sel surya hibrid nanopartikel zno/klorofil · telah memperlihatkan bentuk kristal pada semua puncak...

54
SEL SURYA HIBRID NANOPARTIKEL ZnO/KLOROFIL TERMODIFIKASI ION LOGAM (Zn 2+ dan Cu 2+ ) SUGIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: lenguyet

Post on 08-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SEL SURYA HIBRID NANOPARTIKEL ZnO/KLOROFIL

TERMODIFIKASI ION LOGAM (Zn2+

dan Cu2+

)

SUGIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sel Surya Hibrid

Nanopartikel ZnO/Klorofil termodifikasi Ion Logam (Zn2+

dan Cu2+

) adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Sugianto

NIM G751110111

RINGKASAN

SUGIANTO. Sel Surya Hibrid Nanopartikel ZnO/Klorofil termodifikasi Ion

Logam (Zn2+

dan Cu2+

). Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan

IRMANSYAH.

Zinc Oxide (ZnO) merupakan semikonduktor tipe-n dengan besar lebar pita

energi (Band Gap) adalah 3,37 eV pada suhu ruang dan 3,34 eV pada suhu rendah

dengan besar energi ikat eksitonnya adalah 60 meV. ZnO yang disintesis dengan

menggunakan metode hidrotermal, telah menghasilkan penurunan ukuran partikel

seiring penambahan durasi hidrotermal. Hasil uji sifat kristalografi dengan XRD

telah memperlihatkan bentuk kristal pada semua puncak difraksi ZnO dengan

struktur heksagonal wurtzite, dengan ukuran kristal yang meningkat terhadap

perubahan ukuran partikel. Perubahan ukuran partikel ini telah menyebabkan pula

perubahan pada puncak serapan dari ZnO, sebagaimana yang diperlihatkan

melalui uji sifat optik menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Perubahan serapan

ini juga telah menyebabkan perubahan pada energi band gap, dimana energi band

gap nya meningkat terhadap ukuran partikelnya.

Dalam aplikasi sel surya, klorofil dianggap kurang efektif karena sifat

alamiahnya yang mudah terdegradasi akibat dari beberapa reaksi diantaranya

adalah asam, cahaya dan suhu. Hasil uji stabilitas dengan menggunakan lampu

halogen 34 W/m2 selama 5 jam, bahwa subtitusi klorofil dengan ion logam Zn

2+

dan Cu2+

telah memperlihatkan bentuk yang lebih stabil dari klorofil alamiahnya.

Hasil karakterisasi sifat optik memperlihatkan bahwa kombinasi

ZnO/klorofil dalam bentuk film hibrid telah menyebabkan pergeseran daerah

serapan dari ZnO menjadi lebih lebar dari UV ke Visibel. ZnO/klorofil memiliki

rentang serapan 350-515 nm, ZnO/Zn-feofitin 332-401 nm dan 332-632 nm

untuk Cu-feofitin. Hasil kombinasi ZnO/klorofil dan CuSCN dalam sel surya

hibrid, klorofil yang termodifikasi dengan ion logam Zn2+

dan Cu2+

,

memperlihatkan bentuk kurva I-V yang lebih stabil. Ini ditandai dengan nilai fill

factor nya yang lebih besar dari klorofil alami. Meskipun demikian, sel surya

dengan klorofil alami mampu menghasilkan nilai efisiensi yang lebih tinggi dari

klorofil yang tersubtitusi. Ini dikarenakan kosentrasi yang menurun diperlihatkan

oleh klorofil yang termodifikasi. Penurunan kosentrasi klorofil setelah subtitusi

ion logam ini, ditandai dengan penurunan nilai absorbansinya.

Kata Kunci: Hidrotermal, ZnO/Klorofil modifikasi, Sel surya hibrid

SUMMARY

SUGIANTO. Hybrid Solar Cells of ZnO Nanoparticles/Chlorophyll was modified

Metal Ions (Zn2+

and Cu2+

). Supervised by AKHIRUDDIN MADDU and

IRMANSYAH.

Zinc Oxide (ZnO) is a n-type semiconductor with a wide the energy band

(Band Gap) is 3.37 eV at room temperature and 3.34 eV at low temperature with a

large exiton binding energy is 60 meV. ZnO has been synthesized by

hydrothermal method, resulting in a decrease in particle size over the duration of

the hydrothermal changes. Crystallographic structure of ZnO were characterized

using XRD, has shown the characteristic pattern of a hexagonal wurtzite structure,

the crystallite size increases to changes in particle size. Changes in particle size

has also led to a change in the absorption peak of ZnO as has been demonstrated

posted under test using the optical properties of UV-Vis spectrophotometer.

Changes of this uptake has also led to changes in the energy band gap, which

increases its band gap energy of the particle size.

In electronic applications, especially in solar cells. Chlorophyll is

considered less effective, because of their very nature are easily degraded as a

result of several reactions which are acid, lighting and temperature. The results of

the stability test using a halogen lamp 34 W/m2 for 5 hours, that the substitution of

chlorophyll with metal ions Zn2+

and Cu2+

has been shown to form more stable

than natural chlorophyll. The characterization of the optical properties, the

combination of ZnO / chlorophyll in the form of hybrid films has led to a shift in

the absorption region of ZnO becomes more widely from the UV to Visible.

ZnO/chlorophyll has absorption range of 350-515 nm, ZnO / Zn-feofitin 332-401

nm and 332-632 nm for Cu-feofitin. The combination of ZnO/chlorophyll and

CuSCN as a solid electrolite in hybrid solar cell, a modified chlorophyll with

metal ions Zn2+

and Cu2+

has been shown to form a more stable I-V curve. It is

characterized by its fill factor value greater than natural chlorophyll. Nevertheless,

solar cells with natural chlorophyll has been able to produce higher efficiency

values of chlorophyll were substituted.

Keywords: Hydrothermal, ZnO/Chlorophyll modified, Hybrid Solar Cell

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Biofisika

SEL SURYA HIBRID NANOPARTIKEL ZnO/KLOROFIL

TERMODIFIKASI ION LOGAM (Zn2+

dan Cu2+

)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

SUGIANTO

Penguji pada Ujian Tesis: Dr Agus Kartono, SSi, MSi

Judul Tesis : Sel Surya Hibrid Nanopartikel ZnO/Klorofil Termodifikasi Ion

Logam (Zn2+

Dan Cu2+

)

Nama : Sugianto

NIM : G751110111

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Akhiruddin Maddu, SSi MSi

Ketua Dr Ir Irmansyah, MSi

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biofisika

Dr Agus Kartono, SSi MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: (29 Januari 2014)

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukuri bagi Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

Judul dari penelitian ini adalah Sel Surya Hibrid Nanopartikel ZnO/Klorofil

termodifikasi Ion Logam (Zn2+

dan Cu2+

). Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan

Oktober 2012 sampai September 2013 di Laboratorium Biofisika IPB, Bogor.

Teristimewa penulis ungkapkan penghargaan dan ucapan terima kasih

yang kepada ayahanda (ARJO), Ibunda (PONIYEM) yang telah mencurahkan

segalanya atas kasih sayang, serta kakak (Ani Winarsih dan Siti Asiyah) dan

Adikku (Rizky Reza Atfatur) yang telah memberikan semangat, do’a, perhatian

dan pengorbanannya yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis mampu

menyelesaikan studi. Karya ini pula tak lupa saya persembahkan buat seseorang

yang unik RASDIANA, atas segala supportnya saya ucapkan terima kasih.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa tugas akhir ini dapat dirampungkan

berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan

hati, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, SSi, MSi dan Bapak Dr. Ir. Irmansyah,

MSi sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan

bimbingan, arahan dan kritik yang sangat berharga bagi penulis selama pengerjaan

karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Kartono, MSi yang telah

bersedia sebagai Penguji Luar Komisi dalam ujian sidang tesis penulis. Terima

kasih kepada Irna, Junaidi dan para Dosen dan Staf Fisika lainnya atas

bantuannya selama ini. Tak luput pula ucapan terimakasih saya kepada Bapak

Muhammad Nur Jaya, Ibu Titien Yusnita, Ibu Atira Maddu yang telah

memberikan support baik moril maupun materil selama penulis menempuh studi.

Teristimewa buat rekan-rekan sekalian khususnya angkatan 2011 SPS Biofisika

kepada Endang Rancasa, Masrur, Otto Muzikarno, Farly T, Abd Wahidin, TB,

Idawati, Suryanti, Nur’aisyah salam kompak selalu buat kalian.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan pada semua pihak yang telah

memberikan dorongan, bimbingan dan kemudahan serta bantuan moril dan

materil baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis hingga

penyelesaian tugas akhir ini yang tak tersebutkan.

Dan akhirnya penulis mengucapkan semoga karya tulis ini dapat

bermanfaat dan inspirasi bagi semua pihak khususnya Bangsa ini.

Bogor, Februari 2014

Sugianto

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan

Ruang Lingkup Penelitian

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

Pendahuluan

Tujuan

Metode

Hasil dan Pembahasan

Simpulan

3 EKSTRAKSI, MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI KLOROFIL

Pendahuluan

Tujuan

Metode

Hasil dan Pembahasan

Simpulan

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID

ZnO-KLOROFIL

Pendahuluan

Tujuan

Metode

Hasil dan Pembahasan

Simpulan

5 PEMBAHASAN UMUM

6 SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

ix

x

xi

1

1

2

2

2

3

3

3

3

4

11

11

11

12

12

14

20

21

21

21

21

22

28

28

30

31

35

42

DAFTAR TABEL

1 Nilai parameter kisi ZnO pada durasi hidrotermal

2 Nilai parameter dalam sel surya

3 Perbandingan peforma sel surya hibrid

4

27

30

DAFTAR GAMBAR

1 Pola difraksi nanopartikel ZnO yang disintesis dengan menggunakan

metode hidrotermal selama durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam

2 Foto SEM film permukaan morfologi ZnO a (3 jam), b (6 jam), c (12

jam)

3 Pengaruh durasi terhadap ukuran partikel dan kristal pada metode

hidrotermal

4 Sifat optik transmitansi dari semikonduktor film ZnO yang diukur dengan

spektrometer UV-Vis

5 Kurva hubungan Gärtner's pada transisi langsung dan tak langsung

semikonduktor

6 Kurva hubungan nilai absorbansi (α) terhadap panjang gelombang (λ)

7 Plot (αhv)2 terhadap energi foton absorbansi (hv)

8 Perubahan energi gap terhadap ukuran partikel dan ukuran kristal

9 Skema pengukuran flouresensi dye klorofil

10 Reaksi klorofil terhadap asam

11 Kurva hasil subtitusi ion logam Zn2+ dan Cu2+ pada inti klorofil

12 Kurva perbandingan nilai maksimum antara absorbansi dan emisi dari

dye alam dalam etanol 96%. Klorofil (A), Zn-feofitin (B)

dan Cu-feofitin(C)

13 Kurva absorbansi degradasi klorofil dan klorofil kompleks terhadap

waktu: Klorofil (A), Zn-peofitin (B), Cu-peofitin (C).

14 Perubahan absorbansi maksimum pada daerah Q-band setelah penyinaran

selama 5 jam pada klorofil, Zn-feofitin dan Cu-feofitin

15 Rangkaian pengukuran karakterisasi arus tegangan sel surya

16 Sifat optik film hibrid nanopartikel ZnO/klorofil

17 Karakteristik I-V sel surya hibrid ZnO/Klorofil kompleks (Zn-feofitin,

Cu-feofitin) (A) Klorofil (B) Zn-feofitin (C) Cu-feofitin

18 Mekanisme transpor elektron pada sel srya hibrid

5

6

7

8

9

9

10

10

13

14

15

17

19

20

22

23

26

29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data JCPDS

2 PerhitunganNilai Parameter Kisi Kristal (a, c)

3 PerhitunganUkuran Kristal

4 PerhitungaNilai Celah Pita Energi (band gap)

5 Perhitungan Nilai Parameter dalam Sel Surya

35

36

38

39

39

1

1 PENDAHULUAN

.

Latar Belakang

Sel surya merupakan pengembangan teknologi yang memanfaatkan cahaya

matahari untuk diubah menjadi energi listrik. Penelitian mengenai sel surya bukan

suatu yang terbarukan, karena penelitian sel surya sendiri sudah sejak lama

dikembangkan. Sel surya yang pertama kali dikembangkan adalah sel surya yang

berbasiskan silikon berupa silikon kristal tunggal dan silikon polikristal yang

efisiensinya mencapai 25±0,5% (Ozgur. 2005). Generasi kedua adalah sel surya

yang berbasis film tipis, dimana sel surya ini dibuat dari semikonduktor seperti

Tembaga Indium Galium diselenida (CIGS) dan kadmium telluride (CdTe)

sebagai bahan penyerapnya. Efisiensi yang dicapai pada generasi ini mencapai

19,9% (CIGS) (Repins et al. 2008). Karena bahannya yang bersifat toksik,

sehingga sel surya bentuk ini dianggap tidak ramah lingkungan dan dapat

membahayakan bagi peneliti. Generasi yang ketiga merupakan jenis sel surya

berbasis semi konduktor organik seperti PCBM, C60, P3HT dan lain sebagainya.

Sel surya jenis ini dianggap ramah lingkungan dan relatif lebih murah bila

dibandingkan dengan generasi sebelumnya, tetapi efisiennya masih jauh dari

generasi sebelumnya yang hanya mencapai 1,78% (Tong et al. 2012). Di tahun

1991 seorang ilmuan yang bernama Gratzel (Gratzel. 1991) telah

memperkenalkan jenis sel surya baru yang dikenal sebagai dye-sensitised solar

cell (DSSC), yang mana sel surya bentuk ini didasarkan pada kaidah proses

fotosintesis yang terjadi di alam bebas yang dilakukan oleh semua jenis tanaman.

Selain sel surya organik dan anorganik ada pula jenis sel hibrid yaitu jenis

sel surya yang merupakan perpaduan antara semikonduktor anorganik dan organik.

Material organik dalam sel surya jenis ini berfungsi sebagai penyerap cahaya dan

bagian anorganiknya adalah nanokristal semikonduktor biasanya material

golongan II-IV. Secara umum lapisan foto aktif memiliki bentuk struktur bilayer

dan struktur bulk heterojuction dengan memadukan bahan yang bersifat donor dan

akseptor yang didepositkan pada subtrat. Berbeda dengan bulk semikonduktor

anorganik, penyerapan foton oleh semikonduktor organik tidak menghasilkan

pembawa muatan bebas tetapi terikat oleh pasangan elektron-hole yang

selanjutnya disebut sebagai eksiton (Gledhil. 2005). Secara khusus prinsip kerja

sel surya hibrid yaitu diawali dengan penyerapan foton oleh bahan absorban dari

pita valensi (VB) ke pita konduksi (CB) dalam bentuk eksiton. Eksiton berdifusi

ke interface donor/akseptor, dimana muatan yang ditransferkan mengarah pada

pemisahan eksiton mejadi elektron bebas dan hole dibawah pengaruh medan

listrik internal yang ditransferkan oleh material donor atau akseptor yang dominan

dan akhirnya dikumpulkan pada masing-masing elektroda. Singkatnya ada empat

tahapan dalam sel surya hibrid yaitu penyerapan foton, difusi eksiton, pemisahan

muatan serta transportasi pembawa muatan dan pengumpulan (Greenham. 2008).

Pada umumnya bahan semikonduktor yang biasa digunakan dalam sel surya

hibrid dan DSSC adalah TiO2 dan ZnO dengan masing-masing energi pita celah

nya adalah 3,2 eV ( Reddy et al. 2002, 3,2–3,4 eV (Song et al. 2002).

2

Pada tanaman, semua pigmen memiliki karakteristik tersendiri dalam

merespon cahaya. Klorofil merupakan bagian dari tanaman yang memiliki peran

aktif dalam proses fotosintesis. Klorofil menyerap cahaya berupa gelombang

elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible) dengan panjang gelombang

antara 400 sampai 700 nm.

Dalam beberapa dekade terakhir, klorofil dan turunannya telah

dikembangkan untuk berbagai aplikasi elektronik, diantaranya adalah sebagai

optoelektronik (Ohtani et al. 2011), fotosensitiser (Chand et al. 2012),

fototransistor (Chen et al. 2013) dan terapi fotodinamik untuk kanker (Park et al.

1989).

Secara umum klorofil merupakan pigmen yang mudah terdegradasi akibat

berkurangnya atau menurunnya logam Mg di dalam inti cincin porfirin, Ini

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu panas (Erge et al. 2008) dan kosentrasi

asam (Koca et al.2003), sehingga beberapa penelitian telah melakukan modifikasi

terhadap logam inti pada klorofil (Mg) dengan unsur logam lainnya yaitu seng

(Zn2+

) dan tembaga (Cu2+

).(Kupper et al. 1996), agar pigmen klorofil lebih stabil.

Pengembangan lebih lanjut dalam penelitian ini, akan memanfaatkan

klorofil yang termodifikasi ion logam Zn2+

dan Cu2+

sebagai fotosensitiser sel

surya hibrid nanopartikel ZnO.

Perumusan Masalah

Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana mengoptimalkan

pembentukan nanopartikel ZnO dan klorofil kompleks (Zn2+

dan Cu2+

) yang

diambil dari tanaman tingkat tinggi serta menentukan bagaimana bentuk struktur

divais yang baik untuk meningkatkan peforma sel surya hibrid.

Tujuan Penelitian

Memanfaatkan klorofil termodifikasi ion logam Zn2+

dan Cu2+

sebagai

fotosensitiser pada sel surya hibrid nanopartikel ZnO

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini meliputi:

1. Membuat dan mengkarakterisasi material semikonduktor nanopartikel ZnO

yang diperoleh dengan metode hidrotermal

2. Mensintesis dan mengkarakterisasi klorofil kompleks (Zn-feofitin dan Cu-

feofitin).

3. Membentuk dan mengkarakterisasi divais sel surya hibrid nanopartikel

ZnO/klorofil kompleks (Zn-feofitin dan Cu-feofitin)

3

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

Pendahuluan

ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita

energi 3,37 eV pada suhu ruang dan 3,34 eV pada temperatur rendah dengan nilai

energi ikat eksitonnya sebesar 60 meV (Takena et al. 2012). ZnO memiliki

struktur kristal wurtzite heksagonal, dengan nilai parameter kisinya a = 3249 Å

dan c = 5,206 Å (Wu et al.2007).

Beberapa aplikasi yang telah dikembangkan dari semikonduktor ZnO

adalah sel surya (Xiaohui et al. 2008; Beek et al. 2005), sensor (Parviz et al. 2011,

Gupta et al. 2010, Chueh-Yang et al. 2009), optoelektronik, ZnO thin film

transistor (ZnO-TFTs) dibuat dalam bentuk transparan dan fleksibel sebagai

lapisan selektif elektron pada sel surya organik yang fleksibel (Lee et al. 2010).

Beberapa metode yang telah dilakukan untuk membentuk struktur kristal

ZnO diantaranya adalah metode sol gel (Hassan et al. 2011), hidrotermal (Yong-

hong et al, 2005; Sarika et al. 2012), chemical bath depotitions (CBD), (Ali et al.

2011; Wen-Yao et al. 2012). Dari metode yang telah disebutkan tersebut,

hidrotermal merupakan salah satu metode yang efektif dan efisien, karena dalam

proses hidrotermal dapat dikontrol suhu dan tekanan yang sangat berpengaruh

pada hasil yang diperoleh. Untuk metode hidrotermal yang telah dilakukan dalam

mensintesis nanopartikel ZnO, dikaji berdasarkan pada variasi suhu (Aneesh et al.

2007; Meen et al. 2007). Dalam penelitian ini akan dikaji pengaruh durasi

hidrotermal terhadap struktur morfologi, ukuran partikel dan sifat optik dari

nanopartikel ZnO.

Tujuan

Mensintesis dan mengkarakterisasi nanostruktur ZnO dengan menggunakan

metode hidrotermal dengan durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam.

Metode

Sintesis nanopartikel ZnO

Penumbuhan nanopartikel ZnO dilakukan dengan cara melarutkan 8,75

gram CH3COO)2Zn.2H2O ke dalam 28 ml etanol (C2H5OH) dan 12 ml ethylen

glycol (HOCH2CH2OH) dan diaduk selama 10 menit sampai terlarut sempurna.

Kemudian larutan yang terbentuk dimasukkan ke dalam reaktor hidrotermal

dengan durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam. Endapan yang diperoleh dari proses

hidrotermal dicuci dengan akuades dan etanol secara bergantian sebanyak tiga kali

lalu dikeringkan diatas hotplate pada suhu 100oC sampai mengering, kemudian

dikalsinasi selama dua jam pada suhu 300oC. Selanjutnya dilakukan uji

karakterisasi X-ray diffraction (XRD) (GBC Emma) untuk menentukan struktur

kristal dan scannning electron microscope (SEM) untuk mengamati morfologinya.

4

Untuk pengukuran sifat optik dari film ZnO, dilakukan dengan menggunakan

spektrometer Uv-Vis (Ocean Optics).

Fabrikasi dan karakterisasi film ZnO

Pertama, bubuk ZnO dibuat suspensi koloid yang di dispersikan dengan

ethylen glycol 5 wt% dan etanol (Ibrahem et al. 2013) kemudian diaduk dengan

magnetik stirrer selama 30 menit. Setelah itu dilapiskan pada kaca preparat

dengan menggunakan metode casting. Sampel yang telah dilapiskan pada preparat

kemudian dipanaskan di atas hot plate selama 1 jam pada suhu 100oC, setelah itu

dilakukan uji karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis

(Ocean Optics). Karakteristik film ZnO dipelajari berdasarkan spektrum

transmitansi, diantaranya untuk menentukan lebar celah energi (band gap).

Hasil dan Pembahasan

Struktur kristal Nanopartikel ZnO

Hasil sintesis nanopartikel ZnO dengan metode hidrotermal kemudian

dilakukan beberapa uji karakterisasi yaitu XRD, SEM dan spektrofotometer UV-

Vis. Dari hasil XRD memperlihatkan pola-pola difraksi menunjukkan

karakteristik dari ZnO yang sesuai dengan data JCPDS no. 1314-13-2. Dari pola-

pola tersebut memperlihatkan bentuk pola dari polikristalin ZnO yang merupakan

bentuk struktur wurtzite heksagonal (Wu et al. 2007, Maddu et al. 2006) dengan

nilai parameter kisi a dan c yang telah disesuaikan dengan data JCPDS No.1314-

13-2 sebagaimana yang tercantum dalam lampiran 1. Hasil perhitungan ini juga

tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh dari beberapa peneliti sebelumnya

yaitu a= 3,620Å, c= 5,214Å (Khan et al. 2011), a= 3,248Å, c= 5,2Å (Hamedani

dan Farzaneh. 2006). Parameter kisi dihitung dengan menerapkan metode Cohen

untuk kristal ZnO heksagonal dengan persamaan (1). Hasil perhitungan ini dapat

dilihat pada Tabel 1.

(

)

dimana d adalah jarak antar kisi kristal, a dan c adalah parameter kisi kristal.

Tabel 1. Nilai parameter kisi ZnO pada durasi hidrotermal

Sampel a (Å) JCPDS (Å) c (Å) JCPDS (Å)

3 jam 3,256

3,249

5,212

5,209 6 jam 3,256 5,215

12 jam 3,264 5,228

Nilai parameter kisi ZnO sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1,

menunjukkan adanya peningkatan nilai parameter kisi meskipun tidak begitu

signifikan. Menurut Samuel et al. (2009), meningkatnya nilai parameter kisi ini

dipengaruhi oleh ukuran partikel yang semakin kecil. Pola-pola difraksi yang

dihasilkan, pada masing-masing sampel dengan durasi hidrotermal 3 jam, 6 jam

5

dan 12 jam diperlihatkan pada Gambar 1. Pada Gambar 1 diperlihatkan bahwa

bidang 101 memiliki nilai intensitas lebih tinggi dari lainnya. Ini menggambarkan

bahwa bidang 101 lebih dominan pada struktur ZnO yang dihasilkan.

Ukuran kristal dari pola difraksi Gambar 1, didapatkan dengan menerapkan

persamaan (2).

σ adalah ukuran kristal rata-rata, k adalah konstanta (0,9), λ adalah panjang

gelombang sumber sinar-X yaitu 1,54059 Å, adalah lebar puncak setengah

maksimum (FWHM) masing-masing puncak, dan θ adalah sudut difraksi.

Ukuran kristal rata-rata yang didapatkna dari perhitungan berdasarkan

durasi hidrotermal adalah 44,32 nm untuk durasi 3 jam, 50,56 nm untuk durasi

6 jam dan 54,37 nm untuk durasi 12 jam memperlihatkan ukuran dari nanokristal.

Hasil ini mirip dengan metode hidrotermal lainnya yang meninjau ukuran partikel

berdasarkan pada perubahan suhu dan kosentrasi (Aneesh at al.2007).

Inte

nsita

s (a

.u)

2 Tetha (derajat)

30 40 50 60 70

100

20111

220

010311

0

102

101

002

3 Jam

6 Jam

12 Jam

Gambar 1. Pola difraksi nanopartikel ZnO yang disintesis dengan menggunakan

metode hidrotermal selama durasi 3 jam, 6 jam dan 12 jam

6

Morfologi

Hasil karakterisasi SEM memperlihatkan bentuk morfologi ZnO tampak

lebih homogen dengan ukuran partikelnya menurun bersamaan dengan

pertambahan durasi hidrotermal. Dari analisis Gambar 2 (a, b dan c) dengan

menggunakan CorelDraw, didapatkan ukuran partikel rata-rata untuk setiap durasi

3 jam yaitu 249 nm, 147 nm untuk durasi 6 jam dan 107 nm untuk durasi 12 jam.

Menurunnya ukuran partikel ini ternyata menyebabkan meningkatnya ukuran

kristal dengan nilai parameter kisinya juga meningkat (Samuel et al. 2009). Ini

kemungkinan disebabkan oleh menurunnya ukuran partikel, sehingga dalam

pembentukan kristal akan lebih mudah dibandingkan dengan partikel yang lebih

besar. Pada Gambar 2, juga memperlihatkan adanya pengaruh ukuran partikel

terhadap suhu saat dilakukan kalsinasi. Dimana pada Gambar 2(c)

memperlihatkan adanya proses algomerasi (penggumpalan) yang diakibatkan

ukuran partikel lebih kecil yang lebih rentan terhadap suhu kalsinasi.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Foto SEM film permukaan morfologi ZnO a (3 jam), b (6 jam), c (12

jam).

7

Hubungan antara ukuran partikel dengan ukuran kristal terhadap perubahan

waktu lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 memperlihatkan

bahwa lama waktu hidrotermal yang digunakan menyebabkan ukuran partikel

semakin menurun dan menghasilkan ukuran kristal yang meningkat.

Meningkatnya ukuran kristal ini, dihasilkan dari ukuran partikel yang lebih kecil.

Karena sifat dari suatu partikel, semakin kecil akan memiliki tingkat keteraturan

struktur molekul yang baik.

Waktu (jam)

2 4 6 8 10 12

Uku

ran

kri

stal

(n

m)

42

44

46

48

50

52

54

56

Uku

ran

par

tikel

(n

m)

80

100

120

140

160

180

200

220

240

260Ukuran kristal

Ukuran partikel

Gambar 4. Pengaruh durasi terhadap ukuran partikel dan kristal pada metode

hidrotermal

Sifat optik dan lebar pita energi

Sifat optik ZnO nanopartikel ditentukan berdasarkan pengamatan spektrum

transmitansi yang diperoleh dengan memakai alat spektrofotometer UV-Vis. Dari

hasil pengukuran ini didapatkan film ZnO menyerap spektrum UV pada panjang

gelombang maksimum 361 nm untuk sampel 3 jam, 364 nm untuk sampel 6 jam

dan 367 nm untuk sampel 12 jam.

Seperti yang telah diketahui, faktor durasi hidrotermal menyebabkan

perbedaan ukuran partikel untuk setiap waktunya, sehingga ukuran partikel ini

kemungkinan mempengaruhi terjadinya pergeseran pada daerah serapan meskipun

tidak begitu signifikan. Bila merujuk pada hasil penelitian sebelumnya,

dinyatakan bahwa pergeseran puncak serapan dari panjang gelombang yang

rendah ke yang lebih tinggi disebabkan oleh ukuran partikel yang berbeda,

sehingga Ini akan berpengaruh pada energi celah pita yang dihasilkan. Karena

energi celah pita itu sendiri akan meningkat seiring dengan menurunnya ukuran

partikel disebabkan oleh ukuran kuantum (Samuel et al. 2009).

Pola spektrum transmitansi film ZnO pada Gambar 4, memperlihatkan

bahwa film ZnO sampel 3 jam meneruskan cahaya ±41-58%, sampel 6 jam

meneruskan ± 25-52% dan sampel 12 jam meneruskan cahaya ±21-51 %.

Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan pada ketebalan film

karena proses pelapisan film yang memungkinkan terjadinya perbedaan tersebut.

8

(nm)

400 500 600 700 800 900

Tra

nsm

itan

si (

%)

20

40

60

80

100

3 jam

6 jam

12 jam

Gambar 4. Sifat optik transmitansi dari semikonduktor film ZnO yang diukur

dengan spektrometer UV-Vis

Untuk menentukan besarnya energi celah (Eg) dari film ZnO, dapat

diestimasikan secara fundamental yang merupakan transisi dari absorbansi atau

transmitansi. Untuk transisi secara langsung dan tak langsung dapat digunakan

hubungan sebagai mana dalam persamaan (3) ( Altaf et al. 2003, Maddu et al.

2006).

⁄ ( )

dimana hv adalah energi foton, A adalah sebuah konstanta yang nilainya antara

107 sampai 10

8 m

-1 (Samuel et al. 2009), sedangkan eksponen n bergantung pada

jenis transisi di dalam bahan. Untuk transisi langsung n = ½, untuk transisi tak

langsung n = 2, Eg adalah lebar celah pita optik bahan semikonduktor, α adalah

koefesien absorbansi yang dapat ditentukan dari kurva transmitansi atau

absorbansi pada setiap panjang gelombang melalui hubungan Beer-Lambert, yang

ditunjukkan pada persamaan (4)

sedangkan untuk nilai α dapat ditentukan dengan :

(

)

dengan I adalah intensitas cahaya yang ditransmisikan melalui sampel film, I0

adalah intensitas cahaya datang dan t adalah ketebalan film.

Berdasarkan hubungan Gärtner's pada teori semikonduktor, bahwa

terjadinya transisi langsung dan tak langsung dapat dilihat pada hubungan antara

9

nilai koefesien absorbansi (α) terhadap nilai panjang gelombang (λ). Adapun

kurva hubungan Gärtner's tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

.

Gambar 5 Kurva hubungan Gärtner's pada transisi langsung dan tak

langsung semikonduktor

Plot nilai koefisien absorbansi (α) terhadap pajang gelombang (λ) untuk

semua sampel ZnO ditunjukkan pada Gambar 6. Hasil plot ini memperlihatkan

bentuk transisi langsung, sebagaimana mengacu pada kurva hubungan Gärtner's

pada Gambar 5, sehingga nilai n yang digunakan adalah ½. Hasil plot ini dapat

dilihat pada Gambar 6.

Panjang gelombang( (nm)

400 500 600 700 800 900

Ko

efe

sien

ab

sorb

an

si (

)

x 1

06

0

1

2

3

4

5

6

3 Jam

6 Jam

12 Jam

Gambar 6 Kurva hubungan nilai absorbansi (α) terhadap panjang

gelombang (λ)

Hasil Tonc plot antara terhadap dari tiga film ZnO sebagaimana

pada pada Gambar 7, masing-masing dari durasi hidrotermal 3 jam, 6 jam dan 12

jam. Nilai energi pita (Eg) ditentukan dari perpotongan bagian linier kurva dengan

sumbu energi. Nilai Eg masing-masing sampel berturut-turut adalah 3,18 eV, 3,21

10

eV dan 3,24 eV. Nilai energi pita ini tidak jauh berbeda dengan hasil peneliti

sebelumnya dengan menggunakan metode sol gel yaitu 3,24 eV (Khan. 2011),

3,280 eV, 3,287 eV, dan 3,290 eV (Ilican et al. 2008), dan 3,20 eV, 3,19 eV dan

3,16 eV (Gupta et al. 2009).

hv (eV)

2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4

hveV

)

0

10

20

30

3 jam

6 jam

12 jam

Gambar 7 Plot (αhv)

2 terhadap energi foton absorbansi (hv)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perubahan energi gap ini

disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran dari ukuran partikel, dan dari hasil

penelitian telah di dapatkan bahwa faktor lamanya durasi menyebabkan ukuran

partikel yang menurun dengan ukuran kristalnya meningkat, sehingga dapat

dibuat suatu hubungan yaitu perubahan energi pita terhadap ukuran partikel dan

ukuran kristal yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Eg (eV)

3,17 3,18 3,19 3,20 3,21 3,22 3,23 3,24 3,25

Ukura

n p

arti

kel (n

m)

80

100

120

140

160

180

200

220

240

260

Ukura

n k

rist

al (n

m)

42

44

46

48

50

52

54

56Ukuran partikel

Ukuran kristal

Gambar 8. Perubahan energi gap terhadap ukuran partikel dan ukuran

Kristal

11

Gambar 8 memperlihatkan bahwa perubahan energi pita meningkat seiring

dengan meningkatnya ukuran kristal dan menurun seiring dengan meningkatnya

ukuran partikel. Artinya ukuran kristal yang besar memiliki energi pita yang besar

dengan ukuran partikelnya lebih kecil dan sebaliknya.

Simpulan

Hasil sintesis nonostruktur ZnO dengan metode hidrotermal terhadap waktu

3 jam, 6 jam dan 12 jam telah didapatkan ukuran-ukuran partikel cenderung

menurun yaitu 249 nm, 147 nm dan 107 nm dengan ukuran kristalnya juga

meningkat seiring dengan perubahan ukuran partikel yaitu 44,32 nm, 50,65 nm,

dan 54,37 nm dengan sebaran butiran partikelnya cenderung merata dan

homogeny dengan masing-masing besarnya nilai energi pita adalah 3,18 eV, 3,21

eV dan 3,24 eV.

3 EKSTRAKSI, MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI

KLOROFIL

Pendahuluan

Klorofil merupakan pigmen alam yang umumnya terdapat pada kelompok

tumbuhan hijau yang terletak pada daun. Klorofil memiliki peranan sangat penting

dalam proses fotosintesis. Cahaya matahari yang mengenai daun akan di serap

oleh pigmen ini untuk mengubah gas karbon dioksida dan air menjadi glukosa dan

oksigen. Secara khusus proses fotosintesis ini dapat digambarkan dengan reaksi

sebagai berikut:

6 CO2 + H2O C6H12O6 + 6 O2

Penyerapan cahaya oleh klorofil ini disebabkan adanya peranan utama dari

struktur porfirin yang mengikat ion magnesium (Mg2+

), yang merupakan struktur

utama klorofil. Saat menyerap cahaya, klorofil akan mentransferkan energinya

untuk mengeksitasi elektron menuju ke pusat reaksi. Semakin lama tahapan

eksitasi singlet klorofil, semakin besar konversi energi elektronik dari tingkat

dasar ke tingkatan tereksitasi triplet dapat terjadi (Schaber et al. 1984).

Begitu kompleksnya reaksi fisika dan kimia dalam proses fotosintesis ini,

telah menginspirasi manusia untuk membuat fotosintesis buatan yang dikenal

sebagai artifisial fotosintesis. Dalam proses fotosintesis alami, elektron akan

diubah menjadi energi kimia sebagai sumber makanan. Sedangkan dalam

artifisialnya, elektron akan diubah menjadi energi listrik untuk menjadi arus listrik.

12

Untuk berbagai aplikasi, klorofil dianggap kurang efektif karena

keberadaanya yang mudah terdegradasi. Menurunnya unsur Mg saat terdegradasi

ini dapat disebabkan oleh reaksi langsung terhadap sifat asam (Budiyanto et al.

2008) dan panas (Erge et al. 2008).

Daun Katuk yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman

obat, akan dikembangkan lebih lanjaut dengan memanfaatkan kandungan

klorofilnya untuk aplikasi lain. Dalam bagian penelitian ini akan dikaji tingkat

stabilitas klorofil dari daun Katuk dengan mengganti unsur Mg nya dengan Zn2+

dan Cu2+

, sebagaimana telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya ( Kupper et al.

1996; Nurdin (2009); Nurhayati and Suendo. 2011; Zvezdanovic et al. 2012).

Hasil subtitusi selanjutnya akan dimanfaatkan sebagai fotosensitiser atau fotoaktif

yang berfungsi sebagai pemanen cahaya dalam sel surya hibrid nanopartikel ZnO

bulk heterojunktion.

Tujuan

Melakukan ekstraksi dan modifikasi klorofil dengan ion Zn dan Cu serta

menguji foto stabilitasnya.

Metode

Isolasi dan Modifikasi Klorofil

Ekstraksi

Klorofil diperoleh dari daun Katuk yang telah diekstraksi dengan

menggunakan pelarut organik etanol 96%. Pertama-tama daun Katuk dibilas

terlebih dahulu dengan menggunakan akuades sampai bersih, kemudian ditiriskan

sampai airnya benar-benar mengering. Selanjutnya menimbang daun Katuk

sebanyak 100 gram dan dihancurkan dengan menggunakan mortar hingga

permukaan daun Katuk benar-benar memar seluruhnya. Hasil tumbukan daun

Katuk dimasukkan ke dalam 500 ml etanol 96% dan didiamkan selama 24 jam,

setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan corong Bruncher.

Penyaringan pertama dengan menggunakan kertas saring biasa. Residu dicuci

dengan 500 ml atanol 96% dan disaring menggunakan kertas saring Whatman

ukuran 40 mess. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan pompa vakum.

Filtrat diambil sebagai ekstrak kasar klorofil (Nurdin, 2009). Hasil penyaringan

kemudian ditambahkan dengan MgCO3 sebanyak 1 ml. Kemudian disimpan

semalam ke dalam freezer (-20oC), setelah itu dilakukan uji spektroskopi

abasorbansi dan flouresensi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan

spektroflouresens (Ocean optics, Departemen Fisika, IPB). Semua proses

dilakukan dalam ruang gelap. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan sumber

lampu Halogen.

Pengukuran flouresensi atau emisi dilakukan dengan menembakkan sinar

laser (405 ±10 nm) ke sampel dengan posisi tegak lurus (90o), selanjutnya sinar

tersebut akan diteruskan oleh fiber optik dan diterima oleh spektroflourometer dan

diteruskan oleh konektor menuju PC. Di dalam PC, spektrum diolah ke dalam

13

bentuk gambar dan data yang ditampilkan oleh monitor. Lebih jelasnya proses

pengukuran flouresensi ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Skema pengukuran flouresensi dye klorofil

Subtitusi logam inti klorofil

Penggantian logam inti pada klorofil (Mg) dengan unsur Zn dan Cu,

pertama-tama dilakukan pendegradasian terlebih dahulu yaitu dengan

menambahkan larutan klorofil dengan HCl 1M tetes demi tetes hingga pH 4

sambil diaduk menggunakan pengadu dengan kecepatan putaran 400 rpm (Nurdin.

2009). Hasil pendegradasian ini disebut feofitin. Feofitin ini kemudian disimpan

dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 40oC (Zvezdanovic et al. 2012).

Setelah itu dilakukan penambahan ion Zn2+

atau Cu2+

dengan melarutkan 0,1 g/ml

Zinc Acetat dihidrat ke dalam etanol atau 0,1 g/ml Cuprum chloride (Kupper et

al. 1996) dan diaduk selama 30 menit sampai terjadi perubahan warna. Semua

proses dilakukan dalam ruang gelap. Setelah reaksi dilakukan, campuran

dimasukkan ke dalam freezer (-20oC) dan didiamkan selama semalam setelah itu

dilakukan uji spektroskopi absorbansi, kemudian semua larutan (klorofil, Zn-

feofitin dan Cu-feofitin) dikeringkan dengan menggunakan pengering (freezdryer,

PAU laboratorium mikrobiologi IPB).

Fotostabilitas

Uji stabilitas ini dilakukan melalui pengukuran spektroskopi absorbansi,

dimana larutan klorofil dan klorofil kompleks didegradasi menggunakan lampu

halogen yang berintensitas 34 W/m2. Penyinaran dilakukan selama 5 jam dan

pengambilan data absorbansi dilakukan setiap 30 menit.

Laser

Sampel

Spektroflourometer (Fl)

(Ocen Optics)

Monitor

PC Fiber optik

Konektor

14

Hasil dan Pembahasan

Sifat optik klorofil ekstrak daun Katuk menggunakan etanol 96%

menghasilkan dua daerah serapan utama yaitu 436,53 nm (soret band) dan 664,00

nm (Q-band). Serapan pada daerah soret band lebih tinggi dari pada daerah

Q-band. Ini menunjukkan bahwa pada klorofil tahapan eksitasi elektronnya ada

dua dari keadaan ground state (So), yaitu singlet pertama (S1) yang terjadi pada

daerah merah dan singlet kedua (S2) yang terjadi pada daerah biru.

Hasil degradasi klorofil menggunakan HCl 1M memberikan perubahan

warna terhadap klorofil alami menjadi warna kecokelatan yang disebut sebagai

feofitin. Feofitin terbentuk dikarenakan hilangnya logam inti korofil pada cincin

aromatik porfirin. Ikatan pada porfirin ini akan mengalami deformasi bila terjadi

proses metalisasi, yaitu masuknya ion logam menggantikan atom hidrogen.

Penambahan HCl menyebabkan cincin porfirin menerima atom H yang berikatan

dengan N yang disebut sebagai ikatan imida pyrolle (=NH-) yang bersifat sangat

kuat. Proses terbentuknya feofitin ini dikenal sebagai proses katabolisme. Proses

ini diawali dengan pembelahan cincin oxygenolytic dari pheophorbida yang

merupakan intermediet nyata pada magnesium dari inti cincin klorofil. Pada

langkah selanjutnya dari katabolisme klorofil, klorofil katabolis fluoresens primer

(pFCCs) terbentuk setelah terjadinya setengah penurunan. Setelah itu terjadi

proses tautomerisasi dari pFCCs ke dalam bentuk non-katabolites klorofil

fluoresens (NCC) (Kraeutler, 2003). Proses terbentuknya feofitin ini dapat dilihat

pada Gambar 10 ( Dapic. 2012, Inanc. 2011)

Gambar 10. Reaksi klorofil terhadap asam (Dapic. 2012, İnanç. 2011)

15

Hasil karakterisasi optik feofitin menunjukkan daerah serapan utama untuk

soret band adalah 421,50 nm dan 657,28 nm untuk Q-band. Feofitin kemudian

dimetalisasi dengan ion logam Zn2+

dan Cu2+

, dan menunjukkan adanya

perubahan warna dan daerah serapan. Feofitin yang tersubtitusi dengan ion Zn2+

mengalami perubahan warna menjadi hijau muda dengan daerah puncak

serapannya 428,82 nm untuk daerah soret band dan 658,41 nm untuk daerah Q-

band. Sedangkan untuk yang termodifikasi ion Cu2+

, memberikan perubahan

warna pada feofitin menjadi hijau tua dengan daerah puncak serapan 408,44 nm

untuk daerah soret band dan 646,00 nm untuk daerah Q-band. Hasil karakterisasi

optik ini dapat dilihat pada Gambar 11.

soret band

Q-band

Panjang gelombang (nm)

400 500 600 700 800

Abso

rban

si (

a.u)

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

Klorofil

Feofitin

Zn-Feofitin

Cu-Feofitin

Soret band

Q-band

Gambar 11. Hasil subtitusi ion logam Zn2+

dan Cu2+

pada inti klorofil

Berdasarkan pengamatan pola spektrum pada Gambar 11 tampak bahwa

penggantian unsur logam pada inti klorofil, menyebabkan terjadinya pergeseran

baik daerah Soret band maupun Q-band yang bergeser ke daerah biru. Hasil ini

berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Nurhayati et al (2009), dimana

daerah soret band bergeser ke arah merah dengan pelarut metanol. Namun, dari

hasil penelitian yang dilakukan Zvedanovic et al (2012), juga melakukan subtitusi

pada klorofil dengan unsur Zn2+

dan Cu2+

menggunakan pelarut etanol 96% dan

didapatkan pergeseran ke daerah biru, baik daerah soret band maupun Q-band.

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan juga berpengaruh

pada daerah serapan.

Pergeseran pada daerah Soret band dan Q-band maksimum ke panjang

gelombang yang lebih rendah atau energi yang lebih besar dari klorofil. Ini

16

mengindikasikan bahwa energi gap antara HOMO (Highest Occupied Molecular

Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) pada Zn-feofitin

dan Cu-feofitin lebih besar dari klorofil. Perbedaan besarnya nilai energi ini, tentu

saja akan berpengaruh pada tahapan tingkat eksitasi elektroniknya. Energi yang

besar akan memberikan tahapan eksitasi yang lebih lama pada daerah singlet dan

memberikan peluang untuk tereksitasi pada daerah triplet. Kelebihan energi pada

daerah triplet, akan menyebabkan peluang terjadinya transfer energi ke molekul

oksigen yang bersifat merusak (Fiedor et al. 2002; Agostiano et al. 2003).

Pada Gambar 11 pula, dapat dilihat khususnya daerah Q-band, telah terjadi

penurunan tingkat absorbansi. Penurunan nilai absorbansi ini mengindikasikan

besarnya kosentrasi pada masing-masing dye, sehingga pada Gambar 11 dapat

dilihat bahwa hasil subtitusi logam Zn dan Cu lebih rendah dari klorofil. Untuk

klorofil yang tersubtitusi Cu memiliki daerah serapan yang lebih luas dari pada

yang tersubtitusi Zn. Akan tetapi secara keseluruhan, klorofil yang tersubtitusi

dengan ion logam, menyebabkan pelebaran pada daerah serapan klorofil.

Pelebaran daerah serapan ini kemungkinan disebabkan oleh struktur baru yang

terbentuk akibat proses metalisasi sehingga mengakibatkan perubahan energi pada

level HOMO dan LUMO.

Pada daerah Q- band yang menyatakan absorbansi maksimum dari dye, dan

daerah flouresensi yang menyatakan tempat terjadinya emisi. Hubungan antara

spektrum absorbansi dan emisi terhadap panjang gelombang yang dikonversi ke

dalam bentuk energi (eV) memberikan gambaran yang dikenal sebagai

pergeseran Stokes. Pergeseran ini disebabkan oleh perbedaan antara struktur

relaksasi pada keadaan ground dan keadaan eksitasi, sebagaimana pada

Gambar 12.

Pada Gambar 12 tampak bahwa pergeseran Stokes antara absorbansi

maksimum dan emisi maksimum yaitu 0,032 eV untuk korofil, 0,028 eV untuk

Zn-feofitin dan 0,053 eV untuk Cu-feofitin. Hasil ini memperlihatkan bahwa

pergeseran Stokes dari Cu-feofitin lebih besar dari pada klorofil dan Zn-feofitin.

Ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan Cu-feofitin dalam relaksasi lebih

lama, sedangkan untuk Zn-feofitin lebih singkat dari klorofil. Hasil ini berbeda

dengan eksperimen sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati et all (2011), yang

lebih mengkhususkan pada klorofil a, dimana Zn-feofitin membutuhkan waktu

yang lebih lama dalam relaksasi yaitu dua kali dari klorofil a. Dalam kajian yang

lain, telah dijelaskan bahwa pergeseran Stokes juga dipengaruhi oleh pelarut yang

digunakan (Agmon. 1990).

17

Energi (eV)

1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2

Abso

rbansi

(a.u

)

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

Em

isi (a

.u)

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

Absorbansi

Emisi

1,83411,8663

A

Energi (eV)

1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2

Abso

rbansi

(a.u

)

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

Em

isi (a

.u)

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

Absorbansi

Emisi

1,8860

1,85855

B

Energi (eV)

1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2

Ab

sorb

an

si (

a.u

)

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

Em

isi (a

.u)

0,0

0,1

0,2

0,3

Absorbansi

Emisi

1,85281,9045

C

Gambar 12 Kurva perbandingan nilai maksimum antara absorbansi dan emisi

dari dye alam dalam etanol 96%. Klorofil (A), Zn-feofitin (B) dan Cu-

feofitin (C)

18

Analisis fotostabilitas klorofil

Pengujian klorofil hasil ekstrak dan yang telah disubtitusi dengan ion logam

Zn2+

dan Cu2+

dengan penyinaran lampu halogen dengan intensitas 34 W/m2. Dari

hasil pengamatan yang diperoleh, klorofil yang terdegradasi mengalami

pemudaran warna menjadi hijau kelabu (Zvezdanovic et al. 2008) yang disertai

dengan penurunan puncak absorbansi (proses hipokromik) pada daerah Q-band

(Erge et al. 2008). Selain penyinaran, pendegradasian warna klorofil juga

disebabkan oleh pengaruh asam yang menyebabkan proses pembentukan produk

degradasi seperti pelepasan inti logam klorofil sehingga lebih cepat dalam

pembentukan proses feofitinase (Gross. 1991; Jeffrey et al. 1997; Gaur et al.2006;

Budiyanti et al. 2008). Pada proses ini terjadi reaksi oksidasi pada ikatan metin

antara C4 dan C5 yang menyebabkan terjadinya tetrapirol linier, sehingga C5

membentuk gugusformil (HCO-) yang kelebihan atom O, sedangkan C4

membentuk gugus laktam (Matile et al.1999).

Gambar 13(A) dapat dilihat bahwa klorofil setelah dilakukan penyinaran

mengalami kenaikan pada daerah panjang gelombang sekitar 500-600 nm dan

akhirnya membentuk suatu kurva yang terikat secara bersama. Ini menunjukkan

bahwa telah terjadi reaksi kesetimbangan dan memiliki koefisien serapan pola

yang sama pada molekul yang berbeda (isosbestik) (Endo et al. 1984; Christina et

al. 2008). Sedangkan pada Gambar 13(B) hampir tidak terlihat terjadinya

perubahan yang signifikan pada daerah isosbestik, Ini memperlihatkan bahwa

klorofil yang tersubtitusi oleh ion Zn2+

(Zn-feofitin) cenderung lebih stabil dari

klorofil, akan tetapi pada daerah Q-band terjadi penurunan puncak meskipun tidak

begitu signifikan. Ini menunjukan bahwa pada Zn-feofitin masih terjadi proses

feofitinase dan pada daerah 500-600 nm terdapat sedikit puncak-puncak kecil

yang mengindikasikan terjadinya eksitasi terendah dari spesis singlet (Budiyanto

et al. 2008). Untuk klorofil yang tersubtitusi oleh ion Cu2+

(Gambar 13(C))

terlihat spektrum absorbansinya pada daerah Q-band hampir tidak terjadi

penurunan dan tidak terlihat terbentukya daerah isobestik, Ini menunjukkan

bahwa molekul-molekul yang ada setelah penambahan ion Cu2+

cenderung tidak

mengalami perubahan.

Perbedaan perubahan klorofil sebelum dan sesudah penambahan ion logam

setelah penyinaran selama 5 jam dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14

merupakan hasil plot antara nilai absorbansi maksimum pada daerah Q-band

terhadap perubahan waktu.

Pada Gambar 14 tersebut memperlihatkan bahwa klorofil yang telah

termodifikasi mengalami penurunan kosentrasi, yang ditandai dengan penurunan

tingkat absorbansi. Klorofil tampak mengalami penurunan drastis sampai pada

menit ke 90. Untuk klorofil termodifikasi dengan Zn (Zn-feofitin) sedikit

mengalami penurunan juga pada menit ke 90. Sedangkan untuk klorofil yang

termodifikasi dengan Cu (Cu-feofitin) hampir tidak terlihat mengalami penurunan

absorbansi, yang mana nilai absorbansinya tetap menunjukkan pada nilai

absorbansi kurang lebih 0,2 selama dilakukan penyinaran. Untuk klorofil dan Zn-

feofitin stabil pada nilai absorbansi kurang lebih 0,1 selama penyinaran.

19

Pajang gelombang (nm)

400 500 600 700 800

Ab

sorb

ansi

( a

.u )

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0A

Q-band

Soret band

titik isosbestik

0 menit

300 menit

Panjang gelombang (nm)

400 500 600 700 800

Ab

sorb

an

si (

a.u

)

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

Q-band

Soret bandB

0 menit

300 menit

Panjang gelombang ( nm )

400 500 600 700 800

Abso

rbansi

(a.u

)

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

Q-band

Soret band

C

0 menit

300 menit

Gambar 13. Kurva absorbansi degradasi klorofil dan klorofil kompleks terhadap

waktu: Klorofil (A), Zn-peofitin (B), Cu-peofitin (C).

20

Waktu (menit)

0 100 200 300 400

Abso

rban

si (

a.u

)

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

Klorofil

Zn-Feofitin

Cu-Feofitin

Gambar 14. Perubahan absorbansi maksimum pada daerah Q-band setelah

penyinaran selama 5 jam pada klorofil, Zn-feofitin dan Cu-feofitin

Gambar 14 juga menunjukkan adanya nilai absorbansi yang sama

khususnya untuk klorofil dan Zn-feofitin, yaitu pada menit ke 150. Ini

menunjukkan bahwa klorofil dan Zn-feofitin telah mengalami perubahan struktur

molekul menjadi bentuk yang baru, selama itu juga ditandai dengan adanya titik

isobestik yang terbentuk, seperti yang dijelaskan pada Gambar 13.

Simpulan

Panambahan ion logam Zn2+

Cu2+

pada klorofil membentuk molekul baru

yang dikenal sebagai Zn-feofitin dan Cu-feofitin menunjukkan tingkat kestabilan

yang lebih baik, khusunya Cu-feofitin setelah diradiasi selama 5 jam dengan

lampu halogen 34 W/m2+

. Tingkat kestabilan ini memberikan tingkat relaksasi

yang lebih lama antara absorbansi maksimum dan emisi maksimum yang terjadi

pada daerah merah

21

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID

ZnO-KLOROFIL

Pendahuluan

Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara

semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk ini material

organiknya digunakan sebagai pemanen cahaya atau komponen fotoaktif. Pada sel

surya hybrid, lapisan aktif memiliki beberapa bentuk yaitu bilayer, bulk

heterojunction, dan interdigital. Dalam penelitian ini dibuat jenis sel surya hibrid

dengan struktur lapisan aktif bulk heterojunction, yang mana pada bentuk ini

material semikonduktor anorganik (ZnO) dicampur dengan bahan organik (dye),

dalam penelitian ini yang digunakan klorofil. Dipilihnya bentuk ini dikarenakan

proses pembuatannya lebih mudah dibandingkan dengan bilayer dan interdigital.

Regenerasi dari molekul organik yang akan menginjeksikan hole ke dalam

elektrolit atau material transpor hole yang kemudian ditransferkan ke elektrodanya

untuk menerima elektronnya sehingga membentuk pasangan muatan bebas.

Sehingga dalam proses ini dibutuhkan bentuk elektrolit yang lebih stabil, yang

mampu meningkatkan peforma dari sel surya.

Beberapa kombinasi elektrolit pada sel surya hibrid yang telah dilakukan

untuk meningkatkan peforma dari sel surya adalah ZnO/N3/CuSCN (O’Regan et

al. 2002), TiO2/N3/CuI (Meng et al.2003), TiO2/C60/CuSCN (Senadeera dan

Perera. 2005) dan ZnO/N719/CuSCN (Desai et al. 2012). Melihat kombinasi yang

akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu ZnO/klorofil dalam bentuk bulk

heterojunktion, maka elektrolit yang mungkin untuk digunakan adalah CuSCN

sebagai konduktor hole.

Tujuan

Memodifikasi dan mengkarakterisasi semikonduktor nanopartikel ZnO dan

klorofil dalam bentuk sel surya hibrid bulk heterojunction

Metode

Fabrikasi film hibrid

Fabrikasi film hibrid ZnO/klorofil dilakukan dengan melarutkan 0,005 gram

ZnO ke dalam 5 ml etanol kemudian di stirrer 300 rpm sambil ditetesi 10 µl

aethylen glycol kemudian memasukkan 0,005 gram dye klorofil. Reaksi dilakukan

selama 10 menit sampai semua komposisi terlihat tercampur sempurna. Pelapisan

film ZnO/klorofil dilakukan dengan menggunakan metode spin coating (Ibrahem

M.A et al, 2013)

22

Fabrikasi sel surya hibrid

Pembuatan sel surya hibrid bulk heterojunction dilakukan dengan cara

mencampurkan bahan semikonduktor bubuk ZnO dan bubuk klorofil dengan

perbandingan 1:1 kemudian campuran ini digerus dengan menggunakan mortar

dan ditambahkan etanol secukupnya sampai halus sempurna, setelah itu

ditambahkan larutan asam asetat 1% 0,5 ml untuk campuran 0,1 gram ZnO dan

0,1 gram klorofil, setelah tercampur sempurna kemudian adonan diteteskan diatas

kaca TCO yang telah diabuat pola terlebih dahulu dengan ukuran 1x1 cm.

Pelapisan dilakukan dengan menerapkan metode Docter bladge. Sel yang telah

terbentuk dibiarkan pada temperatur ruang sampai mengering, kemudian sel

ditetesi dengan larutan CuSCN secukupnya sampai merata. Larutan CuSCN

dibuat dengan cara melarutkan 0,1 gram bubuk CuSCN ke dalam 12 ml acetonitril

dan selanjutnya ditutup kembali dengan kaca TCO yang mana bagian

konduktifnya menghadap kearah bagian dalam sel dan kemudian dijepit dan

biarkan selama beberapa saat.

Sel surya yang tersusun atas lapisan TCO/CuSCN/ZnO-Klorofil/TCO

dikarakterisasi dengan menggunakan rangkaian sebagaimana yang terlihat pada

Gambar 15. Pengukuran dilakukan secara langsung menggunakan sinar matahari

dengan intensiatas yang terukur adalah 117,401W/m2, dari pengukuran ini

didapatkan kurva yang memperlihatkan hubungan antara tegangan (V) dan rapat

arus (J) atau yang dikenal sebagai kurva I-V.

Gambar 15. Rangkaian pengukuran karakterisasi arus tegangan sel surya

Hasil dan Pembahasan

Hasil eksperimen didapatkan bahwa spektrum ZnO menyerap kuat pada

daerah UV pada panjang gelombang 367 nm. Setelah dilakukan kombinasi antara

ZnO dengan klorofil, Zn-feofitin dan Cu-feofitin, telah menyebabkan perubahan

pada daerah serapan ZnO menjadi lebih lebar, dari spektrum UV ke visibel yaitu

pada panjang gelombang 300 nm sampai 500 nm, sebagaimana yang terlihat pada

Gambar 16.

Pada Gambar 16 tampak bahwa spektrum ZnO melebar dari 330 nm sampai

500 nm untuk penambahan klorofil, pada penambahan Zn-foefitin terjadi dua

pelebaran puncak yaitu dari 330 nm sampai 388 nm dan dari 400 nm sampai 511

nm, akan tetapi pelebaran ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan

23

penambahan klorofil. Untuk kombinasi antara ZnO dengan Cu-feofitin, terjadi

pelebaran puncak yang sangat signifikan yaitu dari 300 nm sampai 600 nm.

Pelebaran spektrum setelah penambahan klorofil dan klorofil kompleks ini

mengindikasikan banyakya jumlah spektrum yang terserap oleh kombinasi

material ZnO dengan dye, sehingga sangat mendukung bila diaplikasikan sebagai

sel surya.

Panjang gelombang (nm)

300 400 500 600 700 800 900

Ab

sorb

an

si d

ye (

a.u

)

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

Ab

sorb

an

si Z

nO

(a.u

)

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Klorofil

Zn-feofitin

Cu-feofitin

ZnO

367

Gambar 16. Sifat optik film hibrid nanopartikel ZnO/klorofil

Karakteristik I-V

Karakteristik I-V menjelaskan bagaimana sel surya tersebut mampu bekerja

di bawah cahaya langsung. Hal tersebut dapat terlihat pada kurva yang terdiri atas

beberapa parameter seperti arus hubungan singkat Isc (short circuit) yaitu arus

ketika potensial sama dengan nol, tegangan rangkaian terbuka Voc (open circuit

voltage) yaitu tegangan ketika beban luar diberikan sangat besar, Vmax yaitu

tegangan yang memberikan nilai daya maksimum, dan Imax arus yang memberikan

nilai daya maksimum.

Saat tanpa cahaya sel surya memiliki karakteristik sebagaimana pada dioda

ideal, sehigga hubungan antara arus dan tegangannya dapat dituliskan

sebagaimana pada persamaan (6).

(

⁄ )

Saat sel surya disinari akan dihasilkan arus yang terjadi karena

pembangkitan elektron oleh cahaya dengan energi tertentu (foton), sehingga rapat

arus total yang mengalir pada rangkaian terbuka dapat dituliskan seperti pada

persamaan (7), yaitu:

24

( ⁄ )

dimana kB adalah konstanta Bolztaman, T adalah J0 adalah rapat arus saturasi, Jsc

adalah rapat arus pada rangkaian terhubung singkat saat disinari ketika V= 0.

Tegangan yang diukur pada rangkaian terbuka (open circuit) ketika J(V)= 0,

disebut tegangan rangkaian terbuka (Voc), yang dapat dituliskan seperti pada

persamaan (8)

(

) (

)

Efisiensi konversi merupakan kemampuan sebuah piranti sel surya untuk

mengubah energi cahaya menjadi energi listrik dalam bentuk arus tegangan.

Efisiensi konversi energi sebuah energi sebuah sel surya dapat dinyatakan melalui

persamaan (9)

dengan Pmax adalah daya maksimum yang dihasilkan yaitu:

dari persamaan ini diperoleh nilai fill factor (FF) melalui persamaan (11)

Subtitusi persamaan (11) ke dalam persamaan (10), maka persamaan (9) dapat

dituliskan sebagaimana dalam persamaan (13), yaitu:

Pin adalah daya energi cahaya yang tiba pada permukaan sel surya. Pin ditentukan

melalui persamaan (13)

dengan Iin adalah intensitas sumber cahaya dan A adalah luas permukaan sel surya

yang disinari. Bila persamaan (10) disubtitusikan kedalam persamaan (9), maka

besar efisiensi dapat dituliskan sebagaimana dalam persamaan (14).

Gambar 17 menunjukkan tiga bentuk kurva karakteristik I-V yang

merupakan hasil kombinasi antara (A) ZnO/klorofil, (B) ZnO/Zn-feofitin dan (C)

25

ZnO/Cu-feofitin. Pada kurva tersebut tampak bahwa adanya perbedaan pada nilai

tegangan dan rapat arus yang berbeda-beda. Besar dan kecilnya tegangan yang

dihasilkan pada masing-masing sel tergantung pada kombinasi antara

semikonduktor (ZnO), dye dan elektrolit (CuSCN). Semakin banyak dye yang

terjerap atau menempel pada permukaan partikel ZnO akan semakin memicu

untuk terjadinya beda potensial sebagai pembangkit tegangan, sehingga dengan

penambahan elektrolit padat CuSCN yang merupakan sumber hole akan

meningkatkan tegangan yang ada. Dari beberapa studi literatur diketahui bahwa

penambahan elektrolit CuSCN dapat meningkatkan peforma sel surya pada

tegangan terbuka (Voc) (Desai et al. 2012; O’Regan et al. 2002).

Karakteristik I-V yang diperoleh dari masing-masing sel tampak adanya

perbedaan bentuk kelengkungan kurva. Ini menggambarkan bagaimana mobilisasi

elektron pada masing-masing sel yang berbeda. Gambar 17 (A) kombinasi

ZnO/klorofil dan (B) kombinasi ZnO/Zn-feofitin memiliki bentuk kurva yang

kurang ideal. Kurang idealnya kurva ini ditandai oleh kelengkungannya yang

curam, disebabkan oleh kebocoran yang terjadi pada masing-masing sel

kemungkinan disebabkan adanya rekombinasi prematur atau jatunya elektron

sebelum sampai pada elektrodanya. Jatuhnya elektron ini kemungkinan

disebabkan oleh stabilitas dari masing-masing dye. Sedangkan untuk sel

kombinasi ZnO/Cu-feofitin pada Gaambar 17(C) memperlihatkan bentuk

karakteristik kurva I-V yang lebih ideal meskipun memiliki nilai tegangan Voc dan

rapat arus (Jsc) yang lebih rendah. Idealnya bentuk kurva yang dihasilkan ini

kemungkinan disebabkan oleh stabilitas dari dye. Sebagaimana yang diperlihatkan

pada Gambar 15, tampak bahwa Cu-feofitin lebih stabil dari klorofil dan Zn-

feofitin.

Perbedaan nilai tegangan Voc pada Gambar 17, kemungkinan disebabkan

oleh jumlah muatan pada masing-masing dye yang berbeda. Perbedaan ini

ditandai dengan penurunan nilai absorbansi dari masing-masing dye seperti yang

ditujukkan pada Gambar 15. Jumlah muatan yang banyak memungkinkan untuk

terjadinya pasangan muatan bebas (eksiton) yang lebih banyak ketika mendapat

energi foton yang cukup, sehingga memicu timbulnya nilai tegangan yang lebih

besar. Sedangkan untuk rapat arus Isc yaitu arus yang mengalir saat terjadi

hubungan singkat pada rangkaian uji, untuk analisis sel biasanya digunakan rapat

arus (J) yaitu arus yang mengalir untuk setiap satuan luas. Disini didapatkan nilai

rapat arus (J) untuk masing-masing sel tampak bervariasi dan tergolong masih

sangat rendah. Rendahnya rapat arus ini disebabkan oleh berbagai faktor, semua

komponen dalam sel sangat berpengaruh. Bila ditinjau secara khusus yaitu yang

sangat berpengaruh dalam proses mobilitas elektron dari satu elektroda ke

elektroda lainnya adalah ukuran partikel, dimana telah dilaporkan bahwa ukuran

ideal diameter partikel dalam aplikasi sel surya adalah kurang dari 10 nm,

semakin kecil ukuran suatu partikel akan memudahkan elektron menuju elektroda

lainnya sehingga dapat mencegah terjadinya rekombinasi prematur elektron (Lee

et al. 2011).

26

Tegangan(V) (mV)

0 100 200 300 400 500 600

Rap

at a

rus(

J)

(mA

.cm

-2)

x10

-4

0

2

4

6

8

10

A

Tegangan(V) (mV)

100 200 300 400 500

Rap

at

aru

s(J)

(mA

.cm

-2)

x10

-4

4

6

8

10

12

14

B

Tegangan(V) (mV)

0 50 100 150 200 250 300

Rapat

aru

s(J)

(mA

.cm

-2)

x 1

0-4

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

2,0

2,2

C

Gambar 17 Karakteristik I-V sel surya hibrid ZnO/Klorofil kompleks (Zn-

feofitin, Cu-feofitin) (A) Klorofil (B) Zn-feofitin (C) Cu-feofitin

27

Hasil karakteristik I-V pada Gambar 17, dapat dihitung beberapa nilai

parameter dalam sel surya yang meliputi Tegangan terbuka (Voc), rapat Arus

pendek (Jsc), tegangan maksimum (Vmax), rapat arus maksimum (Jmax), daya

maksimum (Pmax), fill factor (FF) dan efisiensi (η) yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Nilai parameter dalam sel surya

Sel Voc Isc Vmax Imax Pmax FF η

(mV) (mA) (mV) (mA) (mWcm-2

) (%)

A 542 9,9x10-4

364 5,4x10-4

0,196 0,37 2,5

B 427 1,2x10-3

330 7,2x10-4

0.238 0,45 1,3

C 286,8 2,2x10-4

218,5 1,6x10-4

0,035 0,55 0,3 A : ZnO/Klorofil/CuSCN

B : ZnO/Zn-feofitin/CuSCN

C : ZnO/Cu-feofitin/CuSCN

Pada Tabel 2 tampak bahwa nilai parameter sel surya yang dihasilkan

bervariasi. Bervariasinya hasil ini tergantung pada karakteristik I-V yang dibentuk

dari masing-masing sel. Pada Tabel 2 tampak juga perbedaan antara nilai

tegangan maksimum (Vmaks) dan arus maksimum (Imaks). Perbedaan nilai tegangan

maksimum (Vmaks) kemungkinan disebabkan oleh penurunan jumlah muatan

bebas (eksiton) yang dihasilkan ketika dye berinteraksi dengan foton secara terus

menerus. Dye yang baik akan menghasilkan muatan bebas yang besar, selanjutnya

dikonversi menjadi arus ketika sampai pada elektroda. Arus maksimum yang

dihasilkan merupakan gambaran jumlah elektron yang sampai pada elektrodanya.

Bila dilihat dari nilai Voc dan Vmaks untuk semua sampel tampak adanya

penurunan yang signifikan yang tunjukkan oleh sel A dan sel B, ini

menggambarkan adanya penurunan kualitas dye ketika berinteraksi dengan foton,

sehingga muatan yang dikonversi menjadi arus pun semakin berkurang. Peristiwa

ini sebagaimana ditunjukkan oleh bentuk kurva I-V. Sedangkan untuk sampel C

terlihat hanya sedikit perubahan yang terjadi dari Voc ke Vmaks, ini

menggambarkan bahwa dye ketika berinteraksi dengan foton hanya sedikit

kehilangan muatan yang akan dikonversi menjadi arus. Sehingga tampak bahwa

kelengkungan kurava I-V yang dihasilkan lebih ideal dari sel A dan B.

Kestabilan kurva I-V yang dihasilkan oleh masing-masing sampel juga

ditunjukkan oleh hasil perhitungan fill factor (FF). Hasil perhitungan fiil factor

menunjukkan bahwa sel C yaitu kombinasi ZnO/Zn-feofitin/CuSCN

menghasilkan nilai sebesar 55% atau 0,55 dari nilai ideal. Akan tetapi nilai

efisiensi yang dihasilkan lebih rendah dari sel A dan B. Rendahnya nilai efisiensi

ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya jumlah muatan yang dikonversi

menjadi arus maksimum yang diakibatkan oleh rendahnya kosentrasi Cu-feofitin.

Konversi yang baik dari Voc ke Vmaks akan menghsilkan daya maksimum (Pmaks)

yang lebih besar. Hasil ini diperlihatkan oleh kombinasi ZnO/Zn-feofitin/CuSCN

(sel B).

28

Simpulan

Hasil modifikasi dye yang menggantikan unsur logam inti klorofil (Mg)

dengan unsur ion logam Zn2+

dan Cu2+

yang kemudian dikombinasikan dengan

nanopartikel ZnO mengubah daerah serapan ZnO menjadi lebih lebar dari daerah

UV ke visibel. Untuk aplikasi sel surya yang dikombinasikan dengan elektrolit

padat CuSCN ke dalam bentuk sel surya hibrid, didapatkan bahwa dye Cu-feofitin

menghasilkan nilai fill factor 55% lebih besar dari jenis dye klorofil dan Zn-

feofitin. Besarnya nilai Vmaks sangat dipengaruhi oleh kualitas dye yang digunakan

yang terkait dengan stabilitas. Rendahnya nilai Voc sangat dipengaruhi oleh

kosentrasi dari dye, mengakibatkan rendahnya daya maksimum yang dihasilkan

akibat penurunan rendahnya tegangan maksimum sehingga arus

maksimumnyapun akan rendah.

5 PEMBAHASAN UMUM

Subtitusi ion logam Zn2+

dan Cu2+

ke dalam pusat klorofil telah memberikan

pengaruh terhadap posisi dan pola serapan serta memberikan tingkat stabilitas

yang baik pada klorofil. Klorofil yang telah tersubtitusi dengan ion logam

mengalami pergeseran ke daerah biru dengan daerah serapan yang lebih luas.

Pergeseran pada daerah serapan ini tentu saja mengakibatkan terjadinya perbedaan

dalam transfer muatan pada keadaan HOMO dan LUMO. Sesuai teori bahwa

transfer elektron pada HOMO dan LUMO tergantung pada tingkat energi

ionisasinya (Xu et al. 2010), Ini dikarenakan oleh muatan inti dalam klorofil yang

berbeda setelah subtitusi. Sedangkan pelebaran serapan yang dihasilkan setelah

subtitusi mengindikasikan jumlah spektrum yang terserap masing-masing dye.

Banyaknya jumlah spektrum yang terserap ini akan mempercepat elektron untuk

tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan yang lebih tinggi. Hasil subtitusi ion

logam pada klorofil juga telah menyebabkan penurunan absorbansi yang

mengindikasikan pada jumlah kosentrasi. Kosentrasi yang rendah mengakibatkan

jumlah muatan yang terkandung di dalam dye telah berkurang.

Kombinasi antara ZnO/klorofil dalam bentuk film hibrid, telah

menyebabkan perubahan pola serapan pada ZnO yang menjadi lebih lebar,

sehingga lebih banyak spektrum yang terserap. Dalam kombinasi antara

ZnO/klorofil-CuSCN pada bentuk sel surya hibrid telah membangkitkan tegangan

terbuka (Voc) yang berbeda untuk setiap dye yang digunakan. Perbedaan nilai

tegangan yang dihasilkan ini kemungkinan besar disebabkan oleh kosentrasi

untuk masing-masing dye yang berbeda. Perbedaan nilai kosentrasi ini, telah

ditandai dengan menurunnya nilai absorbansi yang dihasilkan.

Hasil karakterisasi sel surya hibrid ZnO/klorofil-CuSCN memperlihatkan

bentuk kurva I-V yang berbeda pada masing-masing karakterisasi setiap sel.

Klorofil tanpa modifikasi memperlihatkan bentuk yang kurang ideal meskipun

tegangan terbukanya (Voc) lebih tinggi dari yang lainnya. Ini kemungkinan

disebabkan oleh rekombinasi prematur, yang mana saat klorofil lebih cepat

29

mengalami degradasi. Sedangkan untuk klorofil yang tersubtitusi dengan logam,

tampak memperlihatkan bentuk kurva lebih stabil yang ditandai dengan nilai fill

factor (FF) yang dihasilkan, meskipun nilai efisiensinya lebih rendah dari klorofil

modifikasi.

Secara khusus mekanisme terbentuknya arus dapat dilihat pada Gambar 18,

yaitu diawali dengan penyerapan foton pada material organik sehingga

menghasilkan pasangan muatan antara elektron dan hole bebas yang disebut

eksiton. Eksiton akan tereksitasi ke level yang lebih tinggi bila mendapat energi

yang cukup, artinya enegi foton yang diberikan harus lebih besar atau sama

dengan energi dalam eksiton. Eksiton yang tereksitasi akan berdifusi ke inter face

sehingga terjadi pemisahan muatan antara elektron dan hole akibat medan listrik

yang disebabkan oleh beda muatan. Selanjutnya elektron dan hole akan bergerak

menuju elektroda masing-masing. Dalam perjalanannya menuju elektroda,

elektron harus terfasilitasi dengan baik, disinilah peranan elektrolit sangat

dibutuhkan. Elektron yang telah mencapai elektrodanya akan siklus kembali

menuju elektroda hole sehingga membentuk pasangan elektron hole atau eksiton.

Secara rinci proses ini dapat digambarkan pada diagram Gambar 18 dibawah ini.

(Desai et al. 2012)

Gambar 18. Mekanisme transpor elektron pada sel srya hibrid

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk sel surya

hibrid, merupakan kombinasi dari ZnO dengan dye sintetis dapat dilihat pada

Tabel 3. Bila dibandingkan antara hasil eksperimen dengan penelitian sebelumnya,

klorofil yang termodifikasi dengan logam sangat mungkin untuk dikembangkan

lebih lanjut baik dari sisi stabilitas I-V maupun efisiensi. Khusus untuk klorofil

yang termodifikasi dengan logam Cu memiliki nilai fill factor yang lebih tinggi

akan tetapi nilai efisiensi masih terlalu rendah, sehingga perlu dilakukan upaya

untuk meningkatkan kosentrasi ketika dalam bentuk Cu-feofitin.

30

Tabel 3. Perbandingan tingkat stabilitas dalam sel surya hybrid

Struktur Sel Voc

(mV) FF

η

(%) Acuan

ZnO/klorofil/CuSCN 542 0,37 2,5 eksperimen

ZnO/Zn-feofitin/CuSCN 427 0,45 1,3 eksperimen

ZnO/Cu-feofitin/CuSCN 286,8 0,55 0,3 eksperimen

TiO2/N3/CuI 590 0,37 0,4 Meng et al. (2003)

ZnO/N719/CuSCN 570 0,37 1,7 Desai et al. 2012

ZnO/N3/CuSCN 600 0,44 2,1 O’regan et al. 2002

TiO2/C60/CuSCN 350 0,4 0,12 Senadeera dan Perera. 2005

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Klorofil yang termodifikasi dengan ion logam Zn2+

dan Cu2+

telah

menyebabkan perubahan pada serapan klorofil alami. Korofil yang termodifikasi

memiliki serapan yang lebih luas khususnya yang termodifikasi ion logam Cu2+

.

Kombinasi antara ZnO/klorofil dalam bentuk sel surya hibrid,telah

memperlihatkan serapan yang lebih luas pada serapan ZnO ke daerah visibel,

khususnya untuk klorofil yang termodifikasi. Sehingga dalam aplikasi sel

suryanya klorofil yang termodifikasi menghasilkan nilai fill factor yang lebih

besar dari pada klorofil tanpa modifikasi.

Saran

1. Perlu dilakukan kembali sintesis ZnO dengan bentuk morfologi ZnO nanorod,

nanofiber, nanoflower, dll

2. Karena klorfil a merupakan bagian yang sensitif cahaya, sebaiknya klorofil

yang digunakan adalah klorofil a, sehingga perlu dilakukan pemisahan antara

klorofil a dan b

3. Perlu dikembangkan lebih lanjut khususnya klorofil yang termodifikasi

dengan ion logam Zn2+

, sebagai aplikasi dalam Kemosensor (Xu, et al. 2010).

31

DAFTAR PUSTAKA

Agostiano. A, Catucci. L, Cosma. P, and Fini. P,. 2003. Aggregation Prosses and

Photophysical Poperties of Chlorophyll a in Aqueous Solution Modulated

by Presence of Cyclodextrins. J.Phys. Chem. 5. 2122-2128

Agmon N. 1990. Dynamic Stikes shift in Coumarin: Is it only relaxation?. J. Phys.

Chem. 94. 2959-2963

Ali. Mohammad M. 2011. Characterization of ZnO thin films grown by chemical

bath deposition. Journal of Basrah Researches.Vol.37.No.3A

Altaf M, Chaudhry M. Ashraf, Zahid Maria. 2003. Study Of Optical Band Gap Of

Zinc-Borate Glasses. J. res. Sci. 14(2). 253-259

Aneesh P. M., Vanaja K. A., Jayaraj M. K., 2007, Synthesis of ZnO nanoparticles

by hydrothermal method, Nanophotonic Materials IV, Vol. 6639, 0277-786

Beek Waldo J. E., Wienk Martijn M., Kemerink Martijn, Yang Xiaoniu, and

Janssen Ren A. J. 2005, Hybrid Zinc Oxide Conjugated Polymer Bulk

Heterojunction Solar Cells, J. Phys. Chem. B, 109, 9505-9516

Budiyanto A.W., Notosudarmo S., dan Limantara L., 2008. Pengaruh pengasaman

terhadap fotodegradasi Kloofil a. JMS. Vol. 13. No.3

Chand N, Hedaoo M, Gautam KKS and Khare PS. 2012. Optical Properties of

Mango Leaf Dye Sensitized Zinc Oxide NanocrystallineThin Film for Solar

Cell. Scholarly J. Biotechnol. Vol. 1(2), pp. 39-46

Christiana R, Kristopo H, Limantara L. 2008. Photodegradation and antioxidant

activity of chlorophyll a from spirulina (spirulina sp.) Powder. Indo. J.

Chem. (2), 236 - 241

Dapic N, 2012, Behaviour Of Fothergilla gardenii Chlorophyll Catabolite Under

Acidic Conditions, Kragujevac J. Sci. (34) 79-85.

Desai U.V, Xu Chengkun, Wu Jiamin, dan Gao Di, 2012, Solid-state-Dye

Sensitized Solar Cell Based on Ordered ZnO nanowire arrays,

Nanotechnology, (23).205-401

Erge H.S, Karadenz F, Koca N, Soyer Y., 2008. Effect Of Heat Treatment On

Chlorophyll Degradation And Color Loss In Green Peas. GIDA. 33 (5) :

225-233 Fiedor J, Fiedor L, Kammhuber N, Scherz. A, and Scher. H. 2002. Photodynamics of

the Bacteriochlorophyll-Carotenoid System. 2. Influence of central Metal,

Solvent and β-Caroten on Photobleaching of Bacteriochlorophyll Derivatives.

J. Photochem. Photbiol. 76:2. 145-152.

Gupta S.K, Joshi A,Kaur M. 2010. Development of gas sensors using ZnO

nanostructures. J. Chem. Sci. Vol. 122, No. 1. 57–62

Gupta M, Sharma V, Shrivastava J, Solanki A, Singh AP, Satsangi VR, Dass S

and Shrivastav R. 2009. Preparation and characterization of nanostructured

ZnO thin films for photoelectrochemical splitting of water. Bull. Mater. Sci.

Vol. 32, No. 1.

Greenham, N. C. (2008) Hybrid Polymer/Nanocrystal Photovoltaic Devices, in

Organic Photovoltaics (eds C. Brabec, V. Dyakonov and U. Scherf), Wiley-

VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, Germany

Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables, Chlorophyll and Carotenoids. Van

Nostrand Reinhold, New York. (7). 75

32

Gledhill, S. E.; Scott, Gregg, B. A. (2005). Organic and nano-structured

composite photovoltaics: An overview. J Mater Res J Mater Res. Vol. 20,

Nr. 12. pp. 3167-3179. ISSN 0884-2914

Hamedani N.F dan Farzaneh F., 2006 Synthesis of ZnO Nanocrystals with

Hexagonal (Wurtzite) Structure in Water Using Microwave J.Sci.17(3):

231-234

Ibrahem Mohammed A, YuWei H, Tsai M-H, Ho K-C, Shyue J-J, Chu CW, 2013,

Solar Energy Materials & Solar Cells, Solution-processed zinc oxide

nanoparticles as interlayer materials for inverted organic solar cells,

(108).156–163

Ilican S, Caglar Y, Caglar M. 2008. JOAM. Preparation and characterization of

ZnO thin films, deposited by sol-gel spin coating method, Vol. 10, No.

10.2578 – 2583

İnanç, A. Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and

Its Occurrence in Virgin Olive Oils, Akademik Gıda. 9(2) 26-32)

J. Xiaohui, F. Wei, V. Kittichungchit, H. Tetsuro, F. Akihiko dan O. Masanori.

2008. Fabrication of oriented ZnO nanopillar self-assemblies and their

application for photovoltaic devices. Nanotechnology. Vol. 19. No.43.

0957-4484

Karami. Hassan, F. Elham. 2011. Synthesis and Characterization of ZnO

Nanorods Based on a New Gel Pyrolysis Method. Hindawi Publishing

Corporation Journal of Nanomaterials, (10).1155

Ketabi S A, Kazemi S A, Bagheri-Mohagheghi M M. 2011. The effect of

complexing agent on the crystallization of ZnO nanoparticles. Pramana – J.

Phys. Vol.77. No. 4,

Koca N, Karadeniz F., Burdurlu H.S. 2003. Effect of pH on chlorophyll

degradation and colour loss in blanched green peas. Scientific Research

Projects. 073

Khan ZR, Khan MS1, Zulfequar M, Khan MS2, 2011. MSA. Optical and

Structural Properties of ZnO Thin Films Fabricated by Sol-Gel Method.

(2)340-345

Kupper H, Kupper F, Spiller M. 1996. Environmental relevance of heavy metal-

substituted chlorophylls using the example of water plants. J. Exp.Bot.

295(47), 259-266.

Liu Chueh-Yang, Chen Chia-Fu, Leu Jih-Perng, 2009. Fabrication and CO

Sensing Properties of Mesostructured ZnO Gas Sensors. Journal of The

Electrochemical Society. ECS.156-1-J16-J19

Lee Tao-Hua, Sue Hung-Jue dan Cheng Xing, 2011, Solid-state dye-sensitized

solar cells based on ZnO nanoparticle and nanorod array hybrid

photoanodes, Nanoscale Research Letters, (6):517

Lee CY, Lin MY, Wu HW, Wang JY, Chou Y, Su WF, Chen YF dan Lin CF.

2010. Flexible ZnO transparent thin-film transistors by a solution-based

process at various solution concentrations. Semicond. Sci. Technol. 25.

0268-1242

Maddu A., A.Basuki Chandra, Irmansyah dan Pramudito S. 2006. Struktur Dan

Sifat Optik Film Zno Hasil Deposisi Dengan Teknik Spin-Coating Melalui

Proses Sol-Gel. Jurnal SainsMateri Indonesia Indonesian Journal

ofMaterials Science. Vol. 7, No. 3. 85 – 90

33

Matile, P., Hörtensteiner, S., and Thomas, H., 1999, Annu. Rev. Plant Physiol.

Plant Mol. Biol. 50. 67-95.

Meen T. H., Water W., Chen Y. S., Chen W. R., Ji L. W.dan Huang C. J., 2007,

Growth Of ZnO Nanorods by Hydrothermal Method Under Different

Temperatures. [The research is supported by National Science Council]

150-028

Meng. Q.B., Takahashi K., Zhang X-T., Sutanto I., Rao T-N., Fujishima. 2003.

Fabrication of an efficien Solid-state Dye sensitized solar cell. Langmuir. 19.

3572-3574

Nurdin. 2009. Pembuatan bubuk ekstrak cu-turunan klorofil daun cincau (premna

oblongifolia merr.) dan uji praklinis untuk pencegahan aterosklerosis,

[Desertasi].

Nurhayati and Suendo V. 2011. Isolation of Chlorophyll a from Spinach Leaves

and modification of Center Ion wiht Zn2+

: Study on its Optical Stability.

JMS. Vol.16. Nomor 2

Norouzi Parviz, Ganjali. Hamed, Larijani. Bagher, R.G. Mohammad, Faridbod.

Farnoush, A. Zamani Hassan. 2011. A Glucose Biosensor Based on

Nanographene and zno nanoparticles Using FFT Continuous Cyclic

Voltammetry.Int. J. Electrochem. Sci. (6)5189–5199

Ni. Yong-hong, W. Xian-wen, H. Jian-ming, Y. Yin. 2005. Hydrothermal

preparation and optical properties of ZnO nanorods, Materials Science and

Engineering B, (121) 42–47

Ohtani N, Kitagawa N, and Matsuda T., 2011. Fabricaton of Organic Light

Emitting Diodes Using Photosyntetic Pigments Extracted from Spinach. Jpn.

J. App. Physc.[50]

O’Regan Brian, Lenzmann Frank, Muis Ruud, dan Wienke Jeannette, 2002, A

Solid-State Dye-Sensitized Solar Cell Fabricated with Pressure-Treated

P25-TiO2 and CuSCN: Analysis of Pore Filling and IV Characteristics,

Chem. Mater., Vol. 14, No. 12,

Samuel M Soosen, Bose Lekshmi and KC George, 2009. Optical Properties Of

Zno Nanoparticles, Academic Review. Vol. XVI: No. 1 & 2.57-65

Schaber, P.M., Hunt J.E., Fries R., and Katz J.J., 1984. High-Performance Liquid

Chromatographic Study of the Chlorophyll Alloerization Reaction. J.

Chromatogr. 316. 25-41

Senadeera G.K.R. and Perera V.P.S. 2005. Photorespons of a photovoltaic cell

prepared by CuSCN electrodepositing C60 on Mesoporous TiO2. Chin. J.

Phys. Vol.43. No.2

Shinde Sarika D, patil g. E., kajale d. D, ahire d. V, gaikwad v. B. Dan jain g. H,

2012, Synthesis of zno nanorods by hydrothermal method for gas sensor

applications, International journal on smart sensing and intelligent systems,

VOL. 5, NO. 1.

Supriyanto, A. Kusminarto, Triyana, K, dan Roto., 2007. Optical and Electrical

Characteristics of Chlorophyll-Porphyrin Isolated from Spinach and

Spirulina Microalgae for Possible Use as Dye Sensitizer of Optoelectronic

Devices. International Conference On Chemical Sciences (ICCS-

2007): Innovation In Chemical Sciences For Better Life. Yogyakarta-

Indonesia, 24-26 May 2007

34

Takenaka K , Okumura Y, dan Setsuhara Y. 2012, Low-Temperature Deposition

of Zinc Oxide Film by Plasma-Assisted Mist Chemical Vapor Deposition,

Jpn. J. Appl. Phys. (51).567-0047

Thirugnanam T. 2013. Effect of Polymer (DEG and PVP) on sol gel Synthesis of

Microsized Zinc Oxide. Journal of Materials. ID 362175

Wu Y.L,. Tok. A.I.Y, Boey F.Y.C, Zeng X.T. X., Zhang X.H., 2007. Surface

modification of ZnO nanocrystals, Applied Surface Science,( 253 )5473–

5479

Wen-Yao H, H. Tung-Li, C. Ann-Kuo Chu, 2012 . Preparation of ZnO

membrane by chemical bath deposition method via regulated acidity.

Journal of Information Engineering and Applications. Vol 2. No.5. 2225-

0506

Wu Y.L,. Tok. A.I.Y, Boey F.Y.C, Zeng X.T. X., Zhang X.H. 2007. Surface

modification of ZnO nanocrystals. App. Surface Sci.( 253 )5473–5479

Xing J.Y, Xi Z.H, Z. Xue. Q, Zhang X. D., dan Song. J. H., 2003. Optical

properties of the ZnO nanotubes synthesized via vapor phase growth, Appl.

Phys. Lett., Volume 83, Number 9.

Xu Z, Yoon J and Spring David R. 2010. Fluorescent chemosensors for Zn2+

.

Chem. Soc. Rev. 39, 1996–2006

Zhou H, Wu L, Gao Y, Ma T. 2011. Dye-sensitized solar cells using 20 natural

dyes as sensitizers. Journal of Photochemistry and Photobiology A:

Chemistry 219 : 188-194.

Zvezdanovic J.B, Markovic D.Z, Milenkovic S.M. 2012. Zicn (II) and copper (II)

complexes with pheophytin and mesoporphyrin and their stability to UV-B

irradiation: Vis spectroscopy studies. J. Serb. Chem, (2) 187-199

35

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data JCPDS

36

Lampiran 2 Perhitungan Nilai Parameter Kisi Kristal (a, c)

3 Jam

Puncak 2θ θ h k l α ϒ δ sin²θ α² ϒ² δ² αϒ αδ ϒδ αsin²θ ϒsin²θ δsin²θ det A det A1 det A2 C B a c

1 31.72 15.86 1 0 0 1 0 2.76 0.07 1 0 7.64 0 2.76 0.00 0.07 0.00 0.21 14990.69 1118.32 327.40 0.075 0.022 3.257 5.212

2 34.44 17.22 0 0 2 0 4 3.20 0.09 0 16 10.23 0 0.00 12.79 0.00 0.35 0.28

3 36.30 18.15 1 0 1 1 1 3.50 0.10 1 1 12.28 1 3.50 3.50 0.10 0.10 0.34

4 47.62 23.81 1 0 2 1 4 5.46 0.16 1 16 29.77 4 5.46 21.83 0.16 0.65 0.89

5 56.60 28.30 1 1 0 3 0 6.97 0.22 9 0 48.58 0 20.91 0.00 0.67 0.00 1.57

6 62.84 31.42 1 0 3 1 9 7.92 0.27 1 81 62.67 9 7.92 71.25 0.27 2.45 2.15

7 66.26 33.13 2 0 0 4 0 8.38 0.30 16 0 70.21 0 33.52 0.00 1.19 0.00 2.50

8 68.00 34.00 1 1 2 3 4 8.60 0.31 9 16 73.90 12 25.79 34.39 0.94 1.25 2.69

9 69.10 34.55 2 0 1 4 1 8.73 0.32 16 1 76.17 4 34.91 8.73 1.29 0.32 2.81

∑ 1.85 54 131 391.46 30 134.77 152.49 4.70 5.12 13.43 6 Jam

Puncak 2θ θ h k l α ϒ δ sin²θ α² ϒ² δ² αϒ αδ ϒδ αsin²θ ϒsin²θ δsin²θ det A det A1 det A2 C B a c

1 31.7 15.8 1 0 0 1 0 2.755 0.074 1 0 7.59 0 2.75 0.0 0.07 0.0 0.20 14835.05 1106.67 323.54 0.075 0.022 3.26 5.22

2 34.4 17.2 0 0 2 0 4 3.192 0.087 0 16 10.19 0 0.00 12.8 0.00 0.3 0.28

3 36.3 18.1 1 0 1 1 1 3.501 0.097 1 1 12.26 1 3.50 3.5 0.10 0.1 0.34

4 47.5 23.8 1 0 2 1 4 5.443 0.162 1 16 29.62 4 5.44 21.8 0.16 0.6 0.88

5 56.6 28.3 1 1 0 3 0 6.963 0.224 9 0 48.49 0 20.89 0.0 0.67 0.0 1.56

6 62.8 31.4 1 0 3 1 9 7.916 0.272 1 81 62.67 9 7.92 71.2 0.27 2.4 2.15

7 66.3 33.2 2 0 0 4 0 8.390 0.299 16 0 70.38 0 33.56 0.0 1.20 0.0 2.51

8 67.8 33.9 1 1 2 3 4 8.577 0.311 9 16 73.57 12 25.73 34.3 0.93 1.2 2.67

9 69 34.5 2 0 1 4 1 8.720 0.321 16 1 76.05 4 34.88 8.7 1.28 0.3 2.80

∑ 23 55.458 1.849 54 131 390.81 30 134.68 152.3 4.70 5.1 13.40

37

12 Jam

Puncak 2θ θ h k l α ϒ δ sin²θ α² ϒ² δ² αϒ αδ ϒδ αsin²θ ϒsin²θ δsin²θ det A det A1 det A2 C B a c

1 31.74 15.87 1 0 0 1 0 2.77 0.07 1 0 7.66 0 2.77 0.00 0.07 0.00 0.21 14999.7 1113.2 325.58 0.07 0.022 3.265 5.228

2 34.44 17.22 0 0 2 0 4 3.20 0.09 0 16 10.23 0 0.00 12.79 0.00 0.35 0.28

3 36.26 18.13 1 0 1 1 1 3.50 0.1 1 1 12.24 1 3.50 3.50 0.10 0.10 0.34

4 47.58 23.79 1 0 2 1 4 5.45 0.16 1 16 29.70 4 5.45 21.80 0.16 0.65 0.89

5 56.56 28.28 1 1 0 3 0 6.96 0.22 9 0 48.49 0 20.89 0.00 0.67 0.00 1.56

6 62.84 31.42 1 0 3 1 9 7.92 0.27 1 81 62.67 9 7.92 71.25 0.27 2.45 2.15

7 66.32 33.16 2 0 0 4 0 8.39 0.3 16 0 70.34 0 33.55 0.00 1.20 0.00 2.51

8 67.84 33.92 1 1 2 3 4 8.58 0.31 9 16 73.57 12 25.73 34.31 0.93 1.25 2.67

9 69.04 34.52 2 0 1 4 1 8.72 0.32 16 1 76.05 4 34.88 8.72 1.28 0.32 2.80

∑ 1.85 54 131 390.93 30 134.68 152.37 4.70 5.11 13.41

θ

| |

| |

| |

| |

38

Lampiran 3 Perhitungan Ukuran Kristal

3 Jam

Puncak 2θ (◦) hkl FWHM

(◦)

FWHM

(rad)

D

(nm)

1 31,72 100 0,36 0,0031 46,10

2 34,44 2 0,31 0,0027 53,60

3 36,3 101 0,37 0,0032 45,21

4 47,62 102 0,37 0,0032 47,42

5 56,6 110 0,42 0,0037 42,86

6 62,84 103 0,46 0,0040 40,43

7 66,26 200 0,51 0,0045 37,12

8 68,00 112 0,48 0,0042 39,63

9 69,10 201 0,41 0,0036 46,52

Rata-rata 44,32

6 Jam

Puncak 2θ (◦) hkl FWHM

(◦)

FWHM

(rad)

D

(nm)

1 31,66 100 0,30 0,0026 55,30

2 34,4 002 0,26 0,0023 63,08

3 36,28 101 0,32 0,0028 52,97

4 47,54 102 0,32 0,0028 54,37

5 56,56 110 0,36 0,0032 49,93

6 62,78 103 0,41 0,0035 45,93

7 66,34 200 0,41 0,0036 46,15

8 67,84 112 0,45 0,0040 42,16

9 69,02 201 0,42 0,0037 45,95

Rata-rata 50,65

12 Jam

Puncak 2θ (◦) hkl FWHM (◦) FWHM

(rad) D (nm)

1 31,74 100 0,26 0,0023 62,96

2 34,42 002 0,26 0,0023 63,79

3 36,26 101 0,29 0,0025 58,12

4 47,58 102 0,29 0,0025 60,22

5 56,56 110 0,35 0,0031 51,33

6 62,84 103 0,39 0,0034 48,33

7 66,32 200 0,45 0,0039 42,58

8 67,84 112 0,40 0,0035 47,68

9 69,04 201 0,40 0,0035 47,90

Rata-rata 53,65

Keterangan D : Ukuran kristal

39

Lampiran 4 Perhitungan Nilai Celah Pita Energi (band gap)

λ (nm)

abs

3 Jam

abs

6 Jam

abs

12 Jam

α

3 Jam

α

6 Jam

α

12 Jam

hv (eV)

3 Jam

(αhv)2 (eV)

3 jam

hv (eV)

6 Jam

(αhv)2 (eV

6 jam

hv (eV

12Jam

(αhv)2 (eV)

12 Jam

250 0,247 0,204 0,187 2E+06 1E+06 2E+06 4,970 8,517 4,970 2,499 4,970 7

301 0,592 0,426 0,662 4E+06 2E+06 6E+06 4,127 33,673 4,127 7,506 4,127 56

352 0,530 0,365 0,604 4E+06 2E+06 5E+06 3,529 19,764 3,529 4,019 3,529 34

400 0,238 0,199 0,280 2E+06 978640 2E+06 3,106 3,086 3,106 0,924 3,106 6

451 0,188 0,153 0,189 1E+06 754171 2E+06 2,755 1,521 2,755 0,432 2,755 2

502 0,156 0,127 0,142 1E+06 627116 1E+06 2,475 0,836 2,475 0,241 2,475 1

550 0,143 0,112 0,116 1E+06 551027 1E+06 2,259 0,586 2,259 0,155 2,259 1

601 0,131 0,097 0,095 982447 477552 824125 2,067 0,412 2,067 0,097 2,067 0

652 0,120 0,089 0,081 904032 440424 703895 1,905 0,297 1,905 0,070 1,905 0

700 0,111 0,080 0,068 835876 396189 591789 1,775 0,220 1,775 0,049 1,775 0

703 0,111 0,079 0,069 835876 388477 600636 1,767 0,218 1,767 0,047 1,767 0

751 0,106 0,073 0,060 798156 360434 526088 1,654 0,174 1,654 0,036 1,654 0

799 0,103 0,068 0,055 777387 335256 474338 1,555 0,146 1,555 0,027 1,555 0

802 0,101 0,066 0,051 760866 322778 440228 1,549 0,139 1,549 0,025 1,549 0

850 0,099 0,061 0,045 740332 302962 393824 1,462 0,117 1,462 0,020 1,462 0

901 0,097 0,056 0,039 732155 276011 335576 1,379 0,102 1,379 0,014 1,379 0

Keterangan : λ : panjang gelombang

Abs : absorbansi

α : koefesien absorbansi

h : konstanta Planck (6,626x10-34

J.s)

Lampiran 5 Perhitungan Nilai Parameter dalam Sel Surya

Klorofil V

(mV)

I

(µA)

J

(mA)

J

(mA/cm²)

P

(watt/cm²)

FF η

(%)

542 0 0,00000 0,00000 0,000 0,37 2,51

493 0,23 0,00023 0,00023 0,113

399 0,45 0,00045 0,00045 0,180

299 0,62 0,00062 0,00062 0,185

190 0,77 0,00077 0,00077 0,146

99 0,88 0,00088 0,00088 0,087

89 0,92 0,00092 0,00092 0,082

68 0,92 0,00092 0,00092 0,063

53 0,94 0,00094 0,00094 0,050

48 0,94 0,00094 0,00094 0,045

38 0,95 0,00095 0,00095 0,036

24 0,95 0,00095 0,00095 0,023

18 0,96 0,00096 0,00096 0,017

9 0,99 0,00099 0,00099 0,009

40

Zn-feofitin V

(mVolt)

I

(µA)

I

(mA)

J

(mA/cm²)

P

(Watt/cm²)

FF η

(%)

427 0,4 0,0004 0,000267 0,171 0,46 1,35

412 0,48 0,00048 0,000320 0,198

400 0,52 0,00052 0,000347 0,208

390 0,55 0,00055 0,000367 0,215

371 0,61 0,00061 0,000407 0,226

355 0,66 0,00066 0,000440 0,234

330 0,72 0,00072 0,000480 0,238

320 0,73 0,00073 0,000487 0,234

307 0,75 0,00075 0,000500 0,230

288 0,79 0,00079 0,000527 0,228

262 0,86 0,00086 0,000573 0,225

219 0,94 0,00094 0,000627 0,206

168 1,04 0,00104 0,000693 0,175

103 1,18 0,00118 0,000787 0,122

65 1,2 0,0012 0,000800 0,078

34 1,21 0,00121 0,000807 0,041

Cu-feofitin V

(mVolt)

I

(µA)

I

(mA)

J

(mA/cm²)

P

(W/cm2)

FF η (%)

286,8 0,09 0,00009 0,00009 0,026 0,55 0,30

279,9 0,1 0,0001 0,0001 0,028

269,9 0,1 0,0001 0,0001 0,027

259,9 0,11 0,00011 0,00011 0,029

249,9 0,13 0,00013 0,00013 0,032

239,9 0,14 0,00014 0,00014 0,034

229,9 0,15 0,00015 0,00015 0,034

219,9 0,15 0,00015 0,00015 0,033

209,9 0,16 0,00016 0,00016 0,034

199,9 0,17 0,00017 0,00017 0,034

189,9 0,18 0,00018 0,00018 0,034

179,9 0,19 0,00019 0,00019 0,034

169,9 0,19 0,00019 0,00019 0,032

159,9 0,19 0,00019 0,00019 0,030

149,9 0,2 0,0002 0,0002 0,030

139,9 0,2 0,0002 0,0002 0,028

129,9 0,2 0,0002 0,0002 0,026

119,9 0,2 0,0002 0,0002 0,024

109,9 0,21 0,00021 0,00021 0,023

99 0,22 0,00022 0,00022 0,022

89,9 0,22 0,00022 0,00022 0,020

41

79,9 0,22 0,00022 0,00022 0,018

69,9 0,22 0,00022 0,00022 0,015

59,9 0,22 0,00022 0,00022 0,013

49,9 0,22 0,00022 0,00022 0,011

39,9 0,22 0,00022 0,00022 0,009

29,9 0,22 0,00022 0,00022 0,007

19,9 0,22 0,00022 0,00022 0,004

9,9 0,22 0,00022 0,00022 0,002

8,9 0,22 0,00022 0,00022 0,002

8 0,22 0,00022 0,00022 0,002

Keterangan :

V : Tegangan

I : Arus

J : Rapat arus

P : Daya per satuan luas

FF : fill factor

η : efisiensi

Lanjutan

42

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibea ( Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah) pada 15

Mei 1985 sebagai anak ke tiga dari pasangan Arjo dan Poniyem.

Tahun 2004, penulis lulus dari Madrasah Alyah (MA) dan melanjutkan

pendidikan sarjana di program studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Tadulako, lulus pada tahun 2009. Pada

tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Biofisika pada Program Pasca

Sarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2014.