semnas ls 2011 makalah matematika

Upload: mochammad-haikal

Post on 16-Jul-2015

1.384 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

STUDI KASUS PENALARAN KOVARIASIONAL MAHASISWA PADA MATAKULIAH KALKULUS LANJUT

Erry HidayantoJurusan Matematika FMIPA UM, [email protected]

Abstrak: Penalaran kovariasional, khususnya dalam mengkonstruksi grafik fungsi merupakan salah satu kajian yang dilakukan tentang penalaran pada mahasiswa. Ada dua macam cara yang dapat dilakukan dalam mengkonstruksi grafik, yaitu dilakukan dengan cara mengetahui terlebih dahulu rumus fungsi tersebut kemudian menggambarkannya dalam suatu grafik atau bisa juga mengetahui sifat-sifat analitisnya lebih dahulu, kemudian menggambar grafiknya. Pada penelitian ini dikaji bagaimana penalaran kovariasional mahasiswa pada matakuliah kalkulus lanjut dengan memberikan tugas tentang bentuk penalaran mahasiswa beserta pengkonstruksian grafiknya dengan mengikuti kerangka kerja penalaran kovariasional yang dikembangkan oleh Carlson dkk. Dari hasil kajian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulanbahwa mahasiswa jurusan matematika FMIPA UM melakukan tindakan mental 1 (MA 1), yaitu pengkoordinasian nilai dari satu variabel terhadap perubahan variabel lain dengan cara melabeli sumbu dengan dua variable, tindakan mental 2 (MA 2) yaitu pengkoordinasian arah perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain dengan cara menggambar titik-titik yang arahnya naik atau turun dan mampu menyatakannya secara lisan dengan suatu kesadaran arah perubahan output ketika mempertimbangkan perubahan input, dan tindakan mental 3 (MA 3) yaitu pengkoordinasian besarnya perubahan dari satu variabel terhadap perubahan variabel yang lain dengan cara mengkonstruksi kemiringan garis dan menyatakan secara lisan dengan suatu kesadaran dari besarnya perubahan output ketika mempertimbangkan perubahan input. Kata Kunci: penalaran, kovariasional, kejadian dinamik.

Penalaran kovariasional, khususnya dalam mengkonstruksi grafik fungsi merupakan salah satu kajian yang dilakukan tentang penalaran pada mahasiswa. Ada dua macam cara yang dapat dilakukan dalam mengkonstruksi grafik, yaitu dilakukan dengan cara mengetahui terlebih dahulu rumus fungsi tersebut kemudian menggambarkannya dalam suatu grafik atau bisa juga mengetahui sifat-sifat analitisnya lebih dahulu, kemudian menggambar grafiknya. Masalah penalaran mahasiswa dalam mengkonstruksi grafik telah banyak dikaji oleh para peneliti. Hal ini dapat dilihat diantaranya pada penelitian yang dilakukan oleh Saldanha, L., & Thompson, P.W. (1998), Stump (2001), Carlson dkk (2001, 2002, 2003), Engelke (2004), Mejia & Hurtado (2006), Steinthorsdottir (2006), Kynigos, C. (2006), Strom (2006), Silverman (2006), Moore, KC & Bowling, SA. (2008), dan Thomson & Silverman (2008). Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil kajian tersebut diantaranya: mahasiswa kesulitan mengkonstruksi grafik yang diberikan sifat-sifat analitisnya daripada mengkonstruksi grafik yang diberikan rumus fungsinya, mahasiswa kesulitan menginterpretasikan dan merepresentasikan kecekungan dan titik belok grafik fungsi, mahasiswa kesulitan untuk memahami bahwa suatu fungsi merupakan hubungan dua variabel, mahasiswa kesulitan memahami grafik dengan variabel yang bervariasi dan memberikan alasan mengapa grafik fungsi berperilaku seperti itu, kemampuan mahasiswa untuk menafsirkan informasi grafik fungsi lambat berkembang dan mahasiswa cenderung tidak melihat grafik fungsi merupakan penggambaran suatu kovariasi, mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengkonstruksi grafik fungsi kejadian dinamik. Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Kejadian dinamik merupakan suatu kejadian yang menggambarkan perubahan bentuk. Perubahan nilai pada suatu variabel menyebabkan perubahan nilai pada variabel yang lain. Contoh-contoh kejadian dinamik antara lain: mengisi botol dengan air, penurunan tinggi ujung tangga yang menempel pada dinding jika tangganya ditarik perlahan-lahan, gerakan kura-kura menyeberangi sungai dan lain-lain. Namun demikian masih cukup terbatas penelitian yang berkaitan dengan grafik dan fungsi untuk kejadian dinamik (Carlson, 2002, 2003; Cho, Kim & Song, 2004). Krulick & Rudnick (1995) menyatakan bahwa penalaran merupakan tingkatan berpikir yang mencakup berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif, tetapi tidak termasuk mengingat (recall). Dengan kata lain penalaran merupakan proses berpikir yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu: pola berpikir logis dan bersifat analitis. Lebih lanjut Subanji (2007) menyatakan bahwa pola berpikir logis berarti menggunakan logika tertentu, sedangkan bersifat analitis merupakan konsekuensi dari pola berpikir tertentu Menurut Carlson dkk (2002), kovariasional didefinisikan sebagai pengkoordinasian beberapa kuantitas, perubahan salah satu kuantitas mengakibatkan perubahan kuantitas lainnya. Sedangkan Slavit (1997) mendefinisikan kovariasional sebagai hubungan antar perubahan kuantitas. Dari pengertian penalaran dan kovariasional tersebut, penalaran kovariasional didefinisikan sebagai aktivitas mental yang berkaitan dengan pengkoordinasian dua kuantitas (variabel bebas dan variabel terikat) yang berkaitan dengan cara-cara perubahan satu kuantitas terhadap kuantitas yang lain. Menurut Subanji (2007), pengkoordinasian dua kuantitas ini sangat terkait dengan konsep fungsi, yaitu salah satu kuantitas dapat dipandang sebagai input (variabel bebas) dan kuantitas yang lain dipandang sebagai output (variabel terikat). Carlson, M. dkk (2002) menemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam meginterpretasikan grafik fungsi masih sangat kurang. Juga ditemukan bahwa dalam belajar Kalkulus, mahasiswa kesulitan menginterpretasikan dan merepresentasikan kecekungan dan titik belok pada sebuah grafik. Walaupun mahasiswa mampu membuat gambar laju perubahan untuk interval yang berdekatan dari domain fungsi tersebut, namun mahasiswa masih memiliki kesulitan untuk menggambar perubahan nilai kontinu dan tidak bisa secara tepat merepresentasikan dan menginterpretasikan laju peningkatan atau penurunan untuk fungsi dinamik. Kejadian dinamik yang diteliti oleh Carlson dkk ini adalah mengisi botol dengan air. Kemudian mahasiswa disuruh menggambarkan suatu grafik ketinggian air dalam botol terhadap banyaknya air yang dimasukkan ke dalam botol beserta alasannya. Carlson, M., dkk (2002) telah menyusun kerangka kerja penerapan penalaran kovariasional mahasiswa dalam menggambar grafik masalah dinamik dengan mengidentifikasi level-level penalaran kovariasional. Level-level penalaran kovariasional ini didasarkan tindakan/aksi mental (mental action) dalam menyelesaikan masalah. Terdapat lima tindakan mental yang disusun oleh Carlson dkk ini. Kelima tindakan mental tersebut masing-masing mendeskripsikan suatu aksi atau tindakan beserta perilakunya. Dari kerangka kerja kovariasional yang telah disusunnya, Carlson dkk (2002) telah menetapkan 5 level penalaran kovariasional yang dihasilkan dari 5 mental aksi/tindakan mental. Dikatakannya bahwa kemampuan penalaran kovariasional dicapai dari level penalaran kovariasional yang diberikan, yaitu adanya dukungan terhadap tindakan mental yang berkaitan dengan level-level penalaran kovariasionalnya. Menurut Carlson dkk, level-level penalaran kovariasional tersebut adalah: Level 1 (L1) Koordinasi (Coordination), Level 2 (L2) Arah (Direction), Level 3 (L3) Koordinasi Kuantitas (Quantitative Coordination), Level 4(L4) Tingkat rata-rata (Average rate), dan Level 5 (L5) Laju Sesaat (Instantaneous Rate). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penalaran kovariasional mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UM pada matakuliah Kalkulus Lanjut dalam mengkonstruksi grafik fungsi kejadian dinamik.PENGERTIAN BERPIKIR

Berpikir diartikan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu atau menimbang-nimbang dalam ingatan (Subanji, 2011). Kita tidak bisa melihat apa yang dipikirkan oleh orang. Karena berpikir merupakan suatu proses yang ada di dalam otak. Namun begitu kita bisa melihat Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) bentuk keluaran dari berpikir ini. Menurut Subanji (2011) bentuk keluaran dari berpikir ini bisa berupa proses atau langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Dalam tingkatan berpikir, Krulick & Rudnick (1995) membagi menjadi empat tingkatan, yaitu mengingat, berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Tingkatan berpikir tersebut, oleh Krulick digambarkan pada gambar 1 sebagai berikut:

Kreatif

Kritis

Dasar (Basic)

Mengingat (recall)

Gambar 1. Tingkatan Berpikir (diambil dari Krulick & Rudnick (1995)) Tahapan berpikir paling rendah adalah mengingat (recall). Pada tahapan ini proses berpikir sesorang belum menggunakan proses logis ataupun analitis. Pada tahapan ini berlangsung proses berpikir secara otomatis. Sebagai contoh, ketika seseorang diminta untuk berhitung, maka ia akan memulainya dengan 1, 2, 3, .. dan seterusnya. Atau ketika seorang siswa kelas VI Sekolah dasar ditanya, berapa 1 + 1, maka dia langsung menjawab 2. Ketika menjawab ini, siswa tidak benar-benar berpikir tetapi langsung otomatis menjawab 2. Tingkatan berpikir berikutnya adalah berpikir dasar (basic). Tingkatan ini merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari sekedar mengingat. Kebanyakan keputusan yang diambil oleh seseorang dilakukan pada tingkatan berpikir ini. Tingkatan berpikir yang ketiga adalah berpikir kritis. Pada tingkatan ini sudah dilakukan proses menganalisa masalah, menentukan kecukupan data untuk menyelesaikan masalah, memutuskan perlunya informasimtambahan dalam suatu masalah, dan menganalisa situasi. (Subanji, 2011).PENGERTIAN PENALARAN KOVARIASIONAL

Mengkonstruksi grafik merupakan bagian yang penting dalam kegiatan matematika. Di mata kuliah kalkulus, cukup banyak materi matematika yang melibatkan konstruksi grafik fungsi. Grafik tidak hanya digunakan untuk mengkonstruksi fenomena tetapi juga digunakan untuk membuktikan keberadaan fenomena. Mengkonstruksi grafik fungsi merupakan salah satu kajian yang dilakukan tentang penalaran pada mahasiswa. Ada dua macam cara yang dapat dilakukan dalam mengkonstruksi grafik, yaitu dilakukan dengan cara mengetahui terlebih dahulu rumus fungsi tersebut kemudian menggambarkannya dalam suatu grafik atau bisa juga mengetahui sifat-sifat analitisnya lebih dahulu, kemudian menggambar grafiknya.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 3

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Jika mengacu pada penggambaran tingkatan berpikir menurut Krulick & Rudnick (1995), penalaran merupakan tingkatan berpikir yang meliputi berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Kategori dari berpikir dasar adalah memahami konsep, dan mengenali suatu konsep ketika konsep itu muncul. Kategori berpikir kritis meliputi: menyelidiki, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi atau masalah, mengfokuskan pada bagian dari situasi atau masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisa informasi, mengingat dan menggabungkan informasi yang telah dipelajari terdahulu, menentukan suatu jawaban yang masuk akal, menggambarkan kesimpulan yang valid, dan analitik dan refleksif secara alami. Sedangkan kategori dari berpikir kreatif adalah original/keaslian, efektif, dan menghasilkan produk yang kompleks, inovatif, mensintesiskan ide, menggeneralisasikan ide, dan mengaplikasikan ide. Menurut Subanji (2007) penalaran memiliki karakteristik tertentu, yaitu merupakan pola berpikir logis dan bersifat analitis. Pola berpikir logis berarti menggunakan logika tertentu, sedangkan bersifat analitis merupakan konsekuensi dari pola berpikir tertentu. Sedangkan pengertian kovariasional, dapat dilihat dari para peneliti yang telah mendefinisikannya. Menurut Carlson (2002), kovariasional didefinisikan sebagai pengkoordinasian beberapa kuantitas, perubahan salah satu kuantitas mengakibatkan perubahan kuantitas lainnya. Slavit (1997) mendefinisikan kovariasional sebagai hubungan antar perubahan kuantitas. Dari pengertian penalaran dan kovariasional tersebut, penalaran kovariasional didefinisikan sebagai aktivitas mental yang berkaitan dengan pengkoordinasian dua kuantitas (variabel bebas dan variabel terikat) yang berkaitan dengan cara-cara perubahan satu kuantitas terhadap kuantitas yang lain. Menurut Subanji (2007), pengkoordinasian dua kuantitas ini sangat terkait dengan konsep fungsi, yaitu salah satu kuantitas dapat dipandang sebagai input (variabel bebas) dan kuantitas yang lain dipandang sebagai output (variabel terikat).KERANGKA KERJA PENALARAN KOVARIASIONAL

Carlson, M., dkk (2002) telah menyusun kerangka kerja penerapan penalaran kovariasional mahasiswa dalam menggambar grafik masalah dinamik dengan mengidentifikasi level-level penalaran kovariasional. Level-level penalaran kovariasional ini didasarkan tindakan/aksi mental (mental action) dalam menyelesaikan masalah. Terdapat lima tindakan mental yang disusun oleh Carlson dkk ini. Kelima tindakan mental tersebut masing-masing mendeskripsikan suatu aksi atau tindakan beserta perilakunya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1: Tindakan Mental dari Kerangka Kerja Penalaran KovariasionalTindakan Mental Mental Action 1 (MA1) Mental Action 2 (MA2) Deskripsi tindakan mental Pengkoordinasian nilai dari satu variabel dengan perubah-an variabel lain Pengkoordinasian arah perubahan satu variabel dengan perubahan variabel lain Perilaku Melabeli sumbu dengan indikasi verbal/ lisan dari pengko-ordinasian dua variable (y berubah dengan perubahan x) Menggambar titik-titik yang arahnya naik Menyatakan secara lisan suatu kesadaran arah perubahan output ketika mempertimbangkan perubahan input. Mengkonstruksi kemiringan garis Menyatakan secara lisan suatu kesadaran dari besarnya perubah-an output ketika mempertimbangkan perubahan input Mengkonstruksi garis yang berdekatan untuk domain Menyatakan secara lisan suatu kesadaran terhadap kecepatan perubahan output (dengan ma-sing-masing ke input) ketika mem-pertimbangkan kenaikan seragam dari input. Mengkonstruksi kurva mulus dengan tanda yang jelas dari perubahan kecekungan Menyatakan secara lisan suatu kesadaran terhadap kecepatan sesaat dalam kecepatan peru-bahan untuk keseluruhan domain dari fungsi (arah kecekungan

Mental Action 3 (MA3)

Pengkoordinasian besarnya perubah-an dari satu variabel dengan perubahan variable yang lain Pengkoordinasian kecepatan rata-rata dari fungsi dengan kenaikan seragam dari perubahan dalam variabel input

Mental Action 4 (MA4)

Mental Action 5 (MA5)

Pengkoordinasian kecepatan sesaat dari fungsi dengan perubahan kontinu dalam variabel bebas untuk keselu-ruhan domain dari fungsi

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 4

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)dan titik belok adalah benar)

LEVEL-LEVEL PENALARAN KOVARIASIONAL

Dari kerangka kerja kovariasional yang telah disusunnya, Carlson dkk (2002) telah menetapkan 5 level penalaran kovariasional yang dihasilkan dari 5 mental aksi/tindakan mental. Menurut Carlson dkk, level-level penalaran kovariasional tersebut adalah: Level 1 (L1) Koordinasi (Coordination), Level 2 (L2) Arah (Direction), Level 3 (L3) Koordinasi Kuantitas (Quantitative Coordination), Level 4(L4) Tingkat rata-rata (Average rate), dan Level 5 (L5) Laju Sesaat (Instantaneous Rate). Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2: Gambaran level-level kovariasional dan tindakan mental pendukungnyaLevel Level 1: Koordinasi (Coordi-nation) Level 2: Arah (Direction) Level 3 (L3) Koordinasi Kuantitas (Quantitative Coordi-nation) Level 4(L4) Tingkat rata-rata (Average rate) Level 5 (L5) Laju Sesaat (Instantaneous Rate) Tindakan Mental MA 1 MA1 dan MA2 Ma1, MA2, dan MA3 MA1, MA2, MA3, dan MA4 MA1, MA2, MA3, MA4, dan MA5

Pada tingkat koordinasi, Level 1, gambaran dari kovariasional dapat mendukung tindakan mental mengkoordinasikan perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain (MA1). MA1 telah diidentifikasi dengan mengamati mahasiswa dalam melabelkan sumbu dan juga dengan mendengar mereka mengekspresikan perubahan satu variabel sebagai akibat perubahan variabel yang lain (misalnya: perubahan volume terhadap perubahan tinggi). Mahasiswa tidak memerlukan arah atau laju dari perubahan. Pada tingkat arah, Level 2, gambaran dari kovariasional dapat mendukung tindakan mental dari koordinasi arah perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain. Tindakan mental MA1 dan MA2 keduanya didukung oleh gambaran level 2.Pada tingkat koordinasi kuantitatif, Level 3, gambaran kovariasional dapat mendukung tindakan mental dari koordinasi jumlah perubahan dalam satu variabel terhadap perubahan variabel lain. Tindakan mental MA1, MA2, dan MA3, didukung oleh gambaran level 3. Pada tingkat rata-rata, Level 4, gambaran dari kovariasional dapat mendukung tindakan mental dari koordinasi tingkat perubahan rata-rata terhadap perubahan seragam dalam variabel input. Tingkat perubahan rata-rata bisa diekstrak untuk mengkoordinasikan jumlah perubahan variabel output terhadap

perubahan pada variabel input. Tindakan mental MA1 sampai MA4 didukung oleh gambaran level 4. Pada tingkat laju sesaat, Level 5, gambaran kovariasional dapat mendukung tindakan mental dari koordinasi tingkat perubahan sesaat terhadap perubahan kontinu dalam variabel input. Tingkat ini mencakup perubahan laju sesaat yang dihasilkan dari perbaikan yang lebih kecil dari perubahan rata-rata. Ini juga mencakup titik infleksi yaitu keadaan dimana laju perubahan berubah dari meningkat menjadi menurun, atau dari menurun menjadi meningkat. Tindakan mental MA1 sampai MA5 didukung oleh gambaran level 5.METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan mengungkap penalaran kovariasional mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UM dalam merepresentasikan grafik fungsi kejadian dinamik. Masalah kovariasional yang disajikan adalah mengkonstruksi grafik fungsi kejadian dinamik. Penalaran kovariasional dilihat dari perilaku mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang dapat menggambarkan aksi mentalnya. Kejadian dinamik yang dikaji adalah bentuk konstan-dinamik, perubahan dengan salah satu varibel tetap sedangkan variabel yang lain adalah berubah-ubah (dinamik). Selanjutnya dicari karakteristik berpikir mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kovariasi berdasarkan kerangka kerja penalaran kovariasional. Menurut Moleong (2006) penelitian semacam ini tergolong penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moleong (2006) Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 5

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang, pada semester Gasal tahun 2011/2012 dengan subyek mahasiswa angkatan 2010 off H yang sedang menempuh matakuliah Kalkulus Lanjut. Dipilihnya mahasiswa angkatan 2010 ini dikarenakan mahasiswa tersebut sudah menempuh matakuliah Kalkulus I maupun Kalkulus II yang mana pada matakuliah tersebut sudah ada materi menggambar grafik beserta sifat-sifatnya (kecekungan, titik belok, titik balik, dan sebagainya).Kepada mahasiswa tersebut diberikan tugas mengkonstruksi grafik fungsi dari kejadian dinamik. Hasil dari tugas dianalisa untuk dikelompokkan ke masing-masing level penerapan penalaran kovariasional.INSTRUMEN :PENELITIAN

1. Peneliti sebagai Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dipandu dengan instrumen lembar tugas representasi grafik kejadian dinamik. Peneliti sebagai instrumen sebab peneliti sebagai perencana, pengumpul data, penganalisa data, penafsir data, dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Selain itu peneliti juga dipandu dengan lembar tugas. Adapun lembar tugas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pengembangan lembar tugas kovariasi dari Carlson. 1. Instrumen Lembar Tugas Instrumen Lembar Tugas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pengembangan lembar tugas kovariasional dari Carlson (2002). Instrumen hasil pengembangan tersebut oleh peneliti dinamakan masalah tangki bensin. Adapun pengembangan instrumen lembar tugas tersebut disajikan pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Pengembangan Instrumen Lembar TugasInstrumen Lembar Tugas Carlson Perhatikan gambar dibawah ini Instrumen Lembar Tugas Penelitian ini Perhatikan gambar jarum penunjuk bensin pada suatu mobil berikut ini.

Bayangkan botol di atas tersebut diisi dengan air. Gambarkan suatu grafik fungsi antara ketinggian air dalam botol dan banyaknya air yang dimasukkan ke dalam botol. Berikan alasan terhadap jawaban saudara.

Ketika bensin diisi penuh, maka jarum menunjuk ke arah F (Full) yang berarti bensin dalam kondisi penuh. Seiring dengan berjalannya mobil, jarum penunjuk mengalami pergerakan menuju arah E (Empty) yang berarti kosong. Tetapi pergerakan jarum tersebut tidaklah sama. Dari kondisi penuh (F) ke setengahnya perjalanan jarum lambat. Selanjutnya dari setengah ke seperempat, jarum berjalan cepat, sementara dari seperempat ke E berjalan lambat kembali. Pergerakan jarum penunjuk tersebut dipengaruhi oleh ketinggian bensin dalam tangki bensin yang ada pada mobil tersebut. 1. Gambarkan bentuk tangki bensin yang cocok untuk mobil tersebut. Berikan alasan terhadap jawaban saudara. 2. Gambarkan grafik fungsi yang menggambarkan antara ketinggian bensin dalam tangki dan banyaknya bensin yang tersisa dalam tangki. Berikan alasan terhadap jawaban saudara.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 6

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Penelitian ini mengkaji proses berpikir mahasiswa dalam memecahkan masalah kovariasi, yang disebut penalaran kovariasional. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan interview berbasis tugas, dimana subyek diminta mengerjakan beberapa tugas untuk dikerjakan di kertas dengan pensil/pulpen, diminta menjelaskan secara rinci apa yang dikerjakan, mendiskusikan kenapa mengambil kesimpulan itu dan kemungkinan-kemungkinan lain. Selanjutnya dilakukan interview klinis, observasi, dan dokumentasi. Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah: mentranskrip data verbal yang terkumpul, menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dan hasil konstruksi grafik kejadian dinamik, mengadakan reduksi data dengan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga untuk tetap berada di dalamnya, analisa proses berpikir, analisa hal-hal yang menarik, dan menarik kesimpulan.HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan memvalidasi penelitian Carlson, Larsen & Lesh (2002). Pemvalidasian dilakukan dengan mengkritisi tindakan mental yang telah ditetapkan. Penelitian ini berjudul Penalaran Kovariasional Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UM dalam Mengkonstruksi Grafik Fungsi Kejadian Dinamik. Dalam penelitian ini dikaji dan dideskripsikan secara kualitatif penalaran kovariasional mahasiswa dalam mengkonstruksi grafik fungsi kejadian dinamik.MASALAH TANGKI BENSIN

Masalah tangki bensin yang diberikan oleh peneliti mendorong mahasiswa untuk mengkonstruksi bentuk bensin yang mungkin sesuai dengan jarum penunjuk bensin. Jumlah mahasiswa yang menjadi subyek penelitian ini ada sebanyak 33 mahasiswa. Terhadap masalah tangki bensin yang diberikan, dari 33 jawaban mahasiswa, peneliti dapat mengelompokkan jawaban ini menjadi 4 kelompok.. Kelompok 1. Jawaban yang mirip seperti berikut diberikan oleh 10 orang mahasiswa. Jawaban yang dibuat oleh kelompok 1 ini adalah:Bentuk Tangki Bensin Alasan Saat bensin penuh hingga setengahnya jarum penunjuk berjalan lambat, sedangkan dari setengahnya ke seperempat jarum penunjuk berjalan cepat, sementara dari seperempat sampai habis jarum penunjuk berjalan lambat. Luas permukaan tangki berbeda. Saat bensin berjalan cepat laus permukaan lebih kecil dari luas permukaan saat berjalan lambat. Hal itu menggambarkan bentuk tangki bensin dari lebar ke sempit kemudian lebar lagi, seperti ditunjukkan pada gambar di samping.

Kelompok 2

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 7

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Jawaban yang mirip seperti berikut diberikan oleh 9 orang mahasiswa. Jawaban yang dibuat oleh kelompok 2 ini adalah:Bentuk Tangki Bensin Alasan Dinding sebelah kanan dibuat lurus sebagai tempat bandul tangki Dinding sebelah kiri dibuat tidak lurus karena pada saat bensin mencapai setengah dari tangki sampai seperempat tangki bensin cepat habis karena luas permukaan tangki lebih sempit daripada luas permukaan di atasnya. Selanjutnya dari seperempat sampai kosong jarum akan melambat karena bandul tangki berjalan melambat (karena permukaan bensin lebih luas daripada di atasnya).

Kelompok 3 Jawaban yang mirip seperti berikut diberikan oleh 7 orang mahasiswa. Jawaban yang dibuat oleh kelompok 3 ini adalah:Bentuk Tangki Bensin Alasan Pada saat tangki bensin terisi penuh, lebar tangki maksimal, karena jarum bensin bergerak lambat. Pada saat jarum menunjukkan posisi setengah ke seperempat, jarum bergerak cepat, jadi lebar tangki lebih kecil dari lebar maksimalnya. Sementara daris eperempat menuju E jarum bergerak lambat kembali, berarti tangki dimaksimalkan lebarnya sama dengan lebar tangki saat dari F menuju setengahnya.

Kelompok 4 Jawaban yang dibuat seperti berikut diberikan oleh seorang mahasiswa. Berikut gambar yang dibuat oleh mahasiswa tersebut.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 8

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Bentuk Tangki Bensin

Alasan Pada saat tangki bensin terisi penuh, lebar tangki maksimal, karena jarum bensin bergerak lambat. Pada saat jarum menunjukkan posisi setengah ke seperempat, jarum bergerak cepat, jadi lebar tangki lebih kecil dari lebar maksimalnya. Sementara daris eperempat menuju E jarum bergerak lambat kembali, berarti tangki dimaksimalkan lebarnya sama dengan lebar tangki saat dari F menuju setengahnya.

MASALAH MENGKONSTRUKSI GRAFIK FUNGSI Masalah tangki bensin yang diberikan oleh peneliti di atas dilanjutkan dengan mengkonstruksi grafik fungsi dari suatu kejadian yang dinamik dengan perubahan yang kontinu. Disebut kejadian dinamik dikarenakan kejadian ini berubah-berubah (dinamik) dan saling terkait satu sama lain. Dalam mengkonstruksi grafik fungsi kejadian dinamik ini, setelah dianalisa terdapat 7 grafik yang berbeda. Adapun gambar-gambar grafik tersebut adalah sebagai berikut. Kelompok 1. Gambar grafik fungsi yang dibuat oleh kelompok ini sebagai berikut.

Kelompok 2. Gambar grafik fungsi yang dibuat oleh kelompok ini sebagai berikut.

Kelompok 3. Gambar grafik fungsi yang dibuat oleh kelompok ini sebagai berikut. Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 9

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Kelompok 4. Gambar grafik fungsi yang dibuat oleh kelompok ini sebagai berikut.

Kelompok 5. Gambar grafik fungsi yang dibuat oleh kelompok ini sebagai berikut.

Kelompok 6. Gambar grafik fungsi yang dibuat oleh kelompok ini sebagai berikut.

Kelompok7. Gambar grafik fungsi yang dibuat oleh kelompok ini sebagai berikut.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 10

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PEMBAHASAN

Dari kelompok 1,dengan gambar tangki bensin yang mirip ternyata dalam mengkonstruksi grafik fungsinya ada 3 macam bentuk grafik fungsi yang berbeda. Bentuk ke-1: Grafiknya berupa garis lurus seperti berikut

Bentuk ke-2 Bentuk grafik

Bentuk ke-3 Bentuk grafiknya

Dari kelompok 2, dengan gambar tangki bensin yang mirip ternyata dalam mengkonstruksi grafik fungsinya ada 3 macam bentuk grafik fungsi yang berbeda. Bentuk ke-1 Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 11

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Bentuk ke-2

Bentuk ke-3

Dari kelompok 3, dengan gambar tangki bensin yang mirip dalam mengkonstruksi grafik fungsinya hanya ada 1 bentuk grafik fungsi, yaitu grafiknya berupa garis lurus seperti berikut

Dari kelompok ke-4, bentuk grafiknya adalah Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 12

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

Jika diperhatikan kembali, tindakan mental yang dikemukakan oleh Carlson dkk, maka semua jawaban yang dikemukakan oleh mahasiswa sudah memenuhi tindakan mental 1 (MA 1), yaitu pengkoordinasian nilai dari satu variabel terhadap perubahan variabel lain dengan cara melabeli sumbu dengan dua variabel (y berubah dengan perubahan x). Tindakan mental 2 juga telah dilakukan yaitu pengkoordinasian arah perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain dengan cara menggambar titik-titik yang arahnya naik atau turun dan mampu menyatakannya secara lisan dengan suatu kesadaran arah perubahan output ketika mempertimbangkan perubahan input. Tindakan mental 3 juga sudah dilakukan yaitu pengkoordinasian besarnya perubahan dari satu variabel terhadap perubahan variabel yang lain dengan cara mengkonstruksi kemiringan garis dan menyatakan secara lisan dengan suatu kesadaran dari besarnya perubahan output ketika mempertimbangkan perubahan input.KESIMPULAN

Dari hasil kajian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Tindakan mental 1 (MA 1) telah dilakukan oleh mahasiswa, yaitu pengkoordinasian nilai dari satu variabel terhadap perubahan variabel lain dengan cara melabeli sumbu dengan dua variable. 2. Tindakan mental 2 juga telah dilakukan yaitu pengkoordinasian arah perubahan satu variabel terhadap perubahan variabel lain dengan cara menggambar titik-titik yang arahnya naik atau turun dan mampu menyatakannya secara lisan dengan suatu kesadaran arah perubahan output ketika mempertimbangkan perubahan input. 3. Tindakan mental 3 juga sudah dilakukan yaitu pengkoordinasian besarnya perubahan dari satu variabel terhadap perubahan variabel yang lain dengan cara mengkonstruksi kemiringan garis dan menyatakan secara lisan dengan suatu kesadaran dari besarnya perubahan output ketika mempertimbangkan perubahan input.DAFTAR RUJUKAN Carlson, M., Larsen, S., Jacobs, S. 2001. An Investigation of Covariational Reasoning and Its Role in Learning the Concepts of Limit and Accumulation. Proceeding of the Twenty-Third Annual Meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psichology of Mathematics Education. Columbus, OH: Eric Clearinghouse. Carlson, Marilyn P. 2002. A Study of Second Semester Calculus Students Function Conceptions. Carlson, M., Jacobs, S., Larsen, S., & Hsu, E. 2002. Applying Covariational Reasoning While Modeling Dynamics Events: A Framework and a Study. Journal for Research in Mathematics Education. Vol. 33, No. 5, 352-378. Carlson, Marilyn P. 2002. Physical Enactment: A Powerful Representational Tool for Understanding the Nature of Covarying Relationships.. In F. Hitt (Ed.), Representations and Mathematics Visualization (pp. 63-77). Special Issue of PME-NA and Cinvestav-IPN.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 13

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)Carlson, M., Larsen, S., Lesh, R. 2003. Integrating a Models and Modeling Perpective With Existing Research and Practice. Beyond Constructivism in Mathematics Teaching and Learning: A Models & Modeling Perpective (pp. 465-478). Hillsade, NJ: Lawrence Erlbaum. Cho, H., Kim, H., & Song, M. 2004. The Qualitative Approach to The Graphs of Function in a Microworld. Krulick, S & Rudnick, J. 1995. The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Boston: Allyn and Bacon. Kynigos, C. 2006. Constructing a Sinusioidal Periodic Covariation. Proceedings 30th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 4, pp. 9-16. Prague: PME. Mejia & Hurtado. 2006. Geometrical Optimization Problems: A Covariational Approach. PME-NA Proceeding. Proceeding of the 28th annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psichology of Mathematics Education, Merida, Mexico: Universidad Pedagogica Nacional. Vol. 2-31. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya Moore, KC & Bowling, SA. 2008. Covariational Reasoning and Quantification in a College Algebra Course. Sigma.maa.org/rume/crume 2008. Saldanha, L., & Thompson, P.W. 1998. Re-Thinking Covariation from a Quantitative Perspective: Simultaneous Continous Variation. Proceeding of the Annual meeting of the Psychology of Mathematics Education North America. Raleigh, NC: North Carolina State University. Silverman, J. 2006. A Focus on Variables as Quantitative of Variable Measure in Covariational Reasoning. PME-NA Proceeding. Proceeding of the 28th annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psichology of Mathematics Education, Merida, Mexico: Universidad Pedagogica Nacional. Vol. 2-174. Slavit, D. 1997. An Alternative Route to the Reification of Function. Educational Studies in Mathematics 33: 259-281. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherland. Steinthorsdottir, O. 2006. Proportional Reasoning: Variable Influencing the Problems Difficulty Level and Ones Use of Problem Solving Strategies. Proceeding 30th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 5,pp. 169-176. Prague: PME. Strom, A. 2006. The Role of Covariational Reasoning in Learning and Understanding Exponential Functions. Proceeding of the 28th Annual Meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Merida, Mexico: Universidad Pedagogica Nacional. Stump, Sheryl L. 2001. Developing preservice Teachers pedagogical content knowledge of slope. Journal Of Mathematics Behavior, Vol 20 (207-227). Subanji, 2011. Teori Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasional. Malang: UM Press. Thompson, P. W., & Silverman, J. (2008). The concept of accumulation in calculus. In M. P. Carlson & C. Rasmussen (Eds.), Making the connection: Research and teaching in undergraduate mathematics (pp. 43-52). Washington, DC: Mathematical Association of America. Available at http://pat-thompson.net/ PDFversions/2008MAA Accum. pdf.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 14

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENERAPAN HASIL ANALISIS TABEL AKAR PANGKAT TIGA UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENARIKAN AKAR PANGKAT TIGA

Moch. NachwanGuru Matematika SMPN 1 Pandaan Kab. Pasuruan, email: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penarikan akar pangkat tiga melalui penerapan tabel akar pangkat tiga. Yang dimaksud efisiensi dalam penelitian ini adalah dalam hal waktu, serta peningkatan kemampuan menyelesaikan soal-soal akar pangkat tiga dapat teratasi. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Subjek yang diteliti adalah peserta didik kelas VII-G Semester 1 Tahun Pelajaran 2010/2011 SMP Negeri 1 Pandaan Pasuruan, berjumlah 26 anak. Tahapan penelitian setiap siklus diawali dengan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket, wawancara, dan tes, untuk mengetahui kemampuan menyelesaikan sejumlah soal tes dalam dalam waktu tertentu. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan persentase (%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan tabel akar pangkat tiga 46,15% kemampuan peserta didik meningkat, 38,46% konstan, 15,38% justru menurun. Ditinjau dari penggunaan waktu ternyata lebih efisien yaitu 57,67% peserta didik menyelesaikan soal-soal tes lebih cepat dari waktu yang disediakan, 30,79% menyelesaikan soal-soal tes sesuai dengan waktu yang disediakan, sedangkan yang menyelesaikan soal-soal tes lebih lambat dari waktu yang disediakan adalah 11,54%. Hasil lain yang ditunjukkan penelitian ini adalah motivasi peserta didik meningkat serta kesulitan yang dihadapi peserta didik dapat teratasi. Kata kunci : Peningkatan efisiensi, penarikan akar pangkat tiga, penerapan tabel akar pangkat tiga.

Ujian Nasional Matematika dalam lima tahun terakhir, peserta didik dinyatakan lulus apabila memperoleh nilai sekurang-kurangnya 5,50 dari 40 butir soal dalam waktu 120 menit. Artinya alokasi waktu yang tersedia untuk mengerjakan setiap soal adalah 3 menit. Dan peserta didik harus mampu menyelesaikan sekurang-kurangnya 22 butir soal dengan benar. Pada Naskah Ujian Nasional Matematika terdapat 4 6 butir soal yang berkaitan kompetensi penarikan akar pangkat tiga dengan berbagai variasi soal. Variasi soal yang dimaksud adalah penarikan bilangan bulat (Kelas VII/1), volume kubus (kelas VIII/2), volume tabung, volume kerucut, volume bola (Kelas IX/1), dan pangkat tak sebenarnya ( kelas IX/2) Dari hasil tes menunjukkan bahwa peserta didik belum mampu menyelesaikan penarikan akar pangkat tiga dalam waktu 3 menit sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan pada ujian nasional matematika. Hal ini disebabkan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal masih menggunakan cara pohon faktor prima, yang membutuhkan waktu lama karena menggunakan operasi pembagian yang berulang-ulang. Demikian halnya dengan masih banyak peserta didik (73% atau 19 anak) yang belum mahir dalam melakukan operasi pembagian sehingga tidak efisien dalam hal penggunaan waktu. Untuk mengatasi masalah tersebut peserta didik dilibatkan untuk menganalisis tabel akar pangkat tiga serta cara penerapannya pada penyelesaian penarikan akar pangkat tiga. Dari masalah yang Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 15

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) melatarbelakangi maka dirumuskan masalah dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah dengan penerapan tabel akar pangkat tiga kesulitan setiap peserta didik dapat diatasi? Apakah dengan penerapan tabel akar pangkat tiga kemampuan setiap peserta didik meningkat? Apakah dengan penerapan tabel akar pangkat tiga waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan soal setiap peserta didik lebih efisien? Apakah dengan penerapan tabel akar pangkat tiga motivasi belajar setiap peserta didik meningkat?PELAJARAN MATEMATIKA

Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lainnya untuk menjelaskan keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Depdiknas: 2006).AKAR PANGKAT TIGA

Akar pangkat tiga memiliki kompleksitas yang tinggi, karena pada setiap jenjang akan dihadapi setiap peserta didik dari kompetensi dasar yang berbeda, sebagaimana tabel berikut: Tabel 1: Standar Kompetensi dan Kompetensi DasarStandar Kompetensi 1. Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaanya dalam pemecahan masalah. 5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya 2. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya dan penggunaannya dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar 1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan Indikator 1.1.4 Menghitung akar kuadrat dan akar pangkat tiga bilangan bulat 5.3.3 Menghitung volume (kubus, balok, prisma, limas) Kelas/Semester VII / 1

5.3 Mengitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas 2.2 Menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut dan bola 2.3 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola

VIII/2

2.2.3 menghitung unsur-unsur tabung, kerucut dan bola jika volumenya diketahui 2.3.1 menggunakan rumus luas selimut dan volume untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola 5.3.1 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung pada bilangan berpangkat dan bentuk akar untuk memecahkan masalah

IX/1

5. Memahami sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar serta menggunaannya dalam pemecahan masalah sederhana

5.3 Memecahkan masalah sederhana yang berkaitan dengan bilangan berpangkat dan bentuk akar

IX/2

Sumber: (depdiknas: 2006)

Mengingat tingginya kompleksitas penarikan akar pangkat tiga, maka perlu penguasaan penarikan akar pangkat tiga. Akan tetapi karena lemahnya penguasaan operasi pembagian dari peserta didik yang diteliti, perlu adanya solusi agar lebih efisien dalam menyelesaikan soal-soal tes akar pangkat tiga. Pendapat ini dukung hasil penelitian berikut: Kenyataan, bahwa penguasaan konsep dasar operasi bilangan bulat masih tergolong rendah. Salah satu kelemahan penguasaan materi Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 16

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) bilangan bulat oleh siswa adalah karena lemahnya penguasaan operasi perkalian dan pembagian (Soedjadi, 1991:4). Selain itu diperoleh bahwa; daya serap anak SD terhadap konsep operasi perkalian dan pembagian masih rendah. Hal ini sama juga di alami siswa SLTP dan SMU serta mahasiswa calon guru (Hartono 1989:72).BELAJAR

Belajar diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada masa mendatang (Winataputra, 2007:14). Pakar psikologi melihat, perilaku belajar sebagai proses psikologi individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat, perilaku belajar sebagai proses psikologispedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan (Belajar dan pembelajaran, 2007:15). Dari pengertian tentang belajar, sangatlah jelas bahwa belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu yang memusatkan pada dua hal; Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri peserta didik. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja, tetapi juga meliputi sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). Kedua, perubahan itu harus merupakan buah pengalaman. Perubahan perilaku terjadi pada diri peserta didik karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Perubahan perilaku akibat belajar bersifat menetap (Belajar dan Pembelajaran, 2007:19)PEMBELAJARAN

Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan pendidik dan peserta didik. Sebelumnya menggunakan istilah Proses Belajar-Mengajar. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada peserta didik. Instuction is a set of events that affect learnest in such a way that learning is facilitated (Gagne, Briggs. Dan Wager, 1992:3). Pembelajaran seperti diamanatkan dalam Pasal 1 Butir 20 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (Depdiknas: 2004) Dalam konsep tersebut terkandung lima konsep yakni, interaksi, peserta didik, pendidik, sember belajar dan lingkungan belajar.PRESTASI BELAJAR

Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar prestasi berarti hasil yang dicapai (Depdikbud, 1975:787), sedangkan belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada masa mendatang (Winataputra, 2007:14) jadi prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan. Efisiensi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua Penerbit Balai Pustaka Jakarta: 1995 efisiensi memiliki makna ketepatan cara (usaha, kerja), atau kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya). Pada penelitian ini diharapkan setiap peserta didik yang diteliti dapat menyelesaikan soal-soal tes penarikan akar pangkat tiga secara cepat dan tepat, kurang dari waktu yang dialokasikan setiap soal pada ujian nasional matematika atau meningkat efisiensinya.MOTIVASI

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 17

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Penggunaan model pembelajaran matematika diharapkan akan meningkatkan motivasi peserta didik yang dalam proses pembelajaran matematika. Model pembelajaran yang dimaksud adalah penggunaan dan penerapan tabel akar pangkat tiga untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi peserta didik. Permainan kwartet akar pangkat tiga diharapkan akan meningkatkan motivasi peserta didik. Hal ini didukung oleh pendapat Bell yang menyebutkan bahwa, Teknik permainan adalah salah satu teknik yang efektif dan efiesien dalam pembelajaran matematika (Bell: 1986) Tabel akar pangkat tiga adalah penyajian konsep abstrak menjadi konsep konkret. Dengan disajikan konsep abstrak dalam benda konkret yang sederhana, peserta didik akan menyadari adanya hubungan antara pelajaran matematika dengan benda-benda yang ada disekitarnya, sehingga akan lebih menumbuhkan minat dan kreasi peserta didik terhadap pelajaran matematika. Pendapat ini didukung oleh beberapa ahli antara lain Piaget, Bruner dan Dienes yang mengemukakan bahwa penggunaan benda-benda konkret dalam matematika dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa (Ruseffendi, 1992:144)METODE PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain yang kembangkan oleh Kurt Lewin seperti gambar berikut:

2. Tindakan 1. Perencanaan 4. Refleksi 3. Observasi

Gambar 1 : Desain penelitian tindakan satu siklus model Kurt LewinSKENARIO TINDAKAN

a. Pra Penelitian Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Merencanakan metode, media dan kegiatan pembelajaran Menyiapkan instrumen penelitian, soal tes, lembar observasi, angket, pertanyaan wawancara b. Siklus 1, 2 dan 3 Pembagian tabel akar pangkat tiga, 26 kartu soal tiap kartu terdiri 6 soal dengan tingkat kesukaran Mudah : Sedang : Sukar = 1 : 2 :1 Observasi Tindakan 1, 2 dan 3 Pada tahap ini Pendidik melakukan observasi proses dan hasil pembelajaran melalui cara : mencatat kesulitan peserta didik, memberikan tugas menyelesaikan soal secara sistematis sesuai dengan topik pembelajaran, mengamati kecepatan penyelesaian tugas, menilai hasil tes, membagikan angket atau memanggil beberapa peserta didik untuk diwawancarai. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung dengan alat bantu pedoman observasi dan skala penguasaan konsep. Skala penguasaan konsep dilakukan kepada peserta didik untuk memberi data skor penguasaan konsep setelah peserta didik diberi tindakan. Selanjutnya data skor yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif untuk memaparkan perubahan perilaku yang nampak pada peserta didik pada saat tindakan dilakukan, sedangkan analisis secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui persentase baik terhadap penguasaan konsep maupun peningkatan hasil belajar. Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 18

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Analisis kuantitatif menggunakan rumus : P = Postrate Baserate 100% Baserate (Goodwin and Coatees, 1975) Keterangan : P = Persentase peningkatan Postrate = Skor sesudah tindakan Baserate = Skor sebelum tindakan Analisis dan refleksi: Kriteria peningkatan hasil belajar adalah meningkatnya hasil uji kompetansi setiap akhir tindakan dengan ketuntasan individu dan daya serap peserta didik. Indikator daya serap mencapai 67% atau nilai 67 (KKM 67%). Analisis data dilakukan dengan menganalisis uji kompetensi digunakan untuk memantau apakah sudah terjadi peningkatan hasil belajar penarikan akar pangkat tiga dari Ketuntasan Belajar Klasikal yaitu bila KKM 67%, peserta didik telah mencapai daya serap 67% atau lebih. Refleksi: diperlukan untuk mengkaji ulang apakah ada hambatan selama tindakan setiap siklus , apakah penerapan tabel akar pangkat tiga sudah optimal mencapai sasaran? Apakah partisipasi peserta didik cukup tinggi? Perlu dipertanyakan pula seberapa besar terjadi peningkatan, bila peningkatan itu belum sesuai maka perlu tindakan untuk siklus berikutnya. Demikian dilakukan terus menerus sampai apa yang menjadi tujuan penelitian tindakan tercapai. Hasil uji kompetansi dinyatakan dengan angka dalam rentang 0 100 yang didistribusikan dalam pembagian skor sebagai berikut:

Tabel 2: Rentang Skor dan indicator.Rentang Skor

04 04 02

Indikator Menerapkan tabel akar pangkat tiga sebagai operasi yang dimaksud dengan benar Mengerjakan langkah penyelesaian dengan benar Mendapatkan hasil akhir dengan benar

Perolehan skor dikriteriakan sebagai berikut: Tabel 3 : Kriteria penyekoranSkor diperoleh 85 100 67 84 66 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Siklus Pertama Kriteria Tinggi Sedang Rendah

Pendidik menginformasikan penyelesaian akar pangkat tiga sesuai dengan contoh buku teks yang dimiliki peserta didik dengan metode penyelesaian pohon faktor prima, kemudian peserta didik ditugasi untuk menyelesaikan 6 soal latihan dalam waktu 30 menit. Selanjutnya dianalisis sebelum diberikan tindakan serta diuji kemampuannya dengan soal yang sama dalam waktu 10 menit. Hasil uji kompetensi dicatat dalam rekaman hasil uji kompetensi pada tabel berikut: Tabel 4: Kemampuan sebelum dan sesudah tindakan Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 19

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)Skor 85-100 67-84 66 Sebelum tindakan Kriteria Siswa Tinggi 0 Sedang 10 Rendah 16 % 0% 38,46% 61,54% Skor 85-100 67-84 66 Setelah tindakan Kriteria Siswa Tinggi 5 Sedang 9 Rendah 12 % 19,23% 34,62% 46,15%

Tabel 5: Persentase perubahan penggunaan waktu (Efisiensi)Sebelum tindakan (30 menit) Kriteria Siswa % Lebih Cepat 0 0% Stabil 2 15,38% Lebih Lambat 22 84,62% Setelah tindakan (10 menit) Kriteria Siswa Lebih Cepat 6 Stabil 12 Lebih Lambat 8 % 23,08% 46,15% 30,77%

Secara kualitatif setelah diberikan uji kompetensi pada akhir pembelajaran ternyata ada perubahan yang signifikan pada penguasaan konsep meningkat sebesar 12,82% dan efisiensi meningkat sebesar 34,90%. Setelah proses pembelajaran selesai, beberapa peserta didik yang kriteria rendah (12 anak) diwawancarai: 69% mengatakan senang mengikuti pembelajaran matematika, 100% mengatakan penerapan tabel akar pangkat tiga lebih mudah daripada pohon faktor prima. 100% kesulitan menyelesaikan soal jika bilangannya puluhan ribu dan ratusan ribu. 100% akan mengerjakan PR dirumah sepulang sekolah karena ingatannya masih segar.Siklus kedua

Untuk mengatasi kesulitan dihadapi hasil refleksi siklus pertama, yaitu penyelesaian penarikan akar pangkat tiga bilangan puluhan ribu dan ratusan ribu, peserta didik diajak untuk mengamati tabel akar pangkat tiga 1 9 kemudian diminta untuk menghafalkan agar mempermudah penyelesaian penarikan akar pangkat tiga. Selanjutnya peserta didik diberikan tugas kelompok sesuai dengan jadwal piket. Setiap kelompok menyelesaikan soal latihan sebanyak 30 soal dalam waktu 30 menit. Setelah diberikan tugas kelompok setiap peserta didik diuji kemampuannya menyelesaikan 10 soal dalam waktu 10 menit, hasilnya dicatat dalam rekaman hasil uji kompetensi pada tabel berikut: Tabel 6: Kemampuan sebelum dan sesudah penerapan tabel akar pangkat tigaSkor 85-100 67-84 66 Sebelum tindakan Kriteria Siswa Tinggi 5 Sedang 9 Rendah 12 % 19,23% 34,62% 46,15% Skor 85-100 67-84 66 Setelah tindakan Kriteria Siswa Tinggi 12 Sedang 10 Rendah 4 % 46,15% 38,46% 15,38%

Tabel 7: Persentase perubahan penggunaan waktu (efisiensi)Sebelum tindakan (10 menit) Kriteria Siswa Lebih Cepat 6 Stabil 12 Lebih Lambat 8 % 23,08% 46,15% 30,77% Setelah tindakan (10 menit) Kriteria Siswa Lebih Cepat 15 Stabil 8 Lebih Lambat 3 % 57,67% 30,79% 11,54%

Berdasarkan data tampak perubahan positif terhadap penguasaan konsep dari sebelum diberi tindakan dan setelah diberi tindakan yaitu sebesar 15,38% serta efisiensi meningkat sebesar 23,06%. Selain itu, peningkatan penguasaan konsep maupun efisiensi pada tindakan siklus kedua lebih baik daripada penguasaan konsep maupun efisiensi pada tindakan siklus pertama. Yang lebih menggembirakan skor maupun efisiensi pada siklus kedua lebih tinggi daripada sebelum tindakan siklus pertama. Menurut Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 20

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) analisis tindakan siklus pertama peserta didik terdorong untuk menyiapkan diri, belajar di rumah, sebelum belajar di sekolah. Dengan kata lain meningkat gairah belajarnya atau motivasinya. Hasil wawancara dengan 7 peserta didik ( tidak termasuk yang diajak wawancara pada siklus pertama), 100% mengatakan terjadi perubahan yang menyenangkan pembelajaran matematika hari ini. 100% mengatakan bahwa dirinya semalam membaca materi lanjutan dari materi sebelumnya, 71,83% mengatakan pekerjaan rumah dikerjakan setelah pulang sekolah. Ini menunjukkan gairah belajar peserta didik meningkat.Siklus ketiga

Setelah diadakan evaluasi dan refleksi terhadap hasil tindakan siklus kedua diperoleh kemungkinan yang akan terjadi, yaitu adanya kecenderungan perasaan bosan pada diri peserta didik jika ujian diberikan terus menerus. Untuk mengatasi kejenuhan, peserta didik diajak untuk membuat kartu kwartet, setiap peserta didik ditugasi membuat satu pasang kartu kwartet. Selanjutnya bermain kwartet penarikan akar pangkat tiga dengan sistem penilaian teman sebaya hasilnya ditabulasi pada tabel berikut: Tabel 8 : Penilaian teman sebaya permainan kwartet penarikan akar pangkat tigaSkor yang menjatuhkan kartu kwartet No. Nama Peserta Didik Pertama Kedua Ketiga Keempat Absen (100) (75) (50) (25) 1 2 3 4 Hari/tanggal : . Permainan sebanyak : babak Skor

Tujuan dari permainan adalah meningkatkan kompetensi, motivasi, sportivitas serta kejujuran. Dengan demikian setiap peserta didik akan berkompetisi adu kompetensi. Hasil wawancara terhadap 7 peserta didik (tidak termasuk yang diwawancarai sebelumnya), 85,71% menyukai pelajaran matematika, 100% menyukai gurunya, 85,71% mengejakan tugas setelah pulang sekolah, 100% belajar terlebih dahulu sebelum bermain kwartet agar dapat memenangkan permainan.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: Kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran penarikan pangkat tiga apabila bilangannya puluhan ribu dan ratusan ribu. Setelah ditugasi menghafalkan bilangan pangkat tiga mulai dari 1 sampai 9 kesulitan tersebut berangsur-angsur turun. Kesulitan lain yang dihadapi peserta didik adalah penggunaan mental (cara mencongak) pada penarikan akar pangkat tiga. Kesulitan ini teratasi dengan permainan kwartet akar pangkat tiga juga berangsur-angsur turun karena setiap memiliki keinginan yang sama yaitu memenangkan permainan. Kemampuan peserta didik melakukan penarikan akar pangkat tiga dapat ditingkatkan melalui penerapan tabel akar pangkat tiga. Ditinjau dari segi jumlah peserta didik, dari 26 peserta didik yang diteliti 46,15% atau 12 anak kemampuannya meningkat, 38,46% atau 10 anak konstan, dan 15,38% atau 4 anak justru menurun. Penurunan ini bukan karena metode pembelajaran yang diterapkan, tetapi karena faktor non akademis yaitu kegiatan OSIS. Dengan penerapan tabel akar pangkat tiga, waktu untuk menyelesaikan 10 butir soal ternyata lebih efisien, yaitu 57,69% atau 15 anak dapat menyelesaikan tugas lebih cepat dari waktu yang disediakan, 30,77% atau 8 anak dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang tersedia, sedangkan peserta didik yang menyelesaikan tugas lebih lambat dari waktu disediakan 10,34% atau 3 anak. Pada topik penarikan akar pangkat tiga motivasi peserta didik meningkat setelah penerapan tabel akar pangkat tiga dan permainan kartu kwartet penarikan akar pangkat tiga. Indikatornya adalah peningkatan kemampuan dan waktu yang digunakan lebih efisien. Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 21

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)DAFTAR RUJUKAN Abdullah, Solichan. (2002). Teknik Penilaian Yang Dapat Mendorong Siswa Meningkatkan Belajar Matematika. Surabaya: Jurnal Gentengkali Vol.4, No.3 dan 4. Bell, F.H. (1981) Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School) Wm.C Brown Company, Dubuque, IOWA. Dahar, Ratna Wilis. (1988) Teori-teori Belajar. Ditjen Dikti. Depdikbud. Jakarta: P2LPTK Depdikbud, (1995) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depdiknas. (2003) Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning CTL). Jakarta: Depdikbud. Hudojo, Herman. (1988). Mengajar-Belajar Matematika. Ditjen Dikti Depdikbud. Jakarta: P2LPTK. Ismalinda. (1998). Kemampuan Siswa SLTP di Kecamatan Kapur IX Pada Topik Volume Bangun Ruang Sisi Datar (Tesis) Pasca Sarjana IKIP Surabaya. Maidiyah, Erni. (1999). Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Pada Topik Bilangan Bulat di SLTP (Tesis) Pasca Sarjana IKIP Surabaya. Narsisto, Drs. (2003). 10 pertanyaan agar guru sukses mengajar. Yogjakarta: Majalah Pendidikan Gerbang Edisi 1 Th. III Juli 2003. Nurhadi dan Senduk. A.G. (2003) Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press. Sriyanto, Hj. 2003. Membaca Kecemasan Anak Terhadap Matematika.Yogyakarta: Majalah Pendidikan Gerbang Edisi 11 Th. II Mei 2003 Sunuyeko, Nurcholis. (2003). Perkembangan Peserta Didik (Bahan Kuliah) Malang: Duta Kencana.

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 22

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PEMBELAJARAN MATERI LUAS PERMUKAAN TABUNG DENGAN METODE DISKUSI UNTUK SISWA KELAS IX SMPN 1 KEJAYAN SEBAGAI PELAKSANAAN KEGIATAN LESSON STUDY DI HOME BASEKEJAYAN KABUPATEN PASURUAN

Erna RuliawatiGuru SMP Negeri 1 Kejayan Kabupaten Pasuruan

Abstrak: Pengalaman penulis pada saat mengajar materi luas permukaan tabung menunjukkan hasil belajar siswa masih sangat rendah. Kenyataan seperti di atas terus saja penulis upayakan untuk bisa diatasi, sampai dengan adanya kegiataan Lesson Study. Setelah beberapa kali mengikuti pelatihan Lesson Study kemudian sampai penulis menjadi fasilitator, maka materi luas permukaan tabung penulis coba untuk dibahas dalam pelaksanaan Lesson Study. Pada saat tahap plan, penulis mendapat banyak masukan yang sangat berharga. Akhirnya penulis coba untuk melaksanakan pembelajan materi Luas Permukaan Tabung Dengan Metode Diskusi Untuk Siswa Kelas IX. Ternyata dengan persiapan yang melibatkan guru lain sebagai kolega, kemudian menjalankan pembelajaran dengan didampingi oleh para observer dan terakhir bersama-sama dibahas dalam tahapan refleksi, hasilnya ada peningkatan keaktifan siswa dalam merespon materi sampai siswa berani mempresentasikan hasil kerjanya dengan sangat aktif walaupun disana-sini masih ada satu dan dua siswa yang masih terus dibimbing agar bisa masuk dalam trek pembelajaran yang diharapkan. Kata kunci: Luas Permukaan Tabung, Metode Diskusi, Lesson Study

Penulis memiliki pengalaman mengajar matematika di SMP Negeri 1 Kejayan selama 22 tahun. Penulis merasakan bahwa kemampuan siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika sangat kurang, bahkan untuk keterampilan menghitung mereka juga masih lemah. Siswa cenderung mengalami kesulitan apabila diberikan soal-soal yang bervariasi, siswa dapat mengerjakan soal apabila bentuk soalnya sama dengan soal sebelumnya, tapi mereka akan merasa kesulitan apabila diberi soal yang modelnya berbeda dengan soal sebelumnya. Hasil ujian yang diperoleh siswa cenderung nilainya kurang dari kriteria ketuntasan minimal yang sudah ditentukan oleh sekolah. Hasil pembelajaran yang diperoleh siswa cenderung rendah sungguh membuat penulis merasa tidak puas. Tidak terkecuali terhadap pembelajaran tentang materi luas permukaan tabung. Selama beberapa tahun mengajar materi ini selalu saja dihadapkan pada kenyataan siswa sulit memahami dan merasa kebingungan menentukan dan menemukan rumus serta menerapkan dalam menyelesaikan penghitungan. Di samping itu ternyata banyak sekali ditemukan siswa yang masih belum mahir dalam perkalian dan pembagian. Untuk masalah yang terakhir ini penulis berusaha untuk melatih siswa di luar pembelajaran. Kenyataan seperti di atas terus saja penulis upayakan untuk bisa diatasi, sampai dengan adanya kegiataan Lesson Study. Penulis sudah beberapa kali mengikuti kegiatan LS ini sampai pada saatnya penulis menjadi fasilitator. Dari hasil pelatihan-pelatihan yang sering penulis ikuti itulah, hasilnya secara terus menerus penulis terapkan dalam pembelajaran di kelas, minimal satu kali dalam satu semester penulis melakukan buka kelas. Seperti diketahui bahwa dalam Lesson Study dikenal ada tiga tahapan, yaitu Plan, Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 23

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) Do dan See. Adapun tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam menerapkan Lesson Study dapat dijabarkan sebagai berikut:TAHAP PERENCANAAN (PLAN)

Khusus untuk pembelajaran materi Luas Permukaan Tabung ini penulis laksanakan pada tanggal 19 September 2011 yang diikuti oleh 11 guru dan menghasilkan perencanaan yang lengkap untuk meteri luas permukaan tabung. Dalam menyiapkan dan menyusun RPP-nya banyak sekali masukan dari para peserta, di antaranya adalah dalam menentukan kelompok. Ada yang meminta anggota kelompok berbentuk heterogen dengan satu atau dua siswa menjadi leader agar bisa membimbing siswa yang lain. Adapula yang menginginkan pembagian kelompok bebas saja yang penting guru terus aktif membimbing sehingga siswa tidak bergantung pada siswa yang menonjol saja. Dari dua perbedaan ini ternyata akhirnya disepakati versi pertama yaitu yang heterogen. Masih banyak lagi perdebatan di antara guru untuk mencoba menentukan yang terbaik yang bisa dipakai untuk mengaktifkan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Menentukan metodenya-pun tidak kalah hebatnya. Masing-masing guru dengan segala argumentasinya menginginkan metode yang menurut keyakinannya sangat cocok untuk materi ini. Ternyata yang lebih bisa rasional dan diyakini bisa membuat siswa aktif dan mampu berfikir kreatif adalah dengan metode diskusi dengan pilihan anggota kelompok heterogen. Penentuan metode diskusi dan kelompok heterogen serta media pembelajaran yang sesuai bisa diharapkan siswa yang kurang mampu dapat belajar dari siswa yang mampu sehingga diskusi kelompok akan aktif dan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyatno bahwa Model pembelajaran kooperatif yang di dalamnya termasuk metode diskusi adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.PELAKSANAAN DO

Setelah selesai menyusun persiapan (RPP) maka tibalah saatnya pelaksanaan pembelajarannya (Do) yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 2011. Ada tenggang waktu satu minggu ini penulis tidak melakukan perubahan apapun terhadap RPP, namun penulis mencoba untuk memberi tambahan-tambahan yang berkaitan dengan media-media pembelajaran, serta appersepsi apakah yang kira-kira sesuai dan mudah menghubungkannya dengan fakta yang sering ada di sekitar kehidupan sehari-hari siswa. Pelaksanaan Do ini mengikutsertakan anggota dari home base SMP Negeri 1 Kejayan dan 20 tamu observer dari Indonesia Timur yang terdiri atas guru, pengawas dan kepala sekolah. Adapun pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang sudah dirancang pada saat Plan. Dalam pelaksanaannya penulis banyak memperoleh pengalaman baru yang sebagian besar hampir tidak terbayangkan pada saat merancang persiapan. Misalnya; pada saat siswa dalam kelompoknya tidak mempedulikan bahkan sering mengganggu teman yang lain harus diselesaikan dengan cara apa. Kemudian pada saat presentasi ternyata muncul hal yang tak terduga yaitu siswa belum bisa menerapkan rumus luas permukaan tabung dengan rumus luas selimut tabung. Hal-hal seperti ini sering membuat penulis terlena kemudian serta merta menjelaskan sehingga waktu tidak bisa dimanfaatkan secara efisien.REFLEKSI

Kegiatan refleksi ini bagi penulis merupakan tahapan yang mendebarkan dan sekaligus menyenangkan, karena dari kegiatan ini penulis dapat memperoleh gambaran keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran yang sudah penulis lakukan. Demikian juga akan bisa memberikan masukan terkait dengan kekurangan dan keberhasilan penulis dalam menjalankan skenario pembelajaran yang sudah dibuat bersama-sama tersebut. Dari hasil refleksi dapat ditemukan fakta sbb: Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 24

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) 1. Sebagian besar siswa masih kurang dalam melakukan perhitungan terutama jika sudah menyangkut nilai . 2. Siswa yang benar-benar berdiskusi dengan kelompoknya bisa menjawab pertanyaan dengan benar, walaupun ada beberapa siswa yang masih kurang dapat berdiskusi dengan baik karena kebetulan di kolompok itu tidak ada leadernya. 3. Dengan membawa benda berupa tabung di tiap-tiap kelompok, ternyata siswa dapat dibawa dari masalah yang konkret ke masalah yang abstrak, termasuk membedakan antara tabung dengan tutup dengan tabung tanpa tutupUSAHA-USAHA PERBAIKAN

Dari hasil kegiatan refleksi ini ternyata banyak sekali ditemukan hal-hal yang tidak diduga oleh penulis. Temuan-temuan tersebut sangat berharga untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya. Usaha-usaha yang perlu dilakukan adalah: 1. 2. 3. 4. Dalam perhitungan awal sebaiknya nilai . Tidak perlu diubah terlebih dahulu. Guru sebaiknya lebih memperhatikan kelompok yang kurang. Guru harus lebih sabar lagi menanggapi siswa dalam menghitung. Guru tergesa-gesa dalam melaksanakan apersepsi, siswa masih belum terkondisikan dengan baik, guru sudah melangkah ke tahap berikutnya. 5. Pada saat siswa presentasi, guru harus lebih teliti dalam menanggapi jawaban-jawaban siswa serta bisa mengendalikan konsentrasi siswa terutama pada saat penghitungan tidak hanya hasil penghitungannya saja yang diperhatikan tetapi situasi dan sikap siswa juga perlu mendapat perhatian, sehingga tidak muncul kesan hanya siswa dan atau kelompok yang tampil saja yang mendapat pembimbingan. 6. LKS dianjurkan problem solving.PENUTUP

Kesimpulan Pelaksanaan Lesson Study ini ternyata bagi penulis merupakan tawaran yang menjanjikan adanya perubahan yang baik dalam pembelajaran di kelas. Dari tahapan Plan yang mengedepankan kolegalitas dengan melibatkan minimal guru rumpun yang ada untuk bisa memberi masukan guna kesempurnaan persiapan sehingga penulis bisa percaya diri. Pada saat Do, penulis tertantang untuk tampil sebaik mungkin dan merasa yakin para observer kelak akan bisa menemukan kelemahan dan kelebihan pembelajaran ini. Hasil dari semua itu adalah dengan Kegiatan Lesson Study sangat baik karena dapat meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran. Saran Kegiatan Lesson Study ini perlu terus digalakkan tidak hanya pada tingkat MGMP Kabupaten saja melainkan sudah harus dilaksanakan di masing-masing sekolah, bahkan jauh sampai pada pembelajaranpemebelajaran di kelas-kelas dalam kesehariannya. Semua harus optimis dengan banyak melakukan refleksi maka pembelajaran selanjutnya yakin akan lebih baik lagi. Semoga dan terima kasih.DAFTAR RUJUKAN Syamsuri, Istamar dan Ibrahim, 2007. Lesson Study (Studi Pembelajaran). Malang: FPMIPA UM Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 25

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASISSTED INDIVIDUALIZATION (TAI) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH JARAK PADA DIMENSI TIGA SISWA SMAN I BANGIL

Trie Koerniawati 1) Cholis Sadijah 2) Swasono Rahardjo 3) Santi Irawati 4)SMA Negeri 1 Bangil, [email protected] Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected] Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected] Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected]

Abstract: One of the problems in mathematics learning at Senior High School is Three Dimension problem. This study aims to determine how the Team Asissted Individualization (TAI) learning as a cooperative learning model can increase students' activity and ability in problem solving on the distance concept in three dimension. The results showed that the criteria for students activity had been reached and the final test results was increased from 68.6% (in the first cycle) into 85.7% (in the second cycle) which means the implementation of TAI learning can increase students' activity and ability in problem solving on the distance concept in three dimension. Kata Kunci: Team Asissted Individualization (TAI) learning, problem solving.

Penalaran keruangan dalam geometri merupakan suatu bentuk pemecahan masalah yang penting dan pemecahan masalah merupakan alasan penting untuk mempelajari matematika. Dengan demikian, dapat disadari bahwa pembelajaran geometri sangat perlu dilakukan siswa SD sampai Perguruan Tinggi dengan harapan dapat mempelajari dan memahami ide-ide geometri dengan baik. Materi Jarak pada bangun ruang antara lain bertujuan untuk mengembangkan kemampuan spasial siswa, hal ini siswa diharapkan tidak sekedar mampu memahami konsep-konsep yang disajikan tetapi juga mampu mempresentasikan dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Konsepsi siswa pada materi ini bahwa geometri merupakan suatu pelajaran yang sulit, beberapa kelompok bahkan mengatakan bahwa geometri adalah pelajaran tersulit. Kurangnya penguasaan materi akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mempelajarinya karena mereka menganggap bahwa geometri hanya sebagai sesuatu yang sangat teoritis atau abstrak, dan merasa bahwa geometri itu rumit untuk dipahami dan membutuhkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi, padahal yang sebenarnya siswa diharapkan mengetahui rumus dan dapat mengaplikasikan rumus itu knowing the formula and which formula to apply (Barrantes M. dan Lorenzo J. B.: 2006). Model Pembelajaran kooperatif tipe TAI menggunakan bauran kemampuan empat anggota yang berbeda dan memberikan sertifikat untuk tim dengan kinerja terbaik dan mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 26

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas kese- luruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama dan kemudian dipresentasikan ke depan kelas. Keunggulan dari tipe ini, terletak pada kombinasi pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Dengan melihat penggunaan materi dimensi tiga yang berarti untuk menunjang masa depan, peneliti sebagai guru matematika di kelas, menginginkan perubahan dalam pembelajaran, karena selama ini metode pembelajaran yang digunakan masih klasikal, keterlibatan guru selama pembelajaran masih dominan, sehingga siswa tidak terlibat secara aktif selama pembelajaran. Siswa cenderung selalu menerima apa saja yang diberikan guru, kurang berani untuk bertanya dan tidak termotivasi untuk berpartisipasi aktif selama pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti ingin menerapkan salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat membantu meningkatkan aktivitas siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assited Individualization). Peneliti berharap, dengan digunakannya pembelajaran tersebut akan dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan siswa untuk bekerja bersama (kooperatif) dalam memecahkan masalah dan mengaktifkan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Di samping itu, sesuai dengan tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematika, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik khususnya materi tentang jarak. METODE Penelitian ini mendiskripsikan penerapan pembelajaran melalui pemecahan masalah bersetting kooperatif tipe TAI. Penelitian dilakukan dalam tatanan kelas regular. Peneliti bertindak sebagai instrumen kunci karena peneliti yang merencanakan, merancang, melaksanakan, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesim - pulan, dan membuat laporan. Dipilihnya jenis penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini karena ingin memperbaiki praktik pembelajaran khususnya materi tentang jarak pada dimensi tiga melalui pembelajaran kooperatif tipe TAI. Prosedur langkah-langkah penelitian ini akan mengikuti model Kemmis dan Mc Taggart. Langkah-langkah tersebut terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (refflection) (Wardhani, 2003) Penelitian ini dilaksanakan di SMA NEGERI I Bangil dan dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2009/2010, Subyek penelitian adalah siswa kelas Xd tahun ajaran 2009/2010. Instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah: (1) Pengembangan Tes (tes awal, kuis, dan tes akhir) (2) Lembar Observasi Aktivitas Siswa (dilaksanakan oleh dua observer) (3) Wawancara (memilih siswa yang bermasalah mengenai hasil belajar) (4) Catatan lapangan. Pengumpulan data diperoleh dari skor hasil validasi instrumen penelitian, skor hasil validasi perangkat pembelajaran, nilai hasil tes awal, nilai kuis, nilai tes akhir, skor pada lembar observasi aktivitas siswa, hasil wawancara dengan siswa dan hasil catatan lapangan oleh observer. Sedangkan Kriteria keberhasilan tindakan meliputi dua komponen: Kriteria keberhasilan proses yaitu aktivitas siswa dan kriteria keberhasilan kemampuan pemecahan masalah. Kriteria keberhasilan proses, ditentukan dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. Data hasil observasi aktivitas siswa setiap pertemuan direkap, skor pada lembar observasi kedua observer dijumlahkan, kemudian dihitung persentase nilai rataratanya dengan rumus:NR jumlah skor perolehan jumlah skor maksimal x 100 %

Kriteria taraf keberhasilan proses ditentukan sebagai berikut (Arikunto S.: 2002).

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 27

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)90% NR 100% 80% NR 90% 70% NR 80% 60% NR 70% 0% NR 60% : sangat baik : baik : cukup : kurang : sangat kurang

Proses dikatakan berhasil jika memperoleh kriteria baik atau sangat baik dan NR pada setiap pertemuan menunjukkan peningkatan. Sedangkan keberhasilan kemampuan pemecahan masalah ditentukan berdasarkan skor tes tertulis tentang kemampuan pemecahan masalah yang menggunakan kriteria ketuntasan belajar. Jika persentase banyaknya siswa tuntas belajar lebih besar atau sama dengan 85% yaitu siswa yang memperoleh nilai minimal 65 (sesuai KKM sekolah) maka kemampuan pemecahan masalah dikatakan berhasil. Untuk menentukan persentase banyaknya siswa yang mendapat nilai minimal 65 dari skor total yang diperoleh siswa pada saat tes, digunakan rumus ( Arikunto: 2002).

TB

t n

x 100%

Keterangan : TB : persentase tuntas belajar t : banyak siswa yang mendapat nilai minimal 65 n : banyak siswa yang mengikuti tes

Tindakan ini dikatakan berhasil apabila kriteria keberhasilan proses dan kemampuan pemecahan masalah telah tercapai. Pada model pembelajaran melalui Pemecahan Masalah bersetting kooperatif tipe TAI ini mempunyai langkah-langkah sebagai berikut. a. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh siswa b. Guru memberikan tes awal kepada siswa untuk mengetahui kemampuan siswa pada bangun ruang kubus, balok, dan limas (Mengadopsi komponen Placement Test). c. Guru memberikan materi secara singkat pada setiap pokok bahasan baru (Mengadopsi komponen Teaching Group). d. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berda- sarkan nilai ulangan harian siswa pada materi-materi sebelumnya, setiap kelompok 4-5 siswa (Mengadopsi komponen Teams). e. Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya (Mengadopsi komponen Team Study). f. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompok dengan mempre - sentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru (Mengadopsi komponen Student Creative). g. Guru memberikan tes akhir untuk dikerjakan secara individu (Mengadopsi komponen Fact Test). h. Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang ber -hasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi (Mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition). i. Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. HASIL Berikut ini adalah hasil observasi secara lengkap tindakan I dan II. Tabel 1. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Tindakan I dan IIObserver Skor siklus I Persentase nilai rata-rata Kategori

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 28

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development)No 1 2 I II P1 18 18 P2 21 21 P3 38 39 P4 22 22 P1 72% 72% P2 84% 84% P3 84% 87% P4 88% 88% P1 Baik Baik P2 P3 P4 Sangat baik Sangat baik

Sangat Sangat baik baik Sangat Sangat baik baik

Keterangan:

adalah pertemuan ke-i.

Hasil observasi aktivitas siswa pada tindakan I dan tindakan II dari laporan kedua observer terlihat adanya peningkatan hingga memenuhi kriteria keberhasilan proses yaitu peningkatan aktivitas siswa memperoleh kriteria baik atau sangat baik dan NR pada setiap pertemuan menunjukkan peningkatan. Sealnjutnya, hasil tes siklus I hingga siklus II disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil Tes awal, kuis I, kuis II, tes akhir siklus I, dan tes akhir siklus IISiswa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Rerata Nilai Nilai kuis I tes awal 77 78 50 77 48 48 25 33 57 64 39 64 65 77 69 74 58 58 63 76 42 45 27 81 38 39 35 40 30 60 39 48 62 74 75 77 55 63 76 80 48 58 34 58 34 49 56 80 46 56 40 46 72 76 28 33 29 38 30 50 64 84 29 30 40 56 74 77 64 74 48 60,6 Ketuntasan tes akhir Nilai kuis II 80 83 55 47 66 67 80 80 64 83 60 83 50 50 65 67 78 88 67 91 66 60 55 86 70 60 80 60 60 66 90 55 68 88 80 67,66 Nilai tes akhir I 85 85 57 50 70 65 82 80 68 88 50 85 50 46 68 68 77 90 78 95 60 57 54 92 73 55 85 65 61 67 92 50 67 90 87 71,2 Nilai tes akhir II Keterangan 90 Meningkat 88 Meningkat 77 Meningkat 64 Meningkat 88 Meningkat 65 Tetap 90 Meningkat 87 Meningkat 77 Meningkat 92 Meningkat 64 Meningkat 88 Meningkat 77 Meningkat 64 Meningkat 77 Meningkat 77 Meningkat 80 Meningkat 100 Meningkat 80 Meningkat 100 Meningkat 76 Meningkat 75 Meningkat 60 Meningkat 100 Meningkat 76 Meningkat 77 Meningkat 90 Meningkat 77 Meningkat 77 Meningkat 77 Meningkat 98 Meningkat 60 Meningkat 77 Meningkat 94 Meningkat 100 Meningkat 79,5 Meningkat 85,7% Ketuntasan tes kuis I Tuntas Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tuntas Tuntas

Dari hasil tes pada tabel 2, secara umum terlihat adanya peningkatan skor tes tentang kemampuan pemecahan masalah. Dari seluruh siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TAI, 97% siswa Seminar Nasional Lesson Study 4 Matematika | 29

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) menunjukkan peningkatan walaupun masih ada 5 siswa yang tidak tuntas. Nilai rata-rata telah memenuhi kriteria keberhasilan yaitu 85,7% siswa mendapatkan nilai minimal 65. Berdasarkan data pada tabel 1 dan tabel 2, disimpulkan bahwa criteria keberhasilan tindakan telah tercapai. PEMBAHASAN Dari hasil observasi, aktivitas siswa meningkat hingga memenuhi kriteria keberhasilan proses. Peningkatan aktivitas siswa dikatakan berhasil karena rata-rata skor dari semua aspek yang dinilai berada pada kategori baik atau sangat baik dan persentase nilai rata-rata dari pertemuan I hingga pertemuan IV menunjukkan peningkatan. Sedangkan untuk menentukan keberhasilan tindakan dari hasil belajar, yaitu dengan tes tertulis tentang kemampuan pemecahan masalah yang menggunakan kriteria belajar tuntas. Jika prosentase banyaknya siswa tuntas belajar lebih besar atau sama dengan 85% siswa memperoleh nilai minimal 65 maka tindakan dikatakan berhasil. Seperti yang sudah dipaparkan pada tabel diatas, untuk tes akhir I dengan materi jarak titik ke garis dan jarak titik ke bidang, hanya 68,5% siswa yang mendapat nilai minimal 65 yang menandakan keberhasilan tindakan belum tercapai. Pada tindakan perbaikan yaitu siklus II, diperoleh tes akhir II yaitu 85,7% siswa mendapat nilai minimal 65 dan sebanyak 97% siswa menunjukkan peningkatan hasil belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini memberikan kekuatan yang mampu mendukung peningkatan aktivitas dan kemampuan pemecahan masalah dari siswa. Setting kooperatif tipe TAI yang dilakukan dalam proses pemecahan masalah dimaksudkan agar siswa dapat saling membantu sesama anggota kelompoknya apabila mengalami kesulitan sehingga pemecahan masalah lebih mudah diselesaikan. Dengan interaksi kooperatif tipe TAI akan memungkinkan siswa menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Konsep ini dikembangkan dari teori Vigotsky yang mengajarkan bahwa setiap siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona terdekat mereka. Zona perkembangan terdekatnya pada saat mereka terlibat dalam tugas-tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri, tetapi dapat diselesaikan bila dibantu oleh teman sebayanya (Slavin,1994). Secara umum dalam pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dikembangkan keterampilan berpikir kritis dan kerja sama, hubungan antara pribadi yang positif dari latar belakang yang berbeda, menerapkan bimbingan antar teman, dan tercipta lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah yang dapat membangun motivasi belajar pada siswa. Melalui pembelajaran kooperatif dengan tipe Team Assisted Individualization keaktivan siswa lebih tinggi sebab siswa lebih mendapatkan pengalaman langsung daripada kelompok lain. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Johnson dan Johnson (dalam Nurhadi: 2003) yang mengemukakan berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut: (1) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial, (2) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati, (3) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan, (4) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia, (5) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik, (6) Meningkatkan motivasi belajar instrinsik, (7) Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar. Beberapa temuan penelitian dalam proses pembelajaran kooperatif tipe TAI dan kemampuan pemecahan masalah pada materi jarak adalah sebagai berikut: 1. Pada awal pertemuan, siswa masih belum aktif bertanya pada guru mengenai materi yang belum mereka pahami. Mereka tidak memberikan respon ketika guru menanyakan kesulitan dalam mengerjakan LKS secara individu, tetapi pada pertemuan berikutnya siswa berani bertanya kepada guru ketika guru mendekati saat berkeliling 2. Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TAI sangat positif, hal ini didasarkan hasil pengamatan saat pembelajaran berlangsung, siswa sangat antusias dalam melaksanakan diskusi. Terutama saat diskusi kelompok menyampaikan hasil di depan kelas, siswa aktif untuk bertanya, memberikan komentar, atau memberikan sanggahan. 3. Pada saat diskusi berlangsung banyak hal yang muncul dari pemikiran siswa mengenai cara mengukur jarak, misalnya bagaimana cara mengukur jarak antara dua benda berbeda bentuk. Hal ini terjawab

Seminar Nasional Lesson Study 4

Matematika | 30

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 4PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIKDAN KUALITAS PEMBELAJARAN SECARA BERKELANJUTAN

(Continuing Professional Development) dalam forum diskusi dengan cara seorang siswa menggambarkan seekor kucing dan gajah di papan dan menunjukkan jarak antara keduanya. Pembelajaran pemecahan masalah dimaksudkan unt