sejarah perkembangan hukum agraria di indonesia

10
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA A. SEBELUM PROKLAMASI KEMERDEKAAN (1945) Pada masa penjajahan Belanda, terdapat dualisme hukum yang berlaku di Indonesia yaitu berlakunya hukum agraria barat di satu pihak dan hukum agraria menurut hukum adat di pihak lain. Hukum agraria barat berlaku bagi warga negara Belanda dan orang-orang asing lainnya yang tunduk pada hukum barat, termasuk bagi mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Barat seperti Jepang. Sedangkan hukum agraria menurut hukum adat berlaku bagi warga negara asli (pribumi). Hukum barat dikodifikasikan dalam Burgerlijk Wetboek (B.W) sedangkan hukum adat merupakan hukum rakyat asli yang tidak tertulis. 1. Peraturan-peraturan Agraria yang Berlaku di Daerah Pemerintahan Langsung Agrarische Wet Agrarische Wet merupakan dasar bagi hukum agraria pemerintah Belanda yang dibuat di negri Belanda pada tahun 1870 (Stb.tahun 1870 no.55). Agrarische Wet lahir atas desakan modal besar swasta pada waktu dijalankan stelsel tanam paksa pada pertengahan abad 19. Tujuan Agrarische Wet adalah: membuka kemungkinan kepada pemodal besar asing untuk berkembang di Indonesia membuka kemungkinan bagi pegusaha untuk menyewa tanah dari rakyat.terutama untuk tebu dan tembakau melindungi hak-hak rakyat Indonesia asli, karena tanpa perlindungan itu dikhawatirkan rakyat akan menghilangkan tanahnya sama sekali yang dapat menimbulkan akibat berbahaya bagi pemerintah. Sedangkan prinsip yang diemban dalam Agrrische Wet

Upload: alvin-mediadi

Post on 31-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hukum Agraria

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

A. SEBELUM PROKLAMASI KEMERDEKAAN (1945)

Pada masa penjajahan Belanda, terdapat dualisme hukum yang berlaku di Indonesia yaitu berlakunya hukum agraria barat di satu pihak dan hukum agraria menurut hukum adat di pihak lain. Hukum agraria barat berlaku bagi warga negara Belanda dan orang-orang asing lainnya yang tunduk pada hukum barat, termasuk bagi mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Barat seperti Jepang. Sedangkan hukum agraria menurut hukum adat berlaku bagi warga negara asli (pribumi). Hukum barat dikodifikasikan dalam Burgerlijk Wetboek (B.W) sedangkan hukum adat merupakan hukum rakyat asli yang tidak tertulis.

1. Peraturan-peraturan Agraria yang Berlaku di Daerah Pemerintahan Langsung

Agrarische WetAgrarische Wet merupakan dasar bagi hukum agraria pemerintah Belanda yang dibuat di negri Belanda pada tahun 1870 (Stb.tahun 1870 no.55). Agrarische Wet lahir atas desakan modal besar swasta pada waktu dijalankan stelsel tanam paksa pada pertengahan abad 19.Tujuan Agrarische Wet adalah:membuka kemungkinan kepada pemodal besar asing untuk berkembang di Indonesiamembuka kemungkinan bagi pegusaha untuk menyewa tanah dari rakyat.terutama untuk tebu dan tembakaumelindungi hak-hak rakyat Indonesia asli, karena tanpa perlindungan itu dikhawatirkan rakyat akan menghilangkan tanahnya sama sekali yang dapat menimbulkan akibat berbahaya bagi pemerintah.Sedangkan prinsip yang diemban dalam Agrrische Wet antara lain :Memberi kesempatan pihak swasta agar mendapatkan tanah luas dengan sewa murahHak pakai (menyewa tanah)Pemerintah boleh mengambil tanah rakyat untuk kepentingan umumGolongan bumi putera diberi kesempatan mengkonvensi HAT

Page 2: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

untuk menjadi egendom.Agrarische BesluitPelaksanaan daripada ketentuan-ketentuan Agrarische Wet ini diatur dalam berbagai peraturan dan keputusan. Salah satu yang terpenting ialah Koningklijke Besluit yang terkenal dengan nama Agrarische Besluit dan dimuat dalam Stb no.118. Di dalam Agrarische Besluit pasal 1 termuat pernyataan penting yang terkenal dengan sebutan “Domein Verkaling“, yang berisi ketentuan bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan eigendomnya maka tanah tersebut domeinnya, adalah domein negara.Disamping domein verkaling yang bersifat umum di dalam perundang undangan agraria Barat masih terdapat lagi pernyataan domein yang khusus berlaku bagi daerah-daerah tertentu yang disebut Speciale Domein Verkaling. Pernyataan ini terdapat di dalam pasal 1dari beberapa Ordonansi Erfpacht sebagai berikut:untuk Sumatra (Stb tahun 1874 no 94f)untuk kresidenan menado (Stb.tahun 1877 no 55)untuk keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur (Stb tahun 1888 no 58)Domein Verkaling mempunyai beberapa fungsi:sebagai landasan negara untuk memberi hak-hak barat seperti:hak eigondom,hak opstal, hak erfpacht dan lain-lain. Menurut pemerintah Hindia Belanda hanya satu eigenaar (pemilik) saja yang dapat memberikan tanah dengan hak barat,oleh sebab itu perlu negara yang menyatakan dirinya sebagai eigenaruntuk keperluan pembuktian sehingga negara tidak perlu membuktikan hak eigondomnya dalam suatu perkara. Pihak lainlah yang harus membuktikan haknya itu2. Peraturan Agraria di Daerah SwaprajaDalam tahun 1918 dikeluarkan ordonansi yang mula-mula diberi nama Grondhur Reglementvoor de Residentie Soerakarta en Yogyakarta yang diundangkan dalam Staatsblad Tahun 1918 No. 20 dan pada tahu 1928 diubah namanya menjadi Vorstenlands Grondhur Reglement (V.G.R). Dengan peraturan ini pengusaha asing dapat memperoleh hak atas tanah dengan cara Konversi. Maksudnya ialah pergantian/perubahan hak atas tanah,yaitu memperkenankan kepada pengusaha asing untuk memakai dan mengusahakan tanah tertentu melalui Beschikking dari Raja.

Page 3: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

B. SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN (17 AGUSTUS 1945) SAMPAI 24 SEPTEMBER 1960

Pada tahun 1948, usaha-usaha yang konkret menyusun dasar-dasar Hukum Agraria yang akan menggantikan Hukum Agraria warisan dari pemerintah kolonial, diwujudkan dalam bentuk Panitia Agraria.Panitia Agraria YogyakartaPanitia ini dibentuk karena adanya Penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1948 No. 16. Panitia Agraria Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodiharjo.Tugas dari panitia ini yaitu untuk memberi pertimbangan kepada pemerintah mengenai soal-soal hukum tanah pada umumnya; merancang dasar-dasar hukum tanah yang memuat politik agraria Negara Republik Indonesia; merancang perubahan, pergantian, pencabutan peraturan-peraturan lama, baik dari sudut legislative maupun sudut praktik dan menyelidiki soal-soal lain yang berhubungan dengan hukum tanah.Beberapa usulan asas-asas yang merupakan Hukum Agraria, antara lain :1) Dilepaskannya asas domein dan pengakuan hak ulayat.2) Diadakannya peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat yaitu hak milik yang dapat dibebani hak tanggungan.3) Diadakan penyelidikan dalam peraturan-peraturan Negara lain.4) Perlu diadakan penetapan luas minimum tanah untuk menghindarkan pauperisme diantara petani kecil dan memberi tanah yang cukup untuk hidup yang layak.5) Perlunya penetapan luas maksimum6) Menganjurkan untuk menerima skema hak-hak tanah yang diusulkan oleh Sarimin Reksodiharjo.7) Perlunya diadakan registrasi tanah milik dan hak-hak menumpang yang penting.Panitia Agraria JakartaPanitia ini dibentuk dengan pertimbangan, Panitia Agraria Yogyakarta tidak sesuai lagi dengan keadaan Negara. Maka tanggal 19 Maret 1951 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36/1951 Panitia Agraria Yogyakarta dibubarkan dan dibentuk panitia baru yang berkedudukan di Jakarta, panitia ini masih diketuai oeh Sarimin Reksodiharjo. Pada

Page 4: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

dasarnya tugas panitia ini hamper sama dengan Panitia Agraria Yogyakarta.Kesimpulan panitia mengenai soal tanah untuk pertanian kecil (rakyat), yaitu :8) Mengadakan batas minimum.9) Ditentukan pembatasan maksimum 25 hektar untuk satu keluarga.10) Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk warga Indonesia.11) Untuk pertanian kecil diterima bangunan-bangunan hukum : hak milik, hak usaha, hak sewa dan hak pakai.12) Hak ulayat disetujui untuk diatur oleh atau atas kuasa undang-undang sesuai dengan pokok-pokok dasar Negara.Panitia SoewahjoMelalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 55/1955 pada tanggal 29 Maret 1955 dibentuklah Kementrian Agraria yang tugasnya mempersiapkan pembentukan perundang-undangan agrarian nasional.Pada masa jabatan Menteri Agraria Goenawan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 14 Januari 1956 No. 1/1956. Panitia Agraria Jakarta dibubarkan dan dibentuk panitia baru yang diketuai Soewahjo Soemodilogo.Tugas utamanya mempersiapkan rencana undang-undang Pokok Agraria yang nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu satu tahun.Tahun 1957 panitia telah berhasil menyusun naskah Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria, pokok-pokoknya adalah :13) Dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat yang harus ditundukkan pada kepentingan umum (Negara).14) Asas domein diganti dengan hak kekuasaan Negara.15) Dulisme hukum agraria dihapuskan.16) Hak-hak atas tanah : hak milik sebagai hak yang terkuat yang berfungsi sosial, ada hak usaha, hak bangunan dan hak pakai.17) Hak milik hanya boleh dipunyai oleh orang-orang warganegara Indonesia.18) Perlunya diadakan penetapan batas maksimum dan minimum luas tanah yang boleh menjadi milik seseorang atau badan hukum.19) Tanah pertanian pada asasnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh pemiliknya.

Page 5: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

20) Perlu diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah.Rancangan SoenarjoDengan adanya perubahan mengenai sistematika dan rumusan beberapa pasal. Rancangan panitia Soewahjo tersebut diajukan oleh Menteri Agraria Soenarjo. Rancangan Soenarjo telah dibicarakan dalam sidang pleno DPR pada tingkat Pemandangan Umum babak pertama.Untuk melanjutkan pembahasannya DPR membentuk suatu panitia ad-hoc. Sejak itu pembicaraan RUU UUPA dalam sidang pleno menjadi tertunda dan ditarik kembali oleh kabinet.Rancangan SadjarwoDalam bentuk yang lebih sempurna dan lengkap diajukanlah Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria yang baru oleh Menteri Agraria Sadjarwo. Rancangan tersebut disetujui oleh Kabinet Inti dan Kabinet Pleno dan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).Rancangan Sadjarwo secara tegas menggunakan Hukum Adat sebagai dasarnya, berbeda dengan rancangan Soenarjo yang tidak tegas konsepsi yang melandasinya.Pengesahan dan pengundanganSetelah selesai dilakukannya pembahasan dan pemeriksaan pendahuluan, pada tanggal 14 September 1960 dengan suara bulat DPR-GR menerima baik Rancangan UUPA yang diajukan oleh Sadjarwo.Pada tanggal 24 September 1960 Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui DPR-GR tersebut disyahkan oleh Presiden Soekarno menjadi Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang kemudian disingkat dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

 Sesungguhnya ,semangat dan jiwa UUPA pada hakekatnya bersifat kerakyatan,populistik (dalam arti komunistik,sekaligus bukan kapitalistik).Kerangka UUPA itu disusun dalam kondisi yangada saat itu.Sebagai sebuah Undang-Undang yang berisi peraturan-peraturan dasar .,diperlukan penjabaran lebh lanjut.Namun,sebagian besar hal itu belum sempat tergarapkeburu terjadi pergantian pemerintah dari yang lama ke pemerintahan Orde Baru yang mengambil dasar keebijakanyang sama sekali berbeda.MASA ORDE BARU

Page 6: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

Belum sampai terlaksana sepenuhnya apa yang diprogramkan dalam Reformasi Agraria padamasa Orde Lama,terjaditragedi nasional dalam tahun 1965,yang melahirkan Orde Baru.Penguasa OrdeBaru mewarisi situasi nasional dalam keadaan perekonomiaan Negara yang menyedihkan dankonstelasi politik yang dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945.Ciri kebijakan pemerintah Orde Baru ditandai oleh dua hal pokok.Pertama : Secara umum,strategi pembanguannya mengandalkan kepada bantuan, hutang, dan investasi dari luar negeri, dan bertumpu kepada ³yang besar´(betting on the strong), tidak berbasis pada potensi rakyat.Kedua :Khusus dalam hal kebijakan masalah Agraria,dsadari oleh tidak oleh para perumus kebijakan padamasa awal Orde Baru itu, Indonesia mengambil jalan apa yang sekarang dikenal sebagai ³ By-passApproach´, atau pendekatan jalan pintas.Alur pemikiran pendekatan ini adalah sebagai berikut :reforma agraria umumnya lahir sebagai respon terhadap suatu stuktur agraria yang terasa tidak adil,yang pada gilirannya berpotensi bagi terjadinya konflik agraria.Untuk menangani konflik agraria , orang harus memahami dulu apa maknanya.Penganut pendekatan jalan pintas berpandangan bahwa(sebagai asumsi dasar) makna konflik agraria adalahmasalah pangan.Karena itu, buat apa susah suah melakukan reforma agraria?Kita tangani saja secaralangsung masalah pangan.Kebetulan lahirnya Orde Baru bersamaan waktunya dengan Revolusi Hijaudi Asia.Maka diambillah jalan pintas,mengusahakan tercapainya swasembada pangan melalui RevolusiHijau tanpa Reforma Agraria.Swasembada pangan memang pernah dicapai,namun ternyata konflik agraria bukannya lenyap melainkan justru terjadi dimana-mana.Salah satu produk hokum pertama Penguasa Orde Baru adalah Undang-Undang Nomor 5Thun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.Dalam praktek pelaksanaan nya Undang ± Undang tersebut juga menimbulkan kenyataan perlakuan yang tidak adil pada masyarakat hokum adatdan warganya,yang tanah ulayatnya diberikan dengan Hak Pengusahaan Hutan kepada pengusaha.(bertentangan dengan UUPA).Ketentuan-ketentuan landreform,biarpun formal tidak dicabut selama Era Orde Baru tidak tampak dilaksanakan,dengan segala akibatnya dalam penguasaan tanah-tanah pertanian, baik yangmengenai batas luas maupun lokasinya.Biarpun kebijakan pembangunan dan pelaksanaannya berbeda

 dengan semangat yang mealndasi UUPA ,tetapi undang-undang tersebut dan peraturan-peraturan pelaksanaannya selama Orde Baru masih dapat memberikan dukungan legal yang diperlukan tanpamengalami perubahan formal substansinya.MASA ORDE REFORMASIOrde Reformasi tampak membawa perombakan yang asasi dalam kebijakan pembangunannasional di bidang ekonomi,sebagai yang ditetapkan dalam

Page 7: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

kebijakan pembangunan nasional di bidangekonomi, sebagai yang ditetapkan dalam TAAP MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Politik EkonomiDalam Rngka Demokrasi Ekonomi, yang berbeda benar dengan kebijakan pembangunan ekonomiOrde Baru.TAP MPR tersebut ditetapkan atas dasar pertimbangan,bahwa pelaksanaan DemokrasiEkonomi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945 belum terwujud.Dinyatakan dalam TAPMPR tersebut, bahwa politik ekonomi mencakup kebijaksanaan , strategi dan pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional sebagai perwujudan dari prinsip-prinsip dasar DemokrasiEkonomi,yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak, untuk sebesar besarnya kemakmuranrakyat,sebagaimana dimaksud dalma pasal 33 UUD 1945.Politik Ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional ,agar teerwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar  jumlahnya,serta terbentuk keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomiyang meliputi usaha kecil,menengah dan koperasi, usaha besar swasta san Badan Usaha Milik Negara,yang saling memperkuat untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efisiensi nasional yang berdayasaing tinggi.Pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya,harus dilaksanakan secaraadil dengan menghlangkan segala bentuk penguasaan dan kepemilikan dalam rangka pengembangankemampuan ekonomi usaha kecil,memengah, kopersi,serta masyarakat luas.Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat,yang mampumelibatkan serta memberi sebesar besarnya kemakmuaran bagi usaha kecil, menengah, dam koperasi.Demikian garis besar kebijakan pembangunan bidang ekonomi Orde Reformasi, yang berbeda benar dengan kebijakan Penguasa Orde Baru, tetapi sejalan dengan semngat yang terkandung dalamUUPA,sebagai yang dikemukakan di atas.Kebijakan Orde Reformasi tentang keberpihakan pada rakyat banyak,khususnya usaha kecilmenengah dan koperasi.Tanpa mengabaikan peranan usaha besar danBadan Usaha Milik Negara.Kebijakan di bidang ekonomi sebagaimana yang dikemukakan di atas kiranya sesuai dengansemngat yang melandasi Hukum Tanah yang ada sekarang,yang konsepsi,asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokoknya dituangkan dalam UUPA.Maka reformasi di bidang Hukum Tanah yang perludiadakan ,bukan merupakan kegiatan perombakan, melainkan penyempurnaan lembaga dan ketentuan-ketentuanya, hingga bias memberikan dukungan legal dan substansial yang lebih mantap bagi

 terwujudnya tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan ekonomi baru ,yang kembali kepada pengutamaan kepentingan rakyat banyak.Dalam rangka mewujudkan tujuan kebijakan Orde Reformasi di atas,penyempurnaan yangdimaksud yaitu,antara lain berupa penyelesaian pembentukan undang-undang yang mengatur Hak Milik atas tanah, penegasan dan pemasyarakatan

Page 8: Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia

asas-asas dan tata cara perolehan tanahuntuk berbagaikeperluan pembangunan,pengaturan penanganan tanah, pembatasan pemilikan tanah non pertanian,penyempurnaan ketentuan mengenai pembardayaan tanah-tanah terlantar,penyesuaianketentuan-ketentuan landeform dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan pembangunan serta pengaturan kembali pembagian kewenangan di bidang pertanahan dalam rangka dekonsentrasi danmedebewind.