birokrasi pemerintahan pada pemerintah kabupaten/kota (ditinjau dari desentralisasi dan perkembangan...

36
1 Birokrasi Pemerintahan pada Pemerintah Kabupaten/Kota (Tinjauan terhadap Desentralisasi dan perkembangan Birokrasi) BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu dasar pemikiran yang dominan dalam perjalanan evolusi konsep desain organisasi adalah prinsip Max Weber tentang organisasi ideal. Konsep Max Weber tersebut kemudian dikenal dengan istilah birokrasi. Birokrasi itu sendiri berasal dari gabungan kata biro (bureau) yang artinya kantor, tempat kerja, dan krasi (kratia/kratos) yang artinya kekuatan atau peraturan. Sebagai teori manajemen klasik, konsep Max Weber mengenai prinsip organisasi ideal dan birokrasi memberikan fondasi bagi munculnya pemikiran-pemikiran baru perihal desain organisasi. Sayangnya, birokrasi kini identik dengan ketidakefisienan, kaku, dan sikap malas sehingga istilah birokrasi selalu dikonotasikan negatif. Padahal, birokrasi bukan masalah baik atau buruk atau positif-negatif. Ia hanyalah sebuah desain organisasi yang melalui perlakuan tertentu bisa berjalan efisien. Stephen Robbins dalam bukunya Organizational Behavior, mengemukakan 7 (tujuh) prinsip dasar Max Weber

Upload: windafina

Post on 21-Nov-2015

40 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Birokrasi di Indonesia tidak lepas dari peranan feodalisme yang pernah mencengkeram Indonesia selama berabad-abad. Sejak zaman kerajaan hingga zaman pendudukan di bawah kolonial, birokrasi Indonesia kental diwarnai pola patron client. Proses sejarah membuktikan bahwa sosok birokrasi Indonesia masih jauh dari gambaran ideal birokrasi menurut Max Weber.bergulirnya reformasi tahun 1998 berdampak pada setiap sendi ketatanegaraan Indonesia termasuk birokrasi. birokrasi era Orde Baru yang sentralistik diubah dengan birokrasi yang desentralistik dengan memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola dan mengurus daerahnya. Khususnya sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. BErdasarkan UU tersebut, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengurus daerahnya sendiri. , dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, pelayanan umum dan daya saing daerah.

TRANSCRIPT

  • 1

    Birokrasi Pemerintahan pada Pemerintah Kabupaten/Kota

    (Tinjauan terhadap Desentralisasi dan perkembangan Birokrasi)

    BAB I

    Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Salah satu dasar pemikiran yang dominan dalam

    perjalanan evolusi konsep desain organisasi adalah prinsip Max

    Weber tentang organisasi ideal. Konsep Max Weber tersebut

    kemudian dikenal dengan istilah birokrasi. Birokrasi itu sendiri

    berasal dari gabungan kata biro (bureau) yang artinya kantor,

    tempat kerja, dan krasi (kratia/kratos) yang artinya kekuatan

    atau peraturan.

    Sebagai teori manajemen klasik, konsep Max Weber

    mengenai prinsip organisasi ideal dan birokrasi memberikan

    fondasi bagi munculnya pemikiran-pemikiran baru perihal

    desain organisasi. Sayangnya, birokrasi kini identik dengan

    ketidakefisienan, kaku, dan sikap malas sehingga istilah

    birokrasi selalu dikonotasikan negatif. Padahal, birokrasi bukan

    masalah baik atau buruk atau positif-negatif. Ia hanyalah

    sebuah desain organisasi yang melalui perlakuan tertentu bisa

    berjalan efisien.

    Stephen Robbins dalam bukunya Organizational

    Behavior, mengemukakan 7 (tujuh) prinsip dasar Max Weber

  • 2

    yang perlu diterapkan dalam membangun organisasi agar

    dapat mencapai tujuannya. Ketujuh prinsip tersebut adalah1:

    1. Pembagian Kerja. pekerjaan dipecah-pecah sehingga jelas

    pembagian masing-masing anggota

    2. Hirarki kewenangan yang jelas. Struktur organisasi disusun

    bertingkat dan memastikan jabatan yang lebih rendah

    berada di bawah supervisi dan kontrol dari yang lebih

    tinggi. Garis komando dan garis koordinasi diciptakan

    untuk meperjelas alur pelaporan diantara anggota

    organisasi.

    3. Formalisasi yang tinggi. Untuk mengatur perilaku anggota

    organisasi, perlu disusun peraturan dan prosedur formal

    sebagai sebuah sistem. Poin ini sangat relevan dengan

    besaran organisasi. Semakin organisasi tumbuh besar,

    maka perlu ada formalisasi agar semua hal berjalan

    standar.

    4. Impersonal. Tindakan dan keputusan yang berlaku di

    dalam organisasi tidak melibatkan perasaan pribadi. Tidak

    diperbolehkan konflik kepentingan berperan dalam

    pengambilan keputusan

    5. Keputusan personalia berdasarkan kemampuan.

    Keputusan tentang promosi, seleksi, didasarkan atas

    kualifikasi, keberhasilan atau prestasi. Organisasi harus

    menciptakan merit sistem berjalan secara sesuai.

    6. Adanya jenjang karir bagi anggota organisasi. Prinsip ini

    mengasumsikan bahwa keanggotaan organisasi seseorang

    adalah seterusnya (continuous basis). Dengan jenjang karir

    1 Stephen Robbins, Organizational Behaviour, (San Diego State University Prentice Hall International, Inc), diakses dari http://wwwuser.gwdg.de/~uwuf/pdfdatei/orga/Chapt1.pdf,

    pada tanggal 18 Oktober 2013.

  • 3

    diharapkan anggota dapat mengejar karir dan menjaga

    komitmen terhadap organisasi.

    7. Pemisahan yang jelas antara kehidupan pribadi dan

    organisasi. Dalam organisasi ideal, pengambilan keputusan

    dilakukan semaksimal mugkin berjalan rasional. Artinya,

    anggota organisasi harus dapat memisahkan kehidupan

    organisasi dan kehidupan organisasi.

    Budaya birokrasi pemerintah Indonesia sendiri

    terbentuk melalui proses sejarah yang panjang yang dimulai

    dari pemerintahan kerajaan-kerajaan tradisional di Indonesia.

    Pada masa penjajahan, birokrasi pemerintahan diwarnai oleh

    kekuasaan kolonial Belanda dan pemerintahan Jepang hingga

    masa kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Pasca

    kemerdekaan, birokrasi pemerintah Indonesia terus berproses

    dalam rangka mencari bentuk yang ideal hingga diterapkannya

    otonomi daerah sekarang ini.

    Proses sejarah yang panjang telah banyak

    menunjukkan bukti bahwa sosok birokrasi Indonesia masih

    jauh dari gambaran ideal yang digambarkan oleh Max Weber

    sebagaaimana penjelassan diatas. Sosok birokrasi Indonesia

    saat ini masih belum mewakili rakyat Indonesia, justru

    sebaliknya kebanyakan rakyat Indonesia bersifat antipati

    dengan sosok birokrasi ssaat ini. Karena birokrasi yang

    diharapkan bersifat legal rasional, semakin berkembang fungsi

    dan peranannya tidak hanya sekedar instrumen teknis

    penyelenggara administrsi pemerintahan yang terikat

    konstitusi.

    Bergulirnya roda reformasi sejak 1998 menuntut agar

    terjadi perubahan di segala bidang, tidak terkecuali masalah

    birokrasi. Jika birokrasi tidak melakukan perubahan maka ia

    akan memasuki tahap kemelut yang akan merugikan masa

  • 4

    depan sistem politik Indonesia. Mengawali agenda reformasi,

    beberapa undang-undang yang dianggap tidak relevan lagi

    isinya diganti dengan undang-undang yang baru. Di bidang

    pemerintahan, ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun

    1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi

    pada tahun 2004 dengan dikeluarkannya Undang-Undang

    Nomor 32 Tahun 2004 dan pada tahun 2008 dengan

    dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.

    Perubahan tata penyelenggaraan pemerintahan sebagai akibat

    dari adanya otonomi daerah tentu akan membawa berbagai

    konsekuensi yang cukup signifikan bagi para birokrat sebagai

    pelaksana penyelenggara negara.

    Sosok birokrasi yang demikian membutuhkan

    perubahan/reformasi fundamental, yang tidak saja berubah

    pada sistemnya namun juga aparaturnya. Reformasi adalah

    mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik

    daripada yang sudah ada. Dengan berlakunya Undang-Undang

    Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kini

    daerah memiliki kewenangan untuk mengurus daerahnya

    sendiri. Pasal 2 ayat (3) menyebutkan bahwa Pemerintahan

    Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan

    pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan

    meningkatkan kesejahteraan rakyat, pelayanan umum dan

    daya saing daerah. Demi mencapai tujuan tersebut,

    Pemerintahan Daerah memiliki struktur organisasi sebagai

    berikut:

    1. Pemerintahan daerah yang terdiri atas pemerintah daerah

    provinsi dan DPRD provinsi;

    2. Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas

    Pemerintahan daerah kabupaten/kota dan DPRD

    kabupaten/kota.

  • 5

    Dengan struktur organisasi yang demikian,

    bagaimana pemerintah daerah pada tingkat kabupaten/kota

    membenahi aparatur dan infrastuktur agar tercapai tujuan

    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 2004? Karena pada tingkatan daerah (lokal) kedudukan

    bupati/walikota memiliki pengaruh yang sangat besar, tidak

    saja pada tingkatan aparatur namun juga pada tingkatan

    pemangku adat. Bupati/walikota sebagai pejabat pembina

    kepegawaian di daerah memiliki otoritas yang sangat kuat

    untuk menentukan arah dan tujuan birokrasi itu sendiri.

    1.2. Perumusan Masalah

    Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini sebagai

    berikut:

    1. Bagaimana reformasi birokrasi yang terjadi pada

    tingkat kabupaten/kota?

    2. Bagaimana pengaruh desentralisasi terhadap

    perkembangan reformasi di kabupaten/kota?

  • 6

    BAB 2

    PEMBAHASAN

    2.1 Sejarah Birokrasi

    Kondisi birokrasi di Indonesia saat ini masih

    jauh dari nilai-nilai ideal. Ibarat gajah di pelupuk mata

    idak kelihatan, carut marut kondisi birokrasi di Indonesia

    kadang tidak disadari oleh aparatur pemerintah itu

    sendiri. Berdasarkan hasil survey yang diadakan oleh

    Political and Economic Risk Consultancy (PERC) di tahun

    2010, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

    sistem birokrasi terburuk kedua di Asia setelah India. 2

    Birokrasi di Indonesia sendiri telah terbentuk

    sejak lama, yakni sejak zaman kerajaan nusantara.

    Sebagai contoh di kerajaan Majapahit. Majapahit pernah

    menjadi kerajaan terbesar di Nusantara di tahun 1293-

    1500 M. Wilayah kerajaannya terbentang dari mulai

    Swarnabhumi (sekarang Thailand) sampai dengan

    2 http://www.asiarisk.com/subscribe/dataindx.html, PERCs 2013 Report on Corruption in

    Asia, diakses melalui http://www.pamonginstitute.com/ pada 19 Oktober 2013.

  • 7

    Papua. Dengan wilayah kerajaan yang begitu luas

    dibutuhkan aparatur negara yang memiliki loyalitas dan

    integritas tinggi.

    Sebagai sebuah kerajaan, sistem Pemerintahan

    Majapahit menganut sistem monarki dimana

    menempatkan Raja sebagai penjelmaan dewa di dunia

    dan memegang otoritas tertinggi Raja dibantu oleh

    sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan

    pemerintahan. Perintah raja biasanya diturunkan kepada

    pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:

    Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-

    putra raja

    Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang

    melaksanakan pemerintahan

    Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan

    Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan

    Kerajaannyapun terbagi atas wilayah wilayah

    sebagaimana berikut:

    Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja

    Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur),

    atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)

    Watek: dikelola oleh wiyasa,

    Kuwu: dikelola oleh lurah,

    Wanua: dikelola oleh thani,

    Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.3

    Setelah kerajaan-kerajaan Nusantara runtuh, sistem

    birokrasi di Indonesia, banyak dipengaruhi oleh sistem

    3 Padma Sanjaya, Struktur Pemerintahan Kerajaan Majapahit, http://sejarahdinusantara.blogspot.com/2012/05/struktur-pemerintahan-kerajaan.html, diakses

    pada tanggal 19 Oktober 2013.

  • 8

    kolonial Belanda yang saat itu menjajah Indonesia selama

    hampir 350 tahun. Kolonialisme Belanda dimulai dengan

    munculnya VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) pada

    tahun 1862. Pada masa itu Belanda menerapkan administrasi

    kolonial (Binnenlandsche Bestuur) yang mengenalkan sistem

    administrasi dan birokrasi modern, sedangkan pada sisi lain

    sistem administrasi tradisional (Inhemsche Bestuur) masih

    tetap dipertahankan. Artinya Belanda tetap memakai jasa-jasa

    pegawai pribumi yang berasal dari priyayi untuk kegiatan-

    kegiatan birokratis-administratif. Sementara itu untuk

    mengawasi mereka diangkat pejabat Belanda dengan

    mengambil model Barat dengan jabatan residen, asisten

    residen dan countreuler yang hierarkinya bertanggung jawab

    kepada Gubernur Jenderal.

    Pasca kemerdekaan, Negara ini berusaha mencari

    format pemerintahan yang cocok untuk kondisi saat itu.

    Berakhirnya masa pemerintahan kolonial membawa

    perubahan sosial politik yang sangat berarti bagi

    kelangsungan sistem birokrasi pemerintahan. Perbedaan

    pandangan yang terjadi diantara pendiri bangsa di awal masa

    kemerdekaan tentang bentuk Negara yang akan didirikan,

    termasuk dalam pengaturan birokrasinya, telah menjurus ke

    arah disintegrasi bangsa dan keutuhan aparatur

    pemerintahan. Pada masa awal kemerdekaan, Negara ini

    mengalami perubahan bentuk Negara, dan ini yang

    berimplikasi pada pengaturan aparatur Negara atau birokrasi.

    Pada masa orde baru, negara ini menganut sistem

    pemerintahan presidensial, dimana presiden memegang

    kekuasaan selaku pimpinan pemerintahan, mandataris MPR

    dan Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Republik

    Indonesia. Era 1970an mulai diterapkan asas dekonsentrasi,

    dimana pemerintah pusat melimpahkan sebagian wewenang

  • 9

    ke Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah

    Tingkat I melimpahkan wewenang kepada Pemerintah

    Daerah tingkat II. Hanya urusan yang merupakan urusan

    Pemerintah Pusat yang tidak dilimpahkan, yaitu agama,

    pertahanan dan kemanan serta kebijakan fiskal dan moneter.

    Peraturan mengenai Pemerintahan Daerah diawali sejak

    tahun 1974 dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5

    Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah,

    lalu direvisi dengan Undang-Undang Tahun 22 Tahun 1999

    tentang Pemerintahan Daerah. Berlakunya Undang-Undang

    Nomor 22 Tahun 1999 menjadi awal dimulainya pergeseran

    pusat-pusat kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintah

    dan pembangunan dari pusat ke bawah. Pasca reformasi,

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan tidak

    berlaku dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

    2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Undang-Undang 32

    Tahun 2004 inilah asas desentralisasi secara murni dan

    konsekuen mulai dilaksanakan, ditandai dengan pemberian

    otonomi kepada daerah untuk mengatur dan mengurus

    sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

    setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan

    daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan

    dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan

    pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan.

    2.2 Pengertian Reformasi Birokrasi

    Bergulirnya reformasi pada tahun 1998,

    mempengaruhi pada perubahan sistem pemerintahan di

    Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya 4 (empat) kali

  • 10

    perubahan (amandemen) pada konstitusi Negara Republik

    Indonesia, Undang-Undang Dasar 195 (UUD 1945).

    Trend reformasi tidak saja berlaku pada sistem

    pemerintahan dan sistem politik di Indonesia, tetapi juga

    merambah pada atmosfer birokrasi di Indonesia. Punggawa

    reformasi birokrasi saat ini ada di Kementrian

    Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

    (Kemenpan).

    Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu

    perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi seperti

    kelembagaan, sumber daya manusia aparatur,

    ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan

    pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk

    memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka

    menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang

    dinamis. Perubahan tersebut dilakukan untuk

    melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat,

    cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai

    diamanatkan konstitusi. Perubahan kearah yang lebih baik,

    merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik

    tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih

    jauh dari harapan. Realitas ini sesungguhnya menunjukan

    kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang

    sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang

    sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa ini.

    Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya

    pemerintah untuk mencapai good governance. Melihat

    pengalaman di sejumlah negara menunjukan bahwa

    reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai

    kemajuan negara. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan

    penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan

    yang tidak hanya efektif dan efesien tapi juga reformasi

  • 11

    birokrasi menjadi tulang punggung dalam kehidupan

    berbangsa dan bernegara.4

    Reformasi birokrasi itu sendiri dilatar belakangi

    oleh:

    1. Ketidakpercayaan yang meluas pada kinerja pemerintah

    dan kebangkrutan birokrasi di Amerika telah melahirkan

    konsep Reinventing Government sebagai model

    manajemen publik baru yang dikemb angkan oleh David

    Osborne & Ted Gaebler pada tahun 1992

    2. Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih

    berlangsung hingga saat ini.

    3. Tingkat kualitas pelayanan publik masih belum mampu

    memenuhi harapan masyarakat

    4. Tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas birokrasi

    belum optimal

    5. Transparansi dan akuntabilitas birokrasi masih rendah

    6. Disiplin dan etos kerja masih rendah.

    7. Perubahan lingkungan strategis, yang antara lain:

    kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, krisis

    ekonomi global serta berkembangnya persaingan antar

    negara.5

    2.3 Pengertian Pemerintahan Daerah

    Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik

    Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan sistem

    desentralisasi, para pendiri negara telah menjatuhkan

    pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam

    penyeleenggaraan pemerintahan negara Indonesia yang

    4 http://www.menpan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=134:makna-

    dan-tujuan&catid=45:deputi-1&Itemid=109

    5 http://blog.sivitas.lipi.go.id/ blog.cgi? isiblog& 1253275195&&&1036006290 & & 1351657451 & ayur 001&

  • 12

    tujuannya jelas tercantum pada alinea keempat

    Pembbukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

    ..melindungi segenap bangsa Indonesia dan

    seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

    memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

    kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

    ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

    perdamaian abadi dan keadilan sosial.

    Untuk mencapai tujuan dimaksud, para pejabat di

    daerah membantu penyelenggaran Pemerintahan Daerah

    dan kesejahteraan sosial melalui pembangunan daerah,

    karena daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang

    bersifat otonom atau administrasi.

    Definisi pemerintahan daerah menurut Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

    Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

    oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi

    dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-

    luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

    Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945. Sedangkan Pemerintah daerah itu sendiri adalah

    Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah

    sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

    2.4 Pengertian Desentralisasi

    Sejak kelahirannya, Orde Baru selalu menyatakan

    tekadnya unuk melaksanakan Undang-Undang Dasar (UUD)

    1945 secara murni dan konsekuen, termasuk di dalamnya

    tekad untuk menyelenggarakan desentralisasi dalam wadah

    Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hakikatnya

  • 13

    desentralisasi merupakan sarana untuk mencapai tujuan-

    tujuan tertentu.6 Lahirnya konsep desentralisasi merupakan

    upaya untuk mewujudkan sesuatu pemerintahan yang

    demokratis dan mengakhiri pemerintahan yang sentralistik.

    Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, pengertian

    desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan

    oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan

    mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara

    Kesatuan Republik Indonesia.

    Terdapat 3 (tiga) tujuan desentralisasi, yaitu7:

    1. tujuan politik, untuk menciptakan suprastruktur dan

    infrastruktur politik yang demokratik berbasis pada

    kedaulatan rakyat dan diwujudkan dalam bentuk

    pemilihan kepala daerah, dan legislatif secara langsung

    oleh rakyat;

    2. tujuan administrasi, agar pemerintahan daerah

    yangdipimpin oleh kepala daerah dan bermitra dengan

    DPRD dapat menjalankan fungsinya untuk

    memaksimalkan nilai 4E yakni efektifitas,

    efisiensi,equity (kesetaraan), dan ekonomi;

    3. Tujuan sosial ekonomi, mewujudkan pendayagunaan

    modal sosial, modal intelektual dan modal finansial

    masyarakat agar tercipta kesejahteraan masyarakat

    secara luas.

    Beberapa ahli seperti Tiebout (1956), Oates (1972),

    Tresch (1981), Breton (1996), Weingast (1995) menyatakan

    bahwa pelayanan publik paling efisien ketika diselenggarakan

    6 Bhenyamin Hoessein, 2, (Jakarta:Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan

    Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011), hlm. 5 7 Oswar Mungkasa, Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Konsep Pencapaian dan Agenda Kedepan, http://www.academia.edu /2759012 / Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_ di_Indonesia _Konsep _Pencapaian_dan_Agenda_Kedepan, diakses tanggal 17 Oktober 2013.

  • 14

    di tingkatan terdekat dengan masyarakat karena pemerintah

    lokal sangat memahami kebutuhan masyarakatnya, efisien

    dalam penggunaan dana masyarakat; dan persaingan antar

    daerah akan meningkatkan inovasi.8

    Indikator desentralisasi adalah terbentuknya otonomi

    daerah. Sebagai sebuah badan hukum (legal entity) daerah

    otonom memiliki wewenang dalam mengatur dan mengurus

    berbagai urusan pemerintahannya sendiri. Hal ini mendorong

    pemerintah daerah untuk lebih inovatif dan kreatif dalam

    mengelola kemampuan daerahnya.

    Saat ini di Indonesia memiliki 538 daerah otonom,

    yang terdiri dari 34 provinsi, 411 kabupaten, dan 93 kota. 9

    2.5 Reformasi Birokrasi Pada Kabupaten/Kota

    Dengan adanya pelimpahan kewenangan dari

    pemerintah pusat ke pemerintah daerah sebagaimana

    diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 32 Tahun

    2004, kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur

    (regelling) dan mengurus (bestuur) daerah yang menjadi

    kewenangan semakin luas. Hal ini membutuhkan tidak

    saja infrastruktur yang memadai tetapi juga sistem

    administrasi serta kompetensi aparatur pemerintah

    daerah yang berintegritas dan profesional.

    Berbicara mengenai birokrasi, tidak lepas dari tata

    kerja atau System Operations Procedure (SOP).

    Pemerintahan yang dikenal birokrasi statis, kurang peka

    terhadap lingkungan sosialnya, bahkan terkesan

    cenderung resisten terhadap pembaharuan. Wajah

    8 Ibid, hal. 4. 9http://www.indonesia.go.id/en/ministries/ministers/ministry-of-home-affairs/637-politik/12495- indonesia-miliki-538-daerah-otonom

  • 15

    birokrasi yang demikianlah yang selama ini dihadapi oleh

    rakyat. Jadi tidak saja rakyat merasa malas berurusan

    dengan segala hal yang berbau pemerintahan namun

    kondisi tersebut menciptakan rasa pesimis akan kinerja

    dan hasil kerja aparatur itu sendiri.

    Reformasi birokrasi yang saat ini telah diterapkan

    di beberapa kementerian negara, juga perlahan

    diterapkan pada pemerintahan daerah. Reformasi

    birokrasi pada pemerintahan daerah khususnya pada

    tingkat kabupaten dan kota, diharapkan mampu

    mengubah wajah birokrasi menjadi lebih ramah kepada

    rakyat. Pada hakikatnya reformasi birokrasi itu sendiri

    mendorong adanya pelayanan yang prima (excellent

    services) kepada pelanggan dalam hal ini adalah

    masyarakat, sehingga puncak dari reformasi itu sendiri

    adalah terciptanya pemerintahan yang baik (good

    governance).

    Good Governance merupakan isu sentral yang

    paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi

    publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh

    masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan

    penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan

    dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan

    pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh

    globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintahan,

    kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat

    yang sudah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini

    merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya

    direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan

  • 16

    yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan

    pemerintah yang baik.10

    Secara umum, berlakunya Undang-Undang Nomor

    32 Tahun 2004 membawa perubahan yang signifikan

    dalam pemerintahan daerah, yakni menjalankan

    kewenangan otonomi yang luas, sehingga pemerintahn

    derah bisa leluasa menyelenggarakan pemerintahannya,

    mengelola sumber daya alamnya, dan mengeksplorasi

    kemampuan daerahnya.

    Pasal 14 Undang-Undang 32 Tahun 2004 secara

    jelas mengatur tugas dan wewenang pemerintah

    kabupaten/kota, yakni:

    a) perencanaan dan pengendalian pembangunan;

    b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

    c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

    masyarakat;

    d) penyediaan sarana dan prasarana umum;

    e) penanganan bidang kesehatan;

    f) penyelenggaraan pendidikan;

    g) penanggulangan masalah sosial;

    h) pelayanan bidang ketenagakerjaan;

    i) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan

    menengah;

    j) pengendalian lingkungan hidup;

    k) pelayanan pertanahan;

    l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

    m) pelayanan administrasi umum pemerintahan;

    n) pelayanan administrasi penanaman modal;

    10 Sedarmayanti, 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2008), hal 4.

  • 17

    o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

    p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

    q) perundang-undangan.

    Sebagaimana dikaitkan dengan asas desentralisasi

    yang bertujuan untuk meningkatkan penyediaan

    pelauanan publik bagi masyarakat. Maka Undang-Undang

    32 Tahun 2004, mengatur agar pemerintahan

    kabupaten/kota lebih banyak memenuhi kebutuhan dan

    melakukan pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya

    tersebut.

    Selain sebagaimana dijelaskan diatas, urgensi dan

    dampak positif dengan adanya pelimpahan kewenangan

    dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, khususnya

    pada pertimbangan keuangan, diharapkan dapat

    mendorong hal-hal sebagai berikut11:

    1. Daerah lebih mampu memacu pembangunan daerah;

    2. Meningkatkan pertumbuhan antara daerah yang

    seimbang;

    3. Pembagian dana yang rasional dan adil kepada daerah

    penghasil sumber utama penerimaan negara;

    4. Pemerataan pembangunan;

    5. Mengurangi kesenjangan sosial;

    6. Meredam kepuasan daerah;

    7. Meningkatkan perhatian daerah terhadap pusat; dan

    8. Memperkuat integrasi nasional.

    Dengan diterapkannya reformasi birokrasi pada

    pemerintahan kabupaten/kota, diharapkan pelaksanaan

    pelayana, baik pelayanan sosial, pembiayan serta

    pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan

    masyarakat dan pembangunan infrastruktur di daerah

    11 Ibid, hal. 39.

  • 18

    dapat terlaksana dengan baik dari segi efektivitas waktu

    dan efisiensi anggaran.

    Walaupun pada prakteknya pelaksanaan reformasi

    birokrasi di lapangan tidak semudah membalikan telapak

    tangan, namun telah banyak rekomendasi mengenai cara

    atau strategi untuk memperbaiki praktik good

    governance yang diberikan baik oleh pemerintah pusat,

    pemerintah daerah bahkan dari unsur non-pemerintah

    seperti lembaga swadaya dan pemerhati governance.

    Namun sejauh ini belum ada upaya yang sistematis untuk

    mengembangkan program dan kebijakan

    praktek governance, karena belum ada strategi nasional

    yang menyeluruh dan sistematis untuk

    mewujudkan good governance di tanah air. Didasari atau

    tidak, pemerintahan kabupaten menghadapi banyak

    kesulitan untuk merumuskan kebijakan dan program

    perbaikan program praktek pemerintahan.

    Ada 4 (empat) permasalahan besar yang di hadapi

    reformasi birokrasi di daerah yaitu12,

    1) Kelembagaan dan ketatalaksanaan;

    2) Sumberdaya Manusia;

    3) Pengawasan, dan

    4) Pelayanan publik

    Bagaimana penerapan reformasi birokrasi yang

    berujung pada terciptanya good governance dengan asas

    desentralisasi yang saat ini diterapkan pada di Indonesia?

    Meskipun memiliki dua sisi yang berbeda (manfaat dan

    kelemahan), namun terdapat sebuah kesepakatan umum

    12 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2008), diakses dari http://hariyantousia. wordpress.com/2012/11/17/ pada tanggal 19 Oktober 2013

  • 19

    bahwa desentralisasi sangat diperlukan untuk

    mempromosikan sosok pemerintahan yang lebih baik,

    lebih efektif, dan lebih demokratis (good

    governance). Baik di negara maju maupun berkembang,

    desentralisasi merupakan salah satu elemen kunci

    terhadap agenda reformasi yang dijalankan di negara

    yang bersangkutan. Sebagai sebuah reformasi,

    desentralisasi tidak akan dapat berhasil tanpa diikuti oleh

    langkah-langkah lanjutannya. Dengan kata lain,

    desentralisasi harus disikapi dan ditindaklanjuti dengan

    reformasi birokrasi sebagai unsur penyelenggara

    desentralisasi. Dalam kaitan ini, reformasi birokrasi

    diarahkan pada terciptanya tata kelola pemerintahan

    yang baik pada masa yang akan datang. Untuk itu,

    diperlukan adanya area perubahan yang berfungsi

    sebagai tolok ukur keberhasilan reformasi. Adapun area

    perubahan dalam reformasi birokrasi tersebut adalah:

    a) Kelembagaan. Perubahan yang ingin diwujudkan pada

    area ini adalah organisasi yang tepat fungsi dan tepat

    ukuran

    b) Budaya organisasi. Capaian akhir yang diharapkan

    adalah birokrasi dengan semangat pengabdian,

    integritas, dan kinerja tinggu atau budaya unggul.

    c) Ketatalaksanaan. Hasil nyata yang ingin diraih pada

    area ini adalah terbangunnya sistem, proses, dan

    prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, dan

    sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

    d) Regulasi dan Deregulasi. Perubahan yang diinginkan

    adalah munculnya pola regulasi yang lebih tertib, tidak

    tumpang tindih, dan kondusif.

  • 20

    e) SDM Aparatur. Hasil yang ingin dicapai adalah pegawai

    yang berintegritas, kompeten, professional, berkinerja

    tinggi dan sejahtera.13

    Sebagai sebuah reformasi, desentralisasi tidak akan

    dapat berhasil tanpa diikuti oleh langkah-langkah

    lanjutannya. Dengan kata lain, desentralisasi harus disikapi

    dan ditindaklanjuti dengan reformasi birokrasi sebagau unsur

    penyelenggara desentralisasi. Dalam kaitan ini, reformasi

    birokrasi diarahkan pada terciptanya tata kelola

    pemerintahan yang baik pada masa yang akan datang. Untuk

    itu, diperlukan adanya area perubahan yang berfungsi

    sebagai tolok ukur keberhasilan reformasi. Adapun area

    perubahan dalam reformasi birokrasi tersebut adalah:

    a) Kelembagaan. Perubahan yang ingin diwujudkan pada

    area ini adalah organisasi yang tepat fungsi dan tepat

    ukuran;

    b) Budaya organisasi. Capaian akhir yang diharapkan adalah

    birokrasi dengan semangat pengabdian, integritas, dan

    kinerja tinggu atau budaya unggul.

    c) Ketatalaksanaan. Hasil nyata yang ingin diraih pada area

    ini adalah terbangunnya sistem, proses, dan prosedur

    kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, dan sesuai

    dengan prinsip-prinsip good governance.

    d) Regulasi dan Deregulasi. Perubahan yang diinginkan

    adalah munculnya pola regulasi yang lebih tertib, tidak

    tumpang tindih, dan kondusif.

    e) SDM Aparatur. Hasil yang ingin dicapai adalah pegawai

    yang berintegritas, kompeten, professional, berkinerja

    tinggi dan sejahtera.14

    13 IRDA, 2002, Decentralization and Local Governance in Indonesia: First and Second Report on the Indonesian Rapid Decentralization Appraisal (IRDA), (Jakarta: Asia Foundation). Diakses dari: http://hazni.blog.esaunggul.ac.id pada Tanggal: 17 Oktober 2013 14 Sedarmayanti, log.cit, hal.

  • 21

    BAB III

    ANALISIS TERHADAP PENERAPAN DESENTRALISASI

    Otonomi daerah atau desentralisasi menjadi pilihan rasional dan

    terbaik, ketika pemerintahan yang sentralistik (baca Orde Baru) tidak

    mampu menjawab pelbagai permasalahan yang dialami daerah, baik

    provinsi maupun kabupaten/kota. Persoalan utama yang dirasakan

    pemerintahan di daerah menyangkut rasa keadilan dan pemerataan

    pembangunan. Pembangunan dikesankan atau bisa jadi benar hanya

    difokuskan di wilayah Indonesia Bagian Barat, sementara wilayah

    Indonesia Timur hampir tidak tersentuh. Sementara dalam rasa keadilan

    ternyata sangat dirasakan, dimana pendapat asli daerah (PAD) hampir

    75% disetorkan ke pemerintah pusat dan 25% tetap tinggal di daerah.

    Kondisi seperti inilah yang menggerakkan beberapa daerah kaya, seperti

    Aceh, dan Papua terus bergejolak.

    Konsep otonomi daerah menjadi begitu populer dalam wacana

    publik ketika reformasi digulirkan atau setelah Orde Baru runtuh seiring

    lengsernya Soeharto dari kursi presiden setelah 32 tahun berkuasa.

    Harapan publik tertumpu pada lahirnya demokrasi yang dipercaya

    sebagai obat penyembuh penyakit-penyakit kronis dalam kehidupan

    berbangsa dan bernegara. Perubahan seolah menjadi impian yang kian

    dekat dengan kenyataan dan demokratisasi sebagai penawar yang

  • 22

    mampu membawa perubahan dalam berbagai aspek ketatanegaraan,

    baik sistem maupun aktor, dan pada pola hubungan pusat dan daerah.

    Dengan semangat desentralisasi, daerah menggunakan otonomi

    yang dimilikinya untuk berkreasi dan berinovasi dalam mengelola

    sumber daya-sumber daya yang dipunyainya. Reformasi telah

    menghantarkan ke gerbang demokrasitisasi yang akan membawa

    perubahan dalam sistem pemerintahan daerah yang semula sentralistis

    menjadi desentralistis. Perubahan itu berimplikasi pada terjadinya

    pergeseran locus kekuasaan, dari pusat ke daerah. Desentralisasi

    memberikan surga baru pada daerah-daerah, karena selama 3 (tiga)

    dekade kekayaan alam yang dimiliki daerah tidak pernah dinikmatinya.

    Akibatnya, terjadi kesenjangan yang mencolok di daerah-daerah yang

    kaya sumber daya alamnya, tetapi penduduknya tetap miskin.

    Desentralisasi telah membawa perubahan bagi aktor dan pola relasi

    kekuasaan menjadi lebih berimbang antara pusat dan daerah. Pada

    tataran aktor terlahir bak jamur di musim hujan para pelaku baru dalam

    arena pertarungan kekuasaan. Birokrat dan militer tidak lagi dominan,

    para pengusaha yang selama ini bermain dibelakang layar kini sudah

    mulai turun gunung ikut bertarung memperebutkan jabatan politik

    kekuasaan di daerah. Bahkan lebih maju lagi, dengan desentralisasi

    memunculkan tokoh-tokoh lokal, seperti aktris, bintang film, kyai, kaum

    bangsawan, dan budayawan, sebagai pemain baru yang turut

    mempengaruhi relasi kekuasaan di daerah.

    Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, menurut Habibie

    Center penerapan desentralisasi membawa hal positif yakni

    pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam

    yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang

    dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan

    pendapatan masyarakat akan meningkat. Sedangkan dari segi sosial

    budaya, penerapan desentralisasi memperkuat ikatan sosial budaya

    suatu daerah, karena pemerintah daerah akan mendorong

  • 23

    perkembangan kebudayaan yang menjadi siri khas daerah yang

    bersangkutan.

    Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya

    untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan

    diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang

    ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa

    kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi

    disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar

    daerah. Sebagaimana dituangkan dalam artikel Asian Report 18 Juli 2003

    Mengatur Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan

    ..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke

    kabupaten-kabupaten dan kota-kota tingkat kedua pemerintahan

    daerah sesudah provinsi diikuti dengan pemindahan fiskal cukup

    banyak dari pusat. Peraturan yang mendasari desentralisasi juga

    memperbolehkan penciptaan kawasan baru dengan cara pemekaran atau

    penggabungan unit-unit administratif yang eksis. Prakteknya, proses

    yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak bergabung tetapi

    merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan beberapa

    provinsi baru serta hampir 100 kabupaten baru.

    Beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan

    meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan

    akan terjadi konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan

    dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk

    kepentingan personal. Namun begitu, proses desentralisasi juga telah

    meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen konflik yang lebih

    baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih dipercaya..15

    Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui

    desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang

    berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur

    15 Arif Sobarudin, Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi, (http://www.bisosial.com/ 2012/11/dampak-positif-dan-negatif.html), diakses tanggal 18 Desember 2013.

  • 24

    tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah

    daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya. Tetapi, dampak negatif

    yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana

    wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan

    kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau

    oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah

    di tingkat pusat.

    Pada tataran kekuasaan, desentralisasi membawa perubahan

    yang signifikan menjadi lebih berimbang antara pusat dan daerah, antara

    suprastruktur politik dengan infrastruktur politik. Masyarakat

    mempunyai peluang besar ikut berpartisipasi untuk mengontrol

    kebijakan-kebijakan yang diambil dan dilaksanakan pemerintah.

    Partisipasi masyarakat menjadi semakin nyata ketika diterapkannya

    sistem pemilihan kepala daerah secara langsung atau pilkada langsung,

    sehingga masyarakat dapat memilih calon pemimpinnya sesuai

    kehendak dan keinginan masyarakat.

    Pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada) di Indonesia

    merupakan mukjizat demokrasi bagi rakyat di daerah16. Karena Pilkada

    menjadi media transformasi politik dengan melahirkan hak politik dan

    kebebasan sipil (political rights and civil liberties) yang lebih nyata untuk

    rakyat. Dengan perkataan lain, Pilkada langsung menjadi solusi elegan

    sekaligus terobosan untuk mengatasi kemacetan demokrasi lokal17.

    Karena itu, proses perubahan akan terus berlangsung dari level nasional

    sampai level lokal atau daerah, khususnya dalam memilih pejabat publik

    yang dipilih langsung oleh rakyat sesuai hak pilihnya.

    Sebagai perwujudan demokrasi, keikutsertaan masyarakat dalam

    penentuan kepala daerah secara langsung tidak dijadikan jaminan

    pemimpin daerah untuk memperjuangkannya menuju kehidupan yang

    lebih baik dan sejahtera secara ekonomis. Lalu permasalahannya, apakah

    16 Leo Agustino, Sisi Gelap Otonomi Daerah, (Bandung: Widya Padjajaran,2011), hal 30 17 J. Kaloh, Demokrasi dan Kearifan Lokal, (Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2008)

  • 25

    dengan pemilihan kepala daerah secara langsung akan ada jaminan

    menuju perubahan yang lebih baik dalam tata kelola pemerintahan

    daerah? Demokratisasi sebagai sebuah pilihan pasca pemerintahan

    sentralistik bermakna sebagai upaya daerah dalam menerjemahkan

    otonomi yang dimilikinya untuk mensejahterakan masyarakat. Di tataran

    ini, daerah dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam menjabarkan

    kebebasan dan kewenangan yang dimilikinya untuk meningkatkan

    kualitas pelayanan publik. Ada beberapa daerah yang sukses

    menerapkan desentralisasi, seperti Solo, Sragen (Jawa Tengah), Blitar

    (Jawa Timur), Jembrana (Bali), Solok, Banjarmasin, dan beberapa daerah

    lainnya, sementara banyak daerah yang jalan di tempat (kalau tidak mau

    dikatakan gagal) dalam pelaksanaan desentralisasi. Sesungguhnya bagi

    daerah-daerah yang berhasil desentralisasinya telah membuktikan

    bahwa desentralisasi dapat menjadi alat untuk bangkit dari

    keterpurukan dan kemiskinan. Namun, ada pula daerah yang terseok-

    terseok dan bahkan terkesan gagal dalam penerapan otonomi daerah.

    Sejak otonomi daerah digaungkan sebagai perwujudan reformasi

    yang terjadi di Indonesia, daerah-daerah seakan-akan berlomba untuk

    melepaskan diri dari cengkeraman oligarki pemerintah pusat. Daerah

    diberikan ruang seluas-luasnya oleh Undang-Undang 32 Tahun 2004

    untuk mengurusi dan mengatur urusan pemerintahannya dan

    kepentingan masyarakat, kecuali untuk 6 hal yakni pertahanan,

    keamanan, yustisi (hukum), moneter dan fiskal, dan agama. Daerah juga

    diberikan kewenangan untuk memilih sendiri pimpinan daerah yang

    sesuai dengan aspirasi masyarakat. Hal itu diwujudkan dengan adanya

    pilkada dimana rakyat daerah dapat berpartisipasi dalam memilih

    langsung tokoh yang akan menjadi pemimpinnya. Kondisi tersebut

    menimbulkan pertanyaan baru, apakah dengan mekanisme pemilihan

    langsung sebagaimana dimaksud, akan memutus intervensi oligarki

    pemerintah pusat atau justru akan menimbulkan raja-raja baru.

  • 26

    Bilamana itu terjadi akan menjadi malapetaka bagi pelaksanaan

    demokrasi lokal dalam proses pilkada.

    Sistim Otonomi daerah yang diberlakukan untuk daerah,

    Ternyata, melahirkan Pemerintah bayangan di daerah .Lahirnya

    pemerintahan bayangan didaerah, adalah dari eksistensi sistim Pilkada

    yang dipilih secara langsung oleh masyarakat. Kelompok yang menjadi

    pemerintah bayangan didaerah adalah dari kelompok tim sukses kepala

    daerah yang memenangkan pilkada. Kelompok ini berkuasa dalam

    menjalankan pemerintahan, para tim sukses ini lah yang kemudian

    mengatur jabatan didaerah, siapa yang akan menempati jabatan apa, dan

    siapa yang akan mendapat proyek apa, semuanya terletak ditangan tim

    sukses sang kepala daerah18.

    Otonomi daerah juga melahirkan perebutan kekuasaan dan

    jabatan, dengan dalih pencepatan pembangunan daerah, para elet politik

    yang belum mendapat kesempatan untuk duduk sebagai pejabat,

    memobilisasi masyarakat untuk memisahkan diri dari satu daerah

    dengan membentuk daerah lain yang sering disebut dengan kata

    pemekaran.

    Atas nama putra daerah, banyak kepala daerah atau elit-elit lokal

    yang mendapatkan keuntungan dari pelabelan itu. Tokoh-tokoh yang

    sudah mengakar kuat tradisi politik dalam keluarga (yang sebenarnya

    merupakan perpanjangan tangan saja dari pemerintah pusat) beramai-

    ramai mencalonkan diri. Legitimasi untuk mengelola daerahnya sendiri

    yang seharusnya dikelola untuk menyejahterakan rakyat daerah, justru

    dikelola dengan cara menancapkan kuku-kukunya dengan menempatkan

    kerabat/kroni dalam pengelolaannya. Sehingga dapat ditebak, tiap

    keuntungan yang dihasilkan dalam pengelolaan sumber daya alam

    sebagian besar masuk ke kantong sendiri dan sisanya baru masuk ke Kas

    Daerah. Ironis memang. Pilkada yang diharapkan menjadi tonggak 18 Wisnu AJ, Otonomi Daerah Melahirkan Raja-Raja Kecil di Daerah (http://birokrasi.kompasiana.com/ 2012/10/04/otonomi- daerah-melahirkan -raja-raja-kecil-di-daerah-wisnu-aj-492762.html).

  • 27

    demokrasi di tingkat lokal justru menjadi malapelaka dengan

    memunculkan raja baru.

    Contoh terkini dari kondisi tersebut bisa dilihat di Provinsi

    Banten yang saat ini menjadi pusat perhatian, menyusul ditetapkannya

    sang Gubernur sebagai Tersangka dalam kasus korupsi. Sebelumnya sang

    Gubernur telah mengelola Banten dengan menempatkan orang-orang

    yang dipercayai dalam hal ini kerabatnya untuk duduk dalam posisi-

    posisi yang strategis dalam pemerintahan. Sebut saja, Walikota

    Tangerang Selatan, Wakil Bupati Pandeglang, bebarap duduk di komisi

    baik DPRD maupun DPR dan terakhir Atut Chosiyah melantik adik tirinya

    menjadi Walikota Serang.

    Meskipun memiliki dua sisi yang berbeda (manfaat dan

    kelemahan), namun desentralisasi sangat diperlukan untuk

    mempromosikan sosok pemerintahan yang lebih baik, lebih efektif, dan

    lebih demokratis (good governance). Baik di negara maju maupun

    berkembang, desentralisasi merupakan salah satu elemen kunci

    terhadap agenda reformasi yang dijalankan di negara yang bersangkutan.

    Sebagai sebuah reformasi, desentralisasi tidak akan dapat berhasil tanpa

    diikuti oleh langkah-langkah lanjutannya. Dengan kata lain,

    desentralisasi harus disikapi dan ditindaklanjuti dengan reformasi

    birokrasi sebagai unsur penyelenggara desentralisasi. Dalam kaitan ini,

    reformasi birokrasi diarahkan pada terciptanya tata kelola pemerintahan

    yang baik pada masa yang akan datang.

  • 28

    BAB IV

    STUDI KASUS KABUPATEN JEMBRANA

    Keberhasilan pelaksanaan program-prorgam

    inovasi dalam penyediaan pelayanan publik di Kabupaten

    Jembrana Provinsi Bali sangat ditentukan oleh sejumlah

    faktor, yakni 19:

    1. Peran lembaga adat

    Salah satu kekuatan yang dimiliki oleh

    Kabupaten Jembrana khususnya dan Provinsi Bali pada

    umumnya adalah struktur ganda organisasi

    pemerintahan masyarakat desa, yaitu organisasi

    formal pemerintah (lurah dan camat) dan organisasi

    adat (desa adat). Jika struktur formal pemerintah

    melahirkan peraturan daerah, maka struktur

    organisasi adat melahirkan norma hukum adat (awig-

    awig). Namun dalam pelaksanaan berbagai macam

    program pemerintah, kedua struktur ini meniptakan

    sinergi, khususnya dalam program dana bergulir, mulai

    dari pengajuan proposal, pengajuan permohonan,

    19

    Eko Prasojo et al, Desentralisasi & Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi

    Lokal & Efisiensi Struktural,(Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial

    dan Politik Universitas Indonesia, 2006), hal. 171

  • 29

    pemanfaatan dana dan pengembalian dana termasuk

    penerapan sanksi terhadap masyarakat melakukan

    wanprestasi.

    2. Dampak program

    Keseluruhan program yag dilaksanakan

    dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

    pelayanan masyarakat. Ketiga program unggulan yaitu

    pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli

    masyarakat merupakan realisasi peningkatan

    kesejahteraan. Sedangkan program perbaikan struktur

    dan proses birokrasi adalah dalam rangka

    meningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Dalam

    bidang kesehatan dampak positif program dapat

    dilihat dari indikator menurunnya angka Bed

    Occupation Ratio (BOR) di Rumah Sakit Umum Negara,

    meningkatnya kunjungan berobat ke PPk-1 dan

    menurunnya angka kematian bayi.

    3. Peran Bupati

    Dalam struktur masyarakat Bali yang

    berkarakter patron client dan cenderung homogen,

    maka dominasi peran Bupati dalam penentuan

    prioritas dan pelaksanaan program sangat penting.

    Dominasi peran dan komitmen Bupati memiliki

    korelasi positif terhadap motivasi aparat untuk

    melakukan perubahan. Kemampuan Bupati untuk

    memobilisasi dukungan aparat dalam program

    merupakan kepercayaan, sehingga dalam banyak hal

    keberlanjutan program di Kabupaten Jembrana sangat

    ditentukan oleh figur dan kepemimpinan seorang

    Bupati.

  • 30

    4. Efisiensi dan efektivitas Birokrasi

    Langkah efisiensi dilakukan antara lain melalui

    pembentukan Tim Owner Estimate yang bertugas

    memberikan second opionion kepada Bupati dalam hal

    pengadaan barang dan jasa. Khusus untuk bidang

    pendidikan, pembangunan fisik gedung sekolah

    melibatkan komite sekolah. Efisiensi menyeluruh juga

    dilakukan dengan mengatur penggunaan sarana dan

    prasarana kerja sedemikian rupa. Misalnya dalam

    pengaturan pemakaian kendaraan dinas yang hanya

    dapat digunakan pada jam kerja (Pukul 08.00 14.00

    WITA).

    5. Budaya Birokrasi

    Budaya birokrasi diterapkan antara lain melalui

    aplikasi sistem presensi pegawai dengan handkey,

    dimana perilaku pegawai menjadi disiplin. Dalam

    bidang perizinan, budaya red tape birokrasi dikurangi

    melalui aplikasi sistem pelayanan satu atap. Batas

    waktu pemberian perizinan menjadi lebih singkat dan

    terstandarisasi. Perubahan budaya organisasi juga

    dapat dilihat dalam pemakaian kendaraan dinas,

    dimana di luar jam kerja atau hari libur kendaraaan

    dinas hanya dapat dipergunakan dengan izin

    Sekretaris Daerah.

    6. Pemilihan prioritas program, dan

    Pemilihan prioritas program disesuaikan

    dengan visi dan misi yang dicapai berdasarkan pada

    indikator Human Development Index (HDI).

  • 31

    7. Aspek keberlanjutan program

    Program-program sebagaimana tersebut pada

    angka 1 s.d. 6 tidak bisa dipisahkan dari dominasi

    peran, komitmen dan figur Bupati. Kenyataan ini

    mendorong terjadinya perubahan positif di Kabupaten

    Jembrana. Pada sisi lain hal ini juga menimbulkan

    kekhawatiran apakah program-program tersebut

    dapat berlanjut apabila Bupati terpilih pada masa yang

    akan datang tidak memiliki komitmen serupa. Sampai

    saat ini program-program tersebut belum memiliki

    kerangka hukum yang mengikat dalam bentuk

    Peraturan Daerah. Dari aspek pembiayaan,

    keterbatasan PAD dan ketergantungan pada sumber

    penerimaan dari pemerintah pusat juga menimbulkan

    tanda tanya terhadap keberlangsungan program-

    program tersebut.

  • 32

    BAB V

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan sebagaimana terpapar

    diatasm maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1. Birokrasi di Indonesia telah terbentuk sejak lama, sejak

    zaman kerajaan-kerajaan Nusantara. Kerajaan-kerajaan

    besar masa lampau, biasanya telah memiliki struktur

    pemerintahan yang baik pada masanya. Prototipe

    desentralisasi juga telah ada, dimana pemerintahan pusat

    (Raja di kotaraja), menyerahkan sebagian wewenangnya

    kepada daerah (kadipaten). Berlanjut pada zaman kolonial

    Belanda, dimana pengaruh Belanda sangat kuat dalam

    pembentukan sistem pemerintahan di Indonesia. Istilah

    Binnenlandsche Bestuur atau tata administrasi modern

    mulai dikenal pada masa ini. Ssedangkan pada masa pasca

    kemerdekaan, Indonesia telah mengalami 3 (tiga) kali

    perubahan undang-undang yang mengatur mengenai

    pemerintahan di daerah. Pertama adalah Undang-Undang

    Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah,

  • 33

    kedua Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

    Pemerintahan Daerah dan ketiga Undang-Undang Nomor 32

    Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

    2. Asas desentralisasi mulaai diterapkan dalam rangka

    pengimplemantasian Undang-Undang Nomor 32 Tahun

    2004, dan indikator desentralisasi adalah terbentuknya

    otonomi daerah. Sebagai sebuah badan hukum (legal entity)

    daerah otonom memiliki wewenang dalam mengatur dan

    mengurus berbagai urusan pemerintahannya sendiri. Hal ini

    mendorong pemerintah daerah untuk lebih inovatif dan

    kreatif dalam mengelola kemampuan daerahnya.

    3. Dalam rangka mengatur dan mengurus urusan

    pemerintahan dan kepentingan masyarakat daerah,

    dibutuhkan atmosfer birokrasi yang sehat demi

    terwujudnya tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu cara

    mewujudkan birokrasi yang seha itu adaalah dengan

    melaksanakan reformasi birokrasi. Pada hakikatnya

    reformasi birokrasi adalah mengubah atau membuat

    sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada,

    dalam konteks pemerintahan, makna reformasi birokrasi

    adalah perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi

    seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur,

    ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan

    pelayanan publik. Reformasi birokrasi merupakan salah

    satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance.

    Good governance yang dimaksud adalah proses

    penyelenggaraan negara dalam melaksanakan public

    goods dan services.

    4. Pada prakteknya, desentralisasi tidak hanya membawa hal

    positif berupa kemudahan pemerintahan daerah dalam

    mengelola sumber daya alam untuk memajukan

    perekonomian daerah dan meningkatkan pendapatan asli

  • 34

    daerah, namun ternyata praktek tersebut juga membuka

    peluang terjadinya indikasi praktek KKN. Tidak itu saja,

    pilkada dalam rangka memilih pemimpin daerah yang

    seyogyanya sesuai dengan aspirasi rakyat daerah, justru

    menjadi malapetaka dimana mekanisme pilkada justru

    memunculkan new local strong men yang dengan

    kekuasaaannya dalam mengelola dan membangun daerah

    sekaligus membangun dinasti sendiri. Kondisi ini tak pelak

    menjadi ironis manakala daerah tidak mengalami kemajuan

    yang berarti,namun kekayaan pribadi pejabat daerah justru

    mengalami peningkatan yang fantastis. Fenomena raja kecil

    ini seolah-olah dilegitimasi oleh peraturan perundangan.

    Karena penerapan desentralisasi memberikan ruang seluas-

    luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan

    mengatur pemerintahannya sendiri dan kepentingan

    masyarakatnya sendiri.

    5. Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good

    governance dalam prakteknya adalah dengan menerapkan

    prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam

    setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan

    serta tindakan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan

    daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik.

    Dalam hal ini, warga masyarakat daerah ddorong untuk

    berpartsipasi secara konstruktif dalam pengambilan

    kebjakan di daerah. Contoh daerah yang telah berhasil

    menerapkan prinsip good governance adalah Kabupaten

    Jembrana Provinsi Bali, dimana ditandai dengan

    meningkatnya indeks kepuasan terhadap layanan paripurna

    yang dilakukan oleh aparatur Kabupaten Jembrana.

  • 35

    3.2 Saran

    1. Sebagai sebuah negara yang memiliki wilayah territori yang

    luas, dari Sabang sampai Merauke dan wilayah Negara

    Republik Indonesia berbentuk kepulauan, jika penerapan

    prinsip sentralisasi dipaksakan maka pemerintahan tidak

    berjalan dengan baik, selain itu, banyak wilayah NKRI

    terletak di daerah terpencil (remote area) yang tentunya

    membutuhkan perhatian pemerintah yang bersifat

    kedaerahan secara langsung.desentralisasi adalah pilihan

    terbaik. Oleh karena itu desentralisasi adalah pilihan yang

    baik dalam rangka memberi kesempatan dan kewenangan

    penuh kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan

    mengurus daerah untuk mewujudkan pembangunan daerah

    lebih baik dan menyejahterakan rakyatnya.

    2. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sebagaimana

    dibahas dalam BAB 2, Sudah seharusnya pemerintah pusat

    mengadakan pengawasan, pembinaaan, pengembangan dan

    atau pelatihan-pelatihan khusus dalam rangka peningkatan

    aparatur pemerintah daerah, sehingga aparatur yang duduk

    dalam organisasi atau pemerintah daerah akan lebih siap

    dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewajiban sebagai

    bagian dari pemerintah daerah.

    3. Pada hakikatnya pelimpahan wewenang dari pemerintah

    pusat ke pemerintahan daerah adalah untuk mendorong

    agar pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya. Maka ada

    baiknya ada pejabat dalam hal ini Bupati atau Walikota

    turun langsung ke lapangan untuk melihat secara nyata apa

    yang terjadi di masyarakat, apa kesulitan masyarakat serta

    apa yaang dibutuhkan masyarakat. Ssehingga tindaakan

    yang diambil oleh Bupati/Walikota tidak hanya

  • 36

    berdasarkan laporan tertulis melainkan dari hasil dialog

    antara Bupati/Walikota dengan rakyatnya.