seminar nasional teknologi peternakan. mataram, 11...

11

Upload: others

Post on 12-Aug-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember
Page 2: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

38

PENGENDALIAN FASCIOLOSIS DENGAN PREPARAT ALBENDAZOLE DAN

IVERMECTIN PADA SAPI BALI DI PULAU LOMBOK

(Control of Fasciolosis with Albendazole and Ivermectin in Bali Catle in Lombok Island)

Luh Gde Sri Astiti1, dan Khalid

2

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB

Jalan Raya Paninjauan Narmada Lombok Barat

2Fakultas MIPA Universitas Mataram Jalan Majapahit Mataram

Email : [email protected]

HP. 085239834020

ABSTRAK

Preparat albendazole dan ivermectin merupakan anthelmintik yang umum digunakan

sebagai terapi terhadap kejadian penyakit internal parasit. Fasciolosis merupakan salah satu

jenis penyakit internal parasit. Pengkajian tentang efektifitas albendazole dan ivermectin

sebagai salah satu preparat yang digunakan untuk pengendalian penyakit Fasciolosis telah

dilakukan di pulau Lombok dari bulan Februari sampai September tahun 2012. Pengkajian

ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas preparat ivermectin dan albendazole terhadap

jumlah telur cacing Fasciola sp. per gram feses (EPG). Sebanyak 54 ekor sapi Bali jantan

dan betina yang didiagnosa menderita Fasciolosis melalui pemeriksaan feses dengan

metode sedimentasi dibagi dalam 3 kelompok perlakuan. Perlakuan dengan anthelmintik

ivermectin dengan injeksi sub kutan (I), albendazole pemberian oral (A) dan tanpa

pemberian (TP). Dosis anthelmintik disesuaikan dengan berat badan dan rekomendasi dosis

dari masing-masing produk. Perkiraan berat badan sapi dilakukan dengan pengukuran

lingkar dada yang kemudian dikonversi menggunakan tabel berat badan sapi Bali. Dari

hasil pengkajian didapatkan bahwa perlakuan (A) dapat mengurangi jumlah telur cacing

(EPG) sampai dengan 40%-67% pada bulan ke-3 setelah perlakuan sedangkan perlakuan

(I) terjadi pada bulan ke-2 setelah perlakuan. Akan tetapi efektivitas obat (I) pada bulan ke-

4 setelah perlakuan menurun 25-60% sedangkan obat (A) masih tetap sama.

Kata kunci : Sapi bali betina, efektivitas obat, ivermectin dan albendazole

ABSTRACT

Albendazole and Ivermectin is an anthelmintic used for internal parasitic diseases

control. The study was conducted in Lombok from February to September 2012. The

objective was determination of effectiveness these drugs in controlling the Fasciolosis. 54

Bali cattle positively infected chosen as samples and. Group I was treated with Ivermectin,

group A with Albendazole, and group TP without treatment. The dosage introduced was

adjusted according to its body weight and manufacturer recommendation. The result shows

that group A reduces number EPG up to 40%-67% in 3rd

month. Mean while, EPG

Page 3: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

39

reduction in group I has started from 2nd

month however, its effectiveness declined from 4th

month to 25-60%, whilst the group with A has remained the same.

Key words: Bali Cattle, drug effectiveness, ivermectin and albendazole

PENDAHULUAN

Pengendalian parasit internal

merupakan bagian yang sangat penting

dalam usaha peternakan. Jenis parasit

internal di dalam tubuh ternak bervariasi

tergantung pada lingkungan dan cara

pemeliharaan. Dilaporkan bahwa 73,3%

sapi Bali di kabupaten Lombok Tengah

dan 81,1% sapi Bali di kabupaten Dompu

terinfestasi oleh parasit internal (Astiti et

al, 2011a; Astiti et al 2011

b). Spesies

parasit internal yang ditemukan pada sapi

Bali bervariasi diantaranya adalah cacing

Fasciola sp. yang berasal dari golongan

trematoda dan menyebabkan penyakit

Fasciolosis (Astiti et al, 2011b; Astiti et

al, 2012). Infestasi cacing Fasciola sp

pada sapi Bali ditemukan di 96.2%

kecamatan di pulau Lombok dan

distribusinya hampir diseluruh kecamatan

di pulau Lombok (Astiti et al, 2012).

Kerugian ekonomis yang

diakibatkan penyakit Fasciolosis. sangat

besar karena cacing memakan dan

merusak jaringan hati, serta bersifat

zoonosis (Mc Kay, 2007 ;Walker et al,

2008). Dilaporkan pula bahwa kejadian

anemia terjadi pada 89,2% sapi yang

menderita Fasciolosis. (Astiti et al,

2012b). Di pulau Lombok prevalensi

penyakit Fasciolosis pada sapi Bali

52,78% (Astiti et al, 2012) sedangkan di

beberapa daerah di Indonesia mencapai

90% (Mcmanus 2006). Kondisi ini

merupakan ancaman besar bagi industri

peternakan sapi Bali di pulau Lombok,

sehingga diperlukan adanya pengendalian

khusus pada penyakit ini.

Pengkajian ini bertujuan untuk

mengetahui efektivitas preparat

ivermectin dan albendazole terhadap

jumlah telur cacing Fasciola sp. per gram

feses (EPG).

METODOLOGI

Waktu dan lokasi pengkajian

Pengkajian dilaksanakan di

pulau Lombok meliputi kabupaten

Lombok Barat, Lombok Tengah,

Lombok Timur dan Kota Mataram pada

bulan Februari-September 2012.

Materi pengkajian

Pengkajian menggunakan 54

ekor sapi Bali jantan dan betina yang

didiagnosa menderita fasciolosis melalui

pemeriksaan feses dengan metode

Page 4: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

40

sedimentasi. Umur rata-rata sapi Bali

yang digunakan adalah 3 tahun dengan

kisaran umur 2 –7 tahun. Sapi-sapi

tersebut dikelompokkan berdasarkan

lokasi kandang dengan asumsi bahwa

kondisi lingkungan kandang di masing-

masing kabupaten sama. Sapi perlakuan

dibagi dalam 3 kelompok perlakuan yaitu

kelompok perlakuan A sebanyak 18 ekor

diberikan Albendazole 1500 mg (2

bolus/200 kg BB), kelompok perlakuan I

sebanyak 18 ekor diberikan injeksi

ivermectin 1% (1 ml/50 kg BB) melalui

injeksi secara sub kutan dan kelompok

kontrol (TP) tanpa pemberian preparat

anthelmintik sebanyak 18 ekor.

Pengukuran lingkar dada

dilakukan untuk mengetahui gambaran

berat badan ternak kemudian hasil

pengukuran dikonversi ke dalam satuan

kilogram dengan menggunakan tabel

berat badan (Julianto et al., 2010). Hasil

yang diperoleh digunakan sebagai acuan

dalam pemberian anthelmintik. Preparat

anhelmintik diberikan dengan dosis

tunggal, berdasarkan rekomendasi dan

dosis dari masing-masing produk.

Sampling

Monitoring jumlah telur cacing

Fasciola sp. dilakukan dengan

pemeriksaan feses 1 bulan sekali selama 6

bulan. Pengambilan sampel feses

dilakukan sebelum dan setelah pemberian

preparat anthelmintik. Sampel feses segar

ditetesi larutan formalin 2,5-5% untuk

mempertahankan kualitas telur cacing,

kemudian dimasukan kedalam tempat

penyimpanan dan diberi penomoran.

Selanjutnya sampel dibawa ke

Laboratorium Balai Rumah Sakit Hewan

dan Veteriner Provinsi Nusa Tenggara

Barat di Banyumulek untuk pemeriksaan

jumlah telur dengan menggunakan

metode Sedimentasi.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis

dengan analisis deskriptif, T-test dan

analisis regresi pada tingkat kepercayaan

95% untuk mengetahui hubungan antar

variabel dan menentukan persamaan

regresinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan jumlah telur

cacing Fasciola sp. sebelum dan sesudah

perlakuan ditampilkan pada gambar 1.

Page 5: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

41

Gambar 1. Rata-rata jumlah telur cacing Fasciola sp. sebelum dan sesudah perlakuan

Berdasarkan gambar 1 diatas

didapatkan bahwa penurunan jumlah telur

cacing (EPG) untuk perlakukan A

(Albendazole) pada bulan ke-2 (hari ke-

60) setelah perlakuan sebesar 40%

sedangkan untuk perlakuan I (Ivermectin)

sebesar 67%. Kemudian pada bulan ke-3

(hari ke-90) setelah perlakuan terjadi

penurunan jumlah telur cacing perlakuan

A sebesar 60% sedangkan untuk

perlakuan I meningkat 25%. Akan tetapi

efektivitas obat (I) pada bulan ke-4

setelah perlakuan menurun 25-60%

sedangkan obat (A) masih tetap sama.

Tingkat efektifitas yang sama

juga dilaporkan oleh Reinhardt et

al..(2006); Grimshaw et al.,

(1996);Meeus et al., (1997) ; Yazwinskiet

al.,(1995); Da Cruz et al., (2010)dan

Vercruysse et al., (1993)bahwa

pemberian ivermectin, doramectin,

albendazole dan fenbendazole dapat

mengurangi jumlah telur cacing dalam

feses sampai 95% pada hari ke 24 dan 71-

87% pada hari ke 64. Perbedaan

efektivitas ini disebabkan karena

perbedaan mekanisme kerja anthelmintik.

Dimana anthelmintik golongan

albendazol terjadi dengan menghambat

pengambilan glukosa oleh cacing

sehingga produksi ATP sebagai sumber

energi untuk mempertahankan hidup

cacing berkurang yang akan

mengakibatkan kematian cacing

(Anonimous. 2010a). Sedangkan

anthelminthik ivermectin menyebabkan

rusaknya transmiter saraf cacing sehingga

cacing mengalami paralisa dan kemudian

mati (Anonimous. 2010b).

Disamping itu preparat untuk

penyakit Fasciolosis memiliki efektifitas

yang berbeda-beda dalam membunuh

cacing hati, dimana preparat Albendazole

mampu membunuh cacing dewasa,

Page 6: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

42

sedangkan preparat Ivermectin mampu

membunuh cacing muda hingga dewasa.

Dalam membunuh cacing hati, khusus

Albendazole memerlukan dosis dua kali

lipat (15mg/kg bobot badan), sedangkan

untuk flukisida lainnya dapat diberikan

sesuai dosis yang dianjurkan (Martindah

et al, 2005).

Hasil analisis statistik dengan

menggunakan T-test ditampilkan pada

tabel 1 berikut :

Tabel 1. Hasil T-test pada kombinasi perlakuan dan kontrol

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Pair

1

Albendazole -

Kontrol

-

4.1349204961

8

-

.6843060834

9

-

3.590

5 .016

Pair

2

Ivermectin -

Albendazole

-

1.2344716215

3

2.742845889

20

.975 5 .374

Pair

3

Ivermectin - Kontrol -

5.1267147768

5

1.815862464

85

-

1.226

5 .275

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan T-test pada tabel 1.

didapatkan bahwa perlakuan A dan perlakuan I memiliki korelasi negatif terhadap jumlah

EPG. Hal ini berarti bahwa bila dilakukan pengobatan dengan menggunakan preparat A

ataupun dengan preparat I akan menurunkan jumlah telur cacing Fasciola sp. Didapatkan

pula bahwa pemberian preparat A dan preparat I berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap

jumlah telur cacing Fasciola sp. Bila dibandingkan antara preparat A dan preparat I maka

preparat A memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap jumlah telur cacing Fasciola sp.

Page 7: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

43

Hasil analisis statistik dengan menggunakan regresi ditampilkan pada tabel 2-4

dan gambar 2. berikut :

Tabel 2. Ringkasan Model Regresi Jumlah EPG terhadap pelakuan dan bulan

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .200a .040 .033 4.342953

a. Predictors: (Constant), Jenis Obat, Bulan

b. Dependent Variable: Jumlah EPG

Tabel 3. Daftar Sidik Ragam Jumlah EPG terhadap pelakuan dan bulan

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 208.505 2 104.253 5.527 .004a

Residual 4979.367 264 18.861

Total 5187.873 266

a. Predictors: (Constant), Jenis Obat, Bulan

b. Dependent Variable: Jumlah EPG

Tabel 4. Koefisen Regresi

Page 8: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

44

Gam

bar 2.

Grafi

k

Regresi Residual Jumlah EPG terhadap pelakuan

Berdasarkan hasil analisis regresi diatas didapatkan bahwa koefisien regresi

sebesar 0.

20 dan secara uji sidik ragam

koefisien regresi ini menunjukkan bahwa

perlakuan jenis obat A dan I serta bulan

setelah pemberian berpengaruh nyata

(P<0.05) terhadap jumlah telur cacing

(EPG) Fasciola sp. (tabel 2 dan 3).

Sedangkan berdasarkan hasil analisis

koefisien regresi (tabel 4), maka

didapatkan persamaan yang

menghubungkan antara variabel bebas

dan variabel terikat adalah sebagai berikut

:

Y= 5,932-0.290B-0,945JO

dimana Y = Jumlah telur cacing (EPG)

B = Bulan

JO = Jenis Obat.

Persamaan diatas

memperlihatkan bahwa jumlah telur

cacing (EPG) Fasciola sp. dipengaruhi

oleh bulan pemberian dan jenis obat yang

diberikan. Dimana baik bulan pemberian

dan jenis obat memiliki korelasi yang

negatif terhadap EPG Fasciola sp, hal ini

dapat diartikan bahwa pemberian preparat

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 5.932 .722 8.219 .000

Bulan -.290 .158 -.111 -1.835 .068

Jenis Obat -.945 .352 -.162 -2.685 .008

a. Dependent Variable: Jumlah EPG

Page 9: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

45

A dan I dapat menurunkan jumlah telur

cacing Fasciola sp.

Pengobatan dengan

menggunakan preparat anthelminthik

bukan merupakan salah satu cara dalam

pengendalian dan pencegahan penyakit

Fasciolosis. Keberhasilan pencegahan dan

pengendalian penyakit Fasciolosis secara

berkelanjutan ditentukan oleh komitmen

dan kerjasama yang baik antara penyuluh,

kelompok peternak, peneliti, pengambil

kebijakan, distributor obat serta LSM lain

dalam kelompok masyarakat (Martindah

et al, 2005) sehingga peningkatan

kesejahteraan peternak dan produktivitas

sapi Bali melalui gerakan bumi sejuta sapi

dapat terwujud.

HASIL INVENSI

Hasil pengkajian menunjukan

bahwa pemberian preparat anthelmintik

Albendazole dan Ivermectin dapat

menurunkan jumlah telur cacing Fasciola

sp. Akan tetapi pencegahan dan

pengendalian penyakit Fasciolosis harus

dilakukan secara berkelanjutan dengan

melakukan manajemen pemeliharaan

ternak secara baik, Sehingga

ketergantungan terhadap anthelmintik

berangsur-angsur dapat dikurangi.

KESIMPULAN

Efektivitas anthelmintik

berbahan aktif Albendazole dan

Ivermectin (perlakuan A dan I)

berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap

jumlah telur cacing Fasciola sp. Akan

tetapi preparat A memiliki pengaruh yang

lebih besar bila dibandingkan dengan

preparat I terhadap jumlah telur cacing

Fasciola sp.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada

program PKPP Kementerian Riset dan

Teknologi tahun 2012 yang telah

mendanai pengkajian, petugas lapang,

peternak kooperator serta semua pihak

yang telah membantu pelaksanaan

pengkajian

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. Piperazine-

citrate.http://www.drugs.com. [29

April] 2010a.

--------------. Ivermectin.

http://www.medic8.com. [29 April]

2010b.

Astiti, L.G.S., T. Panjaitan dan L.W.

Jaswadi. 2011a. Uji Efektivitas

Preparat Anthelmintik pada Sapi Bali

di Lombok Tengah. Jurnal

Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian. Vol 14. No. 2.

Page 10: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

46

Astiti, L.G.S, T. Panjaitan dan

Prisdiminggo. 2011b. Identifikasi

Parasit Internal pada Wilayah

Dampingan SMD Kabupaten Bima.

Prosiding Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Astiti, L.G.S. 2012. Fasciolosis pada Sapi

Bali di Pulau Lombok. IPB Press

Bogor.

Astiti, L.G.S, B.D. Hartaningrum, dan

Ichwan. 2012b. Karakteristik Anemia

pada Sapi Bali Penderita Fasciolosis.

Prosiding Seminar Nasional

Peternakan Universitas Sumatera

Utara.

Da Cruz D.G, da Rocha L.O, Arruda S.S,

Palieraqui J.G, Cordeiro R.C, Santos

E Junior, Molento M.B. and de Paula

Santos C. 2010. Anthelmintic

Efficacy and Management Practices

in Sheep Farms from the State of Rio

de Janeiro, Brazil.Vet Parasitology.

Epub. [23 April] 2010.

Grimshaw, W. T. R., C. Hong and K. R.

Hunt. 1996. Potential for

Misinterpretation of the Faecal Egg

Count Reduction Test for

Levamisole Resistance in

Gastrointestinal Nematodes of

Sheep. Veterinary Parasitology62

(3-4): 267-273.

Julianto, T. B., Panjaitan, T., Fordyce, G.

and Poppi, D. 2010. Breeding Bos

indcus cattle in Eastern Indonesia.

4. Cattle Growth. 5th

ISTAP.

Yogyakarta. Proceedings Part 2.

Hal. 474-477

Martindah, E, S. Widjajanti, S.E.

Estuningsih dan Suhardono. 2005.

Meningkatkan Kesadaran dan

Kepedulian Masyarakat terhadap

Fasciolosis sebagai Penyakit

Zoonosis. Wartazoa Vol. 15. No. 3.

143-154.

Mc Kay S, 2007. Fluke: A Burgeoning

Problem. Irish Veterinary Journal.

Vol.60.(10): 622-625

Mcmanus. D.P., J.P. Dalton. 2006.

Vaccines against the Zoonotic

Trematodes Schistosom japonicum,

Fasciola hepatica and Fasciola

gigantica. Parasitology. Vol.

133(S2):543-562.

Meeus, P. F. M., J. De Bont and J.

Vercruysse. 1997.Comparison of the

Persistent Activity of Ivermectin,

Abamectin, Doramectin and

Moxidectin in Cattle in Zambia.

Veterinary Parasitology70 (4): 219-

224.

Reinhardt, C.D., J.P. Hutshenson and

W.T. Nichols. 2006. A

Fenbendazole Oral Drench in

Page 11: Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 ...ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/2_luhpengendalianfasciolosis.pdf · Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember

Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012

47

Addition to an Ivermectin Pour-on

Reduces Parasite Burden and

Improves Feedlot and Carcas

Performance of Finishing Heifers

Compared With Endectoctocides.

Jurnal of Animal Science 84: 2243-

2250.

Vercruysse, J., P. Dorny, C. Hong, T. J.

Harris, N. C. Hammet, D. G. Smith,

and A. J. Weatherley. 1993.

Efficacy of doramectin in the

prevention of gastrointestinal

nematode infections in grazing

cattle. Veterinary Parasitology 49

(1): 51-59.

Walker. S.M., A.E. Makundi, F.V.

Namuba, A.A. Kassuku, et al. 2008.

The Distribution of Fasciola

hepatica and Fasciola gigantica

within Southern Tanzania-

constraints Associated with the

Intermediate Host. Parasitology.

Vol.135(4);495-504

Yazwinski TA, Featherston H and Tucker

C. 1995. Effectiveness of the

Ivermectin Sustained-release Bolus

in the Control of Bovine

Nematodosis. Am J Vet Res. 56

(12):1599-602.