi, sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh fenomena ini dapat

Page 132: Senarai Teknologi untuk Bangsa

119Mitigasi Bencana

diminimalisasi. Hingga saat ini, salah satu metode pengamatan terbaik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kejadian hujan ekstrem di wilayah Jabodetabek adalah dengan menggunakan radar cuaca CDR milik BPPT yang ada di kawasan Puspiptek Serpong.

Pengamatan Hujan Ekstrem dengan CDR SerpongCDR (C-band Doppler Radar), adalah salah satu radar cuaca milik BPPT yang memiliki frekuensi pancar 5.32 GHz, dan termasuk dalam rentang frekuensi C-band menurut standar IEEE, yaitu antara 4-8 GHz. Sebagai informasi, selain CDR Serpong, BPPT juga memiliki satu radar cuaca yang berlokasi di Padang. Radar cuaca Padang ini memiliki frekuensi pancar 9.7 GHz yang termasuk dalam rentang frekuensi X-band (8-12 GHz).

Radar cuaca pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan radar-radar lain. Radar memancarkan gelombang elektromagnetik untuk mengi-dentifikasikan jangkauan, ketinggian, arah dan kecepatan, baik dari objek yang diam maupun bergerak, berdasarkan sinyal yang dipantulkan objek. Salah satu hal yang membedakan radar cuaca dengan tipe radar lain adalah objek yang diamatinya. Radar cuaca adalah tipe radar yang digunakan untuk menentukan posisi presipitasi, menghitung pergerakannya, memperkirakan jenisnya (hujan, salju, hail , dan sebagainya) dan meramalkan intensitasnya (Atlas D., 1990).

Pemilihan frekuensi radar cuaca didasari oleh karakteristik obyek yang diamati oleh radar itu sendiri. Panjang gelombang optimal yang digunakan untuk mengamati obyek di atmosfer seperti tetes hujan, awan, salju, hail atau kabut, berada dalam kisaran 1-10 cm. Makin pendek gelombang (yang berarti makin tinggi frekuensi pancarnya), makin kecil ukuran obyek yang dapat diamati dan makin mudah pula gelombang tersebut teratenuasi (diserap/dihamburkan) di atmosfer.

Radar cuaca yang memiliki frekuensi dalam rentang X-band/Ku-band umumnya sangat sensitif, tidak hanya untuk mendeteksi hujan, tetapi juga untuk mengamati partikel-partikel yang sangat kecil, misalnya awan, kabut atau salju. Namun karena gelombangnya lebih pendek, maka sinyalnya akan lebih mudah teratenuasi. Sehingga, biasanya radar dengan frekuensi tinggi ini hanya optimal untuk pengamatan jarak pendek saja. Kelebihan utama dari tipe radar X-band adalah diameter antenanya yang kecil (karena panjang gelombang yang digunakan pendek), sehingga biasanya radar-radar X-band lebih portable alias mudah dipindah-pindahkan. Radar tipe ini biasa digunakan pada pesawat udara untuk mendeteksi awan atau turbulensi di atmosfer selama penerbangan. Salah satu contoh pemanfaatan radar

Page 133: Senarai Teknologi untuk Bangsa

120 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

X-band portable di BPPT adalah mobile radar yang dioperasikan oleh UPT Hujan Buatan.

Tabel 1. Alokasi frekuensi pengamatan cuaca dengan radar

Gambar 3. CDR Serpong (kiri) dan XDR Padang (kanan)

Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, khususnya Jabodetabek, hujan merupakan bentuk presipitasi yang paling dominan terjadi. Hail (hujan es) juga dapat terbentuk, walaupun jarang dan hanya terjadi pada kondisi-kondisi ekstrem. Karena ukuran partikel untuk tetes hujan dan hail lebih besar dibandingkan partikel awan atau kabut, maka radar C-band dengan panjang gelombang 4-8 cm adalah yang paling optimal untuk pengamatan. Dibandingkan XDR, CDR memiliki diameter antena yang jauh lebih besar, sehingga kurang portable dan lebih cocok untuk pengamatan pada lokasi tetap (fixed). CDR sendiri merupakan salah satu tipe radar yang mengaplikasikan pengamatan dengan memanfaatkan Efek Doppler. Dengan menghitung pergeseran frekuensi sinyal yang dipantulkan obyek

Page 134: Senarai Teknologi untuk Bangsa

121Mitigasi Bencana

terhadap sinyal awal yang dipancarkan, radar dapat menghitung kecepatan gerak obyek. Untuk pengamatan cuaca, Efek Doppler sangat bermanfaat untuk mendeteksi kecepatan gerak hujan atau thunderstorm yang teramati pada radar.

Gambar 4. Pengamatan hujan ekstrem dengan CDR serpong menjelang terjadinya bencana Situ Gintung (26 Maret 2009)

Hasil Pengamatan Hujan EkstremPengamatan dengan menggunakan CDR dilakukan pada periode bulan 16 Maret – 12 Mei 2010 (58 hari) yang merupakan periode peralihan dari musim basah ke musim kering (khusus daerah Jabodetabek). Pengamatan dilakukan terhadap intensitas curah hujan (rainrate) dengan menggunakan data Constant Altitude Plan Position Indicator (CAPPI) pada level 2 km.

Page 135: Senarai Teknologi untuk Bangsa

122 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

Gambar 5. Hujan ekstrem yang diakibatkan konvergensi pada tanggal 16 Maret 2010 (kiri) dan 24 Maret 2010 (kanan)

Dari pengamatan, tampak bahwa sebagian besar kejadian hujan ekstrem terjadi pada siang dan sore hari (120 LT – 180 LT). Selain itu, konvergensi yang ditandai dengan pertemuan massa udara yang bergerak dari arah berlawanan, sering sekali terjadi pada pertengahan sampai akhir bulan Maret 2010. Terutama dari arah barat-timur. Dalam periode 16 – 22 Maret 2010, angin pada pagi dan siang hari lebih dominan dari arah barat. Menjelang sore, angin dari arah timur dan utara bertambah kuat, mengakibatkan konvergensi yang memanjang dari Tangerang, Bogor sampai Bekasi. Di malam hari, angin lebih didominasi dari arah selatan/tenggara. Dalam peri-ode 23 – 25 Maret 2010, angin pada pagi dan siang hari lebih dominan dari arah timur. Menjelang sore, angin dari arah barat bertambah kuat, hal ini juga mengakibatkan konvergensi Tangerang, Bogor sampai Bekasi. Di malam hari angin masih didominasi dari arah selatan/tenggara.

Gambar 6. Hujan ekstrem yang diakibatkan oleh dominasi angin barat pada 9 – 22 April 2010 (kiri) dan angin timur pada pada 28 April – 8 Mei 2010 (kanan).

Page 136: Senarai Teknologi untuk Bangsa

123Mitigasi Bencana

Pada akhir Maret sampai awal April, angin barat mulai dominan terutama pada siang hari. Di malam hari angin masih di dominasi dari arah selatan/tenggara. Angin barat sangat dominan dalam periode 9 April – 22 April 2010. Uniknya, menjelang akhir April, arah angin pada malam hari kembali di dominasi dari arah selatan/tenggara. Angin timur menjadi sangat dominan dalam periode 28 April – 8 Mei 2010. Konvergensi terjadi lagi pada tanggal 9 Mei 2010 dalam arah timur barat. Menjelang pertengahan bulan Mei angin barat kembali dominan, terutama pada periode 10 Mei – 12 Mei 2010.

Korelasi Hujan Ekstrem CDR dengan MJOAnalisis MJO mingguan yang dilakukan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) menunjukkan penguatan amplitudo indeks MJO pada awal hingga pertengahan bulan April 2010. Amplitudo indeks MJO ini diperoleh dari akar kuadrat penjumlahan antara Real Time Multivariate Series-1 dan 2 (RMM1 dan RMM2). Mendekati akhir bulan April hingga awal Mei, indeks MJO sempat melemah, namun kembali menguat ketika mendekati pertengahan bulan Mei 2010, hingga mencapai angka 2,5 (Gambar 7). Bila ditinjau secara kualitatif, maka terlihat korelasi antara pengamatan dengan CDR dengan analisis MJO dari NOAA.

Gambar 7. Amplitudo Indeks MJO periode Januari 2010 – Mei 2010. Lingkaran kuning menunjukkan periode pengamatan dengan CDR Serpong

(NOAA MJO Weekly Update, Mei 2010).

Pengamatan dengan CDR menunjukkan bahwa sebagian besar hujan ekstrem pada awal sampai pertengahan April 2010 serta menjelang pertengahan Mei 2010 lebih banyak dipacu oleh angin barat yang datang dari Samudera Hindia. Hubungan ini akan semakin terlihat dengan melihat anomali angin zonal pada periode Maret – Mei 2010.

Data yang digunakan untuk mengetahui korelasi antara hujan esktrem yang diamati CDR Serpong dengan MJO diperoleh dari website NOAA untuk periode bulan November 2009 – Mei 2010. Bila ditinjau secara visual dari arah angin dominan yang diamati dari CDR dengan diagram Hovmöller anomali angin zonal pada 850 hpa, terlihat ada kemiripan pola angin pada periode 16 Maret – 12 Mei 2010 (kotak merah pada gambar 7) di sekitar

Page 137: Senarai Teknologi untuk Bangsa

124 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

105 – 107 E (jangkauan CDR).

Gambar 8. Diagram Hovmöller anomali angin zonal periode bulan November 2009–Mei 2010. Kotak (merah) menunjukkan periode dan cakupan pengamatan dengan

CDR Serpong (NOAA MJO Weekly Update, Mei 2010).

Pada pertengahan sampai menjelang akhir bulan Maret, angin relatif lebih dominan dari arah barat Jabodetabek, yang diselingi angin timur menjelang awal bulan April. Pada pertengahan sampai menjelang akhir bulan April, angin dominan dari barat, sementara pada akhir bulan April sampai minggu pertama bulan Mei, angin dominan dari timur. Angin barat kembali dominan pada minggu kedua bulan Mei.

KesimpulanPada umumnya, pola hujan ekstrem di wilayah Jabodetabek bersifat lokal dan lebih banyak terjadi pada siang dan sore hari. Konveksi yang kuat pada siang hari dan pengaruh siklus diurnal (angin laut – darat) menyebabkan hujan ekstrem lebih banyak terjadi di daerah pedalaman (inland), terutama daerah pegunungan seperti Bogor dan selatan Tangerang, dibandingkan daerah pesisir seperti Jakarta. Hal ini dapat terlihat pada periode pertengahan sampai akhir bulan Maret 2010.

Pada bulan April – Mei 2010, pola cuaca ekstrem lebih banyak dipengaruhi oleh anomali pola angin zonal yang berubah-ubah dalam siklus 30 hari. Hujan ekstrem tidak jarang terjadi di malam hari pada periode ini. Bila dibandingkan dengan analisis mingguan yang dilakukan NOAA, terutama dengan nilai amplitudo indeks MJO yang mencapai angka 2.5, maka

Page 138: Senarai Teknologi untuk Bangsa

125Mitigasi Bencana

terdapat korelasi secara kualitatif antara pengamatan CDR Serpong dengan Madden-Julian Osciallation (MJO), terutama pada periode tersebut. Hasil korelasi ini menunjukkan bahwa kejadian hujan ekstrem yang biasa terjadi di Jabodetabek, tidak hanya ditentukan oleh faktor lokal seperti konveksi, siklus diurnal dan pengaruh geografis saja, tetapi juga dapat dipicu oleh variasi intraseasonal seperti MJO.

Daftar Pustaka

Aldrian E, Susanto D. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. International Journal of Climatology.

Atlas D. 1990. Radar in Meteorology. American Meteorological Society.

Gottschalck J, Higgins W. 2000. Madden Julian Oscillation Impacts. NOAA/NWS/NCEP Climate Prediction Center Publications.

Climate Prediction Center, 2010. Madden-Julian Oscillation Recent Evolution, Current, Status and Predictions. NOAA/NWS/NCEP Climate Prediction Center Publications.

Page 139: Senarai Teknologi untuk Bangsa

126

MEMANTAU PERILAKU GUNUNG API DENGAN RADAR

Agustan

Pendahuluan

Indonesia terletak pada pertemuan empang lempeng tektonik utama aktif dunia, yaitu lempeng Australia di sebelah selatan, Eurasia di sebelah barat dan utara, Filipina di sebelah utara dan Pasifik di sebelah timur.

Kondisi ini menjadikan wilayah Indonesia dinamis, khususnya terkait aktivitas seismik yang menyebabkan gempabumi dan terbentuknya gunung api.

Menurut informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, sekitar 129 gunung api atau 13% dari seluruh gunung api dunia terletak di Indonesia, dan 80 di antaranya dikategorikan sebagai gunung api aktif yang setiap saat berpotensi untuk meletus. gunung api di Indonesia tersebar di dua jalur utama gunung api dunia (ring of fire) yaitu lingkar Mediterania dan lingkar Pasifik. Sebaran gunung api di Indonesia meliputi pantai barat Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi bagian utara (Gambar 1).

Gambar 1: Distribusi gunung api di sekitar wilayah Indonesia

Manfaat positif gunung api sebagian besar terkait dengan material yang dikeluarkan saat gunung meletus. Sudah menjadi pemahaman umum kalau tanah subur berkaitan dengan abu vulkanik yang banyak mengandung sumber hara yang diperlukan oleh tanaman. Material pasir yang disemburkan

Page 140: Senarai Teknologi untuk Bangsa

127Mitigasi Bencana

juga menjadi salah satu komoditi barang tambang yang bermanfaat. Sumber panas bumi yang biasanya terdapat di sekitar gunung api bisa digunakan untuk membangkitkan energi (geothermal). Selain itu, panorama yang indah juga merupakan salah satu modal dalam pengembangan kegiatan pariwisata, misalnya kawasan wisata Gunung Bromo.

Selain manfaat positif, gunung api akan menjadi sumber bencana jika meletus, termasuk dengan mengeluarkan gas. Bahaya letusan gunung api disebabkan oleh awan panas, longsoran gunung api, gas beracun, guguran batu pijar, lontaran batu pijar, lahar akibat letusan, aliran lava, aliran lumpur terkait dengan curah hujan, hujan abu, tsunami akibat letusan, gempa, gelombang kejut, anomali panas bumi, anomali air bawah permukaan dan longsoran. Salah satu fenomena yang terkenal di dunia adalah awan panas Gunung Merapi yang oleh penduduk setempat dikenal dengan nama ’Wedhus Gembel’. Fenomena ini sudah seringkali terjadi dan merenggut korban jiwa, misalnya tahun 1994 yang menelan 66 korban jiwa.

Untuk meminimalkan dampak dari letusan gunung api, terutama korban jiwa akibat letusan gunung api, ada empat kegiatan besar yang dilakukan di Indonesia yaitu: riset atau penelitian tentang gunung api, pemetaan kawasan rawan bencana dan letusan, pemantauan, dan peringatan dini letusan gunung api. Dari data awal tentang aktivitas kegunungapian, beberapa gunung sudah dikelompokkan dan diberikan prioritas untuk diamati lebih detil.

Saat ini ada empat status gunung api yang ditetapkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, yaitu :

- Status aktif normal (tingkat 1) yang menjelaskan suatu gunung dalam keadaan normal dan tidak ada peningkatan aktivitas kegunungapian berdasarkan pengamatan visual dan instrumental;

- Status waspada (tingkat 2) yang menjelaskan adanya peningkatan aktivitas kegunungapian yang teramati secara visual dan instrumental;

- Status siaga (tingkat 3) yang menjelaskan adanya peningkatan kegiatan kegunungapian secara nyata teramati secara visual dan instrumental dan cenderung diikuti oleh letusan;

- Status awas (tingkat 4) yang menjelaskan peningkatan kegiatan kegunungapian mendekati atau menjelang letusan utama yang diawali oleh letusan abu atau asap.Sistem pengamatan gunung api ideal adalah sistem yang mampu

mengamati aspek fisik (gempa, deformasi, longsoran) dan kimia (semburan gas, temperatur dan air panas). Salah satu upaya dalam memantau aktivitas gunung api adalah dengan memantau perubahan bentuk permukaan

Page 141: Senarai Teknologi untuk Bangsa

128 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

(deformasi) sekitar gunung api. Deformasi gunung api dapat disebabkan oleh perubahan tekanan atau pergerakan magma dalam perut bumi. Perubahan permukaan ini dapat dipantau dengan berbagai metode, salah satunya dengan metode penginderaan jauh dengan memanfaatkan teknik interferometri dari data radar. Metode lainnya adalah metode pengamatan posisi menggunakan alat Global Positioning System (GPS); pengamatan perubahan jarak antar dua titik menggunakan Electronic Distance Measurement (EDM) atau dengan menggunakan tilt-meter.

Indikasi perubahan permukaan bumi dikombinasikan dengan pengamatan visual dan instrumen lainnya (misalnya seismometer) memungkinkan analisis kondisi suatu gunung api menjadi lebih lengkap dan akurat. Hal ini membantu dalam pengambilan keputusan untuk memutuskan perlu tidaknya evakuasi dilakukan apabila terdapat peningkatan aktivitas kegunungapian.

Teknik Radar InterferometriTeknik radar interferometri adalah salah satu teknik dari metode penginderaan jauh aktif yang mengukur properti dari suatu media dengan membandingkan sinyal atau beda fasa dari dua gelombang radar. Teknik ini dikenal dengan nama teknik Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR atau IFSAR). Perbedaan fasa ini merepresentasikan beda jarak yang terjadi antara obyek yang ada di permukaan bumi dengan sensor. Informasi ini dapat diolah menjadi informasi beda tinggi sehingga dapat digunakan untuk membuat gambaran permukaan topografi (digital elevation model atau DEM). Selanjutnya, informasi beda tinggi juga dapat diinterpretasikan menjadi deformasi permukaan yang dapat diaplikasikan untuk pemantauan gunung api.

Untuk keperluan pemantauan gunung api, sensor radar diletakkan atau dibawa oleh satelit luar angkasa yang mengorbit pada ketinggian sekitar 600–900 km. Sensor satelit yang terdapat pada suatu sistem satelit dapat diklasifikasikan berdasarkan panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu L-band (panjang gelombang sekitar 23 cm), C-band (panjang gelombang sekitar 5 cm) dan X-band (panjang gelombang sekitar 2 cm). Perbedaan panjang gelombang ini menentukan kemampuan penetrasi gelombang untuk sampai ke permukaan bumi dengan mempertimbangkan faktor atmosfir dan vegetasi (tutupan lahan). Berdasarkan hasil beberapa penelitian, radar dengan panjang gelombang pendek (X-band dan C-band) lebih rentan terhadap kondisi atmosfir (komponen uap air mempengaruhi cepat rambat gelombang elektromagnetik) dan kanopi vegetasi, dibandingkan dengan L-band.

Page 142: Senarai Teknologi untuk Bangsa

129Mitigasi Bencana

Sampai tahun 2010 ada sekitar 15 sistem satelit radar yang memantau permukaan bumi, misalnya satelit ERS (European Remote-sensing Satellite) menggunakan C-band, ENVISAT (European Space Agency Environmental Satellite) menggunakan C-band, RADARSAT (Radar Satellite) menggunakan C-band, ALOS (Advanced Land Observing Satellite) dengan sensor PALSAR (the Phased Array Type L-band Synthetic Aperture Radar) menggunakan L-band, TerraSAR yang menggunakan X-band, dan lain sebagainya. Konfigurasi teknik InSAR dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2: Konfigurasi Teknik InSAR

InSAR untuk Pemantauan Gunung ApiPemantauan perubahan permukaan dilakukan dengan pengamatan episodik, yang artinya membutuhkan dua atau lebih citra radar dari waktu yang berbeda. Dengan memanfaatkan sifat koherensi gelombang radar, perubahan permukaan akibat perubahan tutupan lahan atau perubahan bentuk geometri dapat dipantau.

Dengan mengolah data radar suatu wilayah yang mencakup sebuah gunung api, misalnya yang diamati oleh ALOS-PALSAR pada satu waktu (epoch) tertentu misalnya sebelum terjadi letusan, akan diperoleh sebuah citra (image) radar yang mengandung informasi amplitudo (menggambarkan relief permukaan) dan fasa gelombang wilayah tersebut. Apabila gunung api tersebut diamati lagi pada waktu menjelang ataupun sesudah letusan, maka deformasi gunung api dapat dideteksi dengan menganalisis interferogram yang dihasilkan dengan teknik interferometri dari informasi fasa dari dua citra radar tersebut. Deformasi gunung api akan ditampilkan dalam bentuk lingkar warna (fringes) konsentrik dan merepresentasikan adanya inflasi (menggembung) atau deflasi (menyusut) permukaan.

Page 143: Senarai Teknologi untuk Bangsa

130 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

Salah satu perilaku gunung api sebelum meletus adalah terjadinya inflasi permukaan terkait dengan desakan magma dan kemudian terjadi deflasi permukaan setelah letusan yang terkait dengan keluarnya material dari gunung api. Fenomena inflasi-deflasi ini dideteksi melalui interferogram data PALSAR untuk Gunung Ibu di Maluku Utara yang mengalami periode meletus pada bulan Maret 2008. Tetapi data PALSAR sudah mendeteksi adanya inflasi permukaan sejak bulan Oktober 2007 dan selanjutnya melalui pengamatan episodik, pola inflasi-deflasi terkait letusan Gunung Ibu terlihat dari interferogram data PALSAR (Gambar 3).

Selain deformasi permukaan, aplikasi lain dari teknik InSAR dalam studi kegunungapian adalah kemampuan untuk mengenali permukaan yang terkena dampak letusan melalui analisis tingkat koherensi antara data radar sebelum dan sesudah letusan. Akibat material letusan, daerah yang terkena dampak akan memberikan sinyal koherensi yang rendah dibandingkan dengan daerah lain yang tidak terkena dampak. Hal ini bisa dilihat dengan jelas untuk daerah sekitar Gunung Egon, Nusa Tenggara Timur yang meletus pada tanggal 15 April 2008 (Gambar 4).

Berdasarkan kemampuan teknik interferometri ini, sistem pemantauan gunung api di Indonesia dapat menggunakan data satelit radar untuk memperkuat analisis kondisi sebuah gunung api. Dengan mengamati deformasi permukaan (siklus inflasi-deflasi) suatu gunung api maka tindakan untuk mitigasi bencana gunung api dapat lebih akurat dan terukur. Keunggulan lain adalah kemampuan metode inderaja untuk menjangkau daerah-daerah terpencil (utamanya bagian timur Indonesia) sehingga sangat membantu dalam penyediaan informasi awal kondisi sebuah gunung api.

Gambar 3: Interferogram, profil topografi serta periode deformasi Gunung Ibu dari Agustus 2007 – Juli 2008.

Page 144: Senarai Teknologi untuk Bangsa

131Mitigasi Bencana

Daerah permukaan terdampak letusan Gunung Egon dari koherensi dua data PALSAR

Page 145: Senarai Teknologi untuk Bangsa

132

MENGENDALIKAN SEMBURAN GAS LIAR DI PRABUMULIH

Djoko NugrohoL. Sumargana

Pendahuluan

Kemunculan gas liar di sekitar Lapangan Sumur Gas Merbau, Pertamina EP, memerlukan upaya penanggulangan. Salah satu upayanya adalah dengan membuat sumur venting untuk melepaskan

gas yang berada di bawah permukaan, sehingga tekanan gas pada lubang semburan atau crater berkurang. Perlu diketahui, lokasi sumur gas adalah di daerah Prabumulih, yang dapat dicapai dengan perjalanan darat selama 2,5 jam dari Palembang ke arah utara.

Lubang semburan tersebut muncul tentunya diakibatkan adanya struktur geologi dan keberadaan gas tersebut dalam formasi. Dengan demikian dalam menentukan titik venting tersebut diperlukan gambaran bawah permukaan yang dapat menunjukkan struktur geologi yang mengontrol venting dan keberadaan gas itu sendiri.

Untuk mendapatkan gambaran kondisi bawah permukaan tersebut dengan parameter kemunculan gas liar tersebut, maka digunakan metode geolistrik tahanan jenis 2 dimensi (2D). Dengan metode ini dapat diketahui letak posisi (X,Y) dan kedalaman (Z) dari struktur lubang semburan atau crater tersebut di bawah pemukaan tanah dari titik pendugaan berdasarkan harga tahanan jenis yang diperoleh.

Tahanan jenis formasi batuan mempunyai jangkauan harga yang bervariasi, tergantung kepada jenis material, densitas, porositas, permeabilitas, ukuran dan bentuk pori, kandungan dan kualitas air, temperatur, dan proses-proses geologi yang terjadi. Beberapa jenis batuan mempunyai jangkauan harga tahanan jenis tertentu. Jangkauan harga tahanan jenis tersebut ada yang tumpang tindih antara satu jenis batuan dengan jenis batuan lainnya, sehingga akan menyulitkan identifikasi batuan hanya berdasarkan harga tahanan jenisnya. Jangkauan harga tahanan jenis tersebut selain refleksi dari tekstur batuan juga merupakan akibat dari proses-proses geologi (Telford, 1982).

Page 146: Senarai Teknologi untuk Bangsa

133Mitigasi Bencana

Prinsip dan Metoda GeolistrikPrinsip pengukuran dalam metoda tahanan jenis adalah dengan menginjeksikan arus listrik (dalam satuan mA) ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial yang terjadi (dalam satuan mV) diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi nilai tahanan jenis (p) masing-masing lapisan di bawah titik ukur dalam satuan ohm-meter.

Ada beberapa variasi cara penempatan elektroda arus A dan B dan elektroda potensial P1 dan P2, tetapi variasi yang umum digunakan dalam pendugaan geolistrik cara tahanan jenis adalah susunan elektroda simetri misalnya konfigurasi Schlumberger, Wenner dan Dipole-dipole. Konfigurasi elektroda Dipole-dipole dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Konfigurasi Elektroda Dipole-dipole

Pelaksanaan pengukuran di lapangan dimulai dengan interpretasi lapangan, dengan tujuan menentukan bentangan maksimal dan menentukan tipe kurva lapangan. Selanjutnya adalah interpretasi pendahuluan dengan tujuan menentukan harga tahanan jenis dan kedalaman masing-masing lapisan dengan menggunakan kurva standar dan kurva bantu. Baru setelah itu adalah interpretasi dengan keadaan geologi daerah penelitian.

Kondisi di lapangan sangat menentukan panjang lintasan dan kelurusan dari bentangan kabel yang akan dibentangkan. Kemudian bentangan kabel itu sendiri akan menentukan kedalaman atau penetrasi data bawah permukaan yang diperoleh. Semakin panjang bentangan, maka penetrasi semakin dalam. Namun akurasi data semakin rendah. Sebaliknya, bila bentangan semakin pendek, penetrasi semakin dangkal, maka datanya semakin lebih akurat.

Untuk rencana pengambilan data di daerah ini telah dibuat rencana lintasan sebanyak 30 lintasan bentangan utara–selatan dengan jarak antar lintasan 10 meter yang mencakup area sumur Merbau dan lubang semburan (crater) yang muncul di sekitarnya, dengan skenario bentangan 350 meter

Page 147: Senarai Teknologi untuk Bangsa

134 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

dan penetrasi 75 m. Modifikasi lintasan dilakukan karena kondisi dan aktifitas penanganan penanganan semburan di lubang semburan MBU 01. Ilustrasi lintasan Geolistrik 2D dapat dilihat pada Gambar 2. Adapun peralatan yang digunakan dalam pengidentifikasian struktur geologi mencakup: (i) geolistrik OYO McOhm Mark II, (ii) multielectrode peripheral, (iii) elektroda besi (36 batang), (iv) kabel multielektroda (panjang 350 m), (v) notebook Toshiba Satellite, (vi) Global Positioning System (GPS) Garmin, dan (vii) altimeter.

Gambar 2. Lintasan geolistrik 2D, dimana pada area lubang semburan atau crater 1, jarak antar lintasan menjadi jarang karena aktivitas penanganan crater yang tinggi

Hasil Survey GeolistrikData mentah hasil pengukuran geolistrik 2D yang diperoleh di lapangan, sebelum diolah terlebih dahulu dikoreksi data kurva dan smoothing dengan menggunakan perangkat lunak D-plot. Lonjakan data yang naik atau turun tidak terpola harus di-edit terlebih dahulu, bahkan dapat dihilangkan karena dianggap data yang tidak benar (noise).

Data harga tahanan jenis semu yang diperoleh dapat digambarkan sebagai penampang melintang dengan sebaran harga tahanan jenis semu terhadap kedalaman. Data inilah yang diperlukan untuk pengolahan selanjutnya, yakni pemodelan secara inversi dengan perangkat lunak Res2Dinv, sehingga akan diperoleh nilai tahanan jenis sebenarnya yang identik dengan kondisi sebaran sifat fisik batuan atau struktur di bawah permukaan.

Pengolahan data geolistrik 2D tersebut memasukkan pula kondisi topografi lintasan pengukuran setempat dan hasil kalibrasi batuan setempat, sehingga penampang tahanan jenis yang diperoleh lebih mencerminkan kondisi sebenarnya. Untuk mengoreksi kondisi topografi digunakan peta

Page 148: Senarai Teknologi untuk Bangsa

135Mitigasi Bencana

topografi dan dikombinasikan dengan data elevasi yang dihasilkan oleh GPS .

Penafsiran terdapatnya rekahan/sesar atau lubang semburan atau crater dapat ditarik dari penampang silang geolistrik 2D yang sudah diolah. Kemudian untuk melihat kondisi bawah permukaan secara keseluruhan area penelitian, maka dilakukan pemodelan 3D dari seluruh data 2D yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak Rockware. Pada blok diagram yang dibangun, diletakkan data posisi lubang semburan atau crater yang muncul di lapangan dalam area penelitian. Hal ini dilakukan untuk menafsirkan kondisi geologi yang mengontrol terbentuknya lubang semburan atau crater.

Pengolahan data dilakukan pada 30 lintasan geolistrik. Data yang terekam berupa nilai tahanan jenis; yang menunjukkan adanya pengaruh kondisi bawah permukaan yang sangat dikontrol oleh struktur patahan atau rekahan. Hal ini diindikasikan dengan naiknya nilai tahanan secara sangat kontras dan memiliki kecenderungan pada suatu level kedalaman yang sama. Lokasi ini tersusun oleh batuan sedimen (batu lempung, batu lanau, dan batu pasir tufaan dengan sisipan batubara) dan Formasi Muara Enim dengan kemiringan lapisan yang relatif kecil (9-100). Dari perubahan secara lateral tersebut dapat diprediksi sebagai suatu indikasi adanya pengaruh sesar atau adanya pengaruh pengisian gas pada formasi. Selain itu, beberapa lintasan menunjukkan adanya pengaruh struktur lipatan antiklin sesuai dengan kondisi geologi regional.

Pengolahan data juga sudah memperhitungkan koreksi topografi berdasarkan pengambilan data posisi lintasan GL2D di lapangan dengan menggunakan GPS. Contoh keluaran hasil pegolahan data geolistrik 2D dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil pengolahan data geolistrik tiap lintasan yang telah dikoreksti topografi dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 3. Contoh hasil pengolahan data GL2D pada lintasan MBG19, 10 meter ke arah barat dari crater 1.

Page 149: Senarai Teknologi untuk Bangsa

136 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

Gambar 4. Hasil pengolahan untuk penampang MBG01 – 15. Posisi crater yang melewati area ini terletak pada c2,3 dan c6

Gambar 5. Hasil pengolahan untuk penampang MBG16-30. Posisi crater yang melewati area ini berada pada posisi c5-6

dan c1 (crater terbesar)

Pengolahan data geolistrik 3D atau pembuatan blok diagram dilakukan dengan memasukan nilai tahanan jenis sebenarnya (true resistivity) dari keluaran pengolahan tahanan jenis 2D. Blok diagram yang terbentuk akan diiris berdasarkan kedalaman-kedalaman tertentu sebagai irisan isoresistivitas, untuk melihat perbedaan atau perkembangan yang terjadi dari penyebaran sifat resistivitas tiap kedalaman tertentu.

Pada blok diagram ini juga diletakkan titik lubang semburan atau crater yang disebut (C1, C2 dan seterusnya), untuk membantu menafsirkan kondisi geologi yang ada, sehingga fenomena tersebut muncul. Hasil pengolahan 3D dengan irisan kedalaman (isoresistivitas) dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 150: Senarai Teknologi untuk Bangsa

137Mitigasi Bencana

Gambar 6. Urutan isoresistivitas dari kedalaman 42 sampai 130 m di atas permukaan laut. Pada isoresistivitas 40 – 90 m dpl, terlihat adanya pola kelurusan

yang diduga sebagai struktur sesar (garis merah putus-putus)

Penafsiran & Tindak LanjutPada peta geologi regional, lokasi penelitian berada tepat pada lipatan antiklin menunjam. Puncak dari antiklin tersebut tercermin pada penampang silang geolistrik 2D seperti pada Gambar 7. Beberapa penampang silang lainnya struktur antiklin ini diduga terganggu oleh struktur patahan, sehingga kontinyuitas lapisan mengalami offset atau putus.

Gambar 7. Penampang silang resistivitas MBG27, menunjukkan adanya struktur antiklin.

Page 151: Senarai Teknologi untuk Bangsa

138 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

Pada blok diagram juga terlihat adanya kelurusan-kelurusan yang menunjukkan adanya struktur-struktur patahan yang mengontrol daerah ini, yang memotong sejajar dengan sumbu antiklin yang berorientasi arah barat – timur (Gambar 6). Struktur patahan barat-timur ini pun mengalami offset relatif utara-selatan yang diakibatkan adanya struktur sesar mendatar dextral (searah jarum jam). Kelurusan inipun ditunjukkan dengan adanya kemunculan lubang semburan atau crater.

Hasil plot posisi lubang semburan atau crater pada blok 3D maupun penampang 2D, terdapat pada kisaran resistivitas < 70 ohm-meter (warna biru) yang mengalami pola penyempitan. Pada lokasi lubang semburan atau crater 1, menunjukkan pola konvergensi atau penyempitan dari arah barat ke arah timur dan dari bawah ke atas, yang ditunjukkan dengan perubahan nilai resistivitas rendah menjadi tingi yang kontras. Dengan asumsi tersebut, maka diduga massa campuran gas dan air bergerak dari barat ke timur menuju lubang semburan atau crater 1; untuk itu maka dapat dilakukan pembuatan venting sebelum lintasan MBG19 atau di antara MBG17-MBG19.

Gambar 11. Area venting 1 dan 2 , serta perkembangan struktur sesar yang berkembang di daerah MBU01 dan sekitarnya

Sementara massa campuran gas dan air yang bergerak ke timur diduga tertahan oleh adanya penghalang (barrier), yang ditunjukkan oleh nilai resistivitas tinggi dan mulai terlihat dari slide isoresistivitas level kedalaman 80 sampai dengan 100 m dpl. Namun tidak tertutup kemungkinan pergerakan massa dari timur ke barat yang ditunjukkan level kedalaman

Page 152: Senarai Teknologi untuk Bangsa

139Mitigasi Bencana

pada isoresisitivitas level kedalaman 55–60 atau 70 m dpl dapat terjadi. Lapisan impermeabel tipis sangat mungkin terdapat pada kelompok lapisan impermeabel 1 dan 2 pada pembagian kisaran nilai tahan jenis kedalam sifat permeabilitas.

Maka untuk mengurangi semburan disarankan untuk melakukan venting seperti terlihat pada Gambar 11, dengan kedalaman antara 30–50 meter. Rencana pemboran untuk pembuatan venting 7, 8 dan 9, sudah sesuai dengan upaya “menghadang” pergerakan massa campuran gas dan air, dimana sumur tersebut akan memotong kedua kontak kontras nilai resistivitas rendah dan tinggi.

Daftar Pustaka

______, Peta geologi regional lembar Lahat, P3G, 1 : 250.000.Erdelyi, M., Galfi, J., 1988, Surface and Subsurface Mapping In Hydrogeology, John Wiley Sons, Akademia Kiado, Budapest. Reynolds, J; 1997, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley & Sons, IncTelford, W., and Sheriff, 1982, Applied Geophysics, Cambridge University Press, CambridgeLoke, M,H; 2000; Electrical imaging surveys for environmental and engineering studies, A practical guide to 2-D and 3-D surveys.

Page 153: Senarai Teknologi untuk Bangsa

140 SENARAI TEKNOLOGI: Inventaris dan Valuasi Sumber Daya Alam

Page 154: Senarai Teknologi untuk Bangsa

SURVEI KEBUMIAN

Page 155: Senarai Teknologi untuk Bangsa
Page 156: Senarai Teknologi untuk Bangsa

143

AKUNTANSI SUMBERDAYA TAMBANG PROVINSI PAPUA

Rony Bishry Awal Subandar

Pendahuluan

Provinsi Papua, yang terletak di ujung paling timur Indonesia, merupakan provinsi terluas. Luas daratannya sekitar 414.800 km2, lalu luas laut 228.000 km2, dan panjang garis pantai 3.720 km.

Bentang alam pada wilayah nan luas tersebut juga sangat bervariasi, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Bahkan puncak gunung tertinggi di Indonesia (5.500 m di atas permukaan laut) dan senantiasa tertutup salju terdapat di Provinsi Papua. Rangkaian bentang alam yang variatif tersebut sangat kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam terbarukan (seperti sumberdaya hutan, air, perikanan, dan keragaman hayati) dan nir-terbarukan (seperti sumberdaya mineral, minyak, dan gas).

Dengan potensi sumberdaya alam yang sedemikian berlimpah, tidaklah mengherankan bila perekonomian Provinsi Papua didominasi oleh sektor ekstraksi sumberdaya alam. Pola ini belum menunjukkan tanda-tanda kecenderungan menurun dalam 1 dekade terakhir, bahkan cenderung meningkat. Pada tahun 1995, nilai PDRB Provinsi Papua tercatat Rp 7,01 triliun, dimana sektor pertambangan dan penggalian merupakan penyumbang utama. Nilai PDRB tersebut meningkat menjadi Rp 20,71 triliun pada tahun 2000, dan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian mencapai 62,84% atau setara Rp 13,01 triliun. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian meningkat lagi menjadi 64,5% (Rp. 14,34 triliun) dari nilai PDRB Provinsi Papua tahun 2005 sebesar Rp 22,23 triliun. Tahun 2008/9?

Mengingat potensi sumberdaya alamnya, serta memperhatikan struk-tur perekonomian Provinsi Papua yang masih sangat tergantung kepada esktraksi sumberdaya alam, maka wajib digunakan sikap berhati-hati dan bijaksana dalam pengembangan pola pemanfaatan sumberdaya alam. Dengan kata lain, sumberdaya alam adalah aset penting bagi masa depan Provinsi Papua. Oleh karena itu arah kebijaksanaan pemanfaatan

Page 157: Senarai Teknologi untuk Bangsa

144 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

sumberdaya alam akan sangat menentukan tingkat kesejahteraan moril-materil masyarakat Papua pada masa depan.

Dalam konteks Provinsi Papua, untuk dapat menjaga tingkat pemanfaatan sumberdaya alam di era otonomi daerah, khususnya sektor pertambangan, maka diperlukan suatu sistem perhitungan neraca sumberdaya alam yang dapat dijadikan dasar dalam proses perencanaan pemanfaatannya. Melalui sistem perhitungan ini Pemerintah Provinsi Papua dapat secara berkala menghitung potensi manfaat dan alternatif pemanfaatan sumberdaya pertambangan daerah. Perhitungan ini dimaksudkan untuk menghitung stok sumberdaya pertambangan di awal dan akhir waktu perhitungan. Melalui pembandingan stok akhir terhadap stok awal maka akan terlihat tingkat dan pola penggunaan sumberdaya alam sektor pertambangan serta indikator masa produktif sumberdaya tersebut.

Unit Rent Sumberdaya TambangMetode yang digunakan dalam perhitungan akuntansi SDA tambang sama seperti halnya yang dilakukan untuk akuntansi biasa. Yang membedakan adalah teknik untuk mengestimasi nilai moneter setiap SDA tambang, yang mana dalam tulisan ini dikhususkan pada tembaga, emas, dan perak.

Untuk mengestimasi nilai moneter tersebut digunakan “net rent”. Nilai net rent diperoleh dari selisih antara harga dengan biaya rata-rata ekstraksi plus keuntungan wajar. Harga yang digunakan menggunakan harga internasional, yang tentunya akan berfluktuasi mengikuti dinamika pasar. Sedangkan besaran biaya ekstraksi akan disesuaikan dengan menggunakan Gross Domestic Product (GDP) deflator.

Dengan menggunakan metode di atas, maka dapat diperoleh unit rent masing-masing komoditas yang ditelaah. Nilai unit rent untuk tembaga di-sajikan pada Tabel 1, kemudian emas pada Tabel 2, dan perak pada Tabel 3.

Tabel 1. Hasil Perhitungan Unit Rent Mineral Logam Tembaga

2002 2003 2004 2005 2006 2007

1. Harga per ton (USD) 1.606,20 1.820,00 2.862,10 3.677,50 1371,08 1507,28

2. Biaya produksi per ton (USD) 272,50 277,50 283,30 294,70 306,40 318,14

3. Unit rent per ton (USD) 1.333,70 1.542,40 2.580,10 3.382,90 1064,68 1189,14

Page 158: Senarai Teknologi untuk Bangsa

145SURVEI KEBUMIAN

Tabel 2. Hasil Perhitungan Unit Rent Mineral Logam Emas

2002 2003 2004 2005 2006 2007

1. Harga per oz (USD) 309,97 363,50 410 444,80 566,50 680,70

2. Biaya produksi per oz (USD) 257,90 262,60 268,10 278,80 289,50 300,30

3. Unit rent per oz (USD) 52,10 100,90 141,90 165,90 277 380,50

Tabel 3. Hasil Perhitungan Unit Rent Mineral Logam Perak

2004 2005 2006 2007

1. Harga per oz (USD) 4,63 4,91 6,46 7,29

2. Biaya produksi per oz (USD) 3,15 3,34 4,39 4,60

3. Unit rent per oz (USD) 1,48 1,57 2,07 2,69

Neraca Fisik dan MoneterMenyusul hasil perhitungan unit rent, maka tahapan selanjutnya adalah penyusunan akuntansi sumberdaya tambang untuk masing-masing komoditas. Perlu pula kiranya disampaikan bahwa akuntansi sumberdaya tambang terdiri dari neraca fisik dan moneter. Neraca fisik memuat jumlah fisik suatu komoditas dalam suatu tahun pembukuan. Kemudian, jumlah fisik tadi diberi nilai moneter (dikalikan dengan unit rent) dan dicantumkan dalam neraca moneter. Penyajian neraca fisik dan moneter diurutkan sesuai volume ekstraksi.

● MineralLogamTembaga Berdasarkan neraca fisik sumberdaya alam tembaga dalam kurun waktu

2002-2007, jumlah stok cadangan terbukti dan potensial cenderung terus meningkat, meskipun pada tahun 2007 terlihat menurun. Jumlah cadangan pada tahun 2002 adalah sebesar 23,8 juta ton dan pada tahun 2007 sebesar 24,8 juta ton. Berbeda dengan jumlah cadangannya, tingkat pengambilan (produksi) mineral tembaga cenderung menurun dari tahun 2002 sampai 2004 berturut-turut adalah sebesar 834,2 ribu ton, 690,8 ibu ton, 498,7 ribu ton. Pada tahun 2007 tingkat pengambilan meningkat menjadi 766,7 ribu ton yang kemudian berangsur-angsur menurun pada tahun selanjutnya. Pengambilan terendah adalah pada tahun 2004. Lebih jelasnya neraca fisik sumberdaya alam tembaga (copper) dapat dilihat pada Tabel 4.

Nilai moneter sumberdaya alam tembaga sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga tembaga di pasar internasional selama kurun waktu

Page 159: Senarai Teknologi untuk Bangsa

146 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

2002 – 2005 yang terus meningkat. Harga tembaga telah mencapai dua kali lipat pada tahun 2005 dibanding tahun 2002. Setelah tahun 2005 harga tembaga dipasar internasional anjlok dibawah harga tahun 2002. Kenaikan harga tersebut mengakibatkan nilai unit rent tembaga juga meningkat. Harga rata-rata per ton tembaga pada tahun 2002 adalah USD 1.606,2 USD dan terus meningkat menjadi USD 1.820 pada tahun 2003, 2.862 USD pada tahun 2004, dan sebesar 3.677,5 USD pada tahun 2005. Dengan demikian economic rent dari jumlah produksi juga meningkat lebih dari dua kali lipatnya pada tahun 2005, yaitu sebesar USD 2,6 miliar dari USD 1,1 miliar pada tahun 2002. Peningkatan harga juga berpengaruh pada nilai moneter stok akhir yang mencapi 2,6 kali lipatnya pada tahun 2005. Namun seiring dengan harga tembaga yang turun drastis pada tahun 2006 dan tahun 2007 maka nilai stok akhir pada tahun tersebut berturut-turut turun menjadi 22,5 miliar dolar Amerika dan 23,7 miliar dolar Amerika. Neraca fisik dan moneter sumberdaya alam mineral logam tembaga pada tahun 2002 – 2007 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Neraca Fisik dan Moneter Sumberdaya Alam Mineral Logam Tembaga

PERINCIAN 2002 2003 2004 2005 2006 2007I. NERACA FISIK (ribu unit) 1. Stok Awal 23.835,0 24.198.200 24.697.600 25.514.800 25.696.400 24.879.200 2. Penambahan/Revisi 1.197,4 1.190.200 1.315.964 948.361 (1.362.545) 1.475.400 3. Pengambilan (834,2) (690,8) (498,7) (766,7) (545,3) (522,0)4. Perubahan Netto 363,2 499,4 817,2 181,6 (1.907,9) 953,45. Stok Akhir 24.198,2 24.697,6 25.514,8 25.696,4 24.879,2 23.925,8

II. PERHITUNGAN UNIT RENT 1. Harga Per Unit ton (USD) 1.606,20 1.820,00 2.862,10 3.677,50 1371,08 1507,282. Biaya Produksi Per Unit ton (USD) 272,5 277,5 283,3 294,7 306,4 318,14001863. Unit Rent/ton (USD) 1.333,70 1.542,40 2.580,10 3.382,90 1064,68 1189,139981 III. NERACA MONETER (juta USD) 1. Stok Awal 32.405,9 32.272,6 38.094,5 65.830,9 83.524,4 22.503,82. Penambahan/Revisi 1.596,9 1.835,8 3.395,3 3.208,2 (1.450.7) 1.754,43. Deplesi (1.112,5) (1.065,5) (1.286,8) (2.593,8) (580,6) (620,7)4. Perubahan Netto 484,4 770,3 2.108,5 614,3 (2.031,3) 1.133,7 5. Revaluasi (617,6) 5.051,6 25.627,9 20.482,3 (59.569,9) 292,1 6. Stok Akhir 32.272,6 38.094,5 65.830,9 86.927,6 22.503,8 23.929,6

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 160: Senarai Teknologi untuk Bangsa

147SURVEI KEBUMIAN

● MineralLogamEmas Sumberdaya alam emas merupakan sumberdaya tambang di Provinsi

Papua yang memiliki nilai dan cadangan yang sangat besar. Berdasarkan neraca fisik, jumlah stok cadangan terbukti dan potensiall diketahui pada tahun 2002 sampai 2007 masing-masing adalah sebesar 64,5 juta oz, 62,6 juta oz, 60,4 juta oz, 61 juta oz, 58 juta oz, dan 52 juta oz (1 oz lebih kurang 28 gram). Dari data tersebut terlihat jumlah stok mineral logam emas cenderung menurun. Tingkat pengambilan (produksi) yang dilakukan PT. Freeport pada Tahun 2002 sampai 2005 rata-rata sebesar 2,7 juta oz mengakibatkan turunnya jumlah stok akhir dari 62 juta oz pada tahun 2002 menjadi 58 juta oz pada tahun 2005. Pada tahun 2006 tingkat pengambilan lebih rendah dibanding tahun sebelumnya meskipun pada tahun 2007 jumlah tingkat pengambilan kembali meningkat, yaitu sebesar 2,6 juta oz. Lebih jelasnya neraca fisik sumberdaya alam emas dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah.

Tabel 5. Neraca Fisik dan Moneter Sumberdaya Alam Mineral Logam Emas

PERINCIAN 2002 2003 2004 2005 2006 2007I. NERACA FISIK (unit ribu oz) 1. Stok Awal 64.500.000 62.600.000 60.400.000 61.000.000 58.000.000 52.000.000

2. Penambahan/revisi 1.038.800 963.900 2.136.600 439.600 (4.176.000) 3.208.000

3. Pengambilan (2.938.800) (3.163.900) (1.536.600) (3.439.600) (1.824.000) (2.608.000)

4. Perubahan netto (1.900.000) (2.200.000) 600.000 (3.000.000) (6.000.000) 600.000

5. Stok Akhir 62.600.000 60.400.000 61.000.000 58.000.000 52.000.000 52.600.000

II. PERHITUNGAN UNIT RENT

1. Harga Per Unit oz (USD) 309,97 363,5 410 444,8 566,5 680,7

2. Biaya Produksi Per Unit oz (USD) 257,9 262,6 268,1 278,8 289,5 300,3

3. Unit Rent Per oz (USD) 52,1 100,9 141,9 165,9 277,0 380,5

III. NERACA MONETER (Juta USD)

1. Stok Awal 1.115,7 3.261,1 6.095,9 8.656,9 9.624,7 8.584,8

2. Penambahan/Revisi 54,1 97,2 303,2 72,9 (1.156,6) 1.220,6

3. Deplesi/Pengambilan (153,0) (319,3) (218,1) (570,7) (505,2) (992,3)

4. Perubahan Netto 207,2 416,6 521,3 643,7 (1.661,9) 228,3

5. Revaluasi 2.244,3 3.056,8 2.475,8 1.465,6 621,9 5.382,3

6. Stok Akhir 3.261,1 6.095,9 8.656,9 9.624,7 8.584,8 14.195,4

Sumber: Hasil Perhitungan

Seperti halnya nilai tembaga, nilai moneter sumberdaya alam emas sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga emas di pasar internasional. Selama kurun waktu 2002 – 2007 harga emas terus meningkat dan

Page 161: Senarai Teknologi untuk Bangsa

148 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

besarnya mencapai 220% pada tahun 2007. Harga per oz emas pada tahun 2002 adalah USD 310, dan pada tahun 2005 sebesar USD 445, tahun 2006 sebesar USD 566 dan tahun 2007 USD 680 . Hal tersebut mengakibatkan nilai unit rent emas juga meningkat. Dengan demikian economic rent dari jumlah produksi pada Tahun 2002 – 2007 berturut-turut sebesar USD 153 juta, USD 319 juta, USD 218 juta, USD 570 juta, USD 505 juta, dan USD 992 juta. Sementara jika berdasarkan nilai stok akhir dari tahun 2002 – 2007 nilainya meningkat lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2005 dibanding tahun 2002 dan lebih dari 4 kali lipatnya pada tahun 2007. Meningkatnya nilai moneter stok akhir selain dipengaruhi oleh peningkatan harga emas di pasar internasional namun juga disebabkan biaya produksi yang relatif tidak berubah selama kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, meskipun jumlah stok fisik menurun, namun dari sisi moneter justru meningkat nilainya. Neraca moneter sumberdaya alam emas pada tahun 2002 – 2007 dapat dilihat pada Tabel 5 tersebut.

● MineralLogamPerak Berdasarkan neraca fisik jumlah stok cadangan terbukti dan potensiall

sumberdaya alam perak lebih besar dibandingkan stok cadangan sumberdaya alam emas. Jumlah stok pada tahun 2002 sampai 2005 masing-masing adalah sebesar 151 juta oz, 147,6 juta oz, 159,4 juta oz, dan 174,5 juta oz. Tingkat pengambilan (produksi) yang dilakukan PT. Freeport pada Tahun 2002 sampai 2005 rata-rata sebesar 5 juta oz. Tingkat pengambilan tersebut tidak mengakibatkan jumlah cadangan menurun namun sebaliknya jumlah cadangan akhir pada tahun 2005 lebih besar dari tahun sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah cadangan baru atau akibat revisi data cadangan yang ditemukan. Neraca mineral logam perak hanya dapat diperhitungkan sampai tahun 2005, meskipun stok tahun 2006 diketahui sebesar stok akhir tahun 2005, disebabkan tidak adanya data mengenai penambangan perak oleh PT. Freeport meskipun jika dilihat dari segi cadangan sangat besar. Lebih jelasnya neraca fisik sumberdaya alam perak tahun 2002 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 5 tersebut.

Seperti halnya nilai tembaga dan emas, nilai moneter sumberdaya alam perak turut pula dipengaruhi oleh pergerakan harga perak di pasar internasional. Selama kurun waktu 2002 – 2005, harga perak terus meningkat dan besarnya mencapai 57%. Harga per oz perak pada tahun 2002 adalah USD 4,63, dan pada tahun 2005 sebesar USD 7,29. Meningkatnya harga perak tersebut mengakibatkan nilai unit rent juga

Page 162: Senarai Teknologi untuk Bangsa

149SURVEI KEBUMIAN

meningkat. Dengan demikian economic rent dari jumlah produksi pada tahun 2002 – 2005 berturut-turut sebesar USD 7,2 juta, USD 7,8 juta, USD 8 juta dan USD 15,5 juta. Sementara jika berdasarkan nilai stok akhir dari tahun 2002 – 2005 nilainya meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2005 dibanding tahun 2002. Meningkatnya nilai moneter stok akhir selain dipengaruhi oleh peningkatan harga perak di pasar internasional namun juga disebabkan oleh biaya produksi yang relatif stabil. Neraca moneter sumberdaya alam perak pada tahun 2002 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Neraca Fisik dan Meneter Sumberdaya Alam MineralLogamPerak

PERINCIAN 2002 2003 2004 2005

I. NERACA FISIK (Unit ribu oz) 1. Stok Awal 151.600,0 147.600,0 159.400,0 174.500,02. Penambahan/revisi 922,9 16.778,6 18.973,8 12.091,43. Pengambilan (4.922,9) (4.978,6) (3.873,8) (5.791,4)4. Perubahan netto (4.000,0) 11.800,0 15.100,0 6.300,0 5. Stok Akhir 147.600,0 159.400,0 174.500,0 180.800,0 II. PERHITUNGAN UNIT RENT 1. Harga per Unit (Ozs USD) 4,63 4,91 6,46 7,292. Biaya Produksi per Unit Ozs (USD) 3,15 3,34 4,39 4,603. Unit Rent per Ozs (USD) 1,48 1,57 2,07 2,69 III. NERACA MONETER (juta USD) 1. Stok Awal 212,9 218,7 250,6 360,9 2. Penambahan/Revisi 1,3 26,3 39,2 32,5 3. Deplesi (7,3) (7,8) (8,0) (15,5)4. Perubahan Netto 8,6 34,2 47,2 48,0 5. Revaluasi 11,8 13,3 79,1 108,2 6. Stok Akhir 218,8 250,6 360,9 486,1

Sumber: Hasil Perhitungan

KesimpulanEconomic rent tembaga meningkat lebih dari dua kali lipatnya pada tahun 2005, yaitu sebesar USD 2,6 miliar dibandingkan dengan USD 1,1 miliar pada tahun 2002. Peningkatan harga juga berpengaruh pada nilai moneter stok akhir yang mencapai 2,6 kali lipatnya pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2002. Namun seiring dengan harga tembaga yang turun drastis pada tahun 2006 dan tahun 2007 maka nilai moneter akhir pada tahun tersebut berturut-turut turun menjadi 22,5 miliar dolar Amerika pada tahun 2006 dan 23,7 miliar dolar Amerika pada tahun 2007.

Page 163: Senarai Teknologi untuk Bangsa

150 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Dengan demikian economic rent emas dari jumlah produksi pada Tahun 2002 – 2007 berturut-turut sebesar USD 153 juta, USD 319 juta, USD 218 juta, USD 570 juta, USD 505 juta, dan USD 992 juta. Sementara jika berdasarkan nilai stok akhir dari tahun 2002 – 2007 nilainya meningkat lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2005 dibanding tahun 2002 dan lebih dari 4 kali lipatnya pada tahun 2007. Meningkatnya nilai moneter stok akhir selain dipengaruhi oleh peningkatan harga emas dipasar internasional namun juga disebabkan biaya produksi yang relatif tidak berubah selama kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, meskipun jumlah stok fisik menurun, namun dari sisi moneter justru meningkat nilainya.

Seperti halnya nilai tembaga dan emas, nilai moneter sumberdaya alam perak turut pula dipengaruhi oleh pergerakan harga perak di pasar internasional. Selama kurun waktu 2002 – 2005, harga perak terus meningkat dan besarnya mencapai 57%. Harga per oz perak pada tahun 2002 adalah USD 4,63, dan pada tahun 2005 sebesar USD 7,29. Meningkatnya harga perak tersebut mengakibatkan nilai unit rent juga meningkat. Dengan demikian economic rent dari jumlah produksi pada tahun 2002 – 2005 berturut-turut sebesar USD 7,2 juta, USD 7,8 juta, USD 8 juta dan USD 15,5 juta. Sementara jika berdasarkan nilai stok akhir dari tahun 2002 – 2005 nilainya meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2005 dibanding tahun 2002. Meningkatnya nilai moneter stok akhir selain dipengaruhi oleh peningkatan harga perak di pasar internasional namun juga disebabkan oleh biaya produksi yang relatif stabil.

Page 164: Senarai Teknologi untuk Bangsa

151

PENGEMBANGAN JEJARING TRANSPORTASISUMBERDAYAALAM

Awal SubandarMeuthia Djoharin

Tiara Grace

Persoalan dan Akuntansi Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam merupakan aset penting bagi Provinsi Kalimantan Selatan. Roda pembangunan dan perekonomian Kalimantan Selatan digerakkan terutama oleh hasil eksploitasi sumberdaya

alam. Eksploitasi sumberdaya alam, sebagaimana tercermin pada sektor pertambangan dan penggalian, merupakan penyumbang kedua terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Posisi penyumbang utama masih dikuasai oleh sektor pertanian.

Hanya saja belakangan ini terlihat kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, sementara sektor pertambangan dan penggalian justru meningkat. Pada tahun 2005/2006, kontribusi sektor pertanian mencapai level 24,5% dan cenderung menurun menjadi 22,3% sejak tahun 2007 hingga 2009. Sementara di pihak lain, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian justru meningkat. Pada tahun 2005, nilai kontribusinya adalah 20,8%, kemudian mencapai 21,29% pada tahun 2006, dan pada akhir 2009/awal 2010 telah menembus level 22,5%.

Tingkat eksploitasi sumberdaya alam yang terbilang intensif di Kalimantan Selatan, terutama batubara, ternyata kurang membawa dampak positif terhadap masyarakat luas. Dengan kata lain multiplier effect yang ditimbulkan oleh penambangan batubara terbilang kecil. Hal ini terbukit dari banyaknya kantung-kantung kemiskinan di sekitar kawasan pertambangan. Sementara beraneka mobil mewah keluaran terbaru, yang dimiliki oleh para pemain tambang batubara, berseliweran di Banjarmasin dan sekitarnya. Lebih ironis lagi, Banjarmasin sering mengalami mati lampu. Bila ibukota provinsi saja mengalami kendala dalam pemenuhan kebutuhan dasar listrik, lantas bagaimana dengan kabupaten, kecamatan dan desa-desa di pelosok. Media massa lokal ramai mewartakan bahwa 99% batubara dari Bumi Lambung Mangkurat dijual ke luar, dan hanya 1% yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.

Gambaran buruk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam

Page 165: Senarai Teknologi untuk Bangsa

152 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

di Kalimantan Selatan, sebagaimana tercermin pada komoditi batubara, semakin suram bila menilik sistem transportasinya. Mereka yang pernah ke Banjarmasin dan Martapura akan merasakan langsung bagaimana moda pengangkutan batubara menggunakan truk bercampur dengan transportasi umum orang dan barang. Alhasil sejumlah ekses negatif muncul dari penerapan moda pengangkutan batubara seperti ini. Beberapa ekses negatif yang terdeteksi adalah: (i) kemacetan arus lalu-lintas, (ii) kerusakan jalan karena kelebihan muatan, (iii) peningkatan waktu tempuh, (iv) ekonomi biaya tinggi, serta (v) dampak sosial berupa kecelakaan yang mengakibatkan luka/cedera dan kematian.

Dengan demikian, secara keseluruhan gambaran pemanfaatan sumberdaya alam di Kalimantan Selatan kurang menggembirakan. Terlebih lagi sistem pengangkutannya yang tidak efisien (boros), serta menimbulkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang tidak boleh diabaikan. Dalam rangka turut membenahi keadaan di atas, seberapa besar pun kontribusi tersebut, maka PTISDA (BPPT) bekerjasama dengan Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan dan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Kalimantan Selatan melakukan pengkajian bertajuk “Pengembangan Jejaring Transportasi Berbasis Sumberdaya”. Hasil kajian tersebut diuraikan secara ringkas dalam sisa tulisan ini.

Selain itu, kiranya perlu disampaikan bahwa satu kreativitas baru yang dicobakan pada kajian di atas adalah introduksi Natural Resources Accounting (NRA, Akuntansi Sumberdaya Alam) ke dalam perencanaan. Dalam kaitan ini diperkenalkan perhitungan atas dampak yang terkait dengan perencanaan transportasi dan pengembangan wilayah, baik itu dampak terukur (tangibles) maupun tidak terukur (intangibles).

Penyertaan nilai dampak-dampak di atas tentu akan memperkaya proses perencanaan pembangunan pada umumnya, dan khususnya perencanaan pengembangan sistem transportasi alternatif pengangkutan batubara. Selama ini dampak-dampak tersebut, terutama dampak tidak terukur (intangibles), tidak pernah diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan. Informasi dampak yang lengkap diharapkan mampu memberikan gambaran yang komprehensif bagi perencana pembangunan dan pengambil kebijakan. Dengan kata lain, dampak positif dan negatif setiap rencana pembangunan dapat diketahui intensitasnya, dan untuk dampak negatif dapat disiapkan langkah antisipasinya sejak dini.

Page 166: Senarai Teknologi untuk Bangsa

153SURVEI KEBUMIAN

Transportasi Sumberdaya Alam: Kondisi Eksisting, Pengembangan, dan State of the ArtTelah disampaikan di atas bahwa praktek pengangkutan batubara di Kalimantan Selatan tidak efisien. Dalam konteks ekonomi, praktek pengang-kutan batubara dari origins (pusat-pusat produksi/tambang batubara) ke destinations (simpul distribusi seperti Pelabuhan Trisakti) telah menciptakan ekonomi biaya tinggi. Selain biaya transportasi sesungguhnya, dampak-dampak yang ditimbulkan akibat sistem pengangkutan yang tidak efisien tentu menjadi biaya tambahan yang harus diperhitungkan. Sebagian biaya tambahan tersebut ada yang ditanggung oleh perusahaan batubara, sementara bagian lainnya tanpa disadari ditanggung oleh masyarakat.

Setiap sore lebih dari 3000 (baca: tiga ribu) truk batubara ukuran 8 ton memadati jalan raya antara Tapin – Martapura – Banjarbaru – jalan lingkar menuju Pelabuhan Trisakti. Tak urung antrian panjang menghadang seluruh pengguna jalan di sepanjang ruas jalan tersebut, serta ruas jalan alternatif di sekitarnya. Antrian panjang truk batubara mengakibatkan bertambahnya waktu perjalanan yang harus ditempuh oleh pengguna jalan, termasuk truk batubara. Peningkatan ini tentu berimplikasi terhadap usia suku cadang dan truk batubara. Pengusaha batubara seharusnya menanggung biaya yang timbul akibat ketidakefisienan yang terjadi. Sementara itu dampak yang sama yang dialami kendaraan lain (pribadi dan umum), mau tidak mau harus ditanggung oleh masyarakat umum.

Bertambah lamanya waktu perjalanan tentu membawa dampak lain bagi masyarakat. Saat ini, perjalanan darat dari Banjarmasin ke Amuntai (ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara), sebagai contoh, harus ditempuh selama tidak kurang dari 5 jam. Padahal dahulu, menurut kesaksian banyak warga, perjalanan sejauh sekitar 200 km tersebut dapat ditempuh hanya dalam waktu 2-3 jam saja. Peningkatan waktu tempuh tersebut membuat biaya perjalanan masyarakat umum semakin mahal, karena lebih banyak bahan bakar yang harus dikeluarkan, dan belum lagi terbuangnya waktu produktif selama perjalanan tersebut.

Masyarakat umum sesungguhnya masih dibebani lagi oleh biaya lain, yang lazim dikategorikan sebagai biaya sosial. Peningkatan frekuensi lalu-lalang truk batubara jelas memperburuk kualitas udara, karena terjadi peningkatan konsentrasi debu dan gas-gas beracun yang dikeluarkan dari knalpot truk. Kejadian ini berpotensi meningkatkan prevalensi ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan biaya pengobatannya tanpa sadar menjadi beban masyarakat luas. Dalam hal ini pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan lebih besar untuk mengobati warganya yang semakin banyak terkena ISPA.

Page 167: Senarai Teknologi untuk Bangsa

154 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Selain contoh dampak lingkungan di atas, dampak lain yang ditimbulkan adalah potensi peningkatan angka kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan ini tentu mengakibatkan kerugian jiwa dan materi yang harus ditanggung oleh masyarakat umum. Biaya ini bersama beberapa biaya sebelumnya terakumulasi menjadi beban sosial yang harus ditanggung masyarakat.

Memperhatikan ketidakefisienan dalam sistem transportasi batubara, serta implikasi sosial (dan lingkungan) terhadap masyarakat umum, maka perlu dikaji sistem transportasi alternatif. Dalam kaitan ini, sistem transportasi alternatif yang dikaji haruslah lebih efisien, termasuk dampak sosial (dan lingkungan) yang ditimbulkan haruslah lebih rendah dibandingkan sistem transportasi batubara saat ini. Selain itu, sistem transportasi alternatif sebisa mungkin memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh daerah Kalimantan Selatan. Oleh karena itu sistem transportasi alternatif yang potensil dikembangkan untuk pengangkutan batubara adalah sistem transportasi moda kereta api dan air (sungai).

Sementara itu sistem transportasi moda kereta api belum dikembangkan sama sekali, kendati sudah menjadi wacana di tingkat nasional dan provinsi. Lebih jauh lagi, salah satu kajian Japan International Cooperation Agency (JICA) pada akhir tahun 80-an/awal 90-an telah mengupas kemungkinan pengembangan sistem transportasi kereta api Trans-Kalimantan, yang melintasi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Selain itu Kementerian Perhubungan pun telah menyusun master plan pengembangan sistem transportasi kereta api di Kalimantan Selatan. Terlepas dari beberapa kajian dan rencana besar tersebut, ditambah beberapa kajian kecil terpisah, secara singkat dapat disampaikan bahwa semuanya masih sebatas wacana dan belum terlihat rencana implementasinya dalam waktu dekat.

Sistem transportasi moda air sangat potensial dikembangkan karena Kalimantan Selatan dianugerahi banyak sungai besar. Bahkan Kota Banjarmasin dikenal dengan julukan “Kota Seribu Sungai”, dan sungai utama yang membelah kota ini – Sungai Barito – sangat terkenal ke luar daerah. Selain itu masih ada beberapa sungai lain, seperti Sungai Martapura, Negara, Batang Alai, Amandit, Tapin, Balangan, Tabalong, dan lainnya yang saling terkait dalam suatu sistem hidrografi, dan sangat mungkin untuk dimanfaatkan dalam pengembangan sistem alternatif pengangkutan batubara. Ketika kajian ini dilaksanakan, memang sudah ada batubara yang diangkut via Sungai Barito, tetapi intensitasnya relatif kecil dibandingkan potensi yang dapat dilayani oleh Sungai Barito.

Terkait pengembangan sistem transportasi sumberdaya alam, hal ini masih merupakan sesuatu yang relatif terbatas dikembangkan di Indonesia,

Page 168: Senarai Teknologi untuk Bangsa

155SURVEI KEBUMIAN

apalagi bila dikaitkan dengan kereta api. Pemanfaatan moda transportasi kereta api untuk mengangkut komoditi sumberdaya alam (yang bersifat bulk commodities) praktis belum dikembangkan di Indonesia. Kereta api baru digunakan sebatas mengangkut hasil olahan, seperti semen dan minyak tanah/bensin di Sumatera Barat dan Selatan. Sementara itu di luar negeri, seperti di Australia, Kanada, dan Amerika Serikat, moda transportasi kereta api sudah luas dimanfaatkan dalam pengangkutan hasil tambang dari daerah penambangan ke pelabuhan.

Bila pengembangan di atas dikaitkan dengan pemanfaatan Akuntansi Sumberdaya Alam, maka itu adalah ranah yang belum banyak dimasuki oleh pihak lain di Indonesia. Kebijakan mengaitkan Akuntansi Sumberdaya Alam dengan perencanaan pembangunan secara substansif-kajian, sejauh diketahui hanya diadopsi oleh BPPT (khususnya PTISDA). Sementara pihak lain memilih segmen yang berbeda. Misalnya, KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) menekuninya dalam konteks lingkungan hidup (tepatnya ekosistem), dan BAKOSURTANAL dalam konteks perpetaan (seperti membuat atlas sumberdaya alam Indonesia, atlas sumberdaya pesisir). Sementara untuk di luar negeri, pengkaitan Akuntansi Sumberdaya Alam dengan pengembangan sistem transportasi (khususnya kereta api) telah diterapkan oleh Uni Eropa dan Kanada.

Pelaksanaan dan CapaianDari pengkajian yang dilakukan terungkap beberapa temuan yang menarik, dan semangatnya telah ditangkap oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Uraian temuan disajikan di bawah, sedangkan uraian mengenai pemanfaatan hasil kajian oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan akan disampaikan pada bagian terpisah (lihat Sub-bab Aplikasi).

Kajian diawali dengan inventarisasi potensi dan distribusi sumberdaya alam, khususnya komoditi batubara. Berbagai data sumberdaya alam (pertambangan, pertanian, kehutanan) berbasis spasial (keruangan) dikombinasikan dengan data spasial (citra satelit dan peta), dan hasilnya adalah peta pola sebaran dan kelimpahan sumberdaya alam, serta tingkat dan pola eksploitasinya. Selain itu dilakukan pula pemetaan dan analisis pola, frekuensi transportasi komoditi sumberdaya alam saat ini. Dari data yang tersedia tersebut kemudian ditelaah tingkat efisiensi dan efektivitas sistem transportasi sumberdaya alam yang ada saat ini.

Terkait dengan kepentingan perencanaan, maka intensitas pemanfaatan sumberdaya alam diproyeksikan 10 tahun ke depan. Hal ini dilakukan seiring dengan masa berlaku (pada saat itu) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Page 169: Senarai Teknologi untuk Bangsa

156 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kalimantan 2006 – 2015. Telaahan tersebut sudah barang tentu ditentukan oleh besarnya tarikan permintaan sumberdaya alam, yang dibawa dari pusat produksi (origins) ke simpul distribusi (destinations).

Pengangkutan komoditi sumberdaya alam di Kalimantan sejatinya masih mengandalkan transportasi via jalan raya dan sungai. Sumberdaya alam yang banyak diangkut dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sistem transportasi di Provinsi Kalimantan Selatan adalah batubara dan bijih besi. Komoditi lain, seperti hasil hutan (kayu), hasil pertanian dan perkebunan, memang ada tetapi volume mereka jauh lebih kecil dibandingkan kedua komoditi sebelumnya. Perlu disampaikan bahwa pada saat kajian dilaksanakan total biaya transportasi untuk pengangkutan batubara total di seluruh Kalimantan Selatan mencapai US$ 556,72 juta. Nilai tersebut diperkirakan meningkat mencapai US$ 847,90 juta pada tahun 2015.

Saat ini yang menjadi pusat produksi batubara di Kalimantan Selatan adalah PT Adaro Indonesia, yang kapasitas produksinya mencapai 2,3 juta ton/bulan. Sebagian besar hasil tambang tersebut dikirim ke pengumpulan di Tanjungkelanis, untuk selanjutnya diangkut ke Pelabuhan Trisakti via Sungai Barito. Perusahaan besar lainnya adalah PT Arutmin yang memiliki kapasitas produksi 1,6 juta ton/bulan. Secara keseluruhan, titik utama distribusi utama batubara ke luar Kalimantan Selatan adalah Pelabuhan Trisakti (Banjarmasin), kendati beberapa pelabuhan khusus batubara yang berkapasitas kecil bisa ditemukan di Kabupaten Tanahlaut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.

Batubara dari tambang PT Arutmin diangkut ke Pelabuhan Trisakti menggunakan truk. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila volume lalu lintas kendaraan ke arah Banjarmasin sangat padat pada sore hari, mengingat ribuan truk masuk via Martapura dan Banjarmasin. Dengan demikian tidaklah mengherankan bila waktu yang diperlukan dalam proses pengangkutan batubara dengan sistem pengangkutan saat ini dirasa cukup lama. Sebagai contoh, angkutan batubara dari daerah tambang di Kabupaten Tabalong menuju Pelabuhan Trisakti menghabiskan 24 – 30 jam. Waktu tersebut terbagi dari waktu pengangkutan dengan truk dari tambang ke Tanjungkelanis, selanjutnya dari sana menuju Pelabuhan Trisakti dengan angkutan tongkang. Sementara itu pengangkutan batubara di lintas timur yang menggunakan tongkang-tongkang kecil dan angkutan truk memerlukan waktu perjalanan sekitar 8 – 12 jam. Lamanya waktu tempuh dan tingginya biaya transportasi akan membuka peluang usaha untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan batubara di Kalimantan Selatan.

Page 170: Senarai Teknologi untuk Bangsa

157SURVEI KEBUMIAN

Muatan yang berat dengan moda pengangkut truk tersebut tentu akan berpengaruh terhadap usia pakai (life time) jalan. Konsekuensinya tentu diperlukan pengelolaan dan rekayasa lalu lintas yang mampu menjaga tingkat pelayanan jalan agar tetap baik, atau dikembangkan sistem pengangkut lain (seperti kereta api atau sungai) agar diperoleh kinerja sistem pengangkutan komoditi sumberdaya alam yang lebih baik.

Pada dasarnya pengangkutan komoditi sumberdaya alam (bulk commodities), seperti batubara, bijih besi, dan kelapa sawit, tidak dapat dicampur (menggunakan jaringan jalan yang sama) dengan transportasi orang dan barang. Penggabungan seperti sekarang ini menghambat kelancaran arus lalu lintas. Apalagi sistem transportasi komoditi sumberdaya alam sekarang ini cenderung sangat boros. Keborosan ini perlu dikoreksi, dan hasil kajian terkait hal tersebut disajikan pada bagian selanjutnya menurut moda transportasi (darat, sungai, dan kereta api).

● TransportasiDarat(Jalan)

Secara umum volume lalu lintas pada jalan-jalan utama yang merupakan jaringan jalan primer di Kalimantan Selatan adalah sedang. Lalu lintas ha-riannya pun berfluktuasi. Kesibukan lalu lintas terjadi antara pukul 07.00 – 10.00, kemudian terjadi penurunan dan peningkatan kembali pada periode sibuk sore hari antara pukul 15.00 – 18.00. Namun ada kecenderungan pada ruas-ruas jalan yang mendekati Banjarmasin menunjukkan peningkatan yang berarti. Misalkan pada ruas Banjarmasin – Liang Anggang, volume lalu lintas mencapai 2.807 mobil/jam pada jam sibuk. Kecenderungan ini mengungkapkan interaksi seluruh kawasan terhadap ibukota provinsi cukup tinggi. Di samping itu juga menunjukkan tingkat aktivitas ekonomi di sekitar wilayah ini (Banjarmasin) relatif tinggi.

Untuk memperbaiki kualitas moda transportasi darat diperlukan penanganan yang terencana. Dari hasil proyeksi sampai tahun 2015 terlihat bahwa beberapa ruas jalan sudah menunjukkan kinerja jalan yang kurang baik. Ruas jalan yang paling buruk tingkat pelayanan lalu lintasnya adalah ruas jalan antara Banjarmasin – Banjar Baru, disusul ruas jalan antara Binuang – Banjarmasin. Volume kendaraan yang lewat pada kedua ruas ini sudah melampaui kapasitas jalan. Oleh karena itu pada ruas-ruas jalan tersebut perlu dilakukan traffic management, tidak hanya sekedar pelebaran jalan. Sedangkan ruas-ruas jalan yang masih bisa disiasati dengan melakukan pelebaran jalan untuk meningkatkan kinerja jalan, seperti ruas jalan Banjarmasin – Tanahlaut, Paringin – Barabai, dan jalan tembus menuju Pelabuhan Trisakti, serta Banjarmasin – Sungai Tabuk.

Page 171: Senarai Teknologi untuk Bangsa

158 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Pengelolaan sistem transportasi jalan darat sebagaimana diuraikan di atas membutuhkan biaya sekitar Rp 35,4 triliun hingga tahun 2015. Total biaya tersebut terdiri dari Rp 19 triliun untuk seluruh ruas jalan di sebelah barat Pegunungan Meratus (Kabupaten Tanjung, Balangan, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Banjarbaru), dan Rp 16,4 triliun untuk seluruh ruas jalan di sebelah timur (Kabupaten Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Tanahlaut).

● TransportasiKeretaApi

Dalam kajian ini diusulkan pengembangan jaringan kereta api lintasan barat dan timur, yang disesuaikan dengan penyebaran pusat produksi batubara di seluruh Kalimantan Selatan. Lintasan barat berawal dari Kabupaten Tanjung, terus ke Balangan, Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan berakhir di Banjarbaru. Sementara lintasan timur mencakup Kabupaten Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Tanahlaut. Perlu pula disampaikan, pada kajian ini diasumsikan jalan kereta api pada awalnya akan diperuntukkan hanya untuk pengangkutan komoditi sumberdaya alam. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan jalan kereta itu juga bisa diperuntukkan sebagai alat pengangkutan penumpang di masa mendatang.

Permintaan pengangkutan terbesar dalam studi ini ditetapkan dari batubara dari beberapa daerah, serta produksinya diproyeksikan meningkat hingga tahun 2015. Pada tahun 2015, jumlah batubara yang akan diangkut mencapai hampir 115 juta ton. Jumlah tersebut terbagi sebesar 54,1 juta ton untuk lintasan barat, dan 60,7 juta ton untuk lintasan timur.

Pengembangan sistem transportasi kereta api ini membutuhkan biaya yang relatif besar. Perkiraan awal biaya pengembangan jaringan kereta api terdiri dari biaya investasi dan biaya operasi tahunan. Biaya investasi terdiri dari biaya konstruksi untuk trek dan instalasinya, serta biaya rolling stock (lokomotif, gerbong, dan sejenisnya). Adapun biaya investasi dihitung berdasarkan perkiraan pertumbuhan produksi batubara 5% per tahun. Biaya operasi tahunan terdiri dari BBM, perawatan trek, dan peralatan lainnya, serta biaya personil. Proyeksi kebutuhan biaya untuk setiap siklus tahun perencanaan disajikan pada tabel berikut.

Page 172: Senarai Teknologi untuk Bangsa

159SURVEI KEBUMIAN

Tabel 1. Proyeksi Kebutuhan Biaya Pengembangan Sistem Transportasi Kereta Api

Lintasan Tahun Biaya Investasi(Rp. triliun)

Biaya Operasi(Rp. miliar)

Total Biaya(Rp. triliun)

Barat2006 5,4 329,4 5,72011 0,6 419,6 12015 0,6 491,7 1,1

Timur2006 5 309,4 5,32011 0,6 394,2 12015 0,6 462 1,1

Catatan:

► Biaya operasi dihitung per tahun dengan peningkatan sekitar 10% per tahun

► Biaya BBM menyerap sekitar 80% biaya operasi tahunan

Berdasarkan analisis Benefit Cost Ratio (BCR), pengembangan sistem transportasi kereta api layak dikembangkan, karena nilai BCR pada kedua lintasan lebih besar dari 1. Nilai BCR Lintasan Barat adalah 1,34 dan untuk Lintasan Timur adalah 1,17.

Perlu disampaikan bahwa penghitungan manfaat (benefit) dibatasi pada selisih antara pengembangan sistem transportasi kereta api (do something scenario) dengan sistem transportasi darat (do nothing scenario). Dari hasil analisis diperoleh manfaat dari selisih biaya skenario Do Something dan Do Nothing dan sebesar Rp 10,9 triliun untuk lintasan barat. Sementara itu manfaat yang diperoleh pada lintas timur dari selisih biaya transportasi yang terjadi adalah sebesar Rp 9,9 triliun. Sehingga total manfaat yang diperoleh adalah Rp 21,8 triliun.

Terkait hal di atas, kiranya perlu disampaikan bahwa hasil analisis manfaat yang diperoleh akan lebih kecil dibandingkan jika turut diperhitungkan manfaat lain. Sebagai informasi, besarnya benefit untuk suatu pengembangan sistem transportasi cukup banyak, antara lain peningkatan nilai lahan, penghematan nilai waktu, pembukaan lapangan kerja, dan sebagainya.

Dalam segi penghematan nilai waktu, penerapan sistem transportasi kereta api untuk pengangkutan batubara akan mempersingkat waktu pengangkutan dan waktu handling-nya. Sebagai gambaran, penghematan waktu tempuh pengangkutan batubara dari Tabalong menuju pelabuhan transhipment mencapai 19 – 25 jam. Sedangkan rata-rata penghematan waktu tempuh pengangkutan batubara untuk Lintasan Timur mencapai 4 – 8 jam.

Page 173: Senarai Teknologi untuk Bangsa

160 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

● TransportasiSungai

Sungai, secara sosiologis, memainkan peranan yang sangat penting bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Banyak aktivitas sehari-hari yang dilaksanakan di sungai. Contoh yang terkenal adalah pasar terapung, dimana pembeli dan penjual melakukan transaksi di atas sungai dengan menggunakan sampan masing-masing. Lebih jauh dari itu sungai juga merupakan sarana transportasi orang dan barang yang luas dijumpai di sana. Oleh karena itu angkutan sungai memainkan peranan penting dalam perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai besar yang potensial digunakan sebagai jalur transportasi di Kalimantan Selatan adalah Sungai Barito, Negara, Tabalong, Alalak, dan Martapura yang melalui beberapa kabupaten. Bahkan sebagian Sungai Barito menghubungkan Kalimantan Selatan dengan Kalimantan Tengah.

Sistem angkutan sungai mempunyai peran sangat penting dalam pengangkutan hasil sumberdaya alam yang umumnya berasal dari daerah pedalaman menuju daerah tujuan yang umumnya di luar Kalimantan. Sejauh ini angkutan sungai memang masih lebih efisien untuk pengangkutan barang dalam jumlah massal (seperti batubara) dan berjarak tempuh jauh.

Kendati memiliki beberapa kelebihan sistem transportasi sungai juga terkendala oleh faktor fisik, seperti tikungan yang tajam, arus yang deras dan kedalaman yang terbatas dan lainnya. Sebagai gambaran pada Sungai Kahayan Kalimantan Selatan yang memiliki banyak tikungan tajam mulai dari pedalaman hingga ke muara sungai. Kondisi ini menyebabkan tongkang besar mengalami kesulitan memasuki alur pelabuhan yang berlokasi jauh ke dalam. Permasalahan lain adalah sedimentasi alur sungai disebabkan oleh erosi yang menumpuk di muara sungai, sehingga menyulitkan kapal memasuki pelabuhan. Kejadian buruk akibat sedimentasi adalah seringnya kapal-kapal yang mengalami kandas. Sebagai gambaran, kecelakaan akibat kandas di Sungai Barito mencapai 116 kapal dalam tahun 2003.

Dengan pertimbangan kondisi di atas, operator kapal perlu memperhatikan karakteristik sungai di Kalimantan antara lain: (i) banyak tikungan tikungan yang dangkal dan sempit, terlebih lagi pada musim kemarau perbedaan kedalaman sungai mencapai 2 – 2,5 m, (ii) terjadi sedimentasi pada daerah tertentu, terutama didaerah muara sungai, (iii) arus sungai di bawah jembatan lebih deras, hingga berbahaya terutama berlayar di waktu malam, apalagi jarak pilar jembatan cukup sempit, (iv) arus pasang surut sungai sangat berpengaruh terhadap pelayaran di sungai.

Umumnya tambang batubara berlokasi jauh di pedalaman yang diangkut melalui sungai dengan tongkang sekitar 8.000 dwt (dead weight tone) ke

Page 174: Senarai Teknologi untuk Bangsa

161SURVEI KEBUMIAN

kapal besar 120.000 dwt untuk tujuan ekspor, atau juga diangkut langsung dengan tongkang ke Pulau Jawa dan Sulawesi. Tongkang yang digunakan adalah tongkang tarik, yaitu tongkang yang ditarik dengan tali sepanjang sekitar 200 m oleh tug boat (kapal tunda).

Penggunaan tongkang tarik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tongkang tarik ini adalah memiliki kapasitas angkut besar dengan sarat air yang kecil, sehingga dapat memasuki perairan dangkal atau sungai pedalaman di mana lokasi penambangan batubara berada. Namun di sisi lain tongkang tarik memiliki banyak kelemahan, terutama kemampuan manuver dan stabilitas terhadap gelombang tinggi. Selain itu, pemanfaatan tongkang tarik dibatasi oleh daya dukung fisik sungai. Kondisi fisik sungai seperti kedalaman alur, lebar alur dan radius lengkung sungai akan menjadi kendala bagi tongkang tarik, sehingga sering terjadi kecelakaan kandas.

Alternatif teknologi tepat untuk mengatasi kendala sungai dan gelombang laut yang tinggi tersebut adalah dengan sistem tongkang dorong. Pada sistem tongkang dorong, pendorongnya sedikit masuk kedalam badan tongkang sehingga stabilitas pendorong menjadi satu kesatuan dengan tongkang yang memiliki stabilitas lebih baik dan kemampuan manuver bagai kapal konvensional lainnya. Keunggulan lain tongkang dorong adalah dengan kecepatan yang sama tenaga penggerak yang diperlukan lebih kecil. Sehingga akan dapat menghemat pemakaian bahan bakar pada mesin penggerak utama.

Sistem ini sudah lama dikenal di sungai sungai Amerika dan telah dikembangkan sistem sambungan mekanisnya di Jepang, sehingga mampu berlayar pada gelombang laut yang cukup besar, serta telah terbukti memiliki manuver yang sangat baik di sungai yang berkelok-kelok. Disamping itu telah dilakukan uji laboratorium bahwa tongkang dorong memiliki kecepatan lebih baik atau dengan kecepatan yang sama diperlukan tenaga penggerak yang lebih kecil dibandingkan tongkang tarik. Secara ringkas, beberapa keunggulan lain tongkang dorong dibanding tongkang tarik adalah sebagai berikut:

1. Tongkang dorong dapat berhenti dengan tenaga penggerak sendiri, sedangkan tongkang tarik masih meluncur saat penariknya berhenti.

2. Tongkang dorong dapat mengatur arah gerakannya seperti kapal konvensional, sedangkan tongkang tarik sulit dikontrol karena dapat bergerak zig-zag.

3. Tongkang dorong memiliki waktu sandar dan berangkat yang lebih singkat dibandingkan tongkang tarik.

Page 175: Senarai Teknologi untuk Bangsa

162 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

4. Dengan bobot mati dan kecepatan yang sama, tongkang dorong memer-lukan tenaga penggerak yang lebih kecil sehingga lebih irit bahan bakar.

5. Tongkang dorong memiliki stabilitas yang lebih baik, sehingga mampu berlayar pada gelombang tinggi.

Mempertimbangkan kelebihan tongkang dorong dibandingkan tongkang tarik sebagaimana diuraikan di atas, maka tongkang dorong dapat diarahkan menjadi pengganti tongkang tarik dalam pengangkutan batubara via sungai di Kalimantan Selatan. Kemudian, memperhatikan pertumbuhan produksi batubara dan kebutuhan akan armada angkutan juga turut meningkat, maka telah dilakukan kalkulasi kebutuhan akan tongkang dorong. Kebutuhan tongkang dorong untuk angkutan batubara hingga 5 tahun ke depan diperkirakan mencapai 20 unit hingga 36 unit, dengan variasi kapasitas muat 3.500 dwt hingga 10.000 dwt. Kebutuhan akan tongkang dorong ini dapat dipenuhi oleh industri kapal dalam negeri.

Dampak Pengembangan TransportasiPengembangan sistem transportasi dalam pengangkutan komoditi sumberdaya alam, khususnya batubara, akan memberi manfaat setara Rp 21,8 triliun. Selain itu, masih terdapat beberapa dampak positif lain yang ditimbulkan oleh perbaikan sistem transportasi pengangkutan komoditi sumberdaya alam di Kalimantan Selatan. Dampak tersebut ada yang bersifat tangible (terukur) maupun yang intangible (tidak terukur). Berikut adalah uraian singkat dampak tersebut.

Kesatu, pengeluaran pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) untuk biaya perawatan dan perbaikan berkala jalan akan berkurang secara nyata bila pengembangan transportasi sumberdaya alam dengan kereta api dikembangkan. Jelas sekali usia jalan akan bertambah karena beban angkutan berat berkurang. Jika disetarakan dengan kapasitas truk 8 ton, maka penerapan pengangkutan batubara dengan kereta api akan mengurangi beban jalan sebesar 10.779 truk/bulan pada jalan-jalan di lintasan barat. Pencapaian ini sungguh berarti, apalagi mengingat setiap tahun akan terjadi kenaikan rata-rata 539 truk/bulan dengan volume 8 ton. Sementara itu untuk lintasan timur, khususnya untuk Tanahlaut dan Tanah Bumbu, pengurangan beban jalan untuk kendaraan truk 8 ton mencapai 12.000 truk/bulan, dan tiap tahun terjadi pertumbuhan rata-rata volume truk 8 ton sebesar 510 truk/bulan.

Kedua, penghematan di atas juga diikuti oleh penghematan penggunaan bahan bakar (terutama solar) yang digunakan oleh truk angkutan batubara. Menurut perkiraan penghematan tersebut mencapai Rp 11,9 triliun untuk

Page 176: Senarai Teknologi untuk Bangsa

163SURVEI KEBUMIAN

seluruh Provinsi Kalimantan Selatan. Nilai penghematan pada lintasan barat senilai Rp 6,1 triliun dan Rp 5,8 triliun pada lintasan timur. Bila dikonversikan ke dalam bentuk solar, penghematan tersebut setara dengan 2,3 miliar liter solar (1,2 miliar liter pada lintasan barat dan 1,1 miliar liter pada lintasan timur).

Ketiga, pengurangan bahan bakar yang digunakan berarti mengurangi emisi gas buang dari kendaraan truk pengangkut batubara dan bulk-commodities lainnya. Ini berarti kontribusi penting terhadap upaya perbaikan kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara.

Keempat, selain penghematan-penghematan di atas, manfaat lain yang dapat dipetik adalah peningkatan arus lalu lintas orang dan barang, khususnya pada ruas-ruas jalan yang selama ini digunakan bersama dengan truk batubara. Arus lalu lintas yang lancar diperkirakan akan dapat menurunkan biaya transportasi secara umum.

Kelima, pengangkutan batubara dengan kereta api akan menghemat waktu yang cukup signifikan. Penghematan waktu tersebut berkisar antara 19 – 25 jam pada lintasan barat, dan 4 – 8 jam pada lintasan timur. Bisa diperkirakan berapa biaya yang dihemat dalam penghematan waktu, yakni dengan mengalikan waktu yang dihemat dengan biaya bahan bakar, upah tenaga kerja, dan biaya lain yang terkait.

Akhirnya, dalam konteks transportasi diharapkan keunggulan tongkang dorong ini dapat menekan biaya transportasi batubara yang mencapai Rp 20.000/ton. Kenyataan ini pula yang menyebabkan transportasi dengan truk saat ini lebih berkembang, karena biaya transportasinya hanya Rp 600/ton. Biaya transportasi per ton akan dapat ditekan lebih rendah lagi bila sistem transportasi kereta api dapat dikembangkan di Kalimantan Selatan.

Aplikasi dan Potensi PenerapanHasil kajian ini telah dilaporkan dan disosialisasikan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, pemerintah kabupaten-kota se-Kalimantan Selatan, serta para pemangku kepentingan (stakeholders) di Kalimantan Selatan. Rupanya hasil kajian mendapat cukup perhatian untuk dijadikan masukan dalam penyusunan kebijakan publik.

Berdasarkan informasi dan fakta yang dapat dikumpulkan, ternyata hasil kajian berimplikasi terhadap penerbitan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No. 3 Tahun 2008, yang ditandatangai oleh Gubernur Kalimantan Selatan. Peraturan daerah tersebut berisi larangan angkutan batubara dan komoditas perkebunan melintasi jalan Negara, dan keharusan bagi pengusaha pertambangan dan perkebunan untuk membuat jalan

Page 177: Senarai Teknologi untuk Bangsa

164 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

sendiri. Peraturan daerah tersebut diberlakukan surut pada tanggal 23 Juli 2009 menunggu pelaksanaan sosialisasi dan kesiapan para stakeholders.

Penerbitan peraturan daerah tersebut dapat dipandang sebagai langkah awal dalam menata sistem transportasi komoditi sumberdaya alam, terutama batubara, di Kalimantan Selatan. Langkah selanjutnya adalah peningkatan efisiensi sistem transportasi sungai, dan diharapkan pada jangka menengah-panjang dapat dikembangkan sistem transportasi kereta api.

Hasil yang dicapai di Kalimantan Selatan, dengan batubara sebagai komoditas primadona, tentu diharapkan dapat diterapkan pada daerah lain. Potensi penerapan ini sangat terbuka pada daerah lain, terutama yang memiliki potensi tambang besar dan belum menerapkan sistem transportasi yang efisien. Sebagai contoh, sebut saja tetangga Provinsi Kalimantan Selatan, yakni Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini memiliki sumberdaya batubara yang lebih besar dari Kalimantan Selatan, dan sistem pengangkutannya via sungai menimbulkan persoalan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Selain Kalimantan Timur, provinsi lain yang potensil diajak bekerjasama adalah Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, Papua Barat, dan Riau.

Selain itu, penerapan hasil kajian ini dapat diperluas ke daerah lain yang memiliki sumberdaya alam (termasuk pertanian) relatif lebih sedikit dan merasa perlu meningkatkan efisiensi sistem transportasinya. Dalam skala ini kabupaten dapat diajak bekerja sama, seperti Kabupaten Kutai Timur dan Kutai, Kabupaten Tanahlaut dan Barito di Kalimantan Selatan, Kabupaten Solok dan Agam di Sumatera Barat, serta Kabupaten Kapuas di Kalimantan Tengah.

Daftar Pustaka

Subandar, A.; R.M. Bishry dan W.A. Martono. Valuasi Ekonomi dan Jejaring Transportasi Kalimantan Selatan. 2009.

BPS Kalimantan Selatan. Berita Resmi Statistik No. 016/05/63/Th XIV Mei 2010.

Page 178: Senarai Teknologi untuk Bangsa

165

PERENCANAAN TRANSPORTASI SUMBERDAYAALAM:

KASUSKABUPATENTANAHLAUTAgus Budi Kuntjoro

Ruki Ardianto

Pendahuluan

Pengembangan jaringan infrastruktur terutama transportasi senantiasa terkait erat dengan pengembangan wilayah. Dalam perencanaan pengembangan wilayah, pengembangan jaringan

transportasi diarahkan untuk menjawab beberapa fungsi, yaitu membuka isolasi, meningkatkan aksesibilitas, dan mendinamiskan roda perekonomian wilayah.

Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan suatu wilayah-wilayah, Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu kabupaten di Pulau Kalimantan mempunyai potensi sumberdaya alam yang besar dengan keunggulan komperatif pada sektor-sektor pertambangan (bijih besi dan batubara), kehutanan (produk kayu dan non-kayu) serta perkebunan (sawit, karet). Seluruh potensi yang dimiliki Kabupaten Tanahlaut dengan keunggulan kompetitif dan komparatifnya masing-masing, sangat prospektif untuk dipromosikan ke pasar nasional dan internasional.

Upaya untuk menghubungkan potensi-potensi unggulan di Kabupaten Tanah Laut dengan lokasi pasarnya adalah dengan pembangunan prasarana dan sarana infrastruktur transportasi terutama sarana pelabuhan laut dan transportasi darat. Salah satu pendukung dalam keberhasilan pemanfaatan suatu pelabuhan adalah adanya akses jalan yang memadai dan efisien sehingga arus barang yang ke luar atau akan masuk menuju ke atau dari sentra-sentra ekonomi dan penghasil sumberdaya alam tidak akan terhambat. Kondisi yang ada hingga sekarang untuk menuju ke kawasan tersebut dapat ditempuh melalui 3 jalur utama dengan klasifikasi kelas jalan adalah jalan kabupaten, kondisi prasarana jalan menuju kawasan pelabuhan tersebut sangatlah kurang memadai dengan lebar jalan hanya sekitar 5 meter tidaklah memungkinkan untuk dilalui oleh kendaraan angkutan berat.

Page 179: Senarai Teknologi untuk Bangsa

166 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Pembuatan jalur alternatif sangatlah diperlukan untuk itu diperlukan suatu perencanaan awal yang baik, di mana suatu perencanaan yang baik tentunya akan mengakibatkan terjadinya efisiensi serta keberadilan dan juga harus mendukung rencana pembangunan yang berkelanjutan dalam arti mungkin dampak negatif (Masyarakat Transportasi Indonesia, 2004)

Bertitik tolak dari konstelasi tersebut di atas maka diperlukanlah suatu studi mengenai perencanaan awal secara makro jalur transportasi sumberdaya alam di Kabupaten Tanah Laut, yang dimulai dari kawasan-kawasan penghasil sumberdaya alam (origin) serta pusat-pusat ekonomi yang ada di Kabupaten Tanahlaut dan kawasan sekitarnya menuju ke arah pelabuhan-pelabuhan dan rencana pelabuhan baru (destination).

Kegiatan ini dimulai dari kegiatan analisa citra satelit berbasiskan sistem informasi geografis, penghitungan akuntansi sumberdaya alam serta optimasinya. Dari kegiatan ini diharapkan dapat dibuat suatu perencanaan jalur transportasi dari kawasan asal sumberdaya alam dan sentra-sentra ekonomi ke arah rencana Pelabuhan Tanjungdewa yang efisien dalam pembiayaan, pencapaian jarak dan sedikit mungkin dampak lingkungan yang diakibatkan serta keuntungan ekonomi yang maksimal.

Manfaat Penentuan Jalur JalanManfaat dalam kajian “Penentuan Jalur Jalan Berdasarkan Analisa SIG dan Valuasi Ekonomi” yaitu pembuatan suatu model jalur darat yang efisien dan optimal untuk perencanaan secara makro pembangunan jalur transportasi jalan raya ke arah pelabuhan dan rencana pelabuhan baru dari kawasan penghasil sumberdaya alam dan sentra-sentra ekonomi.

Secara umum kegunaaan kegiatan ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: (i) Mendukung perencanaan pengembangan wilayah secara optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan jaringan infrastruktur transportasi yang efisien dan mampu memberdayakan potensi sumberdaya alam. (ii) Memperoleh gambaran mengenai jaringan transportasi yang optimal guna memperlancar arus lalu lintas pengiriman sumberdaya alam dari pusat-pusat eksploitasi (origin) ke simpul-simpul distribusi dan di lanjutkan ke arah pelabuhan-pelabuhan dan rencana pelabuhan baru (destination), sehingga akan memudahkan bagi para pengambil keputusan untuk membuat suatu kebijakan.

Pendekatan dan Pengolahan DataPenggunaan lahan merupakan suatu faktor yang sangat menentukan, karena tanpa memperhatikan faktor ini akan menimbulkan permasalahan

Page 180: Senarai Teknologi untuk Bangsa

167SURVEI KEBUMIAN

di kemudian hari, karena ada hubungan timbal balik yang sangat signifikan antara penggunaan lahan dengan sistem jaringan transportasi.

Oleh karena itu analisa penggunaan lahan adalah kegiatan yang pertama dilakukan, dengan citra satelit yang didukung dengan data sekunder peta rupa bumi serta data primer yang dilakukan dengan melakukan ground check ke lapangan. Selanjutnya akan dilakukan analisa kemiringan lereng dengan menggunakan data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan data topografi serta data citra satelit ASTER level 4a.

Hasil dari kedua analisa (analisa fisik/alami) tersebut akan dianalisa kembali menggunakan Sistem Informasi Geografis, sehingga didapatkan kawasan-kawasan yang layak untuk digunakan sebagai alternatif jalur transportasi.

Pada kawasan yang layak tersebut akan dibuat rencana jalur alternatif baru, rencana jalur baru ini digabungkan dengan jalur eksisting akan menjadi jalur-jalur yang akan dianalisa dengan Network Analysis (NA) atau analisis jaringan.

Dalam pembuatan rencana jalur alternatif baru dilakukan pengolahan data, yang terdiri dari pengolahan data citra ASTER dan analisa jaringan jalan. Analisa citra ASTER dilakukan untuk mendapatkan kondisi tutupan lahan serta kontur kemiringan lereng.

● PengolahandanInterpretasiCitraSatelit:

Gambar 1. Hasil mosaiking citra ASTER

Penafsiran citra ASTER Kabupaten Tanah-laut dilakukan untuk menduga luas dan pola tata guna serta tutupan lahan di wilayah tersebut. Penafsiran citra tersebut diawali dengan koreksi geometri dan atmosfer. Dua tahapan utama dalam dalam penafsiran tata guna serta tutupan lahan Kabupaten Tanah Laut adalah: (i) interpretasi visual dan klasifikasi citra, dan (ii) koreksi tutupan lahan Kabupaten Tanah Laut menggunakan hasil survei langsung.

Page 181: Senarai Teknologi untuk Bangsa

168 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Tabel 1. Luasan Penggunaan Lahan Kabupaten Tanahlaut

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase Luas (%)

1 Badan Air 1509.961 0.38973

2 Belukar 24775.325 6.39470

3 Hutan Primer 49304.742 12.72593

4 Hutan Sekunder 64765.377 16.71643

5 Lahan Basah 57750.887 14.90594

6 Pemukiman 5078.212 1.31072

7 Perkebunan 66064.087 17.05164

8 Pertambangan 332.090 0.08571

9 Pertanian 98541.362 25.43427

10 Sawah 4756.924 1.22780

11 Semak Belukar 8626.615 2.22659

12 Tambak 1.372 0.00035

13 Tegalan 5928.440 1.53018

Jumlah 387435.394 100

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Tanahlaut

Analisis ini dimaksudkan untuk membantu mengetahui kelandaian maksimum yang memungkinkan kendaraan untuk dapat melalui suatu jalur tertentu tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Berdasarkan pada petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, kelandaian maksimal untuk pembangunan jalan adalah sebesar 10% (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Petunjuk Teknis Kelandaian

Vr (Km/Jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40

Kelandaian Maksimal (%) 3 3 4 5 8 9 10 10

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum,1997

Page 182: Senarai Teknologi untuk Bangsa

169SURVEI KEBUMIAN

Kelandaian maksimum akan dianalisa berdasarkan kontur dari kabupaten Tanahlaut. Sedangkan untuk mendapatkan kontur yang baik salah satunya ialah dengan melalui analisa terhadap citra satelit, ini dikarenakan kontur yang ada sebelumnya belum memadai untuk melakukan analisa kelandaian yang diperlukan dalam perencanaan jalan secara makro, pemanfaatan citra ASTER level 4a untuk pembuatan kontur diperlukan beberapa tahap analisa, tahap awal citra harus dikoreksi secara geometrik maupun radiometrik karena citra yang didapatkan dari pihak ASTER tersebut belum terkoreksi secara geometrik maupun radiometrik.

Setelah semua proses tersebut dilakukan kemudian citra yang sudah diproses dibuka dalam software global mapper untuk generate contour, kemudian kita menentukan berapa interval konturnya, dalam analisa ini interval kontur yang digunakan sebesar 20 meter karena akan disesuaikan dengan peta perencanaan yang akan dibuat yaitu dengan skala 1: 20.000.

Gambar 3. Peta Ketinggian (Kontur) Kabupaten Tanah Laut

● AnalisaJaringanJalan:Untuk penentuan daerah yang memiliki kriteria parameter jalan dengan cara hasil dari klasifikasi terselia (supervised classification). Pada seleksi jaringan jalan alternatif di Kabupaten Tanah Laut digunakan 4 parameter berikut ini: (i) daerah permukiman padat, (ii) kemiringan lahan < 10%, (iii) daerah kawasan lindung, dan (iv) daerah non-rawa.

Kawasan jalur alternatif didapatkan dari hasil overlay dari peta kawasan non hutan lindung, peta kawasan non rawa, peta kawasan non permukiman dan kawasan dengan kelerengan < 10 %.

Page 183: Senarai Teknologi untuk Bangsa

170 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

PERENCANAAN TRANSPORTASI SUMBERDAYA ALAM:

KASUS KABUPATEN TANAH LAUT

Oleh:

Agus Budi Kuntjoro

Ruki Ardianto

Kawasan Non

Hutan

Lindung

Kawasan Non

Rawa

Overlay

Kawasan Non

Pemukiman

Overlay Kawasan dengan

kelerengan

<10%

Kawasan Jalur

Alternatif

Gambar 4. Bagan Alir Pembuatan Kawasan Jalur Alternatif

Jalur alternatif adalah jalur baru yang dibuat berdasarkan kawasan yang layak secara fisik untuk dilalui. Dikarenakan pusat pelabuhan yang direncanakan adalah kawasan Tanjungdewa, maka akhir dari jalur jalan adalah menuju ke kawasan tersebut.

Sedangkan kawasan asal (origin) dari jalan tersebut, adalah kawasan-kawasan yang secara ekonomi memerlukan sarana pelabuhan yang memadai yaitu kawasan arah dari Banjar dan Kintap.

Jalan alternatif dari kawasan Banjar dimaksudkan untuk mendukung rencana pengalihan Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ke Pelabuhan Tanjungdewa. Sedangkan dari arah Kintap adalah untuk mengantisipasi angkutan sumberdaya alam yang diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan banyaknya usaha penambangan batubara, bijih besi serta peningkatan dalam usaha perkebunan (terutama kelapa sawit dan karet).

Hasil Analisis Jalur Alternatif

Alternatif Banjar – Tanjungdewa A. Jalur Alternatif 1 (Banjar – Tanjungdewa)

Jalur ini mempunyai panjang sekitar 84 Km dengan melewati Kecamatan Kurau, Takisung, Panyipatan, dan Pelaihari

Jalur ini dibuat sebagai pendukung rencana pelabuhan udara yang ada di Kurau.

Page 184: Senarai Teknologi untuk Bangsa

171SURVEI KEBUMIAN

B. Jalur alternatif 2 (Banjar - Tanjung Dewa)

Jalur ini mempunyai panjang sekitar 93,3Km dengan melewati Keca-matan Bati-Bati, Tambangulang, Pelaihari dan Panyipatan.

Jalur ini dibuat sebagai jalur lansung menuju Pelabuhan Tanjungdewa.

Gambar 5. Peta Rencana Jalur Alternatif Banjar – Tanjungdewa

Alternatif Kintap – TanjungdewaA. Jalur Alternatif 1 (Kintap – Tanjungdewa)

Jalur ini mempunyai panjang sekitar 79,5 km dengan melewati Kecamatan Kintap, Jorong, dan Panyipatan.

Jalur ini dibuat sebagai jalur untuk mendukung peningkatan dari produksi hasil sumberdaya alam di Kecamatan Kintap dan Jorong. Selain itu juga hasil sumberdaya alam dari Kabupaten Tanahbumbu.

B. Jalur alternatif 2 (Kintap - Tanjung Dewa)

Jalur ini mempunyai panjang sekitar 83,25 km dengan melewati Kecamatan Kintap, Jorong, dan Panyipatan.

Jalur ini dibuat sebagai jalur untuk mendukung peningkatan dari produksi hasil sumberdaya alam di Kecamatan Kintap dan Jorong, selain itu juga hasil sumberdaya alam dari Kabupaten tetangga yaitu Tanahbumbu. Lokasi sebaran jalan dapat dilihat pada gambar 6.

Page 185: Senarai Teknologi untuk Bangsa

172 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 6. Peta Rencana Jalur Alternatif Kintap – Tanjungdewa

Estimasi Biaya PembangunanDengan menggunakan nilai dari komponen biaya investasi pembangunan jalan dan biaya pembebasan lahan di atas dapat diketahui masing-masing jumlah biaya pembangunan jalan rencana. Jalan rencana Kintap – Tanjungdewa alternatif I dengan panjang 84,8 km dan lebar jalan 12 m membutuhkan biaya investasi pembangunan (konstruksi) sebesar Rp 84,8 miliar. Sedangkan Alternatif II dengan panjang jalan 82,9 km membutuhkan biaya konstruksi sebesar 82,9 miliar rupiah. Jumlah lahan yang dibutuhkan jalan rencana Kintap – Tanjungdewa untuk alternatif I adalah sebesar 186,6 km2, dengan nilai pembebasan lahan sebesar Rp 24,9 miliar. Sedangkan kebutuhan lahan alternatif II adalah sebesar 182,3 km2 dengan nilai perkiraan pembebasan lahan sebesar 18,9 miliar rupiah Dengan demikian total biaya pembangunan jalan Kintap – Tanjungdewa alternatif I 109,7 miliar rupiah. Sedangkan total biaya jalan alternatif II sebesar 98,4 miliar rupiah.

Untuk jalan rencana jalur Banjar – Tanjungdewa alternatif I dengan panjang 79,5 Km dan lebar jalan 12 m membutuhkan biaya investasi pembangunan/konstruksi sebesar Rp 79 miliar. Sedangkan Alternatif II dengan panjang jalan 93,3 Km membutuhkan biaya konstruksi sebesar 93,3 miliar rupiah. Jumlah lahan yang dibutuhkan jalan rencana Banjar – Tanjungdewa untuk alternatif I adalah sebesar 186,6 km2, dengan nilai pembebasan tanah sebesar Rp 24,9 miliar. Sedangkan kebutuhan lahan alternatif II adalah sebesar 182,3 km2 dengan nilai perkiraan pembebasan

Page 186: Senarai Teknologi untuk Bangsa

173SURVEI KEBUMIAN

lahan 27,54 miliar rupiah. Dengan demikian total biaya pembangunan jalan Kintap – Tanjungdewa alternatif I 104,4 miliar rupiah. Sedangkan total biaya jalan alternatif II sebesar 120,8.

Dengan hasil perhitungan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk jalur Kintap – Tanjungdewa jalan alternatif II lebih kecil biayanya dibandingkan jalan alternatif I. Sedangkan untuk jalur Banjar – Tanjungdewa jalan alternatif I lebih kecil biaya pembangunannya dibandingkan jalan alternatif II. Besarnya kecilnya biaya sangat tergantung dengan seberapa panjang masing-masing jalan alternatif.

Komponen biaya pembangunan jalan rencana Kintap –Tanjungdewa dan Banjar Tanjungdewa dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Perhitungan Biaya Pembangunan Jalan Rencana I dan II

KOMPONEN BIAYA Satuan Nilai

Biaya Pembangunan Jalan lebar 12 m per Km Rp 1.000.000.000

Biaya Pembebasan Lahan per M2* Rp 13.372,00

I. Panjang Jalan Rencana Kintap- Tanjungdewa Km 167,7

a. Alternatif I Km 84,8

b. Alternatif II Km 82,9

II.Panjang Jalan Rencana Banjar – Tanjungdewa Km 172,8

a. Alternatif I Km 79,5

b. Alternatif II Km 93,3

III.Kebutuhan Lahan Jalan Rencana Kintap – Tanjungdewa m2 3.690.186,00

a. Alternatif I m2 1.866.556,00

b. Alternatif II m2 1.823.630,00

IV.Kebutuhan Lahan Jalan Rencana Banjar – Tanjungdewa m2 3.810.334,00

a. Alternatif I m2 1.750.133,00

b. Alternatif II m2 2.060.201,00 PERHITUNGAN

I. KINTAP -TANJUNGDEWA

A. Rencana Kintap - Tanjungdewa Alternatif I

a. Biaya Pembangunan Jalan Rp 84.800.000.000,00

b. Biaya Pembebasan Lahan Rp 24.959.586.832,00

Jumlah Rp 109.759.586.832,00

B. Rencana Kintap - Tanjungdewa Alternatif II

a. Biaya Pembangunan Jalan Rp 79.500.000.000,00

b. Biaya Pembebasan Lahan Rp 18.904.034.748

Jumlah Rp 98.404.034.748,00

II. BANJAR - TANJUNGDEWA

A. Rencana Banjar - Tanjungdewa Alternatif I

a. Biaya Pembangunan Jalan Rp 79.500.000.000,00

b. Biaya Pembebasan Lahan Rp 24.959.586.832,00

Jumlah 104.459.586.832,00

B. Rencana Banjar - Tanjungdewa Alternatif II

a. Biaya Pembangunan Jalan Rp 93.300.000.000,00

Page 187: Senarai Teknologi untuk Bangsa

174 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kesimpulan1. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam perencanaan jalan di

Kabupaten Tanah Laut adalah kemiringan lereng, kawasan rawa, permukiman serta kawasan lindung.

2. Jalur alternatif adalah jalur baru yang secara fisik dapat dilalui, terdapat dua jalur utama yang terpisah dengan akhir tujuan adalah Pelabuhan Tanjungdewa yaitu Banjar-Tanjungdewa dan Kintap – Tanjungdewa.

3. Dengan menggunakan nilai dari komponen biaya investasi pembangunan jalan dan biaya pembebasan lahan di atas dapat diketahui masing-masing jumlah biaya pembangunan jalan rencana. Atas dasar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk jalur Kintap – Tanjungdewa jalan alternatif 2 lebih kecil biayanya dibandingkan jalan alternatif 1. Sedangkan untuk jalur Banjar – Tanjungdewa jalan alternatif I lebih kecil biaya pembangunannya dibandingkan jalan alternatif II. Besar kecilnya biaya sangat tergantung pada panjang masing-masing jalan alternatif.

Daftar Pustaka

Abidin, Z. 2002. Survei Dengan GPS. PT Pradnya Paramitra, Jakarta.

Anonim,2007. Citra Satelit Aster. < URL: http: //www.google/wikipedia/terra-aster.com >. Dikunjungi pada tanggal 5 Mei 2007, jam 19.30 WIB

Anonim,2007.Shuttle Radar Topography Mission. < URL:http://en.Wikipedia.org /wiki/Digital_ elevation_ model>. Dikunjungi pada tanggal 25 Mei 2007, jam 14.30 WIB .

Direktorat Jendral Bina Marga. 1988. “Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan”. Jakarta.

Lillesand T.M, and Kiefer R. W, 2004, Remote Sensing and Image Interpretation, Fifth Edition,.

Purwadhi, Sri Hardiyanti. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Grasindo, Jakarta. Prastyanto, C. A., ST, MEng. 2001 Modul 2: Rekayasa Jalan Raya (PS-Sukiman S.1999. Dasar dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Penerbit Nova, Bandung.

Trisakti B, and I, Carolita, 2005. Comparison Result of DEM Generated from ASTER Stereo Data and SRTM. MAP ASIA 2005, Jakarta-Indonesia. Trisakti, B, 2005. Dan Spot) Menggunakan Aster Dem, Researcher of National Indonesia.

Page 188: Senarai Teknologi untuk Bangsa

175

SELAYAR:BANDARNIAGATIMURMuhammad Wahid Dody Kurniawan

Yudi Wahyudi Kurnia

Potret Kabupaten Kepulauan Selayar

Kabupaten Kepulauan Selayar, yang secara geografis terletak pada 5°42’ -7°35’ Lintang Selatan dan 120°15’ - 122°30’ Bujur Timur, merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, dan

satu-satunya kabupaten yang terpisah dari Pulau Sulawesi. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar seperti pada Gambar 1.1. adalah sebagai berikut:

► sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba

► sebelah timur berbatasan dengan Laut Flores

► sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur

► sebelah barat berbatasan dengan Laut Flores dan Selat Makassar

Gambar 1. Peta Kabupaten Kepulauan Selayar

Kabupaten Kepulauan Selayar me-miliki wilayah seluas 10.503,69 km2 yang terdiri dari wilayah darat se-luas 1.357,03 km2 (12,92%) dan wilayah laut 9.146,66 km2 (87,08%). Di dalam wilayah seluas itu terdapat 130 pulau, yang membentuk garis pantai sepanjang 6.440,89 km. Dari gugusan pulau-pulau yang ada, telah diketahui 34 pulau berpenghuni dan sisanya tidak berpenghuni. Secara administratif, wilayah Kabupaten Ke-pulauan Selayar dibagi ke dalam 11 kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.

Aktifitas masyarakat di Kabupaten Kepulauan Selayar tidak jauh ber-beda dengan masyarakat pada umumnya di daerah lain di Pulau Sulawesi. Kegiatan pada sektor pertanian, perdagangan, hotel, restoran, dan jasa

Page 189: Senarai Teknologi untuk Bangsa

176 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

masih mendominasi perekonomian masyarakatnya. Khusus pada sektor pertanian, sub-sektor perikanan laut memegang peranan penting karena penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar banyak bergantung pada hasil perikanan laut. Dengan kata lain, mengingat potensi dan kondisi alamnya yang merupakan pulau-pulau kecil (luas kurang dari 2000 km2), maka masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar sangat mengandalkan pada perikanan dan pertanian.

Di sisi lain, angka kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Selayar relatif tinggi. Hal ini tampak dari situasi salah satu kampung nelayan, dimana terlihat jejeran rumah yang terkesan berdiri seadanya dan ini menjadi potret kehidupan miskin yang mendera warganya. Berdasarkan data, dari 120 ribu jiwa penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar sekitar 20 persen warga di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Masih tingginya prosentase penduduk miskin di Selayar menunjukkan kurangnya perhatian dari peme-rintah pusat. Satu bukti adalah perbedaan harga bahan bakar minyak (BBM) di kabupaten ini, karena tidak adanya subsidi dalam distribusi BBM ke Selayar.

Potensi dan Keunggulan SelayarAnugerah terbesar Kabupaten Kepulauan Selayar adalah posisinya yang strategis di antara Alur Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI II dan III). Posisi geografis Kepulauan Selayar ini berada pada jalur pelayaran regional, nasional bahkan internasional, tetapi sayangnya belum mampu memberikan nilai tambah, baik sebagai pusat transit/tujuan arus barang, penumpang, dan jasa.

Sedangkan di sektor pertambangan, Kabupaten Kepulauan Selayar juga memiliki potensi minyak dan pasir besi yang belum terkelola. Selain itu, sinar matahari yang merata sepanjang tahun ditambah dengan potensi kecepatan angin yang memadai memungkinkan untuk dikembangkan pusat energi listrik alternatif, seperti pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga angin (bayu).

Di sektor perikanan, perairan Selayar memiliki potensi perikanan yang berlimpah, tetapi hingga saat ini potensi itu masih lebih banyak dinikmati oleh nelayan dari luar Selayar. Laut Sulawesi yang membentang luas, sering menjadi jalur migrasi berbagai jenis ikan. Antara bulan September hingga Desember, jutaan cumi-cumi akan bermigrasi dari perairan selat Bali, menuju perairan Australia, melalui selat NTT dan selat Bone. Perairan Kabupaten Kepulauan Selayar pada bulan-bulan tertentu juga menjadi jalur perlintasan ikan tuna sirip biru yang harganya terbilang cukup mahal. Saat yang sangat

Page 190: Senarai Teknologi untuk Bangsa

177SURVEI KEBUMIAN

menguntungkan bagi para nelayan Selayar, yang umumnya menangkap ikan dengan menggunakan perahu bagan. Menangkap ikan dengan bagan perahu dilakukan dengan cara tradisional. Nelayan umumnya berangkat saat petang hari, beriringan menuju perairan diantara pulau-pulau kecil yang bertebaran di sekitar Pulau Selayar. Perahu bagan kebanyakan bukan milik sendiri. Para nelayan muda ini mengoperasikan bagan milik orang lain yang punya modal besar. Karena, diperlukan biaya ratusan juta Rupiah untuk membuat satu perahu bagan dengan seluruh perlengkapan penangkap ikan seperti ini. Modal akhirnya menjadi salah satu kendala yang membuat kegiatan perikanan di Selayar tak kunjung mengalami kemajuan. Untuk menangkap ikan dan cumi-cumi, nelayan menggunakan tipuan cahaya.

Sebagian besar ikan yang tertangkap, tidak didaratkan di Selayar. Para pengumpul datang langsung dengan perahu yang dilengkapi peti-peti es. Transaksi jual beli dilakukan di tengah laut. Cara ini tentu saja hanya menguntungkan pihak pengumpul saja. Nelayan tidak memiliki harga tawar. Bahkan, pengumpul kerap kali menekan harga dengan dalih ikan di darat sedang sepi peminat, sehingga mereka membeli dengan harga murah. Sebaliknya, di darat harga ikan menjadi mahal. Kabupaten Kepulauan Selayar memang tak punya tempat pendaratan ikan yang terkoordinir, “kecuali kawasan PPI Bonehalang, yang hingga saat ini juga belum dapat berfungsi maksimal”. Ikan dari perahu sampai ke konsumen sedikitnya telah melalui empat tangan. Masing-masing menaikkan harga untuk mencari keuntungan.

Ketiadaan tempat pendaratan ikan inilah, yang membuat para pengumpul menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke Bira, bahkan hingga ke Makassar. Hanya separuhnya yang sampai ke tangan masyarakat Selayar. Perairan di sekitar Kabupaten Kepulauan Selayar memang kaya akan sumber daya ikan, sehingga adalah sebuah hal yang tak berlebihan jika tidak sedikit pula nelayan dari daratan Sulawesi, seperti Sinjai dan Bone, yang datang menangkap ikan hingga Selayar. Nelayan-nelayan ini menggunakan perahu pukat mini. Jenis perahu yang justru tidak dimiliki oleh nelayan Selayar sendiri. Akibatnya nelayan Selayar, hanya mampu menangkap jenis-jenis ikan permukaan saja. Ikan di pedalaman perairan Selayar, justru dinikmati nelayan lain. Upaya pemerintah setempat membangun tempat pendaratan ikan sedang dalam proses pelaksanaan. Namun bukan sekedar sarana di darat yang diperlukan untuk memajukan nelayan Selayar.

Kabupaten Selayar diperkirakan memiliki potensi sumberdaya perikanan cakalang yang cukup besar dimana produksi ikan cakalang yang tercatat tahun 2004 sebesar 29,5 ton. Sultan (2004) menyatakan bahwa potensi sumber daya ikan pelagis besar di Kawasan Taka Bonerate Kabupaten

Page 191: Senarai Teknologi untuk Bangsa

178 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Selayar diperkirakan sebanyak 63 ton/tahun.Usaha perikanan tangkap pelagis besar (cakalang dan tuna) di Kabupaten Selayar umumnya menggunakan purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda (Dinas Perikanan Selayar, 2004). Usaha perikanan tangkap di Kabupaten Selayar termasuk perikanan cakalang hampir semuanya masih merupakan usaha perikanan rumah tangga, yang memiliki ciri-ciri: 1) skala usaha relatif kecil; 2) dilakukan sebagai usaha keluarga; dan 3) menggunakan teknologi yang masih manual sehingga produktivitasnya relatif rendah. Juga masalah lain yang dihadapi saat ini adalah terbatasnya jumlah nelayan dan jumlah sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap. Saat ini hanya 10 % ikan yang ditangkap didaratkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat Selayar melalui nelayan Selayar, 45 % untuk pedagang lokal dan eksportir, 5 % untuk importir, serta 40 % diperdagangkan di luar Selayar. Bisa dikatakan pemanfaatan potensi perikanan di Kabupaten Kepulauan Selayar belum secara maksimal dinikmati oleh masyarakat Selayar. Begitupun dengan potensi berlimpah perairan teluk yang dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya rumput laut dan budidaya keramba jaring apung.

Di sektor pariwisata, Takabonerate telah menjadi ikon daerah ini dan keberadaannya telah dikenal di tingkat regional, nasional, maupun inter-nasional, namun hingga kini belum mampu menjadi daerah tujuan wisata (DTW) bahari. Begitupun dengan potensi wisata alam (darat), wisata budaya dan sejarah.

Di sektor pertanian, lahan tidak produktif tidak kurang dari 29% luas wilayah daratan Selayar. Juga termasuk lahan tidur yang masih sangat luas, ditambah dengan sistem pertanian yang masih tradisional. Sementara itu, kelapa, sebagai salah satu komoditas perkebunan dominan di daerah kepulauan ini, produksinya terus menurun karena lambatnya peremajaan. Di sisi lain, perkebunan jeruk keprok Selayar, kondisinyapun hampir sama.

Selayar Sebagai Bandar Niaga Indonesia TimurSebagai negara kepulauan, Indonesia membutuhkan sistem distribusi nasional yang terintegrasi agar mampu menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan merata. Dengan sistem logistik yang efektif dan efisien, suatu barang atau jasa akan berada di tangan pengguna dalam bentuk dan kondisi yang sesuai dengan keinginan, dalam jumlah dan waktu yang tepat, serta harga yang terjangkau. Kenyataan yang ada menunjukkan hal yang berbeda. Sistem logistik nasional di Indonesia saat ini dikenal “tidak efisien dan tidak efektif”. Beberapa permasalahan distribusi komoditi/produk seringkali menjadi isu strategis di tingkat nasional, yang

Page 192: Senarai Teknologi untuk Bangsa

179SURVEI KEBUMIAN

memperlihatkan lemahnya dukungan sektor logistik nasional. Permasalahan tentang distribusi pupuk, BBM, beras, gula, dan logistik PEMILU adalah beberapa contoh persoalan distribusi barang tingkat domestik yang sering merepotkan pemerintah, yang tentu menimbulkan persoalan bagi bangsa.

Terkait konteks di atas, bermodalkan letak yang strategis di tengah Indonesia serta pintu gerbang masuk dari barat dan timur Indonesia, Selayar pantas untuk menjadi Bandar Niaga Timur untuk Kawasan Timur Indonesia. Bandar ini akan berfungsi sebagai hub atau penghubung pergerakan barang-barang logistik terutama sembilan bahan pokok (sembako) di Kawasan Timur Indonesia. Apalagi disparitas harga kebutuhan pokok sangatlah tinggi untuk kawasan timur, karena banyak industri-industri serta distribusi bahan pokok yang masih terpusat di kawasan barat dan belum menyebar ke kawasan timur. Menurut data yang ada, barang yang berasal dari pelabuhan di timur ke barat terutama adalah merupakan hasil sumberdaya alam, sedangkan dari pelabuhan di barat ke timur pada umumnya adalah produk-produk industri dan bahan pokok.

Secara ringkas, berikut adalah beberapa pertimbangan utama yang menjadikan Selayar sebagai Bandar Niaga Timur Indonesia:

1. Posisi geografis Selayar yang berada pada titik tengah Indonesia, dengan sebaran potensi di dalamnya meliputi: potensi sumberdaya perikanan yang melimpah, pariwisata (adanya Taman Nasional Takabonerate yang merupakan atol ketiga terbesar di dunia sehingga cocok untuk pengembangan pariwisata bahari), minyak bumi dan gas (terdapat 4 cekungan minyak bumi di sekitar Selayar), serta potensi sumberdaya alam lainnya;

2. Posisi Selayar diapit oleh ALKI II dan ALKI III sehingga sebagai Bandar Niaga, akan menciptakan efisiensi dan nilai tambah secara nasional dalam melayani aktivitas niaga antara wilayah-wilayah di KTI (Kawasan Timur Indonesia) dengan wilayah-wilayah di KBI (Kawasan Barat Indonesia), dan demikian pula sebaliknya;

3. Perairan di Selayar didominasi oleh laut dalam yang merupakan modal dasar penting bagi pengembangan dermaga dan pelayaran sehingga industri perkapalan dan logistik sangat cocok dikembangkan.

4. Tingkat inflasi di KTI diperkirakan dapat ditekan melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan distribusi kebutuhan bahan pokok dari KBI ke KTI. Di samping itu dalam kondisi darurat distribusi logistik bahan pokok dan BBM dapat lebih cepat ke KTI jika dibandingkan melalui Balikpapan dan Samarinda; dan

Page 193: Senarai Teknologi untuk Bangsa

180 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

5. Sebagai Bandar Niaga, diharapkan akan mampu melayani pasokan barang ke dan dari KTI, yang lalu lintas transportasinya melalui Selat Selayar. Selain itu, Bandar Niaga ini akan melayani pemenuhan kebutuhan basecamp supply industri perminyakan di KTI.

Keunggulan-keunggulan tersebut jika dioptimalkan pembangunannya di Selayar (benefits stay there), maka pada akhirnya akan meningkatkan kese-jahteraan masyarakat dan mengurangi ketertinggalan dan keterbelakangan pembangunan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Selayar dan juga secara keamanan akan menciptakan marine security belt di kawasan tersebut.

Berdasarkan potensi-potensi yang ada di atas, maka Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar bekerja sama dengan Menko Perekonomian dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan Kajian Percepatan Pembangunan dan Peningkatan Investasi Daerah Ter-tinggal (Studi Kasus Kabupaten Kepulauan Selayar).

Harapan dan Arah PengembanganDalam rangka mewujudkan harapan Selayar sebagai Bandar Niaga Timur, maka telah ditetapkan visi pembangunan Kabupaten Kepulauan Selayar: “Terwujudnya Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai Bandar Niaga Timur yang menjadi Pusat Distribusi Logistik dan Pendukung Perminyakan Ka-wasan Timur Indonesia, Kawasan Industri Perikanan Terpadu dan Pusat Budidaya Ikan Karang Nasional, serta Pusat Destinasi Pariwisata Bahari Andalan Nasional pada tahun 2025.”

Visi dan arahan pengembangannya didokumentasikan dalam suatu Cetak Biru Pembangunan Kabupaten Kepulauan Selayar 2010 – 2025. Cetak Biru tersebut dirancang untuk merumuskan arahan percepatan pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan investasi pada beberapa sektor unggulan. Arahan ini merupakan sebuah rencana strategis yang merefleksikan visi 2025. Secara singkat, Cetak Biru berisi rekomendasi kebijakan, strategi, dan program-program prioritas yang komprehensif, berwawasan lokal, regional, dan nasional.

Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Kepulauan Selayar 2010 – 2025, maka telah ditetapkan misi-misi sebagai berikut:

1. Menjadikan program percepatan pembangunan sektor-sektor unggulan sebagai program nasional yang berwawasan lokal, regional dan nasional.

2. Menjadikan program percepatan pembangunan Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai skenario pembangunan yang memperkuat interaksi kerjasama kawasan dalam kerangka sistem ekonomi nasional, khususnya Kawasan Timur Indonesia.

Page 194: Senarai Teknologi untuk Bangsa

181SURVEI KEBUMIAN

3. Mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program percepatan pembangunan Kabupaten Kepulauan Selayar dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Misi di atas sejalan dengan misi pembangunan di tingkat provinsi, yang menggariskan percepatan pembangunan membutuhkan peningkatan kualitas secara terus menerus dalam berbagai bidang infrastruktur, perdagangan dan jasa, eksploitasi sumberdaya alam, kerjasama antarkabupaten/kota dan kinerja pemerintah.

Pelaksanaan misi-misi di atas tidak terlepas dari sasaran utama yakni mengembangkan 4 sektor utama (sektor distribusi logistik, perminyakan, perikanan, serta pariwisata) sebagai penggerak utama percepatan pembangunan Kabupaten Kepulauan Selayar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berperan dalam pengembangan “kawasan regional” dan nasional secara terpadu. Sektor-sektor utama tersebut diperkuat oleh sektor pendukung, yang meliputi kelistrikan, pertanian, sarana-prasarana transportasi, dan penyediaan air bersih.

Sasaran pengembangan sektor logistik dan perminyakan adalah menjadi pusat distribusi logistik untuk KTI, dan menjadikan Pulau Selayar sebagai kawasan industri perminyakan (termasuk industri pendukungnya) untuk Kawasan Timur Indonesia. Adapun sasaran sektor perikanan adalah menjadikan sektor ini sebagai salah satu penggerak utama pembangunan Kabupaten Kepulauan Selayar melalui pengembangan industri perikanan terpadu dan budidaya ikan karang, dalam rangka meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sekaligus dalam rangka pengembangan kawasan regional secara terpadu. Sasaran sektor pariwisata adalah menjadikan Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai pusat destinasi pariwisata bahari andalan nasional dan salah satu penggerak utama pembangunan dalam kerangka regional dan nasional.

Sementara itu sasaran sektor pendukung kelistrikan listrik adalah meningkatkan kapasitas pasokan energi listrik untuk mendukung percepatan pembangunan dan investasi Kabupaten Kepulauan Selayar. Kemudian, sasaran sektor pendukung pertanian adalah menjadikan Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai net-eksportir bahan makanan pokok (beras, hortikultura dan daging), merevitalisasi perkebunan untuk menarik investor, serta menggalakkan penanaman tanaman lokal untuk mendukung penghijauan. Sasaran sektor pendukung sarana-prasarana transportasi adalah mewujudkan sistem transportasi antarmoda yang handal, ekonomis dan aman dalam mendukung percepatan pembangunan Kabupaten

Page 195: Senarai Teknologi untuk Bangsa

182 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kepulauan Selayar. Sedangkan sasaran sektor pendukung air adalah meningkatkan kapasitas pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan industri dan domestik dalam mendukung percepatan pembangunan dan investasi Kabupaten Kepulauan Selayar.

Upaya pencapaian strategi masing-masing sektor tentu disertai dengan strategi pelaksanaannya. Berikut adalah uraian singkat strategi pengembangan masing-masing sektor.

a. SektorLogistikdanPerminyakan Sektor ini diperkirakan dapat menjadi penghela percepatan pembangun-

an Selayar sebagai Bandar Niaga Timur. Oleh karena itu strategi yang dipilih adalah: (i) melakukan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan secara lintas sektor dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (ii) memprioritaskan program jangka pendek (quick win) yang mampu memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) menerapkan sistem pembiayaan oleh pemerintah dan swasta, dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

b. Sektor Perikanan Sektor ini merupakan salah satu sektor utama yang akan dikembangkan

selain sektor logistik dan perikanan. Dari sektor ini diharapkan akan berkembang menjadi industri perikanan terpadu di masa datang. Oleh karena itu strategi yang dipilih adalah: (i) melakukan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan secara lintas sektor dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (ii) memprioritaskan program jangka pendek (quick win) yang mampu memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) menerapkan sistem pembiayaan oleh pemerintah dan swasta, dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (iv) mengembangkan industri pengolahan perikanan di Benteng, (v) mengembangkan budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dan (vi) mengembangkan industri perikanan terpadu dengan memberdayakan masyarakat lokal dan meningkatkan sinergi di Kawasan Regional.

c. Sektor Pariwisata Sektor ini juga merupakan salah satu sektor utama yang akan

dikembangkan di Selayar. Adanya Taman Nasional Laut Takabonerate yang merupakan atol terbesar ketiga di dunia sangat mendukung

Page 196: Senarai Teknologi untuk Bangsa

183SURVEI KEBUMIAN

untuk pengembangan sektor ini disamping juga kondisi alam (pantai) di Selayar yang indah. Untuk itu strategi yang dipilih adalah: (i) melakukan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan secara lintas sektor dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (ii) memprioritaskan program jangka pendek (quick win) yang mampu memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) menerapkan sistem pembiayaan oleh pemerintah dan swasta, dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (iv) mengembangkan ekowisata bahari di Kawasan Takabonerate, (v) mengembangkan wisata pantai dan bahari di Pulau Selayar dan sekitarnya, (vi) melibatkan tokoh masyarakat dalam pengembangan pariwisata, dan (vii) memberdayakan masyarakat melalui pengembangan home-stay, desa wisata dan paket wisata lainnya.

d. Sektor Pertanian Sektor ini adalah bagian dari sektor pendukung yang akan dikembang-

kan di Selayar khususnya di Pulau Jampea. Untuk itu strategi yang dipilih adalah: (i) melakukan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan secara lintas sektor dan dikoordinasi-kan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (ii) memprioritas-kan program jangka pendek (quick win) yang mampu memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) menerapkan sistem pembiayaan oleh pemerintah dan swasta, dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (iv) meningkatkan produksi dan produktivitas beras, hortikultura dan daging di Pulau Jampea dan sekitarnya, (v) meremajakan perkebunan kelapa rakyat, dan (vi) memanfaatkan tanaman lokal sebagai tanaman penghijauan dan bahan baku industri.

e. Sektor Sarana-Prasarana Transportasi Sektor ini juga merupakan sektor pendukung yang akan dikembangkan

di Selayar. Adapun strategi yang dipilih adalah: (i) melakukan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan secara lintas sektor dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (ii) memprioritaskan program jangka pendek (quick win) yang mampu memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) menerapkan sistem pembiayaan oleh pemerintah dan swasta, dan

Page 197: Senarai Teknologi untuk Bangsa

184 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (iv) meningkatkan kualitas jalan eksisting dan pembangunan jalan baru, (v) meningkatkan frekuensi penerbangan dari dan ke Selayar, dan (vi) meningkatkan aksesibilitas antarpulau melalui peningkatan dermaga pada lokasi strategis, pengembangan industri perahu tradisional.

f. Sektor Kelistrikan Sektor ini juga merupakan sektor pendukung yang akan dikembangkan

di Selayar. Adapun strategi yang dipilih adalah: (i) melakukan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan secara lintas sektor dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (ii) memprioritaskan program jangka pendek (quick win) yang mampu memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) menerapkan sistem pembiayaan oleh pemerintah dan swasta, dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (iv) menyediakan pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar murah (batubara), (v) merekondisi pembangkit-pembangkit yang ada (PLTD) untuk meningkatkan performansi dan daya guna dalam jangka me-nengah, (vi) mengalihfungsikan PLTD yang ada sebagai pembangkit listrik cadangan dalam jangka panjang, dan (vii) menyediakan pembangkit listrik hibrida untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di pulau-pulau kecil.

g. Sektor Penyediaan Air Sektor ini juga merupakan sektor pendukung yang akan dikembangkan

di Selayar. Adapun strategi yang dipilih adalah: (i) melakukan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan secara lintas sektor dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (ii) memprioritaskan program jangka pendek (quick win) yang mampu memberikan efek berantai (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) menerapkan sistem pembiayaan oleh pemerintah dan swasta, dan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (iv) melakukan kajian eksplorasi sumberdaya air permukaan, bawah permukaan dan dalam, (v) meningkatkan cakupan wilayah dan kapasitas jaringan air bersih, dan (vi) melakukan penyulingan air laut sebagai sumber pasokan alternatif.

Page 198: Senarai Teknologi untuk Bangsa

185SURVEI KEBUMIAN

Status TerkiniSaat ini pengembangan Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai Bandar Niaga Timur memasuki tahapan implementasi sesuai dengan Cetak Biru yang telah disusun. Sebagai bagian dari implementasi tersebut telah dilakukan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) dengan berbagai instansi teknis dalam koordinasi Kantor Kementerian Bidang Perekonomian dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar dimana total dana yang dialokasikan pada tahun 2010/2011 sejumlah Rp 104,5 miliar baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu telah dilakukan pula negosiasi antara investor dari Taiwan yaitu Perusahaan CPC dan Pemerintah Indonesia. Negosiasi lanjutan antar kedua belah pihak dan kunjungan tim teknis CPC akan segera dilaksanakan. Investasi relokasi kilang minyak ini adalah sebesar 2,85 Milyar US$. Diharapkan pembangunan dimulai tahun 2012 dan beroperasi 2016.

Harapannya semoga rencana-rencana yang telah disusun dalam Cetak Biru pengembangan Kabupaten Kepuluan Selayar 2025 dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus-menerus sehingga impian menjadikan Selayar sebagai Bandar Niaga Timur layaknya seperti Batam dapat tercapai pada tahun 2025 yang ini tentunya akan membawa dampak positif pada percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia pada khususnya.

Daftar Pustaka

Kantor Menko Perekonomian, 2009, Laporan Akhir Kajian Percepatan Pembangunan dan Peningkatan Investasi Daerah Tertinggal (Studi Kasus: Kabupaten Kepulauan Selayar), Jakarta.

Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Selayar. 2010. Kabupaten Kepulauan Selayar Dalam Angka 2009.

Kantor Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Selayar. 2004 dalam http://www.damandiri.or.id/file/andiheryantirukkaipbbab1.pdf

Page 199: Senarai Teknologi untuk Bangsa

186 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Page 200: Senarai Teknologi untuk Bangsa

PERTANIANDAN

KEHUTANAN

Page 201: Senarai Teknologi untuk Bangsa
Page 202: Senarai Teknologi untuk Bangsa

189

MERAMAL PANEN PADI DENGAN MODEL MATEMATIKA

Sidik Mulyono

Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar negara Asia termasuk Indonesia. Sebagai makanan pokok, pemenuhan kebutuhan beras bagi penduduk Indonesia mendapat perhatian

khusus, karena hal ini menyangkut masalah stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Strategi yang tepat dan cepat harus dicanangkan untuk selalu memenuhi kebutuhan akan bahan pokok tersebut. Segala daya upaya harus disiapkan oleh pemerintah dari semua lini terkait, secara sinergis, untuk mengupayakan stabilitas pemenuhan kebutuhan pokok akan pangan, mulai dari kebijakan pemerintah, payung hukum, kontrol sarana produksi pertanian di lapangan, asistensi teknik, teknologi estimasi produksi, distribusi panen, dan kontrol harga jual di pasar.

Berbagai tantangan yang dihadapi dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional antara lain adanya anomali iklim yang dapat menyebabkan kekeringan dan gagal panen. Menurut Biro Pusat Statistik Pertanian tahun 1998, pengaruh cuaca akibat El-Nino tahun 1997-1998 berdampak pada penurunan produksi padi sekitar 3.62%, sehingga diperlukan impor beras sekitar 3 juta ton pada tahun 1998. Selain itu, tantangan dari sisi teknis adalah data hasil pendugaan produksi panen yang dilakukan secara sampling dengan cara konvensional (metode ubinan) oleh para mantri tani di daerah kurang memberikan hasil yang akurat. Sehingga banyak menimbulkan spekulasi di kalangan elit politik untuk mengimpor beras dengan dalih memenuhi kebutuhan stok beras nasional.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode yang dapat menduga produksi panen (yield prediction) padi ini dengan lebih cepat (tanpa membutuhkan banyak waktu), lebih tepat (dengan akurasi yang lebih tinggi), serta diperca-ya oleh semua pihak. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi teknologi inderaja hiperspektral, yang dapat memberikan informasi secara cepat, mencakup wilayah yang lebih luas, tanpa menghabiskan banyak waktu untuk pekerjaan di laboratorium, tanpa mengeluarkan biaya yang mahal dalam jangka waktu yang lama, dan tanpa merusak tanaman (non destructive sampling).

Page 203: Senarai Teknologi untuk Bangsa

190 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menduga panen adalah dengan teknologi hyperspectral remote sensing. Teknologi ini telah berkembang pesat di negara-negara maju dan juga negara yang mempunyai iklim monsoon seperti Jepang, Korea, Cina maupun Taiwan. Bagi Indonesia teknologi ini masih relatif baru, dan masih sangat sedikit penerapannya. Sebagai negeri yang masih bergantung pada sektor pertanian, teknologi ini sangat menjanjikan untuk dimafaatkan dalam membantu krisis informasi seputar pangan, atau bisa juga dikatakan sangat penting untuk mendukung program ketahanan pangan.

Teknologi penginderaan jauh (inderaja) hiperspektral yang merupakan pengembangan teknologi inderaja terkini memiliki beberapa keunggulan yang sangat nyata dibanding teknologi penginderaan jauh sebelumnya. Dengan jumlah kanal (channel) yang banyak hingga ratusan kanal, membuat teknologi ini sangat memungkinkan untuk mengkaji secara lebih rinci dalam memantau vegetasi pada umumnya, maupun yang lebih khusus seperti dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan kondisi tanaman padi.

Pembangunan Model Matematika (Regresi Komponen Utama)Untuk dapat mengaplikasikan data hyperspectral sebagai variabel penduga produksi panen padi, maka perlu dikembangkan model matematika yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga produksi padi, salah satu yang sering digunakan adalah dengan membangun model prediksi dengan metode regresi linear ganda (Multiple Linear Regression). Metode ini termasuk yang paling mudah dilakukan karena hanya meregresikan pasangan-pasangan kanal (hingga beberapa kanal) yang optimal terhadap pasangan data panen (yield data) atau data ubinan yang telah dikonversikan ke dalam satuan ton/hektar. Namun mengingat jumlah kanal hiperspektral yang digunakan dalam analisa ini merujuk pada jumlah kanal yang terdapat pada sensor inderaja HyMap, cukup banyak yaitu sebanyak 116 kanal yang efektif digunakan (Final Report HypeSRI Project, 2008), sehingga sangat memungkinkan masih mengandung multi kolinearitas, yaitu terdapatnya hubungan linear sempurna atau hampir sempurna antar kanal, yang dapat mengurangi tingkat kepercayaan dari model yang dibangun.

Analisa komponen utama adalah merupakan salah satu solusi untuk menghindari masalah multi kolinearitas tersebut. Pada dasarnya analisa ini adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara

Page 204: Senarai Teknologi untuk Bangsa

191PERTANIAN DAN KEHUTANAN

menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel-variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan komponen utama (principal component). Setelah beberapa komponen utama yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi (Sumartini, 2008).

Data Yang DigunakanDalam pembangunan model ini, data hyperspectral yang digunakan sebagai variabel bebas ada 3 tingkatan, yaitu data hasil pengamatan selama field campaign yang telah dilaksanakan pada Juni 2008 di sekitar Kabupaten Subang dan Indramayu, menggunakan Fieldspectro meter dengan ketinggian masing-masing 10 cm (FS-10) dan 50 cm (FS-50), serta data hasil pengamatan melalui airborne campaign pada waktu yang hampir bersamaan, menggunakan sensor HyMap pada ketinggian 2000 m, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Data set yang digunakan

Jenis Data Set Jumlah sampelFieldSpec 10 cm (FS-10) 62

FieldSpec 50 cm (FS-50) 62

HyMap 2000 m (HyMap) 32

Sedangkan untuk data yield yang digunakan sebagai variabel terikat, diperoleh dari hasil pengamatan ubinan saat panen di Subang dan Indramayu, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Nilai statistik pengamatan produktifitas padi (ubinan)

Parameter yang diamati

Jumlah data

Nilai Minimum

Nilai rerata

Nilai Maksimum

Deviasi standar Jangkauan

Yield (ton/h) 73 2.27 6.452 9.87 1.835 7.6

Page 205: Senarai Teknologi untuk Bangsa

192 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

1

Gambar 1. Lokasi pengamatan spectral (Field campaign dan Airborne campaign)

Hasil Analisa Dan Model Regresi Komponen UtamaUntuk mendapatkan model optimal dari masing-masing data, digunakan metode sampling bootstrap 8-set, yaitu seluruh data set dibagi ke dalam 8 bagian, dimana 1 bagian merupakan test set, sedangkan 7 bagian lainnya merupakan train set.

Dalam proses pengujian ini, model yang dipilih adalah model yang memiliki nilai root mean square error (RMSE) yang terendah. Model yang telah terpilih dari masing-masing data set di atas, dibandingkan terhadap hasil validasi akhir, yaitu dikembalikan lagi ke data semula. Hasilnya ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2. Hasil kalibrasi model

(c) FS-10 data set (b) FS-50 data set (a) HyMap data set

Tabel 3. Hasil validasi terakhir

Data Set RMSEP R2P Jumlah PC

FS - 10 0.670 0.827 48

FS-50 0.744 0.793 49

HyMap 0.408 0.743 17

Page 206: Senarai Teknologi untuk Bangsa

193PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Dari gambar 2 (a), (b), dan (c) diketahui bahwa model PCR yang dibangun menggunakan data set FS-10 dan FS-50 memiliki nilai korelasi (R2) yang cukup besar, dibanding dengan model PCR yang dibangun menggunakan data set HyMap, tetapi memiliki derau (error) yang relatif lebih besar dari HyMap.

Begitu juga pada validasi akhir model (tabel 3), model yang dibangun menggunakan data set HyMap memiliki derau yang lebih kecil dan jumlah PC yang lebih sedikit. Dengan keunggulannya ini model HyMap lebih layak untuk diimplementasikan ke dalam citra HyMap sebagai model prediksi.

Aplikasi Model PCR ke dalam Citra HyMapKarena model yang dibangun berdasarkan data reflektan tanaman padi, sebelum model ini diimplementasikan ke dalam citra, citra terlebih dahulu harus diklasifikasi berdasarkan tanaman padi. Dalam hal ini klasifikasi dilakukan berdasarkan nilai tingkat kehijauan tanaman atau NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang dimiliki oleh tanaman pada mulai dari fase tumbuh awal (vegetative) sampai dengan fase masak (ripening). Nilai NDVI ini dapat dihitung dari refleksi radiasi matahari dekat kanal panjang gelombang merah (580 – 680 nm) dan infra merah (730 – 1100 nm) dari data hiperspektral (Attila Nagy et al.). Berdasarkan data empirik hasil pengamatan spektral di Subang dan Indramayu, bahwa nilai NDVI yang berlaku untuk padi adalah berkisar antara 0.002 – 0.586. Hasil ini hampir sama dengan hasil pengamatan wahyunto et al., yaitu berkisar antara 0.15 – 0.61.

Tabel 4. Nilai batas NDVI untuk tanaman padi berdasarkan data empiris

FS10 FS50 HyMapMinimum 0.002 0.019 0.068

Maksimum 0.352 0.586 0.564

Setelah didapat peta distribusi tanaman padi berdasarkan nilai NDVI ini, barulah model PCR dapat diimplementasikan.

Berikut merupakan hasil implementasi model PCR terhadap citra HyMap yang mewakili beberapa kecamatan di Indramayu.

Page 207: Senarai Teknologi untuk Bangsa

194 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kecamatan Bongas

1

Kecamatan Anjatan

1

Kecamatan Haeurgeulis

1

Page 208: Senarai Teknologi untuk Bangsa

195PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Kecamatan Sukra

1

Diskusi dan Kesimpulan● Aplikasi inderaja hiperspektral untuk prediksi padi telah dibangun

dengan menggunakan model PCR, dan dapat di-generalisasi ke dalam citra HyMap.

● Model PCR untuk memprediksi yield telah dibangun menggunakan ground based data (FS-10 dan FS-50) dan Airborne data (HyMap). Dibanding dengan pengukuran di permukaan tanah (FS-10 dan FS-50), model prediksi yang dibangun menggunakan data Airborne (HyMap) dapat menghasilkan nilai error yang relatif lebih kecil (RMSEP=0.408, R2=0.743), sehingga lebih layak untuk diimplementasikan ke dalam citra Hiperspektral.

● NDVI map sebagai data input ke dalam model PCR untuk prediksi produktifitas padi cukup efektif memberikan hasil prediksi terhadap lahan pertanian yang luas.

● Sebagai bahan penelitian selanjutnya, untuk meningkatkan kualitas hasil prediksi, maka diperlukan proses klasifikasi tanaman padi dan model prediksi berdasarkan fase tumbuh (growth stage). Selain itu perlu mengkombinasikan parameter tanaman lainnya serta parameter meteorologi ke dalam model prediksi, agar model dapat diterapkan lebih general lagi.

Page 209: Senarai Teknologi untuk Bangsa

196 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Daftar Pustaka

Peng Gong, Ruiling Pu, Greg S. Biging, and Mirta Rosa Larrieu, “Estimation of Forest Leaf Area Index Using Vegetation Indices Derived From Hyperion Hyperspectral Data”, IEEE Transaction on Geoscience and Remote Sensing, vol. 41, No. 6, June 2003.

Bent Jørgensen and Yuri Goegebeur, “Multivariate Data Analysis and Chemometrics”, Module 6: Principal components regression, Januari 2007.

Soemartini, “Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode Untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas”, Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran, 2008.

Wahyunto, Sri Retno Murdiyati dan Sofyan Ritung, “Application of Remote Sensing Technology and Its Accuracy Assessment on Detecting the Spatial Distribution of Wetland Rice and Land use/cover”, Informatika Pertanian Volume 13 Desember 2004.

Page 210: Senarai Teknologi untuk Bangsa

197

PETA SPEKTRALKEANEKARAGAMAN HAYATI

Muhammad Evri

Mengutip informasi Menteri Kehutanan disalah satu media nasional (8 Juni 2010), hutan Indonesia mencakup luasan sekitar 130 juta hektar, termasuk hutan mangrove dengan luasan 7.758.410 hektar.

Lebih jauh, 43 juta hektar dalam kondisi baik, dan sisanya telah beralih fungsi menjadi areal tambang, hutan produksi (HPH) dan sebagian dicadangkan menjadi Hutan Tanaman Cadangan Pangan dan Energi (HTCPE). Kondisi yang benar-benar rusak sekitar 40 juta hektar. Perhatian khusus harus dicurahkan pada kondisi hutan yang rusak tersebut, karena bila mana tidak ada upaya pencegahan yang nyata dari eksploitasi yang masif akan berdampak pada kepunahan asset kenekaragaman hayati (biodiversity).

Tahun 2010 telah dideklarasikan Tahun Internasional Keanekaragaman Hayati, ditandai dengan digelarnya pertemuan COP 10 (Conference of Parties Convention) - UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) on Biological Diversity di Nagoya, Jepang (18-29 Oktober 2010). Tema yang diusung adalah "Many Species, One Planet, One Future" yang diterjemahkan dengan tema nasional "Keanekaragaman Hayati, Masa Depan Bumi Kita". Sebagai bangsa yang diberi karunia dengan limpahan keanekaragaman hayati yang begitu luar biasa, peran apa yang bisa kita lakukan dalam merespon pertemuan tersebut?

Amanah kepada Indonesia untuk menjaga keanekaragaman hayati semakin besar, mengingat posisi penting dengan aset hutan hujan tropis dalam peta keanekaragaman hayati dunia (megabiodiversity county) menduduki peringkat nomor dua di dunia setelah Brazil. Aset keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia saat ini sangat strategis, karena sangat terkait dengan fungsi sebagai bank genetika, pangan (nutrisi), sandang, papan, bahan obat, bahan kosmetik, pengetahuan dan nilai budaya.

Namun sering kita berpikir sesungguhnya seberapa luas dan besarkah aset keanekaragaman yang dimiliki Indonesia? Seberapa kayakah Indonesia dengan aset keanekaragaman yang ada? Di mana saja aset keanekaragaman Indonesia berada? Sampai kapankah keanekaragaman hayati tersebut akan tetap ada di bumi Indonesia? Seberapa rentan terhadap kepunahan akibat eksploitasi manusia? Dan seberapa kuatkah posisi tawar

Page 211: Senarai Teknologi untuk Bangsa

198 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

kita di mata negara-negara lain dengan aset keanekaragaman hayati yang begitu berlimpah? Semua pertanyaan-pertanyaan yang muncul secara kuantitatif sangat terkait dengan aspek keruangan dan waktu (spacio-temporal) objek keanekaragaman hayati.

Bilamana menengok ke belakang, selama ini masih terbatas institusi yang berperan dalam menghimpun angka-angka statistik tentang keanekaragaman hayati mulai tingkat nasional sampai daerah, kecuali hanya institusi yang mempunyai kaitan langsung. Sejauh ini, informasi di peroleh pun belum menggambarkan informasi yang cukup akurat secara spasial dan temporal. Apabila tidak dimulai dari saat ini, entah kapan kita bisa mendapatkan informasi yang akurat tentang peta keanekaragaman hayati kita.

Teknologi dan tools apa yang bisa membantu untuk menghimpun dan menganalisis informasi statistik, spasial, dan temporal keanekaragaman hayati?

Sejak tahun 1972, sistem penginderaan jauh telah berkembang dari penginderaan jauh multispektral (multispectral band) sampai penginderaan jauh hiperspektral (hyperspectral band). Integrasi informasi dari kanal multispektral dan hiperspektral dalam mendeteksi nilai spektral obyek secara spacio-temporal telah memperkaya informasi nilai sensitifitas obyek tanaman. Kanal (band) hiperspektral berkisar dari panjang gelombang tampak mata (visible light; 350 nm) sampai inframerah (infrared; 2500 nm). Informasi dini dari ekstraksi data lapangan dan satelit penginderaan jauh (multispektral dan hiperspektral) merupakan basis dalam monitoring, dan prediksi kelimpahan keanekaragaman hayati. Hal ini nyata apabila didukung oleh kemampuan multidiagnosa dini, cepat dan akurat, yang mampu menyajikan informasi terkini kondisi tanaman secara spacio-temporal.

Terkait dengan hal tersebut diatas, saat ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah menginisiasi metode multistage biodiversity sensing initiative untuk menginventarisasi, memetakan, memprediksi dan melakukan valuasi ekonomi secara kuantitatif terhadap limpahan keanekaragaman hayati (integrasi pengukuran lapangan dan analisis data satelit melalui “sidik jari” spektral).

Sidik Jari Spektral TanamanDiagnosa “sidik jari” spektral berbagai tanaman (vegetasi) kategori langka dalam perspektif keanekaragaman hayati yang ada dikawasan hutan hujan tropis dilakukan untuk mengindera status terkini dan limpahan tanaman tersebut melalui pembangunan atribut tanaman berupa pustaka

Page 212: Senarai Teknologi untuk Bangsa

199

spektral (spectral library) tanaman. Untuk menjejak obyek tanaman keanekaragaman hayati dalam hamparan yang luas dengan data satelit, atribut setiap jenis tanaman dapat diklasifikasi berdasarkan ciri spektralnya. Integrasi penjejakan di lapangan langsung (in-situ) dengan analisis spektral data satelit diarahkan untuk monitoring dan predikasi kelimpahan tanaman keanekaragaman hayati.

Pustaka spektral yang terbangun merupakan aset dan investasi yang luar biasa untuk pengembangan sistem monitoring, prediksi distribusi dan prediksi kelimpahan tanaman keanekaragaman hayati yang dikonservasi. Prototipe sistem tersebut merupakan sistem berbasis teknologi hiperspektral dan merupakan State of the Art sistem ini. Prototipe ini sangat potensial untuk di terapkan secara operasional di Indonesia untuk merealisasikan peta spektral keanekaragaman hayati nasional.

Pustaka spektral yang sudah terbangun sebagian selama ini sudah mencakup obyek terumbu karang di kepulauan Tanimbar, Banten bay dan kepulauan seribu, tanaman pangan (padi) di sentra padi Jawa Barat dan Serang, tanaman buah, tanaman obat dan rempah dan tanaman hutan. Kedepan secara bertahap dan terukur sidik jari spectral tersebut akan terus diperkaya dengan jenis obyek lainnya.

Bila ditelisik lebih jauh, informasi dari peta spektral secara signifikan merekomendasikan kebijakan keanekaragaman hayati nasional (biodiversity policy) terkait dengan fungsi tanaman hutan sebagai bank genetika, pangan (nutrisi), sandang, papan, bahan obat, bahan kosmetik, pengetahuan dan nilai budaya, apakah itu melalui strategi inventarisasi maupun proteksi, melalui implementasi regulasi yang ketat. Rekomendasi tersebut merupakan basis dalam mengevaluasi program penguatan ketahanan pangan, obat-obatan dan energi di seluruh wilayah Indonesia.

Pertemuan-pertemuan COP-UNFCCC selama ini banyak mendiskusikan manfaat keanekaragaman hayati dari program pengurangan emisi karbon dari Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries (REDD-plus) dan aktifitas manajemen lahan yang berkelanjutan untuk tujuan mitigasi perubahan iklim. Sebagaimana yang banyak diketahui publik saat ini bahwa program REDD-plus dan pelaporan neraca karbon melalui mekanisme MRV (Measurement Reporting Verification) diarahkan salah satunya untuk mencegah laju kepunahan keanekaragaman hayati dunia.

Selaras dengan hal tersebut diatas, program-program yang tengah digarap oleh Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam BPPT selalu berorientasi pada inventarisasi obyek-obyek sumberdaya alam, termasuk juga komponen keanekaragaman hayati, seperti hutan dan ekosistemnya. Dengan dukungan teknologi dan tools yang dimiliki, informasi

Page 213: Senarai Teknologi untuk Bangsa

200 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

keanekaragaman hayati ini dibangun menjadi data dasar (baseline) melalui proses karakterisasi, pemodelan limpahan dan pemodelan proyeksi keanekaragaman hayati Indonesia kedepan. Dari perspektif valuasi ekonomi, setiap obyek keanekaragaman hayati potensial dianalisis secara khusus untuk mendapatkan gambaran kuantitatif tentang aset konservasi yang bernilai ekonomi tersebut.

Dimensi KesejahteraanSukses program REDD-plus dari perspektif keanekaragaman hayati memerlukan Biodiversity Strategy Initiative di tingkat nasional dan daerah. Disamping itu perlu penguatan lembaga. Disamping itu secara teknis perlu peningkatan tools spasial yang mampu melakukan overlay pada skala berbeda untuk carbon storage dan keanekaragaman hayati saat ini dan ke depan. Indonesia harus bertindak cerdas dan strategis untuk memanfaatkan secara proporsional dan berkelanjutan harta kekayaan megabiodiversity nasional. Dengan pengelolaan secara proporsional dan berkelanjutan tersebut, dimensi kesejahteraan untuk rakyat bisa diraih dari manfaat hutan sebagai sumber genetika, sandang dan pangan, energi, obat-obatan, pengetahuan dan budaya. Hal ini sangat terkait erat dengan “posisi tawar” Indonesia yang kuat dalam forum internasional. Bilamana semua mampu diimplementasikan dengan benar, adalah sesuatu yang sangat mungkin kesejahteraan bangsa ini berada dalam genggaman bangsa kita.

Page 214: Senarai Teknologi untuk Bangsa

201

PREDIKSI CEPAT AKURAT RENDEMEN DAN PRODUKTIVITAS GULA TANAMAN TEBU DENGAN TEKNOLOGI HYPERSPECTRAL

Muhammad Evri

Pada pembukaan Konferensi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) 2010 di Jakarta Convention Center, 24 Mei 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan 8 isu utama ketahanan pangan, seperti (1)

perlunya sinergi antara kebutuhan pangan, air dan energi; (2) peningkatan komoditas pertanian khususnya padi, jagung, kedelai, gula dan daging; (3) sistem cadangan dan distribusi; (4) rantai logistik yang efisien; (5) peta kerawanan pangan di beberapa daerah dan kerawanan pangan musiman; (6) stabilitas harga pangan; (7) penganekaragaman konsumsi pangan dan (8) pemantauan harga pangan di pasaran.

Keutamaan dan pemberian prioritas terhadap ketahanan pangan ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena pangan merupakan; jumlah penduduk terus bertambah sehingga kebutuhan pangan pun meningkat; kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim yang berakibat pada perubahan hasil panen; adanya kompetisi penggunaan hasil alam antara pangan, pakan ternak dan energi; dan adanya kerentanan pangan di beberapa daerah. Sebagai salah satu human basics needs, kecukupan secara nyata dari salah satu komoditas pertanian ini seperti gula merupakan indikator dan cerminan kesejahteraan suatu bangsa, tidak terkecuali bagi Indonesia, karena merupakan kebutuhan utama manusia yang tak tergantikan dan mutlak adanya.

Sejak tahun 1995, produksi gula Indonesia terus melorot dari 2 juta ton menjadi hanya 1,4 juta ton pada tahun 2000. Degradasi pergulaan nasional ini antara lain disebabkan oleh produktivitas lahan tebu yang semakin menyusut. Seberapa besar penyusutan tersebut hingga saat ini tidak didukung informasi yang akurat secara spasial. Potensi lahan perkebunan tebu, baik milik rakyat, swasta maupun pemerintah yang begitu luas secara teoritis mampu memenuhi kecukupan gula Indonesia. Pada kenyataannya tidak demikian seperti gambaran di atas. Dimana salahnya?

Page 215: Senarai Teknologi untuk Bangsa

202 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kurangnya informasi tentang kondisi terkini tanaman padi secara rutin dan spasial acapkali memperbanyak spekulasi dalam memenuhi kebutuhan gula nasional, yang biasanya selalu bertindak dengan membuka keran impor gula. Frekuensi berulang impor gula secara nyata telah menambah beban belanja negara, yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila kita mempunyai sistem monitoring yang kuantitatif untuk produktivitas tanaman tebu. Apa yang harus kita lakukan agar informasi tentang kondisi pertanaman tebu terkini bisa terinformasikan secara cepat, akurat, dan spasial?

Budaya penanaman tebu yang tidak seragam seringkali mempersulit kalkulasi kisaran hasil panen tebu, karena kemampuan visual dari pengamat lapangan sangat terbatas bila harus berposisi dalam hamparan yang begitu luas. Lebih jauh lagi, tingkat bias dari pengamat menjadikan angka kuantitatif penaksiran panen menjadi bersifat subyektif.

Bila diselisik lebih jauh lagi, tingkat bias dari pengamat visual (lapangan) kondisi eksisting pertanaman tebu menjadikan angka kuantitatif penaksiran panen menjadi bersifat subyektif. Apabila menengok ke belakang, selama ini banyak institusi yang berperan dalam menghimpun angka-angka statistik tentang hasil panen tebu di tiap-tiap daerah, hanya saja belum di peroleh nilai yang cukup akurat secara spasial. Kalau tidak dimulai dari sekarang, entah kapan kita bisa menemukan angka yang akurat tentang gambaran hasil panen tebu nasional. Teknologi apa yang bisa membantu kita untuk mengetahui informasi kecukupan gula (tebu) kita?

Sistem penginderaan jauh multispektral (multispectral band) yang dikenal selama ini mampu mendeteksi secara spasial dan temporal obyek padi di lapangan. Hanya saja jumlah kanal-kanal yang ada cukup terbatas, sehingga menyebabkan berkurangnya informasi-informasi penting dari kanal-kanal sempit (narrowband) lainnya yang berkisar dari panjang gelombang tampak mata (visible light) sampai inframerah sedang (mid inrared), mulai 350 nanometer sampai dengan 2500 nano meter yang terekam sensor hyperspectral (banyak spectral). Jumlah kanal yang terbatas ini menyebabkan berkurangnya informasi nilai sensitifitas sebenarnya dari obyek tanaman (kanopi, daun dan bulir) yang terekam oleh sensor. Informasi dini dari ekstraksi data satelit penginderaan jauh (multispectral dan hyperspectral) ini sangat membantu langkah-langkah monitoring dan prediksi yang didukung oleh kemampuan multidiagnosa dini, cepat, dan akurat yang mampu menyajikan informasi-informasi terkini kondisi tanaman secara spasial maupun temporal.

Lebih jauh, kemampuan multibands detection dari teknologi hyperspectral dapat digunakan untuk meningkatkan kepastian kondisi existing tanaman tebu dan luas areal panen, pengaturan irigasi, dan manajemen areal

Page 216: Senarai Teknologi untuk Bangsa

203PERTANIAN DAN KEHUTANAN

tanaman. Selain itu komponen lahan sering terguncang oleh faktor konversi atau alih fungsi lahan menjadi peruntukan lain. Apalagi faktor alih fungsi lahan ini masih mempertimbangkan aspek “nilai guna langsung” saja. Sementara “nilai guna tidak langsung” dari areal pertanaman, seperti fungsi retensi air dan nutrien, neraca air, dan lain-lain kerap diabaikan. Untuk itulah prototipe yang akan dibangun secara fundamental akan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas, dengan mengaplikasikan sistem pemodelan valuasi eknonomi.

Untuk mengoptimalkan sistem prediksi yang multidiagnosa dini, cepat, akurat dan spacio-temporal membutuhkan metodologi yang mampu mengkelola dimensi data yang besar, menganalisa data secara logic dan mengoptimasi analisis. Metode Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System berbasis Neural Network yang dibangun sendiri algoritmanya akan digunakan untuk menghasilkan sistem prediksi yang mampu mengoptimalkan klasifikasi bentangan potensial tebu sebelum masa panen (harvest time) tiba.

OriginalitasPembangunan bank spectral (pustaka spektral) untuk komoditas tebu pertama di Indonesia, yang merupakan asset dan investasi luar biasa sebagai input kunci bagi pembangunan sistem monitoring dan prediksi produktivitas tebu (termasuk rendemen gula). Prototipe sistem monitoring dan prediksi yang terbangun merupakan sistem yang pertama di Indonesia dan sangat potensial untuk di terapkan secara operasional di Indonesia. Sistem berbasis hyperspectral yang dibangun diintegrasikan dengan metode valuasi ekonomi produktivitas panen tebu untuk mendpatkan nilai ekonomi yang berperan menjadi faktor penting dalam pengambilan kebijakan dan pengambilan keputusan.

State of the ArtState of the art teknologi spasial berbasis hyperspectral yang berkembang di dunia kini telah dikuasai oleh para peneliti/perekayasa BPPT. Prototipe sistem monitoring dan prediksi yang akan terbangun merupakan sistem yang pertama di Indonesia berbasis teknologi spasial hyperspectral/ multispectral yang terintegrasi dengan sistem pemodelan valuasi eknonomi . Prototipe ini akan sangat potensial untuk layak terap secara operasional di Indonesia dengan basis algoritma yang dibangun sendiri.

Page 217: Senarai Teknologi untuk Bangsa

204 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Tujuan dan SignifikansiTujuan dari kegiatan ini adalah untuk memanfaatkan teknologi hyperspectral dalam mendeteksi karakteristik tanaman dan prediksi produksi tanaman tebu secara spasial, akurat, dan cepat. Sistem prediksi yang terbangun bisa membantu penyajian informasi kecukupan dini pangan (food early warning) dengan angka-angka luasan spasial terpercaya tanpa subyektifitas dan resiko ketidakakuratan prediksi. Lebih jauh, informasi ini akan merekomendasikan kebijakan pangan pemerintah (staple food policy) untuk mengamankan kecukupan pangan, apakah itu melalui kebijakan impor atau menyimpan bila terjadi surplus. Rekomendasi ini merupakan bahan untukk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ketahanan pangan dan membahas permasalahan serta menetapkan langkah-langkah operasional bersama dalam membangun ketahanan pangan, seperti gula di seluruh wilayah Indonesia.

Secara keseluruhan signifikansi dan prospek kegiatan ini akan memberikan kontribusi nyata dalam program nasional pemenuhan kebutuhan gula nasional melalui: (i) peningkatan kepastian panen melalui prediksi yang lebih akurat atas luas areal tebu dengan berbagai tingkatan pertumbuhan tanaman tebu, serta implikasinya pada pengaturan irigasi dan manajemen areal pertanaman, serta (ii) pemahaman yang lebih baik atas variabel alih fungsi lahan melalui integrasi model fisik alih fungsi lahan dan valuasi ekonominya (yang mencakup nilai guna langsung maupun nilai guna tidak langsung).

Page 218: Senarai Teknologi untuk Bangsa

205

REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION IN DEVELOPING COUNTRIES (REDD): KONSEP DAN

PENERAPAN DI INDONESIARony Bishry

Latar Belakang

Perubahan iklim adalah tantangan yang perlu dihadapi seluruh umat manusia. Salah satu penyebab dari perubahan iklim ini adalah deforestasi dan degradasi hutan. Berbagai usaha seperti mitigasi

dan adaptasi dilakukan untuk menghadapi tantangan ini. Mekanisme Kyoto protocol untuk mitigasi perubahan iklim tidak termasuk deforestasi dan degradasi hutan di negara tropis sebagai komponen utama perubahan iklim. Untuk itu telah dicetuskan program Reduced Emmission from Deforestation and Degradation (REDD).

Dalam rangka pelaksanaan program REDD, memang masih ada beberapa isu yang perlu dibicarakan untuk jalannya program ini. Persetujuan terhadap program REDD di UNFCC pada COP 15 di Copenhagen - Denmark, pada bulan Desember 2009, terutama telah membahas isu metodologi dalam kaitannya dengan pendekatan kebijakan dan rencana insentif yang diberikan negara maju sebagai pembeli karbon dengan negara berkembang sebagai penjual karbon.

Salah satu isu yang penting adalah bagaimana bentuk kompensasi program REDD yang masih dalam pertanyaan meskipun sudah ada contoh kompensasi dalam proyek “avoided deforestation” yang telah menjadi contoh program REDD dalam skala kecil, misalnya proyek World Bank BioCarbon Fund di Madagascar dan Proyek Noel Kempff Climate Action di Bolivia.

Beberapa negara telah memperlihatkan ketertarikannya untuk menggunakan program REDD sebagai sumber dana untuk pembiayaan proteksi hutannya. Program REDD dilihat sebagai kesempatan untuk pembiayaan pengelolaan hutan berkelanjutan.

Page 219: Senarai Teknologi untuk Bangsa

206 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Pertanyaan mendasar adalah:

1. Bagaimana konsep program REDD?

2. Apakah dapat diterapkan oleh negara berkembang, terutama di Indonesia?

Perubahan tata guna lahan terutama deforestasi berperan sekitar 20% (IPCC, 2007) dari keseluruhan emisi karbon anthropogenics. Hampir 90% emisi karbon Indonesia adalah dari deforestasi sehingga pernah menempatkan Indonesia sebagai emiter nomor 3 di dunia. Kesempatan menjual pengurangan emisi karbon lewat pasar karbon telah muncul disepakati pada pertemuan UNFCCC dan dikenal dengan nama REDD. Program REDD mendukung intervensi pengurangan angka deforestasi disamping sumber pembiayaan pengelolalan hutan berkelanjutan.

Disamping itu, pertanyaan lain adalah: (i) Berapa besar pengurangan emisi yang mungkin dapat dijual dalam program REDD dengan harga tertentu. (ii) Berapa keuntungan yang mungkin didapat dari penjualan emisi karbon tersebut (iii) Bagaimana caranya mengurangi deforestasi supaya meningkatkan pengurangan emisi (iv) Bagaimana biaya dan keuntungan didistribusikan kepada kelompok yang berbeda dalam suatu negara

2. Konsep Program REDD.REDD adalah konsep umum yang berisi pengurangan (reduction/R) emisi karbon (E) dengan menurunkan angka deforestasi hutan (D) dan degradasi hutan (D). Istilah REDD juga singkatan digunakan oleh the United Nations Framework Convention for Climate Change (UNFCCC) untuk strategi mitigasi perubahan iklim “Reducing Emissions from Deforestation in Developing Countries.”

Dalam paper ini REDD adalah sesuai dengan konsep REDD - UNFCCC yang pertama diusulkan dalam agenda COP11 tahun 2005 oleh pemerintah Costa Rica dan Papua Nugini. REDD menjadi topik utama dalam COP13 tahun 2007 di Bali, pada COP 14 tahun 2008 di Poznan – Polandia, dan juga di Copenhagen bulan December 2009.

Dalam rangka pelaksanaan kesepakatan program REDD yang disepakati pada bulan Desember 2007 di Bali, dimulai aktivitas termasuk: (1) the World Bank Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), sebagai usaha dengan skala percontohan dalam usaha mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dengan memberikan nilai ekonomi untuk “standing forests”, (2) the Kalimantan Forests and Climate Partnership, sebuah aktifitas bersama Indonesia-Australia di hutan gambut Kalimantan Tengah, dan (3)

Page 220: Senarai Teknologi untuk Bangsa

207PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Program UN-REDD, usaha kolaborasi dari FAO, UNDP dan UNEP, dengan sasaran awal untuk mengevaluasi apakah dukungan struktur pembayaran dan kapasitas dapat menciptakan insentif untuk memastikan pengurangan emisi ekosistim hutan.

Tantangan dari aktivitas REDD adalah keahlian teknis tingkat lanjutan dari remote sensing dan Geographic Information System (GIS) untuk mengukur (1), angka baseline deforestasi dan degradasi dan (2) kemampuan monitoring untuk mengukur penurunan angka-angka tersebut di atas.

2.1 Program REDD di Indonesia Program Redd sekarang dalam masa persiapan dan tahapan demonstrasi

di Indonesia . Implementasi penuh diharapkan mulai awal tahun 2013. Dalam masa persiapan dan tahapan demonstrasi, program REDD dibiayai secara bilateral atau multilateral. Program termasuk “capacity building” dan pengembangan data baseline hutan. Penerapan program REDD masih dalam skala demontrasi. Negara berkembang harus menggunakan persiapan ini untuk pelaksanaan penuh di masa depan. Dukungan dari negara donor harus digunakan sebagai modal awal untuk masa persiapan.

Dalam tahapan pelaksanaan penuh, dapat diprediksi bahwa program ini akan lebih diarahkan ke mekanisme pasar. Pelaksanaannya akan seperti program CDM dimana pasar karbon akan lebih berperan. Dalam tahapan ini net benefit harus positif yang berarti bahwa keuntungan harus lebih tinggi dari pada biaya. Akan tetapi, program ini tidak akan secara signifikan mendukung keperluan finansial untuk pengelolaan hutan berkelanjutan. Program ini memang akan meningkatkan konservasi hutan dan keragaman hayati.

Persiapan akan meningkatkan aspek teknis seperti:

● Negosiasi dan Persetujuan proyek

● Peningkatan kesadaran adanya proyek, pelatihan dan pelaksanaan di lapangan

● Pengembangan metodologi program REDD

● Pengukuran di lapangan

● Desain protokol untuk monitoring proyek

● Monitoring Karbon dan persiapan verifikasi

● Validasi program Persiapan program harus meningkatkan keahlian teknis:PTA)

● Kajian Deforestasi dan peruibahan tutupan hutan

● Pengembangan kerangka REDD dan strategi penerapan

Page 221: Senarai Teknologi untuk Bangsa

208 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

● Pengembangan skenario baseline, sistem monitoring dan inventarisasi.

● Kesadaran lembaga dan pemangku kepentingan serta capacity building

● Identifikasi kawasan proyek REDDPengertian terhadap aspek umum dan teknis dari program REDD akan

memperkuat dan menambah keuntungan pada tahapan pelaksanaan penuh. Aktifitas ini memerlukan komitmen dari pemerintah di negara berkembang.

2.2 Dukungan Negara MajuKomitmen dukungan negara maju seperti terdaftar pada Annex 1

terhadap program REDD dinyatakan dalam Copenhagen Accord tanggal 18 December 2009 dalam artikel 6 dan 10 sebagai berikut:

Art. 6. We recognize the crucial role of reducing emission from deforestation and forest degradation and the need to enhance removals of greenhouse gas emission by forest and agree on the need to provide positive incentives to such actions through the immediate establishment of a mechanism including REDD-plus, to enable the mobilization of financial resources from developed countries.

Art. 10. We decide that the Copenhagen Green Climate Fund shall be established as an operating entity of the financial mechanism of the Convention to support projects programme, policies and other activities in developing countries related to mitigation including REDD-plus, …... .

3. Analisa Ekonomi Program REDD Untuk sebuah negara, keuntungan dari keikutsertaan dalam program REDD akan diterima dari perbedaan antara bayaran yang diterima karena Program REDD dan biaya untuk program REDD. Banyak negara yang mengharapkan bahwa REDD dapat menjadi sumber dana untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Berapa biaya REDD? Biaya apa saja yang layak dimasukkan.

3.1 Biaya Program REDD Mempredikasi biaya REDD memang penting sebagai bahan analisa

ekonomi. Biaya REDD berbeda untuk suatu daerah dengan daerah lainnya, untuk itu diperlukan perhitungan untuk setiap daerah. Selain itu, isu yang akan timbul adalah berapa pengurangan emisi yang akan diusahakan pada suatu harga karbon tertentu.

Biaya REDD meliputi: Opportunity costs, biaya pelaksanaan, dan biaya transaksi. Yang didefinisikan sebagai berikut:

Page 222: Senarai Teknologi untuk Bangsa

209PERTANIAN DAN KEHUTANAN

● Opportunity Costs Deforestasi ternyata memberi keuntungan kepada masyarakat seperti

kayu yang bisa dijual, serta penggunaan lahan yang sudah kosong untuk pertanian atau perkebunan (lahan hutan untuk penggunaan lain). Pengurangan deforestasi artinya pengurangan potensi keuntungan di atas. Demikian juga degradasi yang disebabkan tebang pilih kayu, pengambilan kayu bakar, dan penggemukan hewan ternak berarti memberikan keuntungan dari degradasi hutan. Pengurangan degradasi juga berarti pengurangan potensi keuntungan di atas. Untuk perhitungan biaya ini diperlukan perkiraan keuntungan didapat dari hutan, keuntungan bila hutan digunakan untuk penggunaan lain.

● Biaya Pelaksanaan

Biaya ini termasuk biaya menjaga hutan dari penebangan ilegal, pemindahan lokasi penebangan dari hutan alam ke batuan lainnya, intensifikasi pertanian dan perkebunan untuk pengurangan penggunaan lahan hutan , rerouting dari pembuatan jalan raya supaya tidak menembus hutan dan relokasi proyek pembangkit listrik hidro jauh dari hutan alam dan lainnya.

● Biaya Transaksi. Biaya meliputi biaya untuk proses indentifikasi program REDD, negosiasi

dan transaksi, monitoring, pelaporan, dan verifikasi.

Dari hasil perhitungan, Boucher (2008) yang mereview 29 kawasan mendapatkan perkiraan opportunity costs sebesar US$2.51/ton CO2, rata rata biaya untuk negara-negara Afrika sebesar US$2.22/ton CO2, untuk negara negara di Amerika sebesar US$2.37/ton CO2, dan untuk negara negara Asia sebesar US$2.90/ton CO2.

Untuk perkiraan biaya pelaksanaan dan transaksi rata rata sekitar US$1/tCO2,

3.2 Keuntungan Program REDDKeuntungan program REDD yang akan diterima negara berkembang

adalah pembayaran insentif karena mengurangi angka deforestasi dan degradasi. Untuk melihat keuntungan ini, dapat disimak sistim dukungan program REDD yang diklasifikasikan menjadi pendekatan 1) Pasar, 2) Pendanaan dan 3) Berfase.

Pendekatan pasar berarti dukungan berdasarkan sistim pasar karbon internasional dengan unit pembayaran berdasarkan tCO2e ekuivalen

Page 223: Senarai Teknologi untuk Bangsa

210 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

ton karbon. Diperkirakan pendekatan ini adalah pendekatan yang paling memungkinkan dilaksanakan jangka panjang karena dapat melibatkan fihak swasta.

Pendekatan pendanaan untuk REDD dapat didisain untuk mendukung pembiayaan berdasarkan tujuan dan kriteria yang diinginkan negara atau lembaga donor. Dukungan dari pasar carbon akan tergantung pengurangan emisi, namun untuk pendekatan pendanaan dapat tergantung pengurangan emisi dapat juga untuk mendukung capacity building di negara berkembang dalam rangka pengembangan pasar karbon di masa yang akan datang. Dalam usulan pendanaan yaang telah ada meliputi kontribusi sukarela dari anggaran negara (ODA), pajak atas unit pengurangan emisi dari proyek dengan pelaksanaan bersama.

Pendekatan Berfase berarti beberapa sumber pembiayaan digunakan sesuai dengan keperluan negara berkembang yang meliputi 3 fase: (i) pembiayaan sukarela untuk “capacity building”; (ii) instrumen pembiayaan yang mengikat untuk kebijakan dan penanganan; dan (iii) sistim pasar untuk pengurangan emisi.

4. Data untuk Program REDDData akunting karbon sangat penting untuk program REDD. Penggunaan data multi-spektral, multi-resolution, multi-temporal remote sensing sangat diperlukan . Data GIS juga diperlukan. Penguasaan teknis dari pelaksanan program REDD sangat diperlukan. Akan diperlukan identifikasi teknologi dan alat analisa spesifik untuk REDD. Sering data remote sensing terbatas dan diperlukan komitmen negara berkembang untuk pengadaan data tersebut.

4.1 Remote Sensing DataData untuk pelaksanaan demonstrasi meliputi (1) data multi-temporal

remote sensing Landsat dan data produk (hutan dan non hutan dan degradasi hutan), (2)Data MODIS untu deteksi kebakaran hutan untuk risiko kebakaran (3) Data Hyper-resolution IKONOS, QuickBird, and/or GeoEye, and (4) dan data GIS untuk – perhubungan, penduduk, perumahan dan DEMs).

Periode data harus mencerrminkan fakta deforestasi dan degradasi. Tidak dapat menggunakan data tabular seperti disampaikan oleh F AO FRA. Untuk menghitung deforestasi dan degradasi harus digunakan observasi langsung dengan satelit remote sensing.

Perlu dipilih site untuk demonstrasi dari deforestasi dan degradasi hutan. Langkah selanjutnya termsuk: (1) Perkenalan dari aktivitas ini kepada tim

Page 224: Senarai Teknologi untuk Bangsa

211PERTANIAN DAN KEHUTANAN

natsional CDM (2) Setelah identifikasi proyek yang potensial, rapat dengan komunitas lokal dilakukan untuk tukar pikiran kalau ada keinginan untuk pengembangan dan partisipasi dalam aktifitas perdagangan karbon. (3) Kalau ada keinginan untuk mengerti dapat dilakukan pelatihan untuk mengerti ilmu karbon saikel dan perubahan iklim termasuk pengukuran, monitoring, dan pengelolaan REDD.

Bagaimana program ini memperlihatkan pengurangan emisi rumah kaca? Untuk hal tersebut, dapat digunakan remote sensing dan GIS untuk menghitung baseline dari angka deforestasi untuk area program tertentu dan waktu tertentu. Karena angka tahunan deforestasi tidak linier, dapat digunakan trend dari variasi. Dari variasi ini dapat dihitung reduksi yang diprediksi dari deforestasi yang diperlukan untuk untuk memperlihatkan penurunan deforestasi. Perbedaan dari angka ini setelah adanya program REDD akan menjadi angka emisi untuk penjualan. Karena ada risiko kebocoran, yaitu dengan adanya progran REDD dapat menyebabkan deforestasi di daerah lain harus dimengerti penyebab deforestasisehingga tidak dipindahkan ke tempat lain. Supaya memperlihatkan permanen dari keadaan ini harus dimonitor perubahan tutupan dalam area proyek beberapa tahun yang diakusisi remote sensing.

4.2 Emisi Karbon dari HutanUntuk Indonesia Emisi Karbon dari kebakaran hutan sangat penting

karena telah meningkatkan peringkat Indonesia sebagai emiter. Emisi karbon dioksida dari penggundulan hutan pun konversi hutan tidak sampai 20% dari seluruh emisi karbon yang terjadi gara-gara aktivitas manusia (publikasi panel Antarpemerintah untuk perubahan Iklim – IPCC) di Brazil dan Indonesian. Prosentasi yang ternyata lebih kecil itu bisa mempersulit posisi tawar negara pemilik hutan tropis termasuk Indonesia yang ingin upayanya dalam melestarikan hutan dihargai. Usaha ini akan diusulkan dalam skema REDD yang ingin dibicarakan dalam Konferensi antar pihak ke 15 di Kopenhagen Denmark Desember 2009.

Kesimpulan dan Saran● Program REDD mendukung intervensi pengurangan angka deforestasi

untuk sumber pembiayaan pengelolalan hutan berkelanjutan.

● Di samping itu, pertanyaan lain adalah: (i) Berapa besar pengurangan emisi yang mungkin dapat dijual dalam program REDD dengan harga tertentu. (ii) Berapa keuntungan yang mungkin didapat dari penjualan emisi karbon tersebut (iii) Bagaimana caranya mengurangi deforestasi

Page 225: Senarai Teknologi untuk Bangsa

212 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

supaya meningkatkan pengurangan emisi (iv) Bagaimana biaya dan keuntungan didistribusikan kepada kelompok yang berbeda dalam suatu negara.

● Proyek REDD adalah sebuah program penting yang didukung secara global oleh UNFCCC dalam COP 15 yang tercatat dalam Copenhagen Accord 2009. Program REDD diharapkan oleh negara berkembang akan mendukung secara finansial pengelolaan hutan berkesinambungan termasuk kompensasi untuk tidak menggunakan hutan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi. Dari analisis biaya dan keuntungan keuntungan neto dari program REDD sangat rendah karena kredit karbon masih dihargai rendah sekitar $ 2 – 5 USD dan dengan biaya $ 1 - 3 USD maka keuntungan neto hanya sekitar antara $ 1 – 3 USD. Dukungan finansial untuk program REDD tidak akan begitu signifikan hasilnya.

● Namun demikian ada keuntungan tambahan non-moneter yang mungkin akan signifikan. Pengelolaan hutan yang berkesinambungan dan konservasi hutan dan keragaman hayati akan menjadi hasil penting dari program REDD. Disamping itu akan ada keuntungan sosial kalau ada partisipasi komuniti dalam program REDD. Kompensasi diharapka sampai pada masyarakat hutan. Dalam tahapan persiapan, program REDD didukung oleh negara donor melalui kesepakatan bilateral atau multilateral perlu digunakan oleh negara berkembang sebagai modal awal menuju pelaksanaan penuh. Meskipun program REDD dapat mendukung secara finansial pengelolaan hutan di negara berkembang, program ini juga membutuhkan komitmen dari negara berkembang untuk mengelola hutannya lebih berkesinambungan dengan mengurangi deforestasi dan degradasi.

Daftar Pustaka

Boucher, D. C (2008). “What REDD can do: The economics and development of reducing emissions from deforestation and forest degradation.” Washington: Union of ConcernedScientists.(http://siteresources.worldbank.org/INTCC/Resources/whatREDDcando.pdf)

Copenhagen Accord (2009), UNFCCC.

COP 15 (2010), UNFCCC.

IPCC (2007), “Climate Change 2007: Report Review,” Fourth Assessment Report.

Page 226: Senarai Teknologi untuk Bangsa

213PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Masripatin, Nur (2010), “REDD: The Case of Indonesia,” a paper, Training Workshop for REDD in Indonesia,Cambodia and Lao PDR, APN.

Pagiola, Stefano and Benoît Bosquet (2009), “Estimating the Costs of REDD at the Country Level,” Forest Carbon Partnership Facility. World Bank, Version 2.2

Thongmanivong, Sithong, et.al (2010), “REDD: The Case of Cambodia, A Paper, Training Workshop for REDD in Indonesia, Cambodia, and Lao PDR, APN.

UNFCCC (2009), “FCCC/TP/2009/1”, 31 May 2009.

Vanna, Samreth (2010), “REDD: The Case of Lao PDR, A Paper, Training Workshop for REDD in Indonesia, Cambodia, and Lao PDR, APN.

Page 227: Senarai Teknologi untuk Bangsa

214

TEKNOLOGI HYPESPECTRAL: TEROBOSAN BARU UNTUK

MEMPREDIKSI PADI DARI ANGKASAMuhammad Evri

1. Pendahuluan

T idak bisa dinafikan bahwa kecukupan pangan (beras) adalah suatu indikator dan cerminan kesejahteraan suatu bangsa, tidak terkecuali bagi Indonesia. Potensi lahan yang luas secara teoritis mampu

memenuhi kecukupan pangan dasar rakyat Indonesia. Kurang informasi tentang kondisi terkini tanaman padi secara rutin dan spasial acapkali memperbanyak spekulasi dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional, yang biasanya selalu dengan membuka keran impor beras. Frekuensi berulang impor beras secara nyata telah menambah beban belanja negara, yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila kita mempunyai sistem monitoring yang kuantitatif untuk tanaman padi. Apa yang harus kita lakukan agar informasi tentang kondisi pertanaman padi terkini bisa terinformasikan secara cepat, akurat dan spasial?

Budaya penanaman padi yang tidak seragam seringkali mempersulit kalkulasi kisaran hasil panen padi, karena kemampuan visual dari pengamat lapangan sangat terbatas bila harus berposisi dalam hamparan yang begitu luas. Bila diselisik lebih jauh lagi, tingkat bias dari pengamat menjadikan angka kuantitatif penaksiran panen menjadi bersifat subyektif. Apabila menengok ke belakang, selama ini banyak institusi yang berperan dalam menghimpun angka-angka statistik tentang hasil panen padi di setiap daerah, hanya saja belum di peroleh nilai yang cukup akurat secara spasial. Kalau tidak dimulai dari sekarang, entah kapan kita bisa menemukan angka yang akurat tentang gambaran hasil panen. Teknologi apa yang bisa membantu kita untuk mengetahui informasi kecukupan pangan kita?

Sistem penginderaan jauh multispektral (multispectral band) yang dikenal selama ini mampu mendeteksi secara spasial dan temporal obyek padi di lapangan. Hanya saja jumlah kanal-kanal yang ada cukup terbatas, sehingga menyebabkan berkurangnya informasi-informasi penting dari kanal-kanal sempit (narrowband) lainnya yang berkisar dari panjang

Page 228: Senarai Teknologi untuk Bangsa

215PERTANIAN DAN KEHUTANAN

gelombang tampak mata (visible light) sampai inframerah sedang (mid inrared), mulai 350 nanometer sampai dengan 2500 nano meter yang terekam sensor hyperspectral (banyak spektral). Jumlah kanal yang terbatas ini menyebabkan berkurangnya informasi nilai sensitifitas sebenarnya dari obyek tanaman (kanopi, daun dan bulir) yang terekam oleh sensor.

Bagaikan steotoskop seorang dokter, sebelum melakukan diagnosa lebih jauh, sang dokter sudah terbantu mendeteksi dan memprediksi dini akan kondisi pasien dengan alat ini. Informasi dini ini sangat membantu langkah-langkah tindakan medis selanjutnya dalam mengantisipasi penyakit pasien. Demikian halnya dengan sensor hyperspectral ini, dengan kemampuan multidiagnosa dini dan multisstage sensing (Gambar 1), cepat dan akurat mampu menyajikan informasi-informasi terkini kondisi tanaman secara spasial maupun temporal sebelum penanganan lanjut di lapangan.

Gambar 1. Integrasi penginderaan hyperspectral (multistage sensing) di lapangan (in-situ), dengan wahana pesawat (airborne) dan dengan wahana satelit (space borne) untuk monitoring parameter biofisik obyek padi dan prediksi produktivitas bentangan

potensial tanaman padi.

2. Peta Distribusi Sensor hyperspectral yang bisa dibawa secara mudah di lapangan (hand-held spectroradiometer) atau juga bisa terpasang pada wahana pesawat terbang (airborne) ataupun juga wahana satelit (space borne) ini mampu melakukan multidiagnosa terhadap kondisi terkini tanaman.

Page 229: Senarai Teknologi untuk Bangsa

216 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Gambar 2. Distribusi indeks luas daun atau leaf area index (LAI), nilai klorofil (nilai SPAD) dan yield (produktivitas) yang diprediksi sensor HyMap

(Hyperspectral Mappper) di sebagian areal persawahan Indramayu.

Diagnosa multikanal dari angkasa yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui program “HyperSri” dengan menggunakan sensor HyMap seperti yang disajikan pada gambar di atas menunjukkan distribusi indeks luas daun atau leaf area index (LAI), nilai klorofil (nilai SPAD) dan yield (produktivitas) di areal persawahan Indramayu pada beberapa fase pertumbuhan seperti fase vegetatif, reproduktif, ripening (pemasakan), dan maturity (panen).

Sebagai terobosan baru (frontier) untuk mendukung program ketahanan pangan nasional, program “HyperSri” ini menganalisis parameter-parameter biofisik dan biokimia tanaman padi dengan memanfaatkan penggunaan ratusan bahkan sampai ribuan kanal panjang gelombang dari data sensor hyperspectral untuk prediksi potensi sebelum masa panen tiba.

Lebih jauh, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, pemeriksaan degradasi warna yang ditunjukkan oleh angka 0 sampai 5 untuk LAI menunjukkan rentang nilai yang bermakna dinamika pertumbuhan bervariasi di berbagai wilayah yang dideteksi. Wilayah yang mempunyai warna merah menunjukkan kondisi densitas tajuk tanaman pada fase puncak (awal reproduktif) yang berkorelasi dengan kemampuan pemanenan energi matahari pada panjang gelombang PAR (Photosynthetic Active Radiation) oleh daun dan mendorong aktifitas fotosintesis. Hal ini mencerminkan potensi produksi (panen) dalam beberapa minggu ke depan cukup besar. Warna selain merah tersebar secara bervariasi juga di berbagai wilayah, menunjukkan kondisi persiapan tanam dan awal pertanaman.

Diperhatikan lebih lanjut, nilai SPAD yang berkorelasi dengan kandungan klorofil daun, (kisaran 30 sampai 45) menunjukkan nilai SPAD juga bervariasi di berbagai wilayah yang ditunjukkan perbedaan warna skala. Dominasi

Page 230: Senarai Teknologi untuk Bangsa

217PERTANIAN DAN KEHUTANAN

degradasi warna merah hampir diseluruh wilayah deteksi menggambarkan aktifitas fotosintesis berlangsung aktif, yang ditunjang oleh kandungan klorofil daun

Penulis mendapati tingkat prediksi nilai spektral multikanal terhadap hasil panen (yield) pada gambar di atas mencerminkan nilai variatif dari produktivitas panen (ton/ha) pada saat perekaman data. Gradasi warna merah yang berkorelasi produksi di bawah 10 ton/ha mendominasi di wilayah perekaman data.Di selisik lebih jauh lagi, konsentrasi gradasi warna merah terang berada di wilayah utara. Fenomena tersebut merupakan kebalikan dari kondisi LAI dan SPAD pada saat yang sama, karena adanya perbedaan kondisi biofisik. Fase panen ini sangat identik dengan kondisi penuaan dan hilangnya jumlah klorofil daun yang cukup signifikan, oleh karena nya secara alamiah respon kanal-kanal inframerah menjadi rendah.

Memperhatikan semua kajian di atas, adalah langkah tepat sekali untuk memanfaatkan teknologi hyperspectral dalam mendeteksi karakteristik tanaman dan prediksi produksi padi. Sistem prediksi yang terbangun bisa membantu penyajian informasi kecukupan dini pangan (food early warning) dengan angka-angka luasan spasial terpercaya tanpa subyektifitas dan resiko ketidakakuratan prediksi. Lebih jauh, informasi ini akan merekomendasikan kebijakan pangan pemerintah (staple food policy) untuk mengamankan kecukupan pangan, apakah itu melalui kebijakan impor atau menyimpan bila terjadi surplus.

3. Semangat KemandirianDari sisi teknologi, misi kedepan harus diarahkan untuk membangun dan mengembangkan sensor hyperspectral sendiri dengan mensinergikan sumber daya manusia handal yang dimiliki. Kemandirian teknologi ini akan mampu mengurangi beban pemerintah dalam pengadaan alat yang unik seperti halnya sensor hyperspectral ini. Semangat bersinergi antar kompetensi dan institusi akan mampu menjadikan kita mandiri dalam penguasaan teknologi hyperspectral ini. Kemampuan membangun satelit sendiri adalah merupakan peletakan dasar kemandirian untuk membawa sensor hyperspectral ke angkasa dan dipakai secara operasional untuk kepentingan nasional.

Page 231: Senarai Teknologi untuk Bangsa

218

SATELIT PENGINDERA EMISI DAN POLITISASI ISU IKLIM

Muhammad Evri

Kerapkali negara-negara dengan aktifitas industri yang padat mengarahkan tudingan mereka langsung ke negara berkembang, manakala mereka gagal mencapai kesepakatan target penurunan

emisi karbon. Hal ini tidak terkecuali ditujukan ke Indonesia yang notabene mempunyai banyak potensi hutan. Secara tak langsung mereka telah menerapkan standar ganda, dimana disatu sisi peduli terhadap penyelamatan alam lingkungan, dan disatu sisi lagi secara masif menjadi penyumbang emisi terbesar. Padahal dari sepuluh negara penyumbang emisi terbesar didunia Indonesia tidak termasuk didalamnya.

Dari sepuluh negara penyumbang emisi terbesar di dunia, Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Sepuluh negara pengimisi tersebut adalah:

1. Republik Rakyat China : 25.5% (global)2. Amerika Serikat : 20.2% - 18.99%3. Rusia : 5.5% - 10.92%4. India : 5.3% - 1.31%5. Jepang : 4.6% - 10.11%6. Jerman : 2.8% - 9.74%7. Inggris : 2.0% - 9.40%8. Kanada : 1.9% - 16.72%9. Korea Selatan : 1.7% - 8.06%10. Italia : 1.7% - 8.06%

Tudingan di atas sangat tidak relevan dengan fakta informasi yang ada, dan tundingan ini tak lepas dari kecurigaan pada kondisi hutan Indonesia yang berkontribusi signifikan terhadap pelepasan karbon ke atmosfir. Apakah tudingan tadi secara kuantitatif benar dan dapat di buktikan? Pertanyaan yang muncul adalah, (1) bagaimana strategi Indonesia merespon tudingan di atas sekaligus membuktikan bahwa Indonesia bukanlah pengemisi yang harus dicurigai sepanjang masa, (2) upaya apa yang harus ditempuh untuk mengcounter kecurigaan seperti apa yang kerapkali dilontarkan.

Page 232: Senarai Teknologi untuk Bangsa

219PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Secara tak langsung negara industri telah menerapkan standar ganda, yakni di satu sisi peduli terhadap penyelamatan alam lingkungan, dan di sisi lainnya secara masif menjadi penyumbang emisi terbesar. Padahal dari sepuluh negara penyumbang emisi terbesar di dunia Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Tudingan di atas tak lepas dari kecurigaan mereka pada kondisi hutan Indonesia yang disinyalir berkontribusi signifikan terhadap pelepasan karbon ke atmosfir. Bahkan negara indutri menempatkan Indonesia sebagai emitter ketiga terbesar di dunia, setelah China dan Amerika Serikat. Sangat tidak masuk akal, negara pemilik hutan hujan tropis dan penyumbang oksigen bagi Bumi, dituduh sembarangan sebagai penyumbang emisi karbon. Bagaimana seharusnya strategi Indonesia merespon tudingan diatas sekaligus menghadang kecurigaan tersebut dengan bukti kuantitatif ?

Sejak peluncuran satelit GOSAT (Greenhouse Gases Observing Satellite) yang khusus untuk memonitor distribusi konsentrasi GRK pada tanggal 23 Januari 2009, Indonesia telah terlibat dan berkontribusi dalam kajian bersama dengan tim GOSAT Jepang sampai saat ini.

Terkait dengan ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menginisiasi metode “Multistage Carbon Sensing (MCS) untuk monitoring konsentrasi GRK, baik langsung di lapangan, maupun diatmosfir dengan bermitra dengan tim GOSAT Jepang. Dalam menjejak karbon di darat dilakukan untuk mengetahui karbon yang terdeposit di dalam tanah, pada vegetasi hidup/mati dan dalam bentuk flux dengan metode allometric, chamber system, eddy covariance dan lain-lain. Untuk menjejak konsentrasi GRK diudara pada layer tengah atmosfir dilakukan dengan sensor dropsonde. Sedangkan untuk menjejak GRK di outerspace dilakukan dengan satelit GOSAT. Integrasi penjejakan GRK dari tiga sumber data tadi diarahkan untuk memprediksi distribusi GRK seperti CO2 di atmosfir yang bersumber dari berbagai pengemisi di darat.

Distribusi Global CO2

Diagnosa bersama dengan tim GOSAT Jepang seperti yang terlihat pada Gambar 1 menunjukkan konsentrasi global CO2 pada kondisi bebas awan untuk periode 1 Agustus sampai 29 Oktober 2009.

Terlihat juga bahwa konsentrasi CO2 rendah pada belahan bumi utara. Hal ini sangat erat berhubungan dengan proses fotosintesis vegetasi yang berlangsung aktif selama periode tersebut. Kemudian, bila ditelisik lebih jauh dari Gambar 2, dalam persfektif tiga dimensi terlihat distribusi global CO2 dengan menggunakan model simulasi distrubusi fluks CO2 bersih dan model simulasi transport atmosferik. Sekitar bulan Januari 2009, pada belahan

Page 233: Senarai Teknologi untuk Bangsa

220 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

bumi utara terlihat densitas distribusi global CO2 cukup tinggi, yang meliputi negara-negara Asia (seperti China, Jepang, dan Korea), Rusia, dan negara-negara Eropa. Lebih jauh, pemeriksaan degradasi warna dalam gradasi warna merah, nilai densitas tersebut tinggi dan mengkhawatirkan. Seperti diketahui bahwa kawasan belahan bumi utara, kondisi wilayah bervegetasi (hutan) adalah minim, tidak seluas dengan apa yang ada di wilayah tropis.

Gambar 1. Distribusi global konsentrasi CO2 pada kondisi bebas awan untuk periode 1 Agustus sampai 29 Oktober 2009

Sumber: JAXA/NIES/MOE

Gambar 2. Distribusi global CO2 dengan menggunakan distribusi flux CO2 bersih dan model transport atmosfir (perspektif tiga dimensi)

Sedangkan kawasan pulau Kalimantan seperti yang digambarkan dengan warna cerah berdegradasi merah tipis, menunjukkan nilai yang relatif rendah dibandingkan dengan beberapa kawasan yang disebutkan di atas. Sebaliknya pada bulan Agustus kondisi belahan bumi utara menunjukkan dinamika distribusi CO2 yang rendah karena proses fotosintesis vegetasi aktif selama periode tersebut (summer time). Tampak seluruh kawasan

Page 234: Senarai Teknologi untuk Bangsa

221PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Indonesia menunjukkan densitas distribusi CO2 yang rendah juga. Ini terjadi akibat pengaruh dari distribusi CO2 global dan juga kondisi hutan Indonesia masih dalam kondisi baik, hingga proses fotosintesis terjadi setiap saat (menarik CO2 dari udara untuk proses fotosintesis). Dari analisis di atas menunjukkan bahwa kondisi distribusi GRK (khusus CO2) di atas atmosfir Indonesia secara kuantitatif tidaklah sedahsyat apa yang ditudingkan selama ini. Malahan tudingan tersebut memang patut diarahkan kepada negara-negara pengemisi terbesar yang berada di belahan bumi utara yang notabene penggunaan bahan bakar fosil untuk industri dan transportasi cukup tinggi.

Sajian data di atas mempunyai potensi besar untuk dijadikan sebagai bahan argumentasi kita pada berbagai forum internasional yang terkait dengan isu emisi karbon. Mekanisme perdagangan karbon melalui sistem Reduction Emission from Deforestation and Degradation (REDD) bukan lah perkara mudah, karena masih panjang perjalanan yang harus ditempuh dalam konteks “dagang” karbon. Banyak sekali proses dan simpul administratif di tengah jalan harus dilewati yang akan memakan waktu bertahun-tahun.

Tidak Tergantung pada DonorDalam konteks ini, Indonesia harus bertindak cerdas dan strategis menyikapi hiruk pikuk REDD. Indonesia harus berani mengatakan “tidak” terhadap deal-deal yang bertujuan mensubtitusi karbon Indonesia dengan hibah berbentuk apapun dari pendonor. Mindset kita harus dirubah, bahwa dengan ada dan tidak ada dana dari donor, kita harus berbuat yang terbaik dengan hutan dan alam kita. Dengan modal alam yang baik, kita bisa meraih dimensi keadilan bagi rakyat, dengan menyisakan “harta” yang sangat bernilai kita untuk fungsi konservasi, bank plasma nuftah, sumber energi, lumbung bahan dasar obat dan penyedia nutrisi, dan lumbung energi dengan pengelolaan yang proporsional. Hal ini sangat penting agar kita mempunyai “posisi tawar” yang tinggi dengan negara-negara lain. Bilamana semua hal di atas mampu kita implementasikan, kesediaan Indonesia menurunkan emisi sebesar 26% bukanlah sesuatu yang menyebabkan “gegar budaya”.

Page 235: Senarai Teknologi untuk Bangsa

222

KESESUAIAN LAHAN DAN PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN: STUDI KASUS KABUPATEN BANYUWANGI

Gatot HendrartoMubekti

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Perubahan paradigma pembangunan dari pendekatan sentralistik menuju ke pendekatan yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan diwujudkan oleh kemauan politik pemerintah dalam kebijaksanaan

otonomi Daerah dengan menerbitkan Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-undang No. 32 tentang Pemerintahan Daerah. Kondisi ini mendorong Pemerintah Daerah untuk dapat memanfaatkan segenap potensinya untuk mensejahterakan masyarakat secara berkelanjutan.

Pembangunan Kabupaten Banyuwangi di masa depan dihadapkan pada berbagai kompleksitas dinamika dan keanekaragaman persoalan sosial-ekonomi-politik yang memerlukan perhatian dari pemerinah beserta seluruh masyarakat. Kegiatan pembangunan harus dilaksanakan oleh segenap komponen dan aktor-aktor daerah dalam rangka mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan daerah dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada dan sepenuhnya dilaksanakan oleh komponen masyarakat.

Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten penting yang mempunyai sumberdaya alam yang cukup besar, namun sampai saat ini potensi tersebut belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan yang memadai bagi masyarakat, oleh karena belum digunakan secara optimal. Langkah yang perlu dilakukan sehubungan dengan pemberdayaaan masyarakat antara lain melalui revitalisasi sektor pertanian dengan menggunakan lahan sesuai daya dukungnya. Jika kegiatan pertanian dalam arti luas dilakukan sesuai dengan kemampuan lahannya maka akan membuka lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga dapat menekan

Page 236: Senarai Teknologi untuk Bangsa

223PERTANIAN DAN KEHUTANAN

jumlah pengangguran, menghasilkan panen yang optimal, meningkatkan pendapatan petani dan anggota masyarakat lainnya, serta diharapkan dapat mengurangi bencana alam akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

Agar pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan lebih optimal, maka diperlukan suatu kajian wilayah yang mencakup aspek biofisik, ekonomi dan sosial untuk memperoleh wilayah pengembangan lahan potensial. Kajian yang komprehensif ini selanjutnya disusun dalam suatu Peta Zonasi Komoditas Pertanian.

1.2 TujuanSecara umum, kegiatan ini bertujuan untuk menginventarisasi potensi

sumberdaya alam terutama lahan dengan melakukan analisis kualitas lahan, kesesuaian agroekosistem/biofisik, dan zonasi pengembangan komoditas unggulan petanian di Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan secara lebih khusus, bertujuan untuk:

a. Menyusun peta kesesuaian lahan komoditas unggulan pertanian (pangan, hortikultura, dan perkebunan) di Kabupaten Banyuwangi.

b. Menyusun peta zonasi komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Banyuwangi.

c. Menyediakan data dan informasi potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian berdasarkan potensi dan penggunaan lahan saat ini, dalam rangka mendukung pengembangan wilayah di Kabupaten Banyuwangi.

2. MetodologiKegiatan analisis kesesuaian lahan dan pewilayahan komoditas pertanian ini, meliputi:

(a) identifikasi dan karakterisasi sumberdaya lahan,

(b) identifikasi penggunaan lahan/vegetasi penutup (present land use) melalui analisis citra satelit,

(c) evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan, dan

(d) penyusunan peta zonasi komoditas dan ketersediaan lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.

Page 237: Senarai Teknologi untuk Bangsa

224 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yakni:

(1) tahap persiapan,

(2) tahap pelaksanaan, dan

(3) tahap pelaporan.

Tahap persiapan akan dilakukan melalui kegiatan studi pustaka, pengumpulan dan pengadaan peta-peta dan citra satelit, serta pembuatan peta dasar. Tahap pelaksanaan meliputi penyusunan peta satuan lahan skala 1:50.000 (peta interpretasi), analisis citra satelit untuk pembuatan peta penggunaan lahan saat ini (present landuse), pengamatan/verifikasi lapangan, analisis contoh tanah di laboratorium, penyusunan database sumberdaya lahan dan digitasi peta-peta, evaluasi kesesuaian lahan, penyusunan peta zonasi komoditas dan ketersediaan lahan. Selama pengamatan lapangan juga dilakukan pengambilan contoh tanah, pengumpulan data pendukung lainnya antara lain peta administrasi, data iklim, peta padu serasi, peta tata ruang wilayah tingkat kabupaten dan peta penggunaan tanah. Tahap pelaporan meliputi penyusunan laporan hasil penelitian dan perbanyakan peta-peta.

2.1 Penyusunan peta satuan lahanPeta tanah atau satuan lahan merupakan dasar untuk penyusunan

peta-peta turunannya seperti peta kesesuaian lahan, peta erosi, peta status hara dan sebagainya. Peta tanah/satuan lahan yang akan disusun dalam penelitian ini sesuai dengan tujuannya adalah berskala 1:50.000. Peta ini akan dihasilkan melalui pendekatan satuan landform/fisiografi berdasarkan interpretasi potret udara atau data penginderaan jauh lainnya, peta topografi dan peta geologi.

2.2 Identifikasi penggunaan lahan Dalam kegiatan ini untuk identifikasi penggunaan lahan saat ini (present

land use) digunakan data citra satelit Landsat 7 tahun 2001 dengan kombinasi Band 542 dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang telah dilakukan verifikasi lapangan tahun 2007 oleh LAPAN.

2.3 Pelaksanaan survei lapanganPengamatan tanah dan lingkungan secara tidak langsung juga

dilakukan pengecekan satuan lahan hasil interpretasi. Pengamatan tanah dan lingkungan di lapangan menggunakan pendekatan transek atau topo-litosekuen, yang ditentukan berdasarkan pertimbangan adanya variasi landform, bahan induk, pengaruh sungai, land use, dan wilayahnya dapat dijangkau (aksesibilitas cukup baik). Pengamatan tanah dan lingkungan lebih diutamakan yang berkaitan dengan keperluan untuk evaluasi lahan.

Page 238: Senarai Teknologi untuk Bangsa

225PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Untuk keperluan evaluasi lahan dan penilaian kesuburan tanah dilakukan pengambilan contoh tanah pada beberapa satuan lahan. Pengambilan contoh tanah dilakukan setiap horison/lapisan. Jumlah contoh yang diambil tergantung pada variasi sifat-sifat tanah dan penyebarannya dalam satuan lahan. Apabila satuan lahan mempunyai penyebaran luas, maka contoh tanah diambil lebih dari satu lokasi.

2.4 Analisis laboratorium contoh tanah Data analisis contoh tanah diperlukan selain untuk menyempurnakan

peta satuan lahan, juga untuk keperluan evaluasi lahan dan penilaian kesuburan tanah. Metode analisis tanah mengikuti Petunjuk Teknis Analisis contoh tanah, pupuk, dan tanaman yang diterbitkan oleh Balai Penelitian Tanah tahun 2005. Analisis contoh tanah meliputi penetapan sifat fisik dan kimia, yaitu: penetapan tekstur 3 fraksi (pasir, debu, liat), kandungan bahan organik (C, N, dan C/N), reaksi tanah (pH H2O dan KCl), kadar P2O5 dan K2O ekstraksi HCl 25%, kadar P2O5 - tersedia dengan ekstraksi Bray I untuk tanah masam, dan untuk tanah agak masam-basis menggunakan ekstraksi Olsen, basa-basa dapat-tukar (Ca, Mg, K, dan Na) dalam amonium asetat pH 7, dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.

2.5 Evaluasi lahanEvaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan (kelapa, kakao,

pala dan cengkeh) dilakukan terhadap peta satuan lahan dengan skala 1:100.000. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) antara karakteristik lahan (land characteristics) dan persyaratan tumbuh tanaman. Data karakteristik lahan diperoleh dari hasil kompilasi data penelitian terdahulu melalui kegiatan deskwork, survei lapangan dan hasil analisis contoh tanah di laboratorium. Kriteria persyaratan tumbuh tanaman mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin et. al., 2003), CSR/FAO Staff (1983), Anonim (1986), beberapa referensi lainnya dan pengamatan lapangan apabila tanaman tersebut diusahakan di lokasi atau daerah sekitarnya.

2.6 Analisis kesesuaian lahanStruktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976)

dibedakan menurut kerangka gradasi/susunan (hierarchy), yaitu ordo, kelas, Subkelas dan unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global atau kecocokan lahan untuk usaha budidaya tanaman, yakni terdiri dari lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tidak sesuai (N).

Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Selanjutnya

Page 239: Senarai Teknologi untuk Bangsa

226 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

kelas dibedakan berdasarkan tingkat kecocokan, yaitu lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan untuk Ordo tidak sesuai (N) biasanya tidak diperinci lebih lanjut. Kelas kesesuaian lahan dalam kegiatan ini mengikuti pembagian secara biofisik dimana pengertiannya disajikan pada

Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan secara kualitatif (biofisik) dan pengertiannya

Kelas Simbol Nama Pengertian

1 S1 Sangat sesuai Tanpa atau sedikit pembatasan untuk penggunaannya

2 S2 Cukup sesuai Tingkat Pembatasan sedang untuk penggunaannya

3 S3 Sesuai marjinal Tingkat pembatas berat untuk penggunaannya

4 N Tidak sesuai Penggunaannya tidak memungkinkan

2.7 Penyusunan peta pewilayahan (zonasi) komoditasPeta zonasi komoditas disusun terutama didasarkan pada hasil evaluasi

kesesuaian lahan secara biofisik terhadap komoditas unggulan yang akan dikembangkan, yaitu pangan, hortikultura dan perkebunan, penggunaan lahan saat ini atau existing landuse, dan kawasan hutan (hutan padu serasi).

Dalam menyusun zonasi komoditas unggulan tersebut lahan-lahan yang telah digunakan dan bersifat permanen misalnya perkebunan atau sawah akan dipertahankan selama kelas kesesuaiannya termasuk sesuai dan tidak membahayakan keadaan lingkungan. Disamping itu, status kawasan hutan dipertimbangkan dalam penyusunan zonasi komoditas ini. Data kawasan hutan diambil dari Peta Padu Serasi atau peta kawasan hutan dari Departemen Kehutanan.

Hasil penelitian berupa database sumberdaya lahan dan peta-peta seperti tersebut di atas akan disajikan dalam bentuk data digital (format GIS) dan tercetak disertai naskah uraiannya.

2. Hasil dan AnalisisEvaluasi kesesuaian lahan dilakukan berdasarkan pencocokan antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan. Karakteristik lahan digambarkan dalam peta satuan lahan, sedangkan persyaratan tumbuh tanaman sesuai dengan kajian dan hasil literatur yang ada. Penilaian dilakukan terhadap semua lahan, belum memisahkan antara lahan yang termasuk kawasan areal penggunaan lain (APL) dan kawasan kehutanan.

Page 240: Senarai Teknologi untuk Bangsa

227PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Tanaman yang dinilai dibagi menjadi 3 kelompok komoditas, yaitu (1) Tanaman Pangan, (2) Tanaman Hortikultura/Buah-buahan, dan (3) Tanaman Perkebunan. Masing-masing kelompok terdiri dari beberapa komoditas unggulan daerah Banyuwangi.

3.1 Kesesuaian lahan untuk tanaman panganSesuai dengan komoditas unggulan daerah Kabupaten Banyuwangi,

terdapat 4 unggulan tanaman pangan, yaitu padi, jagung, kedelai, dan kacang hijau. Luasan padi (padi sawah dan padi ladang) menurut data statistik Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi (2008) mencapai 121.293 hektar dengan total produksi 730.021 ton. Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra produksi padi adalah Genteng, Glenmore, Srono, Cluring, Rogojampi, Gambiran, Kabat, Sempu, dan Songgon. Tanaman jagung ditanam pada areal seluas 31.122 hektar dengan total produksi 157.322 ton. Kecamatan yang menjadi sentra produksi jagung adalah Wongsorejo. Luas tanaman kedelai sebesar 28.032 hektar dengan total produksi 44.094 ton. Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra produksi kedelai adalah Pesanggaran, Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, Cluring, Srono, Bangorejo, dan Gambiran. Sedangkan kacang hijau ditanam pada areal seluas 5.408 hektar dengan perolehan produksi 6.744 ton. Kecamatan yang menjadi sentra produksi jagung adalah Wongsorejo.

Berdasarkan persyaratan tumbuh yang dibutuhkan oleh masing-masing komoditas tanaman pangan dan karakteristik lahan yang digambarkan dari peta satuan lahan, maka dilakukan analisis kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman pangan dilakukan secara spasial dan tabular dengan mengunakan teknologi SIG. Setelah peta kesesuaian lahan tanaman pangan diperoleh maka dilakukan ekstraksi luasan. Hasil dari ekstraksi luasan masing-masing komoditas tanaman pangan beserta kelas-kelas kesesuaiannya dapat dilihat di tabel 1. Sedangkan contoh peta hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman pangan dapat dilihat pada gambar 1.

Page 241: Senarai Teknologi untuk Bangsa

228 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Tabel 1. Luasan Lahan yang sesuai untuk Tanaman Pangan

Kelas Kesesuaian Luas (Ha) Persen

Kesesuaian Tanaman Padi

● Lahan Sangat Sesuai (S1) 202.312 34,86

● Lahan Cukup Sesuai (S2) 1.755 0,30

● Lahan Sesuai Marjinal (S3) 28.296 4,87

● Lahan Tidak Sesuai (N) 348.075 59,97

Kesesuaian Tanaman jagung

● Lahan Sangat Sesuai (S1) 203.547 35,07

● Lahan Cukup Sesuai (S2) 1.308 0,23

● Lahan Sesuai Marjinal (S3) 67.196 11,58

● Lahan Tidak Sesuai (N) 308.388 53,13

Kesesuaian Tanaman Kedelai

● Lahan Sangat Sesuai (S1) 203.547 35,07

● Lahan Cukup Sesuai (S2) 3.518 0,61

● Lahan Sesuai Marjinal (S3) 65.756 11,33

● Lahan Tidak Sesuai (N) 307.617 53,00

Kesesuaian Tanaman Kacang Hijau

● Lahan Sangat Sesuai (S1) 203.547 35,07

● Lahan Cukup Sesuai (S2) 1.308 0,23

● Lahan Sesuai Marjinal (S3) 65.054 11,21

● Lahan Tidak Sesuai (N) 310.530 53,50

Gambar 1. Contoh peta hasil evaluasi kesesuaian lahan tanaman pangan

Tanaman padi umumnya tergolong tidak sesuai sekitar 348.075 ha atau 59,97 % dari total luas wilayah. Sedangkan tergolong katagori sangat sesuai

Page 242: Senarai Teknologi untuk Bangsa

229PERTANIAN DAN KEHUTANAN

(S1) mencapai luasan 202.312 hektar atau 34,86 persen dari total wialayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong cukup sesuai hanya 1.755 hektar atau 0,30 persen dari total wilayah, dan sesuai marjinal 28.296 hektar atau 4,87 persen dari total wilayah. Untuk lahan yang masuk katagori kelas S2, S3, dan N yang menjadi faktor pembatas utama adalah lereng curam sampai sangat curam, elevasi di atas 700 m dpl., tanah dangkal, porositas yang tinggi, dan ketersediaan air.

Kesesuaian lahan untuk tanaman jagung umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 308.388 hektar atau 53,13 persen dari total luas wilayah. Kelas sangat sesuai mecapai luasan 203.547 hektar atau 35,07 persen dari total wialayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong cukup sesuai (S2) hanya 1.308 hektar atau 0,23 persen dan sesuai marjinal 67.196 hektar atau 11,58 persen. Sebagaimana dengan tanaman padi, untuk lahan yang masuk katagori kelas S2, S3, dan N yang menjadi faktor pembatas utama untuk kesesuaian lahan jagung adalah lereng curam sampai sangat curam, elevasi diatas 700 m dpl., tanah dangkal, porositas yang tinggi, dan ketersediaan air.

Kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 307.617 hektar atau 53,00 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sesuai terdiri dari sangat sesuai (S1) mencapai luasan 203.547 hektar (35,07 persen), cukup sesuai (S2) 3.518 hektar atau 0,61 persen, dan sesuai marjinal (S3) 65.756 ha (11,33 persen). Faktor pembatas utama adalah lereng curam sampai sangat curam, elevasi diatas 700 m dpl., tanah dangkal, ketersediaan air (curah hujan rendah) dan bahaya banjir pada jalur aliran sungai.

Kesesuaian lahan untuk tanaman kacang hijau sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 310.530 hektar atau 53,50 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sesuai terdiri dari sangat sesuai (S1) mencapai luasan 203.547 hektar (35,07 persen), cukup sesuai (S2) 1.308 hektar atau 0,23 persen, dan sesuai marjinal (S3) 65.054 ha (11,21 persen).

Perbaikan terhadap faktor-faktor pembatas biofisik untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan bagi tanaman pangan tersebut tampaknya cukup sulit, sehingga potensi kesesuaian lahannya hampir tidak dapat ditingkatkan walaupun dilakukan perbaikan (improved). Hal ini berkaitan dengan lereng yang curam, tanah dangkal dan elevasi atau ketinggian diatas permukaan laut. Lereng >30% selain kurang ekonomis jika diusahakan untuk pertanian, juga bahaya erosi akan mengancam. Demikian pula dengan tanah-tanah dangkal yang juga terdapat pada lahan berlereng curam, sehingga disarankan untuk tidak dimanfaatkan. Sedangkan faktor ketinggian berhubungan dengan adaptasi yang kurang sesuai dan kurang produktif pada elevasi >700 m dpl. Untuk faktor penghambat yang berasal dari ketersediaan air mungkin tingkat

Page 243: Senarai Teknologi untuk Bangsa

230 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

kelas kesesuaiannya akan naik dengan adanya rencana untuk membangun waduk untuk pengairan.

3.2.Kesesuaian lahan untuk tanaman hortikulturaTanaman hortikultura yang dievaluasi dalam kegiatan ini adalah tanaman

buah-buahan, sedangkan tanaman sayur-sayuran tidak dilakukan evaluasi karena tidak termasuk komoditas unggulan di Kabupaten Banyuwangi. Komoditas buah-buahan yang diunggulkan di wilayah ini meliputi jeruk siam, manggis, durian, pisang, dan rambutan.

Tabel 2. Luasan Lahan yang sesuai untuk tanaman hortikultura

Kelas Kesesuaian Luas (Ha) PersenKesesuaian Tanaman Jeruk Siam• Lahan Sangat Sesuai (S1) 198.275 34,16• Lahan Cukup Sesuai (S2) 6.102 1,05• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 67.886 11,70• Lahan Tidak Sesuai (N) 308.176 53,09Kesesuaian Tanaman Manggis• Lahan Sangat Sesuai (S1) 10.228 1,76• Lahan Cukup Sesuai (S2) 12.215 2,10• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 78.675 13,55• Lahan Tidak Sesuai (N) 479.321 82,58Kesesuaian Tanaman Durian• Lahan Sangat Sesuai (S1) 10.228 1,76• Lahan Cukup Sesuai (S2) 12.215 2,10• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 78.675 13,55• Lahan Tidak Sesuai (N) 479.321 82,58Kesesuaian Tanaman Mangga• Lahan Sangat Sesuai (S1) 9.573 1,65• Lahan Cukup Sesuai (S2) 202.465 34,88• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 71.104 12,25• Lahan Tidak Sesuai (N) 297.296 51,22Kesesuaian Tanaman Pisang• Lahan Sangat Sesuai (S1) 182.405 31,43• Lahan Cukup Sesuai (S2) 31.638 5,45• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 69.559 11,98• Lahan Tidak Sesuai (N) 296.836 51,14Kesesuaian Tanaman Rambutan• Lahan Sangat Sesuai (S1) 4.431 0,76• Lahan Cukup Sesuai (S2) 17.818 3,07• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 63.015 10,86• Lahan Tidak Sesuai (N) 495.175 85,31

Hasil klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk siam di Kabuapten Banyuwangi umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 308.176 hektar atau 53,09 persen dari total luas Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan sisanya

Page 244: Senarai Teknologi untuk Bangsa

231PERTANIAN DAN KEHUTANAN

masuk kategori kelas sesuai, baik sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), maupun sesuai marjinal (S3), yaitu sekitar 47 persen. Kelas sangat sesuai, yaitu lahan yang tanpa atau sedikit sekali mengalami hambatan dalam proses berproduksi mecapai luasan 198.275 hektar atau 34,16 persen dari total wialayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong cukup sesuai hanya 6.102 hektar atau 1,05 persen dari total wilayah, dan sesuai marjinal 67.886 hektar atau 11,70 persen dari total wilayah. Untuk lahan yang masuk kategori kelas S2, S3, dan N yang menjadi faktor pembatas utama adalah lereng curam sampai sangat curam, elevasi di atas 1000 m dpl., tanah dangkal, porositas yang tinggi, dan ketersediaan air.

Tanaman manggis (Garcinia Mangostana LINN) dan durian (Durio zibethius MURR), memiliki persyaratan tumbuh yang persis sama sehingga hasil evaluasi kesesuaian lahan juga sama dimana sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 479.321 hektar atau 82,58 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sesuai terdiri dari sangat sesuai (S1) hanya mencapai luasan 10.228 hektar (1,76 persen), cukup sesuai (S2) 12.215 hektar atau 2,10 persen dari total wilayah Kabupaten Banyuwangi, dan sesuai marjinal (S3) seluas 78.675 hektar (13,55 persen). Faktor pembatas utama adalah lereng curam sampai sangat curam, drainase yang buruk, dan elevasi di atas 700 m dpl, tanah dangkal, dan drainase yang buruk.

Gambar 2. Contoh peta hasil evaluasi kesesuaian lahan tanaman hortikultura

Page 245: Senarai Teknologi untuk Bangsa

232 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Kesesuaian lahan untuk tanaman mangga di Kabupaten Banyuwangi sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 297.296 hektar atau 51,22 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sesuai terdiri dari sangat sesuai (S1) mencapai luasan 9.573 hektar (1,65 persen), cukup sesuai (S2) 202.465 hektar atau 34,88 persen dari total wilayah Kabupaten Banyuwangi, dan sesuai marjinal (S3) seluas 71.104 hektar (12,25 persen). Faktor pembatas utama adalah lereng curam sampai sangat curam, solum tanah dangkal, dan elevasi di atas 700 m dpl.

Hanya sekitar 49 persen total area di Banyuwangi yang masuk kategori kelas sesuai untuk ditanami tanaman pisang (Musa sp.), baik sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), maupun sesuai marginal (S3), yaitu sekitar 49 persen. Kelas sangat sesuai, yaitu lahan yang tanpa atau sedikit sekali mengalami hambatan dalam proses berproduksi mecapai luasan 182.405 hektar atau 31,43 persen dari total wialayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong cukup sesuai hanya 31.638 hektar atau 5,45 persen dari total wilayah, dan sesuai marjinal 69.559 hektar atau 11,98 persen dari total wilayah.

Tanaman rambutan (Nephelium lappacum LINN), bisa dikatakan tidak cocok ditanam di sebagian besar wilayah kabupaten Banyuwangi, dari hasil evaluasi terlihat hanya kurang dari 1 persen (4.43 hektar) yang masuk dalam kategori sangat sesuai atau tanpa mengalami hambatan dalam proses berprodukasi. Sedangkan yang tergolong cukup sesuai cuma 3.07 persen (17.818 hektar), seusai marjinal 10,86 persen (63.02 hektar).

3.3 Kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunanTanaman perkebunan yang menjadi komoditas unggulan Kabupaten

Banyuwangi adalah kelapa, tebu, vanili, kopi, cengkeh, dan kakao. Pengelolaan perkebunan di Kabupaten Bayuwangi dilakukan oleh Perkebunan Besar dan oleh Perkebunan Rakyat.

Kelompok komoditas perkebunan unggulan tersebut di atas merupakan tanaman tahunan yang membutuhkan karakter lahan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan persyaratan tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman-tanaman perkebunan tersebut dan karakteristik lahan yang digambarkan dalam peta satuan lahan, analisis kesesuaian lahan dapat dilakukan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dan ekstraksi luasan dari masing-masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan dapat dilihat di Tabel 3.

Page 246: Senarai Teknologi untuk Bangsa

233PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Tabel 3. Luasan Lahan yang sesuai untuk Tanaman Perkebunan

Kelas Kesesuaian Luas (Ha) Persen

Kesesuaian Tanaman Kelapa

• Lahan Sangat Sesuai (S1) 198.275 34,16

• Lahan Cukup Sesuai (S2) 7.132 1,23

• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 75.702 13,04

• Lahan Tidak Sesuai (N) 299.330 51,57

Kesesuaian Tanaman Tebu

• Lahan Sangat Sesuai (S1) 196.574 33,87

• Lahan Cukup Sesuai (S2) 17.531 3,02

• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 48.682 8,39

• Lahan Tidak Sesuai (N) 317.652 54,73

Kesesuaian Tanaman Vanili

• Lahan Sangat Sesuai (S1) 12.964 2,23

• Lahan Cukup Sesuai (S2) 9.980 1,72

• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 60.780 10,47

• Lahan Tidak Sesuai (N) 496.716 85,58

Kesesuaian Tanaman Kopi

• Lahan Sangat Sesuai (S1) 12.964 2,23

• Lahan Cukup Sesuai (S2) 16.665 2,87

• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 60.971 10,50

• Lahan Tidak Sesuai (N) 489.839 84,39

Kesesuaian Tanaman Cengkeh

• Lahan Sangat Sesuai (S1) 10.708 1,84

• Lahan Cukup Sesuai (S2) 12.860 2,22

• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 61.079 10,52

• Lahan Tidak Sesuai (N) 495.792 85,42

Kesesuaian Tanaman Kakao

• Lahan Sangat Sesuai (S1) 12.964 2,23

• Lahan Cukup Sesuai (S2) 16.665 2,87

• Lahan Sesuai Marjinal (S3) 60.971 10,50

• Lahan Tidak Sesuai (N) 489.839 84,39

Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

● Kesesuaian lahan untuk kelapa umumnya tergolong tidak sesuai (N) sekitar 299.330 hektar atau 51,57 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sangat sesuai (S1) mencapai 198.275 hektar atau 34,16 persen,

Page 247: Senarai Teknologi untuk Bangsa

234 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

cukup sesuai (S2) seluas 7.132 ha atau 1,23 persen, dan sesuai marginal (S3) seluas 75.702 hektar atau 13,04 perseni.

● Kesesuaian lahan untuk tanaman tebu umumnya tergolong tidak sesuai (N), yaitu sekitar 317.652 hektar atau 54,73 persen dari total luas wilayah. Sedangkan sangat sesuai mecapai luasan 196.574 hektar atau 33,87 persen, cukup sesuai seluas 17.531 hektar atau 3,02 persen, dan sesuai marjinal 48.682 hektar atau 8,39 persen.

● Kesesuaian lahan untuk tanaman vanili umumnya tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 496.716 hektar atau 85,58 persen dari total luas wilayah. Kelas sangat sesuai hanya mecapai luasan 12.964 hektar atau 2,23 persen, cukup sesuai hanya 9.980 hektar atau 1,72 persen, dan sesuai marjinal 60.780 hektar atau 10,47 persen.

● Kesesuaian lahan untuk tanaman kopi di Kabuapten Banyuwangi sebagian besar tergolong tidak sesuai (N) , yaitu sekitar 489.839 hektar atau 84,39 persen dari total luas Kabupaten Banyuwangi. Kelas sangat sesuai mecapai luasan 12.964 hektar atau 2,23 persen, cukup sesuai seluas 16.665 hektar atau 2,87 persen, dan sesuai marjinal 60.971 hektar atau 10,50 persen.

● Kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh sebagian besar tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 495.792 hektar atau 85,42 persen dari total wilayah. Sedangkan yang tergolong sangat sesuai (S1) seluas 10.708 hektar atau 1,84 persen, cukup sesuai (S2) seluas 12.860 hektar atau 2,22 persen, dan sesuai marginal (S3) seluas 61.079 hektar atau 10,52 persen.

● Kesesuaian lahan untuk tanaman kakao sebagian besar lahan tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 489.839 hektar atau 84,39 persen dari total wilayah Kabupaten. Sedangkan yang tergolong sangat sesuai (S1) hanya 12.964 ha (2,23 persen), cukup sesuai (S2) seluas 16.665 ha atau 2,87persen, dan sesuai marjinal (S3) 60.971 ha (10,50 persen).

Faktor pembatas utama dalam penentuan kesesuaian lahan perkebunan adalah lereng curam sampai sangat curam, tanah dangkal, ketersediaan air (curah hujan rendah) dan bahaya banjir pada jalur aliran sungai. Seperti pada tanaman-tanaman lainnya, penanggulangan terhadap faktor-faktor pembatas biofisik tersebut untuk tanaman cengkeh tampaknya cukup sulit, sehingga potensi kesesuaian lahannya hampir tidak dapat ditingkatkan walaupun dilakukan perbaikan (improved). Hal ini berkaitan dengan lereng yang curam, tanah dangkal, ketersediaan air (iklim kering) dan bahaya banjir. Lereng >30% selain kurang ekonomis jika diusahakan untuk pertanian, juga bahaya erosi akan mengancam.

Page 248: Senarai Teknologi untuk Bangsa

235PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Demikian pula dengan tanah-tanah dangkal yang juga terdapat pada lahan berlereng curam selain bahaya erosi juga karena tidak sesuai untuk tanaman cengkeh, sehingga tidak disarankan untuk dimanfaatkan. Sedangkan bahaya banjir yang terdapat pada jalur aliran sungai sebaiknya dijadikan jalur hijau atau untuk tanaman buah-buahan tahunan.

Gambar 3. Contoh Peta Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Perkebunan

3.4 Pewilayahan Komoditas PertanianPewilayahan komoditas pertanian disusun berdasarkan potensi lahan

hasil evaluasi kesesuaian lahan, penggunaan lahan saat ini (existing landuse), dan komoditas unggulan daerah dengan mempertimbangkan status lahan terutama status hutan. Pewilayahan ini ditentukan dengan mengkombinasi komoditas berdasarkan kesesuaiannya.

3.4.1.Komoditas Pertanian Tanaman PanganEvaluasi pewilayahan komoditas (zonasi komoditas) unggulan pangan

bertujuan untuk mengetahui potensi dan penyebaran lahan secara spasial untuk pengembangan 4 komoditas unggulan pangan, yaitu padi, jagung, kacang hijau, dan kedele. Pengembangan lahan untuk tanaman pangan dapat bersifat intensifikasi maupun ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan pada lahan yang sesuai dan saat ini sudah dimanfaatkan untuk 4 komoditas pangan tersebut di atas. Sedangkan Ekstensifikasi dilakukan dengan pembukaan/konversi lahan yang sesuai dan saat ini belum dimanfaatkan untuk 4 komoditas pangan tersebut di atas.

Hasil evaluasi pewilayahan komoditas unggulan pangan disajikan dalam Gambar 4., sedangkan luasan masing-masing wilayah dan potensinya dapat dilihat dalam Tabel 4.

Page 249: Senarai Teknologi untuk Bangsa

236 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Tabel 4. Hasil Evaluasi Zonasi Komoditas Unggulan Pangan

Simbol Pewilayahan/Potensi Luasan Persentase

A1 Potensi tinggi untuk 4 komoditas pangan 202.312 34,86

A2 Potensi sedang-tinggi untuk 4 komoditas pangan 1.235 0,21

A3 Potensi sedang untuk 4 komoditas pangan 576 0,10

A5 Potensi rendah-sedang untuk 4 komoditas pangan 3.188 0,55

A6 Potensi rendah untuk 4 komoditas pangan 12.406 2,14

B6 Potensi rendah untuk 3 komoditas pangan 50.191 8,65

C6 Potensi rendah untuk 2 komoditas pangan 2.142 0,37

D3 Potensi rendah untuk 1 komoditas pangan 13.859 2,39

TD Tidak Berpotensi 294.529 50,74

Gambar 4. Zonasi Komoditas Tanaman Pangan

Tabel tersebut menujukkan bahwa lahan di wilayah Kabupaten Banyuwangi seluas 294.529 hektar atau lebih dari 50 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi untuk pengembangan komoditas pangan. Wilayah yang tidak berpotensi ini terutama karena lahan tersebut mempunyai faktor-faktor pembatas yang berat sampai sangat berat sehingga tidak memungkinkan untuk diperbaiki. Faktor-faktor pembatas tersebut dapat berupa lereng yang curam, elevasi yang tinggi, porositas yang tinggi, sehingga kalau dikembangkan untuk komoditas pangan tidak ekonomis atau akan membahayakan lingkungan. Wilayah tidak berpotensi ini sebaiknya untuk wilayah hutan, atau hutan lindung.

Sedangkan lahan yang berpotensi untuk wilayah pengembangan komoditas pangan mencapai sekitar 49 persen dari 580.438 hektar total wilayah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan lahan berpotensi tinggi untuk dikembangkan 4 komoditas unggulan pangan, yaitu mencapai luasan 202.312 hektar atau

Page 250: Senarai Teknologi untuk Bangsa

237PERTANIAN DAN KEHUTANAN

34,86 persen dari total wilayah. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa Kabupaten Banyuwangi sangat potensial sebagai sentra pengembangan komoditas unggulan pangan, yaitu padi, jagung, kedelai, dan kacang hijau.

Penyebaran lahan yang mempunyai potensi tinggi untuk komoditas pangan terutama pada bagian tengah wilayah Kabupaten dan sebagian di sebelah utara pada Kecamatan Wongsorejo. Sedangkan lahan yang tidak berpotensi untuk komoditas pangan adalah lahan yang mempunyai kelerengan curam, elevasi tinggi, dan daerah-daerah karst.

3.4.2 Komoditas Pertanian Tanaman HortikulturaEvaluasi pewilayahan komoditas (zonasi komoditas) unggulan Hortikultura

bertujuan untuk mengetahui potensi dan penyebaran lahan secara spasial untuk pengembangan 6 komoditas unggulan hortikultura terutama buah-buahan, yaitu jeruk siam, manggis, durian, Mangga, pisang, dan rambutan. Hasil evaluasi pewilayahan komoditas unggulan hortikultura disajikan dalam Gambar 5, sedangkan luasan masing-masing wilayah dan potensinya dapat dilihat dalam Tabel 5.

Gambar 5. Zonasi Komoditas Tanaman Hortikultura

Tabel 5. memberikan gambaran bahwa lahan di wilayah Kabupaten Banyuwangi seluas 248.310 hektar atau lebih dari 42,78 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan hortikultura. Wilayah yang tidak berpotensi ini terutama karena lahan tersebut mempunyai faktor-faktor pembatas yang berat sampai sangat berat sehingga tidak memungkinkan untuk diperbaiki. Faktor-faktor pembatas tersebut dapat berupa lereng yang curam, elevasi yang tinggi, tanah dangkal, drainase buruk sehingga kalau dikembangkan untuk komoditas hortikultura tidak ekonomis atau akan membahayakan lingkungan. Wilayah

Page 251: Senarai Teknologi untuk Bangsa

238 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

tidak berpotensi ini sebaiknya untuk wilayah hutan, atau hutan lindung atau untuk pengembangan komoditas lainnya.

Tabel 5. Hasil Evaluasi Zonasi Komoditas Unggulan Hortikultura

Simbol Pewilayahan/Potensi Luasan Persentase

A2 Potensi sedang-tinggi untuk 6 komoditas hortikultura 5.647 0,97

A4 Potensi rendah-tinggi untuk 6 komoditas hortikultura 10.187 1,76

A5 Potensi rendah-sedang untuk 6 komoditas hortikultura 106 0,02

A6 Potensi rendah untuk 6 komoditas hortikultura 42.949 7,40

B5 Potensi rendah-sedang untuk 5 komoditas hortikultura 2.142 0,37

C5 Potensi rendah-sedang untuk 4 komoditas hortikultura 3.131 0,54

C6 Potensi rendah untuk 4 komoditas hortikultura 18.428 3,17

D2 Potensi sedang-tinggi untuk 3 komoditas hortikultura 197.040 33,95

D3 Potensi sedang untuk 3 komoditas hortikultura 4.493 0,77

D5 Potensi rendah-sedang untuk 3 komoditas hortikultura 1.760 0,30

D6 Potensi rendah untuk 3 komoditas hortikultura 2.131 0,37

E5 Potensi rendah-sedang untuk 2 komoditas hortikultura 59 0,01

E6 Potensi rendah untuk 2 komoditas hortikultura 17.614 3,03

F1 Potensi tinggi untuk 1 komoditas hortikultura 10.164 1,75

F3 Potensi rendah untuk 1 komoditas hortikultura 16.275 2,80

TD Tidak Berpotensi 248.310 42,78

Sedangkan lahan yang berpotensi untuk wilayah pengembangan komoditas buah-buahan mencapai sekitar 57 persen dari 580.438 hektar total wilayah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan-lahan berpotensi sedang-tinggi untuk 3 komoditas buah-buahan, yaitu mencapai luasan 197.040 hektar atau 33,95 persen dari total wilayah. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa perlu adanya skala prioritas pengembangan dari 6 komoditas unggulan buah-buahan yang dievaluasi. Skala prioritas mungkin bisa didasarkan beberapa aspek seperti, kesesuaian lahan, permintaan pasar, nilai ekonomi, dan sosial-budaya.

Penyebaran wilayah hortikultura yang masuk katagori D2 (Potensi sedang-tinggi untuk 3 komoditas) terutama pada wilayah tengah Kabupaten. Wilayah-wilayah yang mempunyai kelerengan curam, elevasi lebih dari 700 m dpl. Wilayah berkapur pada umumnya masuk katagori TD (wilayah tidak berpotensi).

3.4.3 Komoditas Pertanian Tanaman PerkebunanEvaluasi pewilayahan komoditas (zonasi komoditas) unggulan perkebunan

bertujuan untuk mengetahui potensi dan penyebaran lahan secara spasial untuk pengembangan 6 komoditas unggulan perkebunan, yaitu kelapa, tebu, vanili,

Page 252: Senarai Teknologi untuk Bangsa

239PERTANIAN DAN KEHUTANAN

kopi, cengkeh, dan kakao. Hasil evaluasi pewilayahan komoditas unggulan perkebunan disajikan dalam Gambar 6., sedangkan luasan masing-masing wilayah dan potensinya dapat dilihat dalam Tabel 6.

Data yang disajikan dalam Tabel 6. memberikan gambaran bahwa lahan di wilayah Kabupaten Banyuwangi seluas 276.236 hektar atau lebih dari 47,59 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi (TD) untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan. Wilayah yang tidak berpotensi ini terutama karena lahan tersebut mempunyai faktor-faktor pembatas yang berat sampai sangat berat sehingga tidak memungkinkan untuk diperbaiki.

Tabel 6. Hasil Evaluasi Zonasi Komoditas Unggulan Perkebunan

Simbol Pewilayahan/Potensi Luasan Persen

A2 Potensi sedang-tinggi untuk 6 komoditas perkebunan 4.351 0,75

A4 Potensi rendah-tinggi untuk 6 komoditas perkebunan 584 0,10

A5 Potensi rendah-sedang untuk 6 komoditas perkebunan 10.248 1,77

A6 Potensi rendah untuk 6 komoditas perkebunan 42.471 7,32

B2 Potensi sedang-tinggi untuk 5 komoditas perkebunan 921 0,16

B4 Potensi rendah-tinggi untuk 5 komoditas perkebunan 2.142 0,37

B5 Potensi rendah-sedang untuk 5 komoditas perkebunan 4.271 0,74

B6 Potensi rendah untuk 5 komoditas perkebunan 1.612 0,28

C2 Potensi sedang-tinggi untuk 4 komoditas perkebunan 5.739 0,99

C3 Potensi sedang untuk 4 komoditas perkebunan 1.044 0,18

C5 Potensi rendah-tinggi untuk 4 komoditas perkebunan 401 0,07

C6 Potensi rendah-sedang untuk 4 komoditas perkebunan 18.066 3,11

E1 Potensi tinggi untuk 2 komoditas perkebunan 191.302 32,96

E2 Potensi sedang-tinggi untuk 2 komoditas perkebunan 4.876 0,84

E3 Potensi sedang untuk 2 komoditas perkebunan 309 0,05

E5 Potensi rendah-sedang untuk 2 komoditas perkebunan 515 0,09

E6 Potensi rendah untuk 2 komoditas perkebunan 3.424 0,59

F3 Potensi rendah untuk 1 komoditas perkebunan 11.926 2,05

TD Tidak Berpotensi 276.236 47,59

Sedangkan lahan yang berpotensi untuk wilayah pengembangan komoditas perkebunan mencapai sekitar 52 persen dari 580.438 hektar total wilayah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan-lahan berpotensi untuk 2 komoditas perkebunan (E1), yaitu mencapai luasan 191.302 hektar atau 32,96 persen dari total wilayah. Sedangkan wilayah yang mempunyai Potensi sedang-tinggi untuk 6 komoditas perkebunan seluas 4.351 hektar atau 0,75 persen. Wilayah lainnya pada umumnya mempunyai potensi rendah sampai sedang untuk

Page 253: Senarai Teknologi untuk Bangsa

240 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

kombinasi komoditas unggulan perkebunan. Hal tersebut sama dengan pewilayahan komoditas buah-buahan, yangmana perlu adanya skala prioritas pengembangan untuk dari 6 komoditas unggulan perkebunan yang dievaluasi. Skala prioritas mungkin bisa didasarkan beberapa aspek seperti, kesesuaian lahan, permintaan pasar, nilai ekonomi, dan sosial-budaya.

Gambar 6. Zonasi Komoditas Tanaman Perkebunan

4. KesimpulanDari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan berdasarkan kondisi biofisik daerah, sebagai berikut:

► Dari data umum yang diperoleh menunjukkan bahwa Kabupaten Banyuwangi berpotensi tinggi untuk komoditas pangan, hortikultura, dan perkebunan. Namun data tersebut masih kasar dan dalam format tabular, untuk keperluan operasional pengembangan pertanian masih diperlukan data dan informasi baik yang berformat tabular maupun spasial yang lebih detail. Zonasi komoditas dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan pembangunan bagi pemerintah daerah, investor, penentuan teknologi yang tepat dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan secara baik dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

► Hasil evaluasi pewilayahan komoditas unggulan pangan, hortikultura, dan perkebunan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

● Wilayah Kabupaten Banyuwangi seluas 294.529 hektar atau lebih dari 50 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi untuk pengembangan komoditas pangan. Sedangkan lahan yang berpotensi untuk wilayah pengembangan komoditas pangan mencapai sekitar 49 persen dari 580.438 hektar total wilayah.

Page 254: Senarai Teknologi untuk Bangsa

241PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan lahan berpotensi tinggi untuk dikembangkan 4 komoditas unggulan pangan, yaitu mencapai luasan 202.312 hektar atau 34,86 persen dari total wilayah. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa kabupaten Banyuwangi sangat potensial sebagai sentra pengembangan komoditas unggulan pangan, yaitu padi, jagung, kedelai dan kacang hijau.

● Kabupaten Banyuwangi seluas 248.310 hektar atau lebih dari 42,78 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan hortikultura. Sedangkan lahan yang berpotensi mencapai sekitar 57 persen dari 580.438 hektar total wilayah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan-lahan berpotensi sedang-tinggi untuk 3 komoditas buah-buahan, yaitu mencapai luasan 197.040 hektar atau 33,95 persen dari total wilayah. Hal tersebut mengindikasikan, bahwa perlu adanya skala prioritas pengembangan dari 6 komoditas unggulan buah-buahan yang dievaluasi.

● Kabupaten Banyuwangi seluas 276.236 hektar atau lebih dari 47,59 persen masuk dalam wilayah yang tidak berpotensi (TD) untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan. Sedangkan lahan yang berpotensi mencapai sekitar 52 persen dari 580.438 hektar total wilayah Kabupaten Banyuwangi. Sebagian besar wilayah yang berpotensi didominasi oleh lahan-lahan berpotensi untuk 2 komoditas perkebunan (E1), yaitu mencapai luasan 191.302 hektar atau 32,96 persen dari total wilayah. Wilayah lainnya pada umumnya mempunyai potensi rendah sampai sedang untuk kombinasi komoditas unggulan perkebunan. Hal tersebut mengindikasikan perlu adanya skala prioritas pengembangan dari 6 komoditas unggulan perkebunan yang dievaluasi.

Daftar Pustaka

Balai Penelitian Tanah 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk Balittanah, Bogor

Balitklimat. 2003. Peta Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia, skala 1:1.000.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Page 255: Senarai Teknologi untuk Bangsa

242 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Banyuwangi, 2008. Laporan Rencana. Penyusunan Kembali RTRW Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2005-2015.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Banyuwangi, 2008. Banyuwangi dalam Angka, 2008.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Banyuwangi, 2007. Potensi Agroindustri Kabupan Banyuwangi, 2008

CSR/ FAO Staffs. 1983. Reconnaissance Land resource Sirvey 1: 250.000 Scale. Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4. Version 1. Centre for Soil Research, Bogor. Indonesia.

Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian.

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.

FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description, 3rd Edition (Revised). Soil Resources, Management and Conservation Service, Land and Water Development Division.

Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka, 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Penggunaan Tanah. Jurusan Tanah, Fak. Pertanian-IPB. Bogor.

Hasyim, B., Bagja W.I., Suwarsono. 2008. Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pertanian anaman Pangan Di Kabupaten Banyuwangi Menggunakan Citra Landsat-7 ETM. PIT MAPIN VII. Bandung

Marsoedi Ds., Widagdo, Junus Dai, Nata Suharta, Darul SWP, Sarwono Hardjowigeno dan J Hof. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform. Second Land Resource Evaluation And Planning Project (LREP-II) Part C. Laporan Teknis No. 5, Versi 3.0, Maret 1997.

Rossiter, D. G., and A. R. Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System. ALES Version 4.5. User Manual. Cornell University, Departement of Soil Crop & Atmospheric Sciences. SCAS. Teaching Series No. 193-2. Revision 4. Ithaca, NY USA.

Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT), 1991. The Land Resource of Indonesia: A National Overview. ODA-England, BAKOSURTANAL, Ministry of Transmigration.

Page 256: Senarai Teknologi untuk Bangsa

243PERTANIAN DAN KEHUTANAN

Soil Survey Staff. 1993. Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18 SCA-USDA. Washington DC.

Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. Ninth Edition. United States Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Services.

Suwarono, Nur, M., Ismaya, H. 2005. Studi Identifikasi Daerah Kars Dengan Pendekatan Morfologi Dan Struktur Geologi Menggunakan Citra Landsat-7 Etm+. Studi Kasus: Daerah Kars Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur PIT MAPIN XIV. Surabaya

Page 257: Senarai Teknologi untuk Bangsa

244 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Page 258: Senarai Teknologi untuk Bangsa

SISTEM INFORMASI POTENSIINVESTASI

dan

AKUNTANSI SUMBER DAYA ALAM

Page 259: Senarai Teknologi untuk Bangsa
Page 260: Senarai Teknologi untuk Bangsa

247

PENGEMBANGAN JARINGANDATA SPASIAL DAERAH

KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

Budi Heru Santosa

Urgensi JDSN dalam Pembangunan

Pembangunan yang dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah memerlukan perencanaan sesuai peraturan perundangan yang berlaku supaya pembangunan bisa dijalankan secara efektif

dan efisien. Tuntutan akan kualitas produk perencanaan pembangunan yang muncul saat ini antara lain mencakup adanya perencanaan spasial yang terintegrasi, pendekatan holistik (menyeluruh) berupa integrasi pembangunan ekonomi dan sosial, terwadahinya interaksi lokal dengan global, teridentifikasinya kegiatan berdasarkan konsensus bersama antara institusi publik dan swasta, dan terkaitnya perencanaan dengan investasi swasta/masyarakat.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa seluruh kegiatan pembangunan haruslah direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan di daerah harus berdasarkan pada data dan informasi, termasuk data dan informasi spasial, serta pemerintah daerah harus membangun sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional.

Mengingat pentingnya kedudukan data spasial dalam perencanaan pembangunan, maka pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 85/2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional. Dimana pada pasal 1 butir 1 telah didefinisikan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) sebagai suatu sistem penyelenggaraan pengelolaan data spasial secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi dan berkesinambungan, serta berdayaguna melalui sarana internet dan sarana lainnya.

Page 261: Senarai Teknologi untuk Bangsa

248 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Pelaksanaan JDSN akan mengintegrasikan seluruh komponen, seperti kebijakan, pengorganisasian, data, teknologi, mekanisme, sistem keuangan, dan sumberdaya manusia yang diperlukan yang terkait dengan data spasial (pusat maupun daerah). Hal ini akan memerlukan koordinasi yang baik di antara lembaga pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, lembaga akademik, dan lembaga-lembaga statistik serta pengumpul data lainnya.

Dari sudut pandang proses perencanaan pembangunan yang ber-dasarkan data dan informasi spasial yang akurat dan dapat dipertang-gungjawabkan, jaringan data spasial yang dibangun diharapkan mampu menyediakan basis struktur atau memfasilitasi hubungan antarprodusen data dan antara produsen dengan pengguna data. Meningkatnya kemam-puan sistem jaringan yang didukung oleh data standar diharapkan dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan data, dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas perencanaan dalam pemanfaatan sumberdaya secara merata di seluruh wilayah, serta meningkatkan interaksi dan sinergi antarwilayah dan antarsektor. Untuk itu jaringan data spasial dalam lingkup nasional maupun daerah menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak demi lancarnya pelaksanaan pembangunan.

Kebutuhan JDSD di Kabupaten Ogan Komering IlirCikal bakal Jaringan Data Spasial Daerah (JDSD) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) telah dimulai pada tahun 1998 dengan diadakannya Proyek MREP (Marine Resource Management and Planning), yang salah satu kegiatannya adalah pengadaan data spasial dijital untuk Kabupaten OKI. Selanjutnya data-data spasial tersebut telah digunakan untuk berbagai keperluan pembangunan Kabupaten OKI. Sejak saat itu kegiatan kerjasama dengan berbagai institusi dalam menggunakan data spasial untuk program pembangunan daerah telah beberapa kali dilakukan.

Pada tahun 2005 telah diadakan semiloka dalam rangka pengembangan kapasitas SIG (Sistem Informasi Geografis), di mana dalam kegiatan tersebut seluruh dinas/instansi yang ada di Kabupaten OKI dilibatkan dalam memberi masukan dan data tentang penggunaan data spasial dan SIG di masing-masing dinas/instansi. Dalam kegiatan ini telah diinventarisasi instansi-instansi yang telah mempergunakan SIG, hardware/software, serta sumberdaya manusia yang mempunyai kapabilitas di bidang SIG. Masukan dari dinas/instansi pada saat itu digunakan sebagai bahan penyusunan rencana tindak pembangunan JDSD dan perumusan peraturan bupati tentang JDSD Kabupaten OKI.

Pada tahun 2006, dengan berlandaskan Peraturan Bupati telah

Page 262: Senarai Teknologi untuk Bangsa

249SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

dibentuk JDSD Kabupaten OKI yang menjamin ketersediaan data spasial Kabupaten OKI dan mekanisme pertukaran data. Sejak saat itu kegiatan untuk menjalankan rencana tindak yang telah disusun mengalami kelesuan, sehingga beberapa program yang telah dicanangkan dalam rencana tindak tidak berhasil dilakukan.

Selanjutnya pada pertengahan tahun 2007 telah dilakukan percepatan program JDSD berupa pembentukan kelompok-kelompok kerja yang membidangi Data dan Teknologi, Sumberdaya Manusia, Kelembagaan dan Peraturan. Ketiga kelompok kerja ini dalam waktu yang relatif singkat berhasil membuat beberapa rumusan antara lain: penyusunan standar teknis JDSD, inventarisasi dan verifikasi data spasial, konsep JDSD Kabupaten OKI sebagai simpul dari JDS yang lain, pembuatan rencana tindak untuk pengembangan kapasitas sumberdaya manusia berupa pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan oleh setiap komponen yang membentuk struktur Tim Pengelola JDSD, dan draft Peraturan Bupati tentang Pengelola JDSD (revisi) serta Keputusan Bupati tentang Tim Pengelola JDSD yang akhirnya ditandatangani pada bulan Agustus 2007.

Aset JDSD Kabupaten OKI dirancang bisa diakses melalui media internet dan menjadi simpul dari Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dengan tersedianya portal JDSD yang berisikan katalog data, baik spasial maupun nonspasial, yang mampu menyediakan data dan informasi bagi segenap pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan Kabupaten OKI.

Layanan webSIG juga akan disediakan sehingga para pemangku kepentingan bisa mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang data spasial yang tersedia di JDSD Kabupaten OKI. Layanan Web Map Service (WMS) sebagai media untuk menjadikan JDSD Kabupaten OKI sebagai simpul bagi JDS lain akan dibuat sejalan dengan pengembangan portal JDSD Kabupaten OKI tersebut.

Tentu saja JDSD Kabupaten OKI diharapkan bisa menjadi penyedia data spasial Kabupaten OKI yang akurat dan terkini untuk keperluan pembangunan di Kabupaten OKI. Sesuai dengan Peraturan Bupati tentang JDSD Kabupaten OKI, tujuan JDSD OKI adalah untuk meningkatkan kualitas data spasial dan terwujudnya sinergitas pembangunan dan pemanfaatan data spasial antarsatuan kerja di Kabupaten OKI. Sedangkan sasaran JDSD adalah terselenggaranya koordinasi dalam pelaksanaan norma, peraturan, pedoman, dan standar pembangunan dan pemanfaatan data spasial, terselenggaranya fasilitasi pengumpulan, pertukaran, dan penyebarluasan data spasial antarinstansi pemerintah, masyarakat dan swasta, serta tersedianya acuan teknis pembangunan dan pemanfaatan data spasial.

Page 263: Senarai Teknologi untuk Bangsa

250 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Di dalam Peraturan Bupati itu juga diatur tentang kedudukan JDSD sebagai simpul pengembangan jaringan data spasial di Kabupaten OKI. Lebih lanjut JDSD Kabupaten OKI diharapkan bisa menjadi salah satu simpul bagi JDSN (Jaringan Data Spasial Nasional).

Langkah-langkah Penyusunan JDSD Kabupaten OKIKeseriusan Pemerintah Kabupaten OKI dalam membentuk JDSD Kabupaten OKI diwujudkan dengan menunjuk Bappeda sebagai koordinator pelaksana. Bappeda memulai pelaksanaan pekerjaan dengan melakukan sosialisasi tentang substansi JDSD kepada semua dinas/instansi di Kabupaten OKI. Untuk mendukung hal tersebut maka dikeluarkan Surat Keputusan Kepala Bappeda yang berisikan pembentukan tim teknis penyusunan JDSD Kabupaten OKI yang melibatkan unsur tim pelaksana dari bappeda Kabupaten OKI dan tim teknis dari dinas/instansi. Tim teknis yang telah terbentuk selanjutnya melakukan pertemuan untuk keperluan sosialisasi JDSD Kabupaten OKI.

KoordinasiKonsolidasi

Tim Pelaksana

SosialisasiIDSD

PembentukanPokja’s

Rapat-Rapat

Pokja’s

KeputusanPokjaData /

Teknologi

KeputusanPokjaSDM

KeputusanPokja

Kelembagaan/ Peraturan

RencanaTindakLanjut

Inventarisasi,Verifikasi

Data Spasial

Data SpasialTerverifikasi

PerencanaanPengembangan

IDSD

Konsep jejaringData IDSD

Pelatihan-pelatihan

Gambar 1. Tahapan pengembangan JDSD Kabupaten OKI

Selanjutnya tahapan yang dilakukan oleh tim pelaksana penyusunan JDSD Kabupaten OKI meliputi hal-hal sebagai berikut:

● Pembentukan kelompok-kelompok kerja (Pokja) JDSD Kelompok-kelompok kerja Pengembangan JDSD Kabupaten OKI

dibentuk dengan beranggotakan tim teknis dari masing-masing dinas/instansi dengan harapan nantinya masing-masing dinas/instansi akan mempunyai rasa memiliki JDSD OKI sehingga pengembangan JDSD

Page 264: Senarai Teknologi untuk Bangsa

251SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

OKI bisa berjalan lancar. Kelompok kerja yang dibentuk dalam rangka pengembangan JDSD Kabupaten OKI adalah Pokja Data dan Teknologi, Pokja Sumberdaya Manusia, dan Pokja Kelembagaan dan Peraturan.

Untuk memperjelas tugas dari kelompok-kelompok kerja tersebut maka ditetapkan lingkup pekerjaan masing-masing Pokja sebagai berikut:

(i) Pokja Data dan Teknologi, dengan lingkup tugas identifikasi data spasial pada setiap unit kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten OKI dan sumber-sumber lain serta menganalisanya untuk memilih data spasial yang berkualitas, mengkaji kondisi eksisting perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) pada semua unit kerja serta menyusun kebutuhan perangkat keras, lunak dan data utama yang diperlukan untuk JDSD, merumuskan teknologi yang diperlukan untuk mendukung JDSD, dan mempersiapkan rencana tindak untuk pembangunan JDSD pada target waktu yang ditentukan

(ii) Pokja Sumberdaya Manusia, dengan lingkup tugas identifikasi sumberdaya manusia (SDM) di bidang SIG pada setiap unit kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten OKI, mengkaji kebutuhan SDM SIG dan kualifikasinya untuk setiap unit kerja yang memerlukan, menganalisa kesenjangan antara kondisi eksisting dan kondisi ideal SDM, dan menyusun rencana tindak dalam rangka mengeliminasi kesenjangan yang ada

(iii) Pokja Kelembagaan dan Peraturan, dengan lingkup tugas mengkaji kebutuhan kelembagaan dan peraturan yang diperlukan untuk memperlancar penyusunan dan operasionalisasi JDSD dan menyusun rencana tindak dalam rangka penyediaan perangkat kelembagaan dan peraturan JDSD

● Inventarisasi dan verifikasi data spasial Inventarisasi data dilakukan untuk mengumpulkan semua data

spasial yang telah ada di masing-masing dinas/instansi yang selama ini telah menggunakan data spasial. Selanjutnya data yang berhasil diinventarisasi diverifikasi dengan membandingkannya dengan sumber data spasial yang telah terbukti tingkat akurasinya. Untuk itu digunakan citra satelit SPOT dan Landsat yang telah dilakukan cek lapangan.

● Perencanaan pengembangan JDSD Pengembangan JDSD Kabupaten OKI yang pada akhr tahun 2007

ditargetkan untuk bisa diakses melalui media internet merupakan milestone yang dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tindak dan desain JDSD Kabupaten OKI. Untuk itu dalam kegiatan ini dibuat desain

Page 265: Senarai Teknologi untuk Bangsa

252 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

JDSD Kabupaten OKI yang mencakup pengembangan konsep online JDSD Kabupaten OKI.

● Pelatihan-pelatihan Pelatihan-pelatihan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan SDM di

Kabupaten OKI tentang SIG dan perangkat lunak ArcView. Substansi pelatihan ini meliputi konsep dasar SIG, pengoperasian ArcView, entry data tabular dan koneksi ke ArcView, pengoperasian GPS dan pengolahan data GPS dengan ArcView, dan pengoperasian ArcGIS (ArcCatalog dan ArcMap) khusus untuk SDM SIG Pengelola JDSD.

Pengelolaan Data Spasial dan Non SpasialData spasial yang telah diverifikasi perlu dikelola dengan baik. Untuk kebutuhan pengelolaan tersebut maka disusun metadata dari data-data spasial yang berhasil diverifikasi. Manfaat dengan adanya metadata antara lain untuk membantu dalam mengatur dan memelihara investasi data spasial, untuk memberikan informasi tentang kepemilikan data pada katalog data, clearinghouse, dan para pengguna data, untuk memberikan informasi dalam mengolah dan menginterpretasikan data yang diterima dari sumber eksternal, tersedianya informasi tentang ketersediaan data, tersedianya informasi tentang kegunaan data, dan tata cara mendapatkan data yang bersangkutan.

Berdasarkan daftar kebutuhan data spasial oleh setiap dinas/instansi, maka dirumuskan konsep kekastodianan (custodianship) yang mengacu pada pedoman yang disusun oleh Bakosurtanal. Secara konsep, kastodian data adalah suatu institusi yang diserahi hak dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan data utama tertentu meliputi pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pendistribusian sesuai dengan standar yang disepakati oleh lintas pelaku. Kastodian wajib memberikan akses kepada masyarakat pengguna data spasial untuk mengakses data yang dikelolanya, dan kastodian juga wajib menyediakan kontak person untuk maksud distribusi, transfer dan pertukaran informasi.

Manfaat yang didapat dengan adanya kastodian data antara lain meng-hapuskan duplikasi yang tidak perlu di dalam pengumpulan dan pemeliharaan data, mengelola data spasial atas institusi yang lain, menyediakan infrastruktur data spasial, membantu produksi dan pengelolaan produk data spasial, dan memudahkan pengumpulan data dan informasi spasial.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya kastodian data mem-punyai kewenangan untuk menetapkan data yang boleh diakses, mengena-

Page 266: Senarai Teknologi untuk Bangsa

253SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

kan biaya akses data, memasarkan dan mendistribusikan data bagi pengguna tertentu, dan mengakses dan menggunakan data yang dikelola oleh kastodian lain.

Pembangunan Portal Informasi JDSD Berbasis webUntuk memungkinkan JDSD bisa diakses melalui media internet, maka perlu disusun desain jejaring JDSD Kabupaten OKI. Gambar 2 memperlihatkan desain arsitektur jejaring JDSD Kabupaten OKI, dimana sebagai penyedia data dan informasi nantinya JDSD Kabupaten OKI akan tersambung ke internet melalui Bagian Humas, Sekretariat Daerah Kabupaten OKI yang selanjutnya akan tersambung ke Internet Service Provider (ISP).

Gambar 2. Desain arsitektur jejaring JDSD Kabupaten OKI

Server JDSD akan menjadi pusat kegiatan JDSD dimana ada beberapa komputer dan perangkat keras lain yang tersambung ke server. Koneksi internal ini bisa dilakukan baik dengan menggunakan koneksi kabel (wired) atau nir-kabel (wireless) disesuaikan dengan rencana pembangunan gedung dan ketersediaan perangkat-perangkat penunjangnya.

Perangkat lunak yang diperlukan untuk keperluan jejaring intranet mengacu kepada perangkat lunak yang digunakan oleh Bagian Humas Kabupaten OKI sebagai pengelola jejaring intranet Kabupaten OKI. Perangkat lunak yang spesifik diperlukan untuk pengelolaan JDSD diadakan dan dikelola oleh pengelola JDSD Kabupaten OKI. Spesifikasi perangkat lunak yang diperlukan pada tahap awal antara lain ESRI ArcGIS sebagai perangkat pengolah data spasial, MapServer sebagai perangkat publikasi data spasial melalui internet, dan Geonetwork sebagai perangkat publikasi metadata melalui internet.

Page 267: Senarai Teknologi untuk Bangsa

254 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Manusia Pengelola JDSDSesuai dengan hasil pembahasan oleh Pokja SDM maka perlu dilakukan pengembangan kapasitas untuk SDM yang nantinya akan menjadi pengelola JDSD Kabupaten OKI berupa pelatihan-pelatihan. Untuk mempertahankan kualitas dan hasil dari setiap pelatihan tersebut maka pelatihan yang diadakan harus disesuaikan dengan kebutuhan pengelola dan setelah pelatihan pengetahuan yang didapat di dalam pelatihan harus benar-benar digunakan. Untuk itu perlu dilakukan penugasan-penugasan kepada masing-masing komponen struktur JDSD Kabupaten OKI sesuai dengan tupoksi masing-masing komponen.

Pengelolaan KelembagaanUntuk memperlancar pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Pengelola JDSD Kabupaten OKI dengan struktur seperti ditampilkan pada gambar 3, maka di dalam Peraturan Bupati tentang JDSD Kabupaten OKI dan Keputusan Bupati tentang Tim Pengelola JDSD OKI dirumuskan secara eksplisit tupoksi dari Pengelola JDSD dan personil-personil yang mendapatkan tugas untuk menjadi pengelola JDSD. Selanjutnya Peraturan Bupati dan Surat Keputusan Bupati ini disosialisasikan kepada semua dinas/instansi supaya dalam pelaksanaan tugasnya nanti Pengelola JDSD bisa mendapatkan dukungan sebagaimana mestinya dari semua dinas/instansi.

Tim Pengelola JDSD Kabupaten Ogan Komering Ilir bertugas untuk mengelola suatu tatanan penyelenggaraan data dan informasi spasial secara terintegrasi, menyediakan data spasial yang memenuhi standar yang berlaku, dan menyediakan kemudahan akses dan pertukaran data spasial antara pembuat dan pengguna data.

Di dalam Keputusan Bupati tersebut dirinci tugas dan tanggung jawab masing-masing posisi di dalam struktur Tim Pengelola JDSD. Ketua Tim Pengelola JDSD Kabupaten OKI bertanggung jawab untuk pengelolaan Jaringan Data Spasial Daerah (JDSD) Kabupaten OKI, yang mencakup penyusunan rencana kerja, melaksanakan konsolidasi anggota tim pengelola, mengkoordinir pengumpulan dan pengelolaan data. Kesekretariatan JDSD bertanggung jawab dalam mendukung operasional pengelolaan data yang ada dalam JDSD Kabupaten OKI. Pengelola SIG bertugas melaksanakan pengumpulan dan pengelolaan data serta memfasilitasi pengguna data spasial untuk memperoleh data sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku, SDM IT bertugas melaksanakan pemeliharaan perangkat keras dan lunak dan jejaring pendukung JDSD Kabupaten OKI. Surveyor

Page 268: Senarai Teknologi untuk Bangsa

255SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

bertugas melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data lapangan dan bekerjasama dengan SDM SIG instansi/pengelola SIG melakukan pemutakhiran data, dan SDM SIG Intansi bertugas melaksanakan pengelolaan data spasial sektoral (termasuk survei) dan bekerjasama dengan pengelola SIG melakukan pemutakhiran data.

P E M B I N A B u p a t i

K e p a l a B A P P E D AP E N G A R A H

K E T U A

W A K I L K E T U A

S E K R E TA R I S

G I S I N S TA N S I

S D M G I SI N S TA N S I

S U R V E Y O R

S D M S U R V E Y O R

P E N G E L O L A G I S

S D M G I S

S D M I T

S D M I T

Gambar 3. Struktur tim pengelola JDSD Kabupaten Ogan Komering Ilir

Pengelolaan Peraturan Beberapa hal yang tercantum di dalam Peraturan Bupati tentang JDSD Kabupaten OKI antara lain tujuan, sasaran, fungsi, dan kedudukan JDSD. Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Tim Pengelola JDSD, maka dibentuk Sekretariat JDSD yang berkedudukan di BAPPEDA. Beberapa materi yang diatur di dalam Peraturan Bupati tersebut antara lain tentang pembinaan sumberdaya manusia di bidang survei dan pemetaan, standar teknis data spasial dasar JDSD, standar teknis pembangunan Metadata JDSD, standar teknis kastodian data, standar teknis pertukaran data, pengadaan data spasial, pertukaran data spasial, dan pembangunan serta pemeliharaan jaringan pertukaran data.

KesimpulanUntuk mencapai JDSD Kabupaten OKI yang mampu menyediakan data spasial yang akurat dan terkini maka perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

a. Komitmen yang kuat dari pimpinan pemerintah daerah dalam hal ini adalah Bupati Kabupaten OKI yang diimplementasikan dengan Peraturan Bupati tentang JDSD dan Keputusan Bupati tentang Tim Pengelola JDSD, sehingga JDSD mempunyai sandaran hukum yang kuat dan mencukupi untuk melakukan tugas pokok dan fungsinya.

b. Tim Pengelola JDSD harus mampu mengkonsolidasikan diri sehingga tugas pokok dan fungsi seperti yang diamanatkan dalam Peraturan

Page 269: Senarai Teknologi untuk Bangsa

256 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Bupati bisa dipenuhi. Untuk itu perlu dilakukan konsolidasi tim dan pembagian tugas yang jelas untuk masing-masing posisi dalam struktur kelembagaan Pengelola JDSD.

c. Perlu dilakukan sosialisasi tentang JDSD kepada seluruh dinas/instansi sehingga penyediaan dan pemanfaatan data yang ada dalam JDSD bisa dilakukan secara maksimal. Untuk lebih efektifnya kegiatan ini perlu dilakukan pendekatan terhadap pimpinan dinas/instansi.

d. Program-program kerja harus segera disusun dalam rangka mempercepat tercapainya JDSD Kabupaten OKI sebagai salah satu simpul dari Jaringan Data Spasial Nasional, demi mencapai ketersediaan data spasial yang akurat dan terintegrasi. Program-program yang relevan dalam hal ini antara lain program melengkapi data spasial dasar dan tematik, program pengembangan kapasitas Tim Pengelola JDSD, dan program pembangunan Portal JDSD berbasis web online.

e. Perlu dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak yang kompeten dalam hal pengembangan Jaringan Data Spasial sehingga JDSD Kabupaten OKI bisa berperan dalam penyediaan dan pengelolaan data spasial secara berkesinambungan.

Daftar Pustaka

Bakosurtanal, 2006. Clearinghouse. http://www.idsn.or.id/index.php?option= com_content&task=view&id=35&Itemid=49 (diakses tanggal 5 Juni 2007).

Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc.,Ph.D, 2010. Pengembangan Infrastruktur Data Spasial Nasional dalam Rangka Mendukung Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Data Spasial. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Technical Working Group Clearinghouse, 2005. Panduan Pembangunan Metadata Data Spasial. Marine Coastal Resources Management Project. Bakosurtanal. Cibinong.

Page 270: Senarai Teknologi untuk Bangsa

257SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

SIPI: SISTEM INFORMASI POTENSI INVESTASI

Heri Sadmono

Pendahuluan

Salah satu usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah adalah dengan mendorong para investor, baik investor lokal maupun investor asing untuk melakukan investasi di daerah

yang bersangkutan. Usaha tersebut dapat dilakukan tidak hanya dengan menyediakan informasi yang telah terindikasi, tetapi juga memerlukan suatu informasi yang lebih kompherensif yang mendukung perkembangan potensi daerah sehingga calon investor dapat melakukan kalkulasi sejauh mana keuntungan konperatif dan kompetitif yang akan diperoleh seandainya menanam modal pada jenis bisnis tertentu.

Namun disadari sepenuhnya, bahwa sampai saat ini masih banyak daerah otonom (kabupaten/kota) yang belum memiliki basis data yang memadai, bahkan masih banyak yang belum memiliki data sama sekali. Hal ini tentunya akan sangat menyulitkan pengelola wilayah untuk dapat menarik calon penanam modal untuk memulai kegiatan ekonomi. Untuk mengatasi masalah tersebut, setiap daerah otonom perlu segera memulai untuk memiliki basis data dan sistem informasi yang lengkap namun sederhana untuk selanjutnya data dan informasi ini dapat diakses secara luas oleh masarakat.

Sistem informasi potensi investasi merupakan alat yang dapat dipergunakan sebagai jendela informasi untuk menyampaikan informasi kepada para investor. Selain itu dapat digunakan juga sebagai acuan bagi para pengambil keputusan untuk mengembangkan potensi wilayah menjadi komoditas ekonomi. Data dan informasi tentang profil potensi sumberdaya alam hendaknya dapat sampai pada calon penanam modal untuk bersama-sama pengelola wilayah menentukan aktivitas ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat khususnya, dan masarakat bangsa secara umum.

Page 271: Senarai Teknologi untuk Bangsa

258 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

PENGAMBILKEPUTUSAN

S I P I

PENGUSAHA/INVESTOR

MASYARAKATUMUM

Acuan kebijakan pembangunan perencanaan dan pengembangan potensi wilayah

Jendela informasi : potensi dan peluang investasi mudah, cepat, akurat

Wawasan komprehensif : potensi wilayah pemanfaatan optimal dan bertanggungjawab

Gambar 1. Manfaat Sistem Informasi Potensi Investasi (SIPI)

MetodologiSecara umum metodologi yang dipergunakan dalam penyusunan sistem informasi potensi investasi ini meliputi langkah-langkah seperti terlihat pada gambar di bawah:

Desain Aplikasi Sistem

Penyusunan Basis Data Spasial dan Tabular

Penyusunan Modul Modul Aplikasi

Manipulasi, Integrasi, dan Analisa data

Standarisasi dan Kostumisasi Modul Aplikasi

Instalasi SIPI

Peta Potensi Sumberdaya Alam

Penyiapan Peta Dasar

Penyiapan Peta Thematik

Penyiapan Data Sosek dan Kependudukan

Penyiapan Data Pendukung Lainnya

Inventarisai dan Kodifikasi Potensi Sumberdaya

Ide ntifikasi Kebutuhan Pengguna

Verifikasi Potensi Sumberdaya Melalui survey lapangan

Survey Pendahuluan

Pelatihan

CD ROM Aplikasi

Gambar 2. Metodologi kerja penyusunan SIPI

Page 272: Senarai Teknologi untuk Bangsa

259SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

Seluruh rangkaian pekerjaan akan dimulai dengan melakukan identifikasi permasalahan dan kebutuhan pengguna. Identifikasi permasalahan dan kebutuhan pengguna ini akan sangat menentukan cakupan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Identifikasi ini akan menggali seluruh permasalahan yang dihadapi dan akan dipecahkan serta batasan-batasan yang akan diambil dalam menterjemahkan kebutuhan pengguna. Keberhasilan pekerjaan ini akan sangat tergantung sampai seberapa jauh identifikasi yang dilakukan, dalam hal ini diperlukan diskusi intensif dan koordinasi yang terbuka di antara setiap pelaku yang terlibat dalam pekerjaan ini. Tujuan dari tahapan ini adalah agar sistem yang dihasilkan kelak sesuai dengan keinginan dan harapan pengguna. Jika karena satu dan lain hal keinginan dan harapan pengguna tidak dapat terpenuhi dalam sistem yang sedang dibangun, pengguna sudah mengetahuinya terlebih dahulu dan diharapkan pengguna dan pengembang dapat mengantisipasi kendala tersebut.

Langkah selanjutnya adalah melakukan inventarisasi dan kodifikasi potensi sumberdaya alam untuk mendapatkan gambaran umum tentang jenis-jenis potensi sumberdaya yang ada. Inventarisasi dilakukan terhadap seluruh potensi yang mencakup sumberdaya geologi berupa mineral, bahan galian, dan energi; potensi sumberdaya hayati yang meliputi sektor kehutanan, pertanian, dan peternakan. Data dan informasi yang diperoleh pada tahapan ini akan mencakup: lokasi, jumlah, dan luasan potensi, pengu-sahaan yang telah berlangsung, serta sarana dan fasilitas yang sudah ada.

Setelah inventarisasi dan kodifikasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan verifikasi potensi sumberdaya alam yang tersedia. Dalam pelaksanaannya verifikasi akan dilakukan melalui survei lapangan. Dalam hal ini survei lapangan dilakukan dengan mengaplikasikan survei pemetaan cepat (rapid mapping). Rapid Mapping adalah suatu kegiatan pemetaan dengan bantuan satelit GPS dengan berazaskan pada kecepatan pelaksanaan survei dan biasanya dilakukan dengan wahana bergerak (mobil, motor, dan kendaraan bermotor lainnya). Prinsip kerja dari metode ini adalah memetakan dan memasukkan data terkait dari obyek yang dipetakan secara on the spot, dimana data baik data posisi geografis maupun data atribut dari obyek tersebut diorganisasikan secara terpadu dalam suatu wadah (module). Metode ini memungkinkan kostumisasi prosedur pemasukan data sehingga proses perekaman data di lapangan dapat dilakukan secara cepat dan mudah sesuai dengan jenis survei pemetaan.

Secara berurutan kemudian dilakukan penyusunan model konseptual yang mencakup data flow dan process flow dari sistem itu sendiri. Pada tahap ini juga akan didisain basis data pendukung, lengkap dengan entity relationship definition dan table definition. Selain itu pada tahap ini mulai

Page 273: Senarai Teknologi untuk Bangsa

260 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

didisain pula bentuk tampilan dan fungsionalitas dari sistem tersebut. Dalam penyusunan desain aplikasi ini juga sudah dapat dilihat proses-proses selanjutnya yang akan dilakukan yaitu tahap implementasi, dimana pada tahap ini dilakukan implementasi fisik dari sistem pemantauan, baik secara software maupun hardware dan interface yang menjembatani kedua faktor tersebut, tahap verifikasi dan integrasi sistem, dimana pada tahap ini dilakukan verifikasi sistem apakah performance dan fungsionalitas dari sistem yang sudah dibangun sesuai dengan user requirements. Pada tahapan ini juga dilakukan beberapa pemeriksaan (debugging) sistem untuk mengeliminir kesalahan pemrograman dan kesalahan logika pada waktu proses implementasi sistem. Pada tahapan ini juga dilakukan proses integrasi sistem dengan menggunakan data sebenarnya, bukan lagi dengan data dummy hasil dari proses simulasi. Tahapan terakhir adalah penyerahan dan instalasi sistem, dimana pada tahap ini dilakukan proses instalasi sistem ke dalam sistem yang digunakan oleh pengguna. Pada tahapan ini juga dilakukan pengecekan terakhir dari status sistem apakah sesuai dengan sistem yang baru (real environment) dibandingkan dengan sistem pada waktu pengembangan (development environment).

Inventarisasi Potensi Sumberdaya Alam: Studi Kasus Kabupaten SupioriKabupaten Supiori memiliki beragam kekayaan sumberdaya alam yang sangat tinggi yang terdiri dari sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Pengembangan wilayah Kabupaten Supiori sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam banyak hal, khususnya pengembangan wilayah dalam kerangka makro. Peluang tersebut adalah dalam keterpaduan perencanaan serta pengembangan kawasan yang lebih cepat yang didukung oleh potensi masing-masing sumberdaya, baik barang maupun jasa.

Identifikasi sektor andalan di Kabupaten Supiori didasarkan pada sektor yang berpotensi membangkitkan kegiatan ekonomi baik pada skala mikro maupun makro sehingga dapat menstimulan Kabupaten Supiori dari sudut pandang multidimensi. Identifikasi sektor andalan di Kabupaten Supiori didekati dengan menitikberatkan pada kenyataan bahwa pembangunan ekonomi di daerah tersebut merupakan pembangunan berbasis sumberdaya alam sehinggga identifikasi potensi sumberdaya menjadi titik pangkal (benchmark) bagi proses kajian sektor andalan. Dimana kajian tersebut akan mendapatkan perumusan kebijakan hingga rancangan strategi yang ditekankan kepada kebutuhan investasi. Sedangkan untuk menghasilkan

Page 274: Senarai Teknologi untuk Bangsa

261SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

kinerja yang berkaitan dengan investasi digunakan pendekatan ekonomi teknik dan kewilayahan.

Analisis terhadap pengembangan sektor andalan seperti terlihat pada gambar di bawah memperlihatkan bahwa terdapat korelasi yang erat antara kebutuhan pasar, aksesibilitas dan potensi wilayah. Identifikasi potensi yang diiringi dengan pengembangan sektor andalan akan berdampak kepada peningkatan kebutuhan tenaga kerja dan pendapatan serta berdampak pula terhadap pertumbuhan ekonomi yang secara langsung berdampak kepada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di Kabupaten Supiori (lihat gambar 3).

Potensi Wilayah

Potensi SumberdayaAlam

Tata RuangSektor Unggulan

Asesibilitas

Potensi PasarPengembangan

Sektor Andalan

Tenaga Kerja Pendapatan Pertumbuhan Ekonomi

Kesejahteraan dan Kemakmuran Masyarakat

Identifikasi SektorUnggulan Potensi Sumberdaya

Manusia

TujuanPembangunan

Gambar 3. Pengembangan Sektor Unggulan Berdasarkan Potensi Wilayah

Wilayah Kabupaten Supiori memiliki beragam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang mempunyai peran dan fungsi sosio-ekologi yang sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Sumberdaya alam Kabupaten Supiori terdiri dari sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati, sumberdaya hayati yang banyak ditemui wilayah Supiori antara lain: ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lainnya. Sedangkan sumberdaya non-hayati yang terdapat wilayah Supiori terdiri dari sumberdaya mineral dan abiotik lain di lahan pesisir, permukaan air, di kolom air dan di dasar laut.

Kabupaten Supiori mempunyai ciri dan keunikan yang sangat khas, dimana wilayahnya terdiri atas wilayah terrestrial pada pulau besarnya (dalam hal ini Pulau Supiori) dan wilayah pulau-pulau kecil beserta gugusannya. Untuk itu penelusuran potensi wilayahnya akan dibedakan menjadi wilayah terrestrial dan wilayah pulau-pulau kecil. Prospek perkembangan wilayah ini

Page 275: Senarai Teknologi untuk Bangsa

262 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

sangatlah baik dan menjanjikan pada tahun-tahun mendatang karena potensi perikanan, kelautan yang sangat kaya dan beranekaragamnya sumber daya alam hutan dan deposit tambang yang ada serta potensi pariwisata bahari yang sangat menjanjikan. Pembahasan potensi wilayah di Kabupaten Supiori ini tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomi saja, tetapi juga aspek-aspek lain seperti kondisi fisik, realitas biogeofisik, dan lingkungan serta dimensi sosial dan kultural.

Pengembangan wilayah Kabupaten Supiori sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam banyak hal, khususnya pengembangan wilayah Propinsi Papua dan kawasan perbatasan serta pulau-pulau terluar dalam kerangka makro pengembangan wilayah. Peluang tersebut adalah dalam keterpaduan perencanaan serta perkembangan kawasan yang lebih cepat yang didukung oleh potensi masing-masing sumberdaya, baik barang maupun jasa.

Hal yang tidak kalah penting adalah adanya tata ruang sektor unggulan, dimana Kabupaten Supiori merupakan daerah yang bertumpu kepada sektor unggulan yang cenderung terkluster, sehingga pengembangan sektor unggulan di kabupaten ini terlihat secara intrinsik terkait satu sama lain yang kemudian berdampak kepada hubungan antarsektor dan wilayah. Hal ini didukung pula oleh keadaan Kabupaten Supiori sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Biak, sehingga mempunyai karakteristik yang bersifat spesial. Kabupaten Supiori memiliki luas 528 km2 yang terdiri dari pulau induk dan pulau-pulau kecil, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi gugus kepulauan Biak-Numfor, yakni 3 pulau besar (Biak, Supiori, dan Numfor) dan puluhan pulau-pulau kecil. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka komoditas yang memenuhi kriteria sebagai produk unggulan Kabupaten Supiori adalah budidaya udang, budidaya kerapu, budidaya rumput laut, budidaya kepiting bakau, industri pengolahan perikanan, pariwisata bahari, budidaya vanili, dan pengembangan pulau-pulau kecil.

Multimedia Interaktif Potensi dan Peluang InvestasiMultimedia interaktif profil potensi sumberdaya alam Kabupaten Supiori dititikberatkan pada aspek promosional dari data yang dikumpulkan, sedang di lain pihak data yang ditampilkan merupakan ringkasan atau resume dari data yang dikumpulkan. Hal ini ditekankan untuk menarik minat para investor pada pandangan pertama sehingga investor tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Supiori. Sistem ini juga didisain untuk dapat dijadikan alat presentasi yang canggih bagi para

Page 276: Senarai Teknologi untuk Bangsa

263SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

eksekutif Kabupaten Supiori dalam rangka mempromosikan daerahnya. Untuk itu beberapa aspek harus diperhatikan, baik aspek pada waktu perancangan modul tersebut dan aspek estetika.

Gambar 4. Contoh tampilan multimedia interaktif Kabupaten Supiori

Multimedia interaktif akan dirancang dalam format executable files dimana modul ini dapat dijalankan tanpa bantuan program lain ataupun tanpa harus melalui proses instalasi terlebih dahulu. Hal ini didasari oleh alasan alasan sebagai berikut:

1. Multimedia interkaktif ini akan disebarluaskan melalui media DVD/VCD kepada para stakeholder yang membutuhkan data dan informasi yang siap saji tanpa harus melakukan persiapan persiapan seperti instalasi dan sebagainya. Diharapkan sistem ini akan dapat berjalan sendiri begitu cakram DVD/VCD tersebut dimasukkan ke dalam CD tray

2. Jika multimedia interaktif harus bergantung pada sebuah program lain, akan timbul kesulitan dan tidak berfungsinya modul ini jika program tersebut belum atau tidak terinstal pada komputer pengguna

Dari syarat-syarat di atas, executable files yang dapat dijalankan (autorun) merupakan alternatif yang ideal. Pembuatan executable files tersebut dengan menggunakan bantuan program multimedia MacroMedia Director 8.0. Walaupun pada saat ini sebagian besar monitor sudah mendukung

Page 277: Senarai Teknologi untuk Bangsa

264 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

resolusi di atas 800 x 600 pixel, tetapi agar sistem ini kompatibel dan terbaca dengan nyaman pada sistem yang lebih tua (downgradeable) maka diputuskan untuk digunakan template ukuran 800 x 600 pixel. Ukuran 800 x 600 pixel juga menjadi standard bagi aplikasi yang berbasis web untuk kenyamanan dalam hal penampilan informasi. Pembuatan multimedia interaktif akan memanfaatkan sepenuhnya aspek aspek audio, video dan grafik animasi sebagaimana halnya modul modul multimedia yang lainnya.

PenutupPembuatan multimedia interaktif profil komoditi investasi andalan Kabupaten Supiori dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara umum keadaan potensi komoditi yang ada serta peluang pengembangan investasinya sehingga dapat dijadikan acuan bagi para pengambil keputusan untuk mengembangkan potensi wilayah menjadi komoditas ekonomi. Bagi para investor multimedia ini diharapkan dapat dijadikan sebagai jendela informasi untuk mendapatkan data potensi sumberdaya dan peluang pengembangannya secara mudah, cepat dan akurat. Bagi masyarakat umum, sistem ini akan memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang potensi wilayah untuk dimanfaatkan secara optimal dan bertanggungjawab.

Multimedia interaktif profil investasi komoditi andalan Kabupaten Supiori dititikberatkan pada aspek promosional untuk menarik minat para investor pada pandangan pertama sehingga investor tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Supiori. Sistem ini juga didisain untuk dapat dijadikan alat presentasi yang canggih bagi para eksekutif Kabupaten Supiori dalam rangka mempromosikan daerahnya. Multimedia interaktif dirancang dalam format executable files dimana modul ini dapat dijalankan tanpa bantuan program lain ataupun tanpa harus melalui proses instalasi terlebih dahulu.

Secara umum peluang pengembangan investasi di Kabupaten Supiori masih terbuka sangat lebar, khususnya di sektor kelautan dan perikanan. Dengan wilayah perairan laut yang sangat luas dan kondisi perarian yang masih alami, serta berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik, maka diperkirakan potensi ekomoni sektor kelautan di wilayah ini sangat besar dan memungkinkan peluang pengembangan usaha yang sangat menjanjikan. Dari analisis kelayakan usaha yang telah dilakukan, beberapa komoditi andalan sektor kelautan dan perikanan yang layak untuk dikembangkan antara lain: budidaya ikan kerapu, udang, rumput laut, dan kepiting bakau, serta industri pembekuan ikan dan cold storage. Sedangkan sektor perkebunan terdapat peluang pengembangan perkebunan vanili.

Page 278: Senarai Teknologi untuk Bangsa

265SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

Daftar Pustaka

Anonim. 2001. Pengembangan Produk Unggulan dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Masyarakat.

Agus Maulana. 2001. Strategi Pemasaran Produk Unggulan Daerah STP, Relevansi Permintaan Lokal Bagi Keunggulan Kompetitif Memasuki Pasar Global. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Daerah Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bekerjasama dengan Laboratorium Sosiologi Fisip Universitas Indonesia, Jakarta. Disampaikan pada Lokakarya Manajemen Stratejik Pemasaran Produk Unggulan, Jakarta.

Bryant, C and Louise G. White, 1982. Managing Development in the Third World. Westview Press, Boulder Colorado.

Cahyana Ahmadjayadi. 2001. Kebijakan dan Pemahaman Produk Unggulan Daerah (PUD) dalam Menghadapi Globalisasi untuk Memacu Kemandirian Wilayah di Era Otonomi Daerah.

Efrie Cristianto. 2002. 30 Usaha Raih “Adhikarya Pariwisata” Upaya Bangunkan Pariwisata. Pikiran Rakyat Cyber Media Edisi 2002. Rubrik Berita Utama.

Gumbira E.S dan Burhadunuddin. 1996. Strategi Pengembangan Agribisnis. Magister Managemen Agribisnis. IPB. Bogor.

Husein Martani. 2001. Otonomi Daerah Integrasi Bangsa dan Daya Saing Nasional “Saka Sakti” Suatu Model Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Daerah. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Daerah Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bekerjasama dengan Laboratorium Sosiologi Fisip Universitas Indonesia, Jakarta. Disampaikan pada Lokakarya Manajemen Stratejik Pemasaran Produk Unggulan, Jakarta.

Komarudin. 2001. Strategi dan Teknik Penggalian Produk dan Jasa Daerah. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Daerah Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bekerjasama dengan Laboratorium Sosiologi FISIP Universitas Indonesia, Jakarta. Disampaikan pada Lokakarya Manajemen Stratejik Pemasaran Produk Unggulan, Jakarta.

Munandar, S. 2001. Pengembangan SDM Pertanian Masa Depan. Makalah Lokakarya Nasional Pengembangan SDM Pertanian. Jakarta.

Scott, Cynthia D. and Dennis T Jaffe. 1994. Empowerment. Building a Commited Workforce. Kogan Page Ltd. Pentonville Road. London.

Page 279: Senarai Teknologi untuk Bangsa

266 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Sudarsono. 2001. Pokok-pokok Penjelasan tentang Dinamika Keunggulan Daerah dan Kebijakan Pemerintah: Hubungan Kebijakan Pemerintah dan Determinan Keunggulan Daerah. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Daerah Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bekerjasama dengan Laboratorium Sosiologi Fisip Universitas Indonesia, Jakarta. Disampaikan pada Lokakarya Manajemen Stratejik Pemasaran Produk Unggulan. Jakarta.

Soenarno. 2003. Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah. Makalah Seminar Nasional Agroindustri dan Pengembangan Wilayah.Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah RI. Jakarta.

Kabupaten Supiori Dalam Angka Tahun 2004, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Supiori.

Laporan Proyek Penunjang Perbatasan Mitra Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Supiori, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah kabupaten Supiori Tahun 2004.

Buku Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Supiori, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Supiori, Tahun 2006.

Page 280: Senarai Teknologi untuk Bangsa

267SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN SAWAH DI KABUPATEN

INDRAMAYU

R.Wisnu Ali Martono Riissiyani

Asep Dadang Irawan

Pendahuluan

Konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif,

dan progresif.Secara langsung, konversi lahan sawah menjadi non-sawah akan

mengurangi produksi padi, secara lokal maupun nasional. Sebagai negara yang masih melakukan impor beras utntuk mencukupi kebutuhan pangannya, jelas secara nasional konversi lahan sawah ini akan menambah beban impor. Secara lokal sendiri, kemungkinan besar konvesi lahan ini tidak bepengaruh banyak bila wilayah itu sebelumnya sudah menjadi net exporter (artinya, mengalami surplus produksi) terhadap wilayah lain. Akan tetapi, apabila sebelumnya wilayah itu juga sudah menjadi net importer, maka konversi ini akan berdampak negatif dalam hal kecukupan pangan setempat.

Konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian, seperti kompleks perumahan, kawasan industri, perdagangan, dan sarana publik, selain mengurangi jumlah produksi pangan juga dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Sebenarnya telah banyak peraturan yang diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan sawah. Akan tetapi pendekatan yuridis tersebut terkesan tumpul akibat berbagai faktor. Salah satunya adalah akibat kurang dipahaminya manfaat multifungsi areal persawahan, sehingga seringkali kebijakan setempat hanya didasarkan pada pertimbangan manfaat finansial semata. Makalah ini menyajikan valuasi ekonomi untuk menilai adanya manfaat non-finansial dari sebuah areal persawahan.

Page 281: Senarai Teknologi untuk Bangsa

268 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Dengan adanya pemahaman tentang multifungsi sawah ini diharapkan konversi lahan sawah dapat diatur sedemikian rupa dengan tidak menghilangkan manfaat jasa-jasa lingkungan sawah. Walaupun konversi itu sendiri merupakan hak dari pemilik lahan, akan tetapi dengan adanya kesadaran tentang multifungsi ini diharapkan perubahan fungsi lahan sawah dapat dilakukan dengan lebih hati-hati.

Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan SawahValuasi ekonomi adalah suatu langkah untuk monetisasi (menghitung dalam ukuran uang) suatu manfaat jasa lingkungan yang sebelumnya tidak ada satuan dalam bentuk uang. Sehingga dengan monetisasi ini kita dapat membandingkan suatu jasa dengan jasa lingkungan lain, atau produk langsung yang dihasilkan dari suatu aktivitas.

Terkait hal tersebut, makalah ini bertujuan menghitung nilai jasa-jasa lingkungan yang hilang akibat adanya konversi lahan sawah di Kabupaten Indramayu. Untuk menghitung besaran nilai jasa-jasa lingkungan yang terkait dengan konversi lahan sawah di wilayah kajian, langkah-langkah yang ditempuh adalah pencarian data untuk parameter-parameter berikut:

1. Luas lahan sawah di Kabupaten Indramayu untuk mengetahui adanya konversi

2. Daya sangga air pada tiap jenis lahan, untuk mengetahui dampak konversi lahan sawah

3. Curah hujan

4. Kebutuhan pupuk buatan

5. Produksi sampah

Hasil Perhitungan Valuasi EkonomiPerubahan Luas Lahan di Indramayu: Berdasarkan wawancara lapangan yang telah dilakukan, sebenarnya secara faktual telah terjadi pengurangan luas lahan sawah di daerah Kabupaten Indramayu. Akan tetapi, konversi lahan sawah ini tidak tercatat dalam statistik resmi. Oleh karena itu, untuk keperluan kajian ini digunakan hasil analisa berdasarkan citra satelit seperti tercatat dalam Tabel 1 berikut ini.

Menurut kajian berdasarkan citra satelit ini, area pertanian di Kabupaten Indramayu banyak yang dialihfungsikan menjadi area permukiman dan pembangunan gedung. Alih fungsi lahan tetap saja terjadi walaupun dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kabupaten di dekatnya.

Page 282: Senarai Teknologi untuk Bangsa

269SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

Kebutuhan lahan untuk menopang perkembangan ekonomi di Kabupaten Indramayu banyak memanfaatkan lahan selain pertanian (misalnya tegalan), sehingga lahan sawah yang dialihfungsikan menjadi kecil. Secara rinci luasan penggunaan lahan di Kabupaten Indramayu untuk budidaya padi ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perubahan luas sawah di Kabupaten Indramayu dari tahun 2000 - 2007

No KECAMATANLuas [ha] sawah di Indramayu tahun

2000 Perubahan 2002 Perubahan 2007

1 Anjatan 6.708,20 3,92 6.704,28 13,01 6.691,282 Balongan 1.499,33 0,00 1.499,33 -0,36 1.499,693 Bangodua 4.143,58 1,93 4.141,65 5,59 4.136,064 Bongas 4.404,70 0,12 4.404,57 0,56 4.404,025 Cikedung 7.543,04 0,15 7.542,89 0,44 7.542,456 Gabuswetan 6.886,77 11,76 6.875,01 27,47 6.847,547 Haurgeulis 11.799,22 122,44 11.676,78 326,92 11.349,868 Indramayu 4.596,91 21,71 4.575,20 50,29 4.524,919 Jatibarang 2.303,47 2,90 2.300,58 7,51 2.293,07

10 Juntinyuat 4.533,91 0,42 4.533,49 0,73 4.532,7611 Kandanghaur 7.531,31 28,05 7.503,26 65,03 7.438,2312 Karangampel 5.158,97 0,00 5.158,97 -0,49 5.159,4513 Kertasemaya 5.608,44 0,00 5.608,44 -0,88 5.609,3214 Krangkeng 7.043,93 0,00 7.043,93 -0,89 7.044,8215 Kroya 5.410,62 8,38 5.402,23 19,99 5.382,2516 Lelea 5.225,33 4,07 5.221,26 9,85 5.211,4117 Lohbener 5.924,27 14,48 5.909,80 34,28 5.875,5218 Losarang 7.085,68 45,54 7.040,14 112,15 6.928,0019 Sindang 5.200,37 17,07 5.183,30 40,59 5.142,7120 Sliyeg 4.763,67 0,23 4.763,44 0,57 4.762,8721 Sukra 10.815,39 15,98 10.799,40 37,07 10.762,3422 Widasari 6.089,55 2,41 6.087,14 4,55 6.082,58

JUMLAH 130.276,65 301,57 129.975,08 753,98 129.221,10

Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan permukiman dan kawasan ekonomi lain di Kabupaten Indramayu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 paling banyak terjadi di Kecamatan Haurgeulis (449,36 ha), disusul oleh Kecamatan Losarang (157,69 ha), dan Kecamatan Kandanghaur (93,08 ha). Secara keseluruhan di Kabupaten Indramayu telah terjadi alih fungsi lahan sawah sebesar 1.055,55 ha.

Valuasi Ekonomi Sawah Sebagai Pencegah Banjir di Indramayu: Dari data Tabel 1 di atas diketahui bahwa untuk Kabupaten Indramayu terjadi penurunan luas lahan sawah dari tahun 2000 sampai 2007 sebesar 1.058 ha. Penurunan luas sawah ini dapat diartikan berubah menjadi lahan lain, sebagai lahan pertanian maupun pemukiman.

Page 283: Senarai Teknologi untuk Bangsa

270 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Untuk menilai besaran jasa lingkungan yang hilang akibat konversi lahan sawah di Indramayu ini, dapat dilihat dari data curah hujan yang ada di Indramayu.

Tabel 2. Intensitas Curah Hujan dan Debit Air Hujan Tahun 1998

Bulan I(5) I(10) Q5 Q10

Januari 1,62 6,49 9207,44 36829,78

Februari 2,40 9,60 13611,61 54446,46

Maret 1,47 5,89 8349,72 33398,87

April 1,58 6,31 8948,38 35793,50

Mei 1,11 4,44 6301,67 25206,69

Juni 2,06 8,22 11658,10 46632,38

Juli - - - -

Agustus 0,06 0,22 315,08 1260,33

September 1,52 6,07 8612,29 34449,15

Oktober 3,81 15,22 21583,23 86332,92

Nopember 1,03 4,12 5841,17 23364,66

Desember 0,75 3,01 4264,13 17056,53

Tabel 3. Intensitas Curah Hujan dan Debit Air Hujan Tahun 2003

Bulan I(5) I(10) Q5 Q10

Januari 1,61 6,44 9137,43 36549,70

Februari 2,03 8,10 11488,43 45953,74

Maret 5,70 22,81 32348,59 129394,35

April 1,34 5,37 7610,48 30441,93

Mei 1,07 4,29 6079,26 24317,04

Juni 1,35 5,39 7647,94 30591,76

Juli 1,30 5,19 7351,95 29407,81

Agustus 0,92 3,69 5238,27 20953,06

September 1,08 4,33 6144,13 24576,53

Oktober 1,18 4,72 6689,47 26757,87

Nopember 1,67 6,69 9485,68 37942,71

Desember 1,50 6,00 8507,26 34029,03

Page 284: Senarai Teknologi untuk Bangsa

271SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

Tabel 4. Intensitas Curah Hujan dan Debit Air Hujan Tahun 2008

Bulan I(5) I(10) Q5 Q10Januari 2,53 10,12 14350,63 57402,51Februari 1,62 6,46 9162,63 36650,53Maret 1,27 5,06 7180,59 28722,36April 1,64 6,57 9317,47 37269,90Mei 1,32 5,29 7498,99 29995,96Juni 0,53 2,13 3024,80 12099,21Juli - - - -Agustus 0,76 3,04 4306,14 17224,57September 0,39 1,56 2205,59 8822,34Oktober 0,75 3,01 4271,13 17084,54Nopember 1,51 6,06 8586,03 34344,12Desember 1,65 6,60 9362,49 37449,94

Keterangan:I(5) : Intensitas curah hujan curah hujan selama 5 menit konsentrasi

(mm/jam) I(10) : Intensitas curah hujan curah hujan selama 10 menit konsentrasi

(mm/jam) Q5 : Debit air hujan selama 5 menit (m3/detik)Q10 : Debit air hujan selama 10 menit (m3/detik)

Dari Tabel 2, 3, dan 4 diketahui hari hujan/tahun adalah 80 hari, dimana bulan Februari merupakan bulan terbasah dengan 20 hari hujan (25% total hari hujan dalam setahun). Apabila tambahan limpasan di atas diasumsikan didistribusikan sama seperti distribusi curah hujan, maka pada bulan Februari akan ada tambahan air permukaan seperti dalam tabel 5 berikut ini. Tabel di bawah menunjukkan tambahan limpasan air pada berbagai waktu (tahunan, bulan hujan tertinggi dan per detik) serta kemungkinan kerugiannya. Sebagai contoh, jika sawah dikonversikan menjadi lahan pemukiman, maka tambahan limpasan dalam setahun adalah sebagai berikut:

1.508 x (0,094 m3- 0,078 m3) = 783,043.58 meter kubik

Tabel 5. Perkiraan Tambahan Limpasan Air Akibat Konversi Lahan SawahTambahan Debit (m3) Setahun Februari Per Detik* Kerugian

Konversi Lahan Pertanian 169,306.72 42,326.68 0.78 4.326.320** 4.088***

Konvesi Pemukiman 783,043.58 195,760.89 3.63 20.009.230** 18.909***

Catatan:* Di bulan Februari, dengan 20 hari hujan** Kerugian total*** Kerugian per hektar konversi

Page 285: Senarai Teknologi untuk Bangsa

272 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Perhitungan kerugian ini didasarkan pada hitungan yang dilakukan oleh Susilowati (2006)1, yang menyebutkan bahwa dalam banjir di Sungai Kaligarang yang terjadi tanggal 26 Januari 1990 telah mengakibatkan kerugian sebesar Rp 8,5 milyar rupiah, akibat meluapnya sungai dengan debit sekitar 1.540 meter kubik/detik. Apabila diasumsikan besar kecilnya banjir hanya diakibatkan oleh besaran debit (tanpa batas minimum debit), maka hubungan antara debit dan kerugian banjir adalah:

Rp 8.500.000.000/1540 = Rp 5,519,480.52/m3 debit banjirAngka kerugian per meter kubik debit banjir iini yang dipergunakan

sebagai basis valuasi dalam kajian ini. Jika diperhitungkan per hektar, manfaat sawah sebagai pengendali banjir untuk Kabupaten Indramayu (jika lahan dikonversi menjadi pemukiman) setara dengan Rp 5.519.480 x 3,63 = Rp 20.009.230/tahun. Bila dikonversikan per hektar, angka kerugian ini adalah Rp 20.009.230/1.058 ha atau Rp 18.909/ha/tahun.

Valuasi ekonomi sawah sebagai pendaur ulang limbah organik: Penghitungan dimulai dengan mengetahui produksi limbah organik (sampah basah) di Kabupaten Indramayu. Pencarian data di Dinas Kebersihan Kabupaten Indramayu tidak memberikan data rinci tentang banyaknya produksi sampah, selain data jumlah armada kebersihan yang dirasakan sangat kurang jumlahnya. Akan tetapi, dari penelusuran di internet ditemukan produksi sampah 180 meter kubik per hari2. Angka produksi sampah harian ini diperkirakan merupakan produksi sampah untuk kotamadya Indramayu dan sekitarnya. Untuk keperluan perkiraan jumlah produksi sampah dalam setahun, angka produksi sampah harian ini dibagi dengan jumlah penduduk kota Indramayu (69,064.00 jiwa pada tahun 2009). Dengan demikian jumlah produksi sampah dalam setahun di kota Indramayu adalah (180 x 200kg)/69.064 jiwa = 0,52kg/hari/kapita. Selanjutnya menurut penelitian, berat jenis sampah organik adalah 0,2 (tiap meter kubik berisi 200 kg material organik).

Berdasarkan kajian World Bank (1999) tentang komposisi sampah perkotaan di Asia, untuk kasus Indonesia ditemukan 70% sampah perkotaan adalah sampah organik. Jika asumsi ini diikuti, berarti dalam sehari di kota Indramayu dihasilkan sampah organik sebesar 0,52kg x 70% = 0,36 kg/kapita/hari. Dengan demikian selama satu tahun (350 hari) akan dihasilkan 227.114 ton sampah organik.

1 Indah Susilowati, Managing River Without Managament?: The Experience of Kali-garang (Banjirkanal Barat) River, Semarang, www.riversymposium.com/2006/index.php?element=06SUSILOWATIIndah

2 http://www.poskota.co.id/memakalaho/2009/05/27/produksi-sampah-180-meter-kubikhari

Page 286: Senarai Teknologi untuk Bangsa

273SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

Setelah diketahui produksi sampah di Indramayu, maka selanjutnya perlu diketahui tingkat produksi dan pemakaian pupuk kompos. Dari suatu penelitian3 diketahui bahwa konversi sampah organik menjadi kompos (berat/berat) sebesar 40%. Dengan demikian, dari jumlah sampah organik ini setiap tahun akan dihasilkan 90.846 ton pupuk kompos di Kabupaten Indramayu.

Untuk memperkirakan besarnya manfaat lahan sawah sebagai pendaur ulang limbah organik (sampah), terlebih dahulu perlu diketahui berapa banyak pupuk kompos yang dapat dipergunakan untuk mengganti pupuk buatan. Penelitian yang dilakukan oleh Endah dan Ridwan4 menemukan bahwa untuk mempertahankan tingkat produktivitas padi hingga 5 ton/ha/tahun pupuk buatan dapat diganti dengan pupuk kompos hingga 50%. Kebutuhan pupuk buatan per hektar sendiri diperkirakan adalah 250kg/ha/tahun. Dengan demikian, dengan adanya pupuk kompos setiap hektar sawah sebenarnya dapat menghemat penggunaan 125 kg pupuk buatan.

Selama bertahun-tahun, pupuk dianggap sebagai komoditi strategis yang perdagangannya diatur oleh pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan. Karena dianggap begitu penting, pupuk dijual di dalam negeri dengan harga subsidi sebesar Rp 1.050/kg. Mengingat harga bahan baku (yaitu gas alam) yang terus meningkat harganya (USD 3,8 per MMBTU pada pertengahan tahun 2009), sebenarnya harga keekonomian pupuk urea jauh di atas harga subsidi tersebut. Harga pupuk urea sebenarnya adalah Rp 6.000/kg. Dengan demikian, setiap kilogram pupuk urea mengharuskan pemerintah mensubsidi sebesar Rp 5.450. Di lain pihak, harga kompos yang diproduksi secara komersial diperkirakan tidak lebih dari Rp 1.000/kg.

Jika pupuk kompos digunakan sebagai pengganti pupuk urea sebesar 125 kg per hektar per tahun (50% dari pemakaian pupuk buatan sebelumnya), berarti setiap sawah yang difungsikan sebagai pendaur ulang limbah organik akan menghemat anggaran negara sebesar: 125 kg x (Rp 6000 – Rp 1000) = Rp 625.000.

Kesimpulan dan RekomendasiPerhitungan beberapa variabel indirect use sawah di Kabupaten Indramayu, yaitu manfaat sawah sebagai pendaur ulang limbah organik dan pencegah banjir menghasilkan angka yang tidak signifikan dibandingkan dengan direct use value konversi sawah untuk kegiatan lain.

3 Komposter Biophoskko® Compost Bin [ S] dalam http://indonetwork.co.id/kencana_cimahi/403495/komposter-tipe-s-pengolah-sampah-rumah-tangga.htm

4 Endah Sulistyawati dan Ridwan Nugraha, Efektivitas Kompos Sampah Perkotaan Sebagai Pupuk Organik Dalam Meningkatkan Produktivitas dan Menurunkan Biaya Produksi Budidaya Padi , Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati - Institut Teknologi Bandung

Page 287: Senarai Teknologi untuk Bangsa

274 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Akan tetapi, mengingat pentingnya mempertahankan keberadaan sawah sebagai pendukung ketahanan pangan, diperlukan komitmen yang kuat untuk mencegah terjadinya konversi lahan pertanian, yang diwujudkan pada visi baru dalam kebijakan yang dilaksanakan. Keberpihakan pada kesejahteraan petani, kepentingan menjaga ketahanan pangan nasional, serta menjaga kelestarian lingkungan harus dinyatakan dengan jelas.

Menjadikan sektor pertanian sebagai lapangan usaha yang menarik dan bergengsi secara alami dapat mencegah terjadinya konversi lahan. Jika konversi terus terjadi tanpa terkendali, hal itu tidak saja melahirkan persoalan ketahanan pangan, tetapi juga lingkungan dan ketenagakerjaan.

Daftar Pustaka

Indah Susilowati. Managing River Without Managament?: The Experience of Kaligarang (Banjirkanal Barat) River. Semarang.

Www.riversymposium.com/2006/index.php?element=06SUSILOWATI Indah.

Endah Sulistyawati dan Ridwan Nugraha. Efektivitas Kompos Sampah Perkotaan Sebagai Pupuk Organik Dalam Meningkatkan Produktivitas Dan Menurunkan Biaya Produksi Budidaya Padi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati - Institut Teknologi Bandung.

Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu. Data Curah Hujan Kabupaten Indramayu 2003-2008, Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu.

Page 288: Senarai Teknologi untuk Bangsa

275SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

NATURAL RESOURCES ACCOUNTING DAN PERUBAHAN PERUNTUKAN

LAHAN

R. Wisnu Ali Martono

Natural Resources Accounting

Konsep awal dari Natural Resources Accounting (NRA) adalah bagaimana memasukkan depresiasi ke dalam perhitungan GNP (atau GDP, atau GDRP, tergantung konteks kewilayahan yang

dipilih) agar dapat dicapai suatu perekonomian yang sustainable. Dalam hal ini, depresiasi tidak hanya menyangkut man-made capital tapi juga natural capital.

Jika sustainable income didefinisikan sebagai pendapatan maksimum yang dapat dicapai tanpa mengurangi kekayaan (wealth) secara keseluruhan, hal ini dapat dirumuskan secara sederhana sebagai berikut:

Wt –Wt-1 =0 (1)

dimana:

Wt = total kekayaan pada waktu t

Wt-1 = total kekayaan pada waktu t-1

Dalam konteks konsumsi, sustainable consumption (Cmax,t) akan dapat dicapai apabila:

0 =Yt – Cmax,t – Dt (2)

dimana:

Yt = pendapatan pada tahun t

Cmax,t = tingkat konsumsi maksimum yang mendukung sustainability

Dt = depresiasi pada tahun t

Dengan kata lain, agar tercapai sustainability, maka tingkat konsumsi tidak boleh melebihi penghasilan netto (Yt – Dt), atau dapat diformulasikan sebagai berikut:

Page 289: Senarai Teknologi untuk Bangsa

276 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Ysus,t = Yt – Dt (3)

dimana:

Yt = pendapatan pada tahun t

Dt = depresiasi pada tahun t

Apabila yang dimaksud dengan sustainability itu mengikutsertakan faktor lingkungan (environment), maka (4) dapat ditulis kembali menjadi:

Ysus,t = Yt – Dkt – Det (4)

dimana:

Dkt = depresiasi untuk man-made capital

Det = depresiasi untuk aktiva sumberdaya lingkungan

Selama ini, perhitungan national income tidak pernah mengikutsertakan Det, depresiasi terhadap faktor lingkungan (sumberdaya alam). Dengan demikian dapat diduga bahwa selama ini perhitungan pendapatan nasional melampaui sustainable income.

Menurut Hartwick-Solow1, sustainability dapat dicapai apabila hasil yang diperoleh dari deplesi sumberdaya alam diinvestasikan ke dalam man-made capital sehingga total wealth akan konstan. Tingkat konsumsi sustainable akan sama dengan tingkat bunga yang diperoleh dari kekayaan total itu.

Operasionalisasi Green GDPSetelah disepakati konsep bahwa perhitungan GDP (atau GNP) yang tidak memasukkan depresiasi sumberdaya alam cenderung melampaui sustainable income, perlu dicari metode untuk mengetahui apakah suatu GDP itu sustainable atau tidak.

Kantor Statistik PBB (Unstat) telah mengusulkan suatu acuan untuk menghitung pendapatan nasional, dinamakan System of Integrated Environmental and Economic Accounting (SEEA). Acuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan angka pendapatan nasional dengan biaya lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi untuk memperoleh barang dan jasa. Yang dimaksud dengan biaya lingkungan adalah perbedaan antara nilai stok awal dan stok akhir aktiva lingkungan.

Salah satu hal penting dari pemberlakukan SEEA ini adalah tetap 1 Solow, R,1974, Intergenerational Equity and Exhaustible Resources, Review of

Economic Studies, Symposium and Hartwick, JM, 1977, Intergenerational Equity and Investing of Rents From Exhaustible Resources, American Economic Review, 66,972-4.

Page 290: Senarai Teknologi untuk Bangsa

277SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

digunakannya metode perhitungan pendapat nasional konvensional. Dengan demikian, angka-angka dalam SEEA masih bisa diperbandingkan dengan angka pendapatan nasional sebelumnya. Tambahan neraca (lingkungan) yang diusulkan ini sering disebut sebagai neraca satelit (satellite account).

Salah satu upaya awal untuk menyesuaikan perhitungan GNP suatu negara dengan depresiasi sumberdaya alam telah dilakukan oleh Repetto (et al, 1989) terhadap perekonomian Indonesia. Sumberdaya alam yang diperhitungkan oleh Repetto adalah cadangan minyak, kayu, dan tanah pertanian. Dengan pendekatan ini Repetto menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya lebih kecil dari angka yang digunakan pemerintah. Walaupun pendekatan Repetto banyak diperdebatkan, paling tidak Repetto telah memulai suatu operasionalisasi konsep sustainability.

Alasan Diperlukannya NRASistem Akunting Nasional (System of National Accounting)2 yang dikem-bangkan pada pertengahan abad ini merupakan suatu pendekatan sistematis untuk melihat kecenderungan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, tidak seluruh aktivitas/akibat yang terjadi dalam aktivitas perekonomian dicantumkan dalam SNA. Hal ini yang kemudian memunculkan concern mengenai kesinambungan (sustainability) terhadap pertumbuhan ekonomi. Terutama tentang kemampuan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan. Kedua hal itu akan mempengaruhi produktivitas untuk generasi mendatang.

Ada beberapa masalah, mengapa pemakaian GDP (atau SNA) sebagai tolok ukur peningkatan kesejahteraan tidaklah tepat.

1. SNA hanya menghitung depresiasi modal buatan manusia, dan meng-abaikan depreasi modal alam (natural capital), misalnya udara bersih, tanah, air, sumberdaya tidak terbarukan, hutan, dan sebagainya.

2. Sumberdaya alam dan lingkungan jarang sekali dimasukkan ke dalam neraca perhitungan, kalau pun ada, hanya dihitung sebagai indikator.

3. Biaya clean-up (untuk mengembalikan sumberdaya lingkungan yang tercemar) tidak memperhitungkan efek kumulatif pencemaran.

4. Banyak barang dan jasa yang diberikan oleh lingkungan dan yang tidak diperjualbelikan di pasar. Oleh karena itu tidak akan muncul dalam perhitungan GDP.

2 Kita kenal sebagai GNP dan semua turunannya (GDP, NNP, NI).

Page 291: Senarai Teknologi untuk Bangsa

278 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Sistem akunting tradisional memang hanya memusatkan pada GDP (gross domestic product), dan bukannya net product. Salah satu sebabnya adalah kesulitan menentukan besarnya depresiasi. Untuk mencapai sustainability, harus diperhatikan tiga hal: depresiasi, deplesi (depletion), dan degradasi.

Dengan mengingat masalah-masalah itu, kemudian dikembangkan environmentally adjusted net national product (EDP) atau Produk Nasional Netto yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan, dan environmentally adjusted net income (ENI). NRA (natural resources accounting) merupakan ilmu yang muncul dari keinginan menghitung EDP ini.

Secara konseptual dan praktikal, NRA dilakukan untuk merevisi SNA dalam rangka memasukkan tolok ukur kesejahteraan dan kesinambungan. Dalam SNA yang disesuaikan, sebuah indikator ditambahkan, menghasilkan EDP dan ENI.

Valuasi EkonomiDalam implementasi NRA perlu dihitung besaran depresiasi, deplesi, dan degradasi. Penghitungan ketiga hal tersebut membutuhkan teknik yang biasa disebut dengan valuasi ekonomi. Secara sederhana, valuasi ekonomi dapat didefinisikan: “suatu upaya untuk memperkirakan nilai kuantitatif dari barang dan jasa yang diberikan oleh sumberdaya alam, tanpa melihat apakah terdapat harga pasar untuk barang dan jasa tersebut “ (Barbier et al, 1997)3.

Yang dimaksud dengan nilai (value) adalah: willingness to pay terhadap barang dan jasa sumberdaya alam tersebut, tidak peduli apakah pembayaran memang benar-benar dilakukan atau tidak.

Valuasi ekonomi bertujuan menentukan besarnya Total Economic Value (TEV) pemanfaatan suatu sumberdaya alam. Nilai TEV dapat diformulasikan sebagai berikut:

TEV = Use Value + Non-use Value (5a) Use Value = Direct Use + Non-direct Use + Option Value (5b) Non-use value = Existence Value + Bequest Value (5c)

Direct Use Value adalah nilai yang diperoleh dari pemakaian langsung atau yang berkaitan dengan sumberdaya alam yang diteliti. Nilai ini terdiri dari nilai yang berkaitan dengan kegiatan komersial, subsistensi, leisure, dan aktivitas lain yang terkait dengan sumberdaya alam yang diteliti.

3 Barbier, Edward; Acreman, Mike dan Knowler, Duncan, Economic Valuation of Wetlands: a Guide for Policy Makers and Planners, Ramsar Convention Bureau, Gland, Switzerland, 1997.

Page 292: Senarai Teknologi untuk Bangsa

279SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

Indirect Use Value berkaitan dengan dukungan atau perlindungan terhadap kegiatan ekonomis dan harta benda yang diberikan oleh suatu sumberdaya alam.

Option Value adalah adalah nilai use value di masa datang.

Non-use Value adalah nilai-nilai yang tidak ada kaitan langsung dengan kemungkinan pemakaian sumberdaya itu.

Existence Value adalah nilai yang diberikan (semata-mata) karena kebera-daan suatu sumberdaya alam.

Bequest Value adalah nilai yang diberikan agar kepada anak cucu dapat “diwariskan” suatu sumber daya alam.

Penggolongan Sumberdaya AlamBerdasarkan sifat-sifatnya, sumberdaya alam dapat dibagi menjadi seperti Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Klasifikasi Sumberdaya Alam

KetersediaanSifat-sifat Fisik

Biologi Mineral non Energi Energi Lingkungan

Dapat dihabiskan (expendable)

Sebagian besar produk pertanian

Garam Radiasi matahari, hidropower, etanol

Polusi suara, polusi udara, dan air non persistent

Terbarukan (renewable)

Produk hutan, stok ikan, ternak, tangkapan binatang buas, kayu, ikan paus, bunga-bungaan, insekta

Kayu bakar, hidropower, panasbumi

Air tanah, udara, polusi udara, dan air persistent, lingkungan hutan

Dapat terdeplesi (depletable)

Spesies terancam punah, gambut

Sebagian besar mineral

Minyak bumi, gas alam, batubara, uranium

Virgin wilderness, lapisan ozone, air di akuifer tertentu

Sumber: Sweeney, dalam Henk Folmer dan H. landis Gabel (eds). Principles of Environmental and Resource Economics. Edward Elgar. Cheltenham. 2000.

Metode-metode ValuasiSecara umum metode yang dapat dipergunakan dalam suatu valuasi ekonomi adalah sebagai berikut (Lihat Skema 1 dan Tabel 2).

Page 293: Senarai Teknologi untuk Bangsa

280 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

Skema 1. Metode Valuasi Ekonomi

1

Skema 1. Metode Valuasi Ekonomi

Total Economic Value

Total Use Value Total Non-use Value CVM Direct Use Option Value - Market Analysis CVM - Non-market valuation (TCM, CVM, HP, IOC, IS)

Indirect Use

- Avoided damage costs - Preventive expenditures

- Relocation costs - Replacement costs

Tabel 2. Keterangan Metode-metode Valuasi

METODE PERKIRAAN KEPERLUAN DATA KELEBIHAN MASALAH

Market

Perubahan Biaya/Profit

Efek produsen Perubahan biaya/Profit Memakai data pasar aktual dan tingkahlaku produsen

Ketersediaan data, perkiraan efek dampak thd kerugian

Model bioeconomic

Hilangnya potensi suatu sumberdaya biologi

Data model dinamis populasi suatu SD biologis

Mensimulasikan hilangnya suatu jasa lingkungan

Ditto

Efek harga Surplus konsumen dan produsen

Harga, kuantitas dan variabel demand lain dalam kurun waktu tertentu

ditto Ditto

Non-market

Harga perumahan (Hedonic)

Nilai implisit dari keadaan lingkungan

Perbandingan harga perumahan di tempat lain

Berdasarkan transaksi aktual

Ketersediaan data, korelasi dengan keadaan lingkungan, pembuatan model

Travel Cost Nilai suatu lokasi Partisipasi, biaya inkremental, data demografi

Berdasarkan data aktual transaksi-partisipasi

Nilai waktu pengunjung, kunjungan multiguna

Pendekatanproduktivitas

Nilai jasa sumberdaya dan ekosistem, human capital

Hubungan input-output, fungsi dose-response

Dapat memperkirakan nilai fungsi SDA serta keadaannya

Perlu perkiraan biologis terhadap produktivitas, ketersediaan data

Contingent Valuation

Nilai aktivitas, lokasi, perubahan kuantitas dan kualitas SDA

Hasil survei terhadap WTP untuk suatu SDA/jasa

Fleksibel, satu-satunya cara untuk memperkirakan secara langsung use value pasif

Hipotetis, parsial-keseluruhan, bias compliance

Benefit Transfer

Fleksibel, dapat digunakan untuk macam-macam kerusakan

Hasil valuasi di tempat lain utk kegiatan atau lokasi yang sama

Murah dan cepat Studi yang sesuai mungkin tidak ada, atau, kualitas studi yang ada tidak memadai

Sumber: Natural Resource Damage Assessment and the Malacca Straits, UNDP, March 1999

Meta AnalysisMengingat keterbatasan sumberdaya, dalam valuasi ekonomi sering dilakukan apa yang disebut dengan Meta Analysis. Meta Analysis adalah

Page 294: Senarai Teknologi untuk Bangsa

281SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

kegiatan studi referensi terhadap penelitian yang dilakukan di tempat lain untuk membantu memperoleh suatu variabel. Termasuk dalam kelompok ini adalah apa yang disebut Benefit Transfer

Metode-metode penaksiran nilai yang tercantum dalam Tabel 2 di atas adalah metode yang dapat digunakan apabila data yang diperlukan untuk perhitungan dapat diperoleh di lapangan. Namun, dalam banyak kasus penelitian yang dilakukan tidak dapat memperoleh data yang diperlukan karena satu dan lain hal. Dalam keadaan demikian, dikenal suatu metode yang dapat dipergunakan, yaitu metode benefit transfer. Pada metode ini, data yang diperoleh dari studi yang mirip di tempat lain diambil sebagai perkiraan nilai-nilai yang diperlukan dalam studi yang sedang dilakukan.

Menurut OECD (1995)4, beberapa situasi di mana pemakaian benefit transfer secara ilmiah diperkenankan adalah:

- jika pendanaan, waktu atau personil tidak memadai untuk dilakukan studi yang sama sekali baru

- jika keadaan lokasi penelitian sebelumnya mirip dengan keadaan lokasi penelitian yang sedang dilakukan

- jika isyu yang sedang diteliti sama di kedua lokasi

- jika prosedur valuasi yang dilakukan sebelumnya secara teoritis dianggap masuk akal

Menurut ADB (1996)5 langkah-langkah yang diperlukan dalam melakukan benefit transfer adalah sebagai berikut:

- pilih literatur yang sesuai

- sesuaikan nilai-nilai yang diperoleh studi terdahulu

- hitung nilai pada setiap unit waktu

- hitung total nilai yang didiskontokan

Konsep Total Economic Value Sumberdaya Lahan

Dalam konteks Total Economic Value, sebagaimana sumberdaya alam lainnya, sumberdaya lahan memiliki Use dan Non-use Value. Secara garis besar, lahan dapat digunakan untuk tujuan: (i) pemukiman, (ii) pertanian (termasuk kehutanan), (iii) budidaya non-pertanian (peternakan, perikanan), (iv) lahan terbuka (baik yang ditumbuhi tanaman atau tidak), dan (v)

4 OECD, The Economic Appraisal of Environmental Projects and Policies: A Practical Guide, 1995.

5 ADB, Economic Evaluation of Environmental Impacts: A workbook, Environment Division, Office of Environment and Social Development, Asian Development Bank, Manila, Phillipines.

Page 295: Senarai Teknologi untuk Bangsa

282 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

bangunan (non pemukiman). Masing-masing pemanfaatan lahan di atas akan menghasilkan Total Economic Value yang berbeda. Secara garis besar Use Value pemakaian lahan itu dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Total Economic Value Sumberdaya LahanUse Values Non-use Values

Direct Value Indirect Value Option Value Nilai Keberadaan1. PEMUKIMAN - WTP terhadap perumahan

- - -

2. PERTANIAN & KEHUTANAN- Hasil berkesinambungan

(untuk hutan)- Hasil-hasil hutan non kayu

(non timber forest products)- Rekreasi dan turisme- Genetika- Pendidikan- Habitat manusia

- Perlindungan DAS (untuk hutan)

- Nutrient recycling- Pengurangan polusi

udara- Penyimpan karbon- Keanekaragaman hayati

Pemakaian mendatang a dan b

- Warisan kultural- Keanekaragaman

hayati

3. BUDIDAYA - Hasil budidaya - - -

4. LAHAN TERBUKA - Hasil yang dapat diambil - nilai ekologis - -

5. BANGUNAN - WTP terhadap bangunan - - -

Atas dasar Total Economic Value seperti di atas, dapat dilakukan perhitungan besaran cost dan benefit perubahan peruntukan lahan.

Urutan Perhitungan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Lahan Asumsi Urutan Perubahan Lahan – Untuk melakukan valuasi ekonomi

peruntukan lahan, pertama perlu dilihat dari data time series, apakah telah terjadi perubahan peruntukan lahan yang signifikan dari lahan untuk keperluan primer (pertanian dan industri non ekstraktif) menjadi lahan keperluan sekunder (keperluan komersial, industri, dan perumahan).

Kedua, jika memang terjadi perubahan pemakaian lahan, perlu diketahui lahan-lahan apa saja yang telah berubah peruntukannya. Jika tidak diketahui (karena keterbatasan data) lahan apa saja yang telah berubah menjadi lahan komersial, dapat diasumsikan pola perubahan lahan seperti di bawah ini.

Menurut pola perubahan lahan ini, pada awalnya keseluruhan lahan berujud hutan dan badan air. Lalu sebagian berubah (atau diubah) menjadi belukar, lahan budidaya, dan lahan terbuka. Lalu sebagian lagi dirubah menjadi pemukiman dan bangunan buatan manusia lainnya. Selain itu, terjadi penambahan luas karena hutan bakau. Hutan mangrove diasumsikan ditanam pada lahan terbuka yang tadinya berupa pantai (air laut).

Page 296: Senarai Teknologi untuk Bangsa

283SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI....

Skema 2. Asumsi Urutan Pemakaian Lahan

1

Skema 2. Asumsi Urutan Pemakaian Lahan

Hutan Asli

Hutan Jati

Hutan-hutan lain

Air Tawar

Danau

Belukar

LahanBudidaya

LahanTerbuka

Pemukiman

Bangunan komersial

Perhitungan Direct Use Value – Secara ringkas, dan dengan memakai sejumlah asumsi, produk-produk yang dapat dihasilkan oleh lahan yang berubah peruntukannya adalah:

a. Pemukiman; Direct Use Value pemakaian lahan untuk pemukiman adalah besarnya

Willingness to pay konsumen atas pemukiman yang mereka tempati. Karena keterbatasan waktu sehingga tidak dapat dilakukan pengumpulan data primer untuk menghitung WTP ini, diambil asumsi harga rumah sebagai proxy dari WTP. Laporan ini mengasumsikan bahwa dari tiap hektar lahan pemukiman, hanya 60%nya yang digunakan untuk bangunan rumah. Selebihnya adalah ruang terbuka (jalan dan sebagainya). Luas masing-masing rumah diperkirakan adalah 50m2, dengan harga per unit rumah Rp 50 juta. Apabila diasumsikan rumah ini dapat dihuni selama 30 tahun, maka benefit per tahun setara dengan penyusutan per tahunnya.

b. Pertanian Pemakaian lahan untuk pertanian dan kehutanan dapat menghasilkan

produk-produk yang dapat dibagi atas produk langsung (direct use) dan produk tidak langsung (indirect use).

Pemakaian lahan untuk pertanian menghasilkan Direct Use Value sebesar produk secara fisik dikalikan dengan harga per satuan. Opportunity cost perubahan lahan di sektor ini adalah nilai produk yang hilang akibat perubahan pemakaian lahan itu. Secara rinci pemakaian lahan untuk kegiatan pertanian menghasilkan dircet use value sebagai berikut:

b.1. Sawah irigasi dan tadah hujan Hasil lahan sawah irigasi teknis dan tadah hujan dapat diperoleh dari

data produktivitas yang dicatat BPS, dikalikan harga GKG (gabah kering giling) setempat.

b.2. Tegalan/Ladang Untuk mempermudah perhitungan perlu diasumsikan tegalan/ladang

yang dikonversi ditanami palawija tertentu, dengan hasil yangt

Page 297: Senarai Teknologi untuk Bangsa

284 SENARAI TEKNOLOGI UNTUK BANGSA

merupakan perkalian produktivitas dikalikan harga yang diterima petani.

c. Hutan Jati Direct Use Value yang dapat diperoleh dari tegakan jati (Tectona Grandis)

berupa kayu dari tebangan penjarangan dan kayu hasil penebangan produksi. Tebangan penjarangan pada umumnya hanya menghasilkan kayu-kayu berdiameter kecil. Dalam laporan ini diasumsikan sebagai kayu yang dijual dalam ukuran staple meter, yaitu tumpukan dengan volume satu meter kubik. Ini berbeda dengan kayu hasil tebangan produksi yang dijual dalam satuan meter kubik penuh.

Untuk menaksir besarnya hasil kayu secara fisik pada tegakan jati, dapat digunakan Tabel Wolf von Wulfing. Tabel ini antara lain memuat jumlah volume kayu tegakan pada umur dan tingkat kesuburan tanah tertentu.

Menurut definisi, opportunity cost adalah besarnya nilai benefit yang hilang karena mengambil suatu tindakan. Dalam kasus ini, oppornity cost adalah manfaat yang tidak dapat dinikmati karena perubahan peruntukan lahan. Perbedaan kedua kelompok itu dapat dlihat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Benefit dan Opportunity Cost Perubahan Tataguna LahanNO. JENIS HUTAN BENEFIT OPPORTUNITY COST

1 Hutan Kayu glondongan tebanganKayu bakar tebangan

Riap tahunan Riap tahunan

2 Hutan jati Kayu glondongan Tebangan Riap tahunan

3 Hutan mahoni Kayu glondongan Riap tahunanBiji mahoni

4 Hutan mangrove KayuKayu bakar tebangan

Riap tahunanRiap tahunanTurunnya hasil periknan

5 Hutan pinus Kayu tebangan Riap tahunanHasil resinHasil terpentin

6 Hutan randu Kayu bakar Hilangnya produksi kapuk Hilangnya produksi madu

7 Belukar Kayu bakar Berkurangnya biodiversity

8 Lahan Berkurangnya hasil pertanian

9 Air tawar Penambahan lahan Berkurangnya pengairan

10 Danau Penambahan lahan Berkurangnya pengairanTurunnya hasil perikanan

KesimpulanMakalah ini menggambarkan konsep umum perhitungan valuasi ekonomi perubahan peruntukan lahan, dari lahan primer ke ke lahan untuk keperluan non pertanian. Untuk ketepatan perhitungan, perlu dilakukan pemilahan lebih lanjut penggunaan awal lahan yang berubah peruntukannya.

Page 298: Senarai Teknologi untuk Bangsa