sejarah perkembangan birokrasi di indonesia

18
Perkembangan Birokrasi di Indonesia Pendahuluan Jika kita mendengar kata ”Birokrasi” maka langsung yang ada dalam pikiran kita adalah bahwasanya kita berhadapan dengan suatu prosedur yang berbelit-belit, dari meja satu ke meja lainnya, yang ujung-ujungnya adalah biaya yang serba mahal (hight cost). Pendapat yang demikian tidaklah dapat disalahkan seluruhnya, namun demikian apabila orang-orang yang duduk dibelakang meja taat pada prosedur dan aturan serta berdisiplin dalam menjalankan tugasnya, maka birokrasi akan berjalan lancar dan ”biaya tinggi” akan dapat dihindarkan. Untuk mengeliminasi pemikiran yang demikian, marilah kita sejenak mencerna pendapat para ahli mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan birokrasi. 1. Bintoro Tjokroamidjojo Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) ”Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang”. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, 1

Upload: arissekti

Post on 26-Jun-2015

3.619 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

Perkembangan Birokrasi di Indonesia

Pendahuluan

Jika kita mendengar kata ”Birokrasi” maka langsung yang ada dalam

pikiran kita adalah bahwasanya kita berhadapan dengan suatu prosedur yang

berbelit-belit, dari meja satu ke meja lainnya, yang ujung-ujungnya adalah biaya

yang serba mahal (hight cost). Pendapat yang demikian tidaklah dapat disalahkan

seluruhnya, namun demikian apabila orang-orang yang duduk dibelakang meja

taat pada prosedur dan aturan serta berdisiplin dalam menjalankan tugasnya, maka

birokrasi akan berjalan lancar dan ”biaya tinggi” akan dapat dihindarkan. Untuk

mengeliminasi pemikiran yang demikian, marilah kita sejenak mencerna pendapat

para ahli mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan birokrasi.

1. Bintoro Tjokroamidjojo

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) ”Birokrasi dimaksudkan untuk

mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh

banyak orang”. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi

adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir.

Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh

banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam

penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi.

2. Blau dan Page

Blau dan Page (1956) mengemukakan ”Birokrasi sebagai tipe dari suatu

organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif

yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan

dari banyak orang”. Jadi menurut Blau dan Page, birokrasi justru untuk

melaksanakan prinsip-prinsip organisasi yang ditujukan untuk

meningkatkan efisiensi administratif, meskipun kadangkala di dalam

pelaksanaannya birokratisasi seringkali mengakibatkan adanya

ketidakefisienan.

1

Page 2: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

3. Ismani

Dengan mengutip pendapat dari Mouzelis, Ismani (2001) mengemukakan

”Bahwa dalam birokrasi terdapat aturan-aturan yang rasional, struktur

organisasi dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi

dan setinggi-tingginya. Dari pandangan yang demikian tidak sedikitpun

alasan untuk menganggap birokrasi itu jelek dan tidak efisien”.

Jadi dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah Suatu prosedur yang harus

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat

tercapai secara efektif dan efisien ataupun Keseluruhan aparat pemerintah, baik

sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari

pemerintah karena statusnya itu.

Birokrasi di Indonesia awalnya sebagaimana diperkenalkan oleh budaya

Eropa di mulai dari masa-masa kolonial antara lain dengan masa cultuurstelsel,

masa desentralisasi dan emansipasi, masa pemerintah pusat (centraal bestuur),

masa binnenlands bestuur dan ambtskostuum binnenlands bestuur, masa

pendudukan bala tentara Jepang dan kemudian masa dimana setelah proklamasi

kemerdekaan 17 Agustus 1945 pemerintahan Indonesia melalui Kasman

Singodimedjo ketua KNIP pada 25 September 1945 mengumumkan bahwa

presiden Indonesia memutuskan bagi keseluruhan pegawai-pegawai pemerintahan

terdahulu dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi pegawai

pemerintahan Indonesia.

Dalam sebuah Negara, birokrasi diperlukan sebagai alat Negara dalam

penyelenggaraan negara dan melayani masyarakat. Negara tercipta atas kontrak

sosial yang menghendaki terciptanya kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk

melayani kepentingan rakyat inilah, Negara memerlukan sebuah unit

pemerintahan atau yang dikenal dengan birokrasi. Dalam kehidupan berbagai

negara bangsa di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang sebagai wahana

utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa

dan dalam hubungan antar bangsa. Birokrasi bertugas menerjemahkan berbagai

keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan

pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional,

2

Page 3: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

efektif, dan efisisen. Oleh sebab itu, disadari bahwa birokrasi merupakan faktor

penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam

mewujudkan pemerintahan yang bersih atau clean government dalam keseluruan

skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance).

Penyelenggaraan pemerintahan di setiap Negara dalam menjalankan

fungsinya melayani kepentingan masyarakat selalu berbeda tergantung pengaruh

pengalaman sejarahnya serta kondisi sosial politik Negara tersebut. Negara yang

pernah mengalami masa kolonialisme pasti pada awal terbentuknya Negara

memiliki corak birokrasi warisan kolonial. Begitu juga halnya dengan Indonesia.

Dalam perspektif sejarah bangsa, birokrasi di Indonesia adalah warisan kolonial

yang sarat kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi

yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa

daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Dalam praktiknya, struktur dan

proses yang dibangun merupakan instrumen untuk mengatur dan mengawasi

perilaku masyarakat, bukan sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam

tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan misi

utama birokrasi yang dibangun oleh kolonial adalah untuk mempertahankan

kekuasaan dan mengontrol perilaku individu.

3

Page 4: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

Pembahasan

A. Birokrasi Masa Orde Lama

Setelah memperoleh kemerdekaan, Negara ini berusaha mencari format

pemerintahan yang cocok untuk kondisi saat itu. Berakhirnya masa pemerintahan

kolonial membawa perubahan sosial politik yang sangat berarti bagi kelangsungan

sistem birokrasi pemerintahan. Perbedaan–perbedaan pandangan yang terjadi di

antara pendiri bangsa di awal masa kemerdekaan tentang bentuk Negara yang

akan didirikan, termasuk dalam pengaturan birokrasinya, telah menjurus ke arah

disintegrasi bangsa dan keutuhan aparatur pemerintahan.

Pada masa awal kemerdekaan, Negara ini mengalami perubahan bentuk

Negara, dan ini yang berimplikasi pada pengaturan aparatur Negara atau birokrasi.

Perubahan bentuk Negara dari kesatuan menjadi federal berdasarkan konstitusi

RIS melahirkan dilematis dalam cara pengaturan aparatur pemerintah. Setidak-

tidaknya terdapat dua persoalan dilematis menyangkut birokrasi pada saat itu.

Pertama, bagaimana cara menempatkan pegawai Republik Indonesia yang telah

berjasa mempertahankan NKRI, tetapi relatif kurang memiliki keahlian dan

pengalaman kerja yang memadai. Kedua, bagaimana menempatkan pegawai yang

telah bekerja pada Pemerintah belanda yang memiliki keahlian, tetapi dianggap

berkhianat atau tidak loyal terhadap NKRI.

Selain perubahan bentuk Negara, berganti-gantinya kabinet mempengaruhi

jalannya kinerja pemerintah. Seringnya terjadi pergantian kabinaet menyebabkan

birokrasi sangat terfragmentasi secara politik. Kinerja birokrasi sangat ditentukan

oleh kekuatan politik yang berkuasa pada saat itu. Di dalam birokrasi tejadi tarik-

menarik antar berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada masa itu.

Banyak kebijakan atau program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa

kepentingan politik dari partai yang sedang berkuasa atau berpengaruh dalam

suatu departemen.

Dalam memandang model birokrasi yang terjadi seperti ini, Karl D Jackson

menyebutnya sebagai bureaucratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana

negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat

dari politik dan pemerintahan. Jika melihat peta politik pada masa orde lama,

peran seorang presiden sangat dominan dalam mengatur segala kebijakan baik

4

Page 5: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

dari tingkat daerah hingga pusat terkendali di tangan seorang Presiden. Sistem ini

dikenal sebagai sistem demokrasi terpimpin.

Dalam tataran kinerja birokrasi di bawahnya, segala program departemen

yang tidak sesuai dengan garis kebijakan partai yang berkuasa dengan mudah

dihapuskan oleh menteri baru yang menduduki suatu departemen. Birokrasi pada

masa itu benar-benar mengalami politisasi sebagai instrumen politik yang

berkuasa atau berpengaruh. Dampak dari sistem pemerintahan parlementer telah

memunculkan persaingan dan sistem kerja yang tidak sehat di dalam birokrasi.

Birkrasi menjadi tidak professional dalam menjalankan tugas-tugasnya, birokrasi

tidak pernah dapat melaksanakan kebijakan atau program-programnya karena

sering terjadi pergantian pejabat dari partai politik yang memenangkan pemilu.

Setiap pejabat atau menteri baru selalu menerapkan kebijakan yang berbeda dari

pendahulunya yang berasal dari partai politik yang berbeda. Pengangkatan dan

penempatan pegawai tidak berdasarkan merit system, tetapi lebih pada

pertimbangan loyalitas politik terhadap partainya.

Kekuatan politik pada saat itu yang ada adalah Sokarno sebagai seorang

Presiden berikut kekuatan pendukungnya, PKI, dan TNI. Namun kekuatan politik

terbesar ada pada presiden serta PKI sebagai partai terbesar setelah PNI. Tak

heran jika untuk memperkuat posisi kekuasaan presiden, Soekarno “memelihara”

PKI sebagai kekuatan pendukung. Untuk dapat mengontrol rakyat yang kritis dan

dianggap membahayakan, dibentuklah serikat-serikat atau organisasi yang

berbasiskan profesi, atau perkumpulan lainnya yang bertujuan sebaai penampung

aspirasi mereka.

B. Birokrasi Masa Orde Baru

Birokrasi di Indonesia, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah,

sepanjang Orde Baru kerap mendapat sorotan dan kritik yang tajam karena

perilakunya yang tidak sesuai dengan tugas yang diembannya sebagai pelayan

masyarakat. Sehingga apabila orang berbicara tentang birokrasi berkonotasi

negatif. Birokrasi adalah lamban, urusan yang berbelit-belit, menghalangi

kemajuan, cenderung memperhatikan prosedur dibandingkan substansi, dan tidak

efesien.

5

Page 6: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

Melihat realitas birokrasi di Indonesia, sedikit berbeda dengan pendapat

Karl D. Jackson, Richard Robinson dan King menyebut birokrasi di Indonesia

sebagai bureaucratic Authoritarian. Ada juga yang menyebutnya sebagai birokrasi

patrimonial. Pada masa orde baru, sistem politik didominasi atau bahkan

dihegemoni oleh Golkar dan ABRI. Kedua kekuatan ini telah menciptakan

kehidupan politik yang tidak sehat. Hal itu bisa dilihat adanya hegemonic party

system diistilahkan oleh Afan Gaffar (1999). Sedangkan menurut William Liddle,

kekuasaan orde baru terdiri dari (1) kantor kepresidenan yang kuat, (2) militer

yang aktif berpolitik, dan (3) birokrasi sebagai pusat pengambilan kebijakan

(dalam Maliki, 2000: xxiii) .

Pada masa orde baru ini terlihat sekali terjadinya politisasi terhadap

birokrasi yang seharusnya lebih berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Jajaran

birokrasi diarahkan sebagai instrument politik kekuasaan Soeharto pada saat itu.

Seperti dalam pandangan William Liddle, bahwa Soeharto sebagai politisi yang

mempunyai otonomi relatif, merupakan pelaku utama transformasi—meskipun

tidak penuh—model pemerintahan yang bersifat pribadi kepada yang lebih

terinstitusionalisasi. Birokrasi dijadikan alat mobilisasi masa guna mendukung

Soeharto dalam setiap Pemilu. Setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah anggota

Partai Golkar. Meskipun pada awalnya, Golkar tidak ingin disebut sebagai partai,

tetapi hanya sebagai golongan kekaryaan. Namun permasalahannya, Golkar

merupakan kontestan Pemilu dan itu berarti dia adalah partai politik.

Pada masa orde baru, pemerintahan yang baik belum terlaksana. Misalnya

saja dalam pelayanan dan pengurusuan administrasi masih saja berbelit-belit dan

memerlukan waktu yang lama. Membutuhkan biaya tinggi karena ada pungutan-

pungutan liar. Pembangunan fisik pun juga masih sering terbengkalai atau lamban

dalam perbaikan. Masih banyak KKN yang terjadi dalam lingkungan birokrasi

khususnya dalam sektor pelayanan publik, hal ini seperti yang dilaporkan oleh

ICW (Indonesia Corruption Watch) pada tahun 2000.

Hasil penelitian dari PERC (Political and Economic Risk Consultancy,

2000) yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi

tertinggi dan sarat kroniisme dengan skor 9,91 untuk korupsi; dan 9,09 untuk

6

Page 7: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

kroniisme diantara negara-negara Asia, dengan skala penilaian yang sama antara

nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Hasil penelitian tersebut,

menempatkan Indonesia pada peringkat bawah atau tergolong pada negara dengan

tingkat korupsi yang sangat parah. Selain itu, menurut penelitian tersebut, masalah

korupsi juga terkait erat dengan birokrasi. Dalam hubungan ini birokrasi

Indonesia dinilai termasuk terburuk. Di tahun 2000 Indonesia memperoleh skor 8

(yaitu kisaran skor nol untuk terbaik dan 10 untuk yang terburuk) yang berarti

jauh dibawah rata-rata kualitas birokrasi di negara-negara Asia.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa masa orde baru, peran birokrasi di bidang

politik sangat menonjol. Di lain pihak, peran partai politik dan parlemen lemah.

Sistem pemerintahan yang sentralistis didukung penuh oleh sistem birokrasi yang

menganut monoloyalitas kepada Partai Golkar. Akhirnya, birokrasi Orde Baru

hanya menjadi instrumen hegemonik berupa aparatur negara yang mendukung

otoritarianisme.

C. Birokrasi Era Reformasi

Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya Reformasi, akan diikuti pula

dengan perubahan besar pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, baik yang menyangkut dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi

maupun kultural. Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi dalam

berhadapan dengan masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan

mengingat birokrasi mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis

multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini. Namun, harapan

terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana

birokrasi di Negara – Negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan.

Osborne dan Plastrik ( 1997 ) mengemukakan bahwa realitas sosial, politik dan

ekonomi yang dihadapi oleh Negara – Negara yang sedang berkembang seringkali

berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di negara maju.

Realitas empirik tersebut berlaku pula bagi birokrasi pemerintah, dimana kondisi

birokrasi di Negara – Negara berkembang saat ini sama dengan kondisi birokrasi

yang dihadapi oleh para reformis di Negara – Negara maju pada sepuluh dekade

yang lalu. Persoalan birokrasi di Negara berkembang, seperti merajalelanya

7

Page 8: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

korupsi, pengaruh kepentingan politik partisan, sistem Patron-client yang menjadi

norma birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak berdasarkan hubungan

personal daripada faktor kapabilitas, serta birokrasi pemerintah yang digunakan

oleh masyarakat sebagai tempat favorit untuk mencari lapangan pekerjaan

merupakan sebagian fenomena birokrasi yang terdapat di banyak Negara

berkembang, termasuk di Indonesia.

Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi,

tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di

Indonesia. Perkembangan birokrasi kontemporer memperlihatkan bahwa arogansi

birokrasi sering kali masih terjadi. Kasus Brunei Gate dan Bulog Gate setidak –

tidaknya memperlihatkan bahwa pucuk pimpinan birokrasi masih tetap

mempraktikkan berbagai tindakan yang tidak transparan dalam proses

pengambilan keputusan. Birokrasi yang seharusnya bersifat apolitis, dalam

kenyataannya masih saja dijadikan alat politik yang efektif bagi kepentingan –

kepentingan golongan atau partai politik tertentu. Terdapat pula kecenderungan

dari aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau jabatan strategis dalam

birokrasi, terdorong untuk bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindak

KKN. Mentalitas dan budaya kekuasaan ternyata masih melingkupi sebagian

besar aparat birokrasi pada masa reformasi. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk

semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk

dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi. Masih kuatnya kultur

birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat

sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna

jasa yang seharusnya dilayani dengan baik, telah menyebabkan perilaku pejabat

birokrasi menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap masyarakat.

Dalam kondisi pelayanan yang sarat dengan nuansa kultur kekuasaan,

publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur kekuasaan dalam birokrasi

yang dominan membawa dampak pada terabaikannya fungsi dan kultur pelayanan

birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada tataran tersebut sebenarnya berbagai

praktik penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah

secara efektif. Penyelewengan yang dilakukan birokrasi terhadap masyarakat

8

Page 9: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

pengguna jasa menjadikan masyarakat sebagai objek pelayanan yang dapat

dieksploitasi untuk kepentingan pribadi pejabat ataupun aparat birokrasi.

Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan

pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa reformasi. Birokrasi sipil

termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi pemerintahan. Inefisiensi

kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih sering terjadinya

kelambanan dan kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil

yang terlampau besar merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi

terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi. Lambannya kinerja pelayanan birokrasi

dimanifestasikan pada lamanya penyelesaian urusan dari masyarakat yang

membutuhkan prosedur perizinan birokrasi seperti pengurusan sertifikasi tanah,

IMB, HO dan sebagainya.

Sebagian besar aparat birokrasi masih memiliki anggapan bahwa

eksistensinya tidak ditentukan oleh masyarakat dalam kapasitasnya sebagai

pengguna jasa. Persepsi yang masih dipegang kuat aparat birokrasi adalah prinsip

bahwa gaji yang diterima selama ini bukan dari masyarakat tetapi dari pemerintah

sehingga konstruksi nilai yang tertanam dalam birokrasi yang sangat independen

terhadap publik tersebut menjadikan birokrasi memiliki anggapan bahwa

masayarakat-lah yang membutuhkan birokrasi, bukan sebaliknya. Kecenderungan

perilaku birokrasi yang masih tetap korup dan belum mengubah kultur pelayanan

kepada publik, semakin terlihat pada masa reformasi. Birokrasi di Indonesia saat

ini masih dikuasai oleh kekuatan yang begitu terbiasa berperilaku buruk selama

puluhan tahun, birokrasi tidak hanya mengidap kleptomania tetapi juga

antireformasi. Kontraproduktif dalam birokrasi tersebut sangat berpotensi untuk

terjadinya penularan ke seluruh jaringan birokrasi pemerintah baik Pusat maupun

Daerah, baik di kalangan pejabat tinggi maupun di kalangan aparat bawah. Masih

belum efektifnya penegakkan hukum dan kontrol publik terhadap birokrasi,

menyebabkan berbagai tindakan penyimpangan yang dilakukan aparat birokrasi

masih tetap berlangsung.

9

Page 10: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

Penutup

Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh

kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman

kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun

dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan.

Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan

orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga

negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini.

Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara

institusional maupun individu.

Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik

yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi

sipil maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam

mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa

reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang

sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya

penggunaan birokrasi untuk suksesi.

Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan

dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk

merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun

sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk

memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.

Kecenderungan perilaku birokrasi yang masih tetap korup dan belum

mengubah kultur pelayanan kepada publik, semakin terlihat pada masa reformasi.

Birokrasi di Indonesia saat ini masih dikuasai oleh kekuatan yang begitu terbiasa

berperilaku buruk selama puluhan tahun. Birokrasi tidak hanya mengidap

kleptomania tetapi juga antireformasi. Kontraproduktif dalam birokrasi tersebut

sangat berpotensi untuk terjadinya penularan ke seluruh jaringan birokrasi

pemerintah baik Pusat maupun Daerah, baik di kalangan pejabat tinggi maupun di

kalangan aparat bawah. Masih belum efektifnya penegakkan hukum dan kontrol

publik terhadap birokrasi, menyebabkan berbagai tindakan penyimpangan yang

dilakukan aparat birokrasi masih tetap berlangsung.

10

Page 11: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

Daftar Pustaka

Anderson, B.R.O.G. 1983, “Negara Kolonial dalam Baju Orde Baru”,

diterjemahkan dari “Old State New Society: Indonesia’s New Order in

Comparative Historical Perspective”, dalam Journal of Asian Studies Vol. XLIII,

No. 3, May 1983, Hal. 477-496

Departemen Riset dan Kajian Strategis Indonesia Corruption Watch. 2000,

“Laporan Hasil Survey Korupsi di Pelayanan Publik (Studi kasus di Lima Kota:

Jakarta, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, dan Kupang)”.

Gaffar, Afar. 1999, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

Ismani. 2001, “Etika Birokrasi”, Jurnal Adminitrasi Negara Vol. II, No. 1,

September 2001 : 31 – 41.

Kuncoro, Bambang. 2007, “Netralitas Birokrasi dalam Pilkada”, Swara Politika

Volume 10, No. 1, Tahun 2007.

Maliki, Zainuddin. 2000, Birokrasi, Militer, dan Partai Politik dalam Negara

Transisi, Galang Press, Yogyakarta.

Thoha, Miftah. 2003, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.

catatan kaki :

[1] Hal ini diungkapkan oleh Departemen Riset dan Kajian Strategis Indonesia

Corruption Watch. 2000, “Laporan Hasil Survey Korupsi di Pelayanan Publik

(Studi kasus di Lima Kota: Jakarta, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, dan

Kupang)”.

[2] Dikutip dalam Anderson, B.R.O.G. 1983, “Negara Kolonial dalam Baju Orde

Baru”, diterjemahkan dari “Old State New Society: Indonesia’s New Order in

Comparative Historical Perspective”, dalam Journal of Asian Studies Vol. XLIII,

No. 3, May 1983, Hal. 477-496.

11

Page 12: Sejarah Perkembangan Birokrasi di Indonesia

http://duniapolitik-wibiono.blogspot.com/2010/02/potret-politisasi-birokrasi-dari-orde.html

hasil karya bapak Oleh : Agung Hendarto

12