,selada dan alpukat

Upload: ghinailman

Post on 14-Jan-2016

78 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKesadaran akan bahaya dari penggunaan bahan kimia sintetis pada pertanian menjadikan pertanian organik kini semakin menarik perhatian dan menjadi sorotan baik untuk produsen maupun konsumen. Dengan trend baru yang semakin marak ini, konsumen akan cenderung memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan sehingga mendorong permintaan produk organik. Permintaan produk organik ini terutama populer untuk komoditas buah dan sayuran organik, khususnya sauran hijau (Mayrowani, 2012). Nilai konsumsi masyarakat Indonesia terhadap buah dan sayur ada di posisi kedua tertinggi setelah konsumsi padi-padian menurut PPH (gram/kapita/hari) yaitu sebesar 199,5 gram/kapita/hari dimana konsumsi padi-padian sebagai pangan utama sebesar 3114,4 gram/kapita/hari (Ariani,2010).Berdasarkan preferensi ini, minat masyarakat untuk mengonsumsi buah dan sayur akan semakin meningkat didukung dengan faktor berkembangnya tren pola konsumsi serba organik. Hal ini menjadi peluang sekaligus potensi bahwa pengembangan komoditas buah dan sayuran secara organic di lingkup pertanian perlu ditingkatkan lagi. Selada merupakan salah satu komoditas sayuran hijau yang populer dengan label organiknya. Prospek ekonomi komoditas ini terbilang cerah, sejak tahun 1980-an permintaan terhadap komoditas ini terus meningkat antara lain datang dari pasar swalayan, restoran besar, hotel, serta konsumen dari masyarakat umum (Yuliarta, et.al.,2014). Sedangkan alpukat merupakan komoditas buah kaya gizi dan banyak digemari masyarakat luas. Khusus untuk komoditas ini produksi skala organic ini masih butuh banyak adaptasi dan sosialisi agar nilai jual komoditasnya lebih tinggi.1.2 TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui serba serbi komoditas seladan dan alpukat (sayur dan buah) dari segi budidaya dan pengendalian OPT dengan organik serta beberapa syarat tumbuhnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Tanaman Alpukat2.1.1 Karakteristik Morfologi TanamanKlasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:Divisi: SpermatophytaClass : DicotyledoneaeOrdo : RanalesFamily : LauraceaeGenus : PerseaSpecies : Persea americana MillPohon kecil, berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, ranting berambut halus. Daun tunggal, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti kulit ujung dan pangkal yang runcing. Tepi rata kadang agak menggulung keatas, betulang menyirip, daun muda warnanya kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnaya hijau dan gundul. Bunganya majemuk, buahnya buah buni, bentuk bola dan bulat telur, warnanya hijau atau hijau kekuningan, daging buah jika sudah masak lunak, warnaya hijau kekuningan. Biji bulat seperti bola, keping biji putih kemerahan. Buah alpukat yang masak dagingnya lunak, berlemak biasanya dimakan sebagai es campur atau dibuat jus. Minyaknya digunakan antara lain untuk keperluan kosmetik.(Yuniarti,2008).2.2 Lingkungan Tumbuh Tanaman Alpukat2.2.1 Iklima. Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.b. Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.c. Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %. Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.d. Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,30C. Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing, antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai 7 derajat C, Guatemala sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C2.2.2 Media Tanam1. Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak mengandung bahan organik.2. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan (aluvial loam).3. Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe, Mg, dan Zn akan berkurang.

2.3 Hama dan Penyakit Pada Tanaman Alpukat2.3.1 HamaUlat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)Ciri dari hama ini adalah memiliki panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala yang ditimbulkan akibat serangan ini adalah daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.Pengendalian:Secara Biologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti jamur Metharrhizium anisopliae dan Beauveria bassiana. Kedua pathogen ini mampu menekan populasi larva hingga 100% (Angelina, 1990). Dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid telur Telenomus sp., Agiomathus sp., dan Mesocomys orientalis serta parasitoid pupa Xanthopimpla sp. Dan Exorista sp. (Wikardi dkk. 1996)

Gambar 2.1 Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)Sumber : fp.unram.ac.id

Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri RissoCiri yang dimiliki hama ini berbentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, mempunyai tonjolan di tepi tubuh dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bagian pantatnya. Gejala yang dimiliki pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang akan terlihat pucat, tertutup massa berwarna putih, dan lama kelamaan kering.Pengendalian:Secara Biologis Dengan menggunakan musuh alami, diantaranya seperti predator Crytolaemus montrouzieri, Coccinella repanda, dan jamur Entomophthora fresenii.

Gambar 2.2 Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)Sumber : www.bnhs.co.uk

Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf)Ciri hama ini adalah Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm. Gejala yang terjadi terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati. Pengendalian:Secara mekanik dengan memangkas dan membakar cabang dan ranting yang terseranghama kumbang(Redaksi Agromedia Pustaka. 2009).

Gambar 2.3 Kumbang bubuk cabang Xyleborus coffeae WurthSumber : fr.wikipedia.org

2.3.2 PenyakitBercak daun atau bercak cokelatPenyebab : Cercospora purpurea Cke. dikenal juga dengan Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah menjadi bintik-bintik kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki organisme lain. Pengendalian melalui kultur teknis dengan menggunakan tanaman varietas resisten non GMOBusuk akar dan kanker batangPenyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung bahan organik, menyukai tanah basah dengan drainase jelek. Gejala: Bila tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu, tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon. Bila batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang. Pengendalian dapat melalui beberapa cara diantaranya :Secara kutur teknis Dengan cara memperbaiki drainase dan mengusahakan agar tidak ada air yang menggenang di sekitar pertanaman alpukat (Redaksi Agromedia Pustaka. 2009). Secara mekanik Dengan membongkar semua tanaman yang terserang dan kemudian menggantinya dengan tanaman yang baru(Redaksi Agromedia Pustaka. 2009).Busuk buahPenyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka pada permukaan buah. Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil. Pengendalian dapat dilakukan secara Kultur teknis dengan menggunakan tanaman varietas resisten non GMO atau secara biologis dengan menggunakan musuh alami seperti bakteri Bacillus subtilis(Korsten, L. 1997).

2.4 Tanaman SeladaMenurut Haryanto, dkk (2003) tanaman selada dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Regunm: Plantae Divisio : SpermatophytaClass : DicotyledonaeFamili : Asteraceae (Campositae) Genus : LactucaSpesies : Lactuca sativa L. Selada adalah tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman ini cepat menghasilkan akar tunggang diikuti dengan penebalan dan perkembangan cabang-cabang akar yang menyebar pada kedalaman antara 25-50 cm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).Batang tanaman selada selama fase vegetatif, pendek, berbuku-buku sebagai tempat kedudukan daun. Setelah tanaman selada memasuki masa generatif batangnya memanjang (Rukmana, 1994). Daun selada bentuknya bulat panjang, daun sering berjumlah banyak dan biasanya berposisi duduk (sessile), tersusun berbentuk spiral dalam roset padat. Warna daunnya beragam mulai dari hijau muda hingga hijau tua. Daun tak berambut, mulus, berkeriput atau kusut berlipat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).Bunganya berwarna kuning, terletak pada rangkaian yang lebat dan tangkai bunganya dapat mencapai ketinggian 90 cm. Bunga ini menghasilkan buah berbentuk polong yang berisi biji. Biji selada berbentuk pipih, berukuran kecil-kecil serta berbulu dan tajam (Rukmana, 1994). Menurut Nazaruddin (2000) ada empat jenis selada yang dikenal, yaitu selada telor, selada daun, selada rapuh dan selada batang. Jenis yang banyak diusahakan didataran rendah adalah selada daun. Selada daun memiliki daun yang berwarna hijau segar, tepinya bergerigi atau berombak.

2.5 Hama dan Penyakit Tanaman Selada2.5.1 HamaUlat Tritip (Plutella xylostella)

Gambar 2.4 Ulat Tritip (Plutella xylostella)Sumber : commons.wikimedia.orgTelurPlutella xylostellaberbentukbulatpanjang, lebarnya sekitar 0,26 mm denganpanjang 0,49 mm. Ngengat betina dapat bertelur 180-320 butir. Umumnya telur diletakkan dibalik daun satu per satu, kadang dua-dua, atau tiga-tiga. Telurnya mengelompok dalam 1 daun atau daun yang berlainan tanaman sehingga satu ngengat dapat bertelur pada banyak tanaman kubis (Pracaya, 2009). Larva yang baru menetas warnanya hijau pucat, sedangkan ulat dewasa lebih tua warna kepalanya lebih pucat dengan bintik-bintik atau garis cokelat. Panjang larva sekitar 9 10 mm, relatif tidak berbulu dan mempunyai 5 pasang tungkai palsu. Larva sangt licin dan jika disentuh akan menjatuhkan diri seakan-akan mati. Lama stadium larva 13 hari pada suhu 16 25oC.Larva instar II keluar dari liang-liang korok yang transparan dan memakan jaringan daun pada permuakaan bawah. Demikian juga dengan larva instar III dan IV memakan daun dalam jumlah yang lebih banyak sehingga meninggalkan ciri yang khas, yaitu lapisan epidermis tipis pada permukaan atas bekas gigitan ulat akan pecah dan menimbulkan lubang besar pada daun. Bila populasi tinggi, kerusakan berat pada daun sering terjadi, yaitu hamper seluruh daun dimakan larva dan hanya meninggalkan tulang-tulang daun. Biasanya hama ini menyerang tanaman yang masih muda, yaitu sebelum tanaman membentuk krop dan paling banyak muncul pada pertanaman berumur 2-6 minggu setelah tanam(Pracaya, 2009).Gejala yang ditimbulkan larvaPlutella xylostellamemakan bagainbawah daun sehingga tinggal epidermis bagian atas saja. Gejala serangan hama ini yang terlihat pada daun sangat khas dan tergantung dari instar larva yang menyerang.Larva instar I memakan daun kubis dengan jalan membuat lubang ke dalam permukaan bawah daun. Setelah itu larva membuat liang-liang korok ke dalam jaringan parenkim sambil memakan daun(Pracaya, 2009). Pengendalian : Secara Mekanis, pengendalianyang paling baik adalah secara mekanis. Caranya sejak tanaman tumbuh selalu diamati dan ulat segera dipijit sampai mati jika ada yang terlihat. Pada waktu hati mulai gelap, buatlah obor dibeberapa penjuru kebun kubis, lalu dibawah obor diberi piring atau cawan yang berisi air. Karena ngengat termasuk binatang yang suka cahaya pada waktu malam hari, hama ini akan segera datang pada waktu melihat obor, dan jatuh ke dalam cawan yang berisi air, lalu mati (Pracaya, 2009).Secara Biologis pengendalian secara biologis dilakukan dengan cara mengurangi populasi ngengat tritip mempergunakan makhluk hidup seperti burung gereja dan prenjak. Burung ini sering mencari pakan berupa ulat tritip. Oleh karena itu, burung-burung jangan dimatikan atau dikurangi jumlahnya. Capung dan sejenis tabuhan sering juga mengejar-ngejar ngengat. Selain itu ada 2 jenis serangga yang asalnya dari selandia baru, yaituAngitia cerophagaGrav. Serangga ini bertelur pada tubuh ulat atau pupa tritip. Setelah menetas, ulatnya keluar dan memakan tubuh ulat tritip atau pupa yang ditempati (endoparasit). Perkembangan Angitia lebih cepat dari ulat tritip, dari telur sampai menjadi kepompong sekitar 10 hari.Sekarang sudah ada jenis bakteri yang dipergunakan untuk memberantas tritip, yaituBacillus thuringiensisBerliner. Ulat yang terkena semprotan berisi bakteri ini dalam waktu berapa hari akan mati dan menjadi keras, demikian juga kepompongnya. Jika telah diberantas secara biologis, hama ini jangan diberantas dengan bahan kimia karena predator atau bakteri akan mati.

Ulat Grayak (Spodoptera spp)

Gambar 2.5 Ulat Grayak (Spodoptera spp)Sumber : blog.ub.ac.idTelur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina.Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat dapat terbang sejauh 5 kilometer. Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Beberapa hari kemudian tergantung ketersediaan makanan, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah perbedaan hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang. Umur 2 minggu panjang ulat sekitar 5 cm (Pracaya, 2009).Gejala yang ditimbulkan Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun menyerang secara serentak berkelompok, serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat. Serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau.Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan cara: SecaraMekanisCaranya adalah telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat menempelnya. Pengambilannya jangan sampai terlambat sebab ulat akan bersembunyi di dalam tanah jika telah besar. Pembuatan perangkap ulat grayakjuga dapat dilakuakan, caranya adalah dengan pembuatan parit sepanjang sisi kebun dengan lebar 60cm dan dalam 45cm. Ulat grayak yang masuk kedalam parit dimatikan denga menggulung kayu bulat yang digerakkan majumundur siatas ulat grayak. Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami atau bahan lainnya yang mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayaknya mati. SecaraBiologisCaranya adalah hama disemprot Bacillus thuringiensis atau Borrelinavirus litura.2.4.2 Penyakit Bercak daun Penyebab: cendawan Cercospora ion gissima Sacc. atau C. lactucae Tev. Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia. Gejala: mula-mula berupa bercak kecil kebasahbasahan pada tepi daun, kemudian meluas menyerang jaringan tanaman ataupun daun warnanya berubah menjadi kecoklat-coklatan, dan banyak titik hitam yang merupakan konidium jamur. Busuk rizoma Penyebab: cendawan tular tanah. Menyerang daun-daun tua tanaman Selada yang ada dekat permukaan tanah. Gejala: terdapat bercak coklat yang mengendap pada bagian tanaman sakit, kemudian membusuk berwarna coklat seperti berlendir. Bila cuaca kering, tanaman busuk tadi akan mengering menjadi "mumi" hitam. Busuk daun Penyebab: cendawan Bremia /actucae Regel. Gejala: daun-daun selada bercak bersudut, menguning dan akhirnya bercak-bercak kecoklatan (membusuk). Pada beberapa jenis sayuran lain, serangan penyakit ini disebut "downy mildew". Biasanya menyerang hebat pada kondisi iklim berkabut.Pengendalian yang dapat dilakukan untuk memperkecil resiko akibat serangan penyakit pada selada dapat dilakukan dengan memberi perlakukan pada benih seperti perendaman air panas 55- 60 oC dan seed dreesing. Menjaga sanitsi kebun dan mencabut tanaman yang terserang pennyakit. Secara kultur teknis dapat dilakukan dengan rotasi tanaman dengan tanaman yang berbeda family untuk memutus siklus penyakit.2.6 Lingkungan Tumbuh Tanaman Selada2.6.1 IklimSelada dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan). Hal yang terpenting adalah memperhatikan pemilihan varietas yang cocok dengan lingkungan (ekologi) setempat (Rukmana, 1994) Suhu sedang adalah hal yang ideal untuk produksi selada berkualitas tinggi, suhu optimumnya untuk siang hari adalah 200 C dan malam hari adalah 100 C. Suhu yang lebih tinggi dari 300 C biasanya menghambat pertumbuhan. Umumnya intensitas cahaya tinggi dan hari panjang meningkatkan laju pertumbuhan, dan mempercepat perkembangan luas daun sehingga daun menjadi lebih lebar, yang berakibat pembentukukan kepala menjadi lebih cepat (Rubatzky dan yamaguchi, 1997) Tanaman selada memerlukan cahaya yang tidak terlalu banyak, sebab curah hujan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada daun. Oleh karena itu, penanaman selada di anjurkan pada akhir musim hujan. Untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya, selada memerlukan air sebanyak 400 mm air (Haryanto dkk, 2003).2.6.2 Media TumbuhTanaman selada dapat ditanam pada berbagai jenis tanah. Namun, pertumbuhan yang baik akan diperoleh bila ditanam pada tanah liat berpasir yang cukup mengandung bahan organik, gembur, remah, dan tidak mudah tergenang air. Selada dapat tumbuh baik dengan pH 6,0-6,8 atau idealnya 6,5. bila pH terlalu rendah perlu dilakukan pengapuran. (Pracaya, 2002) Kecambah selada tidak tahan terhadap salinitas sedangkan tanaman yang lebih tua lebih toleran. Tanaman Selada peka terhadap cekaman lengas. Pertumbuhan selada dapat dioptimumkan dengan pasokan lengas yang seragam, dan penjenuhan tanah yang tidak berkepanjangan harus dihindarkan (Rubatzky dan yamaguchi, 1997).

BAB IIITEKNIK BUDIDAYAA. Tanaman Alpukat3.1 Pembiakan Tanaman Alpukat dan Pembibitan1)Persyaratan Bibit Bibit yang baik antara lain yang berasal dari:a. Buah yang sudah cukup tua.b. Buahnya tidak jatuh hingga pecah.c. Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya persarian bersilang.2)Penyiapan BibitSampai saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh secara generatif (melalui biji) dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi). Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang sama dengan induknya.3)Penyiapan LahanLahan untuk tanaman alpukat harus dikerjakan dengan baik; harus bersih dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.Lahan untuk kebun alpukat dipersiapkan dalam bentuk lubang tanam. Pembuatan lubang tanam dilakukan minimal 30 hari sebelum tanam. Ukuran lubang tanam 50cm x 50cm x 50cm dengan jarak antar lubang bervariasi antara 5m 15m tergantung varietas alpukat, kesuburan tanah, dan bentuk kultur budidaya.3.2 Tanam dan Sistem Tanam1. Pola PenanamanPola penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antara varietas-varietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tanaman alpukat tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang memiliki tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yaitu tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang, ijo bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla, taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe B adalah collinson, itszamma, winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang hanya terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam suatu lahan harus dikombinasi antara varietas yang memiliki tipe bunga A dan tipe bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.2. Pembuatan Lubang Tanama) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm. Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.b) Tanah bagian atas dan bawah dipisahkan.c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi seperti semula. Tanah bagian atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk kandang sebelum dimasukkan ke dalam lubang.d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan mengingat letak lubang tanam.3. Cara PenanamanWaktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan tanah yang ada dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diperhatikan adalah tanah yang ada dalam lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal ini untuk menghindari tergenangnya air bila disirami atau turun hujan. Langkah-langkah penanaman adalah sebagai berikut:a. Lubang tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah bibit.b. Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar gumpalan tanah tetap utuh.c. Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke ajir.3.3 Teknik PemangkasanPemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.3.4 Panen3.5.1 Ciri dan Umur PanenCiri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah: a. Warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;b. Bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;c. Bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri. Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, karena buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.3.5.2 Cara PanenUmumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.3.5.3 Periode PanenBiasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi setiap bulan.

B. Tanaman Selada3.6 Teknik Menanam SeladaTanaman selada dapat tumbuh dengan baik, baik di dataran tinggi (pegunungan) maupun di dataran rendah. Adapun daerah yang merupakan sentra penghasil selada adalah Cipanas, Pangalengan, dan Lembang. Didaerah pegunungan, daunnya dapat membentuk krop yang besar. Sebaliknya di dataran rendah, tanaman ini hanya membentuk krop yang kecil tetapi cepat berbunga. Waktu penanaman selada yang paling baik adalah pada akhir musim hujan (Maret/April). Akan tetapi selada dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan cukup diberi air.1. Cara Tanam Selada dikembangbiakan dengan bijinya. Dalam 1 ha lahan diperlukan 600 800 biji selada. Menurut teori, satu ha diperlukan 300 g biji dengan daya kecambah 75%. Secara fisik biji-biji selada berukuran kecil, lonjong, pipih (gepeng), dan berbulu tajam. Tanah yang akan dipakai untuk menanam selada, terlebih dahulu harus dicangkul sedalam 20 30 cm kemudian diberi pupuk kandang sebanyak 10 ton per ha. Selain itu, lahan dibuat bedengan dengan lebar 1 meter dan memanjang dari arah timur ke barat. Setelah bedengan terbentuk, lalu buat alur-alur menggunakan garu. Arah pembuatan alur lurus ke arah timur dengan jarak antar alur 25 cm. Pembuatan alur tersebut tidak terlalu dalam karena akar-akar selada mengumpul di lapisan tahan atas. Biji-biji selada dapat ditanam langsung di kebun tanpa disemaikan terlebih dahulu.Apabila biji disemai, dijaga kelembaban tempat persemaiannya sehingga selada tumbuh cepat dan baik. Setelah berumur sebulan (kira-kira berdaun 4 helai), bibit dapat dipindahkan ke kebun dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm atau 25 cm x 25 cm. Biji selada yang ditanam langsung, ditaburkan merata sepanjang alur kemudian ditutup tanah tipis-tipis. Biji selada akan tumbuh 5 hari kemudian. Setelah berumur kira-kira 1 bulan (kira-kira berdaun 3 5 helai), tanaman mulai diperjarang. Penjarangan dilakukan terhadap bibit kerdil hingga jarak antar tanam menjadi 20 25 cm. Setelah berumur 2 minggu dari tanam, tanaman diberi pupuk urea sebanyak 100 kg tiap ha atau 1 g tiap tanam. Pupuk diletakan diantara barisan tanaman. 2. PemanenanTanaman selada dapat dipungut hasilnya setelah berumur 22,5 bulan dari waktu tanam. Memungut hasilnya dengan cara mencabut tanaman beserta akarnya atau memotong bagian batang antara daun terbawah dengan bagian yang di atas tanah. Tanaman yang terawat dengan baik dan tidak terserang penyakit dapat mencapai hasil 15 ton krop tiap ha. Pemasaran produksi salada, seperti selada telor dan selada potong setelah mencapai luar negeri walaupun masih terbatas.

KESIMPULAN

Selada sebagai komoditas sayuran daun yang cocok tumbuh di dataran tinggi, memerlukan berbagai perlakuan yang terkendali pada praktik budidaya di lapangannya. Begitu pun halnya dengan alpukat sebagai komoditas buah dengan tipe tumbuh tahunan memerlukan perawatan pada penanamannya, terutama kebutuhannya akan cahaya matahari optimum yang akan berpengaruh terhadap pembentukan buah. Penanaman secara organic pada kedua komoditas ini pada dasarnya menggunakan teknik penanaman organic pada komoditas tanaman lain pada umumnya. Tidak menggunakan bibit atau benih GMO, tidak menggunakan pestisida kimia sintetik, dan penggunaan pupuk organic sebagai sumber nutrisi utama. Hal terpenting adalah pada pengendalian OPT yang memerhatikan proses sejak kultur teknis, pengendalian biologis baik dengan jamur dan parasitoid, serta dengan menggunakan pestisida nabati yang terbuat dari bahan-bahan alami yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKAAlfansuri, Achmad.F. 2012. Identifikasi Chilling Injury Buah Alpukat (Persea americana Mill) Dengan Gelombang Ultrasonik. Institut pertanian Bogor. Available at http://fateta.ipb.ac.id/index.php/View-document/101-ACHMAD-FAUZAN-ALFANSURI-F14070048.pdf (diakses 24 April 2015)Ariani,M. 2010. Analisis konsumsi pangan tingkat masyarakat mendukung pencapaian diversifikasi pangan. Gizi Indonesia 33 (1) : 20-28BAPPENAS. 2000. Alpukat. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Available at http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/alpukat.pdf (diakses 24 April 2015)Direktorat Gizi. 1981. Kandungan Gizi & Manfaat Alpukat. Departemen Kesehatan RI. Available at: http://ditbuah.hortikultura.pertanian.go.id/admin/data/KandunganGizi&ManfaatAlpukat.pdf (diakses 24 April 2015)Hasyim, A. Setiawati, W. dan Liferdi, L. 2014. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Teknologi pengendalian hama lalat buah pada tanaman cabai. Tersedia pada: hortikultura.litbang.pertanian.go.id/IPTEK/5_Hasyim_lalat2014.pdf (diakses 25 April 2015)Mayrowani,H. 2012. Pengembangan pertanian organic di Indonesia. http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE30-2b.pdfKalshoven, L.G.E. 1981. Pest of crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta. 701 pp.Karindah, S. Rahardjo, B.S. Sudakir dan Santosa, S. 1996. Virulensi jamur Verticillium lecanii Zimmerman terhadap hama kapas Aphis gossypii Glover (Homoptera: Aphididae). Agrivita. 19: 30-34.Korsten, L. De Villiers, E.E.Wehner, F.C. and Kotz, J.M. 1997. Field sprays of bacillus subtilis and fungicides for control of preharvest fruit diseases of avocado in south africa. Department of Microbiology and Plant Pathology. University of Pretoria. Volume 81. Number 5Pages 455-459.Mardiningsih, T.L. dan Jakfar, R. 2010. Serangan parasitoid pada kutu daun nilam. Dalam Mardiningsih, T.L. Rohimatun. Dan Rizal Molide. 2013. Hama nilam dan strategi pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Obat Dan Aromatik. Tersedia pada: http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/monograph/nilam/HAMA%20NILAM%20DAN%20STRATEGI%20PENGENDALIANNYA.pdf. (diakses 25 April 2015)Mardiningsih, T.L. Sukmana, C. Tarigan, N. Suriati, S. 2010. Efektivitas insektisida nabati berbahan aktif azadirachtin dan saponin terhadap mortalitas dan intensitas serangan Aphis gossypii Glover. Bul. Littro 21: 171-183.Redaksi Agromedia Pustaka. 2009. Buku Pintar Budi Daya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Penerbit Agromedia. Tersedia pada: https://books.google.co.id/books?isbn=9790062206(diakses 25 April 2015)Rukmana, Rahmat. 1997. Budidaya Alpukat. Penerbit Kanisius. Available at https://books.google.co.id/books?id=L13ubCGsFrkC&pg=PA41&lpg=PA41&dq=tajuk+alpukat&source=bl&ots=VZ7AmNmSLt&sig=pNzTZXx1lDW4SXGvOHVHBrjEy-E&hl=en&sa=X&ei=dp4WVfj8Io2LuATozoHIDg&ved=0CCwQ6AEwAg#v=onepage&q=tajuk%20alpukat&f=false (diakses 24 April 2015)Silaen, Theo Darwis P. 2010. Pengaruh Effective Mikroorganisme (EM4) pada Bokasi dan waktu Aplikasi Bokasi Terhadap pertumbuhan dan Produksi Selada (Lactuca sativum). Universitas Sumatera Utara. Available at http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16154(diakses 24 April 2015)

Solihin, D. D. Fuah, A. M. 2010. Ulat Sutera Alam Attacus Atlas. Penerbit PT Niaga Swadaya. Tersedia pada: https://books.google.co.id/books?isbn=9790024304(diakses 25 April 2015)Trisawa, I.M. dan Siswanto. 1994. Pengaruh ekstrak biji nimba terhadap ulat penggulung daun dan tungau merah pada tanaman nilam. Balittro. 11 p. (unpublish) dalam Mardiningsih, T.L. Rohimatun. Dan Rizal Molide. 2013. Hama nilam dan strategi pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Obat Dan Aromatik. Tersedia pada: http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/monograph/nilam/HAMA%20NILAM%20DAN%20STRATEGI%20PENGENDALIANNYA.pdf. (diakses 25 April 2015)Wikardi, E.A. Wiratno. dan Siswanto. 1996. Beberapa hama utama tanaman jambu mete dan usaha pengendaliannya. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mete, Bogor, 5-6 Maret 1996. Hlm. 124-132.Yuliarta, B., et. al. 2014. Pengaruh biourine sapid an berbagai dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil selada krop. Jurnal produksi tanaman vol 1 No 6 ISSN

13