nilai-nilai pendidikan karakter pada kitab ta’lim al...

104
i NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM KARYA AL-ZARNUJI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: NURTADHO NIM: 111 09 028 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA TAHUN 2016

Upload: phamminh

Post on 07-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

PADA KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM

KARYA AL-ZARNUJI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

NURTADHO

NIM: 111 09 028

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA TAHUN 2016

ii

iii

iv

v

vi

MOTTO

هللا ا إ ارك ال فع٠ حس ربء الا اسا ل ٠ظح س٠ى فس ٠ اسزرض صا اس

ب )ا ذطخ اسضلط ( ث ز٠ى

“Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan Agama (Islam) ini

karena dirinya Dan Allah tidak akan memberi kebaikan pada agama

kalian kecuali dengan bersikap dermawan dan akhlak baik, maka

perhiasilah agama kalian dengan keduanya.” (dikeluarkan oleh

Daruquthni)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah

berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta

do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.

Almukarrom romo K.H. Maslikhuddin Yazid, K.H.

Muslimin al-’Asy’ary, K. Sa’dullah, serta guru-guru PP.

Sunan Giri yang telah berjuang bersama dengan

penuh keihlasan dalam pendidikan pesantren.

viii

KATA PENGANTAR

ثس هللا اطح اطح١

، ثظط ثظبئط ح اسؼبزح زم١ ، س احس هلل اص أػح اطبض٠ك طبج١

ثسبئط احى اظسل١ أاض اإلحسب ، ح أسطاض اإل٠ب ٠ ف اس األحىب

٢ إ إل ، أشس أ س١سب هللا حس ل شط٠ه اه ا١م١ ، أشس أ احك اج١

، ٠ ف اس ذ١طا ٠فم ٠طز هللا ث ، امبئ حسا ػجس ضس اظبزق اػس ال١

. اس٠ إ ٠ ، ثئحسب ػ آ أطحبث ازبثؼ١ ط هللا ػ١

Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah

„Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh

dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa

terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi

cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat

diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag. pembimbing yang telah

membimbing dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN yang telah

memberikan pelayanan kepada penulis.

ix

x

ABSTRAK

Nurtadho. 2016. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim Karya al-Zarnuji. Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama

Islam.Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri

Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.

Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter

pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Pertanyaan yang ingin dijawab

melalui penelitian ini adalah: (1) Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab

Ta‟lim al- Muta‟alim? (2) Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada

Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim pada dunia pendidikan Islam?

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library

research). Sumber data primer adalah Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim, sumber

sekundernya diambil dari buku-buku lain, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang

bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data

menggunakan metode deskriptif analitis dan content analysis.

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

masih relevan samapai saat ini di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai

pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya antara lain, nilai musyawarah,

wara‟, tekun, cita-cita luhur, hormad dan hidmad, repek terhadap diri, usaha

sekuat tenaga, dan sabar. Nilai-nilai pendidkan karakter tersebut akan sangat

membantu di dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam.

xi

DAFTAR ISI

1. JUDUL ...................................................................................................... i

2. LOGO IAIN .............................................................................................. ii

3. NOTA PEMBIMBING ............................................................................iii

4. PENGESAHAN KELULUSAN ..............................................................iv

5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................v

6. MOTTO.....................................................................................................vi

7. PERSEMBAHAN....................................................................................vii

8. KATA PENGANTAR......................................................................... viii

9. ABSTRAK ........................................................................................... x

10. DAFTAR ISI .............................................................................................xi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................ 7

C. Tujuan Penelilitian ........................................................... 7

D. Kegunaan Penelitian ........................................................ 7

E. Penegasan Istilah .............................................................. 8

F. Tinjauan Pustaka…...……………………..…………….. 10

G. Metode Penelitian ..............................................................15

H. Sistematika Penulisan ........................................................18

xii

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Pengertiannilai…………………………….…………… 19

B. Pengertian Karakter …………………….…………....... 21

C. Pendidikan Karakter ……………………..……………. 26

D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter …………………........... 29

E. Prinsip Pendidikan Karakter………………....………..... 36

BAB III. BIOGRAFI AL-ZARNUJI

A. Riwayat Hidup al-Zarnuji……………………………… 38

B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji ………………………... 41

C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji……...…….. 42

D. Gambaran Umum Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim……....… 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kitab Ta‟lim al Muta‟allim …...………………………... 56

B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim karya al-Zarnuji ……...…………………… 70

C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab

Ta‟lim al-Muta‟allim bagi Dunia Pendidikan Islam ….... 80

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................... 83

B. Saran .............................................................................. 84

11. DAFTAR PUSTAKA

12. LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, pendidikan di Indonesia semakin kehilangan ruhnya. Hal ini

dipengaruhi oleh efek negatif kemajuan teknologi dan informatika yang semakin

mudah diakses, tanpa disertakan mental dan moral yang berkualitas. Akibatnya

masyarakat bangsa Indonesia dengan mudah menghilangkan nilai-nilai tujuan

pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

manusia Indonesia seutuhnya, yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat

jasmani dan rohani, kepribadian mantab dan mandiri serta rasatanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pendidikan adalah wadah untuk menciptakan manusia yang berkualitas.

Proses pengembangan kemampuan manusia dalam aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik hendaknya berjalan dengan seimbang. Namun, pada kenyataannya

pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata seimbang. Karena gaya pendidikan

dan pembelajaran yang cenderung formalistik dan hanya mementingkan capaian

akademik semata (Darmiyati zuchdi, dkk., 2013:2).

Model pendidikan semacam di atas akan melahirkan para cendikiawan dan

pemimpin yang cerdas dan terampil, namum tidak memiliki mental dan moral

(karakter) yang berkualitas. Karakter (akhlaqul karimah) yang seharusnya

menjadi “perhiasan” manusia dan menjadi pembeda antara manusia dengan hewan

2

malah kurang diperhatikan, bahkan telah dilupakan. Apabila pendidikan yang

demikian itu dilestarikan dan dibudayakan, maka degradasi moral pun tidak akan

terhindarkan.

Degradasi moral tesebut dapat ditunjukan dengan rendahnya rasa hormat,

santun, ramah, jiwa kebhinnekaan, kebersamaan, dan kegotong-royongan dalam

kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu, msyarakat Indonesia juga terjangkit

“penyakit” anarkisme, narkoba, KKN, dan lain-lain. Perilaku-perilaku semacam

itu menunjukan bahwah masyarakat Indonesia terlilit oleh problem moral, ahlak,

atau karakter.

Melihat fenomena demikian itu, melahirkan keprihatina bangsa Indonesia

yang amat mendalam sehingga pada tahun 2010, saat peringatan hari Raya Nyepi

di Bali Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan pesan

pidato:”Pembangunan watak (character building) amat penting. Kita akan

membangun manusia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berbudi perilaku baik.

Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban

demiakian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat

yang baik (goog society).” (Samani dan Hariyanto, 2013:6).

Dengan demikian, pendidikan karakter amatlah penting untuk membangun

suatu bangsa yang besar, beradab, dan berperadaban. Ir. Soekarno menegaskan:

“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter

(character building) karena character building inilah yang akan menjadi bangsa

yang besar, maju, dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak

3

dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.” (Samani dan

Hariyanto, 2013:1-2).

Dalam agama Islam karakter (akhlakul karimah) adalah hal yang amat

diutamakan. Nabi Muhammad diutus oleh Allah dengan misi untuk

meneyempurnakan akhlak karimah (karakter). Dalam hadist

(http:articles.islamweb.net) disebutkan:

سا ي هللا ط هللا ػ١ هللا ػ لبي ضس أث ط٠طح ضػ ر أل ذ ث ئ ب ث ا ا ػ

)ضا أحس ػ أث ػجبغ( ق ل ذ األ بض ى

Dari Abu Hurairah, Rasulluallh berkata, “Sesungguhnya aku diutus untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia”(diriwayatkan oleh Ahmad dari Abaas).

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oeleh Daraquthni dan Tirmidzi yang

penulis ambil dari kitab Ihya‟ Ulumuddin (al Ghozali, t.th:48-49) dikatakan:

ا ٠ ع ف ل ا ك ار س ح بء ر اسا لا ا ى ٠ س ح ظ ٠ ل س ف ٠ ا اس ص ض ر ز س ا هللا إ

ب )ا ذطخ اسضالط ( ث ى ٠ ز

“Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan Agama (Islam) ini dan Allah

tidak akan memberikan kebaikan pada agama kamu semua kecuali dengan

bersikap dermawan dan akhlak baik. Oleh karena itu perhiasilah agama kamu

semua dengan keduanya.” (dikeluarkan oleh Daruqudni)

ب ث ١ ح هللا ك را : ا بي م ف ط : ا ا س ا ػ ١ ػ هللا ا ط هللا ي س ط خ ض بي ل

س ح ك ر ث بغ اا ك ب : ذ بي ل ز ظ بي ب ل ح ر خ س اح خ ئ ١ اس غ ج ر : أ بي ل ز ظ بي ل ذ و

)أذطخ رطص(

4

“Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi (semoga rahmat dan salam

tercurahkan kepada nabi dan keluarganya): “berikanlah wasiat kepadaku!”

Maka Nabi bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah sebagaimana engkau menjadi

(bertaqwa)!”Laki-laki itu berkata:”Tambahkanlah!”Nabi berkata: “Sertakanlah

perbuatan buruk dengan perbuatan baik, Maka berbuatan baik akan melebur

perbuatan buruk!” Laki-laki itu berkata lagi: “Tambahkanlah!” Nabi berkata:

“Jadikanlah manusia berakhlak baik!” ( dikeluarkan oleh Tirmidzi)

Pendidikan karakter dalam Islam berkiblat pada diri Nabi Muhammad saw.

sebagai utusan dan nabi terahir. Nabi telah disetting oleh Allah sebagai hamba

Allah yang paling sempurna. Nabi adalah suri tauladan (uswatun khasanah) yang

sempurna. Dan dalam diri Nabi terdapat nilai-nilai karakter yang “agung”. Dalam

Qur‟an surat Al- Qolam ayat 4 Allah berfirman:

(4)ام: ١ ظ ػ ك ذ ؼ ه ا

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Aisah pun mengatakan:

, فمبذ س طلح ذك اج ػ١ هللا ػب ػ ػبئشخ ضػ ١ ؤ ا و سئذ أ ب

)ضا اس( أ ط ام م ذ

Ummul Mu‟minin („Aisah) ditanya tentang akhlak Nabi „alaihi sholatu wa

salam, „Aisah menjawab, “Akhlaq rasul adalah qu‟an.”(H.R. Muslim)

(http:almoslim.net/node/160472).

Dengan demikian, pendidikan karakter dalam perspektif Islam adalah proses

internalisasi nilai-nilai adab Nabi kedalam pribadi peserta didik. Nilai-nilai adab

5

(karakter) Nabi adalah hal yang paling diutamakan untuk dicapai dan dimiliki

oleh peserta didik. Ibnu Jama‟ah mengatakan bahwa:

... hal paling penting yang harus segera dicapai dan dimiliki oleh

seorang intelektual sejak usia muda ialah adab yang baik (Íusn al-adab). …

orang yang paling berkewajiban dan paling utama menyandang sifat yang

baik dan memangku kedudukan yang luhur adalah kaum intelektual (ahlal-

‟ilm). Mereka adalah orang-orang yang memperoleh puncak pujian dan

terdepan dalam memperoleh julukan pewaris para nabi. Hal itu karena

mereka telah mempelajari akhlak dan adab Nabi saw. serta sarah (rekam

jejak) para imam dan ulama salaf (Hery Noer Aly, 2012:56).

Proses internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif

pendidikan islam tidak lepas dari konsep teologi dan moralitas. Gagalnya

pendidikan karakter selama ini, dapat disebabkan karena minus kosep teologi

(keimanan) dan adab (moral). Melihat fungsi pendidikan Islam yang amat penting,

sebagaimana, Abdurrahman an Nahlawi mengatakan bahwa fungsi pendidikan

Islam sebagai pembebasan dan penyelamatan anak didik (Muhammad Arif,

2008:239). Oleh karena itu, untuk membebaskan dan menyelamatkan peserta

didik dengan cara membentuk pribadi yang berkarakter dan beradab, maka

pendidikan Isalm harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan

individu yang memahami kedudukanya di hadapan Tuhan, dirinya sendiri, dan

masyarakat (lingkungan).

Di dalam persidangan mengenai pendidikan Islam yang di adakan di Jeddah,

Mekah al Mukarramah tahun 1977 melibatkan 320 tokoh ilmuwan Islam dari 33

buah negara telah menggariskan bahawa matlamat Pendidikan Islam adalah:

“Pendidikan haruslah bermatlamatkan membentuk perkembangan

individu yang seimbang melalui perkembangan rohani, intelek, emosi dan

jasmani. Perkembangan ini membolehkan seseorang individu merasai

keterikatan emosinya dengan Islam dan membolehkannya mentaati al-

Qur‟an dan as-Sunnah dan dikawal oleh sistem akhlak Islam dengan rela

6

hati dan gembira yang memungkinkannya menjalankan amanahnya sebagai

Khalifah Allah di muka bumi” (Fairus dan Satiman, 2014:50).

Pendidikan Islam sangat menghendaki pembangunan individu secara

integral. Pembangunan individu dalam aspek rohaniyah (soft skill) dan

pembangunan dalam aspek jasmaniyah (hard skill). Sebagaimana, Fairus dan

Satiman mengatakan bahwa, pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang

mampu membentuk manusia seimbang dari segi rohani dan jasmani (Fairus dan

Satiman, 2014:50).

Berbicara tentang pendidikan Islam, tentu tidak akan terlepaskan dari tokoh-

tokoh pendidikan Islam. Salah satu tokoh yang karyanya sangat terkenal dan

monumental adalah al-Zarnuji. Karyanya yang berjudul Ta‟lim al Muta‟alim

adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang membahas tentang pendidikan Islam

dan telah menjadi rujukan para pakar pendidikan baik di dunia Timur maupun

Barat.

Dalam kitabnya, al-Zarnuji menawarkan konsep pendidikan yang

mengkonsentrasikan learning by doing yang mengacu pada oriented ethic

(Hilyatus Saihat, 2008:6). Selain itu, kitab ini juga mengajarkan bahwa,

pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan semata,

namun yang terpenting adalah transfer nilai moral (Wahdati, 2014:5). Niliai-nilai

moral yang diajarkan adalah nilai moral, baik yang bersifat batiniyah maupun

lahiriyah. Namun, dalam kitab ini nilai-nilai moral lebih cenderung ditekankan

pada aspek nilai moral-transendensi.

Dari latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap

al-Zarnujitentang nilai-nilai pendidikan karakter yang termuat dalam kitab Ta‟lim

7

al Muta‟alim. Dan penelitian ini, penulis sajikan dengan judul “Nilai-nilai

Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnuji”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian yang akan diteliti

pada:

1. Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al- Muta‟allim?

2. Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim pada dunia pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim karya al-Zarnuji.

2. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim pada dunia pendidikan Islam.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoretis

a. Memberikan sumbangan teori keilmuan tentang nilai-nilai pendidikan

karakter dalam Islam.

b. Dapat digunakan penelitian lebih lanjut secara filosofis dalam membahas

nilai-nilai pendidikan karakter yang lebih radikal, rasional, dan

sistematis.

2. Kegunaan praktis

8

Dapat digunakan oleh praktisi pendidikan islam (dosen, guru, dan

lain-lain) dalam masalah pendidikan karakter.

E. Penegasan Istilah

1. Penegasan konseptual

a. Nilai

Dalam kamus pendidikan umum nilai dapat diartikan harga, kualitas,

pada tingkatan atau dapat diartikan sesuatu yang dianggap berharga dan

menjadi tujuan yang hendak dicapai. Dalam kamus pendidikan umum

juga disebutkan nilai pembentuk, nilai praktis dan nilai religious. Nilai

pembentuk ialah nilai usaha pendidikan yang dapat mempertinggi

pengetahuan, kemampuan prestasi, dan pembentukan watak. Nilai praktis

ialah nilai yang dianggap bermanfaat dan berguna bagi kehidupan sehari-

hari. Sedangkan nilai religious ialah sesuatu yang dianggap bermanfaat

ditinjau dari perspektif keagamaan (M. Sastrapradja,1978:339).

Sedangkan Henry Hazlitt berpendapat bahwa, “Bagi manusia nilai

bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai merupakan setandar

baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua manusia berbuat.

Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang tidak

memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan (Henry Hazlitt,

2003:206)”.

b. Pendidikan karakter

9

Imam Al Ghozali mengemukakan bahwa karakter ialah watak yang

telah tertanam dalam hati yang mudah keluar dalam bentuk perbuatan

tanpa melalui proses berfikir dan merenung. Apabila watak itu muncul

dengan perbuatan yang baik secara akal dan syara‟ maka itu disebut

karakter yang baik (khuluqon khasanan). Dan apabila watak itu mucul

dengan perbuatan jelek („afalu qobikhah) maka disebut karakter yang

jelek (khuluqon syyian) (Al Ghozali, t.th.:52).

Pendidikan karakter didefinisikan oleh Winton ialah usaha sadar dan

sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai pada

siswanya. Sedangkan Lickona mengartikan pendidikan karakter ialah

usaha secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa (Samani dan

Hariyanto, 2013:43-45).

c. Ta‟lim al-Muta‟alim

Merupakan kitab klasik dan monumental karya Imam Burhanuddin

al-Zarnuji. Kitab ini menerangkan tentang etika (ahlak) peserta didik

dalam menuntut ilmu agar mendapatkan manfaat ilmu yang dipelajarinya.

Dalam kitab ini terdapat 13 bab (fasal).

Al-Zarnuji menulis Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim secara terus terang

didasari oleh rasa keprihatinan terhadap peserta didik yang salah saat

belajar (dalam pendidikan). Dalam muqodimah kitab ini, Al-Zarnuji

mengungkapkan: “ketika saya memperhatikan siswa (thulabul ilmi) pada

zamanku sebenarnya mereka telah bersungguh-sungguh menuntut ilmu,

akan tetapi mereka tidak dapat manfaat dan buah ilmunya. Yaitu dapat

10

mengamalkan ilmunya dan menyebarkanya. Hal ini terjadi karena cara

mereka dalam menuntut ilmu salah dan meninggalkan syarat-syaratnya.

Karena, barang siapa yang salah jalan, tentu ia akan tersesat dan tidak

akan mendapatkan tujuannya baik sedikit maupun banyak”.

2. Penegasan oprasional

Agar tidak terjadi kerancuan dan kesamaan dalam penelitiaan ini

dengan penelitian yang lain, maka penulis memberikan penegasan bahwa

penelitian yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab

Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnujiini adalah membahas tentang nilai-

nilai pendidikan karakter yang tercantum dalam teks Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim karya al-Zarnuji baik secara implisit maupun ekplinsit.

F. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran peneliti, peneliti menemukan ada beberapa

penelitian sebelumnya yang mengkaji kitab Ta‟lim al Muta‟allim. Judul-judul

penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Relevansi Sistem Pendidikan Tradisonal di Era Konteporer (Studi Kritis

Kitab “Ta‟lim al Muta‟alim Tariq al Ta‟alum” Karya Syekh al-Zarnuji)

Penelitian ini ditulis oleh Istambul Arifin pada tahun 2003. Fakultas

Tarbiyah UIN Malang. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang system

belajar dan pengajaran yang ditawarkan oleh al-Zarnujidan relevansinya

dengan system pendidikan pada masa kontemporer.

11

Penelitian ini dilakukan untuk menyikapi pengapilkasian konsep yang

ditawarkan al-Zarnuji pada pendidikan masa kini dalam hubungan guru dan

peserta didik yang dirasa tidak terlalu harmonis dalam pembelajaran,

dikarenakan peserta didik harus pasif dalam pembelajaran. Hal ini akan

menyebabkan ketidak berhasilan dalam pembelajaran, yaitu mencetak

manusia yang memiliki kecerdasan secara utuh dalam hal kognitif, afektif,

dan psikomotorik.

2. Konsep Pendidkan Islam dalam Perspektif Syeh al-Zarnuji(Studi Kitab

Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al Ta‟alum)

Penelitian ini ditulis oleh Unun Zumairoh Asr Himsyah pada tahun

2006. Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Dalam penelitian ini dia

mengungkapkan kosep pendidikan secara umum menurut al-Zarnuji.

3. Konsep Pembelajaran Menurut Imam al Ghozali dan al-Zarnuji(Sebuah

Tela‟ah Komparatif)

Penelitian ini ditulis oleh Wahyu Wicaksono IAIN Walisongo pada

tahun 2012. Penelitian ini membahas persamaan pemikiran konsep

pembelajaran Imam al Ghozali dan al-Zarnuji. Bawasanya konsep

pembelajaran kedua imam tersebut ialah berlandaskan pada tauhid, moral

dan akhlak yang mengacu pada al Qur‟an dan al Hadist.

4. Pendidikan Anak (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, al-Ghozali dan al-

Zarnuji)

Tesis Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, 2001, yang

ditulis oleh Maemonah, yang mana dalam hubungannya dengan metode

12

reward and punishmemnt, dalam kitab Ta‟lim al-Muta'allim menurutnya

dapat dilihat melalui hubungan guru dan murid.

5. Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh Burhanuddin

al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim

Sekripsi yang ditulis oleh Erwin Laila Wahdati, IAIN Tulungagung

tahun 2014. Dalam penelitian ini dia menemukan bahwa internalisasi

pendidikan karakter lebih mengarah pada nilai-nilai spiritual yang

seharusnya menjadi dasar penanaman karakter bagi peserta didik.

Internalisasi karakter tersebut adalah mudzakarah, pemberian nasehat,

danstrategi pembentukan mental jiwa secara religius, diantaranya dengan

niat dan istifadah.

6. Studi Analisis Pemikiran imam al-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru

Murid dalam Kitab Ta‟limul Muta‟allim

Karya Sri Khomsatun Khoiriyah Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.

Yang mana dalam kajian ini peneliti meneliti secara khusus tentang pola

hubungan guru-murid berdasarkan pemikiran imam al-zarnuji. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa beberapa pemikiran imam al-Zarnuji dalam

kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim, yang memberi acuan terhadap pola hubungan

guru dan murid, yaitu: (1) Murid tidak akan memperoleh ilmu yang

manfa‟at tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan terhadap ilmu dan

orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya

penghormatan murid terhadap guru. (2) Kontekstualisasi hubungan guru

murid menurut imam al-Zarnujimenunjukkan,bahwa penempatan guru pada

13

posisi terhormat, sehingga pemikiran imam al-Zarnuji berupaya membawa

lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan guru dalam

ilmu dan pengajarannya.

7. Konsep Belajar dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

Penelitian Individu (Puslit IAIN Walisongo Semarang, 2000) yang

ditulis oleh Drs. Nurul Huda M.Ag. Di dalamnya terdapat pembahasan

tentang konsep belajar menurut al-Zarnuji dan ini lebih menawarkan konsep

belajar dalam batas kewajaran yang kesemuanya dapat diterima oleh akal

dan didasarkan dari hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawab.kan

secara ilmiah.

8. Pemikiran Pendidikan Syeh al-Zarnuji(Studi Tentang Hubungan antara

Guru dan Peserta Didik dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al

Ta‟alum)

Ditulis oleh Suprihatin pada 2004. Fakultas Tarbiyah UIN Malang.

dalam penelitan ini, dijelaskan tentang hubungan dan kedudukan antara

guru dan murid dalam perspektif al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim Tariq al Ta‟alum.

9. Konsep Etika Peserta Didik dalam Perspektif Burhanuddin al-Zarnuji

Sekripsi dengan judul ini ditulis oleh Eka Fitriyah Anggraini Fakultas

Tarbiyah UIN Malang pada tahun 2009. Dia menjelaskan konsep etika yang

harus dimiliki oleh peserta didik ketika menuntut ilmu serta relevansi

konsep tersebut dalam konteks masa kini menurut al-Zarnuji.

14

10. Relevansi Konsep Pendidikan al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

dalam Sistem Pendidikan Pesantren

Penelitian yang ditulis oleh Supriyanto STAIN Tulungagung pada

tahun 2011 memaparkan bahwa system pendidika pesantren sangat relevan

dengan Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Hal ini diungkapkan

karena dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim ilmu yang harus dipelajari terlebih

dahulu ialah ilmu hal, sesuwai dengan system pendidikan pesantren yang

sangat mengutamakan ilmu hal (akhlak/budi pekerti).

11. Etika Terhadap Guru (Analiss Kitab Ta‟lim Muta‟alim Karangan Syikh Az

Zarnuji)

Penelitian itu ditulis oleh Anisa Nandiya pada tahun 2013 di STAIN

Salatiga. Dalam penelitian ini dia menemukan ada dua etika yang harus

dimiliki oleh murud yaitu etika murid terhadap ilmu dan etika murid

terhadap guru. Etika murid terhadap ilmu yaitu membersihkan hati dari sifat

buruk, mengisi jiwa dengan fadhilallah, tidak mengganti guru dan berpikir

panjang jika ingin menggantinya, menghormati guru, tidak boleh

membebani guru dengan banyak pertanyaan, bersungguh-sungguh dan

tekun belajar, mengulang-ulang pelajaran, member salam kepada guru,

mencintai dan jiwa persaudaraan dengan sesame murid. Sedangkan etika

murid kepada guru yaitu tidak berjalan di depan guru, tidak duduk ditempat

guru kecuali ada ijin guru, tidak memulai bicara kecuali ada ijin guru, tidak

berbicara di depan guru, tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek,

15

harus menjaga waktu, tidak boleh mengetuk pintunya, dan menunggu

sampai guru keluar.

12. Pengaruh Pengajaran Kitab Ta‟limul Muta‟alim Terhadap sikap Ta‟dzim

Siswa Kelas XI MA Ma‟arif Ponggol Grabag Magelang Tahun Pengajaran

2014/2015

Sekripsi ini ditulis oleh Zuhanul Khasanah tahun 2015 di STAIN

Salatiga. Dalam skripsi dia menemukan dan menyimpulkan bahwa

pengajaran kitab Ta‟limul Ta‟alim terdapat pengaruh yang signifikan

terhadap sikap ta‟dzim siswa kelas XI di Ma MA”RIF kelas Ponggol

Grabag Magelang tahun pengajaran 2014/2015 dengan ketentuan:

pengajaran Kitab Ta‟limul Ta‟alim dengan kategori sangat baik 36%,

kategori baik 58%, dan ketegori cukup 6%. Sedangkan dalam pembentukan

sikap ta‟dzim siswa dengan kategori sangat baik 78%, kategori baik 25%,

dan kategori cukup 3%.

Berdasarkan penelitian yang telah ada sebelumnya, belum ada yang

meneliti tentang nilai-nilal pendidikan karakter dalam perspektif al-Zarnuji.

Dengan demikian penulis bermaksud melakukan penelitian pendidikan

karakter dalam perspektif al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim Karya Imam al-Zarnuji.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

16

Bentuk penelitian ini adalah bentuk penelitian kepustakaan (library

research). Mestika (2008:3) mengartikan library research adalah serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca

dan mengolah bahan penelitian. Sedangkan Sutrisno (1989:9) berpendapat,

library research adalah penelitian dengan cara mengadakan studi secara teliti

literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

Metode di atas juga bisa disebut metodologi penelitian kualikatif.

Metodologi penelitian kualaikatif biasanya memanfaatkan metode wawancara,

pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Lexy J.moleong, 2010:5). Metode

penelitian kualikatif juga dapat disebut denga metode artistic, karena proses

penelitian lebih bersifat seni (tidak terpola) (Sugiono: 2009:7).

2. Sumber data

Dalam penelitian ini, sumber data diambil dari dua sumber yaitu dari

sumber data primr dan sumber data sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer ialah sumber data yang diambil secara langung

dari naskah asli karya al-Zarnuji. Dalam peneitian ini penulis

menggambil data langsung dari naskah syarah (penjabaran) Kitab Ta‟lim

al-Muta‟allim karya Ibrahim bin Isma‟il.

b. Sumber data sekunder

Dalam sumber data sekunder penulis mengambil data dari

dokumen-dokumen yang mendukung dalam penelitian ini tentang nilai-

nilai pendidikan karakter pada kitab Ta‟im al Muta‟alim karya al-Zarnuji.

17

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumen yaitu

pengambilan sumber data dari dokumen-dokumen, baik berbentuk buku,

majalah, artikel, jurnal, dan lain-lain yang berkaitan dengan tema penelitian

yaitu tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

karya Al-Zarnuji.

4. Teknik analisa data

a. Metode analisis deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah usaha mengumpulkan suatu data dan

menyususun suatu data dari bentuk yang umum, kemudian dilakukan

analisis terhadap data itu. Lexy J. Moleong menambahkan bahwa data yang

dikumpukan berupa kata-kata dan gambar, bukan berupa angka-angka. Hal

ini disebabkan karena paparan metode kualikatif, selain itu semua yang

dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti

(Lexy J. Moleong, (2010:11). Dengan demikian, laporan penelitian ini akan

berisi kutipan-kutipan data dari dokumen untuk menggambarkan penyajian

penelitiaan.

b. Metode content analyses (kajian isi)

Metode ini digunakan untuk mengetahui isi dan ma‟na dari berbagai

data penelitian. Pendekatan dengan metode ini mengharuskan analisis yang

obiektif, sitematis, dan general supaya dalam pembuatan dan penarikan

kesimpulan memeroleh hasil yang shohih. Noeng Muhajir (1996:69)

mengatakan “content analysis harus mengikuti hal-hal berikut: objektif,

18

sistematis, dan general”. Sedangkan Weber menambahkan, kajian isi

merupakan metodologi penelitian yang dimanfaatkan seprangkat prosedur

untuk menarik kesimpulan yang shohih dari sebuah buku atau dokumen

(dalam Lexy J. moleong 2010:220).

H. Sistematika Penulisan Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan membagi menjadi lima bab

yang meliputi, BAB I Pendahuluan, BAB II Kajian Teori, BAB III Biografi al-

Zarnuji, IV Hasil Penelitian, dan BAB V Penutup.

1. Bab I Pendahuluan: untuk mengantarkan penelitian secara metodologis yang

berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, tinjauan teori, teknik pengumpulan data, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

2. Bab II Kajian Teori: dalam kajian teori ini penulis akan menjelaskan tentang

pengertian nilai, pengertian karakter, pendidikan karakter, nilai-nilai

pendidikan karakter, dan prinsip pendidikan karakter.

3. Bab III Biografi al-Zarnuji: dalam bab ini penulis akan memaparkan riwayat

hidup, riwayat pendidikan, situasi pendidikan pada masa al-Zarnujidan

gambaran umum karya al-Zarnuji.

4. Bab IV Hasil Penelitian: dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang isi

kitab Ta‟lim Muta‟alim terlebih dahulu, kemudian membahas tentang nilai-

nilai pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ta‟lim al Muta‟alim.

5. Bab V Penutup: berisi kesimpulan dan saran-saran.

19

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Nilai

Masalah nilai memang sulit untuk dijelaskan dan digambarkan. Akan tetapi,

nilai merupakan yang menarik, yang dicari, yang disukai, dan diinginkan, dengan

kata lain “sesuatu yang baik”. Hans Jonas mengatakan nilai adalah sesuatu yang

ditunjukan dengan kata “Iya” (Bertens, 1997:139). Sebagaimana, Henry Hazlitt

(2003:206) mengatakan;

“Bagi manusia nilai bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai

merupakan setandar baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua

manusia berbuat. Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang

tidak memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan.”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (http://kbbi.web.id/nilai)

nilai memiliki beberapa arti. Nilai adalah harga, harga uang angka kepandaian.

Nilai juga diartikan banyak-sedikitnya isi, kadar, dan mutu. Selain itu nilai juga

mempunyai arti sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Dan nilai

berarti sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Dalam

Wikipedia Bahasa Indonesia (diperbarui 23 Juni 2014, pukul 06:54) nilai adalah

alat yang menunjukan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan ahir

tertentu secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan ahir yang

berlawanan”. Dalam Encyclopedia Britanica dalam (Sarjono, 2005:136)

disebutkan nilai adalah sesuatu yang menentukan atau suatu kualitas obyek yang

melibatkan suatu jenis atau apresiasi atau minat.

20

Berdasarkan analisis K. Bertens (1997:141) sekurang-kurangnya nilai

mempunyai tiga ciri, yaitu:

1. Nilai berkaitan dengan subyek,

2. Nilai tampil dalam konteks praktis, dan

3. Nilai-nilai menyangkut sifat-siyat yang “ditambah” oleh supyek pada sifat-

sifat yang dimiliki oleh obyek.

Dari analisis Bertens dapat dikatakan nilai adalah hal yang subyektif dalam

memberikan apresiasi (penilaian) terhadap obyek. Sebuah obyek akan dianggap

memiliki nilai tergantung pada subyek yang memandang. Misalnya, musik punk

akan memiliki nilai keindah apabila didengarkan dan dinikmati oleh orang yang

menyukai musik punk, sedangkan orang yang tidak menykai music punk akan

menganggap music punk tidak memiliki nilai apa-apa (non-nilai).

Sedangkan Prof. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Nilai matrial

Nilai matrial adalah nilai yang berguna bagi unsur jasmani manusia.

Seperti contoh, makanan, pakaian, rumah, dll.

2. Nilai vital

Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna untuk aktivitas manusia.

Contohnya, bagi pelajar buku memiliki nilai vital, karena adalah benda yang

penting bagi aktifitas dalam pembelajaran.

21

3. Nilai kerohaniaan

Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani

manusia. Nilai kerohanian dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:

a. Nilai kebenaran, bersumber pada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.

b. Nilai keindahan, bersumber pada unsur rasa atau intuisi.

c. Nilai moral, bersumber pada kehendak manusia atau kemauan (karsa,

etika).

d. Nilai religi, bersumper pada nilai ketuhanan , merupakan nilai

kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber dari

keimanan dan keyakinan kepada Tuhan. Nilai religi bersumber pada

penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk

memahami arti dan ma‟na kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi

sebagi sumber moral yang dipercayai sebagi rahmat dan rida Tuhan

(Syarbaini, 2011:34).

Dengan demikian, dari apa yang telah dipaparkan, penulis mengambil

kesimpulan bahwa nilai adalah harga dan guna dari kualitas obyek (benda) yang

diberikan oleh subyek (penilai). Sebuah benda (obyek) akan bernilai jika memiliki

kegunaan. Baik kegunaan yang bersifat jasmani maupun kegunaan yang bersifat

rohani.

B. Pengertian Karakter

Karakter bila ditelusuri berasal dar bahasa Latin “Kharakter”, “kharassein”,

“kharax”, dalam bahasa inggris, “character”, dan dalam bahasa Indonesia,

“karakter”, Yunani “character” dari kata “chrassein” yang berarti membuat

22

tajam, membuat (Abdul Majid, dkk., 2013:11). Karakter dalam Kamus Ilmiah

Populer berarti tabiat, watak, pembawan, dan kebiasaan (Partanto dan Dahlan,

1994:306). Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan karakter

merupakan sifat-sifat kejiwaan , ahlak atau budipekerti yang membedakan

seseorang dengan orang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang

unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawentahkan dalam perilaku.

Menurut Syarbaini (2011:211) karakter adalah sistem daya juang (daya

dorong, daya gerak, dan daya hidup) yang berisikan tata kebijakan akhlak dan

moral yang terpatri dalam diri manusia. Jack Corly dan Thomas Phillip

beranggapan bahwa karakter adalah sikap dan kebiasaan seseorang yang

memungkinkan dan mempermudah dalam tindakan moral (Samani dan Hariyanto,

2013:42). Kant menambahkan, tindakan moral harus mampu memenuhi tujuanya

yaitu mencapai kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi ialah keluhuran budi

(virtue) (Palmquis, 2007:301). Oleh karena itu, kehidupan yang berbudi luhur

harus dicari tanpa mempedulikan kebahagiaan pribadi.

Ki Hajar Dewantara memberikan pemahaman definisi karakter dengan

menyebutkan susila dan adab (Suyata, dkk., 2001:14). Kedua sikap itu diartikan

dengan arti yang sama, tetapi keduanya dirangkai untuk menyempurnakan sifat

manusia; hidup batin manusia yang luhur (adab) dan hidup lahirnya yang halus

dan indah. Sehingga dimensi kemanusiaan dan ke-Tuhanan tercermin dalam

pribadi manusia yang susila dan beradab.

Menurut Lickona karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan

tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan

23

akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu

kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi

(motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills) (Muhdar HM,

2013:110). Hal lain, karakter didefinisikan berbeda oleh Robert Marine karakter

adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan

kemampuan yang membangun pribadi seseorang (Samani dan Hariyanto,

2013:42). Doni Koesoema mendefinisikan kareakter adalah kepribadian yang

merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari

bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan

bawaan sejak lahir (Marzuki, http:.//staff.uny.ac.id.). Di dalam kultur Jawa

karakter di gambarkan dengan istilah “Kacang ora ninggal lanjaran.” dengan

maksud bahwa karakter adalah sifat keturunan (heredidtas) yang terdapat dalam

didri seseorang yang berasal dari kedua orang tuanya.

Selanjutnya, untuk menghilangkan kebiasan istilah yang sering berlaku

dalam pembahasan pendidikan karakter antara karakter, akhlak, etika, dan moral,

maka penulis akan menguraikan persamaan dan perbedaan secara singkat istilah-

istilah tersebut.

Akhlak secara bahasa bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi

pekerti, tingkah laku atau tabiat (Djatnika, 1987:25). Dalam kepustakaan, akhlak

diartikan sikap yang melahirkan perbuatan yang mungkin baik atau mungkin

buruk (Daud Ali, 2008:346). Dengan demikian, akhlak dapat disebut sikap yang

melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia yang mungkin memiliki nilai baik

atau buruk. Perbuatan bisa disebut sebagai pencerminan akhlak jika memenuhi

24

dua syarat yaitu, dilakukan berulang-ulang dan timbul dengan sendirinya tanpa

ada pemikiran atau pertimbangan (Daud, 2008:348).

Istilah etika dan moral. Etika adalah ilmu yang membicarakan masalah

perbuatan atau tingkah laku manusia (Istighfarotur Rahmaniyah, 2010:57). Dalam

perkembanganya etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas moralitas

manusia. Pembahasanya meliputi kajian praksis dan reflektif filsafat atas

moralitas secara normatif. Kajian praksis menyentuh moralitas sebagai perbuatan

sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang

mengatur perbuatan susila atau asusila. Sementara, refleksi filsafat tentang ajaran

moral filsafat adalah mengajarkan bagaimana moral tersebut dapat dijawab secara

rasional dan bertanggung jawab (Syahrial Syarbaini, 2011:11). Selanjutnya istilah

“moral” biasa diartikan sebagai kesusilaan atau akhlak yang mengandung tata

tertib batin yang menjadi pembibing tingkah laku batin dalam hidup (Masnur

Muslich, 2011:20). Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin yaitu kata

“mos” yang berarti, tata cara, adat istiadat atau kebiasaan. Moral memiliki arti

yang sama dengan kata “etika” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu kata

“ethos”, dan dalam bahasa Arab memiliki arti yang sepadan dengan kata

“akhlaq” (Bamabng Daroeso, 1986:20).

Dengan demikian, dapat disimpulkan atara karakter, akhlak, etika dan moral

memiliki pesamaan di dalam istilah. Sedangkan perbedaannya, Moral adalah

pengetahuan individu tentang baik dan buruk. Karakter adalah watak yang timbul

secara langsung dari otak. Etika adalah cabang ilmu filsafat tentang moral.

Sedangkan akhlak adalah sifat manusia yang terdidik.

25

Di dalam penelitian Muhdar HM (2013:115-116) yang berjudul Pendidikan

Karakter Menuju SDM Paripurna, Muhammad al-Abd memberikan gamabaran

perbedaan antara moral, karakter, dan akhlak. sebagai berikut:

Moral, karakter dan akhlak memiliki perbedaan. Moral adalah

pengetahuan seseorang terhadap hal baik dan buruk yang ada dan melekat

dalam diri seseorang. Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores dari

suku kata mos, yang artinya adat istiadat, kelakuan tabiat, watak. Moral

merupakan konsep yang berbeda. Moral adalah prinsip baik buruk

sedangkan moralitas merupakan kualiras pertimbangan baik buruk.

Pendidikan moral adalah moral pendidikan. Moral pendidikan adalah nilai-

nilai yang terkandung secara built in dalam setiap bahan ajar atau ilmu

pengetahuan. Akhlak (bahasa Arab), bentuk plural dari khuluq adalah sifat

manusia yang terdidik. Karakter adalah tabiat seseorang yang lansung di-

drive oleh otak. Munculnya tawaran istilah pendidikan karakter (character

education) merupa kankritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan

moral selama ini. Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki

perbedaan yang prinsipil.

Sementara, Dharma Kesuma dkk. (2012:24) memposisikan istilah karakter

pada posisi yang lebih luas daripada istilah-istilah yang lain. karakter sekurang-

kurangnya berada pada wilayah disiplin psikologi, etika, antropologi budaya dan

pedagogik. Studi karakter dan pendidikan karakter sudah sangat maju. Studi

psikologi ini bersifat empiris-analitis. Studi filsafat etika bukan tertuju pada

karakter, tetapi pada isi karakter atau ajaran karakter/moral/akhlak/etika/susila.

Studi filsafat etika bersifat rasional, radikal, kritis, sebagaimana halnya studi

filsafat. Studi antropologi budaya tertuju pada isi

karakter/moral/akhlak/etika/susila dalam bentuknya yang empiris yang dihidupi

dalam kehidupan harian kelompok sosial. Setudi pedagogik melibatkan

melibatkan semua studi tersebut dengan tujuan membantu individu atau kelompok

agar mengalami perkembangan karakter moral/akhlak/etika/susila/watak/tabiat.

26

C. Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah menciptakan manusia yang lebih manusiawi. Andrias

Harefa (2002:41) mengutarakan sudut pandangnya, bahwa pembelajaran

(pendidikan) harus melahirkan manusia yang mampu memanusiakan dirinya,

masyarakat lingkungan dan bangsa. Artinya pendidikan harus mampu membentuk

dan mengembangkan potensi (fitroh) manusia yang sudah ada secara alamiah

yaitu sifat aktif dan kreatif sebagai perwujudan diri. Manusia adalah pribadi yang

hidup, yang dapat tumbuh dan berkembang dan maksud dari pendidikan

sebagaimana Whitehead adalah untuk merangsang dan membibing perkembangan

diri pribadi manusia (Soewandi, dkk. 2005:7).

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003

pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadiaan, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya

dan masyarakat.

Kihajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah tuntunan di dalam

hidup-tumbuhnya anak-anak, maksudnya adalah menuntun segala kekuatan kodrat

yang ada pada anak-anak itu agar mereka menjadi manusia dan menjadi anggota

masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya

(http://belajarpsikologi.com di akses tgl., 30 september 2015 jam 12:44).

Dari uraian diatas, penulis mencoba mengambil kesimpulan dan menyusun

kembali definisi pendidikan secara sederhana. Menurut hemat penulis, pendidikan

27

adalah peoses dan usaha sadar dalam merangsang, membimbing membentuk, dan

mengembangkan potensi manusia (afektif, kognitif, dan psikomotorik) lahir dan

batin agar menjadi manusia sempurna (insan kamil).

Dari definisi-definisi pendidikan yang telah dipaparkan diatas, Nampak

bahwa praktik pendidikan di Indonesia tidak berjalan sempurna, pendidikan yang

dilembagakan dalam bentuk pendidikan formal atau pun nonformal tidak

mencerminkan arti pendidikan yang sesungguhnya. Pratik pendidikan yang terjadi

cenderung bersifat formalistik dan hanya sekedar transfer ilmu kepada peserta

didik. Sehingga pendidikan mengalami reduksi ma‟na.

Penulis mengutip peryataan Andrias (2002:194) dari bukunya yang berjudul

Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup untuk menujukan bahwa lembaga pendidikan

telah kehilangan fungsinya. Dia menyatakan bahwa:

… lembaga persekolahan sebenarnya diberi misi terselubung, yaitu

untuk melestarikan kekuasaan dan status quo. Terlepas dari pernyataan misi

(mission statement) resmi yang tercantum dalam AD/ART lembaga-

lembaga pengajaran tersebut, yang umumnya berisi kata-kata luhur dan

mulia, misi lembaga pesekolahan yang sesungguhnya adalah yang

terselubung itu …

Disadari atau tidak, banyak pihak memandang lembaga pendidikan tak

ubahnya sebagai sebuah pabrik. Peserta didik dipandang sebagai “bahan baku”

yang siap dioleh mesin-mesin. (Djoko dan Gatut, 2012:48). Dalam hal ini, “bahan

baku” adalah benda mati yang tidak memiliki hak untuk menentukan dirinya.

Alangkah baiknya, lembaga pendidikan formal atau nonformal

membersihkan image yang semacam di atas dan kembali kepada ma‟na

pendidikan yang sebenarnya. Karena lembaga pendidikan formal ialah institusi

pendidikan kedua setelah keluarga yang berperan besar dalam pembentukan dan

28

pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan kepribadian peserta didik.

Sangatlah wajar dan logis, jika lembaga pendidikan diharapkan berperan besar

dalam pendidikan karakter. David Brooks mengemukakan alasan bahwa, sekolah

adalah tempat yang sangat setrategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak

dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah (Djoko dan Gatut,

2012:50).

Pendidikan karakter di Indonesia merupakan ilmu dan hal yang masih baru.

Meskipun, pendidikan karakter sesungguhnya telah dikenalkan sejak tahun 1900-

an oleh Thomas Lickon, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The

Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for

Character:How Our School Can Teach Respect and Responsibility

(http:.//staff.uny.ac.id./sites). Sehingga, pendidikan karakter di Indonesia belum

bisa dipahami secara menyeluruh.

Menurut Lickon pendidikan karakter ialah suatu usaha yang disengaja untuk

membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan

melakukan nilai-nilai etika yang inti (Samani dan Hariyanto, 2013:44).

Pendidikan karakter didefinisikan oleh Aunillah (2011:65) sebagai sebuah

sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang

mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya

kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga

akan terwujud insan kamil.

29

Winton mendefinisikan pendidikan karakter adalah upaya sadar dan

sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada

siswanya. Sedangkan, Burke memberikan pemahaman bahwa, pendidikan

karakter adalah bagian dari pembelajaran yang baik, dan merupakan pendidikan

fundamental dari pendidikan yang baik (Samani dan Hariyanto, 2013:43).

Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya mengajarkann ilmu

pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebaikan di dalam kepribadian

seseorang. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku

yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga,

masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang

dapat dipertanggungjawabkan (Wanda Chrisyana, 2005:83).

D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berkaitan dengan nilai-nilai, perilaku yang baik, dan

sikap positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan bertanggung jawab

(Zamroni, dkk., 2011:174). Pendidikan karakter barkaitan dengan pengembangan

kemampuan individu, menentukan tujuan dalam hidup, dan mengambil sikap

dalam bertindak. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dibiasakan dan

dilaksanakan secara berkelanjutan agar tidak berhenti pada satu titik tertentu.

Aristoteles mengatakan, pendidikan karakter itu erat kaitanya dengan

“habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan atau dipraktikan (Zuchdi,

dkk. 2009:10). Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan terus menerus oleh individu

akan memengaruhi individu dalam mengambil sikap dan tindakan. sikap dan

30

tindakan inilah yang akan memberikan kredit “berkarakter” atau tidak kepada

individu.

Pendidikan karakter memiliki fungsi yang amat penting. Dalam Pedoman

Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Hasana, 2013: 190) dinyatakan bahwa

pendidikan karakter berfungsi:

1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, dan berperilaku baik.

2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.

3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Berdasarkan fungsi-fungsi di atas, tentu dalam pengambilan nilai-nilai

pendidikan karakter tidak lepas dari idiologi pribadi bangsa Indonesia. Indonesia

yang merupakan bangsa dan negara berke-Tuhanan, mengedepan tradisi, sosial,

serta kebudayaan, lantas, buakan mustahil apabila dalam pengambilan nilai-nilai

pendidikan karakter berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam hal-hal tersebut.

Sebagaimana Hasana, menyebutkan, nilai-nilai pendidikan karakter yang

berkembang di Indonesia bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Tujuan

Pendidikan Nasional. Terdapat 18 nilai pendidikan karakter yang dikembangkan

di Indonesia saat ini, yaitu:

1. Religius, merupakan suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan

ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada kebenaran, menghindari

perilaku yang salah, serta menjadikan dirinya menjadi orang yang selalu

dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

31

3. Toleransi, suatu tindakan dan sikap yang menghargai pendapat, sikap dan

tindakan orang lain yang berbeda pendapat, sikap, dan tindakan dengan

dirinya.

4. Disiplin, suatu tindakan tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan

peraturan yang harus dilaksanakannya.

5. Kerja keras, suatu upaya yang diperlihatkan untuk selalu menggunakan

waktu yang tersedia untuk suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga

pekerjaan yang dilakukan selesai tepat waktu.

6. Kreatif, berpikir untuk menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa

yang telah dimilikinya.

7. Mandiri, kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan

yang telah dimilikinya.

8. Demokratis, sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban

dirinya dan orang lain dalam kedudukan yang sama.

9. Rasa ingin tahu, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas

dalam berbagai aspek terkait.

10. Semangat kebangsaan, suatu cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.

11. Cinta tanah air, suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan

penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi

dan politik bangsanya.

32

12. Menghargai prestasi, suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui

serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/komunikatif, suatu tindakan yang memperlihatkan rasa senang,

bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.

14. Cinta damai, suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan orang lain

senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat dan

bangsa.

15. Senang membaca, suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu untuk

membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli sosial, suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan

bantuan untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan

kesulitan yang mereka hadapi.

17. Peduli lingkungan, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan

upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

18. Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas

dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,

lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Penelitian Liliek Channa, Dosen FITK UIN Sunan Ampel yang berjudul

Pendidikan Karakter dalam Perspektif Hadis Nabi SAW menjelaskan tentang

nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif Islam dibagi menjadi empat,

yaitu:

33

1. Nilai perilaku terhadap Tuhan, meliputi, taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas,

sabar, dan tawakkal (berserah diri kepada Tuhan).

2. Nilai perilaku terhadap diri sendiri, meliputi, reflektif, percaya diri, rasional,

logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung

jawab, cinta ilmu, sabar,berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat

dipercaya, jujur, menepati janji, adil,rendah hati, malu berbuat salah,

pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet atau gigih, teliti,

berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja,

bersemangat, dinamis, hemat, efisien, menghargai, dedikatif, pengendalian

diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.

3. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia meliputi: taat

peraturan, toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun,

bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain,

pemurah (dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati dan

konstruktif.

4. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan meliputi: peduli dan

bertanggung jawab terhadap pelestarian,pemeliharaan dan pemanfaatan

tumbuhan, binatang dan lingkungan alam sekitar.

Sementara, Mochlas Samani dan Hariyanto (2011:70) mengutip Direktorat

Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan dalam Bahan Pendampingan

Guru Sekolah Swasta Tradisional (Islam) telah menginventarisasi Domain Budi

Pekerti Islami sebagai nilai-nilai karakter yang seharusnya dimiliki dan

34

ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga sekolah Islam sebagaimana

disampaikan sebagai berikut :

1. Nilai karakter terhadap tuhan: iman dan taqwa, tawakal, syukur, ihlas, sabar,

mawas diri, disiplin, berfikir jauh kedepan, jujur, amanah, pengabdian,

susila, dan beradap.

2. Nilai karakter terhadap diri sendiri: Adil, jujur, mawas diri, disiplin, kasih

sayang, kerja keras, pengambil resiko, berinisiatif, kerja cerdas, kreatif,

berpikir jauh ke depan, berpikir matang, bersahaja, bersemangat, berpikir

konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien,

gigih, angguh, ulet, berkemauan keras, hemat, kukuh, lugas, mandiri,

menghargai kesehatan, pengendalian diri, produkti, rajin, tekun, percaya

diri, tertib, tegas, sabar, dan ceria atau periang.

3. Nilai karakter terhadap keluarga: adil, jujur,disiplin, kasih sayang, lembut

hati, berpikir jauh ke depan, berpikir konstruktif, bertanggug jawab,

bijaksan, hemat, menghargai kesehatan, pemaaf, rela berkorban, rendah hati,

setia, tertib, kerja keras, kerja cerdas, amanah, sabar, teggang rasa, bela rasa

/ empati, pemura, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka.

4. Nilai karakter terhadap orang lain: Adil, jujur, disiplin, kasih sayang, lembut

hati, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan, pemaaf, rela

berkorban, rendah hati, tertib, amanah, sabar, tenggang rasa, bela rasa /

empati, pemurah, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka.

5. Nilai karakter terhadap masyarakat dan bangsa: adil, jujur, disiplin, kasih

sayang, lembut hati, berinisiati, erja keras, kerja cerdas, berpikir jauh ke

35

depan, bijaksana, berpikir konstrukti, bertanggung jawab, menghargai

kesehatan, produktif, rela berkorban, setia, tertib, amanah, sabar, tenggang

rasa, bela rasa / empati, penurah, dan ramah tamah.

6. Nilai karakter terhadap alam lingkungan: adil, amanah, disiplin, kasih

sayang, kerja keras, kerja cerdas, berinisiatif, berpikir jauh ke depan,

berpikir konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan

dan kebersihan, dan rela berkorban.

Sementara menurut CEO IDEAL (Zuchdi, 2009:44) terdapat tujuh nilai

karakter yang dipilih dan dibudayakan. Dalam penelitianya, ternyata tujuh nilai

karakter yang itu dipilih berbeda-beda. Dari keseluruhan karakter yang dipilih

ialah sebagai berikut:

1. Honest (jujur)

2. Forward looking (berpandangan jauh)

3. Competent (kompeten)

4. Inspiring (bisa member inspirasi)

5. Intelligent (cerdas)

6. Fair minded (adil)

7. Broad minded (berpandangan luas)

8. Supportive (mendukung)

9. Straightforward (terus terang)

10. Dependable (bisa diandalkan)

11. Cooperative (kerjasama)

36

12. Determined (tegas)

13. Imaginative (berdaya imaginasi)

14. Ambitious (berambisi)

15. Courageous (berani)

16. Caring (perhatiaan)

17. Mature (matang)

18. Loyal (setia)

19. Self-controlled (penguasaan diri)

20. Independent (independen)

Dari semua butir nilai-nilai pendidikan karakter yang telah disebutkan di

atas, dapat diketahi bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang harus dimiliki oleh

semua peserta didik meliputi nilai-nilai yang bersumber dari agama maupun nilai-

nilai yang bersumber dari ajaran moral.

E. Prinsip Pendidikan Karakter

Untuk menju pendidikan karakter holistik dan agar sampai pada tujuan

pendidikan karakter, maka tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip pendidikan

karakter. Karena prinsip adalah hal yang paling fundamental dan utama, hal yant

tidak boleh tak ada dalam bertindak. Prinsip merupakan roh dari sebuah

perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi pengalaman dan

pema‟naan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.

Ending Mulyatiningsih (http:.//staff.uny.ac.id.), dosen FT UNY dalam

penelitianya yang berjudul Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk

Usia Anak-Anak, Remaja, dan Dewasa mengutip 11 prinsip pendidikan karakter

37

yang disusun oleh The Character Education Partnership, sebagai berikut; (1)

mempromosikan nilai-nilai kode etik berdasarkan karakter positif; (2)

mendefinisikan karakter secara komprehensip untuk berpikir, berperasaan dan

berperilaku; (3) menggunakan pendekatan yang efektif, komprehensif, intensif

dan proaktif; (4) menciptakan komunitas sekolah yang penuh kepedulian; (5)

menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dan mengembangkan

tindakan bermoral; (6) menyusun kurikulum yang menantang dan bermakna untuk

membantu agar semua siswa dapat mencapai kesuksesan; (7) membangkitkan

motivasi instrinsik siswa untuk belajar dan menjadi orang yang baik di

lingkungannya; (8) menganjurkan semua guru sebagai komunitas yang

profesional dan bermoral dalam proses pembelajaran; (9) merangsang tumbuhnya

kepemimpinan yang transformasional untuk mengembangkan pendidikan karakter

sepanjang hayat; (10) melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra

dalam pendidikan karakter; (11) mengevaluasi karakter warga sekolah untuk

memperoleh informasi dan merangcang usaha usaha pendidikan karakter

selanjutnya.

Sedangkan Marzuki, dalam penelitaannya berjudul Prinsip Pendidikan

Karakter dalam Perspektif Islam membandingkan prinsip pendidikan karakter

dalam Islam melalui tokoh Islam Fahru Ad Den Ar Rozi dan Al Ghozali dengann

tokoh sekuler Michele Borba dan Howard Kirschenbaum. Dr. Marzuki

memberikan penjelasan bahwa prinsip pendidikan karakter akan lebih menuai

hasilnya apabila kedua prinsip itu dipadukan (digabungkan) menjadi satu. Yaitu

prinsip yang bersifat teologi dan prinsip moralitas.

38

Jepang dalam pendidikan karakter mengenalkan 7 Prinsip Bushido Jepang,

yaitu: gi (integritas), yu (berani dan setiya), jin (murah hati dan mencintai

sesame), re (santun), makoto (tulus dan ihlas), meiyo (kemulyaan dan

kehormatan), dan chugo (loyal) (Zuchdi, 2009:47).

39

BAB III

BIOGRAFI al-Zarnuji

A. Riwayat Hidup al-Zarnuji

Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah karya yang amat terkenal dan

monumental di berbagai dunia akademik, baik di bangku perkuliahan, pendidikan

persekolah, maupun di dalam dunia pesantren, baik salafi maupun modrn. Hal

yang amat kontradiksi terjadi kepada pengarangnya yang biasa disebut al Zarnuj.

Bukan tanpa sebab para pengkaji Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim tidak mengetahi

riwayat penulis, memang literature yang menuliskan riwayatnya belum diketahui

secara pasti.

Nama asli al-Zarnuji belum diketahui kepastiannya, setidaknya terdapat tiga

nama yang dikemukakan oleh Erwin Laila Wahdati dalam sekripsinya yang

berjudul Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh

Burhanuddin al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim. Ia mengutip dari

penelitian-penelitian sebelumnya:

Beberapa penelitian telah menyebutkan nama lengkap al-Zarnuji

dengan nama yang berbeda-beda. Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sholeh

dalam literature sekripsinya, khoiruddin al-Zarkeli menyebut nama al-

Zarnujiadalah al Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji Tajuddin.

Sebagimana dikutip oleh Muhammad Arifin, M. Ali Hasan Umar, dalam

sampul buku al-Zarnuji, menyebutkan nama lengkap al-Zarnujiadalah Syaih

al Nu‟man bin Ibrahim bin Isma‟il bin Kholil al-Zarnuji. Disisi lain ada juga

menyebutkan nama lengkapnya adalah Syaikh Tajuddin Nu‟man bin

Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji (Wahdati, 2014:39-40).

Dari kutipan di atas, dapat diketahui ketiga nama itu adalah al Nu‟man bin

Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji Tajuddin, al Nu‟man bin Ibrohim bin Isma‟il bin

40

Kholil al-Zarnuji, dan Tajuddin Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji.

Sementara, nama yang disebutkan terahir hampir terdapat kemiripan dengan al-

Zarnuji yang lain, nama lengkapnya adalah Tajudin Nu‟man bin Ibrohim al-

Zarnuji, dia juga ulama besar dan pengarang yang wafat pada tahun 640 H/1242

M (Dicky Wirianto, 2013:175).

Sebutan “al Zarnuji” adalah nama marga yang diambil dari sebuah tempat di

mana dia berada yaitu kota Zarnuj. Selain dikenal denangan nama itu, ada yang

menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama) sehingga menjadi Syaikh

Burhanuddin al-Zarnuji. Ada juga yang menyebutnya dengan Burhan al Islam

(bukti kebenaran Islam) (Anisa Nandiya, 2013:14).

Sebagaimana peneliti-peneliti sebelumnya, mengenai tempat kelahiran al-

Zarnuji penulis juga belum menemukan literature yang baru dan bisa menunjukan

keterangan yang pasti dimana al-Zarnuji dilahirkan. Dan sesuai dengan keterang

yang penulis dapatkan, al-Zarnujin dilahirkan di dairah Zarnuj diambil dari nama

marganya yang tersemat di nama belakang. Sedangkan dairah Zarnuj itu sendiri

terjadi tiga penafsiran yaitu Negara Afghanistan, Turki, dan Turkistan. Untuk

menunjukan hal itu, penulis mengutip pernyataan Maryati dalam sekripsi yang

berjudul “Konsep Pemikiran Buhannudin al-ZarnujiTentang Pendidikan Islam”

yang dia kutip dari beberapa peneliti, sebagai berikut:

Mengenai daerah tempat kelahiran juga tidak ada keterangan yang

pasti. Tapi jika dilihat dari nasabnya, yaitu al-Zarnuji, maka sebagian

peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari Zarandji, sebuah kota di

Persia dan Sijistan sebuah kota selatan Heart (sekarang Afganistan).

Mengenai hal ini Mochtar Affandi mengatakan “It is a city in Persia wich

was formally a capital and city of Sajidjistan to the south of Heart (now

Afghanistan)”. Pendapat senada dikemukakan oleh Abdul Qodir Ahmad

bahwa al-Zarnujiberasal dari suatu dairah yang kini dikenal dengan nama

41

Afghanistan. Pada sisi lain, ada yang berbeda pendapat menurut al Quraisyi,

Sebutan “Zarnuj”, yaitu sebuah perkampungan yang terletak di Turki.

Sedangkan Yaqut al Humawi menisbatkan kata “Zarnuj” kepada

perkampungan pekerja di Turkistan (Maryani, 2014:31).

Diduga al-Zarnuji lahir pada tahun 570 H, informasi itu penulis temukan

dalam skripsi Hilyatus Saihat yang berjudul Konsep Memulyakan Guru Menurut

al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim yaitu:

. “… Afandi Muchtar mendapat informasi lain tentang tentang al-

Zarnuji berdasar dari Ibn Khalilkan , yaitu;

Menurutnya imam al-Zarnuji adalah seorang guru Imam Rukn Zada

Addin Imam Zada (wafat 573/1177-1178) dalam bidang fiqih. Imam Zada

juga berguru pada Syekh Ridau al Din an Nishapuri (wafat 550 dan 600)

dalam bidang mujahadah. Kepopuleran Imam Zada diakui karena

prestasinya dalam usuluddin bersama kepopuleran ulama lain yang juga

mendapat gelal Rukn (sendi). Mereka antara lain, Rukn ad Din al „Amidi

(wafat 651) dan Rukn ad Din at Tawusi (wafat 600). Dari data ini, dapat

dikatakan al-Zarnujihidup sezaman dengan Syaih Rida ad Din an Nisaphuri.

Sehingga mengenai kelahiran atau masa hidup al-Zarnujidapat

diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H. …” (Hilyatus, 2008:28-29).

Sedangkan wafat al-Zarnuji terdapat dua spekulasi pendapat terkemuka.

Pendapat pertama, al-Zarnuji wafat pada 591 H./1195 M. Pendapat ke-dua, al-

Zarnuji wafat pada tahun 840 H./1243 M (Abuddin Nata, 2001:104). Sementara,

Prof.Moch Muizzuddin (2012:4) mengemukakan hal yang lain mengenai

wafatnya yaitu pada tahun 630 H.

Al-Zarnuji hidup pada dinasti Abbasiyah di Irak (750-1258 M.), pada

periode kelima dinasti Abbasiyah di zaman al Mun‟tasim (1226-1242 M.).

Sementara Maryati (2014:30) mengemukakan bahwa al-Zarnuji hidup di abad ke-

12 ( 591 H./1195 M.) menjelang ahir dan awal abad 13 (640 H./1243 M.). Hal ini,

senada dengan Abdul Munif (2011:39) al Zarnji hidup pada seperempat ahir abad

ke-6 H. sampai dua pertga dari abad 7 H.

42

B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji

Mengenai riwayat pendidikan al-Zarnujidapat diketahui melalui para

peneliti. Djudi mengatakan bahwa al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan

Samarkand (Syamsuddin, 2012:3). Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan

keilmuan, pengajaran dan lain-lainya. Masjid-masjid di kedua kota itu dijadikan

sebagai lembaga pendidikan dan ta‟lim yang diasuh antara lain oleh, Burhanuddin

al Marginani, Syamsuddin Abdl. Al Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd

as Sattar al Amidi dan lain-lain.

Dicky Wirianto (2013:176) menjelaskan al-Zarnuji belajar kepada ulama-

ulama besar, antara lain:

1. Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al Marghinani, ulama besar bermazhab

Hanafi, sauatu kitab fiqih rujukan utama dalam mazhabnya. Beliau wafat

pada 593 H./ 1177 M.).

2. Ruknul Muhammad bin Abu Bakar, populernya Khowahir Zadeh. Beliau

ulama besar bermazhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair, pernah menjadi

mufti di Bochara dan sangat masyhur fatwa-fatwanya. Wafat pada 573 H.

3. Muhammad bin Ibrahim, seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi,

sastrawan dan ahli kalam. Wafat pada 573 H.

4. Fahruddin al Kayani, yaitu Abu Bakar bin Mas‟ud al Kayani. seorang ulama

ahli fiqih bermazhab Hanafi. Wafat pada 587 H.

5. Fahruddin Qodhi Khan al Ouzjandi, dikenal sebagai ulama besar dan

mujtahid dalam mazhab Hanafi. Wafat pada 592 H.

43

6. Ruknuddin al Farfhani, seorang ulama ahli fiqih bermazhab hanafi dan

pujangga sekaligus penyair. Wafat pada 594 H.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa al-Zarnuji adalah seorang ulama

fiqih pengikut Mazhab Hanafi. Hal ini dapat dilihat dari guru-guru yang

mengajarnya kebanyakan ulama-ulama ahli fiqih mazhab Hanafi. Sehingga

dimungkinkan beliau tergolong orang yang banyak menggunakan akal dalam

berbahas, kerana diketahui salah satu ciri mazhab ini adalah lebih mengutamakan

akal (rasional) dan analogi (secara qiyas) dalam berpikir (Dicky Wirianto,

2013:176).

Bukti bahwa al-Zarnujipengikut mazhab Hanafi dapat dilihat dalam

kitabnya, beliau banyak mengutip pendapat Abu Hanifah misalnya, “al fiqhu

ma‟rifat al nafsi ma laha wa ma „alaiha. Ma al „ ilmu illa li al „amali bihi wa al

„amalu bihi tarku al ajili lillajili”. Fiqih adalah pengetahuan tantang hal-hal yang

berguna dan yang membahayakan bagi diri seseorang. Ilmu itu hanya

diamalkannya, sedangkan mengamalkanya berarti meninggalkan orientasi dunia

demi ahirat (Fairus dan Satiman, 2014:52).

C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, siklus sejarah peradaban islam terbagi

menjadi tiga periode yaitu:

1. Perode klasik (650-1250 M.)

Pada periode klasik meliput masa Nabi Muhammd, Khulafa‟urrasidin,

Bani Umayah, dan masa-masa permulaan dawlah Abbasiyah.

44

2. Periode pertengahan (1250-1800 M)

Pada periode ini terjadi dua masa, yaitu masa kemunduran dawlah

Abbasiyah dan tiga kerajaan besar, antara lain, Turki Usmani, Dawlah

Shafawiyah, dan Kerajaan Mongol. Tiga kerajaan besar mengalami

kemajuaan pada tahun 1500-1700 M. dan mengalami kemunduran pada

tahun 1700-1800 M.

3. Periode modern (1800 M.-sekarang)

Pada periode ini, banyak umat islam belajar dari dunia barat untuk

mengembalikan balance of power. Dalam era ini dunia islam mulai bangkit

kembali dengan melakukan pembaharuan (tajdid)

(https://tatangjm.wordpress.com diakses 09 Oktober jam 23:40).

Sedangkan, dalam sejarah pendidikan islam, sekurangnya tercatat lima

periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam. Lima periode itu

antara lain, masa Nabi Muhammad saw. (571-632 m.), masa Khulafa‟ur Rasidin

(632-661 M.), masa Bani Umayah (661-750 M.), masa Bani Abbasiyah (750-1250

M.), dan masa jatuhnya Khalifah di Baghdad (1250-sekarang) (Syamsudin,

2012:4).

Jika dilihat dari siklus periodesai islam, al-Zarnuji hidup pada masa periode

klasik. Jika dilihat dari sejarah pendidikan Islam dalam perkembangan dan

pertumbuhan islam, al-Zarnuji hidup pada periode keempat yaitu pada masa Bani

Abbasiyah (750-1258 M.).

45

Pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah mencapai puncak popularitas pada

masa Khalifah Harun ar Rosyid (786-809 M.) dan al Ma‟mun (813-833 M.). Pada

kedua khalifah ini, kekayaan kerajaan banyak digunakan dibidang kemajuan

sosial, pembangunan infra struktur, pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan,

filsafat, kebudayaan dan kesusastraan. Satu hal yang menjadi maha karya

Khalifah al Ma‟mun ialah Baitul Hikmah, pusat penerjemahan dan berfungsi

sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan besar. Pada masa al Ma‟mun inilah

Bagdad menjadi pusat peradaban dunia (Wikipedia, diperbarui pada 24 Mei 2015,

jam 18:55).

Namun, secara khusus, al-Zarnuji hidup pada periode kelima Bani

Abbasiyah, pada zaman Khalifah al Mu‟tasim (1226-1242 M.), dimana pada masa

ini Bani Abbasiyah mengalami kemunduran. Mereka hanya menguasai kota

Bagdad saja. Hal ini, penulis mengutip penelitia Ilun Mualifah yang berjudul

Integrasi Spirit Pendidikan Islam dan Barat yang dikutp dari beberapa peneliti,

yaitu:

“Zarnuji hidup di masa dinasti Abbasiyah di Iraq (750-1258 M.). Pada

periode kelima dinasti Abbasiyah di zaman al Mu‟tasim (1226-1242 M.).

Waktu itu wilayah kekuasaan dinasti Abbasiyah sudah menyempit. Banyak

dairah memerdekakan diri dan melepaskan diri dari pusat.Mereka hanya

menguasai Bagdad saja. Ketika berbagai propinsi memisahkan diri, gejolak

politik dalam negri terjadi dan membuat perekonomian kian terpuruk …”

Dengan demikian, jika al-Zarnuji disebut sebagai seorang ahli fiqih atau

seorang filosof, tentu hal itu sangat dimungkinkan. Karena pada masa sebelumnya

dinasti Abbasiyah pernah mengalami kemajuan ilmu pengetahuan dan filsafat di

46

era Harun ar Rosyid dan al Ma‟mun. Meskipun al-Zarnujihidup di masa yang

mulai hancur, tentu masih ada warisan-warisan ilmu pengetahuan yang tersisa.

D. Gambaran Umum Kitab Ta’lim al-Muta’alim

Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang masih

tersisa. Hal ini dijelaskan oleh Rahmat Darmawan dalam, (Wahdati, 2014:45)

bahwa, diantara 150.000 judul literatur yang dimuat pada abad 17 itu terdapat

penjelasan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya kitab yang

ditulis oleh al-Zarnuji.

Keistimewaan dari kitab Ta‟lim al-Muta'allim tersebut adalah terletak pada

materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan

hanya membicarakan tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas

tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang

secara keseluruhan didasarkan pada moral religius (Syamsuddin, 2012:6).

Dalam penulisan kitab ini, al-Zarnujibanyak mengutip syair-syair dari para

guru-gurunya dan ulama terdahulu untuk menuangkan ide-idenya dalam

persoalan-persoalan yang ditulisnya. Namun, beliau tidak banyak mengutip dalil-

dalil al Qur‟an dan Hadis untuk memperkuat apa yang ia bicarakan. Dikarenakan

syair akan mudah diterima sebagai nasihat dan pembelajaran, semisal ia mengutip

syair Imam Syafi‟i,

ا د ى ش ن ط ر ا س ش ض أ * ف ظ ف اح ؤ س غ ١ و بط ؼ ا

Aku (imam Syaf‟i) mengadu kepada Waki‟ atas lemahnya hafalanku, lalu

beliau menyanyikan syair untukku, supaya meninggalkan ma‟siyat

47

ا ؼ ف ع ف اح ا ب ل بط ؼ ط ؼ ٠ ل هلل ؼ ف *

Sesunggunya hafalan adalah keutamaan dari Allah, sedangkan keutamaan

Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berma‟siyat

Al-Zarnuji mengawali tulisanya dengan memuji Allah, mendo‟akan

sholawat kepada Nabi Muhammad, pemimpin bangsa Arab dan Ajam (selain

bangsa Arab), dan kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Dari hal itu, al-

Zarnuji dapat dilihat bahwa ia adalah sosok yang religius.

Sedangkan hal yang melatar belakangi al-Zarnuji menulis Kitab Ta‟lim al-

Muta‟allim ialah berdasarkan fenonmena yang dilahat di masa itu. Dia melihat

banyak pelajar yang sudah belajar sunguh-sungguh, tetapi tidak mendapatkan

manfaat dan barakah ilmunya. Penyebabnya, menurut pandangan al-Zarnuji,

mereka telah salah dalam menuntut ilmu. Hal itu, ia paparkan dalam muqodimah

kitab ini.

Pembicaraan Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim terdiri dari 13 pokok

permasalahan, yaitu:

1. Hakikat ilmu, Fiqih, dan keutamaanya

Dalam pandangan al-Zarnuji, ilmu yang wajib dimiliki terbatas pada

ilmu khal. Ilmu khal adalah ilmu yang diperlukan pada waktu melaksanakan

suatu ibadah. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

بي اح ػ اؼ ؼ ف أ ػ ع ط فز . ٠ بي اح غ ف ح اؼ ؼ ف أ . غ م ب ٠ بي اح ػ ت ؽ س ا

ب ح ف و بي ح أ ف ب ض س م ث لر ط ف غ م ب ٠ ػ ١ ػ ع ط ز ف ١ ف لح اظ س ث ل ب , ف ب

لح اظ طع ف ث ز ؤ ٠

48

Ilmu yang lebih utama adalah ilmu khal. Keutamaan amal adalah

menjaga khal (tingkah laku). Difardhukan bagi seorang muslim mencari

ilmu khal yang berhubungan denganya di dalam semua keadaan. Seorang

muslim wajib melaksanakan shalat, maka wajib baginya mencari ilmu yang

berhubungan dengan shalat dengan kadar dapat melaksanakan kefardhuan

shalat.

2. Niat belajar

Niat merupakan pokok dari segala amal. Dalam mencari ilmu bagi

pelajar sebaiknya berniat mencari ridho Allah, kebahagiaan ahirat,

menghilangkan kebodohan dirinya sendiri dan segenap orang bodoh,

menghidupkan dan melanggengkan agama Islam. Dalam hal ini al-Zarnuji

menjelaskan;

... اي ح ال غ ١ خ ف ط ال خ ١ ا ش ا

٠ أ غ ج ٠ ػ س ف ػ اد خ ا ظ ا ح ط ذ األ اض اس ؼ ر ػب هللا ض اؼ ت ط ث زؼ ا

اس بء ١ ح ا اد ط بئ س ل س ال بء م ث ا ٠

Niat adalah pokok dari segalah keadaan (tingkah)…

Sebaiknya, bagi muta‟alim (peserta didik) mencari ilmu dengan niat

memeroleh ridho Allah Ta‟ala, akhirat, menghilangkan kebodohan dalam

dirinya dan dari kebodohan yang lain, menjaga agama dan menjaga Islam.

3. Memilih ilmu, guru, teman dan menetapinya (tsabaat)

Dalam memilih ilmu, al-Zarnujimengutamakan ilmu tauhid yang

pertama dipelajari, kemudian baru mempelajari ilmu klasik.sedangkan guru

yang dipilih adalah guru yang memiliki sifat waro‟ dan yang lebih tua.

49

Demikian pula, dalam memilih teman hendaknya yang memiliki sifat waro‟,

memiliki watak yang baik, dapat memahami masalah, dan menjahui teman

yang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka gaduh, dan suka memfitnah.

Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

ت اؼ ب ط غ ج ٠ ػ و بض ز ر ٠ أ س ح أ ١ ا زبج ح ٠ ث بي اح ف ٠ ز ط ا ف ١ ا زبج ح ب ٠

ف ػ س م ٠ بي ا بس ث بؼ ر هللا ف ط ؼ ٠ ١س ح از ١ ػ ال بض ز ر ٠ ا غ ج ١ ف بش ز س ال بض ١ ذز ب ا أ ...

س األ ع ض ال بض ز ر ٠ أ غ ج ١ ف ٠ه ط اشا بض ١ ذز ب ا أ ... س د ا غ ج اط ت بح ط ع ض ا ١ م سز ا

ل س اى ط ف ٠ ف ز ا ط ؼ ا بض ث ى ا ز اف س س ف ا ب

Bagi peserta didik, dalam memilih ilmu sebaiknya memilih ilmu yang

dapat memberikan kebaikan bagi dirinya, bagi agama, dan bagi masa yang

akan dating. Sebaiknya, ilmu yang didahulu dipelajari adalah imu tauhid

dan ilmu untuk mengenali Allah dengan dalil… dalam memilih guru

sebainya memilih guru yang alim, waro‟, dan lebih tua… sedangkan dalam

memilih teman, sebaiknya memilih teman yang tekun, waro‟, dan yang

memiliki watak yang baik dan memahami masalah, serta menjahui teman

yang pemalas, penganggur, banyak bicara, suka berbuat onar dan suka

memfinah.

4. Memulyakan ilmu dan ahli ilmu

Memulyakan ilmu sama halnya memulyakan guru. memulyakan guru

salah satunya dengan tidak membuat marah guru. Dalam hal ini al-Zarnuji

menjelaskan;

اؼ ت ب ؽ أ ث ػ ا ا اؼ ١ ظ ؼ ز ث لا ا ث غ ف ز ٠ ل اؼ بي ٠ ل ظ ؼ ر ... اؼ ١ ظ ؼ ر ١

... ؼ ا

50

Ketahuilah! Peserta didik tidak akan mendapatkan ilmu dan

manfaatnya kecuali dengan memulyakan ilmu dan guru… sebagian dari

memulyakan ilmu adalah memulyakan guru.

5. Tekun, berkelanjutan, dan cita-cita

Bagi seorang pelajar hendaknya bersungguh-sunguh, istiqomah, dan

berkelanjutan dalam mencari ilmu. Selain itu semua, hendaknya seorang

pelajar memiliki cita-cita dalam belajar. karena pangkal kesuksesan adalah

kesungguhan dan cita-cita yang tinggi. Dalam hal ini al-Zarnuji

menjelaskan;

س اد س ث ل ا ث اؼ ت طب خ ج اظ ا ر ف ل طأ ام ف ح بض ش ال ١ ا ص ا ؼب " ب ١ ا ف س ب خ ٠

ظ ح ر غ أ ب"... اطا ج س ٠ا س س اد بء ١ ش ال ١ خ ا ا

Bagi peserta didik dalam menuntut ilmu hendaknya bersungguh-

sungguh dan berkelanjutan. Sebagaimana firman Allah Ta‟ala di dalam ql

Qur‟an “Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Ku,

niscaya Aku akan menunjukan kepada mereka jalan menuju-Ku”… Pokok

kesuksesan adalah bersungguh-sungguh dan memiliki cita-cita yang tinggi.

6. Sistematika pembelajaran yang baik

Dalam hal ini, sebaiknya seorang pelajar dalam belajar menentukan

waktu belajar, kadar ilmu yang harus dipelajari, dan mengulang-ulang.

Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

ى ف اء س ز ث ال ف جك اس ض س ب ل أ ال بػ ام د ١ اشا ػ ى ح ٠ هللا ح ض خ ١ف ح ث أ ب ط ػ ب ث أ ث

ى ٠ ا غ ج : ٠ هللا ح ب ض ر ب٠ ش بي : ل بي ل أ هللا ح ض د ض اع ط ى ث ب ض س ل ا س جز ك ج اس ض س ل

ط ج ػ ى ب ٠ ط ث و ك ج ي اس ب ؽ ا ا ا ز ح خ و ٠ و س ٠ ع ٠ ١ ر ط ح بز ػ بل ث ط ج ػ ى ٠

51

ط ش ػ ح بز ػ ا ا بج ز اح اء س ز ث ال ف ك ج اسا بي شا ؽ ب ا ا ٠ح ض س از ك ف بط ث س ع٠ ٠ ١ ر طا ح ػبز بل ث

ى ب ٠ ؼ ٠ ا بء ز ال ف ف اد ط ط ١ ث و س ح د ث لا ا ح بز اؼ ه ر ن ط ز ٠ ل ه ش بز ز ؼ ٠ ل ه ص و

Ukuran seberapa banyak ilmu yang akan dipelajari, menutut Abu

Hanifa ra. Dari qodli Umar bin Abi Bakar az Zarnuji berkata “bagi

seorang pemula dalam belajar mengawali pelajaran yang dapat dipahami

dan setelah mengulang dua kali, dan untuk setiap hari menambah sedikit

demi sedikit sehingga setelah masa yang lama dan banyak yang dipelajari

masih bisa memahami dan menghafal setelah mengulang dua kali. Dalam

menambah pelajaran hendaknya dilakukan dengan tidak tergesa-gesa dan

sedikit demi sedikit. Apabila pelajaran itu telah lama dipelajari, dan

memerlukan 10 kali pengulangan untuk dapat dipahami dan dihafalkan,

maka untuk seterusnya dilakukan seperti itu. Hal itu, harus menjadi

kebiasaan dan tidak meninggalkan kecuali dalam keadaan payah”.

7. Tawakal

Dalam hal ini, al-Zarnuji menjelaskan nasiahat kepada pelajar supaya

tidak gelisah dalam memikirkan dunia, karena gelisah tidak akan

menghindarkan dari musibah dan tidak aka ada manfaatnya, bahkan akan

membahyakan hati dan akal. Oleh karena itu, hendaknya bagi pelajar

menyerahkan segala urusan dunia hanya kepada allah dan menjalankan

peran sebagai pelajar dengan kesungguhan hati dan tekat yang kuat. Dalam

hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

52

ا ث س ف زغ ش ر ل ز ح ١ط ار بي ػ أ ث س ف غ ش ٠ ا س ح أ ى غ ج ١ ف ب ١ اس ط ل بل اؼ ا ز ٠ ل ب

ز ٠ ط ١ ار بي ػ ب ث ر ٠ س اج م اؼ ت ام ط ؼ ٠ ث غ ف ٠ ل خ ١ ظ ؼ ز ط ٠ ل ع ار ا ا ا ل

غ ف ٠ أل ح ط ذ األ ط أل

Sebaiknya, bagi setiap orang menyibukan diri mengerjakan amal-

amal baik, sehihngga dirinya tidak sibuk dengan hawa nafsunya. Sebaiknya,

orang yang berakal tidak memprihatinkan urusan dunia, karena gelisah,

susah tidak akan menghindarkan dari ma‟siyat dan tidak bermanfaat,

bahkan hal itu dapat merusak hati, akal, dan badan, serta dapat merusak

amal ahirat. Orang yang berakal hendaknya bersedih dalam urusan ahirat,

karena hal itu dapat memberikan manfaat.

8. Waktu belajar

Dalam bab ini, al-Zarnuji menerangkan waktu-waktu yang baik untuk

belajar. Menurut al-Zarnuji, waktu yang baik utuk belajar adalah semenjak

masih muda. Selain itu, waktu yang baik untuk belajar adalah pada waktu

sepertiga malam, waktu magrib, dan waktu „isya‟. Apabila merasa jenuh

saat belajar sauatu ilmu, hendaknya berganti ilmu yang lain. Dalam hal ini

al-Zarnuji menjelaskan;

ا فؼ أ ا ش ب ف بر ل أ ١غ خ ق غط ز س ٠ أ غ ج ٠ ١ شبئ اؼ ١ ث ط ح اس ذ ل جبة اش خ ط ش بد ل أل

ؼ ث غ ز ش ٠ ػ ػ ا ط ذ أ

Waktu yang baik untuk belajar adalah pada masa muda, waktu

sahur,dan diantara waktu magrib dan „isa‟. Sebaiknya peserta didik

menggunakan semua waktunya untuk belajar. Apabila merasa jenuh pada

suatu ilmu, maka berganti pada ilmu yang lain.

53

9. Simpati dan nasihat

Al-Zarnuji menjelaskan bagi seorang pelajar hendaknya salng

mengasihi, saling memberi nasihat dan tidak saling hasaud, karena sifat

hasud sangat membahayakan dan tidak ada manfaat. Dalam hal ini al-

Zarnuji menjelaskan;

“Sebaiknya, peserta didik saling mengasihi, memberikan nasihat, dan

tidak saling hasad. Karena hasad sangat adalah hal yang berbahaya dan

tidak bermanfaat”.

10. Mengambil manfaat

Seorang pelajar hendaknya bisa mengambil manfaat apa yang

dipelajari. Yaitu dengan cara menggunakan waktu dengan baik dan

mengambil faidah ilmu dari guru. Karena tidak semua hal yang telah berlalu

dapat kembali lagi. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

ب ١ ا ز غ ٠ بد بػ اسا بد ل األ ١غ ؼ ٠ ل ا غ ج ١ ف اد ار خ ١ اش ز غ ٠ ا غ ج ٠ ...

س ١ ف ز س ٠

Sebaiknya, bagi peserta didik tidak menyia-nyiakan waktu dan

sebainya mengambil kesempatan di waktu malam dan di waktu sendiri …

sebainya, bagi peserta didik mampu mengambil kesempatan dan faidah dari

guru.

11. Bersikap wara‟

Sikap wara‟ adalah sesuatu yang amat penting dimiliki oleh seorang

pelajar. Dengan bersikap wara‟, maka ilmu yang didapatkan akan lebih

bermanfaat, belajar lebih mudah, dan mendapatkan banyak manfaat.

54

Sebagian dari sikap wara‟ antara lain; menjaga diri tidak terlalu kenyang,

tidak banyak tidur, dan tidak banyak membicarakan hal-hal yang tidak

bermanfaat. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

ب و ف و ع ض أ اؼ ت ب ؽ ب ا ط ث و أ س ائ ف ط س ٠ أ ؼ ازا غ ف أ ػ ب ظ طا ح ز ٠ أ ع ض

اا ح ط ث و غ ج اش ػ غ ف ٠ ب ل ١ ف ل ى ا ح ط ث و

Ketika peserta didik memiliki sifat waro‟ maka ilmunya akan lebih

bermanfaat, belajarnya lebih mudah, dan manfaatnya lebih banyak.

Diantara sifat waro‟ yaitu tidak terlalu kenyang, tidak banyak tidur, dan

tidak banyak bicara yang tidak ada manfaat.

12. Hal-hal yang menguatkan hafalan dan lupa

Dalam bab ini, al-Zarnujimenjelaskan hal- hal yang dapat menguatkan

hafalan dan lupa. Sebagian hal yang dapat menguatkan hafalan antara lain;

kesungguhan, istiqomah, mengurangi makan, dan shalat malam. Sedangkan,

sebagian hal yang menyebabkan lupa antara lain; berbuat maksiat, berbuat

dosa, dan sibuk dengan urusan dunia. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

ا س اد ع ف ح ا بة ج س أ ل أ ١ ا ح ل ط اء ص اغ ١ م ر خ ج اظ ا أ ... ١ س ا س ض ب ٠ ب ب

بط ؼ ب ف ع ح األ ا ة اص ح ط ث و ١ اس ض أ ف ا ك ئ ل ؼ ا بي غ ش األ ح ط ث و ب

Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan adalah tekun, belajar secara

berkesinambungan, mengurangi makan, dan shalat malam… sedangkan

hal-hal yang dapat mewariskan lupa adalah berbuat maksiyat, berbuat

dosa, gelisah dan bersedih memikirkan urusan dunia, karena hal itu akan

menjadi penghalang.

55

13. Hal-hal yang dapat mendatangkan rejeki, mencegah rejeki, menambah dan

mengurangi umur

Pelajar perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rejeki, umur

dan lebih sehat, sehingga dapat mencurahakan segala kemampuannya untuk

mencapai yang dicita-citakan. Sebagian hal yang dapat menarik rejeki antara

lain; bangun pagi, shalat dengan ta‟dhim, khusyu‟, sempurna rukun, wajib,

sunnah dan adatnya. Dalam hal ini al-Zarnuji menjelaskan;

خ ج ب اد بة ج س ال ل أ ل ا ق ظ ط خ ظ ح ا و ض األ ٠ س ؼ ر ع ش ار ١ ظ ؼ بزا ث ح ل خ اظا ب ط بئ س ب

اث أز ب س خ ج اخ ا ...ح ض ش خ ف طا ؼ ه ش ف ح اؼ ح ل ط ب

Sebab-sebab yang dapat menarik rejeki antara lain shalat dengan

penuh ta‟dzim, khusu‟,dengan menyempurnakan semua rukun, sunah-sunah,

dan adabnya, melaksanakan shalat dhuha

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan memaparkan nilai-nilai pendidikan karakter

pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya Imam al-Zarnuji. Sebelum membahas

nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya imam al-

Zarnuji, penulis akan memaparkan isi Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim secara lebih

detail.

A. Kitab Ta‟lim al Muta‟alim

Dalam sub bab ini, penulis akan memaparkan isi Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

dengan menggunakan sarah kitab tersebut yang berjudul Ta‟lim al Muta‟alim

Thoriq at Ta‟alum yang ditulis oleh Ibrahim Bin Isma‟il dan kitab aslinya yang

diterbitkan oleh penerbit Dar al Kutub tahun 2007.

Kitab ini berisi moqoddimah dan 13 pasal yang masing-masing akan

diuraikan secara terperinci. Dalam 13 pasal tersebut Al-Zarnuji menjelaskan

tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh para penuntut ilmu, mulai dari ilmu

yang harus dipelajari terlebih dahulu, cara memilih guru, cara memilih teman,

metode belajar, waktu dan tempat yang tepat untuk belajar sampai hal-hal yang

dapat merusak keberhasilan belajar bagi para penuntut ilmu.

Diantara ke 13 pasal tersebut akan dipaparkan secara terperinci sebagai

berikut :

Sebelum menjelaskan pasal-pasalnya, Kitab ta‟lim al muta‟allim ini

mempunyai muqoddimah yang berisi tentang ucapan syukur kepada Sang

Pencipta serta lantunan sholawat kepada Baginda Rosulullah saw dan para

57

sahabat dan keluarga. Setelah itu Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji

memaparkan tentang latar belakang penulisan kitab ini. Beliau terharu

melihat kondisi para santri yang telah bersungguh-sungguh dalam mencari

ilmu, namun mereka tidak mendapat manfaat dari ilmu yang telah

diperolehnya. Hal ini terjadi karena cara yang mereka gunakan ketika

mencari ilmu adalah cara yang salah, Mereka juga meninggalkan syarat-

syarat yang harus dipenuhi santri ketika menuntut ilmu. Beliau berkata

(2007:9):

ط ١ ث و ذ ٠ أ ب ض ا ف اؼ ة ل ؽ ا اؼ إ س د ب ٠ ب ظ ف ار ط ث ؼ بف , أ ظ ح ٠ ل

اؼ ط ائ ط ا ش و ط ر م ائ ط ا ؽ ئ ط ذ أ ب أ ط ح ٠ ط ش اا ث

Ketika aku melihat, banyak pelajar yang bersungguh-sungguh pada

ilmu, namun tidak mendapatkan manfaat dan buah ilmunya yaitu

mengamalkan dan mengajarkan. Hal ini, disebabkan karena mereka

salah dan meninggalkan syarat-syaratnya.

Oleh karena itu, Beliau menulis kitab ta‟lim al muta‟allim ini yang

berisi tentang cara mencari ilmu menurut kitab-kitab yang pernah Beliau

baca dan menurut nasihat-nasihat yang pernah Beliau terima dari guru-

guru Beliau.

1. Bab I Ilmu, Fiqih, dan Keutamaannya

Dalam bab ini dijelaskan kuwajiban menuntut ilmu bagi setiap orang,

baik laki-laki maupun perempuan. Pembebanan hukum wajib untuk menuntut

ilmu hanya terkusus pada orang dewasa (mukalaf) (Ibrahim Bin Isma‟il,

58

2007:2). Al-Zarnuji mewajibkan menuntut ilmu hanya terbatas pada ilmu hal

saja, tidak untuk semua disiplin ilmu.Beliau berkata (2007:2)

بي اح ػ ت ؽ ١ ػ ع ط ز ف ٠ , ث ػ و ت ؽ خ س س و ػ طع ز ف ٠ ل

Tidak diwajibkan bagi setiap orang laki-laki dan perempuan menuntut

semua disiplin ilmu, akan tetapi hanya diwajibkan menuntut ilmu hal

Ilmu hal adalah ilmu yang diperlukan dalam ibadah seperti Ilmu Usulu

Din dan Ilmu Fiqih. Yang dimaksud hal (keadaan) dalam hal ini adalah

sesuatu yang baru bagi manusia seperti kafir, iman, sholat, zakat, puasa, dan

lain-lain, bukan keadaan masadepan. Sehingga dikatakan (Al Zarnuji,

2007:2);

اؼ ؼ ف أ بي اح ػ بي اح ع ف ح اؼ ؼ ف أ ,

Ilmu yang lebih utama adalah ilmu hal, dan amal yang lebih utama

adalah mejaga hal

Disamping mewajibkan ilmu hal, Beliau juga mewajibkan untuk

menuntut ilmu yang berhubungan dengan segala keadaan. Seperti contoh

dalam ibadah sholat, maka harus mengetahui rukun dan syarat sholat. Ilmu

ini, didapatkan sekira dapat menggugurkan kewajiban. Sebagaimana dalam

kaidah usul fiqih;

ز ٠ ب ل ت اخ ف ث لا إ ت اخ ا

Sesuatu hal, jika suatu kuwajiaban tidak akan terlaksana kecuali

dengan hal tersebut, maka hal tersebut wajib adanya.

Selain itu, dalam pasal satu dijelaskan bahwa ilmu adalah hal yang

paling mulia dan hanya kusus dimiliki manusia. Ilmu adalah perhiasan,

59

kemuliyaan, dan tanda pada perkara yang dipuji bagi yang memilikinya.

Sebagaimana dalam sya‟ir Muhammad bin Hasan bin Abdullah (dalam al-

Zarnuji, 2007:15)

اؼ ا ئ ف ا ؼ ر ػ ؼ ف ♯ أل ٠ ظ ى ا ح ا س ب

Belajarlah! Ilmu adalah perhiyasan, keutamaan, dan tanda pujian bagi

orang yang memilikinya

Ilmu menjadi mulia karena menjadi wasilah (perantara) taqwa kepada

Allah. Dengan taqwa, manusia mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi

Allah dan mendapatkan kebahagiaan yang abadi.

Begitu pula dengan ilmu-ilmu yang telah disebutkan di atas, Beliau juga

mewajibkan kepada pelajar untuk mempelajari ilmu akhlak. Baik akhlak yang

wajib dimiliki seperti, dermawan, pemberani, rendah hati, „ifah, maupun yang

wajib dihindari seperti, pelit, penakut, sombong, sifat berlebihan, penghitung

dalam nafkah, dan lain sebagainya (al Zarnuji, 2007:17).

Selain itu hendaknya mereka juga mempelajari tentang ilmu yang

dibutuhkan pada saat-saat tertentu (ilmu yang hukumnya fardhu kifayah),

yaitu seperti ilmu obat yang hanya diperlukan saat-saat tertentu. Adapun

mempelajari ilmu nujum hukumnya adalah haram. Karena sangat berbahaya

dan tidak ada manfaatnya, lagi pula tidak mungkin seseorang dapat

menghindar dari takdir Allah SWT.

Setelah itu dipaparkan juga definisi ilmu, yaitu kondisi sedemikian rupa

yang jika dimiliki seseorang maka menjadi jelas apa yang diketahuinya.

Disamping itu dikemukakan juga definisi fiqih, yaitu pengetahuan tentang

60

detil-detil ilmu. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa fiqih

adalah pengetahuan tentang hal yang berguna dan yang berbahaya bagi diri

seseorang.

2. Bab II Niat belajar

Niat merupakan hal yang kusus (pokok) dalam mencapai tujuan. Dalam

pandangan kalangan madzhab Syafi‟iyah mengenai niat adalah suatau amal

akan sah jika disertai niat, sedangkan menurut kalangan madzhab Hanafiyah

adalah suatu perbuatan akan diberi pahala dan balasan jika disertai niat

(Ibrahim bin Isma‟il, 2007:21).

Dalam pasal ini Beliau menjelaskan bahwa niat belajar hendaknya

untuk mencari ridho Allah, mencari ahirat, menghilangkan kebodohan, dan

menjaga agama. Selain itu juga berniat mensukuri nikmat akal dan kesehatan

badan. Seyogyanya, seorang pelajar dalam belajar tidak berniat untuk

dihormati, mendapatkan hadiah, mendapatkan kemulyaan di sisi penguasa

dan lain-lain (al Zarnuji, 2007:22-23)

3. Bab III Memilih Ilmu, Guru, Teman, dan Menetapinya

Ilmu yang dipilih sebaiknya ilmu yang dapat memberikan manfaat dan

kebaikan. Yaitu ilmu yang dibutuhkan oleh agama dan ilmu yang dibutuhkan

untuk masa depan. Beliau (2007:27) menjelaskan;

س ح أ ػ و بض ز ر ٠ أ اؼ ت ب ط غ ج ٠ ف ٠ ز ط أ ف ١ ا بج ز ح ب ٠ ,

ف ١ ا بج ز ح ب ٠ , ث بي اح ي أ ا

61

Seyogyanya bagi pelajar memilih limu yang dapat memberikan

kebaikan baginya, ilmu yang dibutuhkan oleh agama dalam segala keadaan,

dan ilmu yang dibutuhkan untuk masa depan.

Lalu beliau menjelaskan ilmu yang hendak didahulukan adalah ilmu

tauhid. Ilmu tauhid adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui Allah

dengan dalil. Iman dengan cara taqlid, menurut Beliau itu sah, akan tetapi

tetap berdosa karena meninggalkan dalil. Lain halnya denagan kaum

mu‟tazilah, iman dengan cara taqlid dalam pandangan mereka tidak sah

(Ibrahim bin Isma‟il, 2007:27).

Kemudian memilih ilmu yang kuno. Para ulama berkata (dalam Al-

Zarnuji 2007:27) ;

بو ٠ إ ك ١ ز بؼ ث ى ١ ػ بد ث س ح ا

Tekunilah ilmu kuno (qodim), dan jauhilah ilmu baru.

Ilmu kuno(al „atiq) adalah ilmu yang datang dari Nabi Muhammad,

shohabat, tabi‟in, dan tabi‟tabi‟in. Sedangkan ilmu muhadist adalah ilmu

yang tidak ditemukan di zaman Nabi Muhammad, shohabat, tabi‟in, dan

tabi‟tabi‟in (Ibrahim bin Isma‟il, 2007:27).

Dalam hal memilih guru, sebaiknya memilih guru yang „alim, waro‟

dan lebih tua (al Zarnuji, 2007:28). Demikian pula Mengenai memilih teman,

hendaknya memilih orang yang tekun, wira‟i, berwatak jujur dan mudah

memahami masalah. Janganlah memilih teman yang pemalas, pengangguran,

suka cerewet, suka mengacau dan gemar memfitnah (al Zarnuji,2007:32).

62

Dianjurkan juga bagi santri untuk selalu sabar dan tabah dalam

menuntut ilmu, karena sabar dan tabah adalah pangkal yang besar dalam

setiap urusan. Kemudian dianjurkan untuk selalu bermusyawarah dalam

setiap urusan untuk mengambil suatu keputusan, karena Allah pun

memerintahkan kepada Rasul-Nya agar bermusyawarah dalam setiap urusan.

Firman Allah QS.Ali Imran:159

ط ف غ ز اس ػ ف بػ ف ش ط األ ف ض ب

Mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan

mereka dalam urusan itu

4. Bab IV Memulyakan Ilmu dan Ahlinya

Dalam pasal ini, Beliau menjelaskan bahwa seorang pelajar tidak akan

mendapat ilmu dan juga tidak dapat memetik manfaat ilmu selain dengan

menghargai ilmu dan menghormati ahli ilmu (guru). Di antara cara

menghormati guru adalah dengan tidak melintas di hadapannya, tidak

memduduki tempat duduknya, tidak memulai bicara kecuali atas izinnya,

tidak banyak bicara di sebelahnya, dan tidak menanyakan sesuatu yang

membosankannya (al Zarnuji, 2007:34-36).

Selain itu untuk mendapatkan manfaat ilmu, hendaknya seorang pelajar

harus memuliakan kitab. Di antaranya dengan tidak mengambil kitab kecuali

dalam keadaan suci, tidak menjulurkan kaki ke arah kitab, hendaklah

meletakkan kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakan, tidak

meletakkan barang apapun di atas kitab, tidak mencorat-coret serta tidak

membuat catatan-catatan yang mengaburkan tulisan kitab, kecuali keadaan

63

terpaksa, dan hendaklah tidak ada warna merah dalam kitab (al Zarnuji,

2007:28-29).

5. Bab V Tekun, Kontinuitas, dan Cita-cita

Seorang pelajar harus tekun dan bersikap istiqomah dalam belajar agar

mendapatkan apa yang menjadi tujuanya. Sebagaimana Firman Allah dalam

Surat Al Ankabut, 69:29;

ص ا ب ج س ٠ا س ب ١ ا ف س ب خ ٠

Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhoan-Ku,

niscaya Aku akan tunjukan kepada mereka jalan menuju-Ku.

Selain tekun dan kontinuitas, seorang pelajar hendaknya memiliki cita-

cita yang tinggi. Dengan cita-cita yang tinggi, seorang pelajar mudah dalam

mencapai kesuksesan. Sebagaimana Beliau mengatakan (2007:48);

س اد بء ١ ش األ ١ ظ ح ر ف غ طأ ا خ ا ا

Hal yang pokok dalam mendapatkan sesuatu adalah tekun dan tekun.

Lalu beliau melanjutkan penjelasannya;

و , ا س خ ى ٠ خ ١ ب ػ خ ذ ب ا و ش ا با أ ف , ل خ ١ ب ػ خ ا ى ٠ س خ ب

ػ لا إ ظ ح ٠ ل ١

Apabila seorang pelajar memiliki cita-cita, tetapi tidak tekun, atau

tekun, namun tidak memiliki cita-cita, maka baginya tidak akan mendapatkan

ilmu kecuali hanya sedikit.

6. Bab VI Permulaan Belajar, Kapasitas, dan Tata Tertib Belajar

Permulaan belajar yang baik adalah diawali pada hari rabu. Karena

pada hari itulah Allah menciptakan nur (cahaya) dan pada hari itulah hari sial

64

bagi orang kafir, maka berarti hari rabu adalah hari berkah bagi orang

mukmin.

Untuk kapasitas belajar bagi pemula, hendaknya dimulai dengan

pelajaran yang mudah dipahami dan menghafal pelajaran sepanjang

kemampuan yang mereka miliki dan kemudian ditambah sedikit demi sedikit.

Dengan demikian pelajaran mereka akan bertambah setapak demi setapak.

Dalam hal ini, Beliau menceritakan cerita Abu Hanifah yang mendapatkan

cerita dari gurunya (2007:58);

ال بػ ام ١د اش ػ ى ح ٠ هللا ح ض خ ١ف ح ث ب أ ى اء ف س ز ث ال ف ك ج اس ض س ب ل أ ػط ث أث ب

ى ٠ ا غ ج : ٠ هللا ح ب ض ر ب٠ ش بي : ل بي ل ثىط اعضد ضح هللا أ ب ض س ل ا س جز ك ج اس ض س ل

ط ج ػ ى ب ٠ ط ث و ك ج ي اس ب ؽ ا ا ا ز ح خ و ٠ و س ٠ ع ٠ ١ ر ط ح بز ػ بل ث ط ج ػ ى ٠

ط ش ػ ح بز ػ ا ا بج ز اح اء س ز ث ال ف ك ج اسا بي شا ؽ ب ا ا ٠ح ض س از ك ف بط ث س ع٠ ٠ ١ ر طا ح ػبز بل ث

ى ب ٠ ؼ ٠ ا بء ز ال ف ف اد ط ط ١ ث و س ح د ث لا ا ح بز اؼ ه ر ن ط ز ٠ ل ه ش بز ز ؼ ٠ ل ه ص و

Ukuran seberapa banyak ilmu yang akan dipelajari, menutut Abu

Hanifa ra. Dari qodli Umar bin Abi Bakar az Zarnuji berkata “bagi seorang

pemula dalam belajar mengawali pelajaran yang dapat dipahami dan setelah

mengulang dua kali, dan untuk setiap hari menambah sedikit demi sedikit

sehingga setelah masa yang lama dan banyak yang dipelajari masih bisa

memahami dan menghafal setelah mengulang dua kali. Dalam menambah

pelajaran hendaknya dilakukan dengan tidak tergesa-gesa dan sedikit demi

sedikit. Apabila pelajaran itu telah lama dipelajari, dan memerlukan 10 kali

pengulangan untuk dapat dipahami dan dihafalkan, maka untuk seterusnya

65

dilakukan seperti itu. Hal itu, harus menjadi kebiasaan dan tidak

meninggalkan kecuali dalam keadaan payah.

7. Bab VII Tawakkal

Pelajar harus bersikap tawakkal dalam menuntut ilmu, jangan

menghiraukan pengaruh rejeki dan jangan mengotori hati dengan hal tersebut.

Karena orang yang hatinya telah terpengaruh oleh urusan rejeki maka jarang

sekali yang dapat memusatkan perhatiannya untuk mencapai akhlak karimah

dan obsesi mulia. Oleh karenanya sangat dianjurkan kepada setiap orang agar

mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan banyak beramal sholih,

sehingga tidak ada lagi peluang untuk menuruti hawa nafsu (al-Zarnuji,

2007:70).

Tidak sepatutnya bagi orang yang berakal digelisahkan oleh urusan

duniawi, karenan gelisah disini tidak akan dapat menolak musibah, tidak

bermanfaat bahkan dapat membahayakan hati, akal, dan badan. Maka

hendaklah memusatkan perhatian pada urusan akhirat, karena hal inilah yang

akan bermanfaat ( al-Zarnuji, 2007:71).

Pelajar harus mampu hidup secara prihatin dan sanggup menderita

selama belajar. Karena harus dimaklumi bahwa perjalanan belajar tidak akan

pernah terlepas dari kesulitan, belajar itu pekerjaan yang agung, pahalanya

sesuai dengan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi ( al-Zarnuji, 2007:71).

66

8. Bab VII Waktu keberhasilan

Masa belajar adalah semenjak ayunan/buaian sampai masuk liang

lahad. Sedang waktu yang paling cemerlang untuk belajar adalah permulaan

masa remaja, waktu sahur dan waktu di antara maghrib dan isya‟. Apabila

telah jenuh dengan satu bidang ilmu maka beralihlah ke suatu bidang ilmu

yang lain. Sebagaimana Beliau (2007:73) menjelaskan;

ا فؼ أ ا ش ب ف بر ل أ ١غ خ ق غط ز س ٠ أ غ ج ٠ ١ شبئ اؼ ١ ث ط ح اس ذ ل جبة اش خ ط ش بد ل أل

ؼ ث غ ز ش ٠ ػ ػ ا ط ذ أ

Waktu yang baik untuk belajar adalah pada masa muda, waktu

sahur,dan diantara waktu magrib dan „isa‟. Sebaiknya peserta didik

menggunakan semua waktunya untuk belajar. Apabila merasa jenuh pada

suatu ilmu, maka berganti pada ilmu yang lain

9. Bab IX Kasih Sayang dan Nasehat

Orang alim hendaklah memiliki rasa kasih sayang, mau memberi

nasehat dan jangan berbuat dengki. Beliau (2007:73-74) memaparkan;

ا فؼ أ ا ش ب ف بر ل أ ١غ خ ق غط ز س ٠ أ غ ج ٠ ١ شبئ اؼ ١ ث ط ح اس ذ ل جبة اش خ ط ش بد ل أل

ؼ ث غ ز ش ٠ ػ ػ ا ط ذ أ

Sebaiknya, peserta didik saling mengasihi, memberikan nasihat, dan

tidak saling hasad. Karena hasad sangat adalah hal yang berbahaya dan

tidak bermanfaat.

Pelajar hendaknya selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak

mulia. Dengan demikian orang yang benci akan luluh sendiri. Jangan

67

berburuk sangka dan melibatkan diri dalam permusuhan, sebab hal itu hanya

menghabiskan waktu serta membuka aib sendiri (al Zarnuji, 2007:74).

10. Bab X Mengambil Manfaat

Seorang pelajar hendaknya memanfaatkan semua kesempatannya untuk

belajar, hingga dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat

tulis disetiap saat untuk mencata hal-hal ilmiah yang diperolehnya.

Al-Zarnuji mengingatkan bahwa umur itu pendek, sedangkan ilmu itu

banyak. Oleh karena itu, seorang pelajar dapat mempergunakan waktunya

sebaik mungkin untuk belajar dan tidak menyia-nyiakan. Sebagaimana

perkataan al-Zarnuji (2007:78);

اؼ ١ط ظ ل ط بؼ ف ١ ا ز غ ٠ بد ؼ اس بد ل األ غ ١ ؼ ٠ ل أ غ ج ١ . ف ١ط ث و

اد ار

Umur itu pendek, sedangkan ilmu itu banyak. Hendaknya, bagi seorang

pelajar tidak menyia-nyiakan waktu, dan menyelami malam.

11. Bab XI Bersikap Wara‟

Di waktu belajar hendaknya santri berlaku wara‟, sebab dengan begitu

ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih besar faidahnya dan belajarpun menjadi

lebih mudah. Sebagaimana Beliau (2007:80) memaparkan;

ب و ف و ع ض أ اؼ ت ب ؽ ب ط س ٠ أ ؼ از غ ف أ ػ ب

Jika seorang pelajar bersikap Waro‟, maka ilmunya akan bermanfaat

dan belajarnya menjadi lebih mudah.

68

Sedangkan yang termasuk perbuata wara’ antara lain menjaga diri dari

terlalu kenyang, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak membicarakan hal-

hal yang tidak bermanfaat dan lain-lain.

Di samping itu jangan sampai mengabaikan adab kesopanan dan

perbuatan-perbuatan sunnah. Hendaknya memperbanyak shalat dan

melaksanakannya secara khusyu‟, sebab hal itu akan membantunya dalam

mencapai keberhasilan studinya. Dalam hal ini Al-Zarnuji juga mengingatkan

kembali agar santri selalu membawa buku untuk dipelajari dan alat tulis

untuk mencatat segala pengetahuan yang didapatkannya. Ada ungkapan

bahwa barang siapa tidak ada buku di sakunya maka tidak ada hikmah dalam

hatinya (al Zarnuji, 2007:82).

12. Bab XII Hal-hal Yang menguatkan Hafalan dan Lupa

Yang paling kuat menyebabkan mudah hafal adalah kesungguhan,

kontinu, mengurangi makan, melaksanakan shalat malam, membaca Al-

Qur‟an, banyak membaca shalawat Nabi dan berdoa sewaktu mengambil

buku serta seusai menulis (al Zarnuji, 2007:83).

Adapun penyebab mudah lupa antara lain perbuatan maksiat, banyak

dosa, gelisah karena urusan-urusan duniawi dan terlalu sibuk dengan urusan-

urusan duniawi (al Zarnuji, 2007:86).

13. Bab XII Hal-hal yang Dapat Mendatangkan Rejeki, Mencegah Rejeki,

Menambah dan Mengurangi Umur

Pelajar perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rejeki, umur dan

lebih sehat, sehingga dapat mencurahakan segala kemampuannya untuk

69

mencapai yang dicita-citakan. Bangun pagi-pagi itu diberkahi dan membawa

berbagai macam kenikmatan, khususnya rejeki. Banyak bersedekah juga bisa

menambah rejeki. Adapun penyebab yang paling kuat untuk memperoleh

rejeki adalah shalat dengan ta‟dhim, khusyu’, sempurna rukun, wajib, sunnah

dan adatnya.

Di antara faktor penyebab tambah umur adalah bebrbuat kebajikan,

tidak menyakiti orang lain, bersilaturrahim dan lain sebagainya. Sedangkan

terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, bermalas-malasan, menunda-

nunda dan mudah menyepelekan suatu perkara, semua itu bisa mendatangkan

kefakiran seseorang

Setelah membahas isi kitab Ta‟lim al Muta‟allim yang terdapat tiga belas

poin pembahasan di atas, selanjutnya penulis akan menyajikan indikator teori

pendidikan karakter dan kitab Ta‟lim al Muta‟allim dalam bentuk tabel sebagai

berikut:

No. Indikator pendidikan

karakter

Kitab Ta‟lim al

Muta‟allim Metode

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Religius

Kejururan

Kecerdasan

Ketangguhan

Demokratis

Kepedulian

Kemandirian

Berpikir

Keberanian

Berorientasi

Kerja keras

Tanggung jawab

Gaya hidup sehat

Hakiakat dan keutamaan

ilmu

Niat belajar

Ilmu,guru, teman

Cita-cita luhur

Tentang ilmu

Tawakal

Waktu belajar

Saling mengasihi

Muasyawarah

Waro‟

Hal yang dapat

menambah hafalan

Menarik rejeki

Sabar dan tabah

Sistem among

Inspiratif

Keteladanan

Intelektualistik

Aktualistik

Eksemplar

70

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Kedisiplianan

Percayadiri

Keingintahuaan

Cinta ilmu

Kesadaran akan hak dan

kewajiban diri dan orang

lain

Kepatuhan

Kesantunan

Respek terhadap diri

Usaha sekuat tenaga

Tekun

Hormad dan hidmad

B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta’lim al-Muta’allim Karya al-

Zarnuji

Dalam kitab ini, al-Zarnuji menekankan pada aspek nilai adab, baik yang

bersifat batiniah atau yang bersifat lahiriyah. Dengan demikian, dapat diketahui

bahwa pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu pengetahuan dan

ketrampilan, bahkan yang terpenting adalah pembentukan karakter pada peserta

didik.

Untuk membentuk peserta didik yang berkarakter dan bermartabat, maka

pendidikan islam harus mengarahkan peserta didik pada nilai-nilai pendidikan

karakter yang harus dimilikinya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang harus

dimiliki peserta didik menurut al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

sebagai berikut:

1. Musyawarah

Musyawarah adalah suatu sikap mau berdiskusi kepada orang lain

untuk mengambil suatu keputusan. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak

berdasarkan dengan memandang hak dan kewajiban antara diri pribadi dan

orang lain sama (deni Damayanti, 2014:43). Nilai pendidikan karakter ini

71

perlu kiranya dimiliki oleh seorang pelajar. Sebab, dengan bermusyawarah

seorang pelajar akan mendapatkan keputusan terbaik dan tidak ada

penyesalan dengan keputusan yang diambilnya. Sebagaiman ungkapan al-

Zarnuji(2007:61) “ Musyawarah, adanaya untuk mencari kebenaran”.

Dalam hal ini, ulama mengatakan, “Ada tiga golongan orang yang

berkaitan dengan musyawarah. Pertama, orang yang sempurna yaitu orang

yang memiliki pendapat benar dan mau bermusyawarah. Kedua, orang yang

setengah sempurna yaitu orang yang memiliki pendapat benar tetapi tidak

mau bermusyawarah. Ketiga, orang yang tidak sempurna yaitu orang yang

tidak mempunyai pendapat tetapi juga tidak mau bermusyawarah”.

Dari pendapat di atas menunjukan bahwa musyawarah adalah hal

yang penting sebelum bertindak dan bersikap. Oleh karena itu, Allah

memerintahkan kepada manusia untuk sesalau bermusyawarah dalam segala

hal. Dalam Surat Ali Imron ayat 159, Allah berfirman:

ش ..." ط األ ف ض ب ..."

Bermusyawarahlah bersama mereka didalam perkara.

Adapun faidah bermusyawarah di jelaskan Ar-Rozi dalam kitab

Mafatih al Ghaib (http://muslim.or.id) secara ringkas sebagai berikut:

a. Menunjukan ketinggian derajat seseorang.

b. Mencari keputusan yang terbaik untuk kemaslahatan.

c. Sebagai teladan.

d. Mencerminkan sikap cinta dan ihlas terhadap sesuatu yang utama.

2. Sabar dan Tabah dalam Belajar

72

Sabar adalah suatu sikap yang senatiasa betah untuk menahan diri

pada kesulitan yang dihadapinya. Namun, bukan berarti menyerah tanpa

upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi. Oleh karena itu,

sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali oleh ihtiyar dan ihlas

dengan segala cobaan yang ditimpakan kepadanya. Sabar merupakan

ketangguhan dalam bersikap dan berperilaku pantang menyerah atau tidak

mudah putus asa ketika menghadapi kesulitan dalam melaksanakan aktifitas,

sehingga dapat mengatasi kesulitan itu dan mencapai tujuan (Deni

Damayanti (2014:43)

Bagi seorang pelajar wajib kiranya mempunyai karakter sabar. Karena

kesabaran merupakan kunci mencapai kesuksesan. Sebagaimana al-

Zarnuji(2007:30) menyebutkan dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim sebagai

berikut;

٠ع ع ػ ا ى ض األ غ ١ خ ف ١ط ج و ط أ بد ج اث ط ج اظ ا أ ث اػ

Ketahuilah! Sabar dan bertahan adalah pokok dari segala hal, namun

jarang sekali orang yang bisa melakukannya.

Dalam hadist juga disebutkan bahwa sabar adalah sebagian dari iman.

Hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan Muslim ini penulis kutip

dari artikel Zulkifli yang berjudul “Sabar Bukan Berarti Sikap Orang Yang

Lemah” (http://lingkedin.com) berbunyi sebagai berikut;

٠ اإل ط ج اظ )ض اش١رب ػ أث سؼ١س( س س اد أغ اط خ ع ث ب

73

Sikap sabar merupakan sebagian dari iman, yang kedudukanya

sebagaimana kepala dari sebagian jasad. (H.R. Bukhori dan Muslim dari

Abi Sa‟id).

Tidak mudah untuk menjaga diri untuk tetap bersabar. Bagi seorang

pelajar hendaknya dalam belajar memulai dari hal yang mudah dan mudah

dipahami, serta menambah pelajaran sedikit demi sedikit. Sebagaimana al-

Zarnuji(2007:58) mengutip imam Abu Hanifah dari cerita „Amr bin Abu

Bakar al-Zarnuji,

Sebaiknya bagi seorang pemula belajar sebanyak pelajaran yang dapat

dipahami dan dihafalnya serta menambah sedikit demi sedikit, sehingga

setelah masa yang lama dan banyak yang telah dipelajari masih dapat

menghafal dan paham.

Sikap untuk tetap bersabar juga ditunjukan dalam al Qur‟an, salah

satunya dalam surat al Baqoroh:45;

ؼ ش ار ػ لا إ ح ط ١ ج ى ب ا ئ ح ف ل اظ جط بظا ا ث ١ ؼ ز اس (44) اجمطح: ١

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya

yang demikian itu sungguh berat bagi orang-orang yang khusuk (al

Baqoroh:45)

3. Waro‟

Waro‟ secara sederhana dapat didefinisikan meninggalkan perkara

haram dan subhat. Menurut Ibrahim bin „Adhama waro‟ adalah meninggalkan

perkara subhat dan berlebihan (Abi Qosim Abdil Karim bin Hawazin al

Qusyairiyah, tth:110). Sifat Waro‟ dalam nilai pendidikan karakter adalah hal

74

yang sama dengan nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia

yaitu nilai religius. Nilai religius adalah sikap dan perilaku yang taat dan

patuh kepada agama yang dianut.

Dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim al-Zarnuji (2007:80-81)

menyebutkan:

Sebagian dari sifat waro‟ diantaranya tidak banyak makan, tidur,

banyak bicara yang tidak ada manfaat, tidak makan makanan pasar jika

mampu ... Diwasiatkan dari seorang ahli fiqih: wajib bagi seorang pelajar

menjaga diri dari ghibah dan perkumpulan yang tidak ada manfaatnya.

Dari hal di atas, al-Zarnuji menjelaskan bahwa waro‟ berarti menjaga

diri dari segala sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu

mubah, makruh, maupun haram. Oleh karena itu, hendaknya seorang pelajar

selalu memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan belajarnya

mengenai hukum halal dan haramnya. Dengan demikian sesuai dengan

sikap religiusnya yang selalu patuh terhadap ajaran agamanya yang

berkaitan tentang larangan terhadap hal-hal yang dilarang agama.

Al-Zarnuji (2007:80) juga menjelaskan bahwa pelajar yang memiliki

sifat waro‟ ilmunya akan bermanfaat, belajar lebih mudah, dan memiliki

faidah yang banyak. Dengan ilmu yang bermanfaat seorang pelajar akan

mendapatkan kedudukan dan derajat yang tinggi. Selain itu, sifat waro‟ juga

akan mendekatkan diri kepada Allah dengan banyak beribadah. Dalam

hadist (dalam, al Qusyairiyah, tth:100) disebutkan;

بي ل ط٠طح: و ث س ص. أل ح أحطخ إث بخخ بغ ا س ج ػ أ ى ب ر ػ ض

75

Nabi Muhammad saw. berkata kepada Abi Hurairah:Berwira‟ilah!

Maka kamu akan menjadi manusia yang lebih dalam beribadah.

Dikeluarkan oleh Ibn Majah.

4. Hormat dan Hidmad

Hormad dan hidmad merupakan nilai pendidikan karakter yang perlu

dikembangka di dunia pendidikan. Sikap menghargai, menyayangi, seta

persahabatan akan ditunjukkan oleh seorang pelajar, bila mereka memiliki

sifat hormat dan hidmad. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang

lain adalah sikap tahu dan mengerti akan hak dan kewajiban diri dan orang

lain (Deni Damayanti 2014:45). Sehingga, dengan hormat dan hidmad

seorang pelajar akan lebih mudah dalam belajar karena tercipta lingkungan

yang nyaman, aman dan damai. Sebagaimana al-Zarnuji(2007:34), karakter

hormat dan hidmad perlu dimiliki oleh seorang pelajar. Dalam kitab Ta‟lim

al Muta‟alim, Beliau menyebutkan;

Seorang pelajar tidak akan mendapatkan ilmu dan manfaatnya

kecuali dengan memulyakan ilmu, ahlinya, serta menghormati guru.

Dikatakan dalam sebuah ungkapan, “tidaklah akan sampai seseorang

pada sesuatu yang dituju kecuali dengan memulyakan …”

Ma‟na menghormati guru menurut al-Zarnujiadalah mencari ridho

guru, menghidari murkanya, dan melaksanakan perintahnya yang tidak

mengandung maksiyat. Sedangkan ma‟na menghormati ilmu adalah selalu

bersikap rasa ingin tahu pada ilmu dan hikmah.

5. Tekun

Tekun merupakan kesungguhan hati untuk tetap bekerja keras dalam

memeroleh sesuatu, meskipun mengalami hambatan, kesulitan, dan

76

rintangan. Tekun merupakan nilai berorientasi pada tindakan untuk

mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata (Deni armayanti, 2014:44).

Sebagai seorang pelajar, sifat tekun dapat diwujudkan dengan semangat

belajar yang berkesinambungan dan tidak kendur dalam menghadapi

kesulitan-kesulitan dalam belajar semisal, tetap belajar meskipun tidak akan

menghadapi ujian.

Sifat tekun dalam al Qur‟an disebutkan dalam surat al Ankabut:69

yang berbunyi;

(96اص٠ خبسا ف١ب س٠ سجب )اؼىجد:

Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhoaan-Ku,

niscaya Aku akan menunjukan jalan menuju-Ku (al Ankabut:69)

Dalam surat al Isro‟:84 juga disebutkan;

(44 )اإلسطاع:ل ١ ج س س أ ث ػ أ ى ث ط ف ز بو ش ػ ؼ ٠ و ل

Katakanlah! Setiap orang berbuat menurut keadaannya masing-

masing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanya

(al Isro‟:84)

Sementara dalam hal ini, al-Zarnuji(2007:42) mengutip sebuah

ungkapan tentang tekun sebagai berikut;

س خ سا خ أ ١ ش ت ؽ ١ ل ح حا بة اج ع ط ل ,

Barang siapa mencari sesuatu dengan bersungguh-sunggu, maka ia

akan mendapatkanya, barang siapa mengetuk pintu berusaha untuk

memasuki, maka ia akan memasukinya.

77

Dengan demikian, sikap tekun adalah salah satu modal dalam

mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang sebagaimana yang telah

diimpikan. Denagn sikap tekun sesuatu yang mungkin sulit untuk diperoleh

akan menjadi lebih mudah. Dalam sya‟ir disebutkan (al Zarnuji, 2007:43);

ا أ س ٠ س اد غ بس ش ط و ك غ بة ث ا و ح ز ف ٠ س اد #

Kesungguhan itu akan mendekatkan hal yang jauh, dan membuka

segala pintu yang tertutup.

6. Cita-cita Luhur

Cita-cita atau impian hendaknya dimiliki oleh seorang pelajar. Cita-

cita adalah nilai berpikir, berpikir dan melakukan cara sesuatau untuk

menghasilkan cara atau hasil yang baru nyata (Deni darmayanti, 2014:44).

Cita-cita merupakan suntikan motivasi agar selalu bersemangat dan bekerja

keras dalam memeroleh apa yang dimaksud. Cita-cita luhur merupakan

pokok dari segala sesuatu. Sebagaimana al-Zarnuji(2007:84) menyebutkan

dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim sebagai berikut;

س اد بء ١ ش األ ١ ظ ح ر ف غ طأ ا خ ا ا

Hal pokok dalam memeroleh segala sesuatu adalah bersungguh-

sungguh dan cita-cita luhur.

Dengan cita-cita luhur yang telah tertanam dalam hati, seorang pelajar

akan fokus dan bersemangat dalam mewujudkan cita-citanya. Meski sering

kali, cita-cita luhur adalah sesuatu yang tinggi dan sulit untuk diraih.

Dengan demikian, seorang pelajar akan mantab dan teguh pendirian untuk

meraih kesuksesan.

78

Bagi seorang pelajar hendaknya jangan berpatah arang utuk bercita-

cita setinggi mungkin. Asalkan mau untuk berusaha untuk mewujudkannya,

niscaya apa yang diimpikan akan diraih. Sebagaimana dalam al Qur‟an

dsebutkan;

ػ ا ز ش إ اع اسا ح ػ ز ت ١ خ أ ٠ت ط ل ئ ػ ف بز ج ػ ه أ ا س ش ا ا ج ١ د ز س ١ ف ب ١ ا ث ؤ

(649)اجمطح: س ش ط ٠ ا ؼ

Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka

(jawablah) bawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan orang yang

berdo‟a apabila ia berdo‟a kepda-Ku, maka hendaklah mereka itu beriman

kepada-Kuagar mereka selalu berada dalam kebenaran.

7. Menghargai (Respek) Diri Sendiri

Salah satu karakter yang harus dimiliki pelajar tehadap diri sendiri

adalah respek terhadap diri sendiri. Sebagai pelajar yang hari harinya

disibukkan dengan belajar, sudah barang tentu mengalami kepayahan dan

kebosanan. Maka disaat mereka sedang merasa payah, mereka harus

menghibur diri dengan cara yang positif.

Dalam kitabnya, al-Zarnuji(2007:69) seorang pelajar tidak

diperkenankan untuk memaksa diri dalam belajar ketika sudah kepayahan,

karena hal itu akan menyebabkan berhentinya belajar.

ط خ ط د ٠ ل بؽ ش ح ا م ث ى ٠ أ غ ج ٠ ط ١ ر ف اض ط ى از ػ غ ط م ٠ ل ١ و س ف ط د ٠ ل ا

ب ط س أ ض األ

79

Hendaknya seorang pelajar giat dan bersemangat dalm belajar.

Jangan memaksa diri yang dapat menyebabkan berhenti beljar. Sebaik-

baiknya suatu perkara adalah tengah-tengahnya.

8. Usaha Sekuat Tenaga

Hendaklah pelajar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu sampai

terasa letih guna mencapai kesuksesan dan tak kenal berhenti, dan dengan

cara menghayati keutamaan ilmu. Mereka hendaknya berusaha sema ksimal

mungkin, namun jangan sampai memforsir diri jika sudah merasa letih.

Usaha yang maksimal merupakan karakter yang harus dimiliki oleh

seorang yang menuntut ilmu. Karena hal itu termasuk sifat yang pantang

menyerah terhadap sesuatu. Menuntut ilmu itu adalah hal yang sulit dan

sangat melelahkan. Maka dari itu, hendaknya dihadapi dengan penuh

kesabaran dan kesungguhan agar kita dapat mencapai hasil yang maksimal.

Dalam belajar, seorang pelajar dituntut berperan aktif dalam

pembelajaran, dituntut untuk berpikir kritis dan mengulang-ulang pelajaran.

sebagaiman al-Zarnuji(2007:59) menjelaskan;

اض ط ى از ح ط ث و ط ى ف ازا أ بز ث أ بش ز س األ اف ف س ز د ٠ أ غ ج ٠

Hendaknya seorang pelajar mencurahkan kemampuanya untuk

memahami pelajaran dari guru atau denagn memahami sendiri, mengkaji

dan mengulang berulangkali.

Nilai-nilai pendidikan karakter di atas dapat dirumuskan dalam tabel

sebagai berikut:

80

No. Nilai karakter Keterangan

1. Musyawarah Sikap senantiasa utuk bermusywarah

dalam mengambil suatatu keputusan

terbaik agar tidak ada penyesalan.

2. Sabar dan tabah Sikap selalu sabar dan tabah dalam

menuntut ilmu, menghadapi cobaan dan

melawan hawa nafsu.

3. Waro‟

Sikap selalu menjaga diri dari segala

sesuatu yang tidak berguna menurut

agama, baik sesuatu itu mubah, makruh

maupun haram.

4. Hormat dan khidmad Perilaku untuk selalu menghormati guru,

teman, serta ilmu itu sendir.

5. Tekun Sikap untuk selalu memilki semangat dan

ketekunan dalam menuntut ilmu.

6. Cita-cita luhur Sikap bagi santri untuk memiliki cita-cita

luhur dalam menuntut ilmu dan berfikir

jauh ke depan.

7.

Menghargai (respek)

diri sendiri

Perilaku untuk tidak selalu memforsir diri

dalam menuntut ilmu sehingga ia tidakan

terlalu merasa payah dan bosan. Jadi ia

perlu menghibur diri dengan cara yang

positi.

8. Usaha sekuat tenaga Sikap untuk selalu berusaha semaksimal

mungkin dalam menuntut ilmu dengan

cara menghayati keutamaan ilmu.

C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta’lim al-Muta’allim

bagi Dunia Pendidikan Islam

Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim ialah karya yang paling monumental dan

merupakan satu-satunya karya populer al-Zarnuji yang dapat diketahui dan masih

ada sampai sekarang. Ta'lim al-Muta'llim merupakan salah satu dari beberapa

kitab kuning yang banyak dipelajari dan menjadi pedoman pelajar (santri) di

pesantren. Di pesantren-pesantren Jawa, kitab-kitab klasik keagamaan karya

ulama-ulama terdahulu (sebut kitab kuning) telah lama menjadi literatur pokok

81

dalam pembelajaran agama. Kajian kitab kuning telah menjadi tradisi pesantren

selama berabad-abad (Muslim Abdul Rohman, 1997:53).

Wajar bila kitab ini sangat popular di kalangan pesantren, kususnya

pesantren-pesantren tradisional yang lebih menitik-beratkan pada pendidikan

akhlak. Karena, kitab ini mejelaskan berbagai macam akhlak yang harus dimiliki

oleh seorang pelajar agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah.

Al-Zarnuji menjelaskan bahwa seorang pelajar harus memiliki sepirit dalam

mencari ilmu, karena ilmu merupakan perhiasan bagi orang yang memilikinya.

Namun, dalam hal ini, sepirit untuk mencari ilmu al-Zarnuji hanya mengkususkan

pada ilmu-ilmu agama, dimana ilmu itu akan bermanfaat bagi kehidupan

keagamaan dalam setiap keadaan. Ilmu-ilmu yang dimaksud adalah ilmu-ilmu

yang bisa menyelamatkan manusia dari kekufuran, antara lain: ilmu keimanann,

shalat, zakat, puasa, dan lain sebagainya. Selain itu, ilmu yang berguna dalam

suatu keadaan tertentu dan ilmu yang berguna dalam bermu‟amalah (mencari

nafkah). Untuk masalah nilai sepirit mencari ilmu al-Zarnuji hanya bersikap

setengah-setengah, karena al-Zarnuji tidak memperbolehkan mempelajari ilmu

yang baru, seperti ilmu filsafat, astronomi dan ilmu-ilmu yang berbau baru (ilmu

yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya).

Selain menjelaskan tentang sepirit tentang mencari ilmu, al-Zarnuji juga

menjelaskan nilai-nilai akhlak yang harus dimiliki oleh seorang pelajar, milsalnya,

menghormati guru, tekun dalam belajar, usaha sekuat tenaga, bercita-cita tinggi,

bersikap waro‟, dan lain sebagainya. Dengan sikap yang demikian itu, besar

kemungkinan seorang pelajar dapat mencapai kesuksesan dalam belajar.

82

Meliahat kondisi saat ini, dimana kemajuan dan perkembangan tekhnologi

dan informatika yang semakin menjamur, bila tidak disikapi dengan baik akan

mengakibatkan dampak nigatif yang lebih besar daripada dampak positifnya.

Banyak sekali modus kejahatan dan kriminal, seperti penipuan, pencurian, dan

lain sebagainya dilakukan melalu kemajuan tekhnologi.

Selain, masalah-masalah kriminal juga mengakibatkan problem digradasi

etika dan moral. Misalnya, terjadi KKN yang merajalela, seorang pelajar tidak

menghormati guru dan orang tua, berpakaian tidak sewajarnya, lebih suka

bermain game daripada belajar dan lain sebagainya.

Masalah-masalah yang terjadi saat ini adalah masalah-masalah yang paling

mendasar, yaitu masalah karakter. Karakter merupakan hal yang paling pokok.

Sebagaimana Albert Einstein (Intan Rizky Mutiaz, 2014:2) mengatakan sesuatu

yang dapat membuat ilmuwan menjadi hebat bukanlah apa, melainkan karakter.

Dengan demikian, melihat kondisi di atas sangat relevan apabila nilai-nilai

pendidikan karakter yang terdapat pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dijadikan

acuan di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter seperti,

musyawarah, waro‟, cita-cita luhur, usaha sekuat tenaga dan lain sebagainya,

apabila telah tertanamkan kepada peserta didik, maka keberhasilan dalam dunia

pendidikan Islam akan tercapai.

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dari analisa sekripsi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai

pendidikan karakter yang terdapat dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim terdapat

delapan butir nilai pendidikan karakter yang akan penulis sajikan dalam tabel

sebagai berikut:

No. Materi karakter Keterangan

1. Musyawarah Sikap senantiasa utuk bermusywarah dalam

mengambil suatatu keputusan terbaik agar

tidak ada penyesalan.

2. Sabar dan tabah Sikap selalu sabar dan tabah dalam menuntut

ilmu, menghadapi cobaan dan melawan hawa

nafsu.

3. Waro‟ Sikap selalu menjaga diri dari segala sesuatu

yang tidak berguna menurut agama, baik

sesuatu itu mubah, makruh maupun haram.

4.

Hormat dan

khidmad

Perilaku untuk selalu menghormati guru,

teman, serta ilmu itu sendir.

5. Tekun Sikap untuk selalu memilki semangat dan

ketekunan dalam menuntut ilmu.

6. Cita-cita luhur Sikap bagi santri untuk memiliki cita-cita

luhur dalam menuntut ilmu dan berfikir jauh

ke depan.

7.

Menghargai

(respek) diri

sendiri

Perilaku untuk tidak selalu memforsir diri

dalam menuntut ilmu sehingga ia tidakan

terlalu merasa payah dan bosan. Jadi ia perlu

menghibur diri dengan cara yang positi.

8.

Usaha sekuat

tenaga

Sikap untuk selalu berusaha semaksimal

mungkin dalam menuntut ilmu dengan cara

menghayati keutamaan ilmu.

84

2. Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim masih relevan sampai saat ini di dalam dunia

pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung

didalamnya, seperti, musyawarah, waro‟, cita-cita luhur, usaha sekuat

tenaga dan lain sebagainya, akan sangat membantu di dalam mencapai

tujuan pendidikan Islam.

B. Saran-saran

1. Pelaksana Pendidikan

Bagi pelaksana pendidikan (guru, dosen, dll.) sekiranya harus mampu

memahami dan memerhatikan keadaan peserta didik dalam kegiatan belajar

mengajar. Terkadang guru, dosen dll. lupa, bahkan tidak dapat mengetahui apa

yang terjadi pada siswanya. Hal yang demikian ini, akan menghambat proses

belajar mengajar, karena dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya

kegiatan transfer ilmu pengetahuan saja, bahkan ranah yang terpenting ialah

transfer nilai (karakter).

Perlu kiranya dalam dunia pendidikan, terlebih dalam pendidikan islam,

pelaksana pendidikan (guru, dosen, dll.) memahami dalam pembelajaran

jangan hanya nguri-uri aspek kognitif semata, akan tetapi hal terpenting adalah

menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik.

2. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai fasilitas pendidikan

diharapkan mampu memenuhi apa yang dibutuhkan oleh pelaku pendidikan,

agar proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancer. Selain itu,

lembaga pendidikan harus mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang

85

kondusif, dalam arti lingkungan yang mendukung untuk menciptakan manusia

yang berkualitas, baik dalam kognitifnya, maupun dalam kepribadiaanya,

sehingga peserta didik setelah menjalankan pendidikanya dapat diterima dan

berkontribusi dalam masyarakat.

3. Masyarakat

Masyarakat supaya dapat berfungsi sebagai patner atau mitra yang

sama-sama peduli terhadap keberlangsungan pendidikan. Pada hakikatnya

antara masyarakat dan lembaga sekolah memiliki andil dalam tumbuh dan

berkembangnya peserta didik.

4. Peneliti Pelanjutnya

Bahwa hasil dari analisis tentang kajian nilai-nilai pendidikan karakter

dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnujiyang peneliti ini, belum

sepenuhnya bisa dikatakan final dan sempurna, sebab tidak menutup

kemungkinan masih banyak kekurangan di dalamnya sebagai akibat dari

keterbatasan waktu, sumber rujukan, metode serta pengetahuan dan ketajaman

analisis yang dimiliki, oleh karena itu terhadap peneliti selanjutnya supaya

dapat mengkaji ulang dari hasil penelitian ini secara lebih komprehensif dan

kritis.

i

DAFTAR PUSTAKA

Aunillah, Nurla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah.

Jogjakarta: Laksana.

Bertens, K. 1997. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bin Isma‟il, Ibrahim. 2007. Ta‟lim al-Muta‟alim Thoriq at-Tallum. Bairut: At-Dar

al-Kutub al-Islamiyah.

Chrisiana, Wanda. 2005. Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Mahasiswa. :

Jurnal Tehnik Industri: Vol. 7. No. 1

Daud, Ali Muhammad. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Departemen Agama RI. 1992. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Pelita Empat.

Kesuma, Dharma, dkk..2012.Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di

Sekolah.). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Djatnika, Rahmat.1987. Sistem Etika Islam. Surabaya: Pustaka Islam.

Dwiyanto, Djoko dan Ing. Gatut Saksono. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis

Pancasila. Yogyakarta: Ampera Utama.

Fairuz, A. Adi Muhammad dan Amzan Satiman. 2014. Sifat Waro‟ dalam

Pendidikan Menurut Imam al-Zarnuji. Insan: Vol. 4. No. 2

AL-Ghozali. T.Th. Ihya‟ Ulumuddin 1. Singapura: Kharomain.

Harefa, Andreas. 2002. Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup. Jakarta: Gramedia.

Hasana. 2013. Implementasi Nilai-nilai Karakter Di Perguruan Tinggi. Jurnal

Pendidikan Karakter: Vol. III. No. 2

Hazlitt, Henry. 2003. Moralitas, terj. Cuk Ananta Wijaya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

ii

J. Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualikatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Lailia Wahdatin, Erwin.2014. Internalisasi Pendidikan Karakter pada Sentry

Menurut Syeh Burhanuddin al-Zarnuji Dalam Kitab Ta‟lima al-

Muta‟allim. Skripsi pada FTIK PAI IAIN Tulungagung.

Marzuki. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Diambil dari,

http:.//staff.uny.ac.id./sites/defaut/pengabdian/dr-marzuki-mag

Muhaji, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualikatif. Yogyakarta: Rake

Sursin.

Mulyatiningsih, Endang. Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk Usia

Anak-Anak, Remaja, dan Dewasa. Diambil dari, http:.//staff.uny.ac.id./

Munif, Abdul. 2011. Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut al-Zarnuji.

Skripsi FTIK IAIN Walisongo Semarang.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan

Mulidimesional. Jakarta: Bumi Aksara.

Mu‟izzudin, Moch. 2012. Etika Belajar dalam Kitab Ta‟lim Muta‟alim. : al-

Ittijah: Vol. 1. No. 2.

Majid, Abdul, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandug: Remaja

Rosda Karya.

Muhdar HM. 2013. Pendidikan Karakter Menuju SDM Paripurna. Jurnal Al-

Ulum: 13. No. 1.

Mu‟alifah, Illun. Integritas Pendidikan Islam dan Barat (Studi Atas Pemikiran

iii

Zarnuji dan John Dewey). Diambil dari, http://Staff.uinsby.ac.id/

Nata, Abuddin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam (Kapita Selekta Pendidikan

Islam). Jakarta: Raja Grafindo.

Nandia, Anisa. 2013. Etika Terhadap Guru (Analiss Kitab Ta‟lim Muta‟alim

Karangan Syikh Az Zarnuji). Skeipsi Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

Noer, Hery Aly. 2012. Penciptaan Lingkungan Edukatif dalam Pembentukan

Karakter (Studi Terhadap Pemikiran Ibnu Jam‟ah. Jurnal Tsaqofah: Vol.

8. No. 1.

Qosim, Abi Abdul Karim. T.Th. Risalatul Qusyairiyah. Singapura-Jedah:

Kharomain.

Saihat, Hilyatus. 2008. Konsep Memulyakan Guru Menurut al-Zarnuji dalam

itab Ta‟lim al-Muta‟allim. Sekripsi Falkultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang.

Sarbaini, Syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-nilai

Karakter Bangsa) Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Samani, muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karaktert.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sastrapadja, M. 1978. Kamus Istilah Pendidikan dan Umum. Surabaya: Usaha

Nasional.

Sarjono. 2005. Nilai-nilai Dasar Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam: Vol. II.

No.2

Soewandi, Slamet, dkk. 2005. Pelangi Pendidikan. Yogyakarta: Universitas

iv

Sanata Dharma.

Sugiono. 2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualikatif. dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Palmquis, Stepen. 2000. Pohon Filsafat, terj. Muhammad Shodiq. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Partanto, A. dan M. Dahlan Al-Bary. 1994. Kamus Ilmiah Popular. Surabaya:

Arkola.

Syamsudin. 2012. Konsep Pendidikan al-Zarnuji dan Ibnu Tamimiyah. Vol. I.

no.1, Diambil Dari, http://uin-alauddin.ac.id/

UU No. 20 Tahun 2003. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra

Umbara.

Wiriyanto, Dicky. 2013. Konsep Pedogogig al-Zarnuji. Islamic Studies Journal:

Vol. I.no. 2

Zamroni, dkk. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.

Yogyakarta: UNY Press.

Al-Zarnuji. 2007. Ta‟lim al-Muta‟alillim. Bairut: At-Dar al-Kutub al-Islamiyah.

Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2009. Pendidikan Karakter. UNY Press.

Zuchdi, Darmiyati. 2013. Pendidikan Karakter ( Konsep Dasar dan Implementasi

Di Perguruan Tinggi. Yogyakarta. UNY Press.

Nur, Muhammad Ihwan Muslim. Syuro dalam Pandangan Islam dan Demokrasi,

diakses dari http://muslim.or.com )

http:articles.islamweb.net

Http://kkbi.web.id.com

v

http:almoslim.net/node/160472

http://belajarpsikologi.com

http://tatangjm.wordpress.com

http://lingkedin.com

vi

vii