sel dari sistem imun

21
Sel dari Sistem Imun Limfosit merupakan sel inti dari system imun, bertanggung jawab atas adaptasi imunitas dan berkontribusi kepada diversitas, spesifisitas, ingatan dan pengenalan sendiri atau tidak sendiri. Tipe lain dari sel darah putih mempunyai peranan penting, menyerang dan menghancurkan mikroorganisme, sel penyaji antigen, dan mensekresikan sitokin. Sel Limfoid Jumlah limfosit terdiri 20% - 40% sel darah putih di tubuh dan 99% sel limfa. ( tabel 2.4). Terdapat kurang lebih 10 11 (tergantung besar tubuh dan usia) limfosit di tubuh manusia. Limfosit ini terus menerus bersirkulasi di dalam darah dan limfa serta dapat bermigrasi ke dalam ruang jaringan dan 0organ limfoid, lalu berintegrasi dengan sistem imun. Limfosit dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu sel B, sel T dan sel pembunuh alami (Natural Killer Cells) on the basis of function and cell membrane components. Sel pembunuh alami (NK cells) bentuknya besar, suatu granular limfosit yang tidak dijabarkan sebagai penanda lapisan teratas seperti sel B atau sel T. Sel B dan sel T limfosit bentuknya kecil, motil, sel nonphagositik yang tidak dapat dihilangkan secara morfologi. Limfosit B dan T yang tidak berinteraksi dengan antigen merupakan sel istirahat di dalam siklus sel fase G 0 . Dikenal sebagai limfosit kecil, sel ini hanya berukuran 6μm dalam diameternya. Bentuk sitoplasma mereka hampir tidak bisa dilihat di sekitar nucleus. Limfosit kecil mempunyai kromatin yang padat, sedikit mitokondria, dan perkembangan reticulum endoplasma dan apparatus golgi yang buruk. Limfosit normalnya mempunyai masa hidup yang pendek. Interaksi limfosit kecil dengan antigen, dalam adanya sitokin tertentu dibahas selanjutnya, menyebabkan sel ini memasuki siklus sel dengan perubahan dari G 0 ke G 1 dan kemudian menjadi S,G 2 dan M (gambar 2-7a). Dengan perubahan tersebut mereka melewati siklus sel, pembesaran limfosit menjadi 15μm (diameter) sel blast yang disebut limfoblast. Sel sel ini mempunya sitoplasma yang lebih tinggi / baik.: rasio nuclei dan kesempurnaan organellar lebih daripada limfosit kecil. (gambar 2-7b) Limfoblast berproliferasi dan akhirnya berdiferensiasi ke sel ekeftor atau sel memori. Sel efektor berfungsi dalam berbagai macam cara menghilangkan antigen. Sel- sel ini mempunyai jangka waktu hidup yang pendek , umumnya berkisar antara beberapa hari sampai beberapa minggu.

Upload: ghina-rizqina-ersa

Post on 10-Aug-2015

72 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sistem imun-biologi. semoga dapat menjadi sumber acuan seperti yg diharapkan

TRANSCRIPT

Page 1: Sel Dari Sistem Imun

Sel dari Sistem Imun

Limfosit merupakan sel inti dari system imun, bertanggung jawab atas adaptasi imunitas dan

berkontribusi kepada diversitas, spesifisitas, ingatan dan pengenalan sendiri atau tidak

sendiri. Tipe lain dari sel darah putih mempunyai peranan penting, menyerang dan

menghancurkan mikroorganisme, sel penyaji antigen, dan mensekresikan sitokin.

Sel Limfoid

Jumlah limfosit terdiri 20% - 40% sel darah putih di tubuh dan 99% sel limfa. ( tabel 2.4).

Terdapat kurang lebih 1011

(tergantung besar tubuh dan usia) limfosit di tubuh manusia.

Limfosit ini terus menerus bersirkulasi di dalam darah dan limfa serta dapat bermigrasi ke

dalam ruang jaringan dan 0organ limfoid, lalu berintegrasi dengan sistem imun.

Limfosit dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu sel B, sel T dan sel pembunuh alami

(Natural Killer Cells) – on the basis of function and cell membrane components. Sel

pembunuh alami (NK cells) bentuknya besar, suatu granular limfosit yang tidak dijabarkan

sebagai penanda lapisan teratas seperti sel B atau sel T. Sel B dan sel T limfosit bentuknya

kecil, motil, sel nonphagositik yang tidak dapat dihilangkan secara morfologi. Limfosit B dan

T yang tidak berinteraksi dengan antigen merupakan sel istirahat di dalam siklus sel fase G0.

Dikenal sebagai limfosit kecil, sel ini hanya berukuran 6µm dalam diameternya. Bentuk

sitoplasma mereka hampir tidak bisa dilihat di sekitar nucleus. Limfosit kecil mempunyai

kromatin yang padat, sedikit mitokondria, dan perkembangan reticulum endoplasma dan

apparatus golgi yang buruk. Limfosit normalnya mempunyai masa hidup yang pendek.

Interaksi limfosit kecil dengan antigen, dalam adanya sitokin tertentu dibahas selanjutnya,

menyebabkan sel ini memasuki siklus sel dengan perubahan dari G0 ke G1 dan kemudian

menjadi S,G2 dan M (gambar 2-7a). Dengan perubahan tersebut mereka melewati siklus sel,

pembesaran limfosit menjadi 15µm (diameter) sel blast yang disebut limfoblast. Sel – sel ini

mempunya sitoplasma yang lebih tinggi / baik.: rasio nuclei dan kesempurnaan organellar

lebih daripada limfosit kecil. (gambar 2-7b)

Limfoblast berproliferasi dan akhirnya berdiferensiasi ke sel ekeftor atau sel memori. Sel

efektor berfungsi dalam berbagai macam cara menghilangkan antigen. Sel- sel ini

mempunyai jangka waktu hidup yang pendek , umumnya berkisar antara beberapa hari

sampai beberapa minggu.

Page 2: Sel Dari Sistem Imun

Sel plasma (suatu sel antibody yang mengsekresi sel efektor dari turunan sel B) mempunyai

satu sitoplasma khas yang terdiri dari reticulum endoplasma yang berlimpah (untuk

mendukung ratio tinggi mereka dari sintesa protein) dirancang dalam lapisan konsentrik dan

juga banyak badan golgi (lihat gambar 2-1). Sel afektor dari turunan sel T temasuk sitokin,

mengsekresikan sel T helper (sel TH) dan limfosit sitotoksik T. Beberapa dari turunan sel B

dan sel T limfoblast berdiferensiasi menjadi sel – sel memori. Kehadiran kelompok sel ini

bertanggung jawab pada imunitas jangka panjang ke banyak pathogen. Sel memori terlihat

seperti sel limfosit kecil tetapi dapat dikenal dari kehadiran sel atau tidak adanya dari

beberapa molekul membrane sel.

Turunan yang berbeda atau tahap pendewasaan dari limfosit dapat dikenali dari pajanan

mereka terhadap membrane molekul dari antibody monoclonal tertentu (antibody yang

spesifik untuk setiap satu epitope dari antigen; lihat bab 4 untuk deksripsi antibody

monoclonal). Seluruh antibodi monoclonal yang bereaksi terhadap berbagai macam membran

molecular dikelompokkan bersama sebagai kelompok diferensiasi. Setiap antibodi

monoclonal baru yang mengenali membrane molekul leukosit dianalisa untuk melihat apakah

akan falls within a recognized CD designation; jika tidak, akan memberikan desain baru dari

kelompok diferensiasi yang merefkleksikan satu membrane molekul baru. Meskipun asal

nomenklatur kelompok diferensiasi yaitu hasil perkembangan terhadap membrane molekul

leukosit manusia, membrane molekul homologus dari spesies lain contohnya tikus secara

umum mengacu pada desain kelompok diferensiasi yang sama. Tabel 2-5 menampilkan

beberapa molekul kelompok diferensiasi yang umum ditemukan pada limfosit manusia.

Bagaimanapun juga, hal ini hanyalah merupakan daftar parsial bagian dari 200 penanda

kelompok diferensiasi yang telah dijelaskan. Suatu daftar atau data lengkap dan penjabaran

dari penanda kelompok diferensiasi yang terkenal ada dalam appendiks buku ini.

Karakteristik dan fungsi umum dari limfosit B dan limfosit T dijelaskan dalam bab 1 dan

ditinjau ulang kembali pada sesi berikutnya. Inti sel dari sistem imun ini akan diperiksa lebih

rinci pada bab selanjutnya.

Limfosit B

Paragraf 1 pending sampai mature B. Sel B dewasa secara definitive dibedakan dari limfosit

lain dari sintesis mereka dan tampilan molekul membrane pengikat immunoglobulin

(antibodi) dimana berperan sebagai reseptor untuk antigen. Setiap 1.5x105 molekul antibodi

Page 3: Sel Dari Sistem Imun

di atas membran sel B mempunyai ikatan kuat yang identik untuk antigen. Diantara molekul

lain yang terpajan di atas membrane sel B ialah sebagai berikut :

B220 (bentuk dari CD45) seringkali digunakan sebagai penanda untuk sel B dan

precursor mereka. Bagaimanapun juga, tidak seperti antibodi lainnya, B220 tidak

dipajakan secara unik oleh turunan Sel B.

Molekul MHC tingkat 2 memperbolehkan sel B untuk berfungsi sebagai antigen

presenting cell (APC)

CR1 (CD35) dan CR2 (CD21) adalah reseptor untuk produk komplemen tertentu.

FcγRII (CD32) dan B7-2(CD86) adalah molekul yang berinteraksi dengan CD28 dan

CTLA-4, molekul regulasi yang penting diatas permukaan beberapa tipe berbeda dari

selt T, termasuk sel TH.

CD40 ialah molekul yang berinteraksi dengan ligan CD40 dipermukaan sel T helper.

Dalam banyak kasus, interaksi ini sifatnya kritis untuk kelangsungan antigen

stimulasi sel B dan untuk perkembangan mereka terhadap antibodi penghasil sel

plasma atau sel B memori.

Interaksi antara antigen dan membran pengikat antibodi diatas sel B dewasa, sama dengan

interaksi antara sel T dan makrofag, secara selektif menginduksi aktivasi dan diferensiasi

dari klon sel B dalam spesifisitas yang sesuai. Dalam proses ini, sel B dibagi secara terus

menerus dan membedakan lebih dari 4 – 5 hari, menghasilkan satu populasi dari sel plasma

dan sel memori. Sel plasma yang mempunyai level lebih rendah dari membran pengikat

antibodi dibandingkan sel B, mengurai dan menghasilkan antibodi. Seluruh klonal keturunan

dari sel B mengsekresikan molekul antibodi dengan spesifisitas antigen pengikat yang sama.

Terakhir, sel plasma adalah sel terakhir yang dibedakan, dan banyak yang mati dalam 1

sampai 2 minggu.

Limfosit T

Limfosit T mendapatkan nama mereka dari their site of maturation in the thymus. Seperti

limfosit B, sel ini mempunyai reseptor membran untuk antigen. Meskipun antigen pengikat

sel B secara struktural berbeda dari immunoglobulin, antigen ini membagikan beberapa

bentuk yang umum dengan molekul immunoglobulin, khususnya dalam struktur pada antigen

pengikatnya. Tidak seperti membrane pengikat antibodi seperti sel B, reseptor sel T tidak

mengenali antigen bebas. Reseptor sel T mengenali hanya antigen yang terikat pada kelas

Page 4: Sel Dari Sistem Imun

berbeda dari molekul tersendiri. Kebanyakan sel T mengenali antigen hanya ketika ikatan ke

molekul sendiri dikode oleh gen melalui komplek histokompabilitas utama (MHC). Seperti

yang dijelaskan pada bab 1, perbedaan fundamental antara humoral dan cabang mediasi sel

dari sistem imum ialah ketika sel B mampu mengikat antigen larut dimana sel T dilarang

untuk mengikat antigen yang terpapar pada selnya sendiri. Agar dikenali oleh kebanyakan sel

T, antigen ini harus terpapar bersama dengan molekul MHC pada permukaan antigen

presenting sel atau pada sel terinfeksi virus, sel kanker, dan grafts. Sistem sel T telah

berkembang untuk mengeliminasi sel nya sendiri, which pose a threat ke fungsi normal

tubuh.

Seperti sel B, sel T menandakan sendiri molekul membrane. Seluruh bagian dari kelompok

sel T menandakan reseptor sel T, polipeptida kompleks termasuk CD3, dan kebanyakan bisa

dibedakan dengan kehadiran satu atau dua molekul membran lainnya, CD4 dan CD8.

Sebagai tambahan, kebanyakan sel T dewasa menandakan membran molekul berikut ini:

CD28, suatu reseptor untuk co-stimulus B7 dari molekul yang ada di sel B dan

antigen presenting lainnya.

CD45, suatu sinyal molekul transduksi.

Sel T yang menandakan membran molekul glikoprotein CD4 terbatas mengenali ikatan

antigen ke molekul MHC kelas II, dimana sel T menandakan CD8, suatu membran

glikoprotein dimerik , terbatas untuk mengenali antigen terikat ke molekul MHC kelas I.

Jadi, pajanan CD4 dengan CD8 cocok terhadap pembatasan restriksi MHC dari sel T.

Umumnya, ekspresi CD4 dan CD8 juga menguraikan dua fungsi utama bagian kelompok

limfosit T. CD4+ sel T umumnya berfungsi sebagai sel TH dan terbatas pada kelas II; CD8

+

sel T umumnya berfungsi sebagai sel sitotoksik T (Tc) dan terbatas pada kelas I. Jadi, rasio

dari sel TH sampai sel TC dalam satu sampel dapat diperkirakan dengan pengujian nilai

jumlah dari sel T CD4+ dan sel T CD8

+. Rasio ini diperkirakan 2:1 dalam darah perifer

manusia normal., tapi mungkin dapat secara signifikan dirubah oleh penyakit

immunodefisiensi, penyakit autoimun, dan penyakit lain.

Klasifikasi dari CD4+ kelas II - sel terbatas sebagai sel TH dan CD

+ kelas I – sel terbatas

sebagai sel TC tidak absolut. Beberapa sel CD4+ dapat menjadi sel pembunuh. Beberapa sel

Tcjuga telah menunjukkan sekresi satu varietas dari sitokin dan membuat suatu pengaruh

pada sel lain dibandingkan terhadap yang pengaruh oleh sel TH. perbedaan antara sel TH dan

sel TC tidak selalu jelas; dapat menjadi ambigu pada aktivitas fungsional.

Page 5: Sel Dari Sistem Imun

Namun, karena ambiguitas merupakan pengecualian dan bukan suatu peraturan,

penyamarataan dari sel T helper sebagai CD4+ dan kelas II terbatas dan dari sel T sitotoksis

sebagai CD8+ dan kelas I terbatas diasumsikan seluruhnya dalam tulisan ini, kecuali

sebaliknya dispesifikasikan.

Sel TH aktif dengan mengenali suatu antigen – kelas II MHC kompleks dari suatu antigen

presenting sel. Setelah pengaktifan, sel TH mulai membagi dan memberikan reaksi untuk

klon dari sel efektor, setiap detail untuk antigen yang sama- kelas II MHC Kompleks. Sel TH

ini mensekresikan berbagai macam sitokin, dimana perannya sentral dalam aktivasi sel B, sel

T, dan sel lain yang berpartisipasi dalam respon imun. Perubahan pola dari sitokin yang

diproduksi oleh sel TH dapat merubah tipe respon imun yang mengembangkan diantara

leukosit lain. Respon TH1 menghasilkan satu profil sitokin yang mendukung proses inflamasi

dan aktivitas kebanyakan beberapa macam sel T dan makrofag, dimana TH2 merespon

aktivitas utama sel B dan respon imun ketika mereka berinteraksi dengan satu anigen – kelas

I MHC kompleks diatas permukaan dari satu sel yang berubah (contohnya sel terinfeksi virus

atau sel tumor) dalam kehadiran dari sitokin yang cocok. Aktivasi ini, dihasilkan dalam

proliferasi, menyebabkan sel TC untuk berdiferensiasi kepada sel efektor disebut limfosit T

sitotoksik (CTL). Dalam contrast kepada sel TH, kebanyakan CTLs mengsekresikan sedikit

sitokin. Malah, CTLs membutuhkan kemampuan untuk mengenali dan mengeliminasi sel

sendiri yang berubah.

Subpopulasi lain dari limfosit T –disebut sel T suppressor (Ts) – telah ditetapkan. Jelas

bahwa beberapa sel T membantu supresi sel humoral dan sel cabang mediasi dari sistem

imun, tetapi isolasi aslinya dan klon dari sel normal Ts berkonstitusi fungsi subpopulasi

fungsional dari sel T. Beberapa ahli imunologi percaya bahwa supresi dimediasi oleh sel T

diobservasi dalam beberapa sistem merupakan konsekuensi dari aktivitas TH atau TC

subpopulasi dimana hasil akhirnya mengejutkan.

Sel pembunuh alami

Sel pembunuh alami pertama kali dijelaskan tahun 1976, saat itu diperlihatkan bahwa tubuh

terdiri dari suatu populasi kecil dari limfosit granular besar yang memperlihatkan aktivitas

sitotoksik melawan suatu sel tumor berdiameter besar dalam kehadiran dari setiap proses

imunisasi sebelumnya dengan tumor. Sel NK menunjukkan peranan penting host melawan

keduanya baik sel tumor dan sel terinfeksi dengan beberapa, walaupun tidak semua, dengan

virus. Sel ini, dimana dikonstitusikan 5% - 10% dari limfosit dalam darah perifer manusia,

Page 6: Sel Dari Sistem Imun

tidak mengekspresikan molekul membran dan reseptor yang membedakan keturunan sel B

dan sel T. meskipun sel NK tidak mempunyai reseptor sel T atau immunoglobulin yang

bergabung dalam membran plasma mereka, merek adapat mengenali sel target potensial

dalam dua cara berbeda. Dalam beberapa kasus, sel NK memperkejakan sel NK reseptor

untuk membedakan , khususnya dalam satu reduksi dalam tampilan molekul kelas I MHC

dan profil tidak biasa dari permukaan antigen diperlihatkan oleh beberapa sel tumor dan sel

yang terinfeksi oleh virus. Cara lain dimana sel NK mengenali sel target potensial terhantung

fakta bahwa beberapa sel tumor dan sel terinfeksi virus memperlihatkan antigen melawan

sistem imun yang telah membuat suatu respon antibodi, sehingga antitumor dan antibodi

antivirus terikat dengan permukaan mereka. Karena sel NK mengekspresikan CD16, suatu

membran reseptor untuk karboksil, suatu molekul terakhir IgG disebut region Fc mereka

dapat menempel pada antibodi dan menghancurkan sel target.

Sistem fagosit mononuclear terdiri dari monosit yang bersirkulasi di darah dan makrofag

dalam jaringan (gambar 2-8). Selama proses hematopoiesis dalam sumsum tulang belakang,

sel granulosit monosit progenitor berdiferensiasi menjadi promonosit , meninggalkan

sumsum tulang belakang dan memasuki aliran darah dimana mereka berdiferensiasi menjadi

monosit dewasa. Monosit bersirkulasi di peredarah darah selama 8 jam. Selagi mereka

membesar, mereka bermigrasi ke jaringan dan berdiferensiasi ke jaringan makrofag spesifik

atau seperti yang didiferensiasikan selanjutnya ke sel dendrit.

Diferensiasi dari monosit ke jaringan makrofag melibatkan sejumlah perubahan; sel

membesar menjadi lima kali lipat, organel intraselular meningkat dalam jumlah dan

kompleksitas, dan membutuhkan peningkatan kemampuan fagosit, menghasilkan kadar tinggi

dari enzim hidrofilik, dan mulai mensekresikan berbagai macam faktor-faktor larut.

Makrofag disebar ke seluruh tubuh. Beberapa mengambil tempat di berbagai macam

jaringan, menjadi makrofag yang pasti, dimana yang lain tetap menjadi motil dan disebut

juga dengan makrofag bebas. Makrofag bebas bergerak oleh pergerakan amoeboid melalui

jaringan. Sel seperti makrofag memberikan fungsi yang sama di dalam jaringan berbeda dan

dinamakan tergantung lokasi mereka :

1. alveolar makrofag di paru

2. histiosit di jaringan ikat

3. sel kupffer di hati

Page 7: Sel Dari Sistem Imun

4. sel mesangial di dalam ginjal

5. sel mikrogial di otak

6. osteoklas di tulang

Meskipun normalnya dalam keadaan istirahat makrofag diaktivasi di berbagai stimulus dalam

aliran respon imun. Fagosit dari antigen particular menyediakan aktivasi awal stimulus.

Bagaimanapun juga, aktivasi makrofag dapat ditingkatkan oleh sitokin disekresikan oleh sel

TH teraktivasi, oleh mediator respon inflamasi dan oleh komponen dinding sel bakteri. Satu

dari aktivasi paling potensial oleh makrofag ialah interferon gamma (IFN-γ) disekresikan

oleh sel TH teraktivasi.

Makrofag aktif lebih efektif daripada makrofag yang beristirahat dalam mengeliminasi

pathogen potensial, karena mereka menunjukkan aktivitas fagosit yang lebih besar,

meningkatkan kemampuan membunuh mikroba yang tertelan, meningkatkan sekresi dari

mediator inflamasi dan meningkatkan kemampuan untuk mengaktivasi sel T. sebagai

tambaham, makrofag teraktivasi (bukan yang beristirahat) mensekresikan berbagai macam

protein sitotoksik, yang membantu mereka mengeliminasi pathogen luas, termasuk sel

terinfeksi virus, sel tumor dan bakteri intraseluler. Makrofag teraktivasi juga menunjukkan

level tinggi dari molekul MHC kelas II, memperbolehkan mereka berfungsi lebih efektif

sebagai sel antigen presenting. Jadi, makrofag dan sel TH memfasilitasi setiap aktivasi lain

selama respon imun berjalan.

Fagositosis

Makrofag mampu menelan dan mencerna antigen eksogen, seperti seluruh mikroorganisme

dan partikel tidak larut, dan zat endogen seperti terluka / sel host mati, sel debris, dan faktor

pembekuan aktivasi. Di dalam alur pertama fagositosis, makrofag tertarik dan bergerak oleh

berbagai macam substansi tergenerasi dalam respon imun. Proses ini disebut chemotaksis.

Alur selanjutnya ialah menyokong antigen ke membran sel makrofag. Antigen komplek,

seperti seluruh sel bakteri atau partikel virus, tetap menyokong dan siap di fagositosis.

Penyokongan menginduksi protrusi membran, disebut pseudopodias yang tetap meluas

sekitar material tertempel. Persatuan dari pseudopubra membungkus material antara struktur

membran terikat disebut juga fagosomonas,yang memasuki jaras endositik (gambar 2-9b).

dalam jaras ini, fagososm bergerak menuju sel interior, dimana fagosom menyatu dengan

lisosom untuk membentuk phagolisosom. Lisosom terdiri dari lisozyme dan satu macam

Page 8: Sel Dari Sistem Imun

enzim hidrolitik lain yang mencerna material. Zat yang dicerna di fagolisosom lalu

dieliminasi dalam proses yang disebut exositosis (gambar 2-9b)

Membran makrofag mempunyai reseptor untuk berbagai kelas dari antibodi. Jika satu antigen

(contohnya bakteri) yang dilapisi dengan antibodi yang cocok, komplek antigen dan antibodi

terikat dengan reseptor antibodi di atas membran makrofag lebih siap daripada antigen

tersendiri dan fagosit ditingkatkan. Dalam satu penelitian, sebagai contoh, rasio fagositosis

antigen 4000 kali lebih tinggi di antibodi spesifik ke antigen dibandingkan kehadirannya.

Jadi, fungsi antibodi sebagai opsomn, suatu molekul yaitu mengikat kepada kedua antigen

dan makrofag dan ditingkatkan fagositosisnya. Suatu proses oleh antigen particular yang

diberikan lebih rentan ke fagositosis yang disebut juga opsonisasi.

Antibodi dan sitotoksik aktivasi

Suatu jumlah dari substansi antimikrobal dan sitotoksis diproduksi dengan aktivasi makrofag

dapat menghancurkan mikroorganisme fagositosis. Banyak mediator dari sitotoksisitas

tersebut ialah bentuk reaktif dari oksigen.

Oksigen – dependent killing mechanism

Fagosit teraktivasi menghasilkan suatu jumlah oksigen reaktif intermediate (ROIs) dan

nitrogen reaktif intermediate yang mempunyai aktifitas antimikrobal potensial. Selama

fagositosis, suatu proses metabolic yang dikenal sebagai respiratory burst terjadi di dalam

aktivasi makrofag. Hasil proses ini berada dalam aktivasi membran pengikat oksidasi yang

mengkatalase reduksi dari oksigen menjadi superoksida anion. Oksigen intermediate reaktif

yang secara ektrim bersifat racun ke mikroorganisme tercerna. Superoksida anion juga

menghasilkan agen oksidasi kuat lainnya, termasuk hidroksil radikol dan hydrogen peroksida.

Ketika penggabungan lisosom dengan fagosomonas, aktivitas dari myeloperoksida

menghasilkan hipoklorit dari hydrogen peroksida dan ion klorida. Hipoklorit, agen aktif fari

pemutih alat-alat rumah tangga, bersifat racun terhadap mikroba tertelan. Ketika makrofag

diaktivasi dengan komponen dinding sel bakteri seperti lipopolisakarida (LPS) atau dalam

kasus mikobakteria muramil dipeptida (MDP) bersama dengan sel T, derivate stiokin (IFN-

γ), mereka mulai untuk mengekspresikan level tinggi sintesa nitrir oksida, satu enzim yang

mengoksidasi L-arginin ke hasil L-citrulline dan nitrit oksida (NO), suatu gas :

Page 9: Sel Dari Sistem Imun

L-arginin + O2 + NADPH NO + L-Citrulline + NADP

Nitrit oksida mempunyai aktivitas antimikrobal potensial, juga bisa dikombinasikan dengan

superoksida anion ke oksidasi menjadi lebih potensial dibandingkan substansi antimicrobial

lainnya. Penelitian terbaru menyatakan banyak aktivitas antimikrobal di makrofag melawan

bakteri , fungi, cacing parasit, dan protozoa mengacu pada nitrit oksida dan substansi

turunannya.

Oksigen, mekanisme pembunuh independen

Makrofag teraktivasi juga mensintesa lisosom dan berbagai enzim hidrolitik dimana kegiatan

degenerative tidak memerlukan O2. Sebagai tambahan, makrofag teraktivasi menghasilkan

satu kelompok antimikrobal dan sitotoksik peptide yang umumnya diketahui sebagai

defensis. Molekul – molekul ini merupakan residu sistein peptide kationik yang mengandng

29 – 35 residu asam amino. Setiap peptide yang terkandung 6 macam sisten membentuk satu

molekul sirkular yang distabilisasikan oleh ikatan disulfide intra molecular. Peptide

deferensin tersirkulasi ini telah menunjukkan bentuk sel saluran permeabel ion dalam

membran sel bacterial.

Defensins dapat membunuh berbagai macam bakteri, termasuk staphylococcus aureus,

streptococcus pneumonia, escherichia coli, pseudomonas aeruginosa dan haemophilus

influenza. Makrofag yang aktif juga mengsekresikan faktor nekrolisis tumor α (TNF-α) ,

suatu sitokin yang mempunyai banyak macam pengaruh dan sitotoksis pada sel tumor.

Antigen processing dan presentasi

Meskipun kebanyakan antigen dicerna oleh makrofag, penelitian dengan antigen radiolabeled

menunjukkan bahwa adanya antigen peptide pada membran makrofag. Seperti di dalam

gambar 2-9b, antigen fagosit mencerna melalui jaras proses endositik ke peptide yang

berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang kemudian berpindah ke membran

makrofag. Ativasi makrofag menginduksi peningkatan ekspresi kedua kelas II Molekul MHC

dan ko-stimulus B7 dari molekul membran, kemudian makrofag memberikan lebih efektif

dari aktivasi sel TH . proses ini dan tampilan antigen, pemeriksaan lengkap dai bab &, kritis

ke aktivasi sel TH, pusat dari perkembangan kedua sel humoral dan respon imun sel mediasi.

Page 10: Sel Dari Sistem Imun

Faktor sekresi

Jumlah dari pusat protein penting pada perkembangan respon imun disekresikan oleh aktivasi

makrofag. Hal ini termasuk kumpulan sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) , TNF-α , dan

interleukin 6 (IL-6), yang mendukung respon inflamasi. Khususnya, setiap dari agen ini

mempunyai jenis dari pengaruhnya. Sebagai contoh, IL-1 mengaktifkan limfosit, dan IL-1,

IL-6, dan TNF-α meningkatkan demam dengan mempengaruhi pusat termoregulasi di

hipotalamus.

Aktivasi makrofag mensekresi jenis dari faktor – faktor yang terlibat dalam perkembangan

respon inflamasi. Protein yang complement merupakan kelompok protein yang cocok dalam

mengeliminasi pathogen asing dan dalam meningkatkan reaksi inflamasi berikutnya. Tempat

utama sintesis protein complement berada di hati, meskipun protein ini juga diproduksi oleh

makrofag. Enzim hidrolitik terkandung dalam lisosom makrofag juga bisa disekresikan ketika

sel itu aktif. Penumpukan enzim ini dalam jaringan mendukung ke arah respon inflamasi dan

dapat, dalam beberapa kasus, mendukung ekstensivitas kerusakan jaringan. Makrofag aktif

juga mensekresikan faktor – faktor larut , seperti TNF-α, yang dapat membunuh berbagai

macam sel. Sekresi dari faktor sitotoksis ini telah menunjukkan dektruksi tumor oleh

makrofag. Akhirnya, seperti yang telah dijelaskn sebelumnya, aktivasi makrofag

mensekresikan jumlah sitokin yang menstimulasi dalam proses hematopoiesis.

Sel granulosit

Granulosit diklasifikasikan menjadi neutrofil, eosinofil , atau basofil ada morfologi dasar sel

dan karakteristik pewarnaan sitoplasmik (gambar 2-10) . neutrofil mempunyai nucleus

multilobus dan sitoplasma granulosit yang mewarnai baik kedua asam atau basa, sering kali

dipanggil PMN untuk nucleus multilobus. Eosinofil mampunyai nujleus bilobus dan

sitoplasms bergranulasi pada pewarnaa dengan nucleus dan pewarnaan asalm eosin merah.

Basofil mempunyai nucleus berlobus dan sitoplasma bergranulosit berat yang diwarnai

dengan methylene blue. Kedua neutrofil dan eosinofil adalah fagosit, dimana basofi tidak

termasuk. Neutrofil, mendukung 50%-70% dari sirkulasi sel darah putih, lebih banyak

dibandingkan eosinofil (1%-3%) atau basofil (<1%)

Neutrofil

Neutrol dihasilkan oleh proses hematopoiesis di sumsum tulang belakang. Mereka dilepaskan

ke aliran darah perifer dan bersirkulasi sektira 7 – 10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan,

Page 11: Sel Dari Sistem Imun

demnaa mereka mendapatkan masa hidup hanya beeberapa hari, dalam responnya terhadap

banyak proses inflamasi, sumsum tulang belakang melepaskan lebih dari biasanya jumlah

neutrofil dan sel ini umumnya menjadi yang pertama tiba di tempat inflamasi. Hasil transient

meningkat dalam jumlah neutrofil bersirkulasi, disebut leukositosis, yang umumnya

digunakan sebagai indikasi infeksi.

Pergerakan dari sirkulasi neutrofil di jaringan dsebut ekstravasasi, membutuhkan beberapa

langkah: sel pertama masuk ke endothelium vascular, kemudian menghasilkan jarak antara

perbatasan sel endothel di dinding pembuluh darah, dan akhirnya masuk ke membran dasar

darah, bergerak keluar ke ruang jaringan. Jumlah dari zat yang umumnya pada reaksi

inflamasi menjadi faktor chemotatik yang meningkatkan akumulasi neutrofil pada tempat

inflamasi. Di antara faktor chemotatic ini, komponen sistem pembekuan darah dan beberapa

sitokin disekresikan oleh sel TH teraktivasi dan makrofag.

Seperti makrofag, neutrofil juga merupakan sel fagosit aktif. Fagosit oleh neutrofil sama

dengan yang dideksripsikan untuk makrofag, kecuali enzim litik dan substansi bacterial

dalam neutrofil yang terdiri dari granul primer dan sekunder (gambar 2-10a). granula primer

yang besar merupakan tipe dari lisosom yang mengandung peroksida, lisozym, dan berbagai

enzim hidrolitik. Granula sekunder yang lebih kecil mengandung kolagen, laktoferin, dan

lisozyme. Kedua granula primer dan sekunder bergabung dengan fagosom, dimana

substansinya dicerna dan dieliminasi seperti mereka yang ada dalam makrofag.

Neutrofil juga memperkerjakan kedua oksigen dependen dan oksigen independen untuk

mengeneralis susbtansi antimikrobal. Neutrofil faktanya lebih seperti makrofag yang

membunuh mikrroorganisme yang dicerna. Neutrofil menunjukkan satu bursa pernafasan

yang lebih besar daripada makrofag dan mampu bergenerasi lebih reaktif terhadap oksigen

intermediate dan reaktif nitrogen intermediate. Sebagai tambahan, neutrofil menunjukkn nilai

yang lebih tinggi pada defensins dibandingkan pada makrofag.

Eosinofil

Eosinofil, seperti neutrofil, merupakan sel fagosit motil yang dapat bermigrasi dari darah ke

ruang jaringan. Tujuan fagositik mereka ialah secara significan kurang penting dibandingkan

neutrofil, dan mereka lebih berperan dalam pertahanan melawan organism parasit. Zat yang

disekresi dari granula eosinofilik dapat merusak membran parasit.

Page 12: Sel Dari Sistem Imun

Basofil

Basofil merupakan granulosit nonfagosit yang berfungsi sebagai pelepas substansi

farmakologi aktif dari granula sitoplasmik mereka. Zat – zat itu mempunyai peran penting

dalam respon alergi tertentu.

Sel mast

Prekursor sel mast, yang dibentuk di sumsum tulang belakang oleh proses hematopoiesis,

dilepas ke darah sebagai sel yang tidak dapat didiferensiasikan; mereka tidak berdiferensiasi

sampai mereka meninggalkan darah dan memasuki jaringan. Sel mast dapat ditemui di

berbagai macam jairngan, termasuk kulit, jaringan ikat dari beberapa organ, dan jaringan

epitel mukosa dari sistem pernafasan, genitourinary dan traktur digestivus. Seperti basofil

yang bersirkulasi, sel ini mempunya jumlah besar dalam granula sitoplasmik yang

mengandung histamine dan zat famarkologi aktif lainnnya. Sel mast, bersamaan dengan

basofil darah, mempunyai peranan penting dalam perkembangan alergi.

Sel dendritik

Sel dendritik (DC) ditutupi oleh perpanjangan membran yang menyerupai sel saraf dendrite.

Sel dendritik bisa sulit di isolasi karena prosedur konvensional untuk isolasi sel dapat

menghancurkan perpanjangan membran mereka. Perkembangan dari tekhnik isolasi yang

memperkerjakan enzim dan dipersi telah memfasilitasi isolasi dari sel ini meskipun sel

dendritik paling dewasa mempunyai ufngsi utama yang sama, presentasi antigen ke sel TH.

empat tipe sel dendritik yang diketahui ialah : sel langerhans, sel dendritik interstitial, sel

myeloid, dan sel dendritik limfoid. Setiap kemunculan dari sel stem hematopoiesis melalui

berbagai macam cara berbeda dan lokasi berbeda. Gambar 2-11 menunjukkan mereka

berdiferensiasi melalui kedua batas myeloid dan limfoid. Dilihat dari perbedaannya, mereka

menunjukkan nilai tinggi dari kedua kelas II molekul MHC dan anggota dari ko-stimulasi B7.

Untuk alasan ini, mereka merupakan antigen yang potensial – sel presenting dibandingkan

makrofag dan sel B, dimana keduanya butuh diaktivasi sebelum mereka berfungsi sebagai

antigen presenting sel (APCs). Bentuk imatur atau precursor dari tiap tipe sel dendritik ini

membutuhkan antigen dengan fagositosis atau endositosis; antigen diproses, dan sel dendritik

dewasa menunjukkan ke sel TH. invasi mikroba atau selama inflamasi, bentuk matur dan

imatur dari sel langerhans dan sel dendritik interstitial bermigrasi ke nodus limfa, dimana

Page 13: Sel Dari Sistem Imun

mereka membuat tampilan kritik pada antigen untuk sel TH yang membutuhkan inisiasi dari

respon sel – sel kunci tersebut.

Tipe lain dari sel dendritik, sel dendritik folikuler (gambar 2-12) tidak dibuat di sumsum

tulang belakang dan mempunyai fungsi berbeda dengan antigen- sel dendritik yang telah

dijelaskan diatas. Sel dendritik folikular tidak diekspresikan sebagai kelas II molekul MHC

dan kemudian tidak berfungsi sebagai sel antigen presenting untuk aktivasi sel TH. sel

dendritik ini dinamakan atas lokasi ekslusif mereka yang berada di dalam struktur

terorganisasi dari nodus limfa yang disebut folikel limfa, yang banyak terdapat pada sel B.

meskipun mereka tidak terdapat pada molekul kelas II , sel dendritik folikular menampakkan

level tinggi dari membran reseptor untuk antibodi, yang mengizinkan mengikat antigen

kompleks. Interaksi sel B dengan ikatan antigen ini mempunyai pengaruh penting dalam

respon sel B.

Page 14: Sel Dari Sistem Imun

Bab 3 Antigen

Substansi yang dapat dikenali oleh reseptor immunoglobulin sel B, atau dengan reseptor sel T

ketika dilibatkan dengan MHC disebut antigen. Sifat molekul dari antigen dan cara

bagaimana sifat ini bisa memberikan kontribusi kepada aktivasi imun menjadi pusat dari

pemahaman kita tentang sistem imun. Bab ini menjelaskan beberapa ciri – cirri dari antigen

yang dikenali oleh sel B atau sel T. Bab ini juga meng-eksplorasi kontribusi immunogenisitas

oleh sistem biologi dari host; sistem biologi menentukan apakah sebuah molekuk yang

mengkombinasikan antigen sel B dan sel T – reseptor pengikat dapat menyebabkan respon

imun. Perbedaan fundamental dalam limfosit B dan limfosit T mengenali antigen

membedakan ciri-ciri molekul mana yang dikenali oleh tiap cabang dari sistem imun.

Perbedaan ini juga ditelaah dalam bab ini.

Imunogenisitas versus antigenisitas

Immunogenisitas dan antigenisitas berhubungan satu sama lain namun ciri-ciri imunologi

yang nyata terkadang membingungkan. Immungogenisitas merupakan kemampuan untuk

menyebabkan suatu sel humoral dan/atau sel mediasi respon imun :

Sel B + antigen efektor sel B + sel B memori

Sel plasma

Sel T + antigen efektor sel T + sel T memori

(contohnya CTLs, THS)

Meskipun substasi yang menyebabkan respon imun spesifik biasa disebut antigen, lebih baik

menyebutnya immunogen.

Antigenisitas ialah kemampuan untuk mengkombinasikan secara spesifik dengan produk

akhir dari respon diatas ( contohnya antibodi dan/atau reseptor permukaan sel). Meskipun

semua molekul yang mempunyai ciri – ciri immunogenisitas juga mempunyai ciri-ciri

antigenisitas, sebaliknya tidak benar. Beberapa molekul kecil, yang disebut haptens,

merupakan antigenic namun tidak berkapasitas oleh mereka sendiri dalam menyebabkan

respon imun spesifik. Dalam arti lain mereka kekurangan immunogenisitas.

Page 15: Sel Dari Sistem Imun

Faktor-faktor yang mempengaruhi immunogenisitas

Selain melindungi dari penyakit infeksi, sistem imun juga harus mampu mengenali bakteri,

produk bakteri , fungi, parasit, dan virus seperti immunogen. Faktanya, sistem imun

sebenarnya mengenali berbagai macam makromolekul dari agen infeksi, umumnya baik

protein maupun polisakarida. Protein merupakan immunogen paling potensial , dengan

polisakarida sebagai urutan keduanya. Sebagai perbandingan, lipid dan asam nukleat dari

agen infeksi umumnya tidak berperan sebagai immunogen, kecuali kalau mereka dilengkapi

dengan protein atau polisakarida. Ahli immunologi cenderung untuk menggunakan protein

atau polisakarida sebagai immunogen dalam penelitian eksperimental dari bidang imunitas

humoral. Untuk sel imunitas mediasi, hanya protein dan beberapa lipid serta glikolipid

berperan sebagai immunogen. Molekul- molekul ini tidak dapat dikenali secara langsung.

Protein harus yang pertama diproses menjadi peptide kecil dan kemudian dipresentasikan

bersama dengan molekul MHC di membran sel sebelum mereka dikenali sebagai

immunogen. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa lipid dan glikolipid dapat menjadi

menjadikan sel mediasi imunitas harus selalu dikombinasikan dengan membran molekul

seperti MHC yang disebut CD1.

Immunogenesitas tidak menjadi ciri intrinsic dari antigen, namun tergantung pada umlah ciri-

ciri dari sistem biologi particular yang antigen pertemukan. 2 bagian berikutnya menjelaskan

ciri-ciri yang imunogen sering bagikan dan kontribusi bahwa sistem biologi membuat suatu

penampakan dari imunogenisitas.

Sifat alami dari kontribusi immunogen kepada immunogenisitas

Immunogenisitas menentukan empat ciri-ciri dari immunogen : keasingannya, ukuran

molekul, komposisi kimiawi dan kelengkapannya , serta kemampuan diproses dan

dipresentasikan dengan satu molekul MHC diatas permukaan antigen presenting sel atau sel

sendiri.

Keasingan

Bertujuan untuk membentuk respon imun, satu molekul harus dikenali sebagai bukan diri

sendiri oleh sistem biologi. Kapasitas untuk mengenali bukan diri sendiri ditemani oleh

toleransi terhadap diri sendiri, suatu spesifik unreponsif kepada antigen sendiri. Banyak dari

kemampuan untuk mentoleransi antigen sendiri timbul ketika limfosit berkembang, selama

limfosit tidak dewasa diekspos menjadi komponen sendiri. Antigen yang tidak pernah

Page 16: Sel Dari Sistem Imun

ditampakkan kepada limfosit tidak dewasa selama periode penting bisa nanti dikenali sebagai

bukan diri sendiri, atau benda asing, oleh sistem imun. Ketika antigen dikenalkan dengan

organism, derajat dari imunogenisitas tergantung oleh derajat keasingannya.

Umumnya,semakin besar jarak pilogenetik antara dua spesies, makin besar perbedaan

struktur antara mereka.

Sebagai contoh, antigen bovine serum albumin (BSA) yang umum tidak imunogenik ketika

disuntikkan kepada sapi, namun menjadi imunogenik yang kuat ketika disuntik kepada

kelinci. BSA diharapkan dapat menjadikan imunogenisitas lebih baik pada ayam

dibandingkan kambing, dimana lebih mirip hubungannya dengan bovine. Ada beberapa

pengecualian pada peraturan ini. Beberapa makromolekul (contohnya kolagen dan sitokrom)

telah dikonversikan melewati evolusi dan dipertunjukkan menjadi imunogenisitas sangat

kecil melewati diversi garis special. Sebaliknya, beberapa komponen sendiri ( jaringan

corneal dan sperma) lebih efektif diambil dari sistem imun, sehingga jika jaringan yang

disuntikkan meski pada binatang dari asal mereka, mereka akan tetap berfungsi sebagai

immunogen.

Ukuran molekul

Ada hubungan antara ukuran makromolekul dan immunogenisitas. Immunogen paling aktif

cenderung memiliki massa molecular 100.000 dalton (Da) . umumnya, substansi dengan

massa molecular kurang dari 5000 – 10000 Da merupakan immunogen lemah, meskipun

beberapa substansi dengan massa molecular kurang dari 1000Da telah dibuktikan sebagai

immunogenic

Komposisi kimiawi dan heterogenitas

Ukuran dan keasingan tidak cukup untuk membuat molekul imunogenik; ciri – ciri lagi

dibutuhkan juga. Sebagai contoh, homopolymers sintetis (polimer terdiri dari satu asam

amino atau gula) cenderung untuk kekurangan immunogenitas berdasarkan ukurannya.

Penelitian menunjukkan bahwa ko-polimer terdiri dari asam amino berbeda atau gula yang

biasanya lebih imunogenik daripada homopolimer dari bagian mereka. Penelitian ini

menunjukkan bahwa kelengkapan kimiawi memberikan kontribusi kepada imunogenitas. Hal

ini ditetapkan bahwa keempat level organisasi protein memberikan kontribusi kepada

kelengkapan struktur protein dan oleh sebab itu mempengaruhi imunogenitas (gambar 3-1)

Page 17: Sel Dari Sistem Imun

Lipid sebagai antigen

Antigen lipoidal dapat menjadi respon sel B dan sel T. untuk stimulasi respon sel B, lipid

digunakan sebagai hapten dan terikat pada molekul pembawa yang cocok seperti lubang

kunci protein limpet hemosianin (KLH) atau bovine serum albumin (BSA). Dengan

ditambahkan dengan konjugasi lipid-protein, memungkinkan untuk menstabilkan antibodi

yang tinggi spesifiknya pada target lipid. Menggunakan pendekatan ini, antibodi diangkat

melawan berbagai macam molekul lipid termasuk steroid, turunan lengkap asam lemak, dan

vitamin larut lemak seperti vitamin E. dasar antibodi merupakan kehadiran dan jumlah dari

lipid penting di tubuh. Sebagai contoh, determinasi dari level kelompok kompleks dari lipid

dikenal sebagai leukotrin dapat berguna dalam mengevaluasi pasien asma. Prednison, suatu

immunosupresi steroid sering digunakan dalam upayah mencegah penolakan dari tranplantasi

organ. Perolehan dan pengaturan dari level darah yang adekuat dan obat imunosupresi lain

penting untuk menjadi hasil yang sukses dalam transplantasi, dan immunoassay antibodi

dasar secara rutin digunakan dalam membuat evaluasi ini. Sensitivitas yang tidak biasa dan

spesifisitas assay berdasarkan pada penggunakan antibodi anti lipid , yang menunjukkan

bahwa spesifisitas antibodi menaik melawan leukotrin C4. Antibodi ini memperbolehkan

deteksi dari sama kecilnya dengan 16-32 pikogram per millimeter dari leukotrin C4. Karena

hal ini mempunyai sedikit atau tidak reaktif dengan komponen yang sesuai, seperti leukotrin

C4 atau leukotrin E4, dapat digunakan untuk pengujian sampel leukotrin C4 yang terdiri dari

komponen dan varieats dari struktur lain yang berhubungan dengan lipid.

Sel T dikenali peptide diturunkan dari protein antigen ketika mereka dipresentasikan sebagai

peptide MHC komplek. Bagaimanapun juga, beberapa lipid apat dikenali oleh set T.

komponen lipoidal seperti glikolipid dan beberapa fosfolipid dapat dikenali oleh reseptor sel

T ketika dipresentasi kan secara kompleks dengan molekul yang sangat mirip dengan

molekul MHC. Molekul lipid ini merupakan bagian dari CD1 dan sangat dekat relasi

struktural dari molekul MHC kelas I. molekul lipid ini dikenali oleh CD1, reseptor sel T

sistem yang muncul untuk berbagi bagian umum dari kepala dan anggota kelompok

hidrofilik. Porsi hidrofobik ialah rantai panjang asam lemak atau alcohol dan kepala

kelompok hidrofilik dibentuk dari kelompok yang sering mengandung karbohidrat.

Pengenalan dari lipid merupakan bagian dari respon imun ke beberapa pathogen, dan sel T

yang mengenal lipid timbul dari Mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium leprae,

yang menyebabkan tuberculosis dan lepra, telah diasingkan dari manusia yang terinfeksi

dengan bacteria ini.

Page 18: Sel Dari Sistem Imun

Susceptibility to antigen processing and presentation

Perkembangan dari kedua sel humoral dan sel mediasi respon imun membutuhkan interaksi

sel T dengan antigen yang telah diproses dan dipresentasikan bersama dengan molekul MHC.

Makromolekul yang besar dan tidak larut umumnya lebih imunogenik daripada yang kecil

dan larut karena molekul besar lebih siap difagosit dan diproses. Makromolekul yang tidak

dapat diuraikan dan dipresentasikan oleh molekul MHC oleh imunogen lemah. Hal ini bisa

digambarkan dengan polimer dari D-asam amino, dimana stereoisomer secara alami

mengalami asam L-amino. Karena enzim degradatif diantara antigen presenting sel dapat

menurunkan hanya protein yang mengandung L-asam amino, polimer dari D-asam amino

tidak dapat diproses dan mejadi imunogen lemah.

Sistem biologi berkontribusi dengan imunogenisitas

Walaupun jika makromolekul mempunyai sifat yang berkontribusi ke imunogenitas,

kemampuannya untuk menjadi respon imun tergantung dengan ciri tertentu dari sistem

biologi yang antigen libatkan. Ciri – ciri ini termasuk genotip dari penerima, dosis dan rute

dari pengaturan antigen, dan pengaturan substansi, disebut juga adjuvant,yang meningkatkan

respon imun.

Genotype of the recipient animal

Genotip dari imunisasi binatang mempengaruhi tipe respon imun yang binatang

manifestasikan. Sebagai contoh, Hugh McDevitt menunjukkan bahwa dua perbedaaan rantai

inbred yang tikus repspon sangat berbeda dengan sintesa polipeptida imunogen. Setelah

paparan ke imunogen, satu rantai menghasilkan level tinggi dari serum antibodi, dimana

rantai lain menghasilkan level rendah. Ketika dua rantai disilangkan, generasi F1

menunjukkan respon intermediate ke imunogen. Dengan analisis backcross , gen mengatur

responsifitas imun yang dipetakan ke subregio dari histokompabiliti kompleks utama (MHC).

Beberapa penelitian dengan penegasan sederhana imunogen telah mendemonstrasikan kontrol

genetic dari respon imun, secara garis besar dibataskan dengan gen sampai MHC. Data ini

diindikasikan bahwa hasil gen MHC, yang fungsinya untuk mempresentasikan proses antigen

menjadi sel T, mempunyai peran penting dalam membedakan derajat pada hewan mana yang

merespon ke imunogen.

Respon dari binatang ke antigen juga dipengaruhi oleh gen yang mengkode sel B dan sel T

reseptro dan oleh gen yang mengkode berbagai protein dilibatkan dalam mekanisme regulasi

Page 19: Sel Dari Sistem Imun

protein. Keragaman genetic dalam semua mempengaruhi imunogenesitas dari makromolukul

dalam binatang yang berbeda, kontribusi genetic ini kepada imunogenisitas akan dijelaskan

lebih lanjut di bab selanjutnya.

Immunogen dosage and route of administration

Setiap percobaan imunogen menghadirkan satu dosis particular – kurva respon, yang

dibedakan dengan mengukur respon imun kepada dosis yang berbeda dan rute aturan yang

berbeda. Respon anitibodi diukur dengan membedakan level dari antibodi yang hadir di

serum imunologi binatang. Mengevaluasi respon sel T lebih mudah tetapi mungkin dibedakan

dengan mengevaluasi peningkatan jumlah sel T berhubngan dengan TCRs yang mengenali

imunogen. Beberapa kombinasi dari dosis optimal dan rute peraturan dapat menjadikan

puncak respon imun dalam pemberian ke binatang.

Dosis yang tidak cukup tidak akan menstimulasi respon imun karena gagal dalam

mengaktifkan limfosit yang cukup atau karena, dalam beberapa kasus, beberapa jarak dari

dosis rending dapat menjadikan imunologi tidak responsive atau tolerasi. Fenomena toleransi

dibahasa dalam bab 10 dan 21. Sebaliknya, dosis tinggi dapat menghasilkan toleransi. Respon

imun pada tikus menjadi kapsul pneumococcal polisakarida yang murni menggambarkan

pentingnya dosis. Satu dosis 0.5mg dari antigen gagal untuk menjadikan respon imun pada

tikus, dimana 1000 kali lebih rendah dosisnya pada antigen yang sama (5x10-4

mg0

menjadikan respon antibodi humoral.satu dosis dari percobaan imunologen tidak

menghasilkan respon yang kuat, mengulang administrasi berkali kali satu periode dalam

beberapa minggu selalu dibutuhkan. Seperti pengulangan administrasi, atau booster

meningkatkan proliferasi klonal dari sel T spesifik antigen atau sel B dan meningkatkan

populasi limfosit spesifik untuk imunogen.

Percobaan imunogen umumnya dilakukan parenteral. , yang mana dengan rute lain dari

traktus digestivus. Rute pelaksanaan yang paling sering ialah sebagai berikut :

Intravena (IV) : dalam vena

Intradermal (ID) : dalam kulit

Subkutaneus (sc) : dibawah kulit

Intramuscular (im) : dalam otot

Intraperitoneal (ip) : dalam cavitas peritoneal

Page 20: Sel Dari Sistem Imun

Rute pelaksanaan yang kuat mempengaruhi organ imun dan populasi sel yang dilibatkan

dalam respon. Antigen dilaksanakan intravena dibawa pertama ke pancreas, dimana antigen

dilaksanakan subkutaneus bergerak pertama ke nodus limfa local. Perbedaan dalam sel

limfoid yang dipopulasikan organ ini mungkin direfleksikan dalam respon imun yang

subsekuen.

Adjuvants

Adjuvant (dari kata latin adjuvare , untuk menolong) merupakan substansi yang ketika

digabung dengan antigen dan disuntikkan dengannya, mempertinggi imunogenitas antigen

tersebut. Adjuvant sering digunakan untuk memberikan dorongan respon imun ketika antigen

dalam keadaan imunogenitas rendah atau ketika hanya sedikit jumlah dari antigen yang

tersedia. Sebagai contoh, repon antibodi dari tikus pada imunisasi dengan BSA dapat

meningkat lima kali lipat atau lebih jika BSA dilaksanakan dengan adjuvant. Sebenarnya,

bagaimana adjuvant menambah respon imun tidak sepenuhnya diketahui, tetapi mereka

tampil menggunakan satu atau lebih dari pengaruh berikut :

Antigen persisten yang diperpanjang

Stimulus co-sinyal dipertingkatkan

Inflamasi local meningkat

Proliferasi nonspesifik dari limfosit distimulasi.

Aluminium potassium sulfat (alum) memperpanjang persistensi dari antigen. Ketika antigen

digabung dengan alum, garam menimbulkan antigen. Suntikan dari alum ini mempercepat

hasil dalam pelepasan perlahan antigen dari tempat suntikan, jadi waktu efektif untuk

eksposure ke antigen meningkat dari beberapa hari lalu tanpa adjuvant untuk beebrapa

minggu kedepan dengan adjuvant. alum mempercepat juga meningkatkan ukuran dari

antigen, meningkatkan fagositosis.

Water in oil adjuvants juga memperpanjang persistensi dari antigen. Persiapan dikenal

dengan nama Freund’s incomplete adjuvant mengandung antigen dalam solusi aqua, minyak

mineral, dan agel emulsi seperti mannide monooleate yang mendispersi minyak menjadi

droplet kecil mengelilingi antigen, antigen kemudian dilepaskan perlahan dari tempat

suntikan. Persiapan ini didasari oleh freund;s complete adjuvant,pertama kali dipaparkan

formulasi tinggi efektif adjuvant, dikembangkan oleh Jules Freund bertahun tahun yang lalu

dan mengandung pembunuh panas Mycobacteria sebagai bahan tambahan. Muramyl

Page 21: Sel Dari Sistem Imun

dipeptide, komponen dari dinding sel mycobacterial, mengaktifkan makrifag, membuat

Freund’s Complete adjuvant jauh lebih potensial daripada bentuk yang tidak lengkapnya.

Makrofag yang aktif lebih fagositik daripada makrofag tidak aktif dan dipaparkan level tinggi

dari class II Molekul MHC dan membran molekul dari B7. Peningkatan ekspresi dari kelas II

MHC meningkatkan kemampuan antigen presenting sel ke antigen ke sel TH. Molekul