seminar nasional sdm teknologi nuklir vii …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/e4.pdf ·...

10
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 Achmad Suntoro 367 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN KONSEP ALGORITMA REKONSTRUKSI DOSIS-MATRIK SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN Komplek Perkantoran PUSPIPTEK, Gd. 71, Lt.2, Tangerang Selatan, Banten ABSTRAK KONSEP ALGORITMA REKONSTRUKSI DOSIS-MATRIK SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI. Telah dibuat sebuah konsep algoritma untuk rekonstruksi dosis-matrik sumber batang pada brakhiterapi kanker servik menggunakan transformasi geometri. Transformasi geometri dilakukan untuk memindahkan dosis-matrik sumber batang dari posisi standard ke dosi- matrik aplikator pada posisi terapi. Dosis-matrik sumber batang telah dihitung secara off-line sehingga konsep look-up table berulang dapat diterapkan untuk menggantikan cara perhitungan langsung ketika terapi. Proses rekonstruksi ini diawali dari menentukan koordinat aplikator pada posisi terapi menggunakan dua foto proyeksi sinar-X (tampak atas dan samping) dengan bantuan kotak rekonstruksi dimana posisi sumber sinar-X tidak harus isosentris dan orthogonal terhadap kotak rekonstruksi. Proses interaktif pada layar komputer diperlukan dalam menentukan titik-titik yang mewakili aplikator pada posisi terapi, dan matrik transformasi diturunkan dari hasil rekonstruksi koordinat sehingga dosis-matrik yang berasal dari sumber batang yang telah diketahui tersebut dapat direkonstruksi berulang pada aplikator pada posisi terapi. Katakunci: Brakhiterapi kanker servik, rekonstruksi, dosis- matrik, aplikator, transformasi geometri. ABSTRACT AN ALGORITHM CONCEPT FOR DOSE-MATRIX RECONSTRUCTION OF A LINE SOURCE USING GEOMETRY TRANSFORMATION ON BRACHYTHERAPY OF CERVIX CANCER. It has been developed an algorithm concept for dose-matrix reconstruction of a line source using geometry transformation on brachytherapy of cervix cancer. The geometry transformation is implemented to transform the coordinate of a dose-matrix of a line source from its standard position into an applicator-set at a therapy position. The dose-matrix of the line source has been off-line calculated so that the look-up table principle can be executed repeatedly to replace the on-line dircect computation at the therapy position. The reconstruction process begins by computing applicator coordinates at the therapy position using both two X- ray projection images (top and side view) and a reconstruction box, in which the X-ray source position is not necessarily isocentric and orthogonal to the reconstruction box. An interactive process on computer screen is necessary to point up some representative points to the applicator in the therapy position, and a matrix transformation will be set up from the coordinate reconstructed so that the dose-matrix of the line source that has been off-line calculated can be reconstructed repeatedly on the applicator at the therapy position. Keyword: Cervix cancer brachytherapy, reconstruction, dose-matrix, applicator, geometry transformation.

Upload: truongcong

Post on 08-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Achmad Suntoro 367 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

KONSEP ALGORITMA REKONSTRUKSI DOSIS-MATRIK

SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK

MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI

Achmad Sutoro

Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir – BATAN

Komplek Perkantoran PUSPIPTEK, Gd. 71, Lt.2, Tangerang Selatan, Banten

ABSTRAK

KONSEP ALGORITMA REKONSTRUKSI DOSIS-MATRIK SUMBER BATANG PADA

BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI. Telah dibuat sebuah

konsep algoritma untuk rekonstruksi dosis-matrik sumber batang pada brakhiterapi kanker servik

menggunakan transformasi geometri. Transformasi geometri dilakukan untuk memindahkan dosis-matrik

sumber batang dari posisi standard ke dosi- matrik aplikator pada posisi terapi. Dosis-matrik sumber batang

telah dihitung secara off-line sehingga konsep look-up table berulang dapat diterapkan untuk menggantikan

cara perhitungan langsung ketika terapi. Proses rekonstruksi ini diawali dari menentukan koordinat

aplikator pada posisi terapi menggunakan dua foto proyeksi sinar-X (tampak atas dan samping) dengan

bantuan kotak rekonstruksi dimana posisi sumber sinar-X tidak harus isosentris dan orthogonal terhadap

kotak rekonstruksi. Proses interaktif pada layar komputer diperlukan dalam menentukan titik-titik yang

mewakili aplikator pada posisi terapi, dan matrik transformasi diturunkan dari hasil rekonstruksi koordinat

sehingga dosis-matrik yang berasal dari sumber batang yang telah diketahui tersebut dapat direkonstruksi

berulang pada aplikator pada posisi terapi.

Katakunci: Brakhiterapi kanker servik, rekonstruksi, dosis- matrik, aplikator, transformasi geometri.

ABSTRACT

AN ALGORITHM CONCEPT FOR DOSE-MATRIX RECONSTRUCTION OF A LINE SOURCE

USING GEOMETRY TRANSFORMATION ON BRACHYTHERAPY OF CERVIX CANCER. It has been

developed an algorithm concept for dose-matrix reconstruction of a line source using geometry

transformation on brachytherapy of cervix cancer. The geometry transformation is implemented to transform

the coordinate of a dose-matrix of a line source from its standard position into an applicator-set at a therapy

position. The dose-matrix of the line source has been off-line calculated so that the look-up table principle

can be executed repeatedly to replace the on-line dircect computation at the therapy position. The

reconstruction process begins by computing applicator coordinates at the therapy position using both two X-

ray projection images (top and side view) and a reconstruction box, in which the X-ray source position is not

necessarily isocentric and orthogonal to the reconstruction box. An interactive process on computer screen is

necessary to point up some representative points to the applicator in the therapy position, and a matrix

transformation will be set up from the coordinate reconstructed so that the dose-matrix of the line source that

has been off-line calculated can be reconstructed repeatedly on the applicator at the therapy position.

Keyword: Cervix cancer brachytherapy, reconstruction, dose-matrix, applicator, geometry transformation.

Page 2: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 368 Achmad Suntoro

1. PENDAHULUAN

Brakhiterapi adalah suatu cara terapi penyakit

kanker dengan menggunakan isotop radioaktif yang

ditempatkan dekat atau berada di jaringan yang

terkena kanker, sesuai dengan namanya dari bahasa

Yunani brachos yang artinya jarak dekat[1]

. Teknik

terapi ini sangat berperan pada terapi kanker servik

menggunakan aplikator. Aplikator adalah

kelongsong / pipa kecil dengan bentuk seperti pada

Gambar 1(a) yang dalam proses terapi dimasukkan

ke lokasi kanker seperti pada Gambar 1(b). Sumber

radioakif batang diikatkan pada ujung kawat seperti

pada Gambar 1(a), dari tempat penyimpanan nya

Gambar 1(d) didorong masuk ke aplikator, teknik

terapi yang demikian ini disebut dengan

afterloading[2]

.

Gambar 1. Brachytherapy afterloading Servik.

Masuknya sumber radioaktif ke aplikator

menggunakan aturan tertentu (diskrit) sehingga akan

menghasilkan pola distribusi laju dosis disekitar

aplikator yang dapat dikendalikan. Pola distribusi

ini, seperti pada Gambar 1(c), dibentuk sedemikian

rupa pada proses perencanaan terapi melalui

pengendalian penempatan dan waktu sumber

radioaktif di aplikator. Pola isodosis tersebut

digunakan untuk membunuh sel-sel kanker disekitar

aplikator di leher rahim.

Rekonstruksi aplikator adalah proses

menentukan alur sumber radioaktif di aplikator pada

posisi terapi menggunakan citra yang dibuat pada

proses perencanaan dosis terapi[4]

sehingga distribusi

laju dosis disekitar aplikator dapat ditentukan. Citra

untuk rekonstruksi yang digunakan dapat berasal

dari foto sinar-X, USG, MRI, atau CT-scanning. Tiga

cara terakhir adalah teknik yang sedang berkembang

dewasa ini yang menjanjikan integrasi dalam proses

terapi, namun demikian citra foto sinar-X masih

banyak juga digunakan terutama di rumah sakit

daerah yang masih sulit menjangkau keberadaan

ketiga cara tersebut karena masalah biaya.

Dalam makalah ini konsep algoritma

rekonstruksi dosis-matrik aplikator pada posisi terapi

dibuat dengan teknik perulangan transformasi

geometri dosis-matrik sumber batang yang telah

dihitung secara off-line. Dua tahap transformasi

dilakukan, pertama transformasi berulang dari

sumber batang ke aplikator pada posisi standard.

Berikutnya adalah transformasi dari posisi standard

tersebut ke posisi terapi.

Koordinat aplikator pada posisi terapi

ditentukan dari dua foto proyeksi sinar-X (tampak

atas dan samping). Akan ditunjukan dalam algoritma

ini bahwa posisi pesawat sinar-X tidak harus

isosentris dan orthogonal terhadap obyek

(aplikator). Kondisi ini memudahkan operator

pesawat sinar-X dalam instalasinya jika pesawat

sinar-X yang digunakan tidak dilengkapi dengan

perangkat C-arm, sehingga cukup mendekati posisi

isosentris dan orthogonal dapat dilakukan.

(c). Pola distribusi laju dosis disekitar

aplikator, tampak atas & samping.

(a). Aplikator dan sumber radioaktif di ujung

kawat pendorong.

aplikator

Sumber

radioaktif

(b). Aplikator dalam terapi di leher rahim[3]

.

Page 3: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Achmad Suntoro 369 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

(1)

Gambar 2. Laju dosis sumber batang[6]

.

2. TEORI

2.1 LAJU DOSIS

Rumus umum yang sering digunakan untuk

menghitung laju dosis dalam dua dimensi (2D)

sumber batang (update tahun 2004 dari TG-43)

adalah sebagai berikut[5]

.

Variabel terkait dalam persamaan (1) dijelaskan oleh

Gambar 2.

Persamaan (1) menggunakan koordinat polar

sehingga jarak titik yang akan dihitung dan sudut

nya dengan garis poros sumber batang harus

diketahui. Dengan persamaan tersebut dosis matrik

disekitar aplikator dapat dihitung jika jarak dan

sudut yang diperlukan diketahui. Dalam makalah ini,

tidak dilakukan perhitungan laju dosis untuk

membentuk dosis matrik, tetapi dosis matrik dibuat

secara off-line di luar algoritma ini dan dapat

menggunakan teknik lain yang lebih akurat. Rumus

diatas ditunjukkan untuk melihat komplexitas

bagaimana laju dosis sebuah titik dapat ditentukan

untuk memicu cara lain yang lebih cepat dan tepat.

2.2 TRANSFORMASI GEOMETRI

Transformasi geometri adalah proses yang

melibatkan translasi (pergeseran), rotasi (putaran),

skala, dan refleksi atas suatu titik dengan koordinat

tertentu terhadap suatu titik referensi tertentu. Untuk

melakukan proses transformasi, sebuah matrik

transformasi diperlukan. Matrik transformasi dapat

berasal dari perkalian matrik-matrik primitif

translasi, rotasi, skala, dan refleksi, sehingga matrik

transformasi tersebut sesuai dengan pola

transformasi yang diinginkan.

Gambar 3. Matrik primitif translasi dan rotasi[7]

.

Perhitungan matrik transformasi dilakukan

menggunakan koordinat homogen untuk translasi

dan rotasi 3-dimensi seperti yang dijelaskan di [7].

Gambar 3 adalah bentuk matrik primitif translasi dan

rotasi terhadap sebuah titik dengan rotasi o.

2.3 GEOMETRI ANALISIS

Sebuah titik di dalam teori Geometri Analisis

diwakili oleh koordinat dari titik tersebut yaitu (X,

Y, Z) dalam koordinat Cartesian. Tiga titik A(XA,

YA, ZA), B(XB, YB, ZB), dan C(XC, YC, ZC) yang

tidak berada dalam satu garis akan membentuk

sebuah bidang dengan persamaan

ax + by + cz + d = 0 (2)

dengan koefisien a, b, c dan d sebagai berikut[8]

:

Jika adalah jarak sebuah titik P(XP, YP, ZP)

ke bidang (2), maka nilainya dapat ditentukan

dengan persamaan berikut[9]

:

)ZY - ZY(X

)ZY - ZY(X )ZY - ZY(X d -

)Y - Y(X )Y - Y(X )Y - Y(X c

)X - X( Z )X - X( Z )X - X( Z b

) Z- Z(Y ) Z- Z(Y ) Z- Z(Y a

ABBAC

CAACBBCCBA

BACACBCBA

BACACBCBA

BACACBCBA

1 YA ZA 1 YB ZB 1 YC ZC

a =

XA 1 ZA XB 1 ZB XC 1 ZC

b =

XA YA 1 XB YB 1 XC YC 1

c =

XA YA ZA XB YB ZB XC YC ZC

d = -

c b a

d cZ bY aX η

222

PPP

(3)

Page 4: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 370 Achmad Suntoro

Jarak antara dua titik A(XA, YA, ZA) dan P(XP,

YP, ZP) dapat ditentukan dengan persamaan:

Dalam transformasi (translasi dan rotasi), maka jarak

suatu titik ke bidang dan antar titik akan selalu tetap.

Dengan sifat ini, translasi dan rotasi sering

digunakan untuk menyederhanakan problem yang

sulit diatasi karena lokasi. Problematika 3D sering

diselesaikan dengan cara 2D dengan terlebih dahulu

persoalan ditranslasi dan rotasi ke bidang 2D dan

persoalan diselesaikan di 2D tersebut. Hasil

perhitungan dalam bidang 2D kemudian ditranslasi

dan rotasi kembali keposisi nya semula

menggunakan matrik transformasi yang sama

dengan nilai kebalikannya.

3. TATA KERJA

3.1 Kotak Rekonstruksi

Gambar 4. Posisi kotak rekonstruksi relatip

terhadap pasien dan pesawat sinar-X.

Dalam algoritma ini, kotak rekonstruksi

diperlukan untuk proses rekonstruksi koordinat. Hal

ini dilakukan karena ketelitian posisi sumber sinar-X

ketika memproyeksikan obyek diabaikan[10]

. Posisi

kotak rekonstruksi relatip terhadap posisi pasien dan

pesawat sinar-X ditunjukkan pada Gambar 4. Film

sinar-X ditempelkan pada dua sisi kotak rekonstruksi

untuk merekam proyeksi tampak samping dan

tampak atas akibat sinar-X. Titik O adalah pusat

koordinat yang ditetapkan oleh kotak rekonstruksi.

Semua koordinat dalam rekonstruksi ini akan

mengacu pada pusat koordinat O tersebut. Posisi

pesawat sinar-X tidak harus tepat isocentris pada

titik O dan jarak kedua pesawat sinar-X terhadap

titik O juga tidak harus persis sama dan tepat

orthogonal terhadap sisi kotak rekonstruksi dalam

konsep algoritma yang dikembangkan ini.

Kotak rekonstruksi (berbentuk segi panjang)

terbuat dari bahan tembus pandang (fibre glass)

dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi yang

diketahui. Ukuran marker tanda silang penentu titik

pusat koordinat O juga diketahui. Ukuran-ukuran

yang diketahui tersebut akan dipakai sebagai

informasi tambahan dalam menentukan koordinat

titik didalam kotak rekonstruksi menggunakan dua

foto sinar-X yang diperoleh.

3.2 Jarak Orthogonal Pesawat Sinar-X

Jarak orthogonal pesawat sinar-X ke kotak

rekonstruksi dapat ditentukan dari hasil proyeksi

film sinar-X yang diperoleh menggunakan Gambar

5. Sumber sinar-X diasumsikan berbentuk titik dan

sinar-X yang terbentuk menyebar secara radial dari

titik tersebut. Akibatnya hasil proyeksi suatu benda

akan lebih besar dari ukuran benda sesungguhnya.

Gambar 5. Jarak pesawat sinat-X dengan kotak

rekonstruksi.

Dari Gambar 5 diperoleh persamaan sebagai

berikut:

Dari persamaan (5) dapat disimpulkan bahwa

dimanapun posisi sumber sinar-X relatif didepan

kotak rekonstruksi seperti pada Gambar 4 (tidak

harus isosentris dan orthogonal), asal proyeksi

marker masih dalam area tangkapan film, maka

persamaan (5) dapat digunakan untuk menghitung

jarak orthogonal sumber sinar-X ke kotak

rekonstruksi menggunakan data dari film, yaitu:

p = jarak orthogonal sumber sinar-X ke kotak

r = panjang kotak

B = panjang sesungguhnya marker silang

A = panjang hasil proyeksi marker silang

Pola diatas digunakan untuk menunjukkan

bahwa dengan cara yang sama koordinat pesawat

sinar-X dan titik sembarang di dalam kotak

) Z- (Z )Y - (Y )X - (X AP 2

PA

2

PA

2

PA

(4)

1 - B

A

r p

(6)

p

d

)) tg(- )(tg( p

)) tg(- )(tg( d

) tg(p - ) tg(p

) tg(d - ) tg(d

B

A

12

12

12

12

(5)

Page 5: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Achmad Suntoro 371 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

rekonstruksi dapat dihitung tidak harus posisi

sumber sinar-X orthogonal atau isosentris.

3.3 Koordinat Pesawat Sinar-X

Koordinat dua titik sumber sinar-X dapat

ditentukan dari data proyeksi foto sinar-X dan

ukuran kotak rekonstruksi. Dua titik sumber tersebut

akan dipakai sebagai alat bantu untuk menentukan

koordinat sembarang titik di dalam kotak

rekonstruksi. Telah diturunkan di [11] menggunakan

dalil-dalil stereometry, yaitu persamaan untuk

menentukan koordinat dua titik sumber sinar-X

seperti pada Gambar 6 yang dapat mewakili kondisi

ketika proses pengambilan foto proyeksi sinar-X

ketika terapi.

Gambar 6. Menentukan posisi sumber sinar-X.

CD, EF, GD, dan IF didapat dari ukuran kotak

rekonstruksi, p/q dan m/n adalah perbandingan

marker silang ukuran hasil proyeksi dan ukuran

sesungguhnya, sedangkan GH, IJ, GK, dan IL adalah

jarak penyimpangan akibat penempatan pesawat

sinar-X yang tidak orthogonal terhadap kotak

rekonstruksi yang diperoleh dari foto sinar-X.

3.4 Koordinat titik sembarang

Titik U pada Gambar 7 adalah titik yang

mewakili sembarang titik di dalam kotak

rekonstruksi. Koordinat titik V dan W dapat

ditentukan dari foto sinar-X dan ukuran kotak

rekonstruksi. Oleh karena itu, persamaan garis AV

dan BW dapat ditentukan, yaitu persamaan garis

melalui 2 titik dalam 3 dimensi, menggunakan

persamaan parametrics. Perpotongan antara garis

AV dan BW tersebut adalah koordinat titik U, karena

titik V dan W merupakan proyeksi dari titik U

sehingga garis AV dan BW pasti berpotongan di titik

U.

Gambar 7. Menentukan koordinat titik U.

Titik potong persamaan garis dalam bentuk

parametrics diperoleh dengan mencari nilai

parameter dari kedua garis tersebut yang bernilai

sama. Koordinat A dan B diperoleh dari persamaan

(7) s/d (12), dan koordinat titik U adalah:

Titik U adalah contoh sembarang titik yang

berlokasi di dalam kotak rekonstruksi. Pada proses

rekonstruksi aplikator, maka titik U adalah titik-titik

yang dipilih oleh operator brakhiterapi untuk proses

rekonstruksi aplikator. Semua titik yang dipilih

didalam kotak rekonstruksi pasti dapat dihitung

koordinatnya menggunakan foto sinar-X tampak atas

) GK

GD cos - 90 ( cos )

CD GH

GH sin tg(

1 - q

p

CD X 1-o

22

1-

A

CD 0.5

1 - q

p

CD YA

) GK

GD cos - 90 (sin )

CD GH

GH sin tg(

1 - q

p

CD Z 1-o

22

1-

A

) IL

IF cos - 90 ( cos )

EF IJ

IJ sin tg(

1 - n

m

EF X 1-o

22

1-

B

EF 0.5

1 - n

m

EF YB

) IL

IF cos - 90 (sin )

EF IJ

IJ sin tg(

1 - n

m

EF Z 1-o

22

1-

B

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

X - X X - X

X - X )X - (X X X

VWBA

ABVAAU

Y - Y Y - Y

Y - Y )Y - (Y Y Y

VWBA

ABVAAU

Z- Z Z- Z

Z- Z ) Z- (Z Z Z

VWBA

ABVAAU

(13)

(14)

(15)

Page 6: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 372 Achmad Suntoro

dan samping menggunakan persamaan (13) s/d (15).

Oleh karena itu koordinat semua titik di aplikator

pada posisi terapi akan dapat ditentukan.

3.5 Rekonstruksi Aplikator

Posisi aplikator ketika terapi adalah posisi

ketika aplikator dimasukkan ke tubuh pasien. Proses

rekonstruksi aplikator adalah menentukan posisi

(koordinat) dari aplikator tersebut. Posisi penting

dari aplikator adalah posisi dimana aplikator

berpotensi akan berisi sumber radioaktif ketika

terapi. Titik-titik inilah yang menjadi obyek dari

rekonstruksi. Proses user-interactive diterapkan

untuk penyederhanaan pemrograman dengan tetap

mengusahakan seminimal mungkin user

berinteraksi.

Ada tiga bentuk dalam satu set-aplikator yang

digunakan: dua aplikator ovoid dan satu aplikator

intrauterine. Dua aplikator ovoid bentuknya sama,

dan posisi sumber radiasi di aplikator ini dapat

diwakili dengan bentuk garis lurus. Aplikator

intrauterine lebih panjang dari aplikator ovoid dan

bentuknya bisa garis lurus atau juga bisa berbentuk

lengkung. Ketiga aplikator tersebut dalam proses

rekonstruksi ditetapkan diwakili oleh 7 buah titik A,

B, C, P, Q, R, dan S seperti pada Gambar 8. Ke tujuh

titik tersebut harus ditunjukkan secara interaktif oleh

operator dengan cara click pada layar komputer pada

posisi seperti pada Gambar 8 melalui program input-

interactive nya.

Gambar 8. Aplikator pada posisi terapi dan 7 titik

yang mewakilnya.

PQ dan RS digunakan tuntuk mewakili dua

aplikator ovoid, karena masing-masing aplikator

bagian pentingnya berbentuk garis lurus. Tiga titik

ABC digunakan untuk mewakili aplikator

intrauterine karena bagian pentingnya bisa berbentuk

lengkung atau garis lurus. Ketujuh titik tersebut

koordinatnya dapat ditentukan menggunakan

persamaan (13) s/d (14) melalui dua foto proyeksi

sinar-X.

Gambar 9. Posisi aplikator intrauterine pada posisi

standard

Dalam konsep algoritma ini didefinisikan

posisi standard aplikator, yaitu posisi aplikator

menempel pada bidang Y-Z dan poros aplikator

berimpit dengan sumbu Y. Posisi standard diciptakan

untuk mempermudah perhitungan karena pada posisi

ini aplikator bisa diperlakukan sebagai benda dalam

dua dimensi di bidang Y-Z. Persamaan matematis

aplikator intrauterine di bidang tersebut dapat

diturunkan secara terpisah (menggunakan kertas

milimeter dan proses curve-fitting) sehingga

persamaan matematis aplikator intrauterine dapat

diketahui pada bidang ini.

Persamaan matematis aplikator intrauterine

pada posisi standard (bidang Y-Z) dapat ditentukan,

sehingga koordinat titik A, B dan C dari Gambar 8

(posisi terapi) dapat ditentukan kesesuaian

koordinatnya pada posisi standard, yaitu dengan cara

seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9. Titik A

menjadi D, B menjadi E, dan C menjadi F. Titik D

adalah ujung aplikator, E & F dapat dihitung dari

perpotongan lingkaran dengan jari-jari masing-

masing jarak A-B dan A-C dari Gambar 8, yang

bersesuaian dengan D-E dan D-F pada Gambar 9.

Koordinat D, E, dan F yang bersesuaian dengan A,

B, dan C dapat ditentukan.

Gambar 10. Menentukan koordinat titik P

(aplikator ovoid) pada posisi standard.

Koordinat titik P, Q, R, dan S dari Gambar 8

(aplikator ovoid) pada posisi standarnya (Gambar 9)

P

X-

Z+

Y+ D

E

F

Z

X

Y

M

N

X’

Z+

X+

Y+

A

B C

P Q

R

S

Page 7: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Achmad Suntoro 373 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

dapat dihitung menggunakan teknik stereometri

seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10. Hanya

titik P yang ditunjukkan pola perhitungan

koordinatnya pada Gambar 10, untuk titik Q, R, dan

S dapat dilakukan dengan cara yang sama.

Nilai ZP dapat dihitung dari persamaan (3),

yaitu jarak titik P ke bidang ABC pada Gambar 8.

Nilai XP dan YP ditentukan dari perpotogan dua

lingkaran pada bidang YZ yang berpusat di titik D

dan E pada Gambar 10 dengan jari-jari berturut-turut

DX dan EX yang nilainya dihitung dengan dalil

phytagoras atas DP, PX dan EP, PX yang diketahui

panjangnya. Titik potong dua lingkaran tersebut

adalah dua titik X dan X’. Titik yang mewakili

koordinat titik P adalah titik potong dengan nilai Y

yang rendah, yaitu titik X, karena titik P akan selalu

berposisi dibawah titik A. Sehingga XP adalah MX

dan YP adalah NX pada Gambar 10 dengan nilai:

Dengan cara diatas, koordinat 7 titik penting

aplikator pada posisi terapi maupun posisi standard

dapat diketahui, sehingga matrik transformasi dari

posisi standard ke terapi dapat ditentukan.

3.6 Konsep Algoritma

Dua tahap transformasi geometry digunakan

dalam konsep algoritma ini. Pertama transformasi

satu sumber batang ke lokasi aplikator pada posisi

standard. Dengan teknik ini, dosis-matrik aplikator

pada posisi standard dapat dibentuk. Tahap

berikutnya adalah transformasi dosis-matrik

aplikator dari posisi standard ke posisi terapi.

3.7 Tahap-1: Transformasi dosis-matrik dari

sumber batang ke aplikator

Gambar 11. Transformasi sumber batang posisi

standard ke aplikator posisi standard.

Pada konsep algoritma ini penentuan distribusi

laju dosis aplikator pada posisi standard tidak

dilakukan dengan cara perhitungan langsung

menggunakan persamaan (1), tetapi dilakukan

menggunakan teknik transformasi geometri berulang

dari sebuah sumber batang yang telah dihitung dosis

matriknya (menggunakan paket program standard

secara off-line) ke aplikator posisi standard seperti

pada Gambar 11.

Sesungguhnya sumber batang pada Gambar

11.b terletak dalam satu koordinat dengan Gambar

11.a dan 11.c, tetapi untuk kejelasan konsep maka

digambarkan secara terpisah sehingga jelas proses

perulangan transformasi yang terjadi.

Gambar 12. Translasi dan rotasi sumber batang ke

salah satu aplikator ovoid, Gambar 11.b ke 11.a.

2

AB

2

AB

2222

2

DE

2

22

DEDE

2222

2

DE

2

22

DEDE

)Y - (Y ) Z- Z( d

)DX) - (EX - )(dd - EX) DX((2d

Z- Z

2d

)EX - )(DXY -(Y

2

Y Y NX

)DX) - (EX - )(dd - EX) DX((2d

Y - Y

2d

)EX - )(DX Z-(Z

2

Z Z MX

(16)

(17)

(18)

Z+

Y+

a. T1: Translasi

O

S4 S3

S1

X+

S2

Z+

Y+

X+ d. T2: Translasi

O

V1

V2

V3

V4

Y+

Z+

X+ b. R1: Rotasi

O

V3

V5

V6

2

1

Z+

Y+

X+

1

c. R2 : Rotasi

O

V3

V4

V5

a. T1: Translasi b. R1: Rotasi

c. R2: Rotasi d. T2: Translasi

b. Sumber batang posisi standard

Z+

Y+

X+

O

Y+

X+

O Z+

a. Ovoid posisi standard

Transformasi geometry

Z+

Y+

X+

O

c. Intrauterine posisi standard

Transformasi geometry

Page 8: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 374 Achmad Suntoro

Matrik transformasi untuk proses pada Gambar

11 diturunkan dari perkalian matrik-matrik primitif

hasil penterjemahan fenomena Gambar 12

menggunakan pola transformasi Gambar 3. Ada

empat matrik primitif untuk transformasi tersebut

(Gambar 12.a s/d 12.d), yaitu dua translasi dan dua

rotasi. Matrik transformasinya adalah:

M1 = [T1][R1][R2][T2] (19)

Hal yang sama diturunkan untuk matrik

transformasi dari sumber batang ke aplikator ovoid

yang lain dan intrauterine. Pola matrik

transformasinya sama, berbeda hanya pada

komposisi matrik primitifnya (untuk intrauterine

tanpa R2) disesuaikan untuk posisi yang dituju.

Jumlah jenis matrik transformasi M1 ada

sebanyak jumlah sumber batang yang digunakan

dalam terapi. Matrik tersebut akan berbeda-beda

karena lokasi sumber pada aplikator berbeda, tetapi

cara menghitungnya menggunakan persamaan (19)

mengacu pola transformasi pada Gambar 12. Detail

numerik dari matrik M1 terdapat di [11].

3.6.2 Tahap-2: Transformasi dosis-matrik dari

posisi standard ke posisi terapi

Gambar 13. Posisi aplikator: standard dan terapi.

Gambar 13 adalah posisi aplikator dalam posisi

terapi dan posisi standard. Proses rekonstruksi posisi

untuk masing-masing aplikator (tengah dan dua di

samping) memerlukan 3 titik yang berada di

aplikator (karena rekonstruksi 3-dimensi). Pada

prinsipnya tiga titik tersebut boleh bebas asal berada

di aplikator, tetapi untuk memudahkan proses

rekonstruksi dipilih seperti pada Gambar 14 dari 7

titik yang telah ditetapkan oleh Gambar 8.

Gambar 14. Tiga titik untuk transformasi posisi

aplikator dari standard ke terapi.

Matrik transformasi geometry untuk

memindahkan DEF ke ABC (sebagai bidang) adalah

matrik transformasi yang dicari. Matrik transformasi

ini digunakan untuk proses transformasi dosis matrik

dari posisi standard ke posisi terapi. Tiga titik

tersebut dipakai sebagai arahan (guidance) dalam

menentukan matrik transformasi tersebut.

Matrik transformasi ini diperoleh dari perkalian

skwensial matrik-matrik transformasi primitif yang

dibentuk mengacu pada Gambar 14, yaitu

memindahkan bidang DEF ke bidang ABC. Terdapat

10 matrik primitif yaitu 3 translasi dan 7 rotasi

sehingga matrik transformasi tersebut adalah:

M2 = T1 T2 R1 R2 R3 R4 R5 R4-1

R3-1

T2-1

(20)

Sesungguhnya rotasi hanya dilakukan 5 kali, dua

rotasi berikutnya adalah inverse rotasi (kebalikan).

Dari 5 rotasi tersebut masing-masing mempunyai

dua kemungkinan: rotasi searah atau berlawanan

arah jarum jam. Oleh katena itu akan terdapat

kemungkinan jenis matrik M2 sebanyak 25 = 32

jenis. Detail proses penentuan M1 dan jenis kunci

pemilihannya terdapat di [11].

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 15. Transformasi dosis matrik dengan M1.

Y+

X+

O Z+

c. Isodosis aplikator posisi standard

a. Aplikator posisi standard dengan

komponen sumber nya.

O Z+

Y+

O Z+

Y+

X+

b. Sumber batang posisi standard

Transformasi geometry dosis matrik

Page 9: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Achmad Suntoro 375 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

Pada prinsipnya algoritma rekonstruksi dosis-

matrik ini bermula dari mencari posisi aplikator

ketika terapi dengan menggunakan dua foto proyeksi

sinar-X, dan menggunakan posisi tersebut untuk

menentukan matrik transformasi. Dua matrik

transformasi yang diperlukan: matrik M1 dan M2.

Matrik M1 untuk memindahkan dosis matrik sumber

batang yang telah dihitung secara off-line ke

aplikator posisi standard (Gambar 15), dan matrik

M2 untuk memindahkan dosis-matrik aplikator

posisi standard ke posisi terapi (Gambar 16). Teknik

ini dilakukan untuk menggantikan cara menghitung

langsung dosis matrik aplikator pada posisi terapi.

Transformasi langsung dari sumber batang ke

aplikator posisi terapi tidak dilakukan, tetapi melalui

perantara posisi standard, karena menentukan

koordinat tiap sumber pada aplikator posisi terapi

sulit dilakukan tanpa mengorbankan kesederhanan

proses interaktif user. Tujuh titik penting yang

diperlukan sebagai wakil posisi aplikator merupakan

batas kesederhanaan yang diambil pada algoritma ini

secara interaktif. Dengan strategi ini, koordinat

sumber batang di aplikator akan mudah diperoleh

pada aplikator posisi standard dan sulit menentukan

nya langsung pada posisi terapi hanya dengan 7 titik

tersebut.

Gambar 16. Transformasi isodosis dengan M2.

Konsep algoritma ini belum dianalisis

kompleksitas waktunya (time complexity). Namun

demikian dari pengalaman programming,

perhitungan isodosis menggunakan persamaan (1)

untuk jumlah sumber batang lebih dari tiga terasa

lambat untuk digunakan dalam program interaktif.

Diharapkan dengan konsep algoritma ini bisa

menjadi lebih cepat karena tidak ada proses

komputasi dalam menentukan dosis matrik, tetapi

proses transformasi yaitu perkalian dengan suatu

faktor atas dosis matrik yang telah ada (look-up

table). Dosis matrik dapat dihitung secara off-line

menggunakan paket program standard misalnya

MCNP sehingga memperoleh ketelitian dan resolusi

yang tinggi.

5. KESIMPULAN

Konsep algoritma rekonstruksi aplikator

brakhiterapi kanker servik telah dibuat dan dapat

dilanjutkan untuk menjadi sebuah algoritma. Ide dari

konsep ini dikembangkan dalam rangka mencari

pola komputasi yang lebih cepat dengan

menggunakan look-up table atas data yang telah

dibuat secara off-line. Transformasi geometri

digunakan dalam konsep ini karena matrik

transformasi nya relatip mudah dihitung dari data

foto proyeksi sinar-X yang mewakili posisi ketika

terapi dan data dimensi aplikator. Proses

rekonstruksi koordinat dapat dikerjakan meskipun

posisi sumber sinar-X tidak tepat isosentris dan

orthogonal. Kondisi ini memudahkan bagi rumah

sakit yang fasilitas pesawat sinar-X nya tidak

dilengkapi dengan perangkat C-arm.

6. DAFTAR PUSTAKA:

[1] Aitken K, Mitra A, dan Blake P,

“Brachytherapy – a review of thechniques and

applications”, Royal Marsden Hospital.,

London, 2010,

[2] Jack Vanselaar dan Jose Perez Calatayud, “A

Practical Guide To Quality Control of

Brachytherapy Equipment”, Brussels, Estro.

2004.

[3] Vynckier S., Brachytherapy.,

http://www.imre.ucl.ac.be/rpr/RDTH3120-

c_Brachy.pdf

Diambil: Mei 2011.

[4] Haack Soren dkk., “Applicator Reconstruction

in MRI 3D image-based dose planning of

brachytherapy for cervical cancer”,

Radiotherapy and Oncology 91 ., pp 187-193.

Elsevier Ireland Ltd., Dublin, 2009.

[5] Rivard M J, et.al., “Update of AAPM Task

Group No. 43 Report: A revised AAPM

protocol for brachytherapy dose calculations”.,

Med. Phys. 31, 633-647., 2004.

[6] Suntharlingam N, et.al., “Brachytherapy:

Physical and Clinical Aspects”.,

http://www-

naweb.iaea.org/nahu/dmrp/pdf_files/Chapter13

.pdf

Diambil Oktober 2011.

X+

Z+

Y+

X+

O Z+

Y+

Transformasi geometry

Page 10: SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII …papers.sttn-batan.ac.id/prosiding/2011/E4.pdf · SUMBER BATANG PADA BRAKHITERAPI SERVIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI GEOMETRI Achmad Sutoro

SEMINAR NASIONAL

SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII

YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011

ISSN 1978-0176

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 376 Achmad Suntoro

[7] Newman WM dan Sproull RF., “Principles of

Interactive Computer Graphics”, McGraw-Hill

Book Company., London .,1979.

[8] Bourke P., “Equation of plane”.

http://paulbourke.net/geometry/planeeq/

Diambil Oktober 2011.

[9] Weisstein, Eric W., “Point-Plane Distance”.,

MathWorld-A Wolfram Web.

http://mathworld.wolfram.com/Point-

PlaneDistance.html

Diambil Oktober 2011.

[10] Budiyono Tris, “Brachytherapy Intracavitair

Nasofarings Menggunakan mHDR Ir-192 di

RS Dr. Sardjito”, Prosiding Seminar Persatuan

Ahli Radiografi Indonesia., Denpasar Bali,

2007.

[11] Suntoro A., “Rancang Bangun Perangkat

Lunak TPS Brachytherapy untuk Terapi

Kanker Servik”., Laporan Teknis., Tangerang

Selatan, PRPN-BATAN, 2011.