sejarah filsafat yunani
DESCRIPTION
Munculnya peradaban baru di Yunani dirasakan mengejutkan. Hal ini karena berbagai unsur yang membentuk peradaban sebenarnya sudah hadir ribuan tahun sebelumnya di Mesir kuno dan Mesopotamia, dan dari sana menyebar ke negeri-negeri tetangga. Peradaban Mesir dan Babilonia, yang berdiri di sekitar sungai-sungai besar, pada dasarnya bersifat pertanian. Penyebaran peradaban ini dimungkinkan karena adanya perdagangan, yang pada awalnya hampir seluruhnya bersifat maritim. Penyebaran ini antara lain berlangsung lewat pelaut-pelaut dari Pulau Crete, yang lalu sampai ke Yunani. Aritmatika dan semacam ilmu geometri sudah dikenal di kalangan orang Mesir kuno dan Babilonia, namun umumnya dalam bentuk yang sederhana. Namun, penalaran deduktif dari premis-premis umum adalah hasil inovasi orang Yunani.TRANSCRIPT
1
Tugas Sejarah Filsafat Yunani (Kelompok A)
Tugas mata kuliah Sejarah Filsafat Yunani sebagai pengganti UTS
Semester Ganjil 2008/2009
Dosen: Vincensius Y. Jolasa, Ph.D
Oleh: Satrio Arismunandar
NPM: 0806401916
Program S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia
Oktober 2008
2
Merebaknya peradaban baru di Yunani kuno tidak dapat dipisahkan dari
beberapa pengaruh dari daerah sekitarnya. Sebutkan dan jelaskan beberapa
pengaruh dari kebudayaan Mesir kuno dan Mesopotamia dan Babilonia
terhadap perkembangan awal peradaban dan pemikiran di Yunani kuno
(sebelum abad ke-5 S.M)?
Munculnya peradaban baru di Yunani memang dirasakan mengejutkan. Hal ini
karena berbagai unsur yang membentuk peradaban sebenarnya sudah hadir ribuan
tahun sebelumnya di Mesir kuno dan Mesopotamia, dan dari sana menyebar ke
negeri-negeri tetangga. Peradaban Mesir dan Babilonia, yang berdiri di sekitar sungai-
sungai besar, pada dasarnya bersifat pertanian.
Penyebaran peradaban ini dimungkinkan karena adanya perdagangan, yang
pada awalnya hampir seluruhnya bersifat maritim. Penyebaran ini antara lain
berlangsung lewat pelaut-pelaut dari Pulau Crete, yang lalu sampai ke Yunani.
Aritmatika dan semacam ilmu geometri sudah dikenal di kalangan orang
Mesir kuno dan Babilonia, namun umumnya dalam bentuk yang sederhana. Namun,
penalaran deduktif dari premis-premis umum adalah hasil inovasi orang Yunani.
Dari Babilonia, juga ada sumbangsih dalam hal sains. Pembagian hari menjadi
24 jam, pembagian lingkaran menjadi 360 derajat, siklus gerhana (yang bisa
memastikan tanggal gerhana bulan, dan memperkirakan tanggal gerhana matahari)
adalah hasil temuan orang Babilonia, yang kemudian dipelajari oleh filsuf Yunani,
Thales.
Seni penulisan sudah ditemukan di Mesir kuno sekitar tahun 4.000 SM, dan di
Mesopotamia tak lama sesudahnya. Di masing-masing negara ini, penulisan dimulai
dalam bentuk gambar-gambar dari obyek yang dimaksudkan. Gambar-gambar ini
dengan cepat dikonvesionalkan, sehingga kata-kata diwakili oleh ideogram,
sebagaimana saat ini tetap dipakai di Cina.
Selama ribuan tahun, sistem ini kemudian berkembang menjadi penulisan
alphabet. Melalui perantaraan orang Phoenicia, seni penulisan ini akhirnya sampai di
Yunani, dan versi modernnya terus kita gunakan sampai sekarang ini.
Dari segi agama, agama-agama kuno di Mesir dan Babilonia pada awalnya
adalah pemujaan pada kesuburan (fertilitas). Bumi dianggap sebagai perempuan, dan
matahari sebagai laki-laki. Di Babilonia, Ishtar, dewi-bumi, adalah yang tertinggi di
antara dewi-dewi lain. Di seluruh Asia Barat, Ibu Agung ini disembah dengan
berbagai nama.
Ketika kaum koloni Yunani di Asia Kecil menemukan kuil-kuil pemujaan
Ishtar, mereka menamainya Artemis dan mengambil alih kultus yang ada. Ini adalah
asal-usul Diana dari Ephesia, yang merupakan sebutan Latin untuk Artemis. Penganut
Nasrani kemudian mentransformasikannya menjadi Perawan Maria, yang kemudian
dilegitimasikan menjadi ―Mother of God.‖
3
Jelaskan mengapa seorang filsuf perlu mempelajari filsafat Yunani?
Mempelajari filsafat Yunani itu tak ubahnya seperti membuka koridor,
sebelum kita belajar ke pemikiran filsafat modern. Harus diakui, pemikiran para filsuf
Yunani itu tak ubahnya benih-benih atau kecambah-kecambah pemikiran, yang
batang dan rantingnya tumbuh sampai ke zaman sekarang.
Mempelajari filsafat Yunani membuat kita sadar bahwa pemikiran filsafat
kontemporer sebenarnya memiliki akar sejarah yang panjang, dan ini bisa dirunut ke
belakang sampai ke filsafat Yunani.
Sebenarnya, sangatlah menakjubkan bahwa lebih dari 2.000 tahun yang lalu,
filsuf-filsuf Yunani sudah mengembangkan pemikiran, yang meskipun masih dalam
bentuk dasar dan kasar, menjadi benih-benih berharga yang terus dikembangkan
sampai zaman sekarang oleh filsuf-filsuf kontemporer.
Pengaruh matematika dalam pemikiran filsafat, misalnya, bisa dirunut ke
pemikiran Pythagoras. Teori evolusi Wallace dan Darwin, dalam bentuk yang kasar
dan fantastis sebetulnya sudah didahului oleh Empedokles.
Argumen-argumen metafisika, yang kemudian antara lain ditunjukkan oleh
Hegel, sudah diawali oleh Permenides. Sedangkan atomisme, pandangan bahwa
segala sesuatu terdiri dari atom-atom yang sangat kecil dan tidak bisa dibagi, sudah
diajarkan oleh Leucippus dan Democritus.
Para filsuf Yunani telah melahirkan teori-teori yang kemudian seolah-olah
memiliki kehidupan dan pertumbuhan independen. Meskipun pada awalnya teori-teori
itu terlihat sangat sederhana, teori-teori itu terbukti mampu bertahan dan terus
berkembang melampaui masa 2.000 tahun. Kini, hampir semua hipotesis yang pernah
mendominasi filsafat modern, pertama kali telah diajarkan oleh para filsuf Yunani.
Apa peranan Pythagoras dan Heraclitus terhadap perkembangan pemikiran
Yunani kuno?
Pythagoras berperan penting dalam perkembangan pemikiran Yunani kuno.
Ada dua aspek dari figur Pyhthagoras. Dia dipandang sebagai seorang nabi yang
religius sekaligus ahli matematika, dan dalam dua posisi itu dia sangat berpengaruh.
Pythagoras adalah orang yang memulai penggunaan matematika, dalam arti argumen
deduktif yang bisa diperagakan. Pengaruh matematika terhadap pemikiran filsafat,
sebagian adalah sumbangan dari Pythagoras.
Pythagoras, yang penduduk asli Pulau Samos, pernah pergi ke Mesir dan
belajar tentang banyak hal di sana. Sesudah kembali ke Croton, di selatan Italia,
Pythagoras mendirikan sekolah matematika, dan mengembangkan masyarakat dari
murid-muridnya, di mana keberadaan mereka pernah sangat berpengaruh. Sekolah
Pythagoras ini mewakili apa yang kini bisa disebut tradisi mistik, yang kontras
dengan kecenderungan ilmiah.
4
Pythagoras mengajarkan, pertama, bahwa jiwa (soul) itu abadi, dan jiwa itu
bertransformasi menjadi berbagai makhluk bernyawa. Apapun yang ada (eksis)
dilahirkan kembali dalam revolusi-revolusi dengan siklus tertentu. Jadi, tak ada yang
secara mutlak baru. Segala sesuatu yang lahir dengan kehidupan di dalamnya
sepatutnya diperlakukan sebagai kerabat.
Dalam komunitas yang dibentuk Pythagoras, laki-laki dan perempuan
diperlakukan setara. Barang dan properti dimiliki bersama, serta ada jalan hidup
bersama. Bahkan temuan matematika dan ilmiah dianggap temuan kolektif. Ini semua
terkait dalam etika yang memuja kehidupan kontemplatif.
Pythagoras juga mengatakan, segala sesuatu yang ada dapat diterangkan atas
dasar bilangan-bilangan. Ia berpendapat demikian, karena menemukan bahwa not-not
tangga nada sepadan dengan perbandingan-perbandingan antara bilangan-bilangan.
Jika ternyata sebagian realitas terdiri dari bilangan-bilangan, mengapa tidak mungkin
bahwa segala-galanya yang ada terdiri dari bilangan-bilangan.
Pythagoras dan murid-muridnya berjasa besar dalam pengembangan ilmu
pasti, dan sampai saat ini di sekolah-sekolah masih diajarkan ―dalil Pythagoras.‖
Sementara itu, Heraclitus adalah filsuf yang juga warga bangsawan di
Ephesus. Heraclitus sangat dikenal dengan doktrinnya bahwa segala sesuatu mengalir.
Namun, ini hanya salah satu dari ajaran metafisikanya. Ia adalah seorang mistik.
Heraclitus beranggapan, api adalah substansi dasar, dan segala sesuatu –
seperti kobaran api—terlahir akibat kematian sesuatu yang lain. Api adalah lambang
perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja terbakar menjadi abu.
Menurut Heraclitus, yang abadi adalah yang fana, dan yang fana adalah yang
abadi. Yang satu menghidupi kematian yang lain, dan mematikan kehidupan yang
lain. Ada kesatuan (unity) di dunia, namun kesatuan itu terbentuk dari kombinasi hal-
hal yang berlawanan. Segala sesuatu berasal dari satu, dan yang satu berasal dari
segala sesuatu. Namun, yang banyak memiliki realitas di bawah yang satu, yaitu
Tuhan (Dewa).
Doktrin bahwa segala sesuatu dalam keadaan mengalir, adalah pandangan
Heraclitus yang paling terkenal. Kita tak bisa melangkah dua kali ke sungai yang
sama, karena air segar selalu mengalir ke arah kita. Matahari selalu baru setiap hari.
Artinya, tidak ada yang definitif. Segala sesuatu tidaklah tetap, tetapi selalu dalam
proses menjadi.
Jelaskan beberapa aspek penting dalam pemikiran Empedokles dan
Parmenides?
Figur Empedokles adalah campuran dari sosok filsuf, rasul, ilmuwan, dan
seorang pengecoh. Kontribusi Empedokles dalam sains adalah ketika ia menemukan
udara sebagai suatu substansi terpisah. Ini dibuktikan dengan observasi, yaitu
memasukkan ember secara terbalik ke dalam air. Air tak bisa masuk ke ember, karena
adanya udara.
5
Ia juga menemukan gaya sentrifugal, serta adanya jenis seks (jantan-betina)
pada tumbuh-tumbuhan. Ia bahkan menemukan teori evolusi dan kebertahanan hidup
bagi makhluk yang paling pas (survival of the fittest), meski dalam bentuk yang amat
fantastik. Empedokles juga paham astronomi, bahwa bulan bersinar karena
memantulkan cahaya matahari, dan bahwa cahaya memerlukan waktu untuk sampai
ke obyek tertentu. Empedokles mendirikan sekolah pengobatan di Italia.
Empedokles menyatakan, tanah, air, udara dan api adalah empat unsur utama.
Masing-masing unsur itu bersifat abadi, namun mereka dapat dicampurkan dalam
proporsi yang berbeda-beda, dan dengan demikian menghasilkan substansi kompleks
yang berubah, yang kita temukan di dunia.
Mereka dikombinasikan oleh Cinta dan dipisahkan oleh Pertentangan/Konflik.
Cinta dan Pertentangan adalah substansi-substansi primitif yang setingkat dengan
udara, tanah, air, dan api. Ada periode di mana Cinta menguat, tapi juga ada periode
di mana Pertentangan lebih kuat.
Perubahan-perubahan dalam dunia bukan diatur oleh adanya tujuan tertentu,
tetapi hanya oleh adanya Peluang (chance) dan Kebutuhan (necessity). Ada suatu
siklus: ketika unsur-unsur secara mendalam telah dicampurkan oleh Cinta, maka
Pertentangan secara bertahap memisahkan mereka kembali. Sebaliknya, ketika
Pertentangan sudah memisahkan unsur-unsur itu, pada gilirannya Cinta akan
menyatukannya kembali.
Jadi setiap substansi yang dikumpulkan cuma bersifat sementara. Hanya
unsur-unsur, bersama dengan Cinta dan Pertentangan, yang bersifat abadi. Jadi di sini
ada kemiripan dengan ajaran Heraclitus, meski lebih lunak, karena bukan hanya
Pertentangan, melainkan Pertentangan bersama Cinta, yang menghasilkan perubahan.
Empedokles menolak Monisme, dengan mengatakan bahwa perubahan alam
lebih diatur oleh peluang dan kebutuhan, ketimbang oleh tujuan tertentu. Dalam hal
ini, filsafat Empedokles lebih bersifat ilmiah ketimbang ajaran Permenides, Plato, dan
Aristoteles.
Sementara itu, Parmenides adalah filsuf dan penduduk asli Elea di selatan
Italia. Ia menyatakan, indera manusia itu bersifat mengecoh, sehingga segala hal yang
bisa diinderai itu sebenarnya hanya sekadar ilusi. Satu-satunya kebenaran adalah
―Yang Satu‖ (The One), yang tidak terbatas dan tidak bisa dibagi-bagi. ―Yang Satu‖
yang dimaksud oleh Permenides bukanlah kesatuan dari hal-hal yang berlawanan
seperti dinyatakan Heraclitus, karena bagi Permenides tidak ada hal-hal yang
berlawanan.
Parmenides tampaknya beranggapan, ―dingin‖ bukanlah lawan dari ―panas,‖
tapi bahwa ―dingin‖ hanyalah berarti ―tidak panas‖. Atau ―gelap‖ berarti ―tak ada
cahaya.‖ ―Yang Satu‖ di sini bukanlah yang biasa kita anggap sebagai Tuhan, namun
ia bersifat material dan meluas, seperti suatu sphere.
Parmenides membagi ajarannya menjadi ―jalan kebenaran‖ dan ―jalan opini.‖
Rumusannya tentang ―jalan kebebaran‖, antara lain. Sesuatu yang dapat dipikirkan
6
dan demi hal itu pikiran itu eksis, adalah sama. Kita tak bisa menemukan pikiran
tanpa sesuatu yang dipikirkan, sebagaimana terhadap mana sesuatu itu diucapkan.
Esensi argumen Parmenides adalah: Ketika kita berpikir, kita berpikir tentang
sesuatu. Ketika kita menggunakan sebuah nama, itu pasti nama dari sesuatu. Karena
itu baik pikiran maupun bahasa membutuhkan obyek di luar dirinya. Dan karena kita
bisa berpikir tentang sesuatu atau bicara tentang sesuatu pada suatu waktu atau kapan
saja, apapun yang dapat dipikirkan atau diucapkan itu pasti eksis sepanjang waktu.
Sebagai konsekuensinya, berarti tidak ada perubahan, karena perubahan itu
terdiri dari hal-hal yang menjadi ada atau berhenti ada. Pandangan Parmenides ini
dengan demikian kontras bertentangan dengan Heraclitus, yang menyatakan segala
sesuatu selalu berubah, selalu mengalir.
Parmenides juga mengatakan, ―Yang ada ada, dan yang tidak ada tidak ada‖.
Pernyataan ini tampaknya sudah jelas bagi setiap orang, namun mengandung
konsekuensi-konsekuensi yang besar. Dari pendapat tadi harus disimpulkan, bahwa
yang ada (=segala-galanya!) tidak dapat dipertentangkan dengan sesuatu yang lain.
Akibatnya, harus dikatakan juga bahwa yang ada itu sama sekali satu, sempurna, dan
tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, tidak ada pluralitas.
Arti penting sumbangan Parmenides adalah ia menemukan sebentuk argumen
metafisika, yang dalam satu dan lain bentuk, dapat ditemukan warisannya pada filsuf-
filsuf metafisika sesudahnya, termasuk Hegel. Parmenides sering disebut menemukan
logika, namun sebenarnya ia menemukan metafisika yang berlandaskan logika.
Berikan gambaran tentang peran para Sofis bagi perkembangan pemikiran
Yunani dan apa kritik orang terhadap kelompok pemikir ini?
Kata Sofis (Sophist) pada awalnya tidak memiliki konotasi yang buruk.
―Sofis‖ berarti semacam ―profesor,‖ yang kita kenal sekarang. Sofis adalah orang
yang mencari nafkah dengan mengajar kaum muda tentang hal-hal tertentu, yang
dipandang bermanfaat bagi kehidupan praktis.
Karena tak ada sarana atau pendanaan publik untuk pendidikan semacam tu,
kaum sofis hanya mengajar mereka yang mampu membayar, atau yang orangtuanya
memiliki dana untuk itu. Hal ini cenderung memberikan semacam bias kelas (class
biased) pada mereka, yang semakin meningkat oleh situasi politik pada masa itu.
Demokrasi Athena pada masa itu, walau membatasi hak-hak kaum budak dan
perempuan, sudah memiliki sistem pengadilan. Namun, para hakim dan eksekutif
utamanya adalah orang biasa, bukan kaum profesional. Mereka dipilih untuk
menjalankan fungsi itu untuk periode yang pendek. Masing-masing mereka tampil
bertugas, namun dengan masing-masing prasangkanya sendiri seperti warga biasa.
Terdakwa juga tampil secara pribadi tanpa didampingi ahli hukum profesional.
Dalam sistem semacam itu, keberhasilan atau kegagalan di sidang pengadilan,
tergantung pada kemampuan retorika dan bersilat lidah, dalam memenangkan atau
meyakinkan para pendengarnya. Walaupun tiap orang harus menyampaikan
7
pembelaannya sendiri, ia bisa menyewa orang lain untuk menuliskan pidatonya, atau
membayar orang untuk mengajari taktik-taktik memenangkan perdebatan. Di sinilah
para sofis berperan. Hal ini juga menjelaskan, mengapa kaum sofis populer dan dekat
dengan kelas tertentu, tetapi dibenci oleh kelas yang lain.
Maka, sumbangan kaum sofis bagi pemikiran Yunani adalah lebih pada seni
berargumentasi dan keterampilan retorika. Dengan kemampuan retorika dan berolah
kata, sebuah opini bisa dipandang lebih baik daripada opini yang lain, walaupun tidak
berarti opini itu lebih benar daripada opini yang lain.
Hal ini karena, tujuan si pelaku bukan untuk mencari kebenaran, tetapi sekadar
untuk memenangkan perdebatan. Jadi, ajaran kaum sofis tidak berkaitan dengan
kebajikan atau ajaran agama, bahkan oleh kalangan agama bisa dianggap tidak serius
dan tidak bermoral. ***
Depok, Oktober 2008