selayang pandang - jambi2.kemenag.go.id · ke pelabuhan melayu ini. ... hasil hutan, dan emas. pada...
TRANSCRIPT
SELAYANG PANDANG
SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH
A. SEJARAH PROVINSI JAMBI
Munculnya nama Jambi sebagai satu kawasan di sekitar Sungai Batanghari
memiliki latar belakang sejarah dengan berbagai versi. Ada yang mengatakan
bahwa nama Jambi muncul sejak daerah ini dikendalikan oleh seorang ratu
bernama Puteri Selaras Pinang Masak, yaitu semasa keterikatan dengan Kerajaan
Majapahit. Waktu itu bahasa keraton dipengaruhi bahasa Jawa, di antaranya kata
pinang disebut jambe. Sesuai dengan nama ratunya “Pinang Masak”, maka
kerajaan tersebut dikatakan Kerajaan Melayu Jambe. Lambat laun rakyat setempat
umumnya menyebut “Jambi”.
Versi tersebut disangkal oleh kenyataan lain, seperti apa yang ditulis dalam
berita Cina oleh Sang Hui Yao. Catatan tersebut mengemukakan bahwa pada tahun
1082 Kerajaan Jambi masih utuh. Kata Jambi ini ditulisnya dengan aksara Cina yang
bacaannya: /Champei/. Hal ini menunjukkan bahwa versi pertama, yang
mengaitkan dengan nama Puteri Pinang Masak, agak meragukan dibandingkan
dengan versi kedua. Sebab pendapat versi kedua ini berjarak 300 tahun
sebelumnya.
Versi ketiga, kata Jambi ini sebelum ditemukan oleh Orang Kayo Hitam atau
sebelum disebut Tanah Pilih, bernama Kampung Jam, yang berdekatan dengan
Kampung Teladan, yang diperkirakan di sekitar daerah Buluran Kenali sekarang.
Dari kata Jam inilah akhirnya disebut “Jambi”.
Versi keempat berpedoman pada buku sejarah De Oudste Geschiedenis van
de Archipel bahwa Kerajaan Melayu Jambi dari abad ke-7 s.d. 13 merupakan
bandar atau pelabuhan dagang yang ramai. Di sini berlabuh kapal-kapal dari
berbagai bangsa, seperti: Portugis, India, Mesir, Cina, Arab, dan Eropa lainnya.
Berkenaan dengan itu, sebuah legenda yang ditulis oleh Chaniago
menceritakan bahwa sebelum Kerajaan Melayu jatuh ke dalam pengaruh Hindu,
seorang puteri Melayu bernama Puteri Dewani berlayar bersama suaminya dengan
kapal niaga Mesir ke Arab, dan tidak kembali. Pada waktu lain, seorang putri
Melayu lain bernama Ratna Wali bersama suaminya berlayar ke Negeri Arab, dan
dari sana merantau ke Ruhum Jani dengan kapal niaga Arab. Kedua peristiwa
dalam legenda itu menunjukkan adanya hubungan antara orang Arab dan Mesir
dengan Melayu. Mereka sudah menjalin hubungan komunikasi dan interaksi secara
akrab.
Kondisi tersebut melahirkan interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak
mungkin berasal dari ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali
ke pelabuhan Melayu ini. Orang Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat
Melayu pada masa itu sebagai ”Janbi”, ditulis dengan aksara Arab: , yang secara
harfiah berarti ’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’
atau ’sahabat akrab’.
B. DINAMIKA JAMBI
Penduduk yang berdiam di wilayah Jambi ini dapat dikategorikan atas dua
golongan:
(1) Orang Jambi asli pertama, yaitu penduduk asli yang bercampur dengan imigran
Hindia Belakang dan keturunan-keturunannya. Orang Melayu tua (porto
Melayu) ini hidup 25 abad yang lalu. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
Suku Bajau, Kerinci, dan Batin;
(2) Orang Jambi asli kedua, yaitu keturunan penduduk asli dengan imigran Hindia
Belakang yang bercampur dengan orang Jawa di masa pengaruh Majapahit,
orang Minangkabau, dan Palembang. Yang termasuk kategori (Deutron Melayu)
ini adalah Melayu Jambi, Penghulu, dan Suku Pindah.
Pada abad ke-4, masyarakat Jambi asli pertama mendirikan kerajaan.
Adanya kerajaan, tentu dalam masyarakat itu ada orang yang dirajakan. Pada masa
ini raja sangat absolut dan rakyatnya masih primitif. Pada abad ke-7, di Hilir Sungai
Batanghari, berdiri kerajaan Melayu. Kerajaan Melayu Jambi ini merupakan
perkembangan kerajaan Jambi semenjak kira-kira 300 tahun sebelumnya. Hanya
kemudian mempunyai sebutan khusus ”Kerajaan Melayu”.
Kerajaan Melayu Jambi pada abad ke-7 dikenal luas dalam sejarah dunia.
Kerajaan ini memegang peranan penting pada masa itu, karena kerajaan ini
menjadi titik pertemuan lalu lintas pelayaran. Dari India ke Cina, dari bagian barat
ke Maluku bagian timur, dari Cina ke barat, kapal-kapal layar itu dipaksa alam
melepas sauh di Pelabuhan Melayu Jambi. Di sini mereka menunggu peredaran
musim, arah angin, dan ke mana pelayaran mereka selanjutnya. Dengan dermikian,
kerajaan Melayu Jambi menjadi pusat perdagangan dan transaksi pedagang Persia,
Arab, India, Mesir, Cina, dan Eropa lainnya. Pada masa ini kerajaan Melayu Jambi
dikenal sebagai penghasil lada, hasil hutan, dan emas. Pada masa ini pun kerajaan
Melayu yang sudah dipengaruhi Hindu—pada mulanya animisme—telah mendirikan
sekolah tinggi yang dikunjungi orang-orang dari berbagai kerajaan untuk
mempelajari agama Budha dan bahasa Sanskerta.
Pada masa kerajaan Melayu, Jambi belum memiliki batas wilayah yang jelas
dan kongkret secara agraris. Batas-batas tersebut baru berupa konvensi menurut
adat dan kekuasaan, yaitu: dari Tanjung Jabung sampai Durian Takuk Rajo; dari
Sialang Belantak Besi ke Bukit Tambun Tulang. Tanjung Jabung adalah daerah
pantai Jambi, termasuk Pulau Berhala, Pulau Telor, Pulau Laya, dan Pulau Majin
sampai ke Tungkal. Durian Takuk Rajo berada di Setinjau Laut, sedangkan Bukit
Tambun Tulang berada di Singkut.
Batas-batas tersebut diakui dan tersimpan di hati segenap rakyat Jambi, yang harus
dipertahankan dari invasi Belanda yang telah mangkal di daerah tetangganya,
seperti Palembang, Padang, Bengkulu, dan Riau pada masa itu.
Pada permulaan abad ke-8 salah seorang raja Melayu Jambi (Sri Maharaja
Srindrawarman) menganut agama Islam. Namun, antara permulaan abad ke-8 dan
permulaan abad ke-12 terjadi masa vacum dakwah Islam di Jambi. Agama Islam
mazhab Syafi’i baru mulai berkembang di Jambi, setelah daerah ini takluk di bawah
kekuasaan Samudra Pasai (1285—1522).
Yang memberi corak khusus dan yang menentukan jalannya perkembangan
serta yang nyata-nyata mengubah kebudayaan Melayu Jambi adalah pengaruh-
pengaruh dari agama Islam. Pengaruh ini menghasilkan ciptaan-ciptaan yang
memberi ciri tertentu kepada kebudayaan Melayu Jambi. Agama Hindu/Budha, yang
dalam zaman purba telah menentukan corak dan disebut kebudayaan Melayu Jambi
didesak oleh agama Islam. Dalam pembentukan kebudayaan baru, yang tumbuh
dan berkembang adalah kebudayaan pengaruh Islam. Pengaruh Islam itu pulalah
yang memberikan dan menentukan arah baru serta corak khusus kebudayaan
material dan spiritual Melayu Jambi.
Dalam kurun Islam pada abad ke-15 dan 16, pemerintahan kesultaan
muncul di Jambi. Di Kesultanan Jambi pada abad ke-20 dan awal abad ke-21,
struktur pemerintahannya terdiri atas:
(1) Kuasa Sultan,
(2) Kuasa Patih Dalam.
(3) Kuasa Patih Luar,
(4) Kuasa Batin (Jenang),
(5) Kuasa Tengganai, dan
(6) Kuasa Dusun (Penghulu).
Sesudah proklamasi 17 Agustus 1945, daerah Jambi merupakan daerah
keresidenan, bagian dari Provinsi Sumatera. Ketika Provinsi Sumatera pecah
menjadi Provinsi Sunmatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan,
Keresidenan Jambi yang terdiri dari Kabupaten Merangin, Kabupaten Batanghari,
dan Kotapraja Jambi masuk Provinsi Sumatera Tengah.
Jambi kemudian menjadi daerah Swatantra Tingkat I, yang terlepas dari
Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Tengah. Jambi menjadi Provinsi Daerah
Tingkat I Jambi melalui badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) sampai kebijakan
otonomi daerah dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004,
tentang Pemerintahan Daerah.
C. POTENSI BUDAYA
Provinsi Jambi memiliki potensi kebudayaan yang cukup banyak dan
beraneka ragam, seperti peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, bahasa dan
sastra, dan kesenian lainnya. Di Provinsi Jambi terdapat 123 situs peninggalan
sejarah, dengan rincian: Kota Jambi 5 situs, kabupaten Batanghari dan Muaro
Jambi 31 situs, Kabupaten Tebo dan Bungo sebanyak 16 situs, di Kabupaten
Merangin dan Sarolangun 16 situs, Kabupaten Kerinci 49 situs, dan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat 6 situs.
Jambi sebagai salah satu daerah budaya Nusantara, masyarakatnya dalam
berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Melayu, yang dikenal dengan
Melayu Jambi. Pertumbuhan dan perkembangan bahasa Melayu menunjukkan pula
pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Melayu Jambi.
Sastra Melayu Jambi dapat ditelusuri lewat beberapa tahapan
perkembangan, yakni;
1. sastra Melayu Jambi asli,
2. sastra pengaruh Hindu/Budha,
3. sastra pengaruh peralihan.
4. sastra pengaruh Islam. Masimg-masing tahapan itu memiliki bentuk dan genre
sendiri-sendiri, yang memperkaya khazanah kebudayaan Melayu di Nusantara.
Di bidang kesenian, berbagai cabang seni dimiliki pula oleh Provinsi Jambi.
Seni musik, seni tari, seni rupa, seni lakon, dan seni krya tradisional lainnya
memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan sedemikian rupa sehingga dapat
menjadi inspirasi, bahan, dan konvensi dalam penciptaan kesenian modern di Jambi
khususnya dan Nusantara umumnya. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya
berbagai cabang kesenian Melayu Jambi tersebut mengalami akulturasi dengan
unsur-unsur kesenian bangsa lain atau suku bangsa lain di Nusantara. Dengan
demikian kesenian Melayu Jambi ada yang orisinal atau tradisional dan ada pula
yang bersifat akulturatif, kombinatif, kolaboratif atau modern.
D. ADAT MELAYU JAMBI
Salah satu ranah kebudayaan Melayu Jambi yang tak lapuk karena hujan
dan tak lekang karena panas adalah adat. Adat, baik adat istiadat, adat yang
teradat, adat yang diadatkan, dan adat yang sebenarnya adat merupakan pedoman
perilaku keseharian masyarakat Melayu Jambi. Untuk menentukan salah atau benar
sesuatu perbuatan diteliti (disimak) dari ungkapan-ungkapan dalam pepatah dan
petitih serta seloko adat yang ada kaitannya dengan perbuatan atau kejadian
tersebut. Contoh ungkapan tersebut, antara lain:
Terpijak benang arang, hitam tapak.
Tersuruk di gunung kapur, putih tengkuk.
Sia-sia negeri alah
Tateko hutang tumbuh.
Pinjam memulangkan
Sumbing menitik
Hilang mengganti
Bagi masyarakat Melayu Jambi, adat merupakan elemen perekat dalam
sendi kemasyarakatannya yang memungkinkan masyarakat tumbuh dan
berkembang secara serasi dalam suasana kekeluargaan yang harmonis dan
dinamis. Hal ini dimungkinkan karena dalam sistem adat memuat komponen hukum
yang bersifat duniawi dan ukhrawi, seperti tertuang dalam ungkapan: ”Adat
bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”.
E. LETAK GIOGRAFIS
Secara geografis Propinsi Jambi terletak antara 0º 45¹ 2º 45¹ LS dan 101º 0¹ -
104º 55 BT dengan wilayah keseluruhan seluas 53.435.72 KM² dengan luas daratan
51.000 Km2 , luas lautan 425,5 Km2 dan panjang pantai 185 Km. Batas-batas
Wilayah Propinsi Jambi adalah sebagai berikut :
• Sebelah Utara dengan Propinsi Riau
• Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Selatan
• Sebelah Barat dengan Propinsi Sumatera Barat
• Sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan
Topografi bagian Timur Provinsi Jambi umumnya merupakan rawa-rawa
sedangkan wilayah Barat pada umumnya adalah tanah daratan (lahan kering)
dengan topografi bervariasi dari datar, bergelombang sampai berbukit. Jenis tanah
yang potensial untuk pertanian secara umum didominasi oleh Podsolik Merah
Kuning (PMK) yaitu sebesar 44,56%. Jenis tanah lainnya adalah Latosol termasuk
Regosol 18,67% dan Gley Humus 10,74%. Sebahagian besar wilayah Provinsi
Jambi beriklim tipe B berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dengan
bulan basah antara 8-10 bulan dan bulan kering 2-4 bln. Rata-rata CH bulanan
Jambi adalah 179-279 mm pada bulan basah dan 68-106 mm pada bulan kering.
Sedangkan jumlah penduduk Jambi berdasarakan hasil sensus tahun 2011 sebesar
3.094.950 jiwa.
Dengan adanya pemekaran Wilayah Kabupaten seperti UU No. 25 Tahun
2008 kini Propinsi Jambi terbagi menjadi 9 Kabupaten dan 2 Kota yaitu :
Prov. Jambi ke Kabupaten Kerinci, (Ibukota Sungai Penuh) 419 Km.
Prov. Jambi ke Kabupaten Sarolangun, (Ibukota Sarolangun) 179 Km
Prov. Jambi ke Kabupaten Merangin, (Ibukota Bangko) 190 Km
Prov. Jambi ke Kabupaten Bungo, (Ibukota Muara Bungo) 252 Km.
Prov.Jambi ke Kabupaten Tebo, (Ibukota Muara Tebo) 206 Km
Prov.Jambi ke Kabupaten Batanghari, (Ibukota Muara Bulian) 60 Km
Prov.Jambi ke Kabupaten Muara Jambi, (Ibukota Sengeti) 27 Km
Prov.Jambi ke Kab. Tanjung Jabung Barat, (Ibukota Ka. Tungkal) 131 Km
Prov.Jambi ke Kab Tanjung Jabung Timur, (Ibukota Muara Sabak) 129 Km
Prov.Jambi k e Kota Jambi (Ibukota Propinsi Jambi) 3 Km
Prov.Jambi ke Kota Sungai Penuh (Ibukota Kerinci) 420 Km
F. IKLIM
Musim hujan di Propinsi Jambi dari bulan November sampai Maret dan
musim kemarau dari bulan Mei sampai Oktober. Iklim Propinsi Jambi bertype A
(Schmidt and Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 1.900 – 3.200 mm/tahun
dan rata-rata curah hujan 116 – 154 hari
PROVINSI
JAMBI
SEJARAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
undefined/undefined
Sebelum abad ke-17 di Tanah Tungkal ini sudah berpenghuni seperti Merlung, Tanjung Paku, Suban yang
sudah dipimpin oleh seorang Demong, jauh sebelum datangnya rombongan 199 orang dari Pariang
Padang Panjang yang dipimpin oleh Datuk Andiko dan sebelum masuknya utusan Raja Johor. Kemudian
memasuki abad ke-17 ketika itu daerah ini masih disebut Tungkal saja, daerah ini dikuasai atau dibawah
Pemerintahan Raja Johor. Dimana yang menjadi wakil Raja Johor di daerah ini pada waktu itu adalah
Orang Kayo Depati. Setelah lama memerintah Ornag Kayo Depati pulang ke Johor dan ia digantikan oleh
Orang Kayo Syahbandar yang berkedudukan di Lubuk Petai. Setelah Orang Kayo Syahbandar kemudian
diganti lagi oleh Orang Kayo Ario Santiko yang berkedudukan di Tanjung Agung (Lubuk petai) dan Datuk
Bandar Dayah yang berkedudukan di Batu Ampar, daerahnya meliputi Tanjung rengas sampai ke Hilir
Kuala Tungkal atau Tungkal Ilir sekarang.
Memasuki abad ke- 18 atau sekitar tahun 1841-1855 Tungkal dikuasai dan dibawah Pemerintahan
Sultan Jambi yaitu Sultan Abdul Rahman Nasaruddin. Pada saat itu kesultanan Jambi mengirim seorang
Pangeran yang bernama Pangeran Badik Uzaman ke Tungkal yaitu Tungka Ulu sekarang Kedatangannya
disambut baik oleh orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah.
Setelah terbukanya kota Kuala Tungkal maka semakin banyak orang mulai datang, sekitar tahun 1902
dari suku Banjar yang berimigrasi dari Pulau Kalimantan melalui Malaysia. Mereka ini berjumlah 16
orang antara lain : H.Abdul Rasyid, Hasan, Si Tamin gelar Pak Awang, Pak Jenang, Belacan Gelar Kucir,
Buaji dan kemudian mereka ini berdatangan lagi dengan jumlah agak lebih besar yaitu 56 orang yang
dipimpin oleh Haji Anuari dan iparnya Haji Baharuddin, Rombongan 56 orang ini banyak menetap di
Bram Itam Kanan dan Bram Itam Kiri. Selanjutnya datang lagi dari suku Bugis, Jawa, Suku Donok atau
Suku Laut yang banyak hidup dipantai/laut, dan Cina serta India yang datang untuk berdagang .
Pada tahun 1901 kerajaan Jambi takluk keseluruhannya kepada Pemerintahan Belanda termasuk Tanah
Tungkal khususnya di Tungkal Ulu yang Konteleir jenderalnya berkedudukan di Pematang Pauh.
Sehingga pecahlah perperangan antara masyarakat Tungkal ulu dan Merlung dengan Belanda. Karena
mendapat serangan yang cukup berat akhirnya pemerintah Belanda mengundurkan diri dan hengkang
dari wilayah itu. Perperangan itu dipimpin oleh Raden Usman anak dari Badik Uzaman. Raden Usman
kemudian wafat dan dimakamkan di Pelabuhan Dagang.
Selanjutnya muncullah Pemerintahan kerajaan Lubuk Petai yang dipimpin oleh Orang Kayo Usman Lubuk
Petai kemudian membentuk pemerintahan baru. Pada waktu itu dibentuklah oleh H.Muhammad Dahlan
Orang Kayo yang pertama dalam penyusunan pemerintahan yang baru.
Orang Kayo pertama ini pada waktu itu masih diintip dan diserang oleh rombongan dari Jambi. Ia
diserang dan ditembak dirumahnya lalu patah. Maka bernamalah pemerintahan itu dengan
Pemerintahan Pesirah Patah sampai zaman kemerdekaan. Dusun-dusun pada pemerintahan Pesirah
Patah dan asal mula namanya adalah :
Dusun Lubuk Kambing tadinya berasal dari Benaluh dan Lingkis.
Dusun Sungai Rotan tadinya berasal dari dusun Timong dalam.
Dusun Ranatu Benar tadinya berasal dari Riak Runai dan Air dan Air Talun.
Dusun Pulau Pauh tadinya berasal dari kampung Jelmu pulau Embacang.
Dusun Penyambungan dan Lubuk Terap berasal dari Suku Teberau.
Dusun Merlung tadinya berasal dari suku Pulau Ringan yang dibagi lagi dalam beberapa suku yaitu :
Pulau Ringan, Kebon Tengah, Langkat, Aur Duri, Kuburan Panjang, Gemuruh, dan Teluk yang tunduk
dengan Demong.
Dusun Tanjung Paku tadinya berasal dari Tangga Larik.
Dusun Rantau Badak tadinya berasal dari Dusun Lubuk Lalang dan Tanjung Kemang.
Dusun Mudo tadinya Talang Tungkal dan Lubuk Petai.
Dusun Kuala Dasal yang pada waktu itu belum lahir adalah dusun Pecang Belango.
Dusun Badang tadinya berasal dari Badang Lepang di dalam.
Dusun Tanjung Tayas tadinya berasal dari Bumbung.
Dusun Pematang Pauh.
Dusun Batu Ampar yang sekarang menjadi Pelabuhan Dagang.
Dusun Taman Raja tadinya bernama Pekan atau pasar dari kerajaan Lubuk Petai. Kemudian disebut
Taman Raja karena dulunya merupakan tempat pertemuan dan musyawarah raja Lubuk Petai dan raja
Gagak.
Dusun Suban tadinya berasal dari Suban Dalam.
Dusun Lubuk Bernai tadinya Tanjung Getting dan Lubuk Lawas.
Dusun Kampung Baru.
Dusun Tanjung Bojo.
Dusun Kebun.
Dusun Tebing Tinggi.
Dusun Teluk Ketapang.
Dusun Senyerang. Marga Tungkal Ulu :
Pesirah MT.Pahruddin (195 Zaman pemerintahan Orang Kayo H.Muhammad Dahlan berakhir sampai
sekitar tahun 1949, kemudian barulah gelar Orang Kayo berubah menjadi Pesirah sekitar tahun 1951.
Sebelum Kabupaten Dati II Tanjung Jabung terbentuk, berada dalam Kewedanaan Tungkal yang
memimpin beberapa Pesirah. Adapun para Pesirah di tanah tungkal ini dahulunya adalah :1-1953)
Pesirah Daeng Ahmad anak dari H.Dahlan (1953-1959)
Pesirah Zikwan Tayeb (1959-1967)
1969 masa transisi perubahan marga
Syafei Manturidi (1969-1973)
Adnan Makruf (1974-1982) Marga Tungkal Ilir :
Raden Syamsuddin (Pemaraf)
M.Jamin
Pesirah H.Berahim
Pesirah Ahmad
Pesirah Asmuni
Pesirah H.M.Taher Seiring bergulirnya perkembangan zaman berdasarkan keputusan Komite Nasional
Indonsia (KNI) untuk Pulau Sumatera di Kota Bukit Tinggi (Sumbar) pada tahun 1946 tanggal 15 April
1946, maka pulau Sumatera di bagi menjadi 3 (tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi
Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Selatan, pada waktu itu Daerah Keresidenan Jambi terdiri dari
Batanghari dan Sarolangun Bangko, tergabung dalam Provinsi sumatera Tengah yang dikukuhkan
dengan undang - undang darurat Nomor 19 Tahun 1957, kemudian dengan terbitnya undang - undang
Nomor 61 Tahun 1958 pada tanggal 6 januari 1958 Keresidenan Jambi menjadi Provinsi Tingkat I Jambi
yang terdiri dari : Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kabupaten Kerinci.
Pada tahun 1965 wilayah Kabupaten Batanghari dipecah menjadi 2 (dua) bagian yaitu : Kabupaten Dati II
Batanghari dengan Ibukota Kenaliasam, Kabupaten Dati II Tanjung Jabung dengan Ibukotanya Kuala
Tungkal. Kabupaten Dati II Tanjung Jabung diresmikan menjadi daerah kabupaten pada tanggal 10
Agustus 1965 yang dikukuhkan dengan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1965 (Lembaran Negara
Nomor 50 Tahun 1965), yang terdiri dari Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir dan kecamatan
Muara Sabak.
Setelah memasuki usianya yang ke-34 dan seiring dengan bergulirnya Era Desentralisasi daerah, dimana
daerah di beri wewenang dan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka kabupaten
Tanjung Jabung sesuai dengan Undang-undang No.54 Tanggal 4 Oktober 1999 tentang pemekaran
wilayah kabupaten dalam Provinsi Jambi telah memekarkan diri menjadi dua wilayah yaitu :
1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat Sebagai Kabupaten Induk dengan Ibukota Kuala Tungkal
2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sebagai Kabupaten hasil pemekaran dengan Ibukota Pangkalan
Bulian.
Sumber : Selayang Pandang Kabupaten Tanjung Jabung Barat 2006
Label: TANJUNG JABUNG BARAT DALAM ANGKA 2009
SELAYANG PANDANG KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
Sebelum abad ke-17 di Tanah Tungkal ini sudah berpenghuni seperti
Merlung, Tanjung Paku, Suban yang sudah dipimpin oleh seorang Demong, jauh
sebelum datangnya rombongan 199 orang dari Pariang Padang Panjang yang
dipimpin oleh Datuk Andiko dan sebelum masuknya utusan Raja Johor.
Kemudian memasuki abad ke-17 ketika itu daerah ini masih disebut Tungkal
saja, daerah ini dikuasai atau dibawah Pemerintahan Raja Johor. Dimana yang
menjadi wakil Raja Johor di daerah ini pada waktu itu adalah Orang Kayo Depati.
Setelah lama memerintah Ornag Kayo Depati pulang ke Johor dan ia digantikan
oleh Orang Kayo Syahbandar yang berkedudukan di Lubuk Petai. Setelah Orang
Kayo Syahbandar kemudian diganti lagi oleh Orang Kayo Ario Santiko yang
berkedudukan di Tanjung Agung (Lubuk petai) dan Datuk Bandar Dayah yang
berkedudukan di Batu Ampar, daerahnya meliputi Tanjung rengas sampai ke Hilir
Kuala Tungkal atau Tungkal Ilir sekarang.
Memasuki abad ke- 18 atau sekitar tahun 1841-1855 Tungkal dikuasai dan
dibawah Pemerintahan Sultan Jambi yaitu Sultan Abdul Rahman Nasaruddin.
Pada saat itu kesultanan Jambi mengirim seorang Pangeran yang bernama
Pangeran Badik Uzaman ke Tungkal yaitu Tungka Ulu sekarang Kedatangannya
disambut baik oleh orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah.
Setelah terbukanya kota Kuala Tungkal maka semakin banyak orang mulai
datang, sekitar tahun 1902 dari suku Banjar yang berimigrasi dari Pulau
Kalimantan melalui Malaysia. Mereka ini berjumlah 16 orang antara lain :
H.Abdul Rasyid, Hasan, Si Tamin gelar Pak Awang, Pak Jenang, Belacan Gelar
Kucir, Buaji dan kemudian mereka ini berdatangan lagi dengan jumlah agak lebih
besar yaitu 56 orang yang dipimpin oleh Haji Anuari dan iparnya Haji
Baharuddin, Rombongan 56 orang ini banyak menetap di Bram Itam Kanan dan
Bram Itam Kiri. Selanjutnya datang lagi dari suku Bugis, Jawa, Suku Donok atau
Suku Laut yang banyak hidup dipantai/laut, dan Cina serta India yang
datang untuk berdagang.
Pada tahun 1901 kerajaan Jambi takluk keseluruhannya kepada Pemerintahan
Belanda termasuk Tanah Tungkal khususnya di Tungkal Ulu yang Konteleir
jenderalnya berkedudukan di Pematang Pauh. Sehingga pecahlah perperangan
antara masyarakat Tungkal ulu dan Merlung dengan Belanda. Karena mendapat
serangan yang cukup berat akhirnya pemerintah Belanda mengundurkan diri dan
hengkang dari wilayah itu. Perperangan itu dipimpin oleh Raden Usman anak
dari Badik Uzaman. Raden Usman kemudian wafat dan dimakamkan di
Pelabuhan Dagang.
Selanjutnya muncullah Pemerintahan kerajaan Lubuk Petai yang dipimpin oleh
Orang Kayo Usman Lubuk Petai kemudian membentuk pemerintahan baru. Pada
waktu itu dibentuklah oleh H.Muhammad Dahlan Orang Kayo yang pertama
dalam penyusunan pemerintahan yang baru.
Orang Kayo pertama ini pada waktu itu masih diintip dan diserang oleh
rombongan dari Jambi. Ia diserang dan ditembak dirumahnya lalu patah. Maka
bernamalah pemerintahan itu dengan Pemerintahan Pesirah Patah sampai zaman
kemerdekaan. Dusun-dusun pada pemerintahan Pesirah Patah dan asal mula
namanya adalah : Dusun Lubuk Kambing tadinya berasal dari Benaluh dan
Lingkis. Dusun Sungai Rotan tadinya berasal dari dusun Timong dalam. Dusun
Ranatu Benar tadinya berasal dari Riak Runai dan Air dan Air Talun. Dusun Pulau
Pauh tadinya berasal dari kampung Jelmu pulau Embacang. Dusun
Penyambungan dan Lubuk Terap berasal dari Suku Teberau. Dusun Merlung
tadinya berasal dari suku Pulau Ringan yang dibagi lagi dalam beberapa suku
yaitu : Pulau Ringan, Kebon Tengah, Langkat, Aur Duri, Kuburan Panjang,
Gemuruh, dan Teluk yang tunduk dengan Demong. Dusun Tanjung Paku tadinya
berasal dari Tangga Larik. Dusun Rantau Badak tadinya berasal dari Dusun
Lubuk Lalang dan Tanjung Kemang. Dusun Mudo tadinya Talang Tungkal dan
Lubuk Petai. Dusun Kuala Dasal yang pada waktu itu belum lahir adalah dusun
Pecang Belango. Dusun Badang tadinya berasal dari Badang Lepang di dalam.
Dusun Tanjung Tayas tadinya berasal dari Bumbung. Dusun Pematang Pauh.
Dusun Batu Ampar yang sekarang menjadi Pelabuhan Dagang. Dusun Taman
Raja tadinya bernama Pekan atau pasar dari kerajaan Lubuk Petai. Kemudian
disebut Taman Raja karena dulunya merupakan tempat pertemuan dan
musyawarah raja Lubuk Petai dan raja Gagak. Dusun Suban tadinya berasal dari
Suban Dalam. Dusun Lubuk Bernai tadinya Tanjung Getting dan Lubuk Lawas.
Dusun Kampung Baru. Dusun Tanjung Bojo. Dusun Kebun. Dusun Tebing Tinggi.
Dusun Teluk Ketapang. Dusun Senyerang. Marga Tungkal Ulu : – Pesirah MT.
Pahruddin (195 Zaman pemerintahan Orang Kayo H.Muhammad Dahlan berakhir
sampai sekitar tahun 1949, kemudian barulah gelar Orang Kayo berubah menjadi
Pesirah sekitar tahun 1951. Sebelum Kabupaten Dati II Tanjung Jabung
terbentuk, berada dalam Kewedanaan Tungkal yang memimpin beberapa
Pesirah. Adapun para Pesirah di tanah Tungkal ini dahulunya adalah :1-1953) –
Pesirah Daeng Ahmad anak dari H.Dahlan (1953-1959) – Pesirah Zikwan Tayeb
(1959-1967) – 1969 masa transisi perubahan marga – Syafei Manturidi (1969-
1973) – Adnan Makruf (1974-1982) Marga Tungkal Ilir : – Raden Syamsuddin
(Pemaraf) – M.Jamin – Pesirah H.Berahim – Pesirah Ahmad – Pesirah Asmuni –
Pesirah H.M. Taher Seiring bergulirnya perkembangan zaman berdasarkan
keputusan Komite Nasional Indonsia (KNI) untuk Pulau Sumatera di Kota Bukit
Tinggi (Sumbar) pada tahun 1946 tanggal 15 April 1946, maka pulau Sumatera
di bagi menjadi 3 (tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi
Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Selatan, pada waktu itu Daerah
Keresidenan Jambi terdiri dari Batanghari dan Sarolangun Bangko, tergabung
dalam Provinsi sumatera Tengah yang dikukuhkan dengan undang – undang
darurat Nomor 19 Tahun 1957, kemudian dengan terbitnya undang – undang
Nomor 61 Tahun 1958 pada tanggal 6 januari 1958 Keresidenan Jambi menjadi
Provinsi Tingkat I Jambi yang terdiri dari : Kabupaten Batanghari, Kabupaten
Sarolangun Bangko dan Kabupaten Kerinci. Pada tahun 1965 wilayah Kabupaten
Batanghari dipecah menjadi 2 (dua) bagian yaitu : Kabupaten Dati II Batanghari
dengan Ibukota Kenaliasam, Kabupaten Dati II Tanjung Jabung dengan
Ibukotanya Kuala Tungkal. Kabupaten Dati II Tanjung Jabung diresmikan
menjadi daerah kabupaten pada tanggal 10 Agustus 1965 yang dikukuhkan
dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1965 (Lembaran Negara Nomor 50
Tahun 1965), yang terdiri dari Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir
dan kecamatan Muara Sabak. Setelah memasuki usianya yang ke-34 dan seiring
dengan bergulirnya Era Desentralisasi daerah, dimana daerah diberi wewenang
dan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka kabupaten
Tanjung Jabung sesuai dengan Undang-undang No.54 Tanggal 4 Oktober 1999
tentang pemekaran wilayah kabupaten dalam Provinsi Jambi telah memekarkan
diri menjadi dua wilayah yaitu :1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat Sebagai
Kabupaten Induk dengan Ibukota Kuala Tungkal. Kabupaten Tanjung Jabung
Timur Sebagai Kabupaten hasil pemekaran dengan Ibukota Muara Sabak.