sekripsi christa.doc

37
UNIVERSITAS INDONESIA Proporsi Masalah Conduct pada Anak yang Berobat alan di Poliklinik i!a Anak dan Re"a#a RS$M pada B%lan No&e"ber '(() sa"pai April '(*( S+RIPSI $hrista Pa"ela 0606065301 ,A+U-TAS +EDO+TERAN A+ARTA UNI '(*(

Upload: christapamelaaa

Post on 09-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

Proporsi Masalah Conduct pada Anak yang Berobat Jalan di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM pada Bulan November 2009 sampai April 2010

SKRIPSI

Christa Pamela

0606065301

FAKULTAS KEDOKTERAN

JAKARTA

JUNI 2010

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Christa Pamela

NPM: 0606065301

Tanda Tangan:

Tanggal:

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama: Christa Pamela

NPM: 0606065301

Fakultas: Kedokteran

Judul Skripsi: Proporsi Masalah Conduct pada Anak yang Berobat Jalan di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM pada Bulan November 2009 sampai April 2010

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing: Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ (K) (...............................)

Penguji: Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK (K)(...............................)

Ditetapkan di: Jakarta

Tanggal:

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Proporsi Masalah Conduct pada Anak yang Berobat Jalan di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM pada Bulan November 2009 sampai April 2010 ini. Penelitian ini dibuat untuk menyelesaikan Modul Riset Kurfak 2005 sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat Sarjana Kedokteran dan juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pendataan mengenai masalah conduct pada anak di Departemen Psikiatri Anak dan Remaja FKUI-RSCM.

Keberhasilan sebuah negara dipengaruhi oleh anak-anak yang menjadi pewaris suatu bangsa. Di dunia, termasuk di Indonesia deteksi dan manajemen masalah-masalah emosi dan perilaku masih buruk. Bahkan di Indonesia belum terdapat data epidemiologi masalah tersebut. Oleh karena itu, peneliti memilih topik ini dengan harapan dapat bermanfaat untuk data epidemiologi dan tinak lanjut positif yang dapat menyertainya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ (K) selaku dosen pembimbing riset; Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK (K) selaku dosen penguji; kakak-kakak residen bagian psikiatri yang telah ikut membimbing proses penelitian; Departemen Psikiatri Anak dan Remaja RSCM; Medical Research Unit FKUI; sesama rekan penelitian penulis; keluarga dan teman-teman sejawat; dan pihak-pihak lain yang telah mendukung terealisasinya penelitian ini.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Penulis meyakini bahwasanya penelitian yang penulis buat masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima kritik dan saran membangun yang disampaikan oleh semua pihak. Dengan demikian, penulis berharap penelitian ini dapat menjadi permulaan bagi penelitian-penelitian yang lebih baik di masa depan.

Jakarta, Juni 2010

Penulis

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: Christa Pamela

NPM: 0606065301

Program Studi: Kedokteran

Fakultas: Kedokteran

Jenis Karya: Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Proporsi Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak yang Berobat Jalan di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM pada Bulan November 2009 sampai April 2010 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/ mempublikasikanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Jakarta

Pada tanggal: 14 Juni 2010

Yang menyatakan

( Christa Pamela)

ABSTRAK

Nama: Christa Pamela

Fakultas: Kedokteran

Judul: Proporsi Masalah Conduct pada Anak yang Berobat Jalan di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM pada Bulan November 2009 sampai April 2010

Latar belakang. Masalah emosi dan perilaku, termasuk di dalamnya masalah conduct pada anak merupakan masalah yang sering terjadi pada anak di dunia. Masalah conduct merupakan masalah kesehatan masyarakat karena anak dengan masalah conduct ini tidak hanya memberikan kerugian fisik dan psikologik terhadap orang lain, tapi hal ini juga meningkatkan resiko luka, depresi, perlakuan kasar, dan kematian oleh perilaku pembunuhan atau bunuh diri. Setelah berusia 18 tahun, masalah conduct ini dapat berkembang menjadi perilaku kepribadian antisosial, yang dihubungkan dengan psikopati.

Metode. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain penelitian potong silang dan dilakukan terhadap 161 sampel yang diperoleh dari 161 pasien anak di Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja RSCM pada bulan November 2009 sampai April 2010. Variabel yang diteliti meliputi Faktor individu: usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku; faktor orangtua: usia, pendidikan, pekerjaan, status sosial ekonomi, status perkawinan; faktor masalah emosi dan perilaku: SDQ, Skor Kesulitan Total, Skor Gejala Emosional, Skor Masalah Conduct, Skor Hiperaktivitas, Skor Masalah Hubungan dengan Teman Sebaya, dan Skor Perilaku Prososial.

Hasil Penelitian. Pada penelitian didapatkan jumlah total masalah conduct pada anak yang berobat jalan di Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja RSCM pada bulan November 2009 April 2010 mencapai 161 kasus. Dari 161 sampel yang diteliti, masalah conduct terjadi 38,50% kasus dengan kategori abnormal dan 18,01% kasus dengan kategori borderline.

Kesimpulan. Masalah conduct pada anak merupakan bagian dari masalah emosi dan perilaku pada anak. Masalah ini menduduki peringkat ketiga terbesar setelah masalah dengan teman sebaya dan masalah emosi pada anak.

Kata Kunci: Masalah conduct, proporsi, kategori.

ABSTRACT

Name: Christa Pamela

Faculty: Medicine

Title: Proportion of Conduct Problems in Outpatients of the Child and Adolescents' Psychiatric Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital, from November 2009 until April 2010

Background. Conduct disorder is a major public health problem because youth with conduct disorder not only inflict serious physical and psychological harm on others, but they are at greatly increased risk for incarceration, injury, depression, substance abuse, and death by homicide and suicide. After the age of 18, a conduct disorder may develop into antisocial personality disorder, which is related to psychopathy.

Method. This research is a descriptive study with cross-sectional design and is done to 161 samples which is taken from 161 patients in Children and Teenager Psychiatry Outpatient Clinic on November 2009-April 2010. The variable consists of individual factors: age, gender, religion, education, race; parents factors: age, education, jobs, social economy status, marital status; emotional and behavioral factors: SDQ, Total Difficulties Score, Emotional Symptoms Score, Hyperactivity Score, Conduct Problems Score, Peer Relationship Score, and Prosocial Behaviour Score. aktor masalah emosi dan perilaku: SDQ, Skor Kesulitan Total, Skor Gejala Emosional, Skor Masalah Conduct, Skor Hiperaktivitas, Skor Masalah Hubungan dengan Teman Sebaya, dan Skor Perilaku Prosocial.

Result. In this research we got total 161 cases of conduct problem in children who admitted to Children and Teenager Psychiatry Outpatient Clinic on November 2009-April 2010. From 161 samples, conduct problem occured 38,5% with abnormal category and 18,01% with borderline category.

Conclusion. Conduct probelm in children is a apart of emotional and behavioural problems in children. This problem ranked as the third biggest problem after peer relation problem and emotional problem in children.

Keywords: conduct problems, proportion, categories

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITASii

HALAMAN PENGESAHANiii

KATA PENGANTARiv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN PRIBADIvi

ABSTRAKvii

ABSTRACTviii

DAFTAR ISIix

DAFTAR TABELxii

DAFTAR GRAFIKxiii

BAB 1 PENDAHULUAN1

1. 1 Latar Belakang1

1. 2 Rumusan Masalah2

1. 3 Tujuan Penelitian2

1.3.1 Tujuan umum penelitian2

1.3.2 Tujuan khusus penelitian3

1. 4 Manfaat Penelitian3

1. 4.1 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti3

1. 4.2 Manfaat Penelitian Bagi Perguruan Tinggi dan Ruman Sakit Pendidikan 3

1. 4.3 Manfaat Penelitian Bagi Masyarakat dan Pemerintah3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA5

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN27

3.1 Desain Penelitian27

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian27

3.3 Sumber Data27

3.4 Populasi Penelitian27

3.4.1 Populasi Target

27

3.4.2 Populasi Terjangkau27

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi28

3.5.1 Kriteria inklusi

28

3.5.2 Kriteria eksklusi

28

3.6 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel28

3.7 Perkiraan Besar Sampel28

3.8 Definisi Operasional dan Identifikasi Variabel28

3.8.1 Identifikasi Variabel28

3.8.2 Pengumpulan Data29

3.8.3 Pengolahan Data

29

3.8.4 Penyajian Data

29

3.8.5 Analisis Data

29

3.8.6 Pelaporan Data

29

3.8.7 Definisi Operasional29

3.9 Etika Penelitian30

3.10 Kerangka Konsep31

BAB 4 HASIL PENELITIAN32

BAB 5 PEMBAHASAN38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN40

6.1 Kesimpulan40

6.2 Saran41

DAFTAR PUSTAKA 42

BIODATA PENULIS43

LAMPIRANxiii

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Anak dan remaja dapat memiliki masalah emosi dan perilaku yang nyata, menyulitkan, dan merugikan. Masalah-masalah ini menjadi sumber stres bukan hanya bagi mereka, tapi juga keluarga, sekolah, dan komunitas mereka.1

Anak dan remaja rentan mengalami masalah emosi dan perilaku karena respon mereka terhadap stresor belum sebaik orang dewasa. Bagaimana mereka beradaptasi terhadap stres sangat bergantung pada kemampuan koping, yang sesuai untuk usianya. Sebagai contoh, anak dengan usia di bawah 6 tahun belum dapat: (1) memikirkan gambaran besar dari sebuah kejadian; (2) menimbang dan memilih respon perilaku yang sesuai untuk sebuah kejadian baru, menarik, atau mencemaskan; (3) memaknai sebuah kejadian secara terpisah dari perasaan mereka; dan (4) mengubah reaksi fisik mereka sebagai respon dari perubahan stimulus.2

Beranjak ke remaja bukan berarti stres berkurang. Remaja berinteraksi dengan banyak orangorang tua, guru, teman, bahkan mungkin majikanyang masing-masing memberikan masukan dan tekanan bagi dirinya. Menyeimbangkan antara memenuhi keinginan orang lain dan keinginan sendiri tidaklah mudah. Di satu sisi, remaja menginginkan kebebasan, di sisi lain, mereka masih tergantung pada orang lain. Hal ini dapat mengakibatkan stres dan masalah, terutama pada anak muda yang tidak memiliki kemampuan koping, komunikasi, dan penyelesaian masalah yang baik.3

Masalah emosi dan perilaku dapat mengganggu berbagai aspek tumbuh kembang dan kehidupan sehari-hari anak. Pertama, masalah emosi dan sosial masa kanak-kanak dapat mengganggu perkembangan kognitif. Kedua, anak dengan masalah emosional yang bersekolah mengalami kesulitan dalam belajar karena mereka tidak bisa memerhatikan pelajaran, mengingat, atau bertingkah secara sosial dalam lingkungan sekolah. Akibatnya, mereka terus menerus mengalami kesulitan akademik dan sosial di sekolah.

Ketiga, ada hubungan yang kuat antara masalah perilaku di masa kanak-kanak dengan kenakalan dan kriminalitas di masa dewasa. Anak-anak dengan masalah emosi dan perilaku memiliki risiko ini karena: (1) guru merasa sulit mengajari mereka, melihat mereka sebagai anak-anak bodoh, sehingga jarang memberikan masukan yang positif; (2) teman-teman sebaya menjauhi mereka, sehingga kesempatan untuk belajar bersosialisasi menjadi berkurang; dan (3) mereka menjadi tidak menyenangi sekolah dan belajar, sehingga nilai semakin menurun. Bila dibiarkan, masalah-masalah conduct dini ini (agresivitas, tidak menurut, perilaku melawan, dan gangguan emosi) dapat menyebabkan masalah sosial dan emosional yang persisten, penurunan nilai, bahkan dikeluarkan dari sekolah dan akhirnya kriminalitas.

Keempat, masalah emosi dan perilaku pada masa kanak-kanak dan remaja, yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar, kesulitan bermain, hubungan dengan teman sebaya dan saudara yang buruk, dapat menjadi tanda-tanda awal masalah kesehatan jiwa di masa depan.4,5

Berbagai studi menunjukkan bahwa prevalensi masalah emosi dan perilaku di dunia cukup signifikan. Sekitar 5% anak usia 0-17 tahun di Amerika Serikat, yaitu 1,5 juta jiwa, dilaporkan memiliki masalah emosional, perkembangan, dan perilaku yang persisten. Kekhawatiran orang tua mereka menunjukkan angka yang lebih tinggi. Sebagai contoh, 41% orang tua di Amerika Serikat khawatir anaknya mengalami kesulitan belajar dan 36% khawatir akan depresi atau anxietas.6 Di Singapura, sebanyak 12,5% anak usia 6-12 tahun memiliki masalah emosi dan perilaku.7 Kehidupan di kota besar juga adalah faktor yang penting. Menurut sebuah studi terhadap anak usia 2-3 tahun di Turki, tempat tinggal di kota berkaitan secara signifikan dengan masalah perilaku. Bahkan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan orang tua tidak berkaitan.8

Bahkan di negara-negara ini, deteksi dan manajemen masalah-masalah emosi dan perilaku masih buruk. Kurang dari setengah anak Amerika dengan masalah tersebut telah diidentifikasi secara formal dan menerima perawatan khusus, sementara tidak ada anak-anak Turki yang dirujuk ke pelayanan kesehatan apapun.6,8

Masalah emosi dan perilaku, termasuk di dalamnya masalah conduct pada anak merupakan masalah yang sering terjadi pada anak di dunia. Masalah conduct merupakan masalah kesehatan masyarakat karena anak dengan masalah conduct ini tidak hanya memberikan kerugian fisik dan psikologik terhadap orang lain, tapi hal ini juga meningkatkan resiko luka, depresi, perlakuan kasar, dan kematian oleh perilaku pembunuhan atau bunuh diri. Setelah berusia 18 tahun, masalah conduct ini dapat berkembang menjadi perilaku kepribadian antisosial, yang dihubungkan dengan psikopatologi. 9

Gangguan conduct adalah sekelompok masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja yang kompleks. Orang dengan gangguan ini memiliki kesulitan besar dalam mengikuti aturan dan berperilaku dalam cara yang dapat diterima secara sosial. Mereka sering dilihat oleh anak-anak lainnya, orang dewasa dan lembaga sosial sebagai berperilaku buruk, bukan dilihat sebagai suatu penyakit mental. Anak atau remaja dengan gangguan perilaku dapat memperlihatkan agresi kepada orang-orang dan hewan, kerusakan properti, berbuat curang, mencuri, dan melakukan pelanggaran serius terhadap aturan.10

Melihat banyaknya dan beratnya dampak masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja, khususnya di kota-kota besar, dan belum pernah dilakukannya penelitian ini di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM, maka penulis merasa tertarik meneliti proporsi masalah emosi dan perilaku. Diharapkan hasil penelitian dapat menunjang program penanggulangan masalah tersebut.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Berapa besar proporsi pasien di Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja yang mengalami masalah conduct?

I.3 Tujuan

Mengetahui besar proporsi masalah conduct yang terjadi pada pasien-pasien Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja di RSCM pada bulan November 2010 April 2010. I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat bagi akademik

Sebagai data untuk membantu penelitian-penelitian lebih lanjut pada bidang psikiatri anak dan remaja

I.4.2 Manfaat bagi lingkungan

Membuat sebuah program penanggulangan masalah emosi dan perilaku pada pasien psikiatri anak yang lebih tepat sasaran.

Memetakan masalah-masalah emosi dan perilaku anak dan remaja yang ada.

I.4.1 manfaat bagi diri sendiri

Untuk mencegah dan menanggulangi masalah emosi dan perilaku pada anak dengan tepat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK11,12

Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya.

Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial anak adalah sebagai berikut:

Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontak dengan dunia luar maka ia mutlak tergantung dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untuk meningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekuat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang. Misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang adekuat ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya.

Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya. Misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa otonomi diri ini perlu dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri.Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.

Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikutsertakan sebagai individu misalnya turut serta merapikan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggung jawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.

Industri Vs Inferioritas ( 6-12 tahun )Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang akhirnya dan dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orangtua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing (sifat kompetitif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku.Kunci proses sosialisasi pada tahap ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standar dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka maka dapat timbul masalah atau gangguan.

Identitas Vs Difusi Peran ( 12-18 tahun )Pada tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang sebagai teman senasib, partner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.

2.2 FAKTOR BIOLOGIS PADA PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS 13

Emosi merupakan hal yang kompleks, dan istilah ini tidak memiliki definisi yang diterima secara universal tunggal. Emosi terkait erat dengan motivasi dan kadang-kadang dapat memberikan motivasi (seperti, misalnya, takut siswa gagal memberikan motivasi untuk belajar). Psikolog setuju bahwa emosi adalah reaksi pola yang meliputi:

perubahan fisiologis

tanggapan atau perilaku yang berorientasi pada tujuan

pengalaman afektif (perasaan)

Teoretisi membedakan urutan tampilan pada pola reaksi, yaitu:

Sistem Saraf Otonom.

Sistem saraf otonom memiliki dua komponen, sistem saraf simpatik (SSS) dan sistem saraf parasimpatis (SSP). Jika diaktifkan, SSS mempersiapkan tubuh untuk tindakan darurat; itu kontrol kelenjar dari neuroendokrin sistem (tiroid, hipofisis, dan kelenjar adrenal). Aktivasi SSS menyebabkan produksi epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan denyut jantung, dan reaksi lainnya. Sebaliknya, fungsi SSP saat tubuh rileks atau istirahat dan membantu tubuh menyimpan energi untuk penggunaan masa depan. Efek PNS meliputi aktivitas lambung meningkat dan penurunan aliran darah ke otot.

Sistem Aktivasi Retikuler

Sistem Aktivasi Retikuler (SAR) adalah jaringan neuron yang berjalan melalui inti otak-belakang dan masuk ke otak tengah dan otak depan. Telah ditunjukkan bahwa stimulasi listrik dari SAR menyebabkan perubahan dalam kegiatan listrik korteks (diukur dengan elektroensefalogram) yang dibedakan dari perubahan aktivitas listrik terlihat ketika rangsangan eksternal (seperti suara keras) yang hadir. SAR sebagai korteks mampu membangkitkan dan merangsang kesadaran sehingga dapat lebih efektif menafsirkan informasi sensorik.

Sistem Limbik

Sistem limbik meliputi thalamus anterior, amigdala, area septal, hippocampus, yang girus cingulata, dan struktur yang merupakan bagian dari hypothalamus. Limbik berarti "perbatasan" dan menjelaskan sistem ini karena struktur yang tampaknya membentuk perbatasan kasar sepanjang tepi dalam dari otak besar. Penelitian terkait sistem limbik dengan emosi seperti ketakutan dan agresi juga sebagai kontrol, termasuk untuk makanan dan seks.

2.3 FAKTOR GENETIK PADA PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS13

Model Stres Diatesis

Model stres diatesis adalah teori psikologis yang menjelaskan perilaku baik sebagai hasil dari biologi dan genetik faktor ("alam"), dan pengalaman hidup ("memelihara"). Model ini mengasumsikan bahwa dengan demikian disposisi terhadap gangguan tertentu merupakan hasil dari kombinasi dari genetika seseorang dan belajar sejak dini. Istilah diatesis digunakan untuk merujuk kecenderungan genetik ke arah kondisi normal atau sakit. Menurut model, kecenderungan ini, dalam kombinasi dengan jenis tekanan lingkungan tertentu, merupakan hasil dalam perilaku abnormal.

Teori ini sering digunakan untuk menggambarkan pengucapan gangguan mental , seperti skizofrenia yang dihasilkan oleh interaksi kecenderungan rentan turun-temurun, dengan curah acara di lingkungan. Ini pada awalnya diperkenalkan sebagai alat untuk menjelaskan beberapa penyebab skizofrenia.

Kerentanan

Dalam model stres diatesis, kerentanan biologis atau genetik atau kecenderungan (diatesis) berinteraksi dengan lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan (stres) untuk memicu perilaku atau gangguan psikologis. Semakin besar kerentanan yang mendasari, tegangan kurang diperlukan untuk memicu perilaku atau gangguan. Sebaliknya, di mana terdapat kontribusi genetik yang lebih kecil lebih besar hidup stres diperlukan untuk memproduksi hasil tertentu. Meskipun demikian, seseorang dengan gangguan diatesis tidak berarti mereka akan memperbesar gangguan ini. Baik diatesis dan stres diperlukan untuk ini terjadi. Teori ini diciptakan oleh Holmes & Rahe. Holmes dan Rahe melakukan penelitian peristiwa-peristiwa kehidupan seperti stres, pernikahan diberi rating arbitory 50 dalam skala aktivitas kehidupan mereka, para peserta diminta untuk menilai peristiwa-peristiwa kehidupan lain seperti penjara, perubahan keadaan keuangan dan kematian pasangan sebagai membutuhkan lebih banyak atau kurang penyesuaian kembali. Peringkat tersebut didasarkan pada pengalaman sendiri peserta atau persepsi tentang bagaimana orang lain telah disesuaikan dengan peristiwa-peristiwa hidup yang diberikan. Holmes dan Rahe menemukan bahwa peristiwa hidup lebih banyak mengalami stres yang lebih berpengalaman - ini dapat dikaitkan dengan orang menjadi sakit. Studi tentang peristiwa kehidupan bagi pandangan barat sukses, materialisme dan konformisme, namun tidak akan cocok untuk menggeneralisasi berbagai budaya yang berbeda.

Reformulasi

Model stres diatesis telah dirumuskan dalam 20 tahun terakhir sebagai pelindung kerentanan-model-faktor stres, khususnya oleh Dr Robert P. Liberman dan rekan-rekannya di bidang rehabilitasi psikiatri

Dampak

Model ini memiliki manfaat besar bagi orang-orang dengan penyakit mental yang berat dan persisten. Hal ini telah mendorong penelitian tentang stres secara umum bahwa orang-orang dengan gangguan seperti pengalaman skizofrenia. Lebih penting lagi, hal ini telah mendorong penelitian dan pengobatan tentang cara untuk mengurangi stres ini, dan karena itu mengurangi ekspresi diatesis, dengan mengembangkan faktor pelindung. Faktor Protektif termasuk ketat dan bernuansa psikofarmakologi, membangun keterampilan (terutama pemecahan masalah dan keterampilan komunikasi dasar) dan pengembangan sistem dukungan untuk orang dengan penyakit ini. Bahkan yang lebih penting, kelemahan-faktor pelindung model-stres telah memungkinkan pekerja kesehatan mental, keluarga anggota, dan klien untuk membuat profil pribadi yang canggih dari apa yang terjadi ketika orang itu melakukan buruk (diatesis itu), apa yang menyakiti (pemicu stres), dan apa yang membantu (pelindung faktor). Hal ini menyebabkan lebih manusiawi, efektif, efisien, dan memberdayakan intervensi pengobatan.

2.4 CONDUCT DISORDER 15,16

2.4.1 DEFINISI

Conduct disorder adalah suatu gambaran perilaku berulang dan menetap dimana hak dasar orang lain atau norma sosial yang sesuai pada anak seusianya dilanggar, perilaku tersebut menyebabkan gangguan dalam fungsi sehari-hari baik dirumah atau disekolah. Gangguan ini jika tidak ditangani secara dini akan semakin sulit sehingga akan berkembang menjadi gangguan antisosial / psikopat dikemudian hari. Boleh dibilang conduct disorder adalah psikopat pada anak / remaja .

Menurut suatu penelitian di Amerika dikatakan terjadi peningkatan kasus perilaku antisosial pada remaja, yang sudah terlihat sejak masa awal kehidupan, yamg berkembang menjadi perilaku kriminal di kemudian harinya.

2.4.2 EPIDEMIOLOGI

Dari satu penelitian di Amerika, dikatakan angka kejadian conduct disorder: 6% - 16% pada laki-laki dan 2% - 9% pada perempuan, anak perempuan biasanya terlihat gejala conduct disorder rata-rata pada usia 14-16 tahun. Penelitian ini juga menerangkan bahwa tidak ada perbedaan antara angka kejadian conduct disorder dipedesaan dan di perkotaan.sedangkan penelitian di Indonesia saat ini masih diteliti .

Dari gambaran ini dapat diterangkan bahwa orang dengan anti sosial / psikopat tidak membedakan tempat karena tidak hanya terjadi dikota-kota besar dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi dan sosial ekonomi cukup. Namun dikatakan bahwa sosial ekonomi sangat berpengaruh akan terjadinya gangguan tersebut.seperti kita ketahui berita-berita pembunuhan berantai yang terjadi beberapa waktu lalu, yang dilakukan oleh orang desa, dengan latar belakang pesantren dengan pendidikan agama yang cukup baik, namun bisa melakukan tindakan keji.

2.4.3 GEJALAKLINIS

Gambaran perilaku anak remaja yang mengalami conduct disorder terdiri dari 4 kelompok antara lain :

1. Agresi fisik / mengancam yang diarahkan keorang lain / binatang

2. Merusak barang milik orang lain

3. Perilaku tidak jujur, mencuri

4. Pelanggaran yang serius terhadap norma sosial yang sesuai dengan anak / remaja yang seusianya.

Menurut awal mula kejadian ,gejala tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu :onset kanak awal, yang dimulai sejak masa kanak awal sampai 10 tahun dan onset masa remaja yang dimulai sejak usia 10 tahun keatas. Biasanya terdapat adanya alur atau urutan dari gangguan tersebut yang dimulai dari adanya gejala Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hyperaktifitas (ADHD) pada awalnya, yang berkembang menjadi gangguan menentang dengan figur otoritas sampai akhirnya menjadi gangguan kepribadian antisosial atau psikopat.

Tanda-tanda conduct disorder sebetulnya sudah tampak pada masa kanak-kanak. Bila buah hati kita menunjukan beberapa gejala ini :

Sering berbohong

Sering mengancam

Sering mengintimidasi / menekan / bulli terhadap teman atau orang lain

Sering memulai perkelahian fisik

Menggunakan senjata/benda yang menyebabkan bahaya fisik yang serius bagi orang lain (misalnya, pemukul, batu, botol pecah dll)

Menyakiti / kejam kepada orang lain atau teman

Menyakiti / kejam kepada binatang

Mencuri dengan terang-terangan (menjambret, merampas)

Mencuri secara sembunyi-sembunyi misalnya mengambil uang didompet orangtua, mengambil barang ditoko secara sembunyi-sembunyi, pemalsuan

Secara sengaja menimbulkan kebakaran

Secara sengaja merusak barang milik orang lain (mencoret-coret dinding, mengores kendaraan dengan benda tajam dll)

Membongkar masuk kedalam rumah, bangunan, atau kendaraan orang lain

Sering memanfaatkan orang lain dengan tujuan mendapat keuntungan atau menghindari kewajiban

Sering keluar pada malam hari tanpa tujuan yang jelas / nongkrong, walaupun dilarang orang tua

Sering kabur dari rumah

Sering membolos dari sekolah.

Masalah tersebut secara signifikan mengganggu kehidupan anak dan mengganggu hubungan sosial dengan teman,dan juga masalah akademik.

Gejala awal dari anak bisa dilihat dari 3 hal:

Kejam terhadap orang lain / binatang

Tidak ada rasa empati / kasihan terhadadap makhluk yamg disakiti

Senang bermain api

Gambaran perilaku ini pada awalnya sangat mirip dengan ADHD. Namun yang dapat dibedakan adalah pada ADHD terdapat rasa empati kepada orang lain atau binatang yang telah disakitinya dalam arti timbul rasa penyesalan dalam dirinya, hal ini berbeda dengan conduct disorder.

Yang menjadi faktor pemicu terjadinya conduct disorder adalah:

Penolakan dari orang tua sejak awal kehidupan si anak

Perpisahan dari orang tua tanpa adanya alternatif pengasuh yang baik

Penelantaran dari keluarga

Child abuse dan kekerasan pada anak

Faktor genetik dari keluarga.

Orang tua dengan gangguan jiwa

Perkawinan orang tua yang bermasalah

Faktor lingkungan, teman, dsb

2.4.4 TATA LAKSANA

Meskipun conduct disorder merupakan masalah yang sulit ditangani namun ada beberapa cara yang dapat membantu untuk mengurang perilaku mereka bahkan menyembuhkan, antara lain:

Training untuk orang tua untuk melatih anak yang mengalami gangguan tersebut

Terapi keluarga

Training untuk melatih pemecahan masalah pada anak dan remaja, dll.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah potong-silang yang bertujuan untuk mengetahui proporsi masalah-masalah emosi dan perilaku pada pasien di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM.

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM, Jakarta. Penelitian ini dimulai pada Mei 2010 sampai Juni 2010.

III.3 Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah semua pasien anak dan remaja yang berobat jalan di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM pada periode November 2009 sampai April 2010.

III.4 Kriteria Penerimaan

III.4.1 Kriteria Inklusi

Data semua pasien yang berobat jalan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM dalam periode November 2009-April 2010.

III.4.2 Kriteria Eksklusi

Data pasien yang tidak memberikan nilai SDQ.

III.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan (Strength and Difficulties Questionnaire/SDQ), yang terdiri dari 25 buah pertanyaan. Pertanyaan ini dapat dikelompokkan menjadi lima, masing-masing menilai gejala emosional (5 pertanyaan), masalah conduct (5 pertanyaan), hiperaktivitas (5 pertanyaan), masalah hubungan dengan teman sebaya (5 pertanyaan), dan perilaku prososial (5 pertanyaan). Skor-skor gejala emosional, masalah conduct, hiperaktivitas, masalah hubungan dengan teman sebaya dapat dijumlahkan untuk menghasilkan sebuah skor kesulitan total (total difficulties score).

Berikut adalah interpretasi dari skor-skor yang didapat, tergantung jenis kuesioner SDQ yang dipakai.

Diisi Orang Tua

NormalBorderlineAbnormal

Skor Kesulitan Total0-1314-1617-40

Skor Gejala Emosional0-345-10

Skor Masalah Conduct0-234-10

Skor Hiperaktivitas0-567-10

Skor Masalah Hubungan dengan Teman Sebaya0-234-10

Skor Perilaku Prososial6-1050-4

Diisi Sendiri

NormalBorderlineAbnormal

Skor Kesulitan Total0-1516-1920-40

Skor Gejala Emosional0-567-10

Skor Masalah Conduct0-345-10

Skor Hiperaktivitas0-567-10

Skor Masalah Hubungan dengan Teman Sebaya0-34-56-10

Skor Perilaku Prososial6-1050-4

III.6 Identifikasi Variabel

Faktor individu: usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku

Faktor orangtua: usia, pendidikan, pekerjaan, status sosial ekonomi, status perkawinan

Faktor masalah emosi dan perilaku: SDQ, Skor Kesulitan Total, Skor Gejala Emosional, Skor Masalah Conduct, Skor Hiperaktivitas, Skor Masalah Hubungan dengan Teman Sebaya, dan Skor Perilaku Prososial

III.7 Definisi Operasional

1. Masalah emosi dan perilaku.

Masalah emosi adalah masalah dengan ciri khas berupa gejala emosional dari anxietas, depresi, atau kesengsaraan

Masalah perilaku adalah masalah dengan ciri khas berupa gangguan terhadap orang lain, contohnya orang tua, guru dan teman sebaya.

2. SDQ adalah singkatan dari Strength and Difficulties Questionnaire, yaitu sebuah kuesioner singkat untuk skrining perilaku pada anak usia 3-16 tahun. SDQ terdiri atas 25 pertanyaan yang menilai 25 atribut, sebagian positif dan sebagian negatif. Atribut-atribut ini dapat dikelompokkan menjadi lima faktor, yaitu gejala emosional (5 pertanyaan), masalah conduct (5 pertanyaan), hiperaktivitas (5 pertanyaan), masalah hubungan dengan teman sebaya (5 pertanyaan), dan perilaku prososial (5 pertanyaan). Ada dua macam SDQ, yaitu SDQ yang diisi orang tua atau guru dan SDQ yang diisi sendiri oleh anak yang bersangkutan.

3. Skor Gejala Emosional adalah nilai seberapa besar kemungkinan anak yang bersangkutan memiliki masalah emosi. Didapat dengan menjumlahkan pertanyaan nomor 3, 8, 13, 16, dan 24 dalam SDQ.

4. Skor Masalah Conduct adalah nilai seberapa besar kemungkinan anak yang bersangkutan memiliki masalah conduct. Didapat dengan menjumlahkan pertanyaan nomor 5, 7, 12, 18, dan 22 dalam SDQ.

5. Skor Hiperaktivitas adalah nilai seberapa besar kemungkinan anak yang bersangkutan memiliki masalah hiperaktivitas. Didapat dengan menjumlahkan pertanyaan nomor 2, 10, 15, 21, dan 25 dalam SDQ.

6. Skor Masalah Hubungan dengan Teman Sebaya adalah nilai seberapa besar kemungkinan anak yang bersangkutan memiliki masalah dalam hubungan dengan teman sebayanya. Didapat dengan menjumlahkan pertanyaan nomor 6, 11, 14, 19, dan 23 dalam SDQ.

7. Skor Perilaku Prososial adalah nilai seberapa besar kemungkinan anak yang bersangkutan memiliki masalah perilaku prososial, yaitu perilaku yang menguntungkan penerima, tapi tak memberikan keuntungan yang jelas bagi pelakunya. Didapat dengan menjumlahkan pertanyaan nomor 1, 4, 9, 17, dan 20 dalam SDQ.

8. Data demografi:

Usia: dalam tahun, berdasarkan ulang tahun terakhir

Jenis kelamin: pembagian gender, yaitu laki-laki atau perempuan

Pendidikan: jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh yang bersangkutan. Tamat SD, tamat SMP atau yang sederajat, tamat SMA atau yang sederajat, tamat S1, tamat S2, tamat S3, dan lain-lain.

Suku: pengelompokan etnik bangsa yang berlaku secara nasional

Status perkawinan: menikah, bercerai, tidak menikah, atau pasangan meninggal

Status sosial ekonomi: pendapatan perkapita per bulan dihitung berdasarkan cara perhitungan penghasilan per bulan seluruh anggota keluarga dibagi dengan jumlah orang yang menjadi tanggungan keluarga tersebut.

Pekerjaan: Riwayat pekerjaan dan status pekerjaan saat penelitian dilakukan (bekerja atau tidak bekerja), jenis pekerjaan

III.8 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk variabel masalah emosi dan perilaku anak adalah dengan menggunakan jenis data sekunder yang diambil dari catatan medik pasien yang berobat di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSCM pada November 2009 sampai April 2010.

III.9 Pengolahan dan Analisis Data

Sebelum analisis data dilakukan, pertama-tama dilakukan editing atau pembersihan data. Data yang telah dikumpulkan dalam daftar pertanyaan atau kuesioner perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki, jika terdapat hal-hal yang salah atau meragukan untuk memperbaiki kualitas data. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam editing yaitu kelengkapan data, kesempurnaan data, kejelasan data untuk dibaca, kekonsistenan data untuk dibaca, keseragaman data dan kesesuaian data.

Kedua, dilakukan koding, yaitu tahap perhitungan skor diawali dengan memberi kode data berupa jawaban untuk SDQ. Skor SDQ dilakukan dengan menjumlahkan angka-angka yang merupakan jawaban dari pertanyaan dalam kuesioner. Ketiga, dilakukan tabulating yaitu memasukkan data ke dalam tabel tabel, dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori. Setelah data terkumpul dalam tabel, dilaksanakan pengolahan dengan menghitung skor yang tertinggi dan skor terendah untuk menentukan distribusi frekuensi.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada hari Senin, 31 Mei 2010 dan Selasa, 1 Juni 2010 di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Subyek penelitian adalah seluruh pasien anak sebanyak 161 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.1. Karakteristik Data Demografi

4.1.1 Karakteristik Data Demografi Subyek

Pada penelitian ini kelompok usia dibagi berdasarkan pengelompokan usia menurut perkembangan psikososial anak yaitu kelompok usia prasekolah 2 6 tahun, kelompok usia laten 6 12 tahun, dan kelompok usia remaja 12 19 tahun. Subyek yang berusia 2 6 tahun sebanyak 10,6%, usia 6 12 tahun sebanyak 55,3%, dan usia 12 19 tahun 30,4%, sementara 3,7% subyek tidak ada informasi usianya (Tabel 1).

Jumlah subyek laki-laki lebih banyak daripada perempuan (Tabel 1). Agama yang paling banyak dianut adalah Islam (Tabel 1).

Suku bangsa subyek ditentukan menurut suku bangsa ayahnya. Yang paling banyak jumlahnya adalah Jawa, kemudian Sunda, Betawi, Minang, Batak, dan lain-lain. Sebagian kecil tidak ada informasi suku bangsanya (Tabel 1).

Sebagian besar subyek berpendidikan SD, dengan sejumlah kecil berpendidikan SMP dan SMA. Cukup banyak subyek yang memilih lain-lain sebagai tingkat pendidikan (Tabel 1).

4.1.2 Karakteristik Data Demografi Orang Tua Subyek

Sebagian besar orang tua laki-laki subyek berusia 40 tahun atau lebih. Sementara itu, lebih banyak orang tua perempuan subyek yang usianya di bawah 40 tahun (Tabel 2).

Pendidikan terakhir orang tua laki-laki paling banyak adalah SMA, kemudian S1, SMP, SD, dan S2. Sebagian mengisi lain-lain atau tidak ada informasinya. Pendidikan terakhir orang tua perempuan paling banyak juga adalah SMA, kemudian S1, SMP dan SD. Tidak ada orang tua perempuan yang berpendidikan S2. Sebagian orang tua perempuan mengisi lain-lain atau tidak ada informasinya (Tabel 2).

Sebaran karakteristik pekerjaan orang tua laki-laki tidak merata, paling banyak di bidang swasta. Sementara itu, hampir separuh orang tua perempuan tidak bekerja. (Tabel 2).

Hampir semua orang tua subyek masih menikah. Hanya sedikit yang sudah bercerai atau salah satu orang tuanya meninggal (Tabel 3). Sebagian besar keluarga subyek masuk ke kategori sosial ekonomi menengah, dengan sejumlah kecil berada di kategori rendah dan tinggi (Tabel 3).

Tabel 1. Sebaran Subyek Berdasarkan Karakteristik Demografi

KarakteristikJumlahPersentase

Usia

2 6 tahun

6 12 tahun

12 -19 tahun

Tidak ada data17

89

49

610,6

55,3

30,4

3,7

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan97

6460,2

39,8

Agama

Islam

Protestan

Katolik

Tidak ada data140

12

1

887,0

7,5

0,6

5,0

Suku bangsa menurut ayah

1

2

3

4

5

6

Tidak ada data54

30

19

13

9

25

1133,5

18,6

11,8

8,1

5,6

15,5

6,8

Pendidikan

1

2

3

4

5

6

Tidak ada data76

26

8

0

0

39

1247,2

16,1

5,0

0

0

24,2

7,5

Tabel 2. Sebaran Karakteristik Orang Tua

Karakteristik Orang TuaAyahIbu

JumlahPersentaseJumlahPersentase

Usia