sejarah kemahasiswaan itb

Upload: chalfina-dwitha-lietara

Post on 07-Jul-2015

429 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nama : Chalfina Dwitha Lietara Jurusan : Arsitektur 10 Kel ompok : 82 Dari Sabang Sampai Merauke

SEJARAH KEMAHASISWAAN ITB Pada tahun 1920, berdirilah Technische Hoogeschool te Bandoeng. Para Studenten mendirikan Bandoeng Studenten Corpse (BSC) dan mahasiswa pribumi yang merasa aspirasinya tak tersalurkan mendirikan Indische Studenten Vereniging (ISV). 20 tahun kemudian nama TH Bandoeng dirubah namanya menjadi Institute of Tropical Sciences. Tahun 1944, nama tersebut diubah kembali oleh Jepang menjadi Bandung Dogyo Daigaku. Tahun 1945, Indonesia pun merdeka. Hal tersebut juga

mengakibatkan perubahan nama sehingga Bandung Dogyo Daigaku diubah namanya menjadi Sekolah Tinggi Teknik Bandung. STT Bandung kemudian dipindahkan ke Yogyakarta dan menjadi STT Yogyakarta yang kemudian dikenal sebagai Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada dengan dekan Ir.Rooseno. Tahun 1947, Belanda menguasai Bandung, dan mendirikan Naad Universities yang berkembang menjadi Universitiet van Indonesie. Kampus STT Bandoeng dijadikan Faculteit van Technische Wetenschap ( Fakultas Ilmu Teknik ) dan Faculteir van Exacte Wetenschap ( Fakultas Ilmu Pasti ). Dari situ mulai berdiri beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Keluarga Mahasiswa Seni Rupa dan Himpunan Mahasiswa Bangunan dan Listrik di tahun berikutnya. Di tahun 1950, berdirilah Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Bandung. Emil Salim sebagai Ketua Dewan Mahasiswa UI dan Koesnadi Hardjasoemantri sebagai Ketua Dewan Mahasiswa UGM memprakarsai apa yang disebut Kuliah Kerja Nyata, yaitu ketika libur, mahasiswa berkewajiban untuk memberikan pengarahan mengenai ilmu-ilmu kepada pelajar agar mereka melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Setelah itu, pada tahun 1957 berdirilah Majelis Mahasiswa Indonesia (MMII) di Aula Barat Fakultas Teknik UI Bandung. Organisasi ini menjadi wadah kedua organisasi kemahasiswaan nasional setelah di tahun 1947 berdiri Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). PPMI sempat mengadakan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika (1957) yang dimotori oleh Imaduddin Abdulrahim dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Soedjana Sapiie dari Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB). Pada tahun 1960, berdirilah Dewan Mahasiswa ITB dengan Ketua Umumnya Piet Corputty dan Udaya Hadibroto sebagai Wakil Ketua Umum. Pekerjaan besar DM ITB yang pertama adalah bagaimana ITB tidak dilebur ke dalam Unpad menjadi Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UNPAD. Ketika Udaya Hadibroto menjabat sebagai Ketua Umum (1962-1963), DM ITB menggerakkan

ratusan mahasiswa untuk membebaskan Irian Barat (Tri Komando Rakyat). Pada tanggal 10 Mei 1963, terjadi keributan besar di Bandung akibat perseteruan antara mahasiswa pribumi dan Cina dan melibatkan beberapa tokoh mahasiswa seperti Muslimin Nasution (MS 58) dan Siswono Yudhohusodo (SI 61). Keduanya dijatuhi hukuman penjara 3 sampai 4 tahun. Namun Muslimin Nasution berhasil menjadi Ketua Umum Dewan Mahasiswa dibantu Adi Sasono (SI 58) sebagai Sekretaris Umum. Pada masa ini pula, terjadi Serangan GMNI, yaitu poros mahasiswa kiri GMNI-CGMI-Germindo-Perhimi bersatu menuntut turunnya Muslimin Nasution. Pada tahun 1964, Konferensi MMI IV di Malino, Sulawesi Selatan, DM UI, ITB dan UNPAD dikeluarkan dari kepengurusan MMI. Permusuhan antara mahasiswa kanan dan kiri semakin menguat. Munculnya Gerakan 30 September di Jakarta menyebabkan runtuhnya kekuatan mahasiswa sayap kiri di ITB. Ketua Umum DM ITB Rahmat Witoelar bersama Rektor Kolonel Ir. Kuntoadji mendirikan Komite Aksi Pembersihan ITB (KAPI) untuk membersihkan kampus dari unsur-unsur kiri khususnya dosen dan mahasiswa pro-komunis. Aksi-aksi mahasiswa mulai marak di Jakarta dan Bandung. Tahun 1966, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) terbentuk di berbagai kampus dengan tuntutannya Tritura (Bubarkan PKI, turunkan harga, retool kabinet Dwikora). Aksi yang awalnya berjalan tertib, mulai meningkat menjadi bentrok antara KAMI dan Barisan Soekarno (mahasiswa GMNI Pro-Soekarno). Terbunuhnya Arief Rahman Hakim, mahasiswa Kedokteran UI, oleh Cakrabirawa tanggal 24 Februari 1966 memunculkan inisiatif DM ITB dan KAMI Bandung untuk mengirimkan Satuan Tugas berjumlah 200 Mahasiswa ke Jakarta. Dipimpin Muslimin Nasution, Deddy Krishna, Fred Hehuat, Adi Sasono, Arifin Panigoro, dan Rudianto Ramelan. Patung Menlu RI H. Soebandrio yang dibuat anak-anak SR ITB menjadi trademark aksi-aksi mahasiswa Bandung di Jakarta. Surat Perintah 11 Maret 1966 mengakhiri aksi Tritura. DM ITB kembali ke Bandung. Pada bulan Oktober 1966, diadakan Musyawarah Kerja pertama untuk memperbaiki organisasi kemahasiswaan ITB. Terbentuk Keluarga Mahasiswa ITB sebagai penyempurnaan Dewan Mahasiswa, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) sebagai badan legislatif yang berisi wakil himpunan mahasiswa jurusan, dan Badan Pertimbangan Mahasiswa (BPM) sebagai perwakilan organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI, PMB, GMNI, PMII, dan lain-lain.Dibawah kepemimpinan Purwoto Handoko (1967-1968), Sarwono Kusumaatmadja (1968-1969), Wimar Witoelar (1969-1970) dan Syarif Tando (1970-1971), DM ITB menggulirkan isu back to campus untuk mengakhiri politisasi kampus sejak zaman Orde Lama. Kampus dikembalikan pada fungsinya sebagai wahana pembelajaran dan penerapan Tridharma Perguruan Tinggi. Wakil-wakil mahasiswa di DPR-GR ditarik dan dikelompokkan dalam partai-partai peserta Pemilu 1971.

Pada tahun 1970-an terbentuk unit-unit kegiatan mahasiswa Olahraga dan Kesenian yang dikoordinasikan oleh Departemen Olahraga dan Departemen Kesenian. Unit tersebut dibentuk sebagai wadah mahasiswa untuk menyalurkan bakatnya. Karena menurunnya minat mahasiswa untuk bergabung di organisas ekstra kampus, Wimar Witoelar (EL 63), Sarwono Kusumaatmadja (SI 61), Bahder Munir (TK 63), dan Soeparno Satira (FI 63) berinisiatif untuk mendirikan Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan (PSIK) sebagai think-tank kampus. Gerakan Mahasiswa bergerak lagi untuk menjadi kekuatan kontrol sosial terhadap Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Jenderal Soeharto. Menguatnya militer, makin korupnya pemerintahan, pemborosan uang negara dalam pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, dan kesenjangan sosial mulai dikritisi oleh mahasiswa. Isu kesenjangan sosial ini meledak di Bandung dalam peristiwa 5 Agustus 1973, kerusuhan berbau rasial. DM ITB yang dipimpin Muslim Tampubolon dan mulai membangun aliansi gerakan bersama DM UNPAD yang dipimpin Hatta Albanik, DM Unpar yang dipimpin Budiono Kusumohamidjojo, dan DM UI yang dipimpin Hariman Siregar untuk mengkritik akar permasalahan bangsa. Mereka menyepakati bahwa masuknya modal asing, korupsi, dan terlalu kuatnya militer adalah penyebab semua ini. Ditangkap dan dipenjarakannya aktivis UI seperti Hariman Siregar, Judil Herry Justam, Theo L. Sambuaga, Syahrir, Dorodjatoen Kuntjoro-Jakti, dan Prof. Sarbini Soemawinata menyebabkan mahasiswa dilarang berdemonstrasi. Mulailah kampus direpresi dan diskusi mahasiswa dimata-matai oleh intelijen. Konsolidasi organisasi kemahasiswaan ITB mencapai dua tahun (1974-1976), saat kepegurusan Prasetyo Sunaryo (TK 70) dan Daryatmo (TA 70). Dewan Mahasiswa ITB kembali menggulirkan Gerakan Anti Kebodohan (GAK) saat kepengurusan Kemal Taruc (PL 71) dan Irzadi Mirwan (GL 73), tahun 1976-1977. GAK adalah konsep gerakan mendasar tentang pengentasan kemiskinan dan kebodohan dimana DM ITB menuntut direalisasikannya anggaran pendidikan dan wajib belajar 6 tahun, apalagi saat itu jumlah yang tidak bersekolah mencapai 8 juta anak. Tahun 1978, saat DM ITB dipimpin oleh Heri Akhmadi (TA 72), Rizal Ramli (FI 73), dan Indro Tjahjono (AR 73), Keluarga Mahasiswa ITB menyusun Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978. Buku Putih diluncurkan pada aksi mahasiswa ITB, 16 Januari 1978 di lapangan basket dan dihadiri 2000 mahasiswa. Aksi ini diakhiri dengan pernyataan sikap Tidak Mempercayai dan Tidak Menghendaki Soeharto Kembali Menjadi Presiden RI, KM ITB . Spanduk bertuliskan pernyataan mahasiswa ini dipasang di depan Gerbang Ganesha. Akibatnya kampus ITB diserbu dua kali, tanggal 21 Januari oleh Kodam Siliwangi, dan tanggal 9 Februari oleh Brigade Lintas Udara 18 Kostrad. Kampus diduduki 6 bulan lamanya, mahasiswa lama diusir, dan hanya mahasiswa angkatan 78 yang boleh berkuliah di ITB. Tokoh-

tokoh mahasiswa ditangkap dan dipenjara 6 bulan. Perubahan kalender akademik dari JanuariDesember menjadi Juni-Juli. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef menetapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus untuk meredefinisi peran, fungsi dan posisi kampus secara mendasar, fungsional dan bertahap. Untuk mengendalikan kegiatan kemahasiswaan, maka Dewan Mahasiswa di seluruh Indonesia dibubarkan oleh Panglima Kopkamtib Laksamana Soedomo dan dinyatakan ilegal. Pada tahun 1979, dibentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang diketuai Pembantu Rektor Kemahasiswaan. Kebijakan yang dikenal sebagai NKK-BKK 1978 ini dijadikan wahana pergerakan mahasiswa ITB. DM ITB 1979-1980 dibawah pimpinan Aussie Gautama (GL 74), Lilik Asudirahardjo (MS 74), Samsoe Basarudin (EL 75), SB Irawan (GD 74), dan Iwan Basri (GD 76). Saat itu tahun akademik baru 1979 sudah berjalan dan mahasiswa lama sudah boleh berkuliah. Namun karena berbagai insiden, banyak pengurus Dewan Mahasiswa yang diskorsing, DO, ditangkap, ditahan dan dipenjarakan. Kepengurusan Iwan Basri yang berjalan selama 1980-1981 juga tidak banyak bisa bertahan. Akhirnya pada tahun 1982, 22 Ketua Himpunan dan 44 Ketua Unit Kegiatan menyatakan pembubaran Dewan Mahasiswa. Pada tahun 1982, terbentuk Forum Ketua Himpunan Jurusan (FKHJ) dan Badan Koordinasi Satuan Kegiatan (BKSK) yang tetap mengkoordinasikan kegiatan kemahasiswaan terpusat ITB.

Tahun 1991, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fuad Hasan mewajibkan berdirinya Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi. 2 tahun kemudian, mahasiswa ITB menolak SMPT melalui hasil referendum dan menyatakan perlunya pendirian Lembaga Sentral Mahasiswa dari, oleh dan untuk mahasiswa. Pada tanggal 20 januari 1996, FKHJ dan BKSK ITB mendirikan Keluarga Mahasiswa ITB, berikut kongres dan cabinet KM ITB. Untuk legalitas organisasi, mahasiswa dan rektorat mengadakan Forum Balai Pertemuan Ilmiah ( Forum BPI ) yang tidak menghasilkan kesepalkatan apa-apa. Forum TVST juga diinisiasi oleh pembantu rector selanjutnya dan diketuai oleh Vijaya Bitriyasa ( MS 94) yan dibayang-bayangi oleh isu organisasi registrasi dan non-registrasi karena ilmu himpunan disegel akibat menolak registrasi. Tahun 1998, Untuk pertama kalinya Pemilihan Umum Raya KM ITB dideklarasikan. Vijaya Vitriyasa ( MS 94 ) terpilih sebagai presiden. Kongres diketuai oleh Yan Ardiansyah ( GD 94 ). Setahun kemudian, Kabinet dipimpin oleh R. Sigit adi Prasetyo ( IF 95 ). Tahun 2000, OSKM diadakan dan diketuai oleh Alfari Firdaus ( TI 96 ), namun hanya dihadiri oleh 400 peserta pada hari pertama dan 900 peserta pada hari terakhir. Hal itu disebabkan karena adanya larangan untuk mengikuti OSKM. Pemilu KM ITB pun gagal sehingga Sigit diperpanjang masa jabatan kabinetnya hingga Maret 2001.