Download - Sel Dari Sistem Imun
Sel dari Sistem Imun
Limfosit merupakan sel inti dari system imun, bertanggung jawab atas adaptasi imunitas dan
berkontribusi kepada diversitas, spesifisitas, ingatan dan pengenalan sendiri atau tidak
sendiri. Tipe lain dari sel darah putih mempunyai peranan penting, menyerang dan
menghancurkan mikroorganisme, sel penyaji antigen, dan mensekresikan sitokin.
Sel Limfoid
Jumlah limfosit terdiri 20% - 40% sel darah putih di tubuh dan 99% sel limfa. ( tabel 2.4).
Terdapat kurang lebih 1011
(tergantung besar tubuh dan usia) limfosit di tubuh manusia.
Limfosit ini terus menerus bersirkulasi di dalam darah dan limfa serta dapat bermigrasi ke
dalam ruang jaringan dan 0organ limfoid, lalu berintegrasi dengan sistem imun.
Limfosit dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu sel B, sel T dan sel pembunuh alami
(Natural Killer Cells) – on the basis of function and cell membrane components. Sel
pembunuh alami (NK cells) bentuknya besar, suatu granular limfosit yang tidak dijabarkan
sebagai penanda lapisan teratas seperti sel B atau sel T. Sel B dan sel T limfosit bentuknya
kecil, motil, sel nonphagositik yang tidak dapat dihilangkan secara morfologi. Limfosit B dan
T yang tidak berinteraksi dengan antigen merupakan sel istirahat di dalam siklus sel fase G0.
Dikenal sebagai limfosit kecil, sel ini hanya berukuran 6µm dalam diameternya. Bentuk
sitoplasma mereka hampir tidak bisa dilihat di sekitar nucleus. Limfosit kecil mempunyai
kromatin yang padat, sedikit mitokondria, dan perkembangan reticulum endoplasma dan
apparatus golgi yang buruk. Limfosit normalnya mempunyai masa hidup yang pendek.
Interaksi limfosit kecil dengan antigen, dalam adanya sitokin tertentu dibahas selanjutnya,
menyebabkan sel ini memasuki siklus sel dengan perubahan dari G0 ke G1 dan kemudian
menjadi S,G2 dan M (gambar 2-7a). Dengan perubahan tersebut mereka melewati siklus sel,
pembesaran limfosit menjadi 15µm (diameter) sel blast yang disebut limfoblast. Sel – sel ini
mempunya sitoplasma yang lebih tinggi / baik.: rasio nuclei dan kesempurnaan organellar
lebih daripada limfosit kecil. (gambar 2-7b)
Limfoblast berproliferasi dan akhirnya berdiferensiasi ke sel ekeftor atau sel memori. Sel
efektor berfungsi dalam berbagai macam cara menghilangkan antigen. Sel- sel ini
mempunyai jangka waktu hidup yang pendek , umumnya berkisar antara beberapa hari
sampai beberapa minggu.
Sel plasma (suatu sel antibody yang mengsekresi sel efektor dari turunan sel B) mempunyai
satu sitoplasma khas yang terdiri dari reticulum endoplasma yang berlimpah (untuk
mendukung ratio tinggi mereka dari sintesa protein) dirancang dalam lapisan konsentrik dan
juga banyak badan golgi (lihat gambar 2-1). Sel afektor dari turunan sel T temasuk sitokin,
mengsekresikan sel T helper (sel TH) dan limfosit sitotoksik T. Beberapa dari turunan sel B
dan sel T limfoblast berdiferensiasi menjadi sel – sel memori. Kehadiran kelompok sel ini
bertanggung jawab pada imunitas jangka panjang ke banyak pathogen. Sel memori terlihat
seperti sel limfosit kecil tetapi dapat dikenal dari kehadiran sel atau tidak adanya dari
beberapa molekul membrane sel.
Turunan yang berbeda atau tahap pendewasaan dari limfosit dapat dikenali dari pajanan
mereka terhadap membrane molekul dari antibody monoclonal tertentu (antibody yang
spesifik untuk setiap satu epitope dari antigen; lihat bab 4 untuk deksripsi antibody
monoclonal). Seluruh antibodi monoclonal yang bereaksi terhadap berbagai macam membran
molecular dikelompokkan bersama sebagai kelompok diferensiasi. Setiap antibodi
monoclonal baru yang mengenali membrane molekul leukosit dianalisa untuk melihat apakah
akan falls within a recognized CD designation; jika tidak, akan memberikan desain baru dari
kelompok diferensiasi yang merefkleksikan satu membrane molekul baru. Meskipun asal
nomenklatur kelompok diferensiasi yaitu hasil perkembangan terhadap membrane molekul
leukosit manusia, membrane molekul homologus dari spesies lain contohnya tikus secara
umum mengacu pada desain kelompok diferensiasi yang sama. Tabel 2-5 menampilkan
beberapa molekul kelompok diferensiasi yang umum ditemukan pada limfosit manusia.
Bagaimanapun juga, hal ini hanyalah merupakan daftar parsial bagian dari 200 penanda
kelompok diferensiasi yang telah dijelaskan. Suatu daftar atau data lengkap dan penjabaran
dari penanda kelompok diferensiasi yang terkenal ada dalam appendiks buku ini.
Karakteristik dan fungsi umum dari limfosit B dan limfosit T dijelaskan dalam bab 1 dan
ditinjau ulang kembali pada sesi berikutnya. Inti sel dari sistem imun ini akan diperiksa lebih
rinci pada bab selanjutnya.
Limfosit B
Paragraf 1 pending sampai mature B. Sel B dewasa secara definitive dibedakan dari limfosit
lain dari sintesis mereka dan tampilan molekul membrane pengikat immunoglobulin
(antibodi) dimana berperan sebagai reseptor untuk antigen. Setiap 1.5x105 molekul antibodi
di atas membran sel B mempunyai ikatan kuat yang identik untuk antigen. Diantara molekul
lain yang terpajan di atas membrane sel B ialah sebagai berikut :
B220 (bentuk dari CD45) seringkali digunakan sebagai penanda untuk sel B dan
precursor mereka. Bagaimanapun juga, tidak seperti antibodi lainnya, B220 tidak
dipajakan secara unik oleh turunan Sel B.
Molekul MHC tingkat 2 memperbolehkan sel B untuk berfungsi sebagai antigen
presenting cell (APC)
CR1 (CD35) dan CR2 (CD21) adalah reseptor untuk produk komplemen tertentu.
FcγRII (CD32) dan B7-2(CD86) adalah molekul yang berinteraksi dengan CD28 dan
CTLA-4, molekul regulasi yang penting diatas permukaan beberapa tipe berbeda dari
selt T, termasuk sel TH.
CD40 ialah molekul yang berinteraksi dengan ligan CD40 dipermukaan sel T helper.
Dalam banyak kasus, interaksi ini sifatnya kritis untuk kelangsungan antigen
stimulasi sel B dan untuk perkembangan mereka terhadap antibodi penghasil sel
plasma atau sel B memori.
Interaksi antara antigen dan membran pengikat antibodi diatas sel B dewasa, sama dengan
interaksi antara sel T dan makrofag, secara selektif menginduksi aktivasi dan diferensiasi
dari klon sel B dalam spesifisitas yang sesuai. Dalam proses ini, sel B dibagi secara terus
menerus dan membedakan lebih dari 4 – 5 hari, menghasilkan satu populasi dari sel plasma
dan sel memori. Sel plasma yang mempunyai level lebih rendah dari membran pengikat
antibodi dibandingkan sel B, mengurai dan menghasilkan antibodi. Seluruh klonal keturunan
dari sel B mengsekresikan molekul antibodi dengan spesifisitas antigen pengikat yang sama.
Terakhir, sel plasma adalah sel terakhir yang dibedakan, dan banyak yang mati dalam 1
sampai 2 minggu.
Limfosit T
Limfosit T mendapatkan nama mereka dari their site of maturation in the thymus. Seperti
limfosit B, sel ini mempunyai reseptor membran untuk antigen. Meskipun antigen pengikat
sel B secara struktural berbeda dari immunoglobulin, antigen ini membagikan beberapa
bentuk yang umum dengan molekul immunoglobulin, khususnya dalam struktur pada antigen
pengikatnya. Tidak seperti membrane pengikat antibodi seperti sel B, reseptor sel T tidak
mengenali antigen bebas. Reseptor sel T mengenali hanya antigen yang terikat pada kelas
berbeda dari molekul tersendiri. Kebanyakan sel T mengenali antigen hanya ketika ikatan ke
molekul sendiri dikode oleh gen melalui komplek histokompabilitas utama (MHC). Seperti
yang dijelaskan pada bab 1, perbedaan fundamental antara humoral dan cabang mediasi sel
dari sistem imum ialah ketika sel B mampu mengikat antigen larut dimana sel T dilarang
untuk mengikat antigen yang terpapar pada selnya sendiri. Agar dikenali oleh kebanyakan sel
T, antigen ini harus terpapar bersama dengan molekul MHC pada permukaan antigen
presenting sel atau pada sel terinfeksi virus, sel kanker, dan grafts. Sistem sel T telah
berkembang untuk mengeliminasi sel nya sendiri, which pose a threat ke fungsi normal
tubuh.
Seperti sel B, sel T menandakan sendiri molekul membrane. Seluruh bagian dari kelompok
sel T menandakan reseptor sel T, polipeptida kompleks termasuk CD3, dan kebanyakan bisa
dibedakan dengan kehadiran satu atau dua molekul membran lainnya, CD4 dan CD8.
Sebagai tambahan, kebanyakan sel T dewasa menandakan membran molekul berikut ini:
CD28, suatu reseptor untuk co-stimulus B7 dari molekul yang ada di sel B dan
antigen presenting lainnya.
CD45, suatu sinyal molekul transduksi.
Sel T yang menandakan membran molekul glikoprotein CD4 terbatas mengenali ikatan
antigen ke molekul MHC kelas II, dimana sel T menandakan CD8, suatu membran
glikoprotein dimerik , terbatas untuk mengenali antigen terikat ke molekul MHC kelas I.
Jadi, pajanan CD4 dengan CD8 cocok terhadap pembatasan restriksi MHC dari sel T.
Umumnya, ekspresi CD4 dan CD8 juga menguraikan dua fungsi utama bagian kelompok
limfosit T. CD4+ sel T umumnya berfungsi sebagai sel TH dan terbatas pada kelas II; CD8
+
sel T umumnya berfungsi sebagai sel sitotoksik T (Tc) dan terbatas pada kelas I. Jadi, rasio
dari sel TH sampai sel TC dalam satu sampel dapat diperkirakan dengan pengujian nilai
jumlah dari sel T CD4+ dan sel T CD8
+. Rasio ini diperkirakan 2:1 dalam darah perifer
manusia normal., tapi mungkin dapat secara signifikan dirubah oleh penyakit
immunodefisiensi, penyakit autoimun, dan penyakit lain.
Klasifikasi dari CD4+ kelas II - sel terbatas sebagai sel TH dan CD
+ kelas I – sel terbatas
sebagai sel TC tidak absolut. Beberapa sel CD4+ dapat menjadi sel pembunuh. Beberapa sel
Tcjuga telah menunjukkan sekresi satu varietas dari sitokin dan membuat suatu pengaruh
pada sel lain dibandingkan terhadap yang pengaruh oleh sel TH. perbedaan antara sel TH dan
sel TC tidak selalu jelas; dapat menjadi ambigu pada aktivitas fungsional.
Namun, karena ambiguitas merupakan pengecualian dan bukan suatu peraturan,
penyamarataan dari sel T helper sebagai CD4+ dan kelas II terbatas dan dari sel T sitotoksis
sebagai CD8+ dan kelas I terbatas diasumsikan seluruhnya dalam tulisan ini, kecuali
sebaliknya dispesifikasikan.
Sel TH aktif dengan mengenali suatu antigen – kelas II MHC kompleks dari suatu antigen
presenting sel. Setelah pengaktifan, sel TH mulai membagi dan memberikan reaksi untuk
klon dari sel efektor, setiap detail untuk antigen yang sama- kelas II MHC Kompleks. Sel TH
ini mensekresikan berbagai macam sitokin, dimana perannya sentral dalam aktivasi sel B, sel
T, dan sel lain yang berpartisipasi dalam respon imun. Perubahan pola dari sitokin yang
diproduksi oleh sel TH dapat merubah tipe respon imun yang mengembangkan diantara
leukosit lain. Respon TH1 menghasilkan satu profil sitokin yang mendukung proses inflamasi
dan aktivitas kebanyakan beberapa macam sel T dan makrofag, dimana TH2 merespon
aktivitas utama sel B dan respon imun ketika mereka berinteraksi dengan satu anigen – kelas
I MHC kompleks diatas permukaan dari satu sel yang berubah (contohnya sel terinfeksi virus
atau sel tumor) dalam kehadiran dari sitokin yang cocok. Aktivasi ini, dihasilkan dalam
proliferasi, menyebabkan sel TC untuk berdiferensiasi kepada sel efektor disebut limfosit T
sitotoksik (CTL). Dalam contrast kepada sel TH, kebanyakan CTLs mengsekresikan sedikit
sitokin. Malah, CTLs membutuhkan kemampuan untuk mengenali dan mengeliminasi sel
sendiri yang berubah.
Subpopulasi lain dari limfosit T –disebut sel T suppressor (Ts) – telah ditetapkan. Jelas
bahwa beberapa sel T membantu supresi sel humoral dan sel cabang mediasi dari sistem
imun, tetapi isolasi aslinya dan klon dari sel normal Ts berkonstitusi fungsi subpopulasi
fungsional dari sel T. Beberapa ahli imunologi percaya bahwa supresi dimediasi oleh sel T
diobservasi dalam beberapa sistem merupakan konsekuensi dari aktivitas TH atau TC
subpopulasi dimana hasil akhirnya mengejutkan.
Sel pembunuh alami
Sel pembunuh alami pertama kali dijelaskan tahun 1976, saat itu diperlihatkan bahwa tubuh
terdiri dari suatu populasi kecil dari limfosit granular besar yang memperlihatkan aktivitas
sitotoksik melawan suatu sel tumor berdiameter besar dalam kehadiran dari setiap proses
imunisasi sebelumnya dengan tumor. Sel NK menunjukkan peranan penting host melawan
keduanya baik sel tumor dan sel terinfeksi dengan beberapa, walaupun tidak semua, dengan
virus. Sel ini, dimana dikonstitusikan 5% - 10% dari limfosit dalam darah perifer manusia,
tidak mengekspresikan molekul membran dan reseptor yang membedakan keturunan sel B
dan sel T. meskipun sel NK tidak mempunyai reseptor sel T atau immunoglobulin yang
bergabung dalam membran plasma mereka, merek adapat mengenali sel target potensial
dalam dua cara berbeda. Dalam beberapa kasus, sel NK memperkejakan sel NK reseptor
untuk membedakan , khususnya dalam satu reduksi dalam tampilan molekul kelas I MHC
dan profil tidak biasa dari permukaan antigen diperlihatkan oleh beberapa sel tumor dan sel
yang terinfeksi oleh virus. Cara lain dimana sel NK mengenali sel target potensial terhantung
fakta bahwa beberapa sel tumor dan sel terinfeksi virus memperlihatkan antigen melawan
sistem imun yang telah membuat suatu respon antibodi, sehingga antitumor dan antibodi
antivirus terikat dengan permukaan mereka. Karena sel NK mengekspresikan CD16, suatu
membran reseptor untuk karboksil, suatu molekul terakhir IgG disebut region Fc mereka
dapat menempel pada antibodi dan menghancurkan sel target.
Sistem fagosit mononuclear terdiri dari monosit yang bersirkulasi di darah dan makrofag
dalam jaringan (gambar 2-8). Selama proses hematopoiesis dalam sumsum tulang belakang,
sel granulosit monosit progenitor berdiferensiasi menjadi promonosit , meninggalkan
sumsum tulang belakang dan memasuki aliran darah dimana mereka berdiferensiasi menjadi
monosit dewasa. Monosit bersirkulasi di peredarah darah selama 8 jam. Selagi mereka
membesar, mereka bermigrasi ke jaringan dan berdiferensiasi ke jaringan makrofag spesifik
atau seperti yang didiferensiasikan selanjutnya ke sel dendrit.
Diferensiasi dari monosit ke jaringan makrofag melibatkan sejumlah perubahan; sel
membesar menjadi lima kali lipat, organel intraselular meningkat dalam jumlah dan
kompleksitas, dan membutuhkan peningkatan kemampuan fagosit, menghasilkan kadar tinggi
dari enzim hidrofilik, dan mulai mensekresikan berbagai macam faktor-faktor larut.
Makrofag disebar ke seluruh tubuh. Beberapa mengambil tempat di berbagai macam
jaringan, menjadi makrofag yang pasti, dimana yang lain tetap menjadi motil dan disebut
juga dengan makrofag bebas. Makrofag bebas bergerak oleh pergerakan amoeboid melalui
jaringan. Sel seperti makrofag memberikan fungsi yang sama di dalam jaringan berbeda dan
dinamakan tergantung lokasi mereka :
1. alveolar makrofag di paru
2. histiosit di jaringan ikat
3. sel kupffer di hati
4. sel mesangial di dalam ginjal
5. sel mikrogial di otak
6. osteoklas di tulang
Meskipun normalnya dalam keadaan istirahat makrofag diaktivasi di berbagai stimulus dalam
aliran respon imun. Fagosit dari antigen particular menyediakan aktivasi awal stimulus.
Bagaimanapun juga, aktivasi makrofag dapat ditingkatkan oleh sitokin disekresikan oleh sel
TH teraktivasi, oleh mediator respon inflamasi dan oleh komponen dinding sel bakteri. Satu
dari aktivasi paling potensial oleh makrofag ialah interferon gamma (IFN-γ) disekresikan
oleh sel TH teraktivasi.
Makrofag aktif lebih efektif daripada makrofag yang beristirahat dalam mengeliminasi
pathogen potensial, karena mereka menunjukkan aktivitas fagosit yang lebih besar,
meningkatkan kemampuan membunuh mikroba yang tertelan, meningkatkan sekresi dari
mediator inflamasi dan meningkatkan kemampuan untuk mengaktivasi sel T. sebagai
tambaham, makrofag teraktivasi (bukan yang beristirahat) mensekresikan berbagai macam
protein sitotoksik, yang membantu mereka mengeliminasi pathogen luas, termasuk sel
terinfeksi virus, sel tumor dan bakteri intraseluler. Makrofag teraktivasi juga menunjukkan
level tinggi dari molekul MHC kelas II, memperbolehkan mereka berfungsi lebih efektif
sebagai sel antigen presenting. Jadi, makrofag dan sel TH memfasilitasi setiap aktivasi lain
selama respon imun berjalan.
Fagositosis
Makrofag mampu menelan dan mencerna antigen eksogen, seperti seluruh mikroorganisme
dan partikel tidak larut, dan zat endogen seperti terluka / sel host mati, sel debris, dan faktor
pembekuan aktivasi. Di dalam alur pertama fagositosis, makrofag tertarik dan bergerak oleh
berbagai macam substansi tergenerasi dalam respon imun. Proses ini disebut chemotaksis.
Alur selanjutnya ialah menyokong antigen ke membran sel makrofag. Antigen komplek,
seperti seluruh sel bakteri atau partikel virus, tetap menyokong dan siap di fagositosis.
Penyokongan menginduksi protrusi membran, disebut pseudopodias yang tetap meluas
sekitar material tertempel. Persatuan dari pseudopubra membungkus material antara struktur
membran terikat disebut juga fagosomonas,yang memasuki jaras endositik (gambar 2-9b).
dalam jaras ini, fagososm bergerak menuju sel interior, dimana fagosom menyatu dengan
lisosom untuk membentuk phagolisosom. Lisosom terdiri dari lisozyme dan satu macam
enzim hidrolitik lain yang mencerna material. Zat yang dicerna di fagolisosom lalu
dieliminasi dalam proses yang disebut exositosis (gambar 2-9b)
Membran makrofag mempunyai reseptor untuk berbagai kelas dari antibodi. Jika satu antigen
(contohnya bakteri) yang dilapisi dengan antibodi yang cocok, komplek antigen dan antibodi
terikat dengan reseptor antibodi di atas membran makrofag lebih siap daripada antigen
tersendiri dan fagosit ditingkatkan. Dalam satu penelitian, sebagai contoh, rasio fagositosis
antigen 4000 kali lebih tinggi di antibodi spesifik ke antigen dibandingkan kehadirannya.
Jadi, fungsi antibodi sebagai opsomn, suatu molekul yaitu mengikat kepada kedua antigen
dan makrofag dan ditingkatkan fagositosisnya. Suatu proses oleh antigen particular yang
diberikan lebih rentan ke fagositosis yang disebut juga opsonisasi.
Antibodi dan sitotoksik aktivasi
Suatu jumlah dari substansi antimikrobal dan sitotoksis diproduksi dengan aktivasi makrofag
dapat menghancurkan mikroorganisme fagositosis. Banyak mediator dari sitotoksisitas
tersebut ialah bentuk reaktif dari oksigen.
Oksigen – dependent killing mechanism
Fagosit teraktivasi menghasilkan suatu jumlah oksigen reaktif intermediate (ROIs) dan
nitrogen reaktif intermediate yang mempunyai aktifitas antimikrobal potensial. Selama
fagositosis, suatu proses metabolic yang dikenal sebagai respiratory burst terjadi di dalam
aktivasi makrofag. Hasil proses ini berada dalam aktivasi membran pengikat oksidasi yang
mengkatalase reduksi dari oksigen menjadi superoksida anion. Oksigen intermediate reaktif
yang secara ektrim bersifat racun ke mikroorganisme tercerna. Superoksida anion juga
menghasilkan agen oksidasi kuat lainnya, termasuk hidroksil radikol dan hydrogen peroksida.
Ketika penggabungan lisosom dengan fagosomonas, aktivitas dari myeloperoksida
menghasilkan hipoklorit dari hydrogen peroksida dan ion klorida. Hipoklorit, agen aktif fari
pemutih alat-alat rumah tangga, bersifat racun terhadap mikroba tertelan. Ketika makrofag
diaktivasi dengan komponen dinding sel bakteri seperti lipopolisakarida (LPS) atau dalam
kasus mikobakteria muramil dipeptida (MDP) bersama dengan sel T, derivate stiokin (IFN-
γ), mereka mulai untuk mengekspresikan level tinggi sintesa nitrir oksida, satu enzim yang
mengoksidasi L-arginin ke hasil L-citrulline dan nitrit oksida (NO), suatu gas :
L-arginin + O2 + NADPH NO + L-Citrulline + NADP
Nitrit oksida mempunyai aktivitas antimikrobal potensial, juga bisa dikombinasikan dengan
superoksida anion ke oksidasi menjadi lebih potensial dibandingkan substansi antimicrobial
lainnya. Penelitian terbaru menyatakan banyak aktivitas antimikrobal di makrofag melawan
bakteri , fungi, cacing parasit, dan protozoa mengacu pada nitrit oksida dan substansi
turunannya.
Oksigen, mekanisme pembunuh independen
Makrofag teraktivasi juga mensintesa lisosom dan berbagai enzim hidrolitik dimana kegiatan
degenerative tidak memerlukan O2. Sebagai tambahan, makrofag teraktivasi menghasilkan
satu kelompok antimikrobal dan sitotoksik peptide yang umumnya diketahui sebagai
defensis. Molekul – molekul ini merupakan residu sistein peptide kationik yang mengandng
29 – 35 residu asam amino. Setiap peptide yang terkandung 6 macam sisten membentuk satu
molekul sirkular yang distabilisasikan oleh ikatan disulfide intra molecular. Peptide
deferensin tersirkulasi ini telah menunjukkan bentuk sel saluran permeabel ion dalam
membran sel bacterial.
Defensins dapat membunuh berbagai macam bakteri, termasuk staphylococcus aureus,
streptococcus pneumonia, escherichia coli, pseudomonas aeruginosa dan haemophilus
influenza. Makrofag yang aktif juga mengsekresikan faktor nekrolisis tumor α (TNF-α) ,
suatu sitokin yang mempunyai banyak macam pengaruh dan sitotoksis pada sel tumor.
Antigen processing dan presentasi
Meskipun kebanyakan antigen dicerna oleh makrofag, penelitian dengan antigen radiolabeled
menunjukkan bahwa adanya antigen peptide pada membran makrofag. Seperti di dalam
gambar 2-9b, antigen fagosit mencerna melalui jaras proses endositik ke peptide yang
berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang kemudian berpindah ke membran
makrofag. Ativasi makrofag menginduksi peningkatan ekspresi kedua kelas II Molekul MHC
dan ko-stimulus B7 dari molekul membran, kemudian makrofag memberikan lebih efektif
dari aktivasi sel TH . proses ini dan tampilan antigen, pemeriksaan lengkap dai bab &, kritis
ke aktivasi sel TH, pusat dari perkembangan kedua sel humoral dan respon imun sel mediasi.
Faktor sekresi
Jumlah dari pusat protein penting pada perkembangan respon imun disekresikan oleh aktivasi
makrofag. Hal ini termasuk kumpulan sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) , TNF-α , dan
interleukin 6 (IL-6), yang mendukung respon inflamasi. Khususnya, setiap dari agen ini
mempunyai jenis dari pengaruhnya. Sebagai contoh, IL-1 mengaktifkan limfosit, dan IL-1,
IL-6, dan TNF-α meningkatkan demam dengan mempengaruhi pusat termoregulasi di
hipotalamus.
Aktivasi makrofag mensekresi jenis dari faktor – faktor yang terlibat dalam perkembangan
respon inflamasi. Protein yang complement merupakan kelompok protein yang cocok dalam
mengeliminasi pathogen asing dan dalam meningkatkan reaksi inflamasi berikutnya. Tempat
utama sintesis protein complement berada di hati, meskipun protein ini juga diproduksi oleh
makrofag. Enzim hidrolitik terkandung dalam lisosom makrofag juga bisa disekresikan ketika
sel itu aktif. Penumpukan enzim ini dalam jaringan mendukung ke arah respon inflamasi dan
dapat, dalam beberapa kasus, mendukung ekstensivitas kerusakan jaringan. Makrofag aktif
juga mensekresikan faktor – faktor larut , seperti TNF-α, yang dapat membunuh berbagai
macam sel. Sekresi dari faktor sitotoksis ini telah menunjukkan dektruksi tumor oleh
makrofag. Akhirnya, seperti yang telah dijelaskn sebelumnya, aktivasi makrofag
mensekresikan jumlah sitokin yang menstimulasi dalam proses hematopoiesis.
Sel granulosit
Granulosit diklasifikasikan menjadi neutrofil, eosinofil , atau basofil ada morfologi dasar sel
dan karakteristik pewarnaan sitoplasmik (gambar 2-10) . neutrofil mempunyai nucleus
multilobus dan sitoplasma granulosit yang mewarnai baik kedua asam atau basa, sering kali
dipanggil PMN untuk nucleus multilobus. Eosinofil mampunyai nujleus bilobus dan
sitoplasms bergranulasi pada pewarnaa dengan nucleus dan pewarnaan asalm eosin merah.
Basofil mempunyai nucleus berlobus dan sitoplasma bergranulosit berat yang diwarnai
dengan methylene blue. Kedua neutrofil dan eosinofil adalah fagosit, dimana basofi tidak
termasuk. Neutrofil, mendukung 50%-70% dari sirkulasi sel darah putih, lebih banyak
dibandingkan eosinofil (1%-3%) atau basofil (<1%)
Neutrofil
Neutrol dihasilkan oleh proses hematopoiesis di sumsum tulang belakang. Mereka dilepaskan
ke aliran darah perifer dan bersirkulasi sektira 7 – 10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan,
demnaa mereka mendapatkan masa hidup hanya beeberapa hari, dalam responnya terhadap
banyak proses inflamasi, sumsum tulang belakang melepaskan lebih dari biasanya jumlah
neutrofil dan sel ini umumnya menjadi yang pertama tiba di tempat inflamasi. Hasil transient
meningkat dalam jumlah neutrofil bersirkulasi, disebut leukositosis, yang umumnya
digunakan sebagai indikasi infeksi.
Pergerakan dari sirkulasi neutrofil di jaringan dsebut ekstravasasi, membutuhkan beberapa
langkah: sel pertama masuk ke endothelium vascular, kemudian menghasilkan jarak antara
perbatasan sel endothel di dinding pembuluh darah, dan akhirnya masuk ke membran dasar
darah, bergerak keluar ke ruang jaringan. Jumlah dari zat yang umumnya pada reaksi
inflamasi menjadi faktor chemotatik yang meningkatkan akumulasi neutrofil pada tempat
inflamasi. Di antara faktor chemotatic ini, komponen sistem pembekuan darah dan beberapa
sitokin disekresikan oleh sel TH teraktivasi dan makrofag.
Seperti makrofag, neutrofil juga merupakan sel fagosit aktif. Fagosit oleh neutrofil sama
dengan yang dideksripsikan untuk makrofag, kecuali enzim litik dan substansi bacterial
dalam neutrofil yang terdiri dari granul primer dan sekunder (gambar 2-10a). granula primer
yang besar merupakan tipe dari lisosom yang mengandung peroksida, lisozym, dan berbagai
enzim hidrolitik. Granula sekunder yang lebih kecil mengandung kolagen, laktoferin, dan
lisozyme. Kedua granula primer dan sekunder bergabung dengan fagosom, dimana
substansinya dicerna dan dieliminasi seperti mereka yang ada dalam makrofag.
Neutrofil juga memperkerjakan kedua oksigen dependen dan oksigen independen untuk
mengeneralis susbtansi antimikrobal. Neutrofil faktanya lebih seperti makrofag yang
membunuh mikrroorganisme yang dicerna. Neutrofil menunjukkan satu bursa pernafasan
yang lebih besar daripada makrofag dan mampu bergenerasi lebih reaktif terhadap oksigen
intermediate dan reaktif nitrogen intermediate. Sebagai tambahan, neutrofil menunjukkn nilai
yang lebih tinggi pada defensins dibandingkan pada makrofag.
Eosinofil
Eosinofil, seperti neutrofil, merupakan sel fagosit motil yang dapat bermigrasi dari darah ke
ruang jaringan. Tujuan fagositik mereka ialah secara significan kurang penting dibandingkan
neutrofil, dan mereka lebih berperan dalam pertahanan melawan organism parasit. Zat yang
disekresi dari granula eosinofilik dapat merusak membran parasit.
Basofil
Basofil merupakan granulosit nonfagosit yang berfungsi sebagai pelepas substansi
farmakologi aktif dari granula sitoplasmik mereka. Zat – zat itu mempunyai peran penting
dalam respon alergi tertentu.
Sel mast
Prekursor sel mast, yang dibentuk di sumsum tulang belakang oleh proses hematopoiesis,
dilepas ke darah sebagai sel yang tidak dapat didiferensiasikan; mereka tidak berdiferensiasi
sampai mereka meninggalkan darah dan memasuki jaringan. Sel mast dapat ditemui di
berbagai macam jairngan, termasuk kulit, jaringan ikat dari beberapa organ, dan jaringan
epitel mukosa dari sistem pernafasan, genitourinary dan traktur digestivus. Seperti basofil
yang bersirkulasi, sel ini mempunya jumlah besar dalam granula sitoplasmik yang
mengandung histamine dan zat famarkologi aktif lainnnya. Sel mast, bersamaan dengan
basofil darah, mempunyai peranan penting dalam perkembangan alergi.
Sel dendritik
Sel dendritik (DC) ditutupi oleh perpanjangan membran yang menyerupai sel saraf dendrite.
Sel dendritik bisa sulit di isolasi karena prosedur konvensional untuk isolasi sel dapat
menghancurkan perpanjangan membran mereka. Perkembangan dari tekhnik isolasi yang
memperkerjakan enzim dan dipersi telah memfasilitasi isolasi dari sel ini meskipun sel
dendritik paling dewasa mempunyai ufngsi utama yang sama, presentasi antigen ke sel TH.
empat tipe sel dendritik yang diketahui ialah : sel langerhans, sel dendritik interstitial, sel
myeloid, dan sel dendritik limfoid. Setiap kemunculan dari sel stem hematopoiesis melalui
berbagai macam cara berbeda dan lokasi berbeda. Gambar 2-11 menunjukkan mereka
berdiferensiasi melalui kedua batas myeloid dan limfoid. Dilihat dari perbedaannya, mereka
menunjukkan nilai tinggi dari kedua kelas II molekul MHC dan anggota dari ko-stimulasi B7.
Untuk alasan ini, mereka merupakan antigen yang potensial – sel presenting dibandingkan
makrofag dan sel B, dimana keduanya butuh diaktivasi sebelum mereka berfungsi sebagai
antigen presenting sel (APCs). Bentuk imatur atau precursor dari tiap tipe sel dendritik ini
membutuhkan antigen dengan fagositosis atau endositosis; antigen diproses, dan sel dendritik
dewasa menunjukkan ke sel TH. invasi mikroba atau selama inflamasi, bentuk matur dan
imatur dari sel langerhans dan sel dendritik interstitial bermigrasi ke nodus limfa, dimana
mereka membuat tampilan kritik pada antigen untuk sel TH yang membutuhkan inisiasi dari
respon sel – sel kunci tersebut.
Tipe lain dari sel dendritik, sel dendritik folikuler (gambar 2-12) tidak dibuat di sumsum
tulang belakang dan mempunyai fungsi berbeda dengan antigen- sel dendritik yang telah
dijelaskan diatas. Sel dendritik folikular tidak diekspresikan sebagai kelas II molekul MHC
dan kemudian tidak berfungsi sebagai sel antigen presenting untuk aktivasi sel TH. sel
dendritik ini dinamakan atas lokasi ekslusif mereka yang berada di dalam struktur
terorganisasi dari nodus limfa yang disebut folikel limfa, yang banyak terdapat pada sel B.
meskipun mereka tidak terdapat pada molekul kelas II , sel dendritik folikular menampakkan
level tinggi dari membran reseptor untuk antibodi, yang mengizinkan mengikat antigen
kompleks. Interaksi sel B dengan ikatan antigen ini mempunyai pengaruh penting dalam
respon sel B.
Bab 3 Antigen
Substansi yang dapat dikenali oleh reseptor immunoglobulin sel B, atau dengan reseptor sel T
ketika dilibatkan dengan MHC disebut antigen. Sifat molekul dari antigen dan cara
bagaimana sifat ini bisa memberikan kontribusi kepada aktivasi imun menjadi pusat dari
pemahaman kita tentang sistem imun. Bab ini menjelaskan beberapa ciri – cirri dari antigen
yang dikenali oleh sel B atau sel T. Bab ini juga meng-eksplorasi kontribusi immunogenisitas
oleh sistem biologi dari host; sistem biologi menentukan apakah sebuah molekuk yang
mengkombinasikan antigen sel B dan sel T – reseptor pengikat dapat menyebabkan respon
imun. Perbedaan fundamental dalam limfosit B dan limfosit T mengenali antigen
membedakan ciri-ciri molekul mana yang dikenali oleh tiap cabang dari sistem imun.
Perbedaan ini juga ditelaah dalam bab ini.
Imunogenisitas versus antigenisitas
Immunogenisitas dan antigenisitas berhubungan satu sama lain namun ciri-ciri imunologi
yang nyata terkadang membingungkan. Immungogenisitas merupakan kemampuan untuk
menyebabkan suatu sel humoral dan/atau sel mediasi respon imun :
Sel B + antigen efektor sel B + sel B memori
Sel plasma
Sel T + antigen efektor sel T + sel T memori
(contohnya CTLs, THS)
Meskipun substasi yang menyebabkan respon imun spesifik biasa disebut antigen, lebih baik
menyebutnya immunogen.
Antigenisitas ialah kemampuan untuk mengkombinasikan secara spesifik dengan produk
akhir dari respon diatas ( contohnya antibodi dan/atau reseptor permukaan sel). Meskipun
semua molekul yang mempunyai ciri – ciri immunogenisitas juga mempunyai ciri-ciri
antigenisitas, sebaliknya tidak benar. Beberapa molekul kecil, yang disebut haptens,
merupakan antigenic namun tidak berkapasitas oleh mereka sendiri dalam menyebabkan
respon imun spesifik. Dalam arti lain mereka kekurangan immunogenisitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi immunogenisitas
Selain melindungi dari penyakit infeksi, sistem imun juga harus mampu mengenali bakteri,
produk bakteri , fungi, parasit, dan virus seperti immunogen. Faktanya, sistem imun
sebenarnya mengenali berbagai macam makromolekul dari agen infeksi, umumnya baik
protein maupun polisakarida. Protein merupakan immunogen paling potensial , dengan
polisakarida sebagai urutan keduanya. Sebagai perbandingan, lipid dan asam nukleat dari
agen infeksi umumnya tidak berperan sebagai immunogen, kecuali kalau mereka dilengkapi
dengan protein atau polisakarida. Ahli immunologi cenderung untuk menggunakan protein
atau polisakarida sebagai immunogen dalam penelitian eksperimental dari bidang imunitas
humoral. Untuk sel imunitas mediasi, hanya protein dan beberapa lipid serta glikolipid
berperan sebagai immunogen. Molekul- molekul ini tidak dapat dikenali secara langsung.
Protein harus yang pertama diproses menjadi peptide kecil dan kemudian dipresentasikan
bersama dengan molekul MHC di membran sel sebelum mereka dikenali sebagai
immunogen. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa lipid dan glikolipid dapat menjadi
menjadikan sel mediasi imunitas harus selalu dikombinasikan dengan membran molekul
seperti MHC yang disebut CD1.
Immunogenesitas tidak menjadi ciri intrinsic dari antigen, namun tergantung pada umlah ciri-
ciri dari sistem biologi particular yang antigen pertemukan. 2 bagian berikutnya menjelaskan
ciri-ciri yang imunogen sering bagikan dan kontribusi bahwa sistem biologi membuat suatu
penampakan dari imunogenisitas.
Sifat alami dari kontribusi immunogen kepada immunogenisitas
Immunogenisitas menentukan empat ciri-ciri dari immunogen : keasingannya, ukuran
molekul, komposisi kimiawi dan kelengkapannya , serta kemampuan diproses dan
dipresentasikan dengan satu molekul MHC diatas permukaan antigen presenting sel atau sel
sendiri.
Keasingan
Bertujuan untuk membentuk respon imun, satu molekul harus dikenali sebagai bukan diri
sendiri oleh sistem biologi. Kapasitas untuk mengenali bukan diri sendiri ditemani oleh
toleransi terhadap diri sendiri, suatu spesifik unreponsif kepada antigen sendiri. Banyak dari
kemampuan untuk mentoleransi antigen sendiri timbul ketika limfosit berkembang, selama
limfosit tidak dewasa diekspos menjadi komponen sendiri. Antigen yang tidak pernah
ditampakkan kepada limfosit tidak dewasa selama periode penting bisa nanti dikenali sebagai
bukan diri sendiri, atau benda asing, oleh sistem imun. Ketika antigen dikenalkan dengan
organism, derajat dari imunogenisitas tergantung oleh derajat keasingannya.
Umumnya,semakin besar jarak pilogenetik antara dua spesies, makin besar perbedaan
struktur antara mereka.
Sebagai contoh, antigen bovine serum albumin (BSA) yang umum tidak imunogenik ketika
disuntikkan kepada sapi, namun menjadi imunogenik yang kuat ketika disuntik kepada
kelinci. BSA diharapkan dapat menjadikan imunogenisitas lebih baik pada ayam
dibandingkan kambing, dimana lebih mirip hubungannya dengan bovine. Ada beberapa
pengecualian pada peraturan ini. Beberapa makromolekul (contohnya kolagen dan sitokrom)
telah dikonversikan melewati evolusi dan dipertunjukkan menjadi imunogenisitas sangat
kecil melewati diversi garis special. Sebaliknya, beberapa komponen sendiri ( jaringan
corneal dan sperma) lebih efektif diambil dari sistem imun, sehingga jika jaringan yang
disuntikkan meski pada binatang dari asal mereka, mereka akan tetap berfungsi sebagai
immunogen.
Ukuran molekul
Ada hubungan antara ukuran makromolekul dan immunogenisitas. Immunogen paling aktif
cenderung memiliki massa molecular 100.000 dalton (Da) . umumnya, substansi dengan
massa molecular kurang dari 5000 – 10000 Da merupakan immunogen lemah, meskipun
beberapa substansi dengan massa molecular kurang dari 1000Da telah dibuktikan sebagai
immunogenic
Komposisi kimiawi dan heterogenitas
Ukuran dan keasingan tidak cukup untuk membuat molekul imunogenik; ciri – ciri lagi
dibutuhkan juga. Sebagai contoh, homopolymers sintetis (polimer terdiri dari satu asam
amino atau gula) cenderung untuk kekurangan immunogenitas berdasarkan ukurannya.
Penelitian menunjukkan bahwa ko-polimer terdiri dari asam amino berbeda atau gula yang
biasanya lebih imunogenik daripada homopolimer dari bagian mereka. Penelitian ini
menunjukkan bahwa kelengkapan kimiawi memberikan kontribusi kepada imunogenitas. Hal
ini ditetapkan bahwa keempat level organisasi protein memberikan kontribusi kepada
kelengkapan struktur protein dan oleh sebab itu mempengaruhi imunogenitas (gambar 3-1)
Lipid sebagai antigen
Antigen lipoidal dapat menjadi respon sel B dan sel T. untuk stimulasi respon sel B, lipid
digunakan sebagai hapten dan terikat pada molekul pembawa yang cocok seperti lubang
kunci protein limpet hemosianin (KLH) atau bovine serum albumin (BSA). Dengan
ditambahkan dengan konjugasi lipid-protein, memungkinkan untuk menstabilkan antibodi
yang tinggi spesifiknya pada target lipid. Menggunakan pendekatan ini, antibodi diangkat
melawan berbagai macam molekul lipid termasuk steroid, turunan lengkap asam lemak, dan
vitamin larut lemak seperti vitamin E. dasar antibodi merupakan kehadiran dan jumlah dari
lipid penting di tubuh. Sebagai contoh, determinasi dari level kelompok kompleks dari lipid
dikenal sebagai leukotrin dapat berguna dalam mengevaluasi pasien asma. Prednison, suatu
immunosupresi steroid sering digunakan dalam upayah mencegah penolakan dari tranplantasi
organ. Perolehan dan pengaturan dari level darah yang adekuat dan obat imunosupresi lain
penting untuk menjadi hasil yang sukses dalam transplantasi, dan immunoassay antibodi
dasar secara rutin digunakan dalam membuat evaluasi ini. Sensitivitas yang tidak biasa dan
spesifisitas assay berdasarkan pada penggunakan antibodi anti lipid , yang menunjukkan
bahwa spesifisitas antibodi menaik melawan leukotrin C4. Antibodi ini memperbolehkan
deteksi dari sama kecilnya dengan 16-32 pikogram per millimeter dari leukotrin C4. Karena
hal ini mempunyai sedikit atau tidak reaktif dengan komponen yang sesuai, seperti leukotrin
C4 atau leukotrin E4, dapat digunakan untuk pengujian sampel leukotrin C4 yang terdiri dari
komponen dan varieats dari struktur lain yang berhubungan dengan lipid.
Sel T dikenali peptide diturunkan dari protein antigen ketika mereka dipresentasikan sebagai
peptide MHC komplek. Bagaimanapun juga, beberapa lipid apat dikenali oleh set T.
komponen lipoidal seperti glikolipid dan beberapa fosfolipid dapat dikenali oleh reseptor sel
T ketika dipresentasi kan secara kompleks dengan molekul yang sangat mirip dengan
molekul MHC. Molekul lipid ini merupakan bagian dari CD1 dan sangat dekat relasi
struktural dari molekul MHC kelas I. molekul lipid ini dikenali oleh CD1, reseptor sel T
sistem yang muncul untuk berbagi bagian umum dari kepala dan anggota kelompok
hidrofilik. Porsi hidrofobik ialah rantai panjang asam lemak atau alcohol dan kepala
kelompok hidrofilik dibentuk dari kelompok yang sering mengandung karbohidrat.
Pengenalan dari lipid merupakan bagian dari respon imun ke beberapa pathogen, dan sel T
yang mengenal lipid timbul dari Mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium leprae,
yang menyebabkan tuberculosis dan lepra, telah diasingkan dari manusia yang terinfeksi
dengan bacteria ini.
Susceptibility to antigen processing and presentation
Perkembangan dari kedua sel humoral dan sel mediasi respon imun membutuhkan interaksi
sel T dengan antigen yang telah diproses dan dipresentasikan bersama dengan molekul MHC.
Makromolekul yang besar dan tidak larut umumnya lebih imunogenik daripada yang kecil
dan larut karena molekul besar lebih siap difagosit dan diproses. Makromolekul yang tidak
dapat diuraikan dan dipresentasikan oleh molekul MHC oleh imunogen lemah. Hal ini bisa
digambarkan dengan polimer dari D-asam amino, dimana stereoisomer secara alami
mengalami asam L-amino. Karena enzim degradatif diantara antigen presenting sel dapat
menurunkan hanya protein yang mengandung L-asam amino, polimer dari D-asam amino
tidak dapat diproses dan mejadi imunogen lemah.
Sistem biologi berkontribusi dengan imunogenisitas
Walaupun jika makromolekul mempunyai sifat yang berkontribusi ke imunogenitas,
kemampuannya untuk menjadi respon imun tergantung dengan ciri tertentu dari sistem
biologi yang antigen libatkan. Ciri – ciri ini termasuk genotip dari penerima, dosis dan rute
dari pengaturan antigen, dan pengaturan substansi, disebut juga adjuvant,yang meningkatkan
respon imun.
Genotype of the recipient animal
Genotip dari imunisasi binatang mempengaruhi tipe respon imun yang binatang
manifestasikan. Sebagai contoh, Hugh McDevitt menunjukkan bahwa dua perbedaaan rantai
inbred yang tikus repspon sangat berbeda dengan sintesa polipeptida imunogen. Setelah
paparan ke imunogen, satu rantai menghasilkan level tinggi dari serum antibodi, dimana
rantai lain menghasilkan level rendah. Ketika dua rantai disilangkan, generasi F1
menunjukkan respon intermediate ke imunogen. Dengan analisis backcross , gen mengatur
responsifitas imun yang dipetakan ke subregio dari histokompabiliti kompleks utama (MHC).
Beberapa penelitian dengan penegasan sederhana imunogen telah mendemonstrasikan kontrol
genetic dari respon imun, secara garis besar dibataskan dengan gen sampai MHC. Data ini
diindikasikan bahwa hasil gen MHC, yang fungsinya untuk mempresentasikan proses antigen
menjadi sel T, mempunyai peran penting dalam membedakan derajat pada hewan mana yang
merespon ke imunogen.
Respon dari binatang ke antigen juga dipengaruhi oleh gen yang mengkode sel B dan sel T
reseptro dan oleh gen yang mengkode berbagai protein dilibatkan dalam mekanisme regulasi
protein. Keragaman genetic dalam semua mempengaruhi imunogenesitas dari makromolukul
dalam binatang yang berbeda, kontribusi genetic ini kepada imunogenisitas akan dijelaskan
lebih lanjut di bab selanjutnya.
Immunogen dosage and route of administration
Setiap percobaan imunogen menghadirkan satu dosis particular – kurva respon, yang
dibedakan dengan mengukur respon imun kepada dosis yang berbeda dan rute aturan yang
berbeda. Respon anitibodi diukur dengan membedakan level dari antibodi yang hadir di
serum imunologi binatang. Mengevaluasi respon sel T lebih mudah tetapi mungkin dibedakan
dengan mengevaluasi peningkatan jumlah sel T berhubngan dengan TCRs yang mengenali
imunogen. Beberapa kombinasi dari dosis optimal dan rute peraturan dapat menjadikan
puncak respon imun dalam pemberian ke binatang.
Dosis yang tidak cukup tidak akan menstimulasi respon imun karena gagal dalam
mengaktifkan limfosit yang cukup atau karena, dalam beberapa kasus, beberapa jarak dari
dosis rending dapat menjadikan imunologi tidak responsive atau tolerasi. Fenomena toleransi
dibahasa dalam bab 10 dan 21. Sebaliknya, dosis tinggi dapat menghasilkan toleransi. Respon
imun pada tikus menjadi kapsul pneumococcal polisakarida yang murni menggambarkan
pentingnya dosis. Satu dosis 0.5mg dari antigen gagal untuk menjadikan respon imun pada
tikus, dimana 1000 kali lebih rendah dosisnya pada antigen yang sama (5x10-4
mg0
menjadikan respon antibodi humoral.satu dosis dari percobaan imunologen tidak
menghasilkan respon yang kuat, mengulang administrasi berkali kali satu periode dalam
beberapa minggu selalu dibutuhkan. Seperti pengulangan administrasi, atau booster
meningkatkan proliferasi klonal dari sel T spesifik antigen atau sel B dan meningkatkan
populasi limfosit spesifik untuk imunogen.
Percobaan imunogen umumnya dilakukan parenteral. , yang mana dengan rute lain dari
traktus digestivus. Rute pelaksanaan yang paling sering ialah sebagai berikut :
Intravena (IV) : dalam vena
Intradermal (ID) : dalam kulit
Subkutaneus (sc) : dibawah kulit
Intramuscular (im) : dalam otot
Intraperitoneal (ip) : dalam cavitas peritoneal
Rute pelaksanaan yang kuat mempengaruhi organ imun dan populasi sel yang dilibatkan
dalam respon. Antigen dilaksanakan intravena dibawa pertama ke pancreas, dimana antigen
dilaksanakan subkutaneus bergerak pertama ke nodus limfa local. Perbedaan dalam sel
limfoid yang dipopulasikan organ ini mungkin direfleksikan dalam respon imun yang
subsekuen.
Adjuvants
Adjuvant (dari kata latin adjuvare , untuk menolong) merupakan substansi yang ketika
digabung dengan antigen dan disuntikkan dengannya, mempertinggi imunogenitas antigen
tersebut. Adjuvant sering digunakan untuk memberikan dorongan respon imun ketika antigen
dalam keadaan imunogenitas rendah atau ketika hanya sedikit jumlah dari antigen yang
tersedia. Sebagai contoh, repon antibodi dari tikus pada imunisasi dengan BSA dapat
meningkat lima kali lipat atau lebih jika BSA dilaksanakan dengan adjuvant. Sebenarnya,
bagaimana adjuvant menambah respon imun tidak sepenuhnya diketahui, tetapi mereka
tampil menggunakan satu atau lebih dari pengaruh berikut :
Antigen persisten yang diperpanjang
Stimulus co-sinyal dipertingkatkan
Inflamasi local meningkat
Proliferasi nonspesifik dari limfosit distimulasi.
Aluminium potassium sulfat (alum) memperpanjang persistensi dari antigen. Ketika antigen
digabung dengan alum, garam menimbulkan antigen. Suntikan dari alum ini mempercepat
hasil dalam pelepasan perlahan antigen dari tempat suntikan, jadi waktu efektif untuk
eksposure ke antigen meningkat dari beberapa hari lalu tanpa adjuvant untuk beebrapa
minggu kedepan dengan adjuvant. alum mempercepat juga meningkatkan ukuran dari
antigen, meningkatkan fagositosis.
Water in oil adjuvants juga memperpanjang persistensi dari antigen. Persiapan dikenal
dengan nama Freund’s incomplete adjuvant mengandung antigen dalam solusi aqua, minyak
mineral, dan agel emulsi seperti mannide monooleate yang mendispersi minyak menjadi
droplet kecil mengelilingi antigen, antigen kemudian dilepaskan perlahan dari tempat
suntikan. Persiapan ini didasari oleh freund;s complete adjuvant,pertama kali dipaparkan
formulasi tinggi efektif adjuvant, dikembangkan oleh Jules Freund bertahun tahun yang lalu
dan mengandung pembunuh panas Mycobacteria sebagai bahan tambahan. Muramyl
dipeptide, komponen dari dinding sel mycobacterial, mengaktifkan makrifag, membuat
Freund’s Complete adjuvant jauh lebih potensial daripada bentuk yang tidak lengkapnya.
Makrofag yang aktif lebih fagositik daripada makrofag tidak aktif dan dipaparkan level tinggi
dari class II Molekul MHC dan membran molekul dari B7. Peningkatan ekspresi dari kelas II
MHC meningkatkan kemampuan antigen presenting sel ke antigen ke sel TH. Molekul